PENGUJIAN DENGAN SKALA PENUH PADA BALOK BETON BERTULANG DENGAN BUKAAN UNTUK PENGEMBANGAN METODE PERENCANAAN TULANGAN GESER Harianto Hardjasaputra Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan e-mail:
[email protected] Antoni Halim Engineer PT Davy Sukamta
ABSTRAK Bukaan pada balok lentur untuk keperluan lintasan instalasi dapat dijumpai pada bangunan tinggi dan terutama pada balok beton pracetak untuk bangunan Industri. Bukaan tersebut akan memperlemah balok itu sendiri, karena pada daerah bukaan akan bekerja konsentrasi tegangan tinggi, sehingga banyak terjadi kerusakan pada daerah tersebut. Karena itu pada banyak perencanaan struktur, bukaan pada balok dihindari, yaitu dengan membiarkan lintasan utilitas diletakkan di bawahnya. Tetapi hal itu menyebabkan tidak efisiennya penggunaan ruangan. Desain tersebut dapat dihindari bila para praktisi ahli struktur mengetahui dengan tepat kinerja dan metoda penulangan balok lentur dengan bukaan dalam memikul momen lentur dan gaya geser. Dengan latar belakang tersebut di atas, dengan dana penelitian Universitas Pelita Harapan penulis melakukan pengujian dengan skala penuh pada tiga buah balok beton dengan bukaan berukuran sedang dan besar. Untuk perencanaan penulangan ketiga balok tersebut, peneliti menggunakan metoda strut-and-tie model. Kinerja ketiga balok tersebut selama pengujian beban sampai runtuh, diamati melalui pemasangan secara komprehensif alat ukur, yaitu strain gauge, LVDT, dan transducer. Kata kunci: balok dengan bukaan, strut-and-tie model.
1. PENDAHULUAN Dalam standar di Indonesia, tata cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung “SNI-03-2874-2002”, tata cara perencanaan balok lentur dengan bukaan belum diatur, sehingga dilakukan percobaan balok dengan bukaan dengan tujuan sebagai pertimbangan untuk aplikasi dalam konstruksi. Selain itu tentunya memberikan masukan untuk penyusunan Peraturan Beton Indonesia yang terbaru, khususnya untuk perencanaan tulangan geser bagi balok lentur dengan bukaan. Balok beton dengan bukaan akan menimbulkan konsentrasi tegangan di daerah bukaan sehingga menyebabkan pengurangan kekuatan dan kekakuan. Pengurangan kekuatan bekaitan dengan kapasitas geser dan lentur balok, lendutan dan retak digunakan dalam menganalisa kekakuan balok sehingga dilakukan percobaan dengan menggunakan tiga buah balok beton dengan bukaan yang bervariasi. ISBN No. 978-979-18342-0-9
B-170
Dalam perencanaan tulangan balok dengan bukaan digunakan metode strut-and-tie model dan peneliti juga merencanakan dengan metode ACI pada balok yang sama dengan ditambahkan tulangan diagonal di sekitar bukaan. 2. STRUT-AND-TIE MODEL Strut-and-Tie Model berawal dari Trussanalogy-model yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter (1899), Mörsch (1902). Dengan memperhatikan pola retak yang terjadi pada balok beton bertulang akibat beban F (Gambar 1), Mörsch menggunakan model rangka batang (Truss) seperti pada gambar 2, untuk menjelaskan aliran gaya (load path) untuk transfer beban F ke tumpuan, yang terjadi pada struktur beton bertulang dalam keadaan retak (cracked condition).
