Studi Pengaruh Korosi Terhadap Jembatan Beton Bertulang Herry Henry Roberth(1), I Gusti Putu Raka(2), M. Sigit Darmawan(3), Iman Wimbadi(4) Mahasiswa S2 Bidang Keahlian Teknik Struktur Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS(1) Telp. 081343011982 e-mail:
[email protected] atau
[email protected] Dosen Pascasarjana Bidang Teknik Struktur Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS(2),(3),(4) Pengaruh korosi pada struktur beton bertulang Abstrak dari klorida dapat menyebabkan keruntuhan. Hal ini dapat dihindari dengan disediakannya kerangkakerja (framework) yang dapat memperkirakan kinerja struktur beton bertulang yang terkena pengaruh korosi sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan. Kerangkkerja dimaksud merupakan gabungan antara model struktur, model pembebanan dan model korosi kemudian dianalisis kapasitas sebelum dan sesudah terkena pengaruh korosi. Model pembebanan dari AASTHO-LRFD-1998 dan RSNIT-02-2005. Variasi selimut beton, p=25 mm (kritis) dan 55 mm (syarat SNI). Ratio air-semen, w/c=0.40 dan w/c=0.50. Jembatan ditentukan berdasarkan hasil perencanaan standard dari Departemen PU dimana bentang 12 000 mm dipakai b=400 mm dan h=1000 mm. Dengan variabel interval waktu 10 tahun dalam selang waktu 50 tahun, maka waktu rerata umur struktur masih diatas 25 tahun untuk lentur dan lebih dari 20 tahun untuk geser pada tiap variasi selimut beton dan ratio air-semen. Untuk pembebanan menurut AASTHO, kapasitas lentur dan geser dengan selimut beton, p=55mm dan ratio air-semen, w/c=0.40 masih aman selama selang waktu 50 tahun sedangkan pembebanan menurut RSNI dapat mencapai > 40 tahun (42 tahun). Beban hidup berdasarkan RSNI menghasilkan momen lentur dan kuat geser yang lebih kecil sehingga diperoleh luasan tulangan lentur yang lebih kecil dan juga jarak tulangan geser yang lebih besar dibandingkan AASTHO. Dibuktikan bahwa selimut beton, p=55mm menghasilkan struktur masih aman dan lebih naik dengan life time lebih lama dibanding p=25mm. Demikian juga ratio air-semen, w/c=0.40 menghasilkan struktur masih aman dan lebih baik dengan life time lebih lama dibanding w/c=0.50. Key Words : Pemodelan, Korosi, Beton Bertulang, AASTHO, RSNI, Jembatan
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tiap struktur beton dapat terkena pengaruh korosi terutama untuk struktur yang tidak terlindung atau dekat dengan laut seperti Indonesia yang memiliki garis pantai sekitar 74.000 km. Hal ini dikarenakan sebagian bangunan yang dibangun berdekatan dengan laut. Pengaruh air laut terhadap komponen struktur bangunan beton bertulang menyebabkan terjadi karatan atau korosi pada tulangannya. Berkurangnya kinerja struktur disebabkan korosi pada tulangan, mengakibatkan diameter tulangan berkurang sehingga luas tulangan tersisa lebih kecil dari luas tulangan mula-mula. Berdasarkan perkiraan para ahli, kerusakan akibat korosi di Indonesia dapat mencapai 1.5% dari GNP, bahkan khusus untuk industri minyak kerusakan dapat mencapai 15% dari nilai instalasinya (Darmawan M.S., 2006). Stewart M.G., (2004), menyatakan korosi pada struktur beton bertulang dapat berakibat pada segi pelayanan (serviceability) dan jika tidak dilakukan
