PENGEMBANGAN KEMASAN ANTIMIKROBIAL BERBAHAN ALAMI UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PRODUK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Kemasan Antimiibial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing clan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari k q a yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Dab Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009
Fitriani Zainab NRP F351040061
ABSTRACT FITRIANI ZAINAB. Product the Development of Natural Base Antimicrobial Packaging Prolong the Self Life. Under direction of KRISNANI SETYOWATI and ENDANG WARSIKI. Addition of chemical antimicrobial as a foods preservative has emerged concern of their side effects. The use of natural antimicrobial from spice-based such a betel vine, tumeric and garlic has many advantages because of its safety. However, these antimicrobial agents added directly to the food will create taste and that slightly dislike by consumer. Furthermore, direct added of the antimicrobial agents to the food is not effective indeed. It is indicated that the spoilage and pathogen microorganism grow on the surface of food product, thus this method by mixing antimicrobial agents into the whole food product is over dozes. The research is intended to develop film chitosan based, added by natural antimicrobial of betel vine, tumeric and garlic. There are three steps of activities done in this project which are: 1) the fabrication of chitosan-base antimicrobial film and its activity assay; 2) physical mechanical test of the AM film and activity test of its storage at different temperature; 3) the application of the Ah4 film on meat ball. The result of this research showed that tumeric-base and betel vine antimicrobial had the best activity at the concentrate of 6% against E. coli, while the garlic-base antimicrobial had the highest resistant activity at the concentrate of 6% against Salmonella. Physical mechanical test of the AM film showed that these are potential to be developed and used as food packaging. Tumeric-base antimicrobial had activity against E. coli during 8 days of storage at temperature of 28'~, whereas betel vine-base antimicrobial had activity against E. coli during 8 days of storage at 5, 15 and 28'~.Further, garlic-base antimicrobial had activity against Salmonella during 6 days of storage at 5'~ and 8 days at 1 5 ' ~and more than 10 days at 28'~. Qualitatively, meat ball coated by AM film resulted into prolong its shelf life as 2 day storage at room temperature. Keyword: antimicrobial packaging, chitosan, betel vine, tumeric, garlic
RINGKASAN FITRIANI ZAINAB. Pengembangan Kemasan Antimikrobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk. Dibimbing oleh KRISNANI SETYOWATI dan ENDANG WARSIKI. Penambahan antimikroba kimiawi dalam pengawetan makanan telah banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping. Penggunaan antirnikroba alami dari rempah-rempah seperti d a m sirih, kunyit dan bawang putih mempunyai kelebihan karena aman untuk dikonsumsi. Selain itu, agen antimiioba yang ditambahkan langsung ke dalam produk makanan akan menimbulkan rasa dan sensoris yang kadang tidak disukai konsumen. Penambahan langsung juga sangat tidak efektif karena antimikroba akan mudah berdifusi dan menyebar ke seluruh bagian produk, sedangkan bakteri pembusuk dan patogen umumnya tumbuh dan beraksi hanya di permukaan makanan. Pelapisan produk dengan film yang membawa agen antimikroba akan menjadi metode yang menarik untuk dikembangkan karena dalam sistem ini, agen antimikroba ditambahkan dalam jumlah yang relatif sedikit dan hanya dilapiskan pada permukaan produk. Ketika berinteraksi dengan produk makanan, zat aktif antimikroba akan dilepaskan secara perlahan-lahan ke permukaan makanan sehingga konsentrasinya dapat dijaga dalam waktu lama. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemasan antimikrobial (film AM) berbahan khitosan yang ditambah dengan antimikroba alami dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Tahap penelitian meliputi: 1) pembuatan film berbahan dasar khitosan yang ditambah dengan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih serta uji aktifitas antimikroba film tersebut; 2) pengujian sifat fisis mekanis film AM, dan uji aktifitas antimikroba film selama penyimpanan pada berbagai suhu; 3) a p l i i i film AM pada produk pangan olahan bakso. Aktifitas antimikoba film diuji terhadap bakteri E. coli, Streptococcus, SalmoneNu, dan Lacrobacillus yang merupakan kontaminan untuk produk makanan. Aktifitas antimilcroba diukur berdasarkan diameter zona bening penghambatan yang mengelilingi cakram film setelah plat d i i i b a s i selama 24 jam pada suhu 37'~. Hasil pengujian rnemperlihatkan film AM sirih mempunyai aktifitas penghambatan terhadap semua bakteri uji dengan konsentrasi ekstrak sirih yang berbeda. Aktifitas penghambatan terhadap Streptococcus pada semua konsentrasi dengan nilai penghambatan masing-masing sebesar 1,83 mm, 1,86 mm dan 1,96 mm, terhadap E. coli pada konsentrasi 6% sebesar 2,56 mm, terhadap SalmoneNa pada konsentrasi 4% dan 6% masing-masing sebesar 1,97 mm dan 2,15 mm, dan terhadap Latobacillus pada konsentrasi 4% dan 6% masing-masing sebesar 1,66 mm dan 2,00 mm. Film AM kunyit mempunyai aktifitas penghambatan terhadap Salmonella sebesar 1,97 mm dan E. coli sebesar 2,58 mm pada konsentrasi ekstrak kunyit 6%. Sedangkan film AM bawang putih mempunyai aktifitas penghambatan hanya terhadap Salmonella sebesar 2,52 mm dm 421 mm pada konsentrasi ekstrak bawang putih 4% dan 6%. Aktifitas penghambatan terbesar dari film AM sir$ kunyit dan bawang putih adalah pada konsentrasi agen antimikroba 6%.
Kualitas film AM yang dihasilkan dapat ditentukan dari sifat fisis mekanisnya yang meliputi ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan, laju transmisi oksigen dan uap air serta transparami. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap sifat fisis mekanis film AM. Film AM sirih memilii sifat fisis mekanis lebii baik dari film AM kunyit dan bawang putih, dilihat dari hasil perbandingan sebagai berikut: 1) Ketebalan film AM sirih (118,833 pn) > film AM kunyit (103,133 pn) > film AM bawang putih (95,050 pn); 2) Kekuatan tarik film AM sirih (180,789 kgf7cm2) > film AM bawang putih (161,218 kgt7cm2) > film AM kunyit (159,488 k@cm2); 3) Persen pemanjangan film AM bawang putih (31,11%) > film AM sirih (27,73%) > film Ah4 kunyit (27,01%); 4) Laju transmisi uap air film AM sirih (60,345 g/m2/jam) < film AM bawang putih (79,805 g/m2/jam) < film AM kunyit (88.425 g/m2/jam); 5) Laju transmisi Oksigen film AM sirih (39,860 cm3/m2I24 jam) < film AM bawang putih (40,250 cm3Im2/24 jam) < film AM kunyit (42,625 cm3/m2124 jam). Film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang dihasilkan dalam penelitian ini jika d i b a n d i i dengan film khitosan+gliserol tanpa penambahan agen antimikcoba menunjukkan bahwa film AM sirih, kunyit dan bawang putih mempunyai persen permanjangan lebii rendah clan laju transmisi oksigen lebih t i n e tetapi mempunyai laju transmisi uap air lebii rendah. Sedangkan jika dibandingkan dengan standar film umum (Japanese Industrial Standard), film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang d i h a s i i termasuk dalam grade 2-14, hal ini menunjukkan bahwa ketiga film AM tersebut secara fisis mekanis memilii potensi untuk dikembangkan menjadi kemasan makanan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% terhadap aktifitas antimihba film selama penyimpanan pada suhu 5,15 dan 28°C. Film AM kunyit mempunyai aktifitas penghambatan terhadap E. Coli selama 8 hari pada suhu 28°C. Film AM sirih mempunyai aktifitas penghambatan terhadap bakteri E. Coli selama 8 hari pada suhu lS°C, dan dua hari pada suhu 28°C. Film Ah4 bawang putih mempunyai aktifitas penghambatan tehdap SalmoneNa selama 6 hari pada suhu S T , 8 hari pada suhu 15OC, sedangkan pada suhu 28°C sampai hari kesepuluh masih menunjukkaa W t a s pengbambatan. Hasil pengujian tahap aplikasi film AM pada produk pangan olahan bakso menunjukkan bahwa secara kualitatif pelapisan film AM dengan konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih 6 % dapat memperpanjang umur simpan bakso sampai dua hari penyimpanan suhu ruang, sebanding dengan bakso yang diberi bahan iambahan STTP 425%. H a d analisis ragam menunjukkan bahwa pelapisan film AM memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% terhadap perubahan kekerasan dan pH bakso. Film AM sirih lebih dapat meiidungi bakso daripada film AM kunyit dan bawang putih. Secara kualitatif sampai hari ketiga penyimpanan, jumlah total mikroba bakso yang dilapisi film AM sirih, kunyit dan bawang putih lebih rendah dibandingkan dengan bakso yang dilapisi film kontrol. Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa skor kesukaan tertinggi panelis terhadap rasa bakso adalah bakso yang dilapisi film kontrol sedangkan kesukaan tertinggi panelis terhadap aroma dan tekstw bakso adalah bakso yang dilapisi film AM bawang putih.
Melihat kandungan senyawa aktif daun sirih, kunyit dan bawang putih maka film AM sirih dan kunyit dapat diaplikasikan pada produk-produk dan olahan dari daging, ikan, telur, keju, mielpasta dengan kombinasi perlakuan penyimpanan dinginlrefigasi untuk menggantikan pengawet kimia paraben, nitrat clan nitrit serta benzoat. Sedangkan aplikasi film Ah4 bawang putih dapat menggantikan bahan pengawet kimia golongan sulfit dan sulfur dioksida dalam pengawetan buah-buahan segar dan kering serta produk olahannya (dodo1 buahbuahan). Hasil perhitungan biaya pembuatan bakso tanpa penambahan antimikroba adalah Rp 248,50 per butir. Biaya pembuatan bakso dengan bahan tambahan STTP 0,25% adalah Rp 253,50 per butir, atau memerlukan biaya tamsebesar Rp 5,00 per butir. Biaya pembuatan bakso dengan pelapisan film AM sirih adalah Rp 270,00 per butir, film AM kunyit Rp 269,00 per butir dan film Ah4 bawang putih Rp 265,OO per butir. Pelapisanlcoating untuk setiap butir bakso rata-rata memerlukan tambahan biaya sekitar Rp 16,OO - 19,OO lebii besar sekitar Rp 11,OO - 14,OO dari biaya pembuatan bakso dengan bahan tambahan SlTP 0,25%, atau tidak memerlukan biaya tambahan yang lebih besar jika diband'mgkan dengan keamanannya. Kata kunci: kemasan antimikrobial, khitosan, sirih, kunyit, bawang putih
0 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tabun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undmg 1 . Dilarang mengutip sebagian atau selwuh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan p e n d i d i i , penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak memgikan kepentingan IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN KEMASAN ANTIMIKROBIAL BERBAHAN ALAMI UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PRODUK
FITRIANI ZAINAB
Tesis sebagai salah satu syarat untxk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Penelitian : Pengembangan Kemasau Antimiiobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur S i p a n Produk Nama
: Fitriani Zainab
NRP
: F351040061
Program Studi
: Teknologi Industri Pertanian
Disetujui, Komisi Pembiibing
Dr. Ir. ~dda.&Warsiki. MT .4%gota
Dr. Ir. &snani Setvowati Ketua
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Perkmian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian : 14 Januari 2009
Dekan Sekolah Pascasajana IPB
PRAKATA Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memperkenankan penulis menyelesaikan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam bentuk tesis yang bejudul "Pengembangan Kemasan Antimikrobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk" sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasii yang mendalam kepada Rakyat Jawa Barat melalui Bapak Gubemur Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan kesempatan dan bantuan biaya pendidikan. Ucapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan ibu Dr. Ir. Endang Warsiki, MT selaku dosen pembimbiig yang telah memberikan arahan, bimbiigan dan dorongan selama penelitian dan penyusunan tesis. Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan ke.pada kedua orangtua tercinta yang tiada henti-hentinya berdo'a untuk kesehatan dan kelancaran studi penulis, adik-adik (Firman & Rina, Fidaus & Neng, Irfan, Reni) yang tidak pernah lelah memberikan dukungan moril dan materiil, keponakan-keponakan (Zahran, Zulfan, Zidni, Najwa) dan Kenzi tersayang yang selalu memberikan kehangatan dan membangkitkan semangat, serta semua saudara atas dorongan semangat, dukungan dan doa yang tulus selama penulis menyelesaikan program S2. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Kepala D i Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Bapak Ir. H. Helrni Anwar, DIAT, Ibu Ir. Hj. Sri Ratna Pertivi, Bapak H. Arief Santosa, SE. MSc dan Ibu Ir. Eti Mulyati, MM selaku atasan langsung penulis yang telah memberikan ijin dan kesempatan belajar serta dukungan moril clan materii. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Titi Chandra yang telah banyak memberikan masukan. Ibu Ega, Puriyani dan Joko yang sangat telaten memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian. Ibu Ai atas dorongan semangat ruhaniyah yang selalu menyejukkan hati. Sahabat-&bat Liqo (Yeni, Pita, Tri, Leni, Dewi, D i ) , rekan-rekan S2 TIP 2004, dan temanteman kost UGM (Fitria, Rana, Ratna, Nana, Erni, Yugi, Ceuceu, Desi, Ulil) atas dorongan semangat, persahabatan indah dan persaudaraan yang manis selama menempuh pendidikan. Rekan-rekan Sub Dinas PHPP atas dukungan, pengertian dan dorongan semangat. Staf dan teknisi laboratorium di Departemen Teknologi Industri Pertanian serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan, dukungan, dorongan dan masukan yang bermanfaat sehingga penulis &pat melaksanakan penelitian sampai tersusunnya tesis ini. Penulis berharap karya ini dapat membawa berkah dan manfaat bagi rakyat Jawa Barat khususnya, pihak-pihak yang membutuhkan dan bagi siapa saja yang membacanya Semoga dengan mengetahui sekelumit tentang pengemasan antimikrobial ini, akan menambah keimanan kita kepada Allah SWT Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Bogor, Januari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 5 Desember 1966 dari ayah H. Udjen Zaenudin dan ibu Hj. Lilis Juliati. Penulis mempakan anak pertama dari lima bersaudara Pada tahun 1985 penulis lulus dari SMA Muhamadiyah Kota Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidiian di Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya dan lulus tahun 1990. Pada tahun 1993-1999 penulis diangkat menjadi PNS di Kantor Wilayah Departemen Pertanian Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2000-sekarang menjadi PNS di Pemda Provinsi Jawa Barat dan bertugas di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2004, penuli berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Teknologi Industci Pertanian IPB dengan bantuan biaya dari AF'BD Provinsi Jawa Barat.
DAFTAR IS1
......................................................................... i .. DAFTAR TABEL ................................................................... 11 ... DAFTAR GAMBAR ................................................................ 111 DAFTAR IS1
............................................................. PENDAHULUAN ......................................................................................... Latar Belakang .................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................... Ruang L i u p .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN
TINJAUAN PUSTAKA Teknik Pengawetan Makanan .......................................................... Antimikroba Alami ....................................................................... Bawang Putih .................................................................................... Kunyit ............................................................................................ .. Slnh ................................................................................................. Kemasan Makanan Antimikrobial ................................................... Edible Film Antimikrobial ............................................................. Khitosan sebagai Edible Film Antimikrobial ........................... Bakso ......................................................................... Kajian Prospek Aplikasi Kemasan Antimikroba Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk ..........................
iv 1
1 3 3 4 6 8 10
11 14 16 19 20 23
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu .......................................................... 35 Bahan clan Alat .............................................................. 35 Metode Penelitian ........................................................... 35 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan AM Film ........................................................ Uji Aktititas Ah4 Film ........................................................ Pengkajian Sifat Fisis Mekanis ............................................ AM Film VS Film tanpa AM berbahan Khitosan ......................... Uji Aktifitas AM Film selama Penyimpanan pada Suhu 5. 15 dan 2 8 ' ~.............................................................................................. Aplikasi AM Film pada Produk Pangan Olahan ..................... Contoh a p l i i AM film sirih, kunyit dan bawang putih untuk produk pangan olahan bakso ...............................................
45 49 52 62
64 67 79
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ....................................................................85 Saran ..................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA
................................................................
87
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kelompok besar mikroorganisme toksik dan pembusuk
............
Tabel 2. Agen antimikroba yang dapat diiorporasikan ke dalam kemasan makanan .. .................................................... ..........
.
5 15
Tabel 3. Edible film antimikrobid, inkorporasi asam-asam organik, pediocin dan enzim .......................................................... 17 Tabel 4. Syarat Mutu Bakso Daging menurut SNI No. 01-3818-1995 ......... 22 Tabel 5. Kemasan makanan antimikrobial dengan agen antimikroba alami yang telah dikomersialkan ............................................................... 24 Tabel 6. D a h bahan pengawet anorganik yang diizinkan pemakaiannya clan dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM ......... 26 Tabel 7. D a h bahan pengawet organik yang d i i i pemakaiannya dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM ........ 28 Tabel 8. D a h aditif makanan yang diijinkan dipakai sebagai agen Antimikroba dalam material kemasan .................................. Tabel 9. Agen antimikroba alami yang telah dihkorporasi ke dalam bahan kemasan makanan ............................................................... Tabel 10. Apliikasi ediblefilm antimikrobial dari khitosan
..........................
Tabel 11. Tiigkatan konsentrasi ekstrak sirih ,kunyit dan bawang putih dalam 100 ml lamtan film (blv) .................................................... Tabel 12. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan film khitosan +gliserol tanpa agen antimikroba ..................... Tabel 13. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan dengan standar umum ........................................... .......
..
............... Tabel 15. Nilai rata-ratapenerimaan panelis terhadap aronlii bakso ......... Tabel 16. Nilai rata-ratapenerimaan panelis terhadap tekstur bakso ......... Tabel 14. Nilai rata-ratapenerimaan panelis terhadap rasa bakso
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Proses pembentukan alisin
.............................................. 8
Gambar 2. Struktu~kimia kurkumin
...........................................................
Gambar 3. Struktur kimia karvakml dan eugenol
11
........................................ 12
Gambar 4. Struktur kimia khitosan ................................................ Gambar 5. Diagram alir pembuatan film AM dan uji aktifitas a n h k o b a ..
20 38
Gambar 6.Diagram alir pengkajian sifat fisis mekanis AM film dan uji aktifitas film selama penyimpanan pada suhu 5. 15 dan 2 8 ' ~...........
39
Gambar 7. Diagram Alir aplikasi AM film pada produk pangan olahan
42
Gambar 8. Film AM kunyit, sirih dan bawang putih
48
...... .....................................
Gambar 9. Aktifitas antimikmba Ah4 film terhadap bakteri E. coli. Salmonella, Streptococcus dan Lactobacillus ........................ 49 Gambar 10. Histogram rata-rata ketebalan film AM ............................... 53 Gambar 11. Histogram rata-nta kekxatan tarik film AM
........................ 54
Gambar 12. Histogram rata-rata persentase pemanjangan film AM
55
Gambar 13.Histogram rata-rata laju transmisi oksigen film AM
............ ...............
57
Garnbar 14. Histogram rata-rata laju transmisi uap air film AM
...............
59
Gambar 16. Aktifitas AM kunyit terhadap bakteri E. coli pada suhu Penyimpamm5. 15dan28'~...........................................
64
Gambar 17.Aktifitas film AM sirih terhadap bakteri E. Coli pada suhu penyimpanan 5. 15 dan 2 8 ' ~ .......................................... 65 Gambar 18.Aktifitas film AM bawang putih terhadap bakteri Salmonella pada suhu penyimpanan 5. 15 dan 2 8 ' ~ .............................. 66 Gambar 19. Kecenderungan perubahan nilai pH bakso selama 3 hari penyimpanan ...............................................................................
69
Gambar 20. Kecenderungan pembahan nilai kekerasan bakso selama 3 hari Penyimpanan ............................................................................... 70 Gambar 21. Kecenderungan perubahan nilai TPC selama 3 hari Penyimpanan ............................................................. 72
iii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Uji aktifitas Film AM ................................................ 93 Lampiran 2. Ketebalan film AM
.....................................................
94
Lampiran 3. Kuat tarik film AM ......................................................
96
Lampiran 4 . Persen pemanjangan film AM
98
........................................
Lampiran 5. Laju transmisi oksigen film AM
.................................... 100
Lampiran 6 . Laju transmisi uap air (WVTR) ....................................... 101 Lampiran 7. Transparansi film AM
................................................
103
........ 104 Lampiran9.UjiaktifitasAMfilmsirihpadasuh~5,15dan28~C........... 105 Lampiran 10. Uji aktifitas film AM bawang putih pada suhu 5. 15 dan 2S°C .. 106 Lampiran 8. Uji Aktifitas AM film kunyit pada suhu 5, 15 dan 2S°C
Lampiran 11. Pengujian kekerasan bakso Lampiran 12. Pengujian pH bakso
........................................ 107
................................................
109
Lampiran 13. Data hasil pengamatan mikroorganisme
......................... 111 Lampiran 14. Uji organoleptik terhadap rasa bakso ............................. 112 Lampiran 15. Uji organoleptik terhadap aroma bakso ........................... 113 Lampiran 16. Uji organoleptik terhadap tekstur bakso Lampiran 17. Standar film pada kondisi umum
.........................
114
.................................
115
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk pangan yang diolah secara minimal, rasa alami, mudah ditangani dan aman secara mikrobiologi serta globalisasi perdagangan makanan, telah menghadirkan tantangan mengkaji teknik-teknik pengawetan baru menggantikan teknik pengawetan tradisional. Selain itu, penggunaan bahan pengawet sintetiklkimia berlabelfood grade seperti natrium bisulfit atau natriuma benzoat dalam pengolahan makanau telah banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek sampingnya Penggunaan bahan pengawet
alami dari rempah-rempah seperti daun sirih, kunyit dan bawang putih mempunyai kelebian karena dianggap lebii aman untuk dikonsumsi. Sejak
jaman dahulu ketiga bahan ini diyakini sebagai obat tradisional yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Kandungan bioaktif fitokimia dari bahanbahan tersebut seperti fenolik dan flavanoid mempunyai efek biologi yang efektif sebagai antioksidan dan antimikroba (Dadalioglu & Evrendilek, 2004). Dalam proses pengolahan bahan pangan, bahan pengawet sebagai agen an-oba
serhgkdi ditamb*
secara langsung ke dalam produk. Selain
menimbulkan m a yang kadang tidak disukai oleh konsumen, diduga penambahan langsung juga tidak efektif karena bahan-bahan aktif antimikroba akan mudah berdifwi dan menyebar ke seluruh bagian produk, sedangkan kontarninasi mikroba et*p
makanan umumnya terjadi di permukaan setelah pengolahan.
Sehingga penambahan langsung agen antimikroba ke dalam produk makanan bisa b e r l e b i i atau over dosis. Oleh karena itu perlu diakomodasi teknik pengawetan bahan pangan dengan menggunakan agen antimikroba alami dalam jumlah seminimal mungkin. Pelapisan produk makanau dengan film yang membawa agen anhikroba akan menjadi metoda yang menarik untuk dikembangkan. Dalam sistem ini, agen
antimikroba ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit dan hanya dilapiskan pada permukaan produk. Ketika berinteraksi dengan produk makanan, bahan-bahan
aktif antimikroba akan dilepaskan secara perlahan-lahan dari fdm ke permukaan makanan untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk,
sehingga konsentrasinya dapat dijaga. Konsep inovatif yang dikembangkan dalam film AM ini adalah pengintegrasian teknik pengemasan dan penambahan agen
antimikroba dalam satu langkah yang dikenal dengan kemasan antimikrobial atau
antimicrobial packaging. Kemasan antimikrobial telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini, walau demikian penerapannya dalam skala komersial masih sangat jarang. Pada prinsipnya agen antimikroba dapat ditambahkan ke dalam bahan film apa saja, baik polimer sintetik maupun edible film. Sistem pelapisaa edible film me~pztkansalah satu metode yang paling efektif untuk dikembangkan karena selain memiliki potensi sebagai penahan terhadap tekanan fisik dan perpinmassa, dan atau sebagai pembawa agen antimikroba, juga memberikan berbagai keuntungan seperti biodegredibility, biocompatibility, edibility, estetika dan meningkatkan sifat organolefiik produk (Krochta et a1.,2002). Beragam edible
film yang mengandung berbagai antimikroba dari asam-asam organik, bateriocin dan enzim telah digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan
jamur pada permukaan makanan (Cagri et al., 2003). Minyak esensial dari rempah seperti rosmav, oregano, cinnamon, dan garlic juga telah ditambahkan ke dalam
ediblefilm dan menunjukkan aktilitas antimikroba yang efektif melawan mikroba pembusuk dan patogen makanan. Penggunaan ekstrak rempah lainnya d i i k a n
dapat dikembangkan karena prosesnya yang mudah dan aman untuk dikonsumsi. Untuk meyakinkan keamanan film AM untuk mengemas produk pangan, dalam pembuatannya digunakan bahan edible film dari polisakarida yaitu khitosan. Menurut Darmadji & Izumimoto (1994) dalam Li ei al. (2006),khitosan mempakan pilihan yang baik untuk kemasan antimjkrobial karena dapat
membentuk film yang kuaf tidak beracun, biodegredable, biofucfionul, clan
biocompatible. Sedangkan menurut Buttler et al. (1996),ediblefilm dengan bahan khitosan mempunyai sifat yang kuaf elastis, fleksibel dan sulit untuk dirobek, sebanding dengan sifat mekanik polimer komersial dengan kekuatan sedang.
Ediblefilm berbahan dasar polisakarida mempunyai sifat fisis mekanis yang lebih baik dari protein. Selain itu polisakarida bersifat hidrokoloid sehingga film ini sangat baik untuk diaplikasii pada produk makananyang harus dipanaskan atau
dicuci sebelum dikonsumsi seperti bakso. Film akan mengelupas dan larut dalam air, serta tidak akan membah rasa dan bau dari produk tersebut. Dengan demikian pengembangan film AM berbahan khitosan yang ditambah dengan agen antimikroba dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih mempakan kajian yang sangat menarik untuk dipelajari. Dari kajian ini
d i i k a n akan mendapatkan film AM dengan sifat fisis mekanis yang memadai
sekaligus mampu menghambat perhunbuhan miktoba patogen dan pembusuk makanan serta aman untuk dikonsumsi.
Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemasan antimikrobial (film AM) berbahan khitosan yang ditambah dengan agen antimikroba alami dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan komposisi bahan dan teknologi proses produksi film berbahan
khitosan yang ditambah dengan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih.
2. Menguji aktifitas antimikroba film terproduksi terhadap mikroba patogen dan pembusuk makanan.
3. Mengkaji sifat fisis mekanis film AM terproduksi, dan uji aktifitas antimiioba film selama penyimpanan pada berbagai suhu.
4. Mengkaji aplikasi film AM pada produk pangan olahan, khususnya bakso. Ruang Lingkup Kajian ini menggunakan objek penelitian khitosan sebagai bahan edible film, d a n g k a n agen antimikroba yang ditambahkan adalah ekstrak sirih, kunyit
dan bawang putih. Pengujian aktifitas antimikroba dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli, Streptococcus, Salmonella, dan Lactobacillus. F i A M terpilih
dari masing-masing agen antimikroba diaplikasikan pada produk pangan olahan bakso. Pengujian sifat fisis-mekanis film AM yang dilakukan terdiri dari: (i) ketebalan; (ii) kekuatan tarik dan persen pemanjangan (elongasi); (iii) laju transmisi uap air,(iv) laju transmisi oksigen; dan (v) transparansi.
