PENGAPLIKASIAN PROSES TERMAL DAN PENGEMASAN VAKUM UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PRODUK WINGKO BABAT
FAUZIYYAH NUR FATHIN
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaplikasian Proses Termal dan Pengemasan Vakum untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk Wingko Babat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013 Fauziyyah Nur Fathin NIM F24080011
ABSTRAK FAUZIYYAH NUR FATHIN. Pengaplikasian Proses Termal dan Pengemasan Vakum untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk Wingko Babat. Dibimbing oleh SUGIYONO. Wingko babat merupakan produk pangan semi basah yang terbuat dari kelapa parut, tepung beras ketan, dan gula yang dipanggang dalam oven. Produk pangan tradisional ini tersohor sebagai oleh-oleh khas kota Semarang, Jawa Tengah. Sayangnya, wingko babat hanya tahan selama 2-4 hari pada suhu ruang. Tujuan penelitian ini adalah memperpanjang umur simpan produk wingko babat dalam kondisi penyimpanan suhu ruang dengan menggunakan kombinasi proses termal dan pengemasan vakum. Wingko babat dikemas dengan alumunium foil, secara vakum atau tidak vakum, kemudian dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 65 °C, 75 °C and 85 °C selama waktu yang memenuhi konsep 6D dan 12D untuk kapang dan khamir. Perbedaan perlakuan ini tidak menimbulkan perbedaan nyata pada atribut sensori produk (p>0.05). Berdasarkan pertimbangan efisiensi proses, dipilih perlakuan termal pada suhu 85 °C selama 10 menit (12D). Aplikasi perlakuan termal ini pada wingko babat yang dikemas secara vakum menunjukkan bahwa angka lempeng total (4.6 x 103 CFU/g), total kapang-khamir (3.0 x 102 CFU/g), dan kadar asam lemak bebas (0.66%) sampel masih memenuhi standar SNI 01-4311-1996 untuk wingko babat pada minggu ke-4. Namun, mutu sensori sampel sudah tidak dapat diterima pada minggu ke-2 akibat pengerasan tekstur. Kata kunci: pengemasan vakum, proses termal, umur simpan, wingko babat
ABSTRACT FAUZIYYAH NUR FATHIN. Application of Thermal Processing and Vacuum Packaging to Extend Shelf Life of Wingko Babat. Supervised by SUGIYONO. Wingko babat is an intermediate moisture food made from grated coconut, glutinous rice flour and sugar baked in an oven. It is well known as an indigenous food from Semarang, Central Java. Unfortunately, its shelf life is only 2-4 days at room temperature. The objective of this research was to extend the shelf life of wingko babat in room temperature using combination of thermal process and vacuum packaging. Wingko babats were packed in aluminum foil, in vacuum or non vacuum condition, then heated in a waterbath at 65 °C, 75 °C and 85 °C for certain time that met the concept of 6D and 12D for mold and yeast. Differences in treatment didn’t promote any significant differences on sensory attributes of the products (p>0.05). By considering efficiency of the process, the thermal process at 85 °C for 10 min (12D) was chosen. The application of this thermal process on vacuum packed wingko babat showed that total plate count (4.6 x 103 CFU/g), mold & yeast count (3.0 x 102 CFU/g) and free fatty acid level (0.66%) of the sample still met the SNI 01-4311-1996 for wingko babat at week 4. However, sample’s sensory were already unacceptable at week 2 due to texture hardening. Keywords: shelf life, thermal processing, vacuum packaging, wingko babat
PENGAPLIKASIAN PROSES TERMAL DAN PENGEMASAN VAKUM UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN PRODUK WINGKO BABAT
FAUZIYYAH NUR FATHIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaplikasian Proses Termal dan Pengemasan Vakum untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk Wingko Babat Nama : Fauziyyah Nur Fathin NIM : F24080011
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi berjudul ―Pengaplikasian Proses Termal dan Pengemasan Vakum untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk Wingko Babat‖ ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai Desember 2012 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, SEAFAST Center, dan F-Technopark. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Dr. Dra. Suliantari, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Di samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Gatot, Bapak Nurwanto, Bapak Junaedi, Bapak Deni, Bapak Rojak, Bapak Yahya, Ibu Rubiah, Ibu Sri, Mbak Fera, Teh Nurul, Bapak Sobirin, dan Bapak Ujang selaku staf teknisi yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu beserta seluruh keluarga, teman-teman ITP45, Jang Eunkyung sonsengnim dan teman-teman dari Unit Pelatihan Bahasa IPB, serta keluarga besar Pondok Assalamah atas segala doa, kasih sayang, semangat, masukan, kebersamaan, dan canda tawa selama ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pangan.
Bogor, Maret 2013 Fauziyyah Nur Fathin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Wingko Babat
3
Intermediate Moisture Food
3
Kerusakan Mutu Intermediate Moisture Food
4
Konsep Hurdle
4
Kemasan Hermetis
5
Proses Termal
5
METODE PENELITIAN
7
Bahan
7
Alat
7
Tahapan Penelitian
8
Prosedur Analisis
11
Analisis Data
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Pembuatan Produk Wingko Babat
14
Penentuan Mikroba Target untuk Proses Termal
16
Uji Distribusi dan Penetrasi Termal
18
Aplikasi Perlakuan pada Produk Wingko Babat
23
Pemilihan Perlakuan Terbaik
24
Uji Penyimpanan
25
Analisis Profil Tekstur
26
Kadar Air
27
Aktivitas Air (aw)
29
Derajat Keasaman (pH)
30
Kadar Asam Lemak Bebas
31
Angka Lempeng Total
33
Total Kapang-Khamir
35
Nilai Penerimaan Panelis terhadap Atribut Sensori
37
SIMPULAN DAN SARAN
44
Simpulan
44
Saran
45
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
89
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Formulasi adonan wingko babat Kode yang digunakan untuk masing-masing perlakuan Pengaturan texture analyzer untuk wingko babat Pengamatan sensori selama penyimpanan terhadap wingko babat hasil uji coba ke-1 Pengamatan sensori selama penyimpanan terhadap wingko babat hasil uji coba ke-2 Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw intermediate moisture food Nilai D dan z beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw intermediate moisture food Waktu yang diperlukan untuk mencapai 6D dan 12D pada proses termal dengan suhu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C Hasil uji rating hedonik terhadap beberapa atribut sensori sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan
8 10 11 15 16 17 17 23 24
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Diagram alir proses pengolahan produk wingko babat Skala garis yang digunakan dalam uji rating hedonik Contoh grafik hasil analisis profil tektur (a) Wingko babat yang dicetak sebelum pemanggangan; (b) Wingko babat yang dicetak setelah pemanggangan (a) Wingko babat dalam kemasan vakum; (b) Wingko babat dalam kemasan tidak vakum; (c) Dummy berisi air Posisi termokopel di dalam waterbath Distribusi termal di dalam waterbath selama proses termal pada suhu 85°C Perubahan suhu sampel selama proses pemanasan pada suhu 65 °C (a), 75 °C (b), dan 85 °C (c) Perubahan kekerasan (hardness) dan daya kunyah (chewiness) selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan kadar air selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan nilai aw selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan nilai pH selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan angka lempeng total selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan total kapang-khamir selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut warna selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut aroma selama penyimpanan pada suhu ruang Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut rasa selama penyimpanan pada suhu ruang
9 10 12 15 18 19 20 21 26 28 29 30 32 34 35 37 38 39
19 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut tekstur selama penyimpanan pada suhu ruang 20 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut keseluruhan (overall) selama penyimpanan pada suhu ruang
40 42
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data distribusi termal di dalam waterbath selama proses termal pada suhu 85°C 2 Data penetrasi termal pada suhu 65 °C 3 Data penetrasi termal pada suhu 75 °C 4 Data penetrasi termal pada suhu 85 °C 5 Perubahan mutu sensori sampel wingko babat selama penyimpanan dalam suhu ruang pada selama 2 minggu 6 Rekapitulasi hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna dan aroma sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan 7 Rekapitulasi hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa dan tekstur sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan 8 Rekapitulasi hasil uji rating hedonik terhadap atribut keseluruhan (overall) sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan 9 Hasil pengolahan data uji rating hedonik sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan dengan software SPSS 16.0 10 Perubahan kekerasan/hardness (gram force) selama penyimpanan pada suhu ruang 11 Perubahan daya kunyah/chewiness (gram force) selama penyimpanan pada suhu ruang 12 Perubahan kadar air (%) selama penyimpanan pada suhu ruang 13 Perubahan nilai aw selama penyimpanan pada suhu ruang 14 Perubahan pH selama penyimpanan pada suhu ruang 15 Perubahan kadar asam lemak bebas (%) selama penyimpanan pada suhu ruang 16 Perubahan angka lempeng total (CFU/g) selama penyimpanan pada suhu ruang 17 Perubahan total kapang-khamir (CFU/g) selama penyimpanan pada suhu ruang 18 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap beberapa atribut sensori selama penyimpanan pada suhu ruang 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 60 60 61 61 61 62 62 62 63 76
PENDAHULUAN Latar Belakang Wingko babat (kue wingko) adalah makanan semi basah yang terbuat dari tepung ketan, kelapa parut, dan gula yang dipanggang dengan menggunakan oven (BSN 1996). Makanan tradisional ini dikenal sebagai oleh-oleh khas kota Semarang. Wingko babat khas Semarang berbetuk bulat pipih dengan diameter sekitar 5 cm, tebal 1 cm, dan umumnya dikemas secara individual menggunakan kemasan kertas (Pertiwi et al. 2005). Sayangnya, wingko babat memiliki umur simpan yang sangat singkat, yaitu 2-4 hari (Erwin 2003; Hadibroto et al. 2007) sehingga jangkauan pemasarannya menjadi sangat terbatas. Menurut Herawati (2008), umur simpan produk pangan dapat diperpanjang jika faktor-faktor utama yang menyebabkan penurunan mutunya diketahui. Salah satu faktor utama yang menjadi penyebab kerusakan produk wingko babat adalah pertumbuhan mikroorganisme, terutama kapang. Produk pangan yang kaya akan karbohidrat sangat rentan terhadap kapang perusak pangan (Abdullah et al. 2000). Di samping itu, faktor lain yang menjadi penyebab utama kerusakan produk wingko babat adalah ketengikan. Ketengikan atau rancidity adalah indikator kerusakan komponen lemak pada produk pangan yang dicirikan dengan timbulnya aroma yang menyimpang atau off-flavor (Coultate 2009). Kerusakan komponen lemak ini dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi akibat paparan oksigen maupun reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh air dan enzim lipase yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Coultate 2009). Laju penurunan mutu produk pangan dapat diperlambat dengan memperbaiki teknik penanganan produk, teknik pengemasan, dan kondisi penyimpanan (Berk 2009). Pertiwi et al. (2005) telah berhasil memperpanjang umur simpan wingko babat dari 1-2 hari menjadi 3 hari dengan cara memodifikasi proses pengolahannya, yaitu dengan cara mengukus terlebih dahulu kelapa parut yang digunakan sebagai bahan baku dan menggunakan loyang bersekat. Penemuan tersebut masih dapat dikembangkan untuk mendapatkan umur simpan produk wingko babat yang lebih panjang, yaitu dengan menerapkan konsep hurdle. Teknologi hurdle banyak digunakan sebagai teknik pengawetan pangan yang efektif, baik di negara industri maupun negara berkembang (Leistner 2000). Strategi pengawetan produk pangan dalam konsep hurdle dilakukan dengan menerapkan kombinasi beberapa teknik pengawetan yang berbeda (Allende et al. 2006). Beberapa hurdle yang paling penting di dalam pengawetan produk pangan adalah suhu (tinggi atau rendah), aw, pH, potensial redoks (Eh), bahan pengawet, dan mikroorganisme kompetitif (Leistner 2000). Kombinasi teknik pengawetan dengan menerapkan proses termal dan teknik pengemasan vakum dapat dilakukan untuk meningkatkan kestabilan produk intermediate moisture food selama penyimpanan pada suhu ruang (Leistner dan Gould 2002). Proses termal yang dilakukan terhadap produk pangan dalam kemasan (canning) adalah salah satu metode yang paling sering digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan (Awuah et al. 2007). Proses termal digunakan untuk menghilangkan atau menurunkan jumlah mikroba awal sampai tingkat yang dapat diterima (Sinha et al. 2011). Pengaplikasian proses termal
2 sebagai metode pengawetan telah banyak diteliti dan diterapkan pada berbagai jenis produk pangan, seperti pada telur (Hamid-Samimi dan Swartzel 1985; Schuman dan Sheldon 2003; Miller et al. 2010), daging kepiting (Ghazala dan Trenholm 2007), pulp buah markisa (Janzantti et al. 2012), sari apel (Annamalai et al. 2007), serta jus anggur dan wine (Malletroit et al. 1991). Sementara itu, kemasan hermetis melindungi produk pangan dari kontaminasi mikroorganisme, kotoran, serta pertukaran gas dan uap air (Parker 2003). Teknik pengemasan vakum dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan/atau mengurangi reaksi kimia yang dapat menurunkan umur simpan, seperti reaksi oksidasi (CSIRO 2010). Penggunaan teknik pengemasan vakum telah banyak diterapkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan produk pangan (Hintlian dan Hotchkiss 1986; Gorris dan Peppelenbos 1992; Varoquaux dan Nguyen 1994). Teknik pengemasan vakum juga telah digunakan oleh beberapa jenis produk wingko babat yang dijual secara komersial. Teknik pengemasan vakum telah terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada roti iris (Gutierrez et al. 2011), keju Afrika (Adetunji dan Chen 2011), dan keju Turki (Andic et al. 2011), serta menghambat pertumbuhan mikroba, reaksi oksidasi, dan perubahan warna pada bakso (Ozturk et al. 2010) dan daging cincang dalam kaleng (Degirmencioglu et al. 2012) selama penyimpanan. Berdasarkan berbagai penelitian yang telah ada, proses termal diharapkan dapat menurunkan jumlah mikroba awal pada produk. Sementara itu, pengemasan vakum diharapkan dapat melindungi produk dari kontaminasi dan paparan oksigen. Dengan demikian, proses termal yang dikombinasikan dengan pengemasan vakum diharapkan dapat mengatasi pertumbuhan kapang serta menghambat reaksi kimia yang menimbulkan aroma menyimpang atau off-flavor pada produk wingko babat. Pendekatan inilah yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperpanjang umur simpan produk wingko babat pada kondisi penyimpanan di suhu ruang.
Perumusan Masalah Permasalahan yang hendak dijawab melalui penelitian ini secara umum adalah pendeknya umur simpan produk wingko babat yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang dan ketengikan (rancidity). Penyebab utama kerusakan produk wingko babat oleh kapang diduga adalah tingginya jumlah mikroba awal pada produk. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan perlakuan termal. Sementara itu, kerusakan produk wingko babat yang diakibatkan oleh timbulnya ketengikan dapat diatasi dengan menggunakan pengemasan vakum. Pengemasan vakum mencegah paparan oksigen terhadap produk sehingga menghambat reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan aroma menyimpang atau off-flavor. Singkatnya, pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah konsep hurdle yang mengombinasikan proses termal dan teknik pengemasan vakum. Secara khusus, perumusan masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah (1) mikroba yang menjadi target proses termal, (2) sifat penetrasi termal produk wingko babat, (3) kombinasi suhu dan waktu proses termal, serta (4) perubahan mutu selama penyimpanan pada suhu ruang.
3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memperpanjang umur simpan produk wingko babat dalam kondisi penyimpanan suhu ruang dengan menggunakan kombinasi proses termal dan teknik pengemasan vakum.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, khususnya untuk produsen wingko babat mengenai cara memperpanjang umur simpan produk wingko babat agar dapat disimpan pada suhu ruang tanpa menggunakan bahan pengawet sehingga dapat mengangkat potensi wingko babat sebagai produk pangan tradisional.
TINJAUAN PUSTAKA Wingko Babat Wingko babat adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang tersohor sebagai buah tangan khas kota Semarang, Jawa Tengah. Menurut SNI 014311-1996, wingko babat atau kue wingko adalah makanan semi basah yang terbuat dari tepung ketan, kelapa parut, dan gula yang dipanggang dengan menggunakan oven. Wingko babat secara tradisional umumnya dicetak menjadi bentuk bulat pipih dan dipanggang dengan menggunakan tungku. Produk wingko babat dapat ditemukan dalam bentuk bundar berukuran besar maupun dalam ukuran kecil dengan kemasan kertas (Ihsan 2010). Makanan ini memiliki rasa yang gurih, tekstur yang legit, dan aroma yang khas. Wingko babat sangat populer di kawasan pantai utara pulau Jawa dan banyak ditemukan di sekitar stasiun kereta, terminal bus, dan toko-toko (Ihsan 2010). Sayangnya, produk wingko babat memiliki umur simpan yang sangat singkat, yaitu 2-4 hari (Erwin 2003; Hadibroto et al. 2007) sehingga jangkauan pemasarannya sangat terbatas.
Intermediate Moisture Food Intermediate moisture food adalah produk pangan yang secara umum memiliki kadar air 10-50% dan aktivitas air (aw) 0.60-0.90 (Barbosa-Cánovas et al. 2007). Semetara itu, Muchtadi (2008) mendefinisikan intermediate moisture food sebagai produk pangan dengan kadar air 10-40% dan aktivitas air (aw) 0.600.85 yang secara umum kurang mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Intermediate moisture food atau produk pangan semi basah merupakan salah satu teknik pengawetan produk pangan yang tertua. Mekanisme pengawetannya berasal dari tekanan osmotik yang tinggi akibat tingginya konsentrasi padatan terlarut, serta efek pengawetan yang berasal dari penambahan garam, asam, dan zat terlarut lainnya (Potter dan Hotchkiss 1998). Menurut Barbosa-Cánovas et al.
4 (2007), intermediate moisture food umumnya didesain agar dapat disimpan pada suhu ruang selama beberapa bulan dan dapat langsung dikonsumsi tanpa rehidrasi.
Kerusakan Mutu Intermediate Moisture Food Kerusakan mutu pangan adalah kondisi dimana produk pangan menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan (Muchtadi 2008). Menurut Marriott dan Gravani (2006), terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik. Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan penurunan mutu pada produk pangan, seperti oksidasi lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan aroma, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun. Aktivitas air (aw) pada produk intermediate moisture food secara umum berada pada rentang yang cukup rendah untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan khamir (Muchtadi 2008; Enrione et al. 2012). Akan tetapi, nilai aw tersebut cukup tinggi untuk pertumbuhan beberapa jenis kapang (Bhat et al. 2012). Oleh sebab itu, kondisi penyimpanan yang kurang baik dapat meningkatkan resiko kerusakan produk oleh kapang. Walaupun sebagian besar kapang tidak menimbulkan ancaman kesehatan, beberapa jenis kapang dapat menghasilkan mikotoksin yang bersifat toksik dan karsinogenik pada manusia (Mendez-Albores et al. 2003; Marriott dan Gravani 2006). Di samping itu, kontaminasi kapang dapat menimbulkan penyimpangan aroma dan flavor produk akibat reaksi enzimatik dan fermentasi dengan komponen karbohidrat, lemak, dan protein pada produk pangan (Marriott dan Gravani 2006; Brody et al. 2008). Ketengikan (rancidity) adalah faktor penyebab kerusakan mutu yang juga harus diwaspadai pada produk intermediate moisture food yang memiliki kadar lemak tinggi. Ketengikan merupakan indikator kerusakan komponen lemak pada produk pangan yang dicirikan dengan timbulnya aroma yang menyimpang atau off-flavor (Coultate 2009). Penurunan mutu akibat ketengikan dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu ketengikan oksidatif dan hirolitik (Vaclavik dan Christian 2008). Ketengikan oksidatif disebabkan oleh reaksi oksidasi antara asam lemak tidak jenuh dengan oksigen, sedangkan ketengikan hidrolitik disebabkan oleh reaksi hidrolisis trigliserida pada komponen lemak yang dikatalisis oleh adanya air dan enzim lipase yang disekresikan oleh mikroba, menghasilkan asam lemak bebas berantai pendek (Coultate 2009).
Konsep Hurdle Konsep hurdle adalah teknik pengawetan pangan dengan cara menerapkan kombinasi beberapa teknik atau faktor penghambat untuk memperoleh efek stabilitas produk yang maksimal (Allende et al. 2006). Dengan menerapkan konsep hurdle, pengolahan dengan menggunakan proses termal yang dikombinasikan dengan pengemasan secara hermetis dapat dilakukan untuk
5 meningkatkan kestabilan produk intermediate moisture food selama penyimpanan pada suhu ruang (Leistner dan Gould 2002). Proses termal digunakan untuk menghilangkan atau menurunkan jumlah mikroba awal sampai tingkat yang dapat diterima (Sinha et al. 2011). Sementara itu, kemasan hermetis dapat melindungi produk pangan dari kontaminasi mikroorganisme, kotoran, serta pertukaran gas dan uap air (Parker 2003). Oleh sebab itu, proses termal yang dikombinasikan dengan teknik pengemasan yang baik tidak hanya mencegah kerusakan produk yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba, tetapi juga mencegah masuknya oksigen dan mempertahankan kadar air produk sehingga dapat mencegah timbulnya ketengikan (rancidity).
Kemasan Hermetis Kemasan hermetis adalah kemasan kedap yang dapat melindungi produk pangan dari kontaminasi mikroorganisme, kotoran, dan pertukaran gas dan uap air (Parker 2003; Marsh dan Bugusu 2007). Aluminium foil adalah salah satu jenis kemasan fleksibel yang memiliki ketahanan yang baik terhadap cahaya, minyak, uap air, transmisi gas, dan aroma (Manley 2000; Beckett 2011). Selain pemilihan bahan kemasan, pemilihan teknik pengemasan yang tepat juga menjadi faktor penting dalam mendesain kemasan suatu produk pangan. Teknik pengemasan vakum adalah teknik pengemasan dengan cara mengeluarkan sebagian besar udara dari dalam kemasan dengan tujuan menghilangkan oksigen sehingga menciptakan kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan dan mengurangi reaksi kimia yang dapat menurunkan umur simpan, misalnya reaksi oksidasi (CSIRO 2010).
Proses Termal Proses termal adalah metode yang paling banyak digunakan untuk menghilangkan atau menurunkan jumlah mikroba awal sampai tingkat yang dapat diterima (Sinha et al. 2011). Menurut Muchtadi (2008), kalkulasi yang dilakukan untuk mendesain sebuah proses termal membutuhkan berbagai data dan pengukuran. Dua jenis data yang paling utama adalah data kinetika inaktivasi termal, yaitu thermal death time (TDT) untuk mikroorganisme yang menjadi target serta data distribusi dan penetrasi termal pada produk pangan di dalam kemasan dengan jenis dan ukuran tertentu. Data TDT menggambarkan ketahanan relatif mikroorganisme yang menjadi target di dalam proses termal terhadap suhu tertentu (Muchtadi 2008). Ketahanan atau sensitifitas mikroorganisme terhadap suhu pemanasan sering dinyatakan dengan menggunakan konsep decimal reduction time (Kusnandar et al. 2006). Nilai D didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mereduksi jumlah sel vegetatif mikroorganisme sebesar 90% atau sebanyak 1 logaritmik pada suhu tertentu (Sukasih dan Setyadjit 2008). Nilai D dipengaruhi oleh suhu, dimana peningkatan suhu pemanasan berkorelasi terhadap penurunan waktu yang dibutuhkan untuk mereduksi jumlah mikroorganisme (Kusnandar et al. 2006). Sensitivitas nilai D terhadap suhu sering dinyatakan dengan nilai z, yaitu
6 perubahan suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 1 siklus logaritmik (Anderson et al. 2011). Penentuan kombinasi suhu dan waktu yang diperlukan untuk mencapai pengurangan jumlah mikroorganisme yang menjadi target sering dilakukan dengan menggunakan konsep kecukupan proses termal, yaitu dengan menggunakan nilai F. Secara umum, nilai F didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu (Berk 2009). Menurut Kusnandar et al. (2006), nilai F pada suhu tertentu merupakan hasil perkalian dari nilai D mikroorganisme target pada suhu tersebut dengan jumlah penurunan siklus logaritmik (S) yang diharapkan. Konsep 12D merupakan konsep yang umum digunakan dalam proses sterilisasi komersial, dimana penurunan jumlah mikroba target yang diharapkan adalah sebanyak 12 siklus logaritmik. Artinya, jika jumlah mikroba awal pada produk adalah 103 CFU/ml maka peluang jumlah mikroba yang tersisa setelah proses termal adalah sebanyak 10-9 CFU/ml. Sementara itu, konsep 6D diterapkan dalam proses pasteurisasi produk pangan yang target penurunan jumlah mikrobanya lebih rendah daripada sterilisasi komersial. Pada proses pasteurisasi, penurunan jumlah mikroba target yang diharapkan adalah sebanyak 6 siklus logaritmik. Artinya, jika jumlah mikroba awal pada produk adalah 103 CFU/ml maka peluang jumlah mikroba yang tersisa setelah proses termal adalah sebanyak 10-3 CFU/ml. Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada level yang diinginkan dapat dievaluasi dengan nilai F proses yang diperoleh dari hasil uji distribusi dan penetrasi termal (Anderson et al. 2011). Pengukuran penetrasi panas umumnya dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dipasang pada titik terdingin (coldest point) produk, yaitu titik yang mengalami pemanasan paling lambat (Muchtadi 2008). Menurut Muchtadi (2008), analisis data penetrasi panas untuk menghitung kecukupan proses termal dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode umum dan metode formula. Metode umum adalah metode yang paling teliti dalam mengkalkulasi proses termal karena menggunakan data penetrasi panas yang diperoleh dari hasil pengukuran tanpa mengasumsikan hubungan suhu-waktu dari produk tersebut. Nilai letalitas proses dapat dihitung dengan integral nilai letalitas (L) terhadap waktu proses menggunakan persamaan berikut: Fo =
t Lt 0
dt
Efek letalitas pada suhu tertentu yang dibandingkan dengan suhu standar disebut lethal rate (LR). Nilai LR proses ditentukan dengan mengonversi waktu proses pada suhu tertentu ke dalam waktu ekivalen pada suhu standar dengan menggunakan rumus: LR = 10 [(T – 250)/z] atau LR = 10 [(T – 121.1)/z] Nilai lethal rate tidak memiliki satuan, yaitu bernilai 1 pada suhu standar. Pada suhu di bawah suhu standar, nilai LR kurang dari 1. Sebaliknya, jika suhu lebih tinggi dari suhu standar, nilai LR lebih dari 1. Nilai LR dapat digunakan untuk menghitung nilai F pada suhu tersebut (Kusnandar et al. 2006), yaitu dengan menggunakan persamaan: FT = Fo/LRT
7 Sementara itu, perhitungan kecukupan proses termal dengan metode formula dilakukan dengan cara memplotkan data suhu dan waktu dari uji penetrasi ke dalam kurva semilogaritmik. Perbedaan suhu retort dan suhu produk diplotkan ke dalam sumbu y pada skala logaritmik, sedangkan waktu proses diplotkan pada sumbu x dengan skala linier (Muchtadi 2008). Persamaan yang digunakan dalam metode formula adalah sebagai berikut: tB = (fh) log (Jh·Ih/g) tp = tB – 0.42 tc Keterangan: tB = Ball processing time, yaitu waktu proses yang belum dikoreksi dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu proses (menit) = nilai kemiringan kurva pemanasan atau waktu yang diperlukan oleh garis fh pada kurva penetrasi panas untuk melalui 1 siklus log (menit) Jh = faktor kelambatan (lag factor) sebelum laju penetrasi mencapai fh Ih = perbedaan suhu retort dengan suhu awal produk pada titik terdingin (°F) g = perbedaan suhu retort dengan suhu produk pada akhir pemanasan (°F) tp = operator time, yaitu waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses yang diinginkan sampai suplai uap dihentikan (menit) tc = come up time, yaitu waktu sejak uap dialirkan sampai retort mencapai suhu proses yang diinginkan (menit)
METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan wingko babat adalah tepung beras ketan, kelapa parut, gula pasir, margarin, garam, vanili, dan air. Tepung beras ketan yang digunakan adalah produk tepung beras ketan dalam kemasan yang dapat diperoleh di pasar swalayan, sedangkan kelapa parut berasal dari kelapa setengah tua yang diperoleh di Pasar Bogor. Bahan pengemas yang digunakan adalah alumunium foil. Sementara itu, bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah metanol, kloroform, larutan NaOH 0.1 N, etanol 95 %, KHP (kalium hidrogen ftalat), indikator fenolftalein, PCA (plate count agar), PDA (potato dextrose agar), kloramfenikol, KH2PO4, dan air destilata.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan pengolahan dan peralatan analisis. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan produk wingko babat adalah oven Getra model RFL-36, sealer merk Hualian model Golden 350, sealer vakum Powerpack model DZQ400-2D, waterbath/steam blancher Armfield, boiler Fulton model EB 1868, kompor, panci kukus, loyang, pencetak, baskom, dan sendok pengaduk. Sementara itu, peralatan analisis yang digunakan meliputi neraca analitik Precisa Swissmade model XT220A, pH-meter Orion model 210A, aw-meter Shibaura model WA-360, oven
8 vakum Ogawa Seiki model VO-7-3, texture analyzer TA-XT2i Stable Micro System, sonikator Branson model 8510, recorder Omega model DR130, rotary evaporator, autoklaf, oven, vortex, inkubator, desikator, buret, cawan alumunium, dan alat-alat gelas (labu takar, pipet mohr, gelas piala, labu erlenmeyer, cawan petri, dan sebagainya).
