PENGEMBANGAN PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN DALAM PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI RIAU
HAMSANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah
(IKM)
Provinsi Riau adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir kajian ini.
Bogor,
Februari 2011
HAMSANI NRP. I354064035
ABSTRACT HAMSANI. Development of Technical Implementation Unit (UPT) Empowerment Training and Development In Small and Medium Industry in Riau Province. Supervised by Sarwititi as chairman, Yusman Syaukat members. The study was conducted by Training and Development Unit Office of Industry and Trade is a means of Riau Province that serves as a forum for fostering and development of Small and Medium Industry in Riau Province. One of the Local Government program that supports the existence of Riau province is Poverty, Ignorance and Infrastructure (K2I)., as a form of application of good governance in the province of Riau. The purpose of this study was to review the extent to which the extent of Training and Development Unit is able to empower small and medium industries, evaluate programs UPT training and development undertaken in line with the needs of IKM so that an increase in human resources IKM, analyzing the enabling factors and institutional strengthening inhibitors Training and Development Unit in developing IKM and to formulate strategies and programs to find a solution meeting the needs of institutional and program development UPT Training and Development in empowering IKM, to achieve the SWOT analysis tool is used by looking at the strength (strength) and weakness ( weaknes) internal environment and opportunities (opportunities) and threats (threat) the external environment so as to answer the "how to design a program of institutional strengthening of Training and Development Unit is able to empower small and medium industries in Riau Province." The results showed that: (1) Performance Training and Development Unit staff who do not yet have the ability in preparing the syllabus and training materials so impressed that any training undertaken is not well planned, (2) direction of UPT training and development policies that have not been oriented to the empowerment Small and Medium Industries, (3) do not have a syllabus and training materials appropriate to the needs of Small and Medium Industries, (4) is still limited facilities and infrastructure of the Training and Development Unit to become a constraint in conducting the practice field, (5) lack of manpower have technical competence in their field. IKM empowerment process that has been done by the Training and Development Unit through training programs, internships and the application of the incubator and the facilitation of business management and banking. In this empowerment process, there are several constraints which include strategic enough yet compiled a standard syllabus of training, especially regarding the procedures and technical training activities that apply the methodology of empowerment to increase the participation of institutional members as well as IKM, limited facilities and infrastructure for practical training and internships as well as yet its technical personnel for the facilitation and implementation methodology for improved participation empowerment and institutional members of the IKM. Strategy development programs Training and Development Unit to conduct scale priorities over several stages: (a) Year I (2010) Phase Settling, (b) Year II (2011) Development Phase (c) Year III (2012-onwards) Growth Phase , expected at this growth stage accreditation process Training and Development Unit has been achieved. Keywords: community empowerment, institutional development, participation, good governance, capacity building and model development
RINGKASAN HAMSANI. Pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan dan Pengembangan Dalam Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau. Dibimbing oleh Sarwititi sebagai ketua, Yusman Syaukat anggota. Kajian ini dilakukan dilatarbelakangi UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau merupakan suatu sarana yang berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pengembangan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau. Salah satu program Pemerintah Daerah provinsi Riau yang mendukung keberadaannya adalah Pengentasan Kemiskinan, Kebodohan dan Infrastruktur (K2I), sebagai bentuk aplikasi good governance di Provinsi Riau. Sebagai satu-satunya wadah pembinaan dan pengembangan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau, maka peran UPT tersebut sangatlah penting. Namun melihat dari kelembagaan yang mengelola UPT Pelatihan dan Pengembangan belum menggambarkan suatu lembaga yang profesional dalam bidangnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau sejauh mana sejauh mana UPT Pelatihan dan Pengembangan mampu memberdayakan Industri Kecil dan menengah, mengevaluasi program-program UPT pelatihan dan pengembangan yang dilaksanakan sejalan dengan kebutuhan IKM sehingga terjadi peningkatan sumber daya manusia IKM, menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat penguatan kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan IKM serta merumuskan strategi dan program untuk mencari solusi pemenuhan kebutuhan akan pengembangan kelembagaan dan program UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam memberdayakan IKM, untuk mencapai tersebut digunakan alat analisis SWOT yaitu dengan melihat kekuatan (strenght) dan kelemahan (weaknes) dilingkungan internal serta peluang (opportunities) dan ancaman (threat) dilingkungan eksternal sehingga dapat menjawab “ bagaimana rancangan program penguatan kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan yang mampu memberdayakan Industri kecil dan Menengah di Provinsi Riau.” Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Kinerja staf UPT Pelatihan dan Pengembangan yang belum mempunyai kemampuan dalam menyusun silabus dan materi pelatihan sehingga terkesan bahwa setiap pelatihan yang dilaksanakan tidak terencana dengan baik ; (2) arah kebijakan UPT pelatihan dan pengembangan yang belum berorientasi kepada pemberdayaan Industri kecil dan Menengah ; (3) belum mempunyai silabus dan materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan Industri Kecil dan Menengah; (4) masih terbatasnya sarana dan prasarana UPT Pelatihan dan Pengembangan sehingga menjadi suatu kendala dalam mengadakan praktek lapangan ; (5) tidak adanya tenaga teknis yang mempunyai kompetensi dibidangnya. Proses pemberdayaan IKM yang telah dilakukan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan dilakukan melalui program pelatihan, magang dan penerapan inkubator serta fasilitasi manajemen usaha dan perbankan. Dalam proses pemberdayaan ini terdapat beberapa kendala yang cukup strategis antara lain belum tersusunnya silabus yang baku tentang pelatihan, terutama mengenai tatacara maupun teknis kegiatan pelatihan yang menerapkan metodologi pemberdayaan untuk peningkatan partisipasi anggota maupun kelembagaan IKM, terbatasnya sarana dan prasarana untuk praktek pelatihan dan magang serta belum dimilikinya tenaga teknis untuk proses pendampingan dan penerapan metodologi pemberdayaan untuk peningkatan partisipasi anggota maupun kelembagaan IKM.
Strategi pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk masa yang akan datang dilaksanakan dengan menggunakan metodologi pemberdayaan untuk peningkatan partisipasi dan peran anggota maupun kelembagaan IKM. Strategi ini diperoleh melalui identifikasi kebutuhan yang diperlukan antara lain penyediaan sumber daya manusia pengelola maupun teknis yang sesuai dengan kompetensinya, peningkatan sarana dan prasarana baik penunjang maupun melalui peningkatan anggaran yang memadai baik dari Pemerintah Daerah, Pusat maupun kerjasama dengan pihak swasta melalui program CSR . Peran lembaga UPT Pelatihan dan Pengembangan adalah sebagai wadah peningkatan kemampuan untuk pemberdayaan IKM ,dan menjadi salah satu lembaga yang terkait dengan program Pemerintah Provinsi Riau dalam mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan dan Infrastruktur (K2I). Strategi program pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan dengan melakukan skala perioritas atas beberapa tahapan; (a) Tahun I (2010) Tahap Pembenahan; (b)Tahun II (2011) Tahap Pengembangan;(c)Tahun III (2012-dan seterusnya) Tahap Penumbuhan, diharapkan pada tahap penumbuhan ini proses akreditasi UPT Pelatihan dan Pengembangan sudah dapat dicapai. Kata Kunci : Pemberdayaan masyarakat, kelembagaan, partisipasi, good governance, pengembangan kapasitas dan model pengembangan
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN DALAM PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI RIAU
HAMSANI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Fredian Tonny, MS
Judul Tugas Akhir : Pengembangan Peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan dan Pengembangan dalam Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Provinsi Riau Nama
: Hamsani
NIM
: I354064035
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Sarwititi S. Agung, MS Ketua
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. Anggota
Mengetahui :
Ketua Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala. M. Kolopaking, MS
Tanggal Ujian :
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir.Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Lulus :
PRAKATA Alhamdulillahirabbil’alamiin, Puji Syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, senantiasa memberikan kemudahan dan kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir Kajian Pengembangan Masyarakat dengan judul Pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam Pemberdayaan IKM di provinsi Riau. Kajian Pengembangan Masyarakat ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Magister Profesional Pengembangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak H.M. Rusli Zainal MP, Gubernur Riau dan Bapak Drs. M. Ramli Walid, Msi yang telah memberikan kesempatan dan motivasi menempuh pendidikan ini. 2. Dr. Ir. Lala Kolapaking, MS dan Ir. Freddyan Tony, MS yang telah memberikan motivasi penulisan kajian ini. 3. Dr. Ir. Sarwititi, MS dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, MSc yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan kajian ini. 4. Ir.Freddyan Tony,MS selaku penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan kajian ini. 5. Dosen sekolah Pascasarjana Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB yang telah memberikan bekal ilmu pengembangan masyarakat. 6. Drs. H. Syahrizal, MSi atas motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan penulisan kajian ini. 7. Istriku tercinta Ir. Sri Rujiati, kedua anakku Jodi Septiadi Akbar dan Muhammad Revan, orang tua dan keluarga yang senantiasa mencurahkan dukungan, perhatian, dan do’anya bagi kelancaran studi penulis. 8. Rekan-rekan MPM yang telah membantu dalam penyusunan kajian ini. Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan manfaat bagi semua pihak, terutama UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.
Bogor, Februari 2011
HAMSANI NRP. I354064035
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau pada tanggal 1 Desember 1963 dari pasangan H. Abdurrahman Saleh dan Hj. Mulya. Penulis anak ke-enam dari sepuluh besaudara. Pendidikan sarjana di tempuh di Falkultas Ekonomi Universitas Riau. Jurusan Manajemen Lulus tahun 1988. Pada tahun 2007, penulis diterima di program studi pengembangan masyarakat pada program pascasarjana IPB. Biaya pendidikan diperoleh dari Pemerintah Daerah Provinsi Riau. Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada Badan Penanaman Modal Promosi Daerah Provinsi Riau dengan jabatan Kepala Bidang Fasilitasi dan Kerjasama Penanaman Modal.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ....................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................... DAFTAR GAMBAR .......................................................... DAFTAR LAMPIRAN ......... ..............................................
i iii v vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ............................................................................ Rumusan Masalah ....................................................................... Tujuan ......................................................................................... Kegunaan .....................................................................................
1 3 5 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7
Industri Kecil dan Menengah (IKM) .......................................... Penguatan kelembagaan .............................................................. Modal sosial ................................................................................ Pemberdayaan Masyarakat ......................................................... Inkubator sebagai Media Pemberdayaan IKM ............................ Pengembangan Kapasitas ............................................................ Strategi Pemberdayaan IKM .......................................................
7 7 9 10 12 14 16
BAB III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran .................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Kerja Lapangan ............................................. 3.3 Metode Kajian ............................................................................. 3.3.1 Informan ........................................................................... 3.3.2 Metode Pengumpulan Data .............................................. 3.3.3 Metode Pengolahan dan Analisa Data .............................. 3.4 Metode Perencanaan Program .................................................... 3.4.1 Analisis faktor Internal dan Eksternal ............................
17 19 19 19 20 21 22 23
BAB IV. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 4.1 Kondisi Umum IKM di Provinsi Riau ........................................ 4.2 Kondisi Umum UPT Pelatihan dan Pengembangan ................... 4.2.1 Profil Tenaga Teknis ......................................................... 4.3 Kegiatan UPT Pelatihan dan Pengembangan melalui Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah ............................ 4.3.1 Pengembangan Usaha Produktif IKM .............................. 4.3.2 Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial ............... 4.4 Evaluasi Penguatan kelembagaan dalam Pemberdayaan IKM ..
25 30 31 33 35 37 40
ii
4.5 Evaluasi Kegiatan IKM Provinsi Riau (Studi Kasus Pada Bidang Usaha Perbengkelan,, Workshop Logam di UPT Pelatihan dan Pengembangan Provinsi Riau .............................. 4.5.1 Profile Kelompok Bina Jaya Logam ................................. 4.5.2 Deskripsi Kegiatan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam ... 4.5.3 Pengembangan Modal Sosial .............................................
43 43 43 46
BAB V. ANALISIS LINGKUNGAN (INTERNAL DAN EKSTERNAL) LELEMBAGAAN UPT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN 5.1 Analisa Lingkungan UPT Pelatihan dan Pengembangan ........... 5.2 Penyusunan Internal Factors Analysis Summary (IFAS) .......... 5.2.1 Analisa Kekuatan dan Kelemahan UPT Pelatihan dan Pengembangan (Importance VS Performance) ................ 5.3 Penyusunan External Faktor Summary (EFAS) ........................ 5.3.1 Analisis Lingkungan Makro/Umum UPT Pelatihan dan Pengembangan ................................................................. 5.3.2 Analisis Lingkungan Mikro/Industri UPT Pelatihan dan Pengembangan ................................................................
50 50 51 53 53 54
BAB VI. PENYUSUNAN STRATEGI UMUM DAN RANCANGAN PROGRAM UPT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN 6.1 Perumusan Strategi dengan Analisa SWOT .............................. 6.2 Rincian Kegiatan Program Pengembangan UPT Pelatihan ........ 6.2.1 Pembenahan Komponen Administrasi dan Manajemen .... 6.2.2 Pembenahan Komponen Pelayanan Pelatihan ................... 6.2.3 Pembenahan Pelayanan Penunjang Pelatihan .................... 6.2.4 Rencana Penyusunan Peralatan dan SDM .........................
59 68 68 69 71 72
BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan ................................................................................. 7.2 Saran ............................................................................................
81 83
Daftar Pustaka .................................................................................... Lampiran ............................................................................................
87 89
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Teknik Penentuan Informan ....................................................
20
2.
Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Nilai Investasi dan Nilai Produksi IKM di Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota, 2007 .........................................................................................
25
Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Nilai Investasi dan Nilai Produksi IKM Provinsi Riau per Jenis Industri,2007 ..............
26
Rekapitulasi Kondisi IKM Riau serta Kebutuhan Pengembangannya ...................................................................
27
Rekapitulasi Kondisi dan Kebutuhan IKM Terhadap UPT Pelatihan dan Pengembangan ..................................................
28
Jumlah Pegawai, Pendidikan pada UPT Pelatihan dan Pengembangan .........................................................................
31
Tingkat Keahlian Tenaga Penyuluh UPT Pelatihan dan Pengembangan .........................................................................
32
8.
Jumlah Peserta Pelatihan dan Magang tahun 2006 dan 2007 ....
33
9.
Kegiatan Pelatihan Tahun 2007 ...............................................
34
10. Kegiatan Pelatihan Peningkatan Kemasan Pangan Tahun 2007
36
11. Perkembangan Usaha Pasca Pelatihan Peningkatan Kemasan ..
36
12. Rekapitulasi Laporan Perkembangan Hasil Pembinaan Industri Kecil Penerima Pinjaman Dana Bergulir Dinas Perindag Prov. Riau Tahun 2001 .............................................
38
13. Rekapitulasi Laporan Perkembangan Hasil Pembinaan Penerima Dana Bergulir Dinas Perindag Prov. Riau Tahun 2002 ...........
39
14. Daftar Jaringan Kerja dan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam
45
3.
4.
5.
6.
7.
15. Jenis Pelatihan dan Magang yang Diikuti oleh Anggota Kelompok Bina Jaya Logam ..................................................................... 47 16. Rangkuman Matrix IFAS (Internal Factors Analysis Summary) UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindag Provinsi Riau 52 17. Rangkuman Matrix EFAS (External Factors Analysis Summary) UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindag Provinsi Riau 55
iv
18. Matrik Internal Eksternal (IE Matrik) .....................................
58
19. Perumusan Strategi UPT dengan Analisa SWOT ....................
59
20. Rincian Strategi Program Pengembangan UPT Pelatihan .......
65
21. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ...............................
73
22. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
73
23. Tahun III (Tahap Pertumbuhan Tahun 2012) ..........................
74
24. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ..............................
74
25. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
74
26. Tahun III (Tahap Pertumbuhan Tahun 2012) .............................
75
27. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ................................
75
28. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
75
29. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ..............................
76
30. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
76
31. Tahun I Tahap Pembenahan Tahun 2010) ...............................
77
32. Tahun II Tahap Pengembangan Tahun 2011) ..........................
77
33. Tahun III (Tahap Pertumbuhan Tahun 2012) ..........................
77
34. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ..............................
78
35. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
78
36. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ..............................
78
37. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
78
38. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ..............................
79
39. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
79
40. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ..............................
79
41. Tahun II (Tahap Pengembangan Tahun 2011) .........................
79
42. Tahun III (Tahap Penumbuhan Tahun 2012) ...........................
80
43. Tahun I (Tahap Pembenahan Tahun 2010) ..............................
80
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Alur Pikir .....................................................................
18
2. Struktur Organisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau .............................
30
3. Grafik Perkembangan Modal Kelompok Bina Jaya Logam ........
44
4. Skema Struktur Organisasi Kelompok Bina Jaya Logam ............
46
5. Model Langkah-langkah Penyusunan IFAS ................................
51
6. Model Langkah-langkah Penyusunan EFAS ...............................
53
7. Road Map UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag Prov. Riau Tahun 2010-2012 .......................................................
64
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Laporan Pelaksanaan Hasil Diskusi .............................................
89
2. Jenis Kegiatan dan Biaya Tahap Pembenahan (Tahun 2010) ........
92
3. Jenis Kegiatan dan Biaya Tahap Pengembangan (Tahun 2011) ....
100
4. Foto-foto Sarana dan prasarana ....................................................
107
5. Foto-foto Kegiatan Workshop dan Pelatihan ...............................
110
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kegagalan program-program pembangunan di masa lampau berimplikasi
pada bergesernya paradigma baru pembangunan yang memandang pentingnya masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Kesadaran tersebut semakin meningkat sejalan bangkitnya era reformasi pada tahun 1997, setelah terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan dan kenegaraan Republik Indonesia. Menurut Adi (2001), pentingnya menempatkan masyarakat sebagai pelaku
utama
dalam
pembangunan
menunjukkan
pembangunan dari pendekatan pertumbuhan
perubahan
paradigma
(growth approach) kepada
pendekatan kemandirian (self-reliance approach). Namun demikian, akibat telah termarjinalisasi dalam waktu lama, masyarakat mengalami kesulitan untuk mengartikulasikan otonominya sebagai pelaku utama pembangunan. Dalam konteks ini, pemberdayaan sangat diperlukan sebagai strategi dalam pembangunan masyarakat. Menurut Hikmat (2001), pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya, proses ini pada akhirnya dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Perubahan lingkungan internal berupa otonomi daerah dan desentralisasi fiskal menciptakan kondisi-kondisi yang mendorong kemandirian daerah dalam menciptakan kondisi perekonomian yang lebih baik, berdasarkan preferensi dan kebutuhan masyarakat. Daerah memiliki pengetahuan lebih dibandingkan dengan pemerintah pusat mengenai potensi-potensi ekonomi lokal serta kebutuhan masyarakat lokal. Otonomi daerah menyebabkan daya saing negara harus bertumpu pada daya saing daerah sehingga daerah-daerah di Indonesia perlu mengembangkan kompetensi khas atau inti daerah sehingga setiap daerah akan mempunyai competitive advantage yang tinggi, dengan demikian ada suatu paradigma baru bahwa daya saing itu bermula dari daerah dan dari daya saing daerah tersebut akan menjadi daya saing secara nasional.
2
Kompetensi
inti
daerah
haruslah
memperhatikan
kemungkinan
berkembangnya kemitraan antar daerah dan menghindari persaingan tidak sehat antar daerah yang justru akan menurunkan daya saing secar nasional. Oleh karena itu penentuan kompetensi inti dapat dilakukan melalui koordinasi maupun diskusi antar
daerah
sehingga
kemungkinan
beberapa
daerah
mengembangkan
kompetensi inti yang sama dapat dikurangi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah dalam Bab II pasal 2 bahwa kerja sama daerah dilakukan dengan prinsip antara lain : efisiensi, efektif, sinergi, dan saling menguntungkan. Kompetensi inti dapat menjadi kunci keberhasilan Kabupaten/Kota dalam menentukan arah pembangunan, sesuai keunggulan daya saing yang dimiliki. Kompetensi inti dapat mencegah penggunaan sumber daya daerah dengan tidak efektip dan efisien. Kompetensi inti hendaknya didasarkan pada berbagai indikator ekonomi dan sosial, serta perangkat kebijakan pendukung. Kompetensi inti
dapat
menjadi
pertimbangan
utama
dalam
penyusunan
kebijakan
Kabupaten/Kota mengenai industri yang akan dikembangkan. Kompetensi inti juga dapat menjadi sumber keunggulan Kabupaten/Kota dalam menghindari persaingan global, serta mendorong kemandirian pembangunan (Departemen Perindustrian RI, 2007). Untuk
meningkatkan
kemandirian
pembangunan
tersebut,
maka
pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat keluarga miskin. Untuk di Provinsi Riau, Departemen Perindustrian RI menetapkan bahwa Provinsi Riau ditetapkan mempunyai kompetensi Inti Kelapa Sawit dan kelapa maka pemberdayaan yang akan dilaksanakan adalah bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan hasil dari kelapa Sawit dan Kelapa dapat memberikan manfaat dengan memberikan akses yang luas masayarakat dalam memperoleh lahan serta kepemilikan. Dan ini sudah menjadi komitmen Pemda Riau dengan kebun rakyat. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena, memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan
3
belaka, melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat diberi kesempatan untuk memperbaiki hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai kemampuan yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan. Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan (Suharto, 2005). Salah satu aspek penting dalam pemberdayaan adalah pemberian akses kepada masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Hal ini disandarkan pada kenyataan bahwa salah satu penyebab kemiskinan dalam masyarakat adalah kurangnya akses terhadap sumber daya yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan keterampilan serta kurangnya kesediaan pemerintah atau kelompok kuat untuk membagi sumber daya kepada kelompok lemah (Haeruman dan Eriyatno, 2001). Salah satu peran pemerintah dalam meningkatkan akses sumber daya tersebut adalah pembinaan terhadap usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih sangat diperlukan, mengingat peranan sektor UMKM cukup besar, karena sektor usaha ini terbukti mampu bertahan dari kondisi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998. Provinsi Riau, yang memiliki berbagai potensi sumber daya alam cukup besar juga merasakan pentingnya melakukan pembinaan tersebut. Dari berbagai macam sumber daya alam tersebut masih perlu digali, diolah dan dikembangkan secara terarah dan terpadu sehingga dapat memberikan
manfaat
yang
sebesar-sebesarnya
bagi
kesejahteraan
dan
kemakmuran masyarakat dengan menghindari dampak negatif yang mungkin 1.2 Rumusan Masalah Pemerintah Provinsi Riau telah cukup banyak memberikan perhatian terhadap lembaga-lembaga Pelatihan yang salah satunya adalah UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau nomor. 7 tahun 2008 fungsi UPT Pelatihan dan Pengembangan adalah mendukung pertumbuhan , pengembangan Industri dan perdagangan dengan tugas pokoknya menyelenggarakan urusan pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pelatihan dibidang perindustrian dan
perdagangan.
