TERJEMAHAN SERI LAPORAN KESELAMATAN NO. 11
PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN DALAM KEGIATAN NUKLIR (SARAN–SARAN PRAKTIS UNTUK MEMBANTU PROSES )
International Atomic Energy Agency VIENNA, 1998
1
KATA PENGANTAR
Istilah “Budaya Keselamatan” telah diperkenalkan oleh Kelompok Penasihat Keselamatan Internasional (INSAG) dalam laporan singkatnya mengenai pertemuan review pasca kecelakaan Chernobyl, yang diterbitkan oleh IAEA sebagai Safety Series No. 75-INSAG-1 pada tahun 1986, dan dikembangkan menjadi Prinsip Keselamatan Dasar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yaitu Safety Series No. 75-INSAG-3 pada tahun 1988. Untuk menyediakan petunjuk dan penafsiran budaya keselamatan maka Safety Series No. 75-INSAG-4
yang terbit pada tahun 1991, berhubungan dengan
konsep organisasi dan individu yang terlibat dalam kegiatan tenaga nuklir dan dibentuk sebagai dasar untuk menentukan efektifitasnya. Walaupun definisi dan konsep budaya keselamatan yang tercantum dalam INSAG-4 telah diketahui secara luas, penerapan praktis dan sifat–sifat dari prinsip budaya keselamatan belum secara tepat digunakan/disebarkan secara luas. Terbitan ini merupakan suplemen dari INSAG-4 yang menerangkan aplikasi praktis yang terbukti sangat berguna dalam membentuk dan memelihara budaya keselamatan yang baik di sejumlah negara anggota. Laporan keselamatan ini telah dikembangkan dengan bantuan para ahli dari Badan Pengawas, Organisasi Operasi , dan Organisasi Teknis dan ditujukan bagi mereka yang merencanakan,
membentuk,
membuat,
mengoperasikan,
memelihara,
atau
dekomisioning instalasi nuklir. Laporan ini juga berguna bagi mereka yang terlibat pengoperasian fasilitas nuklir baik besar maupun kecil. Juga akan berguna sebagai acuan bagi kelompok-kelompok seperti Badan Pengawas yang mempunyai perhatian pada pengembangan, peningkatan, dan evaluasi budaya keselamatan, untuk kelompok profesional dan kelompok standar yang berperanan penting dalam pelatihan budaya keselamatan individu yang terlibat dalam kegiatan nuklir dan bagi lembaga–lembaga misalnya: komite peninjau etik yang harus mempertimbangkan masalah budaya keselamatan untuk menyatakan keahlian/profesional dalam bidang medis. IAEA berterima kasih kepada semua tenaga ahli, khususnya M. Merry yang telah memberikan sumbang saran dalam persiapan publikasi laporan keselamatan ini.
2
DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1 1.2. Tujuan ……………………………………………………………………………… 1 1.3. Ruang Lingkup ……………………………………………………………………. 2 1.4. Struktur …………………………………………………………………………….. 3 2. BUDAYA KESELAMATAN 2.1. Konsep Budaya Keselamatan …………………………………………………… 3 2.2. Catatan Umum tentang Budaya Keselamatan …………………………………. 4 3. TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. Tahap I
: Keselamatan hanya berdasarkan peraturan perundangan…
6
3.2. Tahap II : Unjuk Kerja Keselamatan Yang Baik menjadi Tujuan Organisasi…………………………………………………………
7
3.3. Tahap III : Unjuk Kerja Keselamatan Senantiasa Ditingkatkan…………
8
3.4. Kesimpulan dari Ketiga Tahap …………………………………………………
10
3.5. Hubungan Praktek Masing – masing Tahap Pengembangan Budaya Keselamatan………………………………………………………………………. 12 3.6. Pengaruh Budaya Nasional……………………………………………………… 14 4. PRAKTEK-PRAKTEK UMUM UNTUK MENGEMBANGKAN BUDAYA KESELAMATAN 4.1. Visi, Misi, Tujuan dan Nilai-nilai …………………………………………………. 16 4.2. Fasilitas atau Bimbingan …………………………………………………………. 18 4.3. Keterbukaan ………………………………………………………………………. 19 4.4. Kerja Tim……………………………………………………………………………. 20 4.5. Evolusi terus menerus untuk meningkatkan unjuk kerja keselamatan ……… 20 5. PRAKTEK-PRAKTEK KHUSUS UNTUK MENGEMBANGKAN BUDAYA KESELAMATAN. 5.1. Praktek Pelaksanaan Untuk Pucuk Pimpinan …………………………………. 21 5.2. Tindakan Prediktif untuk Analisis Risiko ……………………………………….. 23 5.3. Kesalahan-kesalahan sebgai Kesempatan Pembelajaran …………………… 24 5.4. Analisis Kejadian Bertingkat ……………………………………………………… 24 5.5. Kemampuan Untuk Belajar ………………………………………………………. 25
3
5.6. Peranan Pelatihan dalam Peningkatan Budaya Keselamatan Positif ………. 26 5.7. Peranan Pekerja Untuk Unjuk Kerja Keselamatan …………………………… 27 5.8. Keterlibatan Aktif Para Kontraktor ……………………………………………… 28 5.9. Penyampaian Masalah-masalah Keselamatan Kepada Masyarakat ………. 29 5.10.
Proses Evaluasi Diri……………………………………………………….
30
5.11.
Evaluasi Keselamatan Terintegrasi………………………………………
31
5.12.
Indikator Unjuk Kerja Keselamatan ……………………………………..
31
5.13.
Pendekatan Hukum dan Implikasinya Bagi Budaya Keselamatan ….
32
5.14.
Pengaruh Badan Pengawas …………………………………………….
33
5.15.
Interaksi Dengan Badan Pengawas…………………………………….
34
6. PENGKAJIAN KEMAJUAN DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN. 6.1. Ukuran – ukuran Perilaku………………………………………………………… 35 6.2. Ukuran – ukuran Sikap …………………………………………………………… 36 6.3. Ukuran Persepsi-persepsi atau Kepercayaan………………………………….. 37 6.4. Pengkajian Menyeluruh dari Budaya Keselamatan …………………………… 37 7. DETEKSI AWAL KELEMAHAN-KELEMAHAN BUDAYA KESELAMATAN 7.1. Gejala Melemahnya Budaya Keselamatan ……………………………………. 40 7.2. Revitalisasi Pelemahan Budaya Keselamatan ………………………………… 52 8. KESIMPULAN AKHIR Lampiran I
: Praktek yang diterapkan untuk pengembangan budaya keselamatan yang tidak disebutkan dalam INSAG – 4………………………………. 53
Lampiran II
: Pertanyaan pertanyaan kunci untuk bahan diskusi ………………….. 54
Lampiran III
: Antardepartemen Fasilitator yang baik
…………………………………………….. 54 Lampiran IV
: Matriks Saringan Budaya Keselamatan………………………………….
56 Lampiran V
: Indeks Tindakan Pembetulan……………………………………………..59
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….. 61
4
1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Konsep budaya keselamatan telah diperkenalkan oleh Kelompok Penasihat Keselamatan Internasional (INSAG) dalam laporan singkatnya mengenai Pertemuan Pasca Kecelakaan Chernobyl, pada tahun 1986 [1]. Konsep tersebut kemudian dikembangkan pada laporan INSAG-3 pada tahun 1988 yaitu prinsip keselamatan dasar untuk PLTN [2], dan kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1991 dalam laporan INSAG-4 yang berjudul Budaya Keselamatan (Safety Culture) [3]. Bahwa peningkatan peranan budaya keselamatan diharapkan untuk diterapkan pada instalasi nuklir seluruh dunia, maka Konvensi Keselamatan Nuklir [4] menyatakan pihak–pihak terkait berkeinginan “untuk meningkatkan dan mendayagunakan budaya keselamatan nuklir”. Bab 4 tentang Keselamatan Instalasi Nuklir [5] banyak membahas prinsip–prinsip budaya keselamatan. Paragrap 513 dan 514 dari Pembentukan Sistem Nasional untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif [6] dan paragrap 2.28 dari Standar Keselamatan Dasar Internasional untuk Perlindungan terhadap Radiasi Pengion dan Keselamatan Sumber Radiasi [7] mencantumkan persyaratan terhadap budaya keselamatan untuk aplikasi secara umum. Dalam pandangan terhadap peningkatan perhatian kepada konsep budaya keselamatan, maka sangat penting bagi setiap organisasi untuk berbagi pengalaman khususnya bermanfaat bagi pengembangan budaya keselamatan yang masih pada tahap awal. Suplemen laporan keselamatan yang ada dalam publikasi IAEA di atas, dengan menjelaskan penyelenggaraan yang terbukti berguna bagi negara–negara anggota dalam mengembangkan, memelihara dan evaluasi budaya keselamatan.
1.2. TUJUAN Laporan
keselamatan ini ditujukan untuk memberikan saran–saran praktis guna
membantu dalam pengembangan, peningkatan dan evaluasi budaya keselamatan. Pendekatan untuk mengembangkan budaya keselamatan sangat mirip dengan pendekatan pengembangan organisasi yang efektif. Proses ini dapat lebih dipercepat dengan proses pembelajaran dalam organisasi. Publikasi ini memberikan saran–saran
5
praktis bagaimana cara untuk meningkatkan proses pembelajaran tersebut.
1.3. RUANG LINGKUP Pengembangan dan peningkatan Budaya Keselamatan adalah proses yang dinamis dan progresif. Laporan ini berfokus pada Budaya Organisasi dan proses pembelajaran yang diperlukan untuk menerapkan semua aspek budaya keselamatan. Tidak ada formula khusus untuk meningkatkan budaya keselamatan. Akan tetapi beberapa sifat dan penerapan umum yang ada dapat digunakan oleh suatu organisasi untuk mencapai kemajuan. Penerbitan ini mengacu pada beberapa pendekatan yang telah sukses di sejumlah negara. Pengalaman industri nuklir internasional dalam pengembangan dan peningkatan budaya keselamatan dapat diperluas dan sangat berguna bagi kegiatan nuklir lainnya baik skala besar maupun kecil. Kegiatan nuklir skala lebih kecil termasuk instalasi farmasi nuklir, rumah sakit menengah yang menyediakan radioterapi, dan instalasi yang menggunakan radiasi dalam prosesnya. Laporan ini telah disiapkan dan dipercaya bahwa semua yang berhubungan dengan nuklir secara umum telah dilaksanakan berdasarkan standar keselamatan tertinggi dan peran serta para tenaga kerjanya dalam pencapaian tujuan tersebut. Contoh-contoh yang diberikan pada kegiatan tertentu mungkin bernilai khusus/tinggi dalam membantu budaya keselamatan yang tepat. Contoh tersebut mencakup kegiatan–kegiatan
yang
sangat
luas
termasuk
analisis
kejadian,
pendekatan
pengawasan, partisipasi pekerja dan tindakan untuk kerja keselamatan. Mungkin kegiatan–kegiatan tersebut sesuai untuk organisasi yang lebih kecil dan dapat mempengaruhi budaya keselamatan tanpa melihat besar kecilnya suatu organisasi. Contoh ini dapat diterapkan secara individu, tetapi pendekatan yang sangat efektif adalah dengan menerapkan banyak contoh–contoh yang saling mendukung satu sama lain untuk meningkatkan budaya keselamatan, didukung oleh standar-standar pengkajian budaya keselamatan pada deteksi kelemahan budaya keselamatan. Pengembangan contoh–contoh budaya keselamatan ini adalah suatu tantangan yang dihadapi oleh mereka dalam bidang perencanaan, konstruksi, pembuatan, pengoperasian, pemeliharaan atau penonaktifan instalasi nuklir. Mereka yang terlibat dalam kegiatan nuklir lainnya menghadapi tantangan yang sama pada setiap tahap pengembangan budaya keselamatan suatu organisasi, orang akan percaya bahwa dalam publikasi ini saran–saran positif untuk peningkatan pengembangan budaya keselamatan dan peningkatan proses. Buku ini juga dapat dijadikan acuan yang
6
berguna bagi mereka yang berminat dalam penerapan dan peningkatan budaya keselamatan.
1.4. STRUKTUR Bab II membahas tentang konsep budaya keselamatan yang diperkenalkan dalam INSAG-4 [3] yang mendiskusikan beberapa hal yang mungkin dihadapi selama penerapan dan menyinggung keuntungan–keuntungan yang akan diraih. Bab III membagi tiga tahap pengembangan budaya keselamatan dan memberikan saran–saran terhadap pelaksanaan yang sesuai pada tahap tertentu yang akan sangat berguna bagi organisasi dalam mengejar tujuan yang lebih jauh untuk penerapan peningkatan selanjutnya. Bab IV menyarankan beberapa hal umum untuk mengembangkan efektifitas organisasi terhadap penerapan dan peningkatan budaya keselamatan. Bab V menjelaskan beberapa hal khusus untuk mengembangkan budaya keselamatan tujukan untuk menerapkan semua tahap siklus hidup instalasi nuklir. Bab VI mencantumkan beberapa saran untuk mengkaji tingkat kemajuan pengembangan budaya keselamatan dalam suatu organisasi dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap lingkungan secara luas dan faktor internal organisasi terhadap budaya tersebut. Bab VII memuat petunjuk untuk mendeteksi kelemahan budaya keselamatan yang mulai timbul yang sebagai perhatian khusus bagi badan pengawas dan orang–orang yang bertanggung jawab pengkajian diri organisasi. Bab VIII memuat catatan kesimpulan akhir.
2. BUDAYA KESELAMATAN
2.1. KONSEP BUDAYA KESELAMATAN Konsep budaya keselamatan dalam INSAG–4 [3] adalah sebagai berikut : “Budaya keselamatan adalah
paduan dari sifat
dalam organisasi tersebut yang
dari sikap organisasi dan individu
memberikan perhatian dan prioritas utama pada
masalah – masalah keselamatan instalasi nuklir ” Budaya keselamatan merupakan suatu gabungan dari nilai–nilai standar–standar, moral–moral dan norma–norma sikap yang diterima. Hal ini ditujukan dalam
7
pemeliharaan disiplin diri untuk memperkuat keselamatan yang melebihi persyaratan badan legislatif dan badan pengawas. Oleh karena itu budaya keselamatan harus bersesuaian dalam pikiran dan tindakan semua individu dalam setiap level organisasi. Kepemimpinan dari menejemen tertinggi adalah sangat penting sekali. Budaya
keselamatan
keselamatan
personal
menggunakan/menerapkan
budaya
sedemikian
keselamatan
pula
dengan
konvensional nuklir.
dan
Semua
petimbangan yang mempengaruhi terhadap kepercayaan sikap, sifat dan perbedaan budaya terhubung satu sama lain menjadi sistem dan standar dan nilai terpadu.
2.2. CATATAN UMUM TENTANG BUDAYA KESELAMATAN Arti permasalahan keselamatan nuklir bervariasi di antara organisasi, dan mencerminkan tingkat prioritas kebutuhan dan pengguna sumber daya yang ada. Segala upaya untuk meningkatkan budaya keselamatan dapat menguntungkan bagi instalasi teknis, konstruksi dan unjuk kerja melalui peningkatan organisasi, analisis, antisipasi dan proses kerja, misal: perencanaan dengan hasil yang lebih baik. Peningkatan budaya keselamatan juga dapat mencegah paparan lebih perorangan seketika pada kegiatan radiografi industri/radiografi medis. Budaya keselamatan yang kuat dapat menuju kepada lebih efektifnya pelaksanaan kerja dan rasa tanggung jawab para manajer dan para pekerja sehingga diberikan pada mereka kesempatan untuk memperluas keahlian melaui pelatihan. Sumber daya yang dikembangkan akan menghasilkan peningkatan secara nyata dalam pelaksanaan kerja dan keahlian, yang harus mendorong timbulnya peningkatan budaya kerja. Dalam meningkatkan budaya kerja yang tinggi, beberapa negara mempunyai pendekatan masing–masing untuk pelaksanaan pada penerapan sikap, sementara negara–negara yang lainnya telah menekankan pada pendekatan sistem manajemen kualitas untuk meningkatkan unjuk kerja keselamatan. Ada kesepakatan yang harus dipertimbangkan antara budaya nasional dan organisasi dengan keseimbangan pendekatan antara sikap dan sistem yang akan diraih. Banyak keistimewaan budaya keselamatan yang kuat telah lama diketahui sebagai “praktek yang baik“ di sejumlah bidang aktifitas keselamatan, sebagai contoh dalam industri nuklir dan penerbangan. Beberapa tahun baru baru ini telah terjadi penekanan pada pendekatan sistematis untuk meningkatkan budaya keselamatan yang tinggi, dan ada peningkatan kesadaran bahwa peranan sikap manusia dapat digunakan untuk meningkatkan praktek keselamatan yang baik. Unjuk kerja fasilitas nuklir bertumpu pada
8
saran–saran spesialis, maka aspek keselamatan dan unjuk kerja organisasi dapat ditingkatkan dengan saran–saran dari para ahli perilaku. Sifat–sifat dan sikap yang mengacu pada definisi budaya keselamatan harus dilaksanakan secara wajar dan dipertahankan supaya relatif stabil. Istilah “dilaksanakan secara wajar” mencerminkan bahwa sifat dan nilai kunci yang diketahui oleh semua orang. “Relatif stabil” menunjukkan bahwa setiap perubahan cenderung untuk secara perlahan–lahan (evolusional) daripada secara cepat (revolusional). Budaya keselamatan adalah penting karena dia mempengaruhi sifat, sikap dan nilai–nilai yang merupakan faktor–faktor penting dalam pencapaian unjuk kerja keselamatan yang baik. Organisasi dengan budaya keselamatan yang matang lebih berpusat pada tujuan–tujuan secara keseluruhan dan titik–titik kunci daripada hanya berdasarkan kepatuhan terhadap prosedur. Pengembangan dan penerapan konsep budaya keselamatan perlu dua macam pendekatan baik dari atas ke bawah (topdown approach) maupun pendekatan dari bawah ke atas (bottom up approach). Walaupun perubahan budaya ini harus disesuaikan yang berawal dari segala arah, tetapi kepemimpinan yang terbuka dan konsisten dari atas sangat penting. Agar perubahan pada manajemen atas berhasil, maka kerjasama efektif dan kerjasama dua arah sangat penting pada semua jenjang pada suatu organisasi. Komunikasi yang jujur dan terbuka tergantung perkembangan kepercayaan dalam satu organisasi. Ahli teknik, ahli faktor manusia, personil operasional dan personil manajemen harus bekerja secara bersama–sama untuk mengembangkan pengertian dasar terhadap seluruh variasi fungsi mereka. Hal ini perlu proses
pembelajaran
sedemikian
rupa
sehingga
terbentuk
sifat–sifat
budaya
keselamatan yang baik. Pembelajaran secara terus menerus dan peningkatan proses memainkan peranan penting dalam mengembangkan dan memelihara budaya keselamatan yang baik. Suatu organisasi dengan budaya keselamatan yang baik bertumpu kepada saling ketergantungan satu sama lain antara keselamatan teknis dan proses organisasi. Dalam prakteknya budaya keselamatan tingkat tinggi berarti aktivitas sistematis organisasi dan penerapannya ditujukan untuk menciptakan teknik, manusia dan sistem organisasinya berkualitas tinggi. Bagaimanapun tingkat kerumitan teknis, budaya keselamatan yang matang dapat memberikan pertahanan berlapis terhadap risiko kecelakaan. Investasi dalam peningkatan budaya keselamatan dapat menguntungkan bagi fasilitas–fasilitas nuklir yang direncanakan pada standar awal.