Tahapan Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi enam tahap, yaitu (1) pembuatan produk wingko babat, (2) penentuan mikroba target untuk proses termal, (3) uji distribusi dan penetrasi termal, (4) aplikasi perlakuan pada produk wingko babat, (5) pemilihan perlakuan terbaik, serta (6) uji penyimpanan secara fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Pembuatan Produk Wingko Babat Formulasi produk wingko babat yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi yang berasal dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Pertiwi et al. (2005). Proses pembuatan produk wingko babat dimulai dengan persiapan dan penimbangan bahan sesuai dengan formulasi adonan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kelapa parut yang digunakan sebagai salah satu bahan baku dikukus terlebih dahulu selama 15 menit. Tabel 1 Formulasi adonan wingko babata Komposisi Tepung beras ketan Kelapa parut Gula pasir Margarin Kulit jeruk purut Garam Vanili Air a
Jumlah (gram) 1 000 1 700 600 100 10 10 4 1 000
Sumber: (Pertiwi et al. 2005).
Pembuatan adonan dilakukan melalui tiga tahap pencampuran. Tahap pertama adalah pencampuran bahan-bahan kering yang terdiri dari tepung beras ketan, gula pasir, kulit jeruk purut, garam, dan vanili. Pada tahap kedua, kelapa parut yang telah dikukus ditambahkan ke dalam adonan bahan kering yang sudah tercampur rata. Kemudian, pada tahap pencampuran yang ketiga, margarin dan air dicampurkan ke dalam adonan. Tahap selanjutnya adalah pencetakan adonan wingko babat di dalam loyang yang sudah diberi alas daun pisang, kemudian dilakukan pemanggangan di dalam oven pada suhu 180 °C selama 90 menit. Diagram alir proses pengolahan produk wingko babat dapat dilihat pada Gambar 1.
9 Gula pasir 600 g
Tepung beras ketan 1000 g
Kulit jeruk purut 10 g Pencampuran 1 Garam 10 g Vanili 4 g
Kelapa parut 1700 g
Pengukusan (15 menit)
Pencampuran 2
Margarin 100 g
Pencampuran 3
Air 1000 ml Pencetakan
Pemanggangan dengan oven pada suhu 180 ⁰C (90 menit)
Wingko babat
Gambar 1 Diagram alir proses pengolahan produk wingko babat Penentuan Mikroba Target untuk Proses Termal Penentuan mikroorganisme yang menjadi target dalam proses termal untuk produk wingko babat dilakukan dengan pengumpulan data berbagai jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw produk intermediate moisture food. Data ini meliputi jenis mikroorganisme, aw optimal, serta nilai D dan z masing-masing mikroorganisme. Mikroorganisme yang memiliki ketahanan terhadap proses termal yang tertinggi di antara berbagai mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk wingko babat dipilih sebagai mikroorganisme target. Uji Distribusi dan Penetrasi Termal Uji distribusi termal dilakukan untuk mengamati perubahan suhu media pemanas (air) pada beberapa titik di dalam alat pemanas (waterbath) selama dilakukan proses termal pada selang waktu tertentu. Pengukuran suhu ini dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dihubungkan dengan alat pencetak data, yaitu recorder Omega model DR130. Dari uji distribusi ini diperoleh data posisi titik terdingin (coldest point) di dalam alat pemanas. Selanjutnya, dilakukan uji penetrasi termal untuk memperoleh data penetrasi panas ke dalam produk selama proses termal. Pada uji penetrasi termal, termokopel dipasang di bagian tengah produk yang diletakkan pada posisi titik terdingin di dalam waterbath. Data perubahan suhu produk pada titik terdingin
10 selama proses termal yang diperoleh dari uji penetrasi ini digunakan untuk menentukan kecukupan desain proses termal. Aplikasi Perlakuan pada Produk Wingko Babat Perlakuan termal dengan menggunakan waterbath pada suhu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C selama waktu tertentu yang memenuhi konsep 6D dan 12D diaplikasikan pada produk wingko babat yang telah dikemas dengan alumunium foil, baik secara vakum maupun tidak vakum. Waktu proses yang dibutuhkan untuk masing-masing perlakuan ditentukan berdasarkan data yang diperoleh dari uji distribusi dan penetrasi termal yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk mempermudah, digunakan pengodean untuk masing-masing perlakuan (Tabel 2). Tabel 2 Kode yang digunakan untuk masing-masing perlakuan Kode
Perlakuan
A1 A2 B1 B2 B3 C1 C2
Teknik pengemasan vakum Teknik pengemasan tidak vakum Proses termal pada suhu 65 °C Proses termal pada suhu 75 °C Proses termal pada suhu 85 °C Waktu proses termal yang memenuhi konsep 6D Waktu proses termal yang memenuhi konsep 12D
Pemilihan Perlakuan Terbaik Perlakuan pengemasan dan proses termal diaplikasikan terhadap wingko babat, kemudian disimpan pada suhu ruang. Wingko babat yang masih layak secara sensori setelah disimpan selama 2 minggu selanjutnya diuji secara organoleptik, yaitu dengan menggunakan uji rating hedonik. Uji rating hedonik dilakukan oleh 74 orang panelis tidak terlatih terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan (overall) wingko babat. Penilaian panelis terhadap atribut sensori dilakukan dengan menggunakan skala garis yang berukuran 15 cm (Gambar 2). Masing-masing tanda batas diberi label dengan deskripsi intensitas kesukaan, yaitu ―sangat tidak suka‖ pada ujung kiri garis dan ―sangat suka‖ pada ujung kanan garis. Data penilaian panelis diperoleh dengan cara mengukur jarak dari ujung kiri garis sampai tanda yang diberikan sebagai respon oleh panelis, yaitu berupa tanda silang atau garis vertikal. Analisis data dilakukan dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance) dengan uji lanjut Duncan (Meilgaard et al. 1999). 0 Sangat tidak suka
2.5 Tidak suka
5.0 Agak tidak suka
7.5 Netral
10.0 Agak suka
12.5 Suka
15.0 Sangat suka
Gambar 2 Skala garis yang digunakan dalam uji rating hedonik Data yang diperoleh dari uji organoleptik ini digunakan sebagai dasar untuk menyeleksi perlakuan terbaik yang menghasilkan produk wingko babat dengan nilai penerimaan mutu sensori tertinggi. Perlakuan yang terpilih juga merupakan
11 perlakuan yang menghasilkan produk yang sudah memenuhi target penyimpanan minimal, yaitu sudah dipastikan masih layak secara sensori setelah disimpan pada suhu ruang selama 2 minggu. Uji Penyimpanan Perlakuan yang terpilih selanjutnya diaplikasikan pada produk wingko babat, kemudian disimpan pada suhu ruang dan diamati perubahan mutunya secara fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik setiap minggu, yaitu pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Pengamatan yang dilakukan meliputi analisis profil tekstur, kadar air, aktivitas air (aw), pH, kadar asam lemak bebas, angka lempeng total, total kapang-khamir, dan uji penerimaan sensori.
Prosedur Analisis Analisis Profil Tekstur Analisis profil tekstur dilakukan dengan menggunakan texture analyzer TAXT2i Stable Micro System dengan probe P/75 yang berbentuk silinder dengan diameter 75 mm. Sebelum digunakan untuk menganalisis sampel, probe dikalibrasi dengan ketinggian 20 mm. Pengaturan texture analyzer yang digunakan untuk sampel wingko babat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Pengaturan texture analyzer untuk wingko babat Test mode
Texture Profile Analysis
Pre test speed Test speed Post test speed Rupture test dist. Distance Force Time Count
1.0 mm/s 1.0 mm/s 1.0 mm/s 1.0 % 40.0 % 0.98 N 5.00 s 5
Trigger type Trigger force Stop plot at Break detect Sensitivity Force unit Distance unit
auto 0.1 N final off 0.98 N Newton % strain
Analisis profil tekstur atau texture profile analysis (TPA) dilakukan dengan memberikan gaya tekan pada sampel sebanyak dua kali dan menghasilkan data berupa grafik yang memiliki dua puncak. Data ini diolah dengan menggunakan software Texture Expert versi 1.22 untuk memperoleh parameter yang dicari, yaitu kekerasan (hardness) dan daya kunyah (chewiness). Menurut Fox et al. (2000), kekerasan sampel didefinisikan sebagai nilai puncak pada tekanan pertama. Sementara itu, daya kunyah diperoleh dari perkalian nilai elastisitas
12 (L2/L1) dengan kelengketan (A2/A1 x kekerasan). Contoh grafik hasil analisis profil tekstur dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Contoh grafik hasil analisis profil tektur Analisis Kadar Air Metode Oven Vakum (AOAC 1999) Analisis kadar air dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan oven vakum Ogawa Seiki model VO-7-3. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 15 menit dan didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang di dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 70 °C dan tekanan 25-100 mmHg selama 2 jam. Selanjutnya cawan berisi contoh tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Penimbangan dilakukan kembali sampai diperoleh bobot konstan (≤0,0005 gram). Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan basis basah dengan menggunakan persamaan: Kadar air (% bb) =
a-b c
x 100%
Keterangan: a = massa cawan dan sampel awal (g) b = massa cawan dan sampel akhir (g) c = massa sampel awal (g) Pengukuran Aktivitas Air Pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas dalam produk yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba. Sebanyak 3-5 gram sampel dimasukkan ke dalam chamber pada aw-meter Shibaura model WA360 dan ditutup rapat. Pembacaan nilai aw dilakukan setelah display menunjukkan angka yang tetap atau ditandai dengan munculnya indikator complete test. Pengukuran pH Pengukuran pH sampel dilakukan dengan menggunakan pH-meter Orion model 210A. Sebelum digunakan, pH-meter distandarisasi terlebih dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Sebanyak 5 gram sampel dihancurkan menggunakan mortar, kemudian dilarutkan dengan 50 ml air destilata di dalam gelas piala. Elektroda pH-meter dicelupkan ke dalam larutan sampel, kemudian dilakukan pembacaan pH sampel hingga mencapai nilai yang tetap.
13 Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (modifikasi Sudarmadji et al. 2008) Sebelum dianalisis, komponen lemak pada sampel diekstrak dengan metode Folch (Folch et al. 1957 dalam Sudarmadji et al. 2008) yang dimodifikasi. Sebanyak 1.5 gram sampel yang sudah dihaluskan ditimbang dan ditambahkan dengan 30 ml campuran kloroform dan metanol dengan perbandingan 2:1. Larutan sampel diekstraksi di dalam sonikator Branson model 8510 selama 30 menit dan selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Kemudian, fase cair sampel diambil dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 45 °C. Sampel lemak yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan 15 ml etanol 95%, ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalein, dan dititrasi menggunakan NaOH 0.1 N sampai timbul warna merah jambu yang permanen selama 30 detik. Nilai kadar asam lemak bebas dihitung dengan persamaan: Kadar asam lemak bebas =
V × N × Mr m × 1000
×100%
Keterangan : V = volume NaOH (ml) N = normalitas NaOH Mr = berat molekul asam lemak m = massa sampel contoh yang dianalisis (g) Analisis Angka Lempeng Total (BAM 2001a) dan Total Kapang-Khamir (BAM 2001b) Uji mikrobiologi yang dianalisis meliputi angka lempeng total dengan media PCA (plate count agar) dan total kapang-khamir dengan media PDA (potato dextrose agar). Media PDA yang digunakan untuk analisis total kapangkhamir ditambahkan dengan kloramfenikol sebanyak 100 mg/l. Sebanyak 10 gram sampel dilarutkan dengan 90 ml larutan pengencer buffer fosfat KH2PO4 steril. Larutan ini merupakan larutan sampel dengan konsentrasi 10-1. Pengenceran dilakukan dengan memipet 1 ml larutan sampel dari pengenceran sebelumnya ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sampai diperoleh pengenceran yang diinginkan. Pemupukan dilakukan dengan memipet 1 ml larutan sampel ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan 15-20 ml media agar steril bersuhu 45 ± 1 oC secara duplo. Setelah agar membeku, cawan diinkubasi selama 48 ± 2 jam di dalam inkubator suhu 35 °C untuk angka lempeng total dan 5 hari di dalam inkubator suhu 25 °C untuk total kapang-khamir. Untuk analisis angka lempeng total, dipilih cawan yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 sedangkan untuk analisis total kapang-khamir dipilih cawan dengan jumlah koloni 10-150. Perhitungan total kapang-khamir dilakukan dengan merata-rata jumlah koloni kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran. Sementara itu, perhitungan angka lempeng total dilakukan dengan menggunakan persamaan: N=
ΣC 1×n1 + 0.1×n2 ×d
Keterangan : N = total koloni per ml atau gram sampel C = jumlah koloni yang dapat dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama
14 n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua d = tingkat pengenceran pertama saat penghitungan dimulai Uji Penerimaan Sensori (Meilgaard et al. 1999) Uji penerimaan sensori sampel selama penyimpanan dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik. Uji rating hedonik dilakukan oleh 70 orang panelis tidak terlatih terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan (overall) setiap sampel produk. Penilaian panelis terhadap atribut sensori dilakukan dengan menggunakan skala garis yang berukuran 15 cm (Gambar 2). Masing-masing tanda batas diberi label dengan deskripsi intensitas kesukaan, yaitu ―sangat tidak suka‖ pada ujung kiri garis dan ―sangat suka‖ pada ujung kanan garis. Data penilaian panelis diperoleh dengan cara mengukur jarak dari ujung kiri garis sampai tanda yang diberikan sebagai respon oleh panelis, yaitu berupa tanda silang atau garis vertikal.
Analisis Data Pengolahan data hasil analisis dilakukan menggunakan software SPSS 16.0. Untuk melihat pengaruh penyimpanan terhadap parameter yang diuji, data diolah menggunakan analisis ragam ANOVA (analysis of variance) dengan mode general linear model univariate pada taraf nyata 5% dan uji lanjut Duncan (Steel dan Torrie 1995). Sementara itu, untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diuji selama penyimpanan, data sampel dibandingkan dengan kontrol menggunakan mode analisis compare means paired samples t-test pada taraf nyata 5% (Steel dan Torrie 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Produk Wingko Babat Tahap penelitian yang pertama adalah uji coba pembuatan produk wingko babat. Pada uji coba pembuatan produk wingko babat ini, digunakan formulasi dan cara pembuatan wingko babat menurut Pertiwi et al. (2005), yaitu dengan bahan baku kelapa parut, tepung beras ketan, gula pasir, margarin, garam, kulit jeruk purut, vanili, dan air. Uji coba pembuatan produk wingko babat ini dilakukan dengan dua cara pencetakan, yaitu pencetakan adonan yang dilakukan sebelum pemanggangan dan pencetakan produk wingko babat yang dilakukan setelah pemanggangan. Hasil uji coba menunjukkan bahwa pencetakan adonan yang dilakukan sebelum pemanggangan menghasilkan produk wingko babat dengan bagian permukaan yang hangus dan keras (case hardening). Foto sampel dari hasil uji coba pembuatan produk wingko babat dapat dilihat pada Gambar 4a dan 4b.
15
(a)
(b)
Gambar 4 (a) Wingko babat yang dicetak sebelum pemanggangan; (b) Wingko babat yang dicetak setelah pemanggangan Menurut Senadeera (2008), case hardening adalah pengerasan permukaan produk pangan yang dapat terjadi karena suhu permukaan yang tinggi dan pengeringan yang tidak merata sehingga lapisan kering pada permukaan terbentuk dengan cepat sebelum air yang berada di bagian dalam produk dapat bermigrasi ke permukaan. Wingko babat yang dicetak terlebih dahulu sebelum dipanggang memiliki luas permukaan yang lebih besar daripada wingko babat yang belum dicetak. Ketika proses pemanggangan, permukaan wingko babat yang sudah dicetak lebih terpapar oleh panas, sedangkan wingko babat yang belum dicetak hanya terpapar panas pada permukaan atas dan bawah saja. Akibatnya, terjadi penguapan air yang lebih cepat pada permukaan wingko babat yang sudah dicetak sehingga bagian permukaannya menjadi lebih cepat keras. Oleh sebab itu, cara yang dipilih adalah pencetakan yang dilakukan setelah pemanggangan. Produk wingko babat yang dihasilkan dari uji coba ini selanjutnya disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu ruang dan diamati perubahan mutu sensorinya selama beberapa hari. Hasil pengamatan yang diringkas pada Tabel 4 menunjukkan bahwa aroma produk wingko babat didominasi oleh aroma yang berasal kulit jeruk purut. Pertumbuhan kapang mulai dapat diamati secara visual pada hari ke-3. Akan tetapi, mutu aroma produk masih belum mengalami perubahan hingga hari ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa kulit jeruk purut yang digunakan dalam formulasi sangat mendominasi aroma produk secara keseluruhan dan menutupi penurunan mutu aroma produk selama penyimpanan. Oleh sebab itu, kulit jeruk purut sebaiknya tidak digunakan dalam pembuatan wingko babat. Tabel 4 Pengamatan sensori selama penyimpanan terhadap wingko babat hasil uji coba ke-1 Parameter Warna Permukaan Aroma Rasa Tekstur Pertumbuhan Kapang
Hari ke0
1
normal normal aroma jeruk normal normal
normal normal aroma jeruk normal normal
-
-
2
3
4
agak pucat agak pucat agak pucat berair (+) berair (++) berair (++) aroma aroma aroma jeruk jeruk jeruk normal — — agak keras agak keras agak keras -
+
+
16 Uji coba pembuatan produk wingko babat yang kedua dilakukan dengan menggunakan formulasi dan cara pembuatan wingko babat menurut Pertiwi et al. (2005) tanpa penambahan kulit jeruk purut. Pencetakkan wingko babat dilakukan setelah proses pemanggangan. Produk wingko babat selanjutnya disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu ruang dan diamati perubahan mutu sensorinya selama beberapa hari. Tabel 5 menunjukkan bahwa tanpa penambahan kulit jeruk purut, penurunan mutu aroma produk sudah dapat diamati pada hari ke2, bersamaan dengan penurunan mutu rasa. Sementara itu, pertumbuhan kapang mulai dapat diamati secara visual pada hari ke-3. Tabel 5 Pengamatan sensori selama penyimpanan terhadap wingko babat hasil uji coba ke-2 Hari ke-
Parameter Warna Permukaan Aroma Rasa Tekstur Pertumbuhan Kapang
0
1
2
3
4
normal normal normal normal normal
normal normal normal normal normal
agak pucat berair (+) asam (+) asam (+) normal
agak pucat berair (++) asam (++) — agak keras
agak pucat berair (++) asam (+++) — agak keras
-
-
-
+
+
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 5, penyimpangan aroma wingko babat setelah disimpan di dalam suhu ruang selama 2 hari ditunjukkan dengan timbulnya aroma asam. Aroma asam ini diduga disebabkan oleh petumbuhan mikroba, yaitu kapang. Pertumbuhan kapang merupakan permasalah utama yang membatasi umur simpan produk bakery (Gerez et al. 2009). Menurut Saranraj dan Geetha (2012), kerusakan produk pangan oleh kapang menyebabkan timbulnya aroma menyimpang dan sering ditemukan tumbuh pada permukaan produk. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan kapang yang dapat dilihat secara visual pada permukaan produk wingko babat setelah penyimpanan hari ke-3.
Penentuan Mikroba Target untuk Proses Termal Penentuan mikroorganisme yang menjadi target dalam proses termal untuk produk wingko babat dalam kemasan dilakukan dengan mengumpulkan data berbagai jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw produk intermediate moisture food, yaitu 0.70-0.90. Data ini meliputi jenis mikroorganisme, nilai aw optimal, serta nilai D dan nilai z masing-masing mikroorganisme seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Di antara mikroorganisme tersebut, A. niger, A. glaucus, dan Staphylococcus sp. adalah mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi mikroba dalam intermediate moisture food (Muchtadi 2008). Sementara itu, Aspergillus sp., Rhizopus sp., dan Penicillium sp. adalah jenis kapang yang sering menjadi indikator kerusakan mikrobiologis pada intermediate moisture food selama penyimpanan (Guynot et al. 2004)
17 Tabel 6 Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw intermediate moisture fooda No.
Mikroorganisme
Jenis
aw
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Eurotium Chrysosporium Bakteri halofilik Aspergillusb Saccharomyces Aspergilluscd Penniciliumd Emmericella Eremascus Staphylococcusce Paecilomyces Debaryomycesb Candida Cladosporium Bacillus Lactobacillusb Micrococcus Pediococcus Saccharomyces Rhizopus sp.d Salmonella sp.
Kapang Kapang Bakteri Kapang Khamir Kapang Kapang Kapang Kapang Bakteri Kapang Khamir Khamir Kapang Bakteri Bakteri Bakteri Bakteri Khamir Kapang Bakteri
0.70 0.70 0.75 0.75 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.86 0.86 0.87 0.88 0.88 0.89 0.90 0.90 0.90 0.90 0.93 0.95
a
Sumber: Muchtadi (2008). bBeberapa strain. cIndikator kontaminasi mikrobiologis pada intermediate moisture food. dIndikator kerusakan mikrobiologis pada intermediate moisture food. eAerobik.
Tabel 7 Nilai D dan z beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw intermediate moisture fooda No. Mikroorganisme 1 2 3 4 5 a
Kapang Khamir Lactobacillus spp. Staphylococcus spp. Salmonella spp.
D82.2°C (menit)
z (°C)
0.0095 0.0095 0.0095 0.0063 0.0032
7 7 7 7 7
Sumber: Toledo (2007)
Data nilai D dan z pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kapang dan khamir memiliki nilai D82.2°C yang tertinggi di antara berbagai mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw intermediate moisture food. Artinya, waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah kapang dan khamir sebanyak 1 siklus log pada suhu 82.2 °C lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan
18 bahwa golongan kapang-khamir memiliki ketahanan terhadap proses termal tertinggi di antara berbagai mikroorganisme yang dapat tumbuh pada rentang aw intermediate moisture food. Oleh sebab itu, mikroorganisme yang ditetapkan sebagai target dalam proses termal untuk produk wingko babat adalah golongan kapang-khamir.
Uji Distribusi dan Penetrasi Termal Pengemasan Wingko Babat dengan Kemasan Aluminium Foil Produk wingko babat yang sering ditemukan di pasaran umumnya dikemas dengan menggunakan kemasan kertas. Penggunaan kertas sebagai bahan kemasan memiliki banyak kekurangan karena kertas tidak kedap terhadap air, minyak, maupun udara. Oleh sebab itu, pada penelitian ini produk wingko babat dikemas menggunakan alumunium foil. Aluminium foil adalah salah satu jenis kemasan fleksibel yang memiliki ketahanan yang baik terhadap cahaya, minyak, uap air, transmisi gas, dan aroma (Marsh dan Bugusu 2007). Alumunium foil dipilih sebagai bahan pengemas pada penelitian ini karena produk wingko babat diberi perlakuan termal yang menggunakan air sebagai media pemanasnya. Oleh sebab itu, kemasan yang digunakan harus kedap terhadap air. Penggunaan alumunium foil yang tipis juga dapat mempercepat transfer panas selama proses termal sehingga pengaruh panas terhadap atribut mutu sampel dapat diminimalisir (Awuah et al. 2007). Selain itu, alumunium foil juga kedap terhadap cahaya dan udara sehingga dapat mencegah kerusakan komponen lemak akibat reaksi oksidasi maupun hidrolisis yang dapat menyebabkan timbulnya ketengikan atau rancidity pada produk. Pada penelitian ini, pengemasan produk wingko dilakukan dengan 2 teknik, yaitu pengemasan vakum dan pengemasan tidak vakum. Pengemasan vakum dilakukan dengan menggunakan vacuum packing machine Powerpack model DZQ400-2D dengan tekanan sebesar 0.097 MPa, kemudian diperkuat dengan menggunakan sealer yang digunakan untuk pengemasan tidak vakum, yaitu sealer merk Hualian model Golden 350. Wingko babat yang telah dikemas, baik secara vakum maupun tidak vakum dapat dilihat pada Gambar 5a dan 5b.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5 (a) Wingko babat dalam kemasan vakum; (b) Wingko babat dalam kemasan tidak vakum; (c) Dummy berisi air
19 Pengemasan secara vakum diharapkan dapat menghambat kerusakan produk wingko babat yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang dan reaksi kimia yang menimbulkan aroma menyimpang (off-flavour). Pengemasan vakum dilakukan dengan cara mengeluarkan udara dari dalam kemasan. Ketidakberadaan oksigen menciptakan kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme perusak pangan serta menghambat reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan, misalnya reaksi oksidasi (Brody et al. 2008; CSIRO 2010). Penggunaan teknik pengemasan vakum telah banyak diterapkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan produk pangan (Hintlian dan Hotchkiss 1986; Gorris dan Peppelenbos 1992; Varoquaux dan Nguyen 1994). Teknik pengemasan vakum telah terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada roti iris (Gutierrez et al. 2011), keju Afrika (Adetunji dan Chen 2011), dan keju Turki (Andic et al. 2011), serta menghambat pertumbuhan mikroba, reaksi oksidasi, dan perubahan warna pada bakso (Ozturk et al. 2010) dan daging cincang dalam kaleng (Degirmencioglu et al. 2012) selama penyimpanan. Teknik pengemasan vakum juga telah digunakan oleh beberapa jenis produk wingko babat yang dijual secara komersial. Hasil Uji Distribusi Termal Pada uji distribusi termal, termokopel ditempatkan pada 10 titik yang tersebar di dalam waterbath (Gambar 6). Data perubahan suhu air di titik-titik yang tersebar di dalam waterbath selama proses termal berlangsung pada suhu 85 °C direkam oleh recorder Omega model DR130.
Tc1
Tc2
Tc3
Tc4
Tc5
Tc6
Tc7
Tc8
Tc9
Tc10
Gambar 6 Posisi termokopel di dalam waterbath. Tc: termokopel. Rak produk yang diletakkan di dalam waterbath memiliki kapasitas untuk 27 produk, yaitu terdiri dari 9 baris dan 3 kolom. Selama uji distribusi termal, rak produk diisi dengan dummy pada kapasitas maksimal untuk menggambarkan distribusi termal di dalam waterbath selama proses termal yang sebenarnya. Dummy yang digunakan adalah air yang bobotnya kurang lebih sama dengan wingko babat dan dikemas dalam alumunium foil (Gambar 5c). Data suhu termokopel selama proses pemanasan yang diperoleh dari uji distribusi diplotkan ke dalam kurva hubungan waktu pemanasan dan suhu termokopel (Gambar 7). Berdasarkan data yang diperoleh, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu 85 °C adalah 8 menit, dimana termokopel yang paling lambat mencapai suhu tersebut adalah termokopel nomor 2. Setelah sampel dimasukkan, terjadi penurunan suhu menjadi 82-84 °C dengan termokopel nomor 1, 2, dan 3 sebagai titik yang mengalami penurunan suhu paling rendah. Dibutuhkan waktu 1 menit untuk mengembalikan suhu menjadi 85 °C.