perawatan atau pencegahan dengan perbaikan pada struktur maka akan menyebabkan keruntuhan. Hal ini dapat dihindari dengan disediakannya kerangkakerja (framework) yang memperkirakan kinerja struktur sebelum dan sesudah terkena pengaruh korosi sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan. Kerangkakerja dimaksud adalah gabungan antara model struktur, model pembebanan dan model korosi yang dianalisis terhadap kuat lentur dan geser. Dalam penelitian ”Studi Pengaruh Korosi Terhadap Jembatan Beton Bertulang” ini akan dibuat model korosi beton bertulang pada komponen struktur balok jembatan. Penggunaan model kinerja struktur pada penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi besar dalam industri konstruksi. 1.2. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang ditelaah dalam penelitian ini meliputi : a) Bagaimana memodelkan struktur dan model beban yang bekerja; b) Bagaimana merumuskan model korosi untuk tulangan balok; c) Bagaimana mengetahui efek korosi terhadap kekuatan balok; d) Bagaimana memasukkan ketidaktentuan variabel (kecepatan korosi, faktor air-semen, mutu beton dan selimut beton) yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja struktur; e) Bagaimana mengetahui kinerja struktur yang terkena pengaruh korosi. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian a) Memodelkan struktur dan model beban yang bekerja pada struktur; b) Merumuskan model korosi untuk tulangan balok; c) Mengetahui efek korosi terhadap kekuatan balok; d) Memasukkan ketidaktentuan variabel (kecepatan korosi, faktor air-semen, mutu beton dan selimut beton) yang merupakan faktor pengaruh kinerja struktur; e) Mengetahui kinerja struktur yang terkena pengaruh korosi. 1.4. Batasan Permasalahan Batasan permasalahan dalam penelitian ini, dibatasi pada : a) Menggunakan pendekatan metematik yang bersifat deterministik; b) Pengaruh korosi hanya akibat klorida; c) Material beton merupakan beton normal tanpa bahan additif dimana elemen balok dan pelat mutu sama; d) Jenis korosi terjadi diasumsikan merupakan korosi seragam (uniform corrosion) dimana icorr ditetapkan; e) Retak tidak ditinjau; E-1
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
Keandalan struktur dievaluasi terhadap kapasitas lentur dan geser serta lendutan; g) Pembebanan berdasarkan RSNI T-02-2005 dan AASTHO-LRFD-1998 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan serta Desain Struktur Beton menggunakan SNI T-12-2004; h) Balok gelagar jembatan yang ditinjau dan dievaluasi yaitu balok beton bertulang yang terkena pengaruh korosi (bukan suatu sistem). 1.5. Manfaat Penelitian Merupakan suatu studi untuk dapat menentukan kinerja struktur beton bertulang pada elemen struktur balok jembatan dalam selang waktu 50 tahun. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Korosi pada Struktur Bangunan • Pengertian Korosi Korosi merupakan proses alami yang terus berlangsung seiring waktu terutama didaerah pengaruh korosi tinggi (lingkungan agresif). Menurut Cantrell A., (2002), karbonat (O2) dan ion klorida (Cl-) turut mempengaruhi terjadinya proses korosi (Gambar 1 dan 2.).
a. Initiation (inisiasi) yaitu waktu dimana proses masuknya ion klorida (Cl-) kedalam beton hingga mencapai tulangan dan terakumulasi sampai mencapai konsentrasi tertentu hingga terjadi korosi. Pada waktu terjadi korosi inisiasi, tulangan masih tetap utuh sehingga tidak berpengaruh terhadap kekuatan struktur (lihat Gambar 3). S t ructu ra l C apaci ty
f)
