PENGEMBANGAN MODUL YANG BERSETING PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MATERI KAIDAH PENCACAHAN DI SMA KELAS XI IPS
Bhinti Khoiriyah dan I Nengah Parta SMAN 1 Ponggok Blitar E-mail :
[email protected] ABSTRAK: Berdasar data lapangan tentang SMA Negeri 1 Ponggok Blitar diketahui bahwa: (1) sumber belajar masih sangat kurang, (2) pembelajaran masih berpusat pada guru, (3) belum ada inovasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Untuk mengatasi keterbatasan sumber belajar, maka dikembangkan modul pembelajaran. Untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa maka dipilih pembelajaran kooperatif tipe STAD, karena sangat sederhana dan mudah diterapkan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah: ”Menghasilkan modul yang berseting pembelajaran kooperatif tipe STAD materi Kaidah Pencacahan di SMA kelas XI IPS yang valid, praktis, dan efisien”. Model pengembangan yang dipilih untuk menghasilkan modul pembelajaran ini adalah model pengembangan Four-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, dkk (1974). Model ini terdiri atas 4 tahap, yaitu: (1) Define, (2) Design, (3) Develop, dan (4) Disseminate. Tahap penyebaran (Disseminate ) dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena kesulitan untuk mendapatkan subyek dengan karakteristik yang sama. Produk pengembangan yang berupa modul pembelajaran selanjutnya dievaluasi melalui beberapa tahap, yakni : (1) penilaian oleh ahli, dan (2) uji coba lapangan. Data hasil evaluasi yang berupa saran, tanggapan dan komentar dari ahli dan hasil uji coba lapangan digunakan untuk merevisi dan menyempurnakan modul pembelajaran.Analisis data validasi dari penilaian ahli terhadap modul pembelajaran diperoleh rata-rata persentase ketiga validator adalah 89,2%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka modul pembelajaran ini memenuhi kriteria valid, tetapi masih perlu revisi pada beberapa bagian. Karena itu, sebelum ujicoba lapangan, modul yang telah divalidasi direvisi berdasar saran validator. Dari uji coba lapangan diperoleh hasil bahwa modul pembelajaran telah memenuhi kriteria praktis dan efektif. Kriteria praktis dapat dilihat dari: (1) hasil observasi aktivitas guru menunjukkan rata-rata persentase dalam 4 kali pertemuan adalah 93,4%, yang berarti masuk kategori sangat baik, dan (2) hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan rata-rata persentase dalam 4 kali pertemuan adalah 87,3%, yang berarti masuk kategori baik. Sedangkan kriteria efektif dapat dilihat dari nilai akhir siswa menunjukkan bahwa lebih dari 85% dari seluruh subyek uji coba telah memperoleh nilai di atas 70, artinya secara klasikal ketuntasan belajar siswa telah terpenuhi. Kata kunci: Pengembangan Modul, Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Kaidah Pencacahan.
Berdasar hasil observasi terhadap situasi pembelajaran di SMAN 1 Ponggok Blitar diketahui bahwa; (1) sumber-sumber belajar yang tersedia masih sangat terbatas, (2) pembelajaran masih berpusat pada guru, dan (3) pengalaman belajar aktual yang dimiliki siswa rendah. Situasi ini
berdampak kepada rendahnya perolehan belajar siswa. Penelitian pengembangan bertujuan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk itu (Sugiono, 2011:297). Van Den Akker dan Plomp mendeskripsikan penelitian pengembangan berdasarkan dua tujuan (Hadi,
780
781, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
2001:4) yaitu (1) menyusun/ membangun landasan teoritis yang berkaitan dengan produk itu, (2) menghasilkan prototipe produk, (3) melakukan evaluasi/penilaian prototipe tersebut. Modul merupakan suatu kesatuan yang bulat dan lengkap yang terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang secara empiris telah terbukti memberi hasil belajar yang efektif untuk mencapai tujuan yang dirumuskan secara jelas dan spesifik (Mbulu, 2001:89). Modul adalah salah satu bentuk dari bahan ajar, Kees Ruijter (dalam Mbulu, 2004:88) merumuskan syaratsyarat penyusunan bahan ajar adalah; (1) memberikan orientasi terhadap teori, penerapan teori dan cara penerapan teori dalam praktek, (2) memberikan latihan terhadap penerapan