PENGEMBANGAN KAPASITAS UNIT PELAKSANA TEKNIS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI RIAU UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DEWI FAUZIAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian peran UPT Pendidikan dan Pengembangan BKD Provinsi Riau dalam peningkatan pelayanan publik ini berjudul “Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat” adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kajian ini.
Bogor, Mei 2011
Dewi Fauziah NRP I354064135
ABSTRACT DEWI FAUZIAH. Acting Capacity Development Unit in the Regional Personel Agency of Riau Province. Supervised by Arya H. Dharmawan and Fredian Tonny. Good governance is a management system of government that can respond to community aspirations and increase trust in government through the services needed by the community. To achieve this required training and education bureaucracy that is "human investment" increase the capacity of the government apparatus in stages, sustainable. For the implementation of training activities are managed by a Technical Implementation Unit of Education and Training under the Regional Employment Agency of Riau Province. The objective of the Education and Training Unit is intended to increase the quality and behavioral changes as well as the mind set of apparatus for civil servants to enable him to serve the community through communication, interaction, and participation between the two sides so that in turn the public views the change in behavior in terms of service to the public. The purpose of this study was to determine the profile of Technical Implementation Unit of the Regional Employment Agency of Riau Province (HR, member, organization, management), knowing the process of ongoing curriculum-based learning activities and competencies of the main tasks, knowing how far the curriculum of education and training for civil servants to provide the civil servant changes in the quality of public services, as well as formulating the draft strategy at the Technical Implementation Unit of the Regional Employment Agency of Riau Province to develop the organization in accordance with the basic tasks and functions by following the development of the State and society. Program to improve education and training of public service UPT-based Education and Training in the future reformulation of the curriculum focused on community empowerment by incorporating material in a more proportional share according to the needs of the working unit, increased education and training for lecturers, particularly in the methodology of community empowerment, filing system of authority in education and training institution providing an assessment of civil servants, and the Formulation and Implementation of Post-Training Evaluation system and the provision of UPT Education and Training Authority in cooperation with other similar institution and judged competent, and the role of providing valuation advice for the improvement of personnel management system. Conditions that are expected from increased education and training based on public service improvement is the creation of good governance Riau Province Government, through increased education and public service-based training-based improvement methodology based knowledge of community empowerment Keywords :
Good Governance, Public Services, Excellent Service, The Methodology of Community Empowerment, Participation, Local Development
RINGKASAN DEWI FAUZIAH. Pengembangan Kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat. Di bawah bimbingan Arya H. Dharmawan dan Fredian Tonny. Tujuan pembentukan UPT Pendidikan dan Pelatihan dimaksudkan untuk peningkatan kualitas, perilaku serta mindset aparatur PNS agar dapat memfungsikan dirinya sebagai abdi masyarakat melalui komunikasi, interaksi, dan partisipatif antara kedua belah pihak sehingga pada gilirannya masyarakat memandang adanya perubahan perilaku dalam pelayanan publik. Untuk itu dikaji profil Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan kompetensi tugas-tugas pokok, seberapa jauh kurikulum pendidikan dan pelatihan bagi PNS dapat memberikan perubahan PNS dalam kualitas layanan publik, serta perumusan rancangan program bagi Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dalam rangka pengembangan kapasitas organisasi mengikuti perkembangan negara maupun masyarakat. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa UPT Diklat BKD Provinsi Riau telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, namun demikian dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tidak menempatkan kurikulum yang memuat materi muatan lokal dengan metodologi pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan satuan-satuan kerja dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Untuk itu diperlukan usaha peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dalam peningkatkan pelayanan publik menggunakan metodologi pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Tim yang mempunyai kemampuan dalam menganalisis kesesuaian pendidikan dan pelatihan, merekomendasikan bentukbentuk diklat dan pembinaan serta kemampuan melakukan monitoring dan mengevalusi hasil diklat. Program pengembangan kapasitas UPT Diklat pada masa yang akan datang difokuskan kepada reformulasi kurikulum dengan memasukkan materi pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan satuan kerja, peningkatan pendidikan dan pelatihan bagi widyaiswara, khususnya pada metodologi pemberdayaan masyarakat, pengajuan sistem kewenangan lembaga diklat dalam memberikan penilaian terhadap PNS, serta perumusan dan pelaksanaan sistem evaluasi pasca diklat serta pemberian kewenangan UPT Pendidikan dan Pelatihan bekerjasama dengan institusi lain yang sejenis dan dinilai berkompeten, serta memberikan penilaian bagi perbaikan sistem manajemen kepegawaian. Hasil yang diharapkan terhadap pengembangan kapasitas UPT Diklat adalah; (1) Terakreditasinya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh UPT Pendidikan dan Pelatihan (2) Meningkatnya sistem pembelajaran di UPT pada materi-materi bermuatan lokal atau sesuai dengan kebutuhan satuan kerja, (3) Terbentuknya Tim analisis kesesuaian diklat. (4) Meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan sebagai tanggapan positif kepada kebijakan yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat . Kata kunci : Good Governance, Pelayanan Publik, Pelayanan Prima, Metodologi Pemberdayaan Masyarakat, Partisipasi, Pembangunan Daerah.
PENGEMBANGAN KAPASITAS UNIT PELAKSANA TEKNIS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI RIAU UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DEWI FAUZIAH
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
@
Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tukis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Penguji Luar komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr.Ir. Pudji Muljono, MSi
Judul Tugas Akhir
: Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat
Nama
: Dewi Fauziah
NRP
: I354064135
Disetujui, Komisi Pembimbing :
Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, M.Sc.Agr Ketua
Ir. Fredian Tonny, MS Anggota
Mengetahui :
Ketua Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Tanggal Ujian:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji Syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, senantiasa memberikan kemudahan dan kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir Kajian Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat. Kajian Pengembangan Masyarakat ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana
Institut
Pertanian
Bogor
(IPB)
Program
Magister
Profesional
Pengembangan Masyarakat. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak H.M. Rusli Zainal MP, Gubernur Riau dan Bapak Drs. S. Saqlul Amri, MSi yang telah memberikan kesempatan dan motivasi menempuh pendidikan ini. 2. Pengelola Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 3. Bapak Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, MSc, Agr dan Bapak Ir. Fredian Tonny, MS selaku Pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis. 4. Bapak dan ibu Dosen Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 5. Rekan-rekan mahasiswa Program Profesional Pengembangan Masyarakat, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 6. Suami dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan semangat dan inspirasi kepada penulis. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan analitik memungkinkan tesis ini belum cukup sempurna, namun demikian penulis berkeyakinan bahwa dari ketidaksempurnaan ada manfaat yang dapat diambil bagi program dan tugas pokok UPT Diklat Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau .
Bogor,
Mei 2011
Dewi Fauziah NRP 1354064135 i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir pada tanggal 27 Juli 1967. Pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri 42 Pekanbaru tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Pekanbaru Tahun 1983, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 6 Pekanbaru tahun 1986, Pada Tahun 1992 penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Universitas Bung Hatta Padang, selanjutnya pada tahun 2007. Penulis diterima pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Suami bernama Hendrizal dengan dikaruniai 3 orang anak yaitu Muhammad Affan, Muhammad Fathur Rahim, dan Syahirah Khadijah. Tahun 1993 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerinah Provinsi Riau dan sejak tahun 2001 sampai dengan sekarang penulis bekerja di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau.
Bogor,
Mei 2011
Dewi Fauziah NRP 1354064135
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................. DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
iii iv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 1.3. Tujuan Kajian ............................................................................. 1.4. Manfaat Kajian ...........................................................................
1 5 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7.
Peranan UPT Diklat dalam Upaya Penguatan Aparatur ............. Strategi Peningkatan Penguatan Kapasitas Aparatur .................. Penguatan Kapasitas SDM melalui Pendidikan .......................... Kelembagaan ............................................................................... Pengembangan Kurikulum .......................................................... Pembelajaran dan Suasana Belajar ............................................. Pembelajaran Orang Dewasa ......................................................
8 13 15 16 17 18 19
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran .................................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................ 3.3. Komunitas Subyek Kajian ........................................................... 3.4. Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis ........................ 3.4.1. Metode Pengumpulan Data ............................................... 3.4.2. Metode Analisis Data ........................................................ 3.5. Rancangan Penyusunan Program ................................................
22 26 27 27 27 28 29
IV. PROFIL UNIT PELAKSANA TEKNIS DIKLAT PEGAWAI PROVINSI RIAU 4.1. Profil UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Provinsi Riau .... 4.2. Tenaga Pengajar .......................................................................... 4.3. Pegawai .......................................................................................
31 35 40
V. PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 5.1. Keragaan Program dan Kegiatan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau .................................................................. 5.2. Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau ...................................................... 5.3. Ikhtisar .......................................................................................
44 54 59
VI. EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 6.1. Analisis Strategi Pengembangan Kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau .............................................................................. 6.2. Alat Pencapaian Hasil Analisis .................................................. 6.3. Ikhtisar ......................................................................................
61 70 74
VII. RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 7.1. Penyusunan Program Pengembangan Kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau ............................................................................. 7.2. Tujuan Program .......................................................................... 7.3. Manfaat Program ........................................................................ 7.4. Hasil yang Diharapkan ............................................................... 7.5. Implementasi Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat ...............................................................................
76 82 83 84 84
VIII. PENUTUP 8.1. Kesimpulan ................................................................................ 8.2. Saran...........................................................................................
89 90
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
92
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jadwal Kajian ..............................................................................
27
2. Tujuan, Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data ...............
28
3. Jumlah Widyaiswara Tahun 2010 ...............................................
39
4. Jumlah dan Persentase Widyaiswara Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010...............................................................
39
5. Jumlah dan Persentase Widyaiswara pada UPT Menurut Golongan Tahun 2010 .................................................................
40
6. Jumlah dan Persentase PNS di UPT Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ...............................................................
40
7. Jumlah dan Persentase PNS Menurut Golongan Ruang Tahun 2010 .............................................................................................
41
8. Mata Diklat Golongan I, II dan Golongan II...............................
46
9. Mata Pelajaran Diklat untuk Diklatpim IV .................................
51
10. Mata Pelajaran Diklat untuk Diklatpim III ................................
52
11. Jenis Diklat Fungsional ..............................................................
53
12. Nama Diklat Teknis ...................................................................
53
13. Matrik SWOT Strategi Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau ....................................................................
65
14. Penilaian Komponen SWOT pada Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik ................
66
15. Analisis Faktor-faktor Strategi Internal Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik ................
66
16. Analisis Faktor-faktor Strategi Eksternal Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik UPT Pendidikan dan Pelatihan ...........................................................
67
17. Pemilihan Strategi pada Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik UPT Pendidikan dan Pelatihan.. ....................................................................................
67
18. Kerangka Kerja Logis Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat Provinsi Riau Berbasis Pelayanan Publik .......................
70
19. Implementasi Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau ..................................................
85
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Kajian ........................................................
25
2. Strategi Metodologi Pengembangan Kapasitas UPT Diklat ......
80
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah melalui pelayanan yang dibutuhkan masyarakat, karena keberadaan pemerintah dasarnya dibentuk atas pemberian mandat atau kepercayaan publik untuk melaksanakan penyelenggaraan urusan bernegara dan berbangsa. Sebagai penyelenggara pemerintahan dan bernegara, dualisme fungsi publik dan negara bagian tidak terpisahkan di dalam pelayanan publik. Kewenangan kekuasaan (power of authority) dan pemberian layanan yang tidak terbatas hanya pada izin dibidang administrasi kependudukan melainkan juga cakupan pelaksanaan
program pembangunan
pemerintah, diyakini
akan
membentuk suatu pemerintahan yang kuat atas kepercayaan masyarakat. Namun sebaliknya apabila pemerintah tidak dapat memenuhi keinginan publik (development need), maka gerakan unjuk rasa akibat ketidakpuasan publik terhadap pemerintah akan meningkat. Saat ini ketidakpuasan terhadap penyelenggara pemerintahan masih sering terdengar dan hampir terjadi di semua lembaga atau instansi pemerintah. Keadaan ini makin terasa sejak Indonesia menganut sistem desentralisasi atau otonomi daerah dalam pelaksanaan pemerintahan. sebagai contoh, pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sering memakan waktu lama, ada yang bisa mencapai sebulan bahkan lebih. Hal sama terjadi saat mengurus berbagai keperluan, seperti perizinan usaha. Lama dan panjangnya pengurusan berbagai pelayanan publik tersebut masih ditambah dengan masih munculnya praktik atau perilaku koruptif oknum pegawai negeri. Menurut publikasi (Februari 2009) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa kualitas pelayanan publik di pelbagai kota di Indonesia pencapaian skornya berada di bawah angka 5,7. Hasil temuan KPK ini menunjukkan realitas kontraproduktif dengan reformasi birokrasi. Bukan saja menggambarkan pelayanan minimalis, tetapi mempresentasikan lemahnya pemahaman aparatur khususnya aparatur akan hakikat pekerjaan mereka (Dwiyanto, dkk. 2002).
2 Dibidang partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan serta pelaksanaan pembangunan, kritikan publik terhadap kurangnya keterlibatan masyarakat seringkali dikemukakan oleh masyarakat maupun akademisi melalui mass media terutama penjaringan aspirasi perencanaan mulai dari tingkat musyawarah desa/kelurahan, selalu dianggap belum menampung aspirasi masyarakat. Terjadinya kesenjangan apa yang diminta dan dibutuhkan masyarakat terhadap program pemerintah yang diturunkan ke desa/kelurahan akan menimbulkan penolakan melalui sikap tidak peduli bahkan unjuk rasa pelaksanaan program pembangunan. Masyarakat tidak merasakan adanya keterkaitan program pemerintah bagi kepentingannya. Akumulasi berbagai persoalan pelayanan publik yang terjadi dimana-mana telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah, sehingga posisi aparatur senantiasa disudutkan pada posisi yang terdiskreditkan dan digeneralisir. Aparatur masih dipandang sebagai sosok yang lamban, kurang responsif dan berbelit-belit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu berdampak akan menjadi penghambat dalam mewujudkan pelaksanaan program-program pemerintah apabila upaya peningkatan pelayanan publik tidak diawali dengan perubahan sikap aparatur pemerintah kepada komitmen awal bahwa pemerintah atau aparaturnya yang berfungsi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Hal ini didasarkan pandangan bahwa masyarakat adalah pemilik pemerintah oleh karena itu abdi negara harus diubah menjadi pelayan masyarakat, karena sesungguhnya birokrasi adalah pelayan masyarakat. Birokrasi tidak lagi sepenuhnya berorientasi kepada kekuasaan dan aktivitas negara, akan tetapi berusaha bagaimana memberikan pelayanan publik yang terbaik kepada masyarakatnya. Di sisi lain, masyarakat di daerah saat ini sudah semakin maju (berpendidikan) dan semakin kritis serta sudah lebih mengetahui hak-haknya dalam mendapat pelayanan publik yang berkualitas. Ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas, profesional, dan prima kepada masyarakat. Selain itu, pelayanan birokrasi juga menjadi indikator utama bagi masyarakat untuk menilai sejauhmana pelaksanaan good governance di daerah sudah berjalan dengan baik. Ciri birokrasi tradisional yang minta dilayani, mahal biayanya, mempersulit, memperlambat di era otonomi
3 daerah harus diubah menjadi lebih baik, mau melayani dengan sepenuh hati, murah biayanya, mempercepat pelayanan dan bukan sebaliknya. Membangun kapasitas profesionalisme aparatur pemerintah daerah merupakan pekerjaan berat, sama beratnya dengan mewujudkan kinerja birokrasi pemerintah daerah. Tetapi bagaimanapun beratnya tantangan tersebut, upaya untuk mewujudkan profesionalisme aparatur pemerintah daerah ke depan merupakan tugas yang harus dilaksanakan. Memprioritaskan masyarakat, berarti menyesuaikan mindset pelayanan publik berdasarkan kebutuhan masyarakat. Tantangan terpenting lain bagi kualitas layanan publik adalah menciptakan budaya pelayanan serta peningkatan kompentensi aparatur yang dapat merubah set mental di kepala setiap aparatur pemerintahan. Pemerintah daerah harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan (diklat). Diklat birokrasi adalah ”human investment” yang memerlukan proses dan hasilnya akan tampak dan dapat dirasakan setelah beberapa saat kemudian. Diklat yang dilakukan di daerah tidak hanya bersifat penjenjangan, akan tetapi diklat non penjenjangan perlu diintensifkan. Diklat nonpenjenjangan sangat membantu birokrasi dalam membekali pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi berbagai tantangan dan masalah serta perubahan (dinamika) yang begitu pesat terjadi dalam masyarakat baik pada saat ini maupun di masa yang akan datang. Bertolak dari kondisi riil yang ada, maka asumsi yang muncul adalah perubahan dari manapun dipandang rasional dan relevan akan saling memfasilitasi, artinya sistem pengelolaan SDM yang berbasis good governance sebaiknya mulai dirintis dan itu akan memfasilitasi terjadinya proses pemberdayaan aparatur daerah untuk menginternalisasikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai good governance dalam sistem birokrasi pemerintah daerah. Sebaliknya, upaya–upaya terhadap peningkatan kualitas kompetensi sumberdaya Aparatur daerah yang selama ini sudah dilakukan secara rutin berupa diklat atau bimtek akan melengkapi pencapaian prinsip-prinsip atau nilai good governance sebagai aparatur penggerak atau penentu tercapainya pemerintahan yang baik untuk masyarakat. Badan atau lembaga pengelola sumber daya aparatur daerah secara kontekstual berfokus pada fungsi administratif pemerintah lokal dan secara substansi berfokus pada fungsi pelayanan publik. Untuk itu pemerintah daerah
4 memerlukan sebuah pendekatan baru untuk mengikuti perubahan zaman yang semakin cepat. Sebuah pendekatan yang disebut peningkatan aparatur berbasis pelayanan publik. Dengan perkataan lain pokok kebijakan yang dikembangkan adalah diklat berbasis kompetensi publik, yang menyatakan bahwa keseluruhan kebijakan, sistem dan proses penyelenggaraan diklat didasarkan dan diarahkan pada pencapaian fungsi administratif dan pelayanan sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menegaskan hubungan kedudukan pegawai negeri sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan masyarakat yang berperan dan melaksanakan tugas dan fungsi tertentu sesuai kewajiban yag harus diembannya. Secara umum kompetensi jabatan PNS berarti “kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya”. Sebab itu, standar kompetensi yang perlu dimiliki PNS agar yang bersangkutan mampu mengemban tugas dan fungsinya sebagai “Pegawai Republik” adalah” sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara. Untuk dapat membentuk kompetensi pegawai negeri sipil (PNS), perspektif penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang mengarah kepada upaya peningkatan citra aparatur bersih di masyarakat mutlak diperlukan, oleh karena itu keberadaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau turut memberikan andil terhadap pencitraan aparatur PNS di Daerah. Tujuan daripada Lembaga UPT ini adalah meningkatkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas pokok, serta menciptakan aparatur PNS yang berorientasi kepada pengabdian dan pelayanan masyarakat. Jika selama ini lembaga pendidikan dan pelatihan Pemerintah Provinsi Riau lebih diarahkan kepada penyiapan SDM Aparatur daerah, maka kedepan dibutuhkan suatu metode yang tidak hanya membekali PNS di bidang ilmu dan pengetahuan tetapi juga menyiapkan PNS yang siap menyongsong suatu kondisi yang dapat menimbulkan simpati masyarakat kepada aparatur daerah. Apalagi tantangan yang dihadapi bukan semakin ringan terbukti sikap kritis masyarakat pasca era desentralisasi cenderung semakin meningkat bahkan secara terangterangan menuntut agar PNS dapat befungsi dan bertugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Pemerintah dalam hal ini lembaga teknis pendidikan dan
5 pelatihan Pemerintah Provinsi Riau diciptakan karena adanya kebutuhan akan kehadiran PNS yang berkualitas SDM tetapi juga mempunyai sikap dan perilaku yang penuh dengan kesetiaan, bermoral dan bermental baik serta sadar akan tanggungjawab sebagai pelayan publik. Disadari bahwa pembentukan kualitas ilmu pengetahuan PNS, serta sikap dan perilakunya tidak sepenuhnya dapat menghadirkan aparatur yang profesional seperti yang didambakan oleh masyarakat. Namun keberadaan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Provinsi Riau tidak semata-mata kehadirannya untuk melatih dan mendidik aparatur daerah. Ada sesuatu yang harus ditinjau kembali apabila dikaitkan terhadap persepsi masyarakat umum kepada PNS, yaitu sejauh mana kehadiran Lembaga UPT Pendidikan dan Pelatihan dapat memberikan perubahan kepada aparatur PNS yang telah dilatihnya kepada kinerja layanan yang lebih baik. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap performa PNS sebagai abdi masyarakat. Mungkin tidak berlebihan menyikapinya jika terjadinya penyimpangan perilaku PNS yang mengecewakan masyarakat, meskipun penyimpangan hanya dilakukan oleh sebagian kalangan kecil PNS telah menurunkan wibawa aparatur PNS secara keseluruhannya. Timbulnya kekecewaan masyarakat terhadap PNS seharusnya disikapi lebih bijaksana karena menunjukkan masih tingginya empati masyarakat terhadap aparatur PNS, dan salah satu upaya memulihkan kepercayaan masyarakat kepada aparatur PNS dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. 1.2. Perumusan Masalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Riau adalah lembaga penyelenggara diklat fungsional dan teknis bagi aparatur Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Riau. Sesuai dengan tugas pokoknya, pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan UPT bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan tugas secara profesional berdasarkan kebutuhan, serta menciptakan terwujudnya aparatur sebagai penyelenggara kepemerintahan yang baik. Namun dalam pandangan lain masih ditemui kekecewaan masyarakat kepada aparatur PNS dengan berbagai macam keluhan yang merugikan masyarakat. Tujuan pembentukan UPT Pendidikan dan Pelatihan dimaksudkan untuk peningkatan
6 perubahan kualitas dan perilaku serta mindset aparatur PNS agar dapat memfungsikan dirinya sebagai abdi masyarakat melalui komunikasi, interaksi, dan partisipatif antara kedua belah pihak sehingga pada gilirannya masyarakat memandang adanya perubahan perilaku dalam hal pelayanan dan pemberdayaan kepada publik. Mencermati peran yang yang melekat dalam tugas dan fungsi UPT dipandang penting bagi pembentukan karakter dan sikap PNS jika sekembalinya mereka ketempat tugas di masing-masing Satuan Kerja. Kondisi ideal yang dikehendaki melalui pendidikan dan pelatihan tersebut diatas tampaknya belum secara optimal memberikan perubahan positif terhadap keseluruhan PNS karena masih saja ditemukan kritikan terhadap sikap dan perilaku PNS di instansi Pemerintah Daerah. Harapan yang disandarkan
kepada UPT sebagai tempat
pembentukan PNS yang berkualitas dari segi ilmu pengetahuan serta loyalitas dalam pelaksanaan tugas-tugas yang berhubungan dengan masyarakat selaku abdi masyarakat tampaknya belum sepenuhnya dicapai jika melihat penyampaian kritikan masyarakat yang menghendaki kesetiaan dan loyalitas PNS tidak saja kepada Pemerintah namun juga kepada publik atau masyarakat yang telah memberikan mandat kepada aparatur pemerintah untuk melayani publik sebagaimana yang disampaikan oleh Rasyid (2001). Keberadaan UPT yang bertugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan pegawai kepada aparatur daerah secara legal formal dapat pula dijadikan jawaban atas keraguan masyarakat terhadap kualitas PNS dan pemberian layanan publik sehingga hasil dari pendidikan dan pelatihan, efektif dalam pencapaian sasaran bagi pembentukan good governance aparatur daerah. Namun disadari perubahan menjadikan penampilan PNS melalui diklat sampai kini belum sepenuhnya mampu membentuk citra yang positif menurut pandangan sebagian masyarakat. Berdasarkan pandangan dan penjelasan tersebut, beberapa permasalahan yang menyebabkan belum optimalnya peran dan fungsi UPT Pendidikan dan pelatihan Pegawai dalam pembentukan sikap dan perilaku PNS dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana profil Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau?
7 2. Sampai
sejauh
mana
proses
berlangsungnya
kegiatan
pembelajaran
berdasarkan kurikulum dan kompetensi tugas-tugas pokok PNS dalam hubungannya terhadap pemberdayaan masyarakat? 3. Bagaimana strategi Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk mengembangkan kapasitas organisasinya yang dapat menyesuaikan terhadap perkembangan negara maupun masyarakat? 1.3. Tujuan Kajian Tujuan Kajian di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau adalah : 1. Untuk mengetahui profil Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau. 2. Menganalisis dan mengevaluasi proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan kompetensi tugas-tugas pokok PNS selaku abdi masyarakat dapat membentuk peningkatan kualitas PNS dalam pemberian layanan dan pemberdayaan masyarakat. 3. Merumuskan rancangan strategi pada Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dalam rangka pengembangan kapasitas organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya yang dapat menyesuaikan terhadap perkembangan negara maupun masyarakat? 1.4.