Namun
dalam
perjalanannya
UPT
Pelatihan
dan
4
Pengembangan dalam meningkatkan kemampuan Industri Kecil dan Menengah ini dirasakan belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja IKM tahun 2007 (tabel 2) sebesar 79.807 dengan 5.114 unit usaha namun yang mampu terjangkau untuk dilakukan pembinaan dan pelatihan hanya 330 oang (tabel 4). Peranan dan keberadaan UPT Pelatihan dan Pengembangan diperkuat dengan Program Pemerintah Provinsi Riau dalam pemberantasan Kemiskinan dan Kebodohan serta Infrastuktur (K2I). Untuk melaksanakan program ini salah satunya adalah dari sektor Industri dan Perdagangan, melalui fungsi UPT Pelatihan dan Pengembangan. Untuk meningkatkan peran kelembagaan ini, maka permasalahan yang dihadapi antara lain adalah Kinerja staf UPT Pelatihan dan Pengembangan yang belum mempunyai kemampuan dalam menyusun silabus dan materi pelatihan, sehingga terkesan bahwa setiap pelatihan yang dilaksanakan tidak terencana dengan baik. Diharapkan staf UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag mempunyai kompetensi yang tepat, sehingga mampu membuat silabus pelatihan dan merencanakan pelatihan yang dibutuhkan oleh industri kecil dan menengah di Provinsi Riau, sementara itu kebijakan UPT Pelatihan dan Pengembangan yang belum berorientasi kepada pemberdayaan industri kecil dan menengah sehingga
Industri Kecil dan Menengah terkesan berjalan sendiri.
Kondisi ini adalah disebabkan tidak adanya tenaga teknis yang mampu mendampingi Industri Kecil dan Menengah dalam menghadapai masalah teknis. Dengan keadaan seperti ini perlu diketahui sejauh mana UPT Pelatihan dan Pengembangan mampu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia IKM melalui kegiatan pemberdayaan industri kecil dan menengah, sehingga dapat diketahui faktor-faktor pendukung dan penghambat penguatan kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan IKM, dengan demikian ke depan diharapkan Lembaga ini dapat melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui strategi yang lebih baik dalam upaya pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk peningkatan pemberdayaan IKM. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Sejauhmana UPT Pelatihan dan Pengembangan mampu memberdayakan Industri Kecil dan menengah ?
5
2. Sejauh mana program-program UPT Pelatihan dan Pengembangan
dapat
meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia IKM ? 3. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat penguatan kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan IKM? 4. Bagaimana strategi untuk pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk peningkatan pemberdayaan IKM? 1.3 Tujuan Kajian ini bertujuan : 1. Meninjau sejauhmana program-program UPT Pelatihan dan Pengembangan mampu memberdayakan Industri Kecil dan Menengah. 2. Mengevaluasi program-program UPT Pelatihan dan Pengembangan yang telah dilaksanakanan sejalan dengan kebutuhan IKM sehingga terjadi peningkatan sumber daya manusia IKM . 3. Menganalisis
faktor-faktor
pendukung
dan
penghambat
penguatan
kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan IKM. 4. Merumuskan strategi dan program untuk mencari solusi pemenuhan kebutuhan akan pengembangan kelembagaan dan program UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam memberdayakan IKM 1.4 Kegunaan Manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah : 1). Memberikan masukan tentang model pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk meningkatkan fungsi pemberdayaan masyarakat khususnya IKM di provinsi Riau sehingga fungsi UPT pelatihan sebagai sarana pelatihan pengembangan Sumber Daya Manusia IKM dapat berfungsi sesuai dengan amanat Perda no. 7 tahun 2008. 2) Memberi masukan tentang strategi dan program pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan kepada pemerintah Provinsi Riau dalam
menunjang
program pengentasan Kemiskinan dan Kebodohan serta Infrastruktur (K2I) Provinsi Riau.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Kecil dan Menengah (IKM) Industri Kecil dan Menengah (IKM) adalah industri yang dikelola masyarakat dengan asset lebih kecil dari dua ratus juta rupiah diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan lebih kecil dari satu milyar rupiah, dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak terafilasi dengan usaha menengah, boleh berbadan hukum dan boleh saja tidak. (Departemen Perindustrian, 2008). Berbeda dengan Usaha Kecil dan Menengah, menurut Undang-Undang Nomor: 9/1995 tentang usaha kecil adalah bila asset yang dimiliki usaha lebih kecil dari duaratus juta rupiah diluar tanah dan bangunan dengan omzet tahunan lebih kecil dari satu milyar rupiah, dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak terafilasi dengan usaha menengah, boleh berbadan hukum dan boleh saja tidak. 2.2 Penguatan Kelembagaan Untuk melakukan perubahan kelembagaan dalam konteks pembangunan yang berbasis pada pengembangan komunitas memerlukan roh yang jelas. Hal pokok tersebut adalah mengingatkan akan keperluan pembangunan yang berkelanjutan (Kolopaking dan
Toni, 2007). Ada tiga pilar utama dari
Pembangunan Berkelanjutan, yaitu : (1) Pengentasan kemiskinan (poverty eradication), (2) Perubahan pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan (changing
unsustainable
pattern
of
consumption
and
production),
(3)
Perlindungan dan pengelolaan basis sumber daya alam bagi pembangunan ekonomi dan sosial (protecting and managing the natural resources basis of economic and social development). Ketiga pilar ini perlu diintegrasikan dan terkait serta bergantung satu sama yang lainnya (interdepedensi). Pengembangan kelembagaan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui teknik-teknik sosial yang diturunkan dari penerapan Teknologi Partisipatif. Oleh karena itu bentuk kegiatannya beragam mulai dari pendampingan, melakukan pelatihan berbasis kompetensi, pemagangan, studi banding untuk melihat pola percontohan.
8
keberhasilan (best practice), penyusunan dan perencanaan aksi, bahkan sampai melakukan advokasi untuk melakukan memperjuangan kepentingan masyarakat. Hal yang utama dalam hal ini semua kegiatan itu dilakukan dalam bentuk proses belajar sosial partisipatif yang diarahkan untuk menghasilkan aksi bersama yang produktif. Satu hal yang menjadi hasil (outcome) dari kegiatan-kegiatan ini adalah lahirnya kader-kader untuk
ikut mengembangkan proses
pemberdayaan
masyarakat. Menurut Bertrand (1974), seperti dikutip Tonny dan Utomo (2004), kelembagaan adalah tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Artinya, wujud kongkrit dari pemahaman tentang kelembagaan dapat berupa grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Sedangkan tata abstraksinya adalah pada sistem norma dan nilai dari grup, asosiasi, organisasi dan sistem sosial lainnya. Istilah “lembaga” (institution) dan “pengembangan kelembagaan” (institutional
development)
pengembangan
masyarakat
atau
“pembinaan
kelembagaan” (institutional building), mempunyai arti yang berbeda-beda untuk orang yang berbeda pula. Disini pengembangan kelembagaan sinonim dengan pembinaan kelembagaan dan didefenisikan sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Proses ini dapat secara internal dapat digerakkan oleh manajer sebuah lembaga atau dicampur tangani dan dipromosikan oleh pemerintah atau oleh badan-badan pembangunan (Israel, 1992). Pengembangan kelembagaan (atau analisa kelembagaan) menyangkut sistem manajemen termasuk pemantauan dan evaluasi; struktur dan perubahan organisasi; perencanaan, termasuk perencanaan untuk suatu proses investasi yang efisien; kebijakan pengaturan staf dan personalia; pelatihan staf, prestasi keuangan, termasuk manajemen keuangan dan perencanaan, penyusunan anggaran dan akunting dan auditing; perawatan dan pengadaan (Israel, 1992). Menurut Sugiyanto (2002) hasil akhir dari pembangunan lembaga menetapkan sederetan pengujian. Prinsip-prinsip dasarnya (1) harus diadakan norma-norma dan pola-pola yang baru didalam organisasi yang relevan dengan lingkungan; (2) baik organisasi maupun inovasi yang diwakilinya harus
9
melembaga dan semua ini harus dinilai; (3) nilai instrinsik yang diperoleh dapat dipandang sebagai sumber daya yang memungkinkan para penghantar perubahan untuk mencapai tujuannya dengan biaya yang berkurang karena komitmen staf dan citra yang menguntungkan dan diproyeksi dalam lingkungan. Menurut Eade (1997) seperti dikutip Tonny dan Utomo (2004), pengembangan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek-proyek pembangunan. 2.3 Modal Sosial Dalam pemberdayaan masyarakat, tujuan-tujuan organisasi akan tercapai secara efektif apabila didukung oleh sumber daya yang memadai (Siswanto, 2005). Sumber daya dapat berupa human capital, social and institutional assets, natural resources dan man mad assets (Syaukat dan Hendrakusumaatmadja, 2005). Penyatuan tersebut mengindikasikan bahwa kelembagaan sebagai organisasi akan efektif dalam mencapai tujuannya apabila didukung oleh sumber daya. Salah satu sumber daya tersebut adalah Modal Sosial. Modal sosial menunjuk pada hubungan sosial, institusi dan struktur sosial serta hubungan dengan trust, resiprositas, hak dan kewajiban dan jejaring sosial. Secara umum modal sosial didefenisikan sebagai “informasi, kepercayaan, dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jejaring sosial” (Woolcock dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi memudahkan
modal-modal
lainnya
terjadinya
tindakan
(fisik, kolektif,
manusiawi,
budaya)
pertumbuhan
sehingga
ekonomi
dan
pembangunan (Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih kongkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut. Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara
10
modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial
tidak bersifat
netral,
ditandai
dengan
adanya
hubungan
saling
menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas atau kategori sosial atau manusia pada umumnya. Modal sosial menurut Grootaert yang dikutip Marliyantoro (2002), adalah kemampuan seseorang untuk memanfaatkan berbagai keunggulan jaringan sosial atau struktur sosial dimana ia menjadi anggotanya. Selanjutnya Hanifan dalam Marliyantoro (2002), menyatakan bahwa modal sosial sebagai kenyataan yang dimiliki warga berupa kehendak baik, simpati, persahabatan, hubungan antar individu dan antar keluarga yang dapat mengatasi persoalan warga masyarakat. Menurut Woolcock yang dikutip Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo (2005), modal sosial memiliki empat dimensi, yaitu : 1) Integrasi (integration), yaitu ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik dan agama. 2) Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal berupa jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic association) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama. 3) Integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. 4) Sinergi (synergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations). 2.4 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam kerangka pikiran ini, upaya memberdayakan masyarakat haruslah pertama-tama dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi atau daya yang dapat dikembangkan. Dalam hal ini, pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong,
11
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya (Kartasasmita, 2005). Hikmat (2004) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mengarah pada kemandirian masyarakat, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial dan mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat people-centred, participatory, empowering dan sustainable. Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat
yang belum berkembang sebagai pihak yang harus
diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1997). Pemberdayaan rakyat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan disegala bidang dan sektor kehidupan. Menurut Suharto (2005), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : 1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. 2) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan. 3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Beragam defenisi pemberdayaan menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat miskin
12
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Menurut Payne dalam Adi (2001), mengemukakan proses pemberdayaan pada intinya ditujukan untuk membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain dengan menggunakan daya dari lingkungan. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah upaya perubahan sosial masyarakat yang direncanakan dengan melibatkan peran partisipasi masyarakat dalam upaya sebuah proses peningkatan taraf hidup dan pola pikir masyarakat sebagai subjek dari pembangunan. 2.5 Inkubator sebagai Media Pemberdayaan IKM Menurut Purwadaria (2004) Inkubator Bisnis dan Teknologi (IBT) adalah suatu fasilitas yang dikelola oleh sejumlah staf terbatas dan menawarkan suatu paket terpadu kepada pengusaha industri dengan biaya terjangkau selama jangka waktu tertentu (2-3 tahun). Paket terpadu tersebut meliputi : 1. Ruang produksi dalam gedung yang dilengkapi sarana dan prasana. 2. Kesempatan akses dan pembentukan jaringan kerja dengan jasa pendukung teknologi dan bisnis, sumber daya teknologi dan informatika, sumber daya bahan baku, sumber daya keuangan. 3. Pelayanan konsultasi yang meliputi aspek teknologi, manajemen, dan pemasaran. 4. Pembentukan jaringan kerja antar pengusaha.
13
Adapun manfaat yang didapat oleh Industri Kecil dan Menengah dalam program Inkubator ini adalah : 1. Sewa ruangan dengan biaya rendah. 2. Sarana administrasi, kesekretariatan dan jasa dapat dipakai bersama. 3. Akses fasilitas perpustakaan dan komputer. 4. Tenaga konsultan terlatih dan murah. 5. Tenaga kerja terampil dan murah ( siswa dan mahasiswa praktek). 6. Memperoleh fasilitator bank dan penyandang dana. 7. Memperoleh fasilitator pasar dan sumber bahan baku. 8. Hubungan dengan pejabat pemerintah terkait. 9. Sinergisme dengan perusahaan lain. Adapun manfaat untuk inkubator adalah : 1. Menghasilkan pendapatan. 2. Kesempatan penanaman modal dan ikut berwirausaha. 3. Meningkatkan pengetahuan kewirausahaan dan memberikan pengalaman praktis kewirausahaan bagi lembaga dan staf lembaga. 4. Ikut dalam jaringan kerja dengan pemerintah, universitas, lembaga penelitian dan sektor swasta. 5. Menggiatkan fasilitas yang ada secara efektif. 6. Komersialisasi hasil penelitian. Sedangkan inkubator bagi pemerintah mempunyai manfaat antara lain : 1. Pertumbuhan budaya kewirausahaan. 2. Perluasan landasan pajak. 3. Peningkatan pendapatan dan devisa negara. 4. Pertambahan penyerapan tenaga kerja. 5. Membantu mendorong perkembangan ekonomi.
14
Dalam prakteknya inkubator dapat dikelompokan atas: 1. Inkubator publik (nirlaba) : diprakarsai oleh pemerintah/organisasi nirlaba 2. Inkubator swasta: perusahan modal ventura atau real estate/industri besar tertentu yang menarapkan pola subkontrak. 3. Inkubator kampus: perguruan tinggi sebagai pusat penemuan dan inovasi. 4. Inkubator
publik swasta :
kerjasama
antara
pemerintah
atau
organisasi nirlaba dengan perusahaan swasta. Menurut Hubeis (2009) dalam prospek usaha kecil dalam wadah inkubator mengemukakaan merupakan suatu lingkungan “pengeraman” untuk memenuhi kebutuhan usaha kecil di tahap-tahap kritis dari perkembangan maupun pertumbuhan yang didukung oleh sumber-sumber bantuan dari pemerintah maupun swasta. Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa UPT Pelatihan dan Pengembangan merupakan inkubator yang diprakarsai oleh pemerintah daerah untuk memenuhi akan kebutuhan pengembangan dan pertumbuhan IKM . Adapun fasilitas yang tersedia disetiap work shop merupakan salah satu fasilitas yang dapat digunakan oleh IKM yang sudah masuk dalam sistim inkubator UPT Pelatihan dan Pengembangan. 2.6 Pengembangan Kapasitas Pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang memiliki hak yang sama terhadap sumber daya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka (Eade dikutip oleh Tonny & Utomo, 2004). Jadi sementara terdapat kapasitas dasar tertentu (sosial,ekonomi,politik dan praktek) dimana pembangunan itu bergantung, juga mencari dukungan organisasi untuk bekerja demi keadilan sosialyang berkelanjutan. Pengembangan kapasitas masyarakat bertujuan untuk memngkombinasikan fokus yang lebih rinci pada setiap situasi dengan visi strategi yang luas dalam jangka panjang. Dengan demikian hasil yang diharapkan dengan adanya pengembangan kapasitas menurut Sumpeno (2002) adalah : (1) Penguatan individu, organisasi dan masyarakat, (2). Terbentuknya model pengembangan kapasitas dan program, (3). Terbangunnya
15
sinergitas pelaku dan kelembagaan. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pengembangan
kapasitas
menurut
Saharuddin
(2000)
adalah
mencakup
pengembangan kapasitas institusi dan kapasitas sumber daya manusia. Pengembangan kapasitas masyarakat menurut Maskun (1999) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah yang nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumber daya alam, sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia sehingga menjadi suatu local capacity . Kapasitas lokal yang dimaksud kapasitas pemerintah daerah, kapasitas kelem,bagaan swasta dan kapasitas masyarakat desa terutama dalam bentuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi alam ekonomi setempat. Dalam kontek seperti itu otonomi dan pembangunan masyarakat oleh masyarakat adalah suatu konsep yang sejalan. Karena itu kebutuhan penting disini adalah bagaimanan mengembangkan kapasitas masyarakat, yang mencakup kapasitas institusi dan kapasitas sumber daya manusia. Dalam kontek ini pemerintah memiliki fungsi menciptakan strategi kebijakan
sebagai
landasan
organisasi
lokal
untuk
mengembangkan
kreativitasnya. Dalam pengertian lain pemerintah pusat mengembang fungsi stering
(mengarahkan),
sedangkan
“lokal”
mengemban
fungsi
rowing
(menjalankan). Analog dengan pengertian bahwa pemerintah daerah mengambil kebijakan
strategis
didaerah
agar
masyarakat
mampu
mengembangkan
kapasitasnya (self help). Dalam meningkatkan dan mengembangkan kapaitas IKM dalam arti kelembagaan masyarakat yang sebenarnya tidak terlalu lemah atau miskin akan tetapi menghadapi kemampuan dan daya saing yang rendah menurut Sinambela (1999) ada beberapa permasalahan-permasalahan yang dihadapi yaitu; (1) kesulitan permodalan; (2) kesulitan pemasaran; (3) kesulitan pengadaan bahan baku; (4) penggunaan teknologi; (5) mesin-mesin dan peralatan; (6) produk tidak berorientasi pasar; (7) wawasan sempit dengen berorientasi masa lalu dan sekarang; (8) manajemen tidak memadai; (9) kurang mampu melihat dan memanfaatkan peluang; (10) tidak mengetahui informasi yang diperlukan; (11) kurangnya penguasaan jaringan.
16
Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan IKM , maka peran UPT Pelatihan dan Pengembangan
sebagai wadah dalam pembinaan IKM tidak
terlepas pada permasalahan yang dihadapi oleh IKM sehingga strategi program pemberdayaan dan peningkatan kapasitas IKM oleh
UPT Pelatihan dan
Pengembangan dapat difokuskan kearah permasalahan tersebut. 2.7 Strategi Pemberdayaan IKM Menurut Kuncoro (2007) strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam bebarapa aspek utama berikut ini: 1. Aspek manajerial yang meliputi peningkatan
produktivitas/omset/tingkat
utilasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran, pengembangan sumber daya manusia 2. Aspek
permodalan
yang
meliputi:bantuan
modal
(penyisihan
1-5%
keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% dari porfolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, KKU) 3. Mengembangkan program kemitraan dengan udsaha besar baik lewat sistim Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu hilir
(forward linkage),
keterkaitan hilir hulu (backward linkage), model ventura, ataupun sub kontrak. 4.
Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).
5.
Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).
III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasar dari tinjauan pustaka pada bab terdahulu, dapat dibuat suatu kerangka pikir berupa hipotesa pengarah dalam melakukan kajian ini. Hipotesa pengarah dalam hal ini tidak berarti harus diuji kebenarannya tetapi merupakan arahan bekerja dilapangan dan disaat menganalisa data hasil lapangan. Ini berarti kemungkinan temuan baru di lapangan (karena kajian ini menggunakan metode kualitatif) dapat saja tidak tergambar dalam kerangka pikir tetapi bisa berupa sebagai penemuan baru atau juga hasil kajian bisa memperkuat kerangka pikir yang sudah dibuat. Dalam kerangka pikir (gambar1) tersebut menunjukan
bahwa untuk
mewujudkan UPT Pelatihan sebagai pusat pelatihan industri dan perdagangan yang handal dan profesional dihadapkan permasalahan antara lain tidak adanya tenaga teknis pada setiap work shop, rendahnya kualitas sumber daya manusia pengelola, peralatan work shop yang tidak memadai, lemahnya perencanaan pelatihan, belum mempunyai silabus pelatihan dan magang. Dengan kondisi tersebut maka pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak sejalan dengan kebutuhan IKM. Untuk mencapai fungsi dan tujuan UPT Pelatihan dan pengembangan terdapat dua faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dengan diketahuinya kedua faktor tersebut maka solusi peningkatan pemberdayaaan IKM dapat diatasi. Dalam kapasitas UPT Pelatihan dan Pengembangan sebagai sarana
meningkatkan sumber daya manusia IKM
diharapkan mampu menyusun strategi pemberdayaan melalui pelatihan, magang, pendamping usaha, fasilitasi permodalan dan pemasaran. Dengan dihadapkan kondisi IKM saat ini yang sebahagian besar memiliki kesulitan permodalan, lemahnya pemasaran, kesulitan bahan baku, lemahnya penguasaan baha baku, lemahnya penguasaan teknologi, minimnya peralatan, kurang berorientasi pasar dan masa depan
serta lemahnya manajemen dan jaringan. Melalui penguatan
kelembagaan UPT maka strategi program pemberdayaan dan peningkatan kapasitas
IKM
akan
memenuhian
kebutuhan
nyata
IKM.
Fungsi UPT : Sarana Pelatihan Mendukung Penumbuhan dan Pengembagnan Indag
Tidak ada tenaga teknis pada work shop. Rendahnya kualitas SDM pengelola UPT Pelatihan dan Pengembangan. Peralatan work shop tidak memadai. Lemahnya perencanaan pelatihan. Belum mempunyai silabus pelatihan dan magang.
Internal
Factor
Analysis Summary IFAS
Eksternal Factor Analysis Summary EFAS
Kebijakan pemerintah. Perkembangan ekonomi makro Perkembangan teknologi Persaingan usaha kewirausahaan
Strategi Pemberdayaan Masyaraakat
IKM
Pelatihan Magang Fasilitasi Permodalan Fasilitasi pemasaran Bantuan peralatan Pendampingan usaha Inkubator
Terbatasnya modal. Lemahnya pemasaran. Kesulitan bahan baku. Rendahnya penguasaan teknologi Peralatan sederhana Kurang berorientasi pasar dan masa depan. Lemahnya penerapan manajemen dan jaringan.
Peningkatan Kapasitas Dan Kualitas Usaha IKM Melalui Kegiatan Pelatihan Yang Sesuai Dengan Kebutuhan
2 2
18
Gambar 1. Kerangka Alur Pikir
Kualitas SDM UPT Pelatihan dan Pengembangan. Perencanaan organisasi dan pengembangan SDM UPT Pelatihan dan Pengembangan. Peran dan Kontribusi UPT Pelatihan dan Pengembangan bagi pengembangan IKM
19
3.2 Lokasi dan Waktu Kerja Lapangan Kajian ini merupakan kajian pengembangan kelembagaan yaitu UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau dalam rangka meningkatkan pemberdayaan masyarakat khususnya Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau dan ini terkait dengan program Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam pemberantasan Kebodohan, Kemiskinan dan Infrastruktur (K2I). Provinsi Riau terdiri dari Sembilan Kabupaten dan Dua Kota, sedangkan lokasi UPT Pelatihan dan Pengembangan
yaitu Kota Pekanbaru. Jarak dari
Ibukota Pekanbaru ke UPT Pelatihan dan Pengembangan sekitar 5 KM dengan jarak tempuh kurang lebih sekitar 15 menit. Dipilihnya UPT Pelatihan dan Pengembangan sebagai kajian, berdasarkan pertimbangan : 1. UPT Pelatihan dan Pengembangan
merupakan satu-satunya lembaga
Pelatihan yang ada di Provinsi Riau. 2. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat dimanfaatkan namun pemanfaatannya yang belum maksimal. Waktu kajian dalam penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan yaitu dimulai pada tanggal 02 Januari 2010 sampai 30 Maret 2010. 3.3 Metode Kajian Rancangan penelitian yang dilakukan dalam melakukan kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan topik kajian “Pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan dan Pengembangan dalam Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau“. 3.3.1 Informan Dalam
melakukan
kajian
pengembangan
kelembagaan
dilakukan
penentuan informan berdasarkan topik kajian. Adapun informan yang dipilih yaitu (1) informan ditingkat staf UPT Pelatihan dan Pengembangan , baik kepala seksi
20
maupun staf sebanyak sembilan orang; (2) sepuluh pengelola Work Shop ; (3) satu orang pengusaha bidang perbengkelan yang didampingi UPT Pelatihan dan Pengembangan pada workshop
di UPT Pelatihan dan Pengembangan yang
dipakai sebagai alat untuk mengevaluasi peran UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam pemberdayaan Industri kecil dan menengah di Provinsi Riau.