TINJAUAN PUSTAKA Teknik Pengawetan Makanan
Pengawetan pangan pada prinsipnya ditujukan untuk mencegah k e d a n produk selama penyimpanan, pendistribusian, penjualan dan penggunaan oleh konsumen. Target dari pengawetan pangan adalah mikroorganisme yang dapat berkembang biak dan membusukkan makanan. Pengawetan juga mempunyai peranan penting dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan toksik yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Tabel 1 menyajikan kelompok mikroorganisme pembusuk dan toksiipatogen yang menjadi target dalam pengawetan pangan (Gould dan Russell, 1991). Tabel 1. Kelompok besar mikroorganisme toksik dan pembusuk makanan Sifat Toksik Sel vegetatif
Spora
Pembusuk Gram negatif
Gram positif
Kamir Kapang
Contoh
Makanan terinfeksi
Listeria monocytogenes Yersinia enterocolitica VibrioparahaemoZyticus Escherichia coli Staphylococcus aureus Salmonella Clostridium botulinum Bacillus cereus Bacillus subtilis Clostridiumperfiingem
buah-buahan, ikan, sayuran, daging ayam, daging sapi, susu, telur
Pseudomonas. Acetobacter Gluconobacter Escherichia, Xmthomonas Corynebacterim, Arthrobacter Micrococcus Lactobacillus Lactococcus Streptococcus Bacillus Saccharomyces, Candida Penicillium Aspergillus
ikan, daging, minuman beralkohol, minuman ringan
makanan kaleng
sosis, daging, sayursusu dan produk-produk susu,ikan
selai, jam roti, kacang-kacangan
Keracunan makanan merupakan sejenis gastroenteritis yang disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh bakteri patogen. Kasus-kasus keracunan
makanan terus meningkat sepanjang tahun. Teknik pengawetan pangan yang tidak memadai dan tuntutan konsumen akan makanan yang bebas bahan pengawet kimiawi menyebabkan pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen tidak terkontrol. Sejalan dengan hal tersebut teknik-teknik pengawetan baru telah diiembangkan untuk menggantikan teknik-teknik pengawetan tradisional (pemanasan, penggaraman, pengasaman, pengeringan, pengawetan kimia).
Teknik-teknik pengawetan baru yang paling banyak dikaji adalah: (i) teknologi inaktifasi non-thermal seperti tekanan hidrostatik tinggi (HHP) dan medan gelombang listrik (PEF); (ii) sistem pengemasan baru seperti pengemasan atmosfir t e r m d i i (MAP) dan pengemasan W,(iii) senyawa antimikroba alami; dan (iv) pengawetan secara biologis (Devlieghere et al., 2004). Sistem pengemasan baru telah banyak berperan dalam memperpanjang urnur simpan produk makanan yang diolah secara minimal. Konsep kemasan
makanan aktif adalah memberikan fungsi-fungsi tambahan dibandingkan bahan
kemasan pasif tradisional yang mempunyai kemampuan terbatas untuk meliidungi produk makanan terkemas terhadap pengaruh ekstemai. Bahan kemasan aktif akan memperpanjang umur simpan produk makanan terkemas, M a t a u aman dari mikroba, M a t a u meningkatkau sifat sensoris. Salah satu bentuk pengemasan aktif yang menjanjikan adalah inkorporasi zat-zat antimikroba ke &am bahan pengemas makanan untuk mengontrol pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan pada permukaan makanan (Devlieghere et al., 2004). Penyebab utama kerusakan pada makanan adalah pertumbuhan mikroba pada permukaan produk, maka aplikasi agen antimikroba pada bahan kemasan akan sangat berguna &am mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan produk, dengan demikian akan memperpanjang urnur simpan produk M a t a u meningkatkan keamanan mikrobial (Collins-Thompson & Hwang, 2000 dalam Devlieghere et al., 2004). Saat ini, riset difokuskan pada inkorporasi senyawa antimokroba atau antioksidan alami seperti ekstrak tanaman dan bakteriosin. Senyawa antimikroba alami seperti minyak esensial, nisin atau lisozim telah diteliti untuk menggantikan bahan pengawet kimia.
Antimikroba Alami Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia atau biologi yang dapat menghambat pertumbuhan dan W t a s mikroorganisme. Komponen antimikroba terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, atau terbentuk selama pengolahan oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan (Fardiaz 1992). Antimikroba yang terdapat dalam
bahan pangan dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Menurut Pelczar dan Chan (2005), senyawa kimia utama yang memiliki sifat antimikroba terdiri dari: (i) fenol dan senyawa fenolat; (ii) alkohol; (i) halogen; (iv) logam berat dan persenyawaannya; (v) deterjen; (vi) aldehid; dan (vii) kemo-sterilisator gas. Mekanisme senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa cara yaitu: (i) merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk; (ii) mengubah perrneabilitas membran sitoplasma yang akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel; (iii) mendenaturasi protein; (iv) menghambat kerja enzim di dalam sel yang mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel. Baru-baru ini, ketidak sukaan konsumen terhadap penggunaan pengawet makanan kimiawi telah mendorong industri makanan dan riset pangan mencari senyawa-senyawa antimikroba alami. Berbagai agen antimikroba secara alami terdapat pada hewan, tanaman dan juga mikroorganisme seperti laktoperoksidase (susu), lisozim (putih telur), khitosan (cangkang udang), saponin dan flavonoid (tumbuhan dan rempah), dan bakteriocin (bakteri asam 1aktatiLAB) (Devlieghere et al., 2004). Rempah-rempah didefinisikan sebagai akar, semak, pucuk, biji atau
buah-buahan dari tanaman aromaterafik yang banyak tumbuh di negara-negara tropis (Wilkins dan Board, 1989 dalam Nycas, 1999). Senyawa antimikroba di dalam rempah-rempah telah dikenal sejak bertahun-tahun lalu. Senyawa antimikroba tersebut terdapat dalam f i a k s i - M i minyak esensialnya yang menjadi karakteristik aroma dan rasa dari rempah-rempah seperti thimol dari tanaman thyme dan aregano, sinamat aldehida dari kayumanis, alisin dari bawang
6
putih, dan eugenol dari cengkeh. Minyak esensial tersebut diperoleh dari bahan turnbuhan utama dengan cara destilisasi stim, pendinginan kilat, destilasi kering/vakum, atau dengan larutan organik volatil (Farell, 1985 &lam Nychas, 1999). Minyak esensial didef~sikansebagai kelompok yang mempunyai bau, larut dalam alkohol dan membaur di air, terdiri dari gabungan ester, aldehida, keton, dan terpen (Nychas, 1999 dalam Hargreaves et al., 1975). Miyak esensial dari rempah-rempah seperti kayumanis, mustard, bawang putih, oregano, thyme, rosemary, cengkeh, jeruk, lemon, biji anggur, almond, jeruk mandarin, bay, ketumbar, lada, getah mastic, bunga linden, lemon, sage, cumin, jintan, getah mastic, bawang merah, pala, achiote, bawang merah, cinnamon, origanum, cengkeh, pimenta, lada dan allspice telah didokumentasikan oleh Nychas (1999). Minyak-minyak esensial tersebut menunjukkan aktifitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif seperti Pseudomonas
jluorescens, P. ?a@, P. aeruginosa Staphylococcus aureus, Serratia marcescens, Aerobacter aerogenes, Echeria coli, Salmonella enteritidis dan S. thypymurium, Listeria monocyfogenes, Aeromonas hydrophila, bacillus subtilis, Clostridium botulinum, Cl. sporagenes, Cl. perfringens, Alcaligenes, dan lain-lain Kapang dan khamir seperti Penicillium chrysogenum, Aspergillus niger, Asp. ochraceus,
Asp. jlflav R&zopus sp, Mucor sp dan lain-lain Diantara minyak esensial tersebut yang mempunyai spektrum efektifitas antimikroba luas adalah thimol dari tanaman thyme dan afegano, sinamat aldehida dari kayumanis dan eugenol dari bunga cengkeh. Aktifitas antimikroba dari minyak esensial ternbut karena kandungan senyawa fenolik tennasuk abietan diterpen, wnosol dan asam ursolii. Menurut Shelef (1983) dalam Nychas (1999), senyawa antimikroba utama dari
minyak esensial rempah-rempah adalah senyawa fenolik. Hasil penelitian Katayama dm Nagai (1960) &lam Nychas (1999) menyimpulkan bahwa senyawa aktif dalam minyak esensial seperti eugenol, karvakrol, isobomeol, thimol, vanilin dan salisilaldehida merupakan senyawa fenolik. Sedangkan menurut Dadalioglu
dan Evrendilek (2004) dalam Seydim dan Sarikus (2006), rempah kaya akan senyawa fenolik dan flavonoid, senyawa-senyawa tersebut menunjukkan
pengaruh biologis yang luas termasuk antioksidan dan karakteristik antimikroba, oleh karena itu rempah-rempah dapat digunakan sebagai pengawet.
Bawang Putih Bawang
(Allium
Putih
sativum
Linn) termasuk dalam
famili
Amqllidaceae. Bawang putih mengandung minyak atsiri, kdsium, saltivine, sulfur, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, besi, kalium, selenium, scordinin, serta vitamin A,B, dan C (Syamsiah & Tajudin, 2006). Senyawa dalam bawang putih dibedakan menjadi dua yaitu senyawa larut minyak dan senyawa larut air. Senyawa larut minyak antara lain sulfida, seperti dialii sulfida @AS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida, alil metil trisulfida, dithiis, dan ajone. Sedangkan senyawa larut air merupakan turunan sistein seperti S-alilsistein (SAC), S-alil merkaptosistein (SAMC), S-metilsistein, dan turunan gammaglutamil sistein. Senyawa larut air lebii stabil dibanding senyawa larut minyak (Amagase, 2001 dalam Suharti, 2004). Miyak esensial bawang putih yang diekstrak dari umbi bawang putih menggunakan distilasi uap temtama terdiri dari dialil disulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (16%), dietil disulfida, alil metil trisulfida, vinildithiins, ajone, serta dialil triosulfida/alisin dalam jumlah sedikit (0,l-0,5%) (Warade & Shinde, 1998 &lam Seydim dan Sarikus, 2006). Senyawa aktif di dalam bawang putih yang diduga mempunyai aktifitas antimikroba adalah alisin (Sdialil-thiosulfida). Alisin mempakau senyawa sulfur, tidak terdapat pada umbi bawang putih yang utuh tapi dalam bentuk asam amino non protein yaitu dim (S-alil sistein sulfoksida) dan tidak memiliki sifat antimikmba. Pada saat umbi dihancurkan, enzim a l i i i akan mengkatalis aliii menjadi piruvat, amonia dan asam alii sulfenik yaitu dua molekul yang secara spontan bereaksi membentuk alisin. Pada destilasi stim dengan tekanan atmosfir, alisin akan terdekomposisi menjadi dialil thiosulfida dan sulfida-sulfida lainnya. Alisin tidak tahan terhadap pemanasan dan tidak stabil dalam pelarut organik @ewick, 2003). (a)
0
H
1
2.;.:.
,.
,
s .\,.-,.. c ..
\
5'
alllil'ase NH
-H,O-
.;.
:.
~ . 5. . ..
...-.d rapyruvale + 2NH3
2
COOH
Gambar 1. Proses pembentukan alisin.
Pemanfaatan bawang putih sudah sejak zaman dahulu, temtama di daerah Mediteranea digunakan sebagai obat untuk penyakit pemt (infeksi kronis pada pemt, disentri, demam tifoid, kolera, dan lain-lain), bahkan untuk obat arteriosklerosis dan hypeme (sukar bemafas) (Guenther, 1952). Bawang putih juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi lanjut pada penyakit batuk, dan sebagai desinfektan untuk sejumlah penyakit (Farrel, 1985). Hasil penelitian
Kumar dan Berwal (1998) melaporkan bahwa bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen makanan seperti Staphylococcus aureus, Salmonella thypii, E. coli dan Listeria monocynogenes, untuk itu bawang putih mempunyai
potensi sebagai pengawet pangan olahan. Shelef (1983) mengatakan bahwa alisin dalam minyak bawang putih selain dapat menghambat kapang dan khamiu juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif. Hal ini ditunjang oleh penelitian Sugiarto (1986) yang melaporkan bahwa bawang putih dapat menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae, Endomycopsis fibuluger dan Aspergillus oryzae pada konsentrasi 1% (blv), sedangkan
penghambatan efektif terhadap Candida solani mulai tampak pa& konsentrasi 5%. Folkerts dan Westendorp (1991) melaporkan bahwa perlakuan sterilisasi akan menghilangkan daya antimikroba bawang putih. Ekstrak b~wangputih segar pada konsentrasi 0,5% dapat menghambat pertumbuhaa E. Coli dan Salmonella spp, pada perlakuan pemanasan dengan perebusan dalam air selama 10 menit masih aktif dalam menghambat pertumbuhan E. Coli, sedangkan dengan penggorengan dalam minyak selama 2 menit sudah tidak aktif lagi. Rustama et al. (2005) melaporkan bahwa ekstrak murni (filtrat) bawang putih memiliki daya hambat lebih besar dibaadingkan dengaa ekstrak air atau etanol baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Sedangkan Safithri (2004) melaporkan bahwa ekstrak air bawang putih memiliki daya hambat yang lebii baik daripada ekstrak etanol terhadap bakteri Mastitis subklinis. Suharti (2004) melaporkan bahwa 10% bubuk bawang putih (10 gramf100 rnl aquades) menunjukkan aktifitas penghambatan terhadap bakteri Salmonella typhimurium lebih baik dibandingkan dengan antibiotik tetrasiklin 100 pglml.
Kunyit Kunyit (Curcuma domestics, Val.) mempakan salah satu tanaman rempah dan obat termasuk famili Zigiberaceae. Kunyit berasal daxi bahasa arab kurkum yang artinya kuning. Kunyit biasa digunakan sebagai bumbu pada masakan, juga sering dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Secara turun temurun, kunyit dikenal sebagai zat pewarna untuk berbagai bahan makanan dan industri tekstil. Saat ini kunyit sudah dimanfaatkan secara luas oleh industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan tekstil. Kunyit kaya akan minyak atsiri yang dapat mencegah keluamya asam lambung b e r l e b i i dan mengurangi gerak usus terlalu kuat, selain itu juga dapat menyembuhkan penyakit hati dan saluran empedu. Rimpang kunyit yang tua mengandung kurkumoid lo%, minyak atsiri 3-5%, karbohidrat 65%, protein 8%, lemak lo%, serat 7%, dan sisanya terdiri dari vitamin A, B, C, dan garam-garam mineral (Farell, 1990).
Kurkurnoid mempakan campuran analog antara kurkumin (1-3%), desmetoksiiurkumii, dan bisdesmetoksiiurkumin berwarna kuning atau kuning jingga, berbentuk serbuk dengan sedikit rasa pahit, mempunyai aroma yang khas, tidak bersifat toksii tidak larut dalam air dan dietileter tetapi larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida (Sirait, 2007). Secam kimia kurkumoid mempakan turunan diferuloilmetan yaitu dimetoksidiferuloihetan (kuning) dan monodesmetoksi diferuloilmetan (desmetoksiikumin). Melihat struktur kimia kurkumin, dengan meliit aktifitas kurkumin yang sinergis
bersama desrnetoksikurkumin, tetapi antagonis dengan bisdesmetoksikurkumin, diduga gugus aktif pada kurkumoid terletak pada gugus metoksi, karena pada bisdesmetoksikurkumin kedua gugus aktif telah disubtitusi oleh atom hidrogen. Gugus hidroksil fenolat yang terdapat dalam kurkumin kemungkinan
menyebabkan kurkumin mempunyai aktifitas antimikroba (Sirait, 2007). Kurkumin yang mempunyai rumus molekul C21H200~@obot molekul = 368)juga diduga memiliki struktur yang mirip dengan senyawa nordiidroguaiaretik
(NDGA) yang mempunyai sifat antibakteri kuat. Hasil penelitian Shih dan Haris (1977) melaporkan bahwa NDGA pada konsentrasi 1000 ppm mempunyai pengaruh letalitas yang kuat terhadap E. Coli, dan pada 50 ppm sangat 10
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kurkumin tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam pelarut organik seperti etil asetat atau alkohol.
Gambar 2. Struktur kimia kurmumin. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa kunyit mengandung antimikroba Ramprasad dan Sirsi (1956) melaporkan bahwa kurkumin dalam konsentrasi tertentu dapat bersifat antibakteri. Suwanto (1983) melaporkan bahwa bubuk rimpang kunyit sebesar 2 g/L bersifat bakterisidal terhadap bakteri BaciNus subtilis, Lactobacillus acidophilus dan Staphylococcus aureus, sedangkan bakteri Streptococcus faecalis dan Salmonella gallinarum terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi 4 g/L dan E. coli pada konsentrasi 7 g/L. Lukman (1985) menegaskan sifat bakterisidal bubuk kunyit terhadap bakteri gram positif yaitu Lactobacillus fermentum, L. bulgaricus, Bacillus cereus, B. megeterium dan B. subtilis dengan waktu kontak 168 jam. Sedan&an Suoanti (2007) melaporkan bahwa ekstrak metanol kunyit dapat menghambat perhmbuhan bakteri Salmonella ryphimurium pada konsentrasi 10%.
Sih Sirih (Piper betle L.) m e ~ p a k a ntanaman tema memanjat termasuk famili Pipemceae. Di Indonesia terdapat beberapa jenis sirih yaitu sirih jawa, sirih kuning, sirih banda, sirih cengkih, dan sirih hitam atau sirih keliig (Moeljanto & Mulyono, 2006). Menurut Sugiastuti (2002) yang dikutif dari hasil penelitian Darwis (1992), di dalam 100 gram daun sirih segar mengandung air (85,4 mg), protein (3,l mg), lemak (0,8 mg), karbohidrat (6,lmg), mineral (2,3mg), besi (7 mg), besi ion (3,4mg), kalsium (230 mg), fosfor (40 mg), karoten (dalam bentuk vitamin A 9600 IU), tiamin pg, riboflavin 30 pg, asam nilcotinat 0,7 mg, dan vitamin C (5 mg). Daun sirih mempunyai bau khas dan harum yang berasal dari
minyak atsiri yang dikandungnya. Kandungan minyak atsiri daun sirih berkisar antara 0,7 - 2,6% yang sebagian besar (6040%) terdiui dari fenilpropana, yaitu:
o-hidroksiiavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, sineol, p-simol, terpinen dan seskueterpen. Selain itu juga mengandung 0,8 - 1,8% enzim diastase, tanin, gula dan arnilum (Guenther, 1949). Miyak atsiri daun sirih mempunyai rasa getir, berbau wangi dan larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter clan kloroform, serta tidak larut dalam air. Senyawa kavikol dan estragol merupakan ester yang dapat digunakan untuk pembuatan parfum, flavor pada makanan dan obat. Senyawa karvakrol bersifat sebagai desinfektan dan antifungi. Senyawa eugenol dan metil-eter-eugenol &pat digunakan untuk mengurangi rasa sakit gigi, sedangkan tanin digunakan untuk penyakit perut (Windholz, 1983 dalam Sukarminah, 1997).
Gambar 3. Struktur kimia a) karvakrol dan b) eugenol. Daun sirih sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan untuk pengobatan tradisional. Sebagai contoh pemanfaatan dam sirih dalam bidang pengobatan adalah untuk mencegah pendarahan di hidung (mimisan), obat kumur dan obat sariawan. Beberapa penelitian untuk mengkaji manfaat &un sirih dalam dunia pengobatan sudah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di beberapa negara di dunia. Penelitian tersebut dilakukan terhadap daun sirih yang masih segar maupun terhadap ekstrak dam sirih. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (1990) menunjukkan bahwa ekstrak air
daun sirih mempunyai aktiftas antibakteri terhadap Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus dan Streptococcus haemoliticus beta, d i i a ketiga bakteri tersebut merupakan bakteri penyebab sakit tenggorokan. Sementara itu hasil penelitian Suwondo et al. (1991) menyimpulkan bahwa daun sirih segar
yang diperas maupun ekstrak air-alkohol mengandung senyawa aktif yang bersifat bakterisidal yaitu membunuh bakteri penyebab penyakit periodontal (gingivitis)
dan bakteri pembentuk plaklkaries gigi (Streptococcus mutans). Menurut hasil penelitian Prayogo dan Sutajadi (1991), penggunaan daun sirih dalam dunia 12
pengobatan tersebut dikarenakan adanya minyak atsiri dengan kandungan komponen fenolik seperti : kavikol, kavibetol, karvalcrol dan eugenol. Komponen fen01 tersebut mempunyai daya antiseptik yang sangat kuat. Dengan adanya aktifitas antimikroba tersebut, daun skih diharapkan juga bermanfaat dalam bidang pangan. Pemanfaatan daun sirih dalam bidang pangan diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan aditif pangan yang mempunyai fungsi sebagai antimikroba alami clan dapat menghambat pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan pangaa Penelitian terhadap aktifitas antimikroba dam sirih dalam dunia pangan akhir-akhir ini mulai diiembangkan, baik terhadap terhadap mikroba patogen dan perusak makanan maupun aplikasmya pada produk pangan. Sukarminah (1997) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun skih hijau &pat menghambat pertumbuhan mikroba perusak clan patogen makanan. Jenie et al.
(2001) dalam Sugiastuti (2002) yang mempelajari aktifitas antimikroba ekstrak daun sirih terhadap 5 bakteri patogen makanan (Bacillus cereus, Staphylococcus
aureus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli dan Listeria monocytogenes)
dan 8 mikroorganisme perusak makanan (Lactobacillusplantarum, Pseudomoms aeruginosa, P. jluorescens, Bacillus stearothermophilus, Penicillium rubrum, Aspergillus niger, Candida utilis dan Sac:haromyces cerevisiae) melaporkan bahwa ekstrak utuh dam sirih hijau dapat menghambat semua bakteri patogen dan perusak ma-
Penelitian Dewi (1998) yang menggunakan metode ekstraksi
air dengan perebusan pada suhu 100'~selama 1 jam, melaporkan bahwa ekstrak panas dam sirih dengan konsentrasi 1:2 sudah dapat menghambat Pseudomoms
jluorescens, Bacillus stearothermophilus, B. aeruginosa, Aspergillus niger dan Candida utilis. Hasil penelitian Arka (1995) melaporkan bahwa f i l m daun sirih segar sebesar 25% dan 50% secara efektif dapat meningkatkan keamanan dan kualitas daging ayam boiler selama 9 hari penyimpanan pada suhu S°C. Hasil ini ditunjang oleh penelitian Astusti (1997)yang melaporkan bahwa bubuk dam sirih 2% dan 4% (blb) yang dilumurkan pada daging sapi segar dan disimpan dingin
dapat menghambat Staphylococcus aureus selama 9 hari. Sugiastuti (2002) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun sirih 1%
@/b) dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen dan perusak makanan pada daging sapi selama 9
hari penyimpanan pada suhu refrigasi.
Kemasan Makanan Antimikrobial Kemasan makanan antimikrobial adalah suatu bentuk kemasan aktif, mempakan sistem pengemasan yang memungkinkan untuk m e m b u a menghambat atau membatasi mikroorganisme pembusuk dan patogen yang mengkontaminasi pangan atau bahan pengemas itu sendiri (Appendini & Hotchkiss, 2002). Menurut Han (2003), fungsi antimikrobial yang baru ini bisa didapat dengan menambahkan agen a n t i m i i b a ke dalam sistem pengemasan danlatau menggunakan polimer antimikrobial yang telah memenuhi syarat pengemasan konvensional. Ketika sistem pengemasan makanan diberi aktifitas antimikroba, bahan pengemas akan membatasi atau menghalangi mikroba untuk tumbuh pada permukaan makanan, dengan demikian akan memperpanjang umur simpan dan me~ngkatkankeamanan mikrobial produk tersebut. Tujuan utama sistem pengemasan pangan antimikrobial adalah: (i) jaminan keamanan, (2) pemeliharaan kualitas (3) memperpanjang umur simpan, yang mempakan kebalikan urutan dari tujuan utama pada sistem pengemasan konvensional. Saat
ini, keamanan pangan adalah sebuah isu besar sehingga pengemasan antimikrobial
akan dapat berperan dalam jaminan keamanan pangan tersebut (Han, 2003). Inkorporasi agen antimikroba ke dalam sistem pengemasan makanan dapat diakukan melalui dua pendekatan yaitu: 1) menempatkan agen antimikroba ke dalam film dengan menambahkannya ketika film diproduksi atau melalui pelapisanlcoating pada permukaan film yang kontak dengan makanan; dan 2) pelepasan senyawa-senyawa aktif ke permukaan makanan melalui s a c h e w d yang ditambahkan ke dalam kernasan (Quintavalla dan Vicini, 2002). Berbagai senyawa antimikroba yang food grade, atau senyawa alami dari ekstrak tanaman clan produk fermentasi dapat diinkorporasi ke dalam bahan pengemas makanan
seperti disajikan pada Tabel 2. Beberapa senyawa yang telah diuji aktifitas antimikrobanya dalam kemasan makanan diantamnya adalah asam-asam organik seperti asam sorbat, propionat dan benzoat atau asam-asam anhidridnya, bakteriosin seperti nisin dan pediocin, enzim seperti lisozim dan glukose oksidase, fungisida seperti benomil dan imazalil.
Tabel 2. Agen antimikroba yang dapat diinkorporasi ke dalam bahan kemasan Agen antimikroba Asam-avam Organiklrmhidrid : Propionik, be-at, sorbat, asetat, laktat, malat Gas anorganik : Sulfur dioksida, klorine dioksida logam: perak Fungisida: Benomil, imazalil Bokteriocin: Nisin, pediocin, laktisin Enzim: Lisozim, glukose oksidase
PolimerEilm Edible film, EVA, LDPE
Mihrganisme Target khamir
plyolefin
khamir, kapang, bakteri
polyolefin LDPE Ediblefilm, selulosa, LDPE selulosa asetat, PS, Edible film Edible film NylonPE, selulosa
bakteri khamir bakteri gram positif
bakteri gram negatif Agen penghelat: EDTA khamir, kapang, bakteri Rempah: asam sinamat, kafeat, pkumarin, Horseradish (alilisothiosianat) LDPE, selulosa khamir, kapang, bakteri minvak fiensial leks@& tumbuhan): ekseak biji angur, hiiokitiol, serbuk bambu, Rheum palmatum, ekstrak copti; chinesis Pmben: Propilparaben, Clay-coating, selulosa, khamir LDPE etilparaben LDPE kapang, anaerob dan Senyawa lain: HeksametilI aerob enetetramin Keteranean: EVA (ethvlene vim1 acetat6J; LLDPE (linear low density polyethylene); LDPE (low density ~olyethyle~e);. PS @&styrene); PE @olyet&lene)
I
Sumber: Appendini danHotchkissb (2002)
Asam-asam organik seperti paraben, asam benzoat, asam sorbat, asam propionat, asam asetat, asam laktat, asam lemak medium, dan campumnnya memiliki aktifitas antimikroba yang kuat dan telah digunakan sebagai pengawet
makanan, pensanitasi zat kontak dan bahan kemasan. Benomil dan imazalil telah digabungkan ke dalam plastik film dan menunjukkan aktifitas anti jamur. Etanol memiliki aktifitas antimikroba yang kuat, tetapi ti& cukup untuk menghambat pertumbuhan ragi. Bakteriocin seperti nisin, lakticin, pediocin, diolokocin, dan propionicin menunjukkan aktifitas antimikroba terhadap mikroorganisme pembusuk dan patogen. Beberapa ekstrak tumbuhan seperti biji anggur, kayumanis, mustard, horseradish, cengkeh, rosemary, bawang putih, dan oregano telah ditambahkan ke dalam sistem pengemasan makanan dan menunjukkan aktifitas antimikroba yang efektif melawan bakteri pembusuk dan patogen. Uap etanol, kholin dioksida, Alilisothiosanat, hinokitiol, dan ozon telah digunakan dalam bahan kemasan makanan dan menunjukkan aktifitas antimikroba yang 15
efektif menghambat pertumbuhan jamw dan bakteri (Han, 2003). Antioksidan &pat dimasukkan ke dalam bahan kemasan untuk menciptakan atmosfer anaerobik di dalam kemasan, dan akhimya akan melindungi makanan dari serangan mikroba pembusuk aerobik seperti jamw (Han, 2003). Bagi sebagian besar konsep kemasan antimikrobial, kontak intensif antara bahan aktif dengan produk makanan diperlukan. Oleh karena it& aplikasi yang
potensial untuk makanan adalah kemasan makanan harnpa udara, atau inkorporasi senyawa antimikroba ke dalam edible filmlcoating yang diaplikasikan dengan penetesan atau penyemprotan pada makanan (Collins-Thompson & Hwang, 2000
dalam Devlieghere et al., 2004). Ediblefilm Antimikrobial
Edible film adalah suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan, berfungsi sebagai penahan terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, aroma, zat terlarut) clanlatau sebagai pembawa bahan tambahan makanan (pewarna, vitamin, nutrisi, antimikroba, antioksidan) untuk mempertahankan kualitas makanan (Krochta et al., 1994). Menurut Kittur et al. (1998), edible film telah digunakan untuk mengontrol pertukaran gas (02, COz, dan etilen) antara produk makanan dengan l i i a n sekitar atau antar
komponen makanan. Edible film juga dapat digunakan untuk mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia produk makanan, sehingga memperpanjang umur simpan serta meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pelapisan atau coating produk makanan dengan edible film antimikrobial
setelah pengolahan dapat menghasilkan lapisan rintangan fisik ekstra yang juga mengandung antimikroba (Krochta dan Jhonson, 1997 dalam Han, 2003). Menurut Cuppett (1994), ediblefilm disamping
sebagai penghambat yang
kuat terhadap transmisi oksigen dan uap air, juga dapat beaindak sebagai pembawa antimikroba untuk menghambat pertumbuhan khamir, kapang dan bakteri selama penyimpanan dan distribusi produk makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk dan mengurangi resiko pertumbuhan mkoba patogen pada pemukaanmakanan.
