MAKALAH TUGAS AKHIR
STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON BERTULANG TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI DUDUN ANUGERAH WADI NRP 3107100109 Dosen Pembimbing: Ir. Retno Indryani, MS Endah Wahyuni, ST, MSc, PhD JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011
1
STUDI PENGARUH SISTEM STRUKTUR LANTAI BETON BERTULANG TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI Oleh: Dudun Anugerah Wadi Dosen Pembimbing: Ir. Retno Indryani, MS. Endah Wahyuni, ST., MSc., PhD
Abstrak Sekitar 40-60 % biaya konstruksi diserap oleh material. Hal ini membuat efisiensi material sangat diperlukan untuk menurunkan biaya konstruksi. Sementara itu, sekitar 60% material yang digunakan di Indonesia adalah beton bertulang. Penggunaan beton bertulang menyebabkan pemilihan sistem struktur lantai beton bertulang yang tepat dapat memberikan keuntungan yang bernilai ekonomi. Selain dikarenakan pemilihan sistem struktur lantai, penghematan juga dapat diperoleh dari pemilihan bentang yang efektif . Penelitian ini mencoba mengkorelasikan hubungan antara sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi. Sistem struktur lantai yang dipilih untuk dianalisa adalah sistem konvensional (two way slab supported by beam) dan sistem flat slab. Tiap sistem struktur lantai tersebut selanjutnya dimodelkan menggunakan bentang yang berbeda dimulai dari 4x4 meter hingga 8x8 meter. Pemodelan floor column model dipilih untuk pemodelan struktur sebagai persyaratan dalam tahap desain dan analisa struktur. Setelah analisa struktur selesai, dilakukan perhitungan biaya berdasarkan hasil perencanaan tersebut. Perhitungan biaya dalam penelitian ini mengacu pada indeks harga satuan yang tercantum dalam SNI DT 91-00082007 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Bangunan Gedung dan Perumahan. Dari hasil analisa data, didapatkan bahwa sistem struktur lantai flat slab selalu memiliki biaya yang lebih tinggi daripada sistem konvensional. Bentang 6 meter memberikan biaya terendah untuk kedua jenis sistem struktur lantai. Untuk sistem struktur lantai konvensional, urutan bentang mulai dari yang
memiliki biaya terendah adalah 6 meter, 4 meter, 5 meter, 7 meter, dan 8 meter. Untuk sistem struktur lantai flat slab, urutannya adalah 6 meter, 8 meter, 7 meter, 4 meter, dan 5 meter. Kata kunci: Sistem struktur lantai, Sistem Konvensional, Flat Slab, Biaya konstruksi, Floor Column Mode
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beton merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di Indonesia, hampir 60% meterial yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang pada umumnya dipadu dengan baja (composite) atau jenis lainnya (Mulyono, 2004: 135). Perpaduan ini biasa disebut sebagai beton bertulang. Berbeda dengan baja yang harus dibuat di pabrik, pembuatan beton untuk keperluan praktis misalnya rumah tinggal tidak memerlukan sumber daya berkeahlian khusus dalam pembuatannya. Hal ini membuat material beton semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Di sisi lain, penggunaan material beton sebagai salah satu unsur penting dalam sebuah proyek ternyata berpengaruh signifikan terhadap total biaya proyek. Lebih dari separuh total biaya proyek diserap oleh material yang digunakan (Nugraha dkk, 1985). Menurut Ritz (1994), material memiliki konstribusi sebesar 40-60% dalam biaya proyek. Hal ini menyebabkan efisiensi material sangat diperlukan untuk menurunkan total biaya konstruksi. Dengan efisiensi biaya material, maka penghematan terbesar telah dilakukan (Damodara, 1999). Biaya material sendiri merupakan hasil dari kombinasi dua variabel berbeda. Kedua variabel ini adalah harga satuan material dan volume pekerjaan. Harga satuan material lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu hukum permintaan dan penawaran. Artinya, pelaku konstruksi tidak bisa mengubah harga yang telah ditetapkan pasar. Berbeda dengan hal ini,
2 volume pekerjaan relatif lebih dapat dikendalikan oleh perencana. Dalam sistem struktur beton, volume pekerjaan dipengaruhi oleh desain perencanaan yang nantinya akan menentukan dimensi dari struktur beton itu sendiri. Penggunaan beton sebagai material menyebabkan perencana harus cermat dalam memilih sistem struktur lantai yang tepat. Yang dimaksud dengan sistem struktur lantai disini adalah jenis struktur berdasarkan komponen penyusun strukturnya (balok, pelat, drop panel, dsb). Dalam perencanaan sistem struktur lantai beton dikenal empat jenis sistem yang umum digunakan oleh para perencana. Keempat sistem tersebut adalah sistem konvensional, sistem flat slab, sistem flat plate, dan sistem joist atau waffle. Sebagai studi awal, penelitian ini hanya akan mengambil dua jenis sistem struktur lantai yakni sistem konvensional dan sistem flat slab. Sejauh ini, penggunaan kedua sistem ini yakni sistem konvensional dan sistem flat slab hanyalah berdasarkan pada permintaan owner, arsitek, maupun konsultan perencana. Pertimbangan ekonomis seringkali tidak dilibatkan dalam pemilihan kedua sistem struktur lantai tersebut sehingga keputusan yang diambil bukanlah merupakan keputusan ekonomis. Selain berasal dari perbedaan sistem struktur lantai, penghematan biaya juga dapat berasal dari pemilihan bentang yang tepat untuk masingmasing sistem struktur lantai. Bentang yang lebih besar tentu akan menyebabkan dimensi dari komponen struktur lantai menjadi lebih besar. Penulangan yang lebih banyak juga diperlukan pada bentang yang lebih besar. Dengan kata lain, pemilihan bentang yang berbeda akan mempengaruhi biaya konstruksi. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan mencoba menerapkan kedua tipe struktur tersebut yakni sistem konvensional dan flat slab kedalam lima bentang yang berbeda yakni 4x4 m, 5x5 m, 6x6 m, 7x7 m, dan 8x8 m. Dengan dua variabel tersebut, yakni jenis sistem struktur lantai dan penggunaan bentang berbeda, diharapkan dapat diketahui seberapa besar pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang konvensional dan flat slab terhadap biaya konstruksi. Dengan demikian, efisiensi biaya material beton dapat diwujudkan di dalam proyek.
Dalam ekonomi konstruksi, dikenal dua versi penghematan yang dikategorikan berdasarkan tujuan dilakukannya penghematan tersebut. Dua versi ini adalah versi kontraktor dan versi owner (Asiyanto, 2003:46). Yang dimaksud dengan versi owner adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menekan biaya konstruksi baik itu pada tahap pra konstruksi maupun tahap konstruksi dengan tujuan menurunkan nilai kontrak. Dengan menurunkan nilai kontrak, maka sebuah proyek akan dapat menjadi lebih layak secara finansial karena memiliki biaya investasi yang lebih kecil. Ekonomi konstruksi versi kontraktor memiliki tujuan yang berbeda. Yang dimaksud dengan versi kontraktor adalah upaya yang dilakukan baik itu pada masa pra konstruksi maupun masa konstruksi yang bertujuan untuk mengendalikan pembiayaan, agar dapat memperoleh laba yang direncanakan dan menghindari resiko kerugian. Berdasarkan pengertian di atas, upaya untuk menggunakan jenis sistem struktur lantai serta bentang yang tepat dapat dikategorikan sebagai versi owner. Dengan menggunakan sistem struktur lantai yang tepat serta bentang yang efektif, maka nilai kontrak akan menurun dan sebuah proyek akan menjadi lebih layak secara finansial.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan suatu perumusan masalah. Rumusan masalah utama pada penelitian ini adalah: “Bagaimana pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang terhadap biaya konstruksi?” Dari permasalahan utama ini, kemudian dapat disusun detail permasalahan untuk menjawab permasalahan utama. Detail permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Berapa usulan dimensi komponen sistem struktur lantai konvensional dan flat slab untuk masing-masing bentang? 2. Berapa biaya konstruksi untuk masingmasing sistem struktur lantai? 3. Berapa bentang yang memberikan biaya konstruksi termurah untuk masingmasing sistem struktur lantai?
3 1.3 Batasan Masalah . Batasan-batasan masalah pada penelitian ini adalah: a) Sistem struktur lantai beton bertulang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sistem yang membentuk pelat dua arah dimana perbandingan bentang panjang dan pendeknya adalah kurang dari 2 (dua). Walaupun demikian, akan terdapat beberapa bentang sisa yang akan membentuk pelat satu arah. Pelat tersebut terdapat dalam bentang 5x5 m, 6x6 m, dan 7x7 m. b) Penelitian ini tidak mempertimbangkan pengaruh segi arsitektural dalam bangunan. c) Mutu beton yang digunakan dalam penelitian ini adalah f’c 31,2 Mpa (K350). d) Yang dimaksud dengan biaya konstruksi dalam penelitian ini adalah biaya yang akan berubah ketika sistem struktur lantai dan bentang berubah. Biaya tersebut adalah biaya pembuatan beton, pembesian, dan pembuatan bekisting. e) Tinggi dari lantai ke plafond (tinggi lantai) ditentukan sebesar 4 meter agar perbandingan yang dilakukan lebih objektif. f) Analisa kekuatan struktur yang akan dilakukan hanya menggunakan beban arah gravitasi yakni beban mati serta beban hidup lantai perpustakaan tanpa meninjau beban gempa. g) Analisa biaya kostruksi dilakukan menggunakan indeks harga satuan yang tercantum dalam SNI DT 910008-2007. h) Sistem pelat yang dipilih untuk dianalisa ditetapkan merupakan sistem pelat menerus.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah:
“Untuk mengetahui pengaruh sistem struktur lantai terhadap biaya konstruksi.”
Dari tujuan utama ini, dapat diketahui pula detail tujuan yang disusun berdasar detail permasalahan. Detail tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendapatkan usulan dimensi komponen sistem struktur lantai konvensional dan flat slab untuk masing-masing bentang. 2. Untuk mengetahui biaya konstruksi untuk masing-masing sistem struktur lantai. 3. Untuk mengetahui bentang yang memberikan biaya paling murah untuk tiap sistem struktur lantai.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah:
dari
dilakukannya
1. Dapat menjadi pertimbangan baik bagi perencana maupun owner ketika memilih jenis sistem struktur lantai sehingga pemilihan yang dilakukan bernilai ekonomi. 2. Dapat menjadi pertimbangan untuk perencana ketika menentukan bentang yang ekonomis untuk masing masing sistem struktur lantai. 3. Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya yang terkait
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Material merupakan komponen yang penting dalam menentukan biaya sebuah proyek. Lebih dari separuh biaya proyek diserap oleh pemakaian material dalam proyek (Nugraha dkk, 1985). Hal ini menyebabkan efisiensi material amat diperlukan guna memperkecil biaya proyek. Material yang digunakan dalam proyek dapat digolongkan menjadi dua golongan (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:
1. Consumable Material, merupakan material yang pada akhirnya akan
4 menjadi bagian dari struktur fisik bangunan. 2. Non Consumable Material, merupakan material penunjang dalam proses konstruksi dan bukan menjadi bagian dari fisik bangunan ketika bangunan tersebut telah selesai.
2.2 Sistem Bertulang
Struktur
Lantai
Beton
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang dan direncanakan dengan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03-2847-2002 ps. 3.13) Pada struktur gedung yang menggunakan beton bertulang terdapat empat jenis sistem struktur lantai yang umum digunakan dalam perencanaan. Keempat sistem ini adalah sistem konvensional, sistem flat slab, sistem flat plate, dan sistem joist atau waffle. Keempat sistem ini memiliki keunggulan dan kelemahan masingmasing.