Tabel 1. Teknik Penentuan Informan Struktur Informan Jenis Data
1 Identifikasi Informan Kemampuan SDM Effektivitas Kinerja UPT Pelatihan dan Pengembangan Rancangan Kebutuhan Penguatan Kelembagaan
Pengusaha bidang
Staf UPT
Pengelola
Pelatihan
Work shop
2
3
4
5
perbengkelan (workshop logam)
Dinas Perindag Provinsi Riau
√
3.3.2 Metode Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam kajian ini berupa informasi mengenai pengembangan
kelembagaan
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan
dalam
Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau dilakukan dengan cara : 1. Pengamatan langsung melalui penelusuran data primer untuk mengamati kegiatan rekruitmen aparatur teknis. pembuatan perencanaan pelatihan dan silabusnya,
kegiatan
–
kegiatan
untuk
melengkapi
peralatan
dan
21
sarana/prasarana, serta data – data yang berhubungan dengan monitoring dan evaluasi pelatihan. Penelusuran data primer dilakukan dengan kunjungan lapangan ke UPT Pelatihan dan Pengembangan , Jalan Hangtuah Ujung Kota Pekanbaru. 2. Data sekunder diperoleh dari bebarapa lembaga seperti : a. Badan Perencanaan dan Pembangunan Provinsi Riau. b. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau. c. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. d. Kantor Statistik Provinsi Riau. e. Kementerian Perindustrian RI. f. Wawancara mendalam dengan informan yang dilakukan dengan kunjungan ke tempat usaha (Work Shop ) dan melalui pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan di UPT Pelatihan dan Pengembangan serta evaluasi kegiatan pada satu unit workshop yaitu workshop logam g. Diskusi dengan informan untuk mendapatkan permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan usaha. Data sekunder diperoleh dari pengamatn-pengamatan secara langsung serta studi dokumentasi yang berkaitan dengan proses perencanaan, penelitian serta data - data pendukung lainya terutama menyangkut
kegiatan pelatihan
(rekruitmen peserta, seleksi, silabus, perencanaan kebutuhan, serta mekanisme pelaksanaan pelatihan) magang, fasilitasi permodalan, fasilitasi pemasaran serta bantuan peralatan dan pendampingan.
3.3.3
Metode Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif dengan mengolah dan menganalisa data dengan menggunakan tabulasi data yang menghasilkan tabel frekuensi. Sedangkan metode kualitatip memperoleh data-data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari responden dilapangan. Menyangkut metode analisis data kualitatif, Nasution (1996:129) menganjurkan tahapan-tahapan dalam menganalisa data
22
kualitatif yang dijadikan pedoman dalam menganalisa data hasil penelitian sebagai berikut ; 1. Reduksi data; data yang diperoleh di lapangan dicatat secara lengkap dan rinci.
Data tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok dan
difokuskan sesuai tujuan penelitian. Hasil dari reduksi data ini adalah tersusunnya data secara sistimatis yang memberi gambaran lebih tajam tentang hasil pengamatan dan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperlukan. 2. Penyajian data; untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu
dari penelitian maka perlu display data, yaitu menyajikan data dalam
bentuk tabel, gambar, matrik, network dan chart. Dalam tahap ini data hasil wawancara diuraikan secara rinci dan selanjutnya ditampilkan tabel untuk memudahkan membaca hasil penelitian sesuai dengan pertanyaaan penelitian. 3. Penarikan hubungan
dan
verifikasi;
yaitu
upaya
mencari
pola,
model, tema,
dan persamaan serta hal-hal yang sering muncul, sehingga
diperoleh suatu kesimpulan. Data hasil penelitian dianalisis berdasarkan kerangka pemikiran yang telah ditetapkan, untuk kemudian dilihat hubungan dan persamaan dari implikasi teoritiknya, sehingga diperoleh suatu kesimpulan jawaban penelitian. Dengan metode di atas, pengkaji berupaya untuk mengeksplorasi kegiatan yang dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam meningkatkan kapasitas pengembangan IKM di Provinsi Riau.
3.4 Metode Perencanaan Program Metode perencanaan program dalam kajian ini menggunakan metode SWOT, dengan mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistimatis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimaklkan kekuatan (Strenght) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threat). Proses pengembilan keputusan strategis selalu berkaitan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian perencana strategis
23
(strategic planner) harus menganalisa faktor-faktor strategis organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisa SWOT. Penelitian menunjukan bahawa kinerja organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal . Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalan analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strenght dan Weakness serta lingkungan external Opportunities dan Threats yang dihadapi organisasi. Analisa SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strenght) dan Kelemahan (weakness). 3.4.1 Analisis faktor Internal dan Eksternal Penyusunan IFAS (Internal Factors Analysis Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary), adalah sebagai dasar untuk penyusunan Matrik Internal Eksternal (IE Matrik) UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan perdagangan Provinsi Riau.
Dari hasil penyusunan Matrik
Internal dan Eksternal ini dapat disusun Strategi pengembangan UPT pelatihan dan Pengembangan. IFAS merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk menganalisis seberapa baik manajemen suatu organisasi merespon terhadap faktor-faktor penting internal yang bardampak terhadap kelangsungan organisasi. Tahapan penyusunan IFAS adalah sebagai berikut: 1. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan UPT Pelatihan dan Pengembangan yang telah dianalisis sebelumnya dan masukkan kedalam kolom 1. 2. Berikan bobot pada masing-masing faktor yang terdapat pada kolom1 tersebut dengan skala mulai 1,0 (sangat penting) hingga 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis UPT Pelatihan dan Pengembangan saat ini. Jumlah seluruh bobot pada kolom 2 tidak melebihi nilai total 1,00.
24
3. Berikan rating pada kolom 3 untuk masing-masing faktor yang terdapat pada
kolom 1 dengan
memberikan
skala
mulai
dari
4
(above
average) hingga 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi UPT Pelatihan dan Pengembangan. -
Untuk faktor-faktor
kekuatan
UPT Pelatihan dan Pengembangan ,
diberi nilai dari 1 hingga 4 (sangat tinggi). -
Untuk faktor-faktor kelemahan UPT Pelatihan dan Pengembangan, diberi nilai dari 1 hingga 4 (sangat tinggi).
4. Kolom 4 (weighted score) marupakan perkalian kolom 2 (weight) dan kolom 3 (rating). Jumlahkan nilai pambobotan pada kolom 4, untuk mamperoleh total nilai pembobotan bagi UPT Pelatihan dan Pengembangan. Nilai pembobotan total ini menunjukkan bagaimana UPT Pelatihan dan Pengembangan bereaksi terhadap faktor-faktor kekuatan dan kelemahannya atau faktor-faktor lingkungan internalnya Untuk penyusunan matrik EFAS juga hampir sama dengan penyusunan matrik IFAS hanya saja faktor yang dinilai berbeda yaitu faktor Eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threat) UPT Pelatihan dan Pengembangan.
IV. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 4.1 Kondisi Umum IKM di Provinsi Riau Luas Wilayah Provinsi Riau 107.932,71 KM, terdiri dari daratan 80,11 % dan
Lautan/Perairan 19,89 % ,
dengan Administrasi Pemerintahan Sepuluh
Kabupaten dan Dua Kota dengan 151 Kecamatan dan 1.609 Desa/Kelurahan. Bappeda Prov Riau
(2007) Penduduk Provinsi Riau berjumlah 5.070.952 Jiwa
dengan Pertumbuhan Penduduk sebesar 5,23 % dan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 8,25 %. Tabel 2. Jumlah Unit Usaha,Tenaga Kerja,Nilai Investasi dan Nilai Produksi IKM di Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota , 2007 No. 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11.
Kab/Kota Kab. Kuansing Kab. Inhu Kab. Inhil Kab. Pelalawan Kab. Siak Kab. Kampar Kab. Rokan Hulu Kab. Bengkalis Kab. Rokan Hilir Kota Pekanbaru Kota Dumai Jumlah
Unit Usaha 331 121 278 517 464 312 426 316 564 716 1.069
Tenaga Kerja 1.151 534 1.556 3.616 2.078 1.515 1.931 2.671 4.177 57.423 3.155
Nilai Investasi (000) 7.021.005 4.067.000 5.905.202 37.715.364 342.189.736 57.175.000 17.074.872 7.408.525 215.525.013 82.211.912 1.309.881.270
Nilai Produksi (000) 226.332.075 9.811.410 23.604.750 41.717.641 56.569.725 136.097.428 35.517.726 11.748.500 138.220.800 627.274.962 95.415.185
5.114
79.807
2.086.174.899
1.402.250.210
Tahun 2007 jumlah IKM di Provinsi Riau sebanyak 5.114 unit usaha dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 79.807 orang, dengan Investasi sebesar 2.096.174.889 ribu Rupiah, dengan Jenis Industri dan sebaran Unit Usaha di 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
Dengan penyerapan tenaga kerja langsung
sebanyak 79.807 orang belum termasuk tenaga kerja tidak langsung maka peran IKM dalam menggerakkan roda perekonomian daerah ini sangat besar. Untuk mengembangkan
potensi
ekonomi
ini
diharapkan
UPT
Pelatihan
dan
26
Pengembangan mampu memfasilitasi kebutuhan pengembangan IKM baik dari segi Teknis,SDM, Manajemen maupun keuangan. Tabel 3. Jumlah Unit Usaha,Tenaga Kerja, Nilai Investasi dan Nilai Produksi IKM Propinsi Riau per jenis Industri, 2007
No. 1. 2. 3.
4. 5.
Jenis Industri Pangan Sandang Kimia dan barang bangunan Logam dan elektronika Kerajinan Jumlah
1.341 392 2.166
Tenaga Kerja (Orang) 7.700 1.438 65.231
991
4.628
255.980.513
235.012.655
224 5.114
810 79.807
4.880.780 2.086.174.899
41.504.480 1.402.250.010
Unit Usaha
Nilai Investasi (000)
Nilai Produksi (000)
1.313.220.061 104.000.906 408.092.639
518.596.146 52.359.955 554.776.974
Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Riau mempunyai Stuktur Organisasi Tata Kerja tersendiri dan Dinas perindustrian dan Perdagangan ada pada setiap Kabupaten/Kota tersebut. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Riau No.7 tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau dan Peraturan Gubernur Riau No.38 tahun 2009 tentang Uraian Tugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau adalah merupakan salah satu perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui penumbuhan, pembinaan dan pengembangan sektor industri dan perdagangan. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain dengan menyusun dan melaksanakan program kerja pembangunan industri dan perdagangan serta memberikan pelayanan teknis dengan melaksanakan berbagai pelatihan dibidang industri dan perdagangan. Salah satu dari fungsi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau tersebut diwujudkan melalui Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pelatihan dan Pengembangan Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau yang berfungsi
untuk
mendukung
pertumbuhan
pengembangan
industri
dan
perdagangan, dengan tugas pokoknya menyelenggarakan urusan pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pelatihan dibidang perindustrian dan
27
perdagangan. UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau merupakan suatu lembaga pelatihan dan wadah pelayanan dan pembinaan Industri Kecil dan Dagang Kecil Menengah yang dibutuhkan dalam meningkatan dan mengembangan sumber daya manusia (SDM) IKM . Melalui SDM yang handal akan dapat menumbuhkan dan mengembangkan sektor industri dan perdagangan yang akan memacu pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau. Dapat dikatakan bahwa UPT Pelatihan dan Pengembangan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM terampil yang dibutuhkan oleh IKM di Provinsi Riau. UPT Pelatihan dan Pengembangan ini merupakan satu-satunya Lembaga Pemerintah yang membidangi Pelatihan dan Pengembangan Industri di Provinsi Riau. Hasil wawancara dengan staff UPT Pelatihan dan pengelola workshop diketahui bahwa terdapat 6 bidang usaha yaitu makanan dan minuman, perbengkelan, pertenunan, kerajinan kayu, konveksi dan border. Setiap unit usaha ini mempunyai kelemahan dalam menjalankan aktivitas usahanya, akan tetapi mempunyai peluang untuk dikembangkan. dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi kondisi IKM Riau serta Kebutuhan Pengembangannya No 1
Bidang Usaha Makanan
Unit Usaha 35
Minuman 2
Perbengkelan
12
3
Pertenunan
8
4
Kerajian Kayu
5
5
Konveksi
2
6
Bordir
3
65
Identifikasi kondisi IKM 1. Terbatasnya permodalan 2. Terbatasnya jaringan Pemasaran 3. Peralatan sederhana 4. Tidak berorientasi Pasar 5. Manajemen usaha kurang memadai 6. Kurang mampu melihat peluang 7. Informasi usaha sangat kurang
Presentase (%) 100 80 85 90 90 90 100
Kebutuhan Pengembangan IKM 1. Penambahan modal kerja yang cukup dan memadai bagi usaha 2. Penguatan jaringan pemasaran yang luas 3. Ketersediaan peralatan usaha yang cukup dengan penguasaan teknologi 4. Kemampuan melihat peluang dan pengembangan usaha 5. Kemampuan menguasai informasi , teknologi produk dan pasar 6. Kemampuan mengembangkan usaha 7. Kemampuan untuk mandiri dengan kekuatan sendiri
28
Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa kondisi IKM di Provinsi Riau masih memerlukan pengembangan kegiatan dalam bentuk pemberdayaan, peran UPT Pelatihan dan pengembangan masih diperlukan dalam pemberdayaan IKM, baik dalam bentuk penguatan kelembagaan komunitas maupun usaha serta pendampingan kegiatan usaha. Fokus pemberdayaan yang dilakukan oleh UPT pelatihan dan pengembangan adalah melalui penguatan modal usaha unit usaha melalui asistensi manajemen usaha dan kredit usaha berbunga rendah, pengutan jaringan usaha kerja melalui pendampingan dan advokasi melalui kegiatan konsultasi dan promosi usaha, pengadaan sarana peralatan usaha serta training untuk penggunaannya, melakukan pendampingan dalam pemasaran hasil dan peningkatan performance produk usaha serta melakukan kegiatan konsultansi usaha secara terus menerus melalui peningkatan partisipasi anggota IKM dalam kelembagaan komunitas IKM dalam kegiatan klinik konsultansi usaha. Hasil wawancara dengan staff UPT Pelatihan dan Pengembangan serta pengelola workshop diketahui bahwa perkembangan IKM yang telah dan akan mendapat pendampingan dari UPT Pelatihan dan Pengembangan juga dapat diketahui bahwa pelatihan dan pendampingan yang telah dilakukan oleh UPT pelatihan dan pengembangan telah membawa perkembangan yang cukup baik bagi perkembangan usaha maupun kelembagaan IKM. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi Kondisi dan Kebutuhan IKM Terhadap UPT Pelatihan dan Pengembangan Bidang Usaha
Kondisi Awal (Pra Pelatihan dan Pendampingan )
1 Makanan dan Minuman
2 1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Jaringan pemasaran terbatas 3. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Perbengkelan
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Manajemen Usaha kurang memadai
Kondisi Akhir (Pasca Pelatihan dan Pendampingan) 3 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Jaringan Pemasaran terbuka melalui pendampingan dan konsultasi Usaha. 3. Akses terhadap informasi usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan
Kebutuhan IKM TerhadapUPT Pelatihan dan Pengembangan 4 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan 2. Pendampingan, promosi, bar code dan advokasi pada investor dan pasar terbuka 3. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan
29
1
2 4. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Pertenunan
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Kerajinan Kayu
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Terbatasnya jaringan pemasaran 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Konveksi
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
Bordir
1. Jaringan akses permodalan terbatas 2. Peralatan sederhana 3. Tidak berorientas pasar 4. Manajemen Usaha kurang memadai 5. Informasi pengembangan usaha dan peluang usaha terbatas
3 telah memadai 3. Manajemen usaha semakin baik 4. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan telah memadai 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka
1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Jaringan Pemasaran terbuka melalui pendampingan dan konsultasi Usaha 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan telah memadai 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka 1. Akses terhadap sumber permodalan terbuka, yaitu dengan PT. PER 2. Pengadaan dan penggunaan peralatan telah memadai 3. Produk yang duhasilkan telah berorientasi pasar 4. Manajemen usaha semakin baik 5. Akses terhadap usaha dan peluang usaha terbuka
4 3. Pelatihan manajemen usaha. 4. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan 3. Pelatihan teknis pertenunan, motif tenun dan peningkatan kualitas hasil tenunan 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pendampingan, promosi dan advokasi pada investor dan pasar terbuka 3. Pelatihan teknis kerajinan kayu dan peningkatan mutu olahan kayu 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan 3. Pelatihan teknis konveksi dan peningkatan mutu hasil konveksi 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha 1. Pelatihan manajemen keuangan dan perusahaan. 2. Pengadaan peralatan serta magang usaha dan penggunaan peralatan 3. Pelatihan teknis border, motif bordir dan peningkatan mutu hasil bordir 4. Pelatihan manajemen usaha. 5. Pembuatan, pelaksanaan dan pendampingan klinik konsultasi usaha
30
Menurut Sumarjo dan Saharudin (2003), apabila suatu kebutuhan pembangunan sudah dapat dirasakan oleh masyarakat, maka akan mendorong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan (Felt Need) akan benarbenar menjadi kekuatan internal dalam pembangunan masyarakat. Selanjutnya disebutkan
bahwa
dalam
pembangunan
perlu
dilandasi
upaya
untuk
memanfaatkan faktor eksternal secara serasi baik pada sistem sosial ditingkat mikro (komunitas), meso (antar komunitas) maupun makro. Untuk mewujudkan suatu kelembagaan yang baik (good governance) menurut UN-ESCAP ada delapan karakteristik untuk mencapainya yakni partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi pada konsensus, persamaan, efektif dan efisien serta akuntabilitas. Untuk mengoptimalkan pemberdayaan yang dilaksanakan melalui UPT Pelatihan dan Pengembangan , maka delapan karakteristik good governance merupakan sarana mempermudah mewujudkan kelembagaan yang benar-benar mempunyai fungsi dan peran dalam pemberdayaan masyarakat khususnya IKM di Provinsi Riau.
4.2. Kondisi Umum UPT Pelatihan dan Pengembangan Struktur Organisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan terdiri dari satu orang Kepala yang langsung bertanggung Jawab kepada Kepala Dinas dengan dibantu oleh tiga orang Kepala Seksi dan setiap Kepala Seksi mempunyai Staf masing-masing (Gambar 2). Kepala Dinas
Fungsional
Kasi Pelatihan
Kepala UPT Pelatihan dan Pengembangan
Kasi Tata Usaha
Kasi Kerjasama
Gambar 2 : Struktur Organisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau
31
Tingkat pendidikan Aparatur UPT Pelatihan dan Pengembangan mempunyai kompisisi antara lain ; empat orang dengan Pendidikan SI, D3 tiga orang dan 13 orang setara SLA, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Pegawai, Pendidikan pada UPT Pelatihan dan Pengembangan
Pendidikan
Jabatan
Jumlah (orang)
1.
S1
Kepala UPT
1
2.
S1
Kepala seksi
2
3.
S1
Staff
1
4.
D3
Kepala seksi
1
5.
D3
Staff
1
6.
SMK
Staff
9
7.
SMA
Staff
4
Jumlah
19
UPT Pelatihan dan Pengembangan memiliki sarana dan prasarana antara lain ; (1) Workshop Logam; (2) Workshop Kerajinan Kayu/kerajinan; (3) Workshop Perbengkelan;(4) Workshop Agro; (5) Workshop Bordir; (6) Workshop Konveksi; (7) Workshop Elektroplating; (8) Workshop Makanan dan Minuman; (9) Workshop Batik; (10) Workshop Tenun. Sedangkan fasilitas penunjang antara lain; (1) Asrama dengan daya tampung 45 orang;(2) Ruang belajar sebanyak 3 kelas; (3) Ruang makan dengan kapasitas 50 orang; (4) Aula dengan kapasitas 200 orang; (5) Mushalla dengan kapasitas 100 orang. 4.2.1 Profil Tenaga Teknis Tenaga teknis yang ada di UPT Pelatihan dan Pengembangan terdiri dari 11 orang tenaga fungsional penyuluh dengan rincian pada Tabel 7.
32
Tabel 7. Tingkat Keahlian Tenaga Penyuluh UPT Pelatihan dan Pengembangan No.
Keahlian
Jumlah (0rang)
Persentase
1.
Manajemen usaha
5
45.45
2.
Perlindungan konsumen
3
27.27
3.
Motivator dan GKM
2
18.18
4.
GMP dan kemasan
1
9.09
11
100
JUMLAH
Dari keahlian tenaga penyuluh tersebut hanya mampu untuk memberikan bimbingan pendampingan yang bersifat manajemen dan motivasi usaha. Sedangkan untuk tenaga teknis yang sangat dibutuhkan yaitu : 1. Bidang tekstil. 2. Bidang pengecoran logam. 3. Bidang meubiler dan design. 4. Bidang food/makanan. 5. Bidang garmen/Konveksi. 6. Bidang batik. 7. Bidang bordir. 8. Bidang pelapisan logam. 9. Bidang pengemasan . Sembilan Bidang Tenaga Teknis di atas saat ini belum dimiliki oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan. Untuk kegiatan pelatihan maupun peningkatan sumber daya manusia pengelola workshop, UPT Pelatihan dan Pengembangan melakukan kerjasama Instruktur dari luar ataupun dimagangkan ke Pulau Jawa. Dari papaparan di atas dapat diketahui bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan lebih difokuskan pada penambahan kapasitas anggota IKM melalui training, pendampingan pasca pelatihan, permodalan usaha dan peralatan. Kegiatan pemberdayaan juga masih bersifat terbatas sesuai dengan pengetahuan tenaga teknis UPT, strategi pemberdayaan masyarakat belum dibuat secara terperinci sesuai dengan metodologi pemberdayaan. Strategi pemberdayaan masyarakat
33
yang dilakukan dalam kegiatan pengembangan masyarakat, antara lain : advokasi, pengorganisasian komunitas, pengembangan jaringan, pengembangan kapasitas dan komunikasi, informasi dan edukasi. Kelima strategi tersebut bersifat saling menguatkan satu sama lain. Bahkan dalam praktek implementasi program masyarakat, disadari atau tidak, kelima strategi tersebut dipraktekkan secara bergantian. ( Djuara P. Lubis, 2007) Berdasarkan hal tersebu di atas, untuk mengisi tenaga teknis tersebut Tahun 2008 melalui usulan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau telah memohon kepada Bapak Gubernur Riau untuk menempatkan tenaga teknis yang dibutuhkan UPT Pelatihan dan Pengembangan, namun sampai saat ini belum satupun tenaga teknis tersebut dipenuhi. 4.3 Kegiatan UPT Pelatihan dan Pengembangan melalui Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Melalui
sepuluh
workshop
yang
ada
di
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan, maka pada tahun 2006 telah dapat dilatih IKM sebanyak 389 orang, sedangkan magang telah dapat difasilitasi sebanyak 56 orang. Pada tahun 2007 IKM yang telah difasilitasi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk mengikuti pelatihan adalah sebanyak 257 orang sedangkan magang sebanyak 73 orang dengan berbagai jenis pelatihan dan berasal dari 11 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (Tabel 8). Tabel 8. Jumlah peserta pelatihan dan magang tahun 2006 / 2007 No
Tahun
1. 2.