20
Suhu termokopel (°C)
Selanjutnya, suhu yang diamati hingga menit ke-39 berfluktuasi antara 84 °C sampai 87 °C. Rekapitulasi data hasil uji distribusi termal ini dapat dilihat pada Lampiran 1. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5 Tc6 Tc7 Tc8 Tc9
0
10
20
30
40
Tc10
Waktu pemanasan (menit)
Gambar 7 Distribusi termal di dalam waterbath selama proses termal pada suhu 85°C. Tc: termokopel. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa coming up time (CUT) untuk mencapai suhu 85 °C adalah 8 menit. Sementara itu, titik terdingin (coldest point) pada waterbath terletak pada posisi termokopel nomor 1 sampai 4, yaitu pada rak produk baris pertama sampai ketiga (Gambar 6). Posisi inilah yang digunakan untuk meletakkan sampel yang telah dipasang termokopel pada uji penetrasi. Hasil Uji Penetrasi Termal Pada uji penetrasi termal, rak produk yang diletakkan di dalam waterbath diisi penuh dengan sampel. Termokopel dipasang di bagian tengah sampel wingko babat yang telah dikemas secara vakum dan tidak vakum, masing-masing sebanyak 4 buah sampel. Sampel yang telah dipasangi termokopel ini diletakkan pada posisi coldest point, yaitu pada baris pertama sampai baris ketiga rak produk (Gambar 6). Sementara itu, 2 buah termokopel dipasang pada rak produk untuk mengukur suhu media pemanas (air) selama proses termal. Uji penetrasi termal dilakukan 3 kali, yaitu pada suhu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C. Berdasarkan data yang diperoleh, sampel yang paling lambat menerima panas selama proses termal, baik pada suhu 65 °C, 75 °C, maupun 85 °C adalah sampel dengan termokopel nomor 3 untuk sampel vakum dan nomor 8 untuk sampel tidak vakum. Data perubahan suhu sampel yang paling lambat menerima panas selama proses termal inilah yang digunakan dalam perhitungan kecukupan proses. Data suhu termokopel yang paling lambat menerima panas selama proses pemanasan pada suhu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C yang diperoleh dari uji penetrasi diplotkan ke dalam kurva hubungan waktu pemanasan dan suhu termokopel (Gambar 8).
21
Suhu termokopel (°C)
70 60 50 40 30 20 10 0
(a)
80 Suhu termokopel (°C)
70 60 50 40 30 20 10 0
(b)
90 Suhu termokopel (°C)
80 70 60 50 40 30
(c)
20 10 0 0
20
40
60
80
Waktu pemanasan (menit) Sampel vakum
Sampel tidak vakum
Media pemanas (air)
(c) Gambar 8 Perubahan suhu sampel selama proses pemanasan pada suhu 65 °C (a), 75 °C (b), dan 85 °C (c) Berdasarkan hasil uji penetrasi termal, sampel yang dikemas dengan kemasan vakum lebih cepat menerima panas daripada sampel dalam kemasan tidak vakum. Hal ini dikarenakan pada sampel yang dikemas dengan kemasan vakum, penetrasi panas dari media pemanas ke dalam produk terjadi secara langsung dan hanya dihalangi oleh kemasan. Sementara itu, pada sampel dalam kemasan tidak vakum, transfer panas dari media pemanas ke dalam produk
22 terhalangi oleh udara yang berada di antara kemasan dengan produk. Oleh sebab itu, diperlukan waktu untuk menaikkan suhu udara di dalam kemasan sebelum dapat menaikkan suhu sampel. Akibatnya, waktu proses termal yang dibutuhkan oleh sampel dalam kemasan tidak vakum lebih lama daripada sampel dalam kemasan vakum untuk mencapai desimal reduksi yang sama. Perhitungan Desain Proses Termal dengan Metode Umum Target proses termal sering dinyatakan dalam satuan reduksi desimal mikroba (Sukasih dan Setyadjit 2008). Dalam penelitian ini, mikroba yang menjadi target proses termal adalah kapang dan khamir yang memiliki nilai D82.2°C = 0.0095 menit dan z = 7 °C (Toledo 2007). Sementara itu, target proses termal yang ingin dicapai adalah 6D dan 12D. Artinya, proses termal diharapkan dapat menurunkan jumlah mikroba target sebanyak 6 dan 12 siklus logaritmik. Penentuan kombinasi suhu dan waktu yang diperlukan untuk mencapai target proses termal sering dilakukan dengan menggunakan nilai F. Nilai F pada suhu tertentu merupakan hasil perkalian dari nilai D mikroorganisme target pada suhu tersebut dengan jumlah penurunan siklus logaritmik (S) yang diharapkan (Sukasih dan Setyadjit 2008). Maka, target proses termal dalam penelitian ini jika dinyatakan dengan nilai F adalah 0.057 menit dan 0.114 menit pada suhu 82.2 °C. Perhitungan proses termal dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode umum. Hal ini dikarenakan metode umum adalah metode yang paling teliti dalam perhitungan letalitas proses termal karena digunakan data suhu dan waktu pemanasan dari hasil uji penetrasi termal tanpa menggunakan asumsi-asumsi (Anderson et al. 2011). Dalam metode umum, letalitas proses termal dihitung dengan mengintegrasi nilai lethal rate (LR) terhadap waktu (Bull et al. 2009). Letalitas proses yang dihitung setiap selang waktu adalah nilai Fo parsial yang akumulasinya merupakan nilai Fo proses termal tersebut. Nilai Fo adalah ekuivalen letalitas proses termal dengan waktu pemanasan pada suhu referens. Dalam penelitian ini, nilai Fo dihitung terhadap suhu 180 °F (82.2 °C), yaitu suhu referens untuk kapang dan khamir. Hasil perhitungan nilai Fo dengan metode umum dapat dilihat pada Lampiran 2-4. Berdasarkan perhitungan terhadap data penetrasi termal yang telah dilakukan terhadap sampel dalam kemasan vakum, nilai Fo total yang diperoleh selama proses adalah 0.1505 menit untuk suhu 65 °C, 2.3799 menit untuk suhu 75 °C, dan 89.3689 menit untuk suhu 85 °C. Sementara itu, nilai Fo total yang diperoleh pada sampel dalam kemasan tidak vakum adalah 0.1284 menit untuk suhu 65 °C, 2.0054 menit untuk suhu 75 °C, dan 58.8561 menit untuk suhu 85 °C. Nilai Fo yang diperoleh ternyata jauh melampaui target proses termal yang diharapkan. Dengan demikian, hasil perhitungan nilai Fo pada Lampiran 2-4 dapat digunakan untuk menentukan waktu proses yang cukup untuk mencapai target desimal reduksi yang diharapkan, yaitu 6D (0.057 menit) menit dan 12D (0.114 menit). Waktu proses yang diperlukan untuk masing-masing jenis pengemasan dan suhu proses ini ditunjukkan pada Tabel 8.
23 Tabel 8 Waktu yang diperlukan untuk mencapai 6D dan 12D pada proses termal dengan suhu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C Suhu proses 65 °C 75 °C 85 °C 65 °C 75 °C 85 °C
Sampel vakum
Sampel tidak vakum
Waktu proses untuk mencapai 6D (menit) 31 35 14 16 9 10 Waktu proses untuk mencapai 12D (menit) 42 47 16 18 10 11
Aplikasi Perlakuan pada Produk Wingko Babat Perlakuan termal diaplikasikan pada poduk wingko babat yang telah dikemas dengan kemasan alumunium foil, baik secara vakum maupun tidak vakum, yaitu dengan menggunakan waterbath pada suhu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C selama waktu proses yang memenuhi konsep 6D dan 12D yang telah diperoleh dari uji penetrasi termal (Tabel 8). Selanjutnya, wingko babat disimpan pada suhu ruang dan diamati perubahan mutu sensorinya pada minggu ke-0, 1, dan 2. Hasil pengamatan pada minggu ke-1 menunjukkan bahwa pada semua perlakuan suhu, wingko babat yang dikemas dengan kemasan vakum maupun tidak vakum mulai mengalami pengerasan tekstur. Pengerasan tektur ini diduga disebabkan oleh retrogradasi pati yang terjadi selama penyimpanan. Pati yang telah tergelatinisasi bila didinginkan dan disimpan selama beberapa hari atau minggu akan mengalami kristalisasi kembali yang disebut sebagai fenomena retrogradasi (Enrione et al. 2012). Penyusunan kembali dan kristalisasi molekul pati inilah yang menyebabkan produk mengalami pengerasan tekstur selama penyimpanan (Perdon et al. 1999). Di samping itu, pada semua perlakuan suhu, wingko babat yang dikemas dengan kemasan vakum maupun tidak vakum juga mengalami permukaan yang berair. Hal ini diduga disebabkan oleh pelepasan air yang terjadi selama penyimpanan. Menurut Aini dan Purwiyatno (2010), pada pati yang telah mengalami gelatinisasi, sebagian air membentuk ikatan molekul pada permukaan granula pati dan sebagian lagi berada pada rongga-rongga jaringan. Bila gel pati disimpan selama beberapa hari, air tersebut terlepas dan keluar dari bahan, yaitu disebut sebagai peristiwa sineresis. Hal inilah yang menjelaskan munculnya air pada permukaan produk wingko babat setelah mengalami penyimpanan. Pada pengamatan minggu ke-2, sampel yang dikemas secara tidak vakum menunjukkan tanda-tanda kerusakan mutu, yaitu timbul aroma menyimpang (offflavor). Hal ini dikarenakan pada kemasan tidak vakum masih terdapat oksigen yang dapat digunakan untuk reaksi oksidatif yang menimbulkan ketengikan (Zhou et al. 2002). Keberadaan oksigen di dalam kemasan memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi asam lemak tidak jenuh dan membentuk senyawa hidroperoksida yang sangat tidak stabil (Visessanguan et al. 2006; Maisuthisakul et al. 2007).
24 Aroma menyimpang (off-flavor) yang menandakan kerusakan komponen lemak berasal dari senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida, yaitu senyawa karbon rantai pendek yang bersifat volatil dan menimbulkan aroma tengik pada produk (Visessanguan et al. 2006). Dengan demikian, walaupun secara visual tidak dapat diamati adanya pertumbuhan kapang, keenam sampel yang menggunakan kemasan tidak vakum tidak diikutsertakan dalam uji rating hedonik kepada panelis karena sudah mengalami penyimpangan mutu aroma. Rekapitulasi data hasil pengamatan sensori sampel selama penyimpanan pada suhu ruang ini dapat dillihat pada Lampiran 5. Pemilihan Perlakuan Terbaik Keenam perlakuan yang menghasilkan sampel wingko babat yang masih layak dikonsumsi setelah penyimpanan selama 2 minggu kembali diaplikasikan pada produk wingko babat untuk pemilihan perlakuan terbaik, yaitu dengan uji organoleptik. Uji rating dilakukan terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan (overall) wingko babat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan ANOVA (analysis of variance) dengan uji lanjut Duncan (Meilgaard et al. 1999). Data nilai penerimaan panelis yang diperoleh dari hasil uji rating hedonik oleh 74 orang panelis tidak terlatih dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 8. Rata-rata nilai penerimaan panelis terhadap atribut sensori masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji rating hedonik terhadap beberapa atribut sensori sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan Sampel Kontrol A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2
Rata-rata nilai penerimaan panelis terhadap atribut Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Overall
8.0 a 8.1 a 8.2 a 8.2 a 8.3 a 8.4 a 8.4 a
9.1 a 9.1 a 8.7 a 9.0 a 8.8 a 9.0 a 9.0 a
8.5 a 8.4 a 8.7 a 8.4 a 8.3 a 8.5 a 8.2 a
7.5 a 7.7 a 8.2 a 7.6 a 7.9 a 7.6 a 7.6 a
8.3 a 8.5 a 8.4 a 8.4 a 8.4 a 8.6 a 8.2 a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
Data yang diperoleh dari uji organoleptik ini menunjukkan bahwa nilai penerimaan panelis terhadap semua atribut sesori yang diuji pada keenam perlakuan tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 9). Artinya, perlakuan suhu dan waktu yang digunakan dalam proses termal tidak memberikan pengaruh nyata pada nilai penerimaan terhadap atribut sensori sampel secara keseluruhan (p>0.05). Oleh sebab itu, penentuan perlakuan terpilih dilakukan berdasarkan pertimbangan yang lain. Salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan adalah faktor ekonomi. Biaya bahan baku dan pembuatan produk wingko babat dari keenam perlakuan
25 tersebut tidak berbeda karena digunakan formulasi yang sama. Akan tetapi, perbedaan biaya produksi terjadi pada saat proses pemanasan. Alat pemanas yang digunakan pada proses termal adalah waterbath yang sumber panasnya berasal dari steam boiler. Pada saat digunakan suhu proses yang lebih rendah, waktu proses menjadi lebih lama sehingga steam boiler ini harus menyala selama waktu yang lebih panjang. Padahal tegangan yang dibutuhkan untuk menyalakan steam boiler tidak berbeda pada suhu yang rendah maupun suhu yang tinggi. Oleh sebab itu, sebaiknya dipilih perlakuan suhu yang lebih tinggi agar waktu proses yang dibutuhkan lebih cepat sehingga dapat menghemat penggunaan steam boiler. Dengan demikian, perlakuan yang dipilih adalah proses termal pada suhu 85 °C. Di samping itu, pemilihan suhu tertinggi sebagai suhu proses juga dilakukan dengan tujuan meminimalisir penurunan atribut mutu sampel akibat proses termal. Menurut Awuah et al. (2007), derajat perubahan suhu yang dibutuhkan untuk merubah laju penurunan mutu produk pangan lebih tinggi daripada nilai z untuk mikroorganisme. Artinya, proses termal dengan suhu tinggi dan waktu yang singkat lebih baik dalam mempertahankan atribut mutu produk daripada proses termal dengan suhu rendah dan waktu yang panjang. Hal inilah yang menguatkan alasan pemilihan suhu 85 °C sebagai suhu proses termal untuk produk wingko babat. Waktu proses yang dibutuhkan pada suhu 85 °C adalah 9 menit untuk target desimal reduksi 6D dan 10 menit untuk target desimal reduksi 12D. Perbedaan waktu proses ini sangat kecil, yaitu hanya 1 menit. Perbedaan pengaruh antara kedua perlakuan ini diduga akan sulit diamati karena selisihnya sangat kecil sehingga dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam mengukur waktu proses. Kelebihan atau kekurangan waktu sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap nilai letalitas yang diberikan sehingga jika tidak dilakukan dengan teliti, pengaruhnya terhadap perubahan mutu selama penyimpanan yang diamati menjadi tidak akurat. Oleh sebab itu, pengujian lebih lanjut tidak dilakukan pada keduanya, melainkan dipilih target desimal reduksi yang lebih tinggi, yaitu 12D dengan waktu proses 10 menit.
Uji Penyimpanan Perlakuan terpilih, yaitu proses termal pada suhu 85 °C selama 10 menit yang memenuhi konsep 12D kembali diaplikasikan pada produk wingko babat yang dikemas secara vakum kemudian disimpan pada suhu ruang dan diamati perubahan mutunya secara fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik setiap minggu, yaitu pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Pengamatan yang dilakukan meliputi analisis profil tekstur, kadar air, aktivitas air (aw), pH, kadar asam lemak bebas, angka lempeng total, total kapang-khamir, dan uji penerimaan sensori. Sebagai pembanding, uji penyimpanan juga dilakukan terhadap kontrol, yaitu wingko babat yang dikemas dalam kemasan vakum tanpa perlakuan termal. Data hasil uji penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 10 sampai Lampiran 18. Sementara itu, hasil uji statistik menggunakan software SPSS 16.0 terhadap parameter yang telah diamati selama masa penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 19 dan Lampiran 20.
26 Analisis Profil Tekstur Analisis profil tekstur dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati perubahan kekerasan dan daya kunyah wingko babat selama penyimpanan pada suhu ruang. Menurut Figiel dan Tajner-Czopek (2006), kekerasan (hardness) adalah energi yang dibutuhkan untuk memberikan deformasi pada sampel. Sementara itu, daya kunyah (chewiness) adalah energi yang dibutuhkan untuk mengunyah atau menghancurkan sampel sampai bentuk yang siap untuk ditelan. Data hasil analisis profil tekstur yang dilakukan selama penyimpanan dengan 2 kali pengulangan dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Data tingkat kekerasan dan daya kunyah sampel ini diperoleh dari hasil analisis profil tekstur yang berupa grafik dengan dua puncak yang diolah dengan menggunakan software Texture Expert versi 1.22. Kekerasan sampel adalah nilai puncak pada tekanan pertama (Leelayuthsoontorn dan Thipayarat 2006). Sementara itu, daya kunyah merupakan hasil perkalian nilai elastisitas (L2/L1) dengan kelengketan (A2/A1 x kekerasan) (Figiel dan Tajner-Czopek 2006). Data perubahan tingkat kekerasan dan daya kunyah pada kontrol dan sampel terhadap lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9.
Kekerasan (g force)
40000 30000 Kontrol
20000
A1B3C2
10000
Daya kunyah (g force)
0 25000 20000 15000 10000 5000 0
Kontrol A1B3C2 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 9 Perubahan kekerasan (hardness) dan daya kunyah (chewiness) selama penyimpanan pada suhu ruang Gambar 9 menunjukkan bahwa tingkat kekerasan dan daya kunyah pada kontrol dan sampel mengalami peningkatan selama penyimpanan pada suhu ruang. Pada kontrol, kekerasan meningkat dari 13349.1 gram force pada minggu ke-0 menjadi 32958.8 gram force pada minggu ke-4 sedangkan daya kunyahnya meningkat dari 5999.1 gram force pada minggu ke-0 menjadi 19376.5 gram force pada minggu ke-4. Sementara itu, kekerasan sampel meningkat dari 11540.4 gram force pada minggu ke-0 menjadi 31160.4 gram force pada minggu ke-4 serta daya kunyahnya meningkat dari 5570.2 gram force pada minggu ke-0 menjadi 18443.8 gram force pada minggu ke-4. Pada minggu ke-5, tingkat kekerasan dan daya kunyah kontrol maupun sampel sudah tidak dapat diamati karena melebihi kapasitas texture analyzer yang digunakan, yaitu 30000 gram force. Secara
27 statistik, peningkatan kekerasan dan daya kunyah, baik sampel maupun kontrol selama penyimpanan signifikan pada taraf 5%. Artinya, lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan dan daya kunyah sampel maupun kontrol (p<0.05). Peningkatan kekerasan diduga disebabkan oleh retrogradasi pati yang terjadi selama penyimpanan. Retrogradasi pati adalah penyusunan kembali molekul pati yang telah tergelatinisasi membentuk struktur kristalin (Perdon et al. 1999). Ketika pati yang tergelatinisasi oleh panas telah didinginkan, fraksi amilosa segera mengalami retrogradasi sedangkan fraksi amilopektin baru mengalami retrogradasi seiring dengan lamanya waktu penyimpanan (Singh et al. 2003; Narkrugsa dan Saeleaw 2009; Enrione et al. 2012). Hal inilah yang menyebabkan tekstur sampel menjadi semakin keras seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Selain menunjukkan peningkatan kekerasan dan daya kunyah selama penyimpanan, Gambar 9 juga menunjukkan bahwa tingkat kekerasan dan daya kunyah kontrol yang diamati setiap minggu lebih besar daripada sampel. Kontrol diduga memiliki tekstur yang lebih keras karena tidak mengalami proses termal seperti pada sampel. Selama proses termal, komponen pati pada sampel mengalami gelatinisasi lebih lanjut sehingga dapat mengikat air dan membentuk gel dengan lebih baik (Nagrugsa dan Saeleaw 2009). Oleh sebab itu, sampel memiliki tekstur yang lebih lunak jika dibandingkan dengan kontrol yang tidak melalui proses termal. Akan tetapi, perbedaan tingkat kekerasan dan daya kunyah ini tidak signifikan pada taraf 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal yang diberikan kepada sampel tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan dan daya kunyah produk wingko babat (p>0.05). Pengerasan tekstur produk akibat retrogradasi pati banyak ditemukan pada produk pangan yang kaya akan karbohidrat dan proses pengolahannya melalui pemanasan (Ji et al. 2007; Krupa et al. 2010). Peningkatan kekerasan dan daya kunyah yang berlebihan selama proses penyimpanan akan berpengaruh pada penerimaan konsumen terhadap mutu produk secara sensori. Hal serupa diamati oleh Ji et al. (2007) dalam penelitiannya tentang pengerasan tekstur kue tradisional Cina yang terbuat dari tepung beras dan tepung beras ketan yang dikukus di dalam bambu. Tingkat kekerasan produk ini sudah tidak dapat diterima secara sensori pada hari ke-5. Pengaruh perubahan tingkat kekerasan produk wingko babat selama penyimpanan terhadap penerimaan sensorinya juga diamati dalam penelitian ini dan dibahas lebih lanjut pada bagian uji penerimaan atribut sensori selama penyimpanan. Kadar Air Pada umumnya, produk pangan yang mengalami penurunan mutu yang cepat akibat perubahan biologis dan kimia adalah produk yang memiliki kadar air yang tinggi (Abdullah et al. 2000). Selain itu, kadar air yang tinggi juga menyebabkan penurunan mutu produk yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang (Mendez-Albores et al. 2003). Oleh karena itu, kadar air pada produk pangan yang akan disimpan pada waktu yang lama perlu dikontrol untuk menjaga kestabilan produk selama penyimpanan. SNI 01-4311-1996 mengatur kadar air maksimal yang diperbolehkan untuk produk wingko babat adalah 30% basis basah.
28
Kadar air basis basah (%)
Data pengukuran kadar air pada kontrol dan sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 12. Data kadar air ini diukur dengan metode gravimetri yang dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari sampel dengan proses pengeringan menggunakan oven vakum. Oven vakum digunakan karena sampel wingko babat mengandung gula yang cenderung mengalami penguraian pada suhu tinggi sehingga dapat mempengaruhi pengukuran kadar air (Figiel dan Tajner-Czopek 2006). Data perubahan kadar air selama masa penyimpanan yang diplotkan ke dalam kurva pada Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar air kontrol dan sampel yang diamati mengalami penurunan pada penyimpanan minggu ke-1 dan ke-2 kemudian meningkat kembali pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5. Pada penelitian ini, kadar air kontrol yang diperoleh berada pada kisaran 22.57-27.08% yang dihitung pada basis basah, sedangkan kadar air sampel adalah 24.59-28.26% basis basah (Lampiran 12). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata pada kadar air sampel maupun kontrol (p<0.05). Akan tetapi, nilai tersebut masih dapat diterima karena masih memenuhi standar kadar air maksimal yang ditetapkan oleh SNI 01-4311-1996 untuk wingko babat, yaitu 30% basis basah. 30 25 20 15 10 5 0
Kontrol A1B3C2 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 10 Perubahan kadar air selama penyimpanan pada suhu ruang Penurunan kadar air selama masa penyimpanan diduga disebabkan oleh retrogradasi pati membentuk struktur kristalin yang kompak sehingga menyebabkan pengerasan tekstur pada sampel dan kehilangan air (Perdon et al. 1999; Sasaki 2005). Hal ini sesuai dengan data tingkat kekerasan yang telah diamati pada analisis profil tekstur dimana kontrol dan sampel wingko babat mengalami pengerasan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan (Gambar 9). Peristiwa pelepasan air yang terjadi selama penyimpanan disebut sineresis. Pada pati yang telah mengalami gelatinisasi, sebagian air membentuk ikatan molekul pada permukaan granula pati dan sebagian lagi berada pada ronggarongga jaringan. Bila gel pati disimpan selama beberapa hari, air tersebut terlepas dan keluar dari bahan, yaitu disebut sebagai peristiwa sineresis (Aini dan Purwiyatno 2010). Hal inilah yang menjelaskan turunnya kadar air wingko babat setelah mengalami penyimpanan. Pada suatu titik tertentu, air yang dilepaskan dari produk diduga menyebabkan kondisi jenuh di dalam kemasan sehingga kadar air produk kembali mengalami peningkatan tetapi tidak sampai setinggi kadar air sampel awal.