9
3. TAHAP – TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Semua organisasi–organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir jelas memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharaan dan peningkatan keselamatan. Tetapi ada keragaman yang mendasar di antara organisasi–organisasi tentang cara pandang mereka tehadap budaya keselamatan dan tindakan–tindakan yang diperlukan untuk mempengaruhinya secara positif. Keragaman ini dapat mencerminkan perbedaan tingkat kesadaran dalam organisasi teknis level tinggi terhadap dampak keselamatan perilaku dan sifat manusia. Organisasi ini sering menyusun dan mengembangkan pengertian ini sebagai suatu pengalaman yang ditunjukkan pada banyak kasus. Tiga tahap pengembangan kelihatannya muncul, setiap tahap menunjukkan kesadaran yang berbeda terhadap penerimaan efek keselamatan perilaku manusia dan sikap–sikap keselamatan. Ciri–ciri setiap tahap diidentifikasi seperti di bawah ini sebagai dasar untuk diagnosa diri bagi setiap organisasi. Ciri–ciri ini dapat juga digunakan oleh suatu organisasi untuk memberikan arah pada pengembangan budaya keselamatan dengan mengidentifikasi posisi saat ini dan posisi yang diinginkan. Adalah mungkin bagi organisasi pada setiap saat untuk menggabungkan ciri–ciri pada setiap tahap–tahap tersebut.
3.1.
TAHAP
I
–
KESELAMATAN
YANG
BERDASARKAN
HANYA
PADA
PERATURAN PERUNDANGAN Pada tahap ini suatu organisasi memandang keselamatan sebagai persyaratan eksternal dan bukan sebagai aspek untuk bertindak yang dapat membantu organisasi tersebut mencapai sukses. Persyaratan–persyaratan eksternal tersebut adalah: pemerintah pusat, pemerintah daerah atau badan pengawas. Ada sedikit kesadaran sifat dan sikap terhadap aspek unjuk kerja keselamatan, dan tidak ada keinginan mempertimbangkan hal tersebut. Keselamatan dipandang sebagai masalah teknis semata; yaitu kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang tepat. Untuk suatu organisasi yang hanya bertumpu pada peraturan ciri–cirinya adalah sebagai berikut : ♦ Permasalahan tidak di atasi; organisasi bereaksi untuk setiap permasalahan yang terjadi. ♦ Komunikasi antardepartemen dan fungsional sangat kurang.
10
♦ Departemen dan fungsional bersikap sebagai unit semiotonomi dan hanya sedikit terjadi kerjasama dan pengambilan keputusan bersama di antaranya. ♦ Keputusan yang dibuat oleh departemen dan fungsional hanya ditujukan untuk mentaati peraturan. ♦ Orang yang membuat kesalahan biasanya dipersalahkan atas kegagalan mereka dalam mematuhi peraturan. ♦ Konflik tidak terselesaikan, departemen dan fungsional saling bersaing. ♦ Peran manajemen dipandang sebagai pengesahan peraturan, menekan para pegawai dan hanya berorientasi pada hasil. ♦ Tidak ada pembelajaran dan dengar pendapat di dalam atau di luar organisasi, sebagai bentuk pertahanan jika ada kritik. ♦ Keselamatan dipandang sebagai persyaratan yang menggangu. ♦ Badan pengawas, user, pemasok dan kontraktor diperlakukan secara hati–hati atau diperlakukan sebagai musuh. ♦ Keuntungan jangka pendek dilihat sebagai hal penting secara menyeluruh. ♦ Orang dipandang sebagai “komponen suatu sistem” _ mereka dianggap dan dihargai hanya berdasarkan pada apa yang mereka lakukan. ♦ Ada hubungan yang tidak baik antara manajemen dan para pegawai. ♦ Tidak ada atau hanya ada sedikit kesadaran terhadap kerja atau proses bisnis. ♦ Orang–orang diberi hadiah/dihargai berdasarkan kesetiaan dan hasil kerjanya, tanpa memperdulikan jangka panjang.
3.2. TAHAP II – UNJUK KERJA KESELAMATAN YANG BAIK MENJADI TUJUAN ORGANISASI Pada tahap ini, suatu organisasi memiliki manajemen yang memandang unjuk kerja keselamatan sebagai hal yang penting walaupun tidak ada tekanan dari badan pengawas. Walaupun ada peningkatan kesadaran perilaku, namun aspek ini menjadi hilang dari metode manajemen keselamatan, yang terdiri dari solusi/penyelesaian prosedural dan teknis. Unjuk kerja keselamatan senantiasa berkaitan kuat dengan aspek bisnis untuk mencapai sasaran atau tujuan. Suatu organisasi mulai melihat alasan–alasan mengapa unjuk kerja keselamatan mencapai titik tertinggi dan mau menerima saran–saran yang membangun dari organisasi lain. Ciri–ciri organisasi pada tahap II ini adalah sebagai berikut :
11
♦ Organisasi bertumpu pada kegiatan/ masalah sehari hari. Hanya ada sedikit yang berorientasi kepada strategi. ♦ Manajemen mendorong kerjasama team dan komunikasi negara-negara dan antarfungsional. ♦ Manajer–manajer
senior
berfungsi
sebagai
satu
tim
dan
memulai
mengkoordinasikan keputusankeputusan departemental dan fungsional. ♦ Keputusan–keputusan seringkali berdasarkan pada pertimbangan biaya dan fungsinya. ♦ Tanggapan/respon manajemen terhadap kesalahan–kesalahan yang timbul adalah dengan memberikan pengendalian yang lebih seksama melalui prosedur–prosedur dan pelatihan–pelatihan ulang sama sekali/hampir tidak ada yang dipersalahkan. ♦ Konflik dianggap sangat menganggu dan melemahkan kerjasama tim. ♦ Peran para manajemen dilihat selalu menerapkan teknik manajemen yang tepat, misalnya pengelolaan/manajemen untuk pencapaian tujuan–tujuan. ♦ Organisasi tersebut bersifat agak terbuka terhadap pembelajaran dari perusahaan– perusahaan lain, terutama teknis dan penyelenggaraan yang baik. ♦ Keselamatan, biaya dan produktifitas dilihat/dipandang sebagai kekurangan pada sisi lain. Keselamatan dianggap memerlukan biaya lebih tinggi dan mengurangi produksi. ♦ Hubungan organisasi tersebut dengan badan pengawas, pengguna jasa (customer), pemasok dan kontraktor masih berjarak; karena adanya pendekatan yang hati–hati di mana kepercayaan harus ditimbulkan. ♦ Adalah penting untuk mencapai atau melampaui tujuan keuntungan jangka pendek. Orang–orang dihargai atas pencapaian tujuannya tanpa memperdulikan hasil jangka panjang atau akibatnya. ♦ Hubungan antara pegawai dan pimpinan (manajemen) kurang harmonis, dengan adanya sedikit rasa percaya dan hormat. ♦ Adanya peningkatan kesadaran masalah–masalah dampak budaya di tempat kerja. Tidak dapat dimengerti mengapa peningkatan pengawasan tidak menghasilkan/ mendapatkan hasil yang diharapkan dalam unjuk kerja keselamatan.
3.3. TAHAP III – UNJUK KERJA KESELAMATAN DAPAT SENANTIASA DITINGKATKAN
12
Suatu organisasi pada tahap III ini sudah menerapkan gagasan untuk terus menerus meningkatkan dan melaksanakan konsep–konsep untuk unjuk kerja keselamatan. Ada penekanan kuat terhadap komunikasi, pelatihan, gaya kepemimpinan dan meningkatkan efesiensi dan efektifitas setiap orang dalam organisasi dapat berperan serta. Beberapa perilaku dalam organisasi yang mendukung adanya peningkatan sangat terasa, tetapi juga ada perilaku yang menghalangi/menghambat timbulnya kemajuan. Akibatnya organisasi mengerti dampak perilaku terhadap keselamatan. Tingkat kesadaran perilaku dan sikap tinggi dan tindakan–tindakan yang diambil selalu untuk meningkatkan perilaku tersebut. Kemajuan yang dicapai selangkah pada suatu waktu dan tak pernah berhenti. Organisasi seperti ini bersedia membantu organisasi–organisasi lainnya. Ciri–ciri organisasi pada tahap ini sebagai berikut : ♦ Organisasi mulai berorientasi strategis dengan berpusat pada jangka waktu lebih panjang, demikian pula dengan kesadaran pada saat ini. Ia mengatasi masalah– masalah dan selalu berkonsentrasi dengan sebab–sebabnya sebelum masalah itu terjadi. ♦ Orang–orang mengenali dan menyatakan perlunya kerjasama antardepartemen dan fungsional. Mereka mendapat dukungan dari pimpinan/manajemen, demikian pula mendapat perhatian dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk kerjasama tersebut. ♦ Orang menjadi sadar terhadap pekerjaannya dan proses bisnis dalam organisasi, dan membantu manajer untuk mengelolanya. ♦ Keputusan dibuat dengan pengetahuan penuh terhadap dampak keselamatan, terhadap kerja/proses bisnis dan juga terhadap departemen dan fungsional. ♦ Tidak ada konflik antara keselamatan dan unjuk kerja produksi, sehingga keselamatan tidak terancam dalam pencapaian sasaran produksi. ♦ Hampir semua kesalahan dipandang sebagai keragaman proses kerja. Adalah lebih penting untuk mengerti bahwa apa yang terjadi daripada menyalahkan orang lain. Pengertian ini digunakan untuk mengubah proses kerja. ♦ Keberadaan konflik diketahui dan dicoba untuk dicari penyelesaian yang menguntungkan. Peran pimpinan dipandang sebagai pembimbing para pekerja untuk meningkatkan unjuk kerja bisnis. ♦ Pembelajaran dari orang lain baik dari dalam maupun luar organisasi sangat dihargai. Selalu diluangkan waktu untuk memanfaatkan pengetahuan dalam meningkatkan unjuk kerja bisnis/usaha. ♦ Keselamatan dan produksi dipandang sebagai saling ketergantungan hubungan.
13
♦ Hubungan kerjasama dikembangkan antara organisasi dengan badan pengawas, pemasok, pengguna jasa dan kontraktor. ♦ Unjuk kerja jangka pendek diukur dan dianalisis sehingga dapat dibuat perubahan yang memperbaiki unjuk kerja jangka panjang. ♦ Orang–orang dihormati dan dihargai sesuai dengan peran sertanya. ♦ Hubungan antara manajemen dan pegawai saling menghormati dan mendukung. ♦ Orang sadar akan dampak masalah budaya dan ini merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan penting. ♦ Organisasi menghargai tidak hanya kepada orang yang menghasilkan sesuatu tetapi juga mereka yang mendukung kerja tersebut. Orang–orang juga dihargai untuk memperbaiki proses dan hasil.
3.4. KESIMPULAN DARI KETIGA TAHAP TERSEBUT Dari ciri–ciri tersebut di atas pada setiap tahap evolusi tersebut dapat dijadikan dasar untuk peninjauan dan penelitian untuk menetapkan sampai tahap mana organisasi tersebut berada. Ciri–ciri tersebut juga relevan dengan organisasi besar terutama yang berhubungan dengan instalasi nuklir utama. Hampir semua ciri–ciri tersebut juga relevan dengan organisasi/kelompok yang lebih kecil yang terlibat dalam aktivitas nuklir skala lebih luas misalnya radiografi industri/radiografi medis, atau pengoperasian reaktor penelitian.
Gb-1. Model sederhana tentang organisasi pembelajaran Scope Tahap I
Tahap II
Penyelesai secara teknis
Penyelesaian
Tahap III dengan Penyelesaian karakter
14
prosedur Pelatihan Ulang
Budaya
Organisasi skala besar mempunyai tantangan–tantangan khusus untuk menjamin komunikasi dan kerjasama yang baik antara berbagai fungsi dalam organisasi. Komunikasi cenderung bersifat langsung pada kelompok yang lebih kecil. Daya tanggap terhadap tekanan dari teman sejawat cenderung lebih cepat daripada kelompok kecil, tetapi sebagian ini merupakan pengaruh potensial dari budaya institusi profesional yang dapat dimiliki oleh setiap individu dalam kelompok tersebut. Pengaruh multi budaya dapat lebih terlihat atau menonjol pada kelompok yang lebih kecil. Pada organisasi besar ada kecenderungan budaya organisasi lebih mendominasi. Pencapaian pengembangan budaya keselamatan yang baik pada kelompok kecil mungkin memerlukan perhatian tentang bagaimana status budaya keselamatan pada setiap institusi profesional yang mempengaruhi pada setiap individu dalam suatu kelompok. Tanpa
memperdulikan
besar
kecilnya
organisasi,
persyaratan
untuk
mengembangkan budaya keselamatan yang baik adalah tekad bulat yang nyata dari setiap orang atau orang–orang yang bertanggung jawab organisasi atau kelompok tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, proses pengembangan budaya keselamatan dapat dipacu dengan penerapan proses pembelajaran dalam suatu organisasi. Model sederhana berdasarkan siklus pembelajaran Kolb [8] seperti yang terlihat pada Gambar 1. Seseorang atau organisasi belajar dengan melihat kepada pada apa yang mereka telah alami, membuat konsep dan gagasan–gagasan untuk perubahan sementara tetap terus menerus menerapkan praktek penyelenggaraan yang baik. Penerapan konsep dan gagasan tersebut ditujukan untuk memperbaiki unjuk kerja dan mengubah pengalaman masa depan. Pada waktunya pengalaman yang telah diubah ini dapat ditinjau kembali dan diambil pelajaran. Jika gagasan tambahan diterapkan maka siklus dapat terulang kembali. Ada sejumlah praktek penyelenggaraan yang bernilai potensial dalam pelaksanaan pengembangan budaya keselamatan progresif sebagian besar dari praktek tersebut telah diidentifikasi dalam INSAG-4. Beberapa praktek penyelenggaraan tambahan tidak secara khusus disebutkan dalam INSAG- 4, terdapat dalam lampiran satu sebagian besar dari praktek penyelenggaraan tersebut telah diterima sebagai suatu nilai dalam pengembangan organisasi yang efektif. Sebagian dalam penyelenggaraan tersebut dinilai sangat sesuai untuk mengembangkan budaya keselamatan, diterapkan lebih
15
terinci pada bab lima. Organisasi yang tertarik meningkatkan masalah budaya keselamatan di antara para pekerjanya terutama para manajer dapat menggunakan daftar pertanyaan pada lampiran 2 untuk didiskusikan. Dalam menanggapi pertanyaanpertanyaan tersebut para pegawai akan mengembangkan dan menyelidiki makna dan ciri–ciri budaya keselamatan. Skala waktu diperlukan untuk memantau tingkat kemajuan melalui berbagai tahap pengembangan yang tidak dapat diperkirakan. Hal ini sangat tergantung pada keadaan masing–masing organisasi, tekad bulat dan usaha yang dipersiapkan untuk mencapai perubahan hasil. Pengalaman historis menunjukan bahwa periode waktu yang diperlukan untuk perubahan dapat lebih lama. Akan tetapi harus diketahui bahwa sebagian besar konsep–konsep organisasi yang mempunyai pandangan baru terhadap pengaruh budaya pada keselamatan hanya akan dipahami pada tahun–tahun terakhir. Sekarang konsep–konsep dan prinsip–prinsip pendukungnya telah diketahui secara internasional dan karena pengalaman praktis akan disebarluaskan
seperti
halnya
dalam
laporan
keselamatan
ini,
maka
akan
memungkinkan untuk peningkatan tahap demi tahap menjadi lebih cepat. Akan tetapi perlu waktu yang cukup untuk setiap tahap untuk memanfaatkan keuntungan dari perubahan praktis yang terjadi dan untuk mematangkan tahapan tersebut. Setiap orang harus bersiap siaga atas perubahan tersebut. Jika terlalu banyak inisiatif atau gagasan baru dalam waktu yang singkat maka organisasi menjadi tidak stabil. Yang penting bahwa setiap organisasi yang tertarik pada perbaikan budaya keselamatan harus memulainya dengan segera dan tidak boleh terhambat oleh kenyataan bahwa proses akan berlangsung perlahan–lahan.
3.5. PRAKTEK HUBUNGAN ANTAR MASING–MASING TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Praktek penyelenggaraan tertentu mungkin lebih baik diterapkan pada satu dari tiga tahap
pengembangan
budaya
keselamatan
tetapi
harus
diperhatikan
bahwa
kompleksitas proses perubahan budaya menghalangi setiap panduan umum. Beberapa saran umum untuk praktek tersebut yang mungkin sesuai pada setiap tahapnya adalah sebagai berikut: Tahap I -
Manajer senior bertekad pada organisasi untuk memperbaiki unjuk kerja keselamatannya dan setuju pada visi keselamatan.
16
-
Manajer
senior
meninjau
atau
menetapkan
kebijakan
keselamatan
dan
menyampaikan kepada tenaga kerja. -
Manajer meninjau kembali pelatihan keselamatan dan memulai mengembangkan peran serta pekerja dengan mengundang mereka untuk keperluan pelatihan, mendata apa saja jenis–jenis pelatihan yang diperlukan.
-
Para manajer menetapkan unjuk kerja keselamatan dan menganalisis statistik untuk menetapkan tren.
-
Kemudian mereka menyampaikan informasi tersebut kepada para pegawai.
-
Manajer senior menggugah kesadaran para manajer junior terhadap publikasi yang relevan.
-
Pertemuan keselamatan antara pekerja dengan pimpinan diselenggarakan untuk mendiskusikan masalah keselamatan dengan sebaik–baiknya.
-
Manajer
memperkenalkan
tinjauan
rutin
dan
audit
keselamatan
guna
mengidentifikasi bagaimana yang memerlukan perbaikan. -
Manajer senior bertindak sebagai penghubung dengan badan pengawas untuk melaporkan inisiatif yang telah diambil.
