PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK PERANCANGAN TORSI DAN GESER TERKOMBINASI BALOK BETON BERTULANG Nama Mahasiswa : Diar Fajar Gosana NRP : 3107100017 Jurusan : Teknik Sipil FTSP ITS Dosen Pembimbing : 1. Tavio, ST, MT, Ph.D 2. Bambang Piscesa, ST, MT.
dengan perkembangan peraturan perhitungan struktur beton yang berlaku (SNI 03-2847-2002 dan ACI 318-2005). Selain itu, diharapkan dengan adanya software ini bisa membantu para pelaku teknik sipil untuk melakukan analisa struktur jauh lebih cepat dan akurat. Kata kunci : analisa struktur, metode elemen hingga, balok, torsi, Visual Basic 6.0, software.
Abstrak Sebagai pelaku teknik sipil, software yang memiliki kecepatan dan keakuratan yang tinggi sangat diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan salah satunya berupa analisa struktur. Beberapa software analisa struktur pun telah banyak diciptakan dan dikembangkan saat ini, seperti PCACOL,PCABEAM,SAP 2000,ETABS,dan sebagainya. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa software teknik sipil yang digunakan di Indonesia saat ini sebagian besar bukanlah software yang full licensed. Software-software tersebut menghasilkan output yang kurang akurat jika dibandingkan dengan output yang dihasilkan dari software yang full licensed. Selain itu running program dari software bukan full licensed tidak bisa dikembangkan sehingga tidak bisa diketahui letak kesalahan dari running program tersebut jika terjadi permasalahan. Masalah lainnya adalah semakin ketatnya peraturan tentang penggunaan aplikasi komputer berlisensi (Sumber: Undang – Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Program-program analisa struktur yang telah dibuat sebelumnya hanya menghasilkan output berupa momen, gaya geser, dan gaya aksial. Output tersebut dirasa masih belum memenuhi kebutuhan untuk mendesain suatu struktur, oleh karena itu dibutuhkan output lain berupa tulangan lentur dan geser pada balok serta kolom yang dibutuhkan. Karena keterbatasan itulah penulis berusaha mengembangkan program tersebut sampai dapat menghasilkan output lain berupa jumlah dan spasi sengkang. Pada pembuatan tugas akhir ini penulis akan memfokuskan pembahasan pada desain tulangan untuk menahan gaya torsi dan geser yang terkombinasi pada balok dengan menggunakan program bantu Visual Basic 6.0. Dengan adanya software ini kita bisa mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah kita dapat di bangku perkuliahan. Selain itu, kita bisa saling berbagi ilmu pengetahuan dengan para pelaku teknik sipil lainnya, khususnya yang ada di Indonesia. Hal itu dikarenakan kita membuat listing program dari software tersebut secara langsung. Jadi ketika ada permasalahan dengan software tersebut kita bisa dengan cepat mengetahui di mana letak kesalahannya dan memperbaikinya atau bisa mengembangkannya lagi secara langsung sesuai
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Balok merupakan salah satu bagian dari komponen dari suatu struktur yang direncanakan mampu menahan tegangan tekan dan tegangan tarik yang diakibatkan oleh beban lentur yang bekerja pada balok tersebut. Karena sifat dari beton yang kurang mampu dalam menahan tegangan tarik, maka beton diperkuat dengan tulangan baja pada daerah di mana tegangan tarik itu bekerja. Selain gaya lentur, hal lain yang harus diperhatikan dalam perencanaan balok salah satu di antaranya adalah kapasitas geser dan torsi yang terkombinasi. Tulangan untuk menahan gaya torsi ini harus disediakan sebagai tambahan terhadap tulangan yang diperlukan untuk menahan gaya-gaya geser, lentur, dan aksial yang bekerja secara terkombinasi dengan gaya torsi tersebut. Dalam hal ini, persyaratan yang lebih ketat untuk spasi dan penempatan tulangan harus dipenuhi. Torsi pada balok adalah suatu pemuntiran yang terjadi pada balok tersebut yang diakibatkan oleh beban-beban yang bekerja pada suatu jarak dari sumbu longitudinal dari balok tersebut. Torsi terjadi dalam konstruksi beton yang monolitik terutama bila beban-beban tersebut bekerja. Momen torsi yang diakibatkan oleh beban-beban tersebut adakalanya dapat mengakibatkan tegangan-tegangan geser yang berlebihan. Sebagai akibatnya, keretakan yang parah pada balok dapat terbentuk sampai melebihi batas kemampuan layan yang diperbolehkan kecuali jika tulangan torsi khusus disediakan (Nawy, Tavio, dan Kusuma. Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar. 2010. Surabaya : ITS Press). Oleh karena itu, untuk mendesain tulangan torsi tersebut dibutuhkan suatu alat bantu (software) analisa struktur yang dapat memudahkan dalam proses perencanaan. Dalam hal ini penulis hanya mendetailkan desain tulangan dari suatu balok sebagai akibat dari gaya torsi dan geser terkombinasi sampai dengan jumlah tulangan longitudinal dan spasi sengkang tertutup yang dibutuhkan serta detail gambar pemasangan tulangan yang terjadi dengan program bantu Visual Basic 6.0. Pada kenyataannya memang beberapa software analisa struktur telah banyak diciptakan dan dikembangkan saat ini, seperti PCACOL, PCABEAM, SAP 2000, ETABS, dan sebagainya. Software-software tersebut juga digunakan oleh hampir seluruh pelaku teknik sipil di Indonesia. Akan tetapi, beberapa software tersebut sebagian besar bukanlah software yang full licensed. Softwaresoftware tersebut menghasilkan output yang kurang akurat jika dibandingkan dengan output yang dihasilkan dari software yang full licensed. Selain itu running program dari software bukan full licensed tidak bisa dikembangkan sehingga tidak bisa diketahui letak kesalahan dari running program tersebut jika terjadi permasalahan. Masalah lainnya
2
adalah semakin ketatnya peraturan tentang penggunaan aplikasi komputer berlisensi (Sumber: Undang – Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Selain itu software-software full licensed memiliki harga yang mahal. Jadi, jika suatu saat peraturan tersebut semakin ketat maka dikhawatirkan software analisa struktur tersebut akan sulit untuk didapat dan semakin mahal harganya, sedangkan proses pembangunan tidak mungkin terhenti karena masalah di atas. Selain itu, jika sampai terjadi penghentian penggunaan dari software-software bukan full licensed sebagai akibat dari ketatnya peraturan tersebut para pelaku teknik sipil di Indonesia sudah siap karena telah memiliki software analisa struktur hasil ciptaan sendiri. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan dibuatlah software analisa struktur ini. Dengan adanya software ini kita bisa mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah kita dapat di bangku perkuliahan. Selain itu, kita bisa saling berbagi ilmu pengetahuan dengan para pelaku teknik sipil lainnya, khususnya yang ada di Indonesia. Hal itu dikarenakan kita membuat listing program dari software tersebut secara langsung. Jadi ketika ada permasalahan dengan software tersebut kita bisa dengan cepat mengetahui di mana letak kesalahannya dan memperbaikinya atau bisa mengembangkannya lagi secara langsung sesuai dengan perkembangan peraturan perhitungan struktur beton yang berlaku (SNI 03-2847-2002 dan ACI 3182005). Selain itu, diharapkan dengan adanya software ini bisa membantu para pelaku teknik sipil untuk melakukan analisa struktur jauh lebih cepat dan akurat. 1.2 Permasalahan 1.2.1 Permasalahan utama Bagaimana melakukan proses analisa struktur sampai dengan desain tulangan torsi dan geser terkombinasi dari elemen balok dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0? 1.2.2
Rincian permasalahan 1. Bagaimana menganalisa struktur space frame dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga dapat menghasilkan output berupa gaya momen, aksial, dan geser? 2. Bagaimana menganalisa struktur elemen balok dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga dapat menghasilkan output berupa desain tulangan torsi dan geser terkombinasi pada balok? 3. Apakah nilai output software yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan
4.
1.3
2.
kebenarannya melalui perbandingan dengan software professional yang lain? Bagaimana membuat program analisa struktur yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh semua orang?
Tujuan 1. Menganalisa struktur space frame dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga dapat menghasilkan output berupa gaya momen, aksial, dan geser. 2. Menganalisa struktur elemen balok dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 sehingga dapat menghasilkan output berupa desain tulangan torsi dan geser terkombinasi pada balok. 3. Mengetahui bahwa nilai output dari software yang telah dibuat dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya melalui perbandingan dengan software professional yang lain. 4. Membuat sebuah program yang bersifat open source listing sehingga dapat dipelajari dan dikembangkan lagi oleh semua orang.
1.4
Batasan Masalah Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya membatasi permasalahan yang dibahas pada hal - hal ini: 1. Gaya dalam dari elemen balok yang dianalisa ini hanya berupa gaya torsi dan geser. 2. Struktur yang dapat dianalisa dengan software ini terbatas hanya pada space frame. 3. Metode yang digunakan adalah metode elemen hingga. 4. Beban yang dikenakan pada struktur adalah beban statis berupa beban terpusat pada titik nodal dan beban terbagi rata penuh pada frame. 5. Penampang balok yang digunakan adalah penampang segiempat. 6. Program yang dibuat menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. 7. Output hasil analisa dibandingkan hanya dengan output dari program SAP.
1.5
Manfaat Manfaat yang bisa kita dapatkan dari penulisan Tugas Akhir adalah: 1. Dengan penyusunan program ini akan melengkapi program yang telah disusun sebelumnya.
3.
4.
Program analisa struktur alternatif yang telah dibuat nanti dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah dan mudah tanpa perlu rasa khawatir karena terjamin keasliannya. Dengan adanya penyusunan program analisa struktur yang bersifat open source ini, sharing knowledge dapat mudah dilakukan sehingga penyempurnaan dari program ini dapat terlaksana. Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi untuk pengembangan secara terus-menerus dari program-program bantu lain yang lebih kompleks demi terciptanya kemajuan pada bidang structural engineering di Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa balok merupakan salah satu bagian dari komponen stuktur yang direncanakan untuk mampu menahan tegangan tekan dan tarik yang diakibatkan oleh beban lentur yang bekerja pada balok tersebut. Selain gaya lentur, hal lain yang juga penting untuk diperhatikan dalam perencanaan suatu balok salah satu di antaranya adalah besarnya kapasitas torsi dan geser yang terkombinasi yang mampu ditahan oleh balok tersebut. Jika torsi pada suatu balok bekerja maka akan cenderung untuk memutar seluruh bagian dari balok di sekitar sumbu longitudinal dari balok tersebut. Kekuatan dari torsi tersebut jarang bekerja sendiri dalam balok, akan tetapi hampir selalu bekerja bersama-sama dengan gaya lentur dan gaya geser yang bekerja pada balok tersebut. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa untuk balok sederhana yang diperlihatkan di dalam Gambar 2.1, momen lentur M pada potongan A-A mengakibatkan tegangan tekan dalam beton di atas garis netral, tegangan tarik dalam penulangan dan dalam beton di bawah sumbu netral jika sekiranya beton belum retak. Untuk memenuhi syarat keseimbangan dari gaya di arah vertikal, maka penjumlahan dari tegangan geser vertikal pada penampang harus sama dengan gaya geser V. Di bawah garis netral terdapat daerah geser dengan keadaan yang hampir seperti yang diperlihatkan di dalam Gambar 2.2, yang menimbulkan suatu tegangan tarik yang sama besarnya dengan tegangan geser pada bidang dengan kemiringan 45º. Tarik diagonal ini merupakan penyebab utama dari retak miring yang lazimnya disebut keruntuhan geser (shear failure). Gaya geser dijumpai dalam semua unsur beton bertulang. Pada beton bertulang, keruntuhan geser terjadi tanpa ada tanda-tanda secara pasti sebelumnya. Hal ini akan menjadi sangat berbahaya, maka harus dihindarkan. Untuk itu perlu
3
adanya perencanaan yang cermat dan teliti terhadap kuat geser pada beton yang akan digunakan. Besarnya kekuatan geser pada beton bertulang erat hubungannya dengan kondisi baja tulangan yang digunakan untuk menyusun beton tersebut. A
A
M V A
Gambar 2.1
A
Gaya dan momen lentur pada balok sederhana (balok di atas dua perletakan). V f t (maks) = v
V
V
V 45°
V
V
Gambar 2.2 Keadaan geser murni (yakni tidak ada tegangan tekan atau tarik pada muka elemen). Sementara itu, selama bertahun-tahun torsi hanya dipandang sebagai efek sekunder pada balok dan tidak dipertimbangkan secara lebih serius dan mendetail dalam proses desain suatu struktur. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap faktor keamanan dari struktur tersebut. Metode analisis dan desain yang telah ada saat ini disimpulkan dari sedikitnya penelitian terutama untuk bagian-bagian stuktur yang berukuran lebih kecil, di dalam banyak kasus tulangan torsi yang khusus harus disediakan untuk meningkatkan kemampuan suatu batang dalam menahan kekuatan torsi tersebut. Berikut ini adalah contoh-contoh suatu struktur di mana torsi berpengaruh besar terhadap kekuatan dari struktur tersebut, misalnya balok segiempat yang dibebani dengan eksentrisitas tertentu, penyanggga dari suatu jembatan yang melengkung, dan lempengan dari tangga yang berputar. Sebelum kita membahas torsi lebih jauh, perlu diketahui bahwa torsi yang terjadi pada suatu struktur beton bertulang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu torsi kesetimbangan (equilibrium torsion) dan torsi kompatibilitas (compatibility torsion). Untuk torsi kesetimbangan atau torsi statis tertentu, akan terjadi jika terdapat suatu gaya yang didistribusikan sebagai akibat dari beban eksternal berfaktor penuh yang bekerja pada suatu struktur. Torsi tersebut sangat diperlukan untuk menjaga kesetimbangan statis struktur karena memungkinkan tidak adanya redistribusi tegangan torsi pada struktur tersebut. Momen torsi ini dapat dihitung berdasarkan kesetimbangan statis struktur biasa. Contoh dari torsi kesetimbangan ini adalah beban yang diberikan pada permukaan pelat kantilever akan mengakibatkan terjadinya momen puntir pada balok sebesar m.
