Seminar Arsitektur Rezim Nuklir Internasional: Peran Indonesia dalam Konferensi CTBTO”, Surabaya, 2 Oktober 2014
KESELAMATAN DAN KEAMANAN PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR INDONESIA Yaziz Hasan
Biro Hukum, Hubungan Masyarakat, dan Kerja Sama, Badan Tenaga Nuklir Nasional
www.batan.go.id
PENDAHULUAN
Pengembangan program nuklir harus didasarkan pada komitmen hanya untuk tujuan damai, dengan cara yang aman dan selamat, yang mengharuskan adanya infrastruktur nasional yang berkelanjutan yang melibatkan aspek pemerintahan, peraturan perundang-undangan, manajerial, teknologi, sumber daya manusia dan industri sepanjang siklus program nuklir. Unjuk kepatuhan terhadap instrumen hukum internasional, standar keselamatan nuklir yang diterima secara internasional, panduan keamanan nuklir dan persyaratan seifgard (safeguard) sangat penting dalam membangun program nuklir yang bertanggung jawab.
Perencanaan Jangka Panjang Pengembangan program nuklir memerlukan perhatian pada isu-isu kompleks dan saling berhubungan selama waktu lama. Introduksi program nuklir perlu komitmen setidaknya 100 tahun untuk menjamin infrastruktur nasional yang berkelanjutan selama pengoperasian, dekomisioning dan pengelolaan/penyimpanan limbah lestari.
Aspek Keselamatan dan Pengendalian Bahan Nuklir Pilihan meluncurkan program nuklir merupakan komitmen penting yang memerlukan perhatian khusus pada aspek keselamatan dan pengendalian bahan nuklir. Komitmen ini tidak hanya mencakup tanggung jawab terhadap warga negara yang mengembangkan program tersebut, tetapi juga tanggung jawab terhadap masyarakat internasional.
Perlindungan Kepada Masyarakat dan Lingkungan Tujuan pokok keselamatan nuklir adalah untuk melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan dari efek bahaya radiasi pengion.
www.batan.go.id
Poin-poin penting dalam rangka komitmen tersebut antara lain: Perlunya memastikan keselamatan, keamanan dan nonproliferasi bahan nuklir; Perlunya menjadi pihak pada perjanjian dan konvensi internasional yang relevan; Perlunya mengembangkan suatu kerangka peraturan perundang-undangan komprehensif yang mencakup semua aspek hukum nuklir: keselamatan, keamanan, seifgard, dan pertanggungjawaban kerugian; Perlunya badan pengawas independen, kompeten dan efektif; Perlunya mengembangkan dan mempertahankan kemampuan sumber daya nasional.
Perjanjian Internasional Ketenaganukliran (Hukum Nuklir) Keselamatan (Safety)
Keamanan (Security)
Pengawasan (Safeguards)
Pertanggungjawaban (Liability)
Sistem Keselamatan Nuklir • Keselamatan Nuklir • Manajemen Limbah dan Bahan Bakar Bekas • Pemberitahuan Dini dan Bantuan Kedaruratan
Tujuh instrumen internasional Keselamatan Nuklir Nuclear Safety Convention Joint Convention on the Safety of Spent Fuel Management and on the Safety of Radioactive Waste Management (the ‘Joint Convention’) Convention on Early Notification of a Nuclear Accident Convention on Assistance in the Case of a Nuclear Accident or Radiological Emergency Regulations for the Safe Transport of Radioactive Material Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactives Sources Code of Conduct on the Safety of Research Reactors
Sistem Keamanan Nuklir • Proteksi Fisik • Terorisme Nuklir
Lima instrumen internasional Keamanan Nuklir Convention on the Physical Protection of Nuclear Material Amendment to the Convention on the Physical Protection of Nuclear Material Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactive Sources International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism (2005)
Resolution 1540 (2004)
Sistem Seifgard • • • •
Traktat Non-proliferasi (NPT) Kontrol Bahan Nuklir Kontrol Teknologi Kunci Kontrol Uji Coba Senjata Nuklir
Empat instrumen internasional Pengawasan Nuklir •Treaty on the Non-proliferation of Nuclear Weapons (NPT) •Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (Treaty of Bangkok) •The Structure And Content of Agreements Between the Agency and States Required in Connection with the Treaty on the Nonproliferation of Nuclear Weapons •Model Protocol Additional to the Agreements between States and the International Atomic Energy Agency for the Application of Safeguards
Sumber: http://www.bapeten.go.id/badiklat/file_materi/modul/586_Pengantar% 20safeguard%20dan%20Proteksi%20fisik%20.ppt.
