Hartono (Pengembangan Kecerdasan Jamak dalam...) ISSN 0854-3461
Volume 27, Jurnal NomorSeni 2, Juli 2012 MUDRA Budaya p 214 - 223
Pengembangan Kecerdasan Jamak dalam Kegiatan Pembelajaran Tari Gajah Melin di TK Negeri Pembina Kabupaten Kendal
HARTONO Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Musik Universitas Negeri Semarang E-mail:
[email protected]
Penelitian ini ditujukan untuk memotret lebih detail tentang proses pembelajaran tari yang diasumsikan dalam proses kegiatannya dapat mengembangkan kecerdasan jamak anak. Penelitian dilakukan di TK Negeri Pembina Kabupaten Kendal. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Analisis data penelitian yang digunakan etnografi. Analisis data menurut langkah-langkah penelitian etnografi yang dikemukakan oleh Spradley, terdapat empat jenis analisis. Keempat jenis analisis tersebut yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran Tari Gajah Melin mengembangkan kecerdasan bodi kinestetik, kecerdasan musik, kecerdasan bahasa, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan natural, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan spasial. Atas dasar hasil temuan penelitian ini disarankan kepada Dinas Pendidikan agar lebih memperhatikan dan meningkatkan kompetensi seni bagi guru dan anak TK. Demikian pula bagi LPTK, khususnya Jurusan PGTK agar membekali mahasiswanya yang berkaitan dengan kesenitarian lebih khusus dalam hal proses pembelajaran tari yang dapat mengembangkan kecerdasan jamak.
Developing Plural Intelligence in Learning Gajah Melin Dance at Pembina Public Kindergarten in Kendal Regency This study aimed at describing more specifically the dance learning process which was assumed to develop the child’s plural intelligence. Qualitative descriptive method was used in this study. The data were analyzed using ethnography. The data were analyzed following the steps in ethnographic research proposed by Spradley. He states that there are four types of analysis; they are domain analysis, taxonomy analysis, componential analysis, and thematic analysis. The results of the study showed that the learning activity of Gajah Melin Dance could develop the kinetic body intelligence, the musical intelligence, linguistic intelligence, interpersonal intelligence, natural intelligence, interpersonal intelligence, and spatial intelligence. Based on the results of the study, it is suggested to the Ministry of Education and Culture that it should increase and pay more attention to the art competence of the kindergarten teachers and pupils. Similarly, LPTK in general and PGTK Department in particular should give their students things which are related to arts in general and the learning process of the pupils as part of what can be done to develop the plural intelligence.
214
Volume 27, 2012
Pemahaman konsep pembelajaran seni yang berorentasi pada anak/peserta didik, dengan alasan bahwa pembelajaran seni untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan yang mendasar dalam rangka mengaktualisasikan dirinya (Salam, 2002: 6). Kebutuhan dan kemampuan dasar mencakup: apresiasi, persepsi, pengetahuan, pemahaman dan berkreasi. Dengan kemampuan dasar itu, diharapkan mereka mempunyai kemampuan mengekspresikan ide, gagasan, pengetahuan, dan pengalaman hidupnya lewat gerak yang lebih santun, ekspresif dan estetis, yang dapat memberikan kesenangan, serta dapat mempertajam moral. Diharapkan pula dapat terjadi penyeimbangan fungsi otak kanan dan kiri, dengan memadukan unsur logika, etika, dan estetika (Depdiknas, 2001). Disini, anak merupakan faktor yang utama. Seorang guru haruslah berusaha mengenal anak dengan cermat agar ia dapat membantu anak dalam mengembangkan potensi minat dan bakat seni tarinya. Selain itu, melalui pembelajaran ini kemampuan berapresiasi terhadap keragaman seni sebagai pembentukan sikap menghargai kesenian yang lain dapat ditumbuhkembangkan pada diri anak. Dengan demikian, seni tidak hanya dapat dipakai sebagai ungkapan ekspresi, akan tetapi dapat juga digunakan sebagai media pembelajaran lebih khusus untuk pembelajaran di TK. Melalui pembelajaran seni tari potensi yang dimiliki anak dapat distimulasi, karena pada dasarnya setiap anak memiliki sejumlah potensi yang dapat ditumbuhkembangkan. Oleh karena itu, pembelajaran seni, khususnya seni tari sejak dini bagi anak merupakan hal yang sangat penting. Pembelajaran tari dapat memberikan pengaruh yang menetap terhadap perkembangan seni anak selanjutnya. Bahkan secara ekonomik, pembelajaran seni, untuk Anak TK dapat dijadikan sebagai investasi masa depan karena anak yang mendapat pelayanan pembelajaran seni dengan baik akan menguntungkan perkembangan anak pada masa mendatang (Rohendi, 2005). Untuk melatih keterampilan motorik kasar anak, tari penting untuk diberikan pada anak, sekaligus sebagai sarana penanaman nilai-nilai seni. Dengan belajar tari, anak dengan sendirinya mulai belajar membentuk sikap sesuai dengan norma-norma budaya yang dipelajari. Penggunaan tari dalam pembelajaran di TK memberikan manfaat yang
MUDRA Jurnal Seni Budaya