Time Initiation Propagation stage stage Gambar 3. Kinerja struktur akibat pengaruh korosi (Darmawan M.S., 2006) b. Propagation (propagasi) yaitu korosi pada tulangan menyebabkan pengurangan luas tulangan (metal loss) sehingga terjadi penurunan kekuatan struktur (Gambar 3). Proses korosi alami terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama (> 5 tahun), maka sebagian besar penelitian tentang korosi menggunakan cara korosi yang dipercepat (accelerated corrosion test). Akan tetapi pada kondisi ekstrim, kecepatan korosi alami dapat mencapai 40 µA/cm2. Bahkan Andrade C. dan Alonso C. (1994) serta Millard (1993) mendapatkan dari hasil penelitian bahwa kecepatan korosi alami, icorr dapat mencapai 100 µA/cm2 atau setara dengan 1,160 µm/year. •
Gambar 1. Skema korosi pada beton dengan faktor airsemen rendah (Cantrell A., 2002)
Gambar 2. Skema korosi pada beton dengan faktor airsemen tinggi (Cantrell A., 2002) Karbonat dan ion klorida masuk dan berbauran melalui selimut beton hingga mencapai lapisan pasif tulangan dan berproses hingga terjadi suatu reaksi elektrokomia. Proses korosi ini meningkat dari dalam selimut beton hingga mencapai lapisan pelindung tulangan (terjadi korosi tulangan beton). Gambar 1 menunjukkan dengan faktor air-semen yang rendah berarti mutu beton tinggi sehingga perlindungan terhadap tulangan lebih baik; sebaliknya dengan Gambar 2 lebih kecil. Stewart M.G. dan Rosowsky D.V., (1998), berkesimpulan proses pengrusakan akibat korosi pada tulangan terdiri dari dua tahapan, yaitu: E-2
Korosi dan Akibatnya pada Struktur Bangunan Korosi batang tulangan pada struktur beton bertulang adalah penyebab utama dari pengrusakan struktural. Awal korosi dari retak membujur yang berhubungan pengelupasan selimut beton (secara umum). Korosi sebagian diawali pencemaran ion klorida (Cl-), selimut beton (p) yang tidak memenuhi syarat atau kualitas beton rendah. Stewart M.G., (2004), juga menyatakan rendahnya kwalitas pekerjaan beton menghasilkan beton yang tidak padat dan tebal selimut yang tidak memenuhi peraturan dan persyaratan teknis. Tebal selimut beton tidak sesuai dan beton yang tidak padat akan memungkinkan kadar garam (chlorida) dari air laut masuk kedalam beton sampai ke tulangan kemudian berakumulasi hingga konsentrasi tertentu dan menghancurkan lapisan perlindungan pasif tulangan. Beton dengan sifat alkali tinggi (pH≈12-13) memungkinkan terbentuk lapisan pelindung pada tulangan (Darmawan M.S., 2006). Selama lapisan pelindung pasif tidak rusak, tulangan relatif aman dari korosi. • Model Korosi Korosi Inisiasi Korosi inisiasi : proses masuknya ion klorida (Cl-) kedalam beton hingga mendekati tulangan dan terakumulasi hingga mencapai konsentrasi tertentu dan terjadinya korosi. Saat terjadi korosi inisiasi, tidak ada pengurangan kekuatan struktur. Stewart M.G. & ISBN : 978-979-18342-3-0
a. Kecepatan Korosi ; b. Ratio Air-Semen, w/c ; c. Mutu Beton (f’c) ; d. Selimut Beton (p)
Kecepatan korosi, icorr(1), µA/cm2
Rosowsky D.V., (1998), proses korosi inisiasi dimodelkan berdasarkan Hukum Fick Kedua (Fick’s Second Law). Korosi Propagasi Korosi propagasi : proses masuknya ion klorida (Cl-) menembus lapisan pasif tulangan sehingga menyebabkan penurunan kekuatan struktur. Korosi propagasi dibagi dua model: korosi setempat (pitting corrosion) dan korosi seragam (uniform corrosion). Thoft-Christensen P. & Hansen H.I., (1994) menganggap korosi terjadi pada seluruh permukaan tulangan secara seragam (uniform). Sedangkan Val D.V. & Melchers R.E., (1997), serta Vu K.A.T. & Stewart M.G., (2000), berpendapat secara setempat (pitting).
