Transportasi
PENGEMBANGAN MODEL KAPASITAS WEAVING DI INDONESIA (146T) Efendhi Prih Raharjo1, Bambang Sugeng Subagio2 dan Sony Sulaksono Wibowo3 1
Fakultas Tenik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung Email:
[email protected] 2 Fakultas Tenik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung Email:
[email protected] 3 Fakultas Tenik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung Email:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kelancaran pergerakan dan keselamatan kendaraan yaitu dengan cara mengubah pergerakan crossing menjadi weaving pada simpang atau dengan merencanakan ruas dengan panjang weaving yang diusulkan dalam desain. Permasalahannya yaitu bagaimana mengatur lalu lintas dengan cara murah dan bagaimana memperoleh jaminan unjuk kerja yang sesuai dengan kondisi jalan yang didesain dengan menerapkan weaving jika dalam perhitungan kapasitas weaving tidak ada yang sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia saat ini. Tujuan dari artikel ilmiah ini adalah melakukan penyesuaian model simulasi lalu lintas yang dapat menrepresentasikan kondisi lapangan untuk digunakan menghitung kapasitas weaving yang mempertimbangkan geometrik jalan, komposisi lalu lintas, serta berbagai variasi kondisi lalu lintas. Tujuan secara rinci sebagai berikut: (1) Melakukan adjusment pada model simulasi lalu lintas untuk dapat merepresentasikan kondisi lalu lintas Indonesia; (2) Merumuskan ulang model perhitungan kapasitas weavinngyang dikembangkan MKJI. Perhitungan kapasitas weaving sangat sulit dilakukan secara empiris karena memerlukan variasi kondisi lalu lintas yang besar, mulai dari saat volume rendah sampai volume tinggi serta banyaknya variasi kecepatan serta variasi komposisi kendaraan. Model simulasi yang digunakan yaitu VISSIM. Model simulasi VISSIM dapat digunakan untuk mensimulasikan kondisi weaving di lokasi artikel ilmiah pada kondisi: (1) Lalu lintas hanya terdiri dari kendaraan ringan dan kendaraan berat (khusus sepeda motor tidak dibebankan); (2) Terdapat rule atau aturan yang belaku sehari-hari pada area weaving digunakan dalam simulasi, rule tersebut meliputi: (a) Cosisider Next Turning Direction, (b) Desired Position at Free Flow, (c) Keep Lateral Distance to Vehicle on Next Lane dan (d) Advance Merging (khusus Advance Merging pada kondisi default sudah digunakan); (3) Terdapat parameter dirubah nilainya dari kondisi default, parameter tersebut meliputi: (a) Standstill Distance (m) dari 1,5 meter menjadi 1,29 meter: (b) Time Headway (s) dari 0,5 detik meter menjadi 0,3 detik; (c) Threshold for Entering Following dari -8,0 menjadi 8,39; (d) Waiting time before diffusion (s) dari 60 detik menjadi 70 detik; (e) Minimal Headway (m) dari 0,5 meter menjadi 0,3 meter; (f) Minimal Lateral Distance at 0 km (Car) dari 1,0 meter menjadi 0,3 meter; dan (g) Minimal Lateral Distance at 0 km (Truk) dari 1,0 meter menjadi 0,5 meter. Kapasitas weaving terukur hasil simulasi pada lokasi artikel ilmiah sebesar 4506,365 smp/jam untuk 4 lajur, nilai ini berbeda 22,548 % dari hasil perhitungan dengan MKJI 1997 dan berbeda 5,76 % dari model adjusment MKJI kondisi tidak ada penyempitan. Variabel yang digunakan pada model perhitungan kapasitas weaving MKJI masih relevan dan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kapasitas weaving. Dari hasil simulasi variabel rasio kendaraan menjalin (pw) mempunyai pengaruh negatif (semakin besar rasio kendaraan menjalin dengan arus total semakin kecil kapasitas weaving yang dihasilkan) dan memberikan kesesuaian pengaruh variabel yang berbeda dengan MKJI 1997. Hasil perhitungan kembali parameter-parameter yang terdapat pada MKJI dengan simulasi, meliputi: (1) Persamaan model perhitungan kapasitas weaving MKJI yang dihasil dari adjusment pada kondisi terjadi penyempitan (bottleneck) yaitu: , [ +( ⁄ )] , 2 dengan R sebesar 0,995, dengan standar error of estimate sebesar 0,059; (2) Berdasarkan kesesuaian tanda pengaruh variabel, MKJI 1997 signifikan digunakan pada weaving area dengan kondisi penyempitan (bottleneck); (3) Persamaan model perhitungan kapasitas weaving MKJI yang dihasilkan dari adjusment pada kondisi tidak terjadi penyempitan (non bottleneck) yaitu: =
,
,
[ +(
⁄
)]
,
[ +(
⁄ )]
,
[ +(
⁄
)]
,
dengan R2 sebesar 0,851 dan standar error of estimate sebesar 0,029; Kata kunci : kapasitas weaving, volume lalu lintas, kecepatan, VISSIM, Rule, Parameter, MKJI Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
T - 113
Transportasi
1.