sangat besar, baik bagi anak secara pribadi maupun bagi anak sebagai sumber daya manusia (SDM) bangsa di masa mendatang. Jika pembelajaran tari bagi anak TK dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, maka akan diperoleh keuntungan ganda, yakni pengalaman estetis dan penguasaan dasar seni sebagai bekal pengembangan seni di kemudian hari. Tujuan pelaksanaan pembelajaran di TK, setidaknya dapat dibagi dalam dua hal, yaitu 1) pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari; dan 2) pengembangan kemampuan dasar yang meliputi: daya cipta, bahasa, daya pikir, keterampilan, dan jasmani. Kegiatan belajar mengajarnya dibagi dalam tema dan sub tema. Dalam konteks ini, pembelajaran seni tari masuk dalam pengembangan kemampuan dasar pada bidang jasmani yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan motorik kasar anak. Secara spesifik kegiatannya mengacu pada tema-tema pembelajaran di TK yang tertuang dalam pengembangan jasmani meliputi aktivitas menirukan gerakan binatang, tanaman, alam dengan menggerakkan tangan, kaki, dan kepala, sesuai dengan irama musik. Jika hal-hal tersebut dilakukan para guru di TK sesuai dengan yang seharusnya maka akan terlahir dan terbentuk anak-anak yang sehat, kreatif, dan cerdas. Melalui pembelajaran tari yang tepat sesuai dengan tema-tema yang akrab dengan lingkungan anak akan dapat menstimulasi kecerdasan anak yang beragam (kecerdasan jamak). Namun demikian, dalam kenyataannya pelaksanaan pembelajaran tari di TK masih rendah dalam upaya pengembangan kreativitas dan suasana yang menyenangkan anak (Hartono, 2007). Pada umumnya guru kurang mampu mengembangkan kreativitas anak dan membangun suasana pembelajaran yang menyenangkan. Kelemahan tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan, wawasan dan kekurangmantapan keterampilan guru dalam berseni tari. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya sarana prasarana pembelajaran tari yang ada di sekolah. Guru yang memiliki peran penting dalam pembelajaran hanya menjadi preskriptor, yang bertugas mengajar demi tercapainya target yang 215
Hartono (Pengembangan Kecerdasan Jamak dalam...)
dibebankan kepadanya. Kreativitas guru tidak menjadi ukuran yang baik bagi guru dalam melaksanakan tugas. Ukuran guru yang baik adalah guru yang tertib administrasinya dan rapi menyiapkan satuan pelajaran (Djohar, 1999). Pendidikan yang seharusnya mampu mengintervensi anak ke arah perubahan integral mereka, yakni bertambah pengetahuan dan kemampuannya dalam memandang dan memecahkan masalah, wawasan, dan kemampuan sosialnya, kemampuan untuk mengendalikan emosi, serta berkembang moralnya sudah amat jarang ditemukan. Amat jarang ditemukan pendidikan yang mengacu pada tujuan membantu anak mengaktualisasikan diri menjadi seeorang sepenuhnya human, yaitu seseorang yang sehat mental, yang biasanya adalah juga seorang yang kreatif (Semiawan, 2004: 3). Termasuk dalam hal ini pendidikan tari khususnya proses pelaksanaan pembelajaran tari. Berdasarkan penelitian awal melalui wawancara di TK-TK yang belum negeri dan bukan TK N Pembina di Kabupaten Kendal, hampir seluruh guru menyatakan bahwa pembelajaran tari berjalan sendiri-sendiri. Guru dalam mengajarkan tari hanya berdasarkan pada apa yang dikuasainya saja. Selain itu, pembelajaran tari yang diberikan di TK-TK lebih ditujukan untuk dapat ikut berpartisipasi dalam setiap ada perlombaan. Pembelajaran tari tidak lagi mementingkan isi atau tujuan dari pembelajaran tari itu sendiri termasuk makna rangkaian proses pembelajarannya. Pembelajaran tari hanya ditekankan pada upaya memperoleh gelar juara. Bahkan labih parah yaitu tidak memperhatikan kekuatan fisik anak. Lebih parah lagi tidak memperhatikan pengembangan emosi anak terkait dengan jenis tari yang dimainkan. Artinya tidak ada keterkaitan antara tujuan pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran tari itu sendiri serta keterkaitan antara satu tarian dengan tarian yang lain. Tentu saja tidak akan terjadi kesinambungan dalam proses pembelajaran dan pengembangan emosi anak terkait suasana dalam tarian yang dimainkan. Hal-hal sebagaimana dipaparkan di atas, membuat pelaksanaan pembelajaran tari yang estetis dan ekspresif melalui kegiatan creative dan joyful learning sangat jauh dari yang diharapkan. Kegiatan belajar seni tari, tidak lagi dapat dijadikan sebagai ajang pembentukan pribadi dan mendorong anak 216
MUDRA Jurnal Seni Budaya
menjadi cerdas, yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan anak. Penyebab kurang terlaksananya tujuan pembelajaran yang telah dituangkan dalam kurikulum mata pelajaran seni yang ekspresif, estetis, dan kreatif di TK-TK yang belum negeri tersebut, di antaranya: karena kurangnya pemahaman guru yang berkaitan dengan seni tari, kurangnya media pembelajaran untuk seni tari, dan jarang terselenggaranya (seminar, lokakarya, pelatihan tentang seni tari lebih khusus pendidikan seni tari). Selaian hal tersebut, sebagian besar latar belakang pendidikan guruguru TK tidak berasal dari lulusan pendidikan guru taman kanak-kanak (Utomo, 2007: 15). Hal ini menunjukkan bahwa bekal seni lebih khusus seni tari sangat kurang. Faktor lainnya adalah sebagian besar masyarakat dalam hal ini termasuk guru-guru Tk masih beranggapan bahwa yang dapat berseni tari adalah hanya orang-orang yang mempunyai bakat tari. Guru TK hanya sekedar memenuhi kewajiban mengajak anak bergerak seperti menari tanpa mengkaitkannya dengan penanaman nilainilai apalagi sampai pada taraf mengembangkan kecerdasan jamak anak. Lain halnya dengan TK Negeri Pembina di Kendal. Pelaksanaan pembelajaran tari di tiga TK Negeri Pembina di Kendal dilakukan dengan dua model. Pertama pembelajaran tari yang terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain. Kedua pembelajaran tari yang berdiri sendiri sebagai mata pelajaran. Pada pembelajaran seni tari sebagai mata pelajaran, waktu yang disediakan lebih pasti. Demikian juga ketersediaan sumber daya manusia (guru) yang mengajar lebih menguasai materi. Termasuk ketersediaan sarana dan prasarana yang lebih representatif. Oleh karena itu, peneliti merasa amat tertarik dan merasa bertanggung jawab untuk mengangkat hal-hal sebagaimana dipaparkan di atas untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam tentang proses pembelajaran seni tari di tiga TK Pembina Kabupaten Kendal. Penelitian di TK Pembina Kabupaten Kendal ini dipandang tepat karena dalam melaksanakan program pendidikannya intitusi tersebut, memberikan pembelajaran tari secara khusus dalam pelaksanaannya dengan terencana, terprogram, dan berdasar pada tema. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan itulah, penelitian
Volume 27, 2012
tentang pengembangan kecerdasan jamak dalam peoses kegiatan pembelajaran tari di TK Negeri Pembina Kabupaten Kendal dillakukan. Pendekatan penelitian yang dipilih menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pemillihan metode ini dipandang tepat karena sesuai dengan karakteristik masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, yakni mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan: 1) proses sosial; 2) asumsi dan bukan uji hipotesis atupun berangkat dari teori; 3) verstehen; 4) simbolik (tidak statistik); 5) makna/ meaning; 6) induktif; dab 7) sasaran penelitian adalah subjek; permasalahan yang diungkap lebih bersifat komprehensif dan mendalam serta lebih menekankan pada makna dan proses dalam pelaksanaan penelitiannya (Sairin, 2004). Menurut Creswell (2007: 37) seting penelitian kualitatif alami baik manusia maupun tempat. Lebih spesifik metode yang dipilih terfokus pada jenis penelitian etnografi, karena permasalahan yang diungkap mengangkat tentang budaya khususnya budaya pembelajaran tari di TK. Hal ini sebagaimana dikemukakan Spradley (1997: 12) bahwa etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Spradley juga menjelaskan bahwa penelitian etnografi tidak hanya mengamati tingkah laku, tetapi lebih dari itu dia menyelidiki makna tingkah laku itu. Etnografer mengamati dan mencatat berbagai kondisi emosional, tetapi lebih daripada itu dia juga menyelidiki makna rasa takut, cemas, marah, dan berbagai perasaan. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui, memahami, dan menjelaskan proses pengembangan kecerdasan jamak dalam pembelajaran tari di TK Negeri Pembina Kabupaten Kendal. Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini terfokus pada Proses pengembangan kecerdasan jamak dalam kegiatan belajar mengajar tari di TK Negeri Pembina Kabupaten Kendal. Pengumpulan data diambil berdasar situasi yang wajar, sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi oleh siapapun dengan sengaja. Data yang terkumpul berupa tulisan, hasil rekaman wawancara dan foto. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari: nara sumber, yakni orang-orang yang berkompeten atau terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembelajaran tari, yaitu guru dan kepala TK. Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan teknik
MUDRA Jurnal Seni Budaya
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Analisis data penelitian lebih ditekankan pada analisis yang digunakan dalam pendekatan etnografi. Dalam penelitian etnografi ini, analisis data lapangan dikumpulkan dari hasil observasi partisipan dan wawancara mendalam ditujukan untuk menemukan pertanyaan/fokus penelitian. Analisis data menurut langkah-langkah penelitian etnografi yang dikemukakan oleh Spradley, terdapat empat jenis analisis. Adapun keempat jenis analisis tersebut yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema. PEMBELAJARAN TARI DAN LAYANAN PENDIDIKAN PERKEMBANGAN ANAK Patricia Dewar (1991: 16) dalam Journal Of Dance Ethnology menjelaskan bahwa tari sebagai suatu sistem komunikasi gerak memiliki fungsi dan kegunaan yang bersifat sosial. Tari memiliki nilai hakiki sebagai bentuk seni yang unik untuk mengekspresikan rasa estetis manusia. Selanjutnya Phenix, (1981: 13) mengemukakan tentang keunikan tari yang terletak pada tubuh manusia. Oleh karena itu tubuh manusia menjadi materi dasar tari. Lebih jauh Maxine Sheets (1970: 34) menjelaskan bahwa tari sebagai seni yang dibentuk dan dipentaskan. Tugas penari sebagai perumus makna seni yang bertugas merumuskan makna dalam bentuk gerak. Hal ini sebagaimana dikemukakannya bahwa suatu bentuk seni merupakan perumusan makna, dan para penari, sebagai seniman, berusaha merumuskan makna dalam bentuk gerak. Jadi seniman tari sebagai koreografer harus dapat menjelaskan maksud atau gagasan pencipta tari yang dimaksud. Hampir senada dengan pendapat tersebut Nadel (1970: 74) menjelaskan bahwa tari merupakan seni kreatif dan seni pertunjukan. Seni tari selain menuntut kreativitas dalam penciptaanya, juga menuntut keahlian dalam penataan dan penggubahan gerak yang telah ada. Hal ini sebagaimana dikemukakan Beiswanger (1970: 83) yang menjelaskan bahwa tari, seperti karya seni lainnya, ditata. Menata suatu tari sama dengan menggubahnya. Bertolak dari beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa yang dikatan tari adalah gerak yang telah disusun dengan indah digerakkan oleh anggota tubuh manusia sesuai dengan iringan musik pengiring yang mempunyai maksud. 217
Hartono (Pengembangan Kecerdasan Jamak dalam...)