Berbagai Edible film antimikrobial telah dikembangkan untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen yang mengkontaminasi permukaan produk setelah proses pengolahan (Cagri et al., 2003). Berbagai penelitian tentang
edible film berbahan protein, polisakarida, dan lemak serta beragam agen antimikroba yang telah atau berpotensi diinkorporasi pada edible film telah dilaporkan dapat menghambat mikroorganisme pembusuk dan patogen, serta meningkatkan umur simpan makanan. Siragusa clan Dickinson (1993) melaporkan
bahwa pembungkus alginat yang mengandung asam-asam organik dapat menurunkan pertumbuhan Listeria monocytogenes, Salmonella typhimurium dan
Escherichia coli 0157:H7. Minyak esensial oregano dan garlic yang ditambahkan ke dalam edible film
WPI terbukti dapat menghambat
pertumbuhan E. coli, L. Monocytogenes, Salmonella enteritidis, Staphylococcus
aureus, dan Lactobacillus plantarum (Seydim & Sarikus 2006) melaporkan bahwa nisin yang ditambahkan ke dalam ediblefilm campuran glukomanan dan khitosan dapat menghambat aktifitas bakteri patogen &an
E. coli, S. aureus,
L. monocytogenes dan Bacillus cereus &i et al., 2006). Sedangkan Cagri et al. (2003) menunjukkan bahwa ediblefilm WPI yang mengandung asam sorbat atau p-asam aminobenzoat dapat menghambat pertumbuhan L. Monocytogenes pada hot dog selama 42 hari penyimpanan refrigasi. Coating film zein yang mengandung nisin (1.000 IU/g) atau kalsium propionat (1%) dapat menurunkan populasi L. Monocytogenes pada daging ayam selama 30 hari penyimpanan refrigasi (Janes at al., 2002). Penghambatan L. monocyiogenes
sempurna
pada daging ayam, kalkun dan sapi didapatkan dengan menambahkan pediocin atau nisin pada edible film selulosa (h4ing et al., 1997 dalam Quintavalla dan Vicini, 2002 ). Zhuang et al. (1995) telah mengkaji kemampuan edible film selulosa yang mengandung asam sitrat, asam asetat, atau asam sorbat (0,2-0,6%) untuk menghambat Salmonella pada tomat. Edible film yang mengandung berbagai antimikroba seperti asam benzoat, asam sorbat, asam propionat, asam laktat, nisin, dan lisozim yang telah dikaji untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan jamur pada permukaan makanan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Edible jilm antimikrobial, inkorporasi asam-asam organik, pediocin dan enzim MedialMakanan buab-buahan kering Taiwan kultur media asam bermat, asam sorbat kultur media potasium sorbat dengan asam lemak kultur media nisin potasium sorbat dengan asam palmitat kultur media kultur media MCikhitosan asam benzoat,asam sorbat kultur media HF'MC potasium sorbat dengan asam lemak kultur media nisin tomat potasium sorbat, asam asetat Edible Film
MC
Agen Antimikmba asambenzoat
nisin pediocin
kultur media daging matang
asam asetat, propionat, laurat
asam laktat, sitrat asam asetat
dagingolahan air kultur medii kultur media
pati
potasium sorbat
awn
alginat
asam lalitat
daging sapi
cascin
glukose oksidase asam sorbat
ikan pepaya
pasam aminobenzoat dengan asam asctat, potasium sorbat dengan asam laktat, asam asetai, asam laktat nisin n i s i dengan EDTA, lisozim dengan EDTA, pmpil p a r a h
kultur media, bologna, irisan sosis hot dog fospat b g e r kultur media
selulosa khitosan
asam asctat, pmpionat
WPI
soy protein isolate corn zein
sin
nisin sin potasium sorbat asam laurat sin dengan asam laurat dan EDTA
kultur media
susu ayam RTE keju kultur media kultur media
Milrroorganisme target Zygosaccharomyes rouxii. Z mllir Penicillium nofaturn, Ahodoforula
NT Micrococcus lufeus
NT P. nofaturn Rhodoforula M luteus Salmonella Montevideo Lirferia innoma, Sfaphylococcllr aureus Lirferia monacyfogenes Locfobacillus sakei, Serrafia liquefaciem
NT NT
L monocytogenes Ercherichia coli 0157:H7, Salmonella typhimurium E. coli 0157:H7,S. lyphimwium, L. monocytogenes E. coli 0157:H7,S.fyphimurium, L. monayfogenes NT Staphylococcus r m i i , Aspergillus niger L. monocyfogenes, E coli 015TH7,S. ryphimrium DT104
L. monocytogenes Brochofhrix fhermosphacfa S. fyphimruium, E coli, L monocytogenes, X aureus hfobacillusplanfarum
L monocytogenes L. monoqtogenes S aurevs L. planIarum Salmonella enterifidis, L. rnonocyIogenes L. monocyfogenes L. planfarum
asam sorbat jagung manis nisin, lisozim kultur media sodium fospat nisin NT wheat gluten asam sorbat kulturmedia NT asam sorbat makanan model P. nofafum asam sorbat jagung manis L. monayfogenes nisin sodium fospat NT media fospa~ ( L monocyrogenes nisin Keterangan: MC (rnefhylcellulose). HPMC (hydropro~lmefhylceIlulose), NT (nor fesredjor
I
antimicrobial activity)
Sumber: Cagri et al. (2004)
Menurut Cagri et al. (2004), manfaat utama dari ediblefilm antimikrobial adalah agen antimikroba di dalam film dapat secara spesifik ditargetkan untuk kontaminan pada permukaan makanan pasca pengolahan, dengan mengontrol tingkat difusi antimikroba ke dalam produk. Ediblefilm disamping berfindak sebagai penghambat yang kuat terhadap transnisi oksigen dan uap air, juga mernpunyai kemampuan untuk mengontrol tingkat d i h i agen antimikroba (Cuppett, 1994). Kemampuan ini telah dipelajari oleh dua tim peneliti, Guilbert et al. (1985) serta Giannakopoulus & Guilbert (1986) dalam Cagri et.al(2004) yang mengevaluasi difusifitas asam sorbat dari film casein dengan menggunakan beberapa model. Asam laktatcasein film yang mengandung asam sorbat diuji pada permukaan pepaya yang d i i i b a s i dengan Staphylococcus rouxii dan Aspergillus niger. Film
casein dapat mempertabdan 30% kadar asam sorbat setelah 30 hari penyimpanan pada kelembaban relatif 95%. Hal ini menunjukkan bahwa matriks
edible film dapat menahan antimikroba dan mengurangi difusi selama penyimpanan. Ediblefilm antimiiobial yang dibuat dari bahan polisakarida, protein dan lemak memilii berbagai keuntungan diantaranya dapat diuraikan secara biologis
(biodegredibility), kompatibel secara biologis (biocompatibility), dapat dimakan (edibility), estetika dan dapat meningkatkan sifat organoleftik produk (Krochta et al., 2002). Dalam pengembangan edible film antimikrobial pemilihan agen-agen aktif yang digunakan juga terbatas untuk senyawa-senyawa yang dapat dimakan,
karena senyawa-senyawa tersebut hams dikonsumsi bersama-sama dengan lapisan edible fildcoating dan makanan (Quintavalla & Vicini, 2002). Senyawa antimikroba alami seperti nisin dan lisozim telah ditambahkan ke dalam edible
film dan aman diionsumsi oleh manusia (Cagri et al., 2004). Edible film yang mengandung agen antimikroba telah terbukti dapat secara efektif menghambat rnikroorganisme patogen dan pembusuk pada beragam produk makanan, bahkan ketika kemasan produk tersebut dibuka oleh konsumen dan terkontaminasi lagi. Khitosan sebagai Edible Film Antimikrobial Kitosan, suatu polimer yang memilii ikatan 1,4 P-D-glukosamin dan Nacetyl, me~pi3kanturunan khitin, produk hasil diasetilasi dari limbah udang
terbukti tidak beracun, dapat didegradasikan secara biologis (biodegradable), kompatibel secara biologis (biocompatible), mempunyai fungsi biologis (biofunctiod), dan bersifat kationik kuat. Khitosan telah lama digunakan sebagai edible Jim dan bahan alami untuk pharmaceutical, medical, pembungkus kertas,
dan industri pengolahan pangan (Sanford 1989). Penggunaan khitosan sebagai pelapis pelindung antara lain sebagai pelapis semipermiabel terhadap pembahan
fisii kimia pada sayuran dan buah selama penyimpanan.
Gambat 4. Struktur kimia khitosan. Khitosan mempakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilii memiliki reaktifitas kimia yang tinggi (karena mengandung gugus OH
dan atau gugus NH2) menyebabkan mampu mengikat air dan minyak, sehingga khitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk tekstur (Brzeski, 1987). Khitosan adalah flokulan dan koagulan yang baik, mudah membentuk membran atau film. serta membentuk gel dengan anion bervalensi ganda (Anonim, 1978). Hoagland dan Parris (1996) mengemukakan alasan dalam membuat film dengan
bahan dasar khitosan adalah: (i) Khitosan m e ~ p d c a nturunan khitin, polisakada paling banyak di bumi setelah selulosa; (ii) Khitosan dapat membentukfilm dan membran dengan baik; dan (ii)
Sifat kationik selama pembentukan iih
merupakan interaksi elektrostatik dengan anionik. Film dengan bahan khitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis, fleksibel dan sulit untuk dirobek sebanding dengan polimer komersial dengan kekuatan sedang (Buttler et al., 1996). Khitosan seperti polisakarida lainnya dapat membentuk film yang kuat dan dapat menjadi pembawa berbagai agen antimikroba. Beberapa peneliti telah meneliti kemampuan khitosan sebagai film antimikrobial. Hasil penelitian Outtara et al. (2000) dalam Quintavalla dan Vicini (2002) menyimpulkan bahwa film antimikrobial khitosan yang mengandung asam asetat atau asam propionat,
dengan atau tanpa penarnbahan asam laurat atau sinamat aldehida dapat menunda atau menghambat pertumbuhan bakteri Enterobacteriaceae, Lactobacillus saki
dan Serratia liquefacien pada pemukaan daging dengan kemasan hampa udara, selama 7 hari penyimpanan suhu 4 ' ~ .Coma et al. (2001) dalam Cagri et al. (2004) juga melaporkan bahwa film antimikrobial khitosan yang mengandung 1% asam dapat menghambat Listeria innocua dan L. rnonocytogenes pada media
labomtorium dengan sampel keju. Zivanovic (2005) melaporkan bahwa film antimikrobial khitosan dengan inkorporasi minyak esensial oregano &pat menurunkan L. monocytogenes dan E. Coli. Kanatt et al. (2008) juga telah melaporkan bahwa film antimikrobial khitosan yang ditambah dengan mint efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Bakso Bakso me~pakansalah satu produk olahan pangan yang sangat populer. Banyak orang menyukainya dari an&-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak saja hadir dalam sajian seperti mi bakso atau mi ayam tetapi juga biasa d i j a d i i bahan campuran dalam berbagai masakan lain seperti nasi goreng, mi goreng, cap cay, dan aneka sup. Bakso merupakan produk gel dari protein daging baik daging
sapi, ayam, ikan maupun udang, berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 2530 gram per butir. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka dan bumbu. Setelah dimasak, bakso memiliki tekstur kenyal sebagai ciri spesifiknya.
Definisi bakso daging menurut SM No. 01-3818-1995 adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging temak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati serealia dengan atau tanpa BTM
(Bahan Tambahan Makanan) yang diizinkan. Kualitas bakso be~ariasikarena
perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung dan proses pembuatannya. Bakso mengandung protein tinggi, memiliki kadar air tinggi dan pH netral sehingga rentan terhadap kerusakan. Bakso m e m i l i rnasa simpan maksimal satu hari pada suhu kamar (Widyaningsih & Murtini, 2006). Syarat mutu bakso daging menurut SNI No. 01-3818-1995
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Bakso Daging menurut SNI No. 01-3818-1995
Normal, khas daging
Raksa (Hg) 9 Cemaran arsen (As) 10 Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri berbentuk koli Escherichia coli Enterococci Clostridium per-ingens Salmonella Staphylococcus aureus
mgtkg mg/kg
Maks 0,03 Maks 1,0
Kolodg ApWg -@Wg kolodg kolodg
~ a k lxloS s Maks 10 13 ~ a k lxlo3 s Maks 1x10' Negatif Maks lxloZ
-
kolodg
Berbagai penelitian untuk memperpanjang umur simpan bakso dengan menambahan bahan pengawet atau antimikroba yang dapat menggantikan formalin telah dilakukan, baik antimiiba yang sintetikfood grade maupun yang alami. Yovita (2000) dan Surjana (2001) melakukan penelitian untuk memperpanjang umur simpan bakso sapi dengan menambabkan antimikroba sintetik food grade seperti Natrium bisulfit, Na-benzoat, Na-metil sulfit, Napropionat, Na-karbonat, metil paraben, asam sorbat, asam sitrat, kalsium propionat, dan silikon dioksida. Sedangkan Angga (2007) menggabungkan antimiioba sintetik food grade tanin, asam laktat, Na-metabisulfit dengan antimikroba alami dari daun jambu biji dan khitosan.
Kajian Prospek Aplikasi Kemasan Antimikrobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur S i p a n Produk Aplikasi Kemasan Antimikrobial Secara Umum
Beberapa aplikasi kemasan antimikrobial untuk produk makanan telah dikomersialkan. Di Jepang penggunaan zeolit, alilisitiosianat yang berasal dari ekstrak mustard atau horseradish, dan hinokitiol untuk bahan kemasan makanan telah masuk dalam regulasi dan dinyatakan aman dan efektif. Zeolit pensubtitusi perak mempakan agen antimikroba paling umum yang digabungkan ke dalam plastik poliethilen, polipropilen, poliester, Nlon dan butadien stiren pada konsentrasi 1-3%' dan dilaminasi sebagai suatu lapisan tipis (3-6 pm) pada permukaan makanan. Aplikasi kemasan ini untuk produk ikan, daging dan sayuran segar (Brody et al., 2001). Pada tanggal 9 Juni 2000, AglONTM Silver Ion Technology mendapatkan pengesahan dari Food and Drug Administration (FDA) untuk penggunaan semua tipe polimer untuk makanan di pasar USA. Di USA telah dipasarkan penggunaan triclosan (5-chloro-2-(2,2-dichlorophenoxy)phenol) oleh Microban Products Co., sebagai agen antimikroba yang digabungkan pada poliolefin untuk kantong makanan. Penggunaan triclosan (TIP) untuk aplikasi pada kemasan makanan ini juga telah diijinkan di negara-negara UN Eropa oleh SCF (Scientijic Committee for Food) dalam sepuluh daftar tambahan monomer
clan aditif untuk kemasan yang kontak dengan makanan dengan kendala kuantitatif terhadap migrasi 5 mgkg makanan (Quintavalla & Vicini, 2002). Di Australia, sulfur dioksida dari pad yang mengandung kalium metabisulfat telah digunakan untuk pengawetan anggur. Klorin dioksida telah diijinkan oleh FDA
untuk digunakan pada daging yang tidak diolah dengan konsentrasi tidak boleh melebihi 2.71 &cm2 dalam klorit pada film kemasan LDPE. Kemasan makanan antimikrobial dengan agen antimilcroba alami juga telah dikomersialkan (Tabel 5). Di Jepang, penggunaan alilisitiosianat (AIT) dari ekstrak mustard atau horseradish diinkorporasikan ke dalam film polietilen atau kemasan lunch box pada produk makanan siap saji. Penggunaan sachet penghasil uap etanouhinokitiol yang tertutup atau menyentuh bagian dalam suatu kemasan untuk produk roti, cake, jam. Penggunaan sachet penyerab oksigen dan 23
kelembaban (karbon dioksida) untuk produk roti, cake, jam dan daging kemasan. Glukose oksidase yang dibungkus dalam lembaran plastik polivinil, pati dan casein digunakan untuk meningkatkan adhesif permukaan film. Tabel 5. Kemasan makanan antimikrobial dengan agen antimikroba alami yang telah dikomersialkan Aplikasi untuk Perusahaan Produsen Lintec Cornration
Alilisothiosianat Glukose oksidase Uap etanolhinokitiol
Bipka
I
i Karbon dioksida
I
Ethicap Neeamold Freyek OitechTM FreshpaxTM veriiais
Bioka LTD Freund Nippon Kayaku
I Pressure sensitive
labels, sheet (Jepangf Sachet (Finland)
Sachet (Jepang)
Sumber : diadaptasi dari Bordy et al. (2 01) clan Appendiii & Hotchkiss (2002) Aplikasi Agen Antimikroba
Berbagai agen antimikroba telah dikembangkan dan digunakan secara luas dalam pengawetan makanan. Agen antimikroba kirniawi seperti asam organik, fungisida, alkohol dan antibiotik adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam industri. Untuk menggunakan agen anthikroba dalam produk pangan, farmasi, dan kosmetik, sebuah industri harus mengikuti pedoman dan aturan negara di tempt mereka akan rnenggunakannya. Hal ini termasuk penggunaan sebagai bahan tambahan dalam kemasan makanan antimikrobial, hanya agen yang
disetujui oleh badan yang berwenang atau diberitahu untuk digunakan dalam
kadar konsentrasi yang aman, peningkatan atau penjagaan keamanan pangan dalam penggunaan antimikroba kimiawi, antioksidan, produk bioteknologi,
p o l i e r antimikrobial, antimikroba alami, dan gas (Han, 2003). Sebagai contoh FDA (Food and Drug Adminisration) di Amerika Serikat, NHMRC (National Health and Medical Research Council) dan FAA (Food Additives and Contaminant Committee) di Australia. Di Indonesia penggunaan agen antimikroba @ahan pengawet) diatur oleh Undang-Undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan wewenang pengawasannya diberikan kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sedangkan sebagai pelaksana tugas pengawasan ditunjuk Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pangan (Dirjen POM).
24
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenkeslPer/IX/1988, bahan pengawet (antimikroba) merupakan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan Tambahan Makanan dapat berupa bahan alami ataupun sintetis (bahan kimia) yang diijinkan karena tidak berbahaya atau aman bagi kesehatan sesuai Undang-Undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Secara garis besar BTM dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: 1) GRASS (Generally Recognized and Safe) umumnya bersifat alami sehingga aman dan tidak berefek
racun sama sekali; 2) AD1 (Acceptable Daily Intake), selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daib intake) guna melindungi kesehatan konsumen; 3) bahan yang memang tidak layak untuk dikonsumsi k a n a bukan bahan tambahan untuk makanan atau berbahaya seperti formalii dan boraks. Agen antimikroba terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya Agen antimikroba anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas S@, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metzbisulfit. Agen antimikroba organik lebii banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan lebii mudah dibuat Agen antimikroba organik kimia yang sering digunakan adaiah asam sorbat dan garamnya (Na,K dan Ca), asam propionat dan garamnya (Na dan Ca), asam benzoat dan garamnya (Na dan K),
asam asetat, dan epoksida. Pengguuaan bahan tambahan makanan temasuk b a h pengawet (atimikroba) hams memenuhi persyaratan yang tercantum pada Kodeks Pangan Indonesia tentang bahan tambahan makaaao atau persyaratan lain yang ditetapkan menteri kesehatan. Tabel 6 dan 7 menyajikan daftar bahan pegawet! agen antimikroba anorganik dan organik yang diijinkan pemakaiannya termasuk dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM.
Tabel 6. Daftar bahan pengawet anorganik yang diizinkan pemakaiannya dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh Dijen POM -
No. Nama BTM -
Sulfur dioksida
1
1
Jenis Bahan Makanan
I acar ketimun dalam botol
jam dan jeli mannalad pekatan sari buah, pasta tomat gula bubuk (untuk hiasan kue) dekstrosa bubuk gula pasir vinegar SUOP
bii; minuman ringan
Kalium biiulfit
Kalium metabisulfit
3
I
I 4
Kalium Nitrat
anggu sosis ekshak kopi kering gelatin pangan Kin potongan kentang goreng beku
( Batas Maksimum Penggunaan
I 50 m&
100 mgkg 350 mgkg 20 mgkg 70 mgkg 70 mgkg 70 mgkg 70 mgkg 200 mgkg 450 mglkg 150 m a g 1 500 mglkg
50 mgkg, tun& atau w p m dengan senyawa sulfit lainnya. 100 mglkg bahan mentah, 30 m& udang beku produk ymg telah dimasak, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya. 500 mgkg tun& atau campuran pekatan sari nenas dengan sulfit, atau dengan asam benzoat. asam sorbat dan garamnya potongan kentang goreng beku 50 m&, tunggal atau campuran dengan senyawa sulft lainnya. I00 mgkg bahan mentah; 30 m a g udang beku produk yang telah d i i tunggal I I atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya. daging olahan; daging awetan 500 mg/k& tunggal atau campuran dengan Na-nihat d i i g sebagai Na-nihat 50 mgi'kg, tun& atau campuran keju dengan Na-nihat I
125 mg/kg tunggal atau campuran dengan Na-nitrit diitung sebagai Na-nitrit 50 m&g tunggal atau camputan dengan Na-nibit diitung - sebagai ~a-iitrit potongan kentang goreng beku 50 mgkg, tunggal atau campuran dewan senyawa sulfit lainnya. l~o-mgikg~bahan mentah; 3b m a g udang beku produk yang telah dimasak,tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya. 500 mg/kg tunggal atau campuran pekatan sari nenas dengan suliit, atau dengan asam benzoat, asam sorbat dan gai-amnya.
daging olahan, dagiig awetan,
Kalium nitrit
1
Kalium sulfit
I
I
Tabel 6. Daftar bahan pengawet anorganik yang diizinkan pemakaiannya dan dosis maksirnum yang diperkenankan oleh D y en P O M (lanjutan)
No. 6
.
I
Nama BTM (
1 Kalium sulfit
Jenis Bahan Makanan
pekatan sari nenas
I
udang beku
pekatan sari n e w
potongan kentang goreng beku
Nattum nihat
1 10
1
50 mgk& Nnggal atau campwan dengan senyawa sulfit lainnya. 100 mgikg bahan mentah; 30 mgikg produk yang telah diiasak, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya. 500 mgikg tunggal atau campuran dengan sulfit, atau dengan asam be+ asam sorbat dan garamnya 50 mgtkg, tun& atau campuran I &an senyawa sulfit lainnya. 100'mgikg bahan mentah; 3-0 mgikg produk yang telah dimasak, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya 500 mgikg tunggal atau m p u r a n dengan sulfif atau dengan asam benzoaf asam sorbat dan garamnya. 50 mgkg,tun& atau campuran dengan senyawa sulfit lainnya. I00 mgikg bahan mentah; 30 mgikg produk yang telah dimasak, tunggal atau campuran dengan senyawa , sulfit lainnya. 500 mg&g, tunggal atau campuran dengan K-nitrat 50 mgikg, tunggal atau campuran I dengan K-nitrat 125 mgkg tunggalatau campuran dengan K-nitrit I 50 &kg tunggal atau campuran
I 1 Natrium biulfit I potongan kentang goreng beku 1 I
I
--
I potongan kentang goreng beku ( udang beku
7
.
1 Batas Maksimum Penggun
dagiig olahan, d a g i i awetan,
1 keju Natrium nihit
1
daging olahan, daging awetan,
I korned kalengan Natrium sulfit
I
den&,
KK,,i&t
50 m a g ,1atau campuran den& i n y a w sulfit lainnya. I00 mg/kg bahan mentah; 30 mgkg pryang dimasak,tunggal atau campuran dengan senyawa
potongan kentang goreng beku udang beku
sulfit Lainnya.
pekatan sari nenas
500 mg/kg tunggal atau campuran dengan sulfit, atau dengan asam benzoat, asam sorbat dart garamnya Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72UMenkeslPerlW1988 da& Cahyadi (2008)
I
]
Tabel 7. Daftar bahan pengawet organik yang diizinkan pemakaiannya dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM Batas Maksimum Penggunaan Jenis Bahan Makanan kecap minuman ringan acar ketimun dalam botol
pekatan sari nenas
2
I
pangan lain Asam propionat d m keju olahan
1 roti 3 4
Asam sorbat
d m keju olahan
1 Kalium b a t I m a-r i n
600 mgikg 600 mg/kg Igkg, tunggal atau campuran dengan kalium dan nahium benzoat atau dengan kalium sorbat l g n e tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat g-ya tgikg tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya I& tunggal atau campuran dengan asam sorbat clan garamnya. 1 2 glkg 3 g/kg tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam propionat I dangaramnya I lgikg . tungal atau campuran dengan garamoya atau dengan &am sorbat -
- -
pekatan sari nenas
I& tun& atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat
jam dan jeli
I&g tunggal atau campuran dengan kalium sorbat dan atau garam benzoat.
sirup, saus tomat
dengan asam sorbat
atau asam propionat dan garamnya. lgikg tunggal atau campuran dengan margarin
asam benzoat, kalium benzoat atau
&um jam dan jeli
be&
Tabel 7. Daftar bahan pengawet organik yang diizinkan pemakaiannya dm dosis maksimum yang &perkenankan oleh Dirjen POM (lanjutan) No.
I
Nama BTM
1
Jenis Bahan Makanan
I Kalium sorbat I marmalad
pekatan sari nenas
7
I
I 8
I I 9
Kalsium benzoat Metil-phidroksi
1 N&um
pekatan sari nenas
Batas Maksimum Penggunaan
1 500 mgkg tunggal atau campuran
dengan asam sorbat lgikg tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya dan senyawa sulfit tetapi tidak lebii dari 500 mgkg. 1g/kg tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sohat I clan earamnva dan senvawa sulfit tetapi tidak iebii dari i00 m&. 250 mgkg 450 mgkg
-
I
I
I
Acar ketimun dalam botol eksbak kopi cair pasta torn& sari buah pangan . . lainnya kecuali daging, ikan dan unggas
I lg/kg tunggal atau campuran dengan 1&tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya dan senyawa sulfit
1gikg tunggal atau campuran dengan
asam sorbat dan garam kaliumnya atau dengan ester dari asam para hidroksi beurnat minuman beralkohol lainnya
Sumber : Lampiran Peratman Menteri Kesehatan RI Nomor 722/MenkeslPerflX/1988 dalam Cahyadi (2008)
I
Aplikasi Agen Antimikroba Alami dalam Kemasan Makanan Seiring dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap penggunaan aditif makanan kimiawi akbir-akhir ini telah mendorong indus!xi makanan dan riset pangan mencari senyawa-senyawa antimikroba alami. Berbagai agen antimikroba alami seperti minyak esensial, nisin atau lisozim, dan bakterocin telah diteliti untuk menggantikan bahan pengawet kimia (Devlieghere et al., 2004). Berbagai bakteriocin yang diproduksi oleh mikroorganisme termasuk nisin, lakticin, pediocin, diolokocin, dan propionicin, dapat menghambat pertumbuhan moikroorganisme pembusuk dan patogen makanan. Peptid aktif biologi tersebut memilii sifat antimikroba yang kuat terhadap berbagai bakteri.
