©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
FAKTOR RISIKO KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP Oleh: Anto Purwanto
1
1. Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi
ABSTRAK Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat, yang berdampak pada penurunan indeks pembangunan manusia, karena dapat mengakibatkan menurunkan kualitas sumber daya manusia. Hasil studi pendahuluan dan data di UPT Kampung Laut Prevalensi tertinggi kasus malaria di Kampung Laut dari 68 kasus. Ada beberapa risiko faktors lingkungan, ekonomi sosial dan biologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktors risiko yang mempengaruhi kejadian malaria di Kecamatan Kampung Laut Kampung Laut Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control. Jumlah sampel sebanyak 90 responden grup terdiri dari 45 kasus dan 45 responden cogroup. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa dari delapan faktors risiko tiga faktors risiko menunjukkan hubungan dengan kejadian malaria. Ada keberadaan tempat beristirahat (air bersih) dengan nilai p = 0,01 (OR = 8,86, 95% CI = 3,37-23,25), adanya kandang ternak ini dengan nilai p = 0,01 (OR = 4,9, 95% CI = 2,01-11,97), penggunaan kawat kasa dengan nilai p = 0,01 (OR = 8,38, 95% CI = 3,1522,29 ). adanya tempat peristirahatan (tumbuhan air), adanya kandang ternak ini, penggunaan kawat kasa adalah faktor risiko malaria di Kampung Laut. Kesimpulannya faktors yang mempengaruhi kejadian malaria adalah adanya tempat istirahat (tumbuhan air), adanya kandang ternak ini, penggunaan kawat kasa. Kata Kunci: Malaria, Kecamatan Kecamatan Kampung Laut Cilacap, Faktors Risiko ABSTRACT Malaria is public health problem, which affects the decrease in human development index, because it can lead to decrease the quality of human resources. Preliminary study results and data in UPT Kampung Laut highest prevalention of malaria cases in Kampung Laut of 68 cases. There are several environmental risk faktors, social economics and biology. The purpose of this study was to determine risk faktors that influence the incidence of malaria in Kampung Laut sub district Kampung Laut regency of Cilacap Central Java. This was an observational study with a case control approach. The number of samples was much as 90 respondents grup consisted of 45 cases and 45 cogroup respondents. Result of this research was found that from eight risk faktors was three risk faktors show association with malaria incidence. There is existence of resting place (water plant) with p value =0,01 (OR=8,86, 95%CI= 3,37-23,25), the existence of this cattle sheds with p value=0,01 (OR= 4,9, 95%CI= 2,01-11,97), the use of wire netting with p value= 0,01 (OR= 8,38, 95%CI=3,15-22,29). existence of resting place (water plant), the existence of this cattle sheds, the use of wire netting was risks faktor malaria in Kampung Laut. The conclusion faktors that influence the incidence of malaria are the existence of resting place (water plant), the existence of this cattle sheds, the use of wire netting. Key Word Literature
: Malaria, Sub Distric Kampung Laut Cilacap, Risk Faktors : 51 (1980-2010)
PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Plasmodium merupakan golongan protozoa yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara tusukan (gigitan) nyamuk daerah tropis dan subtropis
.(2)
Anopheles spp
(1).
betina
Penyakit ini sangat dominan di
Malaria sebagai salah satu penyakit menular menjadi masalah
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
296
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
kesehatan masyarakat yang berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia dan dapat menimbulkan berbagai masalah sosial ekonomi, kemiskinan. WHO (World Health Organization) mencatat 243.000.000 jiwa menderita penyakit malaria pada tahun 2008. Kasus terbanyak di benua Afrika sebesar 85%, diikuti oleh Asia Tenggara sebesar 10% dan Kawasan Timur Tengah sebesar 4%. Angka kematian malaria pada tahun 2008 sebanyak 863.000 kematian dimana 89 % nya berada di Afrika, Mediterenia Timur sebesar 6% dan selatan kawasan Asia Timur sebesar 5%
(3)
Jumlah kasus klinis malaria di Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang dan jumlah kasus positif berdasarkan pemeriksaan laboratorium adalah 199.577 orang. Jumlah ini mungkin lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya, karena tidak semua kasus dilaporkan akibat hambatan transportasi dan komunikasi dari desa-desa endemis yang terpencil.
(4)
Penyakit malaria
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia, karena penyakit malaria muncul secara terus menerus
(5).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah selama
tahun 2009 tidak dilaporkan kasus malaria. Malaria kembali ditemukan pada tahun 2010 termasuk salah satunya di Kampung Laut Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah. Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap mencatat pada tahun 2000, ada 2.197 kasus yang muncul dari wilayah Cilacap (indigenus), sedangkan malaria yang muncul dari wilayah lain (impor) sebanyak 197 kasus. Penyakit malaria mengalami puncaknya pada tahun 2001 dengan 3.020 kasus malaria indigenus dan impor 219 kasus. Kasus indigenous malaria tahun 2004 menurun secara bermakna menjadi 39 kasus dan yang bersifat impor menurun menjadi sebanyak 30 kasus. Tahun 2006 ditemukan 1 kasus indigenous kemudian nihil sampai tahun awal 2009. Data kasus malaria impor di Kabupaten Cilacap dari tahun 2006 ditemukan 90 kasus, tahun 2007 ada 20 kasus, tahun tahun 2008 meningkat kembali menjadi 42 kasus dan pada ditemukan kasus malaria impor 27 kasus
tahun 2009 hanya
(6)
.
Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Kampung Laut pada bulan Februari 2010 sampai dengan September 2010, telah diperiksa sebanyak 732 orang dan ditemukan kasus malaria positif sebanyak 85 kasus. Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa penyakit malaria. Malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat, yang berdampak pada penurunan Human Development Index
(1)
karena dapat menimbulkan turunnya kualitas sumber daya manusia
dan berbagai masalah sosial, ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan. Malaria merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Gangguan kesehatan ibu dan anak dapat menimbulkan berbagai komplikasi termasuk anemia. Anemia yang diderita ibu hamil dapat menyebabkan perdarahan bahkan kematian saat persalinan, berat
bayi lahir rendah, dan
gangguan pertumbuhan pada anak yang mengakibatkan mundurnya kemampuan kognitif dan kemampuan memahami pelajaran di sekolah. Produktifitas angkatan kerja rendah, Oleh karena itu, jika Indonesia berhasil bebas dari malaria, akan dicapat peningkatan kesehatan masyarakat dan mutu generasi penerus bangsa. Hasil studi pendahuluan dan data dari UPT Puskesmas Kampung Laut pada tahun 2010 menyatakan bahwa sebaran kasus malaria yang tertinggi berada di wilayah Kampung Laut Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
297
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
sebanyak 38 kasus, desa Ujung Alang 3 kasus, Ujung Gagak dan Panikel masing masing ada 2 kasus
(7).
Ada beberapa faktor risiko lingkungan, sosial ekonomi dan biologi yang mempengaruhi (8)
kejadian malaria
antara lain:
1. Rumah penderita malaria di wilayah Kampung Laut berada di sekitar rawa- rawa dan kolam bekas tambak yang tidak terawat dengan luas 2 hektar. Genangan air tersebut menjadi perindukan malaria jenis vektor nyamuk An. Sundaicus. 2. Adanya tumbuhan air seperti lumut usus ayam, ganggang,
tumbuhan bakau yang
menutupi genangan air, rawa, kolam di sekitar rumah penderita sehingga dapat mempengaruhi kehidupan larva yang merupakan faktor risiko kejadian malaria 3. Adanya kandang ternak milik warga Kampung Laut dekat dari rumah penderita sebagai tempat peristirahatan nyamuk. 4. Kebiasaan masyarakat Kampung Laut keluar malam hari untuk mencari ikan, mengaji,menonton tv dirumah tetangga sehingga mudah digigit nyamuk menjadi faktor risiko kejadian malaria 5. Keberadaan kawat kasa pada lubang ventilasi rumah penderita sehingga nyamuk bisa masuk kedalam rumah 6. Tidak semua masyarkat di Kampung Laut memakai kelambu sehingga menjadi faktor risiko kejadian malaria 7. Tidak semua warga memiliki kebiasaan menggunakan obat nyamuk sebagai faktor protektif kejadian malaria. 8. Sebagian besar rumah warga Kampung Laut berkonstruksi semi permanen yang berisiko terjadinya malaria 9. Masyarakat kampunglaut sebagian besar berpendidikan rendah. Keadaan tersebut mempengaruhi penegtahuan, sikap, praktek yang beresiko terjadinya malaria Melihat data dan hasil survey tersebut, malaria di Kampung Laut Kabupaten Cilacap, diperlukan penanganan yang serius dari semua aparat pemerintah, khususnya jajaran kesehatan yang ada, bersama-sama dengan masyarakat. Penanganannya bukan hanya bersifat kuratif saja, melainkan diperlukan penanganan yang berbasis lingkungan yang memperhatikan aspek lingkungan berdasarkan kajian epidemiologis. Berdasarkan keadaan tersebut di atas peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit malaria di Kecamatan Kampung Laut Wilayah Kerja UPT Puskesmas kerja UPT Puskesmas Kampung Laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktors risiko yang mempengaruhi kejadian malaria di Kecamatan Kampung Laut Kampung Laut Kabupaten Cilacap Jawa Tengah METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan merupakan penelitian retrospektif observasional dengan menggunakan disain penelitian studi kasus control (Case Control Study) mempelajari distribusi penderita Malaria dengan menggunakan system informasi geografis (SIG), dan mencari faktor risiko terkuat penyebab malaria di Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap. Data berasal
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
298
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
dari dokumen laporan Dinas Kesehatan dan Puskesmas, hasil wawancara, pengamatan langsung dan pemetaan. Populasi refferen adalah semua penderita malaria klinis yang diambil sediaan darahnya secara mikroskopis malaria di wilayah UPT Puskesmas Kampung Laut Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah pada tahun
2010 sebanyak 720 kasu. Populasi kasus adalah