Manfaat Kajian Hasil kajian ditujukan sebagai salah satu masukan bagi Unit Pelaksana
Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dalam peningkatan kompetensi dan perilaku PNS. Pembekalan dalam wawasan ilmu pengetahuan dapat memberikan dorongan perubahan mutu pekerjaan PNS, namun perubahan sikap/perilaku tidak cukup melalui diklat karena proses kesadaran akan tanggungjawabnya kepada masyarakat butuh pembelajaran dan pembiasaan setelah seorang PNS kembali kedunia kerjanya. Kesadaran mengemban amanah selaku abdi masyarakat terus menerus dilatih. Paling tidak diharapkan hasil kajian ini dapat memberikan sumbang pemikiran kepada UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dalam mempersiapkan aparatur PNS berkualitas ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada publik sehingga kedepan aparatur PNS memiliki nilai di masyarakat.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan UPT Diklat dalam Upaya Penguatan Apatarur Disadari bahwa kondisi aparatur negara masih dihadapkan pada sistem manajemen pemerintahan yang cenderung belum efisien yang antara lain menghasilkan kualitas pelayanan publik rendah dan terjadi berbagai praktek korupsi,
kolusi
dan
nepotisme
serta
mengakibatkan
inefisiensi
dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Upaya perbaikan dan peningkatan kinerja aparatur, dilaksanakan secara kesisteman melalui sistem pendidikan berjenjang pada UPT Pendidikan dan Pelatihan, sistem pelatihan berjejang ini diharapkan dapat mewujudkan pelayanan
yang cepat, murah, mudah berkeadilan,
berkepastian hukum, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat. Untuk itu peranan UPT Pendidikan dan pelatihan ditujukan bagi penguatan kapasitas aparatur untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh cerdas, terampil,
mandiri, dan memiliki rasa
kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan, keahlian, dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan (Kartasasmita, 1995). Pendekatan proses belajar; learning process sebagaimana dikemukakan David Korten (1981) merupakan wacana yang efektif bagi pembentukan profesionalisme aparatur birokrasi. Pendekatan ini memberi margin toleransi yang besar bagi aparatur birokrasi untuk berbuat kesalahan (embracing error) dalam proses pembentukan dan penyempurnaan profesionalisme karena kesalahan akan menjadi input untuk perbaikan diri. Melalui kesalahan tadi, birokrat akan belajar efektif (learning to be effective), dan dari sana akan melangkah menuju belajar efisien (learning to be efficient), dan pada akhirnya belajar berkembang (learning to be expand).
9 Untuk itu Bryant & White (1987) mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek yang terkandung dalam pengembangan sumberdaya manusia, yaitu : Pertama, memberikan penekanan pada kapasitas (capacity), yaitu upaya meningkatkan kemampuan beserta energi yang diperlukan untuk itu. Kedua, penekanan pada aspek pemerataan (equity) dalam rangka menghindari perpecahan di dalam masyarakat yang dapat menghancurkan kapasitasnya. Ketiga, pemberian kekuasaan dan wewenang (empowerment) yang lebih besar kepada masyarakat. Dengan maksud agar hasil pembangunan dapat benar benar bermanfaat bagi masyarakat, karena aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dapat meningkat. Di samping adanya wewenang untuk memberikan koreksi terhadap keputusan yang diambil tentang alokasi resources. Keempat, pembangunan mengandung pengertian kelangsungan pembangunan yang harus diperhatikan mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Schuler dan Youngblood (1986) mengungkapkan bahwa pengembangan sumberdaya manusia pada suatu organisasi akan melibatkan berbagai faktor, seperti: pendidikan dan pelatihan; perencanaan dan manajemen karir; peningkatan kualitas dan produktivitas kerja; serta peningkatan kesehatan dan keamanan kerja. Osborne dan Gaebler (1996) justru lebih mementingkan pengembangan visi dan misi aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Sejalan dengan
semangat
reformasi
dan
sistem
desentralisasi,
mereka
lebih
mengedepankan pengembangan sumber daya manusia pada visi, misi, inovasi, dan kemampuan aparat untuk melakukan semangat wirausaha dalam pelaksanaan tugas mereka. Semangat ini merupakan semangat kerja yang lebih berorientasi menghasilkan daripada menghabiskan anggaran dan pada waktu yang sama kepentingan publik justru dapat ditingkatkan pelayanannya. Dari kajian atas berbagai teori di atas, sebenarnya pengembangan sumberdaya manusia tidak terlalu jauh berbeda dengan harapan atas atribut-atribut profesionalisme, yaitu : (1) seseorang memiliki ketrampilan dan keahlian teoritis ilmiah tertentu sesuai dengan
bidang
pekerjaan
yang
akan
digelutinya;
(2)
harus
mampu
menyumbangkan ilmu dan tenaganya secara optimal untuk kelancaran usaha tempat kerjanya; (3) harus dapat mendorong peningkatan produktivitas yang berkelanjutan; (4) memiliki sikap untuk terus menerus memperbaiki dan meningkatkan keahlian dan ketrampilannya; (5) disiplin dan patuh pada aturan main profesi dan tempat kerjanya; (6) memiliki kesiapan untuk berubah atau
10 melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang tengah berlangsung atau bahkan mampu menciptakan perubahan. Kondisi SDM aparatur kita pada umumnya belum memiliki kemauan yang besar untuk terus belajar. Akibatnya kekayaan intelektual yang dimiliki tidak berkembang dan hanya menggunakan paradigma lama di dalam bekerja. Paradigma lama ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Untuk menciptakan sosok aparatur PNS berorientasi sebagai abdi masyarakat, yaitu yang amanah melayani kepentingan publik perlu suatu proses pembelajaran untuk menciptakan nilai pribadi. Pemikiran menarik dikemukakan Ancok (2000) bahwa nilai pribadi atau human capital SDM aparatur masih belum memiliki social skill yang baik. Banyak aparatur yang sangat arogan, merasa berkuasa, tidak menghargai manusia lainnya seperti layaknya seorang yang beretika baik. Selanjutnya Ancok memberikan pandangan yaitu umumnya hancurnya bangsa ini karena tidak adanya sifat amanah, sifat jujur, beretika yang baik, bisa dipercaya dan percaya pada orang lain (trust), mampu menahan emosi, disiplin, pemaaf, penyabar, ikhlas, dan selalu ingin menyenangkan orang lain. Proses pendidikan SDM masa depan harus lebih banyak berisi komponen membangun sikap dan perilaku. Beberapa tahun terakhir ini makin banyak pembicaraan tentang pentingnya peranan inteligensi emosional (emotional intelligence) di dalam menunjang kesuksesan hidup manusia (Goleman, 1996). Upaya untuk menumbuhkan itu banyak ditempuh melalui paket pelatihan inteligensi emosional misalnya. Pelatihan lain yang sangat diperlukan adalah pelayanan prima (service excellence). Aparatur pemerintah adalah pelayan masyarakat bukan penindas masyarakat seperti zaman orde baru. Oleh karena itu aparatur PNS memerlukan kemampuan melayanani orang lain dengan baik. Pendekatan proses belajar; learning process sebagaimana dikemukakan David Korten (1981) merupakan wacana yang efektif bagi pembentukan profesionalisme aparatur birokrasi. Pendekatan ini memberi margin toleransi yang besar bagi aparatur birokrasi untuk berbuat kesalahan (embracing error) dalam proses pembentukan dan penyempurnaan profesionalisme karena kesalahan akan menjadi input untuk perbaikan diri. Melalui kesalahan tadi, birokrat akan belajar efektif (learning to be effective), dan dari sana akan melangkah menuju belajar efisien (learning to be efficient), dan pada akhirnya belajar berkembang (learning to be expand). Strategi pengembangan dan pemberdayaan aparatur menuju good
11 governance merupakan learning process yang seharusnya didukung oleh sistem pembelajaran yang kondusif berupa struktur organisasi pemerintahan yang adaptif. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: (1) rekruitmen; (2) penggajian dan reward; (3) pengukuran kinerja; (4) promosi jabatan; (5) pengawasan. Memahami ini merupakan suatu sistem membuat perhatian atas sub-sub sistem perlu secara utuh. Namun dalam kaitan kajian ini, learning process pada peningkatan kompetensi (kinerja) aparatur yang menjadi tuntutan publik pada pelayanan keseharian yang dinilai tidak memuaskan. Aparatur yang berkualitas, profesional, kompetensi, tentu saja tidak muncul begitu saja, ini merupakan output dari rangkaian yang utuh yaitu mulai rekruitmen dan pembinaan PNS. Ini berarti, upaya peningkatan kemampuan dan kualitas aparatur sudah dimulai sejak penerimaan pegawai. Penjaringan pegawai baru dimaksudkan untuk mendapatkan pegawai-pegawai dengan kualitas tinggi. Kesulitan pembinaan aparatur berawal dari mental calon PNS ingin menjadi pegawai negeri karena motivasi jaminan hari tua. Bukan karena motivasi memberi pelayanan yang optimal pada masyarakat. Bisa dibayangkan begitu tingginya tingkat kesulitan bagi institusi yang diserah tugas pokok dan fungsi untuk meningkatkan kualitas calon PNS yang demikian dan mengubah nilai minta dilayani menjadi orientasi melayani. Dalam rangkaian perjalanan seorang aparatur, masa paling panjang adalah sebagai seorang aparatur pemerintahan (aktif) yang dalam aktivitasnya senantiasa diminta untuk mampu menjawab tuntutan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, globalisasi. Agar aparatur dapat selalu mampu mengikuti perkembangan zaman sebagai suatu upaya terus menerus meningkatkan kualitas, salah satu pilar adalah pendidikan dan latihan. Tuntutan yang semakin tinggi pada aparatur seharusnya disikapi dengan kebijakan yang semakin memberdayakan, memfungsikan diklat. Manajemen kepegawaian sipil dalam good governance menghendaki suatu kondisi yang dinamis, penuh dengan pemikiran dan aksi-aksi yang progresif. Dengan demikian, aparatur pemerintah senantiasa akan tertantang untuk mengejar kemajuan dan peningkatan kualitas. Kualitas sumber daya aparatur yang sesuai dengan riil tuntutan kualitas pelayanan publik. Secara nyata merupakan investasi masa depan organisasi pemerintah. Banyak contoh negara maju dalam perjalanan sejarah kebijakan memberikan perhatian yang serius pada bidang pendidikan. Seperti Jepang dan contoh negara tetangga yaitu Malaysia. Termasuk pada
12 peningkatan aparatur PNS perlu terus menerus melalui diklat. Pendidikan dan latihan harus mendapat perhatian yang lebih agar institusi ini berdaya, bermutu untuk berkesinambungan membangun, mencetak aparatur yang profesional, berkualitas, kompeten serta memiliki integritas dan moralitas. Disain kurikulum pendidikan dan latihan dalam kaitan menjawab tuntutan pelayanan publik yang operasional, terukur. Dalam aspek pelatihan, kurikulum ataupun pengajaran / pelatihan yang dilakukan yaitu mengisi keahlian atau keterampilan yang diperlukan untuk menduduki suatu jabatan. Untuk itu perlu adanya konsistensi antara pelatihan (training) yang ditempuh dengan jabatan yang akan diduduki aparatur. Sebagai konsekuensi atas konsistensi atas apa yang diajarkan, dilatih dengan kompetensi atas jabatan yang akan diduduki maka perlu selalu dilakukan aktualisasi jenis kurikulum pelatihan yang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, dan perkembangan teknologi. Fenomena negatif yang muncul selama ini terhadap aparat birokrasi, memang tidak bisa begitu saja kita timpakan kesalahannya kepada aparat birokrasi. Lantas bagaimana dengan persepsi, sikap dan sentimen masyarakat mengenai kinerja aparat birokrasi dan dirinya sendiri? Apabila diamati ada dua perilaku yang kontras antara aparat birokrasi dan pencari jasa pelayanan. Di satu pihak, aparat birokrasi merasa ada dalam posisi penguasa yang lebih menempatkan diri sebagai pengarah daripada pamong. Oleh karena itu timbul kecenderungan untuk melihat warga masyarakat sebagai objek pasif dalam pelayanan publik. Di lain pihak, warga masyarakat telanjur melihat aparat birokrasi sebagai aparat pelayan, dan karena itu mereka menuntut adanya pengabdian dan pelayanan dari aparat birokrasi kepada masyarakat secara optimal. Bukti adanya tuntutan itu antara lain dengan banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan jasa yang dinilai kurang memuaskan. Namun demikian, untuk menuntut pelayanan yang baik, mestinya masyarakat juga sadar akan “citra diri”-nya sebagai warga yang tanggap norma kerja terhadap segala keterbatasan yang dimiliki aparat birokrasi. Sudah tentu di antara kontinum perilaku yang kontras tersebut terdapat perilaku yang moderat. Ada sebagian warga masyarakat, yang karena sikap paternalistiknya menempatkan diri sebagai klien dari patronnya, aparat birokrasi (Dwiyanto, 2002), sehingga menampilkan perilaku patuh. Begitu pula ada aparat birokrasi yang sadar tugas serta berdisiplin
13 tinggi sehingga memberikan yang terbaik untuk tugas, masyarakat, bangsa, dan negara. Namun sayangnya, profil seperti ini jarang sekali, padahal sangat didambakan. Pertanggungjawaban publik dan pelayanan publik dari aparatur PNS sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh pandangan sebagian masyarakat yang menyoroti kinerja dan perilaku sebagian kecil aparatur PNS yang bersentuhan langsung dengan urusan kemasyarakatan. Ibarat pepatah setitik noda, rusak susu sebelanga. Karena perilaku oknum yang tidak terpuji dalam bidang pemberian layanan kemasyarakat telah memposisikan atau menyamakan sikap tidak terpuji itu kepada institusi aparatur pemerintah. Kondisi dapat dimaklumi karena aparatur PNS merupakan figur publik penyelenggara urusan negara dan pemerintahan. Dengan demikian, masalah tanggung jawab publik dan pelayanan aparat birokrasi sebenarnya bukan semata-mata masalah aparat birokrasi, akan tetapi masalah semua pihak yang terlibat dalam urusan pemerintahan. 2.2. Strategi Peningkatan Penguatan Kapasitas Aparatur Sebagai komponen birokrasi, lembaga pendidikan dan pelatihan pemerintah dapat memberikan dukungan agenda pembangunan sesuai peran dan tanggungjawabnya. Salah satunya adalah memfokuskan pada upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu strategi pengembangan kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia Aparatur. Lembaga Diklat, mampu menjadi daya ungkit yang paling kuat dalam mewujudkan sosok pegawai negeri sipil yang kompeten dan profesional, melalui upaya-upaya inovasi dan pengembangan dalam program, kurikulum, metode, serta sarana dan prasarana diklat (Petunjuk pelaksanaan teknis UPT Diklat, 2009) Namun demikian, dalam tataran praktis penyelenggaraan berbagai program diklat masih ditemui banyak kendala dimulai dari tidak standarnya kurikulum terhadap perkembangan tugas dan fungsi
aparatur, minimnya
kualitas
pembelajaran, kurang jelasnya evaluasi hasil belajar, serta tidak tersedianya dukungan sarana dan prasarana diklat yang memadai. Bahkan, para pemangku kepentingan (stakeholders) pediklatan telah melihat bahwa program diklat cenderung jatuh pada rutinitas kegiatan yang berorientasi anggaran saja (budget driven), bukan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kapasitas para peserta diklat. Alih meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai, penyelenggaraan diklat dianggap sebagai kegiatan refreshing dari rutinitas kerja keseharian. Untuk
14 itu meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat aparatur akan mampu mewujudkan tujuan ideal diklat sebagai proses transformasi kualitas SDM aparatur negara yang menyentuh 4 (empat) dimensi utama; dimensi spiritual, intelektual, emosional, dan fiskal. Keempat dimensi ini bisa diwujudkan apabila implementasi pelaksanaan diklat mengedepankan kualitas, para penyelenggara memiliki komitmen yang tinggi kepada proses pembelajaran, dan sarana prasarananya disiapkan secara efektif. Dalam mendukung standarisasi kualitas diklat, perlunya ketentuan rumusan tentang standar minimal pelayanan untuk sarana dan prasarana kediklatan. Standar minimal ini akan menjadi acuan dalam proses akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat, dimana hanya lembaga diklat yang memiliki sarana kelas, asrama, fasilitas pembelajaran yang memadai saja dapat menyelenggarakan diklat-diklat tertentu. Selain itu dalam rangka memastikan penerapan total quality management (TQM) penyelenggaraan diklat, juga perlu menyusun ketentuan tentang mekanisme koordinasi, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan diklat. Koordinasi monitoring dan evaluasi ini merupakan instrument dari instansi pembina diklat agar penyelenggaraan diklat dapat mengacu pada standar dan ketentuan yang telah digariskan. Koordinasi ini dapat diwujudkan dengan mengirimkan pemberitahuan kepada instansi pembina tentang program-program diklat yang akan dilaksanakan di berbagai lembaga diklat daerah, baik itu diklat kepemimpinan, teknis, dan fungsional. Selain itu menekankan pula pentingnya peran kediklatan dengan memberikan pemahaman kepada peserta bahwa diklat bukanlah forum untuk pesta pora. Peserta diklat bukan lagi sekedar penggembira. Output diklat bukan hanya atribut diklat seperti jaket, topi, atau barang lainnya. Outcome diklat bukanlah mengumpulkan sertifikat diklat sebanyak-banyaknya. Namun, diklat pada hakekatnya adalah proses pembelajaran yang akan menghasilkan output berupa peserta dengan kompetensi yang meningkat, dan outcome berupa kinerja aparatur yang lebih baik. Nampak hal yang tidak kalah penting lagi adalah kebijakan yang mengintegrasikan diklat dengan pola pengembangan karir PNS. Strategi pengembangan dan pemberdayaan sumber daya aparatur tidak dapat dilakukan seketika. Perubahan ini dimakna secara bertahap dan terencana yang berkesinambungan. Strategi pengembangan dan pemberdayaan aparatur menuju good governance merupakan learning process yang seharusnya didukung
15 oleh sistem pembelajaran yang kondusif berupa struktur organisasi pemerintahan yang adaptif. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: (1) rekruitmen; (2) penggajian dan reward; (3) pengukuran kinerja; (4) promosi jabatan; (5) pengawasan. Memahami ini merupakan suatu sistem membuat perhatian atas subsub sistem perlu secara utuh. Namun dalam kaitan kajian ini, learning process pada peningkatan kompetensi (kinerja) aparatur yang menjadi tuntutan publik pada pelayanan keseharian yang dinilai tidak memuaskan. Strategi peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat akan dapat diimplementasikan secara efektif apabila seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) diklat aparatur memiliki komitmen dan pemahaman sama tentang urgensi peningkatan kualitas dan kompetensi aparatur. Untuk itu diperlukan keterpaduan
dan
koordinasi
yang
erat
dalam
melakukan
optimalisasi
implementasi strategi peningkatan kualitas diklat. Disamping itu dalam melaksanakan misi mewujudkan kualitas diklat tersebut, para pemangku kepentingan diklat di daerah harus terus menerus melakukan transformasi diri secara menyeluruh dalam meningkatkan kapasitas, keterampilan dan sikap sesuai dengan tuntutan lingkungan strategis yang terus berubah.
2.3. Penguatan Kapasitas SDM melalui Pendidikan Pengembangan dan pemberdayaan aparatur negara merupakan proses pembelajaran, yakni dengan dukungan sebuah sistem pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran tetap harus berjalan dan dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah itu sendiri, dengan kesungguhan, konsisten dan terencana menuju aparatur yang berkualitas, kompetensi, profesional dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Pengembangan dan pemberdayaan aparatur negara merupakan learning process, yakni dengan dukungan sebuah sistem pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran tetap harus berjalan dan dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah itu sendiri, dengan kesungguhan, konsisten dan terencana menuju aparatur yang berkualitas, kompetensi, profesional dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas Pendidikan dan pelatihan juga merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian pegawai.
Oleh karena itu setiap
16 organisasi atau instansi yang ingin berkembang, pendidikan dan pelatihan pegawainya harus memperoleh perhatian yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan
kinerja
pegawainya
tersebut
seperti
yang
disampaikan
Notoatmodjo (2003). Melihat pentingnya sumberdaya manusia dalam suatu organisasi atau instansi, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah aset yang paling penting dan berdampak langsung pada organisasi atau instansi tersebut dibandingkan dengan sumber daya sumberdaya lainnya. Karena manusia memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi atau instansi tersebut. Lembaga Diklat tetap dianggap sebagai upaya organisasi yang memiliki pengaruh signifikan dalam peningkatan kompetensi pegawai, karena diklat merupakan proses pembelajaran yang dirancang dan dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas pekerjaan secara profesional. Meningkatnya kompetensi yang dimiliki para PNS, maka kinerja individu mereka sekembalinya ke tempat kerja diharapkan akan meningkat, dan pada akhirnya kinerja organisasi secara keseluruhan akan meningkat pula. 2.4. Kelembagaan
Israel (1990) mendefinisikan kelembagaan (institution), pengembangan kelembagaan (institutional development) atau pembangunan kelembagaan (institutional building) merupakan proses perbaikan kapasitas organisasi supaya lebih efektif datam penggunaan SDM berdasarkan ketersediaan dana. Mengenai kelembagaan, tinjauannya menyangkut pola norma dan hubungan. Pembahasan pola norma terkait prilaku penataan organisasi (behavior), sedangkan pola hubungan kaitannya dengan jejaring kerja (network) dengan institusi luar komunitas (vertikal) maupun dalam komunitas (horizontal). Tuntutan dimaksud berlaku terhadap kelembagaan di tingkat nasional maupun kelembagaan lokal. Thoha (1998) menegaskan, "setiap membicarakan dinamika kelompok dalam hubungannya dengan perilaku organisasi maka tidaklah lengkap jika belum dibicarakan pola perilaku panitia dalam suatu organisasi. Panitia (kepengurusan) merupakan tipe formal yang amat penting yang dijumpai sekarang ini dalam kehidupan organisasi.
17 Hal yang terpenting dan diharapkan dalam sebuah organisasi adalah ruh atau keberlanjutan disebut dengan institutional sustainability. Kelembagaan berkelanjutan mampu bergerak secara kontiniu pra realisasi bantuan maupun pasca terhentinya bantuan donatur. Kelembagaan di negara sedang berkembang agak sulit bertahan jika diperhatikan pada operasional proyek-proyek international seperti di Indonesia. Oleh karena itu kelembagaan pembangunan ke depan perlu menerapkan dengan sungguh-sungguh prinsip pembangunan berkelanjutan, artinya perlu dikembangkan kerangka pembangunan berkelanjutan dalam konteks Indonesia (Kolopaking dan Tonny, 2007). Kelembagaan adalah organisasi masyarakat ataupun pemerintah yang tumbuh dan berkembang sebagai sebuah kebutuhan komunitas atau organisasi formal lainnya sebagai upya menyatukan visi, misi dan tujuannya dalam sebuah wadah atas dasar kepentingan yang sama dalam satu unit satuan sosial ataupun organisasi. 2.5. Pengembangan Kurikulum Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem pembelajaran, dan kurikulum sebagai bidang pengetahuan studi : a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi: Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara. b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan bahkan sistem pendidikan di masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem
18 kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis. c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang pengetahuan studi Kurikulum merupakan
bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli
pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai sebuah bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum, yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan organisasi maupun masyarakat yang dipandang sebagai subjek dalam pelayanan publik (UPT Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Riau, 2008). Berdasarkan paparan singkat di atas maka dalam proses pembuatan dan pelaksanaan suatu kurikulum pembelajaran diperlukan kegiatan- kegiatan seperti; (1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis; (2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru; (3)melakukan penelitian inferensial dan prediktif menyangkut
perkembangan
organisasi;
(4) mengembangkan
subsubteori
kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum. 2.6. Pembelajaran dan Suasana Belajar Suasana belajar di dalam kelas merupakan salah satu faktor pendukung sukses tidaknya sebuah proses pembelajaran. Membangun suasana belajar secara partisipatif dalam kegiatan pendidikan berjenjang pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau dimulai dengan melakukan kontrak belajar dengan peserta pendidikan dan pelatihan. Hal ini sangat penting mengingat jadwal dan materi pendidikan harus ditetapkan secara bersama, agar peserta pendidikan lebih berperan serta aktif dalam setiap proses kegiatan pendidikan dan pelatihan. Pengembangan belajar lebih diarahkan kepada kegiatan yang bersifat participatory training, dalam bentuk ceramah, diskusi, penugasan dan analisis permasalahan secara lokalitas dan merupakan bagian dari pekerjaan peserta sebagai unit pelayanan kepada publik. Untuk itu dalam pengembangan pembelajaran peserta secara aktif diharuskan mengungkapkan pandangan,
19 pengalaman dan keilmuannya, untuk kemudian dibuat sebuah kesimpulan yang disepakati oleh seluruh peserta. Agar muatan keilmuan ada dalam setiap proses pembelajaran maka diperlukan pembanding yang berasal dari tenaga profesional seperti perguruan tinggi maupun aktivis penggerak komunitas. Hasil yang diperoleh dari narasumber ini kemudian dibawa kedalam proses diskusi dan penugasan untuk kemudian dibuat sebuah analisis dan kesimpulan bagi pengembangan kegiatan kerja peserta pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan. 2.7. Pembelajaran Orang Dewasa UPT Pendidikan dan Pelatihan sebagai lembaga pemerintah yang berfungsi untuk mendorong peningkatan kapasitas pegawai negeri, dalam hal ini dalam proses penyusunan kurikulum pembelajarannya harus menempatkan metodologi pendidikan orang dewasa. Sistem Pendidikan orang dewasa memiliki daur proses pembelajaran yang dimulai dari proses mengalami, mengungkapkan, manganalisis, menyimpulkan dan terakhir adalah menerapkan, dalam hal ini peserta didik dianggap orang yang telah mempunyai pengalaman dalam bekerja dan telah pernah mengetahui beberapa konsep keilmuan. Untuk itu peserta di-review kembali segala bentuk pengalaman dan ilmu pengetahuannya, untuk dibuat kesimpulan yang sistematis untuk dikerjakan secara individu maupun kolektif. (Petunjuk teknis kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD. Provinsi Riau, 2009). Mustikasari (2008) menyatakan bahwa bagi orang dewasa pembelajaran lebih menekankan untuk apa ia belajar. Dalam proses pembelajaran orang dewasa (andragogi), ia menghendaki kemandirian dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, misalnya ia diberi ceramah oleh orang lain tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila orang dewasa dibawa pada situasi belajar yang memperlakukan dirinya dengan penuh penghargaan, maka ia akan melakukan proses belajar dengan penuh penghargaan pula. Ia akan melakukan proses belajar dengan pelibatan dirinya secara mendalam. Situasi tersebut menunjukkan orang dewasa mempunyai kemauan sendiri untuk belajar. Oleh sebab itu perlu diketahui cara-cara yang efektif untuk pembelajaran orang dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi orang dewasa dalam belajar dapat bersifat psikis dan fisik.