PENDAHULUAN
Kemacetan dapat terjadi karena ketidak seimbangnya permintaan lalu lintas (demand) dengan penyediaan prasarana (supply). Permasalahan jaringan yang terdiri dari ruas dan simpul juga menjadi persoalan yang signifikan penyebab kemacetan. Penyebab utama terjadinya kemacetan adalah permasalahan simpul. Hal ini disebabkan adanya konflik kendaraan yang terjadi pada dua kendaraan atau lebih yang menggunakan ruang maupun waktu yang sama dalam melakukan pergerakan. Dalam merencanakan penanganan lalu lintas dengan pendekatan weaving perlu memperkirakan kapasitas jalinan (weaving). Hal ini penting dilakukan untuk memperkirakan kapasitas kendaraan yang dilayani simpang dan ruas yang akan didesain. Kapasitas weaving didefinisikan sebagai arus lalu-lintas total pada saat bagian jalinan (weaving section) yang pertama mencapai kapasitasnya (MKJI, 1997). Kapasitas weaving dipengaruhi oleh konfigurasi, jumlah lajur, kecepatan arus bebas, panjang dan lebar jalinan dan proporsi total arus yang terjalin (HCM, 2000). Metode penentuan kapasitas weaving pada MKJI tidak lagi sesuai dengan karakteristik lalu lintas yang ada di Indonesia saat ini. Malkhamah (2005) melaporkan model MKJI mempunyai perbedaan diterapkan di Bundaran UGM. Perbedaan antara kapasitas jalinan terukur dengan kapasitas pemodelan berkisar sangat lebar antara 10% 150%. Kondisi karakteristik yang berbeda di Indonesia dewasa ini dengan tahun-tahun sebelumnya menuntut adanya suatu pengkajian ulang berkaitan dengan besaran kapasitas weaving. Secara umum terdapat 2 (dua) metode yang digunakan dalam penentuan model perhitungan kapasitas weaving, yaitu dengan menggunakan data empirik dan data hasil simulasi. Dalam penentuan model perhitungan kapasitas weaving pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia menggunakan data-data empirik dari pengukuran dilapangan yang dikumpulkan dari penelitian sebelumnya. Artikel ilmiah ini mempunyai keterbatasan variasi data yang dilakukan dengan pengukuran, sehingga dimungkinkan adanya perumusan kembali model perhitungan kapasitas weaving MKJI dengan hasil model simulasi. Metode simulasi mempunyai kemampuan menghasilkan variasi lalu lintas, geometrik serta komposisi kendaraan diharapkan akan diperoleh suatu model yang dapat menggambarkan kapasitas weaving sebenarnya sehingga dapat memperkirakan kelas dan tingkat pelayanan jalan dan simpang yang diinginkan terutama pada saat desain dan evaluasi terhadap unjuk kerja jalan dan simpang.
1.1. Perumusan Masalah Masalah dalam pengembangan model perhitungan kapasitas weaving secara empiris adalah kesulitan pengukuran yang dilakukan di lapangan. Hal ini dikarenakan penentuan kapasitas model tersebut memerlukan variasi kondisi lalu lintas yang besar, mulai dari saat volume rendah sampai volume tinggi serta banyaknya variasi kecepatan serta variasi komposisi kendaraan. Untuk itu diperlukan alat bantu seperti sebuah model simulasi yang dapat memberikan variasi kondisi lalu lintas yang lengkap yang merupakan interaksi dari berbagai komponen seperti kondisi geometrik, komposisi lalu lintas, kecepatan, volume, dan sebagainya yang kemudian dapat diukur dan dihitung untuk mementukan kapasitas weaving. Permasalahan dalam pengembangan model tersebut adalah bagaimana model simulasi yang dikembangkan dapat meniru sedekat mungkin dengan kondisi di lapangan. Perlu ada sesuatu parameter kontrol untuk menentukan apakah model yang dibangun sudah cukup merepresentasikan kondisi lapangan atau belum. Perhitungan kapasitas yang ada dan sekarang masih berkembang didasarkan pada karakteristik negara-negara Barat, dimana perilaku dalam berlalu lintas sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku (define). Permasalahan artikel ilmiah yang dijawab dalam artikel ilmiah ini dapat diringkas sebagai berikut: Bagaimana melakukan kalibrasi model simulasi yang dapat merepresentatif kondisi lapangan yang ada. Bagaimana menggunakan model simulasi yang terkalibrasi untuk menghitung kapasitas weaving sebagai representasi kapasitas weaving yang di lapangan sebagai fungsi dari geometrik jalan, komposisi lalu lintas, dan variasi kondisi lalu lintas lainnya. Bagaimana melakukan adjustment terhadap metode perhitungan kapasitas weaving yang ada dengan mengunakan data empiris dari keluaran hasil model simulasi.
