STUDI PENGARUH PASIR BESI TERHADAP KEKUATAN GESER BALOK BETON BERTULANG R. Djamaluddin1, A. A. Amiruddin2 1
Dosen, Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesa Email:
[email protected] 2 Dosen, Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Studi penelitian ini untuk mengetahui kemampuan balok beton bertulang yang menggunakan pasir besi sebagai pengganti sebagian agregat halus dan mengetahui pengaruhnya terhadap pola retak dan pola keruntuhan balok. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan dan perilaku balok beton dalam menahan gaya geser, membandingkan pola retak balok bertulang normal dengan balok bertulang pasir besi, dan membandingkan pola keruntuhannya. Pelaksanaan penelitian dengan membuat benda uji balok beton bertulang normal dan campuran dengan variasi 10%, 15%, dan 20% tanpa tulangan geser dengan spesimen balok ukuran 150 x 30 x 15 cm3. Jumlah sampel sebanyak 8 buah balok yang terdiri dari 2 balok normal, 2 balok pasir besi 10%, 2 balok pasir besi 15% dan 2 balok pasir besi 20%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan geser beton menurun secara linier seiring bertambahnya persentase pasir besi dalam beton berturut-turut adalah 3,85%, 11,54% dan 18,46%. Retak yang terjadi adalah retak geser lentur dan tipe keruntuhannya adalah keruntuhan tarik diagonal. Kata kunci: geser balok, beton bertulang, pasir besi , retak, runtuh.
1.
PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya pembangunan konstruksi, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan bahan dasar konstruksi, sehingga kita dituntut untuk mencari alternatif lain dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Salah satu pengembangan teknologi beton yang diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas beton adalah penggunaan material pasir besi sebagai agregat halus dalam campuran beton. Pasir besi di daerah Sulawesi Selatan dapat ditemukan di beberapa tempat, seperti di Selayar, Jeneponto dan Takalar dengan potensi total 3,4 Juta ton (Laporan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Makassar). Penelitian mengenai pemakaian pasir besi dalam bidang teknik sipil telah dilakukan oleh Taufiq Takdir, La Mido (2010) menyatakan bahwa penggunaan pasir besi sebagai agregat halus terhadap karakteristik asphalt concrete wearing course (AC-WC), menunjukan bahwa sifatsifat pasir besi pada umumnya memenuhi persyaratan agregat untuk digunakan dalam campuran aspal beton, namun penggunaan pasir besi memberikan nilai stabilitas yang lebih rendah dibandingkan penggunaan pasir sungai. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penggunaan pasir besi terhadap kemampuan geser beton dibandingkan dengan beton normal, dan bagaimana pola retak dan pola keruntuhan beton terhadap penggunaan pasir besi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh pasir besi terhadap kekuatan geser balok beton bertulang, membandingkan pola retak dan pola keruntuhan balok beton bertulang normal dengan balok beton pasir besi.
2.