4
Momen ini akan disetimbangkan oleh gaya torsi penahan yang disalurkan pada kolom sebesar T. Tanpa momen torsi ini, struktur tersebut tentu saja akan cenderung lebih mudah mengalami keruntuhan. Berbeda dengan torsi kesetimbangan, torsi kompatibilitas atau torsi statis tak tentu, berasal dari persamaan kontinuitas, yaitu kompatibilitas deformasi akan terjadi pada bagian-bagian dari suatu struktur yang saling berdekatan. Pada kasus ini, momen torsi tidak dapat dihitung dengan hanya berdasarkan kesetimbangan statis saja, ada tambahan perhitungan untuk mendapatkan nilai torsi ini. Jika hal ini diabaikan dalam proses desain maka akan mengakibatkan keretakan yang luas, akan tetapi pada umumnya tidak akan mengakibatkan keruntuhan struktur. Contoh torsi kompatibilitas ini dapat ditemukan pada balok tepi pendukung yang menjadi satu (monolitik) dengan pelat beton. Jika balok tersebut memiliki kekakuan torsi dan tulangan torsi yang memadai, dan jika kolom dapat mendukung kebutuhan momen torsi yang diperlukan sebesar T, maka momen yang terjadi pada pelat akan ikut mendukung kekakuan dari struktur tersebut secara otomatis. Namun, jika balok tersebut memiliki kekakuan torsi yang kecil dan tulangan torsi yang tidak memadai, maka keretakan akan terjadi dan akan mengurangi kekakuan torsi dari balok tersebut secara perlahan-lahan, dan momen pada pelat akan terdistribusi pada balok. Jika pelat didesain dalam kondisi tersebut, maka keruntuhan tidak akan terjadi. Meskipun metode analisis yang ada saat ini mensyaratkan evaluasi langsung dari momen torsi untuk kondisi statis tak tentu yang tentu saja sangat penting, para enginer masih sering mengabaikan efek dari torsi kompatibilitas saat tegangan torsi yang terjadi rendah dan memungkinkan terjadinya kesetimbangan statis. Ketika kekuatan torsi menjadi suatu hal penting yang sangat berpengaruh pada suatu desain, maka analisa dan tulangan torsi yang khusus sangat diperlukan. 2.2
Ragam Keruntuhan Balok Hal yang menentukan ragam keruntuhan suatu balok adalah perbandingan antara bentang bersih dengan tinggi balok (kelangsingan balok). Gambar 2.3 di bawah ini memperlihatkan pola keruntuhan secara skematis. a
P
d
(a)
a
antara bentang geser dengan tinggi penampang adalah menengah, yaitu a/d bervariasi antara 2,5 dan 5,5 untuk beban terpusat. Balok yang demikian disebut balok dengan kelangsingan menengah. Retak-retak pertama terjadi di tengah bentang, berarah vertikal, yang berupa retak halus, dan diakibatkan oleh lentur kemudian diikuti dengan rusaknya lekatan antara baja tulangan dengan beton di sekitarnya pada perletakan. Maka tanpa adanya peringatan sebelum runtuh, dua atau tiga retak diagonal terjadi pada jarak sekitar 1,5d sampai 2d dari muka perletakan. Untuk mencapai kestabilan, satu retak diagonal ini melebar ke dalam retak tarik diagonal utama (lihat Gambar 2.3 (b)).
P
d
Ic
1,5 d
(b)
a
P
d
Ic
(c) Gambar 2.3
2.2.3
Ragam keruntuhan sebagai fungsi dari balok; (a) keruntuhan lentur; (b) keruntuhan geser; (c) keruntuhan tekan geser
Bentang geser a untuk beban terpusat adalah jarak antara titik tangkap beban tersebut dengan muka perletakan. Untuk beban terdistribusi, bentang gesernya sama dengan bentang bersih balok Ic. Pada dasarnya balok dapat mengalami 3 jenis keruntuhan (atau kombinasinya), yaitu keruntuhan lentur, keruntuhan geser, dan keruntuhan tekan akibat geser. Untuk balok yang semakin langsing, kecenderungan ragam keruntuhan adalah lentur. 2.2.1
2.2.2
Keruntuhan lentur Pada daerah yang mengalami keruntuhan lentur, retak terjadi pada sepertiga tengah bentang dan tegak lurus terhadap tegangan utama. Retak-retak ini diakibatkan oleh tegangan geser v yang sangat kecil dan tegangan lentur f yang sangat dominan yang besarnya hampir mendekati tegangan utama horizontal ft(maks). Dalam keadaan runtuh lentur beberapa retak halus terjadi di daerah tengah bentang sekitar 50% dari yang diakibatkan oleh beban runtuh lentur. Jika balok bersifat under-reinforced, maka keruntuhan ini merupakan keruntuhan yang daktail yang ditandai dahulu dengan lelehnya tulangan tarik. Agar berperilaku daktail, biasanya perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang harus lebih besar dari 5,5 dalam hal beban terpusat, dan melebihi 15 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan geser Keruntuhan ini dapat terjadi apabila kekuatan balok dalam diagonal tarik lebih kecil daripada kekuatan lenturnya. Perbandingan
Keruntuhan tekan geser Balok-balok yang mengalami keruntuhan ini mempunyai perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang a/d sebesar 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang dari 5,0 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak-lentur-halus-vertikal di tengah bentang, dan tegak lurus menjalar, karena terjadinya kehilangan lekatan antara tulangan membujur (longitudinal) dengan beton di sekitarnya pada daerah perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring, yang lebih curam daripada retak geser, secara tiba-tiba dan menjalar terus menuju sumbu netral (lihat Gambar 2.3 (c)). Ragam keruntuhan ini dipandang kurang getas dibandingkan dengan ragam keruntuhan geser karena adanya redistribusi tegangan pada daerah atas balok.
Tabel 2.1 berikut ini memberikan ringkasan mengenai pengaruh angka kelangsingan balok dengan ragam keruntuhannya. Tabel 2.1 Pengaruh Kelangsingan Balok Terhadap Ragam Keruntuhan
Kategori Balok
Perbandingan bentang geser dengan tinggi penampang Ragam Keruntuhan Beban Beban Terdistribusi Terpusat a/d Ic/d
Langsing
lentur
> 5,5
> 16
Sedang
geser
2,5 - 5,5
11 - 16*
Tinggi
tekan geser
1 - 2,5
1-5
* untuk beban terdistribusi, ada trasnsisi antara balok tinggi dengan balok menengah 2.3
Penulangan Geser Untuk mencegah pembentukan retak miring, maka digunakan penulangan transversal (dikenal
5
dengan “penulangan geser”) yang berbentuk sengkang tertutup atau yang berbentuk U di arah vertikal atau miring untuk menutupi tulangan memanjang utama di sekeliling muka balok. Sengkang yang paling umum adalah berbentuk tetapi dapat juga berbentuk atau mungkin hanya mempunyai cabang vertikal tunggal seperti dalam Gambar 2.4 (c). sengkang ganda seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.4 (e) dianggap mencegah pembelahan dalam bidang dari tulangan longitudinal. Sebagai konsekuensinya, sengkang ini lebih disukai untuk balok lebar dibandingkan sengkang dalam Gambar 2.4 (d). Kadang-kadang lebih mudah menggunakan sengkang sambungan tumpang-tindih seperti pada Gambar 2.4 (g). Semua sengkang ini, yang dijelaskan dalam ACI bagian 12.13.5, kadang-kadang berguna untuk balok tinggi, khususnya balok dengan tinggi bervariasi. Tetapi sengkang ini dianggap tidak baik untuk daerah gempa. Tulangan yang disebut penggantung (biasanya memiliki diameter yang sama dengan sengkang) dipasang pada daerah tekan balok untuk menyokong sengkang, seperti diilustrasikan dalam Gambar 2.4 (a) dan (b). Sengkang dipasang mengelilingi tulangan tarik dan untuk memenuhi persyaratan pengangkuran dipasang sejauh mungkin ke sisi tertekan balok dan dibengkokkan ke sekeliling penggantung. Lentur dan sengkang sekitar penggantung mengurangi tegangan tumpuan di bawah pengait. Jika tegangan tumpuan ini terlampau tinggi, beton akan hancur dan sengkang akan sobek. Jika terdapat torsi cukup besar dalam batang, perlu dipasang sengkang yang cukup rapat seperti dalam Gambar 2.4 (f) dan (g). Penggantung
(a)
(e) tidak kurang dari 1/3 ld
(b)
(c)
(f) Sengkang jenis ini tidak memiliki syarat untuk batang yang direncanakan terhadap gempa
(g) Gambar 2.4 Berbagai jenis sengkang (McCormac, Jack C. Sumargo. Desain Beton Bertulang edisi kelima. 2001)
6
Tulangan geser (sengkang) memberikan empat fungsi utama, yaitu: 1. Menahan sebagian gaya geser berfaktor eksternal Vu. 2. Membatasi perkembangan retak-retak diagonal 3. Memegang batang-batang tulangan utama longitudinal di tempatnya agar mereka dapat memberikan kapasitas dowel yang diperlukan untuk menahan beban lentur. 4. Menyediakan suatu pengekangan pada beton dalam daerah tekan jika sengkang-sengkang tersebut dalam bentuk pengikat-pengikat tertutup. 2.4
Penulangan Torsi Penyertaan tulangan longitudinal dan transversal berfungsi untuk menahan momen-momen torsi dari suatu elemen di dalam kumpulan gaya dan momen di dalam penampang. Jika: Tn = tahanan torsi nominal total perlu penampang termasuk tulangan Tc = tahanan torsi nominal beton polos Ts = tahanan torsi tulangan maka, Tn Tc Ts (2.1) Tc diasumsikan sama dengan nol untuk penyederhanaan desain, dan semua torsi diasumsikan ditahan oleh batang-batang baja longitudinal dan sengkang-sengkang transversal tertutup. Di dalam mempelajari kontribusi batang-batang baja longitudinal dan sengkang-sengkang tertutup, seseorang haruslah menganalisa sistem gaya-gaya yang bekerja pada irisan-irisan penampang elemen struktural yang ber-warp pada saat keadaan batas kegagalan. (Nawy, Tavio, dan Kusuma. Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar. 2010. Surabaya : ITS Press). Momen torsi yang bekerja pada komponen struktur seperti balok keliling dapat dihitung dengan menggunakan prosedur analisis stuktur biasa. Desain terhadap komponen tertentu haruslah didasarkan pada (d) keadaan batas saat kegagalan. Oleh karena itu, perilaku non-linier sistem struktur setelah retak torsi harus diidentifikasikan sebagai salah satu dari kedua kondisi berikut: 1. Tidak adanya redistribusi tegangan torsi ke anggota lain setelah retak. 2. Adanya redistribusi tegangan dan momen torsi setelah retak yang mempengaruhi kompatibilitas deformasi di antara anggota yang berpotongan. (Nawy, Tavio, dan Kusuma. Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar. 2010. Surabaya : ITS Press). 2.5
Teori Analogi Tras Ruang (Space Truss Analogy Theory) Analogi tras ruang (space truss analogy) merupakan suatu pengembangan model yang
dipergunakan di dalam desain sengkang-sengkang penahan geser, yang merupakan penahan utama retak tarik diagonal ketika retak mulai terjadi. Karena bentuk irisan dari suatu penampang yang tidak rata sebagai akibat dari momen puntir yang terjadi pada penampang tersebut, maka sebuah tras ruang yang tersusun dari sengkang-sengkang akan berfungsi sebagai penahan bagian tarik diagonal, dan strip-strip beton yang terbentuk akan membentuk sudut yang bervariasi di antara retak-retak yang terjadi. Stripstrip beton tersebut berfungsi sebagai penahan bagian tekan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Dalam teori ini mengasumsikan bahwa suatu balok beton yang berpenampang pejal yang dikenai torsi serupa dengan suatu balok berongga yang berdinding tipis yang dikenai alir geser yang konstan pada irisan penampang. Alir geser tersebut akan menghasilkan suatu momen torsi yang konstan pula. Penggunaan penampang yang berongga pada dasarnya terbukti memberikan momen torsi ultimate yang sama dengan penampang pejal, dengan catatan dinding tersebut tidaklah terlalu tipis. Hal ini telah dibuktikan dari banyaknya penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli, di mana menunjukkan bahwa penahan kekuatan torsi dari penampang pejal tersusun dari rangka sengkang tertutup, yang terdiri dari batang-batang longitudinal dan sengkangsengkang transversal, serta strat-strat tekan miring beton yang terbentuk di dalam bidang dinding rangka. Strat-strat tekan ini adalah strip-strip beton yang miring di antara garis-garis retak yang terjadi pada beton seperti terlihat pada Gambar 2.5. Kesimpulannya, ketidakberadaan inti dari beton tidak mempengaruhi kekuatan dari beton dalam menahan torsi yang terjadi, karena pendekatan teori analogi tras ruang ini didasarkan pada penampangpenampang yang berongga. s
x
t = gaya geser per satuan panjang dinding Gambar 2.5 Gaya-gaya pada permukaan beton kotak berongga dalam analogi tras ruang 2.6
Interaksi Geser-Torsi-Lentur Tinjau kotak-kotak persegi dalam Gambar 2.6. Alir geser q tidak akan sama pada empat dinding kotak tersebut bilamana dikenai oleh geser dan torsi terkombinasi, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6 (c). Kegagalan dapat diakibatkan oleh dua alasan yang berbeda: (a) Pelelehan baja tarik longitudinal bawah dan sengkang-sengkang transversal (b) Pelelehan baja tekan longitudinal atas dan sengkang-sengkang transversal. (a) Baja tarik longitudinal bawah meleleh. Jika penyebab kegagalan diakibatkan oleh pelelehan stringer (baja tarik) longitudinal bawah dan sengkang-sengkang transversal akibat geser dan torsi terkombinasi, perumusan berikut dapat diturunkan dari kesetimbangan: 2
2
T y0 x0 s V y0 s M 1 FB y0 2 y0 FB At f yt 2 A0 FB At f yt (2.2) adalah momen-momen
Jika M 0 , V0 ,dan T0
dan gaya-gaya yang bekerja sendirian, mereka dapat didefinisikan sebagai berikut:
M 0 FB y0
ty
x0
Cx = gaya tekan miring
pada sisi vertikal
(2.3a)
F V0 2 y0 T y0
At f yt s
2F T0 2 A0 T p0
At f yt s
untuk sebuah boks dua-web (2.3b)
0
y
F
Cx
dimana p0 2 y 0 x0
t
F
ty
y0
z
x
0
tan
T
M Cy
Cy
x0
ty
0
qT
t
F
?
Cx
F
Keterangan: F = gaya tarik setiap batang longitudinal Cx = gaya tekan miring pada sisi horizontal
FT FB
R
?
?
y0
(2.3c)
+
qt
t
- ++
r
l
V
qv
qv
b
l
qT
(2.3d)
+
b
t
qT r
T
+ =
V 2 y0
+
l
qT
(b) qT
V
+
V 2 A0
-
r
T b
qT
+
(a) q v
+
qr
qb
(c) q qv qT
7
Gambar 2.6
Alir geser penampang berongga q akibat geser dan torsi terkombinasi.