4,00
3,00
2,00
1,00 30
luasan tersisa
35
40
45
50
55
60
Selimut Beton, p (mm)
w/c=0.40
w/c=0.45
Gambar 6. Grafik hubungan icoor dengan selimut
Do
1 µA/cm2 = 11.6 µm/thn (a). Korosi Seragam Thoft-Christensen & Hansen (1994)
Do
Kecepatan Korosi, icorr(1) (µA/cm2)
b) pitting corrosion a (pit-depth)
(b). Korosi Setempat luas tersisa Val & Melchers (1997) dan Vu & Stewart (2000)
Gambar 4. Model korosi tulangan (Darmawan M.S.) Korosi Seragam (Uniform/General Corrosion)
p=30m m p=35m m p=40m m p=45m m p=50m m p=55m m p=60m m
4,00
3,00
2,00
1,00 0,40
∆D(T)/2
0,45
0,50
Ratio Air-Semen, w/c
Gambar 7. Grafik hubungan icoor dengan ratio air-semen ∆D(T)/2 Do
Gambar 2.5. Uniform Corrosion Model (Stewart M.G) Model korosi Val D.V. & Melchers R.E., (1997): ∆D(T)/2 = 0.0232 icorr T .............................. (1) Sedangkan luas tulangan total Ast yang tersisa dalam waktu tertentu T (general corrosion), Ast(T) = 1 n π (D 0 − 2 Pav )2 ........................ (2) 4 Subtitusikan Persamaan 4a dan 4b, diperoleh: Ast(T) = 1 n π (D 0 − 0 . 0232 i corr T )2 ….... (3) 4 Kecepatan Korosi (icorr) Vu K.A.T. & Stewart M.G., (2000) rumuskan model kecepatan korosi secara tetap (tidak dipengaruhi waktu),
i corr
w 37 . 8 1 − c (1 ) = p
2.3. Model Struktur dan Model Pembebanan • Model Struktur Model struktur dalam penelitian ini berupa struktur balok beton bertulang dengan tumpuan sederhana jembatan diaplikasikan (Gbr.8). balok beton bertulang B
A
L Gambar 8. Model struktur balok beton bertulang ditinjau Model Pembebanan Beban-beban yang bekerja pada struktur balok secara umum berupa beban mati (berat sendiri struktur) dan beban hidup. Prosedur dan asumsi mengikuti peraturan (code) dan spesifikasi (Nowak A.S. & Collins K.R., 2000).
•
2.4. Analisis Lentur dan Geser Dengan dan Tanpa Pengaruh Korosi
− 1 . 64
......... (4)
2.1. Variabel Yang Berpengaruh Menurut para ahli dalam penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi terjadinya proses korosi, diantaranya:
• Analisis Kapasitas Lentur (Balok Tulangan Ganda) Momen Nominal Tanpa Pengaruh Korosi Apabila : As’ sudah leleh, Mn = ( As − As ') f y d −
a + As ' f y (d − d ') … (5) 2
Apabila : As’ belum leleh, E-3
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
Mn = ( As − As ') f y d −
a + As ' f s ' (d − d ') …. (6) 2
1 a Mn(T) = 1nπ(D −0.0232 icorrT)2 − nπ(D0'−0.0232 icorrT)2 fyd− 0 4 4 2
4
+ 1 nπ(D0 '−0.0232icorrT)2 fs '(d − d') …. (7)
1 a Mn(T) = 1nπ(D −0.0232 icorrT)2 − nπ(D0'−0.0232 icorrT)2 fyd− 0 4 4 2
+ 1 nπ ( D '−0.0232i T ) 2 f (d − d ') …... (8) corr 0 y
Mu ≤ φMn tanpa korosi ……………….…. (9) Mu ≤ φMn(T) dengan korosi ……...……. (10) bilamana, Mu < φMn (safe) ……..………….…….…. (11) Mu > φMn (fail) …………………..……... (12) Mu < φMn(T) (safe) ……..………………. (13) Mu > φMn(T) (fail) ……...……….…,……. (14) Analisis Kapasitas Geser