semua orang yang dalam sediaan darahnya ditemukan Plasmodium falciparum berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis malaria penduduk di Kecamatan Kampung Laut Wilayah Kerja UPT Puskesmas Puskesmas Kampung Laut Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah pada tahun 2010
sebanyak 84 orang. Populasi kontrol adalah semua orang yang dinyatakan negatif malaria berdasarkan hasil pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis malaria. Tidak memiliki riwayat pernah menderita malaria sebeluamnya selama tinggal di Kecamatan Kampung Laut Wilayah Kerja UPT Puskesmas Puskesmas Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah pada tahun 2010. Berdasarkan perhitungan pada tabel tersebut jumlah sampel adalah 45 orang untuk kasus dan 45 orang untuk kontrol, sehingga total sampel minimal seluruhnya adalah 90 orang HASIL PENELITIAN Dari beberapa variable penelitian yang dilakukan analisis bivariat dapat disimpulkan sebagai berikut : Tabel 1 Rekapitulasi Variabel Faktor Risiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Laut Tahun 2010
No
Variabel
P value
OR
95 % CI
Keterangan
1
Kontruksi Rumah
1,00
1,37
0,3-6,5
Tidak signifikan
2
Breeding Places
0,14
2,93
0,8-10,2
Tidak signifikan
3
Resting Places
0,01
8,86
3,4-23,3
Signifikan
4
Keberadaan Ternak
0,01
4,9
2,0-12,0
Signifikan
5
Pemakaian Kelambu
0,21
5,5
0,6-49,1
Tidak Signifikan
6
Pemakaian Obat Nyamuk
0,83
0,83
0,4-2,0
Tidak signifikan
7
Pemakaian Kawat Kasa
0,01
8,38
3,2-22,3
Signifikan
8
Kebiasaan Keluar Malam
0,29
1,71
0,7-4,0
Tidak signifikan
Analisis Multivariat Ke tiga variabel yang potensial sebagai faktor risiko kejadian malaria (p<0,25), selanjutnya dilakukan analisis secara multivariat menggunakan regresi logistik. Karena pada penelitian ini menggunakan disain case control, maka dalam analisis regresi logistik digunakan metode forward conditional. Hasil analisis dengan regresi logistik diperoleh hasil seperti pada tabel 4.16
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
299
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Logistik Variabel Potensial Dengan Kejadian Malaria Di UPT Puskesmas Kampung Laut Tahun 2010 No
Β
Variabel
Pvalue
OR
95,0% C.I.for EXP(B)
1
Keberadaan Resting Place
2,119
0,001
8,325
Lower 2,480
Upper 27,949
2.
Keberadaan Ternak
2,025
0,002
7,575
2,071
27,702
3.
Pemakaian Kawat Kasa
2,769
0,000
15,945
3,998
63,600
Constant
-3,922
Berdasarkan hasil analisis dengan regresi logistik (terhadap tiga variabel potensial), seperti tampak pada tabel 4.16 ternyata semua variabel yang di ujikan menjadi faktor risiko kejadian malaria di wilayah kerja UPT Puskesmas Kampung Laut, yaitu resting place, keberadaan ternak, dan penggunaan kawat kasa pada ventilasi dengan koefisien regresi masing-masing : 2,119, 2,025 dan 2,769. Ketiga faktor risiko tersebut bisa digunakan untuk merumuskan model persamaan regresi logistik sebagai berikut : 1. Peluang efek yang terjadi secara bersama-sama dari variabel independent, yaitu : P
1
=
1 P
+e
1
= 1+
P
-(a+β1 x 1 + β2 x 2 + β3 x 3 + ……...βn x n
2,718
(Konstanta+resting place+Ternak+kawat kasa)
1
= 1+
2,718 -
(2,991)
1 P
= 1+
P
=
0,05
0,95
Dengan demikian, bila seseorang tinggal dekat dengan resting place nyamuk malaria, tinggal dekat keberadaan ternak, dan tidak memasang kawat kasa pada ventilasi akan mempunyai tingkat risiko terhadap kejadian malaria adalah sebesar 95%. 2. Besarnya faktor risiko dari masing variabel independent terhadap kejadian malaria di Kampung Laut, yaitu sebagai berikut : 1 P(Y│Xi )
= -{(-3,922 + 2,119 (1) + 2,025 (2)+2,769(3) }
1
+e
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
300
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
a. Probabilitas seseorang menderita malaria bila tinggal dekat dengan resting place nyamuk malaria (x1=1) tetapi tidak mempunyai 2 faktor risiko lainnya (x 2=0, x3=0), maka : 1
P(Y│Xi ) =
-(-3,922 + (2,119 (1) + 2,025 (0) + 2,769 (0))
1
+
2,718 #REF!
=
0.141
1.229
Dengan demikian, subyek yang dekat dengan resting place nyamuk malaria, maka mempunyai probablitas menderita malaria sebesar 14,1 %. b. Probabilitas seseorang menderita malaria dengan rumah yang dekat dengan resting place nyamuk malaria (x1=1) dan tinggal dekat atau mempunyai keberadaan ternak di rumahnya (x2=1) maka probabilitas terjadinya malaria: 1
P(Y│Xi ) =
-(-3,922 + (2,119 (1) + 2,025(1) + 2,769(0))
1
+
2,718 #REF!
=
0,55
3.42
Dengan demikian, subyek yang tinggal dekat dengan resting place nyamuk malaria dan dekat dengan keberadaan ternak, maka mempunyai probablitas menderita malaria sebesar 55%.
c.