V V0
Sebuah hubungan permukaan interaksi yang tak-berdimensi dapat diperoleh dengan memakai persamaan 2.3 ke dalam persamaan 2.2 sehingga: 2
(b) Baja tekan longitudinal atas meleleh. Jika penyebab kegagalan diakibatkan oleh pelelehan kord (baja tekan) longitudinal atas dan sengkang-sengkang transversal, persamaan 2.5a menjadi 2
2
(2.4b)
Dari kedua persamaan 2.4a dan b di atas, untuk sebuah momen lentur yang konstan M pada kedua jenis kegagalan membentuk interaksi dari V dan T yang sama. Perpotongan dari kedua jenis kegagalan untuk dua penyebab kegagalan ini membentuk sebuah kurva interaksi puncak antara V dan T sehingga persamaan 2.4a dan b memberikan
V V0
2
T T0
balok tepi
2
1 R 2R
(2.5a)
Persamaan 2.5a untuk R = 0,25; 0,5; dan 1,0 memberikan plot-plot melingkar yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7 di bawah ini. V V0 2 2 V T 1 R 2,5 V T 2R 0 0
Gambar 2.8
1,5
1,0
R = 0,25 0,5
0,5
0
Gambar 2.7
1,0
1,0 1,5
2,5
Diagram interaksi gesertorsi Penyebab kegagalan yang ketiga diakibatkan oleh pelelehan pada batang yang longitudinal atas, pada batang longitudinal bawah, dan pada tulangan transversal, semua pada sisi dimana alir-alir geser diakibatkan oleh geser dan torsi, maka persamaan 2.5a menjadi: 8
(2.5b)
Torsi pada Struktur Resultan dari tegangan yang diakibatkan dari torsi yang terjadi di dalam balok-balok statis tertentu dapat dihitung dalam kondisi kesetimbangan saja. Dalam kondisi seperti itu dibutuhkan sebuah desain untuk menahan momen torsi eksternal berfaktor penuh, karena tidak adanya redistribusi tegangantegangan torsi yang terjadi. Kondisi ini diistilahkan sebagai torsi kesetimbangan. Sebuah balok tepi yang mendukung sebuah kantilever seperti dalam Gambar 2.8 yang merupakan salah satu contoh dari torsi kesetimbangan.
(2.4a)
M 1 V T 1 M 0 R V0 T0
2
2.7
2
T M V R R 1 M 0 V0 T0
2
VT 1 R T 2 2R V0T0 T0
T T0
Torsi tanpa redistribusi (torsi kesetimbangan)
Jika balok tepi pada Gambar 2.8 di atas tidak didesain untuk menahan momen puntir eksternal berfaktor penuh yang ditimbulkan dai slab kantilever, maka struktur tersebut akan runtuh. Hal itu dikarenakan balok tersebut tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi kesetimbangan gayagaya yang terjadi pada struktur tersebut dan momen torsi eksternal yang dihasilkan terlalu besar. Di dalam sistem statis tertentu, asumsi kekakuan struktur, kompatibilitas regangan pada join, dan redistribusi tegangan-tegangan dapat mempengaruhi resultan-resultan dari tegangan tersebut. Peraturan SNI 03-2847-2002 mensyaratkan untuk suatu momen torsi berfaktor penuh pada penampang kritis d dari muka pendukung untuk beton bertulang adalah sebagai berikut:
f 'c Tu 3
Acp2 p cp
{SNI 13.6.2.2(a)}
(2.6)
Acp = luasan yang dibatasi oleh keliling luar irisan penampang beton ( Acp= x0 y 0) pcp = perimeter luar irisan penampang beton
{ pcp
2( x0 y0 )}
Contoh struktur yang mengalami torsi kompatibilitas dapat dilihat pada Gambar 2.9. Balokbalok B2 menimbulkan momen puntir T u pada penampang-penampang 1 dan 2 pada balok keliling AB. Besaran kekakuan struktur balok AB dan balokbalok transversal B2 menentukan besaran rotasi pada titik perpotongan 1 dan 2. Karena terjadi pembentukan sendi plastis torsi di dekat join A dan B, maka momen-momen di ujung balok B2 pada perpotongan dengan balok keliling AB tidak akan ditransfer sepenuhnya sebagai momen-momen puntir ke pendukung kolom di A dan B. Momen-momen tersebut akan jauh tereduksi karena redistribusi momen mengakibatkan terjadinya transfer momenmomen lentur ujung dari ujung-ujung 1 dan 2 ke ujung-ujung 3 dan 4, begitu juga halnya dengan yang terjadi pada bentang tengah balok-balok B2. Tu pada ujung-ujung setiap balok keliling A dan B dan di penampang kritis pada jarak d dari ujung balok ini ditentukan dari persamaan 2.6. Momen-momen torsi dapat diabaikan jika memenuhi persamaan 2.7 berikut:
f 'c Tu 12
Acp2 pcp
{SNI 13.6.1(a)}
B1
B1
B2
B2
B balok keliling (sprandel)
1
nilai untuk Vc dihitung dengan persamaan berikut dengan mengasumsikan bahwa gaya geser Vc tidak berubah dengan adanya torsi:
f Vc 6
B1
Gambar 2.9
B1
Denah sistem lantai satu-arah tipikal (torsi kompatibilitas)
2.8
Kekuatan Momen Torsi Dimensi penampang balok beton bertulang untuk kekuatan torsi dibatasi oleh persamaan 2.8 berikut ini: 2
Vu Tu p h 1.7 A 2 b d w oh
2
(2.9)
Aoh = luasan
yang dibatasi oleh garis pusat
tulangan torsi transversal tertutup yang terluar (
Aoh= x1 y)1
p h = perimeter
garis
pusat
tulangan
torsi
transversal tertutup yang terluar
{ ph 2( x1 y1 ) } = 1,0 untuk beton berbobot normal ; 0,85 untuk beton berbobot ringan pasir ; 0,75 untuk beton berbobot ringan semua.
y0
x1 x0
y1
x1 x0
Gambar 2.10 Batasan geometri torsi
4
A
b d w {SNI 13.3.1.1 & 13.2.2}
(2.7)
B2
2
c
Dimana:
3
B2
'
V 2 f ' c c bw d 3
{SNI 13.6.3.1(a)} (2.8) Dimensi penampang ini dipilih berdasarkan retak tak kelihatan yang tereduksi dan pencegahan kehancuran permukaan beton yang diakibatkan oleh tegangan tekan miring akibat dari geser dan torsi yang didefinisikan oleh suku kiri persamaan 2.8. Dan
2.9
Tulangan Web Torsi Kekuatan torsi tambahan mengakibatkan penambahan tulangan torsi dan hal ini dapat dicapai dengan hanya menggunakan sengkang maupun batang longitudinal. Idealnya volume baja yang digunakan baik dalam sengkang tertutup maupun batang longitudinal haruslah sama agar keduanya dapat bekerja secara bersama dalam menahan momen puntir. (Nawy, Tavio, dan Kusuma. Beton Bertulang: Sebuah Pendekatan Mendasar. 2010. Surabaya : ITS Press). Tulangan transversal untuk torsi haruslah didasarkan pada harga kekuatan momen torsi eksternal berfaktor penuh Tn, yaitu ( Tu / ), dimana:
Tn
2 A0 At f yv s
cot {SNI 13.6.3.6}
(2.10)
A0 = luasan gros yang dibatasi oleh jalur alir geser. Sesuai dengan standar SNI 03-2847-2002
{ Ao 0,85 Aoh } At = luasan irisan penampang satu kaki sengkang tertutup trasnsversal. f yv = kekuatan leleh tulangan torsi transversal tertutup, tidak melebihi 400 MPa.
9
= sudut diagonal tekan (strat) dalam
analogi tras ruang untuk torsi. S = spasi sengkang. Dengan mentranspos suku-suku pada persamaan 2.10, maka luasan transversal dapat dicari dengan cara:
At Tn {SNI 13.6.3.6} 2 A0 f yv cot s (2.10)
Momen torsi berfaktor Tn haruslah sama atau melebihi momen torsi eksternal berfaktor Tu. Sudut yang dibentuk oleh diagonal tekan beton (strat) harus memenuhi 30º< < 60º sesuai dengan peraturan SNI 13.6.36. Standar SNI membolehkan nilai dari sama dengan: (i) 45º untuk beton nonprategang, (ii) 37,5º untuk beton prategang dengan gaya prategang efektif lebih besar dari 40% kekuatan tarik tulangan longitudinal. Untuk tulangan longitudinal torsi haruslah tidak kurang dari: f yv A cot 2 {SNI 13.6.3.7} Al t p h s f yl (2.11) dimana: f yl = kekuatan leleh tulangan torsi longitudinal, tidak melebihi 400 MPa.
Al
= luasan total tulangan torsi longitudinal. Untuk menyediakan luasan tulangan torsi minimum pada semua daerah dimana momen torsi berfaktor Tu melebihi nilai yang diberikan dari persamaan 2.7 haruslah memenuhi:
f ' c bw s . 16 f yv {SNI 13.6.5.2} (2.12) namun tidak boleh kurang dari (1/3)(bws/fyv). Spasi maksimum harus tidak melebihi dari ph/8 atau 300 mm {SNI 13.6.6.2}. Sedangkan untuk luasan total minimum tulangan torsi longitudinal tambahan harus ditentukan dengan: Av 2 At
Al min
5 f 'c Acp 12 f yl
f yv A t ph f yl s
{SNI 13.6.5.3} (2.13) dimana At/s haruslah tidak diambil kurang dari (1/6)bw/fyv. Tulangan longitudinal harus ditempatkan di dalam sengkang tertutup, dengan paling sedikit satu tulangan longitudinal di setiap sudut sengkang tersebut. Diameter
10
tulangan harus paling sedikit 1/24 spasi sengkang tetapi tidak kurang dari batang D10.
2.10 Prosedur Analisa Struktur
Proses analisa struktur yang akan digunakan adalah dengan menggunakan metode kekakuan langsung (direct stiffness method) yang merupakan bagian dari metode elemen hingga. Hal ini dikarenakan metode elemen hingga merupakan metode numerik yang digunakan untuk memecahkan masalah teknik dan fisika matematis. Permasalahan tersebut melibatkan bentuk geometri, beban, dan sifat material yang sangat kompleks dan sulit untuk dapat membentuk persamaan analisa matematisnya jika tidak menggunakan metode elemen hingga. Alasan digunakannya metode kekakuan langsung sebagai langkah analisa struktur dikarenakan formulasi dan prosedur perhitungan yang dihasilkan sangat sistematis sehingga sasngat sesuai untuk diprogramkan dalam bahasa komputer. Dalam penggunaan metode kekakuan langsung ini sistem struktur yang akan dianalisa harus dimodelkan dalam satu perangkat elemen sederhana yang saling terhubung pada titik-titik nodalnya. Dalam perhitungan metode kekakuan langsung diperlukan suatu input data berupa matriks. Dalam pembentukan suatu matriks kekauan struktur diperlukan suatu variabel yang tidak diketahui nilainya. Variabel-variabel tersebut adalah perpindahan titik simpul struktur berupa rotasi dan defleksi. Dalam istilah lain variabel ini bisa juga dinamakan Degrees of Freedom (D.O.F). DOF dari suatu struktur inilah yang nantinya akan menjadi acuan dalam proses analisa struktur. DOF struktur ini menentukan berapa jumlah dari deformasi ujung-ujung aktif tiap elemen yang akan dihitung. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam perhitungan analisa struktur dengan menggunakan metode kekakuan langsung secara berurutan: 1, Identifikasikan data-data input ke dalam matriks data. Data-data yang dibutuhkan dalam proses input data ini adalah data identitas dari titik-titik nodal dan elemen yang akan digunakan. Titik-titik nodal dan elemen dari struktur ini didefinisikan dengan sebuah koordinat. Dalam proses analisa struktur ini sistem koordinat harus dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumbu koordinat global dan lokal.
Perbedaan dari kedua sistem koordinat ini adalah pada sumbu global digunakan untuk mendeskripsikan koordinat dari titik-titik nodal dan elemen struktur. Sumbu global ditentukan dengan menggunakan kaidah tangan kanan dan dilabelkan dengan huruf capital X, Y, dan Z. Letak dari sumbu global ini tetap untuk semua jenis dan posisi elemen. Sedangkan pada sumbu lokal digunakan untuk mendeskripsikan gaya-gaya dalam elemen yang terjadi. Letak dari sumbu lokal ini bergantung pada posisi dari tiap-tiap elemen. Jadi jika elemen didefinisikan dengan posisi vertikal (kolom) maka sumbu lokalnya juga akan mengikuti posisi dari elemen tersebut. Sumbu lokal ini disimbolkan dengan huruf kecil x, y, dan z. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.11. 2
1
1
3
6 2 2
YG
3
1
2
1
2
3
1
2
1
3
0
DOF = 3
2
1
2 1
1
1
0
3
2
2
0 0 3 4
3
DOF = 4 Gambar 2.12 DOF pada struktur 2D
y1 u 1 z1
x1
w1
1
y2
y2 y1 u 2 z2
w2
2
DOF = 12
2
XG
ZG 3 6
2
0
4
1
3
0
0
2 1
2
2
0
5
1
1
5
4
Gambar 2.11 Sistem Tata Sumbu Lokal & Global Setelah proses identifikasi semua data-data tersebut selesai, dicari berapa banyaknya DOF struktur yang dimiliki oleh struktur tersebut. Untuk struktur space frame 3D, memiliki 12 DOF. Hal ini dikarenakan dalam struktur 3D terdapat dua sumbu struktur acuan, yaitu sumbu lokal dan sumbu global. Jumlah dari DOF ini yang nantinya akan menentukan besarnya ordo dari matriks kekakuan struktur. Karena struktur space frame 3D memiliki 12 DOF atau 6 DOF per titik, maka matriks kekakuan strukturnya berordo 12 x 12. Dalam Gambar 2.12 dan Gambar 2.13 menunjukkan tentang jumlah DOF pada struktur 2D dan 3D:
Gambar 2.13 DOF pada struktur 3D Pada struktur 3D, terjadi translasi dan rotasi pada tiap sumbunya. Gambar 2.13 menunjukkan translasi dan rotasi yang terjadi pada sumbu global dari struktur tersebut. Sedangkan pada sumbu lokal pada struktur tersebut translasi dan rotasi yang terjadi mengakibatkan timbulnya reaksi berupa Fxn, Fyn, Fzn dan Txn, Myn, Mzn. Untuk momen torsi struktur terjadi searah dengan sumbu lokalnya, yaitu sumbu x. Setelah DOF struktur diketahui, dilanjutkan ke proses analisa berikutnya,yaitu menentukan matriks transformasinya. 2. Tentukan matriks transformasi batang
[R].