2006 2007
Pelatihan (orang) 389 257
Magang (orang) 56 73
Anggaran APBD (Rp) 1.075.000.000,1.105.000.000,-
Jenis pelatihan yang mampu dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan adalah Pelatihan Achievement Motivation Training (AMT), Good Manufacturing Practises (GMP), manajemen usaha, pengelasan dasar dan lanjutan, batik dasar dan lanjutan, bordir dasar dan lanjutan, tenun dasar dan lanjutan, konveksi, meubel, elektroplating, kemasan pangan, pengolahan buahbuahan dan makanan, pembuatan kue kering dan basah. Untuk tenaga instruktur
34
Pelatihan tersebut UPT Pelatihan dan Pengembangan bekerjasama dengan lembaga pelatihan profesional atau sentra kerajinan yang ada di luar Provinsi Riau. Untuk Pelatihan AMT dan GMP Dinas Perindag Provinsi Riau telah memiliki instruktur
dari penyuluh industri dibawah koordinasi Kepala UPT
Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindag Provinsi Riau. Tabel 9. Kegiatan Pelatihan Tahun 2007
No.
Kegiatan Pelatihan
Jumlah Peserta
Asal Daerah
1.
Pelatihan AMT (2 Angkatan)
80
11 Kab/Kota
2.
Pelatihan GMP (2 Angkatan)
80
11 Kab/Kota
3.
Pelatihan Tenun
20
11 Kab/Kota
4.
Pelatihan Batik
20
11 Kab/Kota
5.
Pelatihan Pengemasan pangan
10
10 Kab/Kota
6.
Pelatihan Bordir
20
11 Kab/Kota
7
Pelatihan Pengelolaan Makanan
17
11 Kab/Kota
8
Pelatihan Pengelasan
10
10 Kab/kota
JUMLAH
257
Sumber: Disperindag Provinsi Riau Tahun 2008 Dari kegiatan Pelatihan yang dilaksanakan oleh UPT pelatihan dan Pengembangan tahun 2007 telah dapat dilaksanakan tujuh kegiatan dengan jumlah peserta sebanyak 257 perajin berasal dari 11 Kabupaten/Kota. Alokasi anggaran kegiatan pelatihan tersebut sebesar Rp.451.415.000.- bersumber dari dana Anggaran Pembangunan Belanja Daerah ( APBD ) Provinsi Riau. Animo IKM untuk mengikuti pelatihan ini cukup tinggi sehingga jumlah peserta dibatasi sesuai anggaran yang ada. Disamping kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan maka perlu memberdayakan fungsi-fungsi workshop yang ada, dengan menerapkan pola Inkubator yakni workshop dikelola oleh Industri Kecil dan Menengah melalui suatu proses seleksi. Dan selanjutnya pengelolaan workshop dilakukan oleh IKM tersebut dengan suatu perjanjian kerjasama dengan
35
batasan waktu hingga IKM tersebut mampu mandiri (antara tiga sampai dengan lima tahun). Adapun manfaat dari inkubator tersebut menurut Purwadaria adalah memberikan kesempatan kepada IKM untuk mendapat fasilitas murah dan mudah seperti sewa gedung, peralatan, listrik dan akses lainnya. Sedangkan bagi pemerintah adalah pertumbuhan wirausaha, perluasan pajak, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan devisa negara serta mendorong perkembangan ekonomi. Pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dilaksanakanan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan memanfaatkan Workshop yang ada dengan peralatan yang tersedia . Keterbatasan alat praktek baik jumlah maupun teknologi menjadi salah satu kelemahan dalam pelatihan ini disamping silabus pelatihan yang tidak terencana sehingga pencapaian tujuan pelatihan tidak oftimal tercapai. Selain hal tersebut kegiatan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan
tidak terlaksana
secara menyeluruh disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang tersedia. Namun untuk wilayah terdekat yakni Kota Pekanbaru kegiatan Evaluasi dan Monitoring dapat dilakukan mengingat jarak yang dekat sehingga tidak memerlukan anggaran yang besar . 4.3.1
Pengembangan Usaha Produktif IKM Pada Musrenbangda Riau setiap tahunnya ada komitmen antara Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau dengan Dinas Perindustrian dan perdagangan
Kabupaten/Kota bahwa fungsi
penumbuhan
IKM
ada di
Kabupaten/Kota sedangkan fungsi pengembangannya ada ditingkat Provinsi. Dengan
adanya
komitmen
tersebut
Pengembangan akan sangat penting dalam
maka
fungsi
UPT
Pelatihan
dan
usaha meningkatkan Sumber Daya
Manusia IKM. Adapun hal yang dicapai melalui pengembangan IKM ini adalah bagaimana mengoptimalkan usahanya dengan meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannyai. Kegiatan Pelatihan yang telah dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan keberhasilannya dapat dilihat dari perkembangan usaha IKM tersebut . Untuk mengetahui sejauhmana peran dan kontribusi UPT Pelatihan dan Pengembangan dalam mengembangkan adalah dengan mengetahui hasil salah
36
satu Program Pelatihan UPT pelatihan dan pengembangan. Tahun 2007 telah dilaksanakan kegiatan pelatihan peningkatan kemasan pangan dengan peserta 10 orang dari Kabupaten/kota se Provinsi Riau Dari 10 IKM tersebut sebanyak 2 unit usaha berada di pekanbaru dengan perkembangan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kegiatan Pelatihan Peningkatan Kemasan Pangan Tahun 2007 NO Nama Usaha 1 Winda
Kemasan awal Plastik
Kemasan Pasca Pelatihan Karton dengan tampilan barcode, halal , komposisi dan kadaluarsa
2
Rengginang Ubi
Plastik
Plastik
dengan
tampilan
barcode, halal , komposisi dan kadaluarsa
Dalam pelatihan ini, UPT pelatihan dan pengembangan memfasilitasi dan membiayai sertifikat barcode , halal dan uji komposisi di laboratorium yang dicantumkan pada kemasan baru serta memberikan desain baru dengan bantuan kotak /plastik desain tersebut. Diharapkan nantinya IKM dapat melanjutkan pencetakan desain produknya tanpa bantuan pemda lagi. Tabel 11. Perkembangan Usaha Pasca Pelatihan Peningkatan Kemasan Jumlah produk pasca pelatihan
Nilai penjualan (2007)
Nilai penjualan pasca pelatihan (2008)
NO
Nama Usaha
Jumlah produk sebelumnya
1
Winda
1 produk
5 produk
Rp.89 juta
Rp.525 juta
2
Rengginang
1 produk
2 produk
Rp.55 juta
Rp.287uta
Ubi
37
Dari Tabel 10 dan 11 tersebut di atas dapat disimpulkan UPT Pelatihan dan Pengembangan telah mampu meningkatkan kapasitas IKM dan melakukan proses pemberdayaan yang hasilnya langsung dirasakan oleh IKM melalui Program Pelatihan UPT pelatihan dan pengembangan . Disamping hal tersebut di atas, Pelaku usaha IKM juga secara personal mencari peluang dan wasawan baru dan mengembangkan usaha secara bertahap dan tidak sepenuhnya bergantung kepada pemerintah khususnya UPT Pelatihan dan Pengembangan ini. Untuk menumbuhkan partisipasi IKM maka UPT Pelatihan dan Pengembangan memfasiliasi dengan mendirikan Klinik Bisnis. Diharapkan melalui klinik bisnis ini, IKM dapat berkonsultasi melalui penyuluh UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk peningkatan dan pengembagan usaha. Disamping itu juga melakukan pendampingan usaha IKM baik yang ada di Workshop maupun yang berada diluar Workshop terutama di Kota Pekanbaru. Adapun kemampuan pendampingan yang dilakukan lebih banyak kepada Motivasi dan Manajemen Usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pelaku usaha yang telah mendapat pelatihan menyatakan bahwa wawasannya telah mengalami peningkatan dari sebelum mengikuti pelatihan. 4.3.2
Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial Dalam pembangunan yang berpusatkan pada rakyat perlu dikembangkan
kapasitas masyarakat melalui pemberdayaan, partisipasi dan kesetaraan gender dalam pembangunan yang berkelanjutan : Pemerintah merupakan salah satu institusi yang dapat memfasilitasi pengembangan kapasitas kelembagaan yang ada di wilayahnya. Salah satunya yaitu dengan menciptakan TRUST atau kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dengan memberi akses
masyarakat untuk
menolong diri mereka sendiri, misalnya dengan melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memfasilitasi masyarakat untuk dapat menyumbangkan pikiran-pikiran yang rasional sehingga masyarakat mampu mengenal diri mereka dan mengidentifikasi masalah-masalah yang mereka hadapi serta mencari jalan keluarnya.
38
Dalam pengembangan kapasitas kelembagaan dan modal sosial untuk pemberdayaan IKM di Provinsi Riau suduh cukup dominan. Sejak tahun 2001 Pemerintah Provinsi Riau melalui Satker Teknisnya telah dikucurkan pinjaman dana bergulir bagi IKM dengan suku bunga cukup ringan dan baru pada tahun 2006 pelaksanaan pinjaman dana bergulir difasilitasi oleh PT. Permodalan Ekonomi Rakyat (PT. PER) yang merupakan badan usaha milik pemerintah daerah Provinsi Riau. Melalui pinjaman bergulir ini
diharapkan IKM dapat
meningkatkan kapasitas permodalannya. Namun dalam pelaksanaan kegiatan dana bergullir tersebut terdapat juga kegagalan usaha IKM dalam meningkatkan kapasitas usahanya. Hal tersebut disebabkan lemahnya pola perencanaan usaha dan tidak ada pendampingan usaha. Dari data Bank Riau pinjaman dan bergulir Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau tahun 2001 s/d 2002
dapat
dilihat pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12. Rekapitulasi Laporan Perkembangan Hasil Pembinaan Industri Kecil Penerima Pinjaman Dana Bergulir Dinas Perindag Prov.Riau Tahun 2001
No.
Kab/Kota
Unit Usaha
Jumlah Pinjaman (Rp.)
Jumlah Jumlah Pengembali Tunggakan an (Rp.) (Rp.)
Sisa Pinjaman (Rp.)
%
1.
Pekanbaru
24
669,950,000
464,435,034
216,399,166
205,514,366
69.32
2.
Rokan Hulu
3
50,000,000
5,416,671
52,128,123
44,583,329
10.83
3.
Pelalawan
3
92,000,000
52,000,000
46,100,000
40,000,000
56.52
4.
Indragiri Hulu
4
40,000,000
29,211,620
11,913,380
10,788,380
73.03
5.
Kuantan Singingi
1
10,000,000
5,138,915
5,006,918
4,861,085
51.39
6.
Indragiri Hilir
2
30,000,000
30,000,000
-
-
100.0
7.
Siak
1
7,300,000
7,300,000
-
-
100.0
8.
Kepulauan Riau
4
125,000,000
101,783,246
24,095,538
23,216,754
81.43
9.
Natuna
3
45,000,000
39,234,274
5,824,320
5,765,726
87.19
10.
Karimun
1
60,000,000
8,167,460
51,832,589
51,832,540
13.61
JUMLAH
46
1,129,250,000
742,687,220
413,300,034
386,562,780
65.77
Dari hasil laporan perkembangan dana bergulir yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau melalui Program Dana bergulir sektor Perindustrian dan perdagangan Tahun
2001 (Tabel 10)
dari jumlah pinjaman sebesar
Rp.1.129.250.000.- kepada 46 IKM di sepuluh Kabupatern/Kota di Provinsi Riau
39
sampai dengan tahun 2008 telah dikembalikan sebesar Rp.742.687.220.- dengan persentase 65,77% dari total pinjaman. Sedangkan pada tahun 2002
Pinjaman
Dana
mencapai
bergulir
di
sektor
perindustrian
dan
perdagangan
Rp.7.840.000.000.- yang dipinjamkan kepada 466 IKM dengan tingkat pengembalian sebesar Rp.4.926.152.244,- atau 62,83% dari total pinjaman ( Tabel 13). Tabel 13. Rekapitulasi Laporan Perkembangan Hasil Pembinaan Penerima Dana Bergulir Dinas Perindag Prov.Riau Tahun 2002 No.
Kab/Kota
Unit Usaha
Jumlah Pinjaman (Rp.)
Jumlah Pengembalian (Rp.)
Jumlah Tunggakan (Rp.)
Sisa Pinjaman (Rp.)
%
1.
Pekanbaru
106
1,994,000,000
1,399,668,843
786,135,352
594,331,157
70.19
2.
Kampar
17
400,000,000
326,280,368
80,354,396
73,719,632
81.57
3.
Rokan Hulu
7
135,000,000
54,770,927
90,966,573
80,229,073
40.57
4.
Pelalawan
8
127,500,000
81,989,260
57,659,490
45,510,740
64.31
5.
Indragiri Hulu
11
200,000,000
130,378,515
76,106,485
69,621,485
65.19
6.
Kuantan Singingi
20
304,500,000
120,431,000
202,382,750
184,069,000
39.55
7.
Indragiri Hilir
37
760,000,000
496,741,145
291,263,974
263,258,855
65.36
360,000,000
315,571,000
52,966,500
44,429,000
87.66
8.
Dumai
11
9.
Bengkalis
42
560,000,000
233,492,189
390,090,320
326,507,811
41.70
10.
Rokan Hilir
23
386,000,000
111,272,729
302,489,011
274,727,271
28.83
11.
Siak
25
440,000,000
230,575,878
238,027,947
209,424,122
52.40
12.
Tanjung Pinang
80
977,000,000
557,787,793
449,484,104
419,212,207
57.09
13.
Kepulauan Riau
7
125,000,000
87,272,722
40,914,778
37,727,278
69.82
14.
Karimun
6
190,000,000
100,750,604
98,253,496
89,249,396
53.03
15.
Batam
8
255,000,000
154,007,465
118,403,785
100,992,535
60.40
525,161,786
109,834,054
100,838,214
83.89
4,926,152,224 3,375,333,015
2,913,847,776
62.83
16
Natuna
58
626,000,000
JUMLAH
466
7,840,000,000
Dari evaluasi hasil pinjaman dana bergulir tersebut dapat dikatakan bahwa untuk sektor Perindustrian dan Perdagangan telah menunjukan hasil yang cukup baik dimana lebih dari 50% pinjaman dana bergulir telah mampu dikembalikan kepada Pemerintah. Dan untuk program dana bergulir selanjutnya mulai tahun 2006 telah dibentuk Perusahaan Daerah yaitu PT. Permodalan Ekonomi Rakyat (PT. PER) yang menangani program ini selanjutnya.
40
4.4 Evaluasi Penguatan Kelembagaan dalam Pemberdayaan IKM Pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dilaksanakanan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan ini untuk
setiap
tidak menseleksi
pelatihan
sehingga
kompetensi IKM yang dibutuhkan
tergantung
pengiriman
peserta
dari
Kabupaten/Kota. Keterbatasan alat praktek menjadi salah satu tujuan pelatihan kurang oftimal. Disamping Silabus pelatihan yang tidak terencana , serta monitoring dan evaluasi pasca pelatihan tidak terlaksana secara menyeluruh. Namun untuk wilayah terdekat yakni Kota Pekanbaru Evaluasi dan Monitoring dapat dilaksanakan. Untuk mengoptimalkan fungsi Workshop Pelatihan dan Pengembangan sebagai sarana pelatihan dan pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah, maka sejak tahun 2002 telah diambil kebijaksanaan untuk menerapkan pola inkubator bisnis dan teknologi. Dengan penerapan inkubator bisnis dan teknologi tersebut, maka sepuluh Workshop yang ada dapat diberdayakan. Pada tahap awal penerapan inkubator bisnis dan tekonologi ini Workshop Pelatihan dan Pengembangan Perindag tidak melakukan seleksi secara umum namun mencari IKM yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Kemudian diberikan kesempatan kepada IKM tersebut untuk mengoperasionalkan sarana dan prasarana yang ada pada
Workshop tersebut. Sedangkan biaya operasional
pengelolaan Workshop tersebut ditanggung olah IKM. Dengan demikian, Workshop Pelatihan dan Pengembangan telah dapat menghemat pembiayaan rutin dari Workshop tersebut.Bagi IKM telah terjadi penghematan investasi yang seharusnya dikeluarkan untuk fasilitas usahanya. Proses pengeraman usaha ini berlangsung dalam tahapan yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan jenis usahanya. Secara umum tujuan inkubator ini adalah menciptakan pengusaha Industri Kecil dan Menengah yang mandiri dan
berkelanjutan setelah keluar dari
inkubator ini. Dan UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag telah menetapkan bahwa pengelola diberi kesempatan mengelola Workshop dalam jangka waktu tertentu yakni antara 3 sampai 5 tahun, agar memberikan kesempatan kepada IKM yang lain untuk memanfaatkan fasilitas pemerintah ini. Untuk melakukan pendampingan terhadap pengelola workshop maka UPT menunjuk satu orang
41
penyuluh untuk ditempatkan pada setiap workshop Pendampingan yang dapat dilakukan hanya sebatas peningkatan manajemen pengelolaan dan pemasaran serta motivasi usaha. Disamping itu pendampingan juga membantu pengelola workshop untuk mencari peluang pendanaan baik melalui perbankan, kemitraan usaha besar dan kecil maupun kepada BUMN melalui program pemberdayaan masyarakatnya. Untuk mengukur tingkat kemandirian usaka IKM tersebut, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag menerima laporan setiap bulannya dari tenaga pendampingan tersebut. Dari hasil laporan bulanan akan dapat diketahui tingkat kemandirian usaha yang dikelola tersebut sehingga program apa yang harus ditunjang oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan
akan dapat
diidentifikasikan dengan baik. Ada beberapa tahapan untuk menilai kemandirian usaha workshop yakni : 1. Tahap Penyesuaian dan pengenalan sistim Inkubator. 2. Tahap peningkatan dan penguatan kapasitas usaha. 3. Tahap pemantapan dan penguasaan pasar. 4. Tahap kemandirian usaha. 5. Tahap persiapan untuk keluar dari UPT Pelatihan dan Pengembangan . Dari penerapan Inkubator Bisnis dan Teknologi ini sampai tahun 2008 telah dapat dihasilkan IKM yang mandiri dan tidak lagi menggunakan fasilitas Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag sebanyak 5 (lima) unit usaha. Disamping pemberdayaan IKM melalui inkubator bisnis dan teknologi tersebut ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag yaitu : 1. Fasilitas usaha yang selama ini tidak dimanfaatkan secara rutin dapat dijalankan secara baik. 2. Pelatihan dan magang bagi IKM dan siswa SMK dapat berjalan beriring tanpa pembiayaan yang cukup besar. 3. Penghematan biaya operasional UPT dapat ditekan seminimal mungkin.
42
Untuk melaksanakan fungsi Pelatihan, maka dengan penerapan inkubator bisnis dan teknologi akan sangat menunjang fungsi tersebut, hal ini disebabkan karena sarana yang tersedia pada setiap workshop dapat dioperasionalkan sedangkan tenaga teknis adalah tenaga ahli pengelola workshop tersebut. Untuk pelaksanaan Pelatihan dapat menggunakan tenaga ahli dari workshop tersebut sebagai tenaga pengajar, namun jika tenaga pengajar tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan pelatihan, maka UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag melakukan kerjasama dengan Balai Pelatihan di Provinsi lain untuk menjadi tenaga pengajar pada pelatihan yang telah diprogramkan. Kegiatan pembinaan IKM yang berada diluar UPT Pelatihan dan Pengembangan baik berupa pelatihan maupun permagangan dapat dilakukan secara sinergis dengan pengelolaan workshop, hanya saja jika tenaga instrukturnya tidak tersedia atau belum
memadai maka UPT Pelatihan dan
Pengembangan akan mencari tenaga instruktur yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan diluar UPT pelatihan dan Pengembangan. Dengan demikain dapat diketahui bahwa pentingnya tenaga teknis pada setiap workshop yaitu sebagai tenaga pendampingan Workshop dan juga sebagai tenaga pelatih untuk program pelatihan/magang yang diprogramkan melalui anggaran APBD. Untuk penyusunan dan perencanaan suatu kebutuhan pelatihan dan magang, UPT Pelatihan dan Pengembangan meminta kepada instruktur yang akan mengajar . Dan selama ini UPT Pelatihan dan Pengembangan belum pernah melakukan pelatihan dan peningkatan wawasan pengelola untuk meningkatkan SDM nya dalam mengelola dan merencanakan suatu pelatihan yang baik. Untuk mencapai suatu lembaga pelatihan dan Pengembangan yang terakreditasi maka secara bertahap kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini harus segera ditindaklanjuti. Untuk mencapai hal tersebut UPT Pelatihan harus mampu membuat program peningkatan sumber daya manusia pengelola serta meningkatkan kualitas infrastruktur UPT Pelatihan dan Pengembangan. Dengan tingkat profesional pengelolaan nantinya dan dengan peningkatan kualitas infrastruktur maka upaya meningkatkan kapasitas dan peningkatan sumber daya manusia IKM dapat terlaksana. Dengan demikian peran dan kontribusi UPT
43
Pelatihan dan Pengembangan dalam pemberdayaan IKM menjadi wujud nyata dan akan semakin diperlukan oleh pemerintah daerah dalam proses pemberdayaan masyarakat. 4.5. Evaluasi Kegiatan IKM Provinsi Riau (Studi Kasus pada Bidang Usaha Perbengkelan, Workshop Logam di UPT Pelatihan dan Pengembangan Provinsi Riau) 4.5.1. Profile Kelompok Bina Jaya Logam Kelompok usaha Bina Jaya Logam berdiri pada tahun 2003, kelompok ini pada awalnya bekerja sendiri dengan usaha yang bersifat skala rumah tangga dimana tempat usahanya masih berada di areal perkarangan rumah tempat tinggal anggotanya. Jumlah anggota pada saat itu bervariasi tergantung banyaknya pekerjaan yang didapat, secara umum jumlah anggota kelompok Bina Jaya Logam adalah 3 sampai dengan 7 orang, dengan pendapatan rata-rata Rp. 1.300.000,- per orang perbulannya. Pada waktu ini pimpinan usaha ini belum bersifat tetap tergantung kepada siapa yang mendapatkan tender usaha, maka secara langsung dia yang akan menjadi pimpinan usaha yang sementara sampai pekerjaan tender selesai dikerjakan. Pada Tahun 2007 Kelompok Usaha Bina Jaya Logam masuk menjadi unit dampingan UPT Pelatihan dan Pengembangan, dengan jumlah anggota awal adalah sepuluh orang dengan ketua kelompok yang dipilih oleh anggota adalah Bapak Mulyono. Pada tahun 2010 ini terjadi pekembangan jumlah anggota kelompok menjadi 23 orang, dengan pendapatan Rp. 2.000.000 per orang per bulannya. 4.5.2. Deskripsi Kegiatan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam Kegiatan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam telah dirintis sejak tahun 2003 dan mulai mengalami pengembangan usaha sejak didampingi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan pada program Inkubator untuk pemberdayaan IKM. Sejak itu kegiatan usaha Kelompok Bina jaya Logam langsung menempati workshop logam pada bidang perbengkelan UPT Pendidikan dan Pengembangan Provinsi Riau.