Probabilitas seseorang menderita malaria bila dekat dengan resting place nyamuk malaria (x1=1) dan dekat dengan keberadaan ternak (x2=1) serta tidak memakai kawat kasa pada ventilasi di daerah malaria, maka probabilitas terjadinya malaria sebesar: 1
P(Y│Xi ) =
-(-3922 + (2,119 (1) + 2,025 (1) + 2,769 (1))
1
+
2,718 #REF!
=
0.67
16.65
Dengan demikian, subyek yang dekat dengan resting place nyamuk malaria dan dekat dengan keberadaan ternak serta tidak memakai kawat kasa pada ventilasi di daerah malaria, maka mempunyai probablitas menderita malaria sebesar 67%. PEMBAHASAN Gambaran Umum Berdasarkan data-data kejadian malaria, sepanjang tahun 2006-2009, bahwa wilayah kerja Puskesmas Kampung Laut merupakan daerah endemis malaria.
(42)
Kasus yang endemis ini
karena berbagai factor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk, seperti daerah yang mempunyai dataran rendah berisar antara 1-100 m diatas permukaan laut
(44)
yang
apabila ada air pasang laut maka daerah tersebut akan mengalami genangan yang berpotensi untuk digunakan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk seperti rawa-rawa atau lagoon yang Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
301
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
sangat disukai nyamuk
(42)
, Tergenangnya air tersebut karena tekstur tanahnya juga mendukung
untuk terjadinya kolam-kolam tempat breeding place, karena mempunyai tekstur tanah seperti (44)
tanah lempung
yang sulit sekali meresap ke dalam tanah, sehingga terjadilah lagon ataupun
kolam, yang sangat disukai dengan kadar salinitas sebesar 18gr% yang merupakan kondisi yang sangat optimal bagi perkembangan nyamuk. Terbentuknya lagoon/kolam yang digunakan nyamuk sebagai breeding place terjadi karena pemanfaatan lahan yang belum optimal dari luas sekitar 17.512,05 Ha.
(42) (44)
, Sebagian besar adalah perairan seperti di Segara Anakan yang dikelilingi
oleh hutan Mangrove. Lahan untuk pertanian dan pertambakan masih belum optimal, mengingat jenis tanah di Kecamatan Kampunglaut adalah jenis tanah rawa dengan kedalaman yang cukup dalam serta drainase yang tidak baik. Keadaan ini berdampak adanya kolam-kolam yang dibiarkan tidak terawat dan ditumbuhi tanaman air berupa lumut dan alang-alang. Kolam tersebut menjadi tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk atau breedingplace. Berkembang biak nya nyamuk secara optimal karena kondisi lain yang mendukung yaitu adanya perubahan iklim global
(45)
berupa
fenomena El Nino dan La Nina, sehingga tidak bisa diprdiksi kapan akan terjadi musim hujan dan musim kemarau yang akhirnya ketika terjadi hujan tiap hari kadang akan diselingi dengan cuaca yang panas atau kemarau. Kondisi tersebut yaitu ketika hujan maka nyamuk akan menggunakan waktu tersebut sebagai waktu untuk berkembang biak dan ketika kemarau di tengah-tengah musim hujan maka nyamuk itu menurut Barodji
(36)
akan keluar dari tempat berkembangbiaknya dan akan
lebih lebih agresif untuk mengigit host karena suhu dan kelembabannya meningkat. Temperatur rata-rata di wilayah kerja Puskesmas Kampung laut berkisar antara antara 25-30 C
(14)
, Sedangkan kelembaban udara di wilayah kerja Puskesmas Kampung Laut umumnya sangat
tinggi, antara 66%-84% yang meupakan suhu dan kelembaban yang sanga disukai oleh nyamuk
(36)
.
Kondisi lain apabila dilihat dari karakteristik prilakunya, ternyata sebagian masyarakat tidak sekolah karena masyarakat di sana dididik untuk menjadi nelayan yang tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi
(42)
, hal tersebut tetunya akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap
pola hidupnya dimana masyarakat nelayan mempunyai kebiasaan keluar malam hari ketika mereka sedang tidak melaut, yang akhirnya akan lebih rentan terhadap tergigitnya host oleh nyamuk, karena daerah Kampung Laut mempunyai kondisi lingkungan fisik yang mendukung terhadap perkembangbiakan nyamuk malaria. Kemudian dari pendidikan yang rendah tersebut masyarakat disana tidak akan berpikir untuk menjual pendidikannya untuk mendapatkan mata pencaharian yang lebih baik yang akan berdampak pada status sosial masyarakatnya, karena kalau masyarakatnya mempunyai status sosial yang tinggi maka masyarakat akan mampu menyediakan rumah dan fasilitas yang sesuai dengan aturan kesehatan sehingga bisa terhindar dari penularan penyakit khusunya nyamu yang menyebabkan malaria, tetapi apabila dilihat kondisi nyatanya ternyata rumah yang di pakai jauh dari kata sehat dimana rumahnya tidak rapat yang memudahkan nyamuk masuk ke dalam rumah dan mengigit, dekat dengan ternak yang bau yang digunakan sebagai tempat peristirahatan nyamuk, dan kolam-kolam yang dibiarkan begitu saja yang mempunyai kadar salinitas yang optimal bagi perkembangan nyamuk, sehingga msyarakat disana mempunyai risiko digigit nyamuk yang menyebaban malaria akan lebih tinggi. Kondisi yang Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
302
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
terakhir yang tidak kalah penting yaitu akses dari pusat pelayanan kesehatan ke rumah penduduk sangat jauh dengan fasilitas jalan yang tidak memadai yang membuat masyarakat Kampung laut malas untuk berobat sehingga dibiarkan begitu saja ketika terkena suatu penyakit
(42)
Kondisi diatas diperkuat dengan berbagai penelitian seperti hasil dilakukan Meviana (2004)
(46)
.