-
Manajer meminta saran–saran pada pekerja tentang bagaimana cara memperbaiki keselamatan,
TAHAP II -
Senior manajer memerintahkan pada manajer agar menyadari nilai–nilai, sikap– sikap dan perilaku para pekerja adalah faktor-faktor yang penting dalam mencapai unjuk kerja keselamatan yang baik dan membantu para pekerja untuk berperan serta dalam memperbaiki unjuk kerja keselamatan.
-
Manajer memanfaatkan indikator–indikator positif (seperti pada bab 5 : 10) tatkala memberitahukan kepada para pekerja tentang informasi mengenai arah gejala unjuk kerja keselamatan.
-
Para manajer menyadarkan para pekerja tentang organisasi lain yang telah sukses meningkatkan unjuk kerja keselamatan mereka guna menunjukkan bahwa itu dapat dicapai.
-
Kemudian para pekerja diminta untuk memberikan gagasan eksternal yang mana berguna untuk dilaksanakan.
-
Manajer meminta keterlibatan aktif para pekerja dalam memperbaiki keselamatan.
-
Manajer meninjau kembali unjuk kerja keselamatan para kontraktor.
-
Manajer senior menyadarkan para manajer akan pentingnya faktor manusia dan
17
memperkenalkan cara analisis sebab utama (root cause analysis). -
Manajer senior memperkenalkan tindakan–tindakan unjuk kerja keselamatan yang positif.
-
Manajer memperkenalkan pengkajian diri unjuk kerja keselamatan dan menjamin bahwa ada program tindakan pembetulan secara menyeluruh.
-
Senior manajer mendorong kesadaran para manajer bahwa kesadaran unjuk kerja keselamatan yang baik adalah baik untuk usaha.
TAHAP III -
Senior manajer tetap waspada terhadap kemungkinan pembelajaran dari organisasi lain dan menetapkan sistem untuk melaksanakannya. Mereka mengetahui efek–efek dari proses terhadap hasil keselamatan.
-
Manajer meninjau kembali sasaran dan tujuan keselamatan. Mereka tetap waspada terhadap kemungkinan perbaikan keselamatan.
-
Manajer bekerjasama dengan para pemasok dan kontraktor untuk memperbaiki unjuk kerja keselamatan mereka.
-
Manajer senior memperkenalkan indikator budaya kerja organisasi (yaitu standar kebersihan, pelaporan adanya kehilangan) yang dapat mempengaruhi unjuk kerja keselamatan.
-
Manajer senior membuat perbandingan dengan organisasi luar yang dipilih sebagai percontohan.
-
Manajer senior menyampaikan kepada masyarakat tentang pentingnya masalah keselamatan.
-
Manajer mendorong para pekerja untuk membantu dalam perbaikan proses yang ada. Apapun tahap yang dicapai oleh suatu organisasi, satu persyaratan yang mendasar adalah sangat penting yaitu tekad bulat yang murni dan nyata dari pimpinan atas suatu organisasi untuk peningkatan keselamatan. Pimpinan atas harus mengetahui masalah–masalah budaya keselamatan sehingga mereka mampu untuk melaksanakan peran kepemimpinan dalam menciptakan dan menyampaikan visi keselamatan masa depan untuk organisasinya. Para manajer tidak hanya harus tahu bagaimana mencegah terjadinya penurunan semangat.
3.6. PENGARUH BUDAYA NASIONAL Dalam pengembangan peningkatan budaya keselamatan, maka perlu diperhatikan
18
pula budaya nasional. Di beberapa negara, kemungkinan ada perbedaan yang menyolok diantara budaya–budaya daerah. Ciri–ciri budaya nasional dapat memperkuat atau melemahkan faktor–faktor yang berhubungan dengan budaya keselamatan yang baik. Contoh sederhana yang potensial untuk budaya nasional mempengaruhi budaya keselamatan secara positif atau negatif ditentukan oleh apakah budaya nasional tersebut dengan segera menerima perbedaan besar dalam hal status dan kekuasaan, dan memberikan akses terbatas kepada seseorang terhadap kekuasaan pada budaya seperti ini mungkin ada kepatuhan yang kaku terhadap peraturan dan perintah. Keadaan seperti ini dapat bersifat positif terhadap pengembangan budaya keselamatan. Sebaliknya, penerimaan mentah–mentah terhadap perintah dan mematuhinya, dapat mengakibatkan masalah keselamatan serius pada saat beberapa perubahan yang tidak diharapkan terjadi pada tahap merugikan selama operasi. Apa yang sangat diperlukan pada saat tersebut adalah penghentian kegiatan dan konsultasi dengan pimpinan (manajemen) tanpa merasa takut terhadap kritik, dan kemudian melaksanakan pengkajian ulang. Kegagalan dalam pelaksanaan tindakan ini berakibat buruk terhadap keselamatan. Kesadaran akan perbedaan budaya nasional yang bermakna adalah penting dalam mengelola proyek multinasional. Dalam kontrak–kontrak pengalihan internasional, penjual dapat mengimpor kebudayaan nasional mereka ke dalam perencanaan dan kerangka kerja prosedural. Kerangka kerja ini mungkin sama sekali tidak berseuaian dengan budaya setempat dan setiap ketidaksesuaian dapat berakibat buruk terhadap unjuk kerja di masa mendatang. Ada sejumlah organisasi yang melaksanakan usaha pada skala global dan mempunyai pabrik–pabrik atau instalasiinstalasi dan fasilitas–fasilitas yang terletak di berbagai negara di seluruh dunia. Tatkala pelaksanaan usaha mengancam budaya nasional, maka organisasi–organisasi ini mengembangkan budaya organisasi yang cukup kuat yang pelaksanaan kerjanya, perilaku dan sikapnya selalu sama (seragam) dan tidak dipengaruhi oleh lokasi geografis. Komunitas nuklir internasional terdiri dari para spesialis teknik profesional yang telah terpapar dengan budaya teknologi yang mempengaruhi sedikit sekali terhadap perbedaan budaya nasional individu mereka. Bagaimanapun juga pengembangan budaya keselamatan yang baik haruslah sensitif (peka) terhadap ciri – ciri budaya nasional. Tanpa pengaruh pengaruh budaya nasional, kepentingan komunitas nuklir
19
internasional dalam memperkuat budaya keselamatan juga digerakkan oleh kesadaran industri nuklir bahwa setiap kecelakaan nuklir yang serius mempunyai akibat yang bermakna dan berlangsung lama terhadap keselamatan dan lingkungan local kecelakaan dan demikian pula daerah–daerah yang terletak jauh secara geografis. Sehingga mungkin pula berakibat buruk terhadap kegiatan–kegiatan nuklir di masa mendatang. Suatu prinsip dasar yang menandai budaya keselamatan yang baik adalah penghormatan atas kesehatan manusia, keselamatan dan kesejahteraan secara keseluruhan sesuai dengan nilai kerangka kerja semua budaya–budaya nasional. Budaya nasional jangan dipandang sebagai rintangan bagi budaya keselamatan. Menjadi peka terhadap ciri–cirinya menjadikan kita dapat memanfaatkan kekuatan– kekuatan budaya dan bekerja dengannya daripada melawan arus kekayaan budaya dunia dan keragamannya.
4. PRAKTEK – PRAKTEK UMUM UNTUK MENGEMBANGKAN EFEKTIFITAS ORGANISASI
Dalam suatu organisasi, budaya keselamatan merupakan bagian dari budaya organisasi yang lebih luas. Praktek-praktek umum yang sudah diterapkan secara internasional
untuk
memperbaiki
efektifitas
organisasi
dapat
mendukung
bagi
pengembangan perbaikan keselamatan. Bab ini membahas informasi tentang praktekpraktek tersebut. Banyak organisasi–organisasi yang memahami pentingnya untuk menjamin adanya kesatuan tujuan diantara para pekerjanya dan mereka terdorong untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi-organisasi ini juga mengetahui bahwa panduan harus diberikan kepada para tenaga kerjanya mengenai bagaimana harus bersikap terhadap satu sama lain dan terhadap pihak luar organisasi. Konsep visi, misi, tujuan–tujuan dan nilai–nilai sering digunakan untuk mencapai persyaratan yang diinginkan. Meskipun biasanya digunakan dalam konteks perencanaan bisnis, konsep–konsep ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan perbaikan keselamatan. Masing–masing konsepkonsep tersebut diterangkan secara singkat di bawah ini dalam konteks keselamatan.
20
4.1. VISI, MISI, TUJUAN DAN NILAI – NILAI 4.1.1. VISI Visi adalah beberapa kata kunci tentang aspirasi masa depan suatu organisasi dan gambaran bagaimana organisasi tersebut di masa depan. Skala waktu untuk mencapai visi akan beragam untuk setiap organisasi, tetapi biasanya ada beberapa visi untuk dicapai selama bertahun–tahun. Visi dapat digunakan untuk meluruskan usaha dan energi dari para pekerja. Satu contoh aspek keselamatan yang berhubungan dengan visi organisasi adalah “dianggap sebagai pelaku keselamatan terbaik dalam sektor industri”. Penciptaan visi yang mendasar adalah tanggung jawab dari pucuk pimpinan tetapi penting juga bagi para pekerja untuk mendapat kesempatan belajar dan mengerti arah visi tersebut sehingga mereka juga bertekad untuk mencapainya. Semua manajer mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan visi tersebut kepada para bawahannya.
4.1.2. MISI Misi adalah uraian singkat beberapa paragraf tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai visi. Misi dapat mengacu kepada hubungan yang diinginkan oleh organisasi dengan pekerjanya dan kelompok luar. Misi juga dapat berisi sasaran kuantitatif dan dapat mengalami perubahan selama kerangka waktu visi. Contoh keselamatan yang berhubungan dengan misi adalah: “untuk meningkatkan unjuk kerja keselamatan sehingga organisasi berada dalam rangking teratas 25% dalam unjuk kerja radiologis, lingkungan dan keselamatan konvensional”. Jika misi ini tercapai perjalanan menuju pencapaian visi dapat berubah dari “25% rangking teratas” berubah menjadi “10% rangking teratas”, dan seterusnya.
4.1.3. TUJUAN Tujuan adalah sejumlah tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai misi. Setiap langkah akan mempunyai tujuan tertentu. Setiap tujuan dapat dianggap sebagai titik pusat sebagai rencana tindak lanjut dalam organisasi dan menjadi motivasi bagi para pekerja. Contoh keselamatan yang berhubungan dengan keselamatan adalah “mengurangi paparan radiasi ratarata pekerja sebesar 10% pada tahun depan.
21
4.1.4. NILAI – NILAI Nilai–nilai adalah standar dan prinsip di mana orang dalam suatu kelompok atau wilayah menganutnya. Nilai–nilai menentukan sikap yang menunjukkan perilaku orang– orang satu sama lain. Dalam organisasi nilai–nilai akan terlihat secara implisit. Ambisi suatu organisasi tentang bagaimana orang harus diperlakukan dan bagaimana orang– orang tersebut ingin diperlakukan dapat secara jelas dinyatakan dalam nilai–nilai yang ditetapkan oleh pucuk pimpinan. Nilai–nilai ini harus digunakan bersama dan harus diketahui oleh semua jenjang dalam organisasi. Nilai–nilai tersebut seharusnya tidak dilanggar. Suatu nilai yang berhubungan dengan keselamatan adalah “keselamatan tanpa kompromi”. (Artinya keselamatan harus diterapkan dan tidak boleh ditawar– tawar).
4.1.5. PROSES PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN VISI, MISI, TUJUAN DAN NILAI Kekuatan nyata dari konsep-konsep ini terletak pada proses yang diciptakan untuk mengembangkannya dan bukan sekedar kata–kata. Konsep tidak akan membawa keuntungan kecuali mengikutsertakan para pekerja dalam pelaksanaanya. Keterlibatan pekerja sangat penting tetapi manajer senior dan manajer di bawahnya harus memimpin, menyampaikan dan meminta saran dari pegawai mereka. Pengembangan keselamatan yang berhubungan dengan visi, misi, tujuan dan nilainilai adalah titik awal yang baik dan pusat kegiatan untuk mengawali perbaikan budaya keselamatan. Ketika visi, misi, tujuan dan nilai–nilai telah dikembangkan maka rencana strategis harus dibuat untuk memudahkan penerapannya. Rencana ini harus mencakup kebijakan, organisasi, perencanaan dan implementasi dan tujuan pengukuran unjuk kerja dan mekanisme peninjauan kembali, disertai oleh audit yang tepat.
4.2. FASILITAS ATAU BIMBINGAN Bimbingan pekerja oleh para manajer untuk meningkatkan unjuk kerja keselamatan adalah sangat penting. Proses ini merupakan perubahan perlahan–lahan secara terus menerus untuk perbaikan keselamatan daripada kepuasan pencapaian tujuan dari sasaran
keselamatan.
Beberapa
organisasi
memanfaatkan
orang-orang
yang
mempunyai keahlian khusus dalam mendorong perubahan perilaku dan sikap manusia; orang–orang ini disebut sebagai fasilitator. Beberapa ciri–ciri umum sebagai fasilitator disebutkan dalam lampiran tiga. Dalam beberapa organisasi manajer akan bertindak
22
sebagai fasilitator. Fasilitator membantu orang lain untuk menyesuaikan diri dengan orang lain dan berperan sebagai pengajar keahlian kepada tim dan ketua tim, menyatukan setiap umpan balik dan dialog membangun tentang budaya keselamatan. Siapapun yang berperan sebagai fasilitator harus menjadi model dan memberikan contoh perilaku dan sikap–sikap setiap budaya baru yang dikembangkan oleh organisasi. Aktifitas yang terus menerus dilakukan oleh fasilitator ini adalah pembibingan tetap dan memberikan dorongan kepada semua staf, termasuk manajer dalam pembelajaran sikap dan perilaku baru, dengan penekanan pada umpan balik terhadap kemajuan. Seorang fasilitator haruslah luwes dan seseorang yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk mencurahkan rasa frustasi atau tekanan yang berhubungan dengan perubahan yang terjadi tanpa adanya perasaan terancam atau merasa dihakimi. Fungsi utama seorang fasilitator adalah untuk memulai pendekatan dan praktek yang akan membangun hubungan dan kepercayaan diantara para pekerja. Tak ada seorang fasilitator yang dapat mengembangkan keahlian pada semua bidang ini atau memainkan peranan yang baik seketika dalam waktu singkat. Akan tetapi kelompok kader yang memenuhi kebutuhan organisasi sebagai komposisi budaya akan sangat membantu. Pada tahap III suatu organisasi mungkin akan bergerak ke arah pengembangan keahlian fasilitas ini bagi semua orang yang akan menempati posisi kepemimpinan dalam suatu organisasi tersebut.
4.3. KETERBUKAAN Pengalaman menunjukkan bahwa organisasi yang sangat terbuka terhadap publik, organisasi professional dan badan pengawas demikian secara internal memperoleh kepercayaan masyarakat dan peningkatan kesuksesan manajemen dalam bidang keselamatan. Tatkala rahasia dan kecenderungan menutupi kesalahan itu terungkap maka perlu waktu yang lama untuk memulihkan kepercayaan dari dalam dan dari luar. Keterbukaan juga merupakan persyaratan dasar untuk berbagi pengalaman yang pada gilirannya menjadi tumpuan bagi kemajuan organisasi untuk belajar dan memperbaiki diri dari waktu ke waktu.
23
4.4. KERJA TIM Organisasi yang paling sukses secara aktif mendorong kerja tim diantara pegawainya
khususnya
dalam
menghadapi
permasalahan
yang
rumit
dan
penyelesaiannya memerlukan masukan berbagai disiplin. Banyak organisasi yang telah mengeluarkan dana pelatihan bagi pegawainya untuk bekerja secara efektif dalam tim. Dengan memberikan pekerja pengertian dasar mengenai perilaku kelompok dan pengembangan dinamika kelompok mereka telah meningkatkan kualitas kerja tim. Beberapa organisasi juga telah melatih para pekerjanya tentang teknik pendekatan terstruktur untuk penyelesaian masalah dan pelatihan ini telah digabungkan dengan pengembangan tim. Tim kerja yang hebat sangat menguntungkan dalam semua aspek organisasi dan sangat menguntungkan bagi aspek keselamatan yang sering tergantung pada hubungan efektif antarkelompok atau antarindividu. Jika pembentukan tim untuk menyelesaikan tugas khusus adalah penting untuk menjamin bahwa tidak ada pengurangan tanggung jawab tersebut jelas bagi setiap individu. Standar kualitas tinggi yang dicapai oleh instalasi nuklir tidak dapat diperoleh tanpa kerja tim yang luas baik di dalam maupun di luar organisasi, misalnya dengan para kontraktor. Akan tetapi sangat penting bahwa kesetiaan tim yang kuat tidak boleh mencegah keterbukaan dalam pelaporan kesalahan yang berhubungan dengan keselamatan atau penyimpangan dari batas keselamatan.
4.5. EVOLUSI TERUS MENERUS UNTUK MENINGKATKAN UNJUK KERJA KESELAMATAN. Suatu organisasi perlu memusatkan diri dalam evolusi (perubahan secara perlahan ) terus menerus. Dengan kata lain seberapa baik pun organisasi tersebut melaksanakan tugasnya, harus selalu dilihat bagaimana untuk melakukan tugasnya dengan lebih baik. Hal ini termasuk mencari cara bagaimana untuk memperbaiki sistem dan proses yang ada dan juga penerapan teknologi. Evolusi terus menerus sangat efektif dilakukan dengan memusatkan pada peningkatan yang dilakukan oleh para pekerja. Walaupun perencanaan fasilitas nuklir harus dibekukan pada beberapa hal, ini tidak berarti mencegah evolusi standar rencana masa depan. Konsep pemberdayaan pekerja dapat disalahartikan. Ini tidak berarti bahwa tanggung jawab manajemen menurun atau peran serta pekerja tidak terkendali dan tidak terarah. Tujuan pemberdayaan ini adalah untuk memberikan pekerja pada semua jenjang organisasi dengan keahlian, dukungan dan tekad yang diperlukan untuk
24
memperbesar peran serta mereka untuk unjuk kerja
organisasi. Tekad bulat untuk
evolusi terus menerus dalam peningkatan unjuk kerja keselamatan dan pemberdayaan pekerja berperan serta bagi peningkatan dapat menjadi tenaga potensial dalam mencapai keselamatan tingkat tinggi yang diinginkan.
