PENGEMBANGAN MODEL FORWARD REVERSE LOGISTICS DENGAN MEMPERTIMBANGKAN BATCH SIZE DAN RETURN RATIO UNCERTAINTY Utami, D., Ciptomulyono, U., Pujawan, I. Program Pasca Sarjana, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected]
ABSTRAK Supply chain dengan pengembalian produk yang telah terpakai berbeda dengan forward system dalam berbagai hal. Sistem pengembalian produk terdiri dari beberapa hubungan diantaranya dengan pasar yang membutuhkan produk baru dan pasar yang membutuhkan produk yang telah diproduksi kembali. Berbagai permasalahan yang terjadi dalam forward reverse logistics mendasari penelitian ini untuk dilakukan pengembangan model. Permasalahan yang diakibatkan oleh kondisi ketidakpastian dalam beberapa literatur sebelumnya lebih banyak mempertimbangkan tentang faktor ketidakpastian jumlah permintaan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model forward reverse logistics dengan mempertimbangkan faktor ketidakpastian batch size dan return ratio, sehingga dapat dilakukan analisa terhadap dampak yang diakibatkan dari kondisi ketidakpastian tersebut terhadap keuntungan yang dihasilkan. Model yang dikembangkan merupakan model matematis dengan fungsi tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Model ini diharapkan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan pada permasalahan forward reverse logistics. Model matematis yang diusulkan diselesaikan dengan menggunakan teknik stochastic mixed integer linear programming. Percobaan numerik dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan perilaku model yang diusulkan. Dari hasil percobaan numerik didapatkan hasil bahwa semakin tinggi nilai remanufacturing ratio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Berkurangnya total profit disebabkan oleh bertambahnya jumlah permintaan yang tidak dapat terpenuhi akibat pengaruh berkurangnya batch size. Kata kunci : Forward reverse logistics, ketidakpastian, batch size, return ratio, stochastic mixed integer linear programming.
DEVELOPING FORWARD REVERSE LOGISTICS MODEL CONSIDER BATCH SIZE AND RETURN RATIO UNCERTAINTY Utami, D., Ciptomulyono, U., Pujawan, I. Magister Program, Industrial Engineering Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected]
ABSTRACT Supply chain with recovery system of used product is different from forward system in many different ways. There are many connections in recovery system, in one side with markets need new products and the other side with markets need recovery products. This developing model based on the problems that concerned on forward reverse logistics. Uncertainty problems in forward reverse logistics based on previous literature mostly considered only about demand uncertainty. This study aims to develop forward reverse logistics model which considers batch size and return ratio uncertainty, by which can be analyzed the impact of uncertainty condition into profit. The model developed is a mathematical model with objective function in order to maximize profit. The model can be used for decision making in forward reverse logistics problems. The proposed mathematical model will be solved using stochastic mixed integer linear programming techniques. Numerical experiments are performed to know performance of the proposed model, characteristics, and behaviour of the system. According to numerical experiments can be concluded that more remanufacturing ratio increases the more profit that can get. Decreasing of profit is caused by shortage quantities, the values are effected by decreasing number of batch size. Keywords : Forward reverse logistics, uncertainty, batch size, return ratio, stochastic mixed integer linear programming. 1.