Pengujian Dengan Skala Penuh Pada Balok Beton Bertulang Dengan Bukaan Untuk Pengembangan Metode Perencanaan Tulangan Geser
Gambar 1. Pola Retak pada Balok akibat beban terpusat (Harianto dan Steffie,2002)
Gambar 2. Truss analogy untuk Balok Beton Bertulang sesuai Moersch (Harianto dan Steffie,2002) Strut-and-Tie Model didasarkan pada analisa kondisi batas dari lower bound theorem of plasticity, teori yang menyatakan bahwa sistem tidak berada di ambang keruntuhan bila terjadi keseimbangan antara beban dan distribusi tegangan dimana semua titik pada struktur berada di bawah batas lelehnya. Rangka batang, yang diusulkan oleh Mörsch terdiri dari batang tekan dan tarik, sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan diagonal dengan sudut 45˚ dan batang tarik vertikal. Batang tekan dan tarik yang sejajar diperlukan untuk memikul momen lentur, yang kita peroleh dari standard penulangan lentur. Tinggi dari rangka batang ini ditentukan oleh jarak lengan momen dalam yaitu jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Batang tarik vertikal adalah penulangan geser yang dipasang untuk memikul gaya lintang, sedangkan batang tekan diagonal akan dipikul oleh betonnya sendiri. Berbagai Truss-model dan Strut-and-Tie model telah dikembangkan oleh Schlaich, Schäfer dan Jennewein (1982-1993) ke dalam suatu bentuk/model truss-analogy yang lebih umum dan konsisten yang kemudian dikenal sebagai “Strut-and-Tie Model”. Penggunaan model ini dapat diaplikasikan secara umum baik untuk keadaan batas (limit state) maupun keadaan layan (serviceability). Pemahaman Strut-
ISBN No. 978-979-18342-0-9
and-Tie-model akan lebih baik bila didukung oeh pemahaman yang diawali dari orientasi medan tegangan utama yang meliputi trajektori tegangan utama (elastic principal stress trajectories). Asas St. Venant tentang penyebaran tegangan yang terlokalisasi menyatakan bahwa terjadi distorsi tegangan di dekat daerah diskontinuitas. Semakin menjauhi diskontinuitas, penyebaran tegangan akan semakin merata. Distribusi tegangan dianggap sudah cukup merata pada jarak sejauh lebar/tinggi penampang dari pusat terjadinya diskontinuitas. Karena itu struktur dapat dibagi menjadi 2 daerah, yaitu daerah B dan daerah D. Daerah B (beam atau Bernoulli) adalah daerah dimana hipotesa Bernoulli berlaku. Hipotesa Bernoulli menyatakan bahwa penampang balok dianggap tetap rata dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah mengalami lentur. Pada daerah ini perancangan penampang balok dapat didasarkan atas distribusi tegangan linear. Sedangkan daerah D (disturbance, distortion, atau discontinuity) adalah daerah dimana hipotesa Bernoulli tidak lagi berlaku, merupakan daerah dimana terjadi distribusi tegangan non-linier/distorsi tegangan yang diakibatkan oleh diskontinuitas geometri (struktur berlubang), diskontinuitas statika (daerah sekitar beban terpusat), maupun diskontinuitas geometri dan statika (daerah konsol pendek/corbel). Daerah D diambil dengan mengambil daerah sejauh tebal atau lebar elemen dari daerah terjadinya diskontinuitas, baik akibat diskontinuitas geometri, statika, maupun akibat keduanya. Join balok kolom termasuk dalam daerah D pada struktur. Pada gambar 3 dapat dilihat pembagian daerah D karena diskontinuitas geometri dan statika.
B-171
Harianto Hardjasaputra & Antoni Halim
dengan jarak antar beban P adalah 400 mm. Lihat gambar 4. 9. Pengukuran regangan pada balok menggunakan LVDT (gambar 4) dan regangan pada tulangan menggunakan strain gauge (gambar 5).