2.2.1 Sistem struktur lantai konvensional
Defleksi yang relatif dapat dikontrol, membuat sistem ini sangat populer dan lebih fleksibel untuk berbagai tipe partisi. Lendutan yang berlebihan seringkali menyebabkan partisi tertentu seperti kaca tidak dapat digunakan di dalam bangunan.
2.2.2 Sistem struktur lantai flat plate Flat plate (pelat datar) adalah pelat beton pejal dengan tebal merata yang mentransfer beban secara langsung ke kolom pendukung tanpa bantuan balok atau kepala kolom atau drop panel (ACI-308-08/ PCA EB708).
Gambar 2.4 Sistem Flat Plate (sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)
2.2.3 Sistem struktur lantai flat slab Sistem Flat Slab adalah sistem lantai flat plate yang diperkuat dengan mempertebal pelat di sekeliling kolom (drop panel), dan dengan penebalan kolom di bawah pelat (kepala kolom/ capital). Biasanya, perbandingan antara panjang-panjang drop panel dan capital dibatasi sebagai berikut : lx < ly < 2lx (Caprani, 2007).
Sistem konvensional atau yang biasa disebut sebagai sistem struktur lantai biasa adalah sistem lantai yang memiliki pelat dan balok sebagai komponen penyusunnya. Gambar 2.5 Sistem Flat Slab (Sumber: ACI-308-08/ PCA EB708)
Gambar 2.2 Two way Beams Supported Slab (sumber: ACI-308-08/ PCA EB708) Keunggulan dari pemakaian sistem jenis ini adalah defleksi yang terjadi hanya di daerah lapangan. Penggunaan sistem ini akan menyebabkan defleksi di daerah tepi amat kecil. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Timoshenko (1959) dalam gambar berikut ini:
Gambar 2.3 Lendutan pada Sistem Konvensional (Sumber: Timoshenko, 1959)
Gambar 2.6 Batasan Panjang Drop Panel dan Capital (Sumber: Caprani, 2007) Lendutan pada flat slab maupun flat plate terjadi sepanjang tepi pelat karena pelat tidak ditumpu oleh balok (Timoshenko, 1959). Hal ini seperti yang terlihat pada gambar 2.5. Konsekuensi dari hal ini adalah sistem flat slab maupun sistem flat plate kurang cocok untuk partisi yang peka terhadap lendutan seperti kaca.
5 Biaya langsung adalah biaya yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan proyek konstruksi. Contoh dari biaya langsung adalah: Gambar 2.7 Lendutan pada Flat Slab (Sumber: Timoshenko, 1959)
2.2.4 Sistem struktur lantai joist/ waffle Sistem lantai waffle slab adalah sistem balok T dengan jarak yang dekat (Charif, 2010).
a) Biaya material b) Biaya upah tenaga kerja c) Biaya peralatan
2.3.1.2 Biaya tidak langsung (indirect cost) Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan keberlangsungan proyek, namun keberadaannya tetap dibutuhkan. Contoh dari biaya tidak langsung ini adalah: a) Biaya upah supervisi b) Biaya upah keamanan
Gambar 2.8 Sistem Joist/ Waffle (Sumber: ACI-308-08/ PCA EB708) Keunggulan sistem ini yang paling menonjol terletak pada ketahanannya terhadap getaran. Sistem ini akan sangat cocok jika digunakan pada bangunan yang memerlukan peredam getaran tinggi seperti lantai dansa (getaran berasal dari langkah manusia), pabrik (getaran dari mesin) dan laboratorium yang tidak mengijinkan getaran. Sistem ini juga sangat diperlukan untuk bangunan gedung yang memiliki persyaratan tinggi terhadap getaran seperti hi-tech semiconductor factories yang memiliki kepekaan terhadap getaran hingga di tingkat nano (Oktora, 2010).
2.3.2 Rencana anggaran dan biaya (RAB) Menurut Ibrahim (1993), yang dimaksud rencana anggaran biaya (begrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut. Rencana Anggaran dan Biaya atau yang sering disebut RAB merupakan dokumen rencana biaya proyek yang diperoleh dari perkalian antara harga satuan pekerjaan dengan volume pekerjaan. RAB = ∑ (Volume x Harga Satuan Pekerjaan)
2.3 Analisa Biaya Konstruksi
(sumber: Administrasi Kontrak dan Anggaran Borongan)
Analisa biaya konstruksi atau yang biasa disebut dengan ABK adalah suatu cara perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi, yang dijabarkan dalam perkalian indeks bahan bangunan dan upah kerja dengan harga bahan bangunan dan standar pengupahan pekerja, untuk menyelesaikan persatuan pekerjaan konstruksi (Khalid, 2008).
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam penyusunan urutan pekerjaan ini adalah Work Breakdown Structure (WBS).
2.3.1 Biaya konstruksi Biaya konstruksi proyek merupakan penjumlahan antara biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost) dalam proyek.
2.3.1.1 Biaya langsung (direct cost)
2.3.3 Analisa harga satuan Perhitungan harga satuan pekerjaan di Indonesia umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok metode. Tiga metode tersebut adalah metode BOW, SNI, dan lapangan.
2.3.3.1 Metode BOW (Burgerlijke Openbare Werken) BOW ialah suatu ketentuan dan ketetapan umum yang ditetapkan Dir. BOW tanggal 28 Februari 1921 Nomor 5372 A pada zaman Pemerintahan Belanda (Khalid, 2008).
6 2.3.3.2 Metode SNI (Standar Nasional Indonesia) Analisa biaya konstruksi yang kedua adalah analisa biaya yang menggunakan indeks berdasarkan SNI. Untuk pekerjaan beton, perhitungan biaya konstruksi umumnya mengacu pada SNI DT-91-0008-2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk bangunan gedung dan perumahan.
2.3.3.3 Metode lapangan Yang dimaksud dengan metode lapangan adalah metode yang dimiliki oleh kontraktor sendiri. Kontraktor umumnya membuat harga penawaran berdasarkan analisa yang tidak seluruhnya berpedoman pada analisa BOW maupun analisa SNI. Para kontraktor lebih cenderung menghitung harga satuan pekerjaan berdasarkan dengan analisa mereka sendiri yang didasarkan atas pengalaman terdahulu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan konstruksi, walaupun tidak terlepas dari analisa BOW ataupun analisa SNI (Khalid, 2008).
2.3.4 Perhitungan volume pekerjaan Menurut Ibrahim (2003), yang dimaksud dengan volume suatu pekerjaan ialah menghitung jumlah banyaknya volume pekerjaan dalam satu satuan. Volume juga disebut sebagai kubikasi pekerjaan. Volume (kubikasi) suatu pekerjaan, bukanlah merupakan volume (isi sesungguhnya), melainkan jumlah volume bagian pekerjaan dalam satu kesatuan.
2.4 Peraturan Perencanaan Bangunan Desain sebuah bangunan gedung umumnya direncanakan sesuai dengan peraturan perancangan antara lain: 1. Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971 2. SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. 3. Pedoman Perancangan Pembebanan Indonesia Untuk Rumah dan Gedung (PPIUG) 1987. 4. RSNI 03-1727-2002 mengenai pembebanan dan faktor reduksi. 5. ACI 318-08 (American Concrete Institute) khusus untuk pendetailan Beton Bertulang.
2.4.1 Pembebanan Pembebanan yang akan diberikan kepada sebuah struktur harus disesuaikan dengan fungsi dari bangunan gedung tersebut. Beberapa jenis beban yang bekerja pada sebuah struktur adalah: beban mati, beban hidup, beban gempa dan beban angin.
2.4.2 Sistem struktur gedung Perbedaan jenis struktur gedung maupun sistem struktur akan menyebabkan perbedaan baik dalam prosedur perencanaan maupun kontrol perencanaan.
2.4.2.1 Struktur gedung Pembagian keteraturan gedung diatur dalam SNI 03-1726-2002. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:
a) Struktur gedung beraturan b) Struktur gedung tidak beraturan
2.4.2.2 Sistem struktur Sistem struktur yang digunakan pada perancangan gedung merupakan hal yang perlu diperhatikan. Faktor daya tahan terhadap gempa mengharuskan suatu bangunan gedung memiliki sistem struktur yang sesuai berdasar SNI-031726-2002. Pembagian sistem struktur menurut wilayah gempanya dibagi menjadi tiga yakni wilayah gempa resiko rendah, resiko menengah, dan resiko tinggi.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dalam tugas akhir ini secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Latar belakang. Identifikasi masalah. Perumusan masalah Studi literatur. Pembatasan kriteria desain. Penentuan bentang antar kolom. Penentuan tata letak kolom. Perencanaan struktur. Analisa struktur menggunakan software SAP 2000. 10. Kontrol desain.
7 11. 12. 13. 14. 15.
Perhitungan harga satuan pekerjaan Perhitungan volume pekerjaan. Perhitungan biaya. Analisa Bentang Ekonomis Kesimpulan.
Alur tahapan penelitian seperti yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat pada gambar 3.1.
A
B
Not OK Kontrol Hasil
Desain
Ok Perhitungan Harga Satuan
Latar Belakang
Perhitungan Volume
Identifikasi Masalah
Perhitungan Biaya
Perumusan Masalah
Analisa Bentang dan Sistem Ekonomis
Studi Literatur
Kesimpulan
Pembatasan kriteria desain
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian (Lanjutan) Penentuan Bentang Antar Kolom
Penentuan Tata Letak Kolom
BAB 4 ANALISA STRUKTUR 4.1 Data Perencanaan
B
Perencanaan Struktur
Sistem Flat Slab
Sistem Konvensional
Analisa Struktur Menggunakan Software SAP2000
A
Struktur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sistem struktur berbahan beton bertulang dengan data perencanaan sebagai berikut: Tipe Bangunan Zone Gempa Lebar Bangunan Panjang Bangunan Mutu Beton (fc’) Mutu Baja (fy) Mutu Sengkang (fy)
: Perpustakaan (2 lantai) : (tidak diperhitungkan) : 16 m : 16 m : 31.2 MPa : 400 MPa : 300 MPa
4.2 Pembebanan Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian
1. Beban Gravitasi a. Beban Mati Berat sendiri beton bertulang = 2400 Adukan finishing beton bertulang= 42 Tegel = 24 Plafond+rangka = 18 Plumbing = 40
kg/m3 kg/m2 kg/m2 kg/m2 kg/m2
8 b. Beban Hidup Lantai Perpustakaan
= 732 kg/m2
4.3 Preliminary Desain 4.3.1 Sistem konvensional
B 400.00
4KA1
4PkA 4KB1
4PkB 4KB1
4PkB 4KB1
4PkA
D
C 400.00
4PkB 4KB2
4PkB
4KB2
4PkC 4KB2
4PkC
4PkB
4PkB
400.00
3 400.00
4
4KB1
4PkA 4KA1
4KA1
2
4KB1
4PkB 4KB2
4KB2
400.00
4KB1
4PkB 4KB2
4KB2
1
4KA1
4PkA 4KB2
4PkC
1 h min l 8
4.3.1.3 Kolom Tebal pelat rencana Tinggi tiap tingkat
400.00
5
Gambar 4.1 Penamaan Komponen Struktur Konvensional 4.3.1.1 Pelat Perkiraan tebal pelat minimum dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3(2). Berdasarkan pasal ini, maka tebal pelat rencana untuk semua bentang dicoba sebesar 12 cm.