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan penyesuaian model simulasi lalu lintas yang dapat merepresentasikan kondisi lapangan untuk digunakan menghitung kapasitas weaving yang mempertimbangkan geometrik jalan, komposisi lalu lintas, serta berbagai variasi kondisi lalu lintas. Secara khusus tujuan ini dapat dirinci menjadi beberapa sub tujuan sebagai berikut: Melakukan adjusment pada model simulasi lalu lintas untuk dapat merepresentasikan kondisi lalu lintas Indonesia. Merumuskan ulang model perhitungan kapasitas weavinngyang dikembangkan MKJI.
1.3. Batasan Penelitian Batasan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini secara rinci dapat dijelaskan berikut ini: Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
T - 114
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi
2.
Model simulasi dikembangkan pada kondisi lapangan yang terkontrol sedemikian rupa sehingga pengaruh aktivitas pergerakan kendaraan umum, keberadaan kendaraan tidak bermotor, akses keluar masuk pada segmen jalan tinjauan, serta hambatan samping dibuat seminimal mungkin. Geometrik jalan yang dipertimbangkan adalah yang tekait dengan potongan melintang seperti total lebar jalan, jumlah lajur, dan sebagainya. Kondisi lapangan yang disimulasikan diasumsikan datar sehingga pergerakan kendaraan akibat tanjakan dan turunan tidak dipertimbangkan. Model perhitungan kapasitas weaving yang digunakan hanya didasarkan pada pengembangan model perhitungan dengan data empiris. Kapasitas weaving yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah didasarkan pada perhitungan nilai ekstrim atau nilai maksimum volume dari grafik hubungan volume dan kecepatan.
METODOLOGI
Secara umum tahapan-tahapan penelitian secara rinci akan diuraikan kedalam 3 (tiga) tahapan: Tahap I yang berisi studi pustaka, pemahaman fenomena weaving, pengamatan/observasi lapangan, pemilihan model simulasi, pengumpulan data dan perhitungan parameter kinerja lalu lintas; dan: Tahap II, Aplikasi Model Simulasi dan Kalibrasi terhadap model simulasi yang digunakan dengan parameter-parameter yang diperoleh dilapangan; Tahap III, Perhitungan Kapasitas Weaving Model Kapasitas Weaving dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (PU, 1997).
Gambar 1
3.