20 Oleh kaena itu untuk memperlancar proses pembelajaran orang dewasa perlu memperhatikan beberapa prinsip: a. Nilai dan Norma Perbedaan, dalam pemahaman atas nilai dan norma adalah pada orang dewasa terletak pada dirinya sendiri, sedangkan pada anak-anak terletak pada pendidik. Orang dewasa dalam memahami suatu informasi tidak serta merta diterima atau ditelan bulat-bulat tetapi selalu dibandingkan dengan nilai dan norma yang sudah melekat dalam dirinya yang terbentuk selama pengelamannya. Orang dewasa tidak akan mudah terbujuk dan lalu setuju terhadap informasi yang diterima, apalagi yang ia ragukan kebenaran dan kurang sejalan dengan nilai dan norma yang diyakininya. Sedangkan nilai dan norma pada diri anak masih dalam proses “pembentukan”. Oleh karena itu mereka memerlukan contoh dan teladan yang baik dari pendidik. Implikasi dalam proses pembelajaran orang dewasa adalah lebih mengutamakan pendekatan pembelajaran “terpusat pada peserta didik”. Pada hakekatnya pendekatan pembelajaran ini, peserta diberi kesempatan mengambil tanggung jawab yang luas untuk mengambil keputusan sendiri dalam belajar. Orang dewasa belajar dengan cara menemukan yaitu informasi yang diterima menjadi sikap hidupnya setelah ia menganalisis, mensintesis, merefleksi dan merenungkan. Apabila informasi itu ternyata benar menurut dirinya maka ia mengambil keputusan dalam dirinya berupa setuju – tidak setuju, suka – tidak suka, boleh – tidak boleh, maupun baik atau buruk. b. Perhatian dan motivasi proses belajar tidak akan terjadi tanpa perhatian dari peserta. Perhatian dapat dibangkitkan dengan penggunaan media dan metode pembelajaran yang bervariasi. Hal tersebut memunculkan motivasi pada diri peserta. Motivasi sangat berperan dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah kondisi dalam diri individu yang mendorong seseorang berbuat (belajar). Motivasi berkaitan dengan minat. Orang yang memiliki minat terhadap sesuatu akan tumbuh motivasi untuk mempelajari seseuatu itu. Motivasi dapat bersifat internal yaitu datang dari diri sendiri dan bersifat eksternal yaitu motivasi tumbuh karena pengaruh dari luar. c.
Keaktifan secara psikologis setiap manusia mempunyai dorongan untuk berbuat sesuai inspirasinya. Belajar tidak dapat dipaksaan dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi bila orang
21 mengalaminya sendiri. Belajar menyangkut apa yang harus dikerjakannya untuk dirinya sendiri, inisiatif belajar harus datang dari dalam diri peserta. Orang dewasa belajar tidak hanya menerima, menyimpan informasi tetapi juga mentransformasikannya. Orang belajar memiliki sifat aktif, konstruksif dan mampu merencanakan sesuatu. Peserta diklat mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar peserta mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisi, menafsirkan, menarik
kesimpulan,
mengadopsi,
dan
mengambil
keputusan.
Prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang selalu aktif untuk ingin tahu. Keaktifan terlihat baik berupa kegiatan fisik seperti membaca, menulis, mendengar, berlatih, dan lainlain, maupun kegiatan psikis seperti menggunakan pengetahuan dalam memecahkan masalah, membandingkan suatu konsep, menganalisis, mensisntesis, menilai, merefleksi, merasakan, dan lain-lain. Belajar harus dilakukan secara aktif baik individu maupun kelompok. d.
Keterlibatan langsung belajar paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Belajar dengan prinsip ini, peserta tidak sekedar mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Orang belajar naik sepeda yang paling baik langsung diberi sepedanya untuk dapat dinaiki. Belajar bersepeda tidak dapat melelui modul dan diceramahi.
e. Pengulangan, prinsip belajar yang tidak kalah penting adalah mengulangulang. Mengulang-ulang suatu materi pelajaran merupakan latihan untuk mengembangkan daya-daya dalam diri individu. Daya-daya itu ialah inteligensi, mengamati, menanggapi, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan lain-lain. Ibarat mengasah pedang yang terus menerus menjadi tajam.
22
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai adalah bagian dari organisasi Pemerintah Provinsi Riau yang mempunyai tugas melaksanakan kediklatan untuk aparatur PNS dilingkungan Pemerintah Daerah dalam rangka
menciptakan kualitas dan kinerja PNS sebagai pelaksana
penyelenggaraan kenegaraan (abdi Negara) dan penyelenggara pembangunan dalam pemerintahan (abdi masyarakat). Pemberian kediklatan untuk PNS dimaksudkan menghasilkan nilai tambah terbentuknya PNS sebagai penyelenggara Negara yang trampil dalam pekerjaan baik di bidang keuangan, perencanaan, pengawasan, pertanian dan sebagainya. Logika tersebut telah terbangun dengan sendiri jika melihat kuantitas dan kualitas PNS dengan latar belakang pendidikan akademis dan kursus-kursus teknis yang dimiliki pegawainya disetiap Dinas/Instansi. Lalu bagaimana pernyataan masyarakat yang memandang PNS dengan Birokrasinya suka mempersulit urusan dan perizinan misalnya, atau dituding melakukan rekayasa pengadaan barang dan jasa, atau bahkan lebih mementingkan golongan kerabatnya dan sarat dengan praktek-praktek KKN. Pemikiran masyarakat itu tidak dapat disalahkan karena mereka menyaksikan dan mengalaminya sendiri. Jika demikian akan muncul pertanyaan sekaligus pernyataan apakah Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai tidak berhasil mengubah sikap dan perilaku aparatur PNS dalam melaksanakan fungsi abdi masyarakatnya?. Kritikan dan kekecewaan kepada sebagian kecil PNS yang berbuat sikap tidak terpuji telah memunculkan kesan anggapan menyamakan seluruh PNS telah melakukan perbuatan yang sama pula. Mengapa hal ini terjadi karena PNS adalah figur ideal penyelenggara Negara dan pembangunan yang ditujukan untuk melayani kepentingan Negara dan masyarakat. Ada
aparatur
PNS
yang
menunjukkan
pengabdiannya
dalam
melaksanakan tugas-tugas atau program-program pembangunan kemasyarakatan (antara lain pendidikan, kesehatan, usaha ekonomi kecil, pembangunan infrastruktur desa), namun hal-hal seperti jarang terangkat kepermukaan meskipun dihadapkan kepada terbatasnya sarana dan prasarana pekerjaan mereka.
23 Tentunya dengan tidak mengenyampingkan keluhan masyarakat kepada aparatur PNS, pada dasarnya program kediklatan yang diselenggarakan oleh UPT ditujukan untuk pembentukan kualitas serta karakter PNS agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam urusan pemerintahan dan urusan publik. Fungsi
menurut
urusan
pemerintahan
adalah
menjalankan
tugas
yang
berhubungan dengan sistem dan prosedur administrasi perkantoran termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan, sedangkan fungsi menurut urusan publik adalah berkenaan pemberian pelayanan dan pemberdayaan masyarakat dibidang sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur (Rasyid, 1997). Seberapa jauh UPT berhasil melaksanakan tugasnya bagi peningkatan kinerja aparatur PNS yang berhubungan dengan kedua fungsi tersebut, dapat diketahui dari umpan balik yang berasal dari unsur eksternal dan internal UPT sendiri. Publik sebagai unsur eksternal baik langsung ataupun tidak langsung akan memberikan tanggapan bahkan penolakan apabila aparatur PNS tidak dapat memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. Demikian pula sebaliknya dari sisi internal UPT Pendidikan dan Pelatihan tidak akan dapat menjalankan fungsinya secara baik bila aspek kelembagaannya tidak menunjang karena beberapa hal seperti sarana dan prasarana kediklatan, kurikulum, materi pelajaran dan proses belajar mengajar, kualitas dan personil organisasi, sistem dan prosedur diklat, serta kebijakan dan komitmen pemerintah. Menurut literatur ilmu organisasi dan manajemen, kelembagaan bukan bersifat mandiri dan terus mengalami perkembangan sejalan dengan perubahanperubahan yang terjadi didalam (internal) maupun diluar (eksternal) organisasi. Menurut Thoha (1991) lebih lanjut bahwa tujuan suatu organisasi tidak akan tercapai jika organisasi tidak melakukan perubahan sesuai perkembangan yang terjadi diluar organisasi. Pemikiran Thoha sesungguhnya memberikan petunjuk bahwa UPT Pendidikan dan Pelatihan dapat menjalankan tugas dan fungsinya jika mengetahui bagaimana melakukannya. Melalui penerapan analisis SWOT dalam organisasi UPT Pendidikan dan Pelatihan pada dasarnya adalah suatu cara untuk menganalisis mulai dari identifikasi perumusan masalah, identifikasi unsur penghambat dan pendukung yang dapat berasal dari faktor internal dan eksternal UPT sampai ketahapan formulasi strategi dan rancangan program bagi pengembangan kapasitas kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan. Selanjutnya pada
24 bagan alur berikut dijelaskan bahwa tugas dan fungsi UPT Pendidikan dan Pelatihan dalam mendiklat PNS outputnya tidak efektif dalam menjalankan tugas dan pekerjaan yang berkenaan dengan urusan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat (eksternal), dan produktifitas instansional. Beberapa permasalahan tidak efektifnya diklat diantaranya persepsi masyarakat terhadap layanan publik yang diberikan PNS rendah, kurikulum dan materi tidak memuat konsep pemberdayaan masyarakat dan tidak mendukung pekerjaan Instansi PNS, jumlah dan kualifikasi Widyaiswara rendah dan tidak menerapkan participatory training, dan rendahnya koordinasi dan kerjasama dengan lembaga/pendidikan teknis. Dari beberapa permasalahan tersebut diadakan analisis SWOT terhadap keragaan program diklat UPT dan informasi atau persepsi masyarakat dengan melakukan wawancara dan diskusi. Tujuannya dimaksudkan untuk merumuskan dan menyusun strategi dan rancangan program yang efektif yang akan dijalankan oleh Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan dalam penyelenggaraan diklat bagi PNS sehingga pada gilirannya program kediklatan bermanfaat bagi terciptanya good governance berbasis pelayanan serta pemberdayaan masyarakat.
25
22 Eksternal Masyarakat, LSM, Lembaga Pendidikan,Media Masa
Wawancara dan diskusi
STRATEGI DAN RANCANGAN PROGRAM
Permasalahan
(UPT) PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI
Internal a. UPT Pendidikan dan Pelatihan b. BKD Prov. Riau c. Satuan Kerja d. Peraturan Pemerintah Provinsi Riau dan Peraturan Gubernur
1. Persepsi masyarakat terhadap layanan publik masih rendah 2. Kurikulum dan Materi pendidikan dan pelatihan minim terhadap metodologi pemberdayaan masyarakat 3. Teknis kegiatan Diklat monoton dan tidak menerapkan prinsip partisipatory training. 4. SDM Widyaiswara kerja sama dengan pihak lain yang berkompeten sangat sedikit.
Analisis Kegiatan 1. Keragaan dan program kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan
Analisis SWOT
2. Persepsi Masyarakat terhadap program kegiatan UPT Pendidikan dan Latihan Pegawai
a. Pelayanan Publik dengan penerapan strategi pemberdayaan masyarakat (ekonomis, efektif, efisien, dan akuntabel). b. Penyusunan program UPT Pendidikan dan Pelatihan dengan metodologi pemberdayaan berdasarkan kualifikasi - Tangible - Reability - Responsiveness - Assurance - Emphaty
OUTPUT 1.Terciptanya good governance Pemerintah Provinsi Riau, melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik. 2. Peningkatan pengetahuan berbasis metodologi pemberdayaan masyarakat.
Wawancara dan diskusi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian
26
26 3.2. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru. Pemilihan lokasi di UPT ini karena pertimbangan bahwa UPT ini berada di ibukota Provinsi Riau dan selalu menjadi tempat penyelenggaraan diklat fungsional dan teknis baik program kediklatan berskala Nasional maupun daerah Kabupaten/Kota se Provinsi Riau Kajian dilaksanakan dari tanggal 5 April sampai dengan 30 Juni 2009, dan saat bersamaan intensitas program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai sedang berjalan untuk waktu kedepannya Jadwal kajian lapangan terdiri beberapa tahapan yaitu; tahapan pertama adalah melihat profil Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru Riau baik sumberdaya manusia anggota, organisasi, dan manajemen, Tahap Kedua yaitu menganalisis kegiatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru dan Tahap ketiga adalah merancang strategi dan rencana tindak lanjut kegiatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru yang lebih baik dengan memasukkan
prinsip-prinsip
pengembangan
masyarakat
dalam
program
kegiatannya sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik. Kajian akhir studi kasus dengan judul “Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat”, merupakan dasar dalam penyusunan program rencana aksi ke depan. Adapun jadwalnya sebagai berikut :
27 Tabel 1. Jadwal kajian NO JENIS KEGIATAN 1. 2. 2. 3. 5. 7.
2009 Tahun 2011 2010 BULAN BULAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1-12 1 2 3 4
Survey lokasi Penyusunan Proposal Kolokium Kajian Lapangan Penyusunan Tugas Akhir Seminar dan Ujian
3.3. Komunitas Subyek Kajian Komunitas subyek kajian adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai sebagai penyelenggara, beberapa PNS untuk sampel yang pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan, dan masyarakat. Terhadap masyarakat kepada aparatur PNS diambil dari pemberitaan surat kabar lokal yang terbit di Pekanbaru. 3.4. Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis 3.4.1. Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk kajian merupakan data yang diperoleh dari sumber primer Unit Pelaksana Teknis serta Kepala UPTnya, dan enam orang PNS (2 orang widyaiswara, 2 orang PNS pada UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dan 2 orang PNS berasal dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau) yang dapat mewakili penggalian informasi penyusunan kajian ini. Sumber data sekunder diperoleh dari UPT dan media massa. Data yang diperlukan antara lain adalah dokumen uraian tugas pokok UPT, kurikulum diklat, Peraturan Perundangan-Undangan dibidang Kepegawaian, dan pemberitaan surat kabar lokal mengenai respon masyarakat tentang aparatur birokrasi. Tabel 2 memperlihatkan tujuan atas jenis data yang dibutuhkan dengan masing-masing metode dan sumber data.
28 Tabel 2. Tujuan, Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data
No 1.
2.
3.
4.
Tujuan
Data yang dibutuhkan
Mengetahui pola hubungan dan pembentukan kualitas PNS yang dilatih Mengetahui perubahan pola pikir dan perilaku PNS dalam menjalankan fungsi sebagai abdi masyarakat Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal UPT Penyusunan rekomendasi dalam penyelenggaraan diklat berbasis publik
• Profil UPT Diklat Pegawai • Kurikulum Diklat Pegawai • Peraturan PerundanganUndangan dibidang SDM dan kediklatan Persepsi masyarakat terhadap kinerja aparatur PNS
Sumber
Metode
Rekaman
• UPT • PNS
Wawancara
Catatan
Koran lokal
Sekunder
Catatan
Hasil wawancara PNS maupun PNS UPT UPT
dan Wawancara Catatan dan Analisis SWOT
Hasil analisis dan narasi • UPT hubungan sebab akibat secara • PNS rasional • Koran
Eksplanasi
Catatan
(pengambilan kesimpulan secara rasional)
3.4.2. Metode Analisis Data Dalam menyusun kajian digunakan analisis kualitatif. dimana data yang diperoleh dilakukan dengan cara : 1. Reduksi data, yaitu melakukan pemilihan, pemilahan dan penyederhanaan data. Kegiatan dalam reduksi data ini adalah menyeleksi data, membuat ringkasan dan menggolongkan data. 2. Penyajian data, yaitu mengkonstruksikan data dalam bentuk narasi, matriks, grafik atau bagan, sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan. 3. Penarikan kesimpulan, yaitu menghubungkan antar data (fenomena) secara kualitatif dan berdasarkan landasan teoritis yang meliputi mencari arti tindakan masyarakat, mencari pola hubungan, penjelasan, alur sebab akibat dan preposisi. 4. Verifikasi kesimpulan, yaitu meninjau kembali kesimpulan yang telah dilakukan dengan catatan lapangan dan bertukar pikiran dengan pegawai penyelenggara UPT Diklat Pegawai Daerah Provinsi Riau.
29
Dalam kajian ini juga dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu analisis kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi dalam suatu kegiatan (Rangkuti, 1997). Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor-faktor internal, serta peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari faktor-faktor internal UPT Diklat Pegawai Daerah Provinsi Riau.
3.5. Rancangan Penyusunan Program Penyusunan program untuk kegiatan aksi ke depan pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dilaksanakan setelah semua hasil riset dan analisis kajian diketahui maka untuk itu rancangan yang dirumuskan harus mempertimbangkan beberapa faktor : 1. Kondisi terkini dari kegiatan program pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau tugas pokok dan fungsi lembaganya 2. Persepsi dan penilaian masyarakat
terhadap kinerja program pada Unit
Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau 3. Program utama Pemerintah Provinsi Riau pada masa yang akan datang. Semua unsur tersebut di atas akan dirancang dengan memanfaatkan partisipasi staf Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dan pemangku kepentingan, dalam kajian ini dibatasi pada pegawai Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dan tokoh masyarakat. Penyusunan rancangan program Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dilaksanakan secara terpadu antara fungsi peneliti sebagai fasilitator dalam pelaksanaan FGD (Focus Group Discussion) yang menghadirkan responden dari internal Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dan pemangku kepentingan yang disebutkan di atas.
30 Agar rancangan program lebih fokus pada pengembangan program Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik dan wujud dukungan pada kegiatan pengembangan, maka analisis SWOT akan lebih efektif apabila telah dilakukan terlebih dahulu analisis pada kegiatan program Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dari aspek kegiatan yang telah dilakukan oleh staf dan seberapa besar aspek pengembangan masyarakat telah dilakukan dalam menjalankan program sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik, sehingga dapat diketahui dampak yang terjadi pada kinerja (performance) Pemerintah Provinsi Riau yang dinilai oleh masyarakat atau pemangku kepentingan yang ada. Rancangan program yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan dari diskusi kelompok (Focus Group Discusion/FGD) dilakukan secara partisipatif yang dihadiri oleh Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau maupun pemangku kepentingan. Bentuk rancangan program pengembangan masyarakat tersebut merupakan wujud dari jawaban pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan 5 W + 1 H. Rumusan dimaksud merupakan jawaban terhadap isi rancangan program (What), terhadap kelompok siapa dilakukan program (Whom), siapa yang berperan melakukannya (Who), dimana rencana lokasi program dilaksanakan (Where) dan saat kapan mulai diselenggarakan (When) serta bagaimana teknis pelaksanaannya (How).
31
IV. PROFIL UNIT PELAKSANA TEKNIS DIKLAT PEGAWAI PROVINSI RIAU 4.1. Profil UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Provinsi Riau Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (UPT Diklat) adalah unsur pelaksana teknis dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau yang bertugas sebagai penyelenggara diklat di lingkungan aparatur Pemerintah Daerah. Lembaga Unit Pelaksana Teknis Daerah Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dibentuk melalui Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 8 Tahun 2008 dan uraian tugasnya ditindaklanjuti melalui Peraturan Gubernur Riau Nomor 65 tahun 2009. Sebelum menjadi UPT seperti sekarang, nama lembaga diklat ini dahulunya adalah Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai yang berada dibawah struktur organisasi Badan Administrasi Pendidikan dan Pelatihan Pegawai atau disingkat BADP sama seperti sekarang dengan nama Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Unit Pelaksana teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (UPT) yang terletak di Kota Pekanbaru, mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Melaksanakan penyelenggaraan diklat struktural, diklat teknis fungsional dan diklat prajabatan 2. Melaksanakan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Diklat
ke
Kabupaten/Kota sebagai Instansi Pembina yang terakreditasi 3. Melaksanakan koordinasi ke Instansi Pembina yaitu Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta 4. Melaksanakan dan mengatur buku-buku perpustakaan 5. Melaksanakan penyusunan rencana program kerja UPT Diklat Pegawai 6. Melaksanakan pemantauan dan pemeliharaan gedung dan asrama UPT Diklat Pegawai 7. Melaksanakan tugas-tugas lain
yang diberikan oleh Kepala Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Riau. Memperhatikan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan, tidak ditemukan tugas-tugas yang berkenaan dengan publik antara lain
32
kurikulum, materi pelajaran maupun rencana program/kegiatan berbasis pemberdayaan masyarakat. Hal semacam itu kontradiktif dengan tujuan UPT yang bertugas membekali PNS melaksanakan fungsinya sebagai abdi masyarakat yang bersentuhan langsung dengan publik. Sebagai Sub Perangkat Daerah dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, penyelenggaraan diklat teknis dan fungsional yang diselenggarakan oleh UPT mempunyai susunan struktur organisasi terdiri dari Kepala UPT jenjang jabatan eselon III yang membawahi jenjang eselon IV yaitu Kepala Seksi Tata Usaha dan Kepala Seksi Pelatihan. Deskripsi uraian tugas Kepala Seksi adalah sebagai berikut : 1. Kepala Seksi Pelatihan a. Merencanakan dan menyusun program dan rencana kerja seksi pelatihan dengan mempedomani kegiatan dan program tahun lalu dan petunjuk atasan sebagai pedoman pelaksanaan tugas; b. Menunjuk tenaga pengajar dalam penyelenggaraan diklat di UPT BKD Provinsi Riau dan Kabupaten dan Kota dengan persetujuan Kepala UPT Diklat Pegawai BKD serta ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Kepagawaian Daerah Provinsi Riau; c. Melakukan koordinasi terhadap tenaga pengajar dalam penyampaian halhal baru dalam bentuk buku, peraturan perundang-undangan atau sejenisnya serta dalam penentuan jadwal mengajar; d. Melakukan koordinasi ke Instansi Pembina (LAN-RI) Jakarta terhadap peraturan-peratuan serta modul-modul yang berkaitan dengan diklat; e. Melakukan pembinaan terhadap peserta diklat Provinsi maupun Kabupaten dan Kota secara langsung guna meningkatkan motivasi peserta dalam mengikuti diklat; f. Melakukan pembinaan pelaksanaan diklat di Kabupaten dan Kota dengan cara memberikan petunjuk, arahan dan pedoman untuk kelancaran pelaksanaannya; g. Mengatur penyediaan alat-alat Bantu belajar dengan cara memberikan arahan pada bawahan agar alat Bantu belajar yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan materi yang disajikan;
33
h. Menyusun panitia penyelenggara diklat dengan persetujuan Kepala UPT Diklat BKD Provinsi Riau untuk ditetapkan dalam surat keputusan Kepala BKD Provinsi Riau; i. Mengatur dan melaksanakan penyelenggaraan diklat di UPT Diklat BKD Provinsi Riau dengan cara menyusun jadwal penyelenggaraan mulai tahap persiapan, pengendalian dan pelaporan serta berkoordinasi dengan Kasi Tata Usaha Diklat; j. Melaksanakan
tugas-tugas
lain
yang diberikan
atasan
sepanjang
menyangkut bidang tugas Seksi Pelatihan. 2. Kepala Seksi Tata Usaha a. Merencanakan/menyusun program kerja seksi Tata Usaha dengan cara mempedomani kegiatan dan program tahun lalu dan petunjuk atasan sebagai pedoman pelaksanaan tugas; b. Mengatur, memproses surat-surat kedinasan/umum, mengendalikan suratsurat masuk dan surat keluar serta penataan arsip dengan mempedomani ketentuan yang ada agar penyelesaian administrasi tata usaha UPT Diklat Pegawai berjalan lancar; c. Mengatur dan mengawasi penyediaan peralatan kantor, perbaikan gedung, pengadaan materi pelajaran, perawatan kendaraan dinas, mengatur dan mengawasi konsumsi dan penyediaan ruang belajar serta asrama secara langsung agar fasilitas yang diperlukan tetap dalam keadaan siap pakai; d. Melakukan koordinasi dengan Kasi Pelatihan dalam rangka menyusun program kediklatan; e. Membina
dan
mengatur
kegiatan
dan
menyediakan
buku-buku
perpustakaan UPT Diklat Pegawai dengan cara memberi petunjuk bimbingan agar kegiatan dan penyediaan buku-buku ssuai dengan ketentuan; f. Mengatur penyediaan peralatan ruang belajar, rapat-rapat dan kegiatan lainnya agar kegiatan belajar, rapat dan kegiatan lainnya dapat terlaksana dengan baik; g. Melaksanakan
tugas-tugas
menyangkut bidang tugasnya.