penelitian yang
yang menyatakan perubahan iklim dapat mengakibatkan perbedaan
musim yang makin menjauh. Hujan akan datang secara tak menentu, sehingga genangan air sebagai sumber malaria terjadi dimana-mana, menyebabkan penyebaran malaria makin bertambah. Air adalah faktor essensial bagi perkembang-biakan nyamuk, karena semua nyamuk menghabiskan sebagian siklus hidupnya di air. Sementara itu, kemarau akan tiba secara berkepanjangan. Kemarau panjang ini akan meminimalkan jumlah air yang ada, namun dari ketersediaaan sedikit air tersebut, perkembangan jentik malaria justru bertambah pesat. Musim (47)
panas merupakan waktu yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk. Menurut Wan Alkadri
(Direktur Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan) pada tahun 2004 mengatakan bahwa suhu lembab dan panas akan membuat nyamuk semakin cepat berkembang. kemudian sarana dan prasarana dilokasi pemukiman mempengaruhi kejadian malaria. Prasarana dan sarana yang dimaksud meliputi, ketersediaan listik dan sarana komunikasi, sarana kesehatan yang mudah terjangkau, dan fasilitas pendidikkan, karena ini semua diperlukan dalam perubahan prilaku. Terjadinya suatu penyakit tersebut karena ada 3 faktor yaitu Interaksi antara Penyebab Penyakit (Agent), Pejamu (Host), dan Lingkungan (Environment) yang menentukan endemis penyakit malariadi wilayah kerja Puskesmas Kampung Laut. Apabila agent memberikan berat seperti perkembangan yang sangat cepat kemudian dukung dengan lingkungan yang optimal utuk perkembangan nyamuk dari mulai telur sampai menjadi nyamuk dewasa dan kondisi host yang tidak beprilaku hidup sehat, maka akan terjadilah suatu kejadian malaria yang endemis dan cenderung akan terus meningkat.
(48)
Gambaran Khusus 1.
Konstruksi Rumah Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa konstruksi rumah bukan merupakan faktor
risiko terjadinya malaria (p=1,000). Meskipun demikian bahwa orang
yang tinggal di rumah
dengan dinding yang tidak rapat mempunyai risiko terkena penyakit malaria sebesar 1,366 kali lebih besar daripada yang tinggal di rumah dengan dinding yang rapat. Kerapatan dinding rumah dapat mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah. Dinding rumah yang tidak rapat menjadi tempat masuknya nyamuk kedalam rumah sehingga bisa terkena penyakit malaria. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Suwito (2005)
(15)
yang menyimpulkan
bahwa ada hubungan antara keadaan dinding rumah yang tidak rapat dengan kejadian malaria. Menurut penelitian Yawan (2006)
(36)
, menyatakan bahwa keadaan kualitas rumah sangat
berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya penularan malaria di dalam rumah. Penduduk dengan rumah yang dindingnya tidak rapat memiliki risiko terjadinya malaria sebesar 18 kali lebih besar dibandingkan dengan rumah penduduk yang dindingnya rapat. Demikian pula penelitian Rema Devi di Valiyatura (Thailand) yang dikutif dari Yawan (2006) menunjukkan bahwa kondisi
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
303
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
rumah yang memiliki dinding tidak rapat dan tidak terpasang kawat kasa akan meningkatkan kejadian malaria. Tidak terbuktinya kerapatan dinding sebagai faktor risiko kejadian malaria dikarenakan nyamuk yang mengandung malaria merupakan nyamuk yang bersifat eksofagik atau suka mengigit diluar rumah, sehingga terjadinya kasus pada responden bisa terjadi diluar rumah karena penduduk di Kampung Laut mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan yang biasa keluar malam hari yang membuat risiko mengigitnya nyamuk terhadap host lebih besar. Kondisi lain yang bisa berpengaruh yaitu dikarenakan masyarakat Kampung Laut suka berkumpul pada malam hari di rumah penduduk secara bergiliran, dan pada saat berkumpul pintu depan rumah biasanya dibiarkan terbuka, sehingga akan mempermudah masuknya nyamuk ke dalam rumah meskipun dinding rumahnya rapat dan memperbesar risiko mengigitnya nyamuk terhadap responden yang sedang tidur. 2.