Tahapan Penelitian Pengembangan Model Kapasitas Weaving
PEMILIHAN MODEL SIMULASI
Data variasi geometrik dapat digunakan untuk mendapatkan model perhitungan kapasitas weaving yang lebih representatif sulit diperoleh dari pengukuran dilapangan bila menggunakan data empirik. Penelitian ini menggunakan model simulasi VISSIM karena model simulasi ini merupakan perangkat lunak mikrokospik dengan metode stokastik yang mempunyai fasilitas kalibrasi yang membedakan dengan aplikasi model simulasi lain sehingga dapat menggambarkan perilaku pengemudi dan komposisi kendaraan. VISSIM mengandung model psycho-physical car following dan algoritma peraturan dasar untuk pergerakan kesamping (lateral behavior), yang menjadi karakteristik lalu lintas di indonesia yang berbeda dengan karakteristik lalu lintas dan perilaku pengemudi yang ada di negara-negara maju, disamping itu bagi peneliti pribadi alasan kemudahan (ketersediaan model) dalam penggunaan model menjadi pertimbangan dalam penggunaan model simulasi ini. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
T - 115
Transportasi
Model simulasi VISSIM dapat digunakan untuk mensimulasikan kondisi weaving di lokasi artikel ilmiah pada kondisi: (1) Lalu lintas hanya terdiri dari kendaraan ringan dan kendaraan berat (khusus sepeda motor tidak dibebankan); (2) Terdapat rule atau aturan yang belaku sehari-hari hari pada area weaving digunakan dalam simulasi, rule tersebut meliputi: (a) Cosisider Next Turning Direction, (b) Desired Position at Free Flow Flow, (c) Keep Lateral Distance to Vehicle on Next Lane dan (d) Advance Merging (khusus Advance Merging pada kondisi default sudah digunakan); (3) Terdapat parameter dirubah nilainya dari kondisi default,, parameter tersebut meliputi: (a) Standstill Distance (m) dari 1,5 meter menjadi 1,29 meter: (b) Time Headway (s) dari 0,5 detik meter menjadi 0,3 detik; (c) Threshold for Entering Following dari -8,0 menjadi -8,39; (d) Waiting time before diffusion (s) dari 60 detik menjadi 70 detik; (e) Minimal Headway (m) dari 0,5 meter menjadi 0,3 meter; (f) Minimal Lateral Distance at 0 km (Car) dari 1,0 meter menjadi enjadi 0,3 meter; dan (g) Minimal Lateral Distance at 0 km (Truk) dari 1,0 meter menjadi 0,5 meter
4.
PENYESUAIAN MODEL PE PERHITUNGAN MKJI
Tahapan yang menjadi tujuan utama dalam makalah ini yaitu pengembangan model kapasitas weaving. Pengembangan diarahkan untuk memgevaluasi model yang sudah ada yaitu: MKJI serta pengembangan kapasitas weaving dengan mempertimbangkan variabel lalu lintas, geometrik dan perilaku pengemudi pengemudi.
4.1 Perhitungan n Kapasitas Weaving Model MKJI 1997 Persamaan model kapasitas weaving yang selama ini digunakkan dalam perhitungan kapasitas weaving di Indonesia yaitu model perhitungan menggunakan MKJI. Perhitungan kapasitas weaving dengan menggunakan model MKJI 1997 dengan gan menggunakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan perhitungan pada lokasi penelitian (Jalan Tol Tangerang/Kebon Nanas) sebagai berikut:
Gambar 2
Data Geometrik dan Rasio menjalin pada Jalan Tol Tangerang/Kebon Nanas
Dengan menggunakan persamaan MKJI 1997 (persamaan II.3) akan diperoleh kapasitas weaving pada lokasi penelitian. , [1 + ( ⁄ )] , [1 + ( ⁄3)] , [1 + ( ⁄ )] , = 135 (1) Nilai kapasitas dengan Ww sebesar 12 m, We sebesar 5 meter, pw sebesar 0,415 dan Lw sebesar 197 meter, yaitu 5522,464 smp/jam (untuk 4 lajur).
4.2 Pengukuran Kapasitas Weaving Model Simulasi Kapasitas weaving terukur merupakan jumlah kendaraan maksimum pad padaa suatu penggal pada area weaving yang dilewatkan persatuan waktu tertentu melalui pengamatan langsung dilapangan dilapangan.
# (!!$!
44506,365
> = = $?
$'"! ! Gambar 3
Hubungan Volume dan Kecepatan Hasil Keluaran Model Simulasi VISSIM
Kapasitas weaving akan tercapai jika kecepatan 33,2171 km/jam, x = 33,2171, maka kapasitas weaving, (33,2171 ) + 521,86 y = −3,5058 (33,2171 ) + 236,38 (33
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
T - 116
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi
Sehingga kapasitas weaving hasil pengukuran dengan simulasi sebesar = 4506,365 smp/jam.
4.3 P engaruh Variabel yang digunakan Model MKJI terhadap Kapasitas weaving Pengaruh kapasitas variabel dalam MKJI 1997 terhadap kapasitas weaving perlu dianalisis untuk melihat pengaruh perubahan variabel-variabel terhadap perubahan kapasitas weaving, dengan melakukan simulasi dengan merubah nilai variabel. Selain itu pada tiap perubahan variabel dilakukan perubahan volume input dengan harapan kinerja berupa volume dan kecepatan terdistribusi dengan baik untuk mendapatkan kapasitas weaving. 1. Panjang Weaving (Lw) Panjang weaving diidentifikasi sebagai jarak dari titik mulai menyatu (merging) sampai titik terakhir kendaraan memencar (diverging).
$&'& )"&!$!
> =
$?
"")" !