PROGRAM EKSPERIMEN DAN DETAIL SPESIMEN
Pengujian ini menggunakan sampel balok dengan rasio bentang geser (a/d) < 1,5. Benda uji balok beton bertulang normal dan balok bertulang dengan penambahan pasir besi dengan variasi 10%, 15%, dan 20%. Balok uji sebanyak 8 (delapan) buah tanpa tulangan geser dengan spesimen balok ukuran 150 x 32 x 15 cm3. Variabel yang diambil terdiri dari 2 balok normal, 2 balok pasir besi 10%, 2 balok pasir besi 15% dan 2 balok pasir besi 20%. Digunakan tulangan tarik 3Ø12 mm, tulangan tekan 2Ø6 mm, dengan begel pengikat arah horizontal 1Ø6 mm masing-masing pada ujung balok. Desain benda uji dapat dilihat pada Gambar.1.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-77
Struktur
337.5
337.5
525
30
150
1200
150
1500
Gambar 1. Dimensi balok uji
Agregat Agregat kasar menggunakan batu pecah ukuran maksimum 20 mm, agregat halus menggunakan pasir ukuran maksimum 0,75 mm. Bahan baku aggregat diperoleh dari sungai Bili-Bili, Sulawesi Selatan. Pengujian sifat-sifat fisik agregat kasar dan agregat halus berdasarkan ASTM C33-03. Tabel 1 memperlihatkan sifat-sifat fisik agregat halus dan agregat kasar. Tabel 1. Sifat fisik agregat kasar dan agregat halus Sifat fisik Kadar lumpur Kadar organik Keausan Kadar air Berat volume: - Kondisi lepas - Kondisi padat Absorpsi Berat jenis spesifik: - Bj. nyata - Bj. dasar kering - Bj. Kering permukaan Modulus kehalusan
Agregat kasar 0,3% 37,82% 1,32%
Jumlah Agregat halus 2,8% No.1 3,45%
Pasir besi 1,52% No.1 1,75%
1,61 1,66 3,08%
1,43 1,47 2,88%
1,56 1,59 1,21%
2,66 2,46 2,54 6,66%
2,53 2,36 2,43 2,82%
4,64 4,39 4,44 0,99
Pasir besi Pasir besi adalah material alamiah yang berukuran pasir dengan komposisi material utamanya adalah mineral titanium magnetic, yang berasal dari hasil pelapukan batuan vulkanik tua. Karakterisik fisik pasir besi yaitu berwarna hitam kebiruan, permukaan butiran lebih halus, dan bentuk butirlonjong. Kandungan besi yang tinggi menyebabkan berat jenis dari pasir besi lebih tinggi dibandingkan dengan pasir alam lainnya misalnya pasir sungai, namun dari segi gradasi atau ukuran butiran pasir besi lebih seragam dan memiliki ukuran butiran yang lebih kecil dibandingkan dengan pasir sungai. Lihat Tabel 1 dan Gambar 2.
Gambar 2. Pasir Besi Berdasarkan hasil analisa kimia yang telah dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia Unhas, menunjukkan bahwa endapan pasir besi di pasisir pantai galesong utara memiliki unsur yang paling dominan adalah unsur besi, silika dan magnesium, lihat Tabel 2. Tabel 2. Komposisi umum oksida-oksida pasir besi Nama Oksida Utama Besi
S-78
Rumus Empiris Fe2O3
Kadar Rata-Rata (%) 67,203
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
SiO2 MgO
Silika Magnesium
24,116 5,12
Mix design Dari hasil perhitungan dan uji coba mix design dengan menggunakan metode development of environment (DoE) diperoleh komposisi agregat untuk beton normal. Dari komposisi beton normal tersebut dibuat komposisi beton pasir besi sesuai dengan jumlah reduksi volume beton oleh penambahan Pasir besi dapat dilihat pada Gambar 3. BATAS Y1, 3/4, 100 GABUNGAN, 3/4,3/4, 100 BATAS Y2, 100.00 BATAS Y2, 3/8, 75 GABUNGAN, 3/8, BATAS53.22 Y2, 4, 48 BATAS Y2, 8, 42 BATAS Y1, 3/8, 45 GABUNGAN, 4, GABUNGAN, 8, BATAS Y2, 16, 34 30.81 BATAS Y2, 30, 27 29.89 16, GABUNGAN,GABUNGAN, 30, BATAS BATAS Y1, 8, 23 Y1, 4, 30 28.83 26.29 BATAS Y2, 50, 12 BATAS Y1, 16, 16 GABUNGAN, 50, BATAS Y1, 30, 9 GABUNGAN, BATAS Y2, 100, 2 100, 10.62 0.76 BATAS Y1, 50, 2 BATAS Y1, 100, 0
O L N S R E P
No. SARINGAN BATAS Y1
BATAS Y2
GABUNGAN
Gambar 3. Grafik gradasi penggabungan agregat
Setup pengujian balok Setup pengujian balok seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Pengujian balok bertulang dilakukan dengan four point bending test dengan pembebanan secara monotonic hingga balok runtuh. Balok diletakkan diatas tumpuan sederhana, sendi-roll. Kemudian pembagi beban diletakkan ditengah-tengah balok. Dari tengah pembagi beban dihubungkan dengan hidrolik jack yang menumpu pada balok portal. Bagian permukaan balok digosok dengan batu asah hingga halus kemudian diberi grid dengan spasi 5 cm arah vertikal dan horizontal. Pada bagian tengah dan titik beban dipasang dial untuk mengukur lendutan yang terjadi. Pembacaan beban dilakukan setiap interval 4 KN. Retakan yang terjadi diukur panjangnya serta lebarnya dengan alat loup. Hidraulick jack Load cell Actuator frame
Load indicator
Balok Pin suporting
Dial gauge
Hidraulick Pump
Gambar 4. Setup pengujian balok
3.