Mengacu pada prinsip pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagaimana dikemukakan Johar yang menekankan bahwa salah satu prinsip pendidikan yaitu ngerti, ngrasa, nglakoni (Agung, 2010: 2). Bahwa ngerti diartikan mengetahui, mengerti persoalan, situasi, dan kondisi. Ngrasa bisa merasakan sesuatu benar atau salah. Perasaan akan membimbing seseorang mencari jalan sesuai dengan nuraninya. Sedangkan nglakoni berarti mampu menjalankan tugas, kehendak berdasarkan ngerti dan ngrasa. Melalui tari anak dapat diasah dan dilatih ketiga elemen pendidikan tersebut. Pada hakikatnya dengan belajar akan terjadi perubahan. Partini (1980: 48) mengatakan pada prinsipnya belajar adalah perubahan dari seseorang, perubahan itu dapat berujud pengertian-pengertian, dapat pula berupa kecakapan, kebiasaan, dan sikap. Perubahan itu diperoleh setelah seseorang melakukan. Pendapat Partini menunjukan bahwa wujud perubahan dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan baik yang baru maupun penyempurnaan yang telah ada. Belajar menari termasuk belajar yang mengutamakan keterampilan motorik, karena pada fase kognitif anak dituntut mengetahui jenis keterampilan. Tari dalam pendidikan formal menurut Margareth (1970: 351) adalah sebagai sarana memberikan kesempatan bebas bagi setiap anak, untuk mengalami dan merasakan sifat artistik yang ditumbuhkan dari tari, sebagai sumbangan untuk setiap pribadi. Diajarkannya tari untuk anak menurut Bird (1981: 4-5) adalah untuk 1) membimbing anak dalam berbagai vareasi kegiatan fisik dan memperkenalkan secara sadar melalui fungsi dan hubungan bagian-bagian dalam tubuh mereka, 2) mengintroduksikan konsep ruangwaktu dan energi dalam hubungannya dengan gerak tubuh anak baik secara perorangan maupun bersama dengan orang lain, 3) mendorong timbulnya kebanggaan dalam usaha mengembangkan kontrol dan keterampilan gerak, 4) mengembangkan imajinasi dalam hubunganya dengan teman, serta dapat merasakan dan memberikan reaksi, 5) mendorong kreativitas anak dalam eksplorasi dan mendiskusikan gagasan-gagasan, serta pada waktu yang sama meningkatkan nilai kontrol diri dan apresiasi terhadap ide orang lain atau prestasi orang lain, 6) merangsang munculnya sikap kritis dan kontrol diri. Tarian yang mudah untuk anak, khususnya anak TK, adalah bentuk tarian yang menirukan berbagai 218
MUDRA Jurnal Seni Budaya
macam bentuk hewan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Claire Holt (1967: 97) bahwa gerak tari yang jelas berasal dari tiruan binatang. Paling besar kemungkinan adalah gerak-gerak yang berdasarkan gerak burung, dan makhluk-makhluk bersayap yang lain. Dapat juga binatang tertentu seperti gajah, harimau, kera, dan kijang. Berbicara tentang anak, tidak bisa lepas dengan pentingnya layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Berkenaan dengan layanan pendidikan untuk anak telah disepakati untuk diangkat sebagai salah satu program prioritas bagi setiap negara. Napitupulu (2002: 32) menjelaskan pendidikan untuk anak dini usia telah menjadi perhatian dunia internasional. Akan tetapi, menurut Fasli kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa perhatian terhadap pendidikan bagi anak dini usia masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Laos, Burma, Vietnam dan Brunai Darusalam (Djalal, 2002: 4). Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pendidikan anak dini usia masih sangat rendah serta pada umumnya mereka berpandangan bahwa pendidikan identik dengan sekolah, sehingga pendidikan bagi anak dini usia dipandang belum perlu (Djalal, 2002: 5). Bruner dan Donalson dari tela’ahnya menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal (Supriadi, 2002: 28). Berkenaan dengan karakter anak Taman Kanak-kanak (TK). Semiawan mengemukakan bahwa mereka memiliki ciri keras kepala dan sangat asyik hidup dalam dunia fantasinya (Semiawan, 2008). Banyak pula para pakar yang mengingatkan bahwa usia Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan masa keemasan bagi perkembangan kecerdasan anak. Blom yang dikutip Gutama (2002: v) mengatakan bahwa pada usia 4 tahun kapasitas kecerdasan anak telah mencapai 50% dan pada usia 8 tahun telah mencapai 80%. Hal senada dikemukakan oleh Fasli Djalal, bahwa perkembangan kecerdasan anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% kapasitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur 18 tahun (Djaalal, 2002: 5). Pertumbuhan dan