teori, (3) memberikan umpan balik tentang kebenaran latihan itu, (4) menyesuaikan informasi dan tugas sesuai tingkat awal masing-masing peserta didik, (5) membangkitkan minat peserta didik, (6) menjelaskan sasaran belajar kepada peserta didik, (7) meningkatkan motivasi peserta didik, dan (8) menunjukkan sumber informasi yang lain. Pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antar siswa dalam bentuk kelompok kecil dengan kemampuan heterogen. Definisi tersebut dikemukakan oleh Slavin (ESM,2008:67) yaitu: “Cooperative learning is a set of instructional methods that requires students to work in small, mixedability learning groups”. Sementara itu Cohen (Indayani, 2002:8) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai: “Cooperative learning will be defined as students working together in a group small enough that has been clearly assigned. Moreover, students are expected to carry out their task without direct and
immediate supervision of the teacher”. Definisi di atas, di samping memiliki pengertian luas yang meliputi belajar berkolaborasi, belajar secara kooperatif dan kerja kelompok, juga menunjukkan ciri-ciri sosiologis yang menekankan pada aspek tugas-tugas kolektif yang harus dikerjakan bersama-sama dalam kelompok dan pendelegasian guru kepada siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing dan menyelesaikan materi tugas. Johnson (ESM,2009) mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan tertentu. Student Teams Achievement Divisions (STAD), dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di Johns Hopkins University merupakan pendekatan cooperative learning yang paling sederhana dan paling mudah dipahami (Slavin, 1994,1995). STAD adalah tipe pembelajaran kooperatif yang pembagian kelompok berdasarkan pada prestasi. Dalam seting pembelajaran ini, siswa bekerja dalam kelompok kecil membangun pemahan berdasar informasi atau tugas yang dikerjakan. STAD yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat menjadikan lebih efektif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran ini, guru menyajikan materi pelajaran, siswa bekerja dalam kelompok untuk menguasai materi pelajaran, dan pada akhir pembelajaran siswa mengerjakan tes secara individu tidak boleh bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Seperti yang dikemukakan oleh Slavin (ESM,2008) berikut ini. “On the other hand, STAD can be used in many subjects including
Khoiriyah dan Parta, Pengembangan Modul, 782
mathematics. It is effective for student mutual influence, peer teaching, and improving many other skills. In this method, after the teacher presents a lesson, students work in their teams to try to master the lesson themselves and make sure that the other members in their team also master the lesson. In the final stage, students take individual quizzes in which they are not allowed to help other team members (Slavin 1990)”. HASIL DAN PEMBAHASAN Perangkat pembelajaran yang berupa modul pembelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun selanjutnya dinilai kevalid, kepraktisan, dan keefektifannya. Penilaian dilakukan melalaui dua asesor, yaitu penilaian Ahli dan penilaian melalaui uji coba lapangan. Yang dimaksud Ahli disini adalah pendidik matematika yang berkualifikasi minimal S-2 dan berpengalaman melakukan penelitian pengembangan. Penilaian ahli bertujuan untuk memperoleh: (1) penilaian tentang kevalidan modul pembelajaran dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan (2) saran/ masukan untuk perbaikan. Hasil penilaian terhadap modul pembelajaran menunjukkan bahwa persentase rata-rata skor dari masingmasing ahli adalah 86,8%, 88,2%, dan 92,6%, sehingga diperoleh rata-rata 89,2%. Sedang hasil penilaian terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa persentase rata-rata skor dari ketiga ahli adalah 86,3%. Berdasarkan kriteria kevalidan yang telah ditetapkan, maka prototipe modul pembelajaran dan rencana pelaksanaan pembelajaran memenuhi kriteria valid tetapi masih perlu revisi. Selain memberikan penilaian berdasarkan