29 Gambar 10 juga menunjukkan bahwa kadar air sampel yang diamati setiap minggunya lebih besar daripada kontrol. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi gelatinisasi pati yang lebih lanjut pada sampel yang diberi perlakuan termal. Pada saat proses pemanasan, granula pati mengalami kerusakan dan kehilangan struktur komplesnya, serta menyerap air sehingga mengalami pembengkakan (Ghasemi et al. 2009). Akan tetapi, perbedaan kadar air sampel dan kontrol pada setiap minggu penyimpanan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air produk wingko babat (p>0.05). Perubahan kadar air yang terjadi selama proses penyimpanan mempengaruhi parameter lainnya, seperti tekstur, aw, dan kadar asam lemak bebas. Penurunan kadar air yang terjadi selama proses penyimpanan menyebabkan tekstur produk menjadi lebih keras akibat terjadinya retrogradasi pati (Mendez-Albores et al. 2003; Ghasemi et al. 2009). Selain itu, perubahan kadar air produk biasanya diiringi dengan perubahan aw yang mempengaruhi ketersediaan air bebas yang dapat digunakan oleh pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis (Vora et al. 2003; Enrione et al. 2012). Oleh sebab itu, perubahan kadar air juga secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan mikroba perusak pangan dan peningkatan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan. Pengaruh perubahan kadar air terhadap masing-masing parameter dibahas lebih lanjut pada bagiannya. Aktivitas Air (aw) Aktivitas air (aw) adalah parameter penting yang menunjukkan ketersediaan air bebas dalam produk yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim (Vora et al. 2003). Hasil pengukuran nilai aw pada kontrol dan sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 13. Kurva perubahan nilai aw pada Gambar 11 memperlihatkan penurunan aw kontrol dan sampel yang diamati pada penyimpanan minggu ke-1 yang kemudian meningkat kembali pada minggu ke-2 sampai minggu ke-5. Perubahan nilai aw ini sejalan dengan perubahan kadar air produk selama masa penyimpanan (Gambar 10). Akan tetapi, uji statistik menunjukkan bahwa perubahan nilai ini tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 19). Artinya, lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata pada aw sampel maupun kontrol (p>0.05). 0.86
aw
0.84 0.82 Kontrol
0.80
A1B3C2
0.78 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 11 Perubahan nilai aw selama penyimpanan pada suhu ruang Di samping itu, Gambar 11 juga menunjukkan bahwa aw sampel yang diamati pada setiap minggu penyimpanan lebih besar daripada kontrol. Akan
30 tetapi, perbedaannya tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal pun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai aw produk wingko babat (p>0.05). Walaupun hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan termal dan lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap aw kontrol maupun sampel (p>0.04), nilai aw yang diamati ternyata cukup tinggi, yaitu 0.839-0.846 pada kontrol dan 0.842-0.854 pada sampel (Lampiran 13). Pada kisaran aw ini laju reaksi oksidasi lipid, aktivitas enzim, dan pertumbuhan kapang dan khamir cukup tinggi serta beberapa jenis bakteri dapat tumbuh (Abdullah et al. 2000; Khaksar et al. 2010). Nilai aw ini cukup tinggi dan berada pada sekitar border yang menjadi batas pertumbuhan bakteri mesofilik yang berbahaya, yaitu Clostridium botulinum pada aw 0.85 (Awuah et al. 2007). Melihat hal ini, produk wingko babat yang akan disimpan dalam kemasan vakum pada suhu ruang memiliki resiko kerusakan mikrobiologis yang tinggi. Pengaruh nilai aw terhadap mutu mikrobiologis produk wingko babat, khususnya total mikroba dan kapang-khamir dibahas lebih lanjut pada bagian uji mikrobiologi. Derajat Keasaman (pH) Hasil pengukuran pH kontrol dan sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 14. Berdasarkan data yang diperoleh, pH kontrol berada pada kisaran 6.73-6.78 sedangkan pH sampel adalah 6.76-6.81. Nilai pH tersebut menggolongkan produk wingko babat sebagai pangan berasam rendah atau low acid food karena memiliki pH lebih tinggi dari 4.6 sehingga produk ini lebih rentan terhadap mikroorganisme perusak pangan dan patogen (Anderson et al. 2011). Pengaruh pH terhadap mutu mikrobiologis produk wingko babat, khususnya total mikroba dan kapang-khamir akan dibahas lebih lanjut pada bagian uji mikrobiologi. Data nilai pH yang diperoleh dari kontrol dan sampel menunjukkan penurunan selama masa penyimpanan (Gambar 12). Akan tetapi, hasil uji statistik terhadap data yang diperoleh pada kontrol dan sampel menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pH (p>0.05). 7.00
pH
6.80 6.60 6.40
Kontrol
6.20
A1B3C2
6.00 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 12 Perubahan nilai pH selama penyimpanan pada suhu ruang Di samping itu, Gambar 12 juga menunjukkan bahwa pH kontrol yang diamati selama masa penyimpanan, yaitu 6.73-6.78 lebih rendah daripada pH sampel, yaitu 6.76-6.81. Namun perbedaannya tidak signifikan pada taraf 5%. Artinya, perlakuan termal yang diberikan pada sampel juga tidak memberikan
31 pengaruh nyata terhadap nilai pH produk wingko babat yang diamati selama masa penyimpanan (p>0.05). Data hasil uji statistik ini dapat dilihat pada Lampiran 19 dan Lampiran 20. Walaupun secara statistik tidak signifikan pada taraf 5%, penurunan pH menunjukkan adanya zat-zat bersifat asam yang timbul selama penyimpanan. Asam tersebut dapat berasal dari hasil reaksi hidrolisis komponen lemak (Maisuthisakul et al. 2007) maupun hasil metabolit mikroorganisme yang tumbuh selama masa penyimpanan (Mendez-Albores et al. 2003; Brody et al. 2008). Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan kadar asam lemak bebas, angka lempeng total, dan total kapang-khamir selama penyimpanan produk wingko babat yang dibahas lebih lanjut pada bagiannya masing-masing. Sementara itu, nilai pH kontrol yang lebih rendah daripada sampel disebabkan kadar asam lemak bebas yang terbentuk selama masa penyimpanan pada kontrol lebih besar daripada sampel (Gambar 13). Selain itu, kontrol diduga memiliki jumlah mikroba awal yang lebih banyak karena tidak mengalami proses termal seperti pada sampel. Akibatnya, tingkat pertumbuhan mikroba yang dapat menghasilkan asam selama masa penyimpanan lebih tinggi pada kontrol. Keberadaan parameter yang mempengaruhi penurunan derajat keasaman inilah yang menyebabkan pH kontrol lebih rendah daripada sampel. Pengemasan vakum yang dilakukan pada sampel maupun kontrol seharusnya tidak memungkinkan reaksi oksidasi maupun pertumbuhan kapang selama penyimpanan (Brody et al. 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi vakum pada kemasan kontrol maupun sampel mungkin kurang sempurna sehingga menyisakan oksigen yang dapat digunakan untuk reaksi kimia maupun pertumbuhan mikroba. Akan tetapi, hal ini tidak dapat dipastikan karena dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian kevakuman di dalam kemasan. Tidak sempurnanya kondisi vakum pada kemasan dapat disebabkan oleh kurangnya tekanan alat pengemas vakum maupun kurang rendahnya permeabilitas kemasan terhadap oksigen. Secara teoritis, jenis kemasan yang sesuai untuk pengemasan vakum adalah kemasan dengan permeabilitas terhadap oksigen 10100 cm3/m2·24jam·bar (Scetar et al. 2010). Di dalam penelitian ini, jenis kemasan yang digunakan adalah alumunium foil yang kedap terhadap cahaya, air, maupun oksigen, serta tahan terhadap suhu tinggi (Marsh dan Bugusu 2007). Jika diamati secara fisik, hasil pengemasan vakum menggunakan alumunium foil cukup baik. Akan tetapi, tingkat kevakumannya tidak diketahui karena tidak diuji. Kadar Asam Lemak Bebas Data yang diperoleh dari pengukuran kadar asam lemak bebas kontrol dan sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 15. Kadar asam lemak bebas yang dianalisis pada penelitian ini dihitung sebagai asam laurat, yaitu sesuai dengan metode pengukuran asam lemak bebas untuk wingko babat (BSN 1996). Keberadaan asam lemak bebas menjadi indikator awal kerusakan komponen lemak pada produk pangan karena mudah teroksidasi menghasilkan senyawa volatil yang menimbulkan ketengikan pada produk (Maisuthisakul et al. 2007). Oleh sebab itu, kadar asam lemak bebas maksimal di dalam produk wingko babat diatur oleh SNI 01-4311-1996, yaitu sebesar 1% yang dihitung sebagai asam laurat. Pada penelitian ini, data kadar asam lemak bebas yang diperoleh selama masa penyimpanan berada pada kisaran 0.48-0.78% untuk kontrol dan 0.44-0.71%
32 untuk sampel sehingga masih dapat diterima dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI. Kadar asam lemak bebas pada kontrol dan sampel yang diamati menunjukkan peningkatan selama masa penyimpanan (Gambar 13). Peningkatan kadar asam lemak bebas pada produk wingko babat ini diduga dipengaruhi oleh peningkatan kadar air, aw, dan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme selama penyimpanan. Hal ini dikarenakan asam lemak bebas merupakan senyawa yang terbentuk sebagai hasil reaksi hidrolisis komponen lemak oleh air yang dikatalisis oleh enzim atau panas (Zhou et al. 2002; Khaksar et al. 2010). Hidrolisis enzimatik ini dapat disebabkan oleh enzim yang berasal dari mikroba maupun enzim yang secara alami terdapat pada bahan pangan (Lam dan Proctor 2003). Kadar asam lemak bebas (%)
1.00 0.80 0.60 0.40
Kontrol
0.20
A1B3C2
0.00 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 13 Perubahan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan pada suhu ruang Peningkatan kadar asam lemak bebas yang diamati selama penyimpanan, baik kontrol maupun sampel disebabkan oleh tersedianya air yang dapat digunakan untuk reaksi hidrolisis. Hal ini telah ditunjukkan oleh hasil pengamatan pada kadar air maupun aw sampel selama penyimpanan. Kadar air yang diamati pada kontrol maupun sampel selama penyimpanan cukup tinggi, yaitu berada pada kisaran 22.57-27.08% untuk kontrol dan 24.59-28.26% untuk sampel (Lampiran 12). Sementara itu, nilai aw yang menyatakan jumlah air bebas yang dapat digunakan untuk reaksi hidrolisis juga diamati cukup tinggi, yaitu berada pada kisaran 0.839-0.846 untuk kontrol dan 0.842-0.854 untuk sampel (Lampiran 13). Pada nilai aw ini, selain pertumbuhan mikroorganisme seperti kapang, khamir, dan beberapa jenis bakteri, laju aktivitas enzim pun cukup tinggi sehingga beresiko menyebabkan reaksi hidrolisis enzimatik yang menghasilkan asam lemak bebas (Abdullah et al. 2000; Khaksar et al. 2010). Selain tersedianya air bebas pada produk, reaksi hidrolisis juga dipengaruhi oleh pH. Hal ini dikarenakan pH mempengaruhi aktivitas enzim lipase yang berperan sebagai katalisis pada reaksi hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas, yaitu optimum pada pH 5.0-8.6 (Lam dan Proctor 2003; Visessanguan et al. 2006; Khaksar et al. 2010). Nilai pH yang diamati pada penelitian ini masuk ke dalam kisaran pH optimum aktivitas enzim tersebut, yaitu 6.73-6.78 untuk kontrol dan 6.76-6.81 untuk sampel (Lampiran 14). Data ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam lemak bebas yang terjadi selama penyimpanan juga
33 dikarenakan nilai pH kontrol maupun sampel sesuai dengan pH optimum enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis komponen lemak. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah adanya enzim yang menjadi katalis dalam reaksi hidrolisis yang menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas. Pada penelitian ini, total mikroba maupun total kapang-khamir yang diamati selama penyimpanan juga mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kadar asam lemak bebas (Gambar 14 dan Gambar 15). Mikroorganisme yang jumlahnya terus meningkat selama penyimpanan, baik pada kontrol maupun sampel wingko babat ini diduga menghasilkan enzim yang menjadi katalis reaksi hidrolisis sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas. Hal ini dikarenakan selain dapat berasal dari bahan pangan secara alami, enzim juga dapat dihasilkan oleh mikroorganisme (Lam dan Proctor 2003). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar kadar asam lemak bebas pada kontrol (p<0.05), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap sampel (p>0.05). Selain itu, Gambar 13 juga menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas pada kontrol lebih besar daripada sampel. Hal ini sesuai dengan data uji mikrobiologis (Gambar 14 dan Gambar 15) yang juga menunjukkan bahwa total mikroba dan kapang-khamir kontrol lebih besar daripada sampel. Artinya, jumlah mikroorganisme yang diduga dapat menghasilkan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis lemak pada kontrol lebih banyak daripada sampel. Data ini menguatkan dugaan bahwa kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh jumlah mikroorganisme yang tumbuh selama penyimpanan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, asam lemak bebas yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis komponen lemak pada produk wingko babat menjadi penyebab turunnya pH produk selama penyimpanan. Hal ini dibuktikan oleh hasil pengamatan pada pH kontrol maupun sampel yang menurun selama penyimpanan (Gambar 12) seiring dengan peningkatan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan (Gambar 13). Selain itu, peningkatan kadar asam lemak bebas juga meningkatkan resiko timbulnya ketengikan pada produk. Hal ini dikarenakan asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dengan bentuk esternya (Visessanguan et al. 2006). Senyawa yang dihasilkan dari reaksi oksidasi asam lemak bebas ini bersifat volatil dan menyebabkan penyimpangan aroma atau off-flavor (Maisuthisakul et al. 2007). Pengaruh peningkatan kadar asam lemak bebas terhadap penerimaan mutu aroma produk wingko babat selama penyimpanan akan dibahas lebih lanjut pada bagian analisis sensori. Angka Lempeng Total Data yang diperoleh dari analisis angka lempeng total pada kontrol dan sampel selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 16. Data angka lempeng total yang diplotkan ke dalam kurva pada Gambar 14 menunjukkan bahwa kontrol dan sampel wingko babat mengalami peningkatan jumlah angka lempeng total selama penyimpanan pada suhu ruang. Sejalan dengan hal ini, hasil uji statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap angka lempeng total pada kontrol maupun sampel (p<0.05).
Nilai log angka lempeng total (log CFU/g)
34 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
Kontrol A1B3C2 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 14 Perubahan angka lempeng total selama penyimpanan pada suhu ruang. Pada minggu ke-0, koloni yang tumbuh pada pengenceran terendah (10-1) sampel A1B3C2 kurang dari 25 koloni. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa angka lempeng total pada kontrol yang diamati setiap minggunya lebih besar daripada sampel. Hal ini dikarenakan kontrol tidak mengalami proses termal seperti pada sampel sehingga memiliki jumlah mikroba awal yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan data angka lempeng total kontrol yang sudah lebih tinggi daripada sampel pada minggu ke-0. Walaupun secara statistik perlakuan termal tidak memberikan pengaruh nyata terhadap angka lempeng total (p>0.05), sampel yang diberi perlakuan termal masih memenuhi standar SNI untuk angka lempeng total produk wingko babat sampai minggu ke-4. Angka lempeng total maksimal yang diizinkan di dalam produk wingko babat menurut SNI 01-4311-1996 adalah 1.0 x 104 koloni per gram. Berdasarkan data yang diperoleh selama masa penyimpanan, angka lempeng total pada kontrol telah mencapai 1.1 x 104 CFU/gram pada minggu ke-2. Sementara itu, angka lempeng total pada sampel baru mencapai 1.0 x 104 CFU/gram pada minggu ke-5. Artinya, kontrol sudah tidak dapat diterima secara mikrobiologis pada minggu ke2, sedangkan sampel baru melampaui standar SNI pada minggu ke-5. Dengan demikian, data penelitian menunjukkan bahwa sampel dalam kemasan vakum yang diberi proses termal pada suhu 85°C selama 10 menit masih memenuhi standar SNI sampai 4 minggu penyimpanan pada suhu ruang. Lama penyimpanan ini masih terhitung sangat singkat jika mengingat proses termal yang dilakukan pada sampel setara dengan 12 kali desimal reduksi untuk mikroba target kapang dan khamir. Hal ini mengindikasikan kurangnya kecukupan proses termal yang dilakukan, dimana masih terdapat beberapa jenis mikroba yang lolos dari proses termal dan dapat tumbuh pada produk selama penyimpanan. Hal ini dibuktikan dengan data peningkatan angka lempeng total yang diamati selama penyimpanan (Gambar 14). Peningkatan angka lempeng total ini mengindikasikan adanya pertumbuhan mikroba selama penyimpanan. Mengingat analisis jumlah angka lempeng total ini dilakukan pada suhu ruang dengan kondisi aerob maka mikroorganisme yang lolos dari proses termal dan dapat tumbuh pada produk diduga adalah mikroorganisme aerob mesofilik pembentuk spora. Menurut Anderson et al. (2011), Bacillus cereus adalah salah satu bakteri patogen pembentuk spora yang bersifat aerob dan mesofilik yang harus diwaspadai pada produk pangan yang
35 disimpan pada suhu ruang. Bacillus cereus memiliki ketahanan terhadap proses termal yang lebih tinggi dari kapang dan khamir serta dapat tumbuh pada suhu ruang dengan kondisi aerobik, menghasilkan toksin (Toledo 2007; Anderson et al. 2011). Pertumbuhan mikroba dalam produk pangan dipengaruhi oleh karakteristik produk pangan tersebut, antara lain aw, pH, keberadaan oksigen, dan suhu penyimpanan produk (Abdullah et al. 2000). Data pengamatan aw produk wingko babat selama penyimpanan adalah 0.839-0.846 untuk kontrol dan 0.842-0.854 untuk sampel (Lampiran 13). Nilai aw ini cukup tinggi dan berada pada sekitar border yang menjadi batas pertumbuhan bakteri mesofilik yang berbahaya, yaitu Clostridium botulinum pada aw 0.85 (Awuah et al. 2007). Berdasarkan data pengamatan pH, produk wingko babat tergolong ke dalam produk pangan berasam rendah atau low acid food karena memiliki nilai pH di atas 4.6 (Anderson et al. 2011), yaitu sekitar 6.73-6.78 untuk kontrol dan 6.76-6.81 untuk sampel (Lampiran 14). Mengingat produk wingko babat dalam penelitian ini dikemas secara vakum dan disimpan pada suhu ruang, proses termal untuk wingko babat ini sebaiknya ditingkatkan dengan menjadikan Clostridium botulinum sebagai mikroba target. Hal ini diharapkan dapat mengurangi resiko kerusakan mikrobiologis maupun cemaran patogen pada produk wingko babat sehingga dapat diperoleh produk dengan umur simpan yang lebih lama secara mikrobiologis.
Nilai log total kapangkhamir (log CFU/g)
Total Kapang-Khamir Data pengamatan total kapang-khamir yang ditunjukkan oleh Gambar 15 memperlihatkan bahwa total kapang-khamir pada kontrol dan sampel mengalami peningkatan selama masa penyimpanan. Sementara itu, uji statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap total kapang-khamir pada kontrol maupun sampel (p<0.05). 5.0 4.0 3.0 2.0
Kontrol
1.0
A1B3C2
0.0 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 15 Perubahan total kapang-khamir selama penyimpanan pada suhu ruang. Pada minggu ke-0 dan 1, tidak ada koloni yang tumbuh pada pengenceran terendah (10-1) sampel A1B3C2. Pada minggu ke-2 dan 3, jumlah koloni yang tumbuh pada pengenceran terendah (10-1) sampel A1B3C2 kurang dari 10 koloni. Gambar 15 juga menunjukkan bahwa total kapang-khamir pada kontrol yang diamati selama masa penyimpanan lebih besar daripada sampel. Hal ini dikarenakan kontrol tidak mengalami proses termal seperti pada sampel sehingga
36 memiliki jumlah mikroba awal yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan data total kapang-khamir kontrol yang sudah lebih tinggi daripada sampel pada minggu ke-0. Secara statistik, data yang diperoleh menunjukkan bahwa proses termal yang diberikan pada sampel berpengaruh nyata terhadap total kapang-khamir produk wingko babat selama penyimpanan (p<0.05). Total kapang-khamir maksimal yang diizinkan di dalam produk wingko babat menurut SNI 01-4311-1996 adalah 1.0 x 103 koloni per gram. Berdasarkan data yang diperoleh, total kapang-khamir pada kontrol mencapai 8.4 x 103 CFU/gram pada minggu ke-2, sedangkan pada sampel mencapai 1.5 x 103 CFU/gram pada minggu ke-5. Artinya, kontrol sudah tidak dapat diterima secara mikrobiologis pada minggu ke-2, sedangkan sampel baru tidak dapat diterima pada minggu ke-5. Dengan demikian, data penelitian menunjukkan bahwa sampel dalam kemasan vakum yang diberi proses termal pada suhu 85°C selama 10 menit masih memenuhi standar SNI sampai 4 minggu penyimpanan pada suhu ruang. Lama penyimpanan ini masih terhitung sangat singkat jika mengingat proses termal yang dilakukan pada sampel setara dengan 12 kali desimal reduksi untuk mikroba target kapang dan khamir. Jumlah total kapang-khamir yang diamati pada sampel sudah cukup rendah, yaitu <9.9 x 100 CFU/g (Lampiran 17). Akan tetapi data peningkatan angka lempeng total yang diamati selama penyimpanan (Gambar 14) mengindikasikan bahwa spora kapang dan khamir yang tersisa masih dapat tumbuh selama penyimpanan. Padahal kapang seharusnya tidak dapat tumbuh pada kondisi vakum karena tidak tersedianya oksigen (Vora et al. 2003; Brody et al. 2008). Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi vakum pada kemasan kontrol maupun sampel mungkin kurang sempurna sehingga menyisakan oksigen yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kapang. Akan tetapi, hal ini tidak dapat dipastikan karena dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian kevakuman di dalam kemasan. Tidak sempurnanya kondisi vakum pada kemasan dapat disebabkan oleh kurangnya tekanan alat pengemas vakum maupun kurang rendahnya permeabilitas kemasan terhadap oksigen. Secara teoritis, jenis kemasan yang sesuai untuk pengemasan vakum adalah kemasan dengan permeabilitas terhadap oksigen 10100 cm2/m2·24jam·atm (Scetar et al. 2010). Di dalam penelitian ini, jenis kemasan yang digunakan adalah alumunium foil yang kedap terhadap cahaya, air, maupun oksigen, serta tahan terhadap suhu tinggi (Marsh dan Bugusu 2007). Jika diamati secara fisik, hasil pengemasan vakum menggunakan alumunium foil cukup baik. Akan tetapi, tingkat kevakumannya tidak diketahui karena tidak diuji. Sama halnya dengan total mikroba, peningkatan total kapang-khamir berpengaruh terhadap pH dan pembentukan asam lemak bebas. Pengaruh total kapang-khamir terhadap pH disebabkan oleh asam yang dihasilkan sebagai hasil metabolit oleh kapang yang tumbuh selama masa penyimpanan (Mendez-Albores et al. 2003; Brody et al. 2008). Hal ini dibuktikan dengan data penurunan pH (Gambar 12) seiring dengan peningkatan total kapang-khamir yang terjadi pada produk wingko babat selama masa penyimpanan (Gambar 15). Selain itu, peningkatan total kapang-khamir juga diduga memberikan pengaruh terhadap pembentukan asam lemak bebas melalui reaksi hidrolisis enzimatik oleh enzim yang dihasilkan oleh kapang yang tumbuh selama masa penyimpanan (Lam dan Proctor 2003; Visessanguan et al. 2006). Hal ini dibuktikan dengan peningkatan
37 kadar asam lemak bebas yang diamati (Gambar 13) seiring dengan peningkatan total kapang-khamir yang terjadi pada produk wingko babat selama masa penyimpanan (Gambar 15). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan kadar asam lemak bebas ini meningkatkan resiko timbulnya ketengikan selama penyimpanan sehingga mempengaruhi penerimaan mutu aroma produk. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian analisis sensori. Nilai Penerimaan Panelis terhadap Atribut Sensori Nilai penerimaan panelis terhadap atribut sensori kontrol dan sampel selama penyimpanan diperoleh dengan menggunakan uji rating hedonik oleh 70 orang panelis tidak terlatih dengan menggunakan skala garis 15 cm. Analisis dilakukan terhadap kontrol penyimpanan minggu ke-0, 1, dan 2, serta sampel penyimpanan minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Pengamatan pada kontrol hanya dilakukan hingga minggu ke-2 karena pada minggu ke-3 sudah tidak layak dikonsumsi, baik dari segi aroma maupun mikrobiologis. Data rata-rata nilai penerimaan panelis terhadap atribut mutu sensori kontrol dan sampel yang diamati selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 18. Sementara itu, Hasil uji statistik dengan software SPSS 16.0 dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20.
Nilai atribut warna
a. Atribut warna Nilai penerimaan panelis terhadap atribut warna yang diperoleh pada setiap minggu penyimpanan berbeda nyata pada sampel (p<0.05) namun tidak berbeda nyata pada kontrol (p>0.05). Rata-rata nilai penerimaan panelis terhadap atribut warna yang diplotkan terhadap waktu penyimpanan pada Gambar 16 cenderung menunjukkan penurunan, baik pada kontrol maupun sampel. 12 10 8 6 4 2 0
Kontrol A1B3C2 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 16 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut warna selama penyimpanan pada suhu ruang Gambar 16 juga menunjukkan bahwa nilai penerimaan atribut warna pada sampel yang diamati selama penyimpanan lebih tinggi daripada kontrol. Akan tetapi, nilainya tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal yang diberikan pada sampel tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penerimaan atribut warna produk wingko babat (p>0.05). Penurunan nilai penerimaan terhadap atribut warna ini disebabkan oleh warna produk yang semakin pucat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh pelepasan air ke permukaan produk yang terjadi selama penyimpanan wingko babat, yaitu disebut sineresis. Pada pati yang telah mengalami gelatinisasi, sebagian air membentuk ikatan molekul pada permukaan
38 granula pati dan sebagian lagi berada pada rongga-rongga jaringan. Bila gel pati disimpan selama beberapa hari, air tersebut terlepas dan keluar dari bahan, yaitu disebut sebagai peristiwa sineresis (Aini dan Purwiyatno 2010). Hal inilah yang menjelaskan timbulnya permukaan yang berair pada wingko babat setelah mengalami penyimpanan. Walaupun mengalami penurunan selama penyimpanan, nilai penerimaan terhadap atribut warna masih masuk pada kisaran 8.6-9.6 untuk kontrol dan 8.010.2 untuk sampel. Nilai tersebut masih berada di atas titik 7.5 yang menjadi batas antara respon suka dan tidak suka (Gambar 2). Artinya, penilaian terhadap atribut warna, baik kontrol maupun sampel selama penyimpanan masih dapat diterima dan masuk ke dalam kategori suka.
Nilai atribut aroma
b. Atribut aroma Sama halnya dengan atribut warna, penilaian panelis terhadap atribut aroma cenderung mengalami penurunan yang berbeda nyata pada pengamatan yang dilakukan selama masa penyimpanan, baik pada kontrol maupun sampel (p<0.05). Penurunan nilai penerimaan ini dapat dilihat pada kurva hubungan nilai penerimaan atribut aroma dan waktu penyimpanan pada Gambar 17. 12 10 8 6 4 2 0
Kontrol A1B3C2 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 17 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut aroma selama penyimpanan pada suhu ruang Penurunan nilai penerimaan panelis terhadap atribut aroma produk wingko babat diduga secara tidak langsung dipengaruhi oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama penyimpanan. Asam lemak bebas merupakan senyawa yang terbentuk sebagai hasil reaksi hidrolisis komponen lemak oleh air yang dikatalisis oleh enzim atau panas (Zhou et al. 2002; Khaksar et al. 2010). Asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dengan bentuk esternya (Visessanguan et al. 2006). Senyawa yang dihasilkan dari reaksi oksidasi asam lemak bebas ini bersifat volatil dan menyebabkan penyimpangan aroma atau off-flavor (Maisuthisakul et al. 2007). Senyawa inilah yang menyebabkan timbulnya ketengikan dan berpengaruh terhadap penurunan penerimaan panelis terhadap aroma kontrol maupun sampel selama penyimpanan. Telah dibahas sebelumnya bahwa kadar asam lemak bebas mengalami peningkatan selama penyimpanan (Gambar 13), yaitu dari 0.48% pada minggu ke0 menjadi 0.78% pada minggu ke-5 untuk kontrol serta 0.44% pada minggu ke-0 menjadi 0.71% pada minggu ke-5 untuk sampel. Peningkatan kadar asam lemak bebas yang terjadi selama penyimpanan ini meningkatkan resiko terjadinya ketengikan pada produk pangan yang diduga berpengaruh terhadap penurunan
39 mutu aroma. Hal ini sesuai dengan data penurunan nilai penerimaan atribut aroma sampel selama penyimpanan (Gambar 17), yaitu dari 9.6 pada minggu ke-0 menjadi menjadi 7.6 pada minggu-2 untuk kontrol dan dari 9.8 pada minggu ke-0 menjadi 8.4 pada minggu ke-5 untuk sampel. Data ini membuktikan hubungan antara kadar asam lemak bebas yang berbanding terbalik dengan data penerimaan mutu aroma yang diamati selama penyimpanan. Gambar 17 juga menunjukkan bahwa nilai penerimaan terhadap atribut aroma kontrol yang diamati setiap minggunya lebih rendah daripada sampel. Hal ini sesuai dengan data kadar asam lemak bebas kontrol yang lebih tinggi daripada sampel selama penyimpanan (Gambar 13). Akan tetapi, perbedaan nilai penerimaan terhadap atribut aroma ini tidak signifikan pada taraf 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal yang diberikan pada sampel tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penerimaan aroma produk wingko babat (p>0.05). Walaupun nilainya mengalami penurunan selama masa penyimpanan, penerimaan terhadap atribut aroma ini masih masuk pada kisaran 8.4-9.8 untuk kontrol dan 7.6-9.6 untuk sampel. Nilai tersebut berada di atas titik 7.5 yang menjadi batas antara respon suka dan tidak suka (Gambar 2). Artinya, penilaian terhadap atribut aroma, baik kontrol maupun sampel selama penyimpanan masih dapat diterima dan masuk ke dalam kategori netral sampai suka.
