Topik Utama PENGEMBANGAN PANAS BUMI DI INDONESIA DENGAN MODEL KERJASAMA OPERASI Wiret Cahyahadi, Adriansyah, Marihot S.P. Silaban, Antonius B. Ekoprasetyo, dan Teguh Purwantoro Upstream Business Development PT. Pertamina (Persero)
[email protected]
SARI Besarnya potensi di Indonesia yang diestimasi mencapai 29 GW (terbesar di dunia) menempatkan panas bumi menjadi prioritas di bidang Energi. Pemanfaatan panas bumi Indonesia saat ini memiliki kapasitas terpasang sekitar 1.341 MW atau sekitar 4,6% dari potensi yang ada. Pertamina sebagai BUMN mengemban amanat untuk dapat mengolah kekayaan panas bumi untuk kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945 bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Perkembangan panas bumi semenjak diberlakukannya UU No 27 Tahun 2003 berjalan sangat lambat. Proses tender WKP masih menimbulkan berbagai hambatan di dalam percepatan pengembangan panas bumi. Sampai saat ini belum ada satu pun pengembang yang berhasil menambah kapasitas terpasang yang didapatkan dari hasil tender. Dalam percepatan pengembangan panas bumi Pertamina memiliki sistem kerjasama (KOB/JOC). Dari sistem ini sampai sekarang didapatkan ada 3 KOB/JOC yang sudah berhasil mengembangkan panas bumi di Indonesia. Dengan aturan yang baru maka PGE (Pertamina Geothermal Energy) tidak dapat lagi mengaplikasikan sistem JOC/KOB di sektor hulu. Sistem kerjasama baru dikemas dalam bentuk integrated project, model kerjasama ini diharapkan dapat mempercepat langkah Pertamina dalam mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia dengan tetap menjaga kepemilikan WKP atas nama Negara dan tetap memiliki kendali atas pengembangan WKP tersebut. Kata kunci : kerjasama, panas bumi
1. PENDAHULUAN Mengingat besarnya potensi di Indonesia yang diestimasi mencapai 29 GW (terbesar di dunia) panas bumi menjadi prioritas di bidang Energi. Pemanfaatan panas bumi Indonesia dengan kapasitas terpasang sekitar 1.341 MW, menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan Filipina. Dimulai dari pengembangan lapangan Kamojang pada tahun 1972 dan dilanjutkan
26
dengan era JOC hingga kini kapasitas total panas bumi terpasang di Indonesia sekitar 1.341 MW atau sekitar 4,6% dari potensi yang ada. Pertamina sebagai BUMN mengemban amanat untuk dapat mengolah kekayaan panasbumi untuk kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan amanat pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama Dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik tahap kedua panas bumi ditargetkan bisa dikembangkan hingga 4.925 MW dari total 10.000 MW seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 4 Tahun 2010. Melalui peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 01 tahun 2012 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) ditargetkan pembangkit listrik tenaga panas bumi pada tahun 2025 mencapai total 9.500 MW. Di era yang baru setelah krisis ekonomi tahun 1997 pengembangan panas bumi saat ini dibangun berlandaskan Undang-Undang Panasbumi (UU No. 27 tahun 2003) dan peraturan pelaksanaan yang terkait. Hal ini membuka partisipasi langsung pihak swasta dalam pengembangan energi panas bumi melalui tender yang kompetitif, dan memberikan peran yang besar kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tender dan mengeluarkan izin usaha. Namun perkembangan semenjak diberlakukannya peraturan baru tersebut sangat lambat. Proses tender WKP Panasbumi masih menimbulkan berbagai hambatan di dalam percepatan pengembangan panas bumi. Sampai saat ini belum ada satu pun pengembang yang berhasil menambah kapasitas terpasang yang didapatkan dari hasil tender. 2. SEJARAH KOB/JOC PERTAMINA Berlandaskan pada Keppres No. 16 tahun 1974, Keppres No. 22 tahun 1981 dan No. 45 tahun 1991 maka pemerintah memberi kuasa Pengusahaan E & P Sumberdaya Panasbumi kepada Pertamina. Pertamina dapat menjual energi/listrik kepada PLN dan Badan Usaha lain serta Koperasi. Apabila Pertamina belum dapat melakukan sendiri pengelolaan panas bumi maka dapat menunjuk kontraktor untuk mengadakan kerjasama (KOB/JOC) dengan Pertamina.