Sistem Pertanggungjawaban Nuklir
Pertanggungjawaban secara ekslusif dibebankan pada operator instalasi nuklir. Pertanggungjawaban operator adalah mutlak, yaitu operator harus menanggung pertanggungjawaban tanpa memandang bagaimana kesalahan terjadi. Pertanggungjawaban adalah terbatas dalam jumlah. Pertanggungjawaban adalah terbatas dalam waktu. Operator harus menjaminkan suatu asuransi. Yurisdiksi atas tindakan secara eksklusif berada pada pengadilan Negara Pihak yang mempunyai wilayah di mana kecelakaan nuklir terjadi. Non-diskriminasi korban atas dasar kebangsaan, domisili, dan tempat tinggal.
Instrumen internasional Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir •Paris Convention 1960 •Brussels Supplementary Convention 1963 •Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage 1963 •Joint Protocol Relating to the Application of the Vienna Convention and the Paris Convention, 1988 •Protocol to Amend the 1963 Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage 1997 •Convention on Supplementary Compensation for Nuclear Damage 1997 •Protocol Revising 2004 the Paris and Brussels Conventions
Negara-negara yang memiliki program pemanfaatan nuklir harus mempunyai peraturan yang mencakup semua bidang di atas
www.batan.go.id
INFRASTRUKTUR PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN NUKLIR NASIONAL Revisi UU No. 31 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok Tenaga Atom dengan UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, dan PP No. 63/2000 ttg Kesehatan dan Keselamatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, PP No. 64/2000 ttg Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, PP No. 26/2002 ttg Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif, PP No. 27/2002 ttg Pengelolaan Limbah Radiaoktif, PP No. 43/2006 ttg Perizinan Reaktor Nuklir, PP No. 33/2007 ttg Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, PP No. 29/2008 ttg Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, PP No. 46/2009 ttg Batas Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir, PP No. 54/2012 ttg Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir, PP No. 61/2013 ttg Pengelolaan Limbah Radioaktif, dan PP No. 2/2014 ttg Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir.
mencerminkan kesiapan program nuklir nasional.
DAFTAR KONVENSI/TRAKTAT NUKLIR YANG DITANDATANGANI DAN DIRATIFIKASI OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No.
Konvensi/Protokol/Traktat
Ditandatangani
Diratifikasi
26 Okt 1956
22 Juli 1957 UU 25 1957
Amandment Article VI.a.1 Statute IAEA.
-
12 Jan. 1973
2.
Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations.
-
24 Juni 1969
3
Treaty on Non-Proliferation of Nuclear Weapons
2 Maret 1970
25 Nop. 1978 UU 8 1978
Statuta IAEA 1.
Safeguards Agreement with IAEA Additional Protocol to Safeguards 4.
Early Notification on Nuclear Accidents Convention
5.
Convention on Assistance in the case of Nuclear Accident or Radiological Emergency
14 Juli 1980 29 Sept. 1999 26 Sept. 1986 26 Sept. 1986
1 Sept 1993 Keppres 81 1993 1 Sept 1993 Keppres 82 1993
6.
Convention on Physical Protection of Nuclear Material Amendment to the Convention on Physical Protection of Nuclear Material
7.
3 Juli 1986
5 Nov. 1986 Keppres 49 1986
8 Juli 2005
29 Okt 2009 Perpres 46 2009
20 Sept. 1994
4 Okt. 2001 Keppres 106 2001
Convention on Nuclear Safety 8.
9. 10.
11.
12.
Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone Treaty (Treaty of Bangkok) Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Joint Convention on the Safety of Spent Fuel Management and the Safety of Radioactive Waste Management The Protocol to Amend the 1963 Vienna Convention on Civil Liability For Nuclear Damage
Convention On Supplementary Compensation for Nuclear Damage
15 Des. 1995
24 Sept. 1996 6 Oct. 1997
2 April 1997 UU 9 1997 4 Jan 2012 UU 1 2012 28 Des 2010 Perpres 84 2010
6 Oct. 1997
6 Oct. 1997
-
Uji coba ledakan nuklir (23 kT) di Tapak Uji Nevada, 18 April 1953
Awan cendawan Bom Atom Nagasaki, Jepang, 9 Augustus 1945 membumbung 18 km di atas pusat ledakan. Kurang lebih 80.000 jiwa menjadi korban. Bom Hiroshima, 6 Agustus 1945, menelan korban 166.000. Dalam dua ledakan 246.000 terbunuh.