Di Indonesia sends, maraknya penggunaan formalin dan borak sebagai bahan pengawet pada beberapa produk makanan seperti mie, tahu, bakso dan olahan ikan pada beberapa tahun lalu telah mendorong beberapa lembaga terkait seperti Lembaga Penelitian, Perguruan T i g g i (negeritswasta), LSM, dan
Lembaga Pemerintah mencari bahan alternatif pengganti dari bahan-bahan alami. Bahan-bahan pengawet alami yang telah diteliti diantaranya adalah khitosan untuk pengawetan ikan, biji kepayanglpucung untuk pengawetan ikan, kunyit dan bawang putih untuk pengawetan ikaq Bakteri Asam Laktat (BAL) untuk pengawetaa ikan dan berbagai produk &an,
limbah hayati (seperti bonggol
jagung, sekam, ampas tebu, kayu jati dan pinus) dalam bentuk asap cair (Liquid SmohLS) untuk pengawetan ikan dan berbagai produk makanan, kunyit untuk pengawetan tahu, dan abu merang untuk pengawetan mie (Cahyadi, 2008). Perusaham V i s k e Co. (sekarang bagian dari Curwood Bennis Corporation) telah mempublikasikan penggunaan antimikroba alami pada bahan pengemas untuk produk daging. Agen-agen antimikmba tersebut secara alami diisolasi dari bahan-bahan nabati dan hewani, seperti ekstrak rempah-rempah cinnamon, allspice (rempah campuran), cengkeh, thyme rosemary, oregano, bawang merah, bawang putih, lobak, mustard dan horseradish, serta polipeptida nisin, natamicin, pediocin, dan berbagai bakteriocin.Salah satu produknya yang telah ditetapkan dalam US Patent 5,573,797 adalah kemasan edible jZm dari selulosa atau alginat yang mengandung pediocin atau nisin untuk menghambat Listeria monocytogenes pada daging ayam, kalkun dan sapi (Brody et al., 2001). 30
Penggunaan ekstrak tanaman (minyak esensial) dan senyawa aktifnya sebagai aditif antimikroba untuk polimer makanan terns dikembangkan, karena umumnya diklasifikasikan sebagai GRAS (genera& recognized as safelaman untuk dikonsumsi), prosesnya yang mudah dan lebii disukai konsumen. Beberapa senyawa aktif volatil dari ekstrak tanaman juga telah diizinkan oleh FDA sebagai bahan aditif untuk makanan dan dapat ditambahkan ke dalam bahan kernasanan makanan seperti disajikan pada Tabel 8. Table 8. Daftar aditif makanan yang diijinkan dipakai sebagai agen antimikroba dalam bahan kemasan makanan Aditif
Karvarcol Sitral pcresol Estragol (methyl chavicol) Etanol Eugenol Geraniol Glucose oksidase Linalol a-Terpineol Thymol Sumber: Suppakul et al. (2003)
Kode pengesahan oleh otorita Legislatif U.S.A Australiiew Zealand Eropa FA
GRAS FA
1102
El510
GRAS GRAS
E214
GRAS
GRAS GRAS GRAS FA FA
Beberapa ekstrak tanaman termasuk rempah-rempah seperti biji anggur, kayumanis, horseradish, cengkeh, oregano, bawang putih, mint, rosmary, dan thyme telah ditambdkm ke dalam sistem pengemasan dan menunjukkan aktifitas antimikroba yang efektif melawan bakteri pembusuk dan patogen (Han, 2003). Hasil penelitian Katayama dan Nagai (1960) dalam Nychas (1999) bahwa senyawa aktif fenolii seperti eugenol, karvakrol, isobomeol, thimol, vanilii dan salisilaldehida pada konsentrasi 0,05% mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus enteridis, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Keenam senyawa fenolik tersebut memiliki gugus
hidroksii yang mampu menginaktitkan mikroorganisme. Uap etanovhinokitiol dan alilisothiosianat dari tanaman mustard dan horseradish menunjukkan aktifitas antimikroba yang efektif (Han, 2003). Kajian mengenai senyawa-senyawa alami yang digunakan dalam bahan kemasan antimokrobial disajikan pada Tabel 9 (studi eksperimental). 31
Tabel 9. Agen antimikroba alami yang telah diinkorporasi ke dalam bahan kernasan makanan Agen Antimikmba Lisozim
Bahan Kemasan PVOH, nylon, selulosa asetat
kultur media
Edible firm
kultur media keju, ham kultur media daging sapi kultur media kultur media kultur media kultur media kulhu media fosfat buffer kejy ham daging olahan ikan air, bologna, ham, pastrami daging sapi kultw media air, bologna, ham, pastrami letus, kecap, dagiig sapi sayuran, buah-buahan produk ikan, sayuran, dll. daging sapi strawberi segar
Film selulosa, PE SPI, corn zeinfilm PE HPMC Coating silikon
Nisin
Corn zeinfilm
PVC, LDPE, nylon Corn zeinfilm
Lakticin Pediocin Glukose oksidase Asam asetat Asam laktat Asam sorbat Asam pmpionat Ekstrak biji anggur Hinokitiol Serbuk bambu Tokoferol Ekstrak RheumpaImatum dan
Medialmakanan
SPI, WPI, WG, EA film selulosa, PE Selulosa Alginat Khitosan Alginat WPI Khitosan LDPE PE LDPE Not stipulated
LDPE LDPE
Coptis chinemis
Ekstrak Pmpolis dan cengkeh Linalol atau metil kavicol Alilisothiosianat (AIT)
LDPE LLDPE PVDC, PVC
EugenoVsinamat aldehida Ekstrak bawang putih, oregano, msmaxy
chitosan WPI
kultur media daging %gar/ kuring, filet tuna, keju, telw sandwich, mielpasta daging kemasan Kultur media
Keterangan: PVOH (polyvii~ylalcohol), PE (polyethilene), SPI (soy protein irolaie), HPMC
(hya'roxypropl methyl Cellulose),PVC (polyvivl chloride), LDPE (low density PE), WPI (wheyprotein isolate), WG (wheat gluten), EA (egg albumen)
Sumber: Devlieghere et al. (2004)
Aplikasi Edible Film Antimikrobial Inkorporasi agen-agen antimikroba ke dalam edible film dapat dibuat dengan dua pendekatan yaitu: 1) menambahkan agen antimikroba ke dalam bahan kemasan pada saat pembuatan film, atau melaui pelapisan pada permukaan film pengemas yang kontak dengan makanan; dan 2) menambahkan suatu sachet/pad
ke dalam kemasan dimana senyawa-senyawa antimikroba akan dilepaskan selama penyimpanan. Jika agen antimikroba yang akan tambahkan tidak volatil, maka kemasan harus bersentuhan langsung dengan permukaan makanan. Sedangkan jika agen antimikroba yang akan ditambahkan bersifat volatil, kemasan tidak hams bersentuhan secara langsung dengan permukaan makanan. Ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih merupakan campuran senyawa volatil dan non volatil, maka penggunaannya akan efektif jika ditambahkan ke dalam bahan edible film dan diaplikasii melalui pelapisan/coating terhadap produk makanan, sehingga edible film akan bersentuhan Iangsung dengan permukaan produk. Selain itu menurut Quintavalla dan Vicini (2002), dalam pengembangan edile film antimikrobial, p e r n i l i agen-agen antimikroba yang digunakan juga hams senyawa-senyawa yang dapat dimakan karena senyawasenyawa tersebut hams dapat dikonsumsi bersama-sama dengan lapisan edible fildcoating dan makanan. Ekstrak sirib, kunyit dan bawang putih dapat ditambahkan ke dalam edible film yang dibuat dari bahan polisakarida, protein, lemak atau komposit (gabungan dari lemak dan protein atau polisakarida). Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai sumberdaya dam yang cukup banyak untuk dieksploitasi baik untuk bahan kemasan maupun agen antimikroba Dengan potensi ini telah banyak dilakukan kajian tentang bahanbahan potensial yang dapat d i j a d i i sebagai edible film, diantaranya adalah kajian ediblefilm dari pati ubi kayu, aren dan sagu (Hanis, 1999), pati asetat dari
beras (Cahyana, 2006), glukomanan (iles-iles), karagenan dan khitosan. Pengembangan khitosan sebagai bahan edible film addah sebagai salah satu altematif pernanfaatan liibah M i t udang yang cukup melimpah di perairan Indonesia. Hal ini sejalan dengan munculnya udang yang telah menjadi salah satu komoditi primadona dalam industri pengolahan hasil perkman, sejak diresmikannya program peningkatan devisa non migas terutama dari sub sektor perikanan (Suptijah et al., 1992). Kegiatan ekspor udang windu dan udang putih dalam keadaan beku atau kaleng dilakukan oleh perusahaan cold storage, dan limbah yang dihasilkan selama pengolahan berupa kulit udang dengan jumlah
kira-kira 30-40% dari berat udang utuh (Manullang, 1998 dalam Mintardjono, 2005). J
i kapasitas produksi perhari 10 ton maka akan didapatkan limbah kulit
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengemasan, Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Bioindustri Jurusan Teknologi lndustri Pertmian, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Kemasan dan Material Balai Pengujian Mutu Barang Ekspor dan Impor Departemen Perindustrim dan Perdagangan (Indag), Jakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2006 sampai dengan Oktober 2007. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah khitosan yang didapat dari Fakultas Perikanan IPB sebagai bahan edible film. Ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih untuk bahan antimikroba diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Cimanggu, Bogor. Kultur bakteri uji Escherichia coli, Streptococcus, Salmonella, dan Lactobacillus diperoleh dari Laboratorium Miobiologi Pangan PAU. Bahan lain yang diperlukan addah
asam asttat, gliserol, agar Mueler Hinton (Merck, Darmstat, Germany), serta bahan-bahan kimia untuk analisa. Alat yang digunakan untuk pembuatan film AM dan uji aktifitas antimikroba adalah oven, inkubator, timbangan digital, hot plate magnetic stirr, pisau, pH meter, kaca cetakan, dan peralatan gelas. Sedangkan alat yang
digunakan untuk uji sifat fisis mekanis film AM adalah Microcal Meshmer, penetrometer, spektrofotometer i&a merah IR-408,universal testing machine, tensile strength and elongation tester strograph, gas permeability meter, serta moisture cupmeter dan micrometer. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu: 1) pembuatan film berbahan khitosan yang ditambah dengan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih serta uji aktifitas antimikroba film tersebut; 2) pengujian sifat fisis mekanis film
AM, dan uji aktiitas antimikroba film selama penyimpanan pada berbagai suhu;
3) aplikasi film AM pada produk pangan olahan bakso. Adapun penjelasan setiap
tahapan penelitian adalah sebagai berikut: Tahap pertama: Pembuatan Film AM dan Uji Aktifitas Antimikroba
Tahap pertama penelitian adalah tahap untuk mendapatkan komposisi bahan dan teknologi proses produksi film Ah4 berbahan khitosan yang ditambah ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih sebagai agen antimiiba, serta menguji aktifitas antimikroba film terproduksi terhadap mikroorganisme patogen dan pembusuk makanan. Pembuatan Film AM
Prosedur pembuatan film AM berbahan khitosan pada penelitian ini menggunakan metode dari Vodjani dan Torres (1989) &lam Butler et al. (1996) yang dmodifikasi. Untuk membuat 100 ml larutan film yaitu: 3 gram khitosan dilarutkan dalam asam asetat 1% dengan menggunakan hot plate magnetic stirr
dan bantuan pemanasan pada suhu 50'~selama 60 menit sampai larutan homogen dan kental. Kemudian gliserol dengan konsentrasi 0,5% (vlv) ditambahkan sedikit derni sedikit ke dalam larutan film sambil tern diaduk hingga homogen selama 510 menit. Setelah larutan film homogen kemudian ditambahkan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih dengan tetap dilakukan pengadukan selama 5 menit. Tmgkatan konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih dalam 100 ml larutanfilmsepertipadaTabel11. Tabel 11. Tingkatan konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih dalam 100 ml larutan film (blv) Agen Antimilmba
Sirih (S)
Kunyit (K)
Bawang putih (B)
Konsentrasi (%) 02 0,4 0,6 02 0,4 0,6 02 0,4 0,6
Kode CS 1 CS2 CS3 CKl CK2 CK3 CB 1 CB2 CB3 36
Untuk menghilangkan gelembung udara, larutan film disimpan selama 24 jam kemudian dicetak. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan kaca ukuran 30 x 20 cm. Larutan dituangkan di atas kaca kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 3 0 ' ~selama 15 jam. Film yang telah kering diieluarkan dari oven dan dibiarkan pada suhu ruang sampai dingin. Setelah film diigin dan menjadi elastis kemudian dilakukan pengangkatan. Untuk pengujian sifat fisis mekanis, film dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan dalam desikator sebelum pengujian, sedangkan untuk pengujian W t a s antimkoba, film langsung dicetak menjadi bentuk cakram dan diletakkan dalam cawan petri kemudian disimpan dalam desikator. Uji Aktif~tasAntimikroba
Uji
aktifitas
antimikroba
digunakan
untuk
melihat
pengaruh
penghambatan film khitosan yang mengandung ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih terhadap Escherichia coli, Salmonella, Streptococcus dan Lactobacillus yang mempakan bakteri pembusuk dan patogen makanan. Uji aktifitas antimikroba dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metoda difusi agar (Li et al., 2006). Metode difusi agar prinsipnya tidak jauh berbeda dengan metoda difusi sumur yaitu metode pengujian hanya untuk mengetahui ada atau tidaknya aktifitas antimikroba dari film yang mengandung ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Selain itu, metode difusi agar ini dapat mensimulasikan antara pengemas dengan
makanan yang diiemas serta menduga apa yang terjadi ketika film Ah4 kontak dengan permukaan makanan yang terkontaminasi dan zat aktif antimikroba yang bermigrasi dari film ke permukaan makanan (Appendini & Hotchkiss, 2002). Kultur murni mikroba uji dari agar miring Nutrient Agar (NA) sebanyak 1 ose diinokulasikan ke dalam 10 ml larutan Lacto Broth (LB), dikocok secara homogen dan diinkubasikan pada suhu 3 7 O ~selama 24 jam. Film AM yang telah dipotong cakram disterilisasi dengan sinar W selama 2 menit. Potongan film diletakkan di atas plat agar yang sebelumnya telah ditaburi benih dengan 0,l ml inokulum. Plat kemudian diinkubasi pada suhu 3 7 ' ~selama 24 jam. Diameter
zona bening di sekitar cakram film me~p~ki3II area penghambatan film Ah4 dan
kemudian diukur. Diagram alir pembuatan film AM dan uji aktifitas antimikroba disajikan pada Gambar 5.
.
-
Penghomogenan dan pemanasan (50°c, 60 menit)
Agen antimikroba @/v) 0,20/0; 0,4%;0,6%
* Pengeringan (30 C, 15jam)
I
Pengangkatan film dari cetakan
I
a Film AM
uji aktifitas antimiiba
+I Im AM terpilih dengan daya antimikroba tertinggi dari masing-masing agen antimikroba
Gambar 5. Diagram alii pembuatan film AM dan uji aktifitas antimikroba. P e m i l i i -tas
penghambatan tertinggi dari film AM sirih, kunyit clan
bawang putih dilakukan dengan cara mengambil nilai rata-rata zona bening tertinggi dari masing-masing agen antimiioba (perlakuan) terhadap mikroba uji. Pada setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali dan hasil akhir adalah rata-rata dari nilai ulangan tersebut.
38
Tahap kedua: Pengkajian Sifat Fisis Mekanis Film AM dan Uji Aktifitas Antimikroba Film selama Penyimpanan pada Suhu 5,15 dan 2 8 ' ~ Pengkajian Sifat Fiis Mekanis Film AM terpilih dari penelitian tahap pertama diuji sifat fisis mekanisnya. Prosedw pengujian terlihat pada Gambar 6. Film AM terpilih
Pengujian sifat fisis mekanis I
I
~ $ Z l e Laju transmisi ~ gas 8~uap air * ~ Gambar 6. Diagram alir pengkajian sifat fisis mekanis film AM dan uji H i t a s antimikroba film selama penyimpanan pada suhu 5,15 dan 2 8 ' ~ . Sifat fisis mekanis film AM yang diuji meliputi : Ketebalan Ketebalan film AM diukur dengan Microcal Meshmer. Alat ini memiliki ketelitian sampai 0,001 mm. Pengukuran dilakukan pada 5 tempat yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakm sehingga diperoleh nilai ketebalan film AM rata-rata dalam satuan wm. Kekuatan Tarik dan Persentase pemanjangantelongasi (ASTM 1989) Penentuan kekuatan tarik dan pemanjangan film AM diukur dengan menggunakan alat tensiIe strength and elongation tester strograph. Sebelum pengukuran, film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 2 5 ' ~selama 24 jam. Alat diatw pada Initial Grip Separation 50 mm dengan Load Cell 5 kg dan kecepatan
Cross Lead 200 cmlmenit. Kekuatan tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film putudpecah dan elongasi dilakukan pada penambahan panjang film saat film putuslpecah. Satuan kekuatan tarik adalah N/mm2.
Kuat Tank =
Gaya Vewton) Luas contoh (mm2)
Persentase perpanjangan putus (elongasi) dihitung dengan persamaan berikut: Elongasi (%)
=
Panjangsetelahputus - panjangawal ~100% panjang a d
Laju Transmisi Uap Air (ASTM 1989) Metode standard E 96-97 (ASTM 1989) adalah metode cawan yang digunakan untuk menentukan laju transmisi uap air dengan RH 75% pada suhu gradien 2 5 ' ~ . Film diletakkan ke dalam tutup cawan lalu cincin karet untuk sealing diletakkan ke dalam tutup dan perlahan disekrupkan pada cawan. Cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g kemudian diletakkan dalam humudiiy chamber dan kipas angin dijalankan. Setelah 24 jam cawan ditimbang kembali kemudian dikembalikan lagi ke dalam chamber dan prosesnya diulang kembali. Ditentukan pertambahan berat cawan, waktunya dicatat dari penimbangan dan jumlah jam antam dua penimbangan. Setiap nilai WVTR diuji dengan empat sampel. Nilai WVTR setiap cawan d i t u n g dengan m e m p e r g h rumus: (n) m=(Axt) Keterangan: n =jumlah uap air A = luasan film (cm2)
t
= waktu (jam)
Laju transmisi oksigen (ASTM 1989) Laju transmisi oksigen diukur menggunakan alat gas transmission rate tester spedivac 2. Film yang akan diukur hams bebas dari sobek, berlubang, tipis sebagian, noda, penggumpalan dan tempelan kotoran. Sebelum pengukuran, film dikondisikan pada ruangan bersuhu 2 5 ' ~ , RH 50% selama 24 jam. Film yang
akan diuji dipotong dalam bentuk lingkaran dengan diameter 105-108 mrn. Laju transrnisi gas (G) pada tekanan 1 atm dihitung dengan mempergunakan nunus:
Keterangan: G = Laju transmisi gas (cm3/m2/jam/atm) To = 273 K T = Suhu pada waktu pengujian (K) Po = Tekanan normal atmosfer (Po = 1 atrn) A = Luas permukaan film uji (86,6 cm2) V = Volume awal(O,0433 cm3) a = Luas penampang tabung kapiler merkury (0.0123 cm2) h = Besarnya penurunan tinggi merkuri dari t,ke ti (cm) H = Tekanan atmosfer pada suhu ruang (76 cm) c = Faktor koreksi (1) dh = Besamya penurunan merkuri pada waktu mulai konstan (cm) dt = Waktu pa& penurunan merkuri mulai konstan (menit)
Transparansi Pengukuram nilai transparansi dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer infra merah IR-408. Setelah alat dihubungkan dengan listrik, alat diiyalakan dengan memutar tombol mode transmission lalu dibiarkan selama 15 menit untuk pemanasan. Kemudian alat disetting pada panjang gelombang (h) 480 nm.Masukkan stray light yang sesuai lalu masukkan kuvet yang berisi air atau larutan blanko ke dalam cuvette holder lalu tekan dan tahan tombol ZERO SET sampai layar display menunjukkan angka 0,O. Knob Coarse diatur 1000/&/OA sampai sekitar 100, kemudian knob Fine diatur 1000/o/T/OA sampai tepat 100,O. Cuvet yang berisi banko diganti dengan lembaran film dan dibaca presentase transmisi pada display.
Uji AkMtas Antimikroba Film selama Penyimpanan
Pada Suhu 5.15 dan ZS*C Uji aktifitas antimikroba film selama penyimpanan pada suhu 5, 15, dan 2 8 ' ~dilaksanakan dengan metoda difusi agar (Li et al, 2006). Pengujian dilakukan untuk melihat aktifitas antimikroba film khitosan yang mengandung ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih selama penyimpanan. Mikroba yang diuji pada tahap dua ini adalah bakteri yang dapat dihambat pertumbuhannya oleh masing-masing film AM. Film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang telah 41
dibentuk cakram dilakukan penyimpanan pada suhu 5, 15 dan 2 8 ' ~ . Pengujian dilakukan dua hari sekali selama sepuluh hari. Kultur murni mikroba uji dari agar miring Nutrient Agar (NA) dinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam 10 ml larutan Lacto Broth (LB), dikocok seem homogen dan diinkubasikan pada suhu 3 7 ' ~
-
selama 24 jam. Film AM yang telah disimpan pada suhu 5, 15 dan 2 8 ' ~ disterilisasi dengan sinar UV selama 2 menit. Potongan film diletakkan di atas plat agar yang sebelumnya telah ditaburi benih dengan 0,I ml inokulum. Plat kemudian diinkubasi pada suhu 37'~selama 24 jam. Diameter zona bening di sekitar cakram film menunjukkan aktifitas penghambatan film, kemudian diukur. Tahap ketiga: Aplikasi Film AM pada Produk Pangan Olahan Pada tahap ini dilakukan aplikasi dari film AM terpilih pada penelitian tahap pertama terhadap produk pangan olahan bakso dengan cara pelapisan (coating). Produk yang sudah dilapisi kemudian disimpan pada suhu ruang dan
dilakukan pengujian terhadap pembahan mutu bakso setiap hari selama tiga hari, serta uji organoleptik. Prosedur penelitian terlihat pada Gambar 7.
Film AM terpilih
I I I
Aplikasi pada bakso
I
penyimpanan pada suhu ruang
I
Analisa mutu & uji organoleptik
I
Gambar 7. Diagram alir aplikasi film AM pada produk pangan olahan bakso. Perubahan mutu bakso yang diuji selama penyimpanan meliputi kekerasan, pH,
dan uji mikroorganisme.
Kekerasan Kekerasan diukur dengan alat penetrometer. Sebelum digunakan, penetrometer dikalibrasi dahulu atau diposisikan pada 0, kemudian duetting pada waktu 10 detik. Bakso yang akan diuji diletakkan di bawah jarum kemudian jarum diturunkan sampai menempel pada bakso kemudian tomb01 RUN ditekan. Jarum akan menembus bakso selama 10 detik dan berhenti sendi. Angka yang terbaca kemudian dikalikan 1/10 detik. Nilai pH (AOAC 1995) Penetapan nilai pH dilakukan dengan alat pH meter. Alat pH meter diiibrasi terlebii dahulu dengan larutan bufer pada pH 4 dan 7. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Sampel sebanyak 10 gram dihaluskan menggunakan blender dengan menambahkan air sebanyak 10 ml sampai homogen selama 1 menit. Setelah itu Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan
nilai pH &pat dilihat pada layar pH meter.
= Uji mikroorganisme (Fardiaz 1989) Uji mikroorganime dilakukan dengan metode tuang menggunakan media
PCA (Plant Count Agar). Bakso sebanyak 5 gram dihancurkan dan dilarutkan dengan 45 ml larutan pengencer (garam 0,850/0) steril kemudian dilakukan pengenceran hingga lo2 dan lo3. Setelah itu diambil 1 ml larutan dan dirnasukkan ke dalam cawan petri steril, lalu ditambahkan media agar sebanyak 15-20 ml secara merata supaya mikroorganisme menyebar. Setelah larutan memadat, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37'~. Pengujian dilakukan secara duplo dan penghitungan jumlah koloni mikroorganisme terhadap 100 gram sampel. Uji Organoleptik (Rahayu 2001) Pengujian dilakukan terhadap penampakan secara umum yang meliputi perubahan rasa, aroma, dan tekstur dari bakso yang telah dilapisi film AM. Penilaian dilakukan menggunakan skala hedonik yang terdiri atas 5
tingkat kesukaan, yaitu: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) netral, (4) suka, (5) sangat suka. Penilaian dilakukan oleh 20 orang panelis yang dianggap mewakili konsumen dalam memberi nilai kesukaan terhadap produk.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor perlakuaa Pada penelitian tahap kedua, faktor pertama adalah penambahao agen antimikroba yang terdiri dari 3 taraf,yaitu: (a) sirih, (b) kunyit; (c) bawang putih, dan faktor kedua adalah suhu penyimpanan. Pada penelitian tahap ketiga, faktor pertama adalah pelapisan film yang terdiri dari 4 tar& yaitu : (a) film AM si&
(b) film Ah4 kunyit; (c) film Ah4 bawang putih;
(d) film tanpa penambahan agen antimikIoba sebagai kontrol, dan faktor kedua
adalah waktu penyimpanan. Setiap k o m b i i i perlakuan diulang sebanyak dua kali. Model mum untuk rancangan tersebut adalah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002): Yur= p + ai + P
+ (aP)ij+ E~~~,
Yijknilai pengamatan pada faktor penambahan agen antimik~obalpelapisan taraf kei dan suhdwaktu penyimpaaan taraf ke-j pada ulangan ke-k, (p,ai,Pj) merupakan komponen aditif dari rataan, (ahj) merupakan pengaruh p e n a m h agen antimikroWpe1apisan t a d ke-i dan suhdwaktu penyimpanan t a d ke-j, dan ~ i j t merupakan pengaruh acak yang menyebar normal (0,d). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F tabel. Hipotesis yang dilakukan adalah perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dan minimal ada satu perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Perlakuan memberikan pengaruh nyata apabila F hitung lebih besar daripada F tabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf 0,05.