Volume 27, 2012
perkembangan anak perlu diperhatikan sejak dalam rahim seorang ibu sampai usia sekitar 6 tahun, karena investasi pembangunan manusia pada usia dini merupakan investasi yang amat penting bagi pembangunan sumberdaya manusia berkualitas di masa mendatang. Soendjojo, (2002: 34) menjelaskan bahwa usia dini merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan bagi anak di masa depannya. Pada usia dini ini stimulasi yang proposional perlu diberikan kepada anak sehingga memberikan hasil yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Rahmitha menjelaskan bahwa pendidikan anak TK adalah bentuk pendidikan yang fundamental dalam kehidupan seseorang Soendjojo, (2002: 35). Oleh karena itu, bentuk pembelajaran bagi anak seharusnya dalam bentuk yang menyenangkan, tanpa ada beban bagi anak yang dapat menciptakan hambatan bagi anak dalam mengikuti pendidikan di masa-masa selanjutnya. Masa perkembangan anak TK merupakan periode awal dari perkembangan setiap individu. Langeveld dalan Napitupulu (2001) mengatakan bahwa manusia adalah “animal educandum” atau hewan yang dapat dididik, jadi jika anak itu tidak dididik, maka ia akan tetap sama dengan monyet atau hewan lainnya, artinya tiada perubahan tingkah laku dan ia akan mendasarkan segala tindak-tanduknya melulu atas dasar naluri (instinct). Oleh karena itu, pendidikan yang diikutinya merupakan pendidikan awal yang akan mendasari pendidikan-pendidikan berikutnya (Abdulhak, 2002: 43).
MUDRA Jurnal Seni Budaya
karena itu, antara anak yang satu dengan anak yang lain harus diperlakukan sesuai dengan perbedaannya. Delapan kecerdasan, yaitu 1) kecerdasan bodi kinestetik; 2) kecerdasan musik; 3) kecerdasan bahasa; 4) kecerdasan intrapersonal; 5) kecerdasan naturalis; 6) kecerdasan interpersonal; 7) kecerdasan spasial; dan 8) kecerdasan logik matematik (www. wikimu.com/News/Print.aspx? id = 2108). PENGEMBANGAN KECERDASAN JAMAK DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN TARI GAJAH MELIN
Konsep Kecerdasan Jamak, menurut Amstrong dalam Emmy Budiati (2007: 99) yang dimaksud kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah dan membuat suatu produk yang bermanfaat bagi kehidupan. Menurut Semiawan (2008: 109) kecerdasan bersifat jamak (lebih dari satu) dan suatu keseluruhan yang bersifat bermakna. Adanya kecerdasan jamak, menjadi penting untuk mengakui adanya perbedaan setiap individu (Julia Jasmine).
Kegiatan pembelajaran Tari Gajah Melin yang berlangsung di TK Negeri Pembina Kabupaten Kendal terdapat beberapa proses pengembangan kecerdasan jamak diantaranya adalah: 1. Proses pengembangan kecerdasan bodi kinetestik Proses pengembangan kecerdasan bodi kinestetik dalam tarian Gajah Melin ini terbentuk pada saat anak-anak menirukan dan melakukan beberapa gerakan tari. Gerakan yang diawali dengan posisi badan membungkuk dua tangan lurus ke bawah digerakkan samping kiri dan kanan, adalah melatih otot-otot kaki, punggung, leher dan otototot tangan. Gerakan berjalan ke depan kemudian membungkukkan badan, otot-otot yang telatih adalah otot kaki dan punggung. Gerak berjalan samping kanan, kembali samping kiri dengan mengayun dua tangan, pada gerakan ini otot-otot yang terlatih adalah otot kaki dan tangan. Gerak jalan berjinjit berputar, otot yang terlatih lebih pada otot tumit. Gerak dengan badan membungkuk, dua tangan lurus ke bawah badan berputar, otot yang terlatih adalah otot kaki, punggung, dan tangan. Gerakan dengan posisi berdiri dua tangan di pinggang, kaki diayun ke depan dengan bergantian kanan dan kiri, lebih melatih otot-otot kaki. Gerakan kaki kanan dan kiri jinjit, badan memutar ke kanan dua tangan samping telinga, otot-otot yang terlatih adalah otot tumit, diakhiri gerak jalan memutar melingkar dengan posisi jinjit, lebih belatih otot tumit.