Menurut SNI-T-12-2004 Pasal 5.21 hal. 31, Kuat Geser Rencana, φVn : φVn > Vu ..................,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,.............. (15) dimana, Vu : gaya geser terfaktor akibat beban (N) Sedangkan Kapasitas Geser Nominal, Vn dirumuskan: Vn = Vc + Vs ...... SNI-T-12-2004 Psl. 5.2.1 .... (16) Kuat Geser yang disumbangkan beton,
' f c b w d ... SNI-T-12 Psl. 5.2.4 ..... (17) 6
Vc =
Kuat Geser dari Tulangan tanpa Korosi, Vs =
Av ⋅ f y ⋅ d s
... SNI-T-12 Psl. 5.2.6 ...... (18)
Dengan demikian diperoleh Kuat Geser Nominal, Vn (dari Pers. 16), menjadi:
Vn =
s
….. (22)
Vu ≤ φVn tanpa korosi ……………..……. (23) Vu ≤ φVn(T) dengan korosi …………...…. (24) jika,
Vu < φVn (safe) dan Vu > φVn (fail) …. (25) Vu < φVn(T) (safe) dan Vu > φVn(T) (fail) ... (26)
•
Lendutan
1 L …………,,,,,,,,,,,,….….. (27) 800
Lendutan Yang Terjadi, δT = δ1 + δ2 …,,,,,,………. (28) dimana, Lendutan akibat beban hidup merata (δ1) q ⋅ L4 δ1 = 5 ⋅ h …………,,,,,,,,,,,,,,,,,,….. (29) 384 EI Lendutan akibat beban hidup terpusat (δ2) F ⋅ a ⋅ 3l 2 − 4 a 2 δ2 = ∑ …….,,,,,……. (30) 48 ⋅ EI
(
Sesuai dengan syarat:
•
+
Lendutan Ijin, δi =
Apabila, As’ sudah leleh,
4
2
Dari hasil yang diperoleh periksa sesuai syarat SNI T-122004 Pasal 5.2.1 hal. 31:
Momen Nominal Dengan Pengaruh Korosi : Apabila : As’ belum leleh,
2 ⋅ 14 ⋅ π (D0 − 0.0232icorrT ) ⋅ f y ⋅ d
A ⋅ fy ⋅d ' f c + v ......... (19) bwd s 6
)
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Prosedur Penelitian Melakukan studi literatur tentang korosi pada struktur beton bertulang, model korosi, model struktur dan pembebanan untuk jembatan. Membuat model struktur balok dan model pembebanan untuk jembatan serta merumuskan model korosi pada balok beton bertulang. Menganalisa kapasitas struktur balok jembatan terhadap lentur dan geser dengan memasukkan faktor variabilitas yang berpengaruh pada sruktur sebelum dan sesudah terkena pengaruh korosi. Melakukan analisa dan desain struktur terhadap penggabungan model struktur, model pembebanan dan model korosi yang telah dipadukan secara matematis kemudian model paduan tersebut diuji secara deterministik dan non deterministik.
3.2. Parameter Penelitian Parameter penelitian terdiri dari variabel yang bersifat deterministic dan random : Variabel deterministik : Panjang bentang (L) Variabel non deterministik : Model korosi ; Beban mati (berat sendiri) ; Beban hidup (traffic load) ; Mutu beton ( fc’ ) ; Mutu baja ( fy ) ; Selimut beton (p) ; Ratio air-semen (w/c)
Kuat Geser Tulangan dengan korosi,
2⋅ 14 ⋅ π(D0 − 0.0232icorrT ) ⋅ f y ⋅ d 2
Vs(T) =
s
....... (20)
Kuat Geser Nominal dengan Korosi, Vn(T) = Vc + Vs(T) ............................................. (21) fc ' = b ⋅ d 6 w
E-4
ISBN : 978-979-18342-3-0
3.3. Diagram Alir Proses Penelitian Model Beban Rencana dan Desain Balok Beban Mati
start
asphalt Studi Literatur
pelat
4.
balok
Membuat Model Struktur: 5. Balok diatas Dua Tumpuan
B
A
6.