MEKANISME KEGAGALAN GESER BALOK BETON
Analisa lendutan pada balok Hubungan beban-defleksi balok beton bertulang pada dasarnya dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinier sebelum terjadi rupture, lihat Gambar 5: a. b. c.
Daerah I : taraf pracetak, dimana batang-batangnya strukturalnya bebas retak. Daerah II : Taraf pascaretak, dimana batang-batang struktural mengalami retak-retak terkontrol yang masih dapat diterima, baik distribusinya maupun lebarnya. Daerah III : Taraf pasca-serviceability, dimana tegangan pada tulangan tarik sudah mencapai tegangan lelehnya.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-79
Beban
Struktur
D e f le k s i ?
Gambar 5. Hubungan beban-defleksi pada balok
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Slump Pengukuran slump digunakan sebagai alat pengukur tingkat kekentalan adukan dari beton yang dapat menggambarkan kemudahan pengerjaan dari beton. Adapun hasil pengukuran lengkap pengukuran slump pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil yang diperoleh dari pengukuran nilai slump untuk beton dengan jumlah pasir besi berturut-turut 0%, 10%, 15%, dan 20% sebesar 11,0 cm, 11,8 cm, 12,6 cm, dan 13,0 cm. Pengujian ini menunjukkan bahwa nilai slump terbesar pada beton dengan jumlah pasir besi 20%, dan nilai slump terkecil pada beton dengan jumlah pasir besi 0% (beton normal). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pasir besi dalam campuran beton akan menurunkan tingkat kekentalan dari beton tersebut. Penurunan ini disebabkan karena pasir besi memiliki permukaan yang licin menyebabkan sulitnya pasta semen untuk mengikat butiran pasir besi bersamasama dengan agregat, pasir besi juga memiliki absorpsi yang rendah yang menyebabkan terjadinya kelebihan air pada campuran beton
Hasil pengujian kekuatan beton Pengujian kekuatan beton dilakukan di laboratorium dengan mesin UTM kapasitas 2000 kN. Dari pengujian yang dilakukan di simpulkan bahwa semakin banyak penambahan pasir besi pada beton maka semakin kecil kekuatan yang dihasilkan, baik itu kekuatan tekan beton maupun kuat tarik beton. Penurunan kuat beton disebabkan beberapa hal yaitu dari segi gradasi dan tekstur permukaan, pasir besi termasuk material bergradasi seragam yang tertahan hanya pada saringan no.50 dan 100 sehingga terjadi rongga di dalam strukur agregat, sedangkan tekstur pemukaan pasir besi yang licin dan cenderung bulat melemahkan gaya ikat (interlock) antar agregat seingga berkontribusi terhadap penurunan kuat tekan. Hasil pengujian kekuatan beton umur 28 hari dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengujian kekuatan beton Umur 28 Hari Kuat Tekan (MPa) Kuat Tarik Belah (MPa) Kuat Geser (MPa)
0% 10% 84.69 59.84 35.90 26.43 130 125
15% 71.28 30.88 115
20% 86.06 36.41 106