Breding Place (Tempat Perkembangbiakan Nyamuk) Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa rumah yang disekitarnya terdapat genangan air
merupakan bukan faktor risiko penghuninya
terkena malaria, variabel ini tidak berpengaruh
sehingga hipotesis tidak terbukti. Hal ini terjadi karena pada penelitian ini nyamuk malaria tersebut melakukan perkembang biakannya pada tumbuhan air yang mengandung genangan air yang dekat dengan rumah penduduk jadi tidak tergantung pada rawa-rawa, sehingga ketika nyamuk tersebut telah dewasa dan mulai mengigit, maka akan mempermudah nyamuk yang mengandung plasmodium untuk menemukan host di sekitar rumah penduduk yang mempunyai tumbuhan air yang sesuai jarak terbangnya dengan nyamuk tersebut. Berbeda dengan nyamuk yang berkembang biak di rawa yang mempunyai jarak terbang yang tidak sesuai dengan nyamuk, maka akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk terhadap responden dan nyamuk hanya akan mengigit terhadap responden yang melakukan kegiatan di dalam rawa tersebut. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Hanani
(49)
dalam Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia yang menyatakan bahwa
tempat genangan air ada hubungannya dengan kejadian malaria dengan p Value 0,025, kemudian penelitian yang tidak sejalan lainnya yaitu yang dilakukan Suwito di Bangka Belitung bahwa adanya tempat genangan air meupakan factor risiko kejadian terhadap malaria. Vektor malaria di seluruh dunia terdapat kira-kira 400 spesies nyamuk Anopheles. Dari jumlah tersebut yang dapat menularkan malaria adalah 60 spesies, dan 24 diantaranya ditemukan di Indonesia. Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat. Ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus, An.subpictus), ada yang hidup di sawah (An.aconitus), air jernih dipegunungan (An. maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti). Tetapi apabila dilihat seluruh kasus maka sebagian besar kasus ternyata dekat dengan genangan air yang berisiko terhadap perkembangan nyamuk, karena genangan air ini merupakan tempat untuk hidup dan berkembang biak menjadi nyamuk dewasa. Adapun genangan air yang disukai oleh nyamuk malaria adalah genangan yang kotor atau air tersebut bersifat payau atau air asin sehingga dalam genangan ini vector malaria dapat berkembang biak secara optimal. Tentunya apabila perkembangan ini terjadi maka akan menyebabkan nyamuk tersebut mencari host atau pejamu untuk mematangkannya, sehingga dari Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
304
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
hal tersebut akan rentan terhadap kejadian malaria, dengan demikian maka orang yang tinggal di rumah yang terdapat genangan air disekitarnya lebih berisiko. Hal ini sesuai dengan yang diteliti Kurniawan (2008)
(50)
di wilayah papua bahwa genangan air mempunyai risiko terhadap
perkembangan nyamuk malaria 10,895 kali lebih besar daripada orang yang tinggal di rumah tidak terdapat genangan air di sekitar rumah (p= 0,005 ; OR : 10,895 ; 95% CI : 1,321 – 89,879). Hasil perhitungan ini diperkuat dengan ditemukannya jentik Anopheles sp. pada genangan air yang terdapat disekitar rumah, parit jalan, maupun pada perahu rusak yang dilakukan saat penelitian. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa nyamuk membutuhkan air sebagai media dalam perkembang biakkannya. 3. Resting Place (Tempat Istirahat Nyamuk) Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara tumbuhan air dengan kejadian malaria, hal ini terjadi karena secara teori dikatakan bahwa keberadaan semak dan tumbuhan air merupakan faktor risiko kejadian malaria, karena berfungsi sebagai resting dan breeding place. Adanya hubungan ini disebabkan karena sebagian besar tumbuhan air berada dekat dengan kasus sedangkan pada control sebagian besar tidak mempunyai tumbuhan air sebagai tempat beristirahatnya nyamuk, berbeda dengan genangan air dimana sebagian besar kasus dan control mempunyai genangan tetapi dalam genangan tersebut tidak semuanya mengandung tumbuhan air yang merupakan tempat beristirahatnya nyamuk sehingga dari hal tersebut statitstika sebagai salah satu alat pengolah data menunjukkan hasil yang berpengaruh terhadap kejadian malaria. Pengaruh tumbuh-tumbuhan air pada nyamuk antara lain adalah : sebagai tempat meletakan telur, tempat berlindung dan mencari makan jentik nyamuk. Sedang semak-semak sebagai tempat hinggap/ istirahat nyamuk dewasa selama menunggu siklus gonotropik. Ada nyamuk yang senang meletakan telurnya dibalik daun tumbuhan yang terapung dipermukaan air, selain untuk berlindung sekaligus juga tempat mencari makan. Adanya jenis tumbuhan tertentu pada suatu perairan dapat dijadikan indikator untuk memperkirakan adanya jenis –jenis nyamuk tertentu disuatu daerah. Misalnya dengan karakteristik wilayah yang khas, yaitu daerah rawa yang luas dan dikelilingi oleh hutan bakau dan sagu, diperkirakan An. koliensis dapat hidup dan berkembang disini. Ditambah lagi dengan ketesediaan genangan air, maka banyak sekali breeding places dan resting places yang dapat dipakai nyamuk untuk menunjang perkembang biakkannya. Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Ginandjar (2005) indonesia
bahwa
keberadaan
tumbuhan
air
meupakan
(34)
faktor
(2)
dalam jurnal kesehatan yang
menjadi
tempat
perkembangbiakan vektor, sehingga ketika vektor nya semakin banyak maka kemungkinan untuk menggigit nya akan lebih besar. Kemudian penelitian yang sejalan yang dilakukan oleh Suwito
(15)
dimana tumbuhan air di puskesmas Benteng Bangka Belitung merupakan factor yang berpengaruh terhadap kejadian malaria. Analisis multivariat
pun menunjukkan bahwa keberadaan ternak
mempunyai pe ngaruh terhadap kejadian malaria. 4.