Gambar 3. Penentuan Daerah D 3. PROGRAM PENELITIAN Dalam penelitian ini, digunakan 3 buah benda uji balok beton dengan bukaan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan keperluan dilapangan, yaitu untuk lintasan pipa dan ducting AC. Konfigurasi bukaan terdiri dari berbagai ukuran, dari ukuran kecil, sedang dan besar. Perancangan penulangan longitudinal dan transversal untuk ketiga benda uji tersebut, disesuaikan dengan Strut and Tie Model. Pembebanan benda uji sampai runtuh dilakukan dengan 2 beban terpusat dalam 2 siklus pembebanan. 3.1 Spesifikasi Benda Uji Adapun Spesifikasi benda uji yang dipakai adalah : 1. Mutu beton fc’ = 40 MPa 2. Baja tulangan longitudinal fy = 400 MPa, baja tulangan transversal fy = 240 MPa 3. Panjang bentang model balok 3400 mm, panjang bersih balok dari tumpuan ke tumpuan 3200 mm 4. Dimensi penampang balok yaitu lebar sayap 300 mm, lebar badan 200 mm, tinggi balok 600 mm, tebal sayap 100 mm 5. Posisi bukaan seperti pada gambar 4 6. Tulangan longitudinal bawah 4D19, tulangan longitudinal atas 2D10 7. Tulangan transversal Ø10 dan Ø13 dengan jarak bervariasi (gambar 5) 8. Beban terpusat berupa 2 beban P terletak di tengah-tengah balok
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Gambar 4. Gambar Balok dengan Bukaan dan Posisi LVDT 3.2 Perencanaan Tulangan Berdasarkan Strut and Tie Model Sesuai dengan konfigurasi bukaan yang ada, maka dicari load path dari beban terpusat sampai ke reaksi tumpuan. Dalam merancang model rangka batang, maka batang tekan dan tarik harus menghindari bukaan yang ada.. Strut and Tie Model dari ketiga balok uji dapat dilihat pada gambar 5. Untuk membedakan batang tekan dan tarik, maka pada penggambaran model rangka batang, garis penuh mewakili batang tarik dan garis putus putus mewakili batang tekan. Batang diagonal tekan balok A dan B diambil sudut lebih besar dari 45 derajat, untuk menghindari lubang. Transfer gaya pada balok C jauh lebih rumit, karena adanya lubang besar baik pada daerah geser maupun pada momen maksimum.
Balok A
B-172
Pengujian Dengan Skala Penuh Pada Balok Beton Bertulang Dengan Bukaan Untuk Pengembangan Metode Perencanaan Tulangan Geser
3.3 Pembebanan Beban yang diberikan berupa beban terpusat P dengan 2 siklus pembebanan. Untuk memperoleh pengamatan yang teliti maka pembebanan pada balok harus diberikan bertahap dalam siklus tertentu. Adapun siklus pembebanan yang digunakan adalah seperti terlihat pada gambar 6.
Balok B
P (kN) 320 P
280
Pembagi 0,4 m
260
Balok C Gambar 5. Strut and Tie Model balok A, B dan C
Sampai Runtuh
300
2,5'
Balok Uji
240
2,5' 2,5'
220
3,2 m 2,5'
200
2,5'
180 160
2,5'
160 5'
Berdasarkan besarnya P ultimit rencana sebesar 150 kN atau sebesar 2 x 150 kN, maka gaya batang pada model dapat dihitung. Besarnya gaya batang pada batang tarik digunakan untuk menghitung jumlah tulangan yang diperlukan. Rencana pemasangan tulangan untuk ketiga balok disesuaikan dengan Strut and Tie Model. Khusus pada balok B dan C untuk perbandingan, bagian kanan pada balok pemasangan penulangan berdasarkan penulangan dari Tan, K and Mansur, M (1996) yang menggunakan tulangan diagonal. Rencana penulangan dapat dilihat pada gambar 5 yang dilengkapi dengan rencana pemasangan strain gauge.
2,5'
140 2,5' 2,5'
2,5'
100
2,5'
2,5'
80
2,5'
60
2,5' 2,5'
2,5'
2,5'
40 2,5'
b. Pe
2,5'
120
2,5' Tahap 2
Tahap 1 2,5'
2,5'
20 2,5'
2,5'
0 30'
a.
35'
t (menit)
Siklus pembebanan
c. P
b. Pembebanan pada balok A Balok A
Balok B
Balok C Gambar 6. Penulangan Balok A, B dan C dan Posisi Strain Gauge
ISBN No. 978-979-18342-0-9
c. Pembebanan pada balok B Gambar 7. Rencana pembebanan Balok Uji
B-173
Harianto Hardjasaputra & Antoni Halim
3.4 Hasil Penelitian Pengujian dilakukan dengan 2 siklus, siklus pertama adalah kondisi elastis, diambil kurang lebih setengah dari P beban ultimit teoritis yaitu 75 kN. Siklus kedua sampai beban ultimit atau sampai runtuh.