Kemampuan geser balok beton Uji kuat geser dilakukan pada balok dengan umur 28 hari. Rekapitulasi hasil pengujian kuat geser dapat dilihat pada Tabel 9. Dari hasil pengujian diperoleh hubungan nonlinear antara PU terhadap penambahan butiran pasir besi. Dari persamaan garis diperoleh bahwa kuat tarik geser beton pada saat retak miring pertama, dimana merupakan awal dari keruntuhan balok berturut-turut berkurang sebesar 3,85%; 11,54%; 18,40%, lihat Gambar 7. Hal ini terjadi karena keberadaan pasir besi dalam beton menurunkan daya lekat agregat (interlock). Tabel 6. Rekapitulasi perhitungan kuat geser Benda uji BN BPB 10% BPB 15% BPB 20%
S-80
Beban geser (Pu) Eksperimental (KN) 130 125 115 106
Reduksi kuat geser (%) 0 3.85 11.54 18.46
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Series2, Series2, 0%, 13010%, 125
Series2, 15%, 115
Series2, 20%, 106
at R -
) N (K
aeR ltim U P
Kadar Pasir Besi (%)
Gambar 7. Hubungan antara kadar pasr besi dan PU
Kurva beban-defleksi Pengujian balok beton bertulang ini untuk mengetahui kemampuan balok dalam memikul beban. Pembacaan dial gauge untuk pengujian balok dilaksanakan setiap pembebanan 4 kN. Gambar 8 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi retak miring pertama pada beton, kurva beban-defleksi meningkat secara linear. Setelah retak, kurva meningkat secara nonlinear sampai beban mencapai maksimum. Persentase penurunan lendutan dilihat dari kondisi batas secara berturut-turut yaitu 57,01%; 60,48%; 63,91%. Tabel 7, menunjukkan rekapitulasi besarnya lendutan pada saat terjadi retak. Tabel 7.Rekapitulasi lendutan balok Kode Balok Pcrack (kN) ∆ BN 56 10 % 32 32 15% 20 % 28
(mm) P ields (kN) ∆ 118.5 76 93.75 68 89 64 0.985 52
(mm) 1.670 1.995 1.780 2.010
P ult (kN) 130 125 115 106
∆
(mm) 9.490 4.080 3.750 3.425
BN BPB10% BPB15% BPB20%
Pcrack Pyield Pult
) N (K an eb B
Lendutan (10-3 mm)
Gambar 8. Kurva beban-defleksi balok uji
Pola retak dan keruntuhan balok Pola retak balok normal (BN) Seiring dengan bertambahnya beban, terbentuk retak miring di daerah bentang geser dan pertambahan panjang retakan lentur semakin kecil. Pada balok BN, retak pertama (Pc) terjadi rata-rata pada saat beban 56 kN ditandai dengan retak lentur dimana pada saat beban ultimat lebarnya bertambah 0,39 mm dan panjangnya 19,1 cm. Retak miring (Py) pertama kali terdeteksi pada awalnya merupakan retak lentur pada saat beban sebesar 76 kN, dimana pada saat beban ultimate lebarnya menjadi 0,77 mm dan panjang 36,1 cm. Retakan yang menjadi penyebab keruntuhan terjadi pada beban ultimate sebesar 126 kN. Retakan yang terjadi pada balok beton normal adalah retak geser lentur (flexural shear crack), dan keruntuhannya adalah keruntuhan tarik diagonal (diagonal tension failure). Pola retak balok BN-1 dan BN-2 dapat dilihat pada Gambar 9.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-81
Struktur
Pc = 56kN P y = 120kN P ult = 132kN
(a)
Pc = 56kN P y = 120kN P ult = 128kN
(b)
Gambar 9. (a) Pola retak BN-1, (b) Pola retak BN-2