Nilai atribut rasa
c. Atribut rasa Nilai penerimaan panelis terhadap atribut rasa yang diperoleh pada setiap minggu penyimpanan berbeda nyata, baik pada sampel maupun kontrol (p<0.05). Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai penerimaan panelis terhadap atribut rasa kontrol maupun sampel mengalami penurunan selama masa penyimpanan. 12 10 8 6 4 2 0
Kontrol A1B3C2 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 18 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut rasa selama penyimpanan pada suhu ruang Nilai penerimaan panelis terhadap atribut rasa mengalami penurunan selama penyimpanan karena rasa produk cenderung menjadi semakin hambar. Di samping itu, penurunan nilai penerimaan panelis terhadap atribut rasa diduga dipengaruhi oleh perubahan aroma dan tekstur produk selama penyimpanan. Penurunan mutu aroma dan peningkatan pada kekerasan dan daya kunyah yang terjadi selama penyimpanan diduga mempengaruhi flavor dan mouthfeel yang dirasakan oleh panelis pada saat mencicipi produk. Produk yang sudah disimpan selama beberapa minggu menjadi keras sehingga diduga menurunkan nilai penerimaan sensori terhadap atribut rasa. Hal ini ditunjukkan dengan data peningkatan kekerasan dan daya kunyah selama penyimpanan (Gambar 9) serta
40 data penurunan nilai atribut aroma selama penyimpanan (Gambar 17) yang diiringi dengan penurunan nilai atribut rasa selama penyimpanan (Gambar 18), baik pada kontrol maupun sampel. Secara statistik, penurunan nilai penerimaan panelis terhadap atribut rasa signifikan pada minggu ke-2 (p<0.05), yaitu dari 8.6 menjadi 6.1 untuk kontrol dan 9.5 menjadi 6.0 untuk sampel (Lampiran 18). Data ini sesuai dengan tingkat kekerasan kontrol maupun sampel yang juga mengalami kenaikan yang signifikan pada minggu ke-2 (p<0.05), yaitu dari 21402.1 menjadi 27033.2 untuk kontrol dan 15274.8 menjadi 26026.8 untuk sampel (Lampiran 10). Hal ini menguatkan dugaan bahwa nilai penerimaan atribut rasa wingko babat selama penyimpanan dipengaruhi oleh perubahan tingkat kekerasan teksturnya. Gambar 18 juga menunjukkan nilai penerimaan atribut rasa kontrol lebih rendah daripada sampel pada penyimpanan minggu ke-0 dan ke-1 secara signifikan pada taraf 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal yang diberikan pada sampel memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penerimaan atribut rasa produk wingko babat (p<0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh gelatinisasi pati yang terjadi saat proses termal pada sampel (Tsakama et al. 2011) menghasilkan karakteristik tektur dan mouthfeel yang lebih disukai oleh panelis. Hal ini dibuktikan dengan data tingkat kekerasan kontrol yang lebih tinggi pada daripada sampel selama masa penyimpanan (Gambar 9). Pada minggu ke-0 dan ke-1, nilai penerimaan atribut rasa masih masuk ke dalam kategori suka, yaitu 8.6 untuk kontrol dan 9.5-9.6 untuk sampel Akan tetapi, penurunan nilai penerimaan yang signifikan terjadi pada minggu ke-2. Nilai penerimaan terhadap atribut rasa sejak minggu ke-2 ini masuk pada kategori tidak suka, yaitu 6.1 untuk kontrol dan 5.6-6.0 untuk sampel. Artinya, kontrol dan sampel wingko babat pada minggu ke-2 sudah tidak dapat diterima dari segi rasa. Mengingat penerimaan atribut rasa produk wingko babat dipengaruhi oleh teksturnya, upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tekstur produk wingko babat diharapkan juga dapat meningkatkan nilai penerimaan atribut rasa selama penyimpanan. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.
Nilai atribut tekstur
d. Atribut tekstur Penerimaan panelis terhadap atribut tekstur yang diperoleh pada setiap minggu penyimpanan berbeda nyata, baik pada sampel maupun kontrol (p<0.05). Gambar 19 memperlihatkan bahwa penilaian terhadap atribut tekstur kontrol dan sampel mengalami penurunan selama masa penyimpanan. 10 8 6 4
Kontrol
2
A1B3C2
0 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 19 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut tekstur selama penyimpanan pada suhu ruang
41 Penurunan nilai penerimaan panelis terhadap atribut tekstur disebabkan oleh peningkatan tingkat kekerasan dan daya kunyah sampel selama penyimpanan yang ditunjukkan oleh Gambar 9. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis profil tekstur, peningkatan kekerasan dan daya kunyah diduga disebabkan oleh retrogradasi pati yang terjadi selama penyimpanan. Retrogradasi pati adalah penyusunan kembali molekul pati yang telah tergelatinisasi membentuk struktur kristalin (Perdon et al. 1999). Ketika pati yang tergelatinisasi oleh panas telah didinginkan, fraksi amilosa segera mengalami retrogradasi sedangkan fraksi amilopektin baru mengalami retrogradasi seiring dengan lamanya waktu penyimpanan (Singh et al. 2003; Narkrugsa dan Saeleaw 2009; Enrione et al. 2012). Hal inilah yang menyebabkan tekstur sampel menjadi semakin keras seiring dengan lamanya waktu penyimpanan dan mempengaruhi penerimaan panelis terhadap atribut tekstur. Telah dibahas sebelumnya bahwa tekstur produk wingko babat mengalami peningkatan kekerasan selama penyimpanan, baik pada kontrol maupun sampel (Gambar 9). Secara statistik, tingkat kekerasan kontrol maupun sampel mengalami kenaikan yang signifikan pada minggu ke-2 (p<0.05), yaitu dari 21402.1 menjadi 27033.2 untuk kontrol dan 15274.8 menjadi 26026.8 untuk sampel (Lampiran 10). Pengaruh kekerasan tekstur terhadap nilai penerimaan atribut tekstur dibuktikan dengan data penurunan nilai penerimaan terhadap atribut tekstur yang diperoleh selama penyimpanan (Gambar 19). Secara statistik, penurunan nilai penerimaan panelis terhadap atribut tekstur ini juga signifikan pada minggu ke-2 (p<0.05), yaitu dari 7.6 menjadi 4.4 untuk kontrol dan 9.1 menjadi 4.4 untuk sampel (Lampiran 18). Data ini membuktikan pengaruh perubahan tingkat kekerasan selama penyimpanan yang berbanding terbalik terhadap penerimaan mutu tekstur secara sensori, baik pada sampel maupun kontrol. Gambar 19 juga menunjukkan nilai penerimaan atribut tekstur kontrol pada minggu ke-0 dan ke-1 lebih rendah daripada sampel. Perbedaan nilai penerimaan atribut tekstur antara kontrol dan sampel ini signifikan pada taraf 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal yang diberikan pada sampel memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penerimaan atribut tekstur produk wingko babat (p<0.05). Hal ini diduga disebabkan oleh gelatinisasi pati yang terjadi saat proses termal pada sampel (Tsakama et al. 2011) menghasilkan karakteristik tektur dan mouthfeel yang lebih disukai oleh panelis. Selama proses termal, komponen pati pada sampel mengalami gelatinisasi lebih lanjut sehingga dapat mengikat air dan membentuk gel dengan lebih baik (Nagrugsa dan Saeleaw 2009). Oleh sebab itu, sampel memiliki tekstur yang lebih lunak jika dibandingkan dengan kontrol yang tidak melalui proses termal. Hal ini dibuktikan dengan data tingkat kekerasan kontrol yang lebih tinggi pada daripada sampel selama masa penyimpanan (Gambar 9). Berdasarkan data yang dapat dilihat pada Lampiran 18, nilai penerimaan atribut tektur masih masuk ke dalam kategori suka pada minggu ke-0 dan ke-1, yaitu 7.6-8.6 untuk kontrol dan 9.1-9.5 untuk sampel. Akan tetapi, penurunan nilai penerimaan yang signifikan terjadi pada minggu ke-2 (p<0.05). Nilai penerimaan terhadap atribut tektur sejak minggu ke-2 ini masuk pada kategori tidak suka, yaitu 4.4 untuk kontrol dan 3.6-5.8 untuk sampel. Artinya, peningkatan kekerasan tekstur yang terjadi secara penyimpanan masih dapat diterima secara sensori pada minggu ke-1 namun sudah tidak dapat diterima pada minggu ke-2.
42 Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini, umur simpan produk wingko babat secara sensori menjadi terlalu singkat akibat pengerasan tekstur yang terjadi selama penyimpanan. Untuk memperbaiki nilai penerimaan sensori produk wingko babat pada atribut tekstur selama penyimpanan, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat kekerasan produk sampai tingkat yang dapat diterima secara sensori. Hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu memperbaiki formulasi dan cara pengolahan produk wingko babat sehingga memungkinkan reaksi gelatinisasi yang dapat menghasilkan gel pati yang lebih baik. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian penerimaan atribut sensori secara keseluruhan (overall).
Nilai atribut keseluruhan
e. Atribut keseluruhan (overall) Penerimaan panelis terhadap atribut keseluruhan (overall) yang diperoleh pada setiap minggu penyimpanan berbeda nyata, baik pada sampel maupun kontrol (p<0.05). Gambar 20 menunjukkan bahwa penilaian terhadap atribut keseluruhan kontrol dan sampel yang diamati menunjukkan penurunan selama masa penyimpanan. 12 10 8 6 4 2 0
Kontrol A1B3C2 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 20 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap atribut keseluruhan (overall) selama penyimpanan pada suhu ruang Penilaian mutu sensori secara keseluruhan (overall) oleh panelis dilakukan dengan mempertimbangkan kombinasi keseluruhan atribut sensori sampel, termasuk warna, aroma, rasa, tekstur, dan lain-lain. Oleh sebab itu, nilai atribut keseluruhan ini dipengaruhi oleh nilai atribut sensori yang lainnya. Hal ini dibuktikan dengan kesesuaian data penurunan nilai penerimaan atribut keseluruhan, baik kontrol maupun sampel selama penyimpanan (Gambar 20) dengan penurunan nilai penerimaan atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur selama penyimpanan (Gambar 16-19). Di samping itu, hal ini juga dibuktikan oleh kesesuaian data statistik nilai penerimaan yang menurun secara signifikan pada minggu ke-2 (p<0.05), baik pada atribut keseluruhan maupun atribut rasa dan tekstur (Lampiran 19). Di samping itu, Gambar 20 juga menunjukkan bahwa nilai penerimaan atribut keseluruhan pada kontrol yang diamati setiap minggunya lebih rendah daripada sampel. Hal ini sesuai dengan data nilai penerimaan panelis terhadap atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur kontrol yang lebih rendah daripada sampel (Gambar 16-19). Akan tetapi nilainya tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% (Lampiran 20). Artinya, perlakuan termal yang diberikan pada sampel
43 memberikan pengaruh nyata terhadap nilai penerimaan atribut sensori secara keseluruhan (p<0.05). Data pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa nilai penerimaan atribut keseluruhan masih masuk ke dalam kategori suka pada minggu ke-0 dan ke-1, yaitu 8.6-8.9 untuk kontrol dan 9.2-9.6 untuk sampel. Akan tetapi, penurunan nilai penerimaan yang signifikan terjadi pada minggu ke-2 (p<0.05). Nilai penerimaan terhadap atribut keseluruhan sejak minggu ke-2 ini masuk pada kategori tidak suka, yaitu 5.6 untuk kontrol dan 4.8-5.8 untuk sampel. Artinya, kontrol dan sampel sudah tidak dapat diterima secara keseluruhan pada minggu ke-2. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini, penerimaan mutu sensori menjadi titik kritis yang menentukan kelayakan produk wingko babat dimana mutu sensorinya secara keseluruhan sudah tidak dapat diterima pada minggu ke-2 karena teksturnya terlalu keras. Pengerasan tekstur produk akibat retrogradasi pati selama penyimpanan ini banyak ditemukan pada produk yang kaya akan karbohidrat, seperti produk bakery (Ji et al. 2007; Krupa et al. 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ji et al. (2007), hal serupa juga diamati pada kue MiGao, yaitu kue tradisional Cina yang berbahan dasar tepung beras dan tepung beras ketan yang dikukus di dalam bambu. Kue MiGao yang baru dikukus memiliki tektur yang lembut dan elastis, namun segera menjadi keras ketika disimpan pada suhu ruang dalam beberapa jam. Pada hari ke-5, penerimaan mutu sensori dan tekstur kue MiGao mengalami penurunan yang signifikan dan sudah tidak dapat diterima akibat retrogradasi pati yang terjadi selama penyimpanan di suhu ruang. Sementara itu, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Laohasongkram et al. (2011) berhasil memperpanjang umur simpan produk bakpau selama 16 hari pada suhu ruang dengan menerapkan aw dan pH sebagai hurdle dengan menggunakan penambahan gliserol dan asam laktat. Akan tetapi, berdasarkan analisis tekstur dan evaluasi sensori, produk ini hanya dapat bertahan selama 8 hari. Dengan demikian, mutu sensori produk wingko babat secara keseluruhan sudah cukup lama jika dibandingkan dengan produk sejenis. Akan tetapi, nilai tambah yang diperoleh dari proses termal dan pengemasan vakum yang diberikan pada sampel menjadi terlalu sedikit jika produk yang dihasilkan sudah tidak dapat diterima secara sensori pada minggu ke-2. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki mutu sensori produk wingko babat, khususnya pada atribut tekstur sehingga dapat diterima secara sensori selama waktu penyimpanan yang lebih lama. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh wingko babat dengan tekstur yang lebih baik adalah dengan menambahkan proporsi lemak pada formulasi, yaitu dapat diperoleh dari margarin maupun kelapa parut. Lemak sering ditambahkan pada produk pangan untuk memperbaiki tekstur dan mengempukkan produk pangan (Jacob dan Leelavathi 2007). Menurut Jacob dan Leelavathi (2007), lemak yang bersifat tidak larut air dapat menghalangi terbentuknya massa gluten dari gandum yang padat dan keras pada roti sehingga serabut-serabut gluten menjadi lebih pendek dan menghasilkan tekstur yang lebih empuk. Hal serupa diharapkan dapat diterapkan pada struktur granula pati pada produk wingko babat sehingga dapat memperbaiki teksturnya selama penyimpanan. Di samping itu, tekstur wingko babat yang terlalu keras diduga disebabkan oleh gelatinisasi pati yang tidak sempurna karena proses pemanasan hanya terjadi
44 pada saat adonan dipanggang di dalam oven. Gelatinisasi pati yang terjadi selama pemanasan menyebabkan granula pati membengkak menghasilkan gel pati yang mengikat air (Leelayuthsoontorn dan Thipayarat 2006). Proses gelatinisasi pati yang tidak sempurna menyebabkan kemampuan pati untuk mengikat air lebih rendah dan menghasilkan tekstur produk yang lebih keras (Kerdpiboon dan Charoendee 2012). Inilah yang diduga menyebabkan tekstur produk wingko babat yang dihasilkan menjadi lebih keras. Hal ini dapat diperbaiki dengan cara melakukan proses pemanasan adonan, yaitu pencampuran bahan-bahan dilakukan sambil sambil dipanaskan di atas kompor dan diaduk sampai terbentuk adonan yang kental dan dapat dicetak. Agar pati dapat tergelatinisasi dengan sempurna, jumlah air yang digunakan pada formulasi juga sebaiknya ditambahkan. Rasio yang dibutuhkan untuk memperoleh gelatinisasi pati yang sempurna adalah minimal 60% air dengan 40% pati (Hadiyanto et al. 2007). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kerdpiboon dan Charoendee (2012), penambahan rasio air dapat menurunkan tingkat kekerasan produk karena jumlah air yang dapat diserap oleh molekul pati lebih banyak dan menurunkan gaya kompresi produk. Pemanasan adonan dan penambahan air ini diharapkan dapat memperbaiki gelatinisasi pati pada proses pembuatan wingko babat sehingga memberikan kesempatan bagi granula pati untuk mengikat air dan membentuk gel pati dengan lebih baik. Hal ini diharapkan dapat memperbaiki tekstur produk wingko babat yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan penerimaan mutu sensori produk wingko babat selama penyimpanan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil uji coba pembuatan wingko babat menunjukkan bahwa kulit jeruk purut yang digunakan sebagai salah salah satu bahan wingko babat mendominasi aroma produk dan menutupi perubahan mutu aroma selama penyimpanan. Oleh sebab itu, wingko babat di dalam penelitian ini dibuat tanpa menggunakan kulit jeruk purut. Sementara itu, proses pencetakan yang dipilih adalah pencetakan yang dilakukan setelah pemanggangan karena pencetakan yang dilakukan sebelum pemanggangan menghasilkan produk yang terlalu keras pada bagian permukaannya (case hardening). Mikroorganisme yang berpotensi tumbuh dan menjadi penyebab utama kerusakan mikrobiologis pada produk wingko babat umumnya adalah golongan kapang dan khamir. Oleh sebab itu, golongan kapang dan khamir dijadikan sebagai mikroba target dalam proses termal untuk produk wingko babat di dalam penelitian ini, yaitu dengan nilai D82.2°C = 0.0095 menit dan z = 7 °C. Aplikasi proses termal pada suhu 65 °C, 75 °C, dan 85 °C yang memenuhi konsep 6D dan 12D serta pengemasan dalam alumunium foil secara vakum dan tidak vakum menunjukkan bahwa wingko babat yang tidak dikemas secara vakum mengalami kerusakan (off-flavor) setelah disimpan selama 2 minggu. Sementara itu, aplikasi proses termal pada ketiga suhu ini selama waktu proses yang memenuhi konsep 6D dan 12D pada wingko babat yang dikemas secara vakum
45 tidak menimbulkan perbedaan yang nyata terhadap nilai penerimaan atribut sensori produk (p>0.05). Oleh sebab itu, berdasarkan pertimbangan efisiensi proses termal, dipilih perlakuan termal pada suhu 85 °C selama 10 menit (12D). Aplikasi pemanasan pada suhu 85 °C selama 10 menit yang memenuhi konsep 12D pada wingko babat yang dikemas secara vakum menunjukkan bahwa sampel yang disimpan pada suhu ruang mengalami fluktuasi kadar air dan aw, penurunan pH, serta peningkatan kekerasan, daya kunyah, kadar asam lemak bebas, angka lempeng total, dan total kapang-khamir. Sementara itu, nilai penerimaan sensori cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Berdasarkan data asam lemak bebas, angka lempeng total, dan total kapangkhamir, wingko babat masih memenuhi SNI 01-4311-1996 pada penyimpanan minggu ke-4 tetapi sudah tidak dapat diterima secara sensori pada minggu ke-2 karena teksturnya menjadi terlalu keras.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki mutu tekstur produk wingko babat sehingga dapat diperoleh produk yang dapat diterima secara sensori selama penyimpanan pada suhu ruang yang lebih lama. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu tekstur produk wingko babat adalah dengan memperbaiki formulasi (penambahan proporsi lemak) dan proses pengolahannya (pemanasan adonan). Hal lain yang perlu dilakukan adalah memperbaiki proses termal yang digunakan untuk memperoleh mutu mikrobiologis produk wingko babat yang lebih baik. Berdasarkan data mikrobiologis yang diperoleh, proses termal yang diterapkan pada penelitian ini belum maksimal. Mengingat produk wingko babat dikemas secara vakum dan disimpan pada suhu ruang, serta memiliki pH yang lebih besar dari 4.6 dan aw sekitar 0.85, proses termal yang disarankan adalah sterilisasi (12D) dengan Clostridium botulinum sebagai mikroba target. Dengan menerapkan proses sterilisasi ini, secara teoritis dapat diperoleh wingko babat yang dapat disimpan sampai beberapa bulan pada suhu ruang.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah N, Nawawia A, Othman I. 2000. Fungal spoilage of starch-based foods in relation to its water activity (aw). Journal of Stored Products Research. 36(1):47-54. Adetunji VO, Chen J. 2011. Effect of temperature and modified vacuum packaging on microbial quality of wara a West African soft cheese. Research Journal of Microbiology. 36(4):402-409. Aini N dan Purwiyatno H. 2010. Gelatinization properties of white maize starch from three varieties of corn subject to oxidized and acetylated-oxidized modification. International Food Research Journal. 17:961-968. Allende A, Tomas-Barberan FA, Gil MI. 2006. Minimal processing for healthy traditional foods. Trends in Food Science & Technology. 17(9):513–519.
46 Anderson NM, Larkin JW, Cole MB, Skinner GE, Whiting RC, Gorris LG, Rodriguez A, Buchanan R, Stewart CM, Hanlin JH, Keener L, Hall PA. 2011. Food safety objective approach for controlling Clostridium botulinum growth and toxin production in commercially sterile foods. Journal of Food Protection. 74(11):1956-1989. Andic S, Tuncturk Y, Javidipour I. 2011. Effects of frozen storage and vacuum packaging on free fatty acid and volatile composition of Turkish Motal cheese. Food Science and Technology International. 17(4):375-394. Annamalai T, Vasudevan P, Marek P, Hoagland T, Venkitanarayanan K. 2003. Heat inactivation of Escherichia coli 0157:H7 in apple cider in the presence of glycerol monolaurate and a synthetic antimicrobial peptide, PR-26. Journal of Food Processing and Preservation. 27(1):37-49. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official Method of Analysis 925.45. Gaithersburg (US): AOAC International. Awuah GB, Ramaswamy H, Economides A. 2007. Thermal processing and quality: Principles and overview. Chemical Engineering and Processing. 46(6):584–602. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001a. Chapter 3: Aerobic Plate Count. Bacteriological Analytical Manual (8) [Internet]. [diunduh 2012 Nov 15]. Tersedia pada: http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/LaboratoryMethods/ BacteriologicalAnalyticalManualBAM/ucm063346.htm. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001b. Chapter 18: Yeasts, Molds and Mycotoxins. Bacteriological Analytical Manual (8) [Internet]. [diunduh 2012 Nov 15]. Tersedia pada: http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/Laboratory Methods/BacteriologicalAnalyticalManualBAM/ucm071435.htm. Barbosa-Cánovas GV, Fontana AJ Jr., Schmidt SJ, Labuza TP. 2007. Water Activity in Foods: Fundamentals and Applications. Iowa (US): Blackwell & IFT Pr. Beckett ST. 2011. Industrial Chocolate Manufacture And Use. 4th ed. Iowa (US): Blackwell. Berk Z. 2009. Food Process Engineering and Technology. Burlington (US): Academic Pr. Bhat R, Alias AK, Paliyath G. 2012. Progress in Food Preservation. West Sussex (GB): Wiley-Blackwell. Brody AL, Bugusu B, Han JH, Sand CK, McHugh TH. 2008. Innovative food packaging solutions. Journal of Food Science. 73(8):107-116. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4311-1996 Kue Wingko. Jakarta (ID): BSN. Bull MK, Olivier SA, van Diepenbeek RJ, Kormelink F, Chapman B. 2009. Synergistic inactivation of spores of proteolytic Clostridium botulinum strains by high pressure and heat is strain and product dependent. Appl Environ Microbiol. 75(2):434-445. Coultate TP. 2009. Food: The Chemistry of Its Components. 5th ed. Cambridge (GB): The Royal Society of Chemistry. [CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation. 2010. Make It Safe: A Guide to Food Safety. Collingwood (AU): CSIRO Publishing.
47 Degirmencioglu N, Esmer OK, Irkin R, Degirmencioglu A. 2012. Effects of vacuum and modified atmosphere packaging on shelf life extention of minced meat chemical and microbiological changes. Journal of Animal and Veterinary Advances. 11(7):898-911. Enrione JI, Diaz PC, Matiacevich SB, Hill SE. 2012. Mechanical and structural stability of an extruded starch-protein-polyol food system. Journal of Food Research. 1(2):224-232. Erwin LT. 2003. Seri Makanan Favorit: Variasi Kue Wingko. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Figiel A, Tajner-Czopek A. 2006. The effect of candy moisture content on texture. Journal of Foodservice. 17(4):189-195. Fox PF, Guinee TP, Cogan TM. 2000. Fundamentals of Cheese Science. Gaithersburg (US): Aspen Publishers. Gerez CL, Torino MI, Rollan G, de Valdez GF. 2009. Prevention of bread mould spoilage by using lactic acid bacteria with antifungal properties. Food Control. 20(2):144-148. Ghasemi E, Mosavian MTH, Khodaparast MHH. 2009. Effect of stewing in cooking step on textural and morphological properties of cooked rice. Rice Science. 16(3):243-246. Ghazala S, Trenholm R. 2007. Development of pasteurization process for rock crab meat (Cancer irroratus). Journal of Food Processing and Preservation. 20(4):315-330. Gorris LGM, Peppelenbos HW. 1992. Modified atmosphere and vacuum packaging to extend the shelf life of respiring food products. Horttechnology. 2:303-309. Gutierrez L, Batlle R, Andujar S, Sanchez C, Nerin C. 2011. Evaluation of antimicrobial active packaging to increase shelf life of gluten-free sliced bread. Packag. Technol. Sci. 24(8):485-494. Guynot ME, Ramos AJ, Sanchis V, Marin S. 2004. Study of benzoate, propionate, and sorbate salts as mould spoilage inhibitors on intermediate moisture bakery products of low pH (4.5-5.5). International Journal of Food Microbiology. 101(2):161-168. Hadibroto C, Kartohadiprodjo N, Tobing HAL. 2007. Camilan Khas Indonesia. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Hadiyanto, Asselman A, van Straten G, Boom RM, Esveld DC, van Boxtel AJB. 2007. Quality prediction of bakery products in the initial phase of process design. Innovative Food Science and Emerging Technologies. 8(2):285-298. Hamid-Samimi MH, Swartzel KR. 1985. Pasteurization design criteria for production of extended shelf life refrigerated liquid whole egg. Journal of Food Processing and Preservation. 8(3):219-224. Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 27(4):124-130. Hintlian CB, Hotchkiss JH. 1986. The safety of modified atmosphere packaging: a review. Food Technology. 40(12):70-76. Ihsan A. 2010. Usaha Camilan. Intan N, editor. Yogyakarta (ID): Pustaka Grhatama. Jacob J, Leelavathi K. 2007. Effect of fat-type on cookie dough and cookie quality. Journal of Food Engineering. 79(1):299-305.
48 Ji Y, Zhu K, Qian H, Zhou H. 2007. Staling of cake prepared from rice flour and sticky rice flour. Food Chemistry. 104(1):53-58. Janzantti NS, Santos GC, Monteiro M. 2012. Shelf life of fresh and pasteurized organic passion fruit (Passiflora EdulisF. FlavicarpaDeg.) pulp. Journal of Food Processing and Preservation. Kerdpiboon S, Charoendee D. 2012. Comparative physical characterization of water ratio changes of Hang rice during cooking. IPCBEE. 39(1):52-55. Khaksar R, Moslemy M, Hosseini H, Taslimi A, Ramezani A, Amiri Z, Sabzevari A. 2010. Comparison of lipid changes in chicken frankfurters made by soybean and canola oils during storage. Iranian Journal of Veterinary Research. 11(2):154-163. Krupa U, Rosell CM, Sadowska J, Soral-Smietana M. 2010. Bean starch as ingredient for gluten-free bread. Journal of Food Processing and Preservation. 34(2):501-518. Kusnandar F, Hariyadi P, Syamsir E. 2006. Prinsip Teknik Pangan. Bogor (ID): IPB Pr. Lam HS, Proctor A. 2003. Lipid hydrolysis and oxidation on the surface of milled rice. JAOCS. 80(6):563-567. Laohasongkram K, Poonnakasem N, Chaiwanichsiri S. 2011. Process development of shelf-stable Chinese steamed bun. Journal of Food Process Engineering. 34(4):1114-1124. Leelayuthsoontorn P, Thipayarat A. 2006. Textural and morphological changes of Jasmine rice under various elevated cooking conditions. Food Chem. 96(4):606-613. Leistner L. 2000. Basic aspects of food preservation by hurdle technology. International Journal of Food Microbiology. 55(1):181-186. Leistner L, Gould GW. 2002. Hurdle Technologies: Combination Treatments for Food Stability, Safety, and Quality. New York (US): Kluwer Academic. Maisuthisakul P, Gordon MH, Pongsawatmanit R, Suttajit M. 2007. Enhancing the oxidative stability of rice crackers by addition of the ethanolic extract of phytochemicals from Cratoxylum formosum Dyer. Asia Pac J Clin Nutr. 16(1):37-42. Malletroit V, Guinard J, Kunkee RE, Lewis MJ. 1991. Effect of pasteurization on microbiological and sensory quality of white grape juice and wine. Journal of Food Processing and Preservation. 15(1):19-29. Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. 3rd ed. Cambridge (GB): Woodhead Publishing. Marriott NG, Gravani RB. 2006. Principles of Food Sanitation. 5th ed. New York (US): Springer. Marsh K, Bugusu B. 2007. Food Packaging: Roles, Materials, and Environmental Issues. Journal of Food Science. 72(3):39-55. Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd ed. Florida (US): CRC Pr. Mendez-Albores JA, Arambula VG, Vazquez BME, Mendoza EM, Preciado, Moreno-Martinez E. 2003. Effect of high moisture maize storage on tortilla quality. Journal of Food Science. 68(5):1878-1881.