Dari hasil pembacaan tansduscer dapat dilihat lendutan maksimum yang terjadi untuk masing-masing balok. Pada gambar 9 diperlihatkan grafik lendutan vesus beban.
P Ultimit Untuk balok A beban ultimit yang tercapai adalah 170,45 kN. P ultimit tercapai akibat keruntuhan geser , seperti terlihat dari pola retak yang terjadi pada saat runtuh yaitu retak diagonal. Untuk balok B terjadi retak diagonal dan kegagalan geser, dengan beban ultimit untuk balok B dalah 170,55 kN. Balok C dimana bukaan yang ekstrim terletak ditengah bentang. Hasil pengujian memperlihatkan terjadi kegagalan pengangkuran pada tulangan lentur tarik yang terletak pada daerah momen maksimum dengan penampang yang mengecil akibat adanya bukaan, sehingga beban tidak mencapai kondisi ultimit. Beban maksimum pada balok C adalah 120,22 kN. Pola Retak Pola retak untuk masing-masing balok setelah dibebani sampai beban maksimum dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 9. Kurva Deflection Vs Load pada balok A, B dan C 4. PEMBAHASAN Perencanaan awal direncanakan beban ultimit yaitu 300 kN dengan nilai Vu adalah 150 kN. Hasil eksperimen menunjukkan hasil yang berbeda. Tabel berikut menunjukkan perbandingan gaya geser ultimit hasil pengukuran dengan gaya geser ultimit desain. Gambar 8. Kondisi Retak Balok-Balok Uji Lendutan ISBN No. 978-979-18342-0-9
B-174
Pengujian Dengan Skala Penuh Pada Balok Beton Bertulang Dengan Bukaan Untuk Pengembangan Metode Perencanaan Tulangan Geser
Beam
Gaya Geser (Vu) kN
Mode of failure
STM (2) eksperimen (1) A 170 150 Shear B 170 150 Shear C 120 150 Anchourage Tabel 1. Perbandingan Gaya Geser Ultimit Hasil Pengujian dengan Rencana
lebih konservatif dari lendutan hasil pengujian. Dari hasil pengujian terhadap maksimum dapat (2)/(1) lendutan dihasilkan inersia efektif untuk keseluruhan penampang. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 0,88 0,88 1,25
Tabel Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa Pultimit rencana berdasarkan Strut and Tie Model menunjukkan hasil yang lebih kecil dengan P ultimit eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan penulangan untuk balok dengan banyak bukaan dengan Strut and Tie Model cukup effisien dan pada sisi aman. Dimana balok A dan B direncanakan hancur pada beban 2 x 150 kN ternyata hasil pengujian menunjukkan balok hancur pada beban 2 x 170 kN. Berbeda dengan balok C dimana P ultimit eksperimen tidak mencapai P ultimit rencana, dikarenakan terjadi kegagalan pengangkuran sehingga balok runtuh lebih dahulu dengan beban 240 kN, sebelum P ultimit rencana tercapai. Pengukuran lendutan maksimum untuk balok A,B dan C pada beban 160 kN. Lendutan yang tercatat dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 2 Perbandingan Lendutan Hasil Pengujian dan Perhitungan ACI Beam A B C
Inersia(cm4) Ig Icr 497603 37818 497603 37818 132750 17628
Ie 57515 57515 18132
Perbandingan
Inersia
Hasil Pengujian Lendutan Ie (mm) (cm4)
efektif
Ig (cm4)
Ie/Ig
A
4,34
73439
497603
0.15
B
3,14
101505
497603
0.20
C 7,43 42897 132750 0.32 pengujian terhadap Inersia penampang utuh
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa inersia efektif penampang balok untuk balok A, B dan C berturut-turut adalah 15%, 20% dan 32% dari Inersia penampang utuh. Pada daerah sekitar bukaan terjadi konsentrasi tegangan yang besar, sehingga tulangan vertikal sekitar bukaan mengalami tarik yang lebih besar dibandingkan tulangan vertikal yang jauh dari bukaan. Hasil penelitian menunjukkan hal tersebut untuk masing masing balok. Untuk perencanaan dengan STM tulangan geser vertikal disekitar bukaan menahan gaya geser sebesar : • Balok A : 13,5% - 24,2% dari Vu • Balok B : 15,5% - 20,65% dari Vu • Balok C : 11,12% - 18,3% dari Vu
Lendutan(mm) Pengujian ACI 4,34 5,54 3,14 5,54 7,43 17,58
Perhitungan lendutan untuk perencanaan dapat menggunakan metode ACI ataupun dengan pemodelan elemen hingga dengan penampang inersia efektif karena hasil perhitungan menunjukkan lendutan yang
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Beam
3.