Pola retak balok pasir besi 10% Retak awal yang muncul adalah jenis retak lentur pada tengah bentang, yang semakin kecil dengan bertambahnya beban pada saat munculnya retak miring. Pada kedua sampel balok BPB 10%, retak pertama (Pc) terjadi pada beban 32 kN, dimana pada saat beban ultimate lebarnya 0,28 mm dan panjangnya 15,55 cm. Retak miring (Py) pertama kali terdeteksi pada awalnya merupakan retak lentur pada beban 68 kN, dimana pada saat beban ultimate lebarnya bertambah 2,34 mm dan panjang 24,5 cm. Retakan yang menjadi penyebab keruntuhan terjadi pada beban ultimate sebesar 125 kN. Retakan yang terjadi pada balok BPB-10% adalah retak geser lentur (flexural shear crack), dan keruntuhannya adalah keruntuhan tarik diagonal (diagonal tension failure). Pola retak balok BPB10%-1 dan BPB10%-2 dapat dilihat pada Gambar 10. Pc = 36 kN P y = 76 kN P ult = 126 kN
8 9
10
Pc = 28 kN P y = 60 kN P ult = 124 kN
6
3
(a) 2
5
4
1
12
3
4
1
6
5
8
2
11
7
(b)
9
7
Gambar 10. (a) Pola retak BN-1, (b) Pola retak BN-2
Pola retak balok pasir besi 15% Retakan dominan timbul di tengah bentang pada daerah lentur. Pada kedua sampel balok BPB 15%, retak pertama (Pc) terjadi pada beban 32 kN, pada saat beban ultimate lebarnya 0,14 mm dan panjangnya 12,2 cm. Retak miring (Py) pertama kali terdeteksi pada awalnya merupakan retak lentur pada beban 64 kN, pada saat beban ultimate lebarnya bertambah menjadi 0,44 mm dan panjang 12,05. Retakan yang menjadi penyebab keruntuhan terjadi pada beban ultimate sebesar 115 kN. Retakan yang terjadi pada balok BPB 15% adalah retak geser lentur (flexural shear crack), dan keruntuhannya adalah keruntuhan tarik diagonal (diagonal tension failure). Pola retak balok BPB15%-1 dan BPB15%-2 dapat dilihat pada Gambar 11. Pc = 32kN P y = 68 kN P ult = 116kN
Pc = 32kN P y = 60 kN P ult = 114kN
7
11 10
6
2 5 4
1
9
(a)
3
7
8
8 1
3
5
2
4
6
(b)
Gambar 11. (a) Pola retak BN-1, (b) Pola retak BN-2 S-82
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Pola retak balok pasir besi 20% Retak awal yang muncul adalah jenis retak lentur pada tengah bentang. Pada balok BPB-20%, retak pertama (Pc) terjadi pada beban 28 kN, pada saat beban ultimate lebarnya 0,21 mm dan panjangnya 27,8 cm. Retak miring (Py) pada sampel BPB-20% tidak terdeteksi hingga balok mengalami keruntuhan. Retakan yang menjadi penyebab keruntuhan terjadi pada beban ultimate sebesar 106 kN yang menyebabkan terjadinya retak miring (Py) dengan lebar 7,5 mm dan panjang 45,3 cm. Retakan yang terjadi pada balok BPB-20% adalah retak geser lentur (flexural shear crack), dan keruntuhannya adalah keruntuhan tarik diagonal (diagonal tension failure). Pola retak balok BPB20% dapat dilihat pada Gambar 12. Rangkuman karakteristik retak dan keruntuhan benda uji balok normal dan balok pasir besi dapat dilihat pada Tabel 8.
Pc = 28 kN P y = - kN P ult = 106kN
Pc = 28kN P y = 52kN Pm ax= 148kN 4
(a)
2 3
1
5
4
6
5 6
2
1
3
(b)
Gambar 12. (a) Pola retak BN-1, (b) Pola retak BN-2 Tabel 8. Karakteristik retak dan keruntuhan balok Sampel Jumlah retak utama (bh) Panjang retak (cm) lebar retak (cm) BN-1 8 55.30 1.48 BN-2 8 38.80 1.20 11 40.30 0.48 BPB 10%-1 BPB 10%-2 9 35.60 0.7 9 28.60 1.2 BPB 15%-1 8 40.90 1.02 BPB 15%-2 6 48.70 1.1 BPB 20%-1 BPB 20%-2 6 44.50 1.2
4.