L = 12m
Membuat Model Pembebanan: Beban Mati dan Beban Hidup
Merumuskan Model Korosi Untuk Tul. Gelagar Jemb. Analisis Variabel Yang Berpengaruh : model korosi, icorr, w/c, p, fc’
Analisis Beban Yang Bekerja
Merumuskan Efek Korosi terhadap Balok: Mn(T) dan Vn(T)
Analisis Momen dan Gaya Geser yang bekerja pada Balok: Mu dan Vu
Analisis Kapasitas Balok Girder dengan dan o Lentur tanpa korosi o Geser
Gambar 12. Beban mati yang bekerja Beban mati yang bekerja, (q1) = 1.9092 t/m Momen akibat beban mati yang bekerja (M1), M1 = (1/8) qa L2 = 34.3656 t.m Beban Hidup (AASTHO-LRFD-1998) Momen yang bekerja akibat beban hidup kendaraan untuk pembebanan AASTHO sebesar: M2 = GDF x M2 = 0.5260 x 76.14 = 40.0640 t.m Sehingga momen total yang bekerja, Mu : Mu = 1,167,581,020 N.mm Beban Hidup (RSNI T-02-2005) Momen yang bekerja akibat beban hidup kendaraan untuk pembebanan RSNI sebesar: M2 = GDF x M1 = 0.5260 x 57.36 = 30.1714 t.m Sehingga momen total yang bekerja, Mu : Mu = 989,837,280 N.mm 7.2. Hasil Penelitian Hasil Pemeriksaan Lendutan Untuk Lendutan Ijin, δi = 1 L = 1 ⋅ 12000 = 15 mm
Periksa :
φMn(T) > Mu safe ; φMn(T) < Mu fail φVn(T) > Vu safe ; φVn(T) < Vu fail
800
800
Untuk Lendutan Total, δT = 1.40 + 1.19 = 2.60 mm ( ↓ ) < δi = 15 mm (ok)
end
Gambar 9. Diagram Alir Proses Penelitian
Hasil Analisis Kecepatan Korosi Tabel 1. Kecep. korosi, icorr (1) dgn. w/c = 0.40 dan variabel p p No. (m m
7. PEMBAHASAN DAN HASIL 7.1. Memodelkan Struktur dan Model Beban Yang Bekerja Model Struktur 1000
1400
1400
1400
1400
1400
1 2 3 4 5
1000
)
25 35 45 55 65
37.8
0.40
1-0.40
(e) -1.64
37.8 37.8 37.8 37.8 37.8
0.40 0.40 0.40 0.40 0.40
0.60 0.60 0.60 0.60 0.60
2.31 2.31 2.31 2.31 2.31
icorr(1) icorr(1) [ µA/cm 2 ] [mm/year] 3.4945 0.0405 2.4961 0.0290 1.9414 0.0225 1.5884 0.0184 1.3440 0.0156
Sumber:Hasil Penelitian 7000
Gambar 10. Potongan melintang jembatan dgn. trotoar 1,400
1,400
90 200
1,000 400
1,400
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011 Gambar 11. Typical balok girder jembatan span 12,00 m
E-5
Tabel 2. Kecep. korosi, icorr (1) dgn. w/c = 0.50 dan variabel p No. (m m )
1 2 3 4 5
25 35 45 55 65
37.8
0.50
1-0.50
(e) -1.64
37.8 37.8 37.8 37.8 37.8
0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
3.12 3.12 3.12 3.12 3.12
icorr(1) icorr(1) [ µA/cm 2 ] [mm/year] 4.7124 0.0547 3.3660 0.0390 2.6180 0.0304 2.1420 0.0248 1.8125 0.0210
Note : 1 µA/cm2 = 11.6 µm/year
Sumber:Hasil Penelitian
Hasil Momen Lentur dalam Waktu, T untuk p = 25 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50
Kapasitas Momen, Phi-Mn(T) dlm (kN.m)
p
1.350
1.294 1.211
1.150
1.132
1.183
1.054 1.078
980
950
977
990 908
881
790
750
Hasil Analisis Lentur Akibat Pengaruh Korosi
0
5
10
1.277 1.195