Litle boy, bom atom uranium Hiroshima, 6 Agustus 1945
Fat man, bom fissi tipe implosi plutonium Nagasaki, 9 Agustus 1945
Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) Traktat CTBT merupakan upaya internasional melalui PBB untuk mengendalikan dan melucuti senjata guna menciptakan perdamaian dan keseimbangan kekuatan dunia. Traktat melarang semua uji coba ledakan nuklir, baik untuk tujuan militer atau sipil. Para negara penandatangan setuju untuk melarang atau mencegah ledakan nuklir di setiap tempat di dalam yurisdiksi mereka atau mengendalikan, dan tidak mendorong dengan cara partisipasi dalam setiap ledakan nuklir. Traktat ini menciptakan sebuah rezim verifikasi yang komprehensif termasuk melakukan pemeriksaan di tempat, ketentuan konsultasi dan klarifikasi, dan saling membangun kepercayaan tindakan. www.batan.go.id
Kronologi Traktat-traktat Pelarangan Uji Coba Senjata Nuklir Sampai saat ini, lebih dari 2.000 uji coba nuklir telah dilakukan di berbagai tempat berbeda di seluruh dunia. Pendukung pelucutan senjata telah berkampanye untuk menerapkan Traktat yang melarang semua ledakan nuklir sejak awal 1950-an, ketika perhatian publik meningkat sebagai hasil meluasnya jatuhan radioaktif uji coba nuklir di atmosfer dan perlombaan senjata. Lebih dari 50 ledakan nuklir yang terjadi antara 16 Juli 1945, ketika pertama uji ledakan nuklir dilakukan oleh USA di White Sands Missile Range dekat Alamogordo, New Mexico, dan 31 Desember 1953. Perdana Menteri Nehru dari India pada 1954 menyuarakan keprihatinan internasional yang makin meningkat, ketika ia mengusulkan penghapusan semua uji coba ledakan nuklir di seluruh dunia. Namun, dalam konteks Perang Dingin, skeptisisme tentang kemampuan untuk memverifikasi sesuai dengan perjanjian larangan uji coba nuklir yang komprehensif menjadi hambatan besar untuk setiap kesepakatan apapun. www.batan.go.id
Jauh sebelum CTBT, beberapa negara bersenjata nuklir telah menyepakati traktat-traktat yang bertujuan membatasi kegiatan uji coba senjata nuklir mereka: 1963 Limited Test Ban Treaty atau Partial Test Ban Treaty (UK, USA, USSR): Melarang uji coba di bawah air, atmosfer dan luar angkasa. Hanya uji coba di bawah tanah yang dizinkan. 1974 Threshold Test Ban Treaty (USA, USSR): Melarang uji coba senjata nuklir bawah tanah dengan hasil ledakan melebihi 150 kiloton 1976 Peaceful Nuclear Explosions Treaty (USA, USSR): Melarang ledakan nuklir non-militer dengan hasil ledakan melebihi 150 kiloton
www.batan.go.id
Indonesia mendorong negara-negara di dunia untuk meratifikasi traktat
Traktat nuklir paling penting adalah NPT 1970. Menurut traktat bersejarah ini, Negara tak bersenjata nuklir (non-nuclear weapon states -NNWS) berikrar untuk tidak memperoleh dan mengembangkan senjata nuklir, sementara negara bersenjata nuklir (nuclear weapon states -NWS) berjanji untuk tidak hanya berupaya menghentikan perlombaan senjata nuklir tetapi juga membongkar gudang senjata nuklir mereka. Pada saat yang sama, NPT membolehkan NNWS menggunakan energi nuklir tujuan damai. Juga menetapkan bahwa Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) bertindak sebagai pengawas penggunaan tenaga nuklir tersebut dan bahwa NWS dapat membantu NNWS mendapatkan teknologi yang diperlukan. Hanya empat negara yang tidak menjadi pihak pada NPT: India, Israel, Korea Utara dan Pakistan. www.batan.go.id
1995: Selama NPT Review Conference 1995, negara pihak pada NPT sepakat bahwa traktat harus tetap berlaku tanpa batas waktu. Mayoritas NNWS menyatakan bahwa mereka hanya akan menyetujui ketentuan ini dengan syarat bahwa NWS menerima langkah-langkah pengendalian senjata. Lima NWS yang diakui resmi akhirnya menerima serangkaian langkah-langkah, salah satunya adalah Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT). 1996: CTBT dinegosiasikan dalam Konferensi Perlucutan Senjata dan disetujui oleh Majelis Umum PBB. Traktat ini dibuka untuk ditandatangani pada 24 September 1996.