Cara untuk membedakan besamya pengaruh dari masing-masing taraf digunakan uji lanjut Duncaa Sofware yang digunakan dalam pengolahan data adalah Microsoft Excel dan SPSS 13.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Film AM dan Uji Aktifitas Antimikroba Pembuatan Film AM Pada sebagian besar makanan olahan, kontaminasi dan pertumbuhan mikroba terjadi pada permukaan makanan setelah diolah. Inkorporasi agen antimikroba ke dalam sistem pengemasan dapat berguna dalam mengontrol atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembusuk yang mengkontaminasi pennukaan makanan, sehingga akan memperpanjang umur simpan produk sekaligus menjaga keamanan mikrobial bagi konsumen. Pendekatan ini juga dapat mengurangi penambahan jumlah bahan pengawet berlebih ke dalam makanan, karena zat aktif antimikroba akan dilepaskan secara perlahan-lahan dari kernasan ke pemukaan makanan sehingga konsentrasinya dapat terjaga. Berbagai agen antimikroba telah diiiorpomi ke dalam bahan pengemas makanan, baik yang kimia food grade maupun alami. Namun seiring dengan ketidak sukaan konsumen terhadap penggunaan pengawet makanan kimiawi, saat
ini riset difokuskan pada inkorpomi agen antimikroba atau antioksidan alarri seperti ekstrak tanamaa Sifat antimikroba dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih sudah dikenal dengan baik, namun apliiinya dalam bahan kemasan masih sangat terbatas. Inkorporasi agen antimikroba ke dalam sistem pengemasan makanan dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan tergantung pada karakteristik sistem pengemasan, agen antimikroba dan jenis makaoan yang akan dikemas. Salah satunya adalah menempatkan agen antimikroba ke dalam film dengan cara mencampurkannya pada saat pembuatan film. Film AM yang dibuat dalam penelitian ini merupakan film yang b e d
dari khitosan dengan penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih sebagai agen antimikroba Pelarut yang digunakan adalah asam asetat 1%, sedangkan sebagai plasticizer digunakan gliserol. Prosedur pembuatan film merupakan modifikasi dari metode Vodjani dan Torres (1989) dalam Butler et al. (1996). Dalam pembuatan film AM ini penghilangan gas tidak dilakukan dengan vacuum aspirator, melainkan dengan membiarkan larutan film selama h a n g lebih 24
jam. Pelarutan khitosan dalam asam asetat 1% dilakukan dengan hot plate magnetic stirr dan bantuan pemanasan pada suhu 50-c selama 60 menit sampai larutan homogen dan kental. Asam asetat dengan konsentrasi 1% dipilih karena konsentrasi ini mum digunakan sebagai pelarut khitosan. Khitosan lebii mudah larut dalam asam asetat 1-2% dan akan membentuk suatu garam amonium asetat (Fessenden dan Fessenden 1995). Selama pencampuran terjadi reaksi antara
khitosan dengan asam asetat berupa ikatan hidogen dan gaya Van der Walls. Khitosan
mempakan
poliier
rantai
panjang
glukosamin
(2-amino-2-
deoksiglukosa) yang jika dilarutkan dalam larutan asam asetat membentuk gel yang stabil dan mempunyai muatan dwi kutub, yaitu muatan negatif pada gugus karboksilat (-COOH) dan muatan positif pada gugus amino (-NH2) (Fessenden
dan Fessenden 1995). Gliserol sebagai plasticizer ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan film dengan tetap dilakukan pengadukan untuk mencegah gumpalan
khitosan. Pengadukan dilakukan selama 10-15 menit sampai larutan homogen. Konsentrasi gliserol yang ditambahkan adalah 0,5% (vlv) sesuai dengan penelitian Butler et al. (1996). Gliserol digunakan sebagai plasticizer pada pembuatan film AM ini karena gliserol mempakan molekul kecil dengan berat molekul rendah (92,lO) dan titik diclih tinggi (204'~), sangat kompatibel dengan film yang hidrofilik seperti khitosan sehingga akan menghasillcan film yang lebii fleksibel, halus dan tidak rapuh (Gontard et al., 1993). Setelah larutan film homogen kemudian ditambahkan ekstrak sirih, kunyit clan bawang putih sedikit demi sedikit dengan tetap dilakukan pengadukan agar
dapat tercampur seam merata. Pengadukan dilakukan selama l i i menit sampai larutan homogen. Konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih dalam larutan film masing-masing adalah 0,2%, 0,4% clan 0,6% @/v). Selain itu dibuat film kontml dengan tanpa penambahan agen antirnikmba. Penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih ke dalam larutan film dilakukan pada saat akhir proses pembuatan larutan film, dimaksudkan untuk mempertahankan aktifitas antimikroba dari ketiga bahan tersebut karena dikhawatirkan akan kehilangan aktifitasnya jika dilakukan pemanasan dalam jangka waktu lama, sedangkan rempah-rempah umumnya sensitif terhadap pemanasan (Chen et al., 1985).
Lmtan film kemudian diukur keasamannya dengan menggunakan pH meter. Nilai pH larutan film AM sirih, kunyit, bawang putih dan film kontrol bertwtturut adalah 4,72, 4,53, 4,31 dan 4,87. Ini berarti larutan bersifat asam. Pembentukan film mudah teqadi apabila dalam keadaan asam, karena khitosan larut secara sempurna. Daun sirih, kunyit dan bawang putih sebagai agen antimikroba dapat ditambahkan ke dalam bahan film dalam berbagai bentuk sediaan =perti serbuk, filtratfpemsan, infus, rebusan, ekstrak air, oleoresin (ekstrak dengan distilasi stim atau p e l a t organik etanol, heksan, klorofonn, eter, metanol) atau dalam bentuk senyawa aktif (eugenol, karvakrol, kurkumin, alisin) tergantung kebutuhan dan kemudahan dalam prosesnya. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan bahwa dam sirih, rimpang kunyit dan bawang putih dalam berbagai bentuk sediaan tersebut mempunyai aktifitas antimikroba pada berbagai mikroba pembusuk clan patogen makanan dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Ekstrak daun sirih, rimpang kunyit dan bawang putih yang digunakan
dalam penelitian ini d i i i l k a u dari proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol 70%, dikarenakan metanol me~prtkanpelarut organik yang memiliki kepolaran tinggi (0,93) sehingga mampu membawa senyawa-senyawa aktif di dalam daun sirih, kunyit dan bawang putih yang bersifat polar. Penggunaan metanol juga ditujukan untuk menjaga kehomogenan perlakuan dalam penelitian. Ekstraksi daun sirih, rimpang kunyit dan bawang putih dilakukan dengan cara maserasi, yaitu 500 gram bubuk kering bahan direndam dalam pelarut metanol 70% dengan perbandingan 1:5, diocok menggunakan pengocok elektrik selama dua jam kemudian didiamkan selama 24 jam lalu disaring. Filtrat kemudian diuapkan memakai rotary vacuum evaporator pada suhu 4 0 ' ~sampai pela~ut metanol tidak menetes lagi. Melalui proses ini diperoleh hasil ekstraksi b e ~ p a ekstrak kental. Gambar 8 menyajikan film AM sirih, kunyit, dan bawang putih.
Gambar 8. Film AM sirih, kunyit, dan bawang putih. Film AM sirih berwarna hijau kehitaman dengan perrnukaan film tidak rata dan memperlihatkan serat-serat dari partikel-partilkel klorofil daun sirih. Film AM kunyit berwarna kuning dengan permukaan film tidak rata yang disebabkan
oleh partikel-partikel pigmen warna kuning dalam kurkumoid dan padatan yang terbawa dalam ekstraksi. Sedangkan film Ah4 bawang putih berwarna bening dengan perrnukaan halus dan rata karena ekstrak bawang putih merupakan ekstrak minyak yang kental dan bening. Selain ity ketiga film AM memiliki aroma khas yang berasal dari minyak atsiri yang terdapat dalam masing-masing agen antimikroba, temtama film Ah4 sirih memberikan aroma sangat kuat yang berasal dari daun sirih dan klorofil. Pigmen dan aroma dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih tersebut akan mempengaruhi sifat optis dan sensoris jika film kemasan diaplikasiikan pada produk makanan. Wama hijau dalam ekstrak sirih dapat diilangkan dengan proses deklorofilasi seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi (1998) dengan metode kromato&
kolom menggunakan campuran pelarut rnetano1:asetonitril:
air dengan perbandingan 40:40:20 (vlv). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa ekstrak sirih yang telah dideklorofilasi tetap mempunyai aktifitas antimikroba dan antioksidan. Sedangkan wama kuning dalam ekstrak kunyit sampai saat ini belum ada teknik untuk memisahkan karena wama kuning dalam rimpang kunyit berhubungan erat dengan sifat antimikroba. Dalam penelitian ini, ekstrak sirih yang digunakan tidak dilakukan deklorofilasi karena titik berat penelitian ini adalah mengkaji aktifitas antimikroba ekstrak sirih jika dikorporasi ke dalam bahan kemasan makanan. 48
Uji Aktif~tasAntimikroba Aktifitas antimikroba dari film khitosan yang mengandung ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih diuji terhadap E. coli, Streptococcus, Salmonella, d m
Lactobacillus yang mempakan kontaminan untuk produk makanan. Aktifitas antimikroba diukur berdasarkan diameter zona bening penghambatan yang mengelilingi cakram film setelah plat diinkubasi selama 24 jam pada suhu 3 7 ' ~ .
Semakin luas diameter zona bening menunjukkan semakin besar zona penghambatan film tersebut, sedangkan jika tidak ada zona bening yang mengelilingi film, maka menunjukkan tidak terdapat zona penghambatan. Hasil pengujian aktifitas antimikroba disajikan pada Gambar 9.
Film AM
CS2 = khitosan + sirih 4% CS3 = khitosan + sirih 6% CKI = khitosan + kunyit 2% CK2 = khitosan + kunyit 4% CK3 = khitosan + kunyit 6% CBI = khitosan + bawang putih 2% CB2 = khitosan + bawang putih 4%
Gambar 9. Aktifitas antimikroba film terhadap bakteri E. coli, Salmonella, Streprococcus dan Laciobacillus.
Gambar 9 memperlihatkan film AM sirih (CS), kunyit (CK) dan bawang putih (CB) mempunyai aktifitas penghambatan yang berbeda-beda terhadap bakteri uji. Film AM sirih mempunyai aktifitas penghambatan terhadap semua bakteri uji dengan konsentrasi ekstrak sirih yang berbeda. Aktifitas penghambatan terhadap Streptococcus terlihat pada semua tingkatan konsentrasi dengan nilai penghambatan masing-masing sebesar 1,83 mm (CSl), 1,86 mm (CS2) dan 1,96
rnm (CS3). Aktifitas penghambatan terhadap E. coli tererlit pada konsentrasi 0,6% (CS3) sebesar 2,56 mm, terhadap Salmonella pada konsentrasi 0,4% (CS2) dan 0,6% (CS3) masing-masing sebesar 1,97 mm dan 2,51 mm, sedangkan terhadap Lactobacillus pada konsentrasi 0,4% (CS2) dan 0,6% (CS3) masingmasing sebesar 1,66 mm dan 2,00 mm. Film AM kunyit mempunyai aktifitas penghambatan terhadap Salmonella dan E. coli dengan konsentrasi ekstrak kunyit
0,6% (CK3) masing-masing sebesar 1,97 mm dan 2,58 mm, sedangkan terhadap Streptococcus dan Lactobacillus tidak menunjukkan aktifitas penghambatan. Film AM bawang putih mempunyai aktifitas penghambatan hanya terhadap
Salmonella dengan konsentrasi ekstrak bawang putih 0,4% (CB2) dan 0,6% (CB3) sebesar 2,52 mm dan 4,21 mm, sedangkan terhadap E. coli, Streptococcus
dan Lactobacillus tidak menunjulrkan aktifitas penghambatan. Film control (CO) tidak menunjukkan adanya aktifitas penghambatau terhadap semua bakteri uji.
Perbedaan W t a s biologis ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah konsentrasi dan karakteristik senyawa aktifdalam agen antimikroba, sifat psikologi bakteri uji serta komposisi dan sifat bahan film (Han,
2003). Kemampuan film AM sirih dalam menghambat keempat bakteri uji tersebut diduga karena senyawa aktif yang terdapat dalam eksirak sirih m e ~ p a k a n senyawa fenolik golongan fenilpropana konsentrasi tinggi seperti karvakrol
(C1oH140) dan eugenol (CloH1202) yang memiliki daya antimikroba sangat kuat terhadap bakteri patogen makanaa Senyawa fen01 merupakan antimikroba berspektrum luas karena mempunyai efektifitas antimikroba terhadap hampir semua mikroorganisme yang mengkontaminasi makanan termasuk bakteri gram negatif, gram positif maupun kamir dan kapang, serta mempunyai kisaran pH 3 sampai 8. Selain itu dalam minyak atsiri daun sirih juga terdapat senyawasenyawa lain seperti tanin, kadiien, kariofilen, terfen, terfinen dan seskuiterfen
juga bersifat sebagai antimikroba (Tampubolon, 1981; Dharma, 1995). Bakteri Streptococcus dan Lactobacillus mempakan bakteri asam laktat yang dapat tumbuh dengan baik pada media yang mempunyai pH di bawab 6 dan dapat tahan terhadap keasaman hingga pH 3,3-3,s. Film AM kunyit mempunyai pH 4,53 dan diduga karena kondisi pH rendah inilab yang membuat ekstrak kunyit yang ditambahkan ke dalam film tidak dapat menghambat kedua bakteri uji tersebut.
Karena jika d i l i dari senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak kunyit yaitu dimetoksiikumin yang merupakan senyawa fenolat tunuran difemliol-metan, dalam suasana asam (pH 1-7) struktur isomerik kurkumin merupakan struktur tidak terdisosiasi dan mempunyai aktifitas antimikroba yang optimum (Sirait, 2007). Senyawa aktif alisin dan sulfida lainnya dalam ekstrak bawang putih mempakan senyawa sulfur yang mempunyai efektifitas antirnikroba dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif, gram negatif, maupun khamir dan kapang tergantung pH dan A,
medidmakanan. Pada media dengan pH dan A,
rendah, senyawa sulfur dapat menghambat kapang dan khamir dan bakteri-bakteri pembentuk asam seperti bakteri asam asetat d m asam laktat, sedangkan pada media dengan pH dan A, tinggi dapat menghambat Enterobactericeae dan bakteri gram-negatif lainnya (Gould dan Russell, 1991). Bila d i l i i t da5 karakteristik senyawa aktif tersebut, ekstmk bawang putih yang ditambahkan ke dalam film sebenarnya dapat menghambat Wri asam laktat Streptococcus clan LacrobaciZZus tetapi mungkin konsentrasi senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak bawang putih masih di bawah daya hambat bakteri asam laktat tersebut. Sediitnya senyawa aktif ini kemungkinan diienakan proses eksdraksi bawang putih yang menggunakan pelarut organik metanol, sedangkan aliiin clan turunan sulfida lainnya tidak stabil dalam pelarut organik (De.wick, 2003). Pelarut organik metanol walaupun m e d i kepolaran mendekati air kemungkinan tetap menyebabkan terdegradasinya alisin dan sulfida lainnya dalam bawang putih sehingga konsentrasi senyawa aktif dalam ekstmk bawang putih menjadi sedikit. Mekanisme kerja senyawa fenolik di dalam ekstrak sirih dan kunyit diduga mempunyai mekanisme sama dengan senyawa fenolik lainnya yang berfungsi sebagai antimikroba yaitu mengganggu permeabilitas membran sitoplasma, merusak kekuatan motif proton, aliran elektron dan/atau koagulasi elektron yang
menyebabkan kebocoran nutrisi dari sel sehingga sel bakteri mati atau terhambat pertumbuhannya (Burt, 2004 dalam Seydim dan Sarikus, 2006)). Sedangkan mekanisme penghambatan senyawa sulfida di dalam ekstrak bawang putih diduga mempunyai mekanisme keqa seperti senyawa-senyawa sulfur lainnya yang berfungsi sebagai antimikroba yaitu dengan cara: (i) merusak struktur dinding sel bakteri dengan menghambat proses pembentukan dindig sel atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk, (ii) gugus thiol pada alisin menghambat kerja enzim-enzim di dalam sel bakteri dengan cara memecah ikatan disulfida di dalam protein yang mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel; (iii) merusak proses sintesis RNA sehingga pertumbuhan bakteri terhenti (Fardiaz, 1992; Dewick, 2003). Hasil pengujian a t a s antimikroba memperlihatkan bahwa aktifitas penghambatan terbesar dari ketiga film AM adalah pada konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih 0,6%. Oleh karena itu untuk penelitian tahap selanjutnya (pengujian sifat fisis mekanis dan aktifitas antimiioba film selama penyimpanan maupun a p l i i pada produk pangan), pengujian akan dilakukan pada film Ah4 dengan konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih 0,6%. Untuk pengujian aktiftas antimikroba film selama penyimpanan pada berbagai suby ketiga f ilm
AM diuji terhadap bakteri yang mempunyai nilai penghambatan tertinggi pada konsentrasi 0,6% oleh masing-masing agen anthikroba, yaitu Nm AM sirih dan kunyit terhadap E. Coli, sedangkan f h AM bawang putih terhadap Salmonella.
Pengkajian Sifat F i s i Mekanis Film AM dan Uji Aktifitas Antimioba
Film selama Penyimpanan pada Suhu 5,15 dan 2 8 ' ~ Pengkajian Siat Fisis Mekanis Sifat fisis mekanis film sangat penting dalam pengemasan dan penyimpanan produk. Peranannya cukup besar dalam meliidungi produk dari fakor-faktor mekanis, seperti tekanan fisik (jatuh dan gesekan), adanya getamn, serta benturan antar bahan dengan alat atau wadah selama penyimpanan atau distribusi. Selain itu juga kernasan melindungi produk dari kerusakan yang disebabkan oleh perpindahan uap air dan gas, serta mikroba. Penambahan agen antimikroba ke dalam bahan kemasan dapat menimbulkan berbagai masalah 52
termasuk penurunan sifat fisis mekanis danlatau kehilangan sifat optis bahan kemasan, oleh karena itu kecocokan dari agen antimikroba dengan bahan kemasan adalah faktor yang penting (Han, 2003). Kajian morpologi sifat fisis mekanis
untuk setiap film AM yang akan dibuat akan sangat membantu dalam memprediksi penurunan sifat fisis mekanis film karena penambahan agen antimikroba ke dalam bahan film. Kemampuan fisis mekanis film AM berkaitan dengan kondisi pembentukan film yaitu proses pencetakan, jenis pelarut dan kecepatan penguapan, sifat bahan pembentuk film, serta agen antimikroba yang ditambahkan. Kualitas film AM yang dihasilkan dapat ditentukan dari sifat fisis mekanisnya yang meliputi ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan, laju transmisi oksigen dan uap air, serta transparansi.
Ketebalan Ketebalan merupakan salah satu parameter penting yang berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis film.Hasil pengujian ketebalan film AM Sirih, kunyit
dan bawang put& disajikan pada Gambar 10.
-s a a
140 120 loo 80 60
%
40 20 0
Sirih
Film AM Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan h m f yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Gambar 10. Histogram rata-rata ketebalan film AM. Gambar 10 memperlihatkan film AM bawang putih m e m i l i ketebalan paling kecil yaitu sebesar 95,050 p,sedangkan film AM sirih dan kunyit memiliki ketebalan masing-masing sebesar 118,833 dan 103,133 pm. Hasil analisis ragam (lampiran 2a-2c) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sirih, 53
kunyit dan bawang putih ke dalarn film memberikan pengaruh yang berbeda nyata @<0,05) pada taraf 5% terhadap ketebalan film AM. Hasil uji lanjut Duncan
(lampiran 2d) menunjukkan ketebalan film AM sirih berbeda nyata dengan film
AM bawang putih, sedangkan ketebalan film AM kunyit tidak berbeda nyata dengan film AM sirih dan bawang putih. Pada penelitian ini, volume larutan yang dituangkan ke dalam cetakan sarna yaitu 100 ml dan ukuran cetakan 30 x 20 cm. Perbedaan ketebalan ini diduga karena ekstrak sirih dan kunyit yang mengandung partikel-partikel klorofiYpigmen memiliki total padatan lebii banyak dari AM film bawang putih sehingga pada saat pengeringan akan memiliki ketebalan film yang lebii besar. Ketebalan film akan berpengaruh terhadap kuat tarik, persen pemanjangan, laju transmisi, serta proses difusi antimikroba dari kemasan (Park et
al., 1993; Appendini et al., 2002). Kekuatan Tarik dan Persentase Pemanjangantelongasi Kekuatan tarik dan persen pemanjangan berhuhungan dengan struktur
kimia fihn dan merupakan parameter penting yang berpengaruh terhadap sifat mekanik film. Kekuatan tarik menunjukkan u k m ketahanan film, yaitu regangan m a k s i i yang dapat diterima sampel sebelum putus, sedangkan persen pemanjangan merupakan pembahan panjang maksimum yang dialami film pada saat sampel sobek (Datsko, 1966). Semakin be= nilai persen pemanjangan, maka
akan semakin elastis film tersebut. Hasil pengukuran kuat tarik dan persentase pemanjangan film AM terproduksi disajikan pada Gambar 11 dan 12.
Film AM ~
m
~
~
~
"
m
m
*
*
~
%
~
h
~
~
m
Gambar 11. Histogram rata-rata kekuatan tarik film AM.
L
~
~
~
~
.
Sirih
Kunyit
Film AM ~ " ~ m ~ ~ w . . m : , , , aZ w
*
*
~
W
,
*
~
F .~ . ~ , ~ ~
Gambar 12. Histogram rata-rata persentase pemanjangan film AM. Gambar 11 dan 12 memperlihatkan film AM sirih memiliki nilai kuat tarik paling tinggi yaitu 180,789 kgf/cm2 dan film AM kunyit memiliki nilai kuat tarik paliig kecil yaitu 159,488 kgUcm2. Sedangkan persen pemanjangan paling tinggi adalah film AM bawang putih yaitu sebesar 3 1,11% dan persen pemanjangan paling kecil adalah film AM kunyit yaitu sebesar 27,01%. Film AM sirih memiliki nilai kuat tarik paling tinggi, kemungkinan karena memiliki ketebalan yang lebii tinggi sehingga memiliki sifat bahan lebii kuat dan memerlukan gaya yang lebih besar untuk mematahkannya. Tetapi film AM sirih memiliki persen pemanjangan lebii kecil dari film AM bawang putih, ha1 ini kemungkinan karena ekstrak sirih mengandung padatan b e ~ p apartikel-partikel klorotil yang akan memenuhi ruang antarmolekul yang tidak berbentuk dan mengganggu interaksi polimer (Han, 2003). Oleh karena itu film yang dihasilkan kaku dan mudah patah. Film AM kunyit memilii ketebalan lebii besar dari film
AM bawang putih tetapi memiliki nilai kekuatan tarik dan persen pemanjangan lebii kecil, diduga karena ekstrak kunyit masih mengandung bahan padatan yang sebagian besar merupakan karbohidrat yang bersifat hidrofilik, akan memperluas rantai polisakarida pada film dan mempunyai potensi lebih besar untuk menyerap
air. Hal ini menyebabkan film yang dihasilkan lembekllembut sehingga film mudah putus karena gaya yang diperlukan untuk memutuskan film juga kecil (nilai kuat tarik). Film AM bawang putih, meskipun memiliki nilai ketebalan lebih kecil dari film AM kunyit tetapi lebih elastis, kemungkinan karena ekstrak bawang putih merupakan cairan kental dan bening yang merupakan campuran 55
komponen minyak dan air, tidak mengandung padatan. Ekstrak bawang putih yang ditambahkan ke dalam film khitosan akan mengisi ruang antarmolekul daerah yang tidak berbentuk pada struktur polimer dan akan meningkatkan kerapatan ruang antar molekul (Han, 2003). Oleh karena itu film yang dihasilkan halus/lembut dan fleksibel. Khitosan yang ditambah ekstrak bawang putih dapat membentuk tekstur film yang baik karena mempunyai kemampuan mengikat komponen air dan minyak (mengandung gugus OH dan atau gugus
m)yang
terdapat di dalarn ekstrak bawang putih (Brzeski, 1987). Namun demikian, berdasarkan analisis ragam (lampiran 3a-3c dan lampiran 4a-4c) pada taraf 5% menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih ke dalam film khitosan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan tarik dan persen pemanjangan f h . Menurut Krochta dan Johnson (1997), ediblefilm standar mempunyai nilai kuat tarik 10-100 kgf/cm2 dan persen pemanjangan 10-50%. Nilai kekuatan tarik dan persen pemanjangan film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang dihasilkan
dalam penelitian ini memenuhi standar tersebut. Dari hasil pengujian di atas maka ketiga film AM dapat diasifikasikan sebagai berikut: film AM sirih memiliki sifat bahan kuat dan kaku (hard, strong), film AM kunyit memiliki sifat bahan lembut dan rapuh (soft, weak) sedangkan film AM bawang putih memiliki sifat
bahan lembut dan liat (soft, though) (Robertson, 1993). Laju transmisi oksigen
Kondisi udara yang terdapat di liigkungan sekitar terdii dari berbagai unsur seperti oksigen, karbondioksida dan nitrogen. Keberadaan unsur-unsur
tersebut sangat berpenganh terhadap kualitas maupun umur simpan makanan. Pengemasan diperlukan untuk melindungi makanan dari oksigen karena dapat menyebabkan oksidasi. Oksigen berhubungan dengan reaksi degredasi yang terjadi di dalam makanan seperti ketengikan minyak, pertumbuhan mikroba, reaksi browning enzimatis, respirasi, dan lain-lain. Semakin kecil nilai transmisi oksigen, maka film semakin baik karena dapat menghalangi masuknya oksigen dari lingkungan ke dalam produk sehingga kemungkinan terjadi reaksi oksidasi
pada produk terkemas &pat dhrangi.
Teori dasar yang melandasi peristiwa transpor gas dan uap air melalui film adalah hukum Fick mengenai difusi dan hukum Henry mengenai kelarutan. Proses transmisi gas dan uap air pada film berbahan dasar khitosan berlangsung secara difusi melalui ruang pori, karena film terbentuk dari proses gelatinasi akibat penambahan asam asetat. Gel merupakan bahan semi padat, bersifat porous, larut dalam air dan tersusun dari makro molekul, maka proses difusi uap air dan gas ke dalam film merupakan d i k i uap ke dalam padatan organik, prosesnya akan lain dengan difusi gas ke dalam poliier sintetis yang ikatannya bersifat jenuh (Lastriyanto, 1998). Edible$lm yang terbuat dari polisakarida dan protein mempunyai sifat penghalang yang sangat baik terhadap oksigen (Gontard et of., 1996 dalam Nugroho, 2002). Hal ini disebabkan karena polisakarida
mempunyai gugus hidroksil dalam jumlah besar yang akan menciptakan interaksi rantai polimer yang kuat sehingga membatasi pergerakan rantai dan menyebabkan laju transmisi oksigen semakin rendah (Krochta et al., 1994). Hasil pengujian laju transmisi oksigen film AM terproduksi disajikan pada Gambar 13.
Film AM
Gambar 13. Histogram rata-rata laju transmisi oksigen film AM. Gambar 13 memperlihatkan laju transmisi oksigen film AM sirih lebii kecil dibandiig film AM kunyit dan bawang putih. Hal ini kemungkmn karena film AM sirih memiliki ketebalan yang lebih besar sehingga jarak yang hams ditempuh oleh oksigen untuk berdifusi melewati film lebii jauh. Selain itu diduga di dalam ekstrak sirih mengandung senyawa-senyawa yang lebih komplek diantanya adalah senyawa fen01 seperti o-hidroksikavikol, kavikol, kavibetol,
estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, sineol, p-simol, terpinen dan seskueterpen yang memiliki gugus fungsional oksigenlgugus hidroksil (-OH), gula dan amilum, serta asam-asam amino esensial (Guenther, 1949). Senyawasenyawa tersebut bersifat hidrofilik dan merupakan penghalang yang baik bagi oksigen. Film AM kunyit memiliki laju transmisi oksigen lebih besar dari film
Ah4 s u i dan bawang putih, kemungkinan karena struMur film Ah4 kunyit yang lembutllembek memiliki ruang pori besarIporous sehingga gas akan berdifusi
secara bebas melalui film.Ekstrak bawang putih mengandung komponen minyak dan air. Komponen air bersifat hidrofilik dan menjadi penghalang yang baik bagi
oksigen. Namun demikian, berdasarkan hasii analisis ragam (lampiran 5a-5c) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sir& kunyit dan bawang putih ke
dalam film tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% terhadap laju transmisi oksigen film Ah4. Laju transmisi uap air (WVTR) Laju transmisi uap air adalah jumlah uap air yang dapat melalui bahan pengemas dan m e ~ p a k a nd a h satu faktor penting dalam pengemasan produk pangan karena berl~ubunganerat dengan umur simpan produk. Migrasi uap air
akm tejadi apabida terjadi perbedam aktifitas air (h) di dalam makanan dengan lingkungan. Perbedaan iN dapat diiontrol dengan mengatur a, pada makanan, atau membungkus makanan dengan suatu lapisan film yang mempunyai sifat penghalang yang baik terhadap transmisi uap air dan secara efektif akan mampu mencegah kehilangan uap air. Transmisi uap air dipengaruhi oleh A,
RH, suhu, ketebalan, jeNs dan
konsentrasi plasticizer, dan sifat bahan pembentuk film. Semakin rendah nilai laju transmisi uap air maka film tersebut semakin baik (Krochta et al. 1994). Film yang terbuat dari bahan polisakarida mempakan polimer polar dan mempunyai tingkat ikatan hidrogen tinggi karena mengandung gugus hidroksil, sehingga memiliki laju tranmisi uap air yang tinggi (Krochta et al., 1994). Hasil pengujian WVTR (water vapour transmission rate) film AM terproduksi pada penelitian ini disajikan pada Gambar 14.