44
Jenis usaha yang dijalankan oleh kelompok Bina Jaya Logam adalah usaha jasa pengecoran logam dan perbengkelan dengan hasil produksi adalah onderdil pesanan berupa bagianm- bagian dari mesin-mesin pabrik CPO (minyak mentah sawit) dan pulp (bubur kertas). Saat ini telah banyak kostumer yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar di Provinsi Riau yang bekerja sama dengan Kelompok Bina Jaya Logam dalam hal perbaikan alat maupun pengecoran logam, hal ini terjadi terutama setelah kelompok ini didampingi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan dan menempati workshop logam dalam program inkubator pemberdayaan IKM sejak tahun 2007. Perkembangan modal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Perkembangan Modal Kelompok Bina Jaya Logam Dari gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan modal Kelompok Bina Jaya Logam meningkat sangat nyata dimulai sejak kelompok ini ikut pada program inkubator pemberdayaan IKM yang didampingi oleh UPT Pelatihan dan pengembangan, pada awal berdirinya kelompok ini baru mempunyai modal kerja sebanyak Rp. 150.000.000,- . Pada awal masuk program inkubator pemberdayaan IKM jumlah modal kerja sebanyak Rp. 250.000.000,- dan pada saat ini pada maret
45
2010 telah berkembang menjadi Rp. 750.000.000,-. Hal ini juga disebabkan sejak tahun 2007 kerjasama usaha Kelompok Bina Jaya Logam dengan perusahaan maupun lembaga lain terus mengalami peningkatan, terutama dengan perusahaanperusahaan besar di Provinsi Riau. Peningkatan modal ini disebabkan adanya kemampuan kelompok dan anggotanya dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan – perusahan besar dengan cukup baik, disamping dukungan peralatan yang memadai yang disediakan oleh workshop dalam mendukung capaian kerja kelompok. Tercatat lima perusahaan besar yang bekerja sama dengan kelompok ini, dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Daftar Jaringan Kerja dan Usaha Kelompok Bina Jaya Logam No 1
Nama Perusahaan/Lembaga PT. RAPP
Jenis Kerjasama Perbaikan Peralatan Pabrik Pulp and Paper, pengecoran,
pelapisan
logam
onderdil,
perbaikan peralatan. Sejak tahun 2007 2
PT. IKPP
Perbaikan Peralatan Pabrik Pulp and Paper, pengecoran,
pelapisan
logam
onderdil,
perbaikan peralatan. Sejak tahun 2007 3
PT. ADEI Plantation
Perbaikan Peratan Pabrik CPO, pengecoran dan pelapisan logam. Sejak tahun 2007
4
PT. Wilmar
Perbaikan Peratan Pabrik CPO, pengecoran dan pelapisan logam. Sejak tahun 2007
5
PT. Surya Dumai
Perbaikan Peratan Pabrik CPO, pengecoran dan pelapisan logam. Sejak tahun 2007
6
SMK 2 Pekanbaru, SMK 2
Magang Siswa SMK secara rutin sejak tahun
Siak, SMK 2 Taluk
2005, lima orang siswa setiap sekolah.
Kuantan, SMK Muhamadiah Pekanbaru 7
Inkubator Workshop Logam
Pendampingan dan pelatihan usaha
46
4.5.3. Pengembangan Modal Sosial a. Pengorganisasian Kelompok Kelompok Usaha Bina Jaya Logam saat ini beranggotakan 23 orang, bentuk kelompok sama dengan kelompok swadaya masyarakat lainnya, dimana keputusan tertinggi berasal dari rapat anggota. Pengurus diketuai oleh satu orang ketua dan dibantu oleh satu orang sekretaris dan bendahara. Tugas Pengurus adalah melayani anggotanya, baik dalam berhubungan dengan pihak luar serta mewakili anggota dalam berurusan atau bekerja sama dengan pihak luar. Kelompok ini merupakan mitra dampingan UPT Pelatihan dan Pengembangan di bawah pengawasan inkubator pemberdayaan IKM pada workshop logam. Struktur organisasi Kelompok Usaha Bina Jaya Logam dapat dilihat pada Gambar 4. UPT Pelatihan dan Pengembangan
Rapat Anggota
Pengurus Kelompok
Pengawas Kelompok
Ketua kelompok Sekretaris Bendahara
Anggota Kelompok
Gambar 4.
Skema struktur organisasi Kelompok Bina Jaya Logam
Keterangan : : Garis pertanggungjawaban : Garis pelayanan : Garis kontrol/pengawasan : Garis Pembinaan
47
b.
Pemanfaatan Modal Sosial Modal sosial yang dipunyai oleh Kelompok Bina Jaya Logam adalah
adanya keinginan anggota kelompok tani untuk terus menerus menambah kapasitas pengetahuannya baik teknis usaha pengecoran logam dan perbengkelan juga manajemen usaha. Hal lainnya adalah keinginan untuk berbagi ilmu pengetahuan tentang pengecoran logam maupun perbengkelan,
hal ini
diwujudkan dengan secara berkalanya kelompok menerima siswa magang dari beberapa SMK di Pekanbaru maupun dari kabupaten lain di Provinsi Riau. Kemampauan menerima siswa magang ini karenakan telah siapnya secara kemampuan anggota secara teknis usaha, ketersedian peralatan serta didukung oleh kesiapan untuk menjadi tenaga instruktur di setiap magang siswa SMK. keunggulan yang dipunyai oleh setiap anggota kelompok juga sangat beragam, disesuaikan dengan pelatihan serta kemampuan individual anggota kelompok. Seringnya anggota kelompok tani mengikuti pelatihan teknis pengecoran yang difasilitasi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan baik di UPT Pelatihan dan Pengembangan maupun di luar daerah aspek teknis yang dimiliki anggota Kelompok Bina Jaya Logam menjadi lebih baik. Jenis pelatihan dan magang yang pernah diikuti oleh anggota kelompok Bina Jaya Logam dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis Pelatihan dan Magang yang diikuti oleh Anggota Kelompok Bina Jaya Logam No 1 2 3 4
Jenis Pelatihan/Magang
Tempat Pelatihan/Magang Pelatihan Manajemen Usaha UPT Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan Pengecoran Dasar Semarang (30 Hari) Pelatihan Pengecoran Semarang Lanjutan (45 hari) Magang Teknis pengecoran Balai Besar Logam logam dan Mesin (30 hari) dan Mesin (BBLM) Bandung
Jumlah Anggota 1 orang (ketua kelompok) 9 orang anggota 9 orang anggota 4 orang
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa modal sosial yang ada pada kelompok Bina Jaya Logam terus berkembang sejalan dengan kemajuan usaha kelompok yang sejalan dengan perubahan pola pikir anggotanya untuk dapat terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan, sumbangan pemikiran dan
48
keahlian teknis yang dimiliki oleh anggota kelompok secara sadar ingin diberikan kepada masyarakat atau kelompok lain ( dalam hal ini siswa SMK) untuk . hal ini sesuai dengan pernyataan Colleta dan Cullen dalam Fredian Tonny Nasdian, 2005, yaitu modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi , seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (Trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya(fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih konkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk suatu proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut.Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat netral, ditandai dengan adanya hubungan saling menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas, atau katogori sosial atau manusia pada umumya.
V. ANALISIS LINGKUNGAN (INTERNAL DAN EKSTERNAL) KELEMBAGAAN UPT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Keberadaan Kelembagaan UPT Pelatihan dan Pengembangan sejak Tahun 2001, sesuai Perda No. 9 Tahun 2001 tentang Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau, namun perwujudan pemberdayaan yang telah dilakukan belum dilakukan secara maksimal sehingga masih memungkinkan dilakukan perbaikan ke arah yang lebih baik melalui strategi yang menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Data Tahun 2007 melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau jumlah IKM yang tersebar di 12 Kota/Kabupaten di Provinsi Riau sebanyak 5.144 Unit Usaha. Data UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag Provinsi Riau Tahun 2006 dan 2007 telah mampu memfasilitasi pelatihan sebanyak 646 orang, sedangkan magang sebanyak 129 orang, dengan berbagai jenis pelatihan. Dalam melaksanakan kegiatan di UPT Pelatihan dan pengembangan terdapat 19 orang pegawai dengan komposisi 1 orang kepala, 3 orang kepala seksi dan dibantu oleh 15 orang staf. Dari jumlah IKM yang ada di Provinsi Riau sebanyak 5.144 unit usaha maka UPT Pelatihan dan Pengembangan mempunyai peran strategis dalam meningkatkan kemampuan dan pengembangan usaha IKM baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut dikarenakan Dinas Perindag Kabupaten/Kota di Provinsi Riau belum mempunyai Lembaga Pelatihan seperti UPT Pelatihan dan Pengembangan .Adapun salah satu upaya Pemberdayaan tersebut adalah dengan penerapan sistem inkubator bisnis. Untuk menguraikan permasalahan-permasalahan kinerja yang dihadapi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan tersebut, dengan analisa metode SWOT, dengan mengidentifikasikan faktor
kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness) serta peluang (opportunity) dan hambatan (threat) yang ada di UPT Pelatihan dan Pengembangan . Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut dapat ditentukan dengan penyusunan analisa lingkungan UPT Pelatihan dan Pengembangan baik internal maupun eksternal. Adapun
analisa lingkungan
50
internal
adalah kekuatan dan kelemahan UPT Pelatihan dan Pengembangan
dengan menggunakan Matrik IFAS sedangkan analisa eksternal menilai peluang dan hambatan UPT Pelatihan dan Pengembangan dengan menggunakan matrik EFAS. 5.1 Analisa Lingkungan UPT Pelatihan dan Pengembangan Analisa lingkungan UPT Pelatihan dan Pengembangan baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal diperlukan untuk bahan pertimbangan didalam menentukan kekuatan (strenght) dan kelemahan (weakness) UPT Pelatihan dan Pengembangan yang didasarkan pada analisis internal organisasi, dalam hal ini organisasi dan pengelolaan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan regulasi serta evaluasi dan pengendalian yang terdapat dilingkungan UPT Pelatihan dan Pengembangan . Selanjutnya untuk mengetahui peluang (Opportunity) bagi UPT Pelatihan dan Pengembangan agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik, sekaligus diberikan juga penjabaran hambatan (Threat) yang akan dihadapi oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan, sehingga dengan cepat dapat segera mengatasinya agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, berdasarkan pada analisis lingkungan eksternal organisasi. Selain dilakukan analisis lingkungan UPT Pelatihan dan Pengembangan kegiatan lanjutan berupa penyusunan IFAS (Internal Factors Analysis Summary) dan EFAS (External Factors Analysis Summary), sehingga pada ahirnya dapat digunakan untuk penyusunan Matrik Internal Eksternal (IE Matrik) UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindustrian dan perdagangan Provinsi Riau. 5.2 Penyusunan Internal Factors Analysis Summary (IFAS) Dalam penyusunan IFAS terdapat empat kelompok variabel lingkungan internal yang akan dianalisis, yaitu variabel organisasi dan pengelolaan, variabel fasilitas dan peralatan, variabel kebijakan dan regulasi, serta variabel evaluasi dan pengendalian UPT Pelatihan dan Pengembangan.
51
Langkah I Analysis of Internal Environment - Organisasi dan Pengelolaan - Fasilitas dan Peralatan - Peran dan Kontribusi IKM - Evaluasi dan Pengendalian
Langkah II Strengths & Weaknesses : - Importance Vs Performance
Langkah III IFAS
Gambar 5. Model Langkah – Langkah Penyusunan IFAS 5.2.1 Analisa Kekuatan dan Kelemahan UPT Pelatihan dan Pengembangan (Importance VS Performance) Analisis kekuatan dan kelemahan didasarkan pada analisis lingkungan internal UPT Pelatihan dan Pengembangan yang meliputi analisi organisasi dan pengelolaan, lisi fasilitas dan peralatan, analisis kebijakan dan regulasi serta analisis evaluasi dan pengendalian UPT Pelatihan dan Pengembangan. Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal UPT Pelatihan dan Pengembangan, maka dihasilkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan. Setelah identifikasi faktor-faktor kekuatan dan kelemahan UPT pelatihan dan Pengembangan dilakukan maka dapatlah disusun tabel IFAS (Internal Factors Analysis Summary) pada Tabel 16. Adapun secara lebih ringkas, matrik IFAS di atas dapat dirumuskan pada Tabel 16.
52
Tabel 16. Rangkuman Matrik IFAS (Internal Factors Analysis Summary)UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindag Provinsi Riau
NO.
WEIGHTED
FAKTOR LINGKUNGAN INTERNAL
WEIGHT
RATING
(1)
(2)
(3)
0,150
4
0,600
0,125
3
0,375
0,100
2
0,200
0,100
2
0,200
0,100
4
0,400
0,125
3
0,375
0,150
1
0,150
0,150
1
0,150
SCORE (4)
KEKUATAN (STRENGHT) Kualitas SDM UPT pelatihan dan pengembangan 1.
yang cukup baik Perencanaan organisasi dan pengembangan SDM
2.
telah ada dan berjalan dengan baik Peran/kontribusi UPT UPT pelatihan dan
3.
pengembanganbagi pengembangan IKM Sistem Pelatihan dan perekrutan peserta telah
4.
berjalan dengan baik KELEMAHAN (WEAKNESSES) Pemasaran UPT pelatihan dan pengembangan
1. 2.
belum optimal Standarisasi kualifikasi tenaga non edukatif dan administrasi Kondisi fasilitas, peralatan pendukung/penunjang
3.
(layanan komunikasi, akomodasi) Sistem pengelolaan/Kurikulum dan teknologi pelatihan belum optimal menggunakan prinsip –
4.
prinsip pemberdayaan masyarakat TOTAL
1
2,45
Dari hasil penyusunan IFAS (Internal Factors Analysis Summary) UPT Pelatihan dan pengembangan yang diberikan pada Tabel 16. di atas didapatkan Total Weighted Score sebesar 2,45. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi internal UPT Pelatihan dan Pengembangan masih dibawah ideal (4) sebagai sebuah lembaga pelatihan dan pengembangan.
53
5.3. Penyusunan External Factors Analysis Summary (EFAS) Penyusunan EFAS meliputi kegiatan analisis terhadap dua variabel lingkungan eksternal, yaitu 1. Variabel societal environment atau macro environment. 2. Variabel task environment atau micro environment
Variabel yang termasuk didalam societal environment atau macro environment mencakup ekonomi, sosiokultural, teknologi dan sebagainya. Sedangkan variabel task environment atau micro environment meliputi kebijakan dan peraturan pemerintah, hubungan kerjasama, dan sebagainya. Model yang digunakan dalam penyusunan EFAS (External Factors Analysis Summary) diberikan pada Gambar 6.
Langkah I : Analysis of External Environment : - Societal Environment/ Macro Environment - Task Environment/ Micro Environment
Langkah II : Issue Priority Matrix -
-
Probable Impacton Organisation Probability of Occurance
Langkah III : EFAS
Gambar 6. Model Langkah-langkah Penyusunan EFAS
5.3.1 Analisis Lingkungan Makro/Umum UPT Pelatihan dan Pengembangan Lingkungan makro atau umum mencakup beberapa elemen eksternal yang dapat mempengaruhi organisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan yang berada dalam lingkungan tersebut. Orgainisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan tidak dapat mengendalikan elemen-elemen tersebut secara langsung. Kebutuhan akan analisis terhadap elemen-elemen ini adalah untuk memenuhi implikasi setiap elemen tersebut terhadap kelangsungan organisasi.
54
5.3.2
Analisis Lingkungan Mikro/Industri UPT Pelatihan dan Pengembangan Lingkungan mikro atau industri terdiri dari beberapa elemen eksternal
yang
langsung
mempengaruhi
kinerja
organisasi
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan dalam jangka waktu pendek. Variabel lingkungan mikro ini antara lain kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik berdampak peluang ataupun hambatan bagi organisasi UPT Pelatihan dan Pengembangan. Matriks faktor strategi eksternal meliputi tabel EFAS (External Factors Analysis Summary)
yang didalamnya menguraikan faktor-faktor Peluang
(Opportunity) dan Hambatan
(Threat) UPT Pelatihan dan Pengembangan.
Tahapan penyusunan EFAS sama dengan IFAS yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut pada Tabel 12 ini dijabarkan EFAS UPT Pelatihan dan Pengembangan. Dari hasil Penyusunan EFAS (External Factors Analysis Summary) UPT Pelatihan dan Pengembangan yang diberikan pada Tabel 12, didapatkan Total Weighted Score sebesar 2,73. Adapun secara lebih ringkas, tabel/matrik EFAS di atas dapat dirumuskan sebagai mana pada Tabel 17.
55
Tabel 17 . Rangkuman Matrik EFAS (External Factors Analysis Summary) UPT Pelatihan dan Pengembangan Dinas Perindag Provinsi Riau
NO.
FAKTOR LINGKUNGAN EKSTERNAL
WEIGHT
RATING
(1)
(2)
(3)
WEIGHTED SCORE (4)
PELUANG (OPPORTUNITIES) Perkembangan ekonomi makro yang cukup 1.
baik Kebijakan pemerintah tentang Kemitraan
2. 3.
dengan IKM Perkembangan teknologi produksi IKM
0,150
4
0,600
0,125
3
0,375
0,100
2
0,200
0,125
3
0,375
0.100
4
0,400
0,125
2
0,250
0.125
3
0,375
0.150
1
0,150
Persaingan usaha yang menuntut 4.
pengembangan kompetensi dan kewirausahaan IKM
Hambatan (THREAT) 1.
Kebijakan/Regulasi Pemerintah Masih adanya perda yang menghambat
2.
peningkatan investasi IKM yang ada Kurang memanfaatkan UPT
3. 4
pelatihan dan pengembangan Persaingan dengan produk impor TOTAL
1,00
2,73
Dari hasil Penyusunsn EFAS (External Factors Analysis Summary) UPT Pelatihan dan Pengembangan yang diberikan pada Tabel 17 diatas, didapatkan Total Weighted Score sebesar 2,73. Hal ini menunjukkan bahwa UPT masih harus berupaya memanfaatkan berbagai peluang dan mencari cara/strategi untuk menghindari atau meminimalisir dampak lingkungan eksternal yang dihadapi.
56
57
VI. PENYUSUNAN STRATEGI UMUM DAN RANCANGAN PROGRAM UPT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN Penyusunan Strategi Umum dan Rancangan Program UPT Pelatihan melalui model Matriks Internal Eksternal (IE Matrix) yang meliputi faktor-faktor strategi internal dan eksternal yang dihadapi oleh UPT
Pelatihan dan
Pengembangan. IE Matrix ini meliputi 9 sel, terdiri dari sumbu X yang menyatakan skor total dari IFAS Matrix dan sumbu Y yang menyatakan EFAS Matrix. Pada
gambar
berikut
mengidentifikasikan sembilan
ini
merupakan
IE
Matrix
yang
dapat
sel strategi organisasi, namun pada prinsipnya
kesembilan sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) strategi utama, yaitu : 1. Growth Strategy, merupakan pertumbuhan organisasi perusahaan itu sendiri (sel I, II, dan V) atau upaya diversifikasi (sel VII dan sel VIII). 2. Stability Strategy, adalah
strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah
strategi yang telah ditetapkan (sel IV dan sel V). 3. Retrenchment Strategy, ialah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan organisasi (sel III, sel VI, sel IX).
Berdasarkan Total Weighted Score IFAS sebesar 2,4 dan EFAS 2,73, posisi UPT Pelatihan dan Pengembangan terhadap IE Matrix diatas terdapat pada koordinat (2,4; 2,7) atau pada sel V yaitu konsentrasi melalui integrasi horizontal atau stability yang berarti masih perlu pembenahan-pembenahan internal untuk menghadapi perkembangan lingkungan eksternal UPT, dapat dilihat pada Tabel 18.
58
Tabel 18. Matrik Internal Eksternal (IE Matrix) IFAS High (3,00 – 4,00) SEL II
SEL I GROWTH
Medium (2,00 – 3,00) SEL III
GROWTH
Low (1,00 – 2,00)
RETRENCHMENT
High (3,00-4,00)
Konsentrasi melalui Konsentrasi melalui Strategi turn around integrasi vertikal
integrasi horizontal
SEL IV
SEL V
SEL IV
STABILITY
GROWTH
RETRENCHMENT
Kehati-hatian
Konsentrasi melalui Strategi Divestasi integrasi
horisontal
Medium (2,00-3,00)
ataupun STABILITY Posisi
UPT
EFAS
(2,4;
2,7) SEL VII
SEL VIII
SEL IX
GROWTH
GROWTH
RETRENCHMENT
Strategi diversifikasi Strategi disverifikasi Likuidasi konsentrik
konglemerat
Low (1,00-2,00)
Dari Matrik Internal dan Eksternal tersebut diatas posisi UPT Pelatihan dan Pengembangan terletak pada sel V yaitu Growth konsentrasi melalui integrasi horizontal ataupun Stability maksudnya adalah UPT Pelatihan dan Pengembangan sudah merupakan kelembagaan yang memiliki fungsi pelaksanaan pekerjaan pelatihan dibidang perindustrian dan perdagangan .Kondisi saat ini telah memiliki sarana dan prasarana berupa workshop, dan peralatannya serta penunjang lainnya,
serta juga memiliki tenaga fungsional.
Dengan kondisi ini UPT
Pelatihan hanya tinggal berapa tahapan lagi untuk mencapai kondisi yang stabil dimana fungsi optimal
sebagai sarana pelatihan bagi IKM dapat berfungsi secara
yakni IKM yang diberikan pelatihan dapat merasakan manfaat
pelatihan tersebut untuk pengembangan usaha.
59
Dengan demikian untuk menuju UPT Pelatihan dan Pengembangan
yang
terakreditasi dan menjadi rujukan bagi pelatihan di Provinsi Riau dapat diwujudkan.