Howard Gardner (1993) pakar pendidikan dari Harvard University menemukan tentang teori kecerdasan, yaitu Kecerdasan Jamak. Yang dimaksud kecerdasan menurut Gardner adalah suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkembangkan. Gardner sangat memperhatikan terhadap perbedaan individu. Oleh
Gerakan tersebut dilakukan baik dengan iringan musik maupun tanpa dengan iringan musik. Pada saat anak-anak melakukan gerak tari otot-otot tangan, kaki, kepala, dan badan menjadi terlatih. Otot-otot anak menjadi kuat, lentur, lembut dan indah pada saat menari. Penguasaan gerak tersebut memberi perbendaharaan gerak pada anak. Selain 219
Hartono (Pengembangan Kecerdasan Jamak dalam...)
hal tersebut juga melatih menumbuhkan kepekaan gerak tari pada anak. Anak yang peka terhadap gerak tari akan mendorong anak menjadi mudah menyusun sebuah tarian, bahkan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi koreografer. 2. Proses pengembangan kecerdasan musik Proses pengembangan kecerdasan musik dalam pembelajaran tari ini karena menggunakan musik sebagai iringan tari yaitu berlatih memahami pola irama, melodi, tempo, dan syair lagu. Iringan musik tari Gajah melin adalah gending Jawa, maka termasuk musik pentatonis. Irama yang digunakan adalah irama lancaran. Irama lancaran sangat sesuai dengan karakter anak yaitu sifatnya melangkah. Melodinya pentatonis, hal ini sekaligus mengenalkan pada anak yang berkaitan dengan musik tradisional. Tempo yang digunakan sanat fareatif, pada iringan awal temponya cepat (mempunyai sifat semangat dan membangkitkan pereasaan), kemudian pada saat untuk mengiringi gerak tempo sedang, pada bagian tengah antara tari awal dan akhir dengan tempo sedikit cepat, dan diakhiri dengan tempo cepat. Pada sisi tempo anakanak dilatih merasakan tempo lambat, sedang, dan cepat. Karena musik pentatonis sudah barang tentu bentuk syair lekat dengan ke daerahan dalam hal ini Jawa Tengah. Berikut syair lagu yang ada dalam iringan tari Gajah melin: Gajah belang asale saka palembang ngendikane simbah bapak ibu guru tanah Palembang pulau Sumatra tanahe plau sisih kulon wilayah Indonesia gajah kuwi gedene ngedap-edapi sikil bumbung irung dawa kuping amba kopat kapit buntut amung sak ceprit awak kaya lumbung yen nesu gawe bingung gajah belang dari Palembang kata eyang, bapak ibu guru Palembang di pulau Sumaera Pulau sebelah Barat wilayah Indonesia gajah besar sekali kaki seperti banbu bumbung, hidung panjang, telinga lebar buntut kecil selalu bergerak badan besar jika marah membuat orang bingung Syair tersebut di atas dalam proses pembelajaran tari, bagi anak-anak diperoleh dari: pertama pada saat guru memberikan materi gerak sebelum dengan 220
MUDRA Jurnal Seni Budaya
musik iringan. Kedua dengan menggunakan tip kemudian anak-anak menari. Melalui ke dua kegiatan tersebut kecerdasan musik anak dapat terlatih dengan mensinkronkan antara irama gerak dengan irama musik pengiring. Sebelum syair dinyanyikan, di dahului dengan musik intro sebagai pembuka. Musik intro juga melatih kepekaan irama bagi anak. Proses pengembangan kecerdasan musik juga dapat terlatih karena seringnya lagu di perdengarkan dan dinyanyikan. Selaian itu iringan tari Gajah melin ambitusnya pendek sesuai dengan persyaratan lagu yang baik bagi anak. Irama lagu Gajah melin dapat dikategorikan sebagai lagu mudah karena pergerakan melodinya melangkah. Jadi, lagu dalam iringan tari Gajah melin lebih mudah dikuasai. Melalui lagu Gajah melin akan memungkinkan anak sering menyanyikannya. Hal demikian, akan melatih kemampuan anak dalam merasakan birama/ irama, dan menimbulkan bayangan nada melalui kegiatan pembelajaran tari yang diiringi dengan iringan musik lebih khusus musik pentatonis. 3. Proses pengembangan kecerdasan bahasa Pengembangan kecerdasan bahasa dalam pem belajaran tari ini terproses pada saat anak men dengarkan syair lagu yang ada di dalam musik pengiring. Syair lagu yang notabene adalah bahasa. Anak-anak menjadi terlatih rasa bahasa dan kemampuan menghafal nyanyian. Karena syair tersebut berulang-ulang didengar oleh anak pada saat anak menari. Melalui penggunaan bahasa dalam iringan tari ini wawasan pengetahuan anak menjadi bertambah. Misalnya anak menjadi tahu tentang adanya gajah belang asale saka Palembang = gajah berasal dari daerah Palembang. Ngendikane simbah bapak ibu guru = certa eyang bapak dan ibu. Tanah Palembang pulau Sumatra tanahe = Bahwa Palembang ada di pulau Sumatera. Pulau sisih kulon wilayah Indonesia = pulau yang berada di sebelah barat wilayah Indonesia. Gajah kuwi gedene ngedapedapi = gajah itu sangat besar. Sikil bumbung irung dawa kuping amba = kaki besar, hidung panjang, telinga lebar. Kopat kapit buntut amung sak ceprit = buntut kecil dan selalu bergerak-gerak. Awak kaya lumbung yen nesu gawe bingung = badan besar jika marah membuat orang bingung. Jadi,
Volume 27, 2012
MUDRA Jurnal Seni Budaya
jelas, lirik dalam iringan tari ini dapat menstimulasi kecerdasan bahasa anak.
menanamkan logika matematik pada anak yang berkaitan dengan hitungan.