Keberadaan Ternak Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan ternak
dengan kejadian malaria, hal ini disebabkan karena ternak tersebut digunakan sebagai resting Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
305
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
place nya nyamuk malaria, digunakannya ternak sebagai tempat beristirahat malaria karena malaria merupakan vector yang bersifat zoofilik atau tertarik pada binatang sehingga vector ini akan lebih banyak ditemukan pada masyarakat yang mempunyai ternak di rumahnya atau pun yang mengurus ternak dan tentunya masyarakat yang dekat dengan ternak akan lebih berisiko terhadap kejadian malaria. Selain daripada itu, malaria merupakan nyamuk yang bersifat eksofagik yaitu setelah menggigit nyamuk akan beristirahat di tempat seperti ternak dan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus sebagian besar mempunyai ternak yang merupakan resting place nya malaria sehingga dari hasil penelitian tersebut bisa terdeskripsikan bahwa risiko terkena malaria lebih besar karena kasus di sana dekat dengan tempat nyamuk untuk beristirahat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Barodji
(26)
bahwa ternak merupakan media untuk penularan penyakit
malaria yang di gunakan sebagai tempat beristirahat.Kemudian penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Hanani Bahwa keberadaan ternak berpengaruh terhadap kejadian malaria. Hasil analisis multivariat juga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara keberadaan ternak dengan kejadian malaria. 5. Kebiasaan Memakai Kelambu Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan penggunaan kelambu dengan kejadian malaria. Hal tersebut terjadi karena sebagian kelambu yang digunakan oleh responden ternyata sudah mengalami kerusakan atau tidak rapat lagi, sehingga nyamuk masih bisa memasuki kelambu tersebut dan akan memperbesar risiko mengigitnya nyamuk terhadap responden. Hal ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian yang membuktikan bahwa pemakaian kelambu secara teratur pada waktu tidur malam hari mengurangi kejadian malaria. Menurut penelitian Sunarsih (2009)
(14)
, penduduk yang tidak menggunakan kelambu secara teratur
mempunyai risiko kejadian malaria 6,44 kali dibandingkan dengan yang menggunakan kelambu. Penelitian Ginandjar (2005)
(34)
menyebutkan ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian
kelambu setiap malam dengan kejadian malaria (p=0,046) sebesar 1,52 kali. Penelitian Suwito (2005)
(15)
, menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian
malaria (p=0,000). Penelitian Akhsin (2005)
(19)
, menunjukkan ada hubungan antara kebiasan
menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p=0,000). Penelitian Buwono (1995)
(31)
menyatakan bahwa individu yang tidak menggunakan kelambu saat tidur berpeluang terkena malaria 2,8 kali di bandingkan dengan yang menggunakan kelambu saat tidur. Kemudian apabila dilihat dari kasus tersebut ternyata sebagian besar tidak menggunakan kelambu hal ini tentunya mengindikasikan bahwa kelambu yang rapat dan tidak bolong-bolong memang berpengaruh terhadap frekuensi gigitan nyamuk, apabila tidak ada kelambu, vektor akan berpotensi menggigit lebih sering sehingga kejadian malaria tentunya bisa terjadi. 6. Pemakaian Obat Nyamuk Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian malaria. Hal ini terjadi karena, penggunaan obat nyamuk bakar tidak sampai pada pagi hari sehingga ketika obat nyamuk tersebut sudah habis sebelum pagi hari, maka nyamuk akan melakukan aktifitasnya kembali berupa mengigit karena tidak ada factor penghambat yang berarti karena obat nyamuk yang digunakan sudah habis sebelum pagi hari. Penggunaan obat Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
306
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
nyamuk ini pada masyarakat Kampung Laut merupakan hal biasa. Berdasarkan hasil wawancara mengenai kebiasaan menggunakan obat nyamuk ini di karenakan masyarakat merasa banyaknya nyamuk yang masuk ke dalam rumah, hal ini tentunya berhubungan dengan kerapatan dinding dimana sebagian besar dindingnya tidak rapat yang lebih memudahkan nyamuk masuk ke dalam rumah, sehingga untuk mencegahnya, masyarakat Kampung Laut menggunakan obat nyamuk. Secara teori penggunaan obat nyamuk adalah untuk mengurangi factor risiko kejadian malaria tetapi dalam penelitian ini ternyata obat nyamuk. Penelitian ini ternyata sejalan dengan yang di teliti Kurniawan
(50)
bahwa obat nyamuk tidak berpengaruh terhadap kejadian malaria, kemudian
penelitian lain yang dilakukan Sunarsih juga menunjukkan hasil yang sama yaitu obat nyamuk tidak berpengaruh terhadap kejadian malaria, penelitian yang memperkuat penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Hanani
(49)
dimana menurut peneliti bahwa obat nyamuk tidak mempunyai
hubungan terhadap kejadian malaria. tetapi penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda di mana menurut Ahmadi bahwa obat nyamuk berpengaruh terhadap kejadian malaria, hal ini diperkuat dengan penelitian Suwito
(11)