5. PRAKTEK-PRAKTEK KHUSUS UNTUK MENGEMBANGKAN BUDAYA KESELAMATAN.
Praktek-praktek khusus dalam laporan keselamatan ini ditujukan untuk menerapkan semua aspek perencanaan, keteknikan, operasi, pembuatan, konstruksi, perawatan dekomisioning dan peraturan instalasi nuklir. Tata cara ini juga relevan untuk kegiatan nuklir skala lebih kecil, seperti radiografi industri, radiografi medis dan reaktor penelitian.
5.1. PRAKTEK PELAKSANAAN UNTUK PUCUK PIMPINAN (SENIOR MANAJEMEN) Keterlibatan dan tekad pucuk pimpinan dalam pencapaian standar keselamatan sangatlah penting. Tanpa adanya tekad yang tulus/kuat yang ditunjukkan oleh perilaku pribadi dan kepemimpinan manajer senior, maka para pegawai dalam organisasi tersebut tidak akan percaya akan pentingnya masalah keselamatan dibandingkan dengan organisasi lainnya. Kata-kata tanpa pelaksanaan yang nyata akan menciptakan ilusi/keselamatan yang semu yang akan menghasilkan pengembangan budaya keselamatan yang semu pula. Untuk mendukung pengembangan budaya keselamatan yang baik, senior manajer dapat berperan dengan cara sebagai berikut : -
Meningkatkan pengertian konsep budaya keselamatan dan praktek pelaksanaannya melalui pelatihan-pelatihan.
-
Menyeimbangkan gaya kepemimpinan/menunjukkan gaya kepemimpinan yang seimbang antara perhatian dan pengendalian;
-
Menjadi sangat tertarik dengan masalah keselamatan;
-
Mendorong para pegawai untuk mempunyai sikap selalu mempertanyakan tentang masalah-masalah keselamatan.
-
Menjadikan keselamatan sebagai prioritas utama dalam agenda pertemuanpertemuan.
-
Menjamin bahwa aspek keselamatan dicantumkan dalam rencana strategis organisasi.
-
Memiliki tujuan pribadi untuk secara langsung meningkatkan aspek keselamatan di
25
bawah tanggung jawabnya. -
Secara teratur meninjau kembali kebijakan organisasi untuk menjamin ketepatan kondisi kini dan kondisi terantisipasi;
-
Memantau
arah
gejala
keselamatan
untuk
menjamin
tercapainya
tujuan
keselamatan; -
Mengambil peranan dalam perbaikan keselamatan, memberikan penghargaan kepada mereka yang mencapainya, dan tidak membatasi diri ketika terjadi situasi masalah keselamatan.
Para pimpinan senior harus menjamin bahwa organisasi mereka mempunyai sistem pengelolaan keselamatan yang terstruktur secara sistematis dalam mencapai dan mempertahankan unjuk kerja keselamatan dan standar tetap tinggi. Unsur-unsur pokok sistem pengelolaan keselamatan tercantum pada Gambar 2.
Kebijakan
Organisasi
Auditing
Perencanaan dan
Pengukuran Unjuk kerja
Review
Gambar 2 : Elemen kunci dari Sistem manajemen keselamatan
26
Contoh dari topik yang dipertimbangkan pada tahap proses Organisasi : Struktur organisasi Pertanggungjawaban Pengaturan secara manajerial Komunikasi Kerjasama Saran yang mandiri Kemampuan
Perencanaan dan Pelaksanaan : Standar Kajian Keselamatan Rencana kerja Pengaturan operasional Rencana kedaruratan Pengukuran Unjuk Kerja : Pemeriksaan diri Pemeriksaan independen Audit
Lembaga pengelola/manajemen dengan jenjang kekuasaan eksekutif yang tertinggi dalam suatu organisasi harus secara rutin membahas dan meninjau kembali unjuk kerja keselamatan. Praktek-praktek pelaksanaannya yang diadopsi oleh beberapa kelompok manajemen mencalonkan salah satu anggotanya untuk bertanggung jawab khusus atas nama lembaga dalam memantau unjuk kerja keselamatan dan manajer terbawah yang bersifat proaktif dalam melaksanakan rencana termasuk mencari cara untuk meningkatkan keselamatan.
5.2. TINDAKAN PREDIKTIF UNTUK ANALISIS RISIKO Tata cara berikut ini menggunakan analisis risiko prediktif atau metodologi pengkajian risiko selang fase persiapan aktifitas. Analisis risiko kesalahan dan akibatnya adalah persyaratan dasar untuk kualitas. Analisis risiko ini yang dilakukan oleh tim multidisipliner harus berpusat pada persyaratan kualitas masalah-masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kemudian memberikan pengertian dan komunikasi lebih baik antara tim pelayanan dan tim operasi. Hal ini juga memungkinkan peningkatan kesadaran setiap anggota tim terhadap tujuan utama dan tujuan umum setiap kegiatan dan hubungannya dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Beberapa organisasi menyusun analisis risiko untuk digunakan oleh personil pabrik (instalasi) sebagai cara praktis untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama. Petunjuk ini menggunakan contoh-contoh umpan balik dari pengalaman khusus untuk membantu mendeteksi risiko kesalahan potensial pada tahap-tahap aktifitas yang ada. Juga mencantumkan tindakan-tindakan utama dalam pencegahan dan titik tunda dan termasuk di dalamnya rencana kualitas dari setiap aktifitas. Petunjuk ini dapat diterapkan pada jenjang sistem untuk mencakup kegiatan-kegiatan paralel yang berhubungan dengan perlengkapan, antarmuka dan rekualifikasi sistem. Metodologi ini
27
juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan operasional yang sensitif.
Jika diseragamkan
dengan baik, maka analisis risiko prediktif bersifat sebagai proses pembelajaran dan alat yang baik untuk menyebarluaskan budaya keselamatan dengan memberikan pengertian yang lebih baik dan terkait dengan persyaratan keselamatan.
5.3. KESALAHAN-KESALAHAN SEBAGAI KESEMPATAN PEMBELAJARAN. Tujuan pertama setiap manajer
adalah untuk meningkatkan baik keselamatan
maupun produksi. Setiap kejadian yang berhubungan dengan keselamatan, khususnya kesalahan manusia atau kesalahan organisasi, harus dipandang sebagai kesempatan yang berharga untuk memperbaiki operasi melalui umpan balik pengalaman dan pelajaran yang dapat diambil hikmahnya. Adalah tidak kalah pentingnya untuk mendorong para pekerja untuk mengembangkan sikap yang dapat memberikan mereka kepercayaan, tanpa takut dipersalahkan, melaporkan kesalahan dengan sebenarbenarnya, khususnya kesalahan manusia sehingga kesempatan dapat diambil untuk belajar dengan bagaimana cara memperbaiki proses. Para manajer harus mendorong peran serta para pekerja dalam organisasi profesional dan standar-standar untuk berbagi pengalaman dan belajar dari mereka. Pengalaman menunjukkan bahwa akibat pendekatan seperti ini maka jumlah kejadian yang dilaporkan dapat meningkat. Ini adalah akibat dari kesadaran akan keselamatan yang lebih tinggi yang berpangkal pada deteksi dan pelaporan yang lebih baik. Hanya dengan jangka waktu yang lebih lama maka jumlah kejadian yang berhubungan dengan sebab yang pasti dapat diturunkan dengan penguasaan identifikasi masalah lebih baik. Amat penting bahwa manajemen sadar akan hal ini dan tidak
menggunakan
indikator
misalnya
jumlah
insiden
yang
menyesatkan/
mengecewakan. Akan tetapi pendekatan ini tidak boleh berakibat tindakan disiplin. Perbaikan harus juga diberikan pada mekanisme ketidaksengajaan. Kadang-kadang jika seseorang yang berpengalaman mengambil tindakan pada level kesadaran menjadi otomatis dan tidak lagi memerlukan kendali kesadaran. Hal ini dapat menghambat pembelajaran dari kesalahan.
5.4. ANALISIS KEJADIAN BERTINGKAT. Untuk mengambil keuntungan dari kejadian yang ada, pengembangan metode analisis kejadian berlapis secara sistematis adalah penting dan mendasar. Langkah pertama adalah deteksi kejadian dengan pelaporan dengan kriteria yang jelas termasuk
28
analisis faktor manusia. Sistem pelaporan harus mencakup kesalahan yang hampir terjadi di mana kejadian tersebut tidak terjadi tetapi beberapa akibat potensialnya akan berakibat seseorang tidak terluka/kerusakan pada instalasilingkungan. Setelah deteksi kejadian hampir terjadi maka selanjutnya analisis secara menyeluruh harus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kejadian secara langsung dan tidak langsung untuk menetapkan akar penyebabnya. Penyebab-penyebab tersebut dapat satu atau lebih dari hal-hal ini. Masalah teknis, perilaku manusia, budaya organisasi, proses,
prosedur,
peralatan,
antarmuka
manusia-mesin,
lingkungan/kelemahan
pertahanan tersembunyi. Harus pula ada analisis secara menyeluruh terhadap akibat potensial dan aktual dan menandai garis pertahanan yang masih ada. Penyelidikan
mengenai
tindakan
pembetulan
dan
pencegahan
untuk
mempertahankan keselamatan instalasi dan mencegah berulangnya kesalahan yang sama harus dipertimbangkan tidak hanya sebab langsung dan akar penyebabnya, tetapi juga akibat potensial dengan memeriksa efisiensi garis ketahanan yang masih ada. Tindakan pencegahan dapat juga diterapkan pada situasi/instalasi lainnya. Perlunya kejujuran, obyektifitas dan pelaporan yang menyeluruh terhadap insiden dan penggunaan informasi ini harus ditekankan. Data yang diperlukan dapat dikumpulkan dari pendahuluan dan gejala permasalahan yang kemudian dapat dijelaskan lebih terinci dalam kesempatan pelatihan dan keterlibatan staf untuk pengembangan perbaikan sistem pelaporan. Partisipasi personil/tim yang terkait dengan kejadian sangatlah penting, khususnya dalam kasus kesalahan manusia dan mereka harus mau mendorong untuk melaksanakan pembetulan dan pencegahan. Harus dengan jelas dinyatakan oleh manajemen bahwa budaya keselamatan bukanlah budaya bebas kesalahan, tetapi merupakan proses pembelajaran yang bertumpu pada peningkatan keterbukaan dan umpan balik pengalaman.
5.5. KEMAMPUAN UNTUK BELAJAR Peningkatan
keselamatan nuklir bertumpu pada tindakan yang diambil sebagai
tanggapan terhadap kesalahan (pencegahan reaktif) dan kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi asal dan penyebab berkembangnya masalah dan untuk menerapkan campur tangan efektif untuk mengatasinya (pencegahan proaktif). Pencegahan yang lebih proaktif terhadap manajemen keselamatan dapat dicapai melalui proses-proses yang akan mendorong peningkatan unjuk kerja dari waktu ke waktu. Organisasi yang
29
menggunakan
proses
ini
dikenal
sebagai
organisasi
pembelajaran
(Learning
Organization ) dan ditandai oleh kemauan organisasi tersebut melakukan pertukaran informasi secara internasional. Kemampuan untuk belajar menjadi pusat kemampuan organisasi tersebut untuk berkembang. Peningkatan dari waktu ke waktu dapat dicapai melalui proses pembelajaran yang melibatkan kemampuan organisasi untuk mengenali dan mendiagnosa masalah untuk merumuskan dan menerapkan
pengaturan yang diperlukan terhadap efek tersebut
berdasarkan pengalaman, kemampuan organisasi untuk menangani masalah-masalah seperti perencanaan, konstruksi, modifikasi, instalasi, pengalaman operasional, penyelidikan insiden dan tinjauan keselamatan periodik agar dapat bergantung pada efisiensi
di mana langkah-langkah
proses
pembelajaran
dilaksanakan sehingga
peningkatan dari waktu ke waktu dapat terwujud. Lebih dari itu, organisasi dapat belajar ketika
mereka
menyesuaikan
diri
dengan
perubahan
eksternal/kemungkinan
operasional internal, sehingga lebih efektif dan efisien. Rasa memiliki pada semua level organisasi harus senantiasa berperan serta. Institusi pendidikan dan organisasi profesional dapat memberikan dukungan secara bermakna untuk kelancaran proses pembelajaran.
5.6.
PERANAN PELATIHAN DALAM PENINGKATAN BUDAYA KESELAMATAN POSITIF Pelatihan dapat merupakan sumbangan penting bagi pengembangan kesadaran
keselamatan dan diidentifikasikan menggunakan analisis tugas dan kewajiban dengan mengacu pada sumber lainnya seperti pengkajian risiko dan bahaya. Pelatih harus juga secara teratur mengunjungi wilayah instalasi dan wilayah kerja untuk mengamati unjuk kerja para pekerja guna meningkatkan pelatihan khusus. Pelatihan biasanya diadakan jika seseorang baru bergabung dengan organisasi /dilaksanakan secara periodik untuk penyegaran keahlian tetapi ini tidak selalu diberikan mencerminkan kebutuhan tugas mereka dan akan berbeda dalam
beberapa aspek
keselamatan
dapat
meningkatkan
pengetahuan
dan
keahlian
tidak
merubah
kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku para pekerja yang mungkin dapat menghalangi pengalihan
pengetahuan/keahlian baru ke tempat kerja. Pelatih dapat mengatasi
kesulitan ini dengan mengenali kebutuhan adanya dorongan kebutuhan, sikap dan perilaku para peserta pelatihan, demikian pula dengan pemberian pengetahuan dan keahlian baru. Para pelatih dapat berperan sangat penting dalam mendukung budaya
30
keselamatan positif karena mereka sebagai pengajar dan sekaligus juga agen perubahan budaya. Untuk melaksanakan dua peran ini dengan sukses para pelatih mungkin membutuhkan pelatihan tambahan. Pelatihan keselamatan yang terintegrasi dan menyeluruh adalah bukti nyata atas dedikasi organisasi terhadap tujuan untuk menjamin keselamatan para pekerja dan orang-orang lainnya yang terlibat dalam kegiatan organisasi tersebut. Para peserta pelatihan termasuk para pekerja baru akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku pelatih terhadap keselamatan dan oleh karena itu pelatih keselamatan mempunyai tanggung jawab khusus untuk memberikan contoh yang baik.
5.7. PERANAN PEKERJA UNTUK UNJUK KERJA KESELAMATAN Semua
pekerja
mempunyai
tanggung
jawab
utama
untuk
berperan
bagi
keselamatan mereka dan juga keselamatan rekan kerja lainnya. Banyak organisasi berdasarkan pengalaman bahwa peran ini sangat baik jika dipermudah adanya dorongan/semangat pekerja untuk berperan serta masing-masing individu cenderung untuk memiliki kepentingan pribadi yang berhubungan dengan keselamatan bersama. Contoh-contoh keterlibatan pekerja dalam keselamatan adalah sebagai berikut : 5.7.1. Tim Peningkatan Keselamatan . Kelompok individu yang memiliki berbagai fungsional bertemu, untuk mencari penyelesaian yang berhubungan dengan masalah keselamatan. Tim ini akan efektif untuk meningkatkan keselamatan dalam pelaksanaan kerja antarmuka dengan berbagai kelompok. Tim peningkatan keselamatan terutama digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah lokal organisasi daripada masalah teknis.
5.7.2. Komite Keselamatan dan Pertemuan Keselamatan . Banyak organisasi menyelenggarakan pertemuan keselamatan secara teraatur di setiap departemen/tingkat/jenjang di bawah kelompok/oleh sebuah komite. Komite terdiri dari perwakilan yang ditunjuk dari manajemen dan tenaga kerja. Komite keselamatan/ pertemuan keselamatan meninjau kembali unjuk kerja keselamatan dalam tanggung jawab mereka mendiskusikan langkah-langkah untuk perbaikannya. Komunikasi dengan kelompok keselamatan yang setingkat departemen lain sangat didorong sehingga akan timbul gagasan dan praktek baru yang dapat dibagi. Dalam beberapa organisasi, anggota
komite
keselamatan/peserta
keselamatan
mengambil
inisiatif
untuk
31
menyelenggarakan kunjungan ke organisasi luar untuk mengamati dan mempelajari tentang pendekatan baru terhadap keselamatan. Komite keselamatan biasanya dipimpin oleh seorang manajer, walaupun pada beberapa
orang lainnya kepemimpinan ini
diputar secara bergilir dan dianggap sebagai posisi non struktural. Daya terima adanya komite keselamatan tergantung kepada budaya nasional dan organisasi.
5.7.3. Konperensi Keselamatan Beberapa organisasi menyelenggarakan konperensi keselamatan yang merupakan forum perwakilan dari semua jenjang dalam organisasi itu untuk bertemu dan berdiskusi unjuk kerja keselamatan.
Konperensi
dapat diundang untuk membagi pengalaman
mereka dan memperluas pandangan para peserta. Pembicara dari luar dapat merupakan perwakilan dari pengawas konperensi tahunan sering terdiri dari presentasi dan kuliah dengan kolompok kerja yang bertujuan untuk membuat rencana tindak lanjut guna peningkatan keselamatan. Konperensi dapat digunakan satu hari untuk mendiskusikan tentang pentingnya keselamatan dan untuk mengetahui peranan para pekerja yang terpilih terhadap keselamatan.
5.8.
KETERLIBATAN AKTIF PARA KONTRAKTOR
Semua kontraktor yang terlibat dalam perencanaan, teknis, pembuatan, konstruksi, operasi, pemeliharaan, dll dapat berperan dalam meningkatkan keselamatan karena itu mereka juga berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dan keselamatan instalasi. Kebijakan hubungan dengan kontraktor terletak pada ruang lingkup pengembangan budaya keselamatan guna menjamin bahwa tanggung jawab utama terhadap penggunaan/instalasi yang berhubungan dengan keselamatan dan pemantauan tidak terganggu dan untuk mempercepat faktor kualitas kegiatan para kontraktor. Penekanan harus diletakan pada kualitas dan keselamatan kerja yang dilakukan oleh kontraktor yang harus memperhatikan standar yang dipersyaratkan. Para kontraktor harus diperhatikan dan dilatih budaya keselamatan sebagai keperluan staf. Hubungan dengan para pemasok juga menjadi penting dan harus dibantu dan diperhatikan. Hubungan kemitraan antara kontraktor dengan staf instalasi adalah saling menguntungkan dengan beberapa alasan sebagai berikut : ♦ Pelatihan keselamatan dan kualitas harus diberikan kepada kontraktor. Pengalaman menunjukkan bahwa keterlibatan para kontraktor dalam persiapan kerja, analisis risiko dan umpan balik pengalaman adalah menguntungkan bagi kualitas kerja
32
kedua belah pihak (misalnya dalam mengurangi beban fasilitas) dan untuk pengembangan keahlian. ♦ Kontrak yang bertahun-tahun selama 2 - 3 tahun memungkinkan penanaman modal dalam pelatihan kualitas dan dosimetri, dapat ditingkatkan. Ini dapat diterapkan melalui konsep “pemohon dengan kualitas terbaik“ yang disertai dengan pengkajian unjuk kerja kontraktor, keselamatan industri dan proteksi radiologis. Pendekatan ini akan mendorong penyebaran budaya keselamatan yang lebih luas kepada pihak penjual dan kontraktor.