Untuk bentang 4 meter, perhitungan pembebanan berdasarkan PPIUG 1983 Tabel 2.1 adalah sebagai berikut: Beban Mati Pelat = 4 x 4 x 0.12 x2400 = 4608 kg Plafon + rangka = 4 x 4 x 18 = 288 kg Balok induk x = 4 x 0.18x 0.25 x 2400 432 kg Balok induk y = 4 x 0.18 x 0.25 x 2400 432 kg Keramik = 4 x 4 x 0.01 x 24 3.84 kg Spesi (2 cm) = 4 x 4 x 0.02 x 21 6.72 kg Plumbing = 4 x 4 x 40 kg/m 640 kg Berat Total = 6410.56 kg
Penentuan tinggi balok minimum (hmin) dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 Psl. 11.5.2.3.b dimana bila persyaratan ini telah dipenuhi maka tidak perlu dilakukan kontrol terhadap lendutan.
1 l 16
Untuk fy selain 400 Mpa, nilainya harus fy dikalikan dengan 0.4+ 700. Jadi, untuk mutu baja 400 Mpa dan mutu beton 31.2 Mpa dimensi dari balok bentang 4 meter adalah sebagai berikut:
= = = = =
Berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1 Beban Hidup Lantai Perpustakaan = 4 x 4 x 732 kg/m 2 x 0.8 = 9369 kg Berat Total = 9369 kg Jadi berat total → W = 1,2 x DL + 1,6 x LL
4.3.1.2 Balok
h min
: 12 cm : 400 cm
400.00
4KB1
4KB2
4PkC
E
400.00
4KB1
4KB1
1 x40.25 m25 cm 16
Untuk balok luivel, dimensi balok adalah:
Untuk lebih mempermudah dalam mengidentifikasi komponen sistem struktur lantai, maka dilakukan penamaan. Penamaan tersebut seperti yang terlihat pada gambar 4.1 berikut. A
h min
= 1,2 (6410.56) + 1,6 (9369) = 22726.8 kg Menurut SNI 03-2847-2002 Ps. 11.3.2.2 diberikan faktor reduksi sebesar (ф=0.65). Mutu beton
= 31.2 Mpa = 31.2 x 10.2 =
318.2 kg/cm
2
Rencana Awal → A =109.88 cm
2
=
W 22726 .8 = 0.65 * 318.2 Φfc '
kg
9 Dimensi awal →
2
b = 109.88 cm
Dengan demikian, untuk bentang 4 meter dengan tebal pelat rencana 12 cm, lebar drop panel adalah 1/6*400 = 67 cm ≈ 70 cm dari as kolom sehingga lebar drop panel keseluruhan adalah 140 cm. Tebal drop panel tidak boleh kurang dari ¼ x 12 = 3 cm dan tidak boleh lebih dari ¼ x 40 = 10 cm. Dengan dua ketentuan di atas, maka diambil tebal drop panel adalah 10 cm.
2
b = 10.482 cm ≈ 30 cm Jadi dimensi kolom digunakan 30/30 cm.
bentang
4
meter
4.3.2 Sistem flat slab Untuk lebih memudahkan dalam mengidentifikasian, maka dilakukan penamaan komponen sebagai berikut: A
B 400.00
4fsA1 DP4c
400.00
4PfsA 4PfsA
4PfsA 4fsB1 DP4b
4PfsA 4fsB1 DP4b
4PfsA DP4c 4fsA1
DP4
DP4 4fsB2
4fsB2
4PfsA
4PfsA
DP4 4fsB2
DP4 4fsB2
4PfsA
4PfsA DP4 4fsB2
DP4 4fsB2
4PfsA
4PfsA DP4b
DP4b 4fsB1
4fsB1
Untuk perencanaan kolom, perlu dihitung dahulu pembebanan yang terjadi untuk masingmasing bentang.
E
400.00
4fsB1 DP4b
4fsB1 DP4b
4PfsA 4fsB1 DP4b
D
C
4.3.2.3 Kolom
400.00
4fsA1 DP4c
4fsB1 DP4b
4PfsA DP4 4fsB2
DP4 4fsB2
DP4 4fsB2
DP4b 4fsB1
3
400.00
4fsB1 DP4b
4PfsA
2
400.00
4fsB1 DP4b
4PfsA
: 12 cm : 400 cm
400.00
4fsB1 DP4b
4PfsA
Tebal pelat rencana Tinggi tiap tingkat
1
4
400.00
DP4c 4fsA1
Gambar 4.2 Penamaan Komponen Sistem Flat Slab
5
Untuk bentang 4 meter, perhitungan pembebanan berdasarkan PPIUG 1983 Tabel 2.1 adalah sebagai berikut: Beban Mati Pelat = 4 x 4 x 0.12 x2400 kg/m 3 = 4608 kg Plafon + rangka = 4 x 4 x 18 kg/m 3 = 288 kg Drop panel = 1.4 x 1.4 x 0.1 x 2400 kg/m3 = 470.4 kg Keramik = 4 x 4 x 0.01 x 24 = 3.84 kg Spesi (2 cm) = 4 x 4 x 0.02 x 21 kg/m 2 = 6.72 kg Plumbing = 4 x 4 x 40 kg/m 2 = 640 kg Berat Total = 6016.96 kg
4.3.2.1 Pelat Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya dan mempunya rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari dua harus memenuhi ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3.
Berdasarkan PPIUG 1983 tabel 3.1 Beban Hidup Lantai Perpustakaan = 4 x 4 x 732 kg/m 2 x 0.8 = 9370 kg Berat Total = 9370 kg Jadi berat total →
Untuk tebal pelat tanpa balok interior dengan fy = 400 Mpa, tebal pelat diisyaratkan:
W
h
Ln 36
Dengan demikian, tebal pelat untuk bentang 400 cm adalah 400/36 = 11.11 ≈ 12 cm.
4.3.2.2 Drop panel Lebar drop panel harus direncanakan ≥1/6 L bentang bersih dari as kolom ke kolom. Tebal drop panel harus direncanakan ≥1/4 h pelat dan ≤1/4 jarak tepi kolom ke tepi drop panel.
= 1,2 x DL + 1,6 x LL = 1,2 (6016.96) + 1,6 (9370) = 22212 kg Menurut SNI 03-2847-2002 Ps. 11.3.2.2 diberikan faktor reduksi sebesar (ф=0.65). Mutu beton 318.2 kg/cm
= 31.2 Mpa = 31.2 x 10.2 = 2
10 Rencana Awal → A
=
W Φ fc '
22212 =107.394cm 0.65 * 318.2 Dimensi awal →
= k=
100 12 1+ − 1 x 18 25
2
2
b = 107.394 cm
2
b = 10.36 cm ≈ 30 cm Jadi dimensi kolom digunakan 30/30 cm.
2 3 100 12 12 12 100 12 1+ − 1 x x 4 − 6 + 4 + − 1 x 18 25 25 25 18 25
bentang
4
Pelat Tipe 4PkB (Pelat Konvensional Bentang 4 meter tipe B) 400.00
PkB
Gambar 4.3 Pelat Tipe 1 Mutu baja = 400 MPa Mutu Beton = 31.2 MPa Tebal pelat rencana = 12 cm Ln = 400 – 18= 382 cm Sn = 400 – 18 = 382 cm = Ln/Sn = 1 (pelat dua arah) β Mencari bentang efektif: Nilai be adalah nilai terkecil dari: be = bw + 8 Hf= 18 + (8x12) = 114 cm be = L/4 = 400/4 = 100 cm maka dipilih be 100 cm Menghitung nilai k: 2 3 be hf hf hf be hf 1+ − 1 x − 1 x x 4 − 6 + 4 + bw hw hw hw bw hw k = be hf 1+ − 1 x bw hw
Dimana : be= lebar efektif, harga minimum (cm) bw= lebar balok (cm) hf= tebal rencana pelat (cm) hw= tinggi balok (cm)
Menghitung momen inersia:
Balok: K b h3 = x 2.747x 18 x 253 = 63288.612 cm3
meter
4.4 Analisa Struktur Sistem Konvensional 4.4.1 Perhitungan pelat
= 2.747
Pelat:
Ly x Hf 3 12
= 382x 123/12 = 55008
αm = Ibalok/Ipelat = 63288.612/55080 = 1.171 Balok Tepi: be = bw + L/12 = 18 + (400/12) = 52 cm be = bw + 6 hf = 18 + (6x12) = 90 cm be = bw + 0.5 x jarak bersih ke balok berikutnya = 18 + (400/2) = 218 cm maka dipilih be = 52 cm k=
2 3 52 12 12 12 52 12 1 + − 1 x x 4 − 6 + 4 + − 1 x 18 25 25 25 18 25
52 12 1 + − 1 x 18 25
= 2.071
Menghitung momen inersia:
Balok: K b h3 = 1/12 x 2.075 x 18 x 253 = 25163 cm3 Pelat:
Ly x Hf 3 12
= 382.5 x 123/12 = 55008 bw
be αm = Ibalok/Ipelat = 47297.90112/55080 = 0.458 hf hw
Dari perhitungan didapat αm = (αm+αm+αm+αm) / 4 = (1.171+1.171+1.171+0.458) / 4 = 0.99275 Dikarenakan nilai tersebut memenuhi kriteria 0.2 < αm <2, maka tebal pelat harus memenuhi:
fy Ln × 0.8 + 1500 h1 = 36 + 5β [α m − 0.2] Nilai h1 tersebut tidak boleh kurang dari 12 cm. Dengan demikian, tebal pelat tipe 4PkA minimum adalah:
400 382.5 × 0.8 + 1500 h1 = = 10.25 36 + 5 x1[0.9565 − 0.2]
11 Jadi tebal pelat tipe 4PkB diambil adalah 12 cm. Perhitungan penulangan pelat tipe 4PkA Data-data perencanaan untuk penulangan atap: a) Dimensi plat: 4 x 4 m2 b) Tebal plat: 120 mm c) Tebal decking: 40 mm d) Diameter tulangan rencana: 10 mm e) Mutu tulangan baja: 400 MPa f) Mutu beton: 31.2 MPa g) dx = 120 – 40 – ½ (10) = 75 mm h) dy = 120 – 40 – 10 – ½ (10) = 65 mm Perhitungan nilai β1: β1 = 0.85-8 (
!"# ) ###
0.8408
MPa
ρperlu =
1 2m × Rn 1 − 1 − = m fy
1 2 × 15.083 × 2.393 1 − 1 − 15.083 400
ρb =
0.85β 1 fc ' 600 = fy 600 + fy
ρb =
0.85 x0.8408 x31.2 600 = 0.03343 400 600 + 400
ρ max = 0.75 ρb = 0.75x 0.03343 = 0.02507 1.4 1.4 = = 0.0035 fy 400
=
0.006299 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat: ρ max = 0.75ρb = 0.75 x 0.03343 = 0.02507
ρ min =
Menentukan batasan tulangan:
ρ min =
Mu 8615352 = = 10769191 Nmm 0,8 φ Mn 10769191 N Rn = = = 2.393 = 2.4 2 2 mm 2 bdx 1000x75 Mn=
1.4 1.4 = = 0.0035 fy 400
karena ρmin <ρperlu<ρmax Asperlu = ρ. b .d = 0.006299 x 1000 x 75 = 472.4438 mm2 Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur φ10-100 As pakai 709.676 mm2 Perhitungan tulangan tumpuan & lapangan arah Y identik dengan arah X
m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083
Kebutuhan tulangan susut
Dengan mengunakan koefisien momen PBI 1971 tabel 13.3.2 didapat persamaan momen sebagai berikut : (Iy/Ix = 1) Mlx = 0.001.qu.Lx2 .X : 0.001x1666 x 3822 x 36 = 8637921 Nmm Mtx = -0.001.qu.Lx2.X : 0.001x1666x3822 x36 = -8637921 Nmm Mly = 0.001.qu.Lx2 .X : 0.001x1666x3822 x36 = 8637921 Nmm Mty = -0.001.qu .Lx2.X : 0.001x1666x3822 x36 = -8637921 Nmm Dimana : Mlx = Momen lapangan arah x Mly = Momen lapangan arah y Mtx = Momen tumpuan arah x Mty = Momen tumpuan arah y X = Nilai konstanta dari tabel PBI
Rasio tulangan susut sesuai dengan SNI 032847-2002 ps 9.12 adalah 0.0018 dengan jarak tidak boleh lebih dari lima kali tebal pelat atau 450 mm.