Model 7,73 7,75 15,10
P/ACI 0,783 0,566 0,422
P/model 0,561 0,405 0,492
5. KESIMPULAN Dari hasil Analisa data diatas terhadap pembacaan LVDT, Srtain gauge dan lendutan, dapat disimpukan bahwa:
B-175
Harianto Hardjasaputra & Antoni Halim
1. Strut and Tie Model dapat dijadikan model untuk perencanaan penulangan balok dengan banyak bukaan. Hasil penelitian menunjukkan balok dapat menahan gaya geser yang lebih besar dari gaya geser ultimit rencana. Hal ini menunjukkan perencanaan dengan Strut and Tie Model ada pada sisi aman. 2. Untuk pemasangan tulangan geser daerah sekitar bukaan terjadi konsentrasi tegangan yang besar, maka tulangan geser vertikal disekitar bukaan dipasang lebih banyak agar mampu memikul gaya yang lebih besar. 3. Penggunaan tulangan diagonal membantu meminimalkan retak yang terjadi. 4. Berdasarkan lendutan yang terjadi dari hasil penelitian, momen inersia efektif yang dapat diperhitungkan untuk menghitung besarnya lendutan pada balok ini adalah antara 15% - 32% dari momen inersia penampang utuhnya.
Tan, k., Mansur, M. (1996). Design Procedure for Reinforced Concrete Beams with Large Web Opening. ACI Structural Journal, 93 (4). 404-411.
Tan, k., Mansur, M. (1996).Reinforced Concrete T-Beams with Large Web Openings in Positive and Negative Moment Regions. ACI Structural Journal, 93 (4). 277-289. Xie & Patraikuni (2008). Innovations in structural Engineering and Construction. London: Taylor & Francis Group. Harianto Hardjasaputra (1987). Berűcksichtigung Des Dehnungszustandes Bei Der Querkraftbemessung Von Profilierten Stahlbeton – Und Spannbettonnträgern. Stuttgart : Institut fűr Massivbau der Universitat Stuttgart.
6. REFERENSI Hardjasaputra, H., Widjajakusuma, J., Dewobroto, W. Eksperimen Struktur Beton Untuk Pengembangan Metoda Perencanaan Tulangan Geser Pada Balok Lentur dengan Bukaan, Laporan Penelitian Jurusan Teknik Sipil Universitas pelita Harapan No. P-002FDTP/2007 Hardjasaputra, H., & Tumilar, S. (2002). Model Penunjang dan Pengikat (Strut- and Tie Model) pada Perancangan Struktur Beton. Jakarta: Universitas Pelita HarapanPress. Hottmann,H., & Schäfer, K. (1996). Bemessen von Stahlbetonbalken undwandscheiben mit öffnungen. Berlin: Deutscher Ausschuss Fűr Stahlbeton. Macgregor, J. (1997). Reinforced Concrete Mechanics and Design. 3rd edition. New Jersey: Prentice-Hall. McCormac, J. (2004). Desain Beton Bertulang. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
ISBN No. 978-979-18342-0-9
B-176