5.9.
KOMUNIKASI/PENYAMPAIAN
MASALAH-MASALAH
KESELAMATAN
KEPADA MASYARAKAT. Di banyak negara, tenaga nuklir menjadi masalah yang kontroversial dan penting untuk mempertahankan kepercayaan publik untuk keselamatannya. Komunikasi informasi unjuk kerja keselamatan kepada kelompok kerja eksternal dapat membantu mengembangkan kepercayaan tersebut, akan tetapi informasi harus disiapkan dan disebarluaskan oleh staf yang mampu agar dapat memperkecil kesalahtafsiran. Beberapa organisasi menyelenggarakan pertemuan rutin/disebut juga pertemuan penghubung wilayah dengan perwakilan dari masyarakat lokal dan pemerintahan lokal guna berbagi informasi tentang berbagai aktivitas dan unjuk kerja. Sub grup dapat dibentuk untuk berurusan dengan masalah-masalah
lingkungan dan perencanaan
kedaruratan. Pertemuan harus menyertakan perwakilan dari badan pengawas untuk meyakinkan bahwa masyarakat setempat akan adanya pandangan yang independen. Sehubungan organisasi
dengan
menerbitkan
adanya
pertemuan
selebaran-selebaran
penghubung rutin
yang
setempat, berisi
beberapa
informasi
yang
berhubungan dengan keselamatan. Latar belakang akibat dan tindakan pembetulan yang dilakukan terhadap penyimpangan keselamatan harus pula disampaikan. Dalam beberapa situasi di mana selebaran tersebut digunakan sebagai saluran komunikasi, informasi yang diambil oleh media yang lebih luas (yaitu koran, TV, radio) untuk melaporkan kejadian-kejadian pada instalasi nuklir. Cara seperti ini dapat menghasilkan pelaporan abnormalitas lebih nyata dan tidak emosional. Pada instalasi yang lebih besar dapat mengambil manfaat dengan menyediakan kunjungan keliling kepada para pengunjung. Hal seperti ini menciptakan kesan keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada para pengunjung tentang informasi yang sebenarnya. Instalasi yang sangat besar dapat membuat pusat pameran untuk
33
menunjukkan model-model proses nuklir. Beberapa model dijalankan secara interaktif dan menarik minat para generasi muda. Di beberapa negara, organisasi nuklir menyelenggarakan konperensi pers dengan perwakilan media massa secara teratur.
5.10.
PROSES EVALUASI DIRI
Organisasi yang bertekad untuk mencapai unjuk kerja keselamatan dengan standar tinggi menggunakan proses evaluasi diri sebagai saluran umpan balik untuk memelihara dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mengelola keselamatan. Prosesproses evaluasi diri memberikan peluang kepada organisasi untuk mengkaji unjuk kerja keselamatan mereka dengan acuan dari dalam sebagai indikator unjuk kerja kunci dan perbandingan dari luar terhadap unjuk kerja organisasi lainnya. Pengkajian diri, inspeksi/pemerikasaan diri adalah aspek penting bagi setiap program
evaluasi
diri
mengembangkan dan
dan
setiap
menerapkan
manajer/supervisor
harus
didorong
untuk
program evaluasi diri di daerah tanggung
jawabnya. Beberapa organisasi menyediakan pelatihan khusus untuk para pekerja yang bertanggung jawab terhadap evaluasi diri agar menjamin bahwa tugas dilaksanakan secara standar. Beberapa orang menyiapkan pelatihan pemeriksaan diri kepada para pekerjanya untuk mendorong para pekerjanya agar menganggap bahwa tanggung jawab individu terletak pada keselamatan personil dan rekannya. Training seperti ini dapat membantu mengidentifikasi keadaan atau kondisi tidak aman. Evaluasi dan audit independen harus dilakukan oleh orang yang mampu yang tidak terlibat dengan wilayah atau kegiatan yang sedang diaudit. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan konsultan dari luar atau pekerja dari bagian lain departemen atau daerah lain. Mereka yang mempunyai tanggung jawab auditing akan memerlukan pelatihan khusus yang berhubungan dengan tugas tersebut untuk menjamin kemampuannya. Kegiatan tinjauan dan audit umum digunakan dalam industri nuklir. Mereka hanya berpusat pada kepatuhan terhadap peraturan dapat menciptakan kesulitan bagi para auditor dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa organisasi telah mengubah peran audit dari pendataan ketidakpatuhan yang terlihat menjadi pendataan kesempatan untuk peningkatan, para auditor dengan sifat-sifat dan tugas mereka mempunyai kesempatan untuk mengamati praktek-praktek terbaik dalam suatu organisasi, dan audit dapat digunakan sebagai alat penyebaran informasi tentang praktek-praktek terbaik kepada seluruh bagian organisasi. Penentuan tentang apa saja yang termasuk dalam praktek
34
terbaik bersifat subyektif
terhadap tingkat/derajat dan pencantuman persyaratan
tambahan yang mungkin dapat menimbulkan
kesulitan bagi audit jaminan kualitas
biasa. Audit antardepartemen yang berhasil adalah adanya pertemuan praaudit antara auditor
dan orang yang akan diaudit untuk membicarakan dan menyepakati ruang
lingkup dan program audit. Keterlibatan orang yang diaudit sangat penting untuk menjamin bahwa pekerjaan para auditor dipandang positif.
5.11.
EVALUASI KESELAMATAN TERINTEGRASI.
Masalah keselamatan memerlukan pendekatan multidisiplin dengan partisipasi dari berbagai ahli spesialis dan kelompok profesional. Adalah penting bahwa masalah ini tidak terhubung satu per satu tetapi terintegrasi. Hal ini akan memerlukan kerja yang terorganisir sehingga akan memungkinkan adanya pendekatan terintegrasi, sebagai contoh
dalam perencanaan dan pelaksanaan modifikasi instalasi besar atau dalam
penyelidikan insiden. Bidang-bidang ini biasanya memerlukan pertimbangan masalahmasalah teknis, faktor manusia dan aspek organisasi yang terkoordinasi dan terintegrasi. Keperluan adanya pendekatan terintegrasi terhadap evaluasi keselamatan berlaku
untuk industri, instalasi nuklir dan para badan pengawas. Secara umum ,
integrasi pengetahuan faktor manusia ke dalam tugas keselamatan rutin sehari-hari juga memberikan keragaman dalam meningkatkan unjuk kerja keselamatan.
5.12.
INDIKATOR UNJUK KERJA KESELAMATAN
Secara tradisional banyak organisasi mencatat
jumlah kecelakaan dan kejadian
yang berhubungan dengan keselamatan. Selain menyediakan informasi arah gejala yang penting, indikator–indikator ini bersifat positif dan pemanfaatannya dapat melemahkan semangat para pekerja. Beberapa organisasi menggunakan indikatorindikator
yang lebih bersifat positif
untuk melengkapi indikator positif tradisional.
Indikator-indikator positif adalah sbb : ♦ Persentase pekerja yang menerima pelatihan penyegaran keselamatan selama sebulan atau 4 bulan terakhir; ♦ Persentase proposal peningkatan keselamatan yang diterapkan selama sebulan atau 4 bulan sebelumnya; ♦ Persentase tim perbaikan yang terlibat dalam penyelesaian masalah keselamatan;
35
♦ Persentase komunikasi yang dilakukan selama
oleh manajer senior/manajer/supervisor
minggubulan sebelumnya (inspeksi keselamatan dapat digabungkan
dengan inspeksi internal). ♦ Persentase saran-saran pekerja tentang peningkatan keselamatan ♦ Persentase pertemuan organisasi rutin dengan keselamatan sebagai agenda pembicaraan. Nilai positif indikator tersebut tidak menyeluruh dan hanya bersifat sebagai gambaran saja. Nilai positif indikator keselamatan adalah bahwa indikator tersebut berlaku sebagai mekanisme untuk memberikan penghargaan kepada pekerja yang sedang berusaha untuk meningkatkan keselamatan melalui pemikiran, tindakan atau tekad. Penghargaan atas prestasi adalah tenaga yang sangat kuat untuk memotivasi peningkatan secara terus menerus.
5.13.
PENDEKATAN
HUKUM
DAN
IMPLIKASINYA
BAGI
BUDAYA
KESELAMATAN. Ada keanekaragaman secara internasional dengan pendekatan hukum terhadap keselamatan yang berbeda pada sisi penekanannya. Badan pengawas mempunyai pilihan yang berhubungan
dengan faktor organisasi dan peraturan.
adalah pendekatan yang berdasarkan
Suatu pilihan
kepatuhan, yaitu penerapan persyaratan dan
standar secara menonjol dan seragam disemua fasilitas dan aktivitas nuklir dan menghasilkan pendekatan standar. Akan tetapi pendekatan ini dapat tidak efektif atau bahkan tidak sesuai untuk bagian-bagian organisasi dan budaya keselamatan. Pilihan lainnya adalah berfokus pada hasil yaitu untuk menetapkan indikator unjuk kerja keselamatan dan untuk mencurahkan perhatian badan pengawas dalam menelusuri indikator dan melaksanakan penyelidikan apabila indikator tersebut menunjukkan akibat yang buruk atau penurunan unjuk kerjanya. Akan tetapi masalah yang timbul dalam pendekatan ini adalah sangat sulit untuk mengembangkan indikator prediktif dan bahwa indikator tersebut dapat dikembangkan dan sering terlalu mudah untuk dimanipulasi atau tidak cukup sensitif untuk mengembangkan masalah guna intervensi dini. Pilihan berikutnya adalah mengacu pada pendekatan proses terhadap peraturan, membuktikan bahwa keselamatan fasilitas operasi nuklir tergantung pada efektivitas proses organisasi yang diterapkan untuk mengoperasikan, mempertahankan, memodifikasi dan memperbaiki fasilitas tersebut. Secara singkat pendekatan ini berfokus pada sistem organisasi fasilitas yang telah dikembangkan untuk menjamin
36
keselamatan operasi terus menerus berdasarkan pada peraturan hukum adalah bahwa proses perencanaan organisasi harus tetap fleksibel untuk memungkinkan fasilitas menciptakan proses yang konsisten secara internal menyesuaikannya dengan sejarah mereka, budaya dan strategi bisnis dan mengalokasikan sumberdaya secara lebih rasional. Pendekatan yang berdasarkan proses berusaha untuk meningkatkan fleksibilitas ini sementara menekan kepada fasilitas untuk berfikir secara hati-hati tentang logika proses tersebut, untuk menunjukkkan kepada badan pengawas bahwa telah dilakukan pendekatan ketat terhadap perencanaan, penerapan dan evaluasi terus menerus terhadap proses-proses kunci dan bahwa fasilitas selalu waspada terhadap kesempatan untuk memperbaiki sistemnya. Ketiga pendekatan ini dapat dikombinasikan karena ketiganya tidak terpisah satu sama lain. Pendekatan efektif dapat dilakukan dalam bentuk yang berbeda tetapi harus jelas dapat diperkirakan, logis, dapat diterapkan, harus mengikutsertakan dasar-dasar untuk pengkajian diri. Keunggulan proses yang berdasarkan peraturan (hukum) untuk bagian bagian organisasi dan budaya keselamatan adalah bahwa pengkajian dipusatkan pada logika proses organisasi utama dan perhatian bahwa penggunaan atau instalasi yang menerapkan dan mengkaji diri proses-proses ini memungkinkan
adanya keluwesan
tetapi tetap tegas sebagaimana pendekatan yang dianjurkan yang berkonsentrasi pada kepatuhan. Dengan mengabaikan pendekatan mana yang diambil, organisasi bertekad untuk meneruskan peningkatan keselamatan akan bermanfaat dari adanya dialog yang jujur dan terbuka dengan badan pengawas, khususnya ketika dialog lebih dipusatkan pada pencapaian tujuan keselamatan dasar daripada hanya memenuhi kepatuhan resmi terhadap peraturan rinci. Pengalaman menunjukkan bahwa dialog seperti ini akan meningkatkan sikap ingin tahu dan belajar yang merupakan unsur penting dalam meningkatkan budaya keselamatan. Dengan kata lain pendekatan peraturan yang dilakukan dapat mempengaruhi secara bermakna dan terhadap kemungkinankemungkinan pengembangan terus menerus fasilitas. Dalam prakteknya, pembinaan yang optimal dari semua pendekatan disarankan dapat menjadi paling efektif. Pendekatan peraturan optimum akan bergantung pada budaya nasional.
5.14.
PENGARUH BADAN PENGAWAS.
Dalam kepentingan untuk peningkatan budaya keselamatan dalam organisasi di bawah kekuasaan hukumnya, maka badan pengawas harus mempertimbangkan halhal sebagai berikut :
37
♦ Mengizinkan adanya keluwesan dalam batas–batas peraturan nasional untuk organisasi guna mengelola keselamatan dan mengembangkan maksud dan tujuan yang melampaui persyaratan hukum. ♦ Penentuan sasaran inspeksi pada daerah-daerah yang berisiko
dan mengenali
bahwa beberapa fasilitas mungkin mempunyai sistem keselamatan yang efektif. Pada fasilitas seperti ini, inspeksi yang cukup terhadap proses kendali dan akibatakibat inspeksi terseleksi terhadap fasilitas yang tepat dapat digunakan sebagai alat hukum ♦ Tidak mencari kesalahan dalam penyelidikan insiden dan mencegah tindakan penghukuman yang tidak sesuai dalam pelaporan insiden. ♦ Menunjukkan
sikap
logis
dalam
pengendalian
peraturan
misalnya
dengan
menerbitkan temuan-temuan. ♦ Menetapkan prediktabilitas dan stabilitas dalam proses penegakan hukum ♦ Menyetujui aturan dasar teknis yang sesuai untuk kasus-kasus keselamatan dan metodologi pengkajian. ♦ Menyelenggarakan pertemuan rutin dan dialog dengan organisasi dan mendorong adanya keterbukaan . ♦ Pelatihan inspektur untuk menjelaskan kepada publik tentang masalah-masalah keselamatan nuklir secara keseluruhan. ♦ Pelatihan
inspektur dalam bidang manajemen keselamatan termasuk budaya
keselamatan dan faktor manusia. ♦ Mendorong inspektur untuk berhubungan dengan pekerja pada suatu fasilitas dan bersikap terbuka kepada mereka.
5.15.
INTERAKSI DENGAN BADAN PENGAWAS.
Menurut Undang-undang, badan pengawas perlu melakukan kontak sesering mungkin dengan mereka yang merencanakan, mengkontruksi, mengoperasikan, memelihara dan dekomisioning instalasi nuklir. Untuk mengembangkan antarmuka resmi maka organisasi menyelenggarakan pertemuan rutin dengan badan pengawas untuk melaporkan kepada mereka tentang rencana umum dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pertemuan pertemuan ini sebagai sarana badan pengawas untuk mengetahui informasi tentang kemajuan pekerjaan yang dilakukan walaupun di luar keterlibatan hukum mereka ada kepentingan mereka. Pertemuan dapat juga memberikan pandangan yang lebih harus kepada badan pengawas, tentang meningkatkan
38
kepercayaan dalam kerangka kerja keselamatan secara menyeluruh dan organisasi yang mendukung unjuk kerja keselamatan yang baik. Pertanyaan–pertanyaan yang berhubungan dengan budaya keselamatan dapat didiskusikan dalam pertemuanpertemuan tersebut. Mungkin saja bahwa beberapa badan pengawas memiliki kekuasaan hukum terhadap suatu instalasi nuklir dan pertemuan dapat menawarkan kesempatan baik bagi perwakilan dari badan-badan pengawas yang berbeda untuk antarmuka satu sama lain dan juga dengan organisasi.
6.
PENGKAJIAN KEMAJUAN DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN
Tidak ada ukuran-ukuran yang pasti tentang budaya keselamatan. Beraneka ciri budaya tidak memungkinkan adanya tindakan-tindakan tersebut. Perubahan biasanya lambat dan sering tidak terduga, tetapi sejarah menunjukkan bahwa perubahan budaya dapat dilihat selama masa waktu tertentu, dan hal yang sama juga berlaku terhadap budaya keselamatan. Untuk mengkaji kemajuan pengembangan budaya keselamatan, kita harus meninggalkan pencarian satu tindakan komposit dan berkonsentrasi dalam mengidentifikasi sejumlah indikator yang menunjukkan sub komponen budaya perorangan. Jangka dasar terdiri dari tindakan-tindakan untuk perilaku-perilaku teramati, sikap, kesadaran dan pandangan atau kepercayaan. Contoh-contoh metoda yang telah diterapkan adalah mengukur unsur kunci seperti Gambar 4 dan didiskusikan lebih rinci berikut ini
6.1. Ukuran –ukuran perilaku Ukuran-ukuran perilaku adalah komponen budaya yang mudah untuk mendeteksi perubahan, karena sangat mudah dan dapat diamati. Pengamatan ini harus dilakukan secara hati-hati untuk memperkecil setiap pengaruh pada perilaku, jika tidak maka kesimpulan akan salah. Penggunaan orang untuk mengenal orang yang diamati seharusnya dapat memperkecil setiap pengaruh, tetapi mungkin ada risiko pandangan yang bias. Sebaliknya menggunakan pihak ketiga yang tidak mengenal orang yang diamati
dapat
menjamin
adanya
pandangan
tidak
bias
tetapi
meningkatkan
kecenderungan perilaku yang diamati mungkin tidak khas.