4.4.2 Perhitungan balok Perhitungan balok 4A1-B1 A
B
400.00
400.00
PkA
PkB
Gambar 4.6 Balok Tipe 4A1-B1 Perhitungan penulangan lapangan arah X Mu = 8615352 Nmm
tumpuan
dan
Data perencanaan Mutu Bahan = Baja ( fy ) = 400 MPa Beton ( f’c ) = 31.2 MPa
12 Selimut beton = 40 mm Ukuran tulangan balok diameter 16 mm (rencana) Ukuran tulangan sengkang diameter 10 mm (rencana) Perhitungan penulangan lentur balok tipe A Dari hasil perhitungan analisa struktur dengan SAP 2000 versi 14.1 didapat : Mu tumpuan maksimum = -23819372 Nmm Mu lapangan maksimum = 14150666 Nmm
Tulangan tumpuan d’ = 40 + 10 + ½.16 = 58 mm d = 250 mm – 58 mm = 192 mm Untuk f’c = 31.2 MPa β =0,85–0.008.(f’c–30)= 0.8404
Rn =
m =
14150666 Mu = = 2.665 MPa 2 φ .b.d 0,8.180.192 2
fy 400 = = 15.0829 0,85.31.2 0,85 . f'c
ρperlu =
1 2.m.Rn (1 − 1 − ( )) = 0.00703 m fy
As perlu = ρ . b . d = 0,00703. 180 . 192 = 243.226 mm2 Dipakai : As 283.8704 mm2 …….(4-D10) Untuk Tulangan Tekan : 50 % tulangan tarik
Untuk Struktur lentur tanpa beban aksial,maka koefisien reduksi kekuatan
Maka untuk tulangan tekan : 2-D13 .....(As = 258.06 mm2). Penulangan geser
Ø = 0,8
Ketentuan perhitungan tulangan geser adalah:
ρb
=
0,85. f ' c 600 . ß1.( ) fy 600 + fy
=
0.033431 ρmax = 0,75. ρb = 0,75 x 0.033431= 0.02507 ρmin = 1,4 / fy = 1,4 / 400 = 0,0035 Balok dianalisa menggunakan penampang persegi bertulangan tunggal dengan tulangan tekan = 50 % tulangan tarik. Tulangan tumpuan Direncanakan : Mu = 23819372 Nmm
Mu 23819372 = = 3.89 MPa 2 φ .b.d 0,8.180.192 2 fy 400 m = = = 15.0829 0,85 . f' c 0,85.31.2 Rn =
ρperlu =
1 2.m.Rn (1 − 1 − ( )) = 0,01057 m fy
1. Vu ≤ 0,5 φ Vc → Tidak perlu penulangan geser. 2. 0,5 φ Vc < Vu < φ Vc → Dipakai tulangan geser minimum. 3. φVc < Vu < φ (Vc + Vs min) → Diperlukan tulangan geser. 4. φ (Vc+VSmin ) < Vu ≤ → φ(Vc + 1 fc' .bw.d) 3 Perlu tulangan geser. Nilai Vu yang bekerja langsung diambil dari analisa struktur menggunakan SAP 2000. Untuk balok tipe 4A1-B1, nilai Vu adalah 28719 N. Perhitungan kemampuan beton menahan geser Vc = 32174 0
%&'( *+ , )
√". , 180 , 192 )
0.5 φ Vc = 0.5 x 0.6 x 32174 = 9652.2 N
φ Vc = 19304
As perlu = ρ.b.d = 0,01057.180.192 = 365.455 mm2 Dipakai: As = 387.09 mm2 …….(3-D13) Untuk Tulangan Tekan : 50 % tulangan tarik Maka untuk tulangan tekan : 4-D10 .....(As = 283.87 mm2)
φ(Vc + 13 fc'.bw.d)
Tulangan lapangan
0.6(32174 + 13 31.2 .180.192) = 57912 N
Vs min =
Vu tump φ
− Vc =
28719 0,6
− 32174
Vs min = 15691 N
(perlu tulangan geser)
13 Direncanakan menggunakan dua tulangan polos diameter 8 mm. Dengan demikian, luas tulangan geser adalah , 2 , 8 , 2 100 332
Perhitungan kolom menggunakan program bantu PCA Column. Perhitungan kolom untuk kolom 4KA1 adalah sebagai berikut:
φ Vn > Vu
Data Perencanaan Kolom 4KA1 (didapatkan dari program bantu SAP2000)
1
19304 + φ Vs > 28719
φ Vs > 9415 N
Pu max Mu max Vu max
Vs > 15692 N
Asumsi ρ perlu = 0.015
φ Vs > 28719 – 19304
45
67 89 5
= 42, 371 KN = 6.65 KNm = 3067 N
As perlu = 0.015 x 300 x 300 = 1350 mm Digunakan tulangan 8D-16
S < 100 x 300 x 192 / 15692 = 367 mm Menurut SNI 03-2847-2002 ps 25.7.5 batas maksimum spasi sengkang adalah d/2 atau 600 mm. d/2 = 192 / 2 = 96 mm = 9.6 cm dipasang s = 75 mm Kebutuhan sengkang di luar sendi plastis Vu = 24918 N Direncanakan menggunakan dua tulangan polos diameter 8 mm. Dengan demikian, luas tulangan geser adalah 1 , 2 , 8 , 2 100 332
As pakai = 1600 ρ pakai = 1600/ 90000 = 0.0177 Langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut ke dalam program bantu PCA Column sehingga didapatkan diagram interaksi. Dari diagram interaksi tersebut terlihat bahwa untuk Pu dan Mu max yang didapatkan dari SAP2000, kolom 30x30 dengan tulangan yang telah direncanakan kuat memikul beban dan momen tersebut sehingga kolom dapat dipakai. Perhitungan tulangan geser untuk kolom
φ Vn > Vu
Vu Max = 3067 N
19304 + φ Vs > 24918
Vc dihitung sesuai rumus yang terdapat dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.1.2
φ Vs > 24918 – 19304 φ Vs > 5614 N Vs > 9357 N 45
67 89 5
4: (1 + 4: ?1 +
0; %=′: ) , , *+ 146< 6
42.371 √31.2 , 300.244 @ , 14.300.300 6 70382 0
S < 100 x 300 x 192 / 9357 = 615 mm
φ Vc = 42229 N
Agar lebih praktis, sengkang di luar sendi plastis dipasang sengkang dengan jarak 2x jarak pasang pada sendi plastis yakni 150 mm.
0.5 φ Vc = 21114 N
4.4.3 Perhitungan kolom
Karena 0.5 φ Vc > Vu Maka tulangan geser tidak diperlukan. Namun, untuk keperluan praktis pemasangan di
14 lapangan, akan dipasang tulangan geser sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 9.10.5
4.5 Analisa Struktur Sistem Flat Slab 4.5.1 Perhitungan pelat Perhitungan tebal eqivalen h +
L panel . h pelat L panel+L drop panel
L drop panel . (h pelat+h drop panel) L panel+L drop panel
400x400 h . 12 (400x400)+(140x140) 140 x 140 + .(12+10)10.69+1.0912 cm (400x400)+(140x140)
Mu Tumpuan = 238042000 Nmm Mu Lapangan = 28910000 Nmm Penulangan tumpuan Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22) = 189 mm d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1: f ' c-30
β1 = 0.85-8 ( 1000 )0.8408 Menentukan batasan tulangan:
ρb =
0.85β 1 fc ' 600 = fy 600 + fy
ρb =
0.85 x0.8408 x31.2 600 = 0.03343 400 600 + 400
Perancangan pelat
Pembebanan pada pelat: Beban mati ( DL ) Berat sendiri plat = 0,12 x 2400= 288 Kg/m2 Berat plafond+rangka= 11 + 7= 18 Kg/m2 Finishing (2 cm)= 2 x 21= 42 Kg/m2 Berat ducting & plumbing= 40 Kg/m2 Berat keramik= 1 x 24= 24 Kg/m2+ DL= 412 Kg/m2 Beban hidup (LL) Ruang perpustakaan: LL = 732 Kg/m2 Kombinasi pembebanan (qu) qu = 1,2 DL + 1,6 LL = 1,2 x 412 + 1,6 x 716 = 1666 Kg/m2 Data perencanaan Mutu Beton = 31.2 Mpa Mutu Baja = 400 Mpa Selimut Beton = 20 mm (SNI 03-2847-2002 Ps 9.7.1) Tebal Pelat = 12 cm H drop panel = 10 cm Dimensi drop panel = 140 x 140 cm2 Dimensi Kolom = 30 x 30 cm. Momen yang digunakan pada perencanaan pelat menggunakan momen rata-rata pada masingmasing arah. Perencanaan pelat arah sumbu X bentang 4 meter
Penulangan lajur kolom Dari perhitungan SAP 2000 v. 14.2 untuk lajur kolom di dapatkan momen:
ρ max = 0.75 ρb = 0.75x 0.03343 = 0.02507 1.4 1.4 = = 0.0035 ρ min = fy 400 m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5 Rn
=
(1 − δ ) Mu (1 − 0.5)238042000 = = 4.16 0.8 x1000 x189^ 2 φbd ^ 2 ρδ=
1 2m × Rn 1 − 1 − = m fy
1 2 × 15.083 × 4.16 1 − 1 − = 0.0114 15.083 400
ρ' =
ρ' =
δMu
φfy (d − d ' )bd
=
0.5 x 238042000 = 0.0125 0.8 x 400(189 − 31)1000 x189
ρ = ρδ + ρ’ = 0.0114 + 0.0125 = 0.0238 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:
ρ max = 0.75ρb = 0.75 x 0.03343 = 0.02507 ρ min =
1.4 1.4 = = 0.0035 fy 400
karena ρmin <ρperlu<ρmax Asperlu = ρ. b .d = 0.0238 x 1000 x 189
15 = 4507 mm2 Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur D22-80 As pakai = 4654 mm2 Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X ¼ x As = ¼ x 4654 = 1163.5 mm2 Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X 1/3 x As = 1/3 x 4654 = 1535.82 mm2 As’ = ρ’ x b x d = 0.0125 x 1000 x 189 = 2354 mm2 > 1535.82 mm2 (OK) Dipasang tulangan lentur D22-140 As pakai = 2715.09 mm2
Penulangan lapangan Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22) = 189 mm d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1: f ' c-30
β1 = 0.85-8 ( 1000 )0.8408 Menentukan batasan tulangan:
ρb =
0.85β 1 fc ' 600 = fy 600 + fy
ρb =
0.85 x0.8408 x31.2 600 = 0.03343 400 600 + 400
ρ max = 0.75 ρb = 0.75x 0.03343 = 0.02507 1.4 1.4 = = 0.0035 ρ min = fy 400
=
(1 − δ ) Mu (1 − 0.5) 28910000 = = 0.5058 0.8 x1000 x189^ 2 φbd ^ 2
0.0013
ρ' =
δMu = φfy (d − d ' )bd
ρ = ρδ + ρ’ = 0.0013 + 0.0015 = 0.0028 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:
ρ max = 0.75ρb = 0.75 x 0.03343 = 0.02507 ρ min =
1.4 1.4 = = 0.0035 fy 400
karena ρperlu <ρmin <ρmax Asperlu = ρ. b .d = 0.0035 x 1000 x 189 = 661.5 mm2 Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur D10-80 As pakai = 851.61 mm2 Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X ¼ x As = ¼ x 851.61 = 212.9 mm2 Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X 1/3 x As = 1/3 x 851.61 = 281.036 mm2 As’ = ρ’ x b x d = 0.0035 x 1000 x 189 = 661.2 mm2 > 281.036 mm2 (OK) Dipasang tulangan lentur D10-80 As pakai = 851.61 mm2