Pendahuluan
Perkembangan industri dewasa ini tidak lagi hanya untuk menghasilkan produk saja, tetapi mengarah menjadi industri yang menghasilkan kualitas produk yang ramah lingkungan, serta melakukan pengolahan kembali terhadap produk yang telah terpakai. Hal ini terdorong oleh beberapa faktor diantaranya adalah kebijakan pemerintah, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat, meningkatnya kesadaran akan kualitas lingkungan, keuntungan dari aspek ekonomi, serta pilihan dan loyalitas
konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan (Mutha, 2009). Supply chain dengan pengembalian produk yang telah terpakai (reverse system) berbeda dengan forward system dalam berbagai hal. Recovery system terdiri dari beberapa hubungan diantaranya dengan pasar yang membutuhkan produk yang baru, dan pasar yang membutuhkan produk yang telah diproses kembali (recovered product). Produk yang telah terpakai dan dikembalikan lagi apabila tidak diproses dengan cara yang efisien akan
menyebabkan biaya besar, dan hal ini tentunya menimbulkan peningkatan biaya untuk menghasilkan produk yang baru. Pada pengembangan model ini dilakukan pengembangan stochastic model forward reverse logistics network yang telah dilakukan oleh El Sayed et al. (2008) dengan mempertimbangkan pemenuhan demand produk selain berasal dari bahan material baru yang dibeli dari supplier, tetapi juga material dari return product. Pada pengembangan model yang dilakukan nantinya dalam bentuk multi period multi echelon forward-reverse logistics network model. Ditambahkan pula dengan pertimbangan faktor ketidakpastian batch size yang berbeda pada tiap periode, dan faktor ketidakpastian return ratio recovery product. Kondisi ketidakpastian return ratio nantinya akan menentukan jumlah bahan material yang didapat dari return product dengan jumlah bahan material baru yang dibeli dari supplier. Analisa yang nantinya dilakukan adalah dampak yang diakibatkan dari kondisi ketidakpastian tersebut terhadap profit yang dihasilkan. Network yang ada pada penelitian sebelumnya El Sayed et al. (2008) dikembangkan dengan perubahan alur produk, dimana produk yang telah melalui proses remanufacturing tidak langsung dijual pada second customer melainkan digunakan kembali pada proses produksi selanjutnya (forward logistics). Pemenuhan kebutuhan material didapat dari material baru yang dibeli dari pemasok dan material hasil dari proses remanufacturing. Material yang kembali setelah pemakaian akan melalui proses pemilihan pada disasssembly center, material yang memenuhi standar kualitas akan dipergunakan kembali untuk proses
produksi selanjutnya, sedangkan material yang tidak memenuhi standar kualitas dan masih berguna bagi pihak lain dijual pada secondary market, sisa material yang tidak dapat digunakan lagi akan dibuang. Perubahan lain adalah tidak adanya redistributor dalam reverse network. Hal ini ditujukan agar network lebih efisien dan aliran produk tidak terlampau panjang. Francas (2009) mengemukakan pendapat bahwa network dari return product harus seefisien dan seefektif mungkin. Produk yang telah terpakai dan dikembalikan lagi apabila tidak diproses dengan cara yang efisien akan menyebabkan biaya yang lebih besar dibanding dengan menggunakan material yang baru sehingga hal ini tidak akan menguntungkan secara aspek ekonomis. 2.
Pemodelan Pengembangan network dari model El Sayed et al. (2008) terdapat pada alur produk, dimana pemenuhan permintaan konsumen yang semula hanya didapat dari pembelian material dari supplier, dikembangkan dengan penggunaan material produk yang kembali. Material produk yang dikembalikan dari konsumen dipilih sesuai standar kualitas mutu pada disassembly center, material produk yang memenuhi standar kualitas akan melalui proses remanufacture, sedangkan material produk yang tidak memenuhi standar kualitas dijual pada pihak lain (secondary customer) setelah melalui proses perbaikan (repair), dan sisanya akan dibuang. Material yang masih bermanfaat untuk menghasilkan produk lain ataupun yang sejenis dikirim ke pihak supplier untuk didaur ulang (recycle). Alur pengembangan network yang dilakukan selengkapnya ditunjukkan oleh gambar 2.1.
Qsf
Qfd
Supplier
Pabrik
Qdc Konsumen pertama
Distributor
Qaf
Qca
Qas Konsumen kedua
Disassembly
Qap : Forward logistics : Reverse logistics
Qak
Disposal
Gambar 2.1 Network dan aliran produk yang dikembangkan dalam model Formulasi model terdiri dari beberapa sets, parameters, dan decision variables : Sets : S: Potensial jumlah supplier, dinotasikan dengan s. F: Potensial jumlah pabrik, dinotasikan dengan f. D: Potensial jumlah distributor, dinotasikan dengan d. C: Potensial jumlah konsumen pertama, dinotasikan dengan c. A: Potensial jumlah disassembly center, dinotasikan dengan a. P: Potensial jumlah disposal locations, dinotasikan dengan p. K: Potensial jumlah konsumen kedua, dinotasikan dengan k. Parameters : Dct : Jumlah permintaan konsumen pertama c pada periode t. Dkt : Jumlah permintaan konsumen kedua k pada periode t . Pc : Harga jual produk pada konsumen pertama c. Pk : Harga jual produk pada konsumen kedua k. DSij : Jarak dari fasilitas i ke fasilitas j.