Melalui Permen Pertamben No. 10/p/m/ pertamben/81 Pertamina berlaku sebagai manajemen, sedangkan kontraktor sebagai pelaksana operasi. KOB/JOC bisa batal bila mana tidak ditemukan potensi energi panasbumi sesudah 6 (enam) tahun kontrak ditandatangani. Kontraktor mendapat bagian dari hasil penjualan energi/listrik. Dari sistem ini didapatkan sampai sekarang ada 3 KOB/JOC yang sudah berhasil mengembangkan panas bumi di Indonesia yaitu Gunung Salak (WK PGE, pengembang JOC PGE dengan Chevron Panasbumi Salak (CGS) Ltd) dengan kapasitas terpasang 377 MW, kemudian Wayang Windu (WK PGE, pengembang JOC PGE dengan Magma Nusantara Ltd) dengan kapasitas terpasang 227 MW dan Darajat (WK PGE, pengembang JOC PGE dengan Chevron Panasbumi Indonesia (CGI) Ltd) kapasitas terpasang 270 MW. Namun karena krisis ekonomi tahun 1997 melalui Keppres No. 39/1997 dan No. 5/1998 proyek - proyek JOC-ESC pengembangan panas bumi tidak terealiasasi, beberapa proyek panas bumi ditangguhkan/dikaji ulang. Beberapa proyek JOC-ESC yang ditangguhkan di antaranya adalah lapangan Patuha dengan Patuha Power Ltd (PPL), Dieng dengan Himpurna California Energy (HCE) dan Karaha dengan Karaha Bodas Company (KBC). Setelah krisis berangsur pulih terbitlah Keppres No. 76/2000 yang membatalkan Keppres No. 39/ 1997 dan mulailah era baru pengembangan panasbumi di Indonesia dengan terbitnya Undang-Undang Panas Bumi (UU No. 27 tahun 2003). Dari terbitnya peraturan baru tersebut sampai saat ini sudah lebih dari 50 WK Panas Bumi yang ditenderkan dan sebagian sudah diterbitkan IUP nya. Namun dari total kapasitas terpasang panas bumi yang ada di Indonesia (lihat Tabel 1) terlihat bahwa kesemuanya berasal dari WK Panas Bumi lama yaitu sebelum terbitnya UU No 27 Tahun 2003 (Danar A, 2012).
Pengembangan Panas Bumi di Indonesia Dengan Model Kerjasama Operasi ; Wiret C., Adriansyah, dkk
27
Topik Utama Total kapasitas terpasang energi panas bumi sebesar 1.341 Megawatt (MW) yang berasal dari 3 KOB/JOC diatas ditambah dengan Sibayak (WK PGE, pengembang PGE) kapasitas terpasang 12 MW, kemudian Kamojang (WK PGE, pengembang PGE) kapasitas terpasang 200 MW, Dieng (WK PGE, pengembang PT Geodipa) kapasitas terpasang 60 MW, Lahendong (WK PGE, pengembang PGE) kapasitas terpasang 80 MW, Ulubelu (WK PGE, pengembang PGE) kapasitas terpasang 110 MW dan terakhir Ulumbu (WK PLN, pengembang PLN) kapasitas terpasang 2x2,5 MW (Tabel 2) (Direktorat Panasbumi Ditjen EBTKE, 2013)
3. KERJA SAMA OPERASI Saat ini WK existing PGE masih menggunakan aturan lama, terdapat 14 WKP yang saat ini masih dimiliki PGE. Pajak inklusif 34% menjadi keistimewaan tersendiri untuk WK - WK tersebut selama tetap dikelola oleh PGE. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga dapat direimburse ke pemerintah oleh PGE. Status WK menjadi milik PGE dan tidak boleh dipindahtangankan kepada pihak lain karena merupakan penugasan dari pemerintah. Sedangkan WK baru dari aturan yang baru harus membayar total pajak yang lebih
Tabel 1.Perbandingan sistem pengembangan panas bumi Indonesia 1. Generation 2. Installed capacity, MW 3. Selling product 4. Energy price
Pre JOC1) Era (1972-1981) Learning 140
JOC1) Era2) (1981-2003) Growth
After JOC1) Era3) (2003-current) Stagnant 0
1049 Geothermal electricity (the most) and Geothermal steam None steam (the least) Steam price is referred to 80% of Energy price is referred to 20% IRR Geothermal electricity price is less or the domestic fuel oil price per kWh except Pertamina equal US$ 9.70 cents / kWh Monopsonistic Monopsonistic Monopsonistic Pertamina Pertamina Pertamina Pertamina or JOC companies Pertamina or JOC companies Pertamina or JOC companies PLN PLN PLN
5. Market type a. Seller b. Supplier c. Buyer Note: (Danar A, 2012) 1) JOC: Joint Operation Contract 2) When Indonesia had been under havy monetery crisis in 1998, the geothermal electricity base price under Energy Sales Contract (ESC) of JOC decreased from around US$ 8 cents per kWh to below US$ 5 cents per kWh. 3) There is a geothermal working area tender process by local government.