Jenis retak Retak geser lentur Retak geser lentur Retak geser lentur Retak geser lentur Retak geser lentur Retak geser lentur Retak geser lentur Retak geser lentur
Jenis keruntuhan Tarik diagonal Tarik diagonal Tarik diagonal Tarik diagonal Tarik diagonal Tarik diagonal Tarik diagonal Tarik diagonal
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang pengaruh penambahan pasir besi terhadap kekuatan balok beton bertulang yang dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dapat diperoleh beberapa kesimpulan: 1. Penggunaan pasir besi sebanyak 10%, 15%, dan 20% pada campuran beton normal akan menurunkan kuat geser balok beton bertulang, secara berturut-turut sebesar 10,26%, 25,64%, dan 38,46% terhadap kuat geser ultimate rata-rata beton normal. 2. Penggunaan pasir besi sebanyak 10%, 15%, dan 20% pada campuran beton normal akan menurunkan kuat tekan beton bertulang, secara berturut-turut sebesar 39,23%, 56,94%, dan 84,69% terhadap kuat tekan rata-rata beton normal. 3. Penggunaan pasir besi sebanyak 10%, 15%, dan 20% pada campuran beton normal akanmenurunkan kuat tarik belah beton bertulang, secara berturut-turut sebesar 18%, 25,28%, dan 35,90% terhadap kuat tarik belah rata-rata beton normal. Pada balok beton pasir besi didapatkan bahwa semakin banyak kandungan pasir besi dalam beton semakin berkurang jumlah retaknya. Pada pengamatan panjang retak pada kondisi batas didapatkan bahwa semakin banyak kandungan pasir besi dalam beton, retakan yang terjadi adalah retak geser lentur dan keruntuhannya adalah keruntuhan tarik diagonal
DAFTAR PUSTAKA Akkas, Abdul Madjid, 1996, Rekayasa Bahan / Bahan Bangunan, Jurusan Sipil, Makassar. American Standard for Testing and Material, 2003, Annual Book of ASTM. Concrete and Aggregates, Volume 04.02. US and Canada.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-83
Struktur
Departemen Pekerjaan Umum 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dengan Standar SK SNI 03-2847-2002, Badan Standarisasi Nasional. Ferguson, P.M. 1986. Dasar-dasar Beton Bertulang Versi SI edisi ke empat (Terjemahan Budianto Sutanto dan Kris Setianto). Erlangga. Jakarta Mulyono, T., 2003, Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta. Nawy, Edward G., 1998. Beton Bertulang (Suatu Pendekatan Dasar), Penerbit PT. Rafika Aditama, Bandung Pauly, T., Park, R. 1993, Reinforced Concrete Structures, John Wiley & Sons, A Wiley –Interscience Publication, New York. Purwono, R; Tavio; Imran, I; Raka, G.P., 2007. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung [SNI 03-2847-2002] Dilengkapi Penjelasan [S-2002], Penerbit ITSpress, Surabaya. Sunggono, V, 1995. Buku Teknik Sipil, Penerbit NOVA Bandung 1995. Wang, Chu Kia dan Salmon, Charles G., 1990. Desain Beton Bertulang, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta. Wiryanto Dewobroto, 2005, Simulasi Keruntuhan Balok Beton Bertulang Tanpa Sengkang Dengan ADINATM, Procceding Seminar Nasional “Rekayasa Material dan Konstruksi Beton 2005”, Jurusan Teknik Sipil ITENAS, Bandung. Moe’tamar, Eksplorasi Umum Pasir Besi di Daerah Kabupaten Jenneponto Provinsi Sulawesi Selatan, Proceeding Pemaparan “Hasil-Hasil Penelitian Lapangan dan Non-Lapangan”, Pusat Sumber Daya Geologi, Makassar. Falah, Darwis M.dkk, 1991, Laporan Penyelidikan Geologi Terpadu untuk Pengembangan Propinsi Sulawesi Selatan, Departemen Pertambangan dan Energi Propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Ujung Pandang.
S-84
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011