PENGEMBANGAN BISNIS SALE PISANG DI KECAMATAN KEDUNGREJA, KABUPATEN CILACAP Oleh: Setyo Indroprahasto ∗ ABSTRACT The research was held to identify the opportunity of the dried banana (sale pisang) business development. The survey was conducted since February until May 2004 in the sub-district of Kedungreja, Cilacap Regency. The secondary data gathering was done through administrative data recording in order to develop sample frame needed in primary data collection. The respondents consist of several size/types of dried banana manufacturers. The results showed that although the biggest financial surplus per ton raw material could be obtained from dried Cavendish processing, but socially (labor requirement) the largest utility could be developed from oval dried banana processing. The business could be scaled up through the increasing of raw material procurement, especially in the banana peak season. From the marketing point of view, it was necessary to develop domestic market through agro-tourism and product development.
PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang telah lama akrab dengan masyarakat Indonesia, terbukti dari seringnya pohon tersebut digunakan sebagai perlambang dalam berbagai upacara adat. Walaupun demikian, pemanfaatan pisang sejauh ini masih sangat terbatas, umumnya dimakan sebagai buah segar. Padahal, buah pisang dapat diolah dalam keadaan mentah maupun matang. Pisang mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung, dan keripik, sedangkan pisang matang dapat diolah menjadi anggur, sari buah, digoreng, direbus, kolak, getuk, selai, dodol, pure, saus, dan sale. Salah satu upaya untuk menanggulangi kelebihan produksi dan pemasaran pisang segar adalah dengan melakukan pengawetan menjadi sale. Pisang sale telah lama dikenal sebagai makanan tradisional khas Jawa Barat. Selain untuk memperpanjang masa simpan, sale juga meningkatkan harga jual dibandingkan dengan buah pisang segarnya (Anonim, 2003). Kecamatan Kedungreja merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cilacap dengan produksi pisang cukup besar, yaitu sekitar 6.656.675 kilogram per bulan (Anonim, 1995). Sebagian besar produksi pisang tersebut dipasarkan dalam bentuk segar (pisang mentah) dan sebagian dipasarkan dalam bentuk olahan, seperti criping pisang dan sale pisang. Bentuk olahan sale pisang merupakan bentuk produk yang paling banyak dilakukan oleh para perajin sale di Kecamatan Kedungreja, karena produk sale pisang paling banyak digemari konsumen. Proses pembuatan sale pisang untuk menjadi sale terbagi dalam dua tahap, yaitu sale pisang setengah jadi dan saleng pisang dalam bentuk jadi. Produk sale pisang setengah jadi merupakan bentuk sale murni tanpa pemberian atau penambahan bahan-bahan lain, sedangkan bentuk sale pisang jadi sudah dilakukan penambahan bahan-bahan lain seperti tepung, gula, garam, aroma dan lain-lain. Varietas pisang yang digunakan untuk pembuatan sale sangat mempengaruhi berat produk setengah jadi dan kualitas produk, sehingga pemilihan varietas pisang untuk pembuatan sale menjadi hal yang penting dilakukan petani perajin. Beberapa varietas pisang yang ada di daerah penelitian adalah pisang Ambon, Cavendish, Barangan, Raja, Kepok, Nangka, dan pisang Siam. Namun demikian dalam pembuatan sale pisang di Kecamatan Kedungreja, para perajin hanya menggunakan varietas Ambon dan Siam. Pendapatan pengrajin sale pisang setengah jadi dan sale pisang jadi terdapat perbedaan, hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan sale pisang setengah jadi dan sale pisang berbeda. Perbedaan ini disebabkan pada pembuatan sale pisang jadi ada penambahan-penambahan bahan baku dan penambahan tenaga kerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan dan peluang pengembangan usaha sale pisang di Kecamatan Kedungreja Kabupaten Cilacap ∗
Fakultas Pertanian Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta
TINJAUAN PUSTAKA Pisang Pisang (Musa paradiciaca. L) merupakan tanaman asli Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Buah pisang sering dijuluki buah surga, karena daging buahnya yang lembut, rasanya manis, dan warnanya menawan, sehingga buah ini sering dipajang sebagai buah meja. Buah ini dikenal dunia sejak zaman sebelum Masehi. Pemintaan pisang di luar negeri tinggi, oleh karena banyak pengusaha yang mengusahakan tanaman pisang secara besar-besaran untuk keperluan ekspor. Jenis akar tanaman pisang adalah akar serabut, tumbuh berada di bawah permukaan tanah sampai kedalaman 75-150 cm dan tumbuh ke samping sampai 4-5 meter. Batang utama (bonggol/beet) berada di bawah permukaan tanah. Batang pisang merupakan batang semu yang merupakan pelepah daun tumbuh memanjang, saling menelangkup dan menutupi dengan konstruksi kuat dan kompak. Daun pisang berbentuk lanset memanjang dengan permukaan daun berlapis lilin untuk mengurangi transpirasi. Bunga pisang berumah satu berbentuk jantung. Daun pelindung/seludang bunga berwarna merah tua, panjang 10-25 centimeter, berlapis lilin dan mudah rontok (Satiadiredja, 1989). Varietas-varietas pisang yang banyak ditanam adalah: 1. Musa paradisiaca var.Sapientum. Dikenal sebagai pisang meja, karena jenis pisang ini langsung dapat dimakan setelah masak pohon, tanpa dimasak lebih dahulu (buah meja/pencuci mulut). Contoh: Pisang Ambon, Raja, Mas dan Cavendish. 2. Musa paradisiaca var.Forma typica. Adalah buah pisang yang siap dimakan setelah dimasak (direbus/digoreng). Contoh: Pisang Kepok, Tanduk, Nangka, Siam. 3. Musa brachycarpa. Yaitu pisang berbiji. Contoh: Pisang Klutuk, Batu. Pisang sale Pisang sale adalah pisang matang konsumsi yang telah dikeringkan. Pengeringan menyebakan kadar air turun dan secara relatif kadar gula naik. Warna pisang sale berkisar antara coklat muda sampai coklat kehitaman (Anonim, ?). Konsep Biaya dan Pendapatan Dalam berusahatani, petani diasumsikan selalu memaksimumkan keuntungan (profit maximization) dengan cara mengalokasikan penggunaan sumber daya secara efisien. Keuntungan dapat ditingkatkan dengan cara meminimumkan biaya dengan mempertahankan tingkat penerimaan yang diperoleh atau meningkatkan total penerimaan dengan mempertahankan total biaya (Soekartawi, 1994). Usahatani merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh pendapatan dari hasil produksinya, di mana pendapatan dari kegiatan usahatani tersebut dapat dihitung dengan mencari selisih penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan usahatani akan berbeda untuk setiap petani, perbedaan disebabkan penggunaan jumlah faktor produksi, tingkat produksi yang dihasilkan dan harga jual yang tidak sama. Menurut Soekartawi (1995), pendapatan atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR – TC Keterangan: Pd : Pendapatan bersih atau keuntungan TR : Total Revenue (penerimaan total) TC : Total Cost (pengeluaran total) Menurut Arsyad (1999), penerimaan total (TR) adalah harga produk (P) dikalikan dengan jumlah produk yang dihasilkan (Q), biaya total (TC) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk dalam proses produksi. Hernanto (1991) menyatakan bahwa biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari besar kecilnya produk yang dihasilkan. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang dihasilkan (biaya tenaga kerja, biaya untuk membeli pupuk, bibit dan obatobatan). Menurut Kartasapoetra (1988), biaya total produksi merupakan keseluruhan jumlah biaya produksi yang
dikeluarkan. Biaya ini didapat dengan menjumlahkan antara biaya tetap (Fixed Cost) dengan biaya variabel (Variable Cost). Menurut Soekartawi (1989), untuk mengetahui usahatani yang dilakukan menguntungkan atau tidak dapat dianalisa dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue Cost Ratio) yaitu perbandingan antara penerimaan dengan biaya dari tiap usahatani atau R/C = Penerimaan/biaya (Revenue/Cost) R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan mengeluarkan (biaya). Apabila nilai R/C > 1, berarti usahatani menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Apabila R/C < 1, berarti usahatani tidak menguntungkan karena tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Sedangkan, apabila R/C = 1, berarti usahatani impas karena penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. Konsep Agribisnis Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas, yaitu kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Soekartawi, 2003). Menurut Siagian (1999), agribisnis adalah sifat dari usaha yang berkaitan dengan agribisnis (agro based industri) yang berorientasi pada bisnis (buseness), yaitu yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan (commercial oriented), sehingga aktivitas agribisnis tidak sekedar berorientasi pada produksi semata dan bukan semata-mata memenuhi kebutuh-an masyarakat pedesaan, tetapi juga dalam rangka memperoleh nilai keuntungan yang lebih besar (profit maximization) melalui pengembangan produk yang bisa diusahakan di lahan sempit, mempunyai nilai tambah yang tinggi serta pengembangan produk pertanian yang menguntungkan dan mempunyai prospek pasar. Upaya memilih dan mengembangkan beberapa komoditi tertentu (disesuaikan dengan potensi pengembangan), dilengkapi dengan industri pengolahan dan penanganan pemasaran secara terpadu juga diperlukan dalam usaha pengembangan agribisnis (Soekartawi, 2003). Menurut Krisnamurti (1999), pemahaman agribisnis sebagai satu kesatuan sistem memunculkan dua konsep, yaitu: 1. Agribisnis sebagai sistem, berarti dibangun oleh rangkaian kegiatan yang satu sama lain saling terkait, sehingga keberhasilan sistem merupakan perpaduan dari keberhasilan masing-masing dari sistem tersebut. 2. Agribisnis adalah bisnis, menekankan bahwa agribisnis perlu dipandang sebagai suatu business entity di mana pengambil keputusan akhir adalah pengusaha agribisnis tersebut berdasarkan pemikiran yang rasional, memperhatikan insentif yang akan diperoleh, menggunakan instrumen harga sebagai indikator utama dan sistem mekanisme pasar. Menurut Kasryno (1997) pengembangan usaha pertanian yang berorientasi kepada konsumen (agribisnis) menuntut adanya suatu keterpaduan organisasional (non pasar) pada alur vertikal agribisnis mulai dari pengadaan sarana produksi usahatani. Pengolahan, hingga pemasaran hasil produksi kepada konsumen akhir. Hal ini dipandang sebagai prasyarat mutlak karena kualitas produk akhir sangat ditentukan oleh jenis dan kualitas sarana produksi, proses produksi dan penanganan hasil produksi pada setiap simpul agribisnis vertikal. Basis pengembangan pertanian bukan hanya lahan dan tenaga kerja, tetapi komoditas unggulan bernilai ekonomi tinggi yang dikembangkan secara padat teknologi, managemen profesional dan berwawasan pengembangan produk (product development).
Kemampuan untuk memenuhi sekaligus menjamin mutu sesuai dengan potensi dan
preferensi konsumen menjadi faktor kunci bagi keunggulan kompetitif.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Kecamatan Kedungreja Kabupaten Cilacap pada perajin sale pisang yang menghasilkan produk sale pisang setengah jadi dan sale pisang jadi.. Pelaksanaan penelitian pada bulan April sampai Juli 2004. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai yaitu pengamatan atau penyelidikan yang teliti dan seksama untuk mendapatkan keterangan yang jelas dan faktual terhadap suatu persoalan tertentu dan di dalam daerah tertentu pula. Tujuan dari survai adalah untuk mendapatkan gambaran yang mewakili daerah tersebut dengan benar (Nasir, 1988). Metode pengambilan contoh Pengambilan desa contoh dilakukan secara purposive dari 11 desa yang ada di Kecamatan Kedungreja diambil empat desa. Pertimbangan pengambilan desa contoh ini adalah karena empat desa tersebut mempunyai pengrajin sale pisang terbanyak. Metode pengambilan responden contoh yang digunakan secara acak sederhana (simple random sampling). Metode ini digunakan dengan pertimbangan bahwa kondisi populasi cenderung homogen. Jumlah populasi pengrajin sale pisang di daerah penelitian sebanyak 89 orang, sedangkan jumlah contoh penelitian sebanyak 20 orang responden. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari petani dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan pengrajin pisang dan instansi terkait seperti: kantor desa, kantor kecamatan serta dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kecamatan. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis distribusi relatif dengan tabulasi silang, yaitu menyajikan keterkatan variabel yang satu dengan yang variabel yang lain (Suparmoko, 1987).