DSij
=
CSs : Kapasitas pasokan dari supplier s. CFf : Manufacturing capacity dari pabrik f. CMf : Remanufacturing capacity dari pabrik f. CRs : Recycling capacity dari supplier s. CDd : Kapasitas distribusi dari distributor d. CAa : Kapasitas disassembly dari disassembly center a. CPp : Kapasitas disposal dari disposal center p. SQfd: Shortage quantities dari pabrik f terhadap distributor d. Fi : Fixed cost, apabila fasilitas i beroperasi MCs : Biaya material per unit dari supplier s. MCa : Biaya material per unit dari disassembly center a. FCf : Biaya manufacturing dari pabrik f. RCf : Biaya remanufacturing dari pabrik f. CCs : Biaya recycling dari supplier s.
ACa : Biaya disassembly dari disassembly center a. PCc : Biaya pembelian (purchasing cost) dari konsumen c. OCp : Biaya pembuangan dari disposal center p. SCf : Shortage cost per unit dari pabrik f. TC : Biaya transportasi per unit per kilometer. RR : Return ratio dari konsumen pertama. RM : Remanufacturing ratio. RC : Recycling ratio. RP : Disposal ratio. RK : Repairing ratio. Decision variabels : Li : Binary variable bernilai 1 apabila fasilitas i beroperasi dan 0 apabila tidak beroperasi Qijt : Aliran produk dari fasilitas i ke fasilitas j pada periode t.
Second =
a ∈ A k ∈ K t ∈T
Total expected profit Total expected profit =total expected income – total expected cost =(first sales + second sales) – (fixed cost +material cost + manufacturing cost + shortage cost + purchasing cost + disassembly cost + remanufacturing cost + recycling cost + disposal cost + transportation cost) Total expected income Total expected income = + second sales First sales income =
∑∑∑
d ∈ D c ∈ C t ∈T
Q dct Pc
first sales
Pk
Total expected cost Total expected cost = fixed cost + material cost + manufacturing cost + shortage cost + purchasing cost + disassembly cost + remanufacturing cost + recycling cost + disposal cost + transportation cost 1.
Fixed cost
∑F L + ∑F L + ∑F L + ∑F L + ∑F L s∈S
s s
f
f ∈F
f
d d
d∈D
a∈A
a a
p∈P
p p
(3) 2.
Material cost
∑∑∑Q s∈S f ∈F t∈T
sft
MCs + ∑∑∑Qaft MCa a∈A f ∈F t∈T
(4) Manufacturing cost
∑ ∑∑Q s∈ S f ∈ F t ∈T
FC
sft
f
(5) 4.
Shortage cost
∑ ∑ ∑ SQ f ∈ F d ∈ D t ∈T
fdt
SC
(6)
f
Quantity shortage (SQ)
=
(7)
5.
Purchasing cost
∑∑∑Q
cat
c∈C a∈ A t∈T
6.
c∈C a∈A t∈T
7.
PC c
(8)
Disassembly cost
∑∑∑ Q
(1)
akt
income
(2)
3. Objective Function Fungsi tujuan dari model adalah untuk memaksimumkan keuntungan yang diharapkan pada forward reverse logistics network.
∑∑∑Q
sales
cat
ACa
Remanufacturing cost
(9)
∑ ∑∑Q a∈ A f ∈F t∈T
aft
RC f
(10)
∑Q + ∑Q sft
s∈S
= ∑Qfdt, ∀t ∈T,∀f ∈ F
aft
a∈A
d∈D
(14) 8.
∑Q
Recycling cost
∑∑
f ∈F
∑ Q ast CC s
a ∈ A s∈ S t ∈T
∑Q
∑Q
Disposal cost
∑ ∑∑Q a∈ A p∈P t∈T
apt
a∈ A
OC p (12)
10.