Langkah selanjutnya setelah penentuan DOF struktur yaitu mencari matriks transformasi dari batang. Matriks transformasi batang tersusun atas matriks rotasi elemen [λ]. Matriks rotasi [λ] dan 11
matriks transformasi sebagai berikut:
C1 C2 0
C2 C1 0
[R]
dirumuskan
0 0 C1 cos C2 sin 1 (2.14)
0 R 0 C1 C2 0 R 0 0 0
C2 C1 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0 0 C1 0 C2 0 0
(2.15)
0 0 0 C2 C1 0
0 0 0 0 0 1
(2.16)
3. Tentukan matriks kekakuan stuktur. Setelah matriks transformasi [R] diperoleh langkah selanjutnya adalah mencari matriks kekakuan struktur. Yang akan digunakan dalam mencari gaya-gaya batang struktur adalah matriks kekakuan global [K]. Matriks kekakuan global ini diperoleh dengan memperhitungkan matriks kekakuan lokal elemen [k]. Perumusan matriks kekakuan global adalah sebagai berikut: [K] = [R]T.[k].[R]
(2.17)
dimana: [R]T = transpose dari matriks transformasi Untuk struktur 2D matriks kekakuan lokal elemennya adalah sebagai berikut (deformasi aksial diperhitungkan): 0 0 0 0 0 12 6 L 0 12 6 L 0 6 L 4 L2 0 6 L 2 L2 (2.18) k 0 0 0 0 0 12 6 L 0 12 6 L 2 0 6 L 4 L2 0 6 L 2 L EI 3 L dimana: AL2 I
12
Maka, dengan menggunakan persamaan 2.17 diperoleh matriks kekakuan global elemen untuk struktur 2D adalah: g2 g4 g1 g 2 g 4 g1 g g3 g5 g2 g3 g 5 2 g g5 g6 g4 g5 g7 [K ] 4 g1 g2 g4 g1 g 2 g 4 g 2 g 3 g 5 g2 g3 g5 g5 g1 g 4 g 5 g 6 g 4 (2.19) dimana:
g1 C12 12C 22
g 5 6 LC1
g 2 C1C 2 12
g 6 4 L2
g 3 C 22 12C12
g 7 2 L2
g 4 6 LC2
Dengan menggunakan urutan cara yang sama, maka matriks kekakuan global untuk struktur 3D diperlihatkan pada persamaan 2.21. Jika suatu struktur terdiri dari lebih dari satu elemen, maka matriks kekakuan struktur global diperoleh dengan cara menjumlahkan matriks kekakuan global tiap elemen tersebut. Perumusannya dapat dilihat di bawah ini: [Ks] = [K]n + [K]n+1
(2.20)
dimana: n = elemen ke[Ks] = matriks kekakuan struktur global [K] = matriks kekakuan global tiap elemen EA 0 L 12EIz 0 L3 0 0 0 0 0 0 6EIz 0 2 K EA L 0 L 12EIz 0 3 L 0 0 0 0 0 0 6EIz 0 L2
0
0
0
0
0
0
0
0
6EIy 2 L
6EIz L2
12EIy L3 0 6EIy 2 L 0 0 0 12EIy 3 L 0 6EIy 2 L 0
GIx L 0 0 0
0 4EIy L 0
0 0 0 4EIz L
0
0
0
0
0
6EIy L2
6EIz 2 L
GIx L 0 0
0 2EIy L 0
0 0 0 2EIz L
EA L 0 0 0
0
12EIz L3 0
0
0
0
0
0
0
6EIy 2 L
12EIy 3 L
0
0
0
0
0
6EIz 2 L
6EIy L2
EA L 0 0 0
0 12EIz L3 0
GIx L
0
0
0
2EIy L
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6EIy L2
12EIy L3
0
0
0
0
0
6EIz 2 L
6EIy L2 0
GIx L
0
0
4EIy L
0
0
0 6EIz L2 0 0 0 2EIz L 0 6EIz L2 0 0 0 4EIz L
(2.21)
[Ks]
4. Tentukan matriks beban luar.
Matriks beban merupakan gaya-gaya pada ujung-ujung aktif elemen yang dihasilkan sebagai akibat dari beban luar (aksi). Matriks beban disimbolkan dengan [Ps]. Matriks beban akibat beban terpusat di tengah bentang berbeda dengan matriks beban akibat beban merata di sepanjang bentang. Untuk beban terpusat matriks bebannya adalah:
1 / 8PL {Ps } 1 / 8PL
(2.22)
P
1/8PL
1/8PL
Gambar 2.14 Aksi akibat beban terpusat di tengah bentang Sedangkan untuk beban terbagi rata perumusan matriks bebannya adalah sebagai berikut:
1 / 12qL2 {Ps } 2 1 / 12qL
(2.23) q
1/12qL²
1/12qL²
Gambar 2.15 Aksi akibat beban merata di sepanjang bentang
5. Hitung deformasi ujung-ujung aktif dari struktur.
Setelah mendapatkan matriks beban, langkah selanjutnya adalah mencari deformasi ujung-ujung aktif struktur. Deformasi ujung-ujung aktif ini disimbolkan dengan [Us]. Dari deformasi struktur ini kemudian ditentukan displacement masing-masing batang pada koordinat globalnya. Setelah itu, dilanjutkan dengan mencari displacement dari masing-masing batang pada koordinat lokalnya {un}. Berikut adalah perumusannya:
-1
= invers dari matriks kekakuan global struktur {Ps} = matriks beban luar {un} = displacement masing-masing batang (koordinat lokal) [Rn] = matriks transformasi masingmasing batang {Un} = displacement masing-masing batang (koordinat global)
6. Hitung gaya-gaya struktur.
batang
dari
Langkah yang terakhir adalah mencari gaya-gaya akhir elemen itu sendiri. Untuk mendapatkan nilai dari gaya-gaya akhir elemen dilakukan dengan memasukkan ke dalam persamaan 2.26 berikut ini: { f n } [ K n ].{u n } { f 0n } (2.26) dimana: {fn} = matriks gaya-gaya akhir tiap elemen [Kn] = matriks kekakuan global tiap elemen {un} = matriks displacement masingmasing elemen (koordinat lokal) {f0n} = matriks gaya-gaya primer tiap elemen (reaksi) f0n didapatkan dengan mencari nilai gayagaya akibat reaksi dari pembebanan pada tiap-tiap elemen. Kemudian matriks gaya primer ini dijumlahkan dengan hasil perkalian antara matriks kekakuan global tiap elemen dengan matriks displacement masing-masing elemen pada koordinat lokalnya untuk mendapatkan nilai dari gaya-gaya batang struktur. Gaya-gaya batang inilah yang nantinya akan digunakan sebagai input data pada program perhitungan tulangan.
-1
{Us} = [Ks] .{Ps} (2.24) {un} = {Rn}.{Un} (2.25) dimana: {Us} = deformasi ujung-ujung aktif struktur 13
BAB III METODOLOGI
B
A
3.1 Langkah Penyelesaian Tugas Akhir
OK
Mulai
Komparasi Studi Literatur 1. 2. 3. 4. 5.
Mengumpulkan materi penunjang Mempelajari konsep finite element Mempelajari metode kekakuan langsung Mempelajari Visual Basic 6.0 Mempelajari konsep penulangan torsi dan geser terkombinasi pada balok
tidak
Pengoperasian program dan membandingkan hasil output dengan SAP 2000 dan PCABEAM untuk mengecek kebenaran dari output
Perbaikan Tampilan
Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka
Mengecek tampilan program
1. Membahas latar belakang, permasalahan, batasan masalah, dan tujuan Tugas Akhir 2. Membahas dasar teori yang berkaitan dengan Tugas Akhir 3. Membahas dasar teori yang berkaitan dengan metode elemen hingga
Penyusunan Laporan Tugas Akhir
Akhir
Alur Pemrograman Pembuatan Program Gambar 3.1 1. Membuatalgortima interface program Menyusun analisa struktur dengan 2. Menyusun listing prosedur baca data metode kekakuan langsung 3. Menyusun listing prosedur analisa 4. Menyusun listing prosedur output dan plotting
3.2 Algoritma Pemrograman Secara Umum Mulai Input DAta
Running Program error
Analisa Struktur
Menjalankan program dengan memasukkan input data dan memeriksa kesalahan akibat kesalahan listing program sekaligus memperbaiki eror yang terjadi
Output Data Analisa Balok
Output data berupa jumlah tulangan
A
B
Bagan alir metodologi penyusunan Tugas Akhir
Selesai Gambar 3.2
14
Algoritma Pemrograman Secara Umum
3.3 Proses Analisa Struktur
A
Start
Vu dan Tu berfaktor yang dihitung di jarak d dari muka
Input Data Data sama dengan data yang diinput pada awal program
pendukung. Untuk torsi kompatibiltas:
f ' c Acp2 3 pcp
Tu
Penentuan DOF struktur Matriks Rotasi [λ], Matriks Trasnformasi [R]
f ' c Acp2 3 pcp
Tu
Matriks Kekakuan tiap Elemen [Kn], Matriks Kekakuan Struktur [Ks]
Tu
Tu
3 f pc 1 untuk BP f ' c
f ' c Acp2
Tidak Matriks Beban [Ps], lalu Displacement Struktur {Us}=[Ks]-1{Ps}
untuk BB,
pcp
12
f ' c Acp2
1 pcp
12
untuk BB
3 f pc f 'c
Ya
untuk BP
Displacement masing-masing batang, {un}=[Rn]{Un} Gaya Akhir Elemen, {fs}=[kn]{un} + {f0n} Finish
Efek torsi dapat diabaikan CEK PENAMPANG: Untuk penampang pejal: 2
Gambar 3.3 Bagan alir analisa struktur 3.4 Prosedur Desain untuk Torsi dan Geser Terkombinasi Start Diberikan : pembebanan, kondisi pendukung,
x0 , y0 , x1 , y1 , Acp , A0 , Aoh , As , pcp , ph , t , h, bw , d untuk BP, tegangan rata-rata f pc setelah kehilangan, tegangan dan kekuatan yang diperbolehkan, f yv , f yl , 45 BB, 37,5 BP
A
2 V 2 f 'c Vu Tu p h c 2 bw d 3 bw d 1,7 Aoh
Untuk penampang berongga:
Vu Tu p h Vc 8 f ' c 2 bw d 1,7 Aoh bw d Irisan penampang haruslah diperbesar ulangi desain
At Tn dimana Ao 0,85 Aoh s 2 A0 f yt cot f yt A Al t p h cot 2 tetapi tidak kurang dari s f yl Al min
5 f 'c 12 f yl
b A f yv dimana At w Acp t p h s 6 f yv s f yl
Untuk perhitungan tulangan geser, Av/s, pada gambar 3.5 B
C
15
B
C
Luasan sengkang total/dua kaki, namun harus tidak kurang dari
A
Avt 2 At Av
f ' c bw s 16 f yv
1 bw s , 3 f yv
Perbesar penampang; ulangi desain
Av V s s f yv d
luasanduakakisengkang Avt / s
Spasi pada sengkang tertutup, s =
B
s diperbolehkan maksimum = yang lebih kecil dari ph/8 atau 300 mm, Diameter batang minimum = s/24 atau batang D-10 untuk batang longitudinal
Finish Gambar 3.5 Bagan alir perhitungan geser akibat torsi BAB IV PENGOPERASIAN PROGRAM
Susun sengkang dan tulangan longitudinal Al 4.1
Finish Catatan: BB = Beton Bertulang BP = Beton Prategang Gambar 3.4 Bagan alir perhitungan tulangan torsi dan geser terkombinasi pada balok. Start Beton bertulang:
f 'c Vc 6
bw d
4.2
Beton prategang:
f 'c V d Vc 5 u bw d 20 M u
1 / 6 f ' c bw d & 0,4 f 'c bw d
Vs Tidak
A
16
Vu
Vc
Vs 2 / 3 f ' c bw d
B
Penjelasan Program Program bantu yang dibuat ini diberi nama SFAP (Space Frame Analysis Program). Hal ini dikarenakan program yang dibuat bisa sampe menganalisa struktur berbentuk space frame. Proses analisa program bantu dibuat sampai dengan menentukan banyaknya tulangan yang dibutuhkan pada tiap-tiap elemen. Ada dua elemen yang ditinjau pada program, yaitu elemen balok dan kolom. Untuk elemen balok, perhitungan banyaknya tulangan didasarkan pada analisa lentur dan torsi yang terkombinasi dengan geser. Sedangkan untuk elemen kolom, didasarkan pada analisa lentur dan geser yang terjadi.
Ya
Bagian-Bagian Program Sebelum lebih jauh membicarakan dan mengoperasikan SFAP, sebaiknya terlebih dahulu untuk mengetahui dan mengenal beberapa komponen penting dari program. Pada saat awal pengoperasian program akan muncul tampilan jendela utama dari program seperti pada Gambar 4.1. Ada beberapa komponen yang terlihat pada tampilan jendela utama dimana dari masing-masing komponen memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tampilan Menu Bar, Tabulasi dari Input dan Output, Tabulasi dari 3D-view, dan Frame View Control.