lembar validasi, para ahli juga memberikan masukan berupa saran/komentar. Uji coba lapangan dilaksanakan dalam 4 pertemuan. Pada pertemuan pertama, hasil observasi aktivitas guru dan hasil observasi aktivitas siswa masingmasing persentase rata-rata skor sebesar 94,4 % dan 93,3 %. Pada pertemuan kedua hasil observasi aktivitas guru dan hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan persentasi sebesar 93,1% dan 83,3%. Sedangkan pada pertemuan ketiga dan keempat diperoleh hasil observasi aktivitas guru sebesar 94,4% dan 91,7%, dan hasil observasi aktifitas siswa menunjukkan persentase 86% dan 86,7%. Secara umum rata-rata persentase yang diperoleh dari hasil observasi guru maupun siswa telah masuk kategori baik tetapi masih perlu revisi dibeberapa bagian. Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran telah memenuhi kepraktisan yang artinya dapat dengan mudah digunakan dalam pembelajaran. Pelaksanaan observasi aktivitas guru dan observasi aktivitas siswa dilaksanakan oleh seorang observer, yaitu seorang guru matematika yang telah mengajar tidak kurang dari 15 tahun dan sudah memperoleh sertifikat sebagai pendidik. Sedangkan hasil tes uji kompetensi pada setiap akhir pertemuan menunjukkan bahwa persentase ketuntasan klasikal berturut-turut adalah 100%, 75%, 91,7%, dan 86,1%. Setelah ditambah dengan bonus poin dari hasil kerja kelompok, maka diperoleh persentase ketuntasan klasikal dari nilai akhir adalah 97,2% yang artinya bahwa perangkat pembelajaran masuk kategori baik tetapi masih perlu revisi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengembangan perangkat pembelajaran telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar secara klasikal yaitu paling sedikit 85 %
783, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
dari jumlah siswa yang mengikuti tes memperoleh nilai tidak kurang dari 70. Berdasarkan hasil penilaian dan komentar-komentar dari para ahli, juga hasil observasi dari aktifitas guru dan siswa, serta hasil tes uji kompetensi maka modul pembelajaran dan perangkat pembelajaran direvisi atau disempurnakan, agar menjadi valid, praktis dan efektif untuk digunakan. Beberapa bagian prototipe yang dikomentari dan perlu dilakukan perbaikan, dapat dilihat pada contoh berikut ini. 1. Untuk mendefinisikan 0! tidak boleh langsung 0! = 1, harus dijabarkan asal usulnya dan untuk penulisan bentuk lain juga harus diberi keterangan, seperti saran/komentar yang terlihat pada gambar di bawah ini.
2. Karena posisi contoh soal sebelum definisi aturan perkalian dan aturan penjumlahan, maka tidak boleh menyebutkan kalimat “menurut aturan perkalian atau aturan penjumlahan” seperti gambar berikut.
3. Menurut saran ahli pendefinisian permutasi tidak perlu menggunakan pemisalan himpunan, karena akan menambah bingung siswa, cukup dibuat singkat dan jelas seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Berdasar saran-saran dari validator maka dilakukan revisi dan hasilnya revisi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Revisi lain yang perlu dilakukan pada aspek “redaksional” antara lain adalah: (1) pada setiap kegiatan belajar; setelah tugas kelompok harus ada latihan soal, tes uji kompetensi, dan rambu-rambu jawaban, (2) pada kegiatan belajar 1; contoh soal tentang aturan perkalian dan aturan penjumlahan yang berada setelah definisi menurut saran ahli harus diletakkan sebelum definisi, dan kotak pengisian tempat pada LKS yang berada sebelum pertanyaan diletakkan setelah pertanyaan, (3) pada kegiatan belajar 3; definisi permutasi menurut saran ahli tidak perlu menggunakan pemisalan dengan himpunan, permutasi n obyek dari n obyek yang berbeda dihilangkan saja karena sudah terwakili oleh permutasi k obyek dari n obyek yang berbeda untuk k
Khoiriyah dan Parta, Pengembangan Modul, 784