Sirih
Kunyit
bawang putih
[
Film AM Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Gambar 14. Histogram rata-rata laju transmisi uap air film AM. Gambar 14 memperliitkan film AM sirih memiliki nilai WVTR (water vapour transmission rate) lebih kecil yaitu 60,345 g/m2.24 jam daripada film AM kunyit dan bawang putih yang memiliki nilai WVTR sebesar 88,425 gjm2.24 jam dan 79,805 g/m2.24 jam. Hasil analisis ragam (lampiran 6a-6c) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih ke dalam frlm mernberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap laju transmisi uap air film AM. Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 6d) menunjukkan laju transmisi uap air film AM sirih berbeda nyata dengan film AM kunyit dan bawang putih, sedangkan antara film AM bawang putih dengan film AM kunyit tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa film AM sirih lebih dapat menahan uap air daripada film AM kunyit dan bawang putih, kemungkinan karenan film AM sirih memiliki ketebalan yang lebih besar sehingga jarak yang
hams ditempuh oleh uap air untuk berdifusi melewati film lebii jauh. Selain itu diduga di dalam ekstrak sirih mengandung senyawa-senyawa yang lebih komplek diantaranya adalah senyawa fen01 seperti o-hidroksiivikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, sineol, p-simol, terpinen dan seskueterpen. Senyawa-senyawa tersebut merupakan golongan aromatis yang mempunyai gugus fungsional oksigenJgugus hidroksil (-OH) yang bersifat mengikat air, dm rantai n-profil atau isoprene yang tidak dapat larut dalam air (Sirait, 2007). Senyawa-senyawa tersebut akan memperbaiki sifat hidrofilik film khitosan sehingga menurunkan penyerapan air. Hasii penelitian Outtara et al. 59
(2000) yang dikutif oleh Quintavalla dan Vicini (2002) melaporkan bahwa penambahan senyawa aktif eugenol ke dalam film khitosan telah meningkatkan hidropobisitas dari film khitosan, memperbaiki porositas film yang selanjutnya mengurangi penyerapan air dan transformasi molekuler. Film AM kunyit memiliki laju transmisi uap lebih besar dari film AM sirih dan bawang putih, kemungkinan karena stmktw film AM kunyit yang lembut/lembek karena banyak mengandung padatan karbohidrat, sehingga meningkatkan penyerapan air.
Ekstrak bawang putih mengandung komponen minyak clan air. Komponen minyak/lemak mempunyai sifat perlimdungan yang tinggi terhadap uap air sehingga akan memperbaiki sifat hidrofilik film khitosan (Krochta et al., 1994). Oleh karena itu, walaupun film AM bawang putih memiliki ketebalan paling kecil tetapi lebii dapat menahan uap air dibandig film Ah4 kunyit. Transparansi Transparansi adalah sifat kecerahan (optis) dan daya tembus pandang (opasitas) dari film yang merupakan kriteria tambahan untuk menentukan kualitas dari film. Transparansi rata-rata film AM yang diukur pada panjang gelombang
(X) 480 nm, menunjukkan film AM bawang putih memiliki sifat kecerahan (optis) dan daya tembus pandang (opasitas) yang lebih baik dari film AM kunyit dan sirih. Hasil pengujian transparansi film AM secara keseluruhan disajikan pada Gambar 15.
Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan hurufyang sama rnenyatakan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Gambar 15. Histogram rata-rata transparansi film AM.
Gambar 15 memperlihatkan film AM kunyit dan sirih yang memiliki nilai transparansi lebii besar yaitu sebesar 0,279 dan 0,295 daripada film AM bawang putih yang memiliki nilai transparansi lebih kecil yaitu sebesar 0,129. Hal ini disebabkan ekstrak sirih yang ditambahkan ke dalam film berwarna hijau kehitaman dan masih mengandung klorofil, begitu juga dengan ekstrak kunyit yang mengandung pigmen kurkumjn berwarna kuning, akan mempengaruhi sifat optis maupun opasitas film AM yang dihasilkan. Hasil analisis ragam (lampiran 7a-7c) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih ke dalam film memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap transparansi film AM. Hasii uji lanjut Duncan (lampiran 7d) menunjukkan nilai transpami film AM bawang putih berbeda nyata dengan film AM kunyit dan sirih, sedangkan antara film AM kunyit dan sirih tidak berbeda nyata. Sifat optis ini dapat diibah dengan menghilangkan transparansi atau merubah warna film, jika film akan diaplikasikan dalam bentuk lembaran. Tetapi jika akan diapliiikan melalui pelapisanlcoating, harus difikirkan cara untuk
menghilangkanlrnenmginya karena akan mempengaruhi kesukaan konsumen. Sifat fisis mekanis ketiga film AM yang d i i i l k a n jika dibandingkan maka film AM sirih memilii sifat fisis mekanis lebii baik dari film Ah4 bawang putih dan kunyit. Ini dapat dilihat dari hasii perbandingan sebagai berikut:
1. Ketebalan film AM sirih (118,833 p)> film AM kunyit (103,133 pm) > film AM bawang putih (95,050 p). Ketebalan film berpengaruh terhadap kuat tarik, persen pemanjangan, laju transmisi, difusi antimikroba dari film. 2. Kekuatan tarik film AM sirih (180,789 kgf7cm2) > film AM bawang putih (161,218 kgf/cm2) > film AM kunyit (159,488 kgf7cm2). Semakin tinggi kuat tarik film semakin tahan terhadap kenwkan mekanis.
3. Persen pemanjangan film AM bawang putih (31,11%) > film AM sirih (27,73%) > film AM kunyit (27,01%). Semakin tinggi persen pemanjangan film semakin elastis. 4. Laju transmisi uap air film AM sirih (60,345 g/m2/jam) < film AM bawang putih (79,805 gjrn2/jam) < film AM kunyit (88,425 g/m2/jam). Semakin kecil laju transmisi uap air semakin bagus karena film lebih tahan terhadap kerusakan oleh pengaruh air.
5. Laju transmisi Oksigen film AM sirih (39,860 cm3/m2124 jam) < film AM
bawang putih (40,250 cm3/m2/24jam) < film AM kunyit (42,625 cm3/m2/24 jam). Semakin kecil laju transmisi oksigen semakin bagus k a n a film lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif. Dari hasil perbandingan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa film AM sirih mempunyai sifat kuat dan kaku, lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif clan kerusakan air daripada film AM bawang putih dan kunyit apabila akan digunakan sebagai pengemas produk pangan. Walaupun film AM sirih memiliki persen pemanjangan lebih kecil dari film AM bawang putih atau larang elastis tetapi secara analisis statistik tidak berbeda nyata.
Film AM VS Film Khitosan tanpa Antimiioba Beberapa penelitian tentang film AM berbahan khitosan telah dilakukan. Khitosan sebagai bahan polimer berpotensi untuk dikembangkau dan dikorporasi dengan berbagai agen antimikroba Film AM yang d i i i l k a n dari kajian ini dibandiigkan dengan film dari khitosan tanpa penambahan agen anthikroba, ha1 ini dilakukan unNc meliiat pengaruh penambahan agen antimikroba terhadap
sifat fisis mekanis film dengan bahan polimer yaug sama. Dobias et al. (2000) menemukan pengaruh yang signifikan terhadap sifat fisik mekanis antara film tanpa penambahan agen antimikroba dengan pnambahan agen antimikroba. Penambahan etil paraben atau propil paraben 5 dan 10 g/kg menurunkan kekuatan tarik, laju tmmmisi uap air lebih rendah, sedangkan tmmmisi oksigen lebih tinggi.
Selanjutnya film AM dibandingkan dengan standar film secara mum, untuk melihat apakah film AM yang diiasilkan dalam penelitian ini layak atau tidak
untuk dikembangkan sebagai bahan pengemas makanan. Film AM sirih, kunyit dan bawang putih jika dibandingkan dengan film khitosan tanpa penambahan agen antimikroba dan gliserol (0,5%) sebagai
plasticizer h i 1 penelitian Mustika (1999) clan Nugroho (2002), menunjukkan bahwa film AM sirih, kunyit dan hawang putih yang dihasilkan dalam penelitian
ini mempunyai persen pemanjangan lebii rendah dan laju tmnsmisi oksigen lebih tinggi tetapi mempunyai laju transmisi uap air lebih rendah. Sedangkan jika dibandingkan dengan standar film umum (Japanese Industrial Standard, 1975
'
dalam Harris, 1999) (lampiran 17), film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang dihasilkan dalam penelitian ini temasuk dalam grade 2 -14, ha1 ini menunjukkan bahwa ketiga film AM tersebut secara fisis mekanis merniliki potensi untuk dikembangkan menjadi kemasan makanan. Hal ini ditunjang oleh pemyataan Krochta clan Johnson (1997), bahwa edible film strandar mempunyai nilai kuat tarik 10-100 kgf/cm2 dan persen pemanjangan 10 - 50%. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan film khitosan+gliserol tanpa penambahan agen antimikroba disajikan pada Tabel 12. Sedangkan perband'ian film AM sirih, kunyit clan bawang putih dengan standar umum disajikan pada Tabel 13. Tabel 12. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan film khitosau+gliserol tanpa agen antimikroba A M Film Sahlan Film tanpa AM Ka&teristik edible film Khitosan' I Khitosanz 1 sirih I kunvit I bw.~utih Ketebalan
I Kuat tarik I Elongasi
I
mm
1 KgWcm I%
I
Laju transmisi uap air ghd.24 jam
1
0,180 393,9
1
0,150 116,O
0,103
0,118
1 180,789 1 159,488 1
0,095 161,218
1
1
38,82
1
44,29
1
27,73
1
27,Ol
1
31,11
1
1
-
1
217,86
1
60,345
1
88,425
1
79,805
1
Tabel 13. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan standar mum Karakteristik edible film
AM Film
Satuan
Standar*
sirih
kunyit
bw.putih
0,118
0,103
0,095
-
180,789
159,488
161,218
Min 147,lO (2)
%
27,73
27,Ol
31,11
Min20(9)
cm3/m2.jam
39,860
42,625
40,250
Max 50 (8)
&d.24 jam
60,345
88,425
79,805
Max 100 (14)
Ketebalan
mm
Kuat tarik Elongasi Laju transmisi gas 0 2 laju transmisi uap air Transparansi
KgVcm
0,129 0,2945 0,279 Keterangan : 'Standar (Grade) berdasarkan Japanese Industrial Standard, 1975
2
Uji Aktititas Antimikroba Film selama Penyimpanan pada Suhu 5,15 dan 2 8 ' ~
Manfaat utama dari pengemasan antimikrobial adalah memperlambat difusi zat-zat antimikroba dari bahan pengemas ke permukaan produk sehingga konsentrasinya dapat dijaga. Jika antimiioba dapat dilepaskan dalam jangka waktu lama maka akan semakin memperpanjang umur simpan produk. Pelepasan atau difwi zat-zat antimikroba dari edible film dipengamhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik bahan dan sifat fisis mekanis film, sifat hidrofilik, perubahan struktural film dengan pmmbaban anhikroba, kondisi penyimpanan (suhu dan waktu). Secara keseluuhan hasil uji aktifitas antimikroba film selama penyimpanan pada suhu 5,15 dan 2 8 ' ~disajikan pada Gambar 16, 17, dan 18.
Gambar 16. Aktifitas film AM kunyit terhadap bakteri E. Coli pada suhu penyimpanan 5,15 dan 2 8 ' ~ . Gambar 16 memperliatkan pada suhu penyimpanan 2 8 ' ~film AM kunyit mempunyai aktifitas penghambatan terhadap E. Coli selama 8 hari, sedangkan pada suhu 15 dan S'C tidak menunjukkan adanya aktifitas penghambatan. Hasil analisis ragam (lampiran 8a-8c) menunjukkan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap aktifitas penghambatan film AM kunyit terhadap E. Coli, sedangkan waktu penyimpanan tidak memberikan
pengaruh yang nyata, dan tidak ada interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan (Lampiran 8b). Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 8c) menunjukkan aktifitas penghambatan film AM kunyit terhadap E. Coli pada suhu penyimpanan 2 8 ' ~ berbeda nyata dengan suhu penyimpanan 15 dan 5 ' ~ . 64
Keadaan tersebut diduga karena kondisi penyimpanan pada suhu 2 8 ' ~atau suhu ruang telah memacu migrasi zat-zat aktif antimikroba dari film sehingga dalam waktu 8 hari senyawa antimikroba sudah terdifusi semua. Selain itu, sifat bahan film AM yang hidrofilik dan memiliki laju transmisi uap air tinggi telah meningkatkan kelarutan zat-zat antimikroba. Sedangkan pada suhu 15 dan 5 ' ~ kemungkinan mengurangilmenurunkan tingkat migrasi tetapi karena konsentrasi zat antimikroba yang dilepaskan sangat kecil sehingga tidak mampu menghambat mikroba. Menurut Han (2000), suhu penyimpanan dapat mempengaruhi kelarutan molekul zat aktif antimikroba dan mobilitas molekuler sehingga mempengaruhi aktifitas antimikroba dalam film. Umurnnya semakin tinggi suhu penyimpanan akan memacu migrasi, sedangkan pendinginan akan mengurangi tingkat migrasi. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian Ouattara er al. (2000) yang telah menguji dampak temperatur (4 sampai 24OC) dan pH (5,7 sampai 7,O) terhadap difusi asam asetat dan propionat dari film khitosan yang dijenuhi dengan air yang melaporkan, meskipun difusi tidak dipengaruhi oleh pH, namun p e n m a n suhu dari 24 sampai 4°C telah menurunkan koefisien difusi asam asetat dan propionat.
penyimpanan (Hari)
Gambar 17. Aktifitas film AM sirih terhadap bakteri E. coli pada suhu penyimpanan 5, 15 dan 28Oc. Gambar 17 memperlihatkan pada suhu penyimpanan 1 5 ' ~film AM sirih mempunyai aktifitas penghambatan terhadap E. Coli lebih lama yaitu selama 8 hari, dibanding pada suhu 5 ' selama ~ 4 hari, dan suhu 28Oc selama 2 hmi dimana antimikroba mulai dilepaskan pada hari keempat sampai hari keenam, kemungkinan karena suhu 15 'C telah mengurangi/menurunkan tingkat difusi/migrasi sehingga zat antimikroba &pat dishpan lebih lama di dalam film, dan senyawa &if 65
dalam ekstrak sirih m e ~ p ~ k antimikroba an yang kuat. Tetapi hasil analisis ragam (lampiran 9a-9c) menunjukkan bahwa suhu dan waktu penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang nyata @>0,05) pada taraf 5% terhadap aktifitas penghambatan film AM sirih pada E. coli.
Garnbar 18. Aktifitas film AM bawang putih terhadap bakteri Salmonella pada suhu penyimpanan 5,15 dan 2 8 ' ~ . Gambar 18 memperlihatkan pada suhu
2 8 ' ~film AM bawang putih
mempunyai terhadap Salmonella sampai hari kesepuluh pengamatan masih menunjukkan aktifitas penghambatan, sedangkan pada suhu 1 5 ' ~mempunyai aktifitas penghambatan selama 8 hari, dan pada suhu 5 ' ~selama 6 hari. Hasil analisis ragam (lampiran 10a-10c) menunjukkan bahwa suhu dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata @<0,05) pada taraf 5% terhadap aktifitas penghambatan film AM bawang putih pada Salmonella, tetapi tidak ada interaksi antara suhu dan waktu penyimpanan (Lampiran lob). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 10c) menunjukkan aktifitas penghambatan film AM bawang putih terhadap Salmonella pada suhu penyimpanan 2 8 ' ~berbeda nyata dengan suhu 15 dan 5 ' ~ .Kondisi tersebut diduga h n a sirat ballan film AM bawang putih yang memiliki laju transmisi uap air tinggi, pada suhu penyimpanan 2 8 ' ~meningkatkan kelarutan zat-zat antimikroba dam memacu migrasi dari film, sedangkan pada suhu 15 dan 5Oc sebenarnya telah m e n g u r m tingkat migrasi tetapi kemungkinan karena konsentrasi zat antimikroba yang dilepaskan sangat kecil sehingga kurang mampu menghambat mikroba.
Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang d i i i l k a n mempunyai aktifitas penghambatan yang berbeda jika disimpan pada berbagai suhu. Film AM kunyit dan bawang putih mempunyai aktifitas penghambatan paling lama pada suhu penyimpanan 28'~. Sedangkan film AM sirih mempunyai aktifitas penghambatan paling lama pada suhu penyimpanan 1 5 ' ~ ,walaupun secara analisis ragam tidak berbeda nyata. Hasil pengujian ini diharapkan dapat menggambarkan aktifitas antimikroba dari ketiga film AM jika diaplikasii pada produk pangan olahan dalam memperpaqjang umur simpan. Aplikasi Film AM pada Produk Pangan Olahan Kemasan antimikrobial dapat digunakan pada berbagai aplikasi yang berhubungan dengan makanan t e m u k kemasan. Tujuannya adalah. (1) memperpanjang umur simpan dan keamanan makanan dengan menguranagi tingkat pertumbuhan mikroorganisme spesifik melalui kontak langsung kemasan dengan permukaan makanan padat (misalnya daging, keju dan sebagainya) atau larutan (seperti susu dan eksudat daging); (2) kemasan antimikrobii dapat mensterilisasikan dirinya sendiri atau sanitasi dengan mengurangi rekontaminasi produk olahan dan menghilangkan kontaminasi prod& (3) dapat menghasilkan sterilisasi makanan khususnya yang cair yang sangat berguna untuk produk dengan keasaman tinggi seperti jus buah. Polimer antimikrobii juga dapat digunakan untuk menutup permukaan alat pengolahan makanan sehingga dapat mensanitasi dirinya selama digunakan (Append'i & Hotchkiss, 2002). Bakso dibuat dari bahan baku daging sapi, bahan pengisi, es, garam, dan
bumbu. Makanan ini mempunyai kandungan nutrisi cukup tinggi, karena memilii
kadar protein 20-22%, lemak 4,8%, serta air 70-73%. Aktifitas air (a,) bakso relatif tinggi (N,90) menyebabkan bakso sangat rentan terhadap kerusakan mikrobiologis, oleh karenanya mempunyai umur simpan hanya dua belas jam atau
rnaksimum satu hari. Untuk memperpanjang umur simpan bakso, salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan menambahkan bahan pengawet dalam proses pembuatannya Bahan pengawet yang umum digunakan dalam pembuatan bakso adalah Sodium Tripolifosfat (STTP) yang berfungsi sebagai pengemulsi,
juga dapat menurunkan aktifitas air (a,)
sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang menyebabkan kerusakan bakso. SlTP dengan konsenlmsi 0,25% berat adonan bakso dapat memperpanjang umur simpan bakso menjadi dua hari (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Penelitian tahap ini adalah aplikasi film AM terpilih pada pengujian tahap pertama yaitu film AM dengan konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih 6% terhadap produk pangan olahan bakso dengan cara pelapisan (coating). Produk yang sudah diiapisi kemudian disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pengamatan setiap hari selama tiga hari penyimpanan. Uji Kualitas Produb
Setiap agen antimikroba mempunyai aktifitas faktor penghambat spesiGknya sendiri terhadap masing-masing mikroorganisme. Karakteristik f ~ i k o kimia makanan dapat mempengaruhi efektifitas antimikroba dan pelepasannya. Misalnya pH makanan dapat mempengaruhi ionisasi (disosiasilasosiasi) zat aktiif antimikroba, dan dapat mengubah aktifitas antimikroba dari asam organik dan garam-garamnya. Aktifitas antimikroba dan stabilitas kimia zat aktif juga dapat dipengaruhi oleh aktifitas air dari makanan (Han, 2003). Pada produk daging dan olahannya, kerusakan awal adalah pembentukan lendii di permukaan yang disebabkan oleh bakteri Pseudornonas. Acenitobacter, Moxarella, Alcaligenes, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus, Micrococcus dan beberapa spesies Lactobacillus. Suhu dan air yang tersedia mempengaruhi jenis mikroorganisme yang menyebabkan lendir permukaan (Fardiaz, 1992). Kekerasan
Kekerasan menyatakan kekuatan suatu benda terhadap daya tekan tanpa mengalami deformasi bentuk (Soekarto, 1990). Menurut Bratzler (1971), kesan yang ditimbulkan dari kekerasan adalah: (1) kemudahan gigi memotong-motong daging ketika pengunyahan dimulai; (2) kemudahan daging untuk dihancurkan menjadi fragmen-fragmen; dan (3) jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan. Niai kekerasan diukur sebagai jarak penembusan jarum penetrometer dengan beban 5 gram dalam waktu 10 detik. Semakin besar jarak 68
penembusan maka kekerasan semakin berkurang. Nilai perubahan kekerasan bakso yang dilapisi film AM sirih, kunyit dan bawang putih selama 3 hari penyimpanan disajikan pada Gambat 19. '
~
~
~
e
a
-
m
,
-
m
w
.
-
P
a
lama penyimpanan (hari)
Gambat 19. Kecenderungan perubahan nilai kekerasan bakso selama 3 hari penyimpanan. Gambar 19 memperlihatkan pada hari kesatu sampai kedua penyimpanan terjadi penurunan nilai jarak penembusan jarum terhadap semua bakso, Hal ini memperlihatkan terjadinya kenaikan kekerasan pada bakso karena pelapisan film.
Hasil analisis ragam (lampiran 1la-1 lc) menunjukkan bahwa pelapisan dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) pada taraf 5% terhadap kekerasan bakso. Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 1ld) menunjukkan bakso yang dilapisi film AM sirih memiliki kenaikan kekerasan lebih tinggi dibandii bakso yang dilapisi film AM kunyit dan bawang putih, hal ini menunjukkan bahwa film AM sirih lebih dapat melindungi bakso daripada film AM kunyit dan bawang putih. Hasil pengujian ini sesuai dengan hasil pengujian
fisis mekanis bahwa film AM sirih lebih tahan terhadap kerusakan air dan oksigen daripada film AM kunyit clan bawang putih. Pada hari ketiga penyimpanan, semua bakso yang dilapisi film AM telah mengalami penurunan nilai kekerasan yang ditandai dengan melunaknya bakso. Penurunan kekerasan bakso memperlihatkan bahwa agen antimiioba di dalam ketiga film AM sudah tidak dapat lagi menghambat
pertumbuhan
&oba
pada
permukaan
bakso,
sehingga
mikroorganisme dapat mendekomposisi komponen organik pada bakso yang ditandai semakin melunaknya bakso.
69
=
Nilai pH
Aktifitas antimikroba dalam memperpanjang urnur simpan makanan dipengaruhi oleh faktor pH makanan, pengaruh disosiasi asam, dan faktor spesifik lainnya (Fardiaz, 1992). Sedangkan menurut Cagri et. al. (2003), pelepasan atau difusi zat-zat antimikroba dari film ke permukaan makanan dipengaruhi karakteristik fisiko-kimia dari makanan diantaranya adalah pH dan aktifitas air. Pengukuran pH dilakukan terhadap produk bakso yang sudah jadi, tanpa melakukan pengukuran pH daging mentah. Nilai pH awal bakso yang diperoleh setelah proses pemasakan dan sebelurn diberi perlakuan (hari ke-0) mendekati pH netral yaitu 6,26. Nilai pembahan pH bakso yang dilapisi film AM sirih, bawang putih dan kunyit selama 3 hari penyimpanan disajikan pada Gambar 20.
6.0
-1 1 2 lama penyimpanan (ban)
0 +Kontrol
tBawang putih
3
Sirih x K u n y i t
Gambar 20. Kecenderungan pembahan nilai pH bakso selama 3 hari penyimpanan. Gambar 20 memperlihatkan pada hari kesatu penyimpanan terjadi kenaikan nilai pH bakso yang dilapisi film AM sirih dm kunyit. Hal ini diduga karena tingginya kadar air di dalam bakso menyebabkan tejadinya penyerapan addifusi dari bakso ke dalam film menyebabkan meningkatnya ion OH di dalam bakso. Sedangkan bakso yang dilapisi film AM bawang putih dan film kontrol memperlihatkan penurunan pH, ha1 ini diduga karena terjadinya disosiasi senyawa-senyawa sulfur di dalam film AM bawang putih atau asam asetat di dalam film kontrol yang menyebabkan me~ngkatnyaion H bebas di dalam bakso. Ion H bebas hasil disosiasi tersebut menunjukkan bahwa pada bakso yang mempunyai kisaran pH netral senyawa sulfur mudah terdisoasiasi sehingga daya 70
antimikrobanya berkurang. Menurut Fardiaz (1992), senyawa-senyawa sulfur di dalarn air akan membentuk asam-asam sulfat atau ion sulfit yang jumlahnya dipengruhi oleh pH, semakin rendah pH media akan semakin efektif kinerja senyawa-senyawa sulfur dalam menghambat mikroba. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 12a-12b) menunjukkan bahwa pelapisan dan waktu penyimpanan memberikan pengamh yang berbeda nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap
perubahan nilai pH bakso. Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 12c) menunjukkan pembahan pH bakso yang dilapisi film Ah4 sirih dan kunyit berbe& nyata dengan bakso yang dilapisi film Ah4 bawang putih dan film kontrol. Pada hari kedua penyimpanan, nilai pH bakso yang dilapisi film Ah4 sirih dan kunyit tidak mengalami kenaikan atau penurunan, kemungkinan proses d i h i sudah terhenti
clan pada kondisi ini zat antimilcroba dari film AM sirih dan kunyit mulai dilepaskan ke permukaan bakso. Sedangkan bakso yang dilapisi film AM bawang putih dan film kontrol memperliitkan kenaikan pH yang t e r n meningkat sarnpai
hari ketiga, ini disebabkan oleh aktifitas bakteri yang mampu meningkatkan pH substratnya. Menurut Fardiaz (1992), ketika bakteri berada di l
i
i asam,
untuk bertahan hidup dalam lingkungan tersebut harus mampu mengelwkan kelebihan ion H dari &lam sel den*
laju yang sama dengan masuknya.
Komponen asam amino dekarboksilase pada mikroba merupakan komponen yang betperan dalam menyesuaikan pH liigkungan mendekati netral dengan cara menghasillcan amina dari proses dekarboksilasi komponen asam amino. Pada hari ketiga penyimpanan semua bakso yang dilapisi film AM dan film kontrol memperliitkan kenaikan pH. Hal ini menunjukkan bahwa zat aktif antitnikroba di dalam ketiga film AM sudah tidak dapat menghambat m h b a yang tumbuh pa& bakso sehingga mulai terjadi kerusakan. Uji Mikroorganisme
Setiap agen antimikroba mempunyai aktifitas faktor penghambat spesifik sendiri terhadap masing-masing mikroorganisme. Karakteristik produk pangan seperti pH, aktifitas air, komposisi dan suhu penyimpanan dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme potensial yang dapat merusak produk makanan (Fardiaz, 1992). Jumlah total mikroba (TPC) awal bakso adalah 3,76 x
id
kolodg. Jumlah ini lebih rendah dari persyaratan SNI No. 01-3818-1995 yaitu batas total mikroba pada bakso daging sebesar 1,O x 10' kolodg. Selanjutnya pengujian TPC bakso dilakukan selama 3 hari penyimpanan setelah dilapisi film AM. Hasil pengujian TPC bakso disajikan pada Gambar 21.
lama penyimpanan @ari) t K o n t r o l d C B a w a n g Putlh tSlnh
Gambar 21. Kecenderungan perubahan nilai TPC bakso selama 3 hari penyimpanan Gambar 21 memperlihatkankan nilai TPC bakso cenderung me~ngkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Pada hari kesatu penyimpanan, bakso yang dilapisi film kontrol telah mengandung 1,51 x 10' kolodg (melewati batas yang ditentukan SNI) dan secara visual telah terlihat adanya lendir. Pada hari kedua penyirnpanan, jumlah total mikroba bakso yang dilapisi film AM sirih, kunyit dan bawang putih sudah melewati batas maksimum yang ditetapkan SNI tetapi kerusakan baru terjadi pada hari ketiga dengan terdeteksinya bau busuk. Bau busuk tersebut karena terjadinya putrefeksi oleh bakteri fakultatif dan anaerobik seperti Clostridium yang mampu turnbuh dalam daging yang dikuring. Putrefeksi adalah dekomposisi protein secara anaerobik oleh bakteri Clostridium dan bakteri fakultatif dengan memproduksi senyawa-senyawa dengan bau
menyimpang seperti hidrogen sulfida, merkaptan, indol, skatol, amonia dan amin. Pada hari ketiga penyimpanan, bakso yang dilapisi film kontrol mengandung mikroba lo6 kolodg, sedangkan bakso yang dilapisi film AM mengandung mikroba lo6 kolodg, dan mulai tercium bau busuk. Jumlah populasi mikroba saat timbulnya bau adalah 1,2-100 x lo6 koloni/g (Frazier & Westhoe 1988). Jumlah mikroba tersebut masih lebii rendah dibandiigkan hasil penelitian Tardiyono
(1996) yang melaporkan bahwa penggunaan gabungan STTP dan Natrium
propionat dalam memperbaiki sifat fisik bakso dengan umur simpan 44 jam dan total mikroba 3,07
x
lo9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelapisan bakso
dengan film AM memperlitkan waktu kebusukan yang lebih lama dibandingkan bakso dengan STTP. Hasil pengujian pada tahap aplikasi film AM ini menunjukkan bahwa secara kualitatif pelapisan film AM khitosan dengan konsentrasi ekstrak sirih,
kunyit dan bawang putih 6% dapat memperpanjang umur simpan bakso sampai dua hari pada penyimpanan suhu ruang, sebanding dengan bakso yang diberi bahan tarnbahan STTF' 0,25%. Jika dilihat dari hasil pengujian aktiitas antimikroba film selama penyimpanan pada berbagai suhu, ketiga film AM mempunyai aktifitas penghambatan selama 8 sampai 10 hari. Perbedaan ini diduga karena konsentrasi agen antimikroba yang ditambahkan ke dalam film khitosan tidak dapat menahan pertumbuhan mikroba pada bakso, sedangkan di dalam bakso banyak mengandung nutrisi yang diperlukan oleh bakteri untuk pertumbuhan, sehingga bakteri akan tumbuh lebii baik di dalam bakso sapi dibandingkan dengan apabila tumbuh dalam media agar saja. Hal ini juga dilaporkan oleh Sugiastuti (2002) bahwa ekstrak etanol dam sirih decgan nilai MIC 2 g/ml media yang diaplikasii pada daging sapi giling dapat menghambat
.