49 Miller P, Haveroen ME, Solichova K, Merkl R, McMullen LM, Míkova K, Chumchalova J. 2010. Shelf life extension of liquid whole eggs by heat and bacteriocin treatment. Czech J. Food Sci. 28(4):280-289. Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Ed ke-3. Bogor (ID): IPB Pr. Narkrugsa W, Saeleaw M. 2009. The retrogradation of canned rice during storage. KMITL Sci. Tech. J. 9(1):1-8. Ozturk A, Yilmaz N, Gunes G. 2010. Effect of different modified atmosphere packaging on microbial quality, oxidation and colour of a seasoned ground beef product (meatball). Packag. Technol. Sci. 23(1):19-25. Parker RO. 2003. Introduction to Food Science. New York (US): Thomson Learning. Perdon AA, Siebenmorgen TJ, Buescher RW, Gbur EE. 1999. Starch retrogradation and texture of cooked milled rice during storage. Journal of Food Science. 64(5):828-832. Pertiwi SRR, Suprayatmi M, Andriastuti MS. 2005. Modifikasi proses pengolahan dan model cetakan untuk memperpanjang umur simpan produk wingko babat. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian [Internet]. Bogor (ID): BB Pascapanen. hlm 791-800; [diunduh 2012 Mar 3]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/26187/prosiding_ seminar_teknologi_inovatif_pascapanen-77.pdf Potter NN, Hotchkiss JH. 1998. Food Science. 5th ed. Gaithersburg (US): Aspen Publishers. Saranraj P, Geetha M. 2012. Microbial spoilage of bakery products and its control by preservatives. IJPBA. 3(1):38-48. Senadeera W. 2008. The drying constant and its effect on the shrinkage constant of different-shaped food particulates. International Journal of Food Engineering. 4(8):1-16. Sasaki T. 2005. Effect of wheat starch characteristics on the gelatinization, retrogradation and gelation properties. JARQ. 39(4):253-260. Scetar M, Kurek M, Galic K. 2010. Trends in meat and meat products packaging. Croat. J. Food Sci. Technol. 2(1):32-48. Schuman JD, Sheldon BW. 2003. Inhibition of Listeria monocytogenes in pHadjusted pasteurised liquid whole egg. Journal of Food Protection. 66(6):9991006. Singh N, Singh J, Kaur L, Sodhi NS, Gill BS. 2003. Morphological, thermal and rheological properties of starchesfrom different botanical sources. Food Chemistry. 81(2):219-231. Sinha NK, Hui YH, Evranuz EO, Siddiq M, Ahmed J. 2011. Handbook of Vegetables and Vegetable Processing. Iowa (US): Blackwell. Steel RGD, Torrie JH. 1995. Principles and Procedures of Statistic: A Biometrical Approach. 2nd ed. New York (US): McGraw-Hill. Sudarmadji S, Bambang H, Suhardi. 2008. Analisa Untuk Bahan Makanan dan Produk Pertanian. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Liberty. Sukasih E, Setyadjit. 2008. Study on heat resistance and heat adequacy to inactivate microorganism population in pasteurized pure citrus juice CV Siam. Indonesian Journal of Agriculture. 1(1):22-27.
50 Toledo RT. 2007. Fundamentals of Food Process Engineering. 3rd ed. New York (US): Springer. Tsakama M, Mwangwela AM, Manani TA, Mahungu NM. 2011. Effect of heat moisture treatment on physicochemical and pasting properties of starch extracted from eleven sweet potato varieties. International Research Journals. 1(7):254-260. Vaclavik VA, Christian EW. 2008. Essentials of Food Science. 3rd ed. New York (US): Springer. Varoquaux PJA, Nguyen C. 1994. Vacuum processing: a new concept for precooked fruit and vegetables. Food Science and Technology Today. 8:42-49. Visessanguan W, Benjakul S, Riebroy S,Yarchai M, Tapingkae W. 2006. Changes in lipid composition and fatty acid profile of Nham, a Thai fermented pork sausage, during fermentation. Food Chem. 94(4):580-588. Vora P, Senecal A, Schaffner DW. 2003. Survival of Staphylococcus aureus ATCC 13565 in intermediate moisture foods is highly variable. Risk Analysis. 23(1):229-236. Zhou Z. Robards K, Helliwell S, Blanchard C. 2002. Ageing of stored rice: changes in chemical and physical attributes. Journal of Cereal Science. 35(1):65-78.
51 Lampiran 1 Data distribusi termal di dalam waterbath selama proses termal pada suhu 85°C Menit ke0 1 2 3 4 5 6 7 8b 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 a
Suhu Termokopel (°C) Tc1a
Tc2a
Tc3a
Tc4a
Tc5
Tc6
Tc7
Tc8
Tc9
Tc10
28 35 46 56 64 72 79 83 86 83 86 86 86 86 85 85 85 84 86 86 86 86 85 85 84 86 86 86 85 85 85 84 84 84 84 85 86 85 85 85
28 32 45 53 63 71 78 83 85 83 86 86 86 86 85 85 84 84 86 86 86 85 85 86 84 86 86 86 86 86 84 85 85 84 84 86 86 86 86 85
28 33 44 55 63 72 79 84 86 82 86 86 86 86 85 85 84 84 86 86 86 85 85 85 84 87 86 86 86 86 85 85 84 84 84 86 86 86 85 85
28 33 46 56 64 73 80 83 87 84 86 86 86 86 85 85 84 84 86 86 86 86 86 85 86 85 86 86 86 86 85 85 84 84 84 84 86 86 86 85
28 35 46 57 65 73 80 84 87 84 87 86 86 86 86 85 85 84 86 86 86 86 86 85 86 86 86 86 86 85 86 85 84 84 84 85 86 86 86 85
28 34 46 56 65 72 79 83 86 84 86 86 86 86 86 85 85 84 86 86 86 86 86 85 85 85 86 86 86 86 85 84 84 84 84 84 86 86 86 85
28 34 46 56 64 72 79 83 86 84 86 86 86 86 86 86 85 85 86 86 86 86 86 85 85 86 86 86 86 85 85 85 84 84 84 85 86 86 85 85
28 34 46 56 64 72 80 83 86 84 87 86 86 86 86 85 85 84 86 86 86 86 86 86 85 86 86 86 86 86 85 85 85 85 84 86 86 86 86 86
28 33 46 56 64 72 81 84 87 84 86 86 86 86 86 85 85 85 86 86 86 86 86 86 85 86 86 86 86 86 85 85 85 84 84 86 86 86 86 86
28 34 46 57 64 72 80 84 87 84 87 86 86 86 85 85 85 84 87 86 86 86 86 86 85 87 86 86 86 86 85 85 85 85 84 85 86 86 86 86
Titik terdingin (coldest point). bCUT (coming up time).
52 Lampiran 2 Data penetrasi termal pada suhu 65 °C Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 a
Sampel dalam kemasan vakum Tp (°C)
LR
29 29 34 38 43 47 50 53 55 57 58 59 61 61 62 63 63 64 64 64 64 64 64 64 65 65 66 66 66 66 67 67 67 67 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 65 62 57 53 49 46 42 40 38 36 34 33 32 32 31 31 30 31 29 29 29 29 29 29 28 29
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0001 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012 0.0017 0.0017 0.0024 0.0024 0.0024 0.0024 0.0029 0.0029 0.0029 0.0035 0.0035 0.0042 0.0042 0.0042 0.0050 0.0060 0.0060 0.0060 0.0060 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0042 0.0050 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0035 0.0014 0.0003 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Sampel dalam kemasan tidak vakum
Fo parsial (menit)
Nilai Fo (menit)
Tp (°C)
LR
Fo parsial (menit)
Nilai Fo (menit)
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0002 0.0003 0.0005 0.0007 0.0009 0.0011 0.0014 0.0017 0.0021 0.0024 0.0024 0.0024 0.0027 0.0029 0.0029 0.0032 0.0035 0.0038 0.0042 0.0042 0.0046 0.0055 0.0060 0.0060 0.0060 0.0055 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0046 0.0046 0.0046 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0038 0.0024 0.0008 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0002 0.0003 0.0006 0.0011 0.0018 0.0027 0.0038 0.0052 0.0069 0.0089 0.0113 0.0138 0.0162 0.0189 0.0218 0.0247 0.0279 0.0314 0.0352 0.0394 0.0436 0.0482 0.0537 0.0598b 0.0658 0.0718 0.0774 0.0824 0.0874 0.0925 0.0975 0.1025 0.1076 0.1126 0.1172c 0.1218 0.1264 0.1306 0.1348 0.1390 0.1432 0.1470 0.1495 0.1503 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505 0.1505
30 30 34 38 41 44 47 50 52 54 55 57 58 59 59 61 61 62 62 62 63 63 63 64 64 64 65 65 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 66 65 60 54 49 45 42 39 38 36 34 34 33 32 31 31 31 30 30 29 29 29 29 29 29 29 29
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0001 0.0002 0.0003 0.0005 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012 0.0014 0.0014 0.0017 0.0020 0.0017 0.0024 0.0024 0.0029 0.0035 0.0035 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0042 0.0042 0.0050 0.0050 0.0042 0.0042 0.0042 0.0035 0.0007 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0.0007 0.0009 0.0011 0.0013 0.0014 0.0015 0.0018 0.0018 0.0021 0.0024 0.0027 0.0032 0.0035 0.0038 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0042 0.0046 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0050 0.0046 0.0042 0.0046 0.0050 0.0046 0.0042 0.0042 0.0038 0.0021 0.0004 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0001 0.0002 0.0004 0.0007 0.0011 0.0016 0.0023 0.0032 0.0042 0.0055 0.0069 0.0085 0.0103 0.0122 0.0142 0.0166 0.0193 0.0225 0.0260 0.0298 0.0340 0.0382 0.0424 0.0466 0.0508 0.0554 0.0604b 0.0655 0.0705 0.0755 0.0805 0.0856 0.0906 0.0952 0.0994 0.1040 0.1090 0.1137 0.1178c 0.1220 0.1259 0.1280 0.1283 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284 0.1284
Nilai Fo dihitung pada suhu 82.2°C dengan nilai D = 0.0095 menit dan z = 7 °C; Tp: suhu produk, LR: nilai letalitas termal pada suhu tertentu. bNilai Fo telah mencapai 0.057 menit (6D). cNilai Fo telah mencapai 0.114 menit (12D).
53 Lampiran 3 Data penetrasi termal pada suhu 75 °C Sampel dalam kemasan vakum Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 a
Tp (°C)
LR
28 29 34 40 46 52 56 59 62 65 67 68 69 70 71 72 72 72 73 73 74 74 74 74 74 74 74 74 75 75 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 76 74 69 62 57 52 48 44 42 40 37 36 35 34 33 32 31 31 31 31 30 30 30
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0006 0.0012 0.0035 0.0060 0.0104 0.0125 0.0181 0.0217 0.0313 0.0313 0.0375 0.0541 0.0541 0.0650 0.0650 0.0650 0.0650 0.0780 0.0650 0.0780 0.0780 0.0936 0.0936 0.1124 0.1124 0.1124 0.1349 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.0780 0.0125 0.0014 0.0002 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Sampel dalam kemasan tidak vakum
Fo parsial (menit)
Nilai Fo (menit)
Tp (°C)
LR
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0004 0.0009 0.0023 0.0048 0.0082 0.0115 0.0153 0.0199 0.0265 0.0313 0.0344 0.0458 0.0541 0.0595 0.0650 0.0650 0.0650 0.0715 0.0715 0.0715 0.0780 0.0858 0.0936 0.1030 0.1124 0.1124 0.1237 0.1237 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.0952 0.0453 0.0070 0.0008 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0005 0.0014 0.0037 0.0084 0.0167 0.0282 0.0435 0.0634b 0.0899 0.1212c 0.1556 0.2014 0.2555 0.3151 0.3800 0.4450 0.5100 0.5814 0.6529 0.7244 0.8024 0.8882 0.9818 1.0849 1.1973 1.3097 1.4334 1.5570 1.6694 1.7818 1.8943 2.0067 2.1191 2.2315 2.3267 2.3719 2.3789 2.3797 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799 2.3799
29 30 36 42 47 51 54 57 60 61 63 65 67 68 69 69 71 71 72 72 72 73 73 73 73 74 74 74 74 74 75 75 76 75 76 76 76 76 76 76 76 73 66 60 54 49 45 42 40 37 36 34 33 33 32 31 31 31 30 30 29 30 30
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0003 0.0007 0.0010 0.0020 0.0035 0.0072 0.0104 0.0125 0.0151 0.0217 0.0261 0.0313 0.0375 0.0375 0.0451 0.0541 0.0541 0.0541 0.0650 0.0650 0.0650 0.0780 0.0780 0.0936 0.0936 0.1124 0.0936 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.0541 0.0050 0.0007 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Fo parsial (menit)
Nilai Fo (menit)
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0002 0.0005 0.0008 0.0015 0.0028 0.0054 0.0088 0.0115 0.0138 0.0184 0.0239 0.0287 0.0344 0.0375 0.0413 0.0496 0.0541 0.0541 0.0595 0.0650 0.0650 0.0715 0.0780 0.0858 0.0936 0.1030 0.1030 0.1030 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.1124 0.0833 0.0296 0.0029 0.0004 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0003 0.0008 0.0016 0.0031 0.0058 0.0112 0.0200 0.0315 0.0453 0.0637b 0.0876 0.1163c 0.1507 0.1882 0.2295 0.2791 0.3333 0.3874 0.4469 0.5119 0.5769 0.6483 0.7263 0.8121 0.9058 1.0088 1.1118 1.2148 1.3272 1.4396 1.5521 1.6645 1.7769 1.8893 1.9725 2.0021 2.0050 2.0053 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054 2.0054
Nilai Fo dihitung pada suhu 82.2°C dengan nilai D = 0.0095 menit dan z = 7 °C; Tp: suhu produk, LR: nilai letalitas termal pada suhu tertentu. bFo > 0.057 menit (6D). cFo > 0.114 menit (12D).
54 Lampiran 4 Data penetrasi termal pada suhu 85 °C Sampel dalam kemasan vakum Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 a
Tp (°C)
LR
29 31 38 44 52 57 63 68 71 72 74 77 78 80 81 82 82 82 83 83 83 84 84 84 85 86 84 84 85 85 85 85 86 85 85 85 85 84 85 85 85 85 85 85 85 85 86 85 85 86 86 86 85 78 69 62 56 50 47 43 39 38 36 34 33 32 31 31 30 30 29 30 29 29
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0003 0.0017 0.0104 0.0261 0.0375 0.0780 0.1620 0.2335 0.4850 0.5822 0.8391 1.0073 1.0073 1.2093 1.4518 1.4518 1.7429 2.0924 2.0924 2.5119 3.0155 2.0924 2.0924 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 3.0155 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.0924 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 3.0155 2.5119 2.5119 3.0155 3.0155 3.0155 2.5119 0.2335 0.0151 0.0012 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Sampel dalam kemasan tidak vakum
Fo parsial (menit)
Nilai Fo (menit)
Tp (°C)
LR
Fo parsial (menit)
Nilai Fo (menit)
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0010 0.0061 0.0183 0.0318 0.0578 0.1200 0.1977 0.3592 0.5336 0.7107 0.9232 1.0073 1.1083 1.3306 1.4518 1.5973 1.9176 2.0924 2.3021 2.7637 2.5539 2.0924 2.3021 2.5119 2.5119 2.5119 2.7637 2.7637 2.5119 2.5119 2.5119 2.3021 2.3021 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.5119 2.7637 2.7637 2.5119 2.7637 3.0155 3.0155 2.7637 1.3727 0.1243 0.0081 0.0007 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0012 0.0072 0.0255 0.0573b 0.1150c 0.2350 0.4328 0.7920 1.3256 2.0363 2.9595 3.9668 5.0751 6.4057 7.8575 9.4548 11.3724 13.4648 15.7669 18.5306 21.0846 23.1769 25.4790 27.9909 30.5028 33.0147 35.7784 38.5421 41.0540 43.5659 46.0778 48.3799 50.6820 53.1939 55.7058 58.2177 60.7296 63.2415 65.7533 68.2652 71.0289 73.7927 76.3045 79.0683 82.0838 85.0993 87.8631 89.2357 89.3600 89.3681 89.3688 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689 89.3689
29 31 38 46 53 58 63 66 69 71 73 74 76 76 77 78 78 79 80 81 81 82 82 82 82 82 83 83 83 83 83 83 83 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 85 85 85 84 85 84 77 67 60 53 48 44 40 38 36 34 33 33 32 31 31 30 29 29 29 28 28
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0004 0.0017 0.0050 0.0125 0.0261 0.0541 0.0780 0.1124 0.1349 0.1945 0.2335 0.2803 0.4040 0.4850 0.5822 0.6989 0.8391 1.0073 1.0073 1.0073 1.0073 1.2093 1.4518 1.2093 1.2093 1.4518 1.4518 1.4518 1.7429 1.7429 1.7429 1.7429 1.7429 1.7429 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.5119 2.5119 2.5119 2.0924 2.5119 1.7429 0.1620 0.0072 0.0007 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0010 0.0034 0.0088 0.0193 0.0401 0.0661 0.0952 0.1237 0.1647 0.2140 0.2569 0.3421 0.4445 0.5336 0.6406 0.7690 0.9232 1.0073 1.0073 1.0073 1.1083 1.3306 1.3306 1.2093 1.3306 1.4518 1.4518 1.5973 1.7429 1.7429 1.7429 1.7429 1.7429 1.9176 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.0924 2.3021 2.5119 2.5119 2.3021 2.3021 2.1274 0.9524 0.0846 0.0040 0.0004 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0003 0.0013 0.0047 0.0134 0.0327 0.0728b 0.1389c 0.2341 0.3578 0.5225 0.7365 0.9933 1.3355 1.7800 2.3135 2.9541 3.7231 4.6464 5.6537 6.6610 7.6684 8.7767 10.1072 11.4378 12.6471 13.9777 15.4295 16.8813 18.4786 20.2215 21.9644 23.7073 25.4502 27.1930 29.1107 31.2030 33.2954 35.3877 37.4801 39.5724 41.6648 43.7571 46.0593 48.5711 51.0830 53.3851 55.6873 57.8147 58.7671 58.8517 58.8557 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561 58.8561
Nilai Fo dihitung pada suhu 82.2°C dengan nilai D = 0.0095 menit dan z = 7 °C; Tp: suhu produk, LR: nilai letalitas termal pada suhu tertentu. bNilai Fo telah mencapai 0.057 menit (6D). cNilai Fo telah mencapai 0.114 menit (12D).
55 Lampiran 5 Perubahan mutu sensori sampel wingko babat selama penyimpanan dalam suhu ruang pada selama 2 minggu Sampel
Warna pucat
Permukaan berair
A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A2B3C1 A2B3C2
-
-
A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A2B3C1 A2B3C2
-
-
A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2 A2B3C1 A2B3C2
-
√ √ √ √ √ √
Aroma tengik
Tekstur keras
Pengamatan minggu ke-0 Pengamatan minggu ke-1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Pengamatan minggu ke-2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pertumbuhan kapang -
56 Lampiran 6 Rekapitulasi hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna dan aroma sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan Nilai penerimaan atribut warna
Nilai penerimaan atribut aroma
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
Kontrol A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2
Kontrol A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2
6.00 5.10 6.65 14.85 3.90 6.95 13.95 11.55 6.45 4.80 9.85 11.80 5.40 9.20 13.10 9.55 7.15 11.05 7.15 13.80 10.25 5.10 11.90 5.70 3.45 8.00 10.45 7.10 5.80 2.85 3.10 8.35 13.00 4.60 10.80 12.40 10.10 8.30 11.55 10.10 9.65 2.85 12.30 4.55 5.75 9.30 7.90 8.80 5.10 8.20 7.85 6.15 9.10 6.85 12.35 3.80 9.70 6.60 2.85 10.35 13.10 7.90 6.45 10.00 11.90 6.20 7.60 5.90 3.60 4.60 9.60 9.25 1.60 6.15
5.95 12.60 11.75 11.25 4.00 6.30 14.15 10.25 5.70 8.95 9.10 9.30 7.50 7.95 13.05 8.10 6.70 10.10 5.00 12.35 11.95 6.70 14.30 4.00 13.95 7.90 11.25 10.15 6.60 4.60 9.30 9.30 9.50 6.35 11.65 7.70 10.80 13.10 11.35 11.10 12.90 11.45 11.60 9.25 11.05 11.20 8.95 5.50 3.85 8.30 9.05 2.10 8.20 8.25 12.45 9.20 9.40 7.00 4.20 8.35 13.30 9.85 5.50 12.75 13.05 12.10 8.25 12.25 4.35 12.50 10.10 5.00 9.30 2.55
6.80 12.55 8.10 14.95 0.85 8.50 12.85 9.70 1.40 3.75 8.15 10.85 9.15 12.05 12.45 9.25 6.81 10.80 6.55 12.55 11.65 5.30 11.80 12.30 6.95 5.00 7.00 6.60 9.35 8.10 4.65 4.55 12.30 4.45 11.60 9.50 7.20 12.05 11.35 8.05 10.45 5.55 11.90 10.40 3.80 9.85 6.90 4.60 4.50 4.85 8.20 3.60 10.85 4.65 11.00 9.80 6.50 6.90 10.25 9.55 12.90 7.35 4.45 7.65 11.55 6.25 7.10 4.90 5.00 7.15 9.25 7.40 0.40 8.05
7.55 2.40 12.00 14.30 6.00 5.40 13.95 9.75 1.70 4.35 7.30 11.00 9.70 7.65 9.90 11.00 6.65 9.60 8.90 13.40 12.85 5.50 13.10 8.30 9.35 7.25 8.35 4.25 7.20 5.65 3.65 8.95 10.80 7.05 10.30 9.80 2.15 14.00 11.50 9.20 8.45 12.15 12.45 9.70 7.00 9.40 6.90 7.80 8.4 8.40 7.00 6.00 8.45 6.50 11.70 2.65 8.40 7.10 1.10 8.65 13.30 6.40 5.55 6.45 11.70 5.95 8.50 9.90 6.15 6.50 10.65 7.45 8.30 3.95
7.10 5.60 11.85 14.90 5.15 5.10 13.80 9.80 0.80 3.85 10.70 11.05 6.50 10.35 2.45 9.50 6.40 11.15 4.85 13.65 12.60 6.60 11.30 1.45 5.65 8.50 11.40 8.50 12.10 6.40 12.30 6.35 12.80 7.05 12.15 9.15 3.95 10.15 11.10 6.30 12.30 10.65 11.50 7.55 12.60 6.10 6.15 8.70 3.85 7.90 7.10 2.60 9.95 4.65 12.40 5.00 7.40 9.30 5.65 8.50 13.35 4.60 5.35 8.00 11.25 6.30 10.50 6.60 4.60 6.70 9.35 10.60 2.00 4.85
6.05 11.80 12.80 14.60 9.55 4.20 13.25 8.50 2.85 4.05 7.90 10.60 5.40 8.70 3.65 10.65 7.15 11.25 8.05 13.80 13.70 6.50 13.00 11.95 0.80 5.80 11.40 10.50 5.50 5.50 9.80 10.35 5.60 3.6 11.25 8.75 10.90 8.75 12.60 6.60 11.50 5.95 13.45 7.05 2.40 10.45 7.05 7.35 9.15 6.35 7.40 8.90 8.55 10.95 10.10 9.40 6.90 9.60 3.95 9.75 14.20 7.90 4.50 11.95 8.75 5.10 8.50 5.00 2.05 6.90 4.45 7.50 5.70 7.05
7.95 11.40 7.85 14.65 5.15 4.75 13.30 11.05 0.85 3.95 11.00 10.85 6.65 11.30 13.15 11.55 6.50 11.30 2.90 14.40 10.55 4.25 12.15 8.75 14.30 8.40 8.30 11.25 7.30 7.35 6.00 6.95 10.75 2.50 11.50 11.15 5.75 10.30 9.85 0.20 6.25 6.85 12.35 9.60 5.80 8.90 6.25 8.75 9.95 7.75 5.90 9.25 9.60 9.60 10.60 8.10 9.30 11.80 5.80 11.40 13.20 8.30 6.10 9.85 11.20 7.00 5.40 10.50 5.65 6.50 2.90 7.50 2.60 6.55
7.95 3.60 10.50 14.80 9.50 6.75 12.50 9.10 3.85 4.10 19.65 8.45 6.40 7.70 2.10 11.40 7.40 11.85 7.10 13.85 10.10 5.50 12.60 4.30 14.50 4.35 10.80 7.90 5.80 1.30 12.05 8.20 7.40 4.50 11.35 8.55 5.15 9.40 12.40 12.50 9.90 9.05 7.80 7.15 10.00 10.65 6.55 7.10 4.30 7.25 5.05 3.30 8.45 5.15 11.80 5.60 9.15 10.85 11.25 8.35 13.70 5.50 7.00 9.55 11.15 7.10 9.65 5.70 5.45 6.85 9.60 7.10 7.20 6.75
10.20 9.50 8.20 10.90 4.10 10.55 13.45 11.95 1.30 5.75 7.70 7.15 12.65 12.15 12.55 9.00 6.85 8.40 5.65 12.60 14.00 5.70 13.40 12.65 14.60 5.10 8.15 5.35 8.45 8.10 3.80 4.95 9.50 13.80 9.15 12.45 8.60 14.60 11.25 8.70 12.60 8.85 11.85 10.50 12.75 10.45 8.15 5.60 4.60 6.60 7.00 4.90 11.65 10.75 11.25 11.10 7.30 6.90 9.80 6.15 12.90 6.60 5.55 2.40 13.25 6.25 6.25 11.20 5.90 13.00 10.35 11.25 10.10 8.70
8.30 9.40 12.10 11.40 5.40 6.00 13.70 7.10 2.10 9.60 9.50 8.35 7.15 10.35 6.30 8.55 4.25 10.95 4.60 12.10 12.35 7.00 13.50 6.65 14.35 8.25 6.60 4.50 8.75 4.75 8.45 8.65 9.70 3.35 10.80 10.45 5.30 14.60 10.75 11.40 8.90 11.20 12.30 12.00 8.50 9.85 9.75 8.30 5.15 7.70 8.70 7.30 11.55 9.20 11.95 9.30 9.50 6.80 2.10 8.70 13.40 5.75 9.10 5.30 12.90 7.40 7.60 12.10 5.75 11.55 7.00 9.30 5.75 4.80
6.70 8.70 12.65 13.30 5.70 5.95 14.30 10.70 0.80 6.25 12.30 10.10 9.60 12.50 2.60 11.50 5.15 10.55 8.70 12.15 13.35 6.30 12.45 4.85 14.50 9.00 11.40 6.75 11.00 7.40 10.70 6.90 10.60 8.75 10.80 13.05 6.05 14.50 10.70 9.50 11.95 10.65 12.15 7.90 4.40 6.90 7.25 10.65 11.20 7.70 7.65 4.15 11.75 6.95 12.50 6.20 6.35 9.30 8.40 7.40 13.30 4.20 6.70 2.25 12.70 7.60 10.00 11.60 8.65 13.40 9.45 7.75 3.25 5.00
7.90 7.80 10.85 15.00 6.85 5.90 14.10 8.85 1.80 6.25 9.40 8.65 9.65 11.90 9.45 10.80 6.45 12.05 6.90 12.50 13.10 6.40 12.70 7.90 14.25 6.40 9.85 6.75 6.20 6.55 8.65 10.50 7.10 1.45 10.55 6.95 11.65 14.60 11.70 5.25 11.85 10.70 13.35 10.65 5.45 10.50 8.80 6.65 4.65 5.95 8.00 6.30 10.30 7.20 10.35 10.90 11.85 7.65 4.75 6.40 13.80 7.35 7.35 5.65 7.30 7.40 9.10 11.60 2.50 12.40 10.15 5.90 5.75 7.55
8.60 11.85 12.80 11.25 5.25 5.85 13.55 10.25 1.95 12.90 9.20 8.45 4.80 8.15 4.05 10.40 6.60 12.00 7.00 12.85 12.25 6.80 14.10 12.75 14.20 10.40 7.90 11.55 7.50 6.65 8.35 6.60 6.90 2.85 8.65 11.85 11.8 14.60 9.00 6.05 6.20 12.00 11.55 0.65 10.60 10.30 7.30 5.95 8.05 7.40 7.10 11.40 10.60 9.05 11.45 8.60 7.05 11.80 12.80 8.10 12.50 3.45 7.50 8.80 14.15 11.90 6.35 11.45 6.40 12.60 7.10 5.80 3.30 6.60