≤ n, dan penurunan rumus permutasi siklis disempurnakan lebih lengkap dan jelas, (4) pada kegiatan belajar 4; penurunan rumus kombinasi masih terlihat akal-akalan supaya disempurnakan lagi menjadi lebih lengkap dan jelas, dan contoh penjabaran hitungan mengenai kombinasi belum ada perlu ditambahkan. Revisi pada aspek “bahasa” yang perlu dilakukan antara lain adalah: (1) petunjuk “kerjakan soal-soal berikut dengan uraian singkat dan benar” diganti dengan “kerjakan soal-soal berikut dengan menuliskan cara dan jawabannya”, (2) pada kegiatan belajar 2; tidak boleh ada pengulangan kalimat seperti kalimat sebelumnya, dan soal uji kompetensi tidak boleh menggunakan titik-titik sehingga diganti dengan kalimat perintah “tentukan”. Setelah uji coba lapangan ditemukan salah satu soal yang harus diganti total karena tidak valid, dimana tidak ada satupun siswa yang dapat mengerjakan dengan benar, yaitu soal uji kompetensi 4 nomor 1. Soal tersebut adalah “Berapa banyak garis yang dapat dibuat dari 8 titik yang tersedia, dengan tidak ada 3 titik yang segaris?” diganti menjadi “
Jika setiap orang dari 8 orang yang ada saling berjabatan tangan, ada berapa kali jabatan tangan dapat dilakukan? ”. PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengembangan modul pembelajaran materi kaidah pencacahan ini dapat membantu siswa dalam mengatasi keterbatasan sumber belajar. Dengan adanya modul yang berseting pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat digunakan siswa untuk (1) belajar mandiri yaitu siswa membaca dan memahami isi dari uraian materi serta melengkapi titik-titik yang ada di uraian materi, (2) belajar kelompok yaitu siswa berkumpul sesuai dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang ada di lembar kerja siswa (LKS) dan mempresentasikan di depan kelompok lain, sedang kelompok lain bisa menanggapi atau mengomentarinya, (3) tes individu yaitu siswa mengerjakan tes uji kompetensi secara individu. Sedangkan dampak penggunaan modul pembelajaran yang berseting pembe-lajaran kooperatif tipe STAD materi kaidah pencacahan bagi siswa SMA Negeri 1 Ponggok Blitar kelas XI IPS-1 tahun ajaran 2012/2013 dapat memperbaiki hasil belajar materi kaidah pencacahan yaitu hasil belajar siswa 97,2% yang memperoleh nilai lebih dari sama dengan 70.
DAFTAR RUJUKAN Alan J. Bishop, 2009. Developing TeacherResearchers: a review of two handbooks. J Math Teacher Educ (2009) 12:305-310 Arends, Richard I, 2008. Learning to Teach. Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta. Pustaka belajar.
Astuti,
YA, dkk, 2010. Matematika SMA/MA Kelas XI Program IPS. Klaten: PT Intan Pariwara Degeng, I. N. S., 2001. Pengembangan Modul Pembelajaran. Malang: LP3 Universitas Negeri Malang.
785, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Depdiknas, 2006. Petunjuk Penulisan Bahan Ajar Cetak. Jakarta. Universitas Terbuka. Depdiknas, 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Jakarta. BNSP. Hudojo, Herman, 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Kamuran Tarim, dkk, 2008. The effects of cooperative learning on Turkish elementary students’ mathematics achievement and attitude towards mathematics using TAI and STAD methods. Educ Stud Math (2008) 67:77-91 Mbulu, J. dan Suhartono. 2004. Pengembangan Bahan Ajar. Malang: Elang Emas Musser, Gary L., 2004. Mathematics for elementary teachers: a contemporary approach,-7th ed. John Wiley & Sons, Inc. Noormandiri, dkk, 2000. Matematika SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga Nur, Muhamad, dkk, 2008. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis Dalam Pengajaran. PSMS. Universitas Negeri Surabaya.
Parta, I Nengah. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Inquiry untuk Penghalusan Pengetahuan Mat Mahasiswa Calon guru melalui Pengajuan Pertanyaan. Disertasi tidak diterbitkan. Malang. PPS Universitas Negeri Surabaya. Riyanto, Yatim, 2010. Paradikma Baru Pembelajaran. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Santyasa, I Wayan, 2009. Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan Modul. Makalah disajikan dalam pelatihan bagi para guru di kabupaten Klungkung. Slavin, Robert E., 2005. Diterjemahkan oleh Nurulita. Coopertive learning; Theory, Research, dan Practice (London: Allymand Bacon, 2005). Bandung. Nusa Media. Sulistiyono, dkk, 2005. Matematika SMA Kelas XI Program Bahasa. Jakarta: Tesis Sungkono, dkk. (2003). Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: FIP Universitas Negeri Yogyakarta. Wirodikromo S., 2007. Matematika SMA Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Erlangga