6.1. Perumusan Strategi dengan Analisis SWOT Berdasarkan analisis internal (IFAS) dan eksternal (EFAS) yang telah diuraikan di atas, perumusan strategi UPT dapat pula dijabarkan secara rinci dengan menggunakan matrik SWOT sebagaimana diuraikan pada Tabel 19. Tabel 19. Perumusan Strategi UPT dengan Analisis SWOT KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
1. Kualitas SDM UPT pelatihan dan pengembangan yang cukup baik 2. Perencanaan organisasi dan pengembangan SDM telah ada dan berjalan dengan baik 3. Peran/kontribusi UPT UPT pelatihan dan pengembanganbagi pengembangan IKM 4. Sistem Pelatihan dan perekrutan peserta telah berjalan dengan baik
1. Pemasaran UPT pelatihan dan pengembangan belum optimal. 2. Standarisasi kualifikasi tenaga non edukatif dan administrasi 3. Kondisi fasilitas, peralatan pendukung/penunjang (layanan komunikasi, akomodasi) 4. Sistem pengelolaan/Kurikulum dan teknologi pelatihan belum optimal menggunakan prinsip – prinsip pemberdayaan masyarakat
Strategi SO
Strategi WO
1. Perumusan ulang Visi, misi dan sasaran UPT 2. Optimalisasi manajemen dan SDM UPT 3. Penguatan program-program pelatihan yang sudah dinilai berguna bagi IKM 4. Modernisasi peralatan/teknologi (misal tekstil) 5. Kerjasama dengan perusahaan swasta dlm pengelolaan CSR
1. Pembenahan sistem administrasi dan manajemen 2. Pembenahan pelayanan pelatihan 3. Pembenahan Pelayanan penunjang pelatihan 4. Perencanaan kegiatan dengan menggunakan metodologi pemberdayaan dan peningkatan partisipasi IKM
HAMBATAN (T)
Strategi ST
Strategi WT
1. Keterbatasan anggaran pemerintah daerah 2. Masih adanya perda yang menghambat peningkatan investasi 3. IKM yang ada Kurang memanfaatkan UPT pelatihan dan pengembangan 4. Persaingan dengan produk impor
1. Penambahan fasilitas 2. Komunikasi dengan pemerintah daerah 3. Kerjasama/aliansi dengan UPT/lembaga pelatihan lain yang lebih unggul/spesialis
1. Persiapan akreditasi UPT 2. Renovasi sarana fisik 3. Kerjasama dengan instansi/unit kerja dinas indag Provinsi Riau
IFAS EFAS
PELUANG (P) 1. Perkembangan ekonomi makro yang cukup baik 2. Kebijakan pemerintah tentang Kemitraan dengan IKM 3. Perkembangan teknologi produksi IKM 4. Persaingan usaha yang menuntut pengembangan kompetensi dan kewirausahaan IKM
60
Tampak bahwa dari perumusan strategi dengan análisis SWOT terdapat berbagai alternatif strategi UPT, baik strategi SO, ST, WT maupun WO. Namun demikian, keempat kelompok strategi tersebut tidak mungkin bila secara serentak dijalankan sekaligus (mengingat keterbatasan waktu, dana, SDM, dll). Oleh karenanya perlu disusun skala prioritas atau pentahapan dalam pelaksanaannya. Secara ringkas, berdasarkan tahapan tersebut dapat disusun roadmap pelaksanaan Strategi Umum (strategic plan) UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag Provinsi Riau tiga – lima tahun kedepan digambarkan pada Gambar 7. Tampak dari bagan tersebut tahap-tahap persiapan (grand strategy) yang dapat ditempuh oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan adalah : 1. Tahap Pembenahan (Tahun 2010) Tahap ini merupakan kegiatan tindak lanjut dari evaluasi, konsolidasi, dan rehabilitasi atau revitalisasi balai pelatihan. Kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan hasil análisis IFAS dan EFAS, análisis SWOT dan proyeksi penilaian atau skor kondisi pengelolaan yang meliputi administrasi dan manajemen, pelayanan pelatihan, pelayanan penunjang pelatihan dan perencanaan kegiatan dengan metodologi pemberdayaan dan peningkatan partisipasi. -
Pembenahan komponen administrasi dan manajemen
-
Pembenahan pelayanan penunjang pelatihan
-
Pembenahan pelayanan pelatihan
-
Perencanaan kegiatan dengan menggunakan metodologi pemberdayaan dan peningkatan partisipasi IKM
2. Tahap Pengembangan (Tahun 2011) Tahap ini merupakan tahap implementasi atau pelaksanaan atas berbagai pembenahan yang telah dilaksanakan pada tahun 2008. Pada tahap pengembangan ini balai pelatihan akan melakukan berbagai aktivitas seperti -
Penguatan kapasitas keorganisasian
-
Penguatan kapasitas peralatan workshop
-
Penyusunan akreditasi UPT
61
-
Kerjasama/aliansi dengan UPT/lembaga pelatihan yang lebih unggul dan spesialis Tahap pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan merupakan tahap
implemental atau pelaksanaan atas berbagai pembenahan yang telah dilaksanakan pada tahun 2010. Diharapkan pada awal tahun 2011, UPT Pelatihan dan Pengembangan sudah mempunyai fondasi yang kokoh, manajemen pelatihan dan pelayanan yang kuat dan profesional serta siap memulai menggelar berbagai pelatihan dan pelayanan pada IKM di Provinsi Riau. Pada tahap ini UPT Pelatihan dan Pengembangan akan melakukan berbagai aktifitas, diantaranya adalah : 1. Pengorganisasian Kegiatan Pelatihan, meliputi Pengarah (MOT) dan penyelenggara (OC) Untuk Setiap Kegiatan Pelatihan Melakukan pengorganisasian kegiatan pelatihan lengkap dari sejumlah pelatihan yang diselenggarakan. Pengorganisasian pelatihan lengkap ialah pengorganisasian kegiatan pelatihan sesuai dengan standar (ada MOT dan ada OC) untuk setiap kegiatan pelatihan. 2. Melakukan Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan Pelatihan Melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan pelatihan yang tepat waktu, minimal 90 % dari seluruh kegiatan pelatihan yang diselenggarakan. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelatihan mencakup kegiatan pencatatan dan pelaporan terhadap data dan informasi dari setiap kegiatan pelatihan sesuai dengan pedoman Pencatatan dan Pelaporan kegiatan pelatihan yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (jika ada). 3. Melakukan Networking dengan Instansi Lain Dalam Rangka Pengembangan Kemampuan Tenaga Edukatif UPT Pelatihan melakukan networking dengan instansi lain dalam rangka pengembangan kemampuan tenaga edukatif, ada dokumen kerja sama, dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti . Networking dengan instansi lain dalam rangka pengembangan kemampuan tenaga edukatif adalah jaringan kerjasama dengan instansi lain dalam upaya pengembangan kemampuan tenaga edukatif (institusi pelatihan, institusi perindag, dan instansi lain).
62
4. Melakukan Audit Penyelenggara Pelatihan UPT Pelatihan dan Pengembangan melakukan audit penyelenggara pelatihan yang hasilnya didokumentasikan, ada umpan balik, ada rencana perbaikan, dan ditindaklanjuti. Audit penyelenggaraan pelatihan merupakan kegiatan penilaian oleh tim pengendali mutu institusi pelatihan terhadap mutu setiap penyelenggaraan. Pelatihan berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Dokumen lengkap disini adalah dokumen hasil penilaian secara menyeluruh meliputi : persiapan, pelaksanaan, dan hasil pelatihan. 5. Membentuk Forum yang Membantu Memecahkan Perbaikan/Peningkatan Pelayanan Penunjang Pelatihan
Masalah
dalam
UPT Pelatihan dan Pengembangan membentuk dan memfungsikan forum/kelompok yang ditunjuk oleh pimpinan Balai Pelatihan yang diberi tugas untuk membantu memecahkan masalah dalam rangka perbaikan/peningkatan administrasi manajemen Balai Pelatihan. 6. Melakukan Networking dengan Instansi Lain Dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Penunjang Pelatihan UPT Pelatihan dan Pengembangan melakukan networking dengan instansi lain dalam rangka peningkatan pelayanan penunjang pelatihan dengan dokumen kerjasama, agar dapat dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti. Networking dengan instansi lain dalam rangka peningkatan pelayanan penunjang pelatihan adalah jaringan kerjasama dengan instansi lain dalam upaya peningkatan pelayanan penunjang pelatihan
4. Tahap Pertumbuhan (Tahun 2012) Tahap ini merupakan tahap pembuktian dimana outcome dari upaya balai pelatihan pada tahap pembenahan dan pengembangan memberikan kinerja sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini akan dibuktikan dengan dengan mengajukan balai pelatihan untuk mengikuti proses akreditasi intitusi pelatihan, kegiatan yang dilakukan adalah : -
Penguatan kapasitas keorganisasian
-
Pengusulan Akreditasi UPT ke Badan Akreditasi Nasional
63
Tahap pertumbuhan merupakan tahap pembuktian dimana outcome dari upaya UPT Pelatihan dan Pengembangan pada tahap pembenahan dan pengembangan memberikan kinerja sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini akan dibuktikan dengan mengajukan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk mengikuti proses akreditasi institusi pelatihan sesuai dengan surat keputusan Kepala Lembaga Akreditasi Nasional (LAN) N0.7 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis pada Bab X pasal 16 ayat (1) yang menyatakan bahwa program Diklat Teknis besar dilaksanakan oleh Lembaga Diklat Terakreditasi.
5. Tahap Pencapaian Sasaran Jangka Panjang (Tahun 2013) Tahap ini merupakan tahap pencapaian sasaran jangka panjang, visi dan tujuan balai pelatihan sebagaimana yang tertuang dalam dokumen rencana strategi balai pelatihan tahun 2008-2012. Pada tahap ini diharapkan visi balai pelatihan sudah mulai tercapai sejalan dengan misi dan strategi yang telah digariskan, diharapkan balai pelatihan menjadi pusat keunggulan dan rujukan dalam pelatihan, pelayanan dan pengembangan IKM di Provinsi Riau. Tahap ini mempunyai tujuan untuk: -
Menjadi pusat pelatihan yang terakreditasi
-
Menjadi pusat pelatihan unggulan dan rujukan Tahap keempat yang akan ditempuh pada tahun 2013 adalah tahap
pencapaian sasaran jangka panjang. Visi, dan tujuan UPT Pelatihan dan Pengembangan sebagaimana yang tertuang dalam dokumen Rencana Stratejik UPT Pelatihan dan Pengembangan Tahun 2010 – 2012. Pada tahap ini diharapkan visi UPT Pelatihan dan Pengembangan sudah mulai tercapai sejalan dengan misi dan strategi yang telah digariskan. Dan diharapkan UPT Pelatihan dan Pengembangan menjadi pusat keunggulan dan rujukan dalam pelatihan, pelayanan dan pengembangan IKM di Provinsi Riau Untuk
melihat
gambaran
lengkap
perjalanan
tahapan
strategi
pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan dan Pengembangan dalam
64
pemberdayaan industri kecil dan menengah di Provinsi Riau dapat dilihat pada Gambar 7
Road Map / Strategic Plan
2012 UPT Terakreditasi dan Menjadi Rujukan
Pertumbuhan Proses Akreditasi UPT Dan Peningkatan Pelayanan dan Pelatihan IKM
SM I 2011
Pengembangan
Pembenahan
Networking Komunikasi
SM I 2010 Evaluasi & Konsolidasi Visi, Misi, Sasaran Baru Pembenahan dan Manajemen & UPT Rencana Pembenahan Fasilitas & Sarana
SM II 2011 Pelaksnaan Berbagai Program Pelatihan
SM II 2010 Rehabilitasi
Renovasi Sarana Fisik Penambahan Fasilitas Modernisasi Peralatan
Gambar 7. Road Map UPT Pelatihan dan Pengembangan Perindag Prov. Riau 2010 – 2012 Adapun rincian pelaksanaan strategi di atas dapat dijabarkan kedalam program-program kegiatan pada masing masing tahapan dan pada tahapan pembenahan diuraikan Tabel 20.
47
Tabel 20. Rincian Strategi Program Pengembangan UPT Pelatihan STRATEGI 1 A. Tahap Pembenahan 1. Perumusan ulang Visi, misi dan sasaran UPT 2. Perencanaan kegiatan dengan menggunakan metodologi pemberdayaan dan peningkatan partisipasi IKM 3. Optimalisasi manajemen dan SDM UPT 4. Penguatan programprogram pelatihan yang sudah dinilai berguna bagi IKM 5. Modernisasi peralatan/teknologi (misal tekstil) 6. Kerjasama dengan perusahaan swasta dalam pengelolaan CSR B. Tahap Pengembangan 1. Pembenahan sistem administrasi dan manajemen 2. Pembenahan pelayanan pelatihan 3. Pembenahan Pelayanan penunjang pelatihan
PROGRAM 2
STAKEHOLDER 3
KEBUTUHAN DANA 4
1. Penguatan Kapasitas Keorganisasian dengan kegiatan: a. Pelatihan dan Magang Staf UPT Pelatihan dan Pengembangan b. Rapat intern dalam rangka penyusunan dan perumusan kebijakan keorganisasian
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 4. Balai Besar Agro Bogor 5. Balai Besar Kerajinan Jogjakarta 6. Balai Besar Batik Jogjakarta 7. Balai Besar Tekstil Bandung.
Rp. 176.750.000
2. Program Penguatan Kapasitas SDM IKM dengan Kegiatan Pelatihan Teknis Industri Kecil dan Menengah seperti Pelatihan Pengelasan, Pelatihan Pengemasan, Pelatihan Desain Batik, Pelatihan Manajemen Sederhana, Pelatihan Motivasi Berprestasi, Pelatihan Good Manufacturing Practises (GMP, monitoring dan evaluasi pelatihan
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 4. CSR. Perusahaan
Rp. 1.326.000.000,-
3. Penguatan Kapasitas Peralatan Work Shop berupa pengadaan barang atau alat bagi workshop di UPT Pelatihan dan pengembangan 1. Penguatan Kapasitas Keorganisasian dengan Kegiatan : a. Pelatihan dan magang staf b. Rapat intern dalam rangka koordinasi dan pemanfaatan strategi kebijakan keorganisasian serta penyusunan dokumen akreditasi
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 4. Balai Besar perbengkelan dan rekayasa Bandung 5. Pusdiklat Kementrian Perindustrian Jakarta
Rp. 5.640.500.000,-
PELAKSANA 5 1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Balai Besar Agro Bogor 3. Balai Besar Kerajinan Jogjakarta 4. Balai Besar Batik Jogjakarta 5. Balai Besar Tekstil Bandung.
KETERANGAN 6 Tahap Pembenahan (2010)
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. CSR Perusahaan Swasta
Rp. 128.600.000,-
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau 1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Balai Besar perbengkelan dan rekayasa Bandung 3. Pusdiklat Kementrian Perindustrian Jakarta
Tahap Pengembangan (2011)
65
66
48
1 4. Penambahan fasilitas 5. Komunikasi dengan pemerintah daerah 6. Kerjasama/aliansi dengan UPT/lembaga pelatihan lain yang lebih unggul/spesialis
C. Tahap Pertumbuhan 1. Persiapan akreditasi UPT 2. Renovasi sarana fisik 3. Kerjasama dengan instansi/unit kerja dinas indag Provinsi Riau
2
3
4
5
2. Penguatan Kapasitas SDM IKM dengan kegiatan pelatihan teknis industri kecil dan menengah seperti ; pelatihan pengelasan, peltihan pengemasan, pelatihan pengolahan makanan, pelatihan desain batik, pelatihan desain bordir, pelatihan tenun, pelatihan manajemen sederhana, pelatihan motivasi berprestasi dan Pelatihan Good Manufacturing Practises (GMP).
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 4. CSR. Perusahaan
Rp. 1.326.000.000,-
3. Penguatan Kapasitas Peralatan Work Shop berupa pengadaan barang atau alat bagi workshop di UPT Pelatihan dan pengembangan
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten
Rp. 3.957.500.000
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau
1. Penguatan Kapasitas Keorganisasian dengan kegiatan: a. Pelatihan dan Magang Staf UPT Pelatihan dan Pengembangan b. Rapat intern dalam rangka penyusunan dan perumusan kebijakan keorganisasian
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 4. Pusdiklat Kementrian Perindustrian Jakarta
Rp. 59.600.000,-
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Pusdiklat Kementrian Perindustrian Jakarta
2. Akreditasi UPT Pelatihan dan Pengembangan
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 3. Lembaga Sertifikasi Profesi 4. Lembaga Akreditasi Nasional
Rp. 200.000.000,-
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 3. Lembaga Sertifikasi Profesi 4. Lembaga Akreditasi Nasional
6
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. CSR Perusahaan Swasta
Tahap Pertumbuhan (2012)
49
1
2
3
4
5
3. Penguatan Kapasitas SDM IKM dengan kegiatan pelatihan teknis industri kecil dan menengah seperti ; pelatihan pengelasan, pelatihan pengemasan, pelatihan Desain bordir, pelatihan tenun, pelatihan manajemen sederhana, pelatihan motivasi berprestasi dan Pelatihan Good Manufacturing Practises (GMP) dan monitoring evaluasi pelatihan.
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten 4. CSR. Perusahaan
Rp. 1.201.000.000,-
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. CSR Perusahaan Swasta.
4. Penguatan Kapasitas Peralatan Work Shop berupa pengadaan barang atau alat bagi workshop di UPT Pelatihan dan pengembangan
1. IKM Provinsi Riau 2. UPT Pelatihan dan Pengembangan 3. Dinas Perindutrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten
Rp. 1.057.500.000,-
1. UPT Pelatihan dan Pengembangan 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau
6
67
68
6.2 Rincian Kegiatan Program Pengembangan UPT Pelatihan Rincian kegiatan program pengembangan UPT Pelatihan dilakukan dengan cara: 6.2.1 Pembenahan Komponen Administrasi dan Manajemen. Pembenahan komponen administrasi dan manajemen meliputi : a. Falsafah dan Tujuan 1. Perumusan
ulang
Pengembangan
VISI,
dengan
MISI
dan
Sasaran
mengutamakan
UPT
metodologi
Pelatihan
dan
pengembangan
masyarakat. 2. Perumusan ulang rencana strategik UPT Pelatihan dan Pengembangan dengan melibatkan kelembagaan IKM sebagai wujud peningkatan partisipasi IKM. b. Administrasi dan Pengelolaan 1. Restrukturisasi / penyusunan struktur organisasi baru dan uraian tugasnya. 2. Penyusunan rencana operasional. c. Staf dan Pimpinan 1. Rekruitmen pimpinan / staf UPT Pelatihan dan Pengembangan. 2. Pemenuhan
kualifikasi
penyelenggaraan 3. Pemenuhan
staf
teknis
non
edukatif
dalam
pelatihan.
kualifikasi
staf
administrasi
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan dalam penyelenggaraan pelatih. d. Fasilitas dan Peralatan 1. Kebutuhan fasilitas dan peralatan workshop disesuaikan dengan kebutuhan usaha IKM yang dibuat dan direncanakan secara partisipatif 2. Pemeliharaan fasilitas dan peralatan dengan melibatkan kelembagaan IKM 3. Peningkatan dan penggantian fasilitas dan peralatan.
69
e. Kebijakan dan Prosedur 1. Perumusan
ketentuan
tertulis
tentang
hubungan kerjasama
antar
antar UPT Pelatihan dengan unit kerja lain dengan melibatkan kelembagaan IKM. 2. Penyusunan kebijakan dan prosedur tentang pengelolaan keuangan secara efisien. 3. Penyusunan ketentuan tertulis tentang pengelolaan tenaga tetap dan tidak tetap. f. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan 1. Penyusunan rencana pengembangan tenaga melalui kegiatan pendidikan berkelanjutan. 2. Mengadakan orientasi bagi karyawan baru. 3. Menyusun rencana pengembangan tenaga melalui pelatihan g. Evaluasi dan Pengendalian Mutu 1. Mengaudit terhadap
administrasi dan
manajemen
dan pengem-
bangan. 2. Membentuk forum yang diberi tugas membantu memecahkan rangka perbaikan dan peningkatan administrasi dan
masalah
manajemen institusi
pelatih. 6.2.2 Pembenahan Komponen Pelayanan Pelatihan Rincian pembenahan komponen pelayanan pelatihan meliputi : a. Falsafah dan Tujuan Merupakan
kegiatan
penyelenggaraan pelatihan secara
untuk
penyusunan
ketentuan
tentang
lengkap dengan menerapkan metodologi
pemberdayaan masyarakat terutama dalam hal peningkatan partisipasi IKM. b. Administrasi Pengelolaan Merupakan kegiatan untuk penyusunan rencana kegiatan pelatihan selama satu tahun (kalender pelatihan).
70
c. Staf dan Pimpinan 1. Melakukan analisis kebutuhan tenaga edukatif. 2. Menyesuaikan kualifikasi tenaga edukatif tetap (pelatih/ yang mempunyai kemampuan dalam bidang
widiyaswara)
pelatihan (penyusunan
kurikulum, teknologi, dan metodologi pelatihan). 3. Menyiapkan tenaga edukatif tidak tetap yang memenuhi keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh tenaga edukatif tetap (pelatih/widiasuara).
d. Fasilitas dan Peralatan 1. Menyesuaikan fasilitas dan peralatan belajar sesuai standar dan kebutuhan IKM yang akan diberdayakan 2. Menyiapkan dan menambah fasilitas dan peralatan workshop
sesuai
standar. 3. Menyiapkan
dan
melengkapi
buku
perpustakaan
dan
fasilitas
perpustakaan sesuai standar. 4. Melengkapi alat bantu pelatihan sesuai standar. 5. Membangun workshop sesuai dengan perencanaan yang dilaksanakan secara
partisipatif
dengan
melibatkan
kelembagaan
IKM
serta
merencanakan jenis pelatihan yang dilaksanakan dan akan dilaksanakan dengan peningkatan peran anggota IKM di setiap kegiatannya. e. Kebijakan dan Prosedur 1. Menyiapkan ketentuan tertulis tentang persiapan pelatih. 2. Menyusun ketentuan tertulis tentang master of tramer
(MOT) dan
organizing commite (OC) dalam pelaksanaan pelatihan. 3. Menyiapkan ketentuan tertulis tentang fasilitator dalam pelaksanaan pelatihan. 4. Menyusun ketentuan tertulis tentang pencatatan proses pembelajaran dalam pelaksanaan pelatihan 5. Melengkapi ketentuan tertulis tentang penggunaan alat bantu
sesuai
dengan metode dalam pelaksanaan pelatihan. 6. Melengkapi ketentuan tertulis tentang evaluasi pelaksanaan dengan melibatkan anggota maupun kelembagaan IKM.
pelatihan
71
f. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan 1. Menyusun rencana pengembangan tenaga edukatif melalui
pendidikan
berkelanjutan. 2. Merencanakan pengembangan tenaga edukatif melalui pelatihan. g. Evaluasi dan Pengendalian Mutu Membentuk
komite pelatihan yang berfungsi dalam pengawasan
terhadap persiapan standar
6.2.3 Pembenahan Pelayanan Penunjang Pelatihan Rincian pembenahan pelayanan penunjang pelatihan meliputi : a. Falsafah dan Tujuan Menyusun tujuan pelayanan penunjang pelatihan yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan. b. Administrasi dan Pengelolaan 1. Merencanakan kegiatan pelayanan penunjang pelatihan selama satu tahun (kalender
pelayanan
penunjang
pelatihan) dengan menerapkan
metodologi pemberdayaan masyarakat terutama dalam hal peningkatan partisipasi IKM. 2. Menyusun
ketentuan
tertulis
tentang
pengorganisasian
pelayanan
penunjang pelatihan. 3. Melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan penunjang pelatihan. c. Staf dan Pimpinan 1. Melakukan analisis kebutuhan tenaga pelayanan penunjang. 2. Menyusun ketentuan tertulis tentang penanggung jawab / koordinator pelayanan penunjang pelatihan dengan pelatihan yang sesuai.
kualifikasi pendidikan dan
72
d. Fasilitas dan Peralatan 1. Menyiapkan fasilitas dan peralatan untuk pelayanan akomodasi
sesuai
dengan stándar dengan melibatkan anggota dan kelembagaan IKM dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan kegiatannya 2. Melengkapi fasilitas dan peralatan untuk pelayanan konsumsi sesuai standar melalui peningkatan partisipasi anggota dan kelembagaan IKM 3. Melengkapi fasilitas dan peralatan untuk pelayanan komunikasi dan informasi sesuai estándar melalui peningkatan partisipasi anggota dan kelembagaan IKM 4. Melengkapi fasilitas dan peralatan untuk pelayanan (Rumah ibadah, sarana olahraga,
penunjang lain
rekreasi, hiburan, dll) melalui
peningkatan partisipasi anggota dan kelembagaan IKM. e. Kebijakan dan Prosedur 1. Menyusun prosedur tertulis tentang pelayanan
akomodasi melalui
pendekatan metodologi pemberdayaan untuk peningkatan partisipasi anggota dan kelembagaan IKM 2. Melengkap prosedur tertulis tentang pelayanan
konsumsi melalui
peningkatan partisipasi anggota dan kelembagaan IKM 3. Melengkapi prosedur tertulis tentang pelayanan
komunikasi dan
informasi melalui peningkatan partisipasi anggota dan kelembagaan IKM 4. Melengkapi
prosedur
tertulis
tentang
pelayanan
penunjang
lain
(Rumah ibadah, sarana olahraga, dll) melalui peningkatan partisipasi anggota dan kelembagaan IKM f. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan Merencanakan pengembangan tenaga pelayanan penunjang
pelatihan
melalui pendidikan. 6.2.4 Rencana Penyusunan Peralatan dan SDM Rencana penyusunan peralatan dan SDM dilakukan dengan kegiatan untuk melengkapi kebutuhan Fasilitas dan peralatan, pemeliharaan fasilitas dan peralatan serta peningkatan dan penggantian fasilitas dan peralatan. Rencana
73
penyusunan peralatan dan SDM dibuat dengan melibatkan anggota serta kelembagaan IKM sebagai wujud dari penerapan metodologi pengambangan masyarakat dengan tujuan peningkatan partisipasi dan peran anggota dan kelembagaan IKM. Secara lengkap, untuk dapat dilaksanakan, dievaluasi dan ditindaklanjuti. Perencanaan tertulis lengkap mencakup perencanaan tentang kebutuhan, pemeliharaan, peningkatan dan penggantian fasilitas dan peralatan. Perencanaan penggatian fasilitas dan peralatan, pengembangan kebutuhan ruang. Kebutuhan SDM setiap Unit Pelayanan Teknis Balai Pelatihan diuraikan sebagai berikut : 1. Unit Workshop Logam a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 21. Tahun I (Tahap Pembenahan-Tahun 2010) No
Nama Barang
Kuantitas
1
Tabung Las Karbit
1 Unit
2
Mesin Bubut
1 Unit
3
Mesin Skrap
1 Unit
4
Bor Duduk
1 Unit
5
Gerinda Duduk
1 Unit
6
Generator Set (Kapasitas 50 kVa)
1 Unit
Tabel 22. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Mesin Las
1 Unit
2.