Menu Bar
Tabulasi Output
Tabulasi Input
Tabulasi 3D-View
Gambar 4.4
Tampilan General Information
Define Material Properties Submenu Define Material Properties berisi tentang nama dan spesifikasi material yang akan digunakan. Submenu ini terdiri dari Modulus Elastisitas, Poisson’s ratio, Modulus Geser, dan mutu beton (f’c). (lihat Gambar 4.5)
Frame View Control Gambar 4.1 4.2.1
Tampilan jendela utama SFAP
Menu Bar Gambar 4.2
Tampilan Menu Bar
4.2.1.1 File Terdiri dari 4 submenu, yaitu: 1. New membuat project baru 2. Open membuka file project yang telah ada 3. Export to Microsoft Excel mengekspor project dari SFAP ke perhitungan Ms. Excel 4. Exit keluar dari SFAP
Gambar 4.3
Tampilan submenu-submenu file
4.2.1.2 Input Pada menu Input terdiri dari beberapa submenu, yaitu: General Information Pada submernu General Information berisi tentang nama proyek yang akan dibuat beserta satuan yang akan digunakan. (lihat Gambar 4.4)
Gambar 4.5 Tampilan Material Properties
Define
Define Section Properties Submenu ini berisikan penjelasan tentang karakteristik elemen yang akan digunakan, di antaranya terdapat luas penampang, luasan tegangan, momen inersia, torsi, dan section wizard. Pada section wizard ini, berisi tentang jenis elemen yang akan digunakan, apakah balok atau kolom. Selain itu, terdapat juga dimensi dari penampang yang akan digunakan. (lihat Gambar 4.6 dan Gambar 4.7)
17
Nodal Coordinates Submenu ini berisi tentang data koordinat titik-titik nodal pada arah x,y, dan z. Data titik-titik nodal ini akan terdefinisi selama proses pengerjaan proyek. (lihat Gambar 4.9)
Gambar 4.6
Tampilan Define Section Properties
Gambar 4.9 Tampilan Input Nodal Properties Frame Properties Berisi tentang definisi dari frame yang akan digunakan. Frame ini merupakan hubungan antara dua titik nodal berupa garis. (lihat Gambar 4.10) Gambar 4.7 Tampilan Section Wizard Assign Reinforcement List Berisi tentang jenis tulangan yang akan digunakan pada struktur rencana baik dimensi tulangan maupun kekuatan lelehnya (fy). Sebelumnya dipilih dahulu tulangan pada struktur mana yang akan didefinisikan. (lihat Gambar 4.8)
Gambar 4.10 Tampilan Frame Properties Assign Joint Restraint Pada submenu ini dilakukan proses input tentang jenis dan letak perletakan yang akan digunakan pada titik nodal. (lihat Gambar 4.11)
Gambar 4.8 Tampilan Properties
18
Assign
Reinforcement
Gambar 4.11 Tampilan Assign Joint Restraint Assign Joint Loads Berisi tentang inputan data beban terpusat maupun momen pada titik nodal yang dikehendaki baik arah x,y, atau z. (lihat Gambar 4.12) Distributed Frame Loads Sedangkan pada submenu ini data yang didefinisikan adalah data beban merata pada elemen, baik pada arah x, y, maupun arah z. (lihat Gambar 4.13)
Gambar 4.12 Tampilan Assign Joint Load
Gambar 4.13 Tampilan Assign Frame Distributed Load 4.2.1.3 Analyze Menu bar analysis berfungsi untuk melakukan proses analisa struktur setelah semua data diinputkan. Menu bar ini memiliki 3 submenu, yaitu: 1. Run Analysis untuk running analysis structure 2. Run beam analysis untuk running analysis struktur balok 3. Run column analysis untuk running analysis struktur kolom. Pada submenu run beam analysis terdapat 3 komponen running program, yaitu run flexure analysis, run torsion analysis, dan run flexure torsion analysis. 4.2.1.4 Tools Menu bar tools ini terdiri dari 5 submenu, yaitu: 1. Local force diagram untuk menampilkan gayagaya dalam dari tiap elemen yang terjadi dalam bentuk dua dimensi. Gayagaya dalam tersebut yaitu shear, moment, aksial, dan torsion. 2. Local stiffness matrix untuk menampilkan matriks kekakuan lokal yang terjadi pada tiap elemen. (lihat Gambar 4.14) 3. Global stiffness matrix untuk menampilkan matriks kekakuan global keseluruhan struktur. 4. Transformation matrix untuk menampilkan matriks transformasi tiap-tiap elemen. 5. Editor untuk menampilkan bentuk file save dari semua data yang telah diinputkan di awal.
19
Gambar 4.14 Contoh tampilan local stiffness matrix 4.2.1.5 Graphic Option Menu bar graphic option ini berfungsi untuk menampilkan beberapa keterangan dari tampilan gambar 3D sesuai dengan keinginan dari user. Menu bar ini terdiri dari 4 submenu, yaitu: 1. Show joint label 2. Show joint coordinates 3. Show joint loads 4. Show frame loads 4.2.1.6 Help Menu bar help berisikan panduan bagi para pengguna SFAP.
Gambar 4.15 Tampilan contoh frame list 4.2.2
4.2.2 Tabulasi Input Seperti yang terlihat pada tampilan jendela utama SFAP (Gambar 4.1) terdapat sebuah tabulasi dari input. Tabulasi ini memberikan informasi bagi pengguna SFAP mengenai data-data yang telah diinputkan di awal proses pengoperasian program. 1. Tabulasi input ini memiliki 5 tabulasi kecil, yaitu: 1. Structure propertiesberisi tentang nama proyek yang dikerjakan, jenis dan karakteristik material dan 2. tulangan yang digunakan, serta jumlah titik nodal dan frame yang 3. digunakan. 2. Node List berisi informasi tentang koordinat titik-titik nodal dalam arah sumbu x, y, dan z yang telah diinputkan sebelumnya. 3. Frame List berisi tentang informasi panjang dari sebuah elemen dan identitas elemen tersebut. (lihat Gambar 4.15) 4. Restraint List berisi tentan jenis perletakan yang digunakan pada struktur dimana telah didefinisikan saat penginputan data. 5. Load List berisi tentang data dari semua beban pada struktur yang telah diinputkan sebelumnya baik beban terpusat maupun beban terbagi rata sepanjang elemen.
20
Tabulasi Output Proses analisa struktur pada program SFAP ini menghasilkan beberapa output, yaitu displacement dari titik nodal (node displacement), reaksi pada perletakan (support reaction), dan gaya-gaya dalam pada tiap elemen (element forces). Node displacement output yang ditampilkan pada tabulasi kecil node displacement ini berupa translasi dan rotasi pada titik nodal dalam arah sumbu x, y, dan z. (lihat Gambar 4.16) Support reaction pada tabulasi support reaction ini output yang ditampilkan berupa reaksi dan momen yang terjadi pada perletakan. Element forces untuk gaya-gaya dalam pada tiap elemen ditampilkan dalam tabulasi element forces.
Gambar 4.16 Tampilan contoh output pada tabulasi node displacement 4.2.3
4.2.4
Tabulasi 3D-View Hasil pendefinisian struktur yang tersusun dari data titik-titik nodal dan beberapa elemen yang telah diinputkan sebelumnya ditampilkan pada tabulasi 3D-view dalam bentuk tiga dimensi. Tabulasi ini memiliki background berwarna hitam sehingga tampilan struktur dapat terlihat dengan jelas. Pada tabulasi ini juga ditampilkan beberapa informasi mengenai struktur tersebut seperti nomor titik nodal dan nomer elemen. Frame View Control User dapat mengatur tampilan gambar 3D sesuai dengan yang dibutuhkan dengan bantuan dari tabulasi frame view control ini. Dengan tabulasi ini gambar struktur dapat digeser ke atas, bawah, kanan maupun kiri. Selain itu gambar 3D juga dapat memperbesar dan memperkecil tampilan gambar. Tabulasi frame view control ini dilengkapi juga pilihan untuk melihat bentuk deformasi struktur secara keseluruhan yang terjadi akibat pembebanan. Caranya tinggal pilih pilihan show deformed shape pada tampilan tabulasi. Selain itu user juga dapat mengatur besarnya skala tampilan deformasi sesuai dengan kebutuhan. Menggeser gambar ke atas, bawah, kiri, dan kanan Memutar gambar
Menampilkan bentuk deformasi struktur Memperbesar/memperkecil gambar Gambar 4.17 4.3
Tampilan Frame View Control
Prosedur Pengoperasian Setelah mengetahui dan mengenal bagianbagian dari SFAP ini, ada dua tahapan utama yang harus dilakukan dalam mengoperasikan program ini, yaitu proses input data dan proses running program. Perlu diketahui juga bahwa proses analisa struktur dalam SFAP ini dibuat berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini, yaitu SNI 2847-2002 dan ACI 31805. Karena sifat dari SFAP yang open source, maka bisa dilakukan perubahan pada listing program jika terdapat perubahan peraturan yang berlaku. 4.3.1
Proses Input Hal pertama kali yang harus dilakukan oleh user yaitu memasukkan data keseluruhan struktur yang akan dianalisa, mulai dari mendefinisikan
bentuk struktur sampai pada jenis dan karakteristik material serta tulangan yang akan digunakan. Proses input data ini ada 6 tahapan sesuai dengan submenusubmenu yang ada pada menu bar input. Perlu diperhatikan bahwa dalam melakukan proses input data ini user harus benar-benar menginputkan semua data tanpa ada yang terlewatkan dan berurutan. 1. Proses yang pertama adalah input nama project dan satuan yang akan digunakan. Satuan pada SFAP saat ini masih menggunakan satuan yang umum digunakan, yaitu satuan metrik (kg.m). Proses ini dilakukan dengan mengklik submenu General Information lalu menginputkan data pada tampilan yang ada. 2. Proses selanjutnya adalah Define Material Properties. Pada submenu ini user memasukkan data berupa nama material yang akan ditentukan dan besarnya modulus elastisitas, poisson ratio, serta modulus geser yang diinginkan. Setelah proses input data tersebut dirasa cukup klik tombol Add untuk mendefinisikan data. 3. Proses ketiga yang harus dilakukan adalah Define Section Properties. Pada proses ini user memasukkan nama dari elemen yang akan digunakan nantinya. Setelah itu, klik tombol section wizard untuk memasukkan jenis dan ukuran elemen serta material yang akan digunakan pada elemen tersebut. 4. Kemudian masukkan data diameter dan kuat leleh (fy) tulangan pada submenu Assign Reinforcement List. Pada submenu ini terdiri dari dua submenu lagi yang berbeda, yaitu balok dan kolom. Jadi, karakteristik tulangan yang akan digunakan pada balok dan kolom bisa berbeda. 5. Pada proses kelima, user harus mendefinisikan titiktitik nodal, elemen dari struktur, dan perletakan yang akan digunakan. Untuk mendefinisikan titik-titik nodal dilakukan pada submenu Nodal Coordinates. Sedangkan untuk elemen struktur dilakukan dengan menghubungkan titik-titik nodal yang telah terdefinisi. Proses definisi elemen ini dilakukan pada submenu Frame Properties. Untuk pendefinisian jenis perletakan yang akan digunakan dilakukan pada submenu Assign Joint Restraint. 6. Selanjutnya pada proses keenam atau proses terakhir dari proses input data ini adalah proses input data semua beban yang direncanakan pada struktur. Beban yang dimasukkan ada dua macam, yaitu beban terpusat pada titik nodal yang dilakukan pada submenu Assign Joint Loads dan beban terbagi rata pada elemen yang dilakukan pada submenu Distributed Frame Loads. 4.3.2
Proses Running Program Setelah user selesai memasukkan semua data yang akan digunakan, tahapan utama selanjutnya adalah running program. Proses ini dilakukan dengan cara mengklik tombol Analyze pada menu bar. Kemudian akan muncul 3 pilihan proses running program, yaitu Run Analysis, Run Column Analysis,
21
dan Run Beam Analysis. Akan tetapi, hal pertama yang harus dilakukan oleh user adalah memilih pilihan Run Analysis terlebih dahulu. Proses dilakukan untuk menganalisa struktur terlebih dahulu sampai menghasilkan output berupa displacement dari masing-masing titik nodal dan elemen serta gaya-gaya dalam yang diterima. Setelah Run Analysis dilakukan, proses berikutnya adalah Run Beam Analysis. Pada submenu ini pun masih terbagi lagi menjadi 3 macam running program, yaitu Run Flexure Analysis, Run Torsion Analysis, dan Run Flexure Torsion Analysis. Sesuai dengan bahasan Tugas Akhir ini maka proses running program yang dipilih adalah Run Torsion Analysis. Output dari proses Run Torsion Analysis yaitu berupa jumlah tulangan torsi dan jarak sengkang torsi yang dibutuhkan dilengkapi dengan gambar tulangan. Gambar 5.2 Tampilan jendela Define Material Properties
BAB V STUDI KASUS Setelah program selesai dibuat dan mengeluarkan sebuah output, maka akan dilakukan uji perbandingan hasil output tersebut dengan program professional lain yang telah teruji kebenarannya dan dengan perhitungan manual. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan keakuratan output program tersebut. 5.1 Kasus 1 5.1.1 Perhitungan Analisa Struktur dengan SFAP 1. Input General Information Nama Proyek: Portal Sederhana 1
Gambar 5.1 Tampilan Information
jendela
3. Input Section Properties Section Name : balok Cross Section Area = 0,15 m2 Shear Area = 0,12500000496 m2 Torsional Constant = 2,81737107191 Momen Inersia = 3,12500012417 m4 Use Material : Beton Section Name : kolom Cross Section Area = 0,28274336547 m2 Shear Area = 0,25446902892 m2 Torsional Constant = 1,27234524573 Momen of Inertia = 6,36172622866 m4 Use Material : Beton
General
2. Input Material Properties Data-data material beton sebagai berikut: E = 2490342409,13024 kg/m2 G = 1093771412,02256 kg/m2 f’c = 27 MPa U = 0.2 β1 = 0,85 Gambar 5.3 Tampilan Section Wizard
22
5. Input Frame Berikut adalah data dari frame struktur:
Tampilan jendela Define Section Properties Input Nodal Coordinates Berikut adalah data dari koordinat titik-titik nodal struktur: Tabel 5.1 Data input koordinat titik nodal
Gambar 5.4 4.
Label 1 2 3 4 5 6
Gambar
X (m) 0 0 6 6 0 0
5.5
Y (m) 0 5 5 0 0 5
Z (m) 0 0 0 0 6 6
Tampilan jendela Coordinates
Gambar 5.6 Tampilan jendela Frame Properties 6. Input Perletakan Struktur Data perletakan yang diinputkan adalah: Joint label 1 : fixed Joint label 4 : fixed Joint label 5 : fixed Tampilan jendela Assign Joint Restraint diperlihatkan pada Gambar 5.7 7. Input Beban Beban yang digunakan pada kasus 1 ini adalah beban terbagi rata pada balok 1 (frame 2) sebesar 6500 kg/m dan pada balok 2 (frame 5) sebesar 7500 kg/m.
Nodal
Gambar 5.7 Tampilan jendela Assign Joint Restraint
23
Gambar 5.8 Tampilan jendela Distributed Frame Load q = 7500 kg/m
q = 6500 kg/m
5
5m 2
Gambar 5.10 Tampilan output SFAP untuk frame 2 2. Frame 5
1
6m
6m
Gambar 5.9 Portal 3D sederhana 1 Gambar 5.9 menunjukkan hasil gambar setelah hasil running program dengan inputan data yang telah diinputkan di atas. Setelah proses running program menghasilkan output element forces sebagai berikut: 1. Frame 2 fx1 = 4375,707 kg fy1 = 19531,97 kg fz1 = -43,711 kg Mx1 = 626,617 kgm My1 = 149,526 kgm Mz1 = 16246,652 kgm fx2 = -4375,707 kg fy2 = 19468,03 kg fz2 = 43,711 kg Mx2 = -626,617 kgm My2 = 112,739 kgm Mz2 = -16054,793 kgm
24
Gambar 5.11 Tampilan output SFAP untuk frame 5 5.1.2 Perbandingan Perhitungan Analisa Struktur dan Balok oleh SFAP dengan SAP2000 v.14 Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil output dengan program SAP2000 v.14 untuk mengecek kebenaran dari program SFAP.