Gambar 4
Hubungan Kapasitas dengan Panjang Weaving hasil Model Simulasi VISSIM
Pengaruh perubahan variabel panjang weaving bernilai positif terhadap perubahan kapasitas weaving, artinya untuk nilai panjang weaving yang semakin besar akan menghasilkan kapasitas weaving yang lebih besar, sedangkan bila terjadi pengurangan nilai panjang weaving kapasitas weaving juga akan semakin kecil. 2. Lebar Weaving (Ww) Lebar weaving diidentifikasi sebagai lebar segmen jalan yang digunakan untuk proses weaving. Lebar weaving seringkali diukur pada tengah-tengah area weaving.
$&'& )"&!$!
>
=
$?
%)"!
Gambar 5
Hubungan Kapasitas dengan Lebar Weaving hasil Model Simulasi VISSIM
Pengaruh perubahan variabel panjang weaving bernilai positif terhadap perubahan kapasitas weaving, artinya untuk nilai panjang weaving yang semakin besar akan menghasilkan kapasitas weaving yang lebih besar, sedangkan bila terjadi pengurangan nilai panjang weaving kapasitas weaving juga akan semakin kecil. 3. Rata-rata Lebar Pendekat Masuk (We) Lebar rata-rata lebar pendekat masuk merupakan rata-rata lebar pendekat masuk yang memasuki area weaving. Pada penelian ini menggunakan 2 (dua) pendekat masuk sehingga rata-rata diperoleh dari total lebar pendekat masuk (m) dibagi 2 (dua).
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
T - 117
Transportasi
$&'&)" &!$!
> = $?
%"'%'%'! Gambar 6
Hubungan Kapasitas dengan Rata-rata Lebar Pendekat Masuk hasil Model Simulasi VISSIM
Pengaruh perubahan variabel rata-rata lebar pendekat masuk bernilai positif terhadap perubahan kapasitas weaving, artinya untuk nilai rata-rata lebar pendekat masuk yang semakin besar akan menghasilkan kapasitas weaving yang lebih besar, sedangkan bila terjadi pengurangan nilai rata-rata lebar pendekat masuk kapasitas weaving juga akan semakin kecil. 4. Rasio Lalu Lintas Terjalin dengan Lalu Lintas Total (pW) Rasio lalu lintas terjalin merupakan nilai yang diperoleh dari valume arus menjalin dibandingkan dengan valume total jalinan.
$&'& )"&!$!
>
= $?
%(& "" !
Gambar 7
Hubungan Kapasitas dengan Rasio Lalu Lintas Terjalin hasil Model Simulasi VISSIM
Pengaruh perubahan variabel rasio lalu lintas terjalin bernilai negatif terhadap perubahan kapasitas weaving, artinya untuk nilai rata-rata rasio lalu lintas terjalin yang semakin besar akan menghasilkan kapasitas weaving yang lebih kecil, sedangkan bila terjadi pengurangan nilai rasio lalu lintas terjalin kapasitas weaving juga akan semakin besar. Kesimpulan dari simulasi perubahan variabel yang terdapat dalam model pehitungan MKJI 1997 diperoleh kesimpulan bahwa; variabel-variabel yang digunakan pada model MKJI 1997 mempunyai pengaruh nyata terhadap kapasitas weaving.
4.4. Analisis nilai pengaruh Model MKJI 1997 dan Hasil Simulasi Jika dihubungkan dengan pengaruh variabel terhadap kapasitas weaving hasil simulasi yang sudah dilakukan maka dapat di jelaskan pada Tabel 1. Tabel 1.
Analisis Pengaruh Variabel Hasil Simulasi terhadap nilai parameter pada Model MKJI 1997 Nilai Pengaruh Variabel MKJI 1997 Hasil Simulasi Keterangan (estimate) Ww Positif Positif Semakin besar nilai Ww kapasitas akan semakin besar We/Ww Positif Positif/Negatif Tergantung rasio We/Ww (kondisi penyempitan atau bukan penyempitan) (1+pw/3) Positif Negatif Pw memberikan pengaruh negatif pada hasil simulasi (1+Ww/Lw) Negatif Positif/Negatif Tergantung rasio We/Lw (Kecenderungan perbedaan nilai panjang weaving (Lw) lebih besar dibandingkan perubahan nilai Ww sehingga nilai Ww/Lw cenderung mempunyai nilai negatif) Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
T - 118
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi
Dari hasil analisis pengaruh dengan menggunakan simulasi yang dihubungkan dengan model MKJI 1997 maka diperoleh kesimpulan nilai Ww, We/Ww dan (1+Ww/Lw) mempunyai kesesuaian pengaruh terhadap hasil simulasi, sedangkan untuk (1+pw/3) pada MKJI 1997 memberikan nilai yang berbeda dengan hasil simulasi.