Tabel 2. Kapasitas terpasang panas bumi Indonesia No
Lapangan
1. 2. 3. 4. 5.
Kamojang (Jabar) Ulubelu (Lampung) Lahendong (Sulut) Sibayak (Sumut) Darajat (Jabar)
6.
Gunung Salak (Jabar) Wayang Windu (Jabar) Dieng (Jateng) Ulumbu (NTT)
7. 8. 9.
Pemilik WKP PGE PGE PGE PGE PGE PGE PGE PGE PLN
Pengembang Hulu PGE PGE PGE PGE JOC PGE– Chevron Panasbumi Indonesia (CGI) Ltd JOC PGE – Chevron Panasbumi Salak (CGS) Ltd JOC PGE – Magma Nusantara Ltd Geodipa PLN Total Kapasitas Terpasang
28
Kapasitas (MW) 200 110 80 12 270 377 227 60 5 1341
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013
Topik Utama besar yaitu sekitar 40%-50% dan PPN tidak dapat di-reimburse ke pemerintah (Lihat Tabel 3). Atas dasar itu sebenarnya WK - WK existing PGE sangat menarik secara keekonomian. Untuk itu dalam rangka mempercepat pengembangan lapangan - lapangan yang belum tertangani sendiri oleh PGE maka akan dilakukan kerja sama dengan pengembang panasbumi yang kompeten dari segi teknologi maupun keuangan, memiliki track record yang baik, dan berkelas dunia dengan seleksi yang ketat. Dalam sistem ini WKP panas bumi akan tetap dimiliki oleh PGE dan dikuasai Negara, sedangkan pengusahaannya yang akan dilakukan bersama dengan partner. Salah satu strategi yang ditempuh Pertamina dalam melakukan percepatan pengembangan hulu adalah dengan adanya Brigade 300K, yang terdiri dari Brigade 200K untuk migas dan Brigade 100K untuk panas bumi. Diharapkan dari Brigade 200K pada tahun 2014 akan didapatkan tambahan produksi minyak sebesar 200 ribu BOPD sedangkan di panas bumi dimaknai
dengan kalkulasi kemampuan menghasilkan tenaga listrik dari sumber energi panas bumi kurang lebih 2295 MW atau setara dengan 100 ribu BOPD untuk penghematan migas (Team U29, 2013). Dengan aturan yang baru maka PGE tidak dapat lagi mengaplikasikan sistem JOC/KOB di sektor hulu. Sistem kerja sama baru dikemas dalam bentuk integrated project dengan kepemilikan di sektor hulu dimiliki oleh Pertamina dan partner berlaku sebagai service contractor dengan imbalan dari per KWh listrik/uap yang dihasilkan. Sedangkan di sektor hilir dapat dipertimbangkan apakah Pertamina mayoritas, minoritas atau sama sekali tidak punya kepemilikan yang sesuai dengan aturan IPP (lihat Tabel 4). Tabel 4. Skema kerja sama operasi HULU HILIR (IPP)
PGE (Partner sebagai service contractor) PGE (Mayoritas) PARTNER PGE PARTNER (Mayoritas) PARTNER/PIHAK KETIGA
Tabel 3. Pajak yang berlaku pada pengembangan panas bumi HULU ATURAN
PGE
ENTITAS BISNIS LAIN
UU No 27 Tahun 2003 Keppres No 22 tahun 1981 dan No 45 tahun 1991 34% termasuk royalty, retribusi dll PPN dapat direimburse ke pemerintah Tidak berlaku untuk partner Pajak standar dengan beberapa insentif - PPH @25% - PPN @10% - PPP @4% - Retribusi dll
PAJAK
HILIR
PAJAK
UU Ketenagalistrikan
34%
Pajak perusahaan standard PPN dapat di-reimburse ke pemerintah
40%50%
Pajak perusahaan standard PPN tidak dapat direimburse
35%
>35%
Pengembangan Panas Bumi di Indonesia Dengan Model Kerjasama Operasi ; Wiret C., Adriansyah, dkk
29