Tabel 5.3 Output Element Forces SAP2000 v.14 frame
station 0 5 0 6 0 5 0 5 0 6
1 2 3 4 5
fx -42075,56 -42075,56 -4735,71 -4735,71 -19468,03 -19468,03 -22456,41 -22456,41 -5462,68 -5462,68
fy -4695,28 -4695,28 19531,97 19531,97 4735,71 4735,71 -40,42 -40,42 22543,59 22543,59
Mx 8,73 8,73 626,62 -626,62 112,74 -112,74 -101,73 101,73 -542,09 542,09
Tabel 5.4 Output Joint Reaction SAP2000 v14 node Fx Fy Fz Mx My Mz 1 4695,28 42075,56 5418,97 8955,11 8,73 -7771,87 4 -4735,71 19468,03 43,71 -408,06 112,74 7623,7 5 40,42 22456,41 -5462,68 8808,61 -101,73 339,98 Tabel 5.5 Output Displacement SAP2000 v.14 node 1 2 3 4 5 6
ux uy uz Rx Ry Rz 0 0 0 0 0 0 -0,00004664 -0,0002988 -0,00004225 0,001449 -0,000003305 -0,001252 -0,0001227 -0,0001382 0,0003786 0,0001633 -0,0000427 0,00133 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,0003206 -0,0001595 -0,00013 -0,00153 0,00003853 -0,0001392
Tabel 5.6 Output Element Forces SFAP frame 1 2 3 4 5
Joint 1 2 2 3 3 4 5 6 2 6
fx 42075.57 42075.57 4735,71 4735,72 19468,03 19468,03 22456.405 22456.405 5462.681 5462.681
fy -4695.285 -4695.285 19531,97 19531,97 4735.707 4735.707 -40.422 -40.422 22543.595 22543.595
Mx 8.726 8.726 626.617 -626.617 112.739 -112.739 -101.733 101.733 -542.093 -542.093
Tabel 5.7 Output Joint Reaction SFAP
node 1 4 5
Tabel 5.9 Selisih Output Element Forces frame
Joint 1 2 2 3 3 4 5 6 2 6
1 2 3 4 5
fx 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
fy 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Mx 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Tabel 5.10 Selisih output joint reaction node 1 4 5
Fx 0.00 0.00 0.00
Fy 0.00 0.00 0.00
Fz 0.00 0.00 0.00
Mx 0.00 0.00 0.00
My 0.00 0.00 0.00
Mz 0.00 0.00 0.00
Ry 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rz 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Tabel 5.11 Selisih output displacement node 1 2 3 4 5 6
ux 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
uy 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
uz 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rx 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5.1.3 Perhitungan Tulangan Torsi dengan SFAP Dari tabel 5.3 - 5.11 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil perhitungan yang signifikan antara output dari SFAP dengan program SAP2000 v.14. Untuk nilai positif dan negative yang berbeda dikarenakan adanya perbedaan asumsi koordinat saja dalam perhitungan antara SFAP dan SAP2000 v14. Setelah melakukan proses running program pada SFAP, maka dilanjutkan dengan proses running torsion. Data-data yang dibutuhkan untuk proses ini adalah: - Diameter tulangan longitudinal : D13 - Diameter tulangan transversal : D10 - fy = fyv = 400 MPa
Fx Fy Fz Mx My Mz 4695.2849 42075.5646 5418.9703 8955.10668 8.7258 -7771.8656 -4735.7072 19468.0301 43.7108 -408.0625 112.739 7623.7034 40.4223 22456.4053 -5462.6811 -8808.6126 -101.7333 339.9817
Tabel 5.8 Output Displacement SFAP node ux uy uz Rx Ry Rz 1 0 0 0 0 0 0 2 -0,0000466412 -0,000298778 -0,0000422469 0,001449332 -0,0000033046 -0,001251776 3 -0,0001226773 -0,000138242 0,00037861248 0,000163272 -0,0000426964 0,001330429 4 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 6 0,00032063463 -0,000159463 -0,0001299887 -0,00153005 0,00003852836 -0,0001391911
Gambar 5.12 Tampilan jendela input data tulangan balok
25
Gambar berikut adalah tampilan jendela SFAP setelah proses running dilakukan:
Dimensi balok: bw = x0 = 300 mm h = y0 = 500 mm d = h - (50 + Dv + ½ Dl lentur) = 500 - (50 + 10 + 12,5) ; asumsi Dl lentur = D25 = 427,5 mm Acp = x0.y0 = 300.(500) = 150000 mm2 pcp = 2(x0+y0) = 2(300+500) = 1600 mm
Tu
Gambar 5.13 Tampilan jendela SFAP setelah running torsion pada frame 2. Perlu dicatat bahwa decking yang digunakan pada balok sebesar 50 mm. Pada Gambar 5.13 terlihat bahwa jumlah dari tulangan torsi longitudinal pada frame 2 yang dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 145 mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung secara otomatis diambil dari input data di awal.
f ' c Acp2
; 0,75 pcp 2 0,75. 27 150000 1600 12 225.10 8 0,3248 1600 12
= 4,5669 kNm
Tu eksternal Tu
f ' c Acp2 12
; pcp
6,145 kNm > 4,5669 kNm, Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi harus disediakan.
f ' c Acp2 Tu.berfaktor 3 pcp 2 27 150000 0,75 3 1600 225.10 8 1,299. 1600 = 18,2677 kNm Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 6,145 kNm
Gambar 5.14 Tampilan jendela SFAP setelah running torsion pada frame 5. Pada Gambar 5.14 terlihat bahwa jumlah dari tulangan torsi longitudinal pada frame 5 yang dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 300 mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung secara otomatis diambil dari input data di awal. 5.1.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan Torsi oleh SFAP dengan Perhitungan Manual 1. Frame 2 Tu eksternal = 6,145 kNm Vu eksternal = 46441,421 N f’c = 27 MPa fyl = fyv = 400 MPa
26
y0
x1 x0
y1
x1 = bw - 2(50 + ½ Dv) ; asumsi decking = 50 mm = 300 - 2(50 + ½ 10) = 190 mm y1 = h - 2(50 + ½ Dv) = 500 - 2(50 + ½ 10)
= 390 mm A0h = x1.y1 = 190 . (390) = 74100 mm2 A0 = 0,85A0h = 0,85 . 74100 = 62985 mm2 ph = 2(x1 + y1) = 2(190 + 390) = 1160 mm
Vs = V n - V c = 148,0903 - 111,0678 = 37,0226 kN
Av V s s f yv d 37,0226 400 x 427,5
= 0,2165 mm2/mm/dua kaki
Avt A A 2 t v s s s 2.0,1626 0,2165
Cek Penampang:
Vc
f 'c bw d 6 27 300 x 427,5 6
= 0,5417 mm2/mm/dua kaki Dengan menggunakan sengkang Ø10, ¼ πD2 = 78,5398 mm2, s = 157,0796/0,5417 = 289,9752 mm. ph/8 = 1160/8 = 145 mm. Maka, dipakai sengkang Ø10 dengan spasi 145 mm.
= 111,0678 kN 2
Vu Tu p h 2 bw d 1,7 A0 h
2
2
46441,421 6,145 x1160 2 300.(427,5) 1,774100
0,36212 0,76372
= 0,8452 MPa
V 2 f 'c c bw d 3
= 3,2476 MPa
Vu Tu p h 2 bw d 1,7 A0 h
2
V 2 f 'c c bw d 3
0,8452 MPa < 3,2476 MPa Jadi, penampang cukup kuat. Tulangan torsi:
Tu
6,145 = 8,1933 kNm 0,75 At Tn s 2 A0 f yv cot 8,1933x10 6 2 x62985 x 400 x cot 45
= 0,1626 mm2/mm/satu kaki
Vn
= 188,6216 mm2
0,75 111,0678 2 27 3 300.(427,5)
2
Tn
2
Vc
111,0678 0,75
f yv At ph cot 2 s f yl 400 0,1626.(1160). cot 2 45 400
Al
Al min
5 f ' c Acp 12 f yl
A t s
f yv ph f yl
5( 27 .150000 400 0,1626.(1160). 12(400) 400 = 623,2772 mm2 > 188,6216 mm2
Maka Almin menentukan. 2
Al / 4 623,2772 / 4
= 155,8193 mm . Maka dengan menggunakan tulangan longitudinal yang telah ditentukan dipakai tulangan sebanyak 8 buah. 2. Frame 5 Tu eksternal = 5,316 kNm Vu eksternal = 396,404 N f’c = 27 MPa fyl = fyv = 400 MPa Dimensi balok: bw = x0 = 300 mm h = y0 = 500 mm d = h - (50 + Dv + ½ Dl lentur) = 500 - (50 + 10 + 12,5) Dl lentur = D25 = 427,5 mm
; asumsi
Acp= x0.y0 = 300.(500) = 150000 mm2 pcp = 2(x0+y0) = 2(300+500) = 1600 mm
= 148,0903 kN > Vc ; juga > ½ Vc
27
f ' c Acp2
; 0,75 12 pcp 2 0,75. 27 150000 1600 12 8 225.10 0,3248 1600
Tu
= 4,5669 kNm
Tu eksternal Tu
f ' c Acp2
; pcp
12
5,316 kNm > 4,5669 kNm, Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi harus disediakan.
f ' c Acp2 Tu.berfaktor 3 pcp 2 27 150000 0,75 3 1600 225.10 8 1,299. 1600 = 18,2677 kNm Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 5,316 kNm
y0
y1
Cek Penampang:
Vc
= 111,0678 kN 2
2
x1 = bw - 2(50 + ½ Dv) ; asumsi decking = 50 mm = 300 - 2(50 + ½ 10) = 190 mm y1 = h - 2(50 + ½ Dv) = 500 - 2(50 + ½ 10) = 390 mm A0h = x1.y1 = 190 . (390) = 74100 mm2 A0 = 0,85A0h = 0,85 . 74100 = 62985 mm2 ph = 2(x1 + y1) = 2(190 + 390) = 1160 mm
28
2
Vu Tu p h 396,404 5,316 x10 6 x1160 2 2 300.(427,5) 1,774100 bw d 1,7 A0 h
Vc 2 f 'c bw d 3
0,75 111,0678 2 27 300.(427,5) 3 = 3,2476 MPa
2
Vu Tu p h 2 b d w 1,7 A0 h
2
V 2 f 'c c bw d 3
0,6606 MPa < 3,2476 MPa Jadi, penampang cukup kuat. Tulangan torsi:
Tn
Tu
5,316 = 7,088 kNm 0,75 At Tn s 2 A0 f yv cot 7,088 x10 6 2 x62985 x 400 x cot 45
= 0,1407 mm2/mm/satu kaki
Vn
2
0,30912 0,66062
= 0,6606 MPa
x1 x0
f 'c bw d 6 27 300 x 427,5 6
Vc
111,0678 0,75
= 148,0903 kN > Vc ; juga > ½ Vc Vs = V n - V c = 148,0903 - 111,0678 = 37,0226 kN
Av V s s f yv d 37,0226 400 x 427,5
= 0,2165 mm2/mm/dua kaki
1. Input General Information Nama Proyek: Gedung Sederhana
Avt A A 2 t v s s s 2.0,1407 0,2165
= 0,4978 mm2/mm/dua kaki Dengan menggunakan sengkang Ø10, ¼ πD2 = 78,5398 mm2, s = 157,0796/0,4978 = 315,5203 mm. ph/8 = 1160/8 = 145 mm. Maka, dipakai sengkang Ø10 dengan spasi 300 mm.
f yv At ph cot 2 s f yl 400 0,1407.(1160). cot 2 45 400
Al
= 163,1754 mm2
Al min
5 f ' c Acp 12 f yl
f yv A t ph f yl s
5( 27 .150000 400 0,1407.(1160). 12(400) 400 = 648,7235 mm2 > 163,1754 mm2
Al / 4 648,7235 / 4
Maka Almin menentukan.