Dari perhitungan SAP 2000 v. 14.2 untuk lajur tengah di dapatkan momen: Mu Tumpuan = 55578000 Nmm Mu Lapangan = 22534000 Nmm Penulangan tumpuan Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22) = 189 mm d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1: f ' c-30
)0.8408 β1 = 0.85-8 ( 1000 Menentukan batasan tulangan:
1 2m × Rn = ρδ= 1 − 1 − m fy 1 2 × 15.083 × 0.5058 1 − 1 − 15.083 400
0.5 x 28910000 = 0.0015 0.8 x 400(189 − 31)1000 x189
Penulangan lajur tengah
m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5 Rn
ρ' =
=
ρb =
0.85β 1 fc ' 600 = fy 600 + fy
ρb =
0.85 x0.8408 x31.2 600 = 0.03343 400 600 + 400
ρ max = 0.75 ρb = 0.75x 0.03343 = 0.02507
16
ρ min =
Tulangan rencana = D 22 d = 220 – 20 – (1/2 x 22) = 189 mm d’ = h – d = 220 – 189 = 31 mm Perhitungan nilai β1:
1.4 1.4 = = 0.0035 fy 400
m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5 Rn
=
(1 − δ ) Mu (1 − 0.5)55578000 = = 0.9724 φbd ^ 2 0.8 x1000 x189^ 2 ρδ=
1 2m × Rn 1 − 1 − = m fy
1 2 × 15.083 × 0.9724 1 − 1 − 15.083 400
=
0.0025
ρ' =
δMu = φfy (d − d ' )bd
ρ' =
0.5 x55578000 = 0.0029 0.8 x 400(189 − 31)1000 x189
f ' c-30
β1 = 0.85-8 ( 1000 )0.8408 Menentukan batasan tulangan:
ρb =
0.85β 1 fc ' 600 = fy 600 + fy
ρb =
0.85 x0.8408 x31.2 600 = 0.03343 400 600 + 400
ρ max = 0.75 ρb = 0.75x 0.03343 = 0.02507 1.4 1.4 = = 0.0035 ρ min = fy 400 m = fy / 0.85 f’c = 400/ (0.85x31.2) = 15.083 δ = As’ / As = 0.5 Rn
=
(1 − δ ) Mu (1 − 0.5)22534000 = = 0.3943 φbd ^ 2 0.8 x1000 x189^ 2
ρ = ρδ + ρ’ = 0.0025 + 0.0029 = 0.0054
1 2m × Rn 1 − 1 − = m fy
Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:
ρδ=
ρ max = 0.75ρb = 0.75 x 0.03343 = 0.02507
1 2 × 15.083 × 0.3943 1 − 1 − 15.083 400
1.4 1.4 = = 0.0035 ρ min = fy 400 karena ρmin <ρperlu<ρmax Asperlu = ρ. b .d = 0.0054 x 1000 x 189 = 1017.84mm2 Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm Dipasang tulangan lentur D16-160 As pakai = 1200 mm2 Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X ¼ x As = ¼ x 1200 = 300 mm2 Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X 1/3 x As = 1/3 x 1200 = 400 mm2 As’ = ρ’ x b x d = 0.0035 x 1000 x 189 = 661.5 mm2 > 400 mm2 (OK) Dipasang tulangan lentur D13-150 As pakai = 774.18 mm2
Penulangan lapangan
0.001
ρ' = ρ' =
δMu
φfy (d − d ' )bd
=
0.5 x 22534000 = 0.0012 0.8 x 400(189 − 31)1000 x189
ρ = ρδ + ρ’ = 0.001 + 0.0012 = 0.0022 Dari perhitungan sebelumnya telah didapat:
ρ max = 0.75ρb = 0.75 x 0.03343 = 0.02507 ρ min =
1.4 1.4 = = 0.0035 fy 400
karena ρperlu <ρmin <ρmax Asperlu = ρ. b .d = 0.0035 x 1000 x 189 = 661.5 mm2 Smax = 2 x tebal pelat = 2 x 120 = 240 mm
=
17 Dipasang tulangan lentur D10-80 As pakai = 851.61 mm2 Tulangan atas minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X ¼ x As = ¼ x 851.61 = 212.9 mm2 Tulangan bawah minimum yang harus dipasang menerus sepanjang bentang arah X 1/3 x As = 1/3 x 851.61 = 281.036 mm2 As’ = ρ’ x b x d = 0.0035 x 1000 x 189 = 661.2 mm2 > 281.036 mm2 (OK) Dipasang tulangan lentur D10-80 As pakai = 851.61 mm2 Penulangan pelat arah sumbu Y identik dengan perhitungan di atas.
Dari perhitungan SAP 2000 v 14.2 di dapat Vu = 272,9 kg Mu = 730,4 kgm C' C-1 C-CD C-AB
A
C-2
B
C
Kolom Penampang Kritis
Gambar 4.8 Penampang kritis kolom sejauh d/2 dari muka kolom d = 220 – 20 – 22 – 0.5*22 = 167 c1 = c2 = 0.3 m c cd + c ab = c1 + d c1 + d = 0.3 + 0.167 = 0.467 = 0.47 m c’ cd = c’ ab = 0.235 m Ac = 2d (c1+c2+2d) Ac = 2x0.167(0.3+0.3+2x0.167) Ac = 0.312 m2 d (c1+d)3 6
+
(c1+d)3 6
+
6
+
Vu cd =
0.312 0.0283 Vu γv Mu Ccd
-
Ac 272.9
0.312
1 1+
2 3
c1+d J c2+d
2
6 1 1+
0.0283
=- 1550.2 kg
4.5.2 Perhitungan kolom
+
Dimensi kolom Tebal pelat Mutu Beton Mutu Baja Tulangan utama Selimut Beton Sengkang L kolom
2 3
Pu max = 36.116 KN Mu max = 7.304 KNm Asumsi ρ perlu = 0.015 As perlu = 0.015 x 300 x 300 = 1350 mm Digunakan tulangan 8D-16 As pakai = 1600 ρ pakai = 1600/ 90000 = 0.0177
Vu Max = 2729 N
0.167 (0.3+0.167)(0.3+0.167)2
= 0.4
0.5 J 0.5
= 30x30 cm = 120 mm = 31.2 Mpa = 400 Mpa = D-16 = 40 mm = ϕ 10 = 4000 mm
Perhitungan tulangan geser untuk kolom
d (c2+d)(c1+d)2
(0.3+0.167)3
-
Jc 0.4x730.4x0.235
=3299.60 kg
Jadi Vu yang dipakai adalah 3299.60 kg = 32996 N Φ Vc = Φ x 1/6 x f’c^0.5 x bo x d = 0.75 x 1/6 x 31.2^0.5 x 1000 x 167 = 116601.4 N Karena Vu < Φ Vc maka tidak perlu penulangan geser.
2
Vc dihitung sesuai rumus yang terdapat dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.3.1.2
Jc = 0.0028+0.016+0.0085 = 0.0283 m4 γv = 1-
+
Jc 0.4x730.4x0.235
Langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut ke dalam program bantu PCA Col sehingga didapatkan diagram interaksi.
Jc = 0.167 (0.3+0.167)3
Vu cd =
γv Mu Cab
+
Ac 272.9
Perhitungan kolom menggunakan program bantu PCA Column. Perhitungan kolom untuk kolom 4FsA1 adalah sebagai berikut:
B
C1+d C'
Jc =
Vu Ab =
Vu
Data Perencanaan Kolom bentang 4 meter
Penulangan geser pelat
D
Vu Ab =
Vc(1+
Nu √f'c ) x x bw d 14Ag 6
18 Vc ?1+
36.116 √31.2 x 300.25069823 N @ x 6 14.300.300
φ Vc = 41894 N 0.5 φ Vc = 20947 N
Karena 0.5 φ Vc > Vu Maka tulangan geser tidak diperlukan. Namun, untuk keperluan praktis pemasangan di lapangan, akan dipasang tulangan geser sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 9.10.5.1 bahwa setiap komponen struktur non prategang harus diikat dengan sengkang diameter 10 mm dengan jarak tidak boleh lebih dari 16db atau 48d sengkang sepanjang bentang.
BAB 5 ANALISA BIAYA 5.1 Perhitungan Volume 5.1.1 Perhitungan volume sistem konvensional Perhitungan volume sistem konvensional didasarkan pada komponen struktur yang menyusun sistem konvensional itu sendiri. Sistem konvensional terdiri dari pelat, kolom, dan balok. Oleh karena itu perhitungan volumenya juga akan meliputi ketiga komponen tersebut.
5.1.1.1 Perhitungan volume pekerjaan beton sistem konvensional Perhitungan volume untuk pekerjaan beton sistem konvensional memiliki urutan perhitungan sebagai berikut: 1. Volume untuk kolom dihitung penuh. 2. Volume pelat dihitung seluruh luasan dikurangi bagian yang termasuk dalam kolom. 3. Volume balok adalah panjang balok dikurangi dengan bagian yang termasuk dalam kolom, tinggi balok dikurangi dengan tebal pelat.
4. Volume balok induk dan balok anak yang berpotongan, yang dihitung menerus adalah balok induknya. Dengan urutan di atas, maka contoh perhitungan volume pekerjaan beton sistem konvensional untuk bentang 4x4 meter adalah sebagai berikut: Perhitungan volume pekerjaan beton bentang 4x4 meter. Volume kolom Jenis kolom (lihat gambar 4.1) Dimensi kolom Jumlah kolom Tinggi lantai tinggi balok) Volume kolom 2 = 19.13 m3 Volume pelat Tipe pelat
= 4KA1, 4KB1, 4KB2 = 30 x 30 cm = 25 x 2 lantai = (tinggi plafond + = ( 4 + 0.25) = 4.25 m = 0.3 x 0.3 x 4.25 x 25 x
= 4PkA, 4PkB, 4PkC (lihat gambar 4.1) = 12 cm = 4x4 meter = 16 buah = 0.3 x 0.3 x
Tebal pelat Dimensi pelat Pelat berdimensi sama Bagian yang termasuk kolom 0.12 x 25 = 0.27 m3 Volume pelat = (4x4x16x0.12)-0.27 =30.45 m3 Volume balok
Tipe balok = 4A1-B1, 4B1-C1, 4B2-C2 (lihat gambar 4.1) Tinggi balok = 0.25-tebal pelat = 0.25-0.12 = 0.13 m Lebar balok = 0.18 m Panjang balok = 4 – (2 x 0.5 kolom) = 4 – 0.3 = 3.7 Jumlah balok = 32 buah Volume balok = 0.13x0.18x3.7x32 = 2.77 m3 Jadi, total volume pekerjaan beton sistem konvensional bentang 4x4 adalah 19.13+30.45+2.77 = 52.35 m3
19 Contoh perhitungan volume pekerjaan beton untuk bentang yang lain ditabelkan dalam tabel 5.1 di bawah ini: 4x4 meter
No 1
2
3
3
Timesing 2/25
Dimension (m) 0.3 0.3 4.25 16/ 4 4 0.12 32/ 0.13 0.18 3.7 Total Volume Beton
Squaring (m ) Description Kolom 4kA1, 4kB1, 19.13 4kB2 30.45
Pelat 4PkA, 4PkB, 4PkC
2.77
Balok 4A1-B1, 4B1C1, 4B2-C2
52.35
Tabel 5.1 Perhitungan Volume Pekerjaan Beton Sistem Konvensional 4x4 meter Keterangan: Timesing = banyaknya elemen yang berdimensi sama. Dimension = dimensi dari elemen. Squaring = kuantitas elemen. Description = keterangan elemen yang diukur.