Mesin Pengaduk Pasir
1 Unit
3.
Tabung Minyak
1 Unit
4.
Mesin Pelipat Plat
1 Unit
5.
Gerinda Duduk
1 Unit
74
Tabel 23. Tahun III (Tahap Pertumbuhan – Tahun 2010)
b.
No 1.
Nama Barang Mesin Las
Kuantitas 1 Unit
2.
Mesin pengaduk Pasir
1 Unit
Rencana Pengembangan kebutuhan ruang Penambahan luas ruangan sebesar 20 m x 40 m dilakukan pada tahun ke-1 (tahun 2010)
c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : - Ahli Konstruksi - Ahli Pengelasan - Ahli Pengcoran Logam 2. Unit Workshop Perbengkelan a. Rencana Penggantian fasilitas dan peralatan Tabel 24. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No 1.
Nama Barang Mesin bubut panjang : 3 m
Kuantitas 1 unit
2.
Mesin bubut panjang (CNC) : 1 m
2 unit
3.
Mesin skrap
2 unit
4.
Mesin potong plat
1 unit
5.
Mesin pembentuk plat besar
1 unit
6.
Mesin pembentuk plat kecil
1 unit
Tabel 25. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No 1.
Nama Barang
Kuantitas 4 unit
Mesin bor
2.
Mesin rol plat : ukuran 3 m
1 unit
3.
Mesin ponch kapasitas 300 ton
1 unit
4.
Mesin lipat : dimensi 220 cm,150 cm, 3 mm
1 unit
5.
Mesin milling CNC manual/automatic
1 unit
6.
Mesin skrap universal
1 unit
7.
Mesin skrap horizonal
1 unit
75
Tabel 26. Tahap III (Tahap pertumbuhan – Tahun 2012) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Mesin bubut CNC
1 unit
2.
Mesin gerinda duduk
1 unit
3.
Mesin boring
1 unit
4.
Forklft
1 unit
5.
Mesin gerinda potong
1 unit
6.
Mesin gergaji selendang
1 unit
b. Rencana pengembangan kebutuhan ruang Penambahan luas ruangan sebesar 30 m x 18 m dilakukan pada tahun ke1 (tahun 2010) dan 30 m x 25 m pada tahun ke-2 (tahun 2011). c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : -
Ahli Mesin (Otomotif)
-
Ahli Mesin Perkakas
-
Ahli Pengelasan
-
Ahli Elektro (Motor Elektrik)
-
Ahli Operator Mesin CNC
3. Unit Workshop Kayu a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 27. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Mesin cross cut
1 unit
2.
Mesin ketam
1 unit
3.
Mesin router duduk
1 unit
Tabel 28. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No 1.
Nama Barang Mesin Jigsaw tangan
Kuantitas 3 unit
76
b. Rencana pengembangan kebutuhan ruang Penambahan luas ruangan sebesar 15 m x 36 m dilakukan pada tahun I (tahun 2010). c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : - Ahli Teknik Perkayuan - Ahli Desain
4. Unit Workshop Makanan dan Minuman a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 29. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No 1.
Nama Barang Penggorengan vacuum
Kuantitas 1 unit
2.
Pengolahan buah-buahan dan makanan kering
1 unit
3.
Pengemasan vacuum
1 unit
4.
Pengolahan dodol
1 unit
5.
Pengaduk tepung
1 unit
6.
Tabung gas
2 unit
Tabel 30. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No 1.
Nama Barang Oven gas automatic tres tray
2.
Mesin press adonan
1 unit
3.
Aluminium foll
1 set
4.
Penggorengan berbahan stainless steel
1 unit
b.
Rencana pengembangan kebutuhan ruang Penambahan luas ruangan tidak dilakukan. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : - Ahli Teknik Industri Pertanian
Kuantitas 1 unit
77
5. Unit Workshop Elektroplating a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 31. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No 1.
Nama Barang Transformator (digital) kapasitas 15.000 A
Kuantitas 1 unit
2.
Plat tembaga : dimensi 10 cm x 5 cm
1 unit
3.
Dinamo kapasitas 3 hp, 3000 rpm
1 unit
4.
Gergaji mesin potong
1 unit
5.
Timah : bobot 300 kg
1 unit
Tabel 32. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No 1.
Nama Barang Plat tembaga : dimensi 10 cm x 5 cm
Kuantitas 1 unit
2.
Bit milling universal–mesin sekrup:dimensi 1m
1 unit
3.
Mesin bubut : dimensi 2 m
1 unit
4.
Bak bahan PVC:dimensi 6 m x 1,8 cm x 1,8 cm
1 unit
5.
Bak bahan PVC:dimensi 6 m x 1,5 cm x 1, 7cm
1 unit
Tabel 33.Tahun III (Tahap Perumbuhan – Tahun 2012) No 1.
Nama Barang Plat tembaga : dimensi 10 cm x 5 cm
Kuantitas 1 unit
b. Rencana pengembangan kebutuhan ruang Pengembangan luas ruangan sebesar 30 m x 15 m dilakukan pada tahun ke-1 (tahun 2008) dan 25 m x 15 m pada tahun ke-2 (tahun2009). c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : -
Ahli Teknik Elektro
-
Ahli Teknik Kimia
78
6. Unit Workshop Konveksi a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 34 . Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Mesin pasang kancing
1 unit
2.
Setrika
1 unit
3.
Mesin jahit
2 unit
Tabel 35. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No 1.
Nama Barang Mesin jahit
Kuantitas 3 unit
b. Rencana pengembangan kebutuhan ruang Penambahan luas ruangan tidak dilakukan. c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : - Ahli Desain dan Tata Boga 7. Unit Workshop Bordir a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 36. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Mesin jahit
2 unit
2.
Mesin bordir
2 unit
Tabel 37.Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Mesin jahit
1 unit
2.
Mesin bordir
1 unit
79
b. Rencana Pengembangan kebutuhan ruang Penambahan luas ruangan tidak dilakukan c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : - Ahli Desain
8. Workshop Tenun a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 38. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No 1.
Nama Barang Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
Kuantitas 5 unit
Tabel 39. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Pakai jakarta
2 unit
9. Unit Workshop Agro a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 40. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Alat Penggiling Padi
1 unit
2.
Alat Pemoles Padi
1 unit
3.
Genset 30.000 KVA
1 unit
4.
Alat Pengemasan
1 unit
Tabel 41. Tahun II (Tahap Pengembangan – Tahun 2011) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Mesin Pengolah Pakan Ikan (Pelet)
1 unit
2.
Kenderaan ( Truk Diesel)
1 unit
80
Tabel 42.Tahun III (Tahap Penumbuhan – Tahun 2012) No 1.
Nama Barang Mesin Pengolah Pupuk
Kuantitas 1 unit
b. Rencana pengembangan kebutuhan ruang Pengembangan luas ruangan sebesar 30 m x 15 m dilakukan pada tahun ke-1 (tahun 2010). c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : -
Ahli Teknik Industri
-
Ahli Teknik Pertanian
10. Unit Workshop Batik a. Rencana Penggantian Fasilitas dan Peralatan Tabel 43. Tahun I (Tahap Pembenahan – Tahun 2010) No
Nama Barang
Kuantitas
1.
Peralatan Membatik Lengkap
1 unit
2.
Peralatan Pencelupan
1 unit
3.
Peralatan Menggambar
1 unit
4.
Peralatan Penjemuran
1 unit
5.
Peralatan Pendukdung lengkap
1 unit
b. Rencana pengembangan kebutuhan ruang Pengembangan luas ruangan sebesar 30 m x 15 m dilakukan pada tahun ke-1 (tahun 2010). c. Rencana Pengembangan kebutuhan SDM, meliputi : -
Ahli Teknik Pembatikan
-
Ahli Teknik Kimia
-
Ahli Desain
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan kajian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. UPT Pelatihan dan pengembangan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau melalui kegiatan pelatihan dan penambahan kapasitas anggota dan kelembagaan IKM, penambahan permodalan usaha, pengadaan peralatan usaha, promosi produk serta peningkatan mutu produk IKM. Perwujudan pemberdayaan yang telah dilakukan belum dilakukan secara maksimal sehingga masih memungkinkan dilakukan perbaikan ke arah yang lebih baik melalui strategi yang menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat dengan peningkatan partispasi IKM di dalamnya. Penguatan kinerja UPT Pelatihan dan Pengembangan melalui strategi pemberdayaan masyarakat masih sangat mungkin dilakukan, dari data tahun 2007 Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Riau berjumlah 5.144 unit usaha yang tersebar di 11 Kab/Kota di Provinsi Riau dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 79.807 orang dengan investasi sebesar Rp.1.402.250.210.000,.Lembaga
tersebut adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan dan
Pengembangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. 2. Kondisi IKM di Provinsi Riau masih memerlukan pengembangan kegiatan dalam bentuk pemberdayaan, peran UPT Pelatihan dan pengembangan masih diperlukan dalam pemberdayaan IKM, baik dalam bentuk penguatan kelembagaan komunitas maupun usaha serta pendampingan kegiatan usaha. Fokus pemberdayaan yang dilakukan oleh UPT pelatihan dan pengembangan adalah melalui penguatan modal usaha unit usaha melalui asistensi manajemen usaha dan kredit usaha berbunga rendah, pengutan jaringan usaha kerja melalui pendampingan dan advokasi melalui kegiatan konsultasi dan promosi usaha, pengadaan sarana peralatan usaha serta training untuk penggunaannya, melakukan
pendampingan
dalam
pemasaran
hasil
dan
peningkatan
performance produk usaha serta melakukan kegiatan konsultansi usaha secara
82
terus menerus melalui peningkatan partisipasi anggota IKM dalam kelembagaan komunitas UKM dalam kegiatan klinik konsultansi usaha. 3. Program-program
yang
telah
dilakukan
oleh
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan melalui kegiatan pelatihan dan magang pada tahun 2006 dan 2007 telah melatih sebanyak 646 orang sedangkan magang sebanyak 129 orang. Pemberdayaan IKM oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan secara langsung telah dapat dirasakan oleh IKM baik melalui pelatihan, magang maupun kegiatan inkubator di workshop. Pelatihan yang telah dilaksanakan pada tahun 2006 dan 2007 terdiri dari pelatihan AMT, GMP, Pertenunan, Pembatikan, Bordir, Pengelasan, Pengolahan Makanan, dan Peningkatan Kemasanan Pangan. Salah satu kegiatan tersebut yakni Peningkatan Kemasan Pangan dan dilihat dari hasil perkembangan usaha telah menunjukan perkembangan yang positip yakni
peningkatan jumlah produk maupun
volume penjualan. Dan ini menunjukan bahwa upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas IKM dapat berjalan dengan baik walaupun UPT Pelatihan dan Pengembangan mempunyai keterbatasan SDM , sarana dan prasarana. Kegiatan UPT Pelatihan dan pengembangan pada tahun 2006 dan 2007 masih belum maksimal dalam melaksanakan metodologi pemberdayaan masyarakat akan tetapi masih memungkinkan pelaksanaannya pada kegiatankegiatan berikutnya. Proses pemberdayaan IKM yang telah dilakukan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan dilakukan melalui program pelatihan, magang dan penerapan inkubator serta fasilitasi manajemen usaha dan perbankan. Dalam proses pemberdayaan ini terdapat beberapa kendala yang cukup strategis antara lain belum tersusunnya silabus yang baku tentang pelatihan, terutama mengenai tatacara maupun teknis kegiatan pelatihan yang menerapkan metodologi pemberdayaan untuk peningkatan partisipasi anggota maupun kelembagaan IKM, terbatasnya sarana dan prasarana untuk praktek pelatihan dan magang serta belum dimilikinya tenaga teknis untuk proses pendampingan dan penerapan metodologi pemberdayaan untuk peningkatan partisipasi anggota maupun kelembagaan IKM 4. Strategi pengembangan UPT Pelatihan dan Pengembangan untuk masa yang akan datang dilaksanakan dengan menggunakan metodologi pemberdayaan
83
untuk peningkatan partisipasi dan peran anggota maupun kelembagaan IKM. Strategi ini diperoleh melalui identifikasi kebutuhan yang diperlukan antara lain penyediaan sumber daya manusia pengelola maupun teknis yang sesuai dengan kompetensinya, peningkatan sarana dan prasarana baik penunjang maupun melalui peningkatan anggaran yang memadai baik dari Pemerintah Daerah, Pusat maupun kerjasama dengan pihak swasta CSR. Peran
melalui program
lembaga UPT Pelatihan dan Pengembangan adalah
sebagai
wadah peningkatan kemampuan untuk pemberdayaan IKM ,dan menjadi salah satu lembaga yang terkait dengan program Pemerintah Provinsi Riau dalam mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan dan Infrastruktur (K2I). Strategi program
pengembangan
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan
dengan
melakukan skala perioritas atas beberapa tahapan; (a) Tahun I (2010) Tahap Pembenahan; (b)Tahun II (2011) Tahap Pengembangan;(c)Tahun III (2012dan seterusnya) Tahap Penumbuhan, diharapkan pada tahap penumbuhan ini proses akreditasi UPT Pelatihan dan Pengembangan sudah dapat dicapai. 7.2 Saran Kepada Pemerintahan Pusat 1. Kementerian Perindustrian Untuk dapat merealisasikan bantuan peralatan kepada UPT Pelatihan dan Pengembangan dengan program revitaslisasi UPT-UPT di seluruh Indonesia, karena peralatan tersebut
dirasakan sangat penting sebagai
salah satu peralatan praktek bagi pelatihan dan magang IKM .
Pemerintah Daerah Provinsi Riau 1. Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) a. Upaya Pemerintah Daerah Provinsi Riau untuk mewujudkan program pengentasan kemiskinan, kebodohan, dan infrastruktur (K2I) dapat dilakukan melalui pemberdayaan IKM dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan dan Pengembangan
merupakan lembaga yang
mempunyai tugas melakukan Pelatihan dan Pengembangan Industri
84
khususnya IKM. Dalam melaksanaan program-program Pelatihan, UPT ini banyak terdapat kendala dan hambatan dan
apabila
permasalahan tersebut tidak dicarikan solusinya maka lembaga ini tidak mampu untuk meningkatkan pemberdayaan kepada IKM dan cenderung akan membebani anggaran daerah. Untuk mewujudkan kemampuan dan penguatan lembaga ini maka diperlukan perhatian Pemerintah daerah dalam bidang : peningkatan alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan pengembangannya seperti penyediaan sarana dan prasarana maupun peralatan. b. Provinsi Riau telah membuat kluster usaha potensial di setiap Kabupatennya. Peluang pengembangan usaha industri hilir kelapa sawit menjadi sebuah peluang yang sangat besar untuk peningkatan ekonomi masyarakat dan daerah. Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik serta melibatkan partisipasi masyarakat dan pengusaha industry kecil menengah di dalamnya. Peran Bappeda dalam perencanaan
sangat
strategis
mengingat
kebijakan-kebijakan
pemerintah yang pro pada masyarakat harus di mulai pada aras Bappeda. 2. Badan Administrasi dan Diklat Pegawai Dalam penempatan aparatur hendaknya memperhatikan kompetensi yang diperlukan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan agar aparatur tersebut dapat berdaya guna dan memberikan kinerja yang maksimal sesuai dengan kebutuhan pengembangannya. 3. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sesuai dengan perannya sebagai wadah pelatihan dan pengembangan IKM maka perlu pengawalan program-program yang akan diusulkan baik kepada pemerintah Pusat maupun Bappeda. Peluang pengembangan Industri Kecil dan Menengah harus disesuaikan dengan kluster potensi daerah yang telah ditetapkan serta mempunyai peluang yang cukup besar untuk pengembangan IKM. Peluang industri hilir kelapa sawit di Provinsi Riau sangat besar dan sangat mungkin dikembangkan. Untuk itu dinas perindustrian dan perdagangan melalui kegiata UPT Pelatihan dan
85
pengembangan harus mempunyai kesiapan dalam bentuk perencanaan, metodologi serta strategi dalam pengembangan IKM berbasis industri hilir kelapa sawit. 4. UPT Pelatihan dan Pengembangan Dalam meningkatkan pemberdayaan IKM melalui UPT ini, perlu memperhatikan sebagai berikut : a. Melaksanakan pelatihan sesuai dengan kebutuhan IKM serta menggunakan
metodologi
pemberdayaan
secara
benar
pada
pelaksanaan kegiatannya, terutama dalam peningkatan partisipasi IKM terhadap semua program kegiatan yang dikerjakan. b. UPT Pelatihan dan Pengembangan harus mampu mendampingi IKM dalam perluasan jaringan kerja dan usaha, baik jaringan dalam pemerintahan maupun jaringan eketernal lainnya yang melibatkan pihak swasta atau industri dengan sekala yang lebih besar. c. Diperlukan upaya yang lebih kuat lagi dalam kegiatan promosi hasil usaha dan akses informasi usaha bagi IKM yang difasilitasi oleh UPT pelatihan dan pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto, 2001, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis“, Jakarta, Lembaga Penerbit FE-UI. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau, 2004, “Pendataan Penduduk/ Keluarga Miskin Provinsi Riau“, Pekanbaru, Balitbang Riau. Departemen Perindustrian, 2007, “Membangun Daya Saing Industri Daerah”, Jakarta, Departemen Perindustrian RI. Freedman, Mike dan Taogoe. Benyamin B, 2004, “The Art and Discipline Of Strategic Leadership”, Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Kolopaking Lala M. dan Tonny Fredian, 2007, “Pengembangan Masyarakat dan Kelembagaan Pembangunan”, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Luthans, Fred, 2006, “Prilaku Organisasi”, Penerbit Andi. Lubis, P Djuara, dalam Saharuddin, 2007. Penilaian Kebutuhan Dan Disain Program Pengembangan Masyarakat Berbasis Ekologi Manusia Di Sekitar Kampus IPB. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Nasdian, Tonny Fredian dan Bambang Sulistyo Utomo, 2005. “Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial”, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Priyono, 1996, “Pemberdayaan, Konsep dan Impelentasi Centre Strategic For International Studies”, Jakarta. Pandjaitan, K. Nurmala, 2007, “Psikologi Sosial Untuk Pembangunan Masyarakat”, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sarwono, W. Sarlito, 2000, “Pengantar Umum Psikologi”, Jakarta Bulan Bintang. Syaukat, Yusman dan Sutara Hendrakusumaatmadja, 2005, “Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal”, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Sutikno, Raja Bambang, 2007, “The Power of Empathy In Leadership”, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
88
Syahyuti, 2003, “Bedah Konsep Kelembagaan, Strategi Kelembagaan dan Penerapannya Dalam Penelitian Pertanian”, Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. SSSWrihatnolo, Randi R, Dwi Djanijoto, Nugroho, Riant 2007, “Manajemen Pemberdayaan“, Penerbit PT Elex Media Komputindo. Yun R. K, 2005, ”Studi Kasus Desain dan Metode”, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Rangkuti, Freddy, 2008, “Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis”, Penerbit PT Gramedia Pustaka. Purwanto, Iwan, 2006 “ Manajemen Strategi “ , Penerbit Yrama Widya. Hubeis, Musa, 2009 “ prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis “ , Penerbit Ghalia indonesia.
Lampiran 1. Laporan Pelaksanaan Hasil Diskusi
LAPORAN PELAKSANAAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN STAKEHOLDER, IKM DAN PENGELOLA WORKSHOP DI UPT PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN HARI SELASA, 24 NOVEMBER 2009
Pada hari Selasa tanggal 24 November 2009 pada pukul 09.00 WIB s/d 12.00 WIB telah dilaksanakan diskusi dengam stakholder dan IKM serta pengelola workshop yang ada di UPT pelatihan dan pengembangan, untuk membicarakan upaya peningkatan peran UPT pelatihan dan Pengembangan dalam pembinaan terhadap IKM. Adapun peserta diskusi anata lain sebagai berikut :
A. Stakholder - Kepala UPT Pelatihan dan Pengembangan - Kepala Seksi di UPT Pelatihan dan Pengembangan - Staf UPT pelatihan dan Pengembangan - Kepala Bidang Industri Dinas Perindag - Penyuluh UPT pelatihan dan Pengembangan
B. Industri Kecil dan Menengah (IKM) - Para Pengelola Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan - Beberapa IKM yang berada diluar UPT Pelatihan dan Pengembangan ( bukan pengelola Workshop) Diskusi dimulai dengan membahas masalah-masalah pembinaan dan pengembangan IKM. Semua peserta aktip dalam diskusi tersebut. Adapun permasalahan yang dikemukakan dalam diskusi sebagai berikut :
1. Rivai Yasin (Kepala UPT Pelatihan dan pengembangan). Selama ini UPT Pelatihan dan Pengembangan dapat berjalan dengan baik, namun secara profesional belum menunjukan sebagai sebuah Lembaga Pelatihan yang terakreditasi. Hal tersebut seperti belum adanya Silabus dan Materi Pelatihan yang baku. Hal tersebut karena tidak dimulai dengan
90
perencanaan, serta evaluasi dari pelaksanaan pelatihan. Kedepan hal ini akan kita perbaiki bersama.