lain
yang diberikan
atasan
sepanjang
34
Sebagai bagian dari pemerintahan di Provinsi Riau, UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Provinsi Riau mempunyai tujuan peningkatan kedayagunaan fungsional pendidikan dan pelatihan, peningkatan kinerja aparatur pemerintah daerah dengan sasaran antara lain : 1. Meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah baik kompetensi dasar maupun kompetensi bidang; 2. Meningkatkan kontribusi hasil pendidikan dan pelatihan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi alumni; 3. Meningkatkan
kontribusi
pendidikan
dan
pelatihan
kepada
kualitas
sumberdaya manusia pembangunan; 4. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan dan manajemen diklat aparatur melalui : a. Peningkatan kompetensi penyelenggara pendidikan dan pelatihan; b. Peningkatan kualitas program dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; c. Peningkatan kualitas dan kapasitas sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya setiap tahun Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan pelatihan Pegawai (UPT) Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau mempunyai 2 (dua) program kerja yaitu mengadakan kediklatan fungsional dan kediklatan Teknis. Secara Nasional Lembaga Administrasi Negara Republik merupakan institusi yang bertanggungjawab dalam menyusun kebijakan kediklatan dan dijadikan pedoman bagi Lembaga Diklat Daerah untuk melaksanakan kediklatan. UPT sebagai lembaga kediklatan bagi aparatur di daerah bertugas penyelenggara program kediklatan sesuai pedoman yang ditetapkan LAN-RI. Intensitas kediklatan yang dilakukan oleh UPT dengan dukungan Widyaiswara selama ini dapat berjalan meskipun secara struktural organisasi UPT berada dibawah Badan Kepegawaian Daerah Riau dengan dibantu oleh 2 (dua) orang pejabat Kepala Seksi. Menurut Kepala UPT ketika dimintai tanggapan tentang efektivitas UPT dalam penyelenggaraan kediklatan yang hanya didukung oleh 2 (dua) orang pejabat setingkat Kepala Seksi yang dibantu oleh belasan staf disetiap Seksi,
35
memberikan jawaban bahwa selama ini program kediklatan dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Pedoman dan modul pembelajaran yang digariskan oleh LAN-RI disamping dibantu oleh tenaga Widyaiswara dan tenaga pengajar dari luar institusi UPT mempermudah UPT menjalankan kediklatan meskipun diakui untuk benar-benar menjadi lembaga diklat yang bermutu perlu pembenahan terhadap kualitas tenaga widyaiswara maupun sarana dan prasarana yang refresentatif seperti ruang belajar yang memadai dan nyaman, serta peralatan belajar mengajar. 4.2. Tenaga Pengajar Tenaga kediklatan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) diklasifikasikan sebagai Pengelola Lembaga Diklat dan Widyaiswara. Unit Pelaksana Teknis merupakan jenjang eselon III yang berada dibawah struktur organisasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau. Meskipun secara struktur jumlah pejabat struktural di lingkungan UPT terdiri dari tiga orang yaitu Kepala UPT satu orang dan dua orang Kepala Seksi, namun dalam pelaksanaan kediklatan dibantu sejumlah personil Pegawai Negeri Sipil maupun tenaga honorer yang membantu memberikan pelayanan administrasi bagi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan pegawai. Pembagian tugas dan distribusi pekerjaan kepada petugas mulai dari persiapan daftar hadir, jadwal pelajaran, petugas penghubung pemberitahuan kepada pengajar atau widyaiswara, serta persiapan sarana pembelajaran adalah tugas-tugas yang dilakukan oleh penyelenggara diklat. Dalam persyaratan yang ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara, pengelola diklat pada Unit Pelaksana Teknis sedapatnya memiliki sertifikat Management Of Training (MOT) dan Training Officer Course (TOC). Jika memperhatikan hal tersebut, tidak ada seorangpun pejabat dan PNS di UPT yang memiliki sertifikat MOT dan TOC. Tujuan dari MOT dan TOT dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada Pengelola Diklat dalam merencanakan dan menyusun program pelatihan yang tepat sesuai standar yang dibutuhkan, kecakapan
merancang
struktur
materi
pelajaran,
dan
terpenting
dapat
melaksanakan fungsi manajerial kelembagaan. Sehingga diklat dapat lebih efektif dan efisien. Walaupun sertifikat MOT dan TOT tidak dimiliki oleh pejabat struktural dan PNS di Unit Pelaksana Teknis, tidak mengalami hambatan dalam
36
mengelola penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pegawai. Alasan yang dikemukakan bahwa proses belajar dan mengajar berjalan dengan lancar dan tertib, tidak ada hal-hal yang dapat mengganggu terselenggaranya kediklatan tersebut. Efektivitas program pendidikan dan pelatihan selain ditentukan manajerial Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pegawai, peran tenaga pengajar, widyaiswara atau fasilitator turut membentuk karakter kelembagaan diklat di UPT. Widyaiswara yang terdapat di UPT hasil penelitian Maret 2009 sejumlah 12 orang dengan latar belakang pendidikan terakhir yang terendah Sarjana sampai Pasca Sarjana. Sebagian besar Widyaiswara pernah menduduki jabatan penting di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau seperti jabatan Kepala Dinas eselon II dan eselon III setingkat Kepala Bagian/Bidang. Mereka umumnya tenaga birokrat murni yang tidak mempunyai pengalaman sebagai pengajar. Ada beberapa alasan posisi Widyaisawara ditempati oleh mantan pejabat meskipun batas usia pensiun masih cukup lama yang rata-rata 5 tahun. Pertama, perubahan kepemimpinan Gubernur berdampak terhadap perubahan pergantian pejabat puncak pada dinas/instansi. Pengaruh psikologis akibat tidak menjabat dan merasa kehilangan kekuasaan, dulunya disibuki dengan pekerjaan rutinitas kepemimpinan dan sekarang merasa menjadi pegawai biasa sama dengan pegawai kantoran lainnya, telah memberikan pilihan lebih baik menjadi pejabat fungsional termasuk Widyaiswara karena mendapat tambahan
penghasilan berupa tunjangan
fungsional selain tunjangan penghasilan beban kerja yang diperoleh setiap pegawai berdasarkan urutan golongan kepangkatan dalam jenjang penggajian pegawai negeri sipil. Disamping itu dimungkinkan mendapatkan kenaikan pangkat 2 tahun sekali sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Kedua, daripada berstatus pegawai/staf biasa, lebih baik berkarir dijabatan fungsional widyaiswara dengan harapan mendapat tambahan perpanjangan usia batas pensiun 60 tahun. Perubahan lingkungan kerja dan mindset mantan pejabat yang beralih kedalam jabatan widyaiswara seringkali memberikan pilihan yang sulit bagi Pemerintah Provinsi Riau. Disatu sisi Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai tempat dimana proses peningkatan kualitas transfer
37
pengetahuan dan perilaku PNS berproses membutuhkan kualifikasi dan kompetensi tenaga pengajar. Namun disisi lain minat pegawai negeri sipil usia dibawah 50 tahun untuk menjadi widyaiswara sangat rendah karena ketertarikan terhadap jabatan struktural jauh lebih tinggi. Sehingga pada akhirnya posisi jabatan fungsional di Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di isi oleh mantan-mantan pejabat. Bukan tidak mungkin kondisi itu akan berlangsung terus dan ini dibuktikan hampir tiap tahun UPT mengalami kekurangan tenaga widyaiswara sebab pensiun karena rendahnya pengkaderan PNS menjadi widyaiswara. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan MENPAN Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, serta Peraturan Bersama Kepala Lembaga Administrasi Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 dan 2 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, terlihat bahwa Widyaiswara adalah jabatan karier yang harus memenuhi persyaratan kompetensi di masing-masing jenjangnya. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan kerja, karakteristik, sikap dan perilaku yang mutlak dimiliki Widyaiswara untuk mampu melakukan tugas tanggungjawabnya secara profesional. Adapun tugas-tugas Widyaiswara yang tercantum di bawah ini diturunkan dari uraian tugas jabatan fungsional Widyaiswara adalah sebagai berikut : 1.
Melakukan analisis kebutuhan diklat;
2.
Menyusun kurikulum diklat;
3.
Menyusun bahan ajar;
4.
Menyusun GBPP/SAP/Transparansi;
5.
Menyusun modul diklat;
6.
Menyusun tes hasil belajar;
7.
Melakukan tatap muka di depan kelas diklat;
8.
Memberikan tutorial dalam Diklat Jarak Jauh;
9.
Mengelola program diklat sebagai penanggung jawab dalam program Diklat;
10. Mengelola program diklat sebagai anggota dalam program Diklat;
38
11. Membimbing peserta diklat dalam penulisan kertas kerja; 12. Membimbing peserta diklat dalam praktik kerja lapangan; 13. Menjadi fasilitator / moderator / narasumber dalam seminar / lokakarya / diskusi atau yang sejenis; 14. Memberikan konsultansi penyelenggaraan diklat; 15. Melakukan evaluasi program diklat; 16. Mengawasi pelaksanaan ujian; 17. Memeriksa jawaban ujian; 18. Melaksanakan kegiatan pengembangan profesi, dan penunjang tugas Widyaiswara. Rincian tugas Widyaiswara tersebut di atas dikuasai oleh para Widyaiswara
melalui
keikutsertaan
mereka
dalam
Diklat
Fungsional
Kewidyaiswaraan Berjenjang dan Diklat Teknis Kewidyaiswaraan. Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan Berjenjang meliputi Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Pertama, Muda, Madya dan Utama. Diklat Teknis Kewidyaiswaraan meliputi Diklat Teknis Pengelola Diklat (Management of Training/MOT), Diklat Teknis Analisis Kebutuhan Diklat (Training Needs Analysis/TNA), Diklat bagi Penyelenggara Diklat (Traning Officer Course/TOC) dan Diklat Teknis Kewidyaiswaraan lainnya sesuai kebutuhan pengembangan kompetensi Widyaiswara. Secara yuridis formal kualifikasi widyaiswara membutuhkan kompetensi yang tinggi jika mempedomani persyaratan dari Pemerintah. Kondisi itu bukan perkara yang mudah diterapkan untuk merekrut calon widyaiswara di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Keterbatasan peminat alasan diterimanya PNS yang beralih ke status meskipun tidak mempunyai pengalaman mengajar dibidang yang dibutuhkan lembaga UPT. Mereka para widyaiswara awal mulanya cenderung dimudahkan agar lulus mengikuti seleksi calon widyaiswara oleh Lembaga Administrasi Negara. Terkesan perlahan-lahan wawasan mereka akan meningkat jika telah berstatus widyaiswara melalui diklat-diklat yang diselenggarakan LAN. Tampaknya Pemerintah dalam hal LAN menciptakan performa widyaiswara pada saat mereka telah berstatus penyandang jabatan fungsional tersebut. Bukan pada
39
saat awal seleksi penerimaan calon karena rendahnya minat PNS menjadi tenaga fungsional widyaiswara. Dalam beberapa pengamatan diruang kelas yang materinya diasuh oleh widyaiswara dan sumber-sumber informasi dari PNS yang pernah mengikuti diklat-diklat administrasi pimpinan, memberikan penilaian cenderung negatif terhadap widyaiswara. Penyampaian materi yang tidak menarik walaupun isi materinya bagus. Statis, monoton, dan terlalu berfokus pada alat Bantu berupa slide dan tidak dapat mengembangkan materi secara implementatif atau teoritis. Paling sering terjadi proses kediklatan dalam kelas selalu disertai cerita-cerita pengalaman-pengalaman widyaiswara ketika masih menjabat pada jabatan struktural (post syndrome). Paparan materi yang disampaikan widyaiswara tidak jauh dari buku textbook yang juga dimiliki peserta diklat seperti diklat administrasi kepemimpinan tingkat IV, tingkat III, dan sejenisnya. Tenaga pengajar di UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Provinsi Riau merupakan pegawai negeri sipil yang disebut sebagai widyaiswara. Saat kajian dilakukan, jumlah widyaiswara yaitu PNS yang berstatus sebagai pejabat fungsional untuk mendidik, mengajar, atau melatih pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai terdiri dari : Tabel 3 Jumlah Widyaiswara Tahun 2010 No Jabatan 1. Widyaiswara utama 2. Widyaiswara Madya 3. Widyaiswara Muda
orang 1 10 5
Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010
Berdasarkan tingkat pendidikan widyaiswara yang tertinggi adalah strata 2 dan terendah strata 1. Tabel 4 Jumlah dan Persentase Widyaiswara Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Sarjana (S-1) Pasca Sarjana (S-2) Jumlah Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010
Jumlah 10 6 16
Persentase 62,5 37,5 100
40
Berdasarkan kelompok golongan ruang Widyaisawara pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, terendah golongan III dan tertinggi golongan IV. Untuk lebih jelasnya terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah dan Persentase Widyaiswara pada UPT menurut Golongan Tahun 2010 Golongan Ruang III IV Jumlah
Jumlah 3 13 16
Persentase 18,75 81,25 100
Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010
Disamping tenaga Widyaiswara, UPT mendatangkan tenaga kediklatan dari luar berasal dari pejabat/narasumber yang karena keahlian, kemampuan atau kedudukannya di ikutsertakan sebagai tenaga pengajar dalam proses mengajar. Tenaga pengajar dapat di rekrut dari Perguruan Tinggi, atau unsur Praktisi/Pejabat Pemerintahan. 4.3. Pegawai Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai memiliki pegawai 47 orang dengan klasifikasi 36 orang Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya Kepala UPT dan 2 orang Kepala Seksi, dan dibantu 11 orang tenaga honorer. Adapun uraian menurut tingkat pendidikan, golongan ruang dan status kepegawaian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6 Jumlah dan Persentase PNS di UPT menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Pasca Sarjana (S-2) Sarjana (S-1) Akademi SMA Jumlah
Jumlah 2 6 1 19 28
Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010
Persentase 7,14 21,43 3,57 67,86 100
41
Tabel 7 Jumlah dan Persentase PNS menurut Golongan Ruang Tahun 2010 Golongan ruang Pembina (IV/a) Penata Tk. I (III/d) Penata (III/c) Penata Muda Tk. I (III/b) Penata Muda (III/a) Pengatur Tk. I (II/d) Pengatur (II/c) Pengatur Muda Tk. I (II/b) Pengatur Muda (II/a) Juru (I/c) Juru Muda (II/a) Jumlah
Jumlah 1 1 3 5 6 1 2 2 10 3 2 28
Persentase 3,57 3,57 10,71 17,86 21,43 3,57 7,14 7,14 35,71 10,71 7,14 100
Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010
Pada saat penelitian dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah, jumlah instruktur atau Widyaiswara sebanyak 16 orang dengan latar belakang pendidikan mulai dari sarjana sampai Pasca Sarjana, jumlah personil pengelola diklat 28 orang dengan pendidikan akhir SMA sampai Pasca Sarjana. Komposisi ketersediaan sumberdaya kediklatan di UPT dipandang belum memadai terutama dari jumlah tenaga Widyaiswara yang memegang beberapa materi kediklatan. Meskipun belum ideal komposisinya, proses belajar dan mengajar yang dilakukan selama ini dapat dilaksanakan karena tenaga Widyaiswara telah dibekali berbagai teknik pengajaran oleh Lembaga Administrasi Negara. Disamping itu modul dan kurikulum yang diterbitkan oleh LAN sebelum di implementasikan dalam kediklatan di UPT, para Widyaiswara dilatih terlebih dahulu oleh LAN. Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa program kediklatan yang diselenggarakan UPT mencakup 2 (dua) program. Program Kediklatan Fungsional berhubungan dengan pembekalan pengetahuan administrasi kepemerintahan seperti Latihan Prajabatan bagi CPNS, Administrasi Umum tingkat dasar sampai lanjutan bagi PNS yang akan maupun yang telah menduduki jabatan struktural di Pemerintahan Daerah. Selanjutnya Program Kediklatan Teknis. Program ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan penunjang terhadap pelaksanaan tugastugas pokok PNS di suatu Instansi, seperti kursus bendahara, bahasa inggris,
42
kearsipan, manajemen proyek dan sebagainya. Untuk diklat Teknis semacam itu, disamping keterbatasan kualitas ilmu pengetahuan Widyaiswara, pihak UPT mendatangkan tenaga pengajar dari luar seperti lembaga kursus, dinas/instansi teknis semisal keuangan dan perencanaan, maupun dari Perguruan Tinggi. Dalam jangka panjang kondisi seperti itu tidak dapat terus terjadi karena sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan Pemerintah, UPT seharusnya sudah mempunyai kualifikasi pengajaran tidak saja di bidang administrasi pemerintahan tetapi juga pemenuhan tenaga pengajar sendiri yang menguasai dibidang teknis. Meskipun sampai kini UPT belum mempunyai tenaga pengajar diklat non administrasi pemerintahan dapat diatasi dengan mendatangkan instruktur dari luar UPT, sebaiknya sudah harus dipertimbangkan rekrutmen tenaga pengajar untuk ditugaskan secara permanen. Mencermati tugas dan fungsi UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai yang mempunyai fungsi pencerdasan dan pencerahan kepada PNS selama mengikuti diklat, merupakan tujuan utama pembentukan UPT. Lebih dari itu hasil yang diharapkan setelah selesai kediklatan adalah terbentuknya PNS yang berkualitas dan profesional dibidangnya. Harapan yang diberikan kepada output diklat PNS tidak berlebihan karena ketika seseorang masuk diterima menjadi aparatur maka sudah menunggu hak dan kewajiban selaku abdi Negara dan abdi masyarakat. Dalam hal ini pemerintah memandang keberadaan Lembaga Diklat Birokrasi bagian dari pembentukan karakter dan perilaku secara terus menerus selama masih berstatus PNS. Sejauhmana UPT dapat berperan dalam membentuk mindset PNS selama proses pendiklatan telah dilakukan oleh UPT Provinsi Riau. Mempedomani kurikulum dan materi yang dapat disesuaikan oleh masing-masing daerah telah mendapatkan penilaian dari Lembaga Administrasi Negara. Tidak ada satupun lembaga diklat pemerintah yang tidak mendapat supervisi dari Lembaga Administrasi Negara karena merupakan kebijakan program pendiklatan nasional. Sejauh ini tolok ukur dalam menilai efektivitas pendiklatan PNS di UPT dilakukan melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan UPT selain mengadakan tes tertulis terhadap materi pelajaran yang telah diberikan kepada peserta PNS, pihak UPT mengedarkan daftar isian tentang tanggapan mereka selama mengikuti diklat yang ditujukan kepada tenaga pengajar/instruktur, sarana prasarana diklat,
43
materi/kurikulum maupun hal-hal lain yang dianggap penting bagi perbaikan pembelajaran diklat. Untuk hasil evaluasi tes tertulis setiap peserta yang diterbitkan oleh UPT menunjukkan hasil baik. Demikian pula pengamatan UPT terhadap sikap dan perilaku PNS menjelang selesai diklat tidak jauh berbeda dan hasilnya menunjukkan perubahan positif. Artinya peserta telah dianggap menguasai materi yang telah diberikan dan adanya perubahan perilaku, meskipun hasil evaluasi ini cenderung diragukan kualitasnya oleh pihak-pihak diluar UPT. Pendapat Kepala UPT menyatakan tidak ada metode lain untuk menilai hasil pendiklatan PNS selain yang telah disampaikan tersebut, dan disamping itu pihak UPT tetap menpedomani rambu-rambu yang ditetapkan oleh institusi Lembaga Adminsitrasi Negara maupun Lembaga-lembaga sejenis milik pemerintah. Menurut beberapa literatur kepustakaan, evaluasi pasca diklat dipandang efektif untuk mengetahui seberapa jauh diklat yang telah diberikan kepada PNS berpengaruh dalam pembentukan karakter iptek dan perilaku seorang PNS ketika kembali ketempat kerja masing-masing. Hal ini belum pernah dilakukan UPT karena berbagai alasan yaitu Pertama, tidak tersedianya tenaga evaluator, Kedua, memerlukan waktu lama untuk mengamati seseorang yang dievaluasi. Ketiga, memerlukan dana besar, dan Keempat, instrumen evaluasi tidak sama satu dengan yang lainnya.
44
BAB V. PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 5.1. Keragaan Program dan Kegiatan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau
Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai disingkat dengan UPT Diklat Pegawai berada langsung dibawah instansi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dibentuk melalui Peraturan Gubernur Riau Nomor 65 tahun 2009, yang pembentukannya sebagai tindaklanjut dari Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau. Meskipun secara struktural UPT mempunyai jenjang eselon III yang sejajar dengan Kepala Bidang-Kepala Bidang di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah, namun penyelenggaraan sebagian tugas dan program Badan Kepegawaian Provinsi Riau dibidang pendidikan dan pelatihan pegawai seperti diklat penjenjangan, diklat teknis dan diklat fungsional, menempatkan UPT pada posisi penting yang bertugas menyiapkan dan membentuk aparatur pegawai negeri sipil daerah dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau agar mempunyai kompetensi terhadap pekerjaan mereka. Disamping itu terciptanya aparatur yang professional. Dalam artian bahwa profesionalisme tidak semata-mata trampil di bidang pekerjaan tetapi tumbuhnya sikap dan tanggungjawab kepada Negara dan masyarakat sebagai fungsi yang melekat pada setiap sosok aparatur yaitu abdi Negara dan abdi masyarakat. Untuk
memberikan
kesamaan
persepsi
dan
kesatuan
dalam
penyelenggaraan diklat agar bermutu, efisien, efektif, dan akuntabilitas, Lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai Instansi Pembina Diklat telah mengeluarkan berbagai ketentuan yang secara fungsional bertanggungjawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan diklat. Disamping itu secara periodik tugas fungsional LAN dimaksud melakukan penilaian terhadap unsur-unsur tenaga kediklatan, program diklat dan fasilitas diklat. Dengan kata lain setiap penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Pendidikan
45
dan Pelatihan Pegawai mengacu kepada ketentuan dan kebijakan yang dipersyaratkan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Pegawai Negeri Sipil sebagai personil utama sumberdaya
manusia
aparatur yang mempunyai peran sangat menentukan dalam penyelenggaraan pemerintahan pada dasarnya diwajibkan memiliki kompetensi iptek, sikap dan perilaku. Untuk mencapai hal itu pembinaan melalui pendidikan dan pelatihan adalah strategi yang mesti dilakukan berulang-ulang oleh lembaga UPT Diklat Pegawai. Secara yuridis formal kelembagaan dan moral, Unit Pelaksana Teknis Diklat Pegawai berkewajiban memberikan pencerahan kepada PNS yang masuk ke dalam program pendiklatan. Untuk menciptakan sumberdaya manusia aparatur yang memiliki kompetensi
dibidang pemerintahan
dalam
penyelenggaraan
Negara dan
pembangunan diperlukan upaya peningkatan mutu agar tercipta profesionalisme, sikap pengabdian dan kesetiaan bangsa dan Negara, semangat menjaga kesatuan dan persatuan, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha pembinaan pegawai negeri sipil. Tujuan pendidikan dan pelatihan diantaranya memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pemberdayaan masyarakat dan terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas pemerintahan. Pada dasarnya pendidikan dan pelatihan dapat diklasifikasikan kedalam 3 jenis yaitu : 1. Diklat Prajabatan Diklat ini merupakan kewajiban yang harus diikuti seorang CPNS untuk dapat diangkat menjadi PNS baik bagi yang memiliki golongan I, golongan II dan golongan III. Selambat-lambatnya 2 tahun setelah pengangkatan CPNS sudah harus mengikuti diklat tersebut. Tujuan diklat ini untuk memberi pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara dibidang tugas dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat.