1.192
1.168 1.117
1.100 1.086
986 900 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1.150
1.000
958
950
917 5
10
15
1.236 1.201 1.168 1.142
1.125 20
25
30
35
40
45
50
55
Waktu, T (tahun) Mu Phi-Mn(T)-->w/c=0.40
25
30
35
40
45
Mu Phi-Mn(T)-->w/c=0.40
50
55
Phi-Mn Phi-Mn(T)-->w/c=0.50
Gambar 16. Grafik Hubungan Mu, Mn dan Mn(T) dan Waktu, T
Analisis Geser Akibat Pengaruh Korosi Kuat Geser Akibat Pengaruh Korosi (Beban AASTHO)
600
1.188
15
20
Hubungan Vn dan Waktu, T untuk p = 25 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50
1.234
10
990 970
900
1.306 1.282
5
1.002
1.000
Phi-Mn(T)-->w/c=0.50
1.271
0
Phi-Mn Phi-Mn(T)-->w/c=0.50
1.033
1.043
1.342
1.225
55
Waktu, T (tahun)
1.379
1.330
50
1.065
1.086 1.050
Phi-Mn
Hasil Momen Lentur dalam Waktu, T untuk p = 55 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50
1.325
45
1.131
1.100
55
Gambar 13. Grafik Hubungan Mu, Mn dan Mn(T) dan Waktu, T
1.425
40
1.098
0
Phi-Mn(T)-->w/c=0.40
35
Hasil Momen Lentur dalam Waktu, T untuk p = 55 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50
Waktu, T (tahun)
Mu
Kapasitas Momen, Phi-Mn(T) dlm (kN.m)
Kapasitas Momen, Phi-Mn(T) dlm (kN.m)
1.361
Phi-Mn Phi-Mn(T)-->w/c=0.50
Gambar 14. Grafik Hubungan Mu, Mn dan Mn(T) dan Waktu, T
Kapasitas Geser dgn waktu, Vn(T) dalam (kN)
Kapasitas Momen, Phi-Mn(T) dlm (kN.m)
1.448
1.302
30
Gambar 15. Grafik Hubungan Mu, Mn dan Mn(T) dan Waktu, T 1.537
1.300
25
Mu Phi-Mn(T)-->w/c=0.40
Hasil Momen Lentur dalam Waktu, T untuk p = 25 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50
1.417
20
Waktu, T (tahun)
Momen Lentur menurut Pembebanan AASTHO-LRFD
1.500
15
560 516
500
502
476 438
449
437 404
400
402
372 360 324
300 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
Waktu, T (tahun)
Momen Lentur menurut Pembebanan RSNI Vu
phi Vn
phi Vn(T)-->w/c=0.40
phi Vn(T)-->w/c=0.50
Gambar 17. Grafik Hubungan Vu, Vn dan Vn(T) dan Waktu, T
E-6
ISBN : 978-979-18342-3-0
Kapasitas Geser dgn waktu, Vn(T) dalam (kN)
Hubungan Vn dan Waktu, T untuk p = 55 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50 541
550 521 515
503
500
484 490
466 466
450
437449
443
421 400 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
Waktu, T (tahun) Vu phi Vn(T)-->w/c=0.40
phi Vn phi Vn(T)-->w/c=0.50
Gambar 18. Grafik Hubungan Vu, Vn dan Vn(T) dan Waktu, T
Kuat Geser Akibat Pengaruh Korosi (Pembebanan RSNI)
Kapasitas Geser dgn waktu, Vn(T) dalam (kN)
Hubungan Vn dan Waktu, T untuk p = 25 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50
8. 1.
450 419 394
400 385
2.
370 349
350
355
332
329 328
311
300
304
3.
283
250 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
Waktu, T (tahun) Vu
phi Vn
phi Vn(T)-->w/c=0.40
phi Vn(T)-->w/c=0.50
4.