Transportation cost
∑∑∑ Q
sft
s∈S f ∈F t∈T
∑∑∑ Q f ∈F d∈D t∈T
≥ D ct , ∀ t ∈ T, ∀ c ∈ C
cat
=
c∈C
TCDSdc +
f ∈F
aft
∑∑∑Q
TCDSas +
c∈C a∈A t∈T
a∈A s∈S t∈T
*RM =
cat
∑Q f ∈F
a∈A k∈K t∈T
k∈K
∑Q c∈C
a∈A f ∈F t∈T
a∈ A
*RP = ∑ Qapt,∀t ∈ T,∀a ∈ A
cat
∑Q
TCDSap +
apt
∑∑∑QaktTCDSak
∀t ∈ T,∀a ∈ A
aft,
s∈S
c∈C
ast
∑∑∑QaftTCDSaf + a∈A p∈P t∈T
(18)
(20) ∑ Qcat*RK = ∑ Qakt,∀t ∈ T,∀a ∈ A
cat
∑∑∑Q
k ∈K
d ∈D
c∈C
TCDSca +
s∈S
(19) ∑ Qcat*RC = ∑ Qast,∀t ∈ T,∀a ∈ A
dct
∑∑∑Q
+ ∑ Q ast + ∑ Qakt
(17) ≤ ∑ Qdct*RR, ∀ t ∈ T, ∀ c ∈ C
cat
∑Q
fdt
∑Q
(16)
p∈P
a∈ A
TCDS fd +
dct
+ ∑ Qapt ,∀t ∈ T, ∀a ∈ A
∑Q
TCDSsf +
∑∑∑ Q
d∈D c∈C t∈T
c∈C
(15) (11)
d ∈D
9.
= ∑ Q dct, ∀ t ∈ T, ∀ d ∈ D
fdt
(21)
p∈P
(22) akt
≥ Dkt, , ∀t ∈ T, ∀k ∈ K (23)
(13)
Constrains Balance constrains Balance constrains berguna untuk memastikan bahwa total jumlah aliran yang masuk pada suatu fasilitas sama dengan total jumlah aliran yang keluar dari fasilitas tersebut, serta untuk memastikan jumlah permintaan yang ada tidak melebihi kapasitas produksi.
(24) Capacity constraints Capacity constains berguna untuk memastikan aliran produk yang diproduksi dan didistribusikan dari satu fasilitas tidak melebihi kapasitas fasilitas tersebut.
∑Q f ∈F
sft
≤ CS s Ls ,∀t ∈ T, ∀s ∈ S (25)
∑Q
fdt
d ∈D
(26)
∑Q
dct
c∈C
≤ CM f L f + CF f L f ,∀t ∈ T, ∀f ∈ F
≤ CDd Ld ,∀t ∈T, ∀d ∈ D (27)
∑Q
aft
f ∈F
Dari hasil percobaan numerik, analisa dilakukan pada perbandingan output dengan remanufacturing ratio yang berbeda. Gambaran analisa ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut ini.
+ ∑Qakt + ∑Qapt ≤ CAa La , k∈K
p∈P
∀t ∈ T, ∀a ∈ A
∑Q s∈S
(28) ≤ CF f L f ,∀t ∈ T, ∀f ∈ F
sft
∑Q a∈ A
aft
(30)
∑Q
ast
a∈A
(29) ≤ CM f L f ,∀ t ∈ T, ∀ f ∈ F
≤ CRs Ls ,∀t ∈ T, ∀s ∈ S (31)
∑Q
apt
a∈A
≤ CPp Lp ,∀t ∈T, ∀p ∈ P
Gambar 3.1 Analisa Remanufacturing
(32) activated
Maximum number of locations constraints Maximum number of activated locations constraints berguna untuk memastikan jumlah fasilitas yang beroperasi tidak melebihi batas maksimum fasilitas yang ada. (33) ∑ Ls ≤ S s∈S
∑L
f
≤F
(34)
a
≤A
(35)
d
≤D
f ∈F
∑L ∑L a∈ A
d ∈D
∑L p∈P
(36) p
≤P
(37)
3. Percobaan Numerik dan Analisa Hasil
Ratio Dari grafik yang dihasilkan oleh output percobaan numerik, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi remanufacturing ratio semakin tinggi keuntungan yang dihasilkan, terlihat dari grafik yang meningkat seiring bertambahnya nilai remanufacturing ratio. Proses pengembalian produk dengan ratio yang tinggi semakin mengurangi total biaya, karena penggunaan material dari return product dapat mengurangi biaya material maupun biaya produksi. Semakin tinggi remanufacturing ratio semakin rendah kebutuhan material yang dibeli pada pihak supplier karena adanya penggunaan return product. Pada skenario dengan recycling ratio dan repairing ratio yang kecil menyebabkan disposal ratio cenderung bernilai lebih besar. Disebabkan oleh pemanfaatan produk kembali untuk proses recycling, repairing, maupun
remanufacturing lebih sedikit, sehingga lebih banyak produk kembali yang terbuang.