4.5. Analisis nilai pengaruh Model MKJI 1997 dan Hasil Simulasi Langkah awal dalam pengembangan model kapasitas weaving MKJI 1997 (persamaan 1) yaitu dengan mentransformasi persamaan non linier kedalam persamaan linier. = ⁄ )
(
+
(
.
) +
+(
.
/
) +
+(
,
⁄ ) – ,
+ (2)
Persamaan Multi Linier secara umum sebagai berikut: =
+
+
apabila : Log C Log 135 Log(1+pW /3)
+
+
= Y, = c, = X3,
(3) Log (W w) Log (1+W E /W W) Log(1+W E /L W) = X4
= X1 = X2
maka persamaan (2) dapat dirubah menjadi : = 1.3 + 1.5 + 0.5 − 1.8 + (untuk c = Log 135)
(4)
Dalam melakukan multiple regression linear analysis digunakan software SPSS.15. Hasil dari proses ini dihasilkan persamaan regresi dengan Log C sebagai variabel independent dan variabel Log Ww, Log (1+We/Ww), Log (1+pw/3), Log (1+Ww/Lw) sebagai variabel dependen. Dalam meng-adjust MKJI 1997 perlu dipertimbangkan nilai rasio We/Ww nilai ini merupakan representasi dari penyempitan atau bukan penyempitan (bottleneck/non bottleneck). Untuk itu dalam meng-adjust MKJI 1997 terlebih dahulu dibedakan weaving area pada kondisi dengan penyempitan (lebar total pendekat masuk lebih besar daripada lebar weaving) atau nilai We/Ww > 0,5 (0,5 merupakan rata-rata 2 pendekat masuk) dan weaving area pada kondisi tanpa penyempitan (lebar total pendekat masuk sama atau lebih kecil daripada lebar weaving) atau nilai We/Ww ≤ 0,5. 1. Weaving area dengan penyempitan (bottleneck) (We/Ww > 0,5) Data masukan nilai variabel independen dan dependen yang digunakan pada perubahan nilai variabel yang telah dilakukan. Ringkasan lebih detail variabel yang digunakan untuk adjusment MKJI 1997 pada kondisi penyempitan (bottleneck), nilai We/Ww > 0,5 adalah sebagai berikut: Tabel 2.
Data masukan nilai variabel independen dan dependen untuk Adjusment MKJI 1997 (kondisi penyempitan/bottleneck)
NO
Kapasitas (smp/jam)
Lebar Weaving (m)
Rata-rata lebar pendekat masuk (m)
Rasio Lalu Lintas Terjalin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
C 3647,2282 3560,5183 3709,0178 3754,4347 3460,8152 3710,3744 3705,7543 3148,5573 3853,1051 5449,3229
Ww 12 9 12 12 8 12 12 7 12 12
We 6,5 5 7 7,5 5 8 8,5 5 9 6,5
pw 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,3
Panjang Weaving (m) Lw 197 197 197 197 197 197 197 197 197 197
Dengan menggunakan SPSS 15 metode Enter persamaan regresi liner yang diperoleh dari variabel yang digunakan untuk meng-adjust MKJI 1997 sebagai berikut. = 2,532 + 2,470
+ 0,304
− 7,127 − 47,627
(5)
Dengan R2 sebesar 0,995, dengan standar error of estimate sebesar 0,0059. Dengan melihat niali R2 sebesar 0,995 artinya hanya sebesar 0,5 % kapasitas weaving dipengaruhi oleh faktor lain. Langkah selanjutnya dengan yaitu mentransformasi nilai parameter yang terdapat pada Model Perhitungan kapasitas weaving MKJI 1997. Dengan nilai C = 2,532 , A=2,470, B =0,304, C = -7,127dan D = -47,627. Untuk variabel C diantilogkan menjadi c = 340,4 Sehingga persamaan perhitungan kapasitas weaving hasil adjusment sebesar; = 340,4
,
[1 + (
⁄
)]
,
[1 + (
⁄3)]
,
[1 + (
⁄
)]
,
(6)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
T - 119
Transportasi
Model persamaan yang dihasilkan dari adjusment MKJI 1997 kondisi bottleneck tersebut mempunyai dapat dijelaskan pada Tabel .3 sebagi berikut: Tabel 3.