www.batan.go.id
Pentingnya dan tujuan CTBT Mengingat bahwa NNWS sudah berjanji dalam NPT untuk tidak memperoleh dan mengembangkan senjata nuklir, CTBT menghadirkan sedikit perbedaan dalam hal ini. Salah satu tujuan CTBT adalah untuk membatasi pengembangan lebih lanjut senjata nuklir pada lima NWS yang diakui secara resmi. Berbeda dengan NPT, CTBT hanya memiliki satu kategori negara pihak. India, Pakistan dan Israel – yang pada kenyataannya benar memiliki senjata nuklir tapi oleh NPT tetap dianggap sebagai NNWS -- bisa menjadi negara penandatangan CTBT dan dengan demikian dapat dimasukkan, meskipun sebagian, dalam rezim non-proliferasi. www.batan.go.id
Pemberlakuan CTBT Selama 18 tahun sejak CTBT dibuka untuk ditandatangani, 183 negara telah menandatangani dan diratifikasi oleh 163 negara. Namun demikian, Traktat ini belum juga berlaku, mengingat belum diratifikasi oleh semua dari 44 negara pemilik reaktor nuklir, baik riset maupun daya, yang tercantum dalam Traktat (dikenal sebagai "Annex 2 States"). Delapan negara belum melakukan ratifikasi dimaksud, yaitu : Cina, Mesir, Iran, Israel dan USA telah menandatangani namun belum meratifikasi sementara: India, Korea Utara dan Pakistan belum menandatanganinya. India berjanji akan menandatangani dan meratifikasi hanya jika USA menyajikan jadwal pemusnahan senjata nuklirnya, sesuatu yang ditolak USA.
www.batan.go.id
Kontrol Kelangsungan hidup setiap Traktat apapun bergantung pada verifikasi kepatuhan. Inilah sebabnya mengapa Komisi Persiapan CTBTO yang bermarkas di Wina melakukan pengembangan sistem pemantauan internasional (international monitoring system-IMS). Sistem ini meliputi jaringan 321 stasiun pemantau seismik, radionuklida, infrasonik dan hidroakustik, serta 16 laboratorium radionuklida di seluruh dunia, yang bertanggung jawab mengukur efek ledakan nuklir yang mungkin terjadi dan mengirimkan data yang dikumpulkan ke Wina untuk analisis. Semua negara pihak pada CTBT diberi akses ke temuan ini. Desain jaringan pemantau sedemikian rupa sehingga harus dapat mendeteksi dan menemukan ledakan 1kT di mana saja di dunia. Jika terjadi ledakan nuklir yang dicurigai, "pemeriksaan di tempat " dapat segera dilakukan untuk mengklarifikasi apakah ledakan nuklir yang dilakukan melanggar Traktat dan mengidentifikasi pelanggar potensial. Untuk memastikan penyediaan dan kualitas inspeksi tersebut, CTBTO memperoleh peralatan pemantauan yang diperlukan, melatih inspektur dan mengorganisasi pelatihan. www.batan.go.id
Indonesia dan CTBT Pada awal 1990-an, Indonesia (bersama Meksiko, Peru, Sri Lanka, dan Venezuela) secara aktif mempelopori upaya mewujudkan sebuah instrumen internasional yang mengatur pelarangan menyeluruh uji coba senjata nuklir. Menlu RI Ali Alatas memainkan peran sebagai Presiden dari Amendement Conference to the Partial Test-Ban Treaty (PTBT) pada 1991 Indonesia menjadi negara penandatangan pada CTBT pada 24 September 1996, meratifikasi 16 tahun kemudian, merupakan negara ke-157 melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 2012. Indonesia menyediakan 6 stasiun pemantauan seismik yang dioperasikan oleh BMKG.
www.batan.go.id
Sebagai salah satu dari 44 negara yang berada dalam Annex II (yaitu negara bukan pemilik senjata nuklir namun memiliki kapasitas untuk mengembangkannya), Indonesia awalnya menunda proses ratifikasi, hingga seluruh negara pemilik senjata nuklir telah meratifikasi terlebih dahulu.
Namun kondisi yang berkembang setelah KTT Keamanan Nuklir di Washington April 2010, mengubah sikap tersebut dan Indonesia meratifikasi CTBT serta secara proaktif mendorong dan mendesak negara-negara pemilik senjata nuklir yang belum meratifikasi CTBT untuk meratifikasi.
www.batan.go.id
PENUTUP Dengan meratifikasi CTBT, Indonesia meningkatkan citra dan perannya dalam bidang pelucutan dan non proliferasi senjata nuklir dan dalam mendorong terwujudnya sebuah dunia yang bebas senjata nuklir. Ratifikasi CTBT diharapkan akan meningkatkan kepercayaan publik, khususnya dunia internasional, terhadap program nuklir Indonesia, bahwa sematamata hanya untuk tujuan damai.
www.batan.go.id
TERIMA KASIH
www.batan.go.id