= 162,1809 mm2. Maka dengan menggunakan tulangan longitudinal yang telah ditentukan dipakai tulangan sebanyak 8 buah. 5.2 Kasus 2 5.2.1 Perhitungan Analisa Struktur dengan SFAP Pada contoh kasus kedua ini dibuat sebuah contoh struktur struktur gedung dua tingkat sederhana dengan 4 perletakan jepit. Berikut urutan input data untuk kasus 2 dengan SFAP: Berikut adalah gambar struktur pada kasus 2: q = 15000 kg/m
15
3
9 10
5m
14
q = 12000 kg/m
8
4
q = 15000 kg/m
2 16 q = 16000 kg/m
6 12
5
11 13
7
1
6m
6m
Gambar 5.15 Struktur gedung sederhana
5m
2. Input Material Properties Data-data material beton sebagai berikut: E = 2536040576.93289 kg/m2 G = 1056683573.72204 kg/m2 f’c = 28 MPa U = 0.2 β1 = 0,85 3. Input Section Properties Section Name : balok Cross Section Area = 0,24 m2 Shear Area = 0,20000000794 m2 Torsional Constant = 7.51249458404 Momen Inersia = 7.20000096559 m4 Use Material : Beton Section Name : kolom Cross Section Area = 0,3848450964 m2 Shear Area = 0,34636058337 m2 Torsional Constant = 2,35717611214 Momen of Inertia = 1,17858805607 m4 Use Material : Beton 4. Input Nodal Coordinates Berikut adalah data dari koordinat titik-titik nodal struktur: Tabel 5.12 Data input koordinat titik nodal Label 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
X (m) 0 0 0 6 6 6 0 0 0 6 6 6
Y (m) 0 5 10 10 5 0 0 5 10 10 5 0
Z (m) 0 0 0 0 0\ 0 6 6 6 6 6 6
5. Input Frame Berikut adalah data dari frame struktur: Tabel 5.13 Data input frame properties Label 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
node 1 1 2 3 4 5 2 7 8 9 10 11 8 2 3 4 5
node 2 2 3 4 5 6 5 8 9 10 11 12 11 8 9 10 11
Section kolom kolom balok kolom kolom balok kolom kolom balok kolom kolom balok balok balok balok balok
29
6. Input Perletakan Struktur Data perletakan yang diinputkan adalah: Joint label 1 : fixed Joint label 5 : fixed Joint label 7 : fixed Joint label 11 : fixed 7. Input Beban Beban yang digunakan pada kasus 3 ini adalah beban terbagi rata pada balok 1 (frame 3) sebesar 15000 kg/m, pada balok 2 (frame 12) sebesar 16000 kg/m, pada balok 3 (frame 14) sebesar 12000 kg/m, pada balok 4 (frame 16) sebesar 15000 kg/m. 5.2.2 Perbandingan Perhitungan Analisa Struktur dan Balok oleh SFAP dengan SAP2000 v.14 Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil output dengan program SAP2000 v.14 untuk mengecek kebenaran dari program SFAP. Tabel 5.14 Output Element Forces SAP2000 v.14 frame 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
tabel output element force SAP2000 v14 station fx fy 0 -80994.29 1956.169 5 -80994.29 1956.169 5 -80916.68 -8613.46 10 -80916.68 -8613.46 0 -8605.88 -44963.95 6 -8605.88 -44963.95 10 -44988.77 8613.46 0 -44988.77 8613.46 5 -89989.56 -1956.17 6 -89989.56 -1956.17 2 10552.6 -38.41 5 10552.6 -38.41 7 -84010.44 -6490.8 8 -84010.44 -6490.8 8 -36011.23 -4575.9 9 -36011.23 -4575.9 9 -4583.48 36.05 10 -4583.48 36.05 10 -83.33 4575.9 11 -83.33 4575.9 11 -93005.71 6490.8 12 -93005.71 6490.8 8 -1897.88 -48038.41 11 -1897.88 -48038.41 2 8417.49 39.2 8 8417.49 39.2 3 -6888.31 35952.73 9 -6888.31 35952.73 4 -4244.83 -47.27 10 -4244.83 -47.27 5 -1854.44 45039.2 11 -1854.44 45039.2
Mx 2.99 2.99 -4.92 -4.92 -2034.59 -2034.59 38.07 38.07 -35.38 -35.38 1492.08 1492.08 35.38 35.38 -38.07 -38.07 2034.59 2034.59 4.92 4.92 -2.99 -2.99 -1492.08 -1492.08 1651.48 1651.48 2468.32 2468.32 -2468.32 -2468.32 1651.48 1651.48
Tabel 5.15 Output Joint Reaction SAP2000 v14 node Fx Fy Fz Mx My Mz 1 -1956.17 80994.29 1537.45 -2388.76 -2.99 -3079.11 6 1956.17 89989.56 -6107.52 9982.05 35.38 3064.91 7 6490.8 84010.44 -1537.45 2437.2 -35.38 10576.51 12 -6490.8 93005.71 6107.52 -9933.62 2.99 -10590.7
30
Tabel 5.16 Output Displacement SAP2000 v.14
node 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ux 0 -0.00004904 0.000006098 -0.00007874 0.00005498 0 0 0.00001232 -0.00001373 -0.00005891 -0.000006386 0
uy 0 -0.0004 -0.0008 -0.0007 -0.0005 0 0 -0.0004 -0.0006 -0.0005 -0.0005 0
uz 0 0.00005162 0.00005574 0.00006877 0.0000009873 0 0 -0.00003136 0.0001 0.0001 0.00001927 0
Rx 0 -0.00024 0.00124 -0.0003 0.00088 0 0 0.00024 -0.0013 0.00024 -0.00089 0
Ry 0 0.0000006 -0.0000003878 0.0000005414 -0.000007102 0 0 -0.000007102 0.0000005414 -0.000000388 0.0000006 0
Tabel 5.17 Output Joint Reaction SFAP node Fx Fy Fz Mx 1 -1956.1693 80994.2938 -1537.4474 -2388.7645 6 1956.1693 89989.5615 6107.5235 9982.0543 7 6490.804 84010.4385 1537.4474 2437.1984 12 -6490.804 93005.7062 -6107.5235 -9933.6203
My -2.9889 35.3778 -35.3778 2.9889
Rz 0 -0.0003 0.00157 -0.00161 0.00031 0 0 0.00095 -0.00029 0.00026 -0.00094 0
Mz 3079.1074 -3064.9106 -10576.5073 10590.7041
Tabel 5.18 Output Element Forces SFAP frame 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Joint 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 2 5 7 8 8 9 9 10 10 11 11 12 8 11 2 8 3 9 4 10 5 11
tabel output element force SFAP fx fy 80994.294 1956.169 80994.294 1956.169 80916.678 -8613.464 80916.678 -8613.464 8605.879 44963.952 8605.879 44963.952 44988.773 8613.464 44988.773 8613.464 89989.562 -1956.169 89989.562 -1956.169 -10552.601 38.414 -10552.601 38.414 84010.438 -6490.804 84010.438 -6490.804 36011.227 -4575.896 36011.227 -4575.896 4583.48 -36.048 4583.48 -36.048 83.332 4575.896 83.332 4575.896 93005.706 6490.804 93005.706 6490.804 1897.876 48038.414 1897.876 48038.414 -8417.493 39.203 -8417.493 39.203 6888.306 35952.725 6888.306 35952.725 4244.828 -47.275 4244.828 -47.275 1854.435 45039.203 1854.435 45039.203
Mx -2.989 -2.989 4.921 4.921 2034.586 2034.586 -38.075 -38.075 35.378 35.378 -1492.084 -1492.084 -35.378 -35.378 38.075 38.075 -2034.586 -2034.586 -4.921 -4.921 2.989 2.989 1492.084 1492.084 1651.484 1651.484 -2468.322 -2468.322 2468.322 2468.322 -1651.484 -1651.484
node 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 5.19 Output Displacement SFAP
ux 0 -0.00004904456 0.00000609751 -0.00007873827 0.00005498178 0 0 0.00001232313 -0.00001372867 -0.00005891209 -0.00000638592 0
uy 0 -0.00041493711 -0.00082947659 -0.00069149958 -0.00046102024 0 0 -0.00043038894 -0.00061487594 -0.00047689893 -0.00047647207 0
uz 0 -0.00005161707 -0.00005574316 -0.00006877272 -0.00000098732 0 0 0.00003136162 -0.0001236473 -0.00011061775 -0.00001926813 0
Rx 0 -0.00024337231 0.00124042102 -0.00029737300 0.00088438408 0 0 0.00023527014 -0.00129597285 0.00024182117 -0.00089248626 0
Ry 0 0.00000059999 -0.00000038777 0.0000005414 -0.00000710173 0 0 0.00000710173 -0.0000005414 0.00000038777 -0.00000059999 0
Rz 0 0.00030300234 -0.00157286644 0.00160667251 -0.00030537722 0 0 -0.0009452330 0.0002927571 -0.0002589511 0.0009428581 0
Tabel 5.20 Selisih output joint reaction
node 1 6 7 12
Fx 0.000 0.000 0.000 0.000
Fy 0.000 0.000 0.000 0.000
Fz 0.000 0.000 0.000 0.000
Mx 0.000 0.000 0.000 0.000
My 0.000 0.000 0.000 0.000
Tabel 5.21 Selisih output displacement
node 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ux 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
uy 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
uz 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Rx 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Ry 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Tabel 5.22 Selisih Output Element Forces frame 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Joint 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 2 5 7 8 8 9 9 10 10 11 11 12 8 11 2 8 3 9 4 10 5 11
fx 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
fy 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Mx 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Mz 0.000 0.000 0.000 0.000
Rz 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
5.2.3 Perhitungan Tulangan Torsi dengan SFAP Dari tabel 5.14 - 5.22 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil perhitungan yang signifikan antara output dari SFAP dengan program SAP2000 v.14. Untuk nilai positif dan negatif yang berbeda dikarenakan adanya perbedaan asumsi koordinat saja dalam perhitungan antara SFAP dan SAP2000 v14. Setelah melakukan proses running program pada SFAP, maka dilanjutkan dengan proses running torsion. Data-data yang dibutuhkan untuk proses ini adalah: - Diameter tulangan longitudinal : D13 - Diameter tulangan transversal : D10 - fy = fyv = 400 MPa Perlu dicatat bahwa decking yang digunakan pada balok sebesar 50 mm. Proses running program akan memperlihatkan bahwa jumlah dari tulangan torsi longitudinal pada frame 14 yang dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 160 mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung secara otomatis diambil dari data hasil analisa struktur di awal. Proses running program akan memperlihatkan bahwa jumlah dari tulangan torsi longitudinal pada frame 12 yang dibutuhkan sebanyak 12 buah, ditunjukkan dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 195 mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung secara otomatis diambil dari data hasil analisa struktur di awal. Berikut adalah tabel jumlah tulangan dan spasi sengkang pada seluruh balok dari hasil SFAP: Tabel 5.23 Hasil jumlah tulangan longitudinal dan spasi sengkang
frame 3 6 9 12 13 14 15 16
spasi 185 195 185 195 195 160 160 195
n 8 12 8 12 12 8 8 12
Mu (kNm) 19.952 14.632 19.952 14.632 16.196 24.206 24.206 16.196
Vu (N) 84394.843 103485.665 44948.584 18611.806 167.037 74.383 74.383 167.037
31
Section Name : balok2 Cross Section Area = 0.08000001 m2 Shear Area = 6.66666713853 m2 Torsional Constant = 7.32416710322 Momen Inersia = 1.06666673024 m4 Use Material : beton Section Name : kolom Cross Section Area = 0,3848450964 m2 Shear Area = 0,34636058337 m2 Torsional Constant = 2,35717611214 Momen of Inertia = 1,17858805607 m4 Use Material : Beton
5.2.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan Torsi oleh SFAP dengan Perhitungan Manual Tabel 5.24 Perbandingan hasil SFAP dan hitungan manual SFAP
frame
spasi 185 195 185 195 195 160 160 195
3 6 9 12 13 14 15 16
Perhitungan Manual spasi n 185 8 195 12 185 8 195 12 195 12 160 8 160 8 195 12
n 8 12 8 12 12 8 8 12
Selisih 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5.3 Kasus 3 5.3.1 Perhitungan Analisa Struktur dengan SFAP Pada contoh kasus ketiga ini dibuat sebuah contoh struktur struktur kantilever sederhana dengan 4 perletakan jepit. Berikut urutan input data untuk kasus 3 dengan SFAP: Berikut adalah gambar struktur pada kasus 3: q = 5000 kg/m
12
q = 4000 kg/m
14
8
9
11
13
6
11
q = 2500 kg/m
8 7
6 4
10
12 3
5 5
2
9 2
10 3 7
1 4
1
Gambar 5.18 Struktur kantilever sederhana 1. Input General Information Nama Proyek: Kantilever Sederhana 2. Input Material Properties Data-data material beton sebagai berikut: E = 2536040576.93289 kg/m2 G = 1056683573.72204 kg/m2 f’c = 28 MPa U = 0.2 β1 = 0,85 3. Input Section Properties Section Name : balok1 Cross Section Area = 0,24 m2 Shear Area = 0,20000000794 m2 Torsional Constant = 7.51249458404 Momen Inersia = 7.20000096559 m4 Use Material : beton
32
4. Input Nodal Coordinates Berikut adalah data dari koordinat titik-titik nodal struktur: Tabel 5.25 Data input koordinat titik nodal Label X (m) Y (m) Z (m) 1 0 0 0 2 0 4 0 3 0 4 2.5 4 5 0 0 5 5 4 0\ 6 5 4 2.5 7 10 0 0 8 10 4 0 9 10 4 2.5 10 15 0 0 11 15 4 0 12 15 4 2.5 5. Input Frame Berikut adalah data dari frame struktur: Tabel 5.26 Data input frame properties Label node 1 node 2 Section 1 1 2 kolom 2 2 3 balok1 3 4 5 kolom 4 5 6 balok1 5 7 8 kolom 6 8 9 balok1 7 10 11 kolom 8 11 12 balok1 9 2 5 balok1 10 5 8 balok1 11 8 11 balok1 12 3 6 balok2 13 6 9 balok2 14 9 12 balok2 6. Input Perletakan Struktur Data perletakan yang diinputkan adalah: Joint label 1 : fixed Joint label 4 : fixed Joint label 7 : fixed Joint label 10 : fixed
7. Input Beban Beban yang digunakan pada kasus 3 ini adalah beban terbagi rata pada balok 1 (frame 12) sebesar 2500 kg/m, pada balok 2 (frame 13) sebesar 4000 kg/m, dan pada balok 3 (frame 14) sebesar 5000 kg/m.