46
Sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan Pemerintah, kurikulum diklat prajabatan golongan I dan golongan II, serta golongan III telah diatur dan disusun sebagaimana Tabel 8. Tabel 8 Mata Diklat Golongan I, II dan Golongan III No
Mata Diklat
Sesi
JP
1.
Dinamika kelompok
2
6
2.
Sistem penyelenggaraan pemerintahan NKRI
2
6
3.
Manajemen kepegawaian Negara
2
6
4.
Etika organisasi pemerintah
2
6
5.
Pelayanan prima
2
6
6.
Budaya kerja organisasi pemerintah
2
6
7.
Manajemen perkantoran modern
2
6
8.
Membangun kerjasama Tim (Team Building)
2
6
9.
Komunikasi yang efektif
2
6
10.
Wawasan kebangsaan dalam kerangka NKRI
2
6
11.
Program Ko-Kurikuler a. Latihan kesegaran jasmani
2
6
b. Baris berbaris
2
6
c. Tata upacara sipil
2
6
d. Pengarahan program
1
3
e. Ceramah umum/muatan teknis subtantif lembaga
2
6
f. Ceramah tentang kesehatan mental
1
3
30
90
Jumlah Keterangan : 1 sesi = 3 jam pelajaran. 1 Jampel = 45 menit
Sumber : Peraturan Kep. LAN No 3 thn 2007 tentang pedoman penyelenggaraan diklat prajabatan gol I dan II. LAN. Jakarta.2007.
Sedangkan standar kompetensi bagi diklat prajabatan golongan III, kurikulum diklatnya sama dengan golongan I dan II. Yang membedakannya pada jumlah sesi 45 dengan 135 jam pelajaran (Peraturan Kep. LAN No 4 tahun 2007 tentang pedoman penyelenggaraan diklat prajabatan III. LAN. Jakarta.2007).
47
Dari Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa diklat Golongan I dan II telah memasukkan materi yang berhubungan dengan pelayanan publik, dalam hal ini pada mata diklat pelayanan prima dan budaya kerja organisasi pemerintah dan komunikasi yang efektif. Hasil Wawancara dengan seorang widyaiswara berinisial MHF usia 55 tahun sebagai berikut : “Diklat Golongan I, II, dan golongan III merupakan salah satu alat bagi pengembangan kapasitas PNS dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan bernegara, menumbuhkan budaya bekerja serta peningkatan layanan pemerintah kepada masyarakat, yang dalam hal ini disebut pelayanan prima. Disamping itu PNS golongan I dan II merupakan pegawai yang tingkat berhubungan dengan masyarakat luas cukup tinggi, sehingga penting penambahan kapasitas berkomunikasi yang efektif, pengetahuan tentang etika organisasi pemerintah, manajemen perkantoran dan lain-lain, sehingga masyarakat dapat lebih merasa nyaman ketika mendapat pelayanan dari mereka” Memperhatikan kurikulum dan materi yang diajarkan dalam UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, terdapat materi berorientasi kepada peningkatan kapasitas PNS bagi perbaikan pelayanan publik. Pemerintah melalui Lembaga Administrasi Negara secara legal formal telah mewajibkan pengajaran materi dimaksud dalam menciptakan PNS yang mempunyai kualitas ilmu pengetahuan dan pembentukan perilaku. Dengan kata lain diklat yang diselenggarakan telah menyesuaikan kepada keadaan yang berkembang sesuai tuntutan masyarakat. Disadari bahwa penyelenggaraan diklat ditujukan bagi pembentukan kapasitas PNS telah terbukti berhasil jika menggunakan indikator evaluasi pembelajaran pasca diklat dengan penilaian baik. Dan disamping itu dapat dikatakan belum ada jaminan sepenuhnya bahwa tidak akan ada seorangpun PNS pasca diklat berbuat tindakan tidak terpuji dengan mengabaikan tugas-tugas yang di amanahkan kepadanya. Paling tidak tujuan penyelenggaraan diklat secara umum dalam pembentukan iptek dan karakter PNS diyakini akan dapat diwujudkan meskipun masih saja ditemukan penyimpangan-penyimpangan oknum PNS berakibat mencoreng PNS lain yang tidak berbuat. Terhadap tindakan
48
tercela yang dilakukan PNS, pemberian hukuman disiplin oleh atasan yang bersangkutan dan pencabutan sertifikat diklat yang pernah diperolehnya dapat diterapkan sepanjang semua pihak memegang teguh komitmen menegakkan good governance. Salah seorang tokoh masyarakat di Kota Pekanbaru, yaitu AJ usia 70 tahun memberikan pendapatnya sebagai berikut : “Saat ini jika dibandingkan dengan awal masa reformasi dulu, peningkatan pelayanan kepada masyarakat oleh staf PNS telah semakin baik, hal ini mungkin karena adanya peningkatan komitmen penegakan hukum, tambahan insentif bagi PNS disamping secara berkala mendapat penambahan kapasitas tentang pelayanan publik. Apabila semua itu berjalan, maka dapat memperkecil ruang perbuatan yang korup bagi PNS saat sedang melaksanakan kegiatan pelayanan publiknya serta diharapkan meningkatnya kesadaran PNS yang bekerja sepenuh hati dan tulus meskipun cukup berat karena banyaknya godaan. Mungkin disarankan perlu dimasukan unsure etika dan moral pada setiap diklat PNS” 2. Diklat Dalam Jabatan Diklat dalam jabatan ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap PNS yang terdiri atas : a. Diklat Kepemimpinan Diklat kepemimpinan yang disebut Diklatpim dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural dengan uraian Diklatpim IV bagi jabatan struktural eselon IV, Diklatpim III untuk jabatan strukural eselon III, Diklatpim II untuk jabatan strukural eselon II, dan Diklatpim I untuk eselon I. Dalam hal pelaksanaan pendidikan untuk diklatpim II dan I, pihak UPT Diklat Pegawai bertindak sebagai koordinator bukan penyelenggara karena diklat tersebut dilaksanakan oleh Intansi Pembina (Lembaga Administrasi Negara) yang berlokasi di luar Provinsi Riau seperti Bukit Tinggi, Jakarta, Bandung, Surabaya. Kelengkapan sarana prasarana kampus diklat sesuai standar persyaratan/akreditasi yang ditentukan Lembaga Adimistrasi Negara di beberapa Kota tersebut menjadi pertimbangan tempat diselenggarakannya Diklatpim II dan I.
49
Menurut informasi dari Kepala UPT Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, tujuan diselenggarakannya Diklatpim untuk mempersiapkan kader pimpinan disetiap lini jabatan agar mampu memimpin dan mengambil keputusan yang efektif dan efisien. Antara Diklatpim dasar yang disebut Diklatpim IV sampai Diklatpim I pada dasarnya mempersiapkan dan membentuk kapasitas PNS dalam memimpin baik dalam jabatan struktural terendah sampai jabatan tertinggi di birokrasi. Yang membedakan hanya pada tingkatan pengetahuan manajerial sesuai jenjang organisasi. Secara umum diklatpim untuk penambahan kapasitas bagi para pejabat agar dapat memimpin dengan mekanisme manajemen yang baik, mampu membuat perencanaan dan membuat keputusan sesuai kepentingan dan kebutuhan serta menyusun program kerja yang merupakan penjabaran dari visi dan misi organisasi. Secara periodik diklatpim yang dikelola langsung oleh UPT adalah diklatpim IV dan III. Diklatpim IV dipersyaratkan bagi PNS non jabatan minimal bergolongan IIIa yang kelak akan disiapkan menempati jabatan eselon IV, sedangkan Diklatpim III diperuntukkan bagi PNS yang telah menduduki jabatan eselon IV atau sudah menduduki jabatan eselon III namun belum pernah mengikuti diklatpim III wajib mengikuti diklatpim III tersebut. Persoalan yang selalu timbul seputar diklatpim IV dan III adalah pihak UPT belum mempunyai program kerja yang jelas dalam keberlangsungan tingkat lanjutan diklatpim tersebut, dan disamping itu seringkali terjadi dugaan manipulasi dalam setiap seleksi penerimaan diklatpim. Seseorang PNS dapat saja lulus seleksi program diklatpim sepanjang yang bersangkutan melakukan pendekatan kepada pihak-pihak yang berkompeten. Kondisi ini seringkali terjadi pada setiap seleksi. Dengan alasan karir dan tingkat persaingan yang ketat yang di ikuti sebagian kecil peserta PNS, maka upaya agar lulus tes penerimaan diklatpim dilakukan dengan cara-cara pendekatan. Hal itu selalu efektif terbukti dari berbagai informasi yang beredar dikalangan PNS sendiri. Berikutnya yang berhubungan dengan keberlangsungan program diklatpim lanjutan tingkat II dan diklatpim I belum dapat diselenggarakan oleh UPT karena beberapa penyebab antara lain Pertama, kualifikasi dan jumlah tenaga
50
widyaiswara belum memenuhi persyaratan untuk mengajar materi, Kedua, persyaratan sarana dan prasarana seperti ruang kelas, audio visual, ruang praktek, pemondokan, dan luas areal diklat belum memadai (representatif). Kondisi tersebut disadari sepenuhnya oleh Kepala UPT yang dapat mempengaruhi peran
UPT sebagai penyelenggara diklat. Keinginan
menjadikan UPT sebagai penyelenggara diklatpim II dan I yang merupakan lanjutan diklatpim IV dan III saat ini belum mendesak untuk dilakukan karena terkait dengan sedikitnya jumlah peserta diklat yang ikut seleksi. Untuk itu perhatian UPT sekarang dititik beratkan kepada diklatpim IV dan III dimana setiap pembukaan seleksi, peserta melebihi dari kapasitas yang dibutuhkan. Selain hal tersebut, secara kelembagaan UPT tampaknya tidak dapat berbuat banyak dalam mengatasi persoalan-persoalan persaingan tidak sehat pada setiap tes penerimaan diklatpim karena kewenangan penilaian berada pada Intansi diluar UPT. Sebagai lembaga pencetak kader pemimpin di birokrasi, sebaiknya UPT harus mengambil sikap tegas dengan tidak mentolerir perbuatan itu. Tujuan untuk menciptakan PNS yang santun, berwawasan, dan berbudi pekerti sulit diwujudkan bahkan akan menciptakan birokrasi yang akan mempersulit urusan publik atau konsep pelayanan prima sebatas hapalan jika mereka kembali ke lingkungan kerja masing-masing. Sebagaimana
telah
dijelaskan
bahwa
Unit
Pelaksana
Teknis
Pendidikan dan Pelatihan adalah penyelenggaran diklat aparatur PNS di daerah. Dengan demikian kebijakan dalam penetapan kurikulum dan pengembangan kurikulum lokal bagian dari tugas UPT yang mesti dilaksanakan. Dan sejauh ini materi yang diberikan dalam Diklatpim IV dan III mengacu kepada standar kurikulum yang ditetapkan Lembaga Administrasi Negara seperti pada Tabel 9 dan 10.
51
Tabel 9 Jumlah Sesi dan Jam Pelajaran Diklat untuk Diklatpim IV. No 1.
2.
3.
4.
Mata Pelajaran Diklat Kajian sikap dan perilaku a. Kepemimpinan di alam terbuka b. Kecerdasan emosional c. Pengenalan dan potensi diri d. Etika kepemimpinan aparatur Kajian Manajemen Publik a. Sistem administrasi Negara RI b. Dasar-dasar administrasi Publik c. Dasar-dasar kepemerintahan yang baik d. Manajemen SDM, Keuangan dan Materil e. Koordinasi dan hubungan kerja f. Operasionalisasi pelayanan prima g. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan h. Teknik komunikasi dan presentasi yang efektif i. Pola kerja terpadu j. Pengelolaan informasi dan teknik pelaporan Kajian pembangunan a. Konsep dan indikator pembangunan b. Otonomi dan Pembangunan daerah c. Kebijakan dan program pembangunan nasional d. Muatan teknis subtantif lembaga • Pemulihan ekonomi dalam kerangka otda • Arah kebijakan umum daerah Aktualisasi a. Isu actual sesuai tema b. Observasi lapangan c. Kertas kerja lapangan d. Kertas kerja Kelompok (KKK) dan Kertas Kerja Angkatan
Jumlah Keterangan : 1 Jam pelajaran = 45 menit
Sesi
JP
36 9 9 6
JP JP JP JP
6 6 6 15 6 9 12 9 18 9
JP JP JP JP JP JP JP JP JP JP
6 6 9
JP JP JP
6 9
JP JP
15 27 18 18
JP JP JP JP
270
JP
52
Tabel 10 Jumlah Sesi dan Jam Pelajaran Diklat untuk Diklatpim III No Mata Pelajaran Diklat 1. Kajian sikap dan perilaku a. Kepemimpinan di alam terbuka b. Pengembangan potensi diri c. Kepemimpinan dalam organisasi 2.
3.
4.
Kajian Manajemen Publik a. Analisis kebijakan publik b. Hukum administrasi Negara c. Membangun kepemerintahan yang baik d. Kepemimpinan dalam keragaman budaya e. Negoisasi, kolaborasi dan jejaring prima f. Pengembangan pelaksanaan pelayanan prima g. Teknik-teknik analisis manajemen h. Pemberdayaan SDM i. AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) dan Pengukuran kinerja j. Teknologi informasi dalam pemerintahan k. Telahaan staf paripurna Kajian pembangunan a. Teori dan indikator pembangunan b. Pembangunan Daerah, Sektor dan Nasional c. Sistem Pengelolaan Pembangunan d. Muatan teknis subtantif Lembaga • Persfektif Negara Bangsa dalam konteks Otda • Otonomi Daerah • Implementasi kepemerintahan yang baik dalam struktur dan kultur Otda Aktualisasi a. Isu aktual sesuai tema b. Observasi lapangan c. Kertas kerja lapangan d. Kertas kerja Kelompok (KKK) dan Kertas Kerja Angkatan
Jumlah Keterangan : 1 Jam pelajaran = 45 menit
Sesi
JP
36 18 18
JP JP JP JP
9 6 9 6 9 12 24 9 12
JP JP JP JP JP JP JP JP JP JP
6 9
9 9 9
JP JP JP
6 6 6
JP JP
18 45 27 27
JP JP JP JP
345
JP
b. Diklat Fungsional Merupakan diklat yang diperuntukkan bagi PNS yang berkeinginan menjadi tenaga fungsional tertentu, dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi PNS. Dalam penyelenggaraan mulai dari seleksi calon sampai
53
diangkat untuk ditetapkan sebagai pejabat fungsional merupakan kewenangan Lembaga Administrasi Negera. Sedangkan Unit Pelaksana Teknis Diklat Pegawai sifatnya membantu meneruskan pemberitahuan kepada PNS yang berminat menjadi pejabat fungsional dan menyediakan tempat seleksi. Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti dan ditetapkan sebagai Pejabat Fungsional di lingkungan Pemerintah Daerah dengan spesifikasi tertentu. Beberapa diklat yang selalu diadakan dan di ikuti oleh tenaga fungsional adalah sebagai berikut : Tabel 11 Jenis Diklat Fungsional No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Diklat Training of trainer (TOT) bagi Widyaiswara Training Officer Course (TOC) Monitoring dan evaluasi TOC Umum TOT Penyusunan Modul TOT Outward bound TOT Subtansi Materi diklat Pim III dan IV
Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010
3. Diklat Teknis Diklat ini bagian dari pembinaan sumberdaya aparatur dibidang kompentensi teknis yang dibutuhkan PNS untuk melaksanakan tugas-tugas teknisnya. Tabel 12 Nama Diklat Teknis No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Diklat Bahasa Inggris Diklat computer Analisis kebutuhan diklat Penghitungan angka kredit Bendaharawan/Pemegang Kas Kearsipan Manajemen Kepegawaian Total Quality Management (TQM)
Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010
Kegiatan diklat yang telah disebut di atas merupakan kegiatan rutin UPT diklat BKD Provinsi Riau, dimana tingkat pelaksanaannya pada tahun 2009
54
sebesar 100 persen atau semua kegiatan yang telah direncanakan dapat terealisasi dengan baik. 5.2. Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau Kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau diharapkan dapat meningkatkan kinerja aparatur pemerintah (PNS) melalui kegiatan pelayanan prima kepada publik atau masyarakat secara luas. Pelayanan prima dimaksudkan adalah pelayanan mengacu pada prosedur yang telah ditetapkan oleh dinas atau instansi terkait dalam melakukan pelayanan yang baik (saat bertatap muka) dengan masyarakat dalam mengurus perizinan, usaha dalan lain-lain sesuai dengan satuan kerja dimana PNS bertugas. Melalui UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau diharapkan dapat meningkatkan kapasitas PNS dalam pelaksanaan tugas-tugas yang di amanahkan disamping sebagai upaya pembangunan citra positif Pemerintah Provinsi Riau kepada seluruh pemangku kepentingan. Dengan melakukan wawancara kepada beberapa orang pemangku kepentingan dalam hal ini adalah 1 orang widyaiswara pada UPT Teknis di Dinas Teknis di Provinsi Riau serta 2 orang masyarakat yang merupakan tokoh masyarakat di Provinsi Riau, diperoleh informasi sebagai berikut: a. Penilaian terhadap kinerja UPT Pendidikan dan Pelatihan Kinerja UPT Pelatihan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau terhadap peningkatan kapasitas PNS di lingkungan satuan kerja Pemerintah Provinsi Riau pada umumnya cukup sulit dinilai oleh masyarakat luas dibandingkan penilaian output PNS setelah mengikuti diklat. Hasil evaluasi belajar (output) selama kediklatan memperlihatkan program kediklatan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan rata-rata penilaian yang diberikan oleh Tenaga Widyaiswara dan Pengelola kediklatan bernilai baik sebagaimana penjelasan yang disampaikan pihak UPT. Dalam suatu kesempatan penulis meminta tanggapan kepada seseorang tentang penilaiannya terhadap kinerja UPT Pendidikan dan Pelatihan. Jawaban yang diberikan mendukung keberadaan UPT karena dapat memberikan peningkatan wawasan dan kapasitas pegawai bagi peningkatan pelayanan publik.
55
Dari hasil wawancara dengan sumber informasi diketahui bahwa konsep pelayanan prima melalui layanan publik telah dilakukan cukup baik seperti pembangunan fisik berupa pembangunan jalan, sekolah maupun sarana umum lainnya, namun demikian proses pelibatan masyarakat dalam merencanakan, mengevaluasi serta menjaga aset pembangunan yang telah dilaksanakan dirasakan cukup rendah. Sejalan perkembangan dinamika, masyarakat merasakan bahwa salah satu tugas dan fungsi Pemerintah melayani masyarakat dianggap belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu Pemerintah sebaiknya terus menerus melakukan evaluasi dan menginventarisasi persoalanpersoalan yang dibutuhkan masyarakat meskipun setiap tahun pemerintah telah menyelenggarakan (Musrenbang).
Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
Artinya adakalanya pemerintah harus melakukan penyesuaian
kualitas pelayanan sesuai
oleh kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Hasil
Wawancara dengan salah seorang Widyaiswara teknis di Balai Pelatihan dan Penyuluhan Pertanian yaitu NM usia 56 tahun adalah sebagai berikut: Sepengetahuan saya saat ini UPT diklat BKD Provinsi Riau belum memiliki tenaga pengajar dibidang Metodologi Pemberdayaan Masyarakat. Untuk itu kedepan diperlukan koordinasi dengan UPT Dinas Teknis yang selama ini bertugas dan berhubungan langsung masyarakat sebagai bagian dari program diklat UPT Dinas Teknis. Hal yang perlu diperhatikan pada jenjang kediklatan yaitu tidak semua persoalan di satuan kerja dapat dipecahkan melalui diklat, untuk itu perlu dibuat semacam tim yang mampu menganalisis kebutuhan diklat. Tim ini beranggotakan unit kepegawaian dalam BKD, unit diklat serta gabungan atau representasi dari satuan kerja. Tim inilah yang merekomendasikan apakah PNS membutuhkan diklat tertentu atau cukup dengan pembinaan yang bersifat non diklat berdasarkan analisa yang dibuat oleh tim analisis kediklatan, hasil analisis tersebut dapat langsung dikerjakan pengelolannya oleh kebijakan pimpinan yang berada pada satuan kerja” Menurut narasumber NM, tidak selamanya persoalan yang ada di PNS harus diatasi lewat pendidikan (diklat) akan tetapi dapat saja melalui kegiatan pembinaan dengan menganalisis persoalan yang ada pada diri PNS atau lingkungan tempat kerjanya. Hal inilah yang belum dapat terlaksana secara optimal pada satuan-satuan kerja yang ada, sehingga sangat wajar jika selama ini masyarakat masih belum merasa puas atas layanan yang diberikan pemerintah
56
terhadap seluruh kegiatan publik atau masyarakat. Termasuk didalamnya bentuk pelayanan publik tergantung kepada siapa sasaran layanan itu diberikan karena setiap lapisan masyarakat satu sama lainnya berbeda-beda. Ketidaksamaan nilai dan ukuran keinginan masyarakat menyebabkan keragaman tuntutan masyarakat yang berbeda-beda pula. Persoalan semacam inilah yang selalu dirasakan masyarakat antar golongan pada setiap strata tingkatan. Kebutuhan dan latar belakang sosial masyarakat disatu sisi tidak sepenuhnya dapat diatasi dengan program serupa karena perbedaan kebutuhan dan keadaan, apabila tetap dijalankan secara umum cenderung kurang efektif dan menimbulkan penolakan masyarakat. Pemikiran Waber dkk dalam Wirjatmi (2001), menyatakan bahwa peyelenggaraan pelayanan dipengaruhi oleh dua orientasi kegiatan yang terkait dengan kegiatan sosial yaitu adanya Value Rationality dan Instrumental Rationality. Value Rationality adalah kegiatan yang secara sadar ditentukan melalui nilai-nilai individu demi kepentingan masyarakat. Formulasi nilai utama sangat mendukung terhadap dilakukannya suatu kegiatan. Hal ini akan memunculkan nilai-nilai individu secara umum yang berkembang di masyarakat, menjadi nilai-nilai sosial yang akan berpengaruh di dalam pelayanan. Sehingga nilai-nilai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah setidak-tidaknya akan mendekati kesesuaian dengan nilai-nilai masyarakat di sekitarnya. Sedangkan Instrumental Rationality adalah kegiatan yang dilakukan telah memperhatikan, memperhitungkan dan mempertimbangkan maksud, tujuan dan konsekwensinya. Pemikiran Waber dan kawan kawan dapat diterapkan bagi penguatan kapasitas kelembagaan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau dalam mempersiapkan aparatur PNS menjalankan tugas-tugas kemasyarakatan terutama dalam materi yang berhubungan dengan pelayanan publik. Muatan materi tentang pelayanan publik masih terfokus kepada upaya pemberian pelayanan satu pintu dengan bentuk kecepatan, ketepatan dan efisiensi dalam pelayanan, akan tetapi belum memberikan muatan tentang bagaimana menampung aspirasi masyarakat kemudian menganalisnya serta membuat strategi yang lebih baik dalam perbaikan pelayanan untuk masa yang akan datang. Wawancara dengan seorang tokoh masyarakat berinisial MRM usia 53 tahun sebagai berikut:
57
“Penambahan kapasitas oleh UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau seharusnya mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan sistem kelembagaan Pemerintah Provinsi Riau terutama pada sisi peningkatan pelayanan. Namun saat ini dengan sistem pelayanan yang ada, masyarakat masih belum merasa puas terhadap sistem pelayanan tersebut.” Berapa penyebab mendorong ketidakpuasan masyarakat kepada pelayanan pemerintah yaitu; (1) penerapan standar operasional pelayanan tidak tepat, hal ini terjadi disebabkan kurangnya komitmen aparatur (PNS) dalam menjalankan tugas yang mendorong tidak tepatnya pelaksanaan standarisasi pelaksanaan pelayanan, berikutnya kurang tepatnya hasil studi kelayakan yang dibuat saat membuat standar operasional tersebut; (2) Tidak dipahaminya kehendak masyarakat disebabkan kurangnya riset atau studi yang dapat mengetahui kehendak masyarakat, serta kurangnya usaha pemerintah dalam mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Keadaan itu membuat interaksi antara pemerintah dengan masyarakat menjadi berkurang atau bahkan menjadi terputus; (3) Kurangnya pemenuhan pelayanan yang mendorong ketidakmampuan petugas (PNS) dalam menyampaikan pelayanan sebagaimana mestinya, penyebabnya kurangnya pelatihan atau pendidikan kepada pelaksana tugas, terutama pendidikan mengenai metodologi perencanaan pembangunan partisipatif dengan konsep pemberdayaan; (4) Pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, keadaan ini terjadi karena pelayanan yang disampaikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, terutama janji politik saat kampanye pemilihan kepala daerah atau janji-janji yang disampaikan saat petugas sedang berkomunikasi dalam pekerjaan atau saat sosialisasi kegiatan; (5) Pelayanan yang tidak memuaskan, biasanya terjadi apabila lebih dari 2 faktor yang telah disebutkan terjadi. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dapat dipenuhi apabila faktor-faktor yang menunjang kepuasan tersebut. Untuk itu peran UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau harus sejalan dengan kebutuhan satuan kerja terutama dalam perbaikan pelayanan publik, untuk itu diperlukan indikator dalam mengukur kualitas pelayanan publik yang standar serta dibuat berdasarkan kualifikasi; (1) Tangible atau kasat mata yaitu sesuatu yang dapat diukur karena
58
kelihatan secara fisiknya, tampak mata, tampak rasa, tampak dengar dari publik atau petugas pelayanan (PNS) serta alat-alat komunikasi dengan publik; (2) realibility yaitu kemampuan untuk memenuhi janji sesuai dengan apa yang telah dikomunikasikan kepada publik; (3) responsiviness yaitu kecepatan serta keikhlasan untuk memberikan layanan kepada publik secara benar; (4) assurance yaitu pengetahuan dan keramahan dari para petugas (PNS) dan kemampuan mereka dalam menjaga kepercayaan dan kerahasiaan; (5) emphaty yaitu kepedulian dengan penuh perhatian secara individual PNS terhadap masyarakat atau publik. Wirjatmi (2001) mengatakan bahwa pelayanan prima di sektor publik harus mengacu kepada tatalaksana yang digunakan dalam standar layanan publik yaitu; (1) kesederhanaan yang meliputi prosedur/tatacara pelayanan antara lain mudah, tidak berbelit-belit serta mudah dilaksanakan; (2) kejelasan dan kepastian terhadap prosedur, persyaratan, unit kerja tarif atau biaya serta pejabat yang berwenang dalam menerima keluhan publik
terhadap pelayanan yang telah
diberikan; (3) keamanan yang menyangkut kepastian hukum terhadap bentuk layanan yang diberikan pada setiap satuan kerja; (4) keterbukaan menyangkut kesederhanaan dan kejelasan terhadap layanan yang diinformasikan kepada publik; (5) efisien yaitu pelayanan yang diberikan oleh satuan kerja hendaknya ada pembatasan dalam persyaratan terutama pada hal-hal yang dianggap penting saja; (6) ekonomis yaitu pembiayaan yang dibebankan sesuai dengan kewajaran, kemampuan masyarakat umum serta peraturan undang-undang yang berlaku serta ekonomis dalam penyelenggaraan pelayanan itu sendiri; (7) keadilan, dalam hal ini adalah kemampuan suatu unit satuan kerja dalam menjangkau layanan yang diberikan, serta diharapkan dapat dilaksanakan seluas mungkin dan merata atau tidak ada pembedaan dalam bentuk pelayanan yang diberikan pada semua masyarakat; (8) ketepatan waktu yaitu bahwa pelayanan yang telah dijanjikan sesuai dengan standar waktu yang diberikan. Oleh karena itu UPT Pendidikan dan Pelatihan harus memiliki strategi dan program kerja termasuk mekanisme perbaikan layanan publik, kurikulum dan materi yang mengandung metodologi pemberdayaan masyarakat. Metodologi
59
pemberdayaan masyarakat dimaksud mencerminkan kebutuhan bagi perbaikan sistem layanan publik pada setiap satuan kerja Pemerintah Provinsi Riau. 5.3. Ikhtisar Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau merupakan lembaga teknis milik Pemerintah Provinsi Riau. Jauh sebelum dibentuknya institusi kediklatan aparatur kepegawaian semacam UPT, dulunya UPT ini bernama Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai yang dipimpin eselon III dan dibantu oleh 2 orang pejabat Kepala Seksi Pelatihan dan Kepala Seksi Tata Usaha. Dari segi struktur dan tugas pokok tidak ada perbedaan antara Balai dan Unit seperti sekarang terkecuali menyesuaikan dengan nomenklatur peraturan perundang-undangan. Tujuan keberadaan Unit Pelaksana Teknis dimaksudkan sebagai tempat peningkatan kapasitas aparatur PNS dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau melalui pendidikan dan pelatihan. Program tahunan yang dijalankan UPT mengadakan diklat prajabatan, diklat dalam jabatan (diklat kepemimpinan dan fungsional) dan diklat teknis. Disadari bahwa peran UPT untuk membekali PNS dalam program kediklatan sebenarnya memiliki peran ganda dimana satu sama lainnya saling mendukung. Ditambah lagi dengan fungsi yang melekat pada PNS sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Institusi Pembina kediklatan yang berada di Lembaga Administrasi Negara secara periodik terus melakukan penyempurnaan kebijakan kediklatan aparatur. Kurikulum dan materi terbitan LAN-RI merupakan pedoman bagi penyelenggara kediklatan semacam UPT di daerah, dan harus di ikuti sesuai kebijakan tersebut. Mencermati lebih lanjut kebijakan kediklatan LAN bagi PNS sebenarnya tidak ada persoalan karena latar belakang kebijakan kediklatan telah melalui pertimbangan dan kajian dari berbagai praktisi kediklatan di tingkat pusat dan melibatkan unsur-unsur daerah. Jikalau demikian program kediklatan yang dilaksanakan UPT adalah bagian dari implementasi kebijakan LAN-RI, maka menimbulkan pertanyaan apakah program kediklatan diselenggarakan UPT tidak efektif membentuk wawasan pengetahuan dan pola pikir PNS yang mengemban fungsi pelayanan kepada publik?. Pertanyaan itu diajukan dalam kaitannya terhadap kritikan masyarakat kepada aparatur PNS.