4. Proses pengembangan kecerdasan Intrapersonal Proses pengembangan kecerdasan intrapersonal dalam pembelajaran tari ini paling tidak setiap anak akan berusaha menghafal dan mampu meragakan gerak tari agar pada saat ada acar pentas dapat dipilih. Jika masing-masing individu anak dapat menghafal dan melakukan gerak dalam tari ini, maka dapat dipastikan mereka merasa senang dan bangga pada diri sendiri. Artinya anak akan menyadari betul bahwa sebenarnya ia mampu untuk menguasai sebuah tarian. Usaha demikian dapat diartikan bahwa melalui pembelajaran tari ini kecerdasan intrapersonal anak dapat terstimulasi dengan baik.
SIMPULAN
5. Proses pengembangan kecerdasan natural Proses pengembangan kecerdasan natural secara otomatis akan terjadi karena dalam tari mengandung unsur keindahan gerak, musik, dan ekspresi. Ketika proses pembelajaran berlangsung berarti terjadi penanaman nilai-nilai keindahan. Selain itu bahwa pada dasarnya secara kodrati setiap anak telah dibekali unsur keindahan. Anak pun menyukai keindahan. 6. Proses pengembangan kecerdasan interpersonal Proses pengembangan kecerdasan interpersonal dalam pembelajaran tari ini bahwa pembelajaran dilakukan secara klasikal. Pembelajaran secara klasikal akan terjadi komunikasi antar anak. Anakanak akan terlatih untuk menerima dan menghargai adanya persamaan dan perbedaan. Dengan demikan terjadi proses pengembangan kecerdasan interpersonal anak. 7. Proses pengembangan kecerdasan logis matematis Proses pengembangan kecerdasan logis matematis dalam pembelajaran tari berkaitan dengan kesesuaian gerak dengan iringan musik pengiring. Jadi pada saat anak-anak menari harus pas baik irama, tempo, dan pulsa iringan musiknya. Jadi antara tari dan musik tejalin hubungan yang erat. Berkenaan dengan proses pengembangan kecerdasan logis matematis anak, adalah bahwa konsep irama gerak harus sama dengan konsep irama musik, demikian konsep tempo gerak memiliki kesamaan dengan tempo pada musik. Maka dalam hal ini
Adapun aspek kecerdasan jamak yang dapat dikembangkan melalui tarian Gajah Melin berjumlah tujuh aspek yaitu 1) kecerdasan bodi Kinestetik berupa melatih menumbuhkan kepekaan gerak tari dengan menirukan gerak Tari Gajah Melin hal ini juga melatih otot-otot tubuh anak; 2) Kecerdasan musik, melalui iringan tari melatih pola irama, melodi, tempo, dan syair lagu; 3) Kecerdasan bahasa melalui syair lagu yang diperdengarkan berulangulang lewat musik pengiring Tari Gajah Melin; 4) Kecerdasan Intrapersonal, adalah pada saat anak-anak berupaya menghafal urutan gerak serta meragakan gerak Tari Gajah Melin; 5) Kecerdasan Natural adanya pemahaman tentang hewan pada anak, dalam hal ini hewan gajah; 6) Kecerdasan Interpersonal pada saat anak-anak menari bersama secara klasikal; 7) kecerdasan spasial adalah saat anak-anak menjaga jarak agar tidak terjadi gesekan antar teman, terutama pada saat membuat komposisi; dan 8) Kecerdasan Logis Matematik kesesuaian antara irama music dengan irama gerak. DAFTAR RUJUKAN Abdulhak, Ishak. (2002), ”Memposisikan Pendidikan Anak Dini Usia dalam Sistem Pendidikan Nasional,” dalam Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Edisi 03 Desember 2002, Direktorat PADU, Jakarta. Agung PW. (2010), “Bertahan pada Cita-cita Murni Pendidikan”, dalam Suara Edukasi Suplemen Pendidikan. Suara Merdeka. Minggu, 2 Mei 2010. Beiswanger, Geoge. (1970), Chance and Design in Choreography, dalam The Dance Experience Readings in Dance Appreciation, Myron Howard Nadel and Constance wen Nadel (eds), Preacer Publishers. Washington, London, New York. Bird, Bonnie. (1981) Dance An Art In Academics atau Tari sebagai Seni di Lingkungan Akademi Terjemahkan oleh Ben Suharto, (1981), Akademi Seni Tari Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta. 221
Hartono (Pengembangan Kecerdasan Jamak dalam...)