5.1.1.2 Perhitungan volume pekerjaan bekisting sistem konvensional Urutan adalah:
perhitungan
pekerjaan
bekisting
1. Luas permukaan untuk kolom dihitung penuh. 2. Luas permukaan pelat dihitung seluruh luasan dikurangi bagian yang termasuk dalam kolom. 3. Luas permukaan balok adalah panjang balok dikurangi dengan bagian yang termasuk dalam kolom, tinggi balok dikurangi dengan tebal pelat. 4. Luas permukaan balok induk dan balok anak yang berpotongan, yang dihitung menerus adalah balok induknya. Berikut ini merupakan contoh perhitungan pekerjaan bekisting untuk bentang 4x4 meter:
Jumlah pelat Bagian kolom m Luas permukaan 253.75 m2 Bekisting balok Tinggi balok Lebar balok Panjang balok Jumlah balok Luas permukaan (32x0.18x3.7) =
= 16 = 0.3 x 0.3 x 25 = 2.25 = (4 x 4 x 16) – 2.25 =
= 0.25 – 0.12 = 0.13 m = 0.18 m = 4 – 0.3 = 3.7 m = 32 = (32x0.13x3.7)x2 +
= 30.78 + 21.31 = 52.10 m2 Contoh perhitungan volume pekerjaan bekisting untuk bentang yang lain ditabelkan dalam tabel 5.6 berikut: Tabel 5.6 Perhitungan Volume Pekerjaan Bekisting Sistem Konvensional 4x4 meter 4x4 meter No Timesing Dimension (m) Number of Side 1 2/25 0.3 4 4 Total volume bekisting kolom 2 16/ 4 1 4 Total volume bekisting pelat 3 32/ 0.13 2 3.7 4 32/ 0.18 1 3.7 Total volume bekisting balok
2
Description Kolom 4kA1, 4PkB1, 4PkB2
Squaring (m ) 240.00
240.00 253.75 253.75 30.78
Pelat 4PkA, 4PkB, 4PkC Balok 4A1-B1, 4B1-C1, 4B2-C2
21.31 52.10
5.1.1.3 Perhitungan volume pekerjaan pembesian sistem konvensional Pedoman perhitungan bengkokan minimum tulangan disesuaikan dengan peraturan tentang kait standar dan detail tulangan yang dibengkokan sesuai SNI 03-2847-2002 ps. 9.1 Rekapitulasi perhitungan volume pekerjaan pembesian untuk sistem konvensional ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 5.16 Rekapitulasi Perhitungan Volume Pekerjaan Pembesian Sistem Konvensional
Bekisting kolom Dimensi kolom Panjang kolom Jumlah kolom Luas permukaan = 240 m2 Bekisting pelat
= 30 x 30 cm = 4.25 m = 25 x 2 lantai = 0.3 x 4.25 x 4 x 25 x 2
Dimensi pelat
= 4 x 4 meter
No 1 2 3 4 5
Bentang 4 meter 5 meter 6 meter 7 meter 8 meter
Volume (kg) 7616.06 10422.66 7612.51 11489.30 14792.29
5.1.2 Perhitungan volume pekerjaan sistem flat slab
20
5.1.2.1 Perhitungan volume pekerjaan beton sistem flat slab Perhitungan volume untuk pekerjaan beton sistem flat slab memiliki urutan perhitungan sebagai berikut: 1. Volume untuk kolom dihitung penuh. 2. Volume pelat dihitung seluruh luasan dikurangi bagian yang termasuk dalam kolom. 3. Volume drop panel adalah panjang drop panel x lebar drop panel dikalikan dengan tebal dan dikurangkan dengan bagian yang termasuk dalam kolom. Tebal drop panel tidak memperhitungankan bagian yang termasuk di dalam pelat. Dengan urutan di atas, maka contoh perhitungan volume pekerjaan beton sistem flat slab untuk bentang 4x4 meter adalah sebagai berikut: Perhitungan volume pekerjaan beton sistem flat slab bentang 4x4 meter. Volume kolom Jenis kolom (lihat gambar 4.2) Dimensi kolom Jumlah kolom Tinggi lantai tinggi drop panel) Volume kolom 2 = 18.45 m3 Volume pelat Tipe pelat
= 4fsA1, 4fsB1, 4fsB2 = 30 x 30 cm = 25 x 2 lantai = (tinggi plafond + = ( 4 + 0.1) = 4.1 m = 0.3 x 0.3 x 4.1 x 25 x
Lebar drop panel = 1.4x1.4 m Jumlah drop panel = 9 buah Volume drop panel = 0.1x1.4x1.4x9 – (0.3x0.3x0.1x9) = 1.68 m3 Tipe drop panel = DP4c (lihat gambar 4.2) Tebal drop panel = 0.1 m Lebar drop panel = 0.7 x 0.7m Jumlah drop panel = 4 buah Volume drop panel = 0.1x0.7x0.7x4 – (0.3x0.3x0.1x4) = 0.16 m3 Tipe drop panel = DP4b (lihat gambar 4.2) Tebal drop panel = 0.1 m Lebar drop panel = 0.7x1.4 m Jumlah drop panel = 12 buah Volume drop panel = 0.1x0.7x0.14x12 – (0.3x0.3x0.1x12) = 1.07 m3 Jadi, total volume pekerjaan beton sistem flat slab bentang 4x4 adalah 18.45+30.45+1.68+0.16+1.07= 51.815 m3 Contoh perhitungan volume pekerjaan beton sistem flat slab untuk bentang yang lain selanjutnya ditabelkan dalam tabel berikut ini: Tabel 5.17 Perhitungan Volume Pekerjaan Beton Sistem flat slab bentang 4x4 meter 4x4 meter
No 1
2
3
4
= 4PfsA, 4PfsB, 4PfsC (lihat gambar 4.2) = 12 cm = 4x4 meter = 16 buah = 0.3 x 0.3 x
Tebal pelat Dimensi pelat Pelat berdimensi sama Bagian yang termasuk kolom 0.12 x 25 = 0.27 m3 Volume pelat = (4x4x16x0.12)-0.27 =30.45 m3 Volume drop panel Tipe drop panel = DP4 (lihat gambar 4.2) Tebal drop panel = 0.1 m
5
Timesing 2/25
Dimension (m) 0.3 0.3 4.1 16/ 4 4 0.12 9/ 1.4 1.4 0.1 4/ 0.7 0.7 0.1 12/ 0.7 1.4 0.1 Total Volume Beton
3
Squaring (m ) 18.45
Description Kolom 4kfsA1, 4kfsB1, 4kfsB2
30.45 Pelat 4PfsA 1.68 DP4 0.16
DP4c
1.07
DP4b
51.81
5.1.2.2 Perhitungan volume pekerjaan bekisting sistem flat slab Berikut ini merupakan contoh perhitungan pekerjaan bekisting untuk bentang 4x4 meter: Bekisting Kolom Dimensi kolom Panjang kolom Jumlah kolom Luas permukaan = 240 m2
= 30 x 30 cm = 4.25 m = 25 x 2 lantai = 0.3 x 4.25 x 4 x 25 x 2
21 Bekisting pelat Dimensi pelat Jumlah pelat Bagian kolom m2 Bagian drop panel
Luas permukaan 16.83 – 1.6 – 10.68
= 16x16 meter =1 = 0.3 x 0.3 x 25 = 2.25
Tabel 5.22 Volume Pekerjaan Bekisting Sistem Flat Slab Bentang 4x4 meter No 1
DP4 = (9 x 1.4 x 1.4)-(9 x 0.3 x 0.3) = 16.83 m2 DP4c = (4 x 0.7 x 0.7)(4 x 0.3 x 0.3) = 1.6 m2 DP4b = (12 x 0.7 x 1.4)-(12 x 0.3 x 0.3) = 10.68 m2 = (16 x 16) – 2.25 –
2
3 4 4 5 6 7 8
= 224.64 m2 Bekisting drop panel DP4 (lihat gambar 4.2) Tebal drop panel = 0.1 m Lebar drop panel = 1.4 m Jumlah =9 Bagian yang termasuk kolom = 9 x 0.3 x 0.3 = 0.81 m2 Luas permukaan = (9 x 1.4 x 1.4) + (9 x 4 x 1.4 x 0.1) – 0.81 =17.64+5.04-0.81 =21.87 m2 DP4c (lihat gambar 4.2) Tebal drop panel = 0.1 m Lebar drop panel = 0.7 x 0.7 m Jumlah =4 Bagian yang termasuk kolom = 4 x 0.3 x 0.3 = 0.36 m2 Luas permukaan = (4 x 0.7 x 0.7) + (4 x 4 x 0.7 x 0.1) – 0.36 = 2.72 m2
Contoh perhitungan volume pekerjaan bekisting untuk sistem flat slab ditabelkan dalam tabel 5.22.
Description Kolom 4fsA1, 4fsB1, 4fsB2 Pelat 4PfsA
DP4 DP4 DP4c
DP4c DP4b DP4b DP4b
5.1.2.3 Perhitungan volume pekerjaan pembesian sistem flat slab Prinsip perhitungan pekerjaan pembesian sistem ini sama dengan sistem konvensional. Pedoman perhitungan bengkokan minimum tulangan disesuaikan dengan peraturan tentang kait standar dan detail tulangan yang dibengkokan sesuai SNI 03-2847-2002 ps. 9.1 Contoh perhitungan volume pekerjaan pembesian untuk sistem flat slab ditabelkan dalam tabel 5.27 berikut: Tabel 5.27 Perhitungan Volume Pekerjaan Pembesian Sistem Flat Slab Bentang 4 meter No
Lokasi Besi Beton
1 Pelat
DP4b (lihat gambar 4.2) Tebal drop panel = 0.1 m Lebar drop panel = 0.7 x 1.4 m Jumlah = 12 Bagian yang termasuk kolom = 12 x 0.3 x 0.3 = 1.08 m2 Luas permukaan = (12 x 0.7 x 1.4) + (2 x 12 x 0.7 x 0.1) + (2 x 12 x 1.4 x 0.1) –1.08 = 15.72 m2 Luas total drop panel = 21.87+2.72+15.72=40.31 m2
4x4 meter Dimension (m) Number of Side Squaring (m 2 ) 0.3 4 240.00 4 Total volume bekisting kolom 240.00 16/ 4 1 224.64 4 Total volume bekisting pelat 224.64 9/ 1.4 1 16.83 1.4 9/ 0.1 4 5.04 1.4 4/ 0.7 1 1.60 0.7 4/ 0.1 4 1.12 0.7 12/ 0.7 1 10.68 1.4 12/ 0.7 2 1.68 0.1 12/ 1.4 2 3.36 0.1 Total volume bekisting drop panel 40.31 Timesing 2/25
Φ (mm) 22
Besi Beton L (mm) Jumlah 2880
FLAT SLAB BENTANG 4x4 METER Jumlah Besi Beton 10 (mm) 13 (mm) 16 (mm) 19 (mm) 22 (mm) 25 (mm) 28 (mm) 32 (mm)
450
2 Pelat
22
2880
258
3 Drop panel
22
2848
180
4 Kolom
16
8440
200
5 Kolom
10
960
844
6 Pelat
22
1440
600
0.3282682
7 Pelat
22
1440
172
0.0941035
8 Drop panel
22
1444
120
9 Pelat
22
2880
86
10 Pelat
16
2640
300
11 Pelat
13
2640
320
12 Pelat
10
2640
4900
13 Pelat
16
1320
150
14 Pelat
13
1320
160
15 Pelat
1440
100
16 Pelat
22
1440
100
17 Drop panel
22
22
1144
70
Total (m3) Berat Jenis (Kg/m3) Berat (Kg) Berat Total Besi Beton (Kg)
Stirrup/ Beugel 8 (mm) 10 (mm) 13 (mm)
Bentuk Besi Beton
0.4924022 0.2823106 0.1947724 0.33922 0.063604
0.065836 0.0941035 0.15916 0.112075 1.015476 0.03979 0.028019 0.0547114 0.0547114 0.0304256 1.0155 0.1401 7850 7850 7971.49 1099.74 27074.57
0.5382 7850 4224.64
0.0000 7850 0
1.6916 7850 13279
0.0000 7850 0
0.0000 7850 0
0.0000 7850 0
0.0000 7850 0.00
0.0636 7850 499
0.0000 7850 0
5.2 Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Harga satuan pekerjaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga satuan kota Surabaya tahun 2011 yang mengadopsi indeks dari SNI DT-91-0008-2007.