KEADAAN UMUM Batas Administrasi Kecamatan Kedungreja -
Sebelah utara Sebelah timur Sebelah selatan Sebelah barat
: : : :
Kecamatan Sidareja Kecamatan Gandrungmangu Kecamatan Patimuan Provinsi Jawa Barat Iklim
Suhu udara 26-320C. Dataran rendah, ketinggian tempat: 7 m dpl. Rata-rata curah hujan 10 tahun terakhir (1994-2003) 2.363,8 mm, rata-rata bulan basah 8 bulan, bulan lembab 1 bulan dan bulan kering 3 bulan (Stasiun CH Ranting Pengairan Kedungreja, 2004). Sebagian besar lahan sawah (65%) di daerah ini memiliki fasilitas irigasi teknis, sehingga sangat berpotensi untuk menghasilkan beras bagi daerah itu sendiri maupun bagi daerah lain. Serapan beras di daerah ini akan menjadi semakin besar dengan berkembangnya industri pisang sale, mengingat bahwa salah satu komponen adonan yang dipergunakan untuk menggoreng pisang sale adalah tepung beras. Dengan lahan sawah beririgasi teknis seluas
2243,98 ha dengan 2x panen setiap tahunnya dan produktivitas rata-rata sebesar 3 ton/ha, maka daerah ini memiliki potensi untuk menghasilkan gabah sebanyak 13.500 ton/tahunnya. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa seandainya hanya 50% saja dari lahan pekarangan dan tegalan yang dapat ditanami pisang, maka tersedia hampir 1000 ha lahan untuk budidaya pisang tersebut. Bila diasumsikan bahwa pisang dibudidayakan dengan jarak tanam 10x10 m2, maka lahan tersebut akan dapat ditanami sebanyak 100.000 rumpun pisang Keadaan penduduk Bila diasumsikan bahwa angkatan kerja dapat dihitung sebanyak 70% dari jumlah penduduk yang berumur 13 hingga 55 tahun, maka di daerah ini akan tersedia sebanyak 45.757 angkatan kerja.
Jumlah penduduk yang berpendidikan hingga tamat akademi/perguruan tinggi masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan, maka bila jumlah penduduk yang berpendidikan tinggi ini dapat dikembangkan, dapat diharapkan produktivitas tenaga kerja akan bertambah sangat besar di waktu yang akan datang Jenis Tanaman dan Produksinya Dengan populasi pisang sebanyak 798.810 rumpun tersebut berarti bahwa populasi pisang di daerah ini hampir 8x lipat populasi yang diasumsikan pada penjelasan tabel 4.2. Sedangkan besarnya produksi tersebut menunjukkan rata-rata produksi pisang di daerah ini adalah sebesar 96 kg pisang/rumpun.
BISNIS SALE PISANG Pengadaan Bahan Baku Bahan baku pisang di daerah penelitian secara umum melimpah. Kelangkaan bahan baku diprediksi hanya terjadi selama lima tahun sekali, yaitu bersamaan dengan kemarau panjang, yang juga terjadi sekali dalam lima tahun. Dalam keadaan normal harga pisang segar berkisar antara Rp 400,- hingga Rp 500,- per kg. Saat musim buah (bulan Desember, Januari, dan Februari) biasanya harga pisang segar juga jatuh hingga Rp 350,- bahkan sampai Rp 300,- per kg. Bila buah rambutan, mangga, dan jeruk sedang melimpah biasanya diikuti oleh berkurangnya permintaan atas pisang sebagai buah segar, sebagai akibatnya pada waktu itu harga pisang segar akan jatuh. Bila terjadi kelangkaan, biasanya para pengrajin membeli pisang segar dari Karawang atau Lampung dengan harga Rp 600,- per kg. Para pengrajin pada umumnya mengadakan transaksi secara tidak tertulis dengan para pedagang pengumpul. Para pe-ngrajin biasa memberikan harga yang tetap, meskipun harga pisang segar di pasar sedang jatuh, tetapi para pedagang pengumpul itu sebagai imbangannya akan memberikan prioritas penjualan barangnya kepada para pengrajin yang bersangkutan. Pengolahan Sale Pisang Meskipun terdapat 5 atau lebih macam produk sale pisang yang diproduksi, tetapi secara umum hanya 3 macam sale pisang saja yang dibuat para pengrajin di Kecamatan Kedungreja, Cilacap, yaitu sale pres, sale oval (rajangan), dan sale ambon. Secara grafis perbedaan bahan baku dan cara pengolahannya adalah sebagai berikut: Sale Press Keuntungan usaha pengolahan sale pisang press tidak terlalu tinggi, tetapi karena harganya relatif paling murah, bila dibandingkan dengan yang lain, maka permintaan konsumer yang paling kuat adalah terhadap produk ini. Perbandingan Proses Pengolahan Pisang Sale