Analisis Pengaruh Variabel Adjusmet MKJI kondisi (bottleneck) terhadap nilai parameter pada Model MKJI 1997
Ww
Nilai Pengaruh MKJI Adjusmet MKJI 1997 1997 (estimate) Positif Negatif
We/Ww
Positif
Positif
(1+pw/3)
Positif
Negatif
(1+Ww/Lw)
Negatif
Negatif
Variabel
Keterangan Pada kondisi penyempitan semakin besar nilai Ww akan berimplikasi semakin besar kapasitas Weaving Pada kondisi penyempitan semakin besar nilai penyempitan rasio We/Ww maka estimasi kapasitas weaving akan semakin Besar (Tergantung rasio We/Ww) Semakin besar Pw memberikan pengaruh negatif kapasitas weaving semakin kecil. Kecenderungan perbedaan nilai panjang weaving (Lw) lebih besar dibandingkan perubahan nilai Ww sehingga nilai Ww/Lw cenderung mempunyai nilai negatif (Tergantung rasio Ww/Lw)
Dari hasil analisis pengaruh dengan model adjusment MKJI kondisi bottleneck maka diperoleh kesimpulan nilai Ww dan We/Ww mempunyai pengaruh positif terhadap kapasitas weaving pada kondisi penyempitan, sedangkan nilai (1+pw/3) dan (1+Ww/Lw) memberikan pengaruh negatif terhadap kapasitas weaving. Dengan melihat kesesuaian tanda pengaruh variabel dapat disimpulkan MKJI signifikan digunakan pada weaving area dengan kondisi penyempitan (bottleneck). 2. Weaving area pada kondisi tanpa penyempitan (non bottleneck) (We/Ww ≤ 0,5) Data masukan nilai variabel independen dan dependen yang digunakan pada perubahan nilai variabel yang telah dilakukan. Ringkasan lebih detail variabel yang digunakan untuk adjusment MKJI 1997 pada kondisi tanpa penyempitan (non bottleneck), nilai We/Ww ≤ 0,5 adalah sebagai berikut: Tabel 4.
Data masukan nilai variabel Bebas dan Terikat untuk Adjusment MKJI 1997 (kondisi tanpa penyempitan/non bottleneck)
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Kapasitas (smp/jam) C 4475,4456 4435,3122 4339,2978 3492,9526 4207,6211 3525,2440 4323,9189 3005,9197 3285,7566 3361,3284 3386,8839 3576,5700 3591,2451 4205,2286 4152,0426 4310,2455 5482,4651 5415,3253 5339,1023 4614,1542 3779,2783 3610,612 3272,0751 3939,3168 3561,7409 3601,9208 3845,8833
Lebar Weaving (m) Ww 16 15 14 12 13 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 11 12 12 10
Rata-rata lebar pendekat masuk (m) We 5 5 5 4,5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5,5 6 5
Rasio Lalu Lintas Terjalin pw 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,49 0,49 0,49 0,49
Panjang Weaving (m) Lw 197 197 197 197 197 197 197 140 150 160 170 180 190 200 210 220 197 197 197 197 197 197 197 197 197 197 197
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
T - 120
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi
Dengan menggunakan SPSS 15 metode Enter persamaan regresi liner yang diperoleh dari variabel yang digunakan untuk meng-adjust MKJI 1997 sebagai berikut. = 3,214 + 0,959 − 0,783 − 3,395 − 12,113 .(7) Dengan R2 sebesar 0,851, dengan standar error of estimate sebesar 0,029. Dengan melihat niali R2 sebesar 0,851 artinya hanya sebesar 14,9 % kapasitas weaving dipengaruhi oleh faktor lain. Langkah selanjutnya dengan yaitu mentransformasi nilai parameter yang terdapat pada Model Perhitungan kapasitas weaving MKJI 1997. Dengan nilai C = 3,214, A=0,959, B =-0,783 , C = -3,395 dan D = -12,113. Untuk variabel C diantilogkan menjadi c = 10 3,214 atau c = 1636,82 Sehingga persamaan perhitungan kapasitas weaving hasil adjusment sebesar; , [ + ( [ + ( ⁄ )] , [ +( ⁄ )] , ⁄ )] , = , (8) Model persamaan yang dihasilkan dari adjusment MKJI 1997 kondisi non bottleneck tersebut mempunyai dapat dijelaskan pada Tabel 5. sebagi berikut: Tabel 5. Variabel