.
pertumbuhan bakteri setelah konsentrasi ekstrak etanol daun sirih dumkkan menjadi 5 kali nilai MIC. Aureli et al. (1992) dan Ting & Deibel (1992) dalam Nychas melaporkan bahwa eugenol dari minyak esensial cengkeh dengan konsentrasi 0,5 dan 1% bersifat bakterisidal terhadap bakteri L. monocytogene pada suhu 4 dan 24Oc, d m ketika ko-ntmsi
tersebut di a p l i k a s i i pada daging
yang diinokulasi dengan bakteri dan suhu penyimpanan yang sama, ternyata tidak &pat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Selain itu, kemungkinan karena tingginya aktifitas air di dalam bakso telah meningkatkan kelarutan zat-zat antimikroba di dalam film sehingga film tidak dapat menahan zat antimikroba tersebut. Menurut Cagri et al. (2004), tingginya kadar air pada makanan akan meningkatkan pelepasan zat pengawet dari film karena migrasi air untuk kesetimbangan membantu melarutkan zat antixnikroba Dibuktikan oleh penelitian Chen et al. (1999) dalarn Cagri et al. (2004) yang telah mengembangkan film
antimikrobial metilselulosa, khitosan, dan metilselulosa-khitosan (3:2) yang mengandung 2, 4, atau 5% natrium benzoat atau kalium sorbat. Dengan meningkatkan aktifitas air (a,
= 0,s)
di dalam film, sebanyak 40,50 sampai 60%
kedua agen antimikroba dilepaskan dari film setelah 6 jam pada suhu 4 dan 25°C. Oleh karena itu mungkin film AM khitosan ini lebih baik untuk diaplikasikan
pada makanan dengan a, rendah. Uji Organoleptik
Karakteristik organoleptik dan toksiditas agen antimikroba dapat mempengaruhi efektifitas film Ah4 karena dapat menurunkan kualitas dan keamanan makanan. Agen antimikroba alami umumnya memiliki rasa dan aroma kuat yang tidak dikehendaki seperti rasa pahit atau asam yang dapat menyebabkan
kualitas sensor yang merugikan. Menurut Devlieghere et al. (2004) dua aspek penting dalam a p l i i i praktis dari senyawa antimikroba alami seringkali diabaikan, yaitu: (1) pembahan pada sifat organoleptik dan tekstural dari makanan ketika ditambahkan dan (2) interaksi senyawa-senyawa tersebut dengan komponen makanan dan pengaruh interaksi terhadap efisiensinya. Pada beberapa
kasus, konsentrasi senyawa antimikroba dari ekstrak tanaman dan rempah terlalu rendah untuk digunakan secara efektif tanpa dampak m e ~ g i k a npada sifat sensorik dari suatu produk makanan. Uji organoleptik digunakan untuk mengetahui pengaruh pelapisan film
AM yang mengandung ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih pada bakso terhadap berbagai unsur sensori bakso. Bahan pengawet atau antimikroba yang ideal harus memilis kriteria sifat yang stabid dalam proses pengolahan dan tidak mempengaruhi unsur sensori bahan yang diawetkan. Jenis uji organoleptik yang populer digunakan adalah uji pembedaan dan uji penerimaan. Dalam penelitian ini digunakan uji penerimaan dengan jenis uji hedonik yang menggunakan skala
angka untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis. Kesukaan terhadap Rasa Rasa sangat menentukan penerimaan suatu produk oleh konsumen meskipun sifat mutu organoleptik lain seperti aroma dan tekstur juga penting. 74
Umumnya ada tiga macam rasa yang sangat menentukan penerimaan konsumen terhadap bakso yaitu tingkat kegurihan, keasinan dan rasa daging. Tingkat kegurihan dipengaruhi oleh kadar garam dan kadar daging bakso. Hasil survey Andayani (1999) menunjukkan bahwa 91,0% responden menyukai bakso dengan rasa asin atau sedang (kadar garam 2,09%) sehingga bila dikonsumsi dengan bahan lain seperti kuah atau makanan lain seperti cap cay dan mie ayam, secara keseluruhan mempunyai rasa asin yang cukup. Nilai rata-rata panelis terhadap
rasa bakso disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa bakso
1
Pelapisan
I
Nilai Rata-rata Rasa
I
Film kontrol Film AM sirih Film AM kunyit Film AM bawang putih I
I
Keterangan :an&-an& yang d i i t i dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Tabel 14 memperlihatkan nilai rata-rata kesukaan tertinggi panelis terhadap rasa bakso adalah bakso yang dilapisi film kontrol dan kesukaan panelis terendah adalah bakso yang dilapisi film AM sirih. Hasil analisis ragam (lampiran 14a-14b) menunjukkan bahwa p e l a p i i memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap rasa bakso. Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 14c) menunjukkan rasa bakso yang dilapiii film AM sirih berbeda nyata dengan bakso yang dilapisi film AM bawang putih, kunyit dan film kontrol. Hal ini d i n a k a n ekstrak sirih yang ditambahkan ke dalam film memberikan
rasa agak pahit jika dikonsumsi langsung dan tidak biasa dijadikan bumbu masak, tetapi sebenamya rasa pahit tersebut akan hilang jika bakso direbus atau diindam terlebii dahulu sebelum dikonsumsi, karena film khitosan mempakan polimer polisakarida yang bersifat hidrokoloid sehingga ketika bakso direbus atau direndam dalam air hangat film akan mengelupas dan larut dalam air sehingga rasa bakso akan netral kembali. Ekstrak kunyit dan bawang putih yang ditambahkan ke dalam film, walaupun memberikan rasa agak pahit tetapi karena sering dijadikan bumbu mas& sehingga lebih biia diterima panelis. 75
Kesukaan terhadap Aroma Aroma dari produk bakso didefinisikan sebagai aroma khas daging rebus. B e r b k a n hasil survey Andayani (1999), aroma bakso menempati urutan kedua sifat mutu yang menentukan pilihan konsumen terhadap bakso sapi setelah rasa. Niai rata-ratapanelis terhadap aroma bakso disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai rata-rata penenmaan panelis terhadap aroma bakso Pelapisan Film kontrol
Nilai Rata-rata Aroma 58.92 a
Film Ah4 sirih Film AM kunyit Film Ah4 bawang putih I
I
I
Keterangan : an&-an& yang diikuti dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Tabel 15 memperlihatkan rata-rata nilai kesukaan tertinggi panelis terhadap aroma bakso adalah bakso yang dilapisi film AM bawang putih sedangkan nilai kesukaan terendah adalah bakso yang dilapisi film Ah4 kunyit. Hasil analisis ragam (lampiran 15a-15b) menunjukkan bahwa pelapisan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap aroma
bakso. Hasid uji lanjut Duncan (lampiran 1%) menunjukkan aroma bakso yang dilapisi film AM kunyit berbeda nyata dengan bakso yang dilapisi film AM bawang putih, sirih dan film kontrol. Aroma bawang putih yang ditambahkan ke dalam film mungkin lebihfamiliar sebagai bumbu yang biasa ditambahkan dalam
masakan sehingga lebii disukai, sedangkan aroma kunyit walaupun biasa digunakan sebagai bumbu masak tetapi tidak biasa digunakan pada bakso sehingga kurang diterima panelis. Aroma kunyit dapat dihilangkan dengan merebus atau merendarn bakso terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, film akan mengelupas dan larut dalam air sehingga aroma bakso akan netral kembali. Kesukaan terhadap tektur Tekstur bakso terdii dari keempukan dan kekenyalan. Keempukan bakso dipengaruhi oleh banyaknya daging pada bakso, sedangkan kekenyalan bakso
dipengaruhi oleh jumlah tepung pati yang digunakan (Pandisurya, 1983). Nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap tekstur bakso disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai rata-rata penenmaan panelis terhadap tekstur bakso
I
Pelapisan Film kontrol
I
Nilai Rata-rata Tekstur
I
Film Ah4 sirih Film AM kunyit Film AM bawang putih L
I
I
Keterangan : an&-an& yang diikuti dengan huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%
Tabel 16 memperliitkan tekstur bakso yang paling disukai panelis adalah bakso yang dilapisi film AM bawang putih, selanjutnya bakso yang dilapisi film kontrol, film Ah4 sirih dan kunyit. Hasil analisis ragam (lampiran 16a-16b) menunjukkan bahwa pelapisan memberikm pengaruh yang berbeda nyata @<0,05) pada taraf 5% terhadap tekstur bakso. Hasil uji lanjut Duncan (lampiran 16c) menunjukkan tekstur bakso yang dilapisi film Ah4 bawang putih dan film kontrol berbeda nyata dengan bakso yang dilapisi film AM sirih dan kunyit.
Dari seluruh hasil kajian dalam penelitian ini dapat & i t bahwa dalam mengembangkan kemasan antimikrobial terdapat beberapa faktor yang hams
d i p e i h t k q antara lain: 1) karakteristik agen antimikroba seperti senyawa aktif, aktifitas spesiWmekanisme penghambatan, sifat bahan, dan solubiiitas; 2) sifat psikologi mikroorganisme seperti keadaan oksigen (aerob dan anaerob), komposisi diiding sel (gram positif dan gram negatif), cara berkembang biak (dengan spora atau sel vegetatif), suhu optimum pertumbuhan (termofilii mesofilik, dan psikotropik) dan ketahanan terhadap asam/osmosis; 3) sifat bahan kemasan seperti sifat hidrofilik, hidrofobik dan sifat fisis mekanis; 4) kondisi penyimpanan seperti suhu dan waktu penyimpanan; 5) karakteristik produk pangan yang akan diiemas seperti pH, aktifitas air, komposisi bahan, suhu penyimpanan, dan mikroorganisme potensial yang dapat merusak produk pangan; 6) karakteristik organoleptik dan toksiditas agen antimikroba; dan 7) peraturan pewgun-.
Dari keseluruhan faktor tersebut, faktor paling kritis yang hams
dipertimbangkan &lam mengembangkan kemasan antimikrobial adalah peraturan penggunaan. Penggunaan suatu agen antimikroba diatur oleh berbagai badan pengaturan, sebagai contoh FDA, EPA dan USDA di Amerika Serikat. Agen antimikroba adalah bahan tambahan dalam kemasan makanan, bukan merupakan komponen dari makanan. Akan tetapi sebagian besar agen antimikroba akan berpindah menuju makanan yang diiemasnya sehingga bahan tambahan dalam kemasan tersebut hams memenuhi seluruh aturan untuk komponen makanan. Penggunaan agen antimiroba harus diklasifikasikan sebagai salah satu bahan tambahan makanan, substansi yang menyentuh makanan, atau komponen makanan.
Ekstrak sirib, kunyit dan bawang putih sebagai agen antimikroba yang digunakan dalam penelitian ini memperlihatkan mempunyai aktifitas penghambat spesifi masing-masing terhadap mikroorganisme, baik dalam pengujian aktifitas antimikroba maupun a p l i i i terhadap produk makanan. Oleh karena itu dalam pengembangan selanjutnya sebagai bahan kemasan makanan, aplikasinya hams memperhatikan karakteristik produk makanan yang akan dikemas, seperti mikroorganisme potensial yang dapat merusak produk makanan sebagai mikroorganisme target, komposisi makanan, pH, aktifitas air, serta suhu dan waktu penyirnpanaa Selain itu, karena tingkat pertumbuhan dan kematian
mikroorganisme be~ariasiuntuk setiap medium pertumbuhan, maka aktifitas antimikroba dari film AM terhadap produk rnakanan harus ditentukan untuk setiap aplikasi. Namun demikian, penggunaan agen antimiroba alami dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih mempakan metode yang sangat menantang k a n a lebih mudah dalam proses perizinannya dibanding dengan agen antimiioba kimiawi. Senyawa aktif dalam ekstrak dam sirih adalah senyawa fenolii dari golongan fenilpropana seperti eugenol, karvakrol dan lain-lain, sedangkan rimpang kunyit mengandung senyawa fen01 yaitu kurkumin yang mempunyai efektifitas antimikroba dengan spektrum luas (Guenther, 1949; dalam Prayogo & Sutaryadi, 1992). Bawang putih mengandung senyawa aktif alisin dari golongan sulfur. Melihat kandungan senyawa aktif daun sirih, kunyit dan bawang putih tersebut maka film AM sirih dan kunyit memiliki fungsi yang sama dengan
eugenol sehingga dapat diaplikasikan pada produk-produk daging dan olahannya, ikan dan olahannya, telur olahan, keju mielpasta dengan k o m b i i i perlakuan penyimpanan dinginlrefiigasi. Penggunaan film AM sirih dan kunyit ini juga akan dapat menggantikan pengawet kimia paraben, nitrat dan nitrit serta benzoat dalam pengawetan produk-produk olahan tersebut. Sedangkan senyawa sulfur akan efektif sebagai antimikroba jika diaplikasikan pada makanan yang mengandung
pH rendah sehingga aplikasi film AM bawang putih dapat menggantikan bahan pengawet kirnia golongan sulfit dan sulfur dioksida dalam pengawetan buahbuahan segar dan kering serta produk olahannya (dodo1 buah-buahan). Contoh aplikasi fdm AM sirih, kunyit dan bawang putih untuk produk pangan olahan bakso
A p l i i i pelapisanlcoating makanan olahan bakso telah dilaksanakan pada penelitian ini. Bakso yang dilapisi adalah bakso yang dibuat dari dagiig sapi dan bahan tambahan yang terdiri dari tepung sagq es batu dan bumbu-bumbu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa s e w kualitatif bakso yang dilapisisi film AM dengan konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih 6%, umur simpannya dapat diperpanjang sampai 2 hari penyimpanan pada suhu mang, sebandii dengan bakso yang diberi bahan pengawet STTP 0,25%. Pertimbangan pemilihan produk pangan olahan bakso untuk a p l i i i ini karena bakso Ine~pFikatIsalah satu produk olahan yang sangat populer. Selain itu,
bakso termasuk salah satu produk yang masuk dalam daftat kasus penggunaan fonnalii atau boraks sebagai bahan pengawet. Pelapisan bakso ini bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bakso dan meningkatkan keamanan dengan menggunakan bahan-bahan alami yang amanjika diionsurnsi. Perhitungan biaya bahan pembuatan bakso sapi dengan bahan tambahan STTP dan pelapisanlcoating dengan f h AM sirih, kunyit dan bawang putih
Perhitungan biaya bahan untuk membuat bakso, ekstrak sirih, kunyit, bawang putih dan film AM menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
-
Perhitungan biaya untuk membuat 1 kg adonan bakso, 1 kg bahan bubuk kering d a m sirih, rimpang kunyit dan bawang putih, 1 L larutan film AM
79
-
Harga bahan per Nopember 2007
-
Rendemen dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih berkisar antara 15-35%
-
Bahan yang digunakan adalah teknis
1 kg adonan bakso menghasilkan rata-rata 200 butir bakso ukuran sedang
Daftar harga bahan Jenis Bahan daging sapi tePung sagu STTP es batu bawang putih merica bubuk khitosan asam asetat gliserol aquades =
H a w (RP)
52.000,OO 8000,OO 40.000,OO 1000,OO 100,00 500,OO 500,OO 300.000,OO 50.000,OO 40.000,OO 1000,OO
Satuan kg kg kg untuk 1 kg bahan untuk 1 kg bahan untuk 1 kg bahan untuk 1 kg bahan kg L L L
Perhitungan biaya bahan untuk membuat 1 kg adonan bakso Bahan daging =pi Sagu
es batu bawang putih merica Jumlah biaya
Jumlah
900 gr 100 gr
Biaya (Rp)
46.800,OO 800,OO 1000,OO 100,oo 500,OO 500,OO 49.700,OO
Jumlah biaya bahan untuk membuat 1 kg adonan bakso adalah Rp
49.700,OO.Dari 1 kg adonan ini dapat dibuat bakso ukuran sedang sebanyak 200 butir, maka biaya pembuatan bakso per butir adalah Rp 248,50.
Perhitungan biaya untuk membuat 1 kg bakso dengan bahan tambahan STTP 0,25% bahan Jumlah 900 gr 100 gr
Bahan daging sapi Sagu
es batu gbawang putih merica
s m
2,s gr
Jumlah biaya
Biaya (Rp) 46.800,OO 800,OO 1000,OO 100,oo 500,OO 500,OO 1oo0,oo 50.700,OO
Jumlah biaya bahan untuk membuat 1 kg adonan bakso dengan bahan tambahan STTP 0,25% adalah Rp 50.700,OO. Dari 1 kg adonan ini dapat dibuat bakso ukuran sedang sebanyak 200 butir, maka biaya pembuatan bakso per butir adalah Rp 253,50. Hal ini berarti memerlukan biaya tambahan sebesar Rp 5,00 untuk setiap butir bakso. =
Perhitungan biaya untuk ekstraksi 1 kg bubuk bahan kering daun sirih, rimpang kunyit dan bawang putih Bahan
Dam sirih Kunyit Bawang putih
biaya ekstraksi jumlah b i y a rendemen (ml) (Rp) (Rp) l00.O00,00 125.000,OO 225.000,OO 150 150 125.000,OO 20S.O00,00 8O.MW),00 350 80.000,00 125.000,00 205.000,OO
harga (Rp)
bargal6 gram
@P)
9.000,OO 8.200,00 3.5 14,OO
Konsentrasi ekstrak dam sirih, kunyit dan bawang putih yang ditambahkan ke
dalam larutan film khitosan adalah 6%. Maka biaya bahan untuk 6 gram ekstrak sirih adalah Rp 9.000,00, kunyit Rp 6.200,00, dan bawang putih Rp 3.514,OO. Perhitungn biaya untuk membuat 1 L larutan film AM sirih, kunyit dan bawang putih
Jumlah biaya bahan yang dibutuhkan untuk membuat satu liter lmtan film AM sirih adalah Rp 21.500,00, film AM kunyit Rp 20.700,OO dan film AM
bawang putih Rp 16.014,OO. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, apabila
satu liter l m t a n tersebut akan dipakai untuk melapisi bakso sapi ukuran sedang, bakso yang dapat dilapisi sekitar 1000 butir, maka biaya per butir pembuatan bakso dengan pelapisan film AM sirih adalah Rp 270,00, film AM kunyit Rp 269,OO dan film A M bawang putih Rp 265,OO. Jika di &lam perhitungan
komponen biaya bahan yang dimasukkan hanya komponen biaya bahan, maka pelapisanlcoating untuk setiap butir bakso rata-rata memerlukan tambahan biaya sekitar Rp 16,OO - 19,OO. Biaya tambahan ini lebih besar sekitar Rp 11,OO - 14,OO
dari biaya pembuatan bakso yang menggunakan bahan tambahan S'ITP 0,25% atau tidak memerlukan biaya tambahan yang lebih besar jika dibandingkan dengan keamanannya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Film AM yang dihasilkan dari penelitian ini dibuat dengan komposisi bahan
sebagai berikut : khitosan sebanyak 3 gram/100 ml larutan film, asam asetat 1%, gliserol 0,5% (v/v) serta agen antimikroba ekstrak sirih, kunyit d m
bawang putih dengan konsentrasi 6% @/v).
Proses produksi film AM
me~pakanmodifikasi dari metode Vodjani dan Torres. 2. Aktifitas antimikroba film adalah sebagai berikut: film AM sirih terhadap semua bakteri uji, film AM kunyit terhadap Salmonella dan E. Coli, dan film AM bawang putih terhadap SalmoneZla. Aktifitas penghambatan terbaik film AM sirih, kunyit dan bawang putih adalah pada konsentrasi agen antimikroba
6% terhadap bakteri yang berbeda. Film AM sirih dan kunyit terhadap E. coli, sedangkan film A M bawang putih terhadap Salmonella. 3. Film AM sirih mempunyai sifat fisis mekanis kuat dan kaku (hard, strong),
lebii tahan terhadap kerusakan oksidatif dan kerusakan air daripada film AM kunyit dan bawang putih. Film AM bawang putih merniliki sifat mekanis lembut dan liat
(50%
though), sedangkan film AM kunyit memiliki sifat
mekanis lembut dan rapuh (soft, weak). 4. Aktifitas antimikroba film selama penyimpanan adalah sebagai berikut:
film
AM kunyit terhadap E. coli selama delapan hari pada suhu 2 8 ' ~film ~ AM sirih terhadap E. coli selama enam hari pada suhu 15'C, empat hari pada suhu 5'C, dan dua hari pada suhu 2 8 ' ~ , film AM bawang putih terhadap Salmonella selama enam hari pada suhu Sot, delapan hari pada suhu 1S0c,dan pada suhu
2 8 ' ~l e b i dari sepuluh hari. 5. Aplikasi film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan konsentmsi agen
antimikroba 6% terhadap produk pangan olahan bakso secara kualitatif dapat memperpanjang umur simpan bakso selama dua hari penyimpanan suhu ruang, sebanding dengan bakso yang diberi bahan pengawet S'M'P 0,25%. 6. Pembahan kualitas terhadap kekerasan, pH dan jurnlah total mikroba bakso yang dilapisi film AM sirih, kunyit d m bawang putih selama penyimpanan adalah sebagai berikut: bakso yang diiapisi film AM sirih memilii nilai
kekerasan lebih tinggi dibanding bakso yang dilapisi film Ah4 kunyit dan bawang putih, bakso yang dilapisi film AM bawang putih memiliki nilai pembahan pH lebih tinggi dibanding bakso yang dilapisi film Ah4 sirih dan kunyit, sedangkan jumlah total mikroba bakso pada semua perlakuan sudah melewati batas maksimum yang ditetapkan SNI pada penyimpanan hari kedua. Hasil pengujian organoleptik, nilai kesukaan tertinggi panelis terhadap
rasa adalah bakso yang diiapisi film kontrol, sedangkan terhadap aroma dan tekstur adalah bakso yang diiapisi film Ah4 bawang putih. 7. Dengan kandungan senyawa aktif fenolik, film Ah4 sirih dan kunyit dapat
diaplikasikan pada produk-produk dan olahan daging, ikan, telur, keju, mielpasta dengan k o m b i i i perlakuan penyimpanan dinginlrefiigasi, dan dapat menjadi alternatif pengawet kimia paraben, nitrat dan nitrit serta benzoat. Sedangkan a p l i i film AM bawang putih dapat menggantikan bahan pengawet kimia golongan sulfit dan sulfur dioksida dalam pengawetan buah-buahan segar dan kering serta produk olahannya (dodo1 buah-buahan). 8. Perhitungan biaya untuk membuat bakso dengan pelapisanlcoating film AM sirih adalah Rp 262,58/butir, film Ah4 kunyit Rp 262,28/butir, dan film AM bawang putih Rp 260,96/butir, atau memerlukan biaya tambahan sebesar Rp 12,OO-14,OO/butir, lebii b e w sekitar Rp 7,OO- 9,OOIbutir dari biaya pembuatan bakso dengan STTP 0,25%, atau tidak memerlukan biaya tambahan yang lebih besar jika dibandingkan dengan keamanannya.
1. Untuk pengembangan selanjutnya, dapat dilakukan kajian secara spesifik
inkorporasi dari ekstrak sirih, bawang putih dan kunyit terhadap berbagai bahan ediblefilm lainnya, baik dari bahan protein, lemak maupun polisakarida
lainnya karena masing-masing agen antimikroba tersebut m e m i l i sifat fisik dan kimia yang berbeda seperti kelarutan, berat molekul, dan lain-lain.
2. Aplikasi film Ah4 sirih, kunyit dan bawang putih dapat dikembangkan pada berbagai produk pangan olahan dengan memperhatikan karalcteristik agen antimikroba dan sifat fisis mekanis masing-masing film Ah4, serta mencari formula yang langsung diaplikasikan.
DAFTAR PUSTAKA Amagase H, Petesch BL, Matsuura H, Kasuga S, Itakura Y. 2001. Intake of garlic and its bioactive component. JNutr 131:955S-965s. Angga DW. 2007. Pengaruh metode aplikasi khitosan, tannin, natrium metabisulfit dan mix pengawet tarhadap umur simpan bakso daging sapi pada suhu mang (Skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 1978. Protan. USA: Protan Lab Inc. Andayani, RY. 1999. Standarisasi Mutu Bakso Sapi berdasarkan Kesukaan Konsumen (studi kasus bakso sapi di Wilayah DKI) (Skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Agricultural Chemists. 1995. FDA official Methods ofAnalysis. 16&Edition. Virginia: Inc. Arlington. Appendini P, Hotchkiss JH . 2002. Review of antimicrobial food packaging. Innovative Food Science & Emerging Technologies 3(2002):113-126 Mfi H. 1990. Evaluasi aktivitas antibatuk ekstrak air d a m sirih (Piper betle L.) (tesis). Bandung: Pascasarjana, lnstitut Teknologi Bandung. Arka IB. 1995. Ekstrak sirih: penggunaannya untuk menurunkan kandungan bakteri dan perbaikan icualitas daging ayarn selama penyimpanan. Bali: Universitas Udayana. ASTM. 1989. Annual book ASTM standard American Society for testing and material. Philadelphia Astusti T. 1997. Pengaruh konsentasi bubuk dam sirih kuning terhadap pe-buhan beberapa jenis bakteri dan a p l i i n y a pada daging segar (skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bordy AL, Strupansky ER, K l i e LR. 2001. Active Food Packaging for Food Aplications. Lancaster USA: Technomic Publishing Co., Inc. Bratzler W . 1971. Patability characteristics of mean. Di dalam: Price JF, Sceweigenice BS, Editor. The science of meat and meatproducts. Second Edition. San Francisco: WH Freeman and Company. Brzeski MM. 1987. Chitin dan Chitosan putting waste to good use. Infoj?sh 5. Buonocore GG, Conte A, Corbo MR, Sinigaglia M,. Del Nobile MA. 2005. Mono-and multilayer active films containing lysozyme as antimicrobial agent. Innovative Food Science and Emerging Technologies 6:459-464.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Pumomo H, Adiono Penerjemah. Jakarta: UI-Press. Burt SA. 2004. Review essential oils: their antibacterial properties and potential application in food. Inter Jof Food Microbiology 94: 223-253. Butler BL, Vergano PJ, Testin RF, Bunn JM, Wiles JL. 1996. Mechanical and barrier properties of edible chitosan films as affected by composition and storage. JFood Science 61(5):953-955. Cagri A, Ustunol Z, Osbum W, Ryser ET. 2003. Inhibition of Listeria monocytogenes on hot dogs using antimicrobial whey protein-based edible casings. JFood Sci 68:29 1-299. Cagri A, Ustunol Z, Ryser ET. 2004. Review Antimicrobial Edible Films and Coatings. Jof Food Protection 67(4):833-848.