Topik Utama Untuk melakukan percepatan tersebut diperlukan partner strategis yang setidaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut: 1) Perusahaan panas bumi yang memiliki kompetensi kelas dunia 2) Memiliki sumber daya dan teknologi di bidang panas bumi yang kuat 3) Bersedia sharing risiko dengan melakukan eksplorasi panas bumi. Dengan skema kerja sama tersebut diperlukan kemenarikan investasi yang tinggi. Salah satu yang diperlukan untuk menarik partner dalam percepatan pengembangan panas bumi adalah WKP yang telah clean & clear yaitu di antaranya: 1) Daerah prospek setidaknya telah dilakukan studi detail geologi, geofisika dan geokimia. 2) Berbagai ijin yang diperlukan sudah didapatkan. 3) Status lahan yang jelas terutama dari segi kehutanan dan sudah dapat dibebaskan untuk pelaksanaan proyek. Selain itu hal penting lainnya adalah dari segi harga jual listrik setidaknya memenuhi minimum target IRR proyek 14%. Dengan berbagai syarat tersebut diharapkan pengembangan panas bumi akan dapat dicapai sesuai target. Untuk itu kerjasama dari semua pihak sangat diharapkan terutama dari sisi aturan dan kebijakan pemerintah dalam program percepatan pengembangan panas bumi agar target dapat tercapai sehingga beban BBM dapat dikurangi secara signifikan. 4. KESIMPULAN a. Percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia perlu mempertimbangkan langkah - langkah efektif yang telah terbukti berhasil. b. Perlunya fleksibilitas bagi BUMN pengembang panas bumi dalam mengelola WKP yang ada maupun WKP yang baru supaya Sumber Daya Panasbumi tetap dimiliki Negara dan dapat digunakan untuk sebesar - besar kemakmuran rakyat Indonesia.
30
c. Model Kerjasama Operasi diharapkan dapat mempercepat langkah Pertamina dalam mengembangakan potensi panas bumi di Indonesia dengan tetap menjaga kepemilikan WKP atas nama Negara dan tetap memiliki kendali atas pengembangan WKP tersebut.
5. REKOMENDASI a. Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM, Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang telah membuat kesepakatan agar dapat dimplementasikan secara cepat dan massif dalam percepatan pengembangan panas bumi. b. Pemerintah Daerah diharapkan mendukung penuh pengembangan panas bumi dengan memperhatikan kendala yang timbul di lapangan dan pro aktif mencari solusi. c. Perlunya evaluasi model pengembangan panasbumi yang berdasar pada UU No 27 Tahun 2003 menjadi lebih aplikatif dalam pelaksanaan dan melibatkan peran serta BUMN sebagai unit bisnis pemerintah. d. Perlunya aturan yang mendukung bagi BUMN pengembang panas bumi untuk dapat mengembangkan model kerja sama sehingga tetap menjaga kepemilikan WKP atas nama Negara dan tetap memiliki kendali atas pengembangan WKP. DAFTAR PUSTAKA Danar, A., 2012, "Is the Panasbumi Electricity Price More Expensive than Coal Fired Electricity Price Based on Long Run Comparison?", Proceedings, 1st ITB Panasbumi Workshop. Direktorat Panasbumi Ditjen EBTKE, 2013, http://www.ebtke.esdm.go.id/id/energi/ energi-terbarukan/panas-bumi/792-hitaykucurkan-investasi-us104-juta.html, 13 Maret 2013, diakses tanggal 30 April 2013. Team U29, 2013, Brigade Corner Pertamina.
M&E, Vol. 11, No. 2, Juni 2013