7.15 12.45 12.00 14.40 8.50 5.50 13.30 9.80 1.80 6.15 10.90 7.35 9.35 7.60 2.15 9.20 7.75 12.70 3.55 12.80 11.30 6.75 13.80 6.15 14.35 5.40 11.15 9.10 6.60 5.60 8.70 8.40 7.70 6.70 9.65 10.50 10.60 14.80 11.10 12.40 6.45 12.45 9.05 7.10 8.10 11.25 8.10 5.80 5.75 4.35 7.90 7.20 9.10 10.20 11.80 8.50 8.20 10.75 10.10 6.45 13.55 4.75 6.10 14.05 12.95 14.20 10.75 12.35 4.40 12.85 7.60 9.25 4.35 6.20
57 Lampiran 7 Rekapitulasi hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa dan tekstur sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan Nilai penerimaan atribut rasa
Nilai penerimaan atribut tekstur
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
Kontrol A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2
Kontrol A1B1C1 A1B1C2 A1B2C1 A1B2C2 A1B3C1 A1B3C2
4.50 5.30 8.50 11.30 4.70 7.05 13.30 9.30 0.40 7.15 9.95 8.00 5.80 8.35 13.05 10.10 7.25 4.80 4.45 12.95 10.95 6.75 14.40 7.25 13.20 9.20 10.90 6.40 7.80 1.90 4.70 7.55 8.40 7.05 11.70 8.05 9.10 8.90 11.35 11.15 8.05 9.85 12.50 9.35 10.85 9.50 10.55 6.10 5.00 9.05 7.00 1.80 9.70 11.30 11.55 7.00 10.90 11.80 2.85 8.20 12.45 8.35 4.70 13.10 12.90 10.50 4.15 12.25 5.25 12.65 11.25 9.25 7.30 2.50
4.50 3.75 2.55 14.10 4.05 7.85 9.05 8.80 0.25 8.50 11.30 9.60 7.65 10.65 4.70 10.70 10.05 5.90 6.20 11.75 5.30 6.90 13.00 5.45 8.40 8.85 9.80 4.80 6.20 2.40 6.05 9.20 6.60 2.25 12.30 7.75 9.75 2.50 9.55 11.05 8.40 9.10 12.25 9.45 4.10 4.70 9.90 4.50 4.30 8.60 4.30 1.60 10.50 10.20 11.20 2.15 10.80 6.80 3.75 7.45 12.65 5.10 6.75 10.85 12.90 12.35 4.95 11.50 6.00 4.10 4.00 7.65 9.30 2.60
10.30 8.05 8.15 14.60 4.25 9.25 8.90 7.45 0.45 2.80 9.40 8.25 8.15 11.70 12.75 9.90 7.55 7.30 3.45 13.50 11.85 6.25 14.10 12.30 2.70 7.05 8.30 5.75 12.20 9.45 5.00 6.20 8.65 2.80 12.45 7.30 5.80 10.60 9.70 9.05 8.90 11.55 12.25 10.60 11.50 11.30 9.20 7.95 5.55 5.30 6.50 2.50 11.90 8.25 11.10 9.00 7.70 6.60 9.75 6.15 13.40 7.20 6.40 2.70 14.05 4.90 5.60 10.40 7.00 12.85 10.85 4.85 8.80 7.50
8.80 8.60 10.10 11.50 6.25 5.30 14.00 6.95 1.85 6.85 9.65 9.40 8.70 12.15 11.80 10.00 6.55 8.95 3.90 12.85 10.25 7.15 12.50 11.70 14.35 8.70 7.05 6.00 7.90 5.50 7.35 7.85 10.50 9.85 10.50 5.65 3.20 11.50 10.40 11.35 9.05 12.30 13.35 11.95 9.20 10.10 10.05 7.30 9.70 5.70 6.90 2.55 11.00 8.30 12.00 12.15 9.95 6.75 1.20 6.80 13.50 3.90 8.45 7.50 12.80 1.20 7.90 12.10 5.55 11.55 8.35 5.85 9.10 5.20
8.10 6.20 12.80 14.80 5.40 6.10 12.15 7.70 1.10 7.30 7.85 7.25 2.30 11.55 13.10 10.85 7.05 8.95 4.40 12.95 12.15 5.45 12.70 9.90 5.95 5.65 9.90 6.90 5.90 6.00 12.00 5.55 5.50 5.50 10.95 9.20 4.30 8.20 7.85 9.45 8.95 9.65 11.60 6.30 8.10 6.40 7.75 11.25 7.75 6.30 7.95 3.90 12.55 7.70 12.45 7.75 9.95 9.30 8.80 9.65 13.30 3.60 6.15 10.95 9.40 11.05 9.20 10.10 8.70 12.60 8.50 9.60 6.30 4.95
6.15 4.20 12.00 14.75 6.85 4.90 14.10 8.05 2.65 9.10 9.00 8.80 7.00 10.40 11.55 8.95 8.05 12.35 6.15 12.25 9.40 5.00 10.70 7.20 12.30 10.25 10.10 6.60 5.65 4.40 7.40 5.15 11.70 0.85 12.55 5.25 10.10 10.60 10.75 9.70 9.65 9.55 13.35 7.20 9.25 10.80 9.70 6.75 5.65 5.60 5.65 7.45 11.20 6.30 11.20 7.10 11.30 10.00 4.00 6.35 13.80 6.25 7.00 7.00 5.70 1.35 8.60 8.30 6.40 12.80 6.70 2.90 9.00 8.20
10.40 4.30 10.90 10.75 5.40 5.05 13.80 9.70 0.70 11.50 11.90 6.60 0.75 7.85 3.05 10.60 7.60 11.60 5.70 13.20 11.10 8.10 13.05 11.55 13.45 13.25 6.85 7.85 7.45 8.15 5.40 5.70 7.00 4.15 8.90 6.35 3.20 9.20 8.85 6.00 7.00 9.65 10.60 4.40 8.75 9.40 8.60 6.30 9.45 7.85 5.90 10.00 10.60 10.40 10.30 1.50 11.85 11.70 12.85 9.95 12.60 5.95 3.50 10.75 14.10 12.80 11.50 11.55 7.10 12.65 7.05 2.30 6.75 6.20
5.10 4.55 13.35 15.00 8.00 4.65 12.25 8.90 0.30 9.70 10.30 6.10 5.50 11.35 6.25 10.35 6.55 9.70 2.60 12.90 9.80 6.90 14.40 8.35 6.70 3.25 10.65 5.40 7.75 6.60 6.80 8.50 8.45 5.30 10.80 6.70 4.65 9.30 10.20 13.65 7.50 11.00 11.40 7.20 5.80 11.20 8.90 6.20 5.05 6.25 6.10 3.40 10.05 5.10 11.85 2.15 9.05 10.75 12.30 6.30 13.55 6.85 5.40 14.80 7.35 12.40 10.30 10.95 5.80 2.80 6.30 9.45 7.35 6.20
3.90 8.20 6.40 13.75 3.70 7.45 7.80 10.75 1.10 5.70 5.80 4.10 6.40 7.50 12.75 9.00 9.00 5.30 3.65 13.45 8.30 5.30 14.00 12.10 2.70 4.40 8.00 5.00 12.10 9.35 2.40 6.70 3.90 1.15 8.70 6.90 8.20 4.80 6.05 9.10 8.10 9.20 12.25 8.05 10.45 10.75 8.15 6.70 6.50 6.65 6.35 1.00 11.80 8.40 10.40 10.40 7.85 6.75 10.50 12.05 13.50 4.40 6.20 11.50 14.00 4.50 7.30 7.60 7.30 12.75 12.30 3.05 4.20 7.55
9.85 12.40 10.20 11.50 7.95 6.35 13.20 7.00 2.30 4.65 0.40 11.00 6.85 12.65 12.05 10.80 5.35 7.55 3.80 12.85 11.40 6.05 13.70 10.35 14.65 6.30 7.35 5.60 12.60 5.00 9.15 11.15 8.20 9.85 7.20 6.60 2.75 8.25 10.75 11.20 6.90 12.50 12.75 12.00 4.90 10.05 10.20 6.40 9.85 5.35 5.40 1.70 10.55 10.65 12.10 1.90 10.00 6.75 2.15 6.75 13.50 2.20 3.40 8.20 11.75 1.15 7.00 12.10 5.05 11.65 5.15 3.35 10.00 5.35
6.30 6.00 10.95 10.30 5.35 3.75 8.70 10.10 0.30 6.80 5.15 7.25 3.70 11.80 4.60 11.20 4.80 9.95 6.40 12.35 9.15 4.55 13.80 10.80 14.10 8.10 11.05 7.00 5.70 3.35 11.20 5.00 3.70 12.95 8.25 10.15 3.50 2.40 7.80 7.65 6.45 4.40 10.35 3.30 2.05 9.20 5.65 9.80 6.75 5.75 6.00 4.50 12.10 7.65 1.70 2.00 9.25 7.40 8.90 10.65 12.45 0.65 6.50 9.90 12.60 11.90 10.95 8.15 4.20 12.55 10.35 11.70 5.10 5.00
8.50 12.15 13.75 6.60 8.25 3.40 13.60 9.05 9.55 8.25 2.75 10.90 3.65 7.65 1.40 8.35 5.30 10.25 6.10 12.30 3.15 6.50 12.20 5.60 14.10 11.05 8.75 6.10 6.40 3.20 8.90 8.20 8.10 0.65 12.50 4.60 10.90 4.50 4.55 9.45 6.95 4.35 13.45 10.80 9.15 6.75 7.90 5.75 4.55 5.60 4.55 7.50 11.35 4.15 4.90 10.10 11.30 10.20 4.35 12.40 13.70 13.35 6.95 11.10 5.10 1.20 9.05 8.35 5.60 12.75 5.35 7.40 7.75 8.20
3.25 1.75 7.80 8.70 6.85 3.75 11.65 8.70 0.60 10.40 12.25 5.30 2.15 7.70 2.15 9.65 6.65 10.60 6.90 12.75 8.60 8.20 12.65 8.00 12.50 11.80 6.55 4.95 11.80 6.85 3.55 5.45 2.20 10.65 11.15 6.35 5.50 4.25 4.15 7.60 6.40 4.20 10.95 7.60 4.70 5.00 5.40 5.40 9.65 9.30 3.50 6.10 8.20 9.30 3.35 2.00 9.15 8.25 11.45 13.50 11.95 6.80 3.85 10.25 14.10 7.20 9.40 11.60 7.35 13.25 10.35 8.90 9.35 6.25
4.70 6.45 13.35 13.70 7.35 7.80 11.10 9.50 3.10 9.65 6.10 3.70 3.95 11.20 1.75 9.45 6.25 9.60 5.40 12.25 5.05 7.05 14.65 10.20 0.65 5.60 10.45 5.60 10.35 5.40 4.45 8.35 6.15 2.75 7.80 5.45 6.55 5.00 5.35 12.30 7.90 11.05 11.40 1.10 2.90 10.90 4.60 5.30 8.15 8.00 3.40 5.30 10.25 5.80 4.80 6.95 9.80 10.95 10.30 8.65 13.60 2.95 6.55 13.60 8.90 11.10 11.35 8.95 5.20 9.50 6.30 7.95 10.40 6.30
58 Lampiran 8 Rekapitulasi hasil uji rating hedonik terhadap atribut keseluruhan (overall) sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan Nilai penerimaan atribut keseluruhan (overall) Panelis Kontrol 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
4.05 5.50 4.00 11.95 4.25 7.75 12.80 8.30 0.80 6.80 7.95 9.45 6.30 7.40 13.00 9.75 10.00 5.20 5.20 12.05 7.65 6.90 12.70 5.40 9.80 10.20 10.90 8.30 7.85 1.80 8.45 8.20 9.45 5.60 12.30 9.85 9.30 3.80 11.15 10.65 9.15 8.25 12.65 9.70 9.25 6.45 10.50 5.10 6.00 9.00 6.60 1.65 10.10 10.20 10.10 8.30 10.70 8.55 4.85 8.75 12.80 8.90 7.55 12.75 13.10 10.85 5.90 10.95 5.20 12.60 5.90 7.85 7.40 2.55
A1B1C1
A1B1C2
A1B2C1
A1B2C2
A1B3C1
A1B3C2
9.10 8.00 8.40 14.00 4.30 8.20 11.70 9.55 2.30 5.05 8.00 6.95 8.95 10.65 12.80 9.10 9.65 5.50 5.15 12.55 11.60 5.50 12.80 12.35 4.20 5.55 7.85 6.15 12.10 9.75 4.70 5.90 8.45 3.05 11.20 9.85 6.70 6.95 9.80 7.10 10.20 10.25 12.15 10.70 9.95 10.40 8.90 5.95 6.55 6.00 6.40 1.75 12.85 10.15 11.30 9.80 7.80 6.70 10.40 11.30 13.45 7.40 6.85 10.00 13.95 4.25 7.40 7.70 6.70 12.70 11.70 4.95 6.95 7.40
9.65 7.85 10.40 13.00 6.55 6.05 13.35 6.90 1.65 6.60 3.70 10.20 7.80 12.10 13.10 10.20 6.75 8.10 4.80 11.85 10.25 6.65 13.50 9.35 13.65 8.10 6.50 6.25 9.90 6.50 6.70 9.35 8.55 7.10 10.40 7.35 3.25 10.20 10.45 11.65 8.30 12.50 13.60 2.45 7.80 9.70 10.50 8.40 9.05 5.45 6.20 2.90 11.50 8.65 12.15 5.15 9.30 6.80 2.45 10.55 13.50 5.20 7.80 7.35 12.10 1.35 8.40 11.45 6.00 11.70 8.35 5.95 8.30 5.40
7.80 5.60 11.40 14.40 5.40 5.35 11.60 9.30 2.30 9.00 7.20 8.40 1.75 11.45 7.90 10.70 6.50 9.25 6.70 12.55 12.25 5.50 11.10 5.60 8.80 9.10 11.20 7.50 9.25 5.10 12.15 5.60 7.60 5.30 10.35 10.20 5.65 4.00 9.95 7.50 8.05 6.20 11.75 4.90 5.15 7.30 6.90 11.40 10.10 4.35 7.90 4.30 12.55 7.00 8.85 7.05 9.90 9.40 10.45 10.50 12.40 4.70 6.48 11.05 11.00 9.20 11.55 9.10 7.10 12.60 9.55 10.70 6.30 5.05
6.10 9.70 17.45 14.60 7.80 5.80 14.25 8.00 6.40 9.25 4.00 10.90 7.00 10.40 5.15 9.35 7.60 11.35 6.00 12.30 6.20 6.60 9.90 7.60 11.55 10.70 11.70 7.10 8.40 4.40 8.00 8.05 9.90 1.05 12.20 5.90 10.65 7.55 10.45 5.65 9.05 8.00 13.75 7.65 9.10 9.85 8.60 6.20 6.25 5.20 5.70 7.60 11.35 7.75 8.90 8.30 11.40 10.30 4.05 11.15 13.80 7.85 6.85 9.55 7.00 1.20 9.50 7.10 4.75 12.70 5.50 4.50 7.85 8.20
9.65 3.55 11.10 9.50 5.55 5.25 12.50 9.20 1.65 11.05 12.15 8.05 0.75 7.10 3.60 10.25 6.90 11.00 7.45 12.75 10.10 8.20 11.90 10.30 13.15 12.95 7.85 8.10 10.50 6.25 6.80 5.75 8.35 5.35 10.20 8.20 6.80 6.80 8.15 6.60 6.25 9.85 11.90 4.50 8.20 7.00 7.80 7.30 11.00 6.60 5.00 8.20 11.00 10.20 9.20 4.40 10.15 11.90 10.90 11.65 12.25 8.60 6.15 10.80 14.10 11.40 10.10 10.40 7.30 13.20 8.05 3.65 8.40 5.80
4.80 4.35 13.35 14.50 8.50 7.00 11.60 8.20 2.75 8.30 5.80 6.35 6.60 9.60 1.85 9.45 7.05 10.00 4.25 12.25 7.15 7.15 13.90 7.60 1.45 5.55 11.00 7.95 9.25 7.30 8.65 8.45 7.65 4.25 10.55 9.60 5.20 6.40 9.15 12.25 6.90 10.40 9.60 2.35 6.25 11.10 7.35 7.50 6.90 4.60 4.65 4.15 10.80 7.20 10.20 5.55 9.70 11.00 9.95 9.30 13.60 6.30 6.65 14.40 8.75 12.10 11.40 10.45 5.90 12.70 6.30 9.75 8.95 6.30
59 Lampiran 9 Hasil pengolahan data uji rating hedonik sampel wingko babat yang telah diberi perlakuan dengan software SPSS 16.0 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Warna Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
38259.847a
80
478.248
96.078
.000
Sampel
8.651
6
1.442
.290
.942
Panelis
3086.996
73
42.288
8.495
.000
Error
2180.244
438
4.978
Total
40440.091
518
Model
a. R Squared = .946 (Adjusted R Squared = .936) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Aroma Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
80
557.210
129.997
.000
Sampel
12.462
6
2.077
.485
.820
Panelis
3021.139
73
41.385
9.655
.000
Error
1877.418
438
4.286
Total
46454.250
518
Model
44576.832
a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .952) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Rasa Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
39783.402a
80
497.293
101.739
.000
Sampel
12.140
6
2.023
.414
.870
Panelis
2864.154
73
39.235
8.027
.000
Error
2140.913
438
4.888
Total
41924.315
518
Model
a. R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .940) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tekstur Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
33614.209a
80
420.178
56.354
.000
Sampel
23.172
6
3.862
.518
.795
Panelis
2542.954
73
34.835
4.672
.000
Error
3265.743
438
7.456
Total
36879.952
518
Model
a. R Squared = .911 (Adjusted R Squared = .895) Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Overall Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
80
487.000
107.653
.000
Sampel
8.268
6
1.378
.305
.934
Panelis
2409.535
73
33.007
7.296
.000
Error
1981.426
438
4.524
Total
40941.413
518
Model
38959.987
a. R Squared = .952 (Adjusted R Squared = .943)
60 Lampiran 10 Perubahan kekerasan/hardness (gram force) selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol
A1B3C2
Minggu ke0 1 2 3 4 5
a
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
15690.8 31265.6 22846.0 29620.8 31969.6 —
11007.4 11538.6 31220.4 35408.6 33948.1 —
13349.1 a 21402.1 ab 27033.2 b 32514.7 b 32958.8 b —
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rataa
13132.8 24168.8 27214.4 27625.9 28462.8 —
9948.0 6380.8 24839.2 33463.8 33858.1 —
11540.4 a 15274.8 a 26026.8 b 30544.9 b 31160.4 b —
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
Lampiran 11 Perubahan daya kunyah/chewiness (gram force) selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol
A1B3C2
Minggu ke0 1 2 3 4 5
a
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
6669.9 14847.2 8863.2 18398.9 16346.0 —
5328.29 7445.718 17751.28 19540.25 22407.06 —
5999.1 a 11146.4 ab 13307.2 ab 18969.6 b 19376.5 b —
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rataa
6644.8 9857.6 10964.1 13435.5 16656.9 —
4495.5 2267.8 10233.9 19532.1 20230.7 —
5570.2 a 6062.7 a 10599.0 ab 16483.8 bc 18443.8 c —
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
Lampiran 12 Perubahan kadar air (%) selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol Minggu ke0 1 2 3 4 5 a
A1B3C2
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rataa
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rataa
25.28 26.58 23.66 26.25 25.84 26.08
28.89 26.12 21.48 23.36 24.12 26.40
27.08 c 26.35 bc 22.57 a 24.80 b 24.98 bc 26.24 bc
26.54 26.60 24.12 26.84 27.93 26.19
29.98 27.56 25.06 25.23 24.92 26.68
28.26 b 27.08 b 24.59 a 26.04 ab 26.43 ab 26.43 ab
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
61 Lampiran 13 Perubahan nilai aw selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol
A1B3C2
Minggu ke0 1 2 3 4 5
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
0.839 0.839 0.842 0.849 0.846 0.850
0.851 0.839 0.836 0.834 0.846 0.842
0.845 a 0.839 a 0.839 a 0.842 a 0.846 a 0.846 a
a
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rataa
0.839 0.842 0.846 0.851 0.853 0.862
0.863 0.842 0.852 0.855 0.853 0.845
0.851 a 0.842 a 0.849 a 0.853 a 0.853 a 0.854 a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
Lampiran 14 Perubahan pH selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol
A1B3C2
Minggu ke0 1 2 3 4 5
Ulangan 1
Ulangan 2
6.82 6.78 6.78 6.76 6.72 6.74
6.74 6.74 6.72 6.74 6.77 6.72
Rata-rata
a
6.78 b 6.76 ab 6.76 ab 6.75 ab 6.74 ab 6.73 a
Ulangan 1
Ulangan 2
6.80 6.76 6.78 6.82 6.78 6.75
6.82 6.84 6.78 6.74 6.77 6.76
Rata-rataa 6.81 a 6.80 a 6.78 a 6.78 a 6.78 a 6.76 a
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
Lampiran 15 Perubahan kadar asam lemak bebas (%) selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol Minggu ke0 1 2 3 4 5 a
Ulangan 1
Ulangan 2
0.48 0.46 0.60 0.63 0.74 0.84
0.48 0.68 0.66 0.76 0.68 0.71
A1B3C2 Rata-rataa 0.48 a 0.57 ab 0.63 abc 0.70 bc 0.71 bc 0.78 c
Ulangan 1
Ulangan 2
0.53 0.59 0.47 0.57 0.68 0.81
0.35 0.50 0.63 0.60 0.65 0.62
Rata-rataa 0.44 a 0.55 ab 0.55 ab 0.59 ab 0.66 ab 0.71 b
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
62 Lampiran 16 Perubahan angka lempeng total (CFU/g) selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol
A1B3C2
Minggu ke0 1 2 3 4 5
a
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
7.0 x 103 9.7 x 103 1.5 x 104 1.1 x 105 5.3 x 105 1.8 x 106
1.2 x 103 2.1 x 103 7.9 x 103 2.1 x 105 8.4 x 105 1.5 x 106
4.1 x 103 a 5.9 x 103 a 1.1 x 104 a 1.6 x 105 a 6.9 x 105 b 1.7 x 106 c
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rataa
<2.5 x 102 2.8 x 102 <2.5 x 103 3.7 x 103 4.6 x 103 1.0 x 104
<2.5 x 102 4.4 x 102 1.1 x 103 2.1 x 103 <2.5 x 103 9.6 x 103
<2.5 x 102 a 3.6 x 102 a 1.1 x 103 a 2.9 x 103 b 4.6 x 103 c 1.0 x 104 d
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
Lampiran 17 Perubahan total kapang-khamir (CFU/g) selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrol
A1B3C2
Minggu ke0 1 2 3 4 5
Rata-rata
a
Ulangan 1
Ulangan 2
<9.9 x 101 5.3 x 102 9.3 x 103 1.8 x 104 1.6 x 104 3.6 x 104
<9.9 x 101 <9.9 x 101 a 8.7 x 102 7.0 x 102 a 3 7.6 x 10 8.4 x 103 b 3 8.8 x 10 1.3 x 104 b 3 >1.5 x 10 1.6 x 104 c 4 2.9 x 10 3.3 x 104 d
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rataa
<10.0 x 100 <9.9 x 100 <9.9 x 101 <9.9 x 101 2.3 x 102 1.9 x 103
<9.9 x 100 <1.0 x 101 <9.8 x 101 <9.9 x 101 3.7 x 102 1.1 x 103
<9.9 x 100 a <9.9 x 100 a <9.9 x 101 a <9.9 x 101 a 3.0 x 102 a 1.5 x 103 b
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
Lampiran 18 Perubahan nilai penerimaan panelis terhadap beberapa atribut sensori selama penyimpanan pada suhu ruang Kontrola
A1B3C2a
Minggu ke0 1 2 3 4 5 a
Warna
Aroma
Rasa
9.6 a 9.3 a 8.6 a — — —
9.8 b 9.6 b 8.4 a — — —
8.6 b 8.6 b 6.1 a — — —
Tekstur Overall 8.1 b 7.6 b 4.4 a — — —
8.9 b 8.6 b 5.6 a — — —
Warna
Aroma
Rasa
10.2 b 10.0 b 8.7 a 8.5 a 8.2 a 8.0 a
9.6 b 9.5 b 9.0 b 8.0 a 7.7 a 7.6 a
9.6 b 9.5 b 6.0 a 5.9 a 5.8 a 5.6 a
Tekstur Overall 9.5 b 9.1 b 4.4 a 4.0 a 3.6 a 3.6 a
9.6 c 9.2 c 5.8 b 5.4 ab 4.8 a 4.8 a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji lanjut Duncan.
63 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kekerasan kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
1.981E9
37.011
.000
Penyimpanan
9.612E8
4
2.403E8
4.489
.019
Ulangan
1.905E7
1
1.905E7
.356
.562
Error
6.424E8
12
5.354E7
Total
1.253E10
18
Model
1.189E10
a. R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .923)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Kekerasan kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
0
4
1.335E4
1
4
2.140E4
2
4
2.703E4
3
4
3.251E4
4
2
2.140E4
3.296E4
Sig.
.181
.083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 53535816.168.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kekerasan sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
9.898E9a
6
1.650E9
55.609
.000
Penyimpanan
1.143E9
4
2.858E8
9.635
.001
Ulangan
4.876E7
1
4.876E7
1.644
.224
Error
3.560E8
12
2.967E7
Total
1.025E10
18
Model
a. R Squared = .965 (Adjusted R Squared = .948)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Kekerasan sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
0
4
1.154E4
1
4
1.527E4
2
4
2.603E4
3
4
3.054E4
4
2
Sig.
3.116E4 .393
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 29666123.577.
.269
64 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Daya kunyah kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
5.906E8
26.480
.000
4.337E8
4
1.084E8
4.861
.015
4141542.059
1
4141542.059
.186
.674
Error
2.677E8
12
2.230E7
Total
3.811E9
18
Model
3.544E9
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = .930 (Adjusted R Squared = .895)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Daya kunyah kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
0
4
5.999E3
1
4
1.115E4
1.115E4
2
4
1.331E4
1.331E4
3
4
4
2
1.897E4 1.938E4
Sig.
.081
.058
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 22304282.687.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Daya kunyah sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
6
4.149E8
31.624
.000
4.450E8
4
1.113E8
8.481
.002
1485895.206
1
1485895.206
.113
.742
Error
1.574E8
12
1.312E7
Total
2.647E9
18
Model
2.489E9
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .911)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Daya kunyah sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
0
4
5.570E3
1
4
6.063E3
2
4
1.060E4
3
4
4
2
Sig.
3
1.060E4 1.648E4
1.648E4 1.844E4
.113
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 13118562.589.
.058
.498
65 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar air kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
2208.681
1.151E3
.000
51.934
5
10.387
5.413
.004
1.839
1
1.839
.958
.341
Error
32.618
17
1.919
Total
15493.385
24
Model
15460.767
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Kadar air kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
3
2
4
3
4
22.5668 24.8010
4
4
24.9794
24.9794
5
4
26.2408
26.2408
1
4
26.3486
26.3486
0
4
27.0847
Sig.
1.000
.164
.063
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.919.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kadar air sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
2406.648
1.222E3
.000
29.196
5
5.839
2.964
.042
.253
1
.253
.128
.725
Error
33.489
17
1.970
Total
16880.027
24
Model
16846.538
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .997)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Kadar air sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
2
4
24.5902
3
4
26.0376
26.0376
4
4
26.4265
26.4265
5
4
26.4326
26.4326
1
4
0
4
Sig.
27.0791 28.2599 .105
.058
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.970.
66 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aw kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
1.218
2.893E4
.000
.000
5
2.235E-5
.531
.748
2.408E-5
1
2.408E-5
.572
.483
Error
.000
5
4.208E-5
Total
8.523
12
Model
8.523
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets aw kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
1
2
.83900
2
2
.83900
3
2
.84150
0
2
.84500
4
2
.84600
5
2
.84600
Sig.
.337
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.21E-005.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: aw sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
8.675a
7
1.239
1.426E4
.000
.000
5
3.835E-5
.441
.805
2.408E-5
1
2.408E-5
.277
.621
Error
.000
5
8.688E-5
Total
8.676
12
Model Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets aw sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
1
2
.84200
2
2
.84900
0
2
.85100
3
2
.85300
4
2
.85300
5
2
.85350
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8.69E-005.
.280
67 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pH kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
156.370
2.285E5
.000
Penyimpanan
.004
5
.001
1.296
.312
Ulangan
.004
1
.004
6.235
.023
Error
.012
17
.001
Total
1094.601
24
Model
1094.589
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets pH kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
5
4
6.7325
4
4
6.7450
6.7450
3
4
6.7525
6.7525
2
4
6.7550
6.7550
1
4
6.7575
6.7575
0
4
Sig.