Cahyadi W. 2008. Bahan Tambahan Pangan. Edisi ke-2. Jakarta: Burni h
a
Cahyana PT. 2006. Pengkajian pengaruh kadar amilosa dan plasticizer temadap karakteristik edible film dari pati beras t e n n o d i f h i (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Chen HC, Chang MD, Chang TJ. 1985. Antibacterial properties of some spice plants before and after heat treatment. Zhoanghua Min Guo Wei Sheng WII Ji Mian Yi Xue Za Zhi 18:190-195. Collins-Thompson D, Hwang CA. 2000. Packaging with antimicrobial properties. Di dalam: Robinson RK, Batt CA, Patel PD, Editor. Encyclopedia offood microbiology. London: Academic press. hlm 416-420. Coma V, Sebti I, Pardon P, Deschamps A, Pichavant FH. 2001. Antimicrobial edible packaging based on cellulosic ethers, atty acids, and nisin incorporation to inhibit Listeria innocua and Staphylococcw aureus. J Food Prot 64:470-475. Conte A, Buonocore GG, Sinigaglia M, Del Nobie MA. 2006. Development of i m m o b i l i i lysozyme based active film. J of Food Engineering xxx (2006) XXX-XXX Cuppett SL. 1994. Edible coating a s carriers of food additives, fungicides and natural antagonists. Di dalam: Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, Editor. Edible coatings andfilms to improve food quality. Lancaster Basel: Technomic Publishing Co Inc. hlm 121-133. Dadalioglu I, Evrendilek G. 2004. Chemical compositions dan antibateri effects of essential oils of Turkish oregano (Origanum minutiforum), bay laurel (Laurus nobilis), Spanish lavender (Lavandula stoechas L.), and fennel (Foeniculum vulgare) on common foodborne pathogens. JAgriculture and Food Chemistry, 52:8255-8260. 86
Donhowe IG, Femema 0. 1993. Water vapor and oxygen permeability of wax films. JAm Oil Chem Soc 702367-873. Dhanna. 1995. Tanaman obat tradisional Indonesia..-J
Balai Pustaka.
Darmadji P, Izumimoto M. 1994. Effect of chitosan in meat preservation. Meat Science 38: 243-254. Datsko J. 1966. Material properties and manufacturing processes. New York: John Wiley & Sons. Devlieghere F, Vermeiren L, Debevere J. 2003. Review New Preservation technologies: Possibilities and limitation. J International Dairy 14(2004): 273-285. Dewi D. 1998. aktivitas antibakteri daun sirih (Piper betle Linn.) terhadap mikroba perusak makanan (skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Perkmian Bogor. Dewick, PM. 2003. Medicinal Natural Product, A Biosynthetic Approach. 2" Edition. Dobias J, Chudackova K, Voldrich M, Marek M. 2000. Properties of polyethylene films with incorporated benzoic anhydride andlor ethyl and propyl esters of 4-hydroxybenzoic acid and their suitability for food packaging. Food Add Contamin 17(12): 1047-53. El-Ghaouth A, Arul J, Ponnampalam R, Boulet M. 1991. Chitosan coating effect on storabiiity and quality of fresh strawberries. J Food Sci 56:1618-1620, 1631. El-Ghaouth A, Ponnampalam R, Castaigne F, Arul J. 1992. Chitosan coating to extend the storage life of tomatoes. Hortic Sci 27: 1016-1018. Fardiaz S. 1989. Penuntun PraKriRum Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB Press. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jilid ke-lJ. Jakarta: Gramedia.
Farrel KT. 1985. Spice, Condiment and Seasoning. Westport, Connecticut: The Avi Publishing Co. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1995. Kimia Organik Jilid 2. Aloysius Hadyana Pudjaatmaka HA, Penerjemah. Jakarta. Erlangga. Floros JD, Dock LL, Han JH. 1997. "Active packaging technologies and application". Food, Cosmetic and Drug Packaging 20: 10-17. Frazier WC, D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. 4" Edition. USA: McGraw-Hill. Inc.
Giannakopoulus,A, Guilbert S. 1986. Determination of sorbic acid difiivity in model food gels. JFood Techno1 21:339-342. Gontard N, Guilbert S, Cuq JL. 1993. Water and glicerol as plasticizers affect mechanical and water vapor barrier properties of edible wheat gluten film. Jof Food Science 57:190-195. Guenther E. 1952. The Essensial Oil. Volume ke-5. New York: D. Van Nostrand, Reinhold, Co. Guilbert S, Giannakopoulos A, Chefiel JC. 1985. Diffisivity of sorbic acid in food gels at high and intermediate water activities. Di dalam: Simatos D, Multon JL, Editor. Properties of water in foodr in relation to quality and stability. The Netherlands: Nijhoff Dordrecht. hlm 343. Gunawan D, Mulyani S. 2004. h'mu Obat Alum (Farmakognosi). Jilid ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya Han JH. 2000. "Antimicrobial food packagiig". Food Technology 54(3):56-65. Han JH. 2003. Antimicrobial food packaging. Di dalam: Ahvenainen R, Editor. Novel food packaging techniques. Cambridge England: Woodhead Publishing Limited. hlm 50-69. Harjanti RRAW. 1997. Pemanfaatan khitosan sebagai bahan pelapis tomat (Lycopersicum esculenum Mill) (skripsi). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Harris H. 1999. Kajian teknik formulasi terhadap karakteristik pati ubi kayu, aren dan sagu untuk mengemas produk pangan semi basah (Desertasi). Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hoaglaad, PD, Paris N. 1996. ChitosanIPectin laminated film. . I Agricultural Food Chemical44:1915-1919. Indriyati. 1987. Mempelajari aktivitas antibakteri biji picung (Pangium edule Reinw,) terhadap beberapa bakteri pembusuk ikan secara in v i m (skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertaniau, Institut Pertanian Bogor. Janes ME, Kooshesh S, Johnson MG. 2002. Control of Listeria monocytogenes on the surface of refrigerated, ready-toeat chicken coated with edible zein film coatings containing nisin andlor calcium propionate. J Food Sci 67~2754-2757. Kanatt SR, Chander R, Sharma A. 2008. Chitosan and mint mixture: A new preservative for meat and meat product. J Food Chemistry 107:845-852. Katayama T, Nagai I. 1960. Significance of the volatile component of spices, antibacterial activity of volatile component of nutmeg. J Fac. Fish. Anim. Husb, Hirosima University 2:355-359. 88
Kim FS, Kumar KR, Tharanathan RN. 1998. Funcional packaging properties of chitosan film. Z. Lebesm Unters Fotsch A 206:44-47. Krochta M, Baldwin EA, nisperos-Caniedo M. 1994. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Lancaster, Basel: Technomic Publ. Co. Inc. Krochta JM, DeMulder-Johnston C. 1997. Edible and biodegradable polymer films; Challenges and opportunities. Food Technology 51(2):61-74. Kumar M, B e d JS. 1998. Sensitivity of food pathogens to garlic ((Allium sativum L.). J Appl Microbiol84:213-2 15 Lastriyanto A. 1998. Penentuan permeabilitas film edibel terhadap uap air, oksigen dan karbondioksida (tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Li B, Kennedy IF, Peng JL, Yie X, Xie BJ. 2006. "Preparation and performance evaluation of glucomannan-chitin-nisinternary antimicrobial blend film". Jof Carbohydrate Polymers xxx, xxx-xxx. Lukman AAS. 1985. Pengaruh bubuk rimpang kunyit (Cwcuma domestics) dan residu ekstraknya terhadap beberapa basili gram positif (skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Manullang M. 1998. Pemanfaatan kitosan dalam minuman kaya serat makanan. Buletin Teknologi dun Zndustri 9(1):35-40. Mintardjono et al. 2005. Pemanfaatan liibah kulit udang sebagai bahan dasar isolasi chitin dan chitosan. Jurnal Perikanan l(2). Moeljanto RD, Mulyono CN. 2006. Khasiat dan Manfaaf Daun Sirih obat mujarab dari masa ke masa. Depok: Adromedia Pustaka Mustika T. 1999. Kajian awal proses poliierisasi film bioplastastik dengan bahan dasar khitosan (skripsi). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nychas GJE. 1999. Natural antimicronid from plants. Di dalam: Gould GW, Editor. New Methoak of Food Preservation. Gaithersburg, Maryland: Aspen Publishers, Inc. hlm 59-67. Nugroho NA. 1998. Manfaat h n prospek pengembangan kunyit. Ungaran: Trubus Agriwidya Nugroho HA. 2002. Karakteristik edible film khitosan dari kulit udang dengan penambahan gliserol (skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ouattara B, Simard RE, Piette G, Begin A, Holley RA. 2000. Diffusion of acetic and propionic acids from chitosan-based antimicrobial packaging films. J of Food Science 65(5):768-773. Park JW, Testin RF, Vergano DJ, Park HJ, Weller CL. 19%. Application of laminated edible film to potato chip packaging. Jof Food Science. 61(4): 766. Prayogo BEW, Sutaryadi. 1991. Pemanfaatan sirih untuk pelayanan kesehatan primer. Warta Tumbuhan Obat Indonesia I:1-9. Pelczar MJ Jr, Chan ECS. 1993. Dasar-dasw Mikrobiologi. Volume ke-1,2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, Penerjemah, Jakarta: UI Pr. Tejemahan dari: Element of Mikrobiology. Quintavalla S, Vicini L. 2002. "Antimicrobial food packaging in meat industry". Meat Scien 62(2002): 373-380. Rahayu WP. 2001. Penuntun Prakfikum Organoleptik. Bogor: Fakultas Telcnologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rampasad C, Sirsi M. 1956. Indian medical plant: Curcuma longa-in vitro antibacterial activity of curcumin and the essential oils. Abstract J. Sci. I d . Res. 1%: 239. Robertson GL. 1993. Food Packaging Principle and Practice. New York: Marcel Dekker, Inc. Rooney ML. 1995. Overview of active food packaging. Di dalam: Rooney ML, Editor. Active food packaging Glasgow, Ireland: Blackie Academic and Professional. hlm 1-37. Russel NJ, Gould GW, Editor. 1991. Food Preservaties. New York: Blackie Rustama MM, Sri RR, Joko K, Ratu S. 2005. Uji. Biotika 2:l-8. Safithri M 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri mastitis s u b k l i s s e a m in vitro dan in vivo pada ambing tikus putih (Rattus novergicus) (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Seydii AC, Sarikus G. 2006. "Antimicrobial activity of whey protein based edible film incorporated with oregano, rosemary and garlic essential oils". Food Research International 39(2006): 639-644. SNI 01-38 18. 1995. Baho Daging. Dewan Standarisasi Nasional. Soemarno. 1987. Pemeriksaan minyak atsiri dam sirih (Piper betle L.) segar dan yang telah telah dikeringkan (skripsi). Bandung: Departemen Farmasi, Institut Teknologi Bandung.
Steel RD, JH Tonie. 1993. Prinsip dun Prosedur Statistika. Bambang Sumantri, Penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Shelef LA. 1983. Antimicrobial effect of spices. JFood Safety 6:29-49. Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: ITB. Sugiarto E. 1986. Pengaruh penambahan bawang putih (Allium sativum L.) terhadap aktivitas pertumbuhan beberapa mikroba yang berperan dalam ragi roti (Skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sugiastuti S. 2002. Kajian Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle, L.) pada Daging Sapi Giling (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suharti S, Bintang M, W i a w a n KG. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe, dan bawang putih terhadap Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap perfonnans dan respon imun ayam pedaging. Media Peternakan 2852-62. S u k a r m i i E. 1997. Kajian sifat antimikroba ekstraksi daun sirih (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan rnikroba perusak dan patogen makanan (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suptijah P, Salamah E, Sumariyanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992. Pengaruh berbagai isolasi khitin h l i t udang terhadap mutunya. Bogor: Laporan Penelitian Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Surjana W. 2001. Pengawetan bakso daging sapi dengan bahan aditif kimia pada penyimpanan suhu kamar. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sunanti. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak tunggal bawang putih (Allium sativum L i m ) clan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) terhadap Salmonella fyphimurium (skripsi). Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Suwanto A. 1983. Mempelajari aktivitas antibakteri bubuk rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) (Skripsi). Bogor: Fakultas Telcnologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suwondo S, Sidik, Sumadilaga RS, Soelarko RM. 1991. aktivitas antibakteri sirih (Piper betle L.) terhadap bakteri gingivitis dan bakteri pembentuk plakkaries gigi (Stretococcus mutans). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1(1):1-4. Tampubolon OT. 1981. Tanaman Obat Tradisional. Jakarta: Kanisius.
Tandiyono. 1996. Pengaruh penggunaan Sodium Tripolifosfat, natrium propianat, clan boraks terhadap sifat fisik, daya simpan dan palatabilitas bakso pada penyimpanan suhu kamar (Skripsi). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Tharanathan RN.2003. Biodegradable films and composite coating: past, present and future. Trend in Food Science Technologi 14:71-78 Vermeiren L, Devlieghere F, van Besst M, de Kruijf N, Debevere J. 1999. Developments in the active packaging of foods. Trend! in Food Science Microbiology 64(3):77-86. Vermeiren L, Devlieghere F, Debevere J. 2002. Effectiveness of some recent antimicrobial packaging concepts. Food Additives and Contaminant, 19 (suppl.):163-171. Vojdani F, Torres JA. 1989. Potassium sorbate permeability of polysaccharide films: chitosan, methylcellulose and hydroxypropyl methylcellulose. J Wagner MK, Moberg LJ. 1989. Present and Future Use of Traditional Antimicrobials. Food Technology 43(1): 143-147. Warade, SD, Shinde KG. 1998. Di Dalam: D. K. Salunke & S. S. Kadam, Editor. Handbook of vegetable science and technologv USA: Marcel Dekker Inc. hlm 397-413. Weng YM, Hochkiss JH. 1992. Inhibition of surface molds on cheese by polyethylene containing the antimycotic imazalil. Journal of Food Protecton 55:367-369. Widyaningsih TD, Murtini, ES. 2006. Alternatij' pengganti formalin padaproduk pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Yovita I. 2000. Pengaruh penambahan berbagai bahan antimikroba terhadap daya awet bakso sapi pada penyimpanan suhu kamar (Skripsi). Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Zhuang RY, Beuchat LR, Chinuan MS, Shewfelt RL, Huang YW. 1996. Inactivation of Salmonella Montevideo on tomatoes by applying cellulosebased edible films.JFood Prot 59:808-812. Zivanovic S, Basurto C, Chi S, Davidson PM, Weis J. 2004. Molekular weight of chitosan influences antimicrobial activity in oil-in water emulsions. JFood Prot 67952-959.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji aktifitas Antimikroba Data hasil uji aktifitas antimikroba
Lampiran 2. Ketebalan film AM la. Data hasil pengamatan ketebalan film AM
2b. Uji kenormalan terhadap data ketebalan film AM Kolmogorov-Smirnov(a) Statistik df Sig, ,266 6 ,200(*)
I
Ketebalan
/
Normal Q4 Plot of Ketebalan
1
2c. Analisis ragarn ketebalan film AM
Jumlah kuadrat Perlakuan Sisa (Galat) Total
Kuadrat tengah
db 2 3 5
584,994 89,060 674,053
Fhitung 9,853
292,497 29,687
Sig, ,048
Keputusan: Sig < 0,05, maka tolak Ho, berarti agen antimikroba yang ditambahkan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap ketebalan film AM. 2d. Uji lanjut Duncan ketebalan film AM Perlakuan Bawang putih Kunyit Sirih Sig,
Subset for alpha = ,05
N 2 2 2
1 95,05000 103,13333
,235
2 103,13333 118,83350 ,063
Lampiran 3. Kuat tarik film AM 3a. Data hasil pengukuran kuat tarik film AM
3b. Contoh perhitungan kuat tarik Kuat tarik plastik film pada kode sampel Sirih ulangan 1, Data uji tarik = 0,28 kgf = 0,00125 cm Ketebalan film Lebat plastik film (A) = 1,s cm 16 Hasil uji tarik - -X Kuat tarik N A x tebal film (cm)
16 - -X 1
0,28 kgf 0,00125 cm x 1,5 cm
3c. Uji kenormalan terhadap data kuat tarik film AM Kolmogorov-Smirnov(a) statist& df sig, ,239 1 6( ,200(*)
1
Kuat Tar&
Normal ( 1 4 Plot of Kuat Tarik
3d. Analisis ragam kuat tarik film AM Jumlah kuadrat Perlakuan Sisa (Galat) Total
559,845 3205,483 3765,328
Kuadrat tengah
db 2 3 5
279,922 1068,494
Fhitung ,262
Sig, ,785
Lampiran 4. Persen pemanjangan film AM 4a. Data hasil pengukuran persen pemanjangan film AM
4b. Uji kenormalan terhadap data persen pemanjangan film AM Kohogorov-Smimov(a) statist& df sig, ,200(*) ,234 1 61
I
% Pemanjangan
Normal QQ Plot of % Pemanjangan
I
I 4m
Bm
I Bm
3 . m
Observed Value
f.Xa
1,m
1.-
4c. Analisis ragam persen pernanjangan film AM
Perlakuan Sisa (Galat) Total
Jumlah kuadrat 40209,109 908283,982 948493,091
db 2 3 5
Kuadrat tengah 20104,555 302761,327
Fhitung ,066
Sig, ,937
Lampiran 5. Laju transmisi oksigen film Ah4 5a. Data hasil pengukuran laju transmisi oksigen film AM
5b. Uji Kenormalan terhadap data laju transmisi oksigen film AM
02TR
Kolmo orov-Smirnov a Statistik ,248 ,200(*)
Nonnal Q Q Plot of OZTR I 1.0-
-
as-
E
z
B ""-
& as-
W
.,.o-
5c. Analisis ragam laju transmisi oksigen film AM
Perlakuan Sisa (Galat) Total
Jumlah kuadrat 8,959 79,589 88,548
db 2 3 5
Kuadrat tengah 4,479 26,530
Fhitung ,169
Si& ,852
Lampiram 6. Laju transmisi uap air (WVTR) 6a. Data hasil pengukuran laju transmisi uap air film AM
6b. Contoh perhitungan laju transmisi uap air film AM Laju transmisi uap air (WVTR) pada kode sampel Bawang putih ulangan 1 Berat plastik film dengan cawan awal
= 98,448
gram
Berat plastik film dengan cawan akhir
= 99,230
gram
Lama penyimpanan (t)
=
Laju transmisi uap air (WVTR)
-
4 hari
AA 0,002462mZx t
6c.Uji kenorrnalan terhadap data laju transmisi uap air film AM Kolmogorov-Smimov(a) Statistik df Sig, WVTR
,223
I 1
6
1
,200(*)
6c. Analisis ragam laju transmisi uap air film AM Jumlah kuadrat Perlakuan Sisa (Galat) Total
826.655 99.417 926.072
Kuadrat tengah
db 2 3 5
Fhitung
413,827 33.139
6d. Uji lanjut Duncan terhadap laju transmisi uap air film AM Perlakuan Sirih Bawang putih Kunyit Sig,
Subset for alpha = ,05 1 2
N 2 2 2
60,3450
1,000
79,8050 88,4250 ,23 1
12.488
Sig, ,035
Lampiran 7. Transparansi film Ah4 7a. Data hasil pengukuran transparansi AM film
Ulangan
Sirih 1 2
perlakuan Bawang putih Kunyit 0,129 0,293 0,301 0,129 0,265 0,288
7b. Uji kenormalan terhadap data transparmi film AM Kolmogorov-Smirnov(a) statistic df Sig, ,239 6 ,200(*)
I
Transparansi
1
1
7c. Andisis ragam transparami film Ah4 Jumlah Perlakuan
Sisa (Galat) Total
,000 ,001
,000
7d. Uji lanjut Duncan transparansi film AM Perlakuan Bawang Kunyit Sirih Sig,
N 2 2 2
Subset for alpha = ,05 2 1 ,002 1 ,02 19 ,0256 1,000 ,307
Lampiran 8. Uji Aktifitas film AM kunyit pada suhu 5, 15 dan 2S°C 8a. Data hasil uji aktifitas film AM kunyit pada suhu 5, 15 dan 2S°C
8b. Analisis ragam uji aktifitas film AM kunyit pada suhu 5,15 dan 2S°C Source
Correded Model Intercept suhu waktu suhu 'waktu Error Total Corrected Total
Type Ill Sum of Squares l0,796(a) 3,429 4,089 2.452 4.255 6,442 20.667 16.238
df 17 1 2 5 10 18 36 35
Mean Square ,635 3,429 2.045 .490 ,425 ,358
F 1.775 9.580 5.713 1.370 1,189
Sig, ,119 ,006 ,012 ,281 ,359
8c. Uji lanjut Duncan uji aktifitas film AM kunyit pada suhu 5, 15 dan 2S°C
-
Lampiran 9. Uji aktifitas film AM sirih pada suhu 5 , 1 5 dan 2S°C 9a. Data hasil uji aktifitas film AM sirih pada suhu 5 , 1 5 dan 2S°C
9b. Analisis ragam uji aktifitas film AM sirih pada suhu 5 , 1 5 dan 28OC Source C o d e d Model Intercept suhu waktu suhu 'waktu Error Total Correded Total
Type Ill Sum of Squares 10.911(a) 5,712 ,223 1.683 9,005 6.853 23.476 16.764
Mean Square
df 17 1 2 5 10 18 36 35
,642 5.712 ,111 ,337 ,901 ,381
F 1.686 15.004 ,293 ,884 2.365
Sig. ,141
,w1 ,750 ,512 ,054
-
Lampiran 10. Uji aktifitas film AM bawang putih pada suhu 5, 15 dan 2g°C 10a. Data hasil uji aktifitas AM film bawang putih pada suhu 5,15 dan 2g°C
Ob. Analisis ragam uji aktifitas film AM bawang putih pada suhu 5, 15 dan 28OC Source Corrected Model Intercept suhu waktu suhu 'waktu Error Total Corrected Total
Type Ill Sum of Squares 29.479(a) 60,944 6,813 15.722 5.943 6.325 96.748 36.804
df
.
17 1 2 5 10 18 36 35
Mean Square 1.734 60,944 3,907 3.144 ,594
F 4,261 149.756 9,600 6,727
Sig, ,002
1.460
,233
.MX)
,001 ,MX)
,407
10.2. Uji lanjut Duncan aktifitas film AM bawang putih pada suhu 5,15 dan 2g°C Subset
15 OC 28 oC
1,0883 1,9475
,408
Sig.
1.000
Subset Waktu Hari ke-4 Hari ke-O Hari ke-10 Hari ke-8 Hari ke-5 Hari ke-2
Sis,
N
6 6 6 6 6 6
1 ,4400 ,6267 ,9717
,188
3
2
,9717 1.6383
,087
1.6383 1,9333 2,1967 ,168
Lampiran 1 1. Pengujian kekerasan bakso 1 1a. Data hasil pengujian kekerasan bakso
Kunyit
294 2,50 2,47
1
2 Rata-rata
2,62
2,02
2,50 2,46 2,48
1,84
1,93
1 lb. Analisis ragam kekerasan bakso Type Ill Sum Source Corn%+& Model Intercept pedakuan pengamatan pedakuan 'pengamatan
of Squares 2.184(a) 110.167 ,276
df 11 1 3 2 6 12 24 23
.583 1,345 ,102 112,453 2.286
Error Total Com?ded Total
Mean Square ,199 110.167 ,092 ,281 ,224
,009
1 lc. Uji lanjut Duncan terhadap kekerasan bakso Subset Pedakuan Sirih KontrOl Bawang putih Kunyit
sic
N 6 6 6 6
1 2.0067 2,0867
,159
3
2 2,0867 2.1833 ,095
2.1833 2.2933 ,061
F
23,309 12935,501 10.799 33,041 26.320
Sig, ,000
.J' oO ,001
,000
,m
Subset Pengamatan Hari k e 2 Hari k e 3 Hari ke-I Sig.
N
I
8 8 8
2
3
1.9525 2,1475 2.3275 1,JcQ
1.JcQ
1.MX)
Lampiran 12. Pengujian pH bakso 12a. Data hasil pengukuran pH bakso
12b. Analisis ragam pH bakso Type Ill Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept perlakuan Pengarnatan (waktu) pellakuan 'pengamatan Error Total Correded Total
.56W
11
Mean Square ,052
1308.504
1
1308.504
,168 ,373 ,028
3 2 6 12 24 23
,056 ,186 ,005 ,001
df
,007 1309,079 ,575
I2c. Uji lanjut Duncan pH bakso Subset Perlakuan Kontml Bawang putih Sirih Kunyit Sig.
N 6 6 6 6
1 6.2442
2
3
6,3973
1,000
1,000
6.4342 6,4597 ,085
F 93,137 2358372.8 56 100.834 336.051 8,318
Sip. ,000
,m
.m ,m ,001
Pengamatan Hari ke-I Hari ke-2 Hari ke-3
Sig.
N
8
1 6.2573
Subset 2
3
6,3409
8 8 1.000
1,000
6,5534 1 ,000
Lampiran 13. Data hasil pengarnatan mikroorganisme
Lampiran 14. Uji organoleptik terhadap rasa bakso 14a. Data hasil pengujian rasa bakso terhadap 25 panelis
Keterangan : CO = film kontrol CB = film Ah4 bawang putih CS = film AM sirih CK = film Ah4 kunyit 14b. Analisis ragam rasa bakso Mean Rank 65.26 5652 25.10 54.12
N 25 25 25 25
Perlakuan Rasa Kontrol 6awang putih Sirih KunyU Total
100
Test Statistics(a,b)
Chi-square
29.671
Asyrnp, Sig,
14c. Uji lanjut Duncan terhadap rasa bakso Subset for alpha = ,05 Perlakuan Sirih Kunyit Bawang putih Kontml Sig.
2
1
N 25 25 25 25
2,40 3.52
1.000
3,60 3.88 ,184
Lampiran 15. Uji organoleptik terhadap aroma bakso 15a. Data hasil pengujian aroma bakso terhadap 25 panelis
Keterangan : CO =film kontrol CB = film AM bawang putih CS =film AM sirih CK = film AM kunyit 15b. Analisis ragam aroma bakso Perlakuan Penampakan
-
N Kontrol Bawang putih Sirih Kunyit Total ,
25 25 25 25 100
Mean Rank 58,92 59,48 53.64 29,96
Test Statistics(a,b)
K
Chiiuare
df
Penampakan 18,796 3
Asymp, S ig.
.MX)
7
15c. Uji lanjut Duncan terhadap aroma bakso Subset for alpha = -05 Perlakuan Kunyit Silih Kontml Bawang putih
Sg, ?
N
2
1
25 25 25 25
2.44
1,w
3,24 3.40 3.44 ,483
Lampiran 16. Uji organoleptik terhadap tekstur bakso 16a Data h&l pengujian tekstur bakso terhadap 25 panelis
Keterangan : CO =contxol CB = AM film bawang putih CS = AM film sirih CK = AM film kunyit 16b. Analisis ragam tekstur bakso N
Perlakuan Tekstur Kontrol Bawang putih Sirih Kunyl Total
Chiaquare
25 25 25 25 100
Mean Rank 56.52 56-58 51,14 3476 A
Tekstur 12.001
b m p . Sig.
16c. Uji lanjut Duncan terhadap tekstur bakso Subsel for alpha = -05 Perlakuan Kunyl Sirih Kontrol Bawang putih Sig.
N
1
25 25 25 25
.
2 2.92
3.40
,058
3.4'3 3.64 358 ,296
-
Lampiran 17. Standar film pada kondisi umum