Tabel 6. Perbandingan Biaya dan Pendapatan Berdasarkan Proses Pengolahannya
Sale Oval Keuntungan pengrajin yang cukup besar dapat diperoleh bila mereka mengolah sale pisang jenis oval (rajangan) ini, tetapi karena serapan pasarnya tidak setinggi sale press, maka biasanya sale pisang oval ini diproduksi tidak lebih dari 40% volume penjualan totalnya. Sale Ambon Sebenarnya keuntungan sale jenis inilah yang paling besar, tetapi serapannya justru paling sedikit, sehingga produk ini tidak diproduksi lebih dari 10% volume penjualan totalnya. Pemasaran Para pengrajin pada umumnya memasarkan sebagian besar produknya melalui pedagang perantara yang merupakan pelanggan mereka, khususnya pada hari-hari yang biasa. Para pedagang perantara pelanggan yang bersangkutan biasanya diberikan harga yang relatif tetap, meskipun harga sale pisang di pasaran pada umumnya berfluktuasi. Sebaliknya pada musim liburan (Juli-Agustus) biasanya hanya 50% dari volume produksi yang disalurkan melalui pelanggan, sedangkan sisanya biasanya dijual langsung kepada konsumer akhir, yang pada umumnya adalah para wisatawan dari luar kota.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
2. 3.
4.
Dari setiap 1 ton bahan baku pisang segar diperlukan tambahan biaya, baik untuk adonan, kayu bakar, tenaga kerja , dan plastik kemasan yang bervariasi antara proses pembuatan sale press, sale oval (rajangan), maupun sale ambon. Biaya total (termasuk bahan baku) per ton bahan baku untuk sale press adalah sebesar Rp1.540.000,-, sedangkan sale oval sebesar Rp 2.920.000,-, dan sale ambon sebesar Rp 1.760.000,Keuntungan sale press per ton bahan baku adalah sebesar Rp 110.000,-, sedangkan sale oval sebesar Rp 230.000,-, dan sale ambon sebesar Rp240.000,Dengan memperhatikan komponen biaya, yang berarti alokasi finansial untuk pengadaan input maupun tenaga kerja, maka secara sosial proses pembuatan sale pisang oval (rajangan) memberikan manfaat yang terbesar bagi masyarakat. Secara manajerial peluang pengembangan bisnis sale pisang dapat dibangun melalui peningkatan efisiensi pengadaan bahan baku, yang dapat dilakukan pada saat harga bahan baku segar jatuh secara periodis. Keuntungan pengolahan sale pisang ambon akan lebih besar pada waktu tersebut. Aspek pengolahan perlu dikembangkan sesuai dengan dinamika permintaan pasar, sedangkan pada aspek pemasaran diperlukan upaya untuk perluasan pasar maupun diversivikasi untuk meningkatkan volume penjualan secara efektif. Saran
Karena sumber daya, lingkungan dan manusia di daerah ini cukup mendukung kegiatan pengolahan pisang, maka seyogyanya dikembangkan berbagai industri ikutan atau ragam produk baru yang berbasis pisang untuk meningkatkan ekonomi wilayah.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1995, Buku Pedoman Penyuluh Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kabupaten Cilacap Anonim. 2003. Pisang Sale Kaya Karbohidrat, Vitamin, dan Mineral. Senior. Gaya Hidup Sehat. http://cybernews.cbn.net.id/ Anonim. ?. Pisang Sale. Warintek – Progressio, http://warintek. progressio.or.id/ Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, fakultas Pertanian IPB. Bogor. Kasryno, F. 1997. Arah Pengembangan Agribisnis di Pulau Jawa Abad ke-XXI. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Jakarta. Kartasapoetra, G., 1988. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Bina Aksara. Jakarta. Krisnamurti, B. 2000. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Nasir, M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta. Satiadiredja, S. 1989. Hortikultura, Pekarangan, dan BuahBuahan. CV Yasaguna. Jakarta Soekartawi. 1989. PrinsipPrinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta. . 2003. Agribisnis. Teori dan Penerapammya. CV. Rajawali. Jakarta.