Gambar 3.2 Analisa Faktor Disposal
Ratio Pada grafik ditunjukkan bahwa pada nilai disposal ratio yang tinggi tidak menghasilkan keuntungan akan tetapi dengan nilai disposal ratio yang rendah sebesar 0% - 30% dihasilkan keuntungan. Sehingga dari hasil yang diperoleh dapat diinterpretasikan bahwa semakin besar nilai disposal ratio semakin tidak menguntungkan untuk membuka reverse line, dan semakin rendah nilai disposal ratio semakin besar keuntungan yang didapat. Seperti terlihat pada grafik pada rentang disposal ratio sebesar 30% hingga 0% didapatkan kenaikan keuntungan yang diperoleh secara signifikan. Batch size menentukan dalam jumlah permintaan yang tidak dapat terpenuhi (demand dissatisfaction) karena berpengaruh terhadap shortage quantities, disamping itu shortage quantities dipengaruhi oleh jumlah total permintaan dan kapasitas maksimum dalam suatu network. Korelasi antara shortage quantities dan batch size ditunjukkan dalam grafik gambar 3.3 berikut ini.
Gambar 3.3 Hubungan antara batch size dengan shortage quantities Dari analisa grafik yang ditujukkan dapat disimpulkan bahwa bertambahnya batch size menyebabkan berkurangnya shortage quantities, sehingga semakin menurun jumlah permintaan konsumen yang tidak dapat terpenuhi. Hubungan antara batch size dengan total profit ditunjukkan oleh gambar 3.4 berikut ini.
Gambar 3.4 Hubungan batch size dengan total profit Dari analisa grafik dapat disimpulkan bahwa bertambahnya total profit disebabkan oleh berkurangnya jumlah permintaan yang tidak dapat terpenuhi (shortage quantities) akibat pengaruh bertambahnya batch size.
Dengan kata lain semakin besar batch size menyebabkan berkurangnya shortage quantities. Penurunan shortage quantities menyebabkan peningkatan keuntungan yang diterima. Kerugian yang diterima akibat meningkatnya shortage quantities adalah menurunnya service level perusahaan terhadap kepuasan konsumen karena adanya permintaan yang tidak terpenuhi. Berdasarkan analisa ini dapat menjadi pertimbangan dalam perencanaan dan pengelolaan forward reverse logistics network untuk mempertimbangkan resiko adanya shortage quantities akibat besarnya batch size. 4.
Kesimpulan Pengembangan network dan pertimbangan parameter ketidakpastian batch size dan return ratio menghasilkan network yang lebih efisien dan peningkatan keuntungan yang diperoleh. Semakin besar nilai remanufacturing ratio semakin tinggi keuntungan yang diperoleh. Semakin besar disposal ratio semakin tidak memberikan keuntungan untuk dibukanya reverse line, sehingga akan lebih efisien apabila network hanya berupa forward logistics saja. recycling ratio, Pada remanufacturing ratio, repairing ratio yang bernilai tinggi, lebih besar kemungkinan diperolehnya keuntungan untuk membuka reverse line.Pada saat demand kecil perolehan keuntungan sudah bisa didapatkan pada remanufacturing ratio yang rendah, dibandingkan pada demand yang lebih besar. Berkurangnya total profit disebabkan oleh bertambahnya jumlah permintaan yang tidak dapat terpenuhi (shortage quantities) akibat pengaruh berkurangnya batch size.
Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan penggunaan pada model multy product. Disamping itu penelitian ini dapat dilanjutkan untuk parameter ketidakpastian lain misalnya ketidakpastian return time, ketidakpastian harga produk, dsb. 5.
Daftar Pustaka
Beamon, B. M. (1998). Supply chain design and analysis : Models and methods. International Journal of Production Economics, 55, 281-294. Bernon, M., Cullen, J., Rowat, C. (2004). The Efficiency of Reverse Logistics. Cranfield University, UK. Biehl, M., Prater, E., Realff, M. (2007). Assessing performance and uncertainty in developing carpet reverse logistics systems. Computers & Operations Research Journal 34, 443 - 463. Birge, J. R., Louveaux, F.V. (1997). Introduction to Stochastic Programming. New York. Dekker, R., Brito, M. (2002). Reverse Logistics – a framework (Erasmus Universiteit Rotterdam ). El Saadany, A., Amin K. (2004). Reverse Logistics Modelling. Paper presented at the 8th International Conference on Production Engineering and Design for Development, Egypt. El Sayed, M., Afia, N., Amin El Kharbotly. (2008). A stochastic model for forward-reverse logistics network design under risk. Computers & Industrial Engineering Journal.