39
Audit pihak ketiga Pengamatan Tim bayangan Survei pekerja Interview Kelompok target Perangkat psikometrik Analisis celah
Tingkah laku yang dapat diamati
Sikap sadar
Keyakinan di bawah sadar
Gambar-3 : Metode mengukur komponen kunci utama budaya keselamatan Suatu evaluasi perilaku yang mendalam memerlukan pihak ketiga yang terlatih dan ahli evaluator harus diberikan waktu beberapa lama untuk
orang yang akan dievaluasi
untuk menjamin bahwa perilaku mereka tidak terganggu oleh kehadiran evaluator. Perubahan sikap hanya akan kelihatan oleh serangkaian pengamatan atau evaluasi selama periode yang digunakan sebagai dasar untuk mengukur perubahan perilaku. 6.2. UKURAN-UKURAN SIKAP Survei
sikap pekerja adalah metode yang paling umum untuk mendapatkan
informasi pada level budaya ini. Persiapan survei pekerja memerlukan orang yang berkeahlian dalam pengukuran sikap. Analisis dan penafsiran hasil memerlukan keahlian yang tinggi juga. Beberapa organisasi telah mempekerjakan pelayanan ilmu perilaku manusia atau bagian psikologis dari institusi pendidikan setempat. Sebelum melaksanakan setiap survei skala besar perlu dilaksanakan uji coba skala kecil untuk menguji daya guna survei. Uji coba tersebut dapat terdiri dari wawancara dengan kelompok kecil pekerja untuk menguji penerapan praktis survei tersebut. Hasil survei pekerja memberikan informasi yang berguna bagi manajemen untuk mengetahui daerah sasaran yang lebih efektif terhadap tindakan perbaikan keselamatan. Pertanyaan– pertanyaan survei dapat berupa tidak hanya tentang sikap pribadi tiap individu akan tetapi
juga tentang pendangan mereka terhadap sikap-sikap supervisor, manajer
lainnya dan rekan sejawat. Pemakaian ulang sikap survei yang sama terhadap populasi yang sama dapat memberikan informasi yang berguna mengenai arah gejala sikap
40
mereka. Hasil sikap survei tersebut dapat dibandingkan dengan pengamatan perilaku untuk mengidentifikasi hubungan keduanya. 6.3. UKURAN PERSEPSI PERSEPSI ATAU KEPERCAYAAN Adalah sangat sulit utuk mengukur perubahan persepsi atau kepercayaan khususnya karena persepsi dan kepercayaan masuk dalam alam bawah sadar. Indikasi bahwa kepercayaan bawah sadar mempunyai pengaruh penting dalam keadaan tidak tetapnya antara perilaku teramati dan sikap dasar. Untuk mengukur kepercayaan memerlukan teknik psikometri, sifat-sifat lanjut dan penafsiran hasilnya menjadi sulit. Biasanya pengamatan perilaku dan survei sikap cukup memberikan banyak informasi dalam pengukuran perubahan budaya.
6.4. PENGKAJIAN MENYELURUH DARI BUDAYA KESELAMATAN Informasi yang dikumpulkan dari pengamatan perilaku
dan survei sikap dan
kepercayaan dapat memberikan indikasi yang berguna apakah budaya keselamatan dikembangkan secara sukses. Informasi juga dapat digunakan untuk memastikan bahwa adanya efektivitas tindakan manajemen khusus yang berhubungan dengan keselamatan. Hal ini berhubungan dengan lebih nyatanya bukti-bukti kematangan budaya keselamatan, yaitu
tetap meningkatkan unjuk kerja keselamatan. Tetap
meningkatnya budaya keselamatan dapat dicapai dengan pelatihan yang sesuai dengan pendayagunaan sumber daya yang ada.
Sebelum mendata beberapa
indikator
organisasi khusus dari peningkatan budaya keselamatan, pengaruh faktor lingkungan dan internal organisasi terhadap budaya keselamatan organisasi didiskusikan berikut ini. Pengaruh dapat dikaji dengan model evaluasi umum dan tujuan tersebut.
6.4.1. Model Evaluasi Umum Gambar 4 menunjukkan model umum untuk kerangka kerja evaluasi penyaringan tingkat tinggi budaya keselamatan. Model tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap budaya keselamatan. Kelebihan potensial dari budaya ini adalah bahwa pertimbangan segera dari berbagai pengaruh terhadap budaya keselamatan dan dapat menunjukkan pertimbangan yang lebih rinci. Walaupun model bersifat kualitatif akan tetapi dapat digunakan sebagai dasar untuk matriks penyaringan sederhana pada sisi kuantitatif. Keterangan tentang bagaimana matrik penyaringan dapat digunakan dapat dilihat dari lampiran IV. Matrik dapat digunakan untuk mengevaluasi diri secara
41
umum
pengaruh-pengaruh saling menguatkan antara berbagai faktor
yang dapat
berakibat kesuksesan pengembangan budaya keselamatan dalam suatu organisasi. Budaya Nasional Lingkungan Pengawas
Lingkungan Bisnis
Budaya Keselamatan
Sejarah Organisasi
Karakteristik Pekerjaan / Teknologi
Lingkungan Organisasi
Karakteristik Pekerja Lingkungan Sosiopolitik
Gambar – 4 : Model evaluasi umum 6.4.2. Indikator Organisasi Spesifik dari Budaya Keselamatan Progresif. Budaya keselamatan tidak muncul dalam lingkungan yang terisolasi dan dipengaruhi oleh iklim atau budaya organisasi yang ada. Adalah penting bahwa adanya budaya organisasi bersifat mendukung keselamatan dan seharusnya mendorong tindakan, perilaku, nilai-nilai, sebagai bagian dari pekerja. Beberapa indikator organisasi budaya keselamatan progresif adalah ♦ Tersebarluasnya tekad para pekerja untuk unjuk kerja yang baik, termasuk kepemimpinan nyata oleh top manajemen: ♦ Unjuk kerja keselamatan yang baik dianggap sebagai tujuan karena sangat penting bagi organisasi dan tidak hanya ditujukan untuk mematuhi persyaratan peraturan; ♦ Penyelidikan terhadap dasar suatu kejadian yang hampir terjadi menjadi pelajaran yang berguna daripada mencari-cari kesalahan; ♦ Komunikasi efektif tentang informasi keselamatan termasuk arah gejala unjuk kerja keselamatan; ♦ Tidak ada kesalahan yang dilimpahkan kepada pekerja yang secara sukarela melaporkan adanya kesalahan; ♦ Tekad untuk evaluasi secara terus menerus dan perbaikan unjuk kerja keselamatan;
42
♦ Adanya program audit teratur dan terorganisasi; ♦ Adanya kesadaran manajerial terhadap budaya keselamatan; ♦ Keterlibatan pekerja dalam aktivitas peningkatan keselamatan; ♦ Tujuan utama organisasi adalah keselamatan dan tidak hanya berpusat pada pembiayaan atau sasaran keuangan; ♦ Alokasi pembiayaan yang tepat dan sumber daya lainnya untuk mendukung keselamatan; ♦ Usaha-usaha positif untuk belajar dari unjuk kerja keselamatan yang dimiliki oleh organisasi luar; ♦ Ukuran–ukuran unjuk kerja keselamatan termasuk pengukuran efektivitas kegiatankegiatan yang berhubungan dengan proses yang mempengaruhi keselamatan dan tidak hanya pengukuran hasil dari efektivitas/proses tersebut. Indikator-indikator tersebut di atas tercantum dalam INSAG–4, sikap-sikap yang terlihat dari dedikasi personal, pemikiran keselamatan dan masalah-masalah perilaku. Indikator yang terlihat merupakan perwujudan dari budaya keselamatan progresif.
7.
Pada
DETEKSI DINI KELEMAHAN-KELEMAHAN BUDAYA KESELAMATAN.
bab-bab
sebelumnya
dijelaskan
tentang
saran-saran
praktis
untuk
pengembangan atau perbaikan budaya keselamatan dalam suatu organisasi maka pada bab ini membahas tentang indikator-indikator kelemahan budaya keselamatan. Seringkali ada waktu tunda antara perkembangan dengan kelemahan-kelemahan tersebut dan dengan kejadian yang mengakibatkan ancaman bagi keselamatan. Kewaspadaan terhadap tanda-tanda peringatan dini memungkinkan tindakan pemulihan dilaksanakan dalam waktu singkat untuk mencegah akibat serius. Badan pengawas mempunyai kepentingan dan legitimasi yang jelas dalam mempertahankan budaya keselamatan dan tidaklah pantas bagi mereka untuk memberlakukan budaya keselamatan, mereka mempunyai peranan penting untuk dilaksanakan yaitu mendorong para organisasi untuk mengidentifikasi, mengerti dan menerapkan langkah-langkah positif guna meningkatkan budaya keselamatan. Pada saat ini banyak sistem pelaksanaan fungsi badan pengawas selalu berpedoman pada umpan balik negatif; sehingga buku ini dapat berguna bagi badan pengawas untuk menfokuskan diri pada praktek pengembangan budaya keselamatan yang kuat.
Akan tetapi juga penting
43
bahwa badan pengawas harus waspada terhadap mulai melemahnya budaya keselamatan dan bab ini memberikan beberapa petunjuk tentang gejala-gejala yang timbul pada saat pelaksanaan tugas pengawasan.
7.1. GEJALA MELEMAHNYA BUDAYA KESELAMATAN Regulator khususnya harus mempertimbangkan gejala-gejala berikut ini ketika menginspeksi pembangkit nuklir/fasilitas lainnya yang dimiliki oleh suatu organisasi. Beberapa gejala berhubungan dengan informasi yang diberikan kepada regulator oleh organisasi yang diinspeksi. Pimpinan dalam organisasi harus memperhatikan secara khusus dalam pemantauan gejala-gejala ini dalam proses pengkajian diri organisasi. Gejala-gejala tersebut dibagi dalam masalah organisasi, hukum, pekerja, dan teknologi. Dalam beberapa hal, diberikan saran–saran tentang bagaimana agar gejala tersebut lebih terlihat.
7.1.1. Masalah Keorganisasian 7.1.1.1.
Tekanan dari Lingkungan Luar.
Banyak organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi dan tekanan pasar yang memaksa untuk mengurangi dasar biaya yang signifikan, terkadang melalui perampingan jumlah tenaga kerja. Dalam beberapa wilayah di dunia perubahan sosial dan politik yang sangat luas telah mempengaruhi perubahan organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan ini menciptakan ketidakpastian dalam organisasi yang mempengaruhi pula pada sikap dan perilaku pribadi. Tujuan dan prioritas organisasi dapat berubah secara bermakna dan ada kemungkinan unjuk kerja dan standar keselamatan dipengaruhi secara negatif. Semua yang terlibat dalam manajemen/peraturan keselamatan harus memperhatikan bagaimana proses perubahan perusahaan tersebut dikelola untuk menjamin bahwa prinsip-prinsip keselamatan yang baik tidak terancam.
7.1.1.2.
Penyelesaian masalah yang tidak tepat.
Gejala–gejala tidak tepatnya penyelesaian masalah dapat mengulang terjadinya krisis, akumulasi tindakan pembetulan, kurangnya prioritas tindakan pemulihan yang dikelola secara efektif dan kegagalan untuk menyelesaikan akar penyebab masalah. Penyelesaian masalah yang tidak tepat dapat menghasilkan meningkatnya situasi beban lebih dan kekurangan sumberdaya yang menyebabkan tingginya tanggapan yang
44
berlebihan terhadap suatu masalah, tanggapan sering berupa pemanggilan berulang atas prosedur yang tidak sesuai untuk ditulis kembali, pelatihan yang harus ditingkatkan atau pekerja yang harus lebih memperhatikan. Akan tetapi dalam praktek hanya sedikit jika ada tindakan pemulihan yang efektif yang diambil. Perencana dan modifikasi peralatan juga menjadi tidak berguna karena perhatian hanya ditujukan untuk memadamkan masalah daripada membahas akar penyebabnya. Masalah yang menjadi besar dapat mengakibatkan adanya perasaan putus harapan daripada pekerja yang menganggap bahwa usaha mereka tidak efektif. Frustasi manajemen pada situasi seperti ini dapat terlihat sebagai meningkatnya kecenderungan untuk membagi kesalahan kepada orang yang menjadi sumber permasalahan.
7.1.1.3.
Ketertutupan Organisasi.
Ketertutupan organisasi dapat menyebabkan menurunnya budaya keselamatan hanya karena menajer yakin bahwa unjuk kerja keselamatan mereka memuaskan dan menjadi puas dengan keadaan tersebut. Manajer tidak mempunyai contoh yang baik/ kesempatan pembelajaran. Keterasingan organisasi dapat bersifat internal. Instalasi dan fasilitas yang dimiliki oleh manajer yang sama seringkali timbul dan menunjukkkan sangat berbeda secara keorganisasian dan gaya operasional serta identifikasinya. Sementara hal ini dapat membantu dalam peningkatan rasa kerjasama yang kuat, semangat kebersamaan dan individualisme yang berguna dalam membentuk kekuatan moral, akan tetapi dapat merupakan unsur yang tidak baik bagi pengaruh budaya keselamatan. Badan pengawas perlu meninjau kembali organisasi dan operasi setiap instalasi dan membandingkan aspek-aspek seperti interaksi dengan instalasi lainnya, pertukaran staf dan informasi penyelesaian masalah secara bersama. Kurangnya komunikasi dan interaksi yang tidak sehat maka badan pengawas harus waspada terhadap tanda-tanda instalasi-instalasi yang “tidak berbicara satu sama lain“ (saling tuding). Sedikit perbedaan dalam gaya pendekatan/pengaturan setempat harus diterima tetapi tujuannya adalah untuk sikap yang konsisten dan terbuka guna diperluas kepada seluruh instalasi dalam suatu kawasan. Akan tetapi tidak dapat secara jelas/nyata bagi badan pengawas/manajemen kawasan jika terdapat perbedaan-perbedaan yang besar, dan ini disebabkan karena kepentingan mereka untuk meninjau kembali dan meluruskan setiap kekurangan antara kawasan/instalasi. Akan lebih mudah bagi regulator untuk melakukan pendekatan standar dan itu menjadi masuk akal secara ekonomis bagi
45
pemanfaat untuk berfungsi sebagai salah satu keluarga, dan mendapat keuntungan dari pengumpulan ide dan sumber-sumber daya. Keadaan ini merupakan tuntutan adanya penyelidikan lebih lanjut oleh badan pengawas untuk menjamin bahwa adanya keterbukaan dan gaya keorganisasian dua arah yang muncul secara teratur antara fasilitas–fasilitas dalam wilayah kekuasaan hukumnya.
7.1.1.4.
Keterbukaan
Komunikasi yang jujur dan keterbukaan antara badan pengawas dan perwakilan organisasi sangat penting, jika badan pengawas ingin dimampukan mengkaji dan mengevaluasi budaya keselamatan. Kesulitan
dalam memperoleh informasi adalah
tanda bahwa ada kelemahan dalam budaya keselamatan. Suatu organisasi berjuang untuk meningkatkan dan mengembangkan budaya keselamatannya harus mau membagi pengalaman dengan yang lain sebagaimana juga menggunakan pengalaman organisasi orang lain untuk meningkatkan keselamatan mereka sendiri. Dengan adanya kelonggaran peraturan dan peningkatan persaingan maka ada kecenderungan untuk membatasi informasi karena alasan-alasan komersial. Hal ini tidak boleh dilaksanakan karena akan merusak komunikasi terbuka Peningkatan permintaan informasi
antara badan pengawas dan organisasi.
yang diberlakukan sebagai sifat rahasia secara
komersial dapat menjadi pertanda awal adanya penghalang bagi pertukaran informasi yang saling menguntungkan dan kesempatan untuk berbagi pembelajaran yang dilakukan sehingga segera dapat menurunkan budaya keselamatan. Pembatasanpembatasan ini juga menjadi lebih luas terhadap keterbukaan organisasi dalam berperan serta dan memberikan sumbang saran dan inisiatif pertukaran internasional.
7.1.2. 7.1.2.1.
Masalah –Masalah hukum dan Pengawasan. Tindakan Pembetulan.
Satu dari tanda-tanda mulai melemahnya budaya keselamatan adalah bukti tindakan korektif yang terakumulasi yang belum dapat diselesaikan. Keberadaan program pengkajian diri yang efektif, analisis akar masalah dan tindakan pembetulan adalah indikasi positif budaya keselamatan yang baik. Pengukuran jumlah tindakan pembetulan yang dibuka adalah indikator yang baik bagi efektifitas manajerial umum dan pengorganisasian kerja, penempatan prioritas dan pemantauan kemajuan penerapannya. Hal ini sangat penting ketika terjadi tindakan pembetulan yang
46
berhubungan
dengan
keselamatan.
Banyak
organisasi
memelihara
database
pembetulan dan mengumpulkannya menjadi suatu indeks untuk menunjukkan status tindakan pembetulan. Lampiran V adalah contoh bentuk indeks yang memperhitungkan jumlah tindakan pembetulan dan periode waktu tetap terbukanya tindakan korektif tersebut.
7.1.2.2.
Pola Masalah
Bagian dari pemantauan kesesuaian dan pemeriksan status instalasi biasanya yang dilakukan oleh badan pengawas adalah pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Dengan menyusun informasi tersebut menjadi kategori penentuan maka mungkin dilakukan untuk membuat profil atau pola situasi yang sama sebagai kesimpulan awal yang dapat dibuat. Sejumlah kategori yang dibuat tergantung pada sistem yang tersedia bagi informasi yang dilaporkan dan dianalisis. Akan tetapi sebaiknya dibuat daftar sifatsifat budaya keselamatan yang sederhana berdasarkan pada misalnya INSAG–4 terhadap data yang dilaporkan/kejadian yang diamati dan tercatat. Pengumpulan seperti ini dapat disusun menjadi daerah kejadian berulang/pola wilayah masalah dengan disertai penyelidikan lebih lanjut tentang penyebabnya. Pengulangan masalah biasanya menunjukkan bahwa karena masalah tidak diidentifikasi dengan benar dan apapun tindakan pembetulan yang dilakukan tidak tepat. Informasi dapat dikumpulkan dari dari sumber formal maupun informal dan jika perlu dapat dicross cek untuk validasi ketepatannya. Pengumpulan data dan metode analisis dapat digunakan untuk membuat informasi ”arah gejala“ yang menunjukkan tingkat unjuk kerja yang dilakukan dari bagian/grup, atau departemen dalam instalasi tersebut. Jika terdapat indikator unjuk kerja yang salah maka tren dapat memberikan peringatan kepada badan pengawas terhadap daerah yang ditinjau berdasarkan informasi yang berasal dari instalasi.
7.1.2.3.
Ketidaktepatan Prosedural .
Dokumentasi adalah urat nadi suatu organisasi dan permintaan persyaratan hukum yang dapat diterima secara kualitas dan isinya. Juga perlu diperhatikan bahwa dokumentasi keselamatan harus sesuai dengan situasi yang sebenarnya dan tetap terjaga dan selalu diperbarui. Audit jaminan kualitas normal dan pemeriksaan biasanya mencakup syarat tersebut, tetapi hal tersebut tidak dilaksanakan cukup sering untuk memantau status review dan revisi sehari–hari.