Analisis Pengaruh Variabel Adjusmet MKJI kondisi (non bottleneck) terhadap nilai parameter pada Model MKJI 1997 Nilai Pengaruh Adjusmet MKJI 1997 (estimate) Positif
Ww
MKJI 1997 Positif
We/Ww
Positif
Negatif
(1+pw/3)
Positif
Negatif
(1+Ww/Lw)
Negatif
Negatif
Keterangan Pada kondisi tidak penyempitan semakin besar nilai Ww akan berimplikasi semakin besar kapasitas weaving Pada kondisi tanpa penyempitan, semakin besar nilai penyempitan rasio We/Ww maka estimasi kapasitas weaving akan semakin Kecil (Tergantung rasio We/Ww) Semakin besar Pw memberikan pengaruh negatif kapasitas weaving semakin kecil. Kecenderungan perbedaan nilai panjang weaving (Lw) lebih besar dibandingkan perubahan nilai Ww sehingga nilai Ww/Lw cenderung mempunyai nilai negatif (Tergantung rasio Ww/Lw)
Dari hasil analisis pengaruh dengan model adjusment MKJI kondisi non bottleneck maka diperoleh kesimpulan nilai Ww mempunyai pengaruh positif terhadap kapasitas weaving pada kondisi tanpa penyempitan, sedangkan (1+We/Ww), (1+pw/3) dan (1+Ww/Lw) memberikan pengaruh negatif terhadap kapasitas weaving.
5.
KESIMPULAN
1.
Kapasitas weaving terukur hasil simulasi pada lokasi penelitian sebesar 4506,365 smp/jam untuk 4 lajur, nilai ini berbeda 22,548 % dari hasil perhitungan dengan MKJI 1997 dan berbeda 5,76 % dari model adjusment MKJI kondisi tidak ada penyempitan. 2. Hasil pengembangan perhitungan kapasitas weaving dengan menggunakan model simulasi untuk menghitung kembali parameter-parameter yang terdapat pada MKJI 1997, meliputi: 1) Variabel yang digunakan pada model perhitungan kapasitas weaving MKJI masih relevan dan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kapasitas weaving. Dari hasil simulasi variabel rasio kendaraan menjalin (pw) mempunyai pengaruh negatif (semakin besar rasio kendaraan menjalin dengan arus total semakin kecil kapasitas weaving yang dihasilkan) dan memberikan kesesuaian pengaruh variabel yang berbeda dengan MKJI 1997. 2) Persamaan model yang dihasilkan dari adjusment pada kondisi terjadi penyempitan (bottleneck) yaitu: , [ + ( [ + ( ⁄ )] , [ +( ⁄ )] , ⁄ )] , = , 2 dengan R sebesar 0,995, dengan standar error of estimate sebesar 0,0059. 3) Model adjusment MKJI kondisi bottleneck nilai Ww dan We/Ww berpengaruh positif terhadap kapasitas weaving pada kondisi penyempitan, sedangkan (1+pw/3) dan (1+Ww/Lw) berpengaruh negatif terhadap kapasitas weaving. 4) Berdasarkan kesesuaian tanda pengaruh variabel, MKJI 1997 signifikan digunakan pada weaving area dengan kondisi penyempitan (bottleneck). 5) Persamaan model yang dihasilkan dari adjusment pada kondisi terjadi tanpa penyempitan (non bottleneck) yaitu: , [ +( [ + ( ⁄ )] , [ +( ⁄ )] , ⁄ )] , = , 2 dengan R sebesar 0,851, dengan standar error of estimate sebesar 0,029. 6) Model adjusment MKJI kondisi non bottleneck mempuyai nilai Ww yang berpengaruh positif terhadap kapasitas weaving pada kondisi tanpa penyempitan, sedangkan We/Ww, (1+pw/3) dan (1+Ww/Lw) berpengaruh negatif terhadap kapasitas weaving.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
T - 121
Transportasi
DAFTAR PUSTAKA Directorat Jenderal Bina Marga, (1997), “Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)”, PU IHCM Project Phase 1 (1993). “Final Report”, Directorate of Urban Road Development (Binkot), Jakarta Lieberman E., dan Rathi, A. K, (2005). “Traffic Simulation, dalam Revised Monograph on Traffic Flow Teori”, Bab 10, Malkhamah. S. (2005) “Pemodelan Kapasitas Bagian Jalinan Bundaran”, Jurnal Media Teknik XXVII(1) PTV "VISSIM User Manual - V.3.70”, (2007),.Karlsruhe, Germany.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
T - 122
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013