60
Dalam tataran operasional UPT telah menjalankan fungsinya. Kurikulum dan materi yang dikeluarkan oleh instansi Pembina diklat pusat Lembaga Administrasi Negara dijadikan acuan dalam penyelenggaraan kediklatan di daerah. Persoalan-persoalan subtantif materi yang berhubungan dengan sikap dan perilaku, budaya organisasi, manajemen organisasi serta lain-lainnya adalah modul wajib yang diberikan kepada peserta diklat PNS. Demikian pula diklat teknis semacam Bahasa Inggris, Komputer, Bendaharawan, Manajemen Kualitas Mutu, Kearsipan yang ditujukan bagi peningkatan ketrampilan PNS telah pula disampaikan kepada peserta diklat aparatur. Untuk program kediklatan administrasi umum, UPT menyediakan jam khusus materi keagamaan islam. Materi keagamaan ini dipandang penting dalam menggugah kesadaran peserta terhadap perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang agama. Pada hakekatnya materi yang diberikan UPT melalui tenaga pengajar dan widyaiswara telah memenuhi standar yang ditetapkan LAN-RI. Meskipun saat ini widyaiswara yang bertugas di UPT dari segi jumlah dan kualitas belum dapat dikatakan memadai, bahkan ada beberapa widyaiswara yang mengajar 3 sampai 4 mata pelajaran bidang administrasi pemerintahan walaupun bukan bidang keahlian sesuai latar belakang pendidikannya. Menurut pengamatan hal tersebut bukan persoalan karena materi di diklat administrasi sifatnya umum bukan teknis seperti mata pelajaran bahasa inggris, komputer dan sejenisnya yang mendatangkan tenaga pengajar dari luar UPT. Sebagaimana biasa setelah peserta selesai mengikuti seluruh materi pelajaran, UPT melakukan evaluasi penilaian bagi PNS yang ditujukan untuk mengetahui kemampuan mereka dalam memahami pelajaran. Tes tertulis yang dilaksanakan selama ini hasilnya diatas rata-rata bernilai baik meskipun hasilnya diragukan karena para peserta lulus dan berhasil menyelesaikan pendiklatan. Evaluasi yang dilakukan UPT seharusnya tidak saja pada saat menjelang selesai diklat, ada baiknya dilakukan evaluasi pasca diklat sekembalinya PNS ketempat kerja masing-masing. Evaluasi semacam ini efektif dapat diketahui seberapa jauh pendiklatan dapat di implementasikan dalam dunia kerja. Tampaknya pihak UPT kesulitan melaksanakan evaluasi pasca diklat karena dibutuhkan waktu yang lama, dana, dan tidak tersedianya tenaga evaluator.
VI. EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pengembangan kapasitas pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan dan pemberdayaan publik pada UPT Provinsi Riau disusun bersasarkan hasil analisis terhadap wawancara dan diskusi kelompok yang dilaksanakan secara bersama antara peneliti dengan widyaiswara UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau tanggal 15 Mei 2009. Diskusi kelompok tersebut menghasilkan rancangan program peningkatan dan pendidikan berbasis pelayanan publik pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau. Rancangan program disusun dengan mempertimbangkan faktor kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang ada, sehingga dengan rancangan program tersebut dapat mencapai tujuan dalam rangka peningkatan pelayanan publik yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Mempedomani rancangan program yang disusun, maka implementasi dalam pengembangan kapasitas UPT Diklat di Badan Kepegawaian Daerah yang berbasis pelayanan publik dapat dilaksanakan secara partisipatif. Analisis SWOT merupakan salah satu alat analisa identifikasi berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan atas logika untuk merumuskan strategi program. Analisis ini diperoleh dengan memaksimalkan faktor pendukung namun secara bersamaan dapat meminimalkan faktor penghambat. 6.1. Analisis Strategi Pengembangan Kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau Strategi pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau ditujukan bagi peningkatan pengetahuan PNS dalam mengelola kegiatan layanan publik yang berbasis pada metodologi pemberdayaan masyarakat. Peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik dibuat melalui dua pendekatan strategi, yaitu pertama adalah strategi peningkatan sumber daya PNS melalui pendidikan dan pelatihan dengan penambahan kurikulum yang bermuatan materi pemberdayaan masyarakat serta mekanisme kegiatan teknis dan evaluasi pasca diklat, kedua adalah Integrasi dengan lembaga – lembaga kediklatan pada satuan kerja di Provinsi Riau mengenai peningkatan pelayanan publik yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, serta membuat model – model
62
peningkatan layanan publik berbasis pemberdayaan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap satuan kerja. Bentuk strategi pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau dijelaskan pada bahasan berikut ini : Kekuatan/Strength (S) S1 :
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS
S2 :
Komitmen, konsistensi dan tujuan UPT dalam Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
S3 :
Akreditasi LAN kepada kelembagaan Diklat
S4 :
Komitmen PNS terhadap nilai-nilai pengabdian
Kelemahan/ Weaknesses (W) W1 : Kurikulum belum terintegrasi dengan instansional dan pembinaan karir W2 : Kapasitas
Widyaiswara
belum
memadai
dalam
hal
metodologi
pemberdayaan masyarakat W3 : Evaluasi pasca diklat belum dilakukan W4 : Kelembagaan UPT tidak Instansional
Peluang / Opportunity (O) O1 :
Harapan masyarakat terhadap kinerja Aparatur Pemerintah yang lebih baik
O2 :
Pengawasan dan pengendalian Perangkat Judisial
O3 :
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan cukup tinggi.
O4 :
Perubahan Paradigma Pembangunan Nasional kepada pola pembangunan manusia dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat
Ancaman /Threats (T) T1 :
Ketidakmampuan PNS mewujudkan Profesionalisme akibat sistem mutasi yang tidak melihat bidang keahlian
T2 :
Degradasi/ketidakpercayaan masyarakat kepada Instansi Pemerintah
T3 :
Kurang berjalannya sistem reward and punishman dalam peningkatan karir PNS
63
T4 :
Pola Pendidikan masyarakat maupun PNS yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat maupun pemerintah Berdasarkan komponen-komponen/uraian unsur-unsur SWOT tersebut,
maka dapat ditentukan 4 (empat) kelompok alternatif strategi yang merupakan kombinasi dari masing-masing unsur, yang dapat digunakan pada kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis layanan publik pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau sebagai berikut : Strategi SO Strategi harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya karena merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Strategi ini diperoleh dengan cara membangun seluruh kekuatan yang berasal dari dalam kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik sehingga dapat dimanfaatkan peluang yang ada. Strateginya adalah : 1. Reformulasi bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan satker dalam pelayanan publik 2. Penerapan standar pendidikan dan pelatihan sesuai dengan akreditasi LAN 3. Kerjasama dengan institusi lokal dalam penguatan dan pemberian materi pendidikan dan pelatihan PNS. 4. Penerapan sistem pengawasan kepegawaian dengan melibatkan UPT Pendidikan dan Pelatihan Strategi ST Strategi ST diterapkan untuk menghadapi ancaman namun dapat memanfaatkan kekuatan internal dan meraih peluang yang ada. Bentuk strateginya adalah : 1. Perbaikan sistem manajemen mutasi pegawai sesuai dengan kriteria keahlian 2. Sosialisasi dan keterbukaan sistem kinerja pelayanan prima Pemerintah dengan cara sederhana dan mudah dimengerti. 3. Reformulasi sistem penilaian dan penghargaan pegawai sesuai dengan prestasi kerjanya.
64
4. Reformulasi sistem pola pendidikan masyarakat dan PNS yang disesuaikan dengan arah pembangunan dan kebutuhan masyarakat Strategi WO Strategi ini dibuat dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan sebaik mungkin peluang ada. Strategi yang dibuat adalah: 1. Reformulasi
kurikulum
dengan
memasukkan
materi
pemberdayaan
masyarakat pada porsi yang lebih proporsinal sesuai dengan kebutuhan Satker. 2. Peningkatan Pendidikan dan pelatihan bagi widyaiswara, khususnya pada metodologi pemberdayaan masyarakat 3. Pengajuan sistem kewenangan lembaga diklat dalam memberikan penilaian terhadap PNS, serta Perumusan dan Pelaksanaan sistem Evaluasi Pasca Diklat. 4. Pemberian Kewenangan UPT Pendidikan dan Pelatihan dalam bekerjasama dengan instutusi lain yang sejenis dan dinilai berkompeten, serta peran memberikan penilaian bagi perbaikan sistem manajemen kepegawaian Strategi WT Merupakan situasi yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik pada UPT Pendidikan dan pelatihan BKD Provinsi Riau. Strategi ini dibuat dengan mengoptimalkan peluang serta meminimalkan pengaruh ancaman. Strategi yang dibuat adalah : 1. Peningkatan kemampuan PNS dalam sistem pelayanan prima 2. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas sosialisasi program pemerintah 3. Pengajuan sistem kelembagaan UPT Pendidikan dan Pelatihan yang lebih independen 4. Pengelolaan sistem informasi timbal balik yang berbasis kepentingan publik. Faktor internal dan eksternal serta alternatif dapat digunakan selanjutnya dipindahkan ke dalam matrik SWOT. Matriks ini dapat dilihat pada Tabel 13.
65
Tabel 13 Matrik SWOT Strategi Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau
61
IFAS
Strenght (S) 1. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS. 2. Komitmen, konsistensi dan tujuan UPT dalam Pendidikan dan Pelatihan Pegawai. 3. Akreditasi LAN kepada kelembagaan Diklat. 4. Komitmen PNS terhadap nilai-nilai pengabdian
Weakness (W) 1. Kurikulum belum terintegrasi dengan instansional dan pembinaan karir. 2. Kapasitas Widyaiswara belum memadai dalam hal metodologi pemberdayaan masyarakat 3. Evaluasi Pasca Diklat belum dilakukan. 4. Kelembagaan UPT tidak Instansional.
Opportunitiy (O) 1. Harapan masyarakat terhadap kinerja Aparatur Pemerintah yang lebih baik. 2. Pengawasan dan pengendalian Perangkat Judisial. 3. Pertisipasi masyarakat dalam pembangunan cukup tinggi 4. Perubahan Paradigma Pembangunan Nasional kepada pola pembangunan manusia dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat
Strategi SO 1. Reformulasi bentuk kegiatan Pelatihan dan pendidikan sesuai dengan kebutuhan satker dalam pelayanan publik 2. Penerapan standar pendidikan dan pelatihan sesuai dengan akreditasi LAN 3. Kerjasama dengan institusi lokal dalam penguatan dan pemberian materi pendidikan dan pelatihan PNS. 4. Penerapan sistem pengawasan kepegawaian dengan melibatkan UPT Pendidikan dan Pelatihan
Threat (T) 1. Ketidakmampuan PNS mewujudkan Profesionalisme akibat sistem mutasi yang tidak melihat bidang keahlian. 2. Degradasi/ketidakpercayaan masyarakat kepada Instansi Pemerintah. 3. Kurang berjalannya sistem penilaian dan pemberian penghargaan dalam peningkatan karir PNS. 4. Pola Pendidikan masyarakat maupun PNS yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat maupun pemerintah.
Strategi ST 1. Perbaikan sistem manajemen mutasi pegawai sesuai dengan kriteria keahlian 2. Sosialisasi dan keterbukaan sistem kinerja pelayanan prima Pemerintah dengan cara sederhana dan mudah dimengerti. 3. Reformulasi sistem penilaian dan penghargaan pegawai sesuai dengan prestasi kerjanya. 4. Reformulasi sistem pola pendidikan masyarakat dan PNS yang disesuaikan dengan arah pembangunan dan kebutuhan masyarakat
Strategi WO 1. Reformulasi kurikulum dengan memasukkan materi pemberdayaan masyarakat pada porsi yang lebih proporsinal sesuai dengan kebutuhan Satker. 2. Peningkatan Pendidikan dan pelatihan bagi widyaiswara, khususnya pada metodologi pemberdayaan masyarakat 3. Pengajuan sistem kewenangan lembaga diklat dalam memberikan penilaian terhadap PNS, rekomendasi bentuk pembinaan PNS serta Perumusan dan Pelaksanaan sistem Evaluasi Pasca Diklat. 4. Pemberian Kewenangan UPT Pendidikan dan Pelatihan dalam bekerjasama dengan instutusi lain yang sejenis dan dinilai berkompeten, serta peran memberikan penilaian advice bagi perbaikan sistem manajemen kepegawaian. Strategi WT 1. Peningkatan kemampuan PNS dalam sistem pelayanan prima 2. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas sosialisasi program pemerintah 3. Pengajuan sistem kelembagaan UPT Pendidikan dan Pelatihan yang lebih independen 4. Pengelolaan sistem informasi timbal balik yang berbasis kepentingan publik.
EFAS
66
Penilaian komponen SWOT didapatkan setelah setiap komponen SWOT dianalisis dengan memberikan skor (nilai 3 = penting, nilai 2 = cukup penting, dan nilai 1 = tidak penting). Nilai / rating untuk tiap-tiap alternatif strategi SWOT dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 14 Penilaian Komponen SWOT pada Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Ancaman (T) Komponen Nilai Komponen Nilai Komponen Nilai Komponen Nilai S1 3 W1 3 O1 3 T1 3 S2 2 W2 3 O2 3 T2 2 S3 2 W3 3 O3 3 T3 3 S4 3 W4 3 O4 2 T4 2
Untuk mengetahui faktor strategi internal yang menjadi prioritas dalam peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik UPT Pendidikan dan Pelatihan, maka harus diketahui keterkaitan alternatif strategi yang ada pada komponen-komponen Strenghts (S) dan Weakness (W) baru kemudian diberi bobot berkisar antara 0,100 s/d 0,150, selanjutnya baru bisa ditentukan skor dari faktor-faktor strategi internal berdasarkan perkalian nilai bobot dengan rating, dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Analisis Faktor-faktor Strategi Internal Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik NO A 1 2 3 4 B 1 2 3 4
Faktor Strategi Internal Strenghts S1 S2 S3 S4 TOTAL Weakneses W1 W2 W3 W4 TOTAL
Bobot
Rating
Skor
0,125 0,100 0,100 0,125 0.450
3 2 2 3
0,375 0,200 0,200 0,375 1,150
0,150 0,125 0,100 0,125 0,550
3 3 3 3
0,450 0,375 0,450 0,375 1,650
67
Sedangkan untuk mengetahui faktor strategi eksternal yang menjadi prioritas dalam kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik UPT Pendidikan dan Pelatihan, maka harus diketahui ketertarikan alternatif strategi yang ada pada komponen-komponen Oppurtunity (O) dan Threats (T) baru kemudian diberi bobot berkisar antara 0,100 s/d 0,150, selanjutnya baru bisa ditentukan skor dari faktor-faktor strategi eksternal berdasarkan perkalian nilai bobot dengan rating, dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Analisis Faktor-faktor Strategi Eksternal Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik UPT Pendidikan dan Pelatihan NO A 1 2 3 4 B 1 2 3 4
Faktor Strategi Eksternal Opportunity O1 O2 O3 04 Total Threats T1 T2 T3 T4 Total
Bobot
Rating
Skor
0,150 0,125 0,150 0,100 0,450
3 3 3 2
0,450 0,375 0,450 0,200 1,475
0,150 0,100 0,125 0,100 0,550
3 2 3 2
0,450 0,200 0,375 0,200 1,225
Setelah ditentukan bobot, rating dan skor dari masing-masing faktor internal dan eksternal, maka ditentukan strategi yang terbaik bagi kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau. Untuk mengetahui strategi mana yang terbaik dari 16 strategi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pemilihan Strategi pada Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik UPT Pendidikan dan Pelatihan Strategi O (1,475) T (1,225)
S (1,150) S-O (2,625) S-T (2,375)
W (1,650) W-O (3,125) W-T (2,875)
68
Dari nilai pembobotan terhadap alternatif strategi yang ada pada Tabel 17, maka dapat ditentukan prioritas strategi yang terbaik bagi kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik UPT Pendidikan dan Pelatihan sebagai bentuk peningkatan layanan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau pada peningkatan bentuk pelayanan publik. Prioritas strategi yang didapat adalah strategi W-O dengan bobot 3.125 dengan tindakan sebagai berikut : Tindakan pertama yang dilakukan pada kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik pada UPT adalah reformulasi kurikulum dengan memasukkan materi pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan Satuan Kerja. Strategi ini dipandang penting dalam peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik. Bentuk kegiatan materi pemberdayaan harus lebih dikembangkan dan disesuaikan dengan kegiatan program yang ada di setiap satuan kerja di Pemerintah Provinsi Riau. Metode teknis pelaksanaan kegiatan pendidikan maupun pelatihan juga diubah dengan menggunakan prinsip participatory training dengan tujuan
membiasakan PNS menjalankan tugas
mengedepankan prinsip partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Tindakan Kedua adalah peningkatan pengetahuan widyaiswara dalam penguasaan metodologi pemberdayaan masyarakat. Tindakan ini dilakukan karena Widyaiswara merupakan perancang sekaligus pelaksana kurikulum, modul, instruktur atau tutor, pembimbing
serta
mengevaluasi program/kegiatan
pendidikan dan pelatihan di UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau. Disamping itu melalui jenjang pendidikan formal maupun non formal diharapkan dapat menambah kemampuan
Widyaiswara baik dalam penyusunan materi,
pemberian materi serta kemampuan membuat dan melaksanakan sistem evaluasi pasca
diklat.
Penguasaan
metodologi
pemberdayaan
masyarakat
oleh
Widyaiswara akan meningkatkan kualitas dan pola pikir diklat PNS dalam menjalankan tugas-tugas pemberdayaan masyarakat. Tindakan ketiga adalah pengajuan sistem kewenangan lembaga diklat dalam penilaian PNS, rekomendasi bentuk pembinaan PNS serta perumusan dan pelaksanaan sistem evaluasi pasca diklat. Selama ini Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan tidak mempunyai kewenangan seperti memberikan
69
penilaian kepada PNS pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan, menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan serta merekomendasikan bentuk-bentuk pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan kapasitas PNS. Hal ini dilakukan mengingat tidak semua persoalan PNS dapat diatasi dengan pendidikan dan pelatihan. Tidak adanya kewenangan ini membuat UPT Pendidikan dan Pelatihan tidak dapat memantau kinerja PNS yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan baik dalam penerapan hasil pendidikan dan pelatihan, kemampun membuat sistem ataupun secara bersama ikut memecahkan persoalan-persoalan yang timbul setelah hasil pendidikan dan pelatihan dikerjakan, akibatnya fungsi widyaiswara sebagai pembimbing juga tidak dapat dimanfaatkan. Untuk itu UPT perlu mengusulkan tentang sistem kewenangan kepada Pemerintah Provinsi Riau. Sistem kewenangan dimaksud disusun Tim yang yang berasal Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, UPT Pendidikan dan Pelatihan serta utusan satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Tindakan ini penting
karena UPT Pendidikan dan Pelatihan mempunyai kewenangan dalam merumuskan dan melaksanakan sistem evaluasi pasca diklat, dan dapat membantu pemerintah dalam melakukan sistem penilaian dan pemberian penghargaan kepada PNS yang berprestasi. Kewenangan ini juga dapat digunakan memberikan pertimbangan
kepada
Badan
Pertimbangan
Jabatan
dan
Kepangkatan
(BAPERJAKAT) Pemerintah Provinsi Riau dalam hal mutasi dan penempatan PNS. Tindakan Keempat adalah pemberian Kewenangan kepada UPT Pendidikan dan Pelatihan untuk melakukan kerjasama dengan institusi lain yang sejenis dan dinilai berkompeten, serta peran kewenangan dalam penilaian bagi sistem manajemen kepegawaian. Kerjasama dengan institusi lain seperti perguruan tinggi dapat memperkaya metodologi keilmuan dan informasi yang lebih konkrit mengenai kondisi kekinian masyarakat, dengan demikian informasiinformasi ini dapat segera diketahui dan diserap oleh PNS ataupun pejabat yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Informasi- informasi tersebut
diharapkan dapat memperkaya pemikiran PNS ataupun pejabat dalam membuat kebijakan maupun program-program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan
70
masyarakat. Kerjasama dengan institusi lain ini juga diharapkan dapat menjangkau institusi internal seperti UPT Pendidikan dan Pelatihan
pada
dinas/instansi teknis seperti Dinas Tanaman Pangan di Pemerintah Provinsi Riau yang tugasnya langsung berhubungan dengan masyarakat luas. 6.2. Alat Pencapaian Hasil Analisis Untuk mencapai tujuan akhir Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, selanjutnya disusun rencana program kediklatan melalui rumusan kerangka kerja logis yang merupakan alat menuju efektifitas diklat dalam penyelenggaraan kediklatan bagi PNS sebagaimana tampak pada Tabel 18. Tabel 18 Kerangka Kerja Logis Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat Provinsi Riau Berbasis Pelayanan Publik Tujuan Akhir
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Sasaran
1. Terciptanya good governance Pemerintah Provinsi Riau, melalui pengembangan kapasitas UPT Diklat yang berbasis peningkatan metodologi pemberdayaan masyarakat. Manfaat
Terciptanya good governance Pemerintah Provinsi Riau melalui pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik yang memuat pendekatan metodologi pemberdayaan masyarakat pada tahun 2013. Indikator Kinerja
Monitoring, evaluasi, pelaporan dan Diskusi Kelompok
Pemerintah Provinsi Riau , masyarakat, media massa
Alat Verifikasi
Sasaran
1.