47
Unsur penting dari keselamatan adalah para pekerja yang percaya pada prosedur dan menggunakannya dengan benar. Akan tetapi juga penting bahwa pengertian badan pengawas terhadap sistem tinjauan dokumentasi rutin dan bahwa setiap kekeliruan dideteksi
pada tahap awal. Kekeliruan untuk mendeteksi dan memperbaiki situasi
abnormal yang berhubungan
dengan prosedur, dll akan mengakibatkan pekerja
instalasi mengabaikan perintah, kehilangan kepercayaan terhadap persyaratan terdokumentasi dan mungkin mengambil tindakan sepihak dan tidak aman. Tumpang tindih antara tanggal review dan revisi menyebabkan budaya keselamatan yang buruk dan juga menunjukkan kelemahan pada sisi lain misalnya pengelolaan, kendali bentuk/ susunan, sumberdaya dan pengambilan keputusan keselamatan. Hal ini juga mempengaruhi
moral sebagai pekerja yang memandang bahwa jika dokumentasi
diabaikan, maka bagian yang lainpun juga akan demikian. Oleh karena itu Badan pengawas harus memantau sesering mungkin tidak hanya kualitas
penyampaiannya,
format
dan
ketersediaan
dokumentasi
tetapi
juga
menegakkan adanya daftar review, laporan status saat ini dan penundaan. Daftar ini kemudian dapat diperiksa di tempat dengan inspeksi prosedur secara acak, dll untuk memastikan bahwa apa yang telah direvisi dan dilaporkan dan sistem review itu benar. Sejumlah dokumen yang telah melampaui tanggal reviewnya menunjukan kelemahan pengelolaan dokumentasi yang bermakna dan memerlukan campur tangan badan pengawas dengan segera.
7.1.2.4.
Kualitas Analisis Masalah dan Perubahan
Badan pengawas harus meyakinkan bahwa setiap analisis yang dilakukan pada instalasi menganut sistem yang sistematis dan dapat diaudit yang akan menjamin bahwa telah digunakan metode tepat, validasi dan solusi tepat yang terdifinisi. Terlalu sering proses tersebut diabaikan sehingga mengakibatkan identifikasi masalah tidak tepat, kekurangan sumberdaya dan pengetahuan atau keterbatasan waktu dapat memicu pada tindakan yang tidak tepat. Terkadang sulit bagi badan pengawas untuk menentukan efektifitas analisis, kecuali badan pengawas melakukan analisis awal yang mungkin tidak praktis. Sebelum persetujuan modifikasi instalasi, badan pengawas biasanya meminta presentasi justifikasi keselamatan dan ini harus dicocokkan dengan persyaratan sebelumnya yang telah ditetapkan oleh badan pengawas. Biasanya disertai dengan filosofi, pernyataan masalah, tindakan yang akan diajukan, alasan dan review terpisah dari pengguna.
48
Menganalisis akar penyebab harus dilakukan untuk menjamin bahwa penyebab masalah sebenarnya teridentifikasi. Bukti ketepatan analisis ini dapat segera diperiksa oleh badan pengawas melalui pemantauan kejadian masalah yang sama. Penetapan kelompok analisis dan review pada instalasi dengan tingkat kualifikasi dan pengalaman yang tepat akan mendatangkan kepercayaan dalam proses analisis. Akan tetapi penting juga bagi badan pengawas untuk memeriksa secara teratur bahwa kelompok ini tetap pada tempatnya. Pelatihan dan penunjukan demonstrasi analisis akar penyebab harus juga diperlukan oleh badan pengawas. Untuk memantau ketepatan, badan pengawas harus melakukan pemeriksaan teratur terhadap komposisi group dan pemeriksaan acak terhadap analisis akar penyebab yang dilakukan oleh grup tersebut. Dapat juga dimungkinkan badan pengawas memeriksa para pengguna fasilitas lebih dari satu tempat yang merupakan utusan dari instalasi untuk mengidentifikasi setiap penyimpangan ketidaksesuaian serius dalam teknik analisis dan review. Dalam semua hal penekanan harus diberikan pada asumsi sistematis dan konservatif yang dihubungkan dengan risiko dan kriteria keselamatan yang diterima. Prinsip-prinsip dasar budaya keselamatan dengan pendekatan yang ketat dan bijaksana, permasalahan sikap dan komunikasi – mendasari kebutuhan bagi semua penyelesaian masalah keselamatan dan analisis akar penyebab yang dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai kemungkinan akibatnya. Mengingat perhatian harus diberikan kepada modifikasi instalasi teknis, hal yang sama tidak selalu benar untuk perubahan sistem keorganisasian. Tetapi yang terakhir ini (perubahan sistem keorganisasian) mungkin mempunyai akibat yang sangat serius bagi kemampuan organisasi untuk mengembangkan budaya keselamatan yang benar. Analisis kualitas yang tinggi biasanya juga memerlukan pendekatan terintegrasi yaitu pandangan yang lebih luas terhadap keselamatan dan pengetahuan tentang perlunya analisis terintegrasi dengan keterlibatan para ahli dari berbagai bidang. Agar lebih proaktif maka analisis yang dilakukan harus selalu mempertimbangkan pandangan jangka panjang.
7.1.2.5.
Kekurangan atau Kegagalan Tinjauan Keselamatan nuklir independen.
Untuk semua proposal dan modifikasi
yang berhubungan dengan keselamatan,
maka perlu dilaksanakan pengkajian keselamatan nuklir independen oleh orang-orang yang tidak melakukan pekerjaan modifikasi. Dalam budaya keselamatan yang sehat,
49
pengkajian ini akan selalu terdokumentasi penuh dan diperiksa metodologinya, perhitungan dan teknis, validitas dan keabsahan dan ketepatannya menggunakan prosedur yang disetujui. Sebagaimana juga penyediaan bukti-bukti bahwa budaya keselamatan secara terus menerus membuat dokumentasi sesuai dengan standar aturan, Badan pengawas dan pemegang izin akan puas jika ada tekad yang terus menerus untuk pembuatan dokumentasi keselamatan independen yang berkualitas tinggi, bahwa semua pemeriksaan yang dilakukan telah dilaksanakan secara teratur, bahwa pengkajian taat asas/konsisten dengan level perubahan yang diinginkan, dan bahwa para peninjau ulang benar-benar mengetahui implikasi proposal. Badan pengawas dan pemegang izin harus pula puas terhadap tindakan yang diambil untuk memberikan jaminan bahwa proposal benar-benar diterapkan secara aktual.
7.1.2.6.
Ketidaksesuaian Kenyataan.
Budaya keselamatan yang dikembangkan dengan baik akan selalu konsisten dengan sifat-sifat masalah keselamatan dan keadaan instalasi. Apa yang dimaksud dengan hal ini pada prakteknya adalah bahwa keadaan dan susunan instalasi akan selalu sesuai dengan pernyataan tentang hal keselamatan dan kondisi instalasi akan selalu mendukung dan meningkatkan persyaratan keselamatan. Dengan kata lain, kondisi, susunan dan keadaan instalasi harus setiap saat konsisten dengan pernyataan yang dibuat dari segi keselamatan dan bahwa klaim yang diperlukan dalam mendukung masalah keselamatan yang realistis/tidak masuk akal tidak boleh dimasukkan dalam instalasi/personil. Budaya keselamatan dengan baik akan segera mengingatkan manajemen instalasi untuk melakukan pemeriksaan
kesesuaian atas diri mereka
sendiri, di mana pada budaya keselamatan yang kurang dikembangkan dengan baik biasanya akan menghasilkan pemeriksaan konsistensi tersebut dipaksakan oleh Badan Pengawas. Pemeriksaan yang sesuai dapat dilakukan berdasarkan ruangan, sistem, fungsi demi fungsi sesuai dengan perintah yang dibuat dalam hal keselamatan. Pertama, Badan pengawas harus memperhatikan bahwa pemegang izin tidak melakukan cross cek, hal ini dapat menunjukkan kekurangan komitmen. Yang kedua, keteledoran ini menunjukkan bahwa komunikasi dan kerjasama dalam organisasi operasional tidak berkembang dengan baik. Yang ketiga, situasi seperti ini tidak hanya memberikan beban yang wajar terhadap badan pengawas, tetapi cenderung menunjukkan bahwa pemegang izin tidak memiliki budaya pembelajaran sehingga kemudian menjadi masalah utama.
50
7.1.2.7.
Pelanggaran-pelanggaran.
Ketidakpatuhan (pelanggaran) biasanya dicatat oleh sebagian besar pemegang izin dalam derajat yang bervariasi, yang berhubungan dengan pelanggaran aturan pengoperasian dan perintah operasi. Laporan tersebut dapat menjadi variabel kualitas dan rinciannya harus diberitahukan kepada badan pengawas yang relevan. Tidak hanya pelanggaran–pelanggaran tersebut memberikan pandangan yang luas terhadap unjuk kerja operasional dan antardepartemen kepatuhan setiap organisasi, juga menjadi tempat yang baik untuk penyelidikan masalah umum dan khusus, tetapi juga menunjukkan bahwa pemegang izin juga memiliki instalasi yang jauh berbeda dengan instalasi pemegang izin lainnya. Perlu diketahui bahwa ada beberapa perbedaan penting antara tingkat pelaporan dan kriteria yang ada antarnegara namun demikian mungkin bagi pemegang izin untuk mengambil contoh yang baik sehubungan dengan pemegang izin lainnya dengan kelas yang sama yaitu para pemegang izin yang mengoperasikan instalasi yang sama dengan umur yang sama. Contoh baik tersebut dapat memberikan pandangan yang berharga terhadap kesuksesan pemegang izin dalam mengelola hubungannya sebagai petunjuk bahwa budaya keselamatan tetap dipertahankan seiring dengan evolusi suatu organisasi. Sebagai contoh jika pemegang izin mempunyai instalasi yang mirip dari segi rencana, umur dan masa operasi dengan pemilik instalasi izin lainnya, bahkan walaupun ada laporan perbedaannya, mengalami tingkat insiden ketidakpatuhan yang tinggi dan tidak proporsional dibandingkan dengan instalasi yang sama di tempat lain, maka kasus ini menjadi penyidikan bagi pengembangan izin dan badan pengawas. Penyidikan minimal tersebut harus memperhitungkan perbedaan yang tampak dengan instalasi pembanding. Hal ini menunjukkan adanya budaya pembelajaran dan budaya keselamatan yang kuat pada bidang kerja. Demikian pula akan memberikan bahan dasar bagi tindakan pembetulan yang dilakukan yang berasal dari hasil penelitian tersebut sehingga memenuhi persyaratan peningkatan secara terus menerus dan terpenuhinya ambisi untuk tetap berada pada komunitas nuklir di garis depan.
7.1.2.8.
Permintaan Berulang untuk Pengecualian dari Persyaratan Pengawas.
Permintaan berulang untuk pengecualian dari persyaratan pengawas dibuat, khususnya sebelum mulai kembali setelah instalasi dalam keadaan non aktif terencana. Permintaan yang sering akan sering memicu tinjauan ketepatan persyaratan peraturan/
51
menimbulkan pertanyaan
apakah prioritas produksi terlalu ditekankan sehingga
merusak keselamatan. Hal yang terakhir dapat merupakan tanda melemahnya budaya keselamatan. Tatkala permohonan untuk perkecualian dibuat pada menit terakhir, badan pengawas menempatkan posisi yang tidak dapat dihindari untuk mencegah mulainya produksi, sehubungan dengan dampak ekonomi, daripada memfokuskan diri dengan perencanaan organisasi yang tidak tepat dan pelaksanaan kerja yang tepat. Yang terakhir ini adalah tanda (perencanaan organisasi yang tidak tepat dan pelaksanaan kerja yang tidak tepat) merupakan kelemahan budaya organisasi yang berakibat buruk pada keselamatan.
7.1.3. 7.1.3.1.
Masalah Pekerja. Jam Kerja Yang Berlebihan.
Faktor yang signifikan menurunkan unjuk kerja personil adalah kelelahan. Budaya keselamatan bertumpu pada keluaran optimal pada daerah yang ditinjau, sikap ingin tahu, kerajinan dan kesesuaian kerja. Akan tetapi hal tersebut dapat diperburuk oleh pekerja yang lelah dan stres. Jam-jam kerja harus dibuat dan diatur untuk memungkinkan orang-orang melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka dalam waktu tertentu tanpa adanya tekanan yang dapat memicu akibat-akibat yang tidak diinginkan dan tidak aman. Peralihan dari jam kerja normal ke jam kerja tambahan dapat diterima sebagai bagian dari kehidupan industri, tetapi kelebihan jam kerja yang terus menerus dapat menjadikan masalah keselamatan dan sayang sekali hal ini sering sekali terjadi. Badan pengawas dapat memeriksa jam kerja staf baik staf tetap maupun kontraktor guna memantau daya penerimaan/toleransi waktu lebih dan untuk mengidentifikasi kasus-kasus kelebihan jam kerja. Banyak kejadian yang dipengaruhi oleh kelelahan dan stres seseorang sebagai penyebabnya, hal ini perlu diidentifikasi dan dianalisis oleh badan pengawas sebagai kategori kejadian yang sering. Pelanggaran kelebihan jam kerja menunjukkan kepada badan pengawas bahwa jenjang sumberdaya perencanaan kerja perlu diselidiki. Potensial kelebihan jam kerja meningkat tajam pada periode tidak beroperasi, dan jika digabungkan dengan keadaan tekanan menghadiri pertemuan/rapat dan stres fisik sering dialami dalam kondisi tak bekerja, dapat menyebabkan penurunan budaya keselamatan yang drastis.
52
7.1.3.2.
Jumlah Orang Yang Tidak Menyelesaikan Pelatihan yang Tepat.
Pelatihan mempunyai peranan integral dalam budaya keselamatan suatu organisasi, dan badan pengawas ingin meyakinkan adanya perhatian yang tepat kepada kualitas dan ketersediaan keterangan
program-program pelatihan. Aspek-aspek ini dapat diperiksa dari
badan operasional dengan pengujian dan penerimaan pelatihan yang
diperkirakan untuk badan pengawasan. Akan tetapi, kehadiran dan unjuk kerja staf pada sisi pelatihan perlu dipantau secara terus menerus. Pemeriksaan rutin pada status jam pelatihan dan hasil pelatihan mudah dilakukan dengan pengujian dan tatkala ini dimasukkan ke dalam pola yang diambil dari analisis bidang budaya keselamatan yang lain, maka akan memberikan petunjuk tambahan tentang tingkat komitmen staf dan pimpinan. Informasi ini jika dikembangkan dengan hasil analisis kejadian pada kelompok atau departemen tertentu yang ditinjau, akan diperoleh bukti pendukung kepada badan pengawas tentang penyelidikan lebih lanjut dan tindakan pembetulan yang ditargetkan diperlukan dalam bidang pelatihan.
7.1.3.3.
Kegagalan
Dalam
Pemanfatan
Orang
yang
Berpengalaman
dan
Berkualitas. Semua pengoperasian instalasi nuklir harus dilaksanakan oleh orang yang berpengalaman dan berkualitas. Ini merupakan persyaratan mendasar walaupun kondisi izin pada banyak masa operasi tidak selalu dapat terpenuhi dalam prakteknya. Kegagalan seperti ini cenderung menunjukkan bahwa dalam laporan kejadian dan kecelakaan menunjukkan perlunya ada pelatihan/pelatihan ulang bagi personil. Kesesuaian kualitas pengalaman seseorang dapat segera diidentifikasi dan direkrut dengan hati-hati sesuai dengan definisi dan kebutuhan pekerjaan yang diberikan. Pendekatan proaktif ini termasuk identifikasi prinsip tugas dan tanggung jawab pekerja. Sifat-sifat tugas yang akan dilaksanakan dan persiapan pola–pola garis besar jabatan yang diperlukan agar pelaksanaan tugas dilaksanakan secara efektif. Budaya keselamatan yang buruk tidak akan tersedia pola kerja dan sifat-sifatnya yang tidak eksplisit. Budaya keselamatan yang baik tidak hanya memiliki dasar-dasar sistem yang handal, tetapi juga selalu disertai dengan adanya umpan balik setiap kejadian (inside) yang angat penting untuk mengidentifikasi setiap kekurangan personil dan memasukkan dalam prosedur pemilihan dan pengarahan tenaga kerja untuk masa mendatang sesuai dengan kebutuhan. Kehadiran yang yang tidak sesuai dan tidak berpengalaman dapat
53
segera diketahui
dalam pemeriksaan persyaratan pengalaman
dan pengetahuan
terhadap keahlian dasar, pengetahuan dan kemampuan pelaksanaan tugas yang ada. Pemeriksaan tersebut dapat dilaksanakan dengan
analisis tugas, pekerjaan dan
keahlian. Penerapan pendekatan pelatihan sistematis menunjukkan adanya peningkatan budaya keselamatan yang kuat dalam pelatihan sistematis menunjukkan adanya peningkatan budaya keselamatan yang kuat dalam pelatihan dan akan berdampak baik terhadap dayaguna masa depan lembaga operasional.
7.1.3.4.
Pengertian Terhadap Uraian Tugas.
Biasanya dalam budaya keselamatan yang buruk, beberapa individu tidak sepenuhnya menyadari persyaratan–persyaratan, tanggung jawab dan tugas tugas secara menyeluruh dari pekerjaannya. Hal ini terjadi karena uraian tugas tidak disiapkan dengan benar atau karena mereka belum diberitahu tentang harapan atasannya. Pada kasus lainnya ada perbedaan yang sangat menyolok antara harapan atasan dengan harapan pekerja/bawahan. Guna memastikan keadaan yang tidak berhubungan dengan budaya keselamatan, maka pemegang izin memasukkan unsur-unsur keselamatan ke dalam uraian tugas yang bersesuaian. Badan pengawas kemudian harus membuktikan bahwa ada hubungan satu-satu antara pekerja dengan tanggung jawabnya, pemegang izin harus mampu membuktikan bahwa pekerja benar-benar mengerti persyaratanpersyaratan tugasnya seperti didefinisikan oleh pemegang izin. Pada tahap awal konfirmasi tersebut dapat dilakukan dengan penyerahkan form sederhana yang menyatakan bahwa pekerja telah menerima, menyetujui dan mengerti uraian tugasnya dan bahwa pemegang izin (pimpinan) percaya bahwa pekerja mengerti uraian tugasnya dan persyaratan umum yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tersebut. Hal ini juga perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan konfirmasi. Sebagai contoh, pelaksana tugas utama akan ditanya garis besar tugasnya dan menunjukkan kemampuannya, keahlian, pengetahuan, latar belakang dan pengalamannya, dan kemudian akan dievaluasi terhadap uraian tugas yang disiapkan. Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan oleh badan pengawas dengan mencari konfirmasi kesesuaian antara uraian tugas dengan pelaksana tugasnya yang dievaluasi oleh lembaga dari luar, misalnya operator fasilitas sejenis dan atau oleh pelatihan/rekrutmen.