Gambar 19. Grafik Hubungan Vu, Vn dan Vn(T) dan Waktu, T Hubungan Vn dan Waktu, T untuk p = 55 mm dan w/c = 0.40 dan 0.50
Kapasitas Geser dgn waktu, Vn(T) dalam (kN)
405 400
[2]
393 389
382
375
[3]
372 362
375
352
361
350
348
336
[4]
332
325
[5] 300 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
[6]
phi Vn phi Vn(T)-->w/c=0.50
[7]
Waktu, T (tahun) Vu phi Vn(T)-->w/c=0.40
Gambar 20. Grafik Hubungan Vu, Vn dan Vn(T) dan Waktu, T
Dibuktikan bahwa dengan selimut beton, p=55mm struktur masih aman dengan life time lebih lama dibanding selimut beton, p=25mm dan juga ratio airsemen, w/c=0.40 lebih baik dengan life time lebih panjang dibanding w/c=0.50; Untuk pembebanan AASTHO, kapasitas lentur dan geser dengan selimut beton, p=55mm dan ratio airsemen, w/c=0.40 masih aman selama 50 tahun sedangkan RSNI mencapai 42 tahun. Kapasitas geser untuk pembebanan menurut RSNI dengan selimut beton, p=55mm serta ratio air-semen, w/c=0.40 dan 0.50 menghasilkan struktur yang aman > 50 tahun. Umur struktur yang kritis dari hasil penelitian ini, yaitu: Untuk lentur : ± 28 tahun (pembebanan RSNI) Untuk geser : ± 22 tahun (pembebanan AASTHO). DAFTAR PUSTAKA
[1] 425
KESIMPULAN
[8]
Darmawan M.S., (2006), ”Model Korosi untuk Struktur Beton Bertulang di Lingkungan Air Laut”, Seminar Nasional Rekayasa Perencanaan VIII 2006, UPN Jatim, Surabaya. Stewart M.G., (2004), ”Effect of Spatial Variability of Pitting Corrosion and Its Influence on Structural Fragility and Reliability of Reinforced Concrete Beams in Flexure”, Structural Safety, Vol. 26th, No. 4, pp. 453-470. Cantrell A., (2002), ”Steel Rebar Reinforcement Corrosion in Concrete Bridge Design”, Corrosion and Surface Treatment of Materials, Material Science Engineering Departement Undergraduate, University of Washington. Stewart M.G. & Rosowsky D.V., (1998), ”Structural Safety and Seviceability of Concrete Bridges Subject to Corrosion”, Journal of Structural System, ASCE, Vol. 4th, No. 4, pp. 146-155. Andrade C., Alonso C., and Molina F.J., (1993), ”Cover Cracking as a Functions of Rebar Corrosion – Experimental Test Part 1”, Materials and Structures, Vol. 26, pp. 453-464. Thoft-Christensen P. & Hansen H.I., (1994), ”Optimal Strategy for Maintenance of Concrete Bridges Using Expert System”, Proc. ICOSSAR ’93, A.A.Balkema, Rotterdam-Netherlands, pp. 939-946. Val D.V. and Melchers R.E., (1997), ”Reliability of Deteriorating of Reinforced Concrete Slab Bridges”, Journal of Structural Engineering, Vol. 123th, No. 12, pp. 1138-1644. Vu K.A.T. & Stewart M.G., (2000), ”Structural Reliability of Concrete Bridges Including Improved Chloride-Induced Corossion Models”, Structural Safety, Vol. 22, No. 4, pp. 313-333.
E-7 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
[9] [10] [11]
[12] [13] [14]
Nowak A.S., (1993), ”Live Load Model for Highway Bridges”, Structure Safety, No. 13, Page 53-66. DPU, (2004), “SNI T-12-2004”, “Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan”, Penerbit DPU, Jakarta. Nawy, E. G., Tavio & Kusuma B., (2010), “Beton Bertulang : Sebuah Pendekatan Mendasar”, Edisi Kelima, Penerbit ITS Press, Surabaya. AASTHO-LRFD, (1998), “Standard Code for Highway Bridge”, Penerbit AASTHO-West Conshohocken, Pennsylvania-USA. DPU, (2005), “RSNI T-02-2005”, “Standar Pembebanan Untuk Jembatan”, Penerbit DPU, Jakarta. DPU, (2002), ”SNI 03-2847-2002”, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Penerbit DPU, Jakarta.
Halaman ini sengaja dikosongkan
E-8
ISBN : 978-979-18342-3-0