22 Penelitian ini hanya akan memperhitungkan beberapa jenis pekerjaan yang akan berubah ketika sistem struktur lantai dan bentang struktur berubah.
Tabel 5.38 Perhitungan Biaya Konstruksi Sistem Flat Slab No
Pekerjaan yang dimaksud di atas adalah pekerjaan pembuatan beton mutu K350 (31.2 Mpa), pekerjaan pembuatan bekisting untuk kolom, pelat, balok, serta pekerjaan pembesian besi polos dan ulir.
1
2
Bentang 4 meter
5 meter
Pekerjaan lain seperti finishing, pemasangan dinding, atap, dll dianggap tidak akan merubah pola biaya yang akan terjadi. 6 meter
7 meter
8 meter
m
Tabel 5.37 Perhitungan Biaya Konstruksi Sistem Konvensional No Bentang
Jenis Pekerjaan
Volume
Nilai HSPK
m
3
52.346
Rp773,258.00
Rp40,476,623.03
Bekisting Kolom
m
2
240.000
Rp271,705.00
Rp65,209,200.00
Bekisting Balok
m
2
52.096
Rp289,705.00
1 4 meter Beton Struktur
Bekisting Pelat Pembesian
Satuan
2
m Kg
253.750 Rp271,705.00 7616.060 Rp11,180.51 Total Total Biaya
Biaya
Rp15,092,471.68 Rp68,945,143.75 Rp85,151,437.74 Rp274,874,876.20 Rp302,362,363.82
m
3
54.014
Rp773,258.00
Rp41,766,370.98
Bekisting Kolom
m
2
194.880
Rp271,705.00
Rp52,949,870.40
Bekisting Balok
m
2
80.068
Rp289,705.00
Rp23,196,099.94
Bekisting Pelat Pembesian
m Kg
2 5 meter Beton Struktur
2
254.408 Rp271,705.00 10422.663 Rp11,180.51 Total Total Biaya
Beton Struktur
m
Bekisting Kolom
m
m
3
53.338
Rp773,258.00
Rp41,243,725.90
2
126.720
Rp271,705.00
Rp34,430,457.60
Bekisting Balok
m
2
65.856
Rp289,705.00
Rp19,078,812.48
Bekisting Pelat Pembesian
m Kg
Bekisting Kolom
2
254.560 Rp271,705.00 7612.510 Rp11,180.51 Total Total Biaya
m
3
63.195
Rp773,258.00
Rp48,866,077.97
2
144.180
Rp271,705.00
Rp39,174,426.90
Bekisting Balok
m
2
70.479
Rp289,705.00
Bekisting Pelat Pembesian
m Kg
Bekisting Kolom
5 8 meter Beton Struktur Bekisting Kolom Bekisting Balok Bekisting Pelat Pembesian
2
254.178 Rp271,705.00 11489.298 Rp11,180.51 Total Total Biaya
Rp20,418,118.70 Rp69,061,297.64 Rp128,456,211.37 Rp305,976,132.57 Rp336,573,745.83
m
3
78.228
Rp773,258.00
Rp60,490,040.20
m
2
162.000
Rp271,705.00
Rp44,016,210.00
m
2
87.300
Rp289,705.00
Rp25,291,246.50
2
m Kg
253.750 Rp271,705.00 14792.292 Rp11,180.51 Total Total Biaya
2 2
m
2
Bekisting Pelat Pembesian
m Kg
Beton Struktur
m
Bekisting Kolom
m
3 2 2
m
2
Bekisting Pelat Pembesian
m Kg
Beton Struktur
m
Bekisting Kolom
m
3
51.811
Nilai HSPK
Biaya
Rp773,258.00
Rp40,063,270.24
240.000 Rp271,705.00
Rp65,209,200.00
40.310
Rp10,952,428.55
Rp271,705.00
224.640 Rp271,705.00 27074.570 Rp11,180.51 Total Total Biaya 55.153
Rp61,035,811.20 Rp302,707,501.25 Rp479,968,211.24 Rp527,965,032.36
Rp773,258.00
Rp42,647,343.82
183.680 Rp271,705.00
Rp49,906,774.40
58.610
Rp271,705.00
218.790 Rp271,705.00 28522.444 Rp11,180.51 Total Total Biaya 60.411
Rp15,924,630.05 Rp59,446,336.95 Rp318,895,471.71 Rp486,820,556.93 Rp535,502,612.62
Rp773,258.00
Rp46,713,443.69
119.520 Rp271,705.00
Rp32,474,181.60
45.360
Rp271,705.00
220.000 Rp271,705.00 25164.482 Rp11,180.51 Total Total Biaya Rp773,258.00
Rp56,157,765.59
2
134.460 Rp271,705.00
Rp36,533,454.30
2
124.458 Rp271,705.00
Rp33,815,725.04
2
146.400 Rp271,705.00 26075.973 Rp11,180.51 Total Total Biaya
Rp39,777,612.00 Rp291,542,678.61 Rp457,827,235.54 Rp503,609,959.09
m
Bekisting Pelat Pembesian
m Kg
Beton Struktur
m
Bekisting Kolom
m
3 2 2
m
2
m Kg
72.625
Rp12,324,538.80 Rp59,775,100.00 Rp281,351,747.59 Rp432,639,011.68 Rp475,902,912.84
Rp773,258.00
Rp60,826,794.05
151.200 Rp271,705.00
78.663
Rp41,081,796.00
39.870
Rp10,832,878.35
Rp271,705.00
226.840 Rp271,705.00 24843.410 Rp11,180.51 Total Total Biaya
Rp61,633,562.20 Rp277,761,996.31 Rp452,137,026.92 Rp497,350,729.61
5.4 Analisa Perbandingan Biaya Dari tabel 5.37 dan 5.38 pada sub bab 5.3 sebelumnya, maka dapat dibuat grafik perbandingan antara biaya konstruksi dengan bentang struktur. Grafik tersebut ditunjukkan sebagai berikut:
Rp69,165,224.80 Rp85,111,744.19 Rp249,029,964.97 Rp273,932,961.47
m
4 7 meter Beton Struktur
3
Volume
Rp69,123,789.79 Rp116,530,691.46 Rp303,566,822.57 Rp333,923,504.83
m
3 6 meter Beton Struktur
2
m Kg
Bekisting Pelat Pembesian
Berikut ini adalah hasil perhitungan biaya konstruksi untuk kelima bentang sistem struktur lantai konvensional dan flat slab yang diuji cobakan.
2
Bekisting Pelat Pembesian
Bekisting drop panel
5.3 Perhitungan Biaya Konstruksi
2
m
Bekisting drop panel
5
3
m
Bekisting drop panel
Bekisting drop panel
4
Satuan
Bekisting Kolom
Bekisting drop panel
3
Selain itu, penelitian ini juga menganggap HSPK pekerjaan bekisting drop panel adalah sama dengan HSPK pekerjaan pelat. Hal ini dikarenakan bentuk dari drop panel lebih menyerupai pelat daripada balok maupun kolom. SNI DT-91-0008-2007 juga tidak mencantumkan indeks untuk pekerjaan bekisting drop panel secara jelas.
Jenis Pekerjaan Beton Struktur
Rp68,945,143.75 Rp165,385,369.93 Rp364,128,010.38 Rp400,540,811.41
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Biaya Konstruksi (Sumber: Analisa Data) Gambar 5.1 menunjukkan grafik perbandingan antara bentang dengan biaya
23 konstruksi untuk masing-masing sistem struktur lantai.
biaya yang lebih murah bahkan lebih murah dari bentang 4 meter.
Dari grafik tersebut, dapat diketahui biaya konstruksi untuk masing-masing tipe struktur lantai beton bertulang. Grafik tersebut juga menunjukkan bentang yang memberikan biaya konstruksi termurah untuk masing-masing sistem struktur lantai.
Untuk bentang selanjutnya yakni bentang 7 dan 8 meter, grafik kembali mempunyai pola yang sama dengan bentang 4 dan 5 meter sebelumnya. Biaya bertambah tinggi ketika bentang bertambah panjang. Hal yang menarik adalah bentang 7 meter ternyata memiliki biaya yang tidak jauh berbeda dengan bentang 5 meter. Hal ini tentu dapat dijadikan pertimbangan bagi para perencana.
Biaya konstruksi untuk sistem struktur lantai konvensional dimulai dari yang termurah adalah: (1) Bentang 6 meter dengan total biaya sebesar Rp. 273.932.961,47, (2) Bentang 4 meter dengan total biaya sebesar Rp. 302.362.363,82, (3) Bentang 5 meter dengan total biaya sebesar Rp. 333.923.504,83, (4) Bentang 7 meter dengan total biaya sebesar Rp. 336.573.745, 83, (5) Bentang 8 meter dengan total biaya sebesar Rp. 400.540.811, 41. Biaya konstruksi untuk sistem struktur lantai flat slab dimulai dari yang termurah adalah: (1) Bentang 6 meter dengan total biaya sebesar Rp. 475.902.912,84, (2) Bentang 8 meter dengan total biaya sebesar Rp. 497.350.729, 61, (3) Bentang 7 meter dengan total biaya sebesar Rp. 503.609.959,09, (4) Bentang 4 meter dengan total biaya sebesar Rp. 527.965.032,36, (5) Bentang 5 meter dengan total biaya sebesar Rp. 535.502.612,62. Dengan demikian, bentang termurah baik pada sistem struktur lantai konvensional maupun sistem struktur lantai flat slab adalah bentang 6 meter.