54
7.1.3.5. Pekerjaan Kontraktor. Munculnya kecenderungan dalam pemeliharaan instalasi dan pendukungnya menyebabkan meningkatnya pekerjaan kontraktor untuk menggantikan instalasi yang mempekerjakan personil internal. Di satu pihak kebijakan ini menguntungkan pembiayaan bagi fasilitas, di pihak lain kebijakan ini merugikan bagi aspek keselamatan, baik secara langsung karena rendahnya standar atau secara tidak langsung yaitu dampak terhadap pekerja tetap instalasi atau personil internal. Kendali dan pengawasan pekerja kontraktor seringkali lebih longgar dibandingkan dengan personil internal. Badan pengawas dapat memantau keadaan dengan pemeriksaan teratur terhadap perilaku kontraktor, analisis laporan unjuk kerja kontraktor, inspeksi di tempat (inspeksi fasilitas) dan review catatan kontraktor Trend dan analisis kejadian atau analisis masalah dapat mengungkap keterlibatan dan kekurangan kontraktor. Akan tetapi badan pengawas harus benar-benar sadar pada tahap awal keinginan fasilitas untuk mempekerjakan kontraktor. Pemeriksaan spesifikasi kontrak dan kondisi kontrak sebelum kontrak diberikan, memungkinkan badan pengawas untuk menentukan ketepatan kecukupan keselamatan, bantuan pengawasan dan pelatihan dan juga memerlukan beberapa perubahan kontrak. Salah satu masalah yang berkaitan pekerjaan kontraktor adalah pengaruh pada pekerja tetap yang merasa terancam, tidak aman dan marah, sehingga dapat berdampak negatif terhadap unjuk kerja keselamatan mereka. Setiap perubahan kebijakan kontraktor atau menurunnya unjuk kerja yang disebabkan oleh keterlibatan kontraktor, perlu diidentifikasi sesegera mungkin oleh badan pengawas sehingga tindakan pemulihan dapat dilaksanakan dengan baik
7.1.4 Masalah-Masalah Teknologi Kondisi fasilitas dapat dijadikan wawasan yang berguna untuk kesehatan umum budaya keselamatan organisasi. Telah lama diketahui bahwa standar kebersihan yang kurang baik merupakan indikator perilaku dan sikap yang tidak mendukung pengembangan budaya keselamatan yang baik. Indikasi lainnya adalah kurangnya perhatian terhadap peralatan yang malfungsi yang tidak diperbaiki, keterlambatan pekerjaan pemeliharaan atau kurangnya informasi tercatat dan sistem kearsipan. Kekurangan-kekurangan ini akan meluas jika dikelola tidak tepat dan tidak ada perhatian pengawasan terhadap masalah keselamatan dan seringkali ditunjukkan oleh ketiadaan pengkajian diri dan perintah inspeksi diri yang obyektif. Kekurangan–kekurangan
55
tersebut dapat merusak kepercayaan setiap organisasi yang bertekad
terhadap
keselamatan.
7.2.
REVITALISASI PELEMAHAN BUDAYA KESELAMATAN
Deteksi masalah secara dini akan memberikan diagnosa lebih awal dan penerapan tindakan pemulihan menjadi efektif. Pucuk pimpinan harus bertekad (komitmen) untuk menstabilkan situasi dengan menunjukkan kepemimpinannya dan bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Adalah penting untuk memperkuat kembali pengendalian efektif terhadap misi keselamatan dan menerapkan tindakan pemulihan efektif ketika dihadapkan dengan melemahnya budaya keselamatan. Gebrakan tindakan pemulihan yang menonjol dapat menyebabkan perasaan gegabah terhadap kesuksesan dan mengabaikan pengendalian. Manajemen harus menekankan bahwa keselamatan harus diutamakan
dibandingkan
dengan
tujuan-tujuan
produksi.
Pengenalan
sistem
pengukuran unjuk kerja keselamatan berdasarkan pada indikator budaya keselamatan progresif (lihat Bab 6.4.2.) akan membantu memusatkan kembali upaya-upaya keselamatan organisasi pada arah yang benar.
8.
KESIMPULAN AKHIR.
Tidak ada resep yang tetap dan tepat untuk mengembangkan budaya keselamatan yang kuat, akan tetapi persyaratan awalnya adalah tekad yang kuat dan murni dari pucuk pimpinan suatu organisasi untuk meningkatkan keselamatan. Apabila tekad ini ada, maka rekomendasi terbaik adalah melaksanakan sesuatu yang nyata dan dapat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan, terutama melibatkan pekerja sejak dari awal.
Pilihan untuk melaksanakan peningkatan budaya keselamatan harus selalu
memperhatikan budaya nasional dan keorganisasian yang ada untuk menjamin penetapan yang efektif. Nilai pentingnya proses pembelajaran telah ditekankan pada laporan ini. Suatu mekanisme diperlukan
untuk menjamin bahwa tersebarluasnya
pengalaman dan praktek internasional untuk mengembangkan budaya keselamatan yang kuat secara teratur dan sesering mungkin. Pemeliharaan dan peningkatan budaya keselamatan adalah evolusi yang terus menerus ada indikator untuk mengkaji kemajuan positif dalam evolusi ini dan untuk mendeteksi melemahnya budaya keselamatan. Harus dilakukan pengaktifan publikasi dan layanan yang berhubungan dengan budaya keselamatan yang tersedia misalnya
56
oleh IAEA.
Jika tidak mungkin untuk mengatur semua antardepartemen budaya
keselamatan, maka peranan badan pengawas sangat penting untuk menetapkan dan membantu perkembangan sikap budaya keselamatan dalam fasilitas-fasilitas di bawah kekuasaan hukumnya.
Lampiran – I : PRAKTEK YANG DITERAPKAN UNTUK PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN YANG TIDAK DISEBUTKAN DALAM INSAG–4.
SISTEM DAN PROSES ♦ Pemanfaatan sistem informasi elektronik untuk mempermudah informasi dan data tersebar luas dan mudah diperoleh. ♦ Upaya-upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja. ♦ Dukungan teknis dan tenaga teknis yang kuat untuk mencapai peningkatan keselamatan. BUDAYA KEORGANISASIAN ♦ Melakukan sesuatu yang benar, tidak karena sesuatu tersebut syarat. ♦ Menghargai teknologi nuklir. ♦ Pandangan yang luas terhadap keselamatan – termasuk aspek-aspek radiologis, industri, lingkungan dan nuklir. KEPEMIMPINAN ♦ Bersedia mendengarkan untuk dimengerti. ♦ Berpandangan bahwa pelatihan adalah modal dan bukan biaya.
57
Lampiran II : PERTANYAN PERTANYAAN KUNCI UNTUK BAHAN DISKUSI ♦ Apakah yang dimaksud dengan “ Budaya Keselamatan “ ? ♦ Apakah prioritas–prioritas utama dan prinsip-prinsip dan tindakan–tindakan yang terpenting ? ♦ Apa praktek pelaksanaan yang merupakan contoh budaya keselamatan ? ♦ Bagaimana hubungan budaya keselamatan
dengan tujuan produktivitas dan
semangat organisasi dan mengapa hubungan ini sangat penting ? ♦ Apa yang dapat dilakukan untuk menjadikan Budaya Keselamatan menjadi efektif ? ♦ Bagaimana Budaya Keselamatan dapat tetap hidup dalam organisasi ? ♦ Bagaimana kita mencapai sikap-sikap, nilai-nilai dan perilaku yang mendukung budaya keselamatan ? ♦ Bagaimana kita mengkaji perubahan budaya keselamatan ? ♦ Bagaimana strategi badan pengawas dan strategi pemerintah
mempengaruhi
budaya keselamatan ? Catatan: Daftar lebih rinci pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dilihat pada INSAG – 4 ( 3 ).
Lampiran III : ANTARDEPARTEMEN FASILITATOR YANG BAIK ♦ Dihormati oleh rekan sejawat, dan sebaiknya dipercaya oleh mereka. ♦ Bermotivasi tinggi, mau menerima tantangan dan mau belajar. ♦ Memberikan contoh nilai-nilai keorganisasian. ♦ Menunjukkan tekad pribadi yang kuat terhadap visi organisasi. ♦ Terbuka, tulus hati, mau menghargai pendapat orang lain. ♦ Pelaksana kerja berkualitas tinggi ♦ Menunjukkan pengalaman fasilitasi yang diinginkan ♦ Menunjukkan kemampuan yang efektif pada situasi yang tidak menentu. ♦ Berpenampilan baik dan berkeahlian dalam berbicara didepan publik. ♦ Menunjukkan keluwesan dan rasa humor. ♦ Bersedia meluangkan waktu dan energi untuk mencapai kesuksesan tugas sebagai
58
fasilitator. ♦ Mempunyai pengetahuan bisnis, organisasi dan hubungan pekerja. ♦ Mau mengadakan perjalanan jika diperlukan untuk memfasilitasi kelompok. ♦ Memiliki perasaan keamanan personal dan keberanian dalam menghadapi tantangan dan risiko. ♦ Menunjukkan kemampuan dan keinginan untuk belajar tentang “dinamika manusia dan keorganisasian“ dan “perubahan“ untuk membantu sesamanya.
Catatan : ♦ Tidak ada seseorang fasilitatorpun yang dapat memenuhi semua antardepartemen tersebut di atas. ♦ Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator harus mendapat pelatihan ♦ Dalam beberapa organisasi, manajer berperan sebagai fasilitator. ♦ Sebagian besar dari antardepartemen di atas juga diperlukan bagi seorang pemimpin.
59
Lampiran IV : MATRIKS SARINGAN BUDAYA KESELAMATAN
IV.1. : PENILAIAN FAKTOR–FAKTOR DAMPAK POTENSIAL TINGGI BAGI BUDAYA KESELAMATAN. Berikut ini adalah petunjuk untuk penilaian faktor pengaruh. Petunjuk ini hanya sebagai acuan saja dan harus disertai oleh justifikasi personal berdasarkan pengalaman dan pengamatan. Faktor Pengaruh Lingkungan Bisnis
Lingkungan Perundangundangan
Lingkungan Keorganisasian
Sejarah Organisasi
Kecenderungan
Kriteria penilaian
Positif
♦ Dipandang sebagai bisnis yang sukses dan menguntungkan ♦ Pasar saham yang stabil atau berkembang
Negatif
♦ Bisnis yang merugikan ♦ Pasar saham mengalami ancaman karena persaingan
Positif
♦ Kerangka perundang-undangan matang dan berdiri kokoh. ♦ Badan pengawas yang berpengalaman
Negatif
♦ Mengalami kelonggaran peraturan ♦ Badan pengawas yang berpengalaman
Positif
♦ Perubahan pengelolaan yang berpengalaman. ♦ Komunikasi yang baik ♦ Tujuan yang tertata rapih ♦ Peran serta pekerja ♦ Adanya kepemimpinan yang nyata
Negatif
♦ ♦ ♦ ♦
Positif
♦ Pengalaman jangka panjang (> 20 th) dalam industri nuklir. ♦ Tidak ada pengambilalihan/reorganisasi ♦ Terkenal di dunia internasional
Negatif
♦ Terbatasnya pengalaman industri nuklir ♦ Seringkalinya mengalami pengambilalihan dan reorganisasi ♦ Berusaha merubah budaya keorganisasian.
Pengelolaan yang tidak berpengalaman Komunikasi yang kurang baik Kurangnya keterlibatan pekerja Tidak adanya komitmen keselamatan dari pucuk pimpinan
60
Sifat-sifat pekerja
Sifat-sifat Teknologi
Budaya Nasional
Lingkungan Sosial Politik
Positif
♦ Fleksibel (luwes) ♦ Terlatih/pelatihan berdasarkan kemampuan ♦ Berpengalaman dalam kerja tim ♦ Latar belakang pendidikan yang layak ♦ Tenaga kerja diambil dari lingkungan sekitar
Negatif
♦ ♦ ♦ ♦ ♦
Positif
♦ Teknologi yang matang ♦ Ragam teknis keselamatan disatukan dalam perencanaan. ♦ Hanya sedikit diperlukan modifikasi ♦ Bersifat ergonomis (menunjang keselamatan kerja) ♦ Handal.
Negatif
♦ Teknologi yang tidak matang ♦ Teknologi yang usang ♦ Tidak baiknya perencanaan dalam perspektif keselamatan ♦ Terus menerus mengalami modifikasi ♦ Tidak ergonomis ♦ Tidak handal ♦ Berakibat buruk jika terjadi kesalahan
Positif
♦ Etos tanggung jawab seseorang ♦ Tidak ada kesombongan status ♦ Adanya pertentangan sikap
Negatif
♦ Orientasi hierarki ♦ Tidak ada pertentangan sikap ♦ Terlalu peka terhadap kritik
Positif
♦ ♦ ♦ ♦ ♦
Negatif
♦ Mudah berubah ♦ Perundang-undangan yang tidak matang ♦ Pengekangan anggaran pemerintah yang sangat ketat ♦ Masyarakat yang terpecah belah ♦ Mengalami perubahan besar.
Tidak fleksibel Pelatihan berdasarkan ruang kelas Tidak berpengalaman dalam kerja tim Latar belakang pendidikan kurang Semangat rendah
Stabil Pendanaan yang memadai Institusi yang matang Masyarakat yang bersatu Menghormati hukum
61
IV.2. KRITERIA SKORING SKOR
KRITERIA
5
Semua kecenderungan positif terlihat kuat sekali
4
Semua kecenderungan positif berada pada derajat yang sama
3
Mayoritas kecenderungan positif
2
Mayoritas kecenderungan negatif
1
Mayoritas kecenderungan negatif dengan salah satunya bersifat lebih kuat
0
Semua kecenderungan negatif sangat kuat
IV.3. MATRIKS PENYARINGAN Faktor Pengaruh
Bobot
Lingkungan Bisnis
X2
Lingkungan Perundang-undangan
X2
Lingkungan Keorganisasian
X3
Sejarah Organisasi
X1
Sifat-sifat pekerja
X3
Sifat-sifat teknologi
X2
Budaya Nasional
X2
Lingkungan Sosial Politik
X1
Penilaian
Nilai
Jumlah Nilai
62
IV.4. EVALUASI Jumlah Nilai > 60
Evaluasi Umum Memuaskan
30 – 60
Cenderung ada kelemahan baru yang muncul
< 30
Adanya kelemahan yang tersebunyi
Lampiran V INDEKS TINDAKAN PEMBETULAN Pemberian indeks memungkinkan pelacakan status tindakan pembetulan yang relatif terhadap status pada tanggal awal jika indeks sama dengan 100. Dasar indeks kuantitas dan indeks waktu dihitung berdasarkan waktu terbuka dan jumlah tindakan pembetulan pada tanggal acuan dasar sebagai faktor bobot. Indeks tindakan pembetulan = 100 X √ (indeks kuantitas X indeks waktu) Di mana : Σi Toi x Qi Indeks kuantitas = Σi Toi x Qoi Σi Qoi x Ti Indeks Waktu
= Σi Qoi x Toi
Σi = Jumlah semua tindakan pembetulan dalam data base Toi = Waktu rata-rata di mana tindakan pembetulan dalam database dengan i telah terbuka pada tanggal acuan . Ti = Waktu rata-rata di mana tindakan pembetulan dalam database dengan i telah terbuka pada waktu pengukuran berikutnya Qoi = Jumlah tindakan pembetulan yang terbuka dalam database dengan i sebagai tanggal acuan Qi = Jumlah tindakan pembetulan yang terbuka pada waktu pengukuran berikutnya.
63
CONTOH PENGGUNAAN RUMUS INDEKS TINDAKAN PEMBETULAN Berikut ini adalah contoh yang berdasarkan pada suatu organisasi yang terbagi 2 bagian setiap bagian mempunyai database tindakan pembetulan masing-masing yang mencatat tindakan pembetulan luar biasa dan lama waktu terbukanya. Bulan pertama adalah bulan awal. Divisi A.
Divisi B.
Bulan
Jml Tindakan pem betulan yang terbuka
Rata-2 Lama waktu terbuka ( hari )
Jml tindakan pembe tulan yang terbuka
Rata-2 lama waktu terbuka ( hari ).
1.
10
30
20
45
2.
10
45
20
60
3.
5
45
10
60
4.
5
30
10
45
5.
15
20
25
25
Indeks kuantitas, indeks waktu dan rata-rata jumlah indeks tindakan pembetulan untuk bulan kedua diperhitungkan sebagai berikut : 30 x 10 + 45 x 20 Indeks kuantitas =
=1 30 x 10 + 45 x 20 10 x 45 + 20 x 60
Indeks Waktu
=
=
1,375
10 x 30 + 20 x 45 Indeks Tindakan Pembetulan = 100 x √ (indeks kuantitas X indeks waktu) = 100 x √(1 x 1.375) = 117 Pengulangan perhitungan untuk bulan – bulan berikutnya memberikan hasil sebagai berikut : Bulan
Indeks Kuantitas
Indeks Waktu
Indeks Tindakan Pembetulan
1
1
1
100
2
1
1,375
117
3
0,5
1,375
83
4
0,5
1
71
5
1,314
0,583
88
64
DAFTAR PUSTAKA
[1]
INTERNATIONAL NUCLEAR SAFETY ADVISORY GROUP, Summary report on the Post-Accident Review Meeting on the Chernobyl Accident, Safety Series No. 75-INSAG-1, IAEA, Vienna (1986).
[2]
INTERNATIONAL NUCLEAR SAFETY ADVISORY GROUP, Basic Safety Principles for Nuclear Power Plants, Safety Series No. 75-INSAG-3, IAEA, Vienna (1988).
[3]
INTERNATIONAL NUCLEAR SAFETY ADVISORY GROUP, Safety
Culture,
Safety Series No. 75-INSAG-4, IAEA, Vienna (1991). [4]
INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Convention on Nuclear Safety, Legal Series No. 16, IAEA, Vienna (1994).
[5]
INTERNATIONAL
ATOMIC ENERGY AGENCY, The Safety
of Nuclear
Installations, Safety Series No. 110, IAEA, Vienna (1993). [6]
INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Establishing a National Sistem for Radioactive Waste Management, Safety Series No. 111-S-1, IAEA, Vienna (1995).
[7]
FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS, INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION, OECD NUCLEAR ENERGY AGENCY, PAN AMERICAN HEALTH ORGANIZATION, WORLD HEALTH ORGANIZATION, International Basic Safety Standars for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources, Safety Series No. 115, IAEA, Vienna (1996).
[8]
KOLB, D., Experiental Learning, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ (1984).
[9]
WALTERS, M., Building the Responsive Organization: Using Employee Surveis to Manage Change, McGraw-Hill, New York (1994).
65