6.7775 .239
.130
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .001.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pH sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
157.859
1.279E5
.000
.008
5
.002
1.226
.339
3.750E-5
1
3.750E-5
.030
.864
Error
.021
17
.001
Total
1105.034
24
Model
1105.013
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets pH sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
5
4
6.7550
4
4
6.7775
3
4
6.7825
2
4
6.7850
1
4
6.8025
0
4
6.8100
Sig.
.064
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .001.
68 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:ALB kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
1.456
146.914
.000
Penyimpanan
.232
5
.046
4.680
.007
Ulangan
.008
1
.008
.842
.372
Error
.168
17
.010
Total
10.361
24
Model
10.192
a. R Squared = .984 (Adjusted R Squared = .977)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets ALB kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
3
0
4
.4778
1
4
.5697
.5697
2
4
.6326
.6326
.6326
3
4
.6957
.6957
4
4
.7118
.7118
5
4
.7760
Sig.
.051
.079
.077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .010.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:ALB sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
1.198
51.188
.000
Penyimpanan
.181
5
.036
1.549
.227
Ulangan
.015
1
.015
.645
.433
Error
.398
17
.023
Total
8.782
24
Model
8.385
a. R Squared = .955 (Adjusted R Squared = .936)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets ALB sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
0
4
.4413
1
4
.5478
.5478
2
4
.5541
.5541
3
4
.5861
.5861
4
4
.6625
.6625
5
4
Sig.
.7128 .081
.186
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .023.
69 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:ALT kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
9.388E11
41.409
.000
4.423E12
5
8.846E11
39.020
.001
2.043E8
1
2.043E8
.009
.928
Error
1.134E11
5
2.267E10
Total
6.685E12
12
Model
6.571E12
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = .983 (Adjusted R Squared = .959)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets ALT kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
0
2
4.129E3
1
2
5.880E3
2
2
1.145E4
3
2
1.599E5
4
2
5
2
3
6.879E5 1.669E6
Sig.
.361
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 22670992307.169.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:ALT sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
3.776E7
152.925
.000
1.406E8
5
2.812E7
113.865
.000
447006.567
1
44706.567
1.810
.236
Error
1234667.005
5
246933.401
Total
2.656E8
12
Model
2.643E8
Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .989)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets ALT sampel Duncan Minggu ke-
Subset N
1
2
0
2
1
2
356.972
2
2
1.093E3
3
2
4
2
5
2
Sig.
3
4
247.896
2.864E3 4.621E3 1.005E4 .159
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 246933.401.
1.000
1.000
70 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kapang-khamir kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
7
4.555E8
54.015
.000
Penyimpanan
1.462E9
5
2.924E8
34.675
.001
Ulangan
2.554E7
1
2.554E7
3.028
.142
Error
4.217E7
5
8433696.280
Total
3.231E9
12
Model
3.189E9
a. R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .969)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Kapang-khamir kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
3
0
2
99.059
1
2
700.246
2
2
8.424E3
3
2
1.335E4
4
2
5
2
4
1.335E4 1.612E4 3.274E4
Sig.
.844
.151
.383
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 8433696.280.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kapang-khamir sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
4.946E6a
7
706601.199
12.755
.006
3510369.340
5
702073.868
12.673
.007
33394.981
1
33394.981
.603
.473
Error
276990.066
5
55398.013
Total
5223198.458
12
Model Penyimpanan Ulangan
a. R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .873)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Kapang-khamir sampel Duncan Minggu ke-
Subset N
1
2
1
2
0
2
9.916
2
2
98.668
3
2
98.961
4
2
302.289
5
2
Sig.
9.906
1.531E3 .281
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 55398.013.
71 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Warna kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
72
256.873
35.370
.000
34.242
2
17.121
2.357
.098
819.389
69
11.875
1.635
.008
Error
1002.226
138
7.263
Total
19497.108
210
Model
18494.881
Penyimpanan Panelis
a. R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .922)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Warna kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
70
8.6093
1
70
9.3314
0
70
9.5557
Sig.
.050
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.263.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Warna sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
36077.818a
75
481.038
65.489
.000
316.288
5
63.258
8.612
.000
Panelis
2379.312
69
34.483
4.695
.000
Error
2534.147
345
7.345
Total
38611.965
420
Model Penyimpanan
a. R Squared = .934 (Adjusted R Squared = .920)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Warna sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
5
70
7.9650
4
70
8.1521
3
70
8.5043
2
70
8.6743
1
70
0
70
Sig.
10.0307 10.1650 .161
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.345.
.770
72 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Aroma kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
72
258.755
33.299
.000
81.227
2
40.614
5.227
.006
556.939
69
8.072
1.039
.419
Error
1072.341
138
7.771
Total
19702.690
210
Model
18630.349
Penyimpanan Panelis
a. R Squared = .946 (Adjusted R Squared = .917)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Aroma kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
70
1
70
0
70
2 8.3793 9.6357 9.7536
Sig.
1.000
.803
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.771.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Aroma sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
33180.684a
75
442.409
71.267
.000
300.412
5
60.082
9.679
.000
Panelis
2056.549
69
29.805
4.801
.000
Error
2141.693
345
6.208
Total
35322.377
420
Model Penyimpanan
a. R Squared = .939 (Adjusted R Squared = .926)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Aroma sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
5
70
7.5993
4
70
7.6814
3
70
7.9857
2
70
8.9671
1
70
9.5286
0
70
Sig.
9.6386 .391
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 6.208.
.134
73 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Rasa kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
72
190.351
17.875
.000
Penyimpanan
300.483
2
150.242
14.109
.000
Panelis
781.579
69
11.327
1.064
.375
Error
1469.564
138
10.649
Total
15174.828
210
Model
13705.264
a. R Squared = .903 (Adjusted R Squared = .853)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Rasa kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
70
1
70
0
70
2 6.0614 8.5964 8.6014
Sig.
1.000
.993
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 10.649.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Rasa sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
24324.269a
75
324.324
45.935
.000
Penyimpanan
1303.514
5
260.703
36.924
.000
Panelis
1957.045
69
28.363
4.017
.000
Error
2435.869
345
7.060
Total
26760.137
420
Model
a. R Squared = .909 (Adjusted R Squared = .889)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Rasa sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
5
70
5.5650
4
70
5.8329
3
70
5.9450
2
70
6.0186
1
70
0
70
Sig.
9.4964 9.6329 .365
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.060.
.761
74 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tekstur kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
72
152.458
16.130
.000
Penyimpanan
557.955
2
278.978
29.515
.000
Panelis
973.341
69
14.106
1.492
.024
Error
1304.365
138
9.452
Total
12281.330
210
Model
10976.965
a. R Squared = .894 (Adjusted R Squared = .838)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Tekstur kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
70
1
70
0
70
2 4.4179 7.6136 8.0886
Sig.
1.000
.362
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 9.452.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tekstur sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
18120.166a
75
241.602
42.937
.000
Penyimpanan
2764.284
5
552.857
98.253
.000
Panelis
1630.166
69
23.626
4.199
.000
Error
1941.269
345
5.627
Total
20061.435
420
Model
a. R Squared = .903 (Adjusted R Squared = .882)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Tekstur sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
5
70
3.5721
4
70
3.6143
3
70
4.0529
2
70
4.4214
1
70
0
70
Sig.
9.1436 9.4957 .052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.627.
.380
75 Lampiran 19 Hasil pengolahan beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan pada suhu ruang dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Overall kontrol Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
72
193.051
24.233
.000
Penyimpanan
455.078
2
227.539
28.562
.000
Panelis
884.871
69
12.824
1.610
.009
Error
1099.357
138
7.966
Total
14999.012
210
Model
13899.655
a. R Squared = .927 (Adjusted R Squared = .888)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Overall kontrol Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
70
1
70
0
70
2 5.6586 8.6250 8.9171
Sig.
1.000
.541
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.966.
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Overall sampel Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
75
293.446
52.364
.000
Penyimpanan
1764.782
5
352.956
62.983
.000
Panelis
2026.939
69
29.376
5.242
.000
Error
1933.372
345
5.604
Total
23941.838
420
Model
22008.465
a. R Squared = .919 (Adjusted R Squared = .902)
Post Hoc Tests Minggu keHomogeneous Subsets Overall sampel Duncan Subset Minggu ke-
N
1
2
5
70
4.7586
4
70
4.7593
3
70
5.3586
2
70
1
70
0
70
Sig.
3
5.3586 5.7607 9.2536 9.6243
.159
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5.604.
.316
.355
76 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 KEKERASAN (HARDNESS) Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5
N
Std. Deviation
Kontrol minggu ke-0
1.3349E4
4
Sampel minggu ke-0
1.1540E4
Kontrol minggu ke-1
2.1402E4
Sampel minggu ke-1
Std. Error Mean
3651.16929
1825.58465
4
2929.28069
1464.64034
4
12174.89212
6087.44606
1.5275E4
4
10306.38895
5153.19447
Kontrol minggu ke-2
2.7033E4
4
6833.93944
3416.96972
Sampel minggu ke-2
2.6027E4
4
1872.41368
936.20684
Kontrol minggu ke-3
3.2515E4
4
3402.86079
1701.43040
Sampel minggu ke-3
3.0545E4
4
3428.82552
1714.41276
Kontrol minggu ke-4
3.2959E4
2
1399.01077
989.25000
Sampel minggu ke-4
3.1160E4
2
3815.05322
2697.65000
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
4
.732
.268
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
4
.917
.083
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
4
-.761
.239
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
4
.938
.062
Pair 5
Kontrol minggu ke-4 & Sampel minggu ke-4
2
1.000
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
1.80873E3 2502.71739 1251.35870
-2173.65686
5791.10686
1.445
3
.244
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
6.12733E3 4937.48388 2468.74194
-1729.31366 13983.96366
2.482
3
.089
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
1.00640E3 8347.35541 4173.67770 -12276.10519 14288.90519
.241
3
.825
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
1.96982E3 1206.19275
3889.14683
3.266
3
.047
Kontrol minggu ke-4 - Sampel minggu ke-4
1.79840E3 2416.04245 1708.40000 -19908.88017 23505.68017
1.053
1
.484
603.09637
50.50317
77 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) DAYA KUNYAH(CHEWINESS) Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
5.9991E3
4
1854.70668
927.35334
Sampel minggu ke-0
5.5702E3
4
2069.93313
1034.96657
Kontrol minggu ke-1
1.1146E4
4
5670.54570
2835.27285
Sampel minggu ke-1
6.0627E3
4
4386.72014
2193.36007
Kontrol minggu ke-2
1.3307E4
4
6746.89002
3373.44501
Sampel minggu ke-2
1.0599E4
4
1176.48378
588.24189
Kontrol minggu ke-3
1.8970E4
4
1832.83753
916.41876
Sampel minggu ke-3
1.6484E4
4
5092.03969
2546.01985
Kontrol minggu ke-4
1.9377E4
2
4285.83749
3030.54475
Sampel minggu ke-4
1.8444E4
2
2527.03170
1786.88125
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
4
.541
.459
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
4
.743
.257
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
4
-.525
.475
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
4
.663
.337
Pair 5
Kontrol minggu ke-4 & Sampel minggu ke-4
2
1.000
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Std. Deviation
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
4.28912E2 1889.28666
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
Std. Error Mean 944.64333
95% Confidence Interval of the Difference Lower -2577.36510
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
3435.18825
.454
3
.681
5.08370E3 3796.35035 1898.17518
-957.14300 11124.53815
2.678
3
.075
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
2.70819E3 7432.56684 3716.28342
-9118.68294 14535.06194
.729
3
.519
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
2.48576E3 4112.73232 2056.36616
-4058.50989
9030.03989
1.209
3
.313
Kontrol minggu ke-4 - Sampel minggu ke-4
9.32729E2 1758.80579 1243.66350 -14869.51425 16734.97185
.750
1
.590
78 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) KADAR AIR Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
27.0847
4
2.24932
1.12466
Sampel minggu ke-0
28.2599
4
2.15702
1.07851
Kontrol minggu ke-1
26.3486
4
.42826
.21413
Sampel minggu ke-1
27.0791
4
1.40210
.70105
Kontrol minggu ke-2
22.5668
4
1.26025
.63013
Sampel minggu ke-2
24.5901
4
.65117
.32558
Kontrol minggu ke-3
24.8010
4
1.76807
.88403
Sampel minggu ke-3
26.0376
4
1.01013
.50506
Kontrol minggu ke-4
24.9794
4
1.19888
.59944
Sampel minggu ke-4
26.4265
4
1.74479
.87239
Kontrol minggu ke-5
26.2408
4
.30221
.15111
Sampel minggu ke-5
26.4326
4
.37408
.18704
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
4
.900
.100
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
4
-.956
.044
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
4
-.855
.145
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
4
.984
.016
Pair 5
Kontrol minggu ke-4 & Sampel minggu ke-4
4
.784
.216
Pair 6
Kontrol minggu ke-5 & Sampel minggu ke-5
4
.266
.734
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Pair 6
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
-1.17522
.98790
.49395
-2.74720
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
-.73055
1.81588
.90794
-3.62003
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
-2.02330
1.84833
.92417
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
-1.23655
.79526
Kontrol minggu ke-4 - Sampel minggu ke-4
-1.44712
Kontrol minggu ke-5 - Sampel minggu ke-5
-.19170
Upper
t
.39675 -2.379
Sig. (2tailed)
df 3
.098
-.805
3
.480
-4.96441
.91781 -2.189
3
.116
.39763
-2.50199
.02889 -3.110
3
.053
1.09582
.54791
-3.19081
.29656 -2.641
3
.078
.41366
.20683
-.84993
.46653
3
.422
2.15893
-.927
79 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) aw Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
.8450
2
.00849
.00600
Sampel minggu ke-0
.8510
2
.01697
.01200
Kontrol minggu ke-1
.8390a
2
.00000
.00000
Sampel minggu ke-1
.8420a
2
.00000
.00000
Kontrol minggu ke-2
.8390
2
.00424
.00300
Sampel minggu ke-2
.8490
2
.00424
.00300
Kontrol minggu ke-3
.8415
2
.01061
.00750
Sampel minggu ke-3
.8530
2
.00283
.00200
Kontrol minggu ke-4
.8460
a
2
.00000
.00000
Sampel minggu ke-4
.8530a
2
.00000
.00000
Kontrol minggu ke-5
.8460
2
.00566
.00400
Sampel minggu ke-5
.8535
2
.01202
.00850
a. The correlation and t cannot be computed because the standard error of the difference is 0.
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
2
1.000
.000
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
2
-1.000
.000
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
2
-1.000
.000
Pair 6
Kontrol minggu ke-5 & Sampel minggu ke-5
2
1.000
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 3
Pair 4
Pair 6
Std. Std. Error Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
-.00600
.00849
.00600
-.08224
.07024 -1.000
1
.500
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
-.01000
.00849
.00600
-.08624
.06624 -1.667
1
.344
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
-.01150
.01344
.00950
-.13221
.10921 -1.211
1
.440
Kontrol minggu ke-5 - Sampel minggu ke-5
-.00750
.00636
.00450
-.06468
.04968 -1.667
1
.344
80 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) pH Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
6.7775
4
.04349
.02175
Sampel minggu ke-0
6.8100
4
.02160
.01080
Kontrol minggu ke-1
6.7575
4
.02500
.01250
Sampel minggu ke-1
6.8025
4
.04425
.02213
Kontrol minggu ke-2
6.7550
4
.03512
.01756
Sampel minggu ke-2
6.7850
4
.00577
.00289
Kontrol minggu ke-3
6.7525
4
.02062
.01031
Sampel minggu ke-3
6.7825
4
.06652
.03326
Kontrol minggu ke-4
6.7450
4
.03109
.01555
Sampel minggu ke-4
6.7775
4
.00957
.00479
Kontrol minggu ke-5
6.7325
4
.01258
.00629
Sampel minggu ke-5
6.7550
4
.00577
.00289
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
4
-.568
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
4
-.776
.432 .224
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
4
.000
1.000
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
4
.115
.885
Pair 5
Kontrol minggu ke-4 & Sampel minggu ke-4
4
-.392
.608
Pair 6
Kontrol minggu ke-5 & Sampel minggu ke-5
4
-.688
.312
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Pair 6
Std. Std. Error Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
-.03250
.05852
.02926
-.12562
.06062 -1.111
3
.348
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
-.04500
.06557
.03279
-.14934
.05934 -1.372
3
.264
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
-.03000
.03559
.01780
-.08663
.02663 -1.686
3
.190
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
-.03000
.06733
.03367
-.13714
.07714
-.891
3
.439
Kontrol minggu ke-4 - Sampel minggu ke-4
-.03250
.03594
.01797
-.08969
.02469 -1.809
3
.168
Kontrol minggu ke-5 - Sampel minggu ke-5
-.02250
.01708
.00854
-.04968
.00468 -2.635
3
.078
81 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) KADAR ASAM LEMAK BEBAS Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
.4778
4
.08540
.04270
Sampel minggu ke-0
.4413
4
.16997
.08499
Kontrol minggu ke-1
.5697
4
.13409
.06704
Sampel minggu ke-1
.5478
4
.12560
.06280
Kontrol minggu ke-2
.6326
4
.05250
.02625
Sampel minggu ke-2
.5541
4
.24147
.12073
Kontrol minggu ke-3
.6957
4
.07721
.03860
Sampel minggu ke-3
.5861
4
.10676
.05338
Kontrol minggu ke-4
.7118
4
.11796
.05898
Sampel minggu ke-4
.6625
4
.06118
.03059
Kontrol minggu ke-5
.7760
4
.10505
.05252
Sampel minggu ke-5
.7128
4
.13971
.06986
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
4
.395
.605
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
4
-.179
.821
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
4
.882
.118
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
4
.208
.792
Pair 5
Kontrol minggu ke-4 & Sampel minggu ke-4
4
.365
.635
Pair 6
Kontrol minggu ke-5 & Sampel minggu ke-5
4
.381
.619
Paired Samples Test Paired Differences
Std. Std. Error Mean Deviation Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Pair 6
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
.03648
.15719
.07859
-.21364
.28659
.464
3
.674
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
.02190
.19946
.09973
-.29549
.33929
.220
3
.840
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
.07852
.19675
.09837
-.23454
.39159
.798
3
.483
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
.10960
.11801
.05900
-.07818
.29738
1.857
3
.160
Kontrol minggu ke-4 - Sampel minggu ke-4
.04930
.11130
.05565
-.12780
.22640
.886
3
.441
Kontrol minggu ke-5 - Sampel minggu ke-5
.06323
.13916
.06958
-.15821
.28466
.909
3
.431
82 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) ANGKA LEMPENG TOTAL Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
4.1289E3
2
4092.47299
Sampel minggu ke-0
2.4790E2
2
1.21665
2893.81540 .86030
Kontrol minggu ke-1
5.8803E3
2
5378.88562
3803.44650
Sampel minggu ke-1
3.5697E2
2
114.32276
80.83840
Kontrol minggu ke-2
1.1448E4
2
4995.51220
3532.36055
Sampel minggu ke-2
1.0931E3
2
.00000
.00000
Kontrol minggu ke-3
1.5985E5
2
74089.36308
52389.09105
Sampel minggu ke-3
2.8636E3
2
1136.12282
803.36015
Kontrol minggu ke-4
6.8793E5
2
2.19747E5
1.55384E5
Sampel minggu ke-4
4.6214E3
2
.00000
.00000
Kontrol minggu ke-5
1.6693E6
2
2.44358E5
1.72787E5
Sampel minggu ke-5
1.0050E4
2
614.67661
434.64200
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
2
1.000
.
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
2
-1.000
.000
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
2
.
.
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
2
-1.000
.000
Pair 5
Kontrol minggu ke-4 & Sampel minggu ke-4
2
.
.
Pair 6
Kontrol minggu ke-5 & Sampel minggu ke-5
2
1.000
.
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Pair 6
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
3.88104E3
4091.25634
2892.95510 -32877.44129 40639.51829 1.342
1
.408
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
5.52338E3
5493.20839
3884.28490 -43831.14369 54877.89469 1.422
1
.390
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
1.03547E4
4995.51220
3532.36055 -34528.22510 55237.56760 2.931
1
.209
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
1.56988E5 75225.48590 53192.45120
-5.18886E5
8.32862E5 2.951
1
.208
Kontrol minggu ke-4 - Sampel minggu ke-4
6.83307E5
2.19747E5
1.55384E5
-1.29104E6
2.65765E6 4.398
1
.142
Kontrol minggu ke-5 - Sampel minggu ke-5
1.65927E6
2.43743E5
1.72352E5
-5.30676E5
3.84921E6 9.627
1
.066
83 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) TOTAL KAPANG-KHAMIR Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
99.0592
2
.20810
Sampel minggu ke-0
9.9158
2
.04865
.14715 .03440
Kontrol minggu ke-1
7.0025E2
2
235.67805
166.64955
Sampel minggu ke-1
9.9060
2
.06244
.04415
Kontrol minggu ke-2
8.4235E3
2
1205.26747
852.25280
Sampel minggu ke-2
98.6682
2
.20648
.14600
Kontrol minggu ke-3
1.3348E4
2
6452.11108
4562.33150
Sampel minggu ke-3
98.9611
2
.20775
.14690
Kontrol minggu ke-4
1.6124E4
2
.00000
.00000
Sampel minggu ke-4
3.0229E2
2
100.71619
71.21710
Kontrol minggu ke-5
3.2742E4
2
4956.39986
3504.70395
Sampel minggu ke-5
1.5314E3
2
547.94270
387.45400
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
2
-1.000
.
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
2
1.000
.000
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
2
1.000
.000
Pair 4
Kontrol minggu ke-3 & Sampel minggu ke-3
2
1.000
.
Pair 5
Kontrol minggu ke-4 & Sampel minggu ke-4
2
.
.
Pair 6
Kontrol minggu ke-5 & Sampel minggu ke-5
2
1.000
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Pair 6
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
8.91434E1
.25675
.18155
86.83654
91.45016
491.013
1
.001
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
6.90340E2
235.61562
166.60540
-1426.58202
2807.26262
4.144
1
.151
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
8.32487E3
1205.06099
852.10680
-2502.17076 19151.91616
9.770
1
.065
Kontrol minggu ke-3 - Sampel minggu ke-3
1.32492E4
6451.90334 4562.18460 -44718.89637 71217.20677
2.904
1
.211
Kontrol minggu ke-4 - Sampel minggu ke-4
1.58220E4
222.165
1
.003
Kontrol minggu ke-5 - Sampel minggu ke-5
3.12101E4
10.012
1
.063
100.71619
71.21710 14917.07245 16726.87055
4408.45716 3117.24995
-8398.28213 70818.55003
84 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) ATRIBUT WARNA Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
9.5557
70
3.02849
.36197
Sampel minggu ke-0
10.1650
70
2.91862
.34884
Kontrol minggu ke-1
9.3314
70
2.72056
.32517
Sampel minggu ke-1
10.0307
70
3.52306
.42109
Kontrol minggu ke-2
8.6093
70
3.13480
.37468
Sampel minggu ke-2
8.6743
70
3.07313
.36731
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
70
.429
.000
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
70
.435
.000
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
70
.677
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Std. Std. Error Deviation Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
-.60929
3.17964
.38004
-1.36744
.14887 -1.603
69
.113
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
-.69929
3.38792
.40493
-1.50711
.10854 -1.727
69
.089
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
-.06500
2.49488
.29820
-.65988
.52988
69
.828
-.218
85 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) ATRIBUT AROMA Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
9.7536
70
2.96781
.35472
Sampel minggu ke-0
9.6386
70
3.15757
.37740
Kontrol minggu ke-1
9.6357
70
2.72921
.32620
Sampel minggu ke-1
9.5286
70
2.73735
.32718
Kontrol minggu ke-2
8.3793
70
2.71224
.32418
Sampel minggu ke-2
8.9671
70
2.78692
.33310
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
70
.662
.000
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
70
.520
.000
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
70
.511
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
.11500
2.52294
.30155
-.48657
.71657
.381
69
.704
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
.10714
2.67876
.32017
-.53158
.74587
.335
69
.739
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
-.58786
2.71926
.32501
-1.23624
.06053 -1.809
69
.075
86 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) ATRIBUT RASA Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
8.6014
70
3.16451
.37823
Sampel minggu ke-0
9.6329
70
3.15567
.37717
Kontrol minggu ke-1
8.5964
70
3.33344
.39842
Sampel minggu ke-1
9.4964
70
2.41574
.28874
Kontrol minggu ke-2
6.0614
70
3.39106
.40531
Sampel minggu ke-2
6.0186
70
3.47375
.41519
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
70
.529
.000
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
70
.229
.057
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
70
.570
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
df
Sig. (2tailed)
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
-1.03143
3.06676
.36655
-1.76267
-.30019 -2.814
69
.006
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
-.90000
3.64178
.43528
-1.76835
-.03165 -2.068
69
.042
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
.04286
3.18254
.38039
-.71599
69
.911
.80171
.113
87 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) ATRIBUT TEKSTUR Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
8.0886
70
3.31739
.39650
Sampel minggu ke-0
9.4957
70
3.09712
.37018
Kontrol minggu ke-1
7.6136
70
3.41529
.40821
Sampel minggu ke-1
9.1436
70
3.02369
.36140
Kontrol minggu ke-2
4.4179
70
3.21573
.38435
Sampel minggu ke-2
4.4214
70
3.07420
.36744
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
70
.413
.000
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
70
.159
.187
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
70
.614
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
-1.40714
3.48009
.41595
-2.23694
-.57734 -3.383
69
.001
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
-1.53000
4.18499
.50020
-2.52788
-.53212 -3.059
69
.003
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
-.00357
2.76686
.33070
-.66331
69
.991
.65616
-.011
88 Lampiran 20 Perbandingan parameter kontrol dan sampel pada setiap minggu pengamatan selama penyimpanan dengan software SPSS 16.0 (lanjutan) ATRIBUT KESELURUHAN (OVERALL) Paired Samples Statistics Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kontrol minggu ke-0
8.9171
70
2.94717
.35225
Sampel minggu ke-0
9.6243
70
2.90442
.34714
Kontrol minggu ke-1
8.6250
70
3.23369
.38650
Sampel minggu ke-1
9.2536
70
2.80229
.33494
Kontrol minggu ke-2
5.6586
70
3.10071
.37061
Sampel minggu ke-2
5.7607
70
3.28589
.39274
Paired Samples Correlations N
Correlation
Sig.
Pair 1
Kontrol minggu ke-0 & Sampel minggu ke-0
70
.416
.000
Pair 2
Kontrol minggu ke-1 & Sampel minggu ke-1
70
.221
.066
Pair 3
Kontrol minggu ke-2 & Sampel minggu ke-2
70
.666
.000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
Kontrol minggu ke-0 - Sampel minggu ke-0
-.70714
3.16348
.37811
-1.46145
.04716 -1.870
69
.066
Kontrol minggu ke-1 - Sampel minggu ke-1
-.62857
3.78175
.45201
-1.53030
.27316 -1.391
69
.169
Kontrol minggu ke-2 - Sampel minggu ke-2
-.10214
2.61357
.31238
-.72533
.52104
69
.745
-.327
89
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 18 Oktober 1990 sebagai putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ganang Setyo Utomo dan Siti Salamah. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 2008 dari SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun yang sama penulis lolos seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus, termasuk menjadi Dewan Mushola Gedung Asrama Putri A3 (2008-2009) dan anggota UKM Panahan IPB (2008-2009). Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan kampus, termasuk menjadi staf panitia The 8th National Student Paper Competition, BAUR 2010, dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XVIII. Di samping itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan pelatihan bahasa asing di Unit Pelatihan Bahasa IPB. Penulis telah menyelesaikan Program Bahasa Jepang tingkat Dasar 1 pada tahun 2010, Program Bahasa Korea tingkat Dasar 1 dan 2 pada tahun 2011, serta Program Bahasa Korea tingkat Dasar 3 dan tingkat Menengah 1 pada tahun 2012. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan penelitian dan skripsinya dengan judul ―Pengaplikasian Proses Termal dan Pengemasan Vakum untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk Wingko Babat‖ di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. Korespondensi dengan penulis dapat dilakukan melalui email
[email protected].