5.5 Pembahasan Pada sistem struktur lantai konvensional, bentang 4 meter memberikan biaya pertengahan jika dibandingkan dengan keempat bentang yang lain. Dari bentang 4 meter, grafik biaya beranjak naik untuk bentang berikutnya yakni 5 meter. Hal ini sesuai dengan logika desain dimana bentang yang lebih panjang tentu akan menghasilkan dimensi struktur yang lebih besar. Hal berbeda terjadi untuk bentang selanjutnya yakni bentang 6 meter. Berbeda dengan bentang 4 meter dan 5 meter yang beranjak naik lantaran bentang bertambah panjang, bentang 6 meter justru memberikan
Sistem struktur lantai flat slab memiliki pola grafik yang serupa namun memiliki sedikit perbedaan dengan sistem struktur lantai konvensional. Bentang 4 meter masih menjadi bentang pertengahan jika dibandingkan dengan biaya keempat bentang yang lain. Selanjutnya, grafik beranjak naik untuk bentang yang lebih panjang yakni 5 meter. Mirip dengan sistem struktur lantai konvensional, bentang 6 meter masih memberikan biaya termurah untuk sistem struktur lantai flat slab. Namun, pola grafik selanjutnya tidak sama dengan sistem struktur lantai konvensional. Bentang 7 meter yang pada sistem struktur lantai konvensional memiliki biaya yang hampir sama dengan bentang 5 meter, pada sistem struktur lantai flat slab justru lebih murah. Hal ini tentu menarik untuk dicermati karena hal tersebut menunjukkan bahwa dimensi yang lebih besar belum tentu memiliki biaya yang lebih tinggi. Perbedaan juga terdapat pada bentang selanjutnya yakni bentang 8 meter. Biaya konstruksi yang pada sistem struktur lantai konvensional beranjak naik, pada sistem struktur lantai flat slab justru menurun. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sistem struktur lantai flat slab cocok untuk bentang yang panjang dan beban yang berat. Selain penjelasan di atas, gambar 5.1 juga menunjukkan beberapa hal diantaranya: 1. Biaya sistem struktur lantai flat slab selalu lebih mahal jika dibandingkan dengan sistem struktur lantai konvensional untuk semua bentang yang diujikan. 2. Bentang yang lebih panjang tidak selalu menghasilkan biaya yang lebih mahal, begitu pula sebaliknya
24 bentang yang lebih pendek tidak selalu memberikan biaya yang lebih murah. 3. Biaya konstruksi dan bentang struktur tidak memiliki korelasi yang berbanding lurus. Lebih jauh, berikut akan di paparkan analisa grafik perbandingan biaya konstruksi berdasarkan komponen penyusunnya. Komponen penyusun yang dimaksud adalah biaya yang telah disebutkan dalam sub bab sebelumnya yakni biaya beton struktur, biaya bekisting, dan biaya pembesian.
Untuk bentang yang sama, biaya beton struktur sistem flat slab lebih rendah daripada biaya pada sistem konvensional. Dengan kata lain, sistem flat slab dapat dikatakan lebih unggul dalam komponen biaya beton struktur. Komponen kedua adalah komponen bekisting. Untuk biaya komponen ini, tidak didapatkan pola berbanding lurus. Pola yang terlihat pada gambar 5.2 dan 5.3 di atas adalah kurva. Bentang pendek dan bentang panjang sama-sama menghasilkan biaya yang tinggi. Bentang 6 meter menjadi bentang dengan biaya bekisting terendah untuk kedua jenis sistem struktur lantai. Secara keseluruhan, biaya komponen bekisting sistem konvensional lebih mahal daripada sistem flat slab. Hal ini dikarenakan sistem konvensional memiliki balok yang membuat volume pekerjaan bekisting sistem konvensional lebih besar. Sistem flat slab hanya memiliki pelat sehingga volume pekerjaan bekistingnya lebih sedikit.
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Biaya Sistem Struktur Lantai Konvensional Berdasarkan Komponen Penyusun. (Sumber: Analisa Data)
Keunggulan sistem flat slab ini sesungguhnya juga akan berdampak besar terhadap waktu pengerjaan struktur. Bekisting sistem flat slab yang sederhana, akan membuat proses pengerjaan bekisting lebih cepat daripada sistem konvensional. Namun, hal ini tidak akan dibahas lebih jauh pada penelitian ini karena penelitian ini hanya menyoroti biaya. Komponen terakhir dalam perhitungan biaya adalah komponen pekerjaan pembesian. Biaya pekerjaan pembesian tidak memiliki hubungan dengan bentang sistem struktur. Bertambahnya bentang struktur tidak selalu menyebabkan biaya pekerjaan pembesian bertambah.
Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Biaya Sistem Struktur Lantai Flat Slab Berdasarkan Komponen Penyusun. (Sumber: Analisa Data) Gambar 5.2 dan 5.3 di atas menunjukkan biaya berdasarkan komponen penyusunnya. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa pada setiap struktur lantai, biaya yang paling rendah adalah biaya beton struktur. Biaya ini memiliki pola yang dapat disebut sebagai berbanding lurus (linear). Biaya beton struktur terus bertambah naik seiring dengan bertambahnya bentang struktur tersebut.
Namun, volume pekerjaan pembesian sebenarnya memiliki variabel tambahan yang sangat tergantung dengan bentang. Variabel tersebut adalah panjang penyaluran. Sistem struktur flat slab terbagi dalam 8 daerah. Kedelapan daerah tersebut adalah lajur kolom daerah tumpuan arah X dan Y, lajur kolom daerah lapangan arah X dan Y, lajur tengah daerah tumpuan arah X dan Y, dan lajur tengah daerah lapangan arah X dan Y. Pembagian daerah ini menyebabkan tulangan harus diputus dan perlu ditambah panjang penyaluran. Bentang yang memiliki sedikit daerah pemutusan akan membuat panjang penyaluran
25 semakin sedikit sehingga biaya juga akan semakin rendah. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa pekerjaan pembesian sistem flat slab lebih tinggi daripada sistem konvensional. Hal ini juga dikarenakan sistem flat slab membuat pelat yang pada sistem konvensional merupakan struktur sekunder menjadi struktur primer. Struktur primer menyebabkan pelat sistem flat slab harus ditulangi menerus sepanjang bentang baik daerah tekan maupun daerah tarik. Pada sistem struktur lantai konvensional hal ini tidak terjadi. Daerah lapangan hanya ditulangi pada daerah tarik. Penggunaan tulangan pada pelat flat slab juga menggunakan tulangan ulir atau deformed. Jika dicermati lebih jauh, walaupun volume pekerjaan pembesian lebih besar, sistem flat slab sebenarnya memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan sistem konvensional. Keunggulan tersebut adalah bentuk tulangan sistem flat slab yang sederhana. Hal ini tentu akan menghemat waktu dalam pengerjaannya. Pada sistem konvensional, komponen biaya tertinggi ditempati oleh pekerjaan bekisting dan pekerjaan pembesian. Berbeda dengan hal ini, komponen pekerjaan yang menghasilkan biaya tinggi pada sistem flat slab hanyalah pekerjaan pembesian. Oleh karena itu, jika menginginkan biaya yang lebih rendah untuk sistem flat slab, maka yang perlu dilakukan adalah menekan biaya pekerjaan pembesian. Kekurangan sistem flat slab dalam volume pekerjaan pembesian sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah. Saat ini, para kontraktor lebih sering menggunakan tulangan 2 lapis daripada memilih untuk menggunakan tulangan yang dibengkokan oleh pekerja. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari keseluruhan studi pengaruh sistem struktur lantai beton bertulang ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah:
1. Biaya konstruksi untuk sistem struktur lantai konvensional dimulai dari yang termurah adalah: (1) Bentang 6 meter dengan total biaya sebesar Rp. 273.932.961,47, (2) Bentang 4 meter dengan total biaya sebesar Rp. 302.362.363,82, (3) Bentang 5 meter dengan total biaya sebesar Rp. 333.923.504,83, (4) Bentang 7 meter dengan total biaya sebesar Rp. 336.573.745, 83, (5) Bentang 8 meter dengan total biaya sebesar Rp. 400.540.811, 41. 2. Biaya konstruksi untuk sistem struktur lantai flat slab dimulai dari yang termurah adalah: (1) Bentang 6 meter dengan total biaya sebesar Rp. 475.902.912,84, (2) Bentang 8 meter dengan total biaya sebesar Rp. 497.350.729, 61, (3) Bentang 7 meter dengan total biaya sebesar Rp. 503.609.959,09, (4) Bentang 4 meter dengan total biaya sebesar Rp. 527.965.032,36, (5) Bentang 5 meter dengan total biaya sebesar Rp. 535.502.612,62. 3. Bentang yang memberikan biaya konstruksi termurah untuk masingmasing sistem struktur lantai baik sistem konvensional maupun flat slab adalah 6 meter.
6.2 Saran Berdasarkan keseluruhan hasil analisa serta pembahasan pada penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa saran untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini. Saran tersebut adalah: 1. Agar biaya konstruksi yang akan dibandingkan lebih sempurna, hendaknya penelitian selanjutnya mengikutsertakan beban lain dalam analisa struktur seperti beban gempa, beban angin, dan beban arah horizontal lainnya. 2. Pemilihan tulangan yang dibutuhkan diharapkan sedekat mungkin dengan kebutuhan tulangan. Penggunaan
26 tulangan sebenarnya juga dibatasi oleh diameter yang dijual di pasaran. Hal ini sangat tergantung pada keputusan engineer apakah berani menjamin analisa strukturnya benar, sehingga berani mengambil tulangan yang sangat dekat dengan kebutuhan hasil analisa. 3. Selain biaya, perlu dibandingkan pula beberapa variabel lain seperti waktu dan mutu.
Daftar Pustaka Allen JD. 1998. Reengineering the design and construction process. Struct Eng 1998;76(9):175–9. American Concrete Institute (ACI 318-08). 2008. Building Code Requirements for Structural Concrete and Commentary. ACI committee 318. Farmington Hills. Arch-aria. 2008. Beberapa langkah dalam membangun rumah impian,
Asiyanto. 2003. Construction Project Cost management. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2007. Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Bangunan Gedung dan Perumahan SNI DT-910008-2007. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1989. Tata Cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung RSNI-3 03-1727-1989. Brata, Yudo. 2010. Analisis dan Perencanaan Flat Slab Berdasarkan Peraturan ACI 318-2005. Medan: Universitas Sumatera Utara. Caprani, Collin. 2007. RC Flat Slab. Dublin: Third Year Civil Technician Diploma, University College Dublin. Charif, A. 2010. One Way Joist/ RibbedSlab. Saudi Arabia: Univesity of King Saud. Damodara U, Kini. 1999. Material Management: The Key Succesfull Project Management. Journal of Management in Engineering Vol. 15 No.2 January, 1999. Page 30. Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. 1977. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 NI-2. Bandung.
Djojowirono, S. 1984. Manajemen Konstruksi.Yogyakarta. El-Dardiry, E., Wahyuni, E., Ji, T., Ellys, BR. 2002. Improving FE models of a longspan flat concrete floor using natural frequency measurements. Computers and Structures 80 (2002) 2145–2156 Gavilan, R.M and Bernold, R.E. 1994. Source Evaluation of Solid Waste in Building Construction. Journal of Construction Engineering and Management. Pp 536-552. Ibrahim, B. 2003. Rencana dan Estimate Real of Cost. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, cetakan keempat. Mulyono, Tri. 2004. Buku Teknologi Beton. Yogyakarta: Andy Offset. Niron, JW. 1992. Pedoman Praktis Anggaran dan Borongan Rencana Anggaran Biaya Bangunan. Jakarta: CV. Asona, cetakan kesembilan. Nugraha, Paulus, Natan, Ishak, dan Sutjipto R. 1985. Manajemen Proyek Konstruksi, Vol 1-4. Surabaya. Purwono, R, Tavio. 2009. Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-28472002). Surabaya: ITS Press. Ritz, George. 1994. Total Construction Project Management. Mac Graw -Hill Book Company Standar Nasional Indonesia (SNI 03-28472002). 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Surabaya: ITS Press. Tenriajeng. A. T. 2004. Administrasi Kontrak dan Anggaran Borongan. Depok: Penerbit Gunadarma. Timoshenko, S. Woinowsky, Krieger. 1959. Theory of Plates and Shells. McGrawHill Book Company, 2nd Ed.