Tabel 5.28 Output Element Forces SAP2000 v.14 frame 1 2 3
Setelah proses running program menghasilkan output element forces sebagai berikut: Tabel 5.27 Output Element Forces SFAP
frame 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Joint 1 2 2 3 4 5 5 6 7 8 8 9 10 11 11 12 2 5 5 8 8 11 3 6 6 9 9 12
fx 5691.463 5691.463 -176.949 -176.949 16632.272 16632.272 102.62 102.62 23403.872 23403.872 264.401 264.401 11772.393 11772.393 -190.072 -190.072 1896.98 1896.98 3501.264 3501.264 3306.403 3306.403 -738.162 -738.162 -1860.124 -1860.124 -1198.38 -1198.38
fy -1158.817 -1158.817 6365.174 6365.174 -482.323 -482.323 16292.066 16292.066 -466.883 -466.883 22831.163 22831.163 2108.023 2108.023 12461.597 12461.597 -673.711 -673.711 -333.505 -333.505 689.204 689.204 6365.174 6365.174 10157.24 10157.24 12538.24 12538.24
Mx 2083.932 2083.932 5197.916 5197.916 2432.494 2432.494 3674.973 3674.973 236.932 236.932 1204.989 1204.989 -601.829 -601.829 -8523.795 -8523.795 -3189.79 -3189.79 -1868.08 -1868.08 2084.168 2084.168 -557.362 -557.362 -331.846 -331.846 440.275 440.275
5.3.2 Perbandingan Perhitungan Analisa Struktur dan Balok oleh SFAP dengan SAP2000 v.14 Tabel 5.29 Output Joint Reaction SAP2000 v14 1 1158.82 5691.46 1537.02 -25808.18 2083.93 1384 4 482.32 16632.27 -718.01 -36310.89 2432.49 567.85 7 466.88 23403.87 -2344.74 -41849.58 236.93 655.36 10 -2108.02 11772.39 1525.73 -39781.36 -601.83 -2571.23
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
node 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
node 1 4 7 10
station 0 4 0 2.5 0 5 0 2.5 0 5 0 2.5 0 5 0 2.5 0 5 5 10 10 15 0 5 5 10 10 15
fx -5691.46 -5691.46 176.95 176.95 -16632.27 -16632.27 -102.62 -102.62 -23403.872 -23403.872 -264.4 -264.4 -11772.393 -11772.393 190.07 190.07 -1896.98 -1896.98 -3501.26 -3501.26 -3306.4 -3306.4 738.16 738.16 1860.12 1860.12 1198.38 1198.38
fy 1158.82 1158.82 -6365.17 -6365.17 482.32 482.32 -16292.07 -16292.07 466.88 466.88 -22831.16 -22831.16 -2108.02 -2108.02 -12461.6 -12461.6 673.71 673.71 333.51 333.51 -689.2 -689.2 -6365.17 -6365.17 -10157.24 -10157.24 -12538.24 -12538.24
Mx -2083.93 -2083.93 -5197.92 -5197.92 -2432.49 -2432.49 -3674.97 -3674.97 -236.93 -236.93 -1204.99 -1204.99 601.83 601.83 8523.8 8523.8 3189.79 3189.79 1868.08 1868.08 -2084.17 -2084.17 557.36 557.36 331.85 331.85 -440.28 -440.28
Tabel 5.30 Output Displacement SAP2000 v.14 ux 0 0.00003045 -0.0005 0 0.00001487 -0.0005 0 -0.00001389 -0.0004 0 -0.000041060 -0.0004
uy 0 -0.00002333 0.0096 0 -0.00006817 -0.0175 0 -0.00009592 -0.0222 0 -0.00004825 -0.0161
uz 0 -0.0064 -0.0064 0 -0.01 -0.01 0 -0.012 -0.012 0 -0.0101 -0.0101
Rx 0 0.00304 0.00421 0 0.00505 0.00781 0 0.00623 0.00995 0 0.00492 0.00711
Tabel 5.31 Output Joint Reaction SFAP
Fx 1158.817 482.323 466.8829 -2108.0229
Fy 5691.4629 16632.2725 23403.8717 11772.393
Fz -1537.0227 718.0109 2344.7409 -1525.729
Mx -25808.1787 -36310.8943 -41849.5744 -39781.3526
Ry 0 -0.00033 0.00019 0 -0.00039 -0.00016 0 -0.00004 -0.0002 0 0.0001 -0.00022
Rz 0 0.00012 0.00176 0 0.00005 0.00121 0 0.00004 0.00042 0 0.00022 -0.0029
My 2083.9322 2432.4936 236.9316 -601.8294
Mz -1383.9959 -567.8502 -655.3561 2571.2283
33
node 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 5.32 Output Displacement SFAP
ux 0 0.00003045223 -0.00049250489 0 0.00001486872 -0.00047431308 0 -0.00001389383 -0.00042847087 0 -0.00004105562 -0.00039893714
uy 0 -0.00002332608 -0.00961567974 0 -0.00006816625 -0.017498275 0 -0.0000959192 -0.022182914 0 -0.00004824836 -0.01611412823
uz 0 0.00637591119 0.006376638 0 0.0996710125 0.0996667974 0 0.0120122973 0.01201121128 0 0.01011977693 0.01012055764
Rx 0 0.00304242695 0.00420809859 0 0.00505153345 0.00780894351 0 0.0062281538 0.00995283693 0 0.00491542913 0.00710843502
Ry 0 -0.00033466215 -0.00018543817 0 -0.0003906382 -0.00015533756 0 -0.00003804924 -0.00020240991 0 0.0009664878 -0.00021779153
Tabel 5.33 Selisih output joint reaction
node 1 4 7 10
Fx 0.000 0.000 0.000 0.000
Fy 0.000 0.000 0.000 0.000
Fz 0.000 0.000 0.000 0.000
Mx 0.000 0.000 0.000 0.000
My 0.000 0.000 0.000 0.000
Tabel 5.34 Selisih output displacement
node 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ux 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
uy 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
uz 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Rx 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Ry 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Tabel 5.35 Selisih Output Element Forces frame 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
34
Joint 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 2 5 7 8 8 9 9 10 10 11 11 12 8 11 2 8 3 9
fx 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
fy 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Mx 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Rz 0 -0.00012494543 -0.00176191336 0 -0.00005310175 -0.00121045266 0 -0.00003725857 -0.00041674304 0 0.00022011999 0.00290449916
Mz 0.000 0.000 0.000 0.000
Rz 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
5.3.3 Perhitungan Tulangan Torsi dengan SFAP Dari tabel 5.27 - 5.35 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil perhitungan yang signifikan antara output dari SFAP dengan program SAP2000 v.14. Setelah melakukan proses running program pada SFAP, maka dilanjutkan dengan proses running torsion. Datadata yang dibutuhkan untuk proses ini adalah: - Diameter tulangan longitudinal : D13 - Diameter tulangan transversal : D10 - fy = fyv = 450 MPa Perlu dicatat bahwa decking yang digunakan pada balok sebesar 50 mm. Proses running program akan memperlihatkan bahwa jumlah dari tulangan torsi longitudinal pada frame 9 yang dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 150 mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung secara otomatis diambil dari data hasil analisa struktur di awal. Proses running program akan memperlihatkan bahwa jumlah dari tulangan torsi longitudinal pada frame 11 yang dibutuhkan sebanyak 8 buah, ditunjukkan dengan simbol n pada output. Sedangkan spasi antar tulangan transversal torsi yang dibutuhkan sebesar 195 mm. Mu dan Vu yang digunakan langsung secara otomatis diambil dari data hasil analisa struktur di awal. Berikut adalah tabel jumlah tulangan dan spasi sengkang pada seluruh balok dari hasil SFAP: Tabel 5.36 Hasil jumlah tulangan longitudinal dan spasi sengkang. frame 9 10 11
spasi 150 195 195
n 8 8 8
Mu (kNm) 31.281 18.32 20.439
Vu (N) 18603.019 34335.671 32424.737
5.3.4 Perbandingan Perhitungan Tulangan Torsi oleh SFAP dengan Perhitungan Manual Frame 9 Tu eksternal = 31,281 kNm Vu eksternal = 18603,019 N f’c = 28 MPa fyl = fyv = 450 MPa Dimensi balok: bw = x0 = 400 mm h = y0 = 600 mm d = h - (50 + Dv + ½ Dl lentur) = 600 - (50 + 10 + 12,5) ; asumsi Dl lentur = D25 = 527,5 mm Acp = x0.y0 = 400.(600) = 240000 mm2 pcp = 2(x0+y0) = 2(400+600) = 2000 mm
f ' c Acp2
; 0,75 pcp 2 0,75. 28 240000 2000 12 8 576.10 x10 6 0,3307 2000
Tu
12
= 9,5247 kNm
Tu eksternal Tu
f ' c Acp2 12
; pcp
31,281 kNm > 9,5247 kNm, Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi harus disediakan.
f 'c A 3 pcp 2 28 240000 0,75 3 2000 576.10 8 x10 6 1,3229. 2000
Tu.berfaktor
2 cp
= 38,0988 kNm Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 31,281 kNm. x1 = bw - 2(50 + ½ Dv) ; asumsi decking = 50 mm = 400 - 2(50 + ½ 10) = 290 mm y1 = h - 2(50 + ½ Dv) = 600 - 2(50 + ½ 10) = 490 mm A0h = x1.y1 = 290 . (490) = 142100 mm2 A0 = 0,85A0h = 0,85 . 142100 = 120785 mm2 ph = 2(x1 + y1) = 2(290 + 490) = 1560 mm Cek Penampang:
Vc
f 'c bw d 6 28 400 x527,5 x10 3 6
2
Vu Tu p h 2 bw d 1,7 A0 h
2
2
18603,019 31,281x1560 2 400.(527,5) 1,7142100 = 1,4243 MPa
Vc 2 f 'c bw d 3
0,75 186,0845 228 400.(527,5) 3 = 3,3072 MPa
2
Vu Tu p h 2 bw d 1,7 A0 h
2
V 2 f 'c c bw d 3
1,4243 MPa < 3,3072 MPa Jadi, penampang cukup kuat. Tulangan torsi:
Tn
Tu
31,281 = 41,708 kNm 0,75 At Tn s 2 A0 f yv cot 41,708 x10 6 2 x120785 x 450 x cot 45 = 0,3837 mm2/mm/satu kaki
Vn
Vc
186,0845 0,75
= 248,1127 kN > Vc ; juga > ½ Vc Vs = V n - V c = 248,1127 - 186,0845 = 62,0282 kN
Av V s s f yv d
62,0282 x10 3 450 x527,5
= 0,2613 mm2/mm/dua kaki
Avt A A 2 t v s s s 2.0,3837 0,2613
= 1,0287 mm2/mm/dua kaki Dengan menggunakan sengkang Ø10, ¼ πD2 = 78,5398 mm2, s = 157,0796/1,0287 = 152,7033 mm. ph/8 = 1560/8 = 195 mm. Maka, dipakai sengkang Ø10 dengan spasi 150 mm.
= 186,0845 kN
35
2
f yv A Al t p h cot 2 s f yl 450 0,3837.(1560). cot 2 45 450
576.10 8 x10 6 1,3229. 2000
= 598,5335 mm2
Al min
5 f ' c Acp 12 f yl
f yv A t ph f yl s
5 28.240000 450 0,3837.(1560). 12(450) 450
= 577,356 mm2 < 598,5335 mm2 Maka Al menentukan. 2
Al / 4 598,5335 / 4 =
144,339 mm . Maka dengan menggunakan tulangan longitudinal yang telah ditentukan dipakai tulangan sebanyak 8 buah. Frame 11 Tu eksternal = 20,439 kNm Vu eksternal = 32424,737 N f’c = 28 MPa fyl = fyv = 450 MPa Dimensi balok: bw = x0 = 400 mm h = y0 = 600 mm d = h - (50 + Dv + ½ Dl lentur) = 600 - (50 + 10 + 12,5) ; asumsi Dl lentur = D25 = 527,5 mm Acp= x0.y0 = 400.(600) = 240000 mm2 pcp = 2(x0+y0) = 2(400+600) = 2000 mm
f ' c Acp2
; 0,75 pcp 2 0,75. 28 240000 2000 12 8 576.10 x10 6 0,3307 2000
Tu
12
= 9,5247 kNm
f ' c Acp2 Tu eksternal Tu 12 pcp
;
20,439 kNm > 9,5247 kNm, Karena Tu eksternal > Tu maka tulangan torsi harus disediakan.
f ' c Acp2 Tu.berfaktor 3 pcp 2 28 240000 0,75 3 2000 36
= 38,0988 kNm Karena Tu berfaktor > Tu eksternal , maka digunakan nilai yang terkecil untuk mendesain tulangan torsi balok tersebut yaitu Tu eksternal = 20,439 kNm. x1 = bw - 2(50 + ½ Dv) ; asumsi decking = 50 mm = 400 - 2(50 + ½ 10) = 290 mm y1 = h - 2(50 + ½ Dv) = 600 - 2(50 + ½ 10) = 490 mm A0h = x1.y1 = 290 . (490) = 142100 mm2 A0 = 0,85A0h = 0,85 . 142100 = 120785 mm2 ph = 2(x1 + y1) = 2(290 + 490) = 1560 mm Cek Penampang:
Vc
f 'c bw d 6 28 400 x527,5 x10 3 6
= 186,0845 kN 2
Vu Tu p h 2 bw d 1,7 A0 h
2
Vc 2 f 'c bw d 3
2
32424,737 20,439 x1560 2 400.(527,5) 1,7142100 = 0,9415MPa
0,75 186,0845 228 400.(527,5) 3
2
= 3,3072 MPa
Vu Tu p h 2 b d w 1,7 A0 h
2
V 2 f 'c c bw d 3
0,9415 MPa < 3,3072 MPa Jadi, penampang cukup kuat. Tulangan torsi: T Tn u
20,439 = 27,252 kNm 0,75
At Tn s 2 A0 f yv cot
2
27,252 x10 6 2 x120785 x 450 x cot 45
= 0,2507 mm2/mm/satu kaki
Vn
BAB VI PENUTUP
Vc
186,0845 0,75
5.1 Kesimpulan Setelah beberapa studi kasus perhitungan tulangan torsi dilakukan dengan menggunakan program SFAP dan SAP 2000 v14 serta perhitungan manual di dalam bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
= 248,1127 kN > Vc ; juga > ½ Vc Vs = V n - V c = 248,1127 - 186,0845 = 62,0282 kN
Av V s s f yv d
62,0282 x10 3 450 x527,5
= 0,2613 mm2/mm/dua kaki
Avt A A 2 t v s s s 2.0,2507 0,2613
= 0,7627 mm2/mm/dua kaki Dengan menggunakan sengkang Ø10, ¼ πD2 = 78,5398 mm2, s = 157,0796/0,7627 = 205,9533 mm. ph/8 = 1560/8 = 195 mm. Maka, dipakai sengkang Ø10 dengan spasi 195 mm.
f yv At ph cot 2 s f yl 450 0,2507.(1560). cot 2 45 450
Al
= 391,0817 mm2
Al min
5 f ' c Acp 12 f yl
f yv A t ph f yl s
5 28.240000 450 0,2507.(1560). 12(450) 450 = 784,8078 mm2 > 598,5335 mm2
Maka Al
min
menentukan. 2
Al / 4 784,8078 / 4
= 196,2019 mm . Maka dengan menggunakan tulangan longitudinal yang telah ditentukan dipakai tulangan sebanyak 8 buah. Tabel 5.37 Perbandingan hasil SFAP dan hitungan manual
frame 9 10 11
SFAP
spasi 150 195 195
n 8 8 8
Perhitungan Manual spasi n 150 8 195 8 195 8
Selisih 0.00 0.00 0.00
1. Dalam menganalisa suatu struktur dapat dihitung dengan program SFAP yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan perhitungan manual dan dengan keakuratan yang cukup tinggi. 2. Penggunaan program dapat dilakukan dengan mudah karena program SFAP disertai keterangan yang jelas dalam proses input dan desain tampilan yang sederhana. 3. Hasil output program SFAP dapat dipertanggung-jawabkan karena telah diverifikasi dengan program SAP2000 v14 dan perhitungan manual dengan hasil perhitungan yang hampir sama atau memiliki selisih yang sedikit. 4. Program SFAP telah disusun dalam beberapa modul yang terpisah untuk proses perhitungan, pengelolaan data dan penggambaran grafik tampilan. Jadi, hal ini akan memudahkan user dalam pemahaman alur perhitungan di dalam program sehingga proses pengembangan program di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan mudah. 5.2 Saran Setelah menyelesaikan program SFAP dan melakukan beberapa studi kasus mengenai perhitungan tulangan torsi dan geser terkombinasi pada balok beton bertulang sebagai perbandingan hasil output program, maka penulis memberikan beberapa saran: 1. Program SFAP ini perlu dikembangkan dalam prosedur kerja program untuk hal perancangan (desain). 2. Menambahkan kelengkapan tampilan output tulangan agar lebih mudah dipahami lagi. 3. Program SFAP ini perlu dikembangkan dalam menambah metode perhitungan salah satu contohnya perhitungan tulangan geser pada balok, hubungan balok kolom, dan lain sebagainya sesuai dengan perkembangan di masa yang akan datang. 4. Program SFAP ini perlu dikembangkan dalam proses analisa stuktur balok dengan menggunakan bentuk penampang yang lain.
37