1. Perubahan bentuk dan suasana pendidikan dan pelatihan yang tertuang di dalam kurikulum, modul dan materi pendidikan dan pelatihan berbasis metodologi pemberdayaan masyarakat pada setiap sesi pendidikan dan pelatihan. 2. Setiap bentuk pelayanan masyarakat yang dilaksanakan oleh satuan kerja menggunakan prinsip dan metodologi pemberdayaan masyarakat. 3. Pengetahuan widyaiswara meningkat terutama mengenai metodologi pemberdayaan masyarakat. 4. Semua bentuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan satker
Monitoring, evaluasi, pelaporan dan Diskusi Kelompok
Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau, BKD, UPT Pendidikan dan pelatihan, Masyarakat, dan institusi pendidikan
Kurikulum pembelajaran UPT Pendidikan dan Pelatihan sesuai dengan kebutuhan setiap satuan kerja terutama fungsi pelayanan berbasis pemberdayaan masyarakat 2. Meningkatnya pengetahuan widyaiswara dalam metodologi pemberdayaan masyarakat, serta mampu memformulasikannya dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan. 3. UPT Pendidikan dan Pelatihan dapat memonitoring dan mengevaluasi perkembangan kinerja PNS maupun pejabat daerah pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan, terutama pengaruhnya pada peningkatan pelayanan publik yang menerapkan metodologi pemberdayaan.
71
Manfaat 4.
1.
2.
3.
4.
Meningkatkanya mutu pelayanan pendidikan dan Pelatihan UPT, serta melalui kerjasama dengan institusi lain sehingga mendorong terbentuknya kebijakan pembangunan kediklatan berdasarkan kebutuhan masyaraka
Hasil Terakreditasinya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh UPT Pendidikan dan pelatihan, terutama pada materi yang berhubungan dengan peningkatan pelayanan publik dengan muatan metodologi pemberdayaan masyarakat Meningkatnya sistem pembelajaran UPT Pendidikan dan Pelatihan pada materimateri bermuatan lokal sesuai kebutuhan satuan kerja) serta meningkatnya pelayanan publik berbasis pemberdayaan masyarakat. Terbentuknya Tim analisis kesesuaian diklat dimana anggotanya merupakan perwakilan dari BKD, widyaiswara dan satuan kerja, dimana Tim punya kewenangan dalam merekomendasikan bentuk-bentuk pembinaan dan pendidikan, memonitoring, mengevaluasi hasil pendidikan dan pelatihan, serta mampu memberikan masukan bagi perencanaan atau penyusunan kebijakan publik yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sebagai tanggapan positif atas i kebijakan yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat.
Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Sasaran
5. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berkomunikasi dan menyampaikan informasi seperti memberikan masukan, kritikan, menganalisis semua kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan dan kebijakan pemerintah. Kemampuan mengakses informasi pembangunan, serta peningkatan peran serta masyarakat alam pembangunan. Indikator Kinerja
Alat Verifikasi
Sasaran
Monitoring, evaluasi, pelaporan dan Diskusi Kelompok
Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau , BKD, UPT Pendidikan dan pelatihan, Masyarakat, dan institusi pendidikan
1. Terakreditasinya sistem pembelajaran yang dikembangkan oleh UPT Pendidikan dan Pelatihan oleh LAN pada tahun 2011 2. Materi-materi dengan muatan lokal lebih mendominasi dalam sistem pembelajaran dengan persentasi 70% pada materi pemberdayaan masyarakat 3. Setiap pelaksanaan pendidikan dan pelatihan merupakan hasil rekomendasi training serta pembinaan PNS berdasarkan Sistem monitoring, evaluasi dan koordinasi yang berjalan secara terjadwal dengan hasil yang konkrit 4. Terjalinnya kerjasama dengan institusi pendidikan (2 universitas dan 1 UPT Pendidikan dan pelatihan teknis), terbentuknya kebijakan pembangunan yang mengikuti kaidah metodologi pemberdayaan masyarakat 5. Kepuasan masyarakat terhadap sistem pelayanan publik yang diberikan, yang dibuktikan dengan semakin tingginya partisipasi masyarakat dalam pembangunan
72
Alat Pencapaian
Indikator Kerja
Alat Verifikasi
Sasaran
1. Surat Keputusan mengenai penetapan Tim Analisis Kesesuaian Diklat yang mempunyai tugas dan wewenang. 2. Kapasitas Widyaiswara meningkat dalam metodologi pemberdayaan masyarakat melalui jenjang pendidikan formal (perguruan tinggi) maupun non formal (pelatihan) 3. Terjadinya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal (Perguruan Tinggi dan lembaga pelatihan dinas teknis) dalam upaya peningkatan pelayanan publik pada bidang pendidikan, pengadaan instruktur pendidikan, penelitian dan pengembangan manajemen kepegawaian, serta sistem website pelayanan publik 4. Tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat meningkat terhadap pelayanan pemerintah. Semua bentuk kebijakan dan kegiatan teknis disesuaikan dengan metodologi pemberdayaan masyarakat dan kebutuhan masyarakat.
1. Penerbitan Surat keputusan mengenai Tim Analisis Kesesuaian Diklat yang berisikan tugas dan wewenang Tim Analisis. Berjalan efektifnya Tim sesuai dengan maksud pembentukannya 2. Ditetapkannya anggota Tim Analisis Kesesuaian Diklat serta disahkannya melalui Surat Keputusan oleh Gubernur Riau. Berjalannya kerja Tim sesuai dengan tugas dan wewenang yang diberikan. 3. Peningkatan Pendidikan S2 dan S3 bagi widyaiswara dalam bidang perencanaan pembangunan maupun pemberdayaan masyarakat. Pelatihan TOT Metodologi Pemberdayaan Masyarakat bagi widyaiswara. 4. Adanya Instruktur eksternal yang berasal dari perguruan tinggi dan lembaga pelatihan dinas teknis pada setiap kegiatan pendidikan dan pelatihan. Dilibatkannya perguruan tinggi dalam penelitian dan pengembangan manajemen kepegawaian serta perencanaan dan pengembangan website pelayanan publik. 5. Peningkatan partisipasi masyarakat melalui dukungan terhadap kegiatan teknis program satuan kerja, serta pemberian umpan balik positif dari masyarakat.
Monitoring, evaluasi, pelaporan dan Diskusi Kelompok
Satuan Kerja lingkup Pemerintah Propinsi Riau , BKD, UPT Pendidikan dan pelatihan, Masyarakat, dan institusi pendidikan
Dari paparan di atas dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa kelemahan UPT Diklat BKD Provinsi Riau yang mendorong lemahnya penerapan aplikasi hasil diklat oleh PNS pasca mengikuti kegiatan diklat. Kelemahan yang ditemui UPT Diklat BKD Provinsi Riau adalah: a. Bentuk kurikulum diklat tidak tertintegrasi dengan instansional pembinaan karir. Instansional pembinaan karir yang berada di BKD Provinsi Riau saat ini tidak mampu melihat kebutuhan diklat PNS secara berjenjang maupun lingkup
73
pekerjaan teknis PNS yang akan mengikuti diklat.
Hal ini menyebabkan
timbulnya ketidaksesuaian materi diklat dengan kebutuhan diklat PNS yang didasari oleh bidang pekerjaannya. Untuk mengatasi persoalan ini seharusnya dibentuk Tim Penilai kebutuhan diklat yang merupakan representasi satuan kerja maupun UPT Diklat, yang secara berkelanjutan berkoordinasi menilai kebutuhan diklat PNS. Selain itu instansional pembina karir juga harus berhubungan intensif dengan LAN untuk berusaha memasukkan beberapa materi khusus bermuatan lokal agar dapat terdaftar sebagai materi yang diakui oleh LAN, sehingga mendapat akreditasi baik. b. Kapasitas Widyaiswara yang tidak memadai dalam hal metodologi pemberdayaan masyarakat, hal ini disebabkan karena widyaisawara di UPT Diklat BKD Provinsi Riau tidak memiliki pendidikan khusus mengenai pemberdayaan masyarakat. Untuk itu diperlukan penambahan kapasitas widyaiswara dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan formal (pasca sarjana) yang secara khusus mengenai pemberdayaan masyarakat atau komunikasi pembangunan. Hal lain yang dilakukan adalah membuat kerjasama dengan lembaga pendidikan yang mempunyai kompetensi dalam pemerdayaan masyarakat seperti perguruan tinggi atau UPT Diklat lainnya yang dianggap mempunyai kompetensi di bidang pemberdayaan masyarakat. c. Evaluasi pasca diklat tidak dilakukan secara optimal, hal ini disebabkan evaluasi secara langsung tidak dilaksanakan dengan melibatkan satuan kerja dimana PNS tersebut ditempatkan. Evaluasi hanya dilakukan secara sepihak sehingga tidak dapat melihat secara lebih dalam persoalan-persoalan yang timbul dari individu PNS pasca diklat. Dengan dilibatkannya satuan-satuan kerja tersebut pada sebuah tim yang independen diharapkan evaluasi dapat berjalan dengan baik dan mampu memberikan rekomendasi yang tepat untuk pengembangan dan pembinaan PNS. d. Kelembagaan UPT yang tidak instansional disebabkan UPT diklat masih berada di bawah kendali BKD Provinsi Riau, sehingga proses birokrasi kediklatan menjadi lebih panjang. Hal ini dapat saja diatasi bila UPT Diklat diberikan kewenangan dalam mengelola kediklatan, dapat dilakukan dengan membentuk tim kesesuaian diklat yang berasal dari BKD, UPT Diklat serta representasi satuan kerja yang secara langsung diberikan tugas dan tanggung jawab oleh Gubernur Riau dalam bentuk surat keputusan, sehingga diperoleh
74
indepedensi yang kuat dalam menilai maupun merekomendasikan bentukbentuk diklat maupun pembinaan PNS. Dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang, serta mengurangi ancaman yang ada diharapkan pelaksanaan kegiatan pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau dapat memberi penguatan terhadap kelembagaan diklat, yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan satuan kerja
menjadi
hasil kerja PNS pada unit-unit
profesional. Sebagai bentuk keberhasilan penguatan
kapasitas pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau, kelembagaan UPT Pendidikan dan Pelatihan semakin berkembang dan semakin independen dalam pelaksanaan kegiatannya. Peningkatan ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung program kegiatan yang dilaksanakan oleh unit satuan kerja di Pemerintah Provinsi Riau serta mendorong terciptanya good governance Pemerintah Provinsi Riau yang ditandai dengan peningkatan layanan publik yang lebih prima pada masa yang akan datang. 6.3. Ikhtisar Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau adalah unsur pelaksana penyelenggaraan kediklatan didaerah berdasarkan kebijakan yang telah ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI). Implementasi kurikulum dan materi pelajaran di setiap jenjang diklat
baik
prajabatan,
dalam
jabatan,
maupun
teknis
ditujukan bagi
pengembangan kualitas PNS maupun kualitas pekerjaan ketika mereka kembali ke dinas/instansi
masing-masing.
Jika
tujuan
kediklatan
menjadi
tempat
pengembangan PNS, maka peran UPT sebagai lembaga diklat daerah dipandang sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut. Ditinjau dari segi proses pembelajaran, semua kurikulum dan materi dapat dijalankan dan disampaikan kepada peserta namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian selain proses pembelajaran dan kurikulum kediklatan. Hasil analisis SWOT memperlihatkan kemampuan UPT untuk mengembangkan kapasitas kelembagaannya cukup rendah. Beberapa permasalahan dimaksud adalah sebagai berikut : a. Kurikulum pada UPT Pendidikan dan Pelatihan belum terintegrasi kepada tugas-tugas instansi dan pembinaan karir PNS.
75
b. Kuantitas dan kualitas Widyaiswara dalam metodologi pemberdayaan masyarakat. c. Evaluasi pasca pendidikan dan Pelatihan belum dilakukan d. Kelembagaan UPT tidak instansional Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan perlu ditempuh beberapa cara yakni : a. UPT harus melakukan reformulasi kurikulum pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan satuan kerja. Perbedaan tugas pokok dan fungsi PNS pada satuan kerja tidak cukup dengan memberikan materi pembelajaran umum, tetapi diperlukan kurikulum yang cocok bagi PNS. Sudah saatnya UPT memasukan materi pemberdayaan masyarakat untuk setiap tingkatan kediklatan. Disamping itu perlu sikap tegas pihak UPT kepada Kepala Daerah agar diklat yang telah di ikuti oleh PNS dapat dijadikan salah satu persyaratan pengembangan karir PNS. b. Dalam upaya penguatan kelembagaan UPT, perlu ditambah kekurangan widyaiswara melalui rekrutmen terbuka dan adil disesuikan dengan kebutuhan spesifikasi kediklatan. Sedangkan bagi Widyaiswara yang belum mempunyai keahlian perlu diberikan pelatihan dalam materi pemberdayaan masyarakat. c. Penilaian pasca diklat dipandang penting dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah diberikan dapat dilaksanakan di Dinas/Instansi masing-masing PNS. d. Apabila belum dimungkinkan pembentukan instansi tersendiri karena membutuhkan proses panjang, pihak UPT mengusulkan kepada Gubernur Riau melalui Kepala Badan Kepegawaian Daerah diberikan kewenangan dalam mengelola kediklatan secara otonom, dan UPT sudah memulai membentuk tim analisis diklat yang unsurnya dari BKD, UPT Diklat, UPT Dinas Teknis serta pihak-pihak lain yang berkompeten.
VII. RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pendekatan analisis SWOT yang telah dilakukan pada pembahasan terdahulu dalam upaya memperkuat kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau menghasilkan strategi yang mesti ditindaklanjuti oleh UPT. Penyempurnaan kurikulum harus di integrasikan dengan realitas instansional dan jaminan pengembangan karir PNS. Sejalan dengan itu reposisi tenaga widyaiswara dibidang kualifikasi teknis harus mendapat tempat utama bagi penguatan UPT. Penyempurnaan kurikulum yang adaptabel dan reposisi widyaiswara secara sinergis berperan dalam pembentukan dan pencitraan UPT Pendidikan dan Pelatihan dan personal Widyaiswara. Jika UPT dijadikan tempat sumber pencerahan kualitas aparatur PNS dalam pelayanan dan pemberdayaan publik, maka kurikulum dan tenaga widyaiswara penyangga utama penghasil pencerahan. Sejalan dengan penjelasan tersebut, evaluasi pasca diklat terhadap PNS perlu dilakukan meskipun pemberian kewenangan kepada UPT secara penuh untuk mengelola program-programnya tidak dapat dilakukan saat kini karena UPT bagian dari Instansi Badan Kepegawaian Daerah. Paling tidak intensitas koordinasi dapat ditingkatkan kepada pemangku kepentingan dengan pelibatan mereka dalam perumusan langkah-langkah yang dilakukan bagi penyempurnaan kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan. 7.1.
Penyusunan Program Pengembangan Kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau. Menindaklanjuti evaluasi atas kelembagaan Unit Pelaksana Teknis
Pendidikan dan Pelatihan, maka tahapan selanjutnya penyusunan Program pengembangan kapasitas UPT Diklat. Program disusun dimaksudkan untuk mengatasi persoalan-persoalan sekaligus memantapkan kapasitas UPT dalam rangka
optimalisasi
penyelenggaraan
tugas
dan
fungsinya.
Dengan
mempergunakan alat analisis SWOT pada pembahasan terdahulu telah teridentifikasi beberapa kelemahan sebagai faktor penghambat bagi UPT
77
Pendidikan dan Pelatihan. Untuk mengatasi permasalahan, program yang diusulkan adalah sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan diklat diadakan oleh Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah mengacu kepada kurikulum nasional yang diterbitkan Lembaga Administrasi Negara tidak efektif mempersiapkan tenaga siap pakai setelah kembali ketempat tugas di satuan kerja PNS yang bersangkutan. Sebagian besar PNS yang mengikuti diklat di UPT disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu pertama, penugasan dari Dinas/Instansi dan kedua mendapatkan sertifikat yang kelak suatu saat dapat digunakan sebagai salah satu persyaratan jenjang karir PNS. Keinginan untuk mendapatkan pengetahuan praktis yang dapat diterapkan di tempat kerja adakala sulit diwujudkan karena materi yang diberikan selama mengikuti diklat belum mempunyai keterkaitan dengan tugas dan fungsi suatu instansi. Untuk mencapai tingkat PNS yang profesionalisme semakin jauh jika program kediklatan tidak mengajarkan materi sesuai latar belakang pendidikan dan tempat tugas. Seseorang yang berasal dari Instansi Pertanian didalam diklat aparatur belum diajarkan materi tentang pertanian.
Seseorang yang berlatar belakang pertambangan akan
mendapatkan materi tentang administrasi pemerintah. Kalaupun ada diklat teknis, materi yang diberikan bersifat penunjang seperti komputer, bahasa inggris, manajemen proyek ataupun administrasi. Selanjutnya yang paling penting diselenggarakan diklat ingin menghasilkan PNS yang bekerja mengabdi untuk Negara dan masyarakat. Dari aspek bekerja untuk masyarakat (pengabdian), pengamatan selama ini terhadap kurikulum di UPT tidak ditemukan Materi Pelajaran bermuatan pelayanan publik. Padahal hal sangat penting diberikan kepada PNS sebagai abdi masyarakat. Tentunya akan semakin sulit membentuk karakter dan sifat PNS dalam melaksanakan tugastugas yang berhubungan dengan kemasyarakatan jika materi pelajaran dan kurikulum tersebut tidak ada. Oleh karena perlu dilakukan langkah-langkah bagi penyempurnaan kurikulum berbasis pelayanan publik sesuai tugas pokok masing-masing peserta diklat PNS. Untuk itu dipandang mendesak dilakukan Program Reformulasi kurikulum pendidikan dan pelatihan pada UPT. 2. Selain rasio perbandingan jumlah tenaga widyaiswara terhadap materi pelajaran diklat di UPT belum seimbang, kualifikasi keahlian widyaiswara dalam memahami dan menyampaikan materi pelajaran cenderung belum baik.
78
Penguasaan materi tidak dapat dikembangkan menjadi kemasan menarik dan seharusnya dapat memberikan wawasan baru kepada peserta diklat. Pengajaran widyaiswara terlalu berfokus kepada buku textbook semata-mata. Ditambah lagi widyaiswara sebagai pelaksana kegiatan pendidikan dan pelatihan mulai dari merancang kurikulum, modul, sebagai instruktur atau tutor, pembimbing
serta
mengevaluasi program kegiatan pendidikan dan
pelatihan, kurang mempunyai kompetensi yang kuat dalam metodologi pemberdayaan masyarakat serta kemampuan pelaksanaan training dalam bentuk participatory training. Untuk mengatasi persoalan kuantitas dan kompetensi widyaiswara perlu dirancang Program Peningkatan Kapasitas Widyaiswara melalui pendidikan formal (pascasarjana), maupun dengan sistem
diklat
dengan
muatan
pendidikan
yang
berorientasi
pada
pengembangan masyarakat. 3. Saat ini UPT Pendidikan dan Pelatihan belum mempunyai kewenangan penuh dalam memberikan penilaian terhadap PNS pasca mengikuti diklat, menganalisis kebutuhan diklat serta merekomendasikan bentuk-bentuk pendidikan
dan pelatihan bagi pengembangan kapasitas PNS, mengingat
tidak semua persoalan yang terjadi pada individu PNS dapat diatasi melalui jenjang diklat. Bentuk kewenangan ini harus diatur dalam suatu Surat Keputusan Gubernur dan disosialisasikan kepada semua satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Selanjutnya kurangnya koordinasi antara UPT BKD dengan Dinas/Instansi Provinsi Riau dalam keterlibatan proses penilaian PNS pasca Diklat serta dalam merencanakan bentuk-bentuk pembinaan yang dipandang tepat karena bagaimanapun satuan kerja dilingkungan Pemerintah Riau lebih memahami karakter PNS dimaksud. Untuk mengatasi ini dibutuhkan Program Penguatan Kapasitas Pengelolaan Kelembagaan UPT 4. Perubahan UPT menjadi instansional seperti dinas/instansi lain belum dipandang urgen untuk dilakukan karena secara prinsip kewenangan yang melekat pada UPT adalah melaksanakan tugas-tugas berdasarkan acuan yang telah ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara. Dipandang mendesak untuk dilakukan oleh UPT membangun kerjasama dengan lembaga diklat dinas/instansi teknis dalam menyusun materi metodologi pemberdayaan masyarakat. Sebagaimana diketahui kurikulum di UPT sifatnya berisikan
79
administrasi pemerintahan dan diklat teknis perkantoran, sehingga di UPT Badan
Kepegawaian
Daerah
tidak
mengenal
konsep
pemberdayaan
masyarakat (participatory). Untuk itu rancangan program yang diusulkan adalah Program Kerjasama antar Kelembagaan Pendidikan dan Pelatihan. Secara skematis rancangan program pengembangan kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan berbasis Pemberdayaan Masyarakat dapat ditunjukkan dalam model Gambar 2. Skematis Gambar 2 dapat dijabarkan bahwa strategi pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau dilakukan melalui reformulasi kegiatan pendidikan dan pelatihan PNS dengan memasukkan materi metodologi pemberdayaan pada kurikulum dan modul pendidikan dengan jumlah dan waktu pengajaran yang lebih proporsional sesuai kebutuhan satuan kerja serta kebutuhan dan kesesuaian pada sosio kultur masyarakat. Penyusunan kurikulum, modul dan materi pembelajaran dibuat berdasarkan masukan atau umpan balik yang berasal dari masyarakat, lembaga pendidikan masyarakat, satuan-satuan kerja serta sekretariat daerah melalui kerjasama kolaboratif. Dengan demikian melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan akan melahirkan kebijakan pelayanan publik yang mempunyai prinsip ; (a) ekonomis dengan kesederhanaan yang meliputi prosedur/tatacara pelayanan antara lain mudah, tidak berbelit-belit serta mudah dilaksanakan,
pembiayaan
yang
dibebankan
sesuai
dengan
kewajaran,
kemampuan masyarakat umum serta peraturan undang-undang yang berlaku serta ekonomis dalam penyelenggaraan pelayanan itu sendiri; (b) efisien dan efektif yaitu kejelasan dan kepastian terhadap prosedur, persyaratan, unit kerja tarif atau biaya serta pejabat yang berwenang dalam menerima keluhan publik terhadap pelayanan yang telah diberikan; (c) Akuntabel yaitu pelayanan yang diberikan terukur, baik jumlah, target pelaksanaan serta dapat dipertanggungjawabkan serta (d) pemberdayaan yaitu pelayanan yang diberikan lebih memberikan nilai pengayoman, pendidikan, dan partisipasi dari masyarakat. Kebijakan pelayanan yang baik ini diharapkan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat dengan porsi yang layak dengan bentuk kualifikasi bersifat; (a) tangible yaitu terukur secara fisik; (b) reability yaitu sesuai antara janji dengan kenyataan;
80
65 UMPAN BALIK Dinas A
Dinas B
Rekomendasi: 1. Diklat 2. Non Diklat (pembinaan dan perencanaan)
SOSIO KULTUR
Masyarakat dan Lembaga Pendidikan Masyarakat
SEKRETARIAT DAERAH
Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik pada Kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan
SISTEM Dinas C
Dinas D
UMPAN BALIK
UMPAN BALIK
KEBIJAKAN LAYANAN PUBLIK EKONOMIS
EFISIEN
EFEKTIF
AKUNTABEL
PEMBERDAYAAN
KEPUASAN MASYARAKAT TANGIBLE REABILITY RESPONSIVENESS ASSURANCE EMPATHY
Gambar 2. Strategi Metodologi Pengembangan Kapasitas UPT Diklat.