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Budiarti, Emmy. (2007), “Pembelajaran Melalui Bermain Berbasis Kecerdasan Jamak pada Anak Usia Dini”, dalam jurnal Lembaran Ilmu Pendidikan. Vol.36 No.02 Desember 2007, UNNES Press, Semarang.
Hartono. (eds) (2007), “Pengembangan Model Pembelajaran Seni Berbasis Kompetensi”, dalam Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol VIII No 1/Januari-April (2007), Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Creswell, John W. (2007), Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing Among Five Approaches, Thousand Oaks, London, New Delhi.
Holt, Claire. (1967), Art in Indonesia Continuities And Change, Cornell University Press, Ithaca New York.
Depdiknas. (2001), Kurikuum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Seni Sekolah Dasar. Depdiknas, Jakarta.
Margareth H’Doubler. (1970), Education through Dance, dalam The Dance Experience Readings in Dance Appreciation, Edited by Myron Howard Nadel and Constance Gwen Nadel, eds (1970), (Preacer Publishers, New York, Washington, London, 1970).
Dewar, Patricia. (1991), “ Adopting a Performance Model From Ethnomusicology: The Task and Tools Outlined In a Study Of Inuit Drum Dance” dalam Ucla Jurnal of Dance Ethnology volume 15. Department of Dance and Graduate Student Association.University of California Los Angeles. Djalal, Fasli. (2002), ”Pendidikan Anak Dini Usia, Pendidikan yang Mendasar”, dalam Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia, Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, Jakarta. Djalal, Fasli. (2002), ”Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya Pendidikan Anak Dini Usia”, dalam Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Edisi 03 Desember 2002. Direktorat PADU, Jakarta. Djohar, MS. (1999), “Menuju Otonomi Pendidikan,”, dalam Seminar Mencari Paradikma Baru Sistem Pendidikan Nasional, Menghadapi Milenium Ketiga, di Yogyakarta. Gardner, Howard. (1993), Multiple Intelligences: The Theory in Practice, Harper Collins, New York. Gutama. (2002), ”Pengantar Direktorat PADU” dalam Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, Jakarta. Haberman, Martin dan Tobie Meisel. (1981), Dance an Art in Academe, atau Hubungan Tari dengan Cabang Seni yang lain, terjemahan Ben Suharto, (1981),Akademi Seni Tari Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta.
222
Metheny, Eleanor (With Lois Ellfeldt). Symbolic Forms of Movement: Dance. The Dance Experience Readings in Dance Appreciation. Edited by Myron Howard Nadel and Constance Gwen Nadel. Preacer Publishers. New York. Washington, London. 1970. Nadel, Myron Howard. (1970), The Prosess of Creating a Dance, dalam The Dance Experience Readings in Dance Appreciation, Myron Howard Nadel and Constance Gwen Nadel (eds.), Preacer Publishers. New York. Washington, London, 1970. Napitupulu, W.P. (2002), ”Komitmen dan Strategi Pelayanan Pendidikan Untuk Semua”, dalam, Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, Jakarta. Napitupulu, W.R. (2001), Universitas yang Kudamba, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Jakarta. Partini. (1980), Psikologi Pendidikan, Yogyakarta.
Studing,
Phenix, Philip H. (1981), Dance an Art in Academe, atau Hubungan tari dengan Cabang Seni yang Lain, Terjemahan Ben Suharto, (1981), Akademi Seni Tari Indonesia Yogyakarta, Yogyakarta. Rohendi, Tjetjep R. (2000), Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan, STISI Bandung, Bandung 2000.
Volume 27, 2012
Soendjojo, Rahmitha P. (2002), ”Pendidikan Anak Dini Usia Hak Semua Anak,” dalam Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, Jakarta. Sairin, Safri. (29 Juli 2004), “Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Catatan Singkat” dalam Pelatihan Penulisan Proposal di Universitas Negeri Semarang. Salam, Sofyan. (2002), Paradikma dan Masalah Pendidikan Seni, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, Semarang. Semiawan, Conny R. (2008), Penerapan Pembelajaran Pada Anak, PT Indeks, Jakarta. Semiawan, Conny R. (2004), ”Menuju Pendidikan Multikultural”, makalah, 2004. Sheets, Maxine. (1970), Phenomenology: an Approach to Dance, dalam The Dance Experience Readings in Dance Appreciation, Myron Howard Nadel and Constance Gwen Nadel (eds.), Preacer Publishers, Washington, London, New York.
MUDRA Jurnal Seni Budaya
Supriadi, Dedi. (2002), ”Memetakan Kembali Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Anak Dini Usia” dalam, Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Edisi 03 Desember 2002. Direktorat PADU, Jakarta. Hidayat, Syarif. (2002), ”Pengembangan Anak Dini Usia Memerlukan keutuhan,” dalam, Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, Jakarta. Spradley, James P. (1997), Etnografi Methodt atau Metode Etnografi, Terjemahan Misbah Zulfa Elizabeth (1999), PT Tiara Waca, Yogyakarta. Utomo, Udi. (2007), “Pengembangan Pemanfaatan Media Musik untuk Meningkatkan Kreativitas Guru dalam Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak” Artikel program penerapan ipteks, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang Oktober, 2007. http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=210
223