2. Syafruddin (Koordinator Penyuluh) Sebenarnya kami dari kelompok Penyuluh siap membantu membuat perencaaan suatu pelatihan, silabus dan materi pelatihan yang baku, namun kami minta program UPT Pelatihan dan Pengembangan ini dapat disusun secara makro dan bersama-sama dengan melibatkan IKM agar apa yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan IKM. 3. Nurlela ( IKM – diluar UPT Pelatihan dan Pengembangan) Kami sangat mengharapkan keberadaan
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan. Dan saya sebagai Pengusaha IKM yang memulai usaha dengan mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh UPT Pelatihan dan Pengembangan ini.Untuk pengembangan usaha kami kedepan perlu sekali
bimbingan dan pembinaan dari penyuluh UPT Pelatihan dan
Pengembangan.
Sekali
lagi ami sampaikan bahwa kami
pendampingan usaha terutama
butuh
masalah-masalah teknis disamping
membantu kami untuk membuka akses pemasaran
dan permodalan.
4. Mawardi (Pengelola Workshop UPT Pelatihan dan Pengembangan) Kami
sangat
berterimakasih
sekali
kepada
UPT
Pelatihan
dan
Pengembangan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menjalankan usaha di Workshop. Dengan fasilitas yang ada kami berusaha memanfaatkannya secara baik walaupun ada tambahan peralatan dari kami sendiri namun kami dangat terbantu dalam mengembangkan usaha. Untuk kedepan kami sangat sekali penambahan peralatan yang sesuai dengan teknologi yang berkembang saat ini.
Disamping itu diperlukan
pendampingan usaha dengan menempatkan tenaga teknis yang mempunyai kompetensi dibidangnya agar kami dapat mengembangkan produk serta menjadfi percontohan usaha yang baik dan mandiri.
91
Dari diskusi tersebut telah dapat diambil kesimpulan untuk ditindaklanjuti ; 1. Membentuk
tim
untuk
menyusun
perencanaan
pengembangan
UPT Pelatihan dan pengembangan. 2. Meningkatkan pelayanan dan pelatihan serta pendampingan teknis kepada IKM baik yang ada didalam Workshop maupun diluar UPT Pelatihan dan 3. Meningkatkan maupun,
Pengembangan. fungsi-fungsi
Workshop
baik
sebagai
Inkubator
pelatihan dan magang.
4. Meningkatkan sarana dan prasarana sebagai sarana produksi dan uji coba serta praktek pelatihan.
92
Lampiran 2. Jenis Kegiatan dan Biaya Tahap Pembenahan (Tahun 2010) Penguatan Kapasitas keorganisasian Kegiatan
: Pelatihan dan Magang Staf UPT Pelatihan dan Pengembangan
Sasaran
: Delapan orang
Tujuan : Peningkatan keterampilan dan pengetahuan tata kelola Waktu : 30 hari Lokasi : - Balai Besar Agro Bogor - Balai Besar Kerajinan Jogjakarta - Balai Besar Batik Jogjakarta - Balai Besar Tekstil Bandung Biaya : - Balai Besar Agro – Bogor Pku- Bogor (PP) 2 orang x Rp.2.500.000=Rp. 5.000.000.Ako/konsumsi =2orgx 30hr x Rp.300.000 =Rp. 18.000.000.Uang saku 2 org x 30 hari x Rp.50.000.- =Rp. 3.000.000.Biaya Pendidikan 2 org xRp.7.500.000.- =Rp. 15.000.000.Jumlah =Rp. 41.000.000.- Balai Besar Kerajinan Jogjakarta Pku- Jogja (PP) 2 orang x Rp.3.500.000 =Rp. 7.000.000.Ako/konsumsi 2 orgx 30 hr x Rp.300.000, =Rp. 18.000.000.Uang saku 2 org x 30 hari x Rp. 50.000.- =Rp. 3.000.000.Biaya Pendidikan 2 org x Rp.7.500.000. =Rp. 15.000.000.Jumlah =Rp. 43.000.000.- Balai Besar Batik Jogjakarta Pku- Jogja (PP) 2 orang x Rp.3.500.000 =Rp. 7.000.000.Ako/konsmsi 2 org x 30 hr x Rp.300.000 =Rp. 18.000.000.Uang saku 2 org x 30 hari x Rp. 50.000. =Rp. 3.000.000.Biaya Pendidikan 2 org x Rp. 7.500.000 =Rp. 15.000.000.Jumlah=Rp. 43.000.000.-
93
- Balai Besar Tekstil Bandung Pku- Bogor (PP) 2 orang x Rp.2.500.000 =Rp.
5.000.000.-
Ako/ konsmsi 2 org x 30 hr x Rp.300.000, =Rp. 18.000.000.Uang saku 2 org x 30 hari x Rp. 50.000 =Rp.
3.000.000.-
Biaya Pendidikan 2 org x Rp. 7.500.000. =Rp. 15.000.000.Jumlah=Rp. 41.000.000.Rapat-rapat intern dalam rangka penyusunan dan perumusan kebijakan keorganisasian a. Penyusunan Visi dan Misi UPT Pelatihan dan Pengembangan b. Perumusan ulang rencana stategik c. Perumusan
analisa
kebutuhan
SDM
baik
edukatif
maupun
teknis d. Perumusan prosedur dan tata kelola pelatihan e. Perumusan pembuatan silabus dan perencanaan pelatihan f. perumusan kebutuhan sarana dan sarana penunjang g. Perumusan kebutuhan peralatan Tujuan
: Perumusan
suatu
tujuan
yang
ingin
dicapai
UPT
Pelatihan dan pengembangan serta tahapan pencapaian tujuan tersebut. Sasaran
: Pimpinan dan Staf UPT Pelatihan dan Pengembangan
Waktu
: 90 hari
Lokasi
: Pekanbaru
Biaya
: 7 item x 5 kali x Rp. 250.000.- = Rp. 8.750.000.-
Penguatan Kapasitas SDM IKM Pelatihan Teknis Industri Kecil dan Menengah a. Pelatihan Pengelasan b. Pelatihan Pengemasan c.. Pelatihan Desain Batik d. Pelatihan Desain Bordir e. Pelatihan Tenun f. Pelatihan Manajemen Sederhana g. Pelatihan Motivasi berprestasi (AMT)
94
h. Pelatihan Good Manufacturing Practises (GMP) i. Monitoring dan evaluasi pelatihan Dengan rincian dan biaya sebagai berikut :
a. Pelatihan Pengelasan : Peserta
: 20 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 20 hari
Lokasi
: Work Shop Perbengkelan
Tujuan
: Meningkatkan
kemampuan
dan
teknologi
Pengelasan. Sasaran
: IKM yang kemampuan teknologi dan SDM masih rendah.
Instruktur
: 1 orang pengelola Work Shop 1 orang dari Balai Latihan Kerja Disnaker
Biaya
: Rp. 165.000.000.-
b. Pelatihan Pengemasan : Peserta
: 15 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 5 hari
Lokasi
: Work Shop Makanan dan Minuman
Tujuan
: Meningkatkan kualitas kemasaran produk
Sasaran
: IKM
yang
kemasan
produknya
belum
standar Instruktur
: 1 orang Penyuluh Industri 1 orang dari Balai Besar Agro Bogor 1 orang dari Balai Kimia dan Kemasan Jakarta 1 orang dari MUI Riau
Biaya
: Rp. 450.000.000.-
c. Pelatihan Desain Batik : Peserta
: 10 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 10 hari
95
Lokasi
: WorkShop Batik
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan dalam desain batik serta diversifikasi produk
Sasaran
: IKM batik yang ada
Instruktur
: 1 orang Pengelola work Shop 1 orang dari Sentra Batik Pekalongan
Biaya
: Rp. 125.000.000.-
d. Pelatihan Desain Bordir : Peserta
: 20 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 20 hari
Lokasi
: Workshop Bordir
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan dan aplikasi
motif
bordir Sasaran
: IKM yang berpotensi namun terbatas kemampuan desain produk
Instruktur
: 1 orang Pengelola work shop, 1 orang dari sentra Bordir Tasikmalaya
Biaya
: Rp. 115.000.000.-
e. Pelatihan Tenun : Peserta
: 15 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 60 hari
Lokasi
: Workshop Tenun
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan dalam aplikasi Motif Melayu
Sasaran
: IKM yang berproduksi dengan kualitas rendah
Instruktur
: 1 orang Pengelola work Shop 2 orang dari Dekranasda Provinsi Riau
Biaya
: Rp. 215.000.000.-
96
f. Pelatihan Manajemen Sederhana : Peserta
: 30 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 5 hari
Lokasi
: UPT Pelatihan dan pengembangan
Tujuan
: Meningkatkan pengetahuan manajemen IKM
Sasaran
: IKM berpotensi berkembang
Instruktur
: 2 orang Penyuluh Industri 1 orang dari lembaga pendidikan profesi
Biaya
: Rp. 45.000.000.-
g. Pelatihan Motivasi Berprestasi (AMT : Peserta
: 40 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 7 hari
Lokasi
: UPT Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan
: Meningkatkan motivasi IKM
Sasaran
: IKM masih belum berkembang
Instruktur
: 2 orang Penyuluh Industri
Biaya
: Rp. 72.000.000.-
h. Pelatihan Good Manufacturing Practises (GMP): Peserta
: 40 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 5 hari
Lokasi
: Pekanbaru
Tujuan
: Meningkatkan pengetahuan tentang cara berproduksi yang baik dan benar
Instruktur
: 1 orang Penyuluh Industri 1 orang dari Balai POM Riau 1 orang dari Balai Besar Agro Bogor 1 orang dari MUI Riau orang
Biaya
: Rp. 85.000.000.-
97
i. Monitoring dan evaluasi pelatihan Tujuan
: Untuk memantau dan melihat sejauh mana pelatihan
dapat
memberikan
manfaat
terhadap
penguatan kapasitas dan perkembangan IKM. Sasaran
: IKM yang telah diberikan pelatihan
Lokasi
: 12 Kabupaten/kota
Biaya
: 12 Kab/kota x 3 org x Rp.1.500.000.=Rp.54.000.000.-
Penguatan Kapasitas Peralatan Workshop 1. Work Shop Logam - Tabung Las Karbit 1 unit
Rp.
- Mesin Bubut 2 meter 1 unit
Rp. 400.000.000.-
- Mesin Skraf 1 unit
Rp. 250.000.000.-
- Bor duduk 1 unit
Rp. 45.000.000.-
- Gerinda duduk 1 unit
Rp. 17.500.000.-
- Generator set ( 50 KVA)
Rp. 15.000.000.-
Jumlah
1.500.000.-
Rp. 829.000.000.-
2. Work Shop Perbengkelan - Mesin bubut 3 meter 1 unit
Rp. 650.000.000.-
- Mesin bubut (CNC) 1 meter 2 unit Rp. 930.000.000.- Mesin skrap 2 unit
Rp. 500.000.000.-
- Mesin potong plat 1 unit
Rp. 220.000.000.-
- Mesin pembentuk plat besar 1 unit Rp. 235.000.000.- Mesin pembentuk plat kecil Jumlah
Rp. 145.000.000.Rp.2. 680.000.000.-
3. Work Shop Kayu - Mesin cross cut 1 unit
Rp.
- Mesin Ketam 2 sisi 1 unit
Rp. 220.000.000.-
- Mesin Router duduk 1 unit
Rp.
Jumlah
15.000.000.-
78.000.000.-
Rp. 313.000.000.-
98
4. Workshop Makanan dan Minuman - Penggorengan Vacum 1 unit
Rp. 125.000.000.-
- Mesin Pengolah buah2an 1 unit
Rp.
- Pengemasan Vacum
Rp. 157.500.000.-
- Pengolahan Dodol otomat 1 unit
Rp.
75.000.000.-
- Pengaduk Tepung 1 unit
Rp.
15.000.000.-
- Tabung Gas
Rp.
500.000.-
Jumlah
55.000.000.-
Rp. 428.000.000.-
5. Workshop elektroplating - Transpormator
Rp. 325.000.000.-
- Plat tembaga dimensi 10 x 5 cm
Rp.
52.500.000.-
- Dinamo kapasitas 3 hp, 3.000 rpm Rp.
7.500.000.-
- Gergaji mesin potong 1 unit
Rp.
7.000.000.-
- Timah : bobot 300 kg
Rp.
75.000.000.-
Jumlah
Rp. 467.000.000.-
6. Workshop Konveksi - Mesin pasang kancing 1 unit
Rp. 125.000.000.-
- Seterika uap 1 unit
Rp.
15.000.000.-
- Mesin Jahit 2 unit
Rp.
11.500.000.-
Jumlah
Rp. 151.500.000.-
7. Workshop Bordir - Mesin jahit 2 unit
Rp.
15.000.000.-
- Mesin bordir 2 unit
Rp.
22.000.000.-
Rp.
37.000.000.-
Rp.
25.000.000.-
Rp.
25.000.000.-
Jumlah
8. Workshop Tenun - Alat Tenun Bukan Mesin 5 unit Jumlah
99
9. Workshop Agro - Mesin penggiling padi 1 unit
Rp. 170.000.000.-
- Mesin Pemoles padi 1 unit
Rp. 125.000.000.-
- Mesin Pengemasan
Rp. 157.500.000.-
- Genset 30 KVA 1 unit
Rp. 150.000.000.-
Jumlah
Rp. 602.500.000.
10. Workshop Batik - Peralatan batik lengkap
Rp.
25.000.000.-
- Peralatan pencelupan
Rp.
55.000.000.-
- Peralatan menggambar
Rp.
7.500.000.-
- Peralatan penjemuran
Rp.
5.000.000.-
- Peralatan pendukung
Rp.
15.000.000.-
Jumlah
Rp. 107.500.000.-
Secara keseluruhan untuk tahap pembenahan tahun 2010 ini menelan biaya sebesar Rp. 7.142.200.000.-
100
Lampiran 3. Jenis Kegiatan dan Biaya Tahap Pengembangan (Tahun 2011) Penguatan Kapasitas keorganisasian Kegiatan
: Pelatihan dan Magang Staf
Sasaran : Enam orang Tujuan
: Menambah wawasan dan pengetahuan tata kelola suatu pelatihan dan penyusunan modul serta silabus pelatihan.
Waktu
: 30 hari
Lokasi
: - Balai Besar Perbengkelan dan rekayasa Bandung - Pusdiklat Kementerian Perindustrian Jakarta
Dengan rincian biaya : - Balai Besar Perbengkelan dan Rekayasa- Bandung Pku- Bandung (PP) 2 orang x Rp.2.500.000 =Rp. 5.000.000.Akomodasi/konsumsi2orgx30hrxRp.300.000, =Rp. 18.000.000.Uang saku 2 orang x 30 hari x Rp. 50.000.- =Rp. 3.000.000.Biaya Pendidikan 2 orang x Rp. 12.500.000.- =Rp. 25.000.000.Jumlah =Rp. 51.000.000.- Pusdiklat Kementerian Perindustrian Jakarta Pku-Jakarta (PP) 4 orang x Rp.1.800.000
=Rp.
3.600.000.-
Akmdsi/konsmsi 4org x 30 hr x Rp.300.000, =Rp. 36.000.000.Uang saku 4 orang x 30 hari x Rp. 50.000.- =Rp.
6.000.000.-
Biaya Pendidikan 4 orang x Rp. 6.500.000.- =Rp. 26.000.000.Jumlah =Rp. 71.600.000.Rapat-rapat Intern dalam rangka koordinasi dan pemantapan strategi kebijakan keorganisasian serta penyusunan dokumen akreditasi Tujuan : Koordinasi dan administrasi setiap langkah yang telah dilakukan dan kemajuan pekerjaan seperti rekuitmen tenaga teknis dan pendampingan IKM . Sasaran : Pimpinan dan Staf UPT Pelatihan dan Pengembangan Waktu
: 12 bulan
Biaya
: rapat x 24 kali x Rp. 250.000.- = Rp. 6.000.000.-
101
Penguatan Kapasitas SDM IKM Pelatihan Teknis Industri Kecil dan Menengah a. Pelatihan Pengelasan b. Pelatihan Pengemasan c. Pelatihan Pengolahan Makanan d. Pelatihan Desain Batik e. Pelatihan Desain Bordir f. Pelatihan Tenun g. Pelatihan Manajemen Sederhana h. Pelatihan Motivasi berprestasi (AMT) i. Pelatihan Good Manufacturing Practises (GMP) Dengan rincian sasaran, tujuan dan biaya sebagai berikut :
Pelatihan Pengelasan : Peserta
: 20 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 20 hari
Lokasi
: Workshop Perbengkelan
Tujuan
: Meningkatkan
kemampuan
dan
teknologi
Pengelasan Sasaran
: IKM yang kemampuan teknologi dan SDMnya rendah.
Instruktur
: 1 orang Pengelola work Shop 1 orang dari UPT Pelatihan dan Pengembangan.
Biaya
: Rp. 165.000.000.-
Pelatihan Pengemasan : Peserta
: 15 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 5 hari
Lokasi
: Workshop Makanan dan Minuman
Tujuan
: Meningkatkan kualitas kemasaran produk
Sasaran
: IKM yang kemasan produknya belum standar
102
Instruktur
: 1 orang Penyuluh Industri 1 orang dari Balai Besar Agro Bogor 1 orang dari Balai Kimia dan Kemasan Jakarta 1 orang dari MUI Riau
Biaya
: Rp. 450.000.000.-
Pelatihan Desain Batik : Peserta
: 10 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 10 hari
Lokasi
: Workshop Batik
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan dalam desain batik serta diversifikasi produk
Sasaran
: IKM batik yang ada
Instruktur
: 1 orang Pengelola work Shop 1 orang dari UPT Pelatihan dan Pengembangan
Biaya
: Rp. 125.000.000.-
Pelatihan Desain Bordir : Peserta
: 20 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 20 hari
Lokasi
: Workshop Bordir
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan dan aplikasi motif bordir
Sasaran
: IKM yang berpotensi namun terbatas kemampuan desain
Instruktur
: 1 orang Pengelola workshop 1orang UPT Pelatihandan Pengembangan
Biaya
: Rp. 115.000.000.-
103
Pelatihan Tenun : Peserta
: 15 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 60 hari
Lokasi
: Workshop Tenun
Tujuan
: Meningkatkan kemampuan dalam aplikasi motif melayu
Sasaran
: IKM yang berproduksi dengan kualitas rendah
Instruktur
: 1 orang Pengelola work Shop 2 orang dari Dekranasda Provinsi Riau
Biaya
: Rp. 215.000.000.-
Pelatihan Manajemen Sederhana : Peserta
: 30 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 5 hari
Lokasi
: Ruang Kelas UPT Pelatihan dan pengembangan
Tujuan
: Meningkatkan pengetahuan manajemen IKM
Sasaran
: IKM yang berpotensi maju dan berkembang
Instruktur
: 2 orang Penyuluh Industri 1 orang dari UPT Pelatihan dan Pengembangan
Biaya
: Rp. 45.000.000.-
Pelatihan Motivasi Berprestasi (AMT : Peserta
: 40 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 7 hari
Lokasi
: Auditorium UPT Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan
: Meningkatkan motivasi IKM
Sasaran
: IKM masih belum berkembang
104
Instruktur
: 2 orang Penyuluh Industri
Biaya
: Rp. 72.000.000.-
Pelatihan Good Manufacturing Practises (GMP): Peserta
: 40 orang (IKM) Kabupaten/Kota
Lama Pelatihan
: 5 hari
Lokasi
: Ruang kelas UPT Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan
: Meningkatkan
pengetahuan
tentang
produksi yang baik dan benar Instruktur
: 1 orang Penyuluh Industri 1 orang dari Balai POM Riau 1 orang dari Balai Besar Agro Bogor 1 orang dari MUI Riau orang
Biaya
: Rp. 85.000.000.-
Monitoring dan evaluasi program pelatihan Tujuan
: Untuk memantau dan melihat sejauhmana pelatihan dapat memberikan terhadap penguatan
manfaat
kapasitas
dan
perkembangan IKM. Sasaran
: IKM yang telah diberikan pelatihan
Lokasi
: 12 Kabupaten/kota
Biaya
: 12 Kab/kota x 3 org x Rp.1.500.000.- = Rp.54.000.000.-
Penguatan Kapasitas Peralatan Workshop 1. Workshop Logam - Tabung Las
1 unit
Rp.
1.500.000.-
- Mesin pengaduk pasir 1 unit
Rp.
10.000.000.-
- Tabung minyak 1 unit
Rp.
1.000.000.-
- Mesin pelipat plat
Rp. 145.000.000.-
- Gerinda duduk 1 unit
Rp.
Jumlah
17.500.000.-
Rp. 175.000.000.-
cara ber-
105
2. Workshop Perbengkelan - Mesin bor 4 unit
Rp.
30.000.000.-
- Mesin rol plat 3m 1 unit
Rp.
230.000.000.-
- Mesin ponch kap.300 ton 1 unit
Rp.
450.000.000.-
- Mesin lipat dimensi 220,150, 3 mm Rp.
225.000.000.-
- Mesin milling CNC man/ot 1 unit
335.000.000.-
Jumlah
Rp.
Rp.1.270.000.000.-
3. Workshop Kayu - Mesin Jigsaw tangan 1 unit
Rp.
6.000.000.-
Rp.
6.000.000.-
- Oven otomatic tres tray 1 unit
Rp.
115.000.000.-
- Mesin Press adonan 1 unit
Rp.
35.000.000.-
- Aluminium foll
Rp.
37.500.000.-
- Penggorengan stainless steel 1 unit Rp.
15.000.000.-
Jumlah
4. Workshop Makanan dan Minuman
Jumlah
Rp.
202.500.000.-
5. Workshop elektroplating - Bit milling Universal-mesin sekrup 1 meter
Rp.
375.000.000.-
- Plat tembaga dimensi 10 cm x 5 cm Rp.
52.500.000.-
- Bak PVC 6 m x 1,8 m x 1. 8m 1 unit Rp.
17.500.000.-
- Bak PVC 6 m x 1.5 m x 1.8 m 1 unit Rp.
16.000.000.-
Jumlah
Rp.
461.000.000.-
6. Workshop Konveksi - Mesin Jahit 3 unit Jumlah
Rp.
18.500.000.-
Rp.
18.500.000.-
106
7. Workshop Bordir - Mesin jahit 1 unit
Rp.
7.500.000.-
- Mesin bordir 1 unit
Rp.
11.000.000.-
Rp.
18.500.000.-
Rp.
90.000.000.-
Rp.
90.000.000.-
- Mesin pengolah pelet ikan 1 unit Rp.
175.000.000.-
- Truk diesel 1 unit
Rp.
215.000.000.-
Rp.
390.000.000,-
Jumlah
8. Workshop Tenun - ATBM Jaguar 2 unit Jumlah
9. Work Shop Agro
Jumlah
Secara keseluruhan dana untuk tahap
pengembangan
2011 menelan biaya sebesar Rp. 4.067.600.000.-
tahun
107
Lampiran 4. Foto-Foto Sarana dan Prasarana
Papan nama UPT Pelatihan dan Pengembangan
Ruang Perkantoran
Aula / auditorium
108
Asrama
Mushola
Ruang/Kelas Belajar
109
Workshop Konveksi
Workshop Perbengkelan
Workshop Elektroplating/Pelapisan Logam
110
Lampiran 5. Foto-Foto Kegiatan Workshop dan Pelatihan
Pembukaan Pelatihan
Pelatihan Pembatikan (Batik Cap)
Pelatihan Batik (Tulis)
111
Peserta Pelatihan Tenun
Peralatan Tenun ATBM
Pelatihan Tenun (menghani benang)
112
Kegiatan Workshop Bordir
Pelatihan Pengelasan Alat Rekayasa
Kegiatan Workshop Logam
86