81
(c) Akuntabel yaitu pelayanan yang diberikan terukur, baik jumlah, target pelaksanaan serta dapat dipertanggungjawabkan serta (d) pemberdayaan yaitu pelayanan yang diberikan lebih memberikan nilai pengayoman, pendidikan, dan partisipasi dari masyarakat. Kebijakan pelayanan yang baik ini diharapkan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat dengan porsi yang layak dengan bentuk kualifikasi bersifat; (a) tangible yaitu terukur secara fisik; (b) reability yaitu sesuai antara janji dengan kenyataan; (c) responsiveness yaitu pelayanan yang cepat, tidak bertele-tele serta dilaksanakan dengan ikhlas; (d) assurance yaitu pelayanan yang dilakukan dengan keramahan serta dukungan pengetahuan yang baik dari petugas serta terjamin kerahasiannya; (e) emphaty yaitu kepedulian dengan penuh perhatian secara individual PNS terhadap masyarakat atau publik. Kerjasama kolaboratif dengan satuan-satuan kerja terutama dalam membentuk Tim analisis kesesuaian pendidikan dan pelatihan. Hal ini akan diketahuinya kebutuhan pendidikan dan pelatihan baik yang dilakukan dengan penjenjangan diklat maupun non diklat, seperti pembinaan, analisis lingkungan kerja maupun alat kerja pendukung kegiatan program pada satuan kerja. UPT Pendidikan dan Pelatihan pada tataran kelembagaannya harus diberikan kewenangan (hak dan kewajiban) yang lebih luas dalam merencanakan kebutuhan diklat, melaksanakan, memonitoring dan mengevaluasi program kegiatan ini. Melalui analisis pengembangan kapasitas UPT Diklat dapat diketahui bahwa tidak semua persoalan PNS dalam upaya peningkatan pelayanan publik harus diatasi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Untuk itu diperlukan pembentukan tim analisis kesesuaian diklat yang dapat menilai kebutuhan diklat atau non diklat bagi
pengembangan kapasitas dan kinerja PNS dalam
melaksanakan pelayanan publik. Keakuratan dalam penentuan rekomendasi kesesuaian training menjadi lebih akurat, hal ini disebabkan anggota tim berasal dari perwakilan satuan kerja, BKD dan unit diklat dinas/instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, dan disamping itu juga merupakan informasi yang berasal dari dalam maupun luar institusi pemerintah. Melalui teknis analisis dan tahapan analisis yang dibuat secara berurut dan terukur akan diperoleh rekomendasi yang tepat untuk pengembangan PNS maupun institusinya.
82
Hasil akhir dari kegiatan tersebut terciptanya good governance Pemerintah Provinsi Riau melalui pengembangan kapasitas UPT Diklat berbasis metodologi pemberdayaan masyarakat adalah mendorong terjadinya peningkatan kapasitas PNS pada satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau dalam pelayanan publik.
Peningkatan
kapasitas
akan
mendorong
terbentuknya
kebijakan
berorientasi pemberdayaan masyarakat dengan prinsip ekonomis, efisisen, efektif dan akuntabel. Dengan terciptanya kebijakan layanan publik yang lebih baik, maka masyarakat menjadi lebih puas dalam menerima pelayanan yang diberikan untuk
kemudian
berpartisipasi
dalam
program-program
pembangunan
Pemerintah. 7.2. Tujuan Program Tujuan program disusun atas dasar adanya kenyataan bahwa sistem metodologi pendidikan dan pelatihan pada UPT Pendidikan dan pelatihan BKD Provinsi Riau
dipandang belum menyentuh pada subtansi permberdayaan
kemasyarakatan, meskipun diakui penyelenggaraan diklat dapat berjalan, namun output pasca diklat belum dilakukan monitoring dan evaluasi secara langsung oleh UPT Pendidikan dan Pelatihan. Sisi lainnya adalah adanya kecenderungan sistem pembelajaran (kurikulum, modul, materi) yang tidak menempatkan metodologi pemberdayaan masyarakat pada porsi yang lebih proporsional sesuai dengan kebutuhan satuan kerja dalam peningkatan pelayanan publik. Hal ini diketahui berdasarkan wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat maupun pemberitaan surat kabar yang tidak puas atas bentuk pelayanan yang diberikan pemerintah melalui satuan kerja. Berdasarkan hal tersebut di atas dirancanglah kegiatan pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau dengan memakai metodologi pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu diperlukan perencanaan program yang dapat disepakati oleh semua pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya. Tujuan Program pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau melalui metodologi pemberdayaan masyarakat adalah:
83
1. Merubah bentuk kurikulum, modul, materi dengan memasukkan materi pemberdayaan masyarakat dengan porsi proporsional sesuai dengan kebutuhan satuan kerja. 2. Meningkatkan kapasitas pengetahuan widyaiswara terutama dalam metodologi pemberdayaan masyarakat. 3. Melakukan monitoring dan evaluasi bagi perkembangan kinerja PNS ataupun pejabat daerah pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan serta rekomendasi bentuk pendidikan dan pelatihan terutama bagi peningkatan pelayanan publik. 4. Meningkatkan mutu pelaksanaan kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan melalui kerjasama dengan institusi lain yang berkompeten. 7.3. Manfaat Program Program yang direncanakan merupakan program pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau dengan meletakkan penambahan kurikulum, modul dan materi pemberdayaan yang sejalan kebutuhan program, tugas, pokok dan fungsi
satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Peningkatan
pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik diharapkan mengutamakan metodologi dan proses pemberdayaan masyarakat sehingga program bermanfaat dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Kurikulum pembelajaran UPT Pendidikan dan Pelatihan berubah sesuai dengan porsi kebutuhan kegiatan satuan kerja yang berguna bagi peningkatan pelayanan publik yang berbasis pemberdayaan masyarakat 2. Pengetahuan widyaiswara meningkat terutama dalam pengetahuan tentang metodologi pemberdayaan masyarakat, dan mampu memformulasikannya dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan. 3. UPT Pendidikan dan Pelatihan dapat memonitoring dan mengevaluasi pekembangan kinerja PNS maupun pejabat daerah pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan, serta membuat rekomendasi bentuk pendidikan dan pelatihan terutama pengaruhnya pada peningkatan pelayanan publik yang menerapkan metodologi pemberdayaan.
84
4. Mutu pelayanan pendidikan dan Pelatihan UPT Pendidikan dan Pelatihan semakin meningkat, informasi perkembangan masyarakat semakin beragam didapat melalui kerjasma dengan institusi lain, masukan yang diperoleh mendorong terbentuknya kebijakan pembangunan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 7.4. Hasil yang Diharapkan Program pengembangan kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau dilakukan melalui perubahan sistem kurikulum, modul dan materi berbasis metodologi pemberdayaan masyarakat, dan optimalisasi peran dan kewenangan. Apabila hal tersebut dilaksanakan maka akan memberikan hasil sebagai berikut : 1. Terakreditasinya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh UPT Pendidikan dan pelatihan, terutama pada materi yang berhubungan dengan peningkatan pelayanan publik dengan muatan metodologi pemberdayaan masyarakat 2. Meningkatnya sistem pembelajaran UPT Pendidikan dan Pelatihan yang memasukan materi bermuatan lokal (sesuai dengan kebutuhan satuan kerja), dan materi berbasis pemberdayaan masyarakat. 3. Terbentuknya Tim Analisis kebutuhan diklat dimana anggotanya merupakan representasi dari BKD, widyaiswara dan satuan kerja, mempunyai kewenangan dalam merekomendasikan bentuk-bentuk pembinaan, pendidikan dan pelatihan, memonitoring dan mengevaluasi hasil pendidikan dan pelatihan, serta mampu memberikan masukan bagi perencanaan atau pelaksanaan kebijakan publik yang berbasis pemberdayaan masyarakat. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sebagai tanggapan positif atas kebijakan pembangunan pemerintah yang berorientasi publik. 7.5. Implementasi Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Diklat. Untuk melaksanakan penguatan kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan, maka perlu disusun implementasi pelaksanaan program pengembangan kapasitas UPT sebagai pedoman rencana kerja bagi UPT dalam mengelola kelembagaannya seperti dirumuskan pada Tabel 19.
85
85 Tabel 19 Implementasi Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau
No
Nama Program
1
Program reformulasi bentuk dan kurikulum pendidikan dan pelatihan
Alasan Pilihan Program
1. Bentuk pendidikan dan pelatihan yang
2.
diselenggarakan oleh UPT Pendidikan dan Pelatihan masih cenderung memakai sistem pendidikan pedagogi dengan sistem ceramah dan penugasan dan belum menempatkan metode participatory training dalam bentuk sistem pendidikan andragogi yang mengikuti kaidah daur proses belajar mulai dari mengalami,mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan, sehingga perlu dirancang reformulasi bentuk pendidikan dengan menempatkan dominasi participatory training. Kurikulum yang ada saat ini masih dominan pada kegiatan rutinitas kegiatan pendidikan dan pelatihan berjenjang yang sangat sedikit menempatkan materi pemberdayaan masyarakat pada skala prioritas ataupun disesuaikan dengan proporsi dan kebutuhan setiap satuan kerja, sedangkan kebutuhan bentuk training pada setiap satuan kerja berbeda-beda walaupun dengan tujuan yang sama yaitu pencapaian pelayanan prima dan good governance. Untuk itu perlu dirancang reformulasi kurikulum dengan sesuai kebutuhan satuan kerja dengan melibatkan stakeholder yang berkepentingan.
Tempat Pelaksanaan 1. UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau
Waktu Pelaksanaan Juni sampai dengan Desember 2011
Stakeholder
Metode Pelaksanaan
1. Sekretariat Daerah Provinsi Riau. 2. BKD Provinsi Riau 3. UPT Pendidikan dan Pelatihan (widyaiswara) 4. Perwakilan setiap satuan kerja Provinsi Riau dan kabupaten /kota
1. Kajian dan Seminar (Kajian mengenai bentuk kurikulum pendidikan dan pelatihan yang berbasis pelayanan publik dengan difokuskan pada mutan lokal dan pemberdayaan masyarakat 2. FGD (untuk merancang format bentuk dan kurikulum pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan satuan kerja 3. Rapat koordinasi (membahasa bentuk-bentuk pembinaan terhadap PNS, baik diklat maupun non diklat)
Sumber Pendanaan APBD Provinsi Riau
86
No 2
Nama Program Program peningkatan kapasitas widyaiswara
Alasan Pilihan Program Widyaiswara sebagai pelaksana kegiatan pendidikan dan pelatihan mulai dari merancang kurikulum, modul, sebagai instruktur atau tutor, pembimbing serta mengevaluasi program kegiatan pendidikan dan pelatihan, kurang mempunyai kompetensi yang kuat dalam metodologi pemberdayaan masyarakat serta kemampuan pelakasanaan training dalam bentuk participatory training, untuk itu diperlukan kegiatan penambahan kapasitas widyaiswara baik melalui pendidikan formal (pascasarjana), maupun dengan sistem diklat dengan muatan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan masyarakat.
Tempat Pelaksanaan 1. UPT Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Riau 2. Institut Pertanian Bogor 3. Universitas Riau
Waktu Pelaksanaan 1. Juni sampai dengan Desember tahun 2011 (tahap pertama diklat) 2. Januari sampai dengan desember 2012 tahap kedua diklat) 3. Januari 2012 (program pascasarjana)
Stakeholder
Metode Pelaksanaan
1. Widyaisawara UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau 2. Institut Pertanian Bogor 3. Universitas Riau 4. Aktivis Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Riau
1. Inhouse Training (training metodologi pemberdayaan 2. masyarakat, bentuk dan aplikasinya dengan lembaga penggiat pengembangan masyarakatmaupun perguruan tinggi) 3. Participatory Training (training metodologi pemberdayaan masyarakat, bentuk dan aplikasinya dengan lembaga penggiat pengembangan masyarakatmaupun perguruan tinggi) 4. Kuliah Pasca Sarjana (manajemen pengembangan masyarakat)
Sumber Pendanaan APBD Provinsi Riau
87
87
No
Nama Program
Alasan Pilihan Program
Tempat Pelaksanaan
3
Program Penguatan Kapasitas Kelembagaan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau
1. Saat ini UPT pendidikan belum mempunyai kewenangan independen dalam memberikan penilaian terhadap PNS pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan, menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan serta merekomendasikan bentuk-bentuk pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan kapasitas PNS, mengingat tidak semua persoalan yang terjadi pada individu PNS dapat dipecahkan melalui jenjang pendidikan dan pelatihan. Bentuk Kewenangan ini harus diatur dalam bentuk surat keputusan Gubernur dan disosialisasikan kepada semua satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. 2. Kurang berjalannya sistem koordinasi antara satuan kerja dengan UPT pendidikan dan pelatihan, hal ini disebabkan kurang dilibatkannya satuan-satuan kerja dalam proses penilaian PNS pasca mengikuti pelatihan, serta dalam merencanakan bentuk-bentuk pembinaan , baik dalam bentuk training maupun non training. padahal secara teknis satuan kerja lebih mengerti karakter (potensi dan kelemahan) yang ada pada stafnya.
1. UPT Pendidikan dan Pelatihan 2. Tentatif, pada kantor-kantor satuan kerja
Waktu Pelaksanaan 1. Berkelanjutan dimulai bulan juni 2011
Stakeholder
Metode Pelaksanaan
1. Gubernur Riau. 2. BKD Provinsi Riau 3. UPT Pendidikan dan Pelatihan (widyaiswara) 4. Satuan kerja Provinsi Riau dan kabupaten /kota
1. Rapat Koordinasi 2. Analisis Penilaian dan kesesuaian (merupakan analisis yang dibua toleh Tim analisis kesesuaian pendidikan dan pelatihan yang merupakan staf BKD Provinsi Riau, widyaiswara, serta representasi satuan kerja)
Sumber Pendanaan APBD Provinsi Riau
88
88
No 4
Nama Program
Alasan Pilihan Program
Tempat Pelaksanaan
Program kerjasama dengan institusi pendidikan (internal dan eksternal), khususnya dalam upaya penerapan metodologi pemberdayaan masyarakat
Saat ini UPT Pendidikan dan Pelatihan dalam melaksanakan kegiatannya terkesan monoton dan kurang dalam kreatif dalam menyajikan informasi aktual mengenai kondisi kekinian karakteristik sosial masyarakat , maupun model pendekatan masyarakat yang disesuaikan dengan karakteristik lokalitas masyarakat. Hal ini juga disebabkan masih sedikitnya jaringan stakeholder yang memberikan informasi mengenai hal tersebut (jaringan masih terbatas pada LAN dan BKD kabupaten) dan belum memanfaakan potensi yang ada seperti lembaga pendidikan tinggi maupun UPT pendidikan dan pelatihan teknis yang telah ada, sehingga informasi yang diberikan kepada peserta pendidikan dan pelatihan tidak pernah ter - up date sesuai dengan perkembangan pembangunan maupun perkembangan sosial di masyarakat. Untuk itu diperlukan bentukbentuk kegiatan yang bekerjasama dengan institusi pendidikan dan pelatihan yang berkompeten (internal dan eksternal) terutama menyangkut penguatan pada metodologi pemberdayaan masyarakat, pada setiap kegiatan pendidikan dan pelatihan yang pada sesi-sesi tertentu mengundang tenaga profesional yang berasal dari perguruan tinggi maupun UPT pendidikan dan pelatihan teknis di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, serta lembaga swadaya masyarakat yang dipandang mempunyai kopetensi yang baik (daerah maupun nasional)
1. UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau. 2. LAN
Waktu Pelaksanaan 1. Berkelanjutan dimulai bulan juni 2011
Stakeholder
Metode Pelaksanaan
1. BKD Provinsi Riau 2. UPT Pendidikan dan Pelatihan 3. UPT Pendidikan dan Pelatihan teknis pada satuan kerja 4. Lembaga pendidikan tinggi (Universitas baik daerah maupun nasional) 5. LAN 6. Lembaga Swadaya Masyarakat yang dipandang cakap dan berkompeten
In house Training Participatory Training MoU dalam bentuk kegiatan kerjasama dalam pendidikan dan pelatihan. Kontrak kerjasama antar institusi
Sumber Pendanaan APBD Provinsi Riau
VIII. PENUTUP 8.1. Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. UPT Pendidikan dan Pelatihan
yang dipimpin seorang pejabat eselon III
dibantu 2 (dua) orang pejabat Kepala Seksi Pelatihan dan Kepala Seksi Tata Usaha adalah unsur pelaksana teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau. Meskipun UPT bukan instansional, tidak berarti tugas pokok dan fungsi tidak dilaksanakan. UPT sebagai pengelola program pendidikan dan pelatihan menjalankan program diklatnya mengacu kepada kurikulum dan materi pembelajaran yang telah ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara selaku instansi pembina kediklatan nasional. Subtansi kurikulum dan materi pelajaran dalam kediklatan yang dipergunakan sekarang sifanya lebih berfokus kepada administrasi pemerintahan dan teknis administrasi Perkantoran. Ditinjau dari kuantitas tenaga pengajar, UPT memiliki 16 orang Widyaiswara dan jumlah ini dipandang tidak memadai dibandingkan jumlah mata pelajaran karena seorang widyaiswara memegang 3 sampai 4 mata pelajaran, dan itupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan widyaiswara. Selain diklatpim IV dan III dan diklat-diklat sejenis administrasi teknis perkantoran, komputer, manajemen proyek, bendahara dan sebagainya,
pihak UPT tidak pernah
bertindak sebagai penyelenggara diklatpim II dan I karena keterbatasan sarana dan prasarana kediklatan (tidak representatif) disamping belum tersedianya kualifikasi widyaiswara pada diklatpim II dan I tersebut. Dalam beberapa diklat teknis, UPT harus mendatangkan tenaga pengajar dari luar. Pengembangan kurikulum dan materi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi disetiap satuan kerja apalagi berkenaan dengan konsep pelayanan dan pemberdayaan publik tidak pernah dilakukan oleh UPT karena keterbatasan kualifikasi pengelola kediklatan di UPT serta widyaiswara.
90
2. Mempedomani standar kurikulum, materi pembelajaran, dan standar kompetensi pengelola kediklatan yang ditetapkan Lembaga Administrasi Negara, kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan pedoman tersebut. Mulai dari persiapan pelatihan, pengaturan dan penugasan widyaiswara hingga evaluasi tes tertulis telah dilaksanakan pula meskipun bukan jaminan proses pembelajaran yang diikuti oleh PNS dapat di aplikasikan setelah mereka kembali ke instansi masing-masing. Perbedaan latar belakang pendidikan dan asal dinas/instansi peserta tidak dijadikan bahan pertimbangan bagi UPT untuk merancang kesesuaian diklat dengan kebutuhan para peserta PNS. Sebagai lembaga pencerahan dan pencerdasan bagi perubahan sikap dan perilaku, sebagian besar kualifikasi widyaiswara tidak memiliki pengetahuan tentang metodologi pemberdayaan masyarakat. Hal ini terjadi karena pada saat rekrutmen tenaga widyaiswara tidak mempergunakan standar kompetensi keragaman jenis diklat yang akan dilaksanakan. 3. Kelemahan yang menghambat UPT dalam peningkatan kapasitasnya yaitu kurikulum tidak terintegrasi dengan instansional dan pembinaan karir PNS, kuantitas dan kapasitas widyaiswara tidak ada yang menguasai metodologi pemberdayaan, evaluasi pasca kediklatan tidak dilakukan padahal ini penting dilakukan karena akan diketahui seberapa jauh perubahan sikap dan perilaku PNS ketika kembali ke instansinya. Disamping itu kelembagaan UPT tidak mandiri karena berada dibawah instansi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau. 8.2. Saran 1. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau bekerjasama dengan institusi pendidikan lain (Perguruan Tinggi maupun UPT Pelatihan dan Pendidikan kepunyaan Dinas/Instansi Teknis), tokoh masyarakat yang berkompeten yang dijadikan narasumber baik dalam setiap kegiatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, kajian atau penelitian. Sehingga kegiatan pendidikan dan pelatihan menjadi dinamis, membawa suasana baru dan informasi yang terkini mengenai perkembangan masyarakat dan kemajuan pembangunan daerah.
91
2. Pembentukan Tim Analisis Kesesuaian Pendidikan dan Pelatihan dapat dimanfaatkan sebagai tim yang bertugas memonitoring dan mengevaluasi hasil diklat, oleh sebab itu intensitas koordinasi Tim dalam bentuk rapat koordinasi harus dijalankan minimal dua bulan sekali, mengingat perubahan dinamika masyarakat yang berkembang cepat. Tim dimaksud diharapkan memberikan masukan terhadap proses mutasi pegawai yang selama ini tidak menempatkan kualifikasi PNS sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya. 3. Widyaiswara sebagai perancang dan pelaksana kegiatan pendidikan dan pelatihan pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau terus menerus meningkatkan kapasitasnya, terutama dalam metodologi dan penerapan mekanisme pemberdayaan masyarakat. Selain itu sistem rekrutmen PNS dalam pengisian formasi widyaiswara haruslah didasari oleh kompetensi, keahlian, kesesuaian pendidikan dengan kebutuhan diklat. 4. Hal terpenting yang harus dilakukan UPT meskipun memiliki keterbatasan kewenangan, dapat melakukan perubahan kurikulum dengan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam penyempurnaan kediklatan. Kurikulum yang dirancang untuk disiapkan bagi bahan pengajaran diklat aparatur PNS disusun dan dirumuskan secara bersama-sama dan seterusnya di koordinasikan kepada instansi Pembina kediklatan nasional Lembaga Administrasi Negara.
DAFTAR PUSTAKA Ancok, Djamaludin. 2000. Sumbangan Pikiran Tentang SDM Indonesia. Yogyakarta. Bernardin, H. Jhon dan Joyce E, A. Russel. 1993. Human Resource Management, MacGraw-Hill, Inc. Singapore. Blau, Peter M. dan Meyer, Marshal W. 1987. Birokrasi Dalam Masyarakat Modern. Ul Press, Jakarta. Bryant C. & White, L.G. 1982. Managing Development in The Third World. Boulder,Colorado:Westview Press, Inc Dwiyanto, Agus, Partini, Ratminto, Bambang Wicaksono, Wini Tamtiari, Bevaola Kusumasari, Muhammad Nuh. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Effendi, Sofyan. 2005. Modernisasi Tata Laksana Pelayanan Publik. Makalah. Yogyakarta: Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi. ____________. 2007. Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Makalah. Yogyakarta: UGM. Faisal, Sanapiah. 2005. Format-Format Penelitian Sosial. PT RajaGrafindo, Jakarta. Goleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books. _____________. 1999. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi.Alih Bahasa Alex Tri Kantjono Widodo. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Israel, Arturo, 1990, Pengembangan Kelembagaan. LP3ES. Jakarta. Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi pembangunan : perkembangan, pemikiran, dan praktiknya di Indonesia. LP3ES. Jakarta. Keban, T, Yeremias. 1995. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajemen dan Kebijakan. Makalah seminar sehari kinerja organisasi sektor publik, kebijakan dan penerapannya. Fisipol UGM. Yogyakarta. Kolopaking, Lala dan Tonny, Fredian. 2003. Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Korten, D.C. 1984. People Centered Development. Kumarian Press. West Harford. Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik dan Implementasi. PT. Remaja Rosdikarya. Bandung Mustikasari, Andriani. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
93
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Osborne, D. & Gaebler, T. 1996. Mewirausahakan Birokrasi. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus BisnisReorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rasyid, Muhammad Ryaas. 1997. Makna Pemerintahan. Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan. PT. Yarsif Watampone. Cetakan Ketiga. Jakarta Schuler, R.S. & Youngblood, S.A. 1986. Effective Personnel Management. West Publishing Co.,USA. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Soesilo, Nining. I. 2002. Manajemen Strategik di sektor Publik (Pendekatan Praktis) Buku II. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik. FEUI. Jakarta. Sutopo, Hendyat, dan Sumarno, Wati. 1993. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Bumi Aksara. Jakarta. Thoha, Miftah. 1991. Beberapa Kebijaksanaan Birokrasi. PT. Widya Mandala, Yogyakarta. Wirjatmi Trilestari, Endang. 2001. Bahan Paparan : Filosofi Strategi dan Teknik Pelayanan Prima di Sektor Pelayanan Publik, Bandung Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta Peraturan MENPAN Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Jakarta. Peraturan Kepala LAN No 4 tahun 2007 tentang pedoman penyelenggaraan diklat prajabatan III. LAN. Jakarta. ____________________No 3 thn 2007 tentang pedoman penyelenggaraan diklat prajabatan gol I dan II. LAN. Jakarta.