bahwa obat nyamuk juga berpengaruh terhadap kejadian
malaria 7. Pemasangan Kawat Kasa Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan pemasangan kawat kasa dengan kejadian malaria. Hal ini terjadi karena, peranan pemasangan kawat kasa pada ventilasi dapat menyebabkan semakin kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni rumah, dengan demikian pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan melindungi penghuni rumah dari gigitan nyamuk karna nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah. Analisis bivariat menunjukkan bahwa kawat kasa yang tidak terpasang pada semua ventilasi merupakan faktor risiko terjadinya malaria (0,000), variabel ini berpengaruh, sehingga hipotesis terbukti. Dengan demikian rumah yang tidak memasang kawat kasa pada ventilasi berisiko terkena malaria 8,383 kali daripada orang yang rumahnya memasang kawat kasa pada semua ventilasi (OR : 8,383 ; 95% CI : 3,152 – 22,292). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yawan (2006)
(36)
, yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara pemasangan kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,000 ; OR : 4,35). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniawan (2008)
(50)
yang menyebutkan bahwa ada
hubungan antara kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,000 ; OR : 6,851). Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian Akhsin (2005)
(19)
, yang menyatakan bahwa ada hubungan antar
pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian malaria (p=0,013 ; OR : 10,67 ; 95% CI : 0,11 - ,081). Vektor malaria ini mempunyai kebiasaan menggigitnya aktif di malam hari, saat orang tertidur, sehingga dimungkinkan besar untuk digigit nyamuk. Penggunaan kawat kasa merupakan cara untuk melindungi penghuni dari gigitan nyamuk yang masuk sehingga kejadian malaria dapat dicegah. 8. Kebiasaan Keluar Malam Hari Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan keluar malam hari dengan kejadian malaria. Hal tersebut terjadi dikarenakan nyamuk akan sering melakukan gigitan Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
307
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
ketika berada di rumah dan tidak sedang melaut, hal ini dikuatkan dengan perkembangbiakan nyamuk pada tumbuhan air yang berada disekitar rumah yang merupakan jarak terbang nyamuk yang akan lebih memudahkan nyamuk untuk mencari host, kemudian seringnya nyamuk mengigit responden di sekitar rumah dibuktikan dengan kebiasaan melaut responden yang hanya dilakukan 2 kali dalam seminggu. Hal tersebut menggambarkan bahwa frekuensi responden berada di sekitar rumah dan di luar rumah ternyata lebih banyak di sekitar rumah, sehingga kejadian malaria akan lebih berpotensi terjadi, dikarenakan tempat perkembangan biakan nyamuk berada di sekitar rumah responden yang merupakan jarak terbang nyamuk yang akan lebih memudahkan nyamuk mencari host didukung dengan seringnya responden berada di sekitar rumah maka secara otomatis nyamuk akan lebih sering mengigit responden ketika berada di sekitar rumah, sehingga hal tersebut bisa menjelaskan tidak adanya hubungan antara kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan kejadian malaria. Meskipun tidak ada hubungan tetapi ketika melakukan aktifitas mencari ikan pada malam hari, patut diwaspadai nyamuk akan mengigit ketika sedang melaut dan menyebabkan malaria, karena nyamuk malaria mempunyai kebiasaan mengigit pada malam hari diluar rumah.. Hal ini sejalan dengan penelitian Elsa
(51)
yang menyatakan bahwa kebiasaan keluar
rumah pada malam hari bukan merupakan faktor risiko terkena malaria (OR=0,865). Penelitian ini oleh hasil penelitian Hanani yang menunjukkan bahwa kebiasaan kelaur malam hari merupakan faktor risiko terjadinya kejadian malaria, kemudian penelitian lain yang mendukung yaitu yang dilakukan Suwito dimana kebiasaan kelaur malam hari mempunyai risiko 4 kali lebih besar dari yang tidak suka keluar malam hari. SIMPULAN DAN SARAN A.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tidak ada hubungan yang bermakna antara konstruksi rumah dengan kejadian malaria p = 1,00 (OR = 1,37 95% CI = 0,29-6,48) 2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara keberadaan breeding place dengan kejadian malaria p= 0,14 (OR = 2,93 95% CI = 0,84-10,16) 3. Ada hubungan yang bermakna antara keberadaan resting place dengan kejadian malaria p= 0, 01 (OR = 8,86 95% CI = 3,37-23,26) 4. Ada hubungan yang bermakna antara keberadaan ternak dengan kejadian malaria p=0,01 (OR = 4,9 95% CI = 2,01-11,97) 5. Ada hubungan yang bermakna antara keberadaan kawat ventilasi kamar dengan kejadian malaria p=0,01(OR = 8,38 95% CI = 3,15-22,29) 6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan memakai kelambu dengan kejadian malaria p=0,21 (OR = 5,5 95% CI = 0,62-49,11), pemakaian obat nyamuk bakar dengan
kejadian malaria p=0,83 (OR = 1,37 95% CI = 0,29-6,48), kebiasaan keluar
malam hari dengan kejadian malaria p=0,29 (OR = 1,71 95% CI = 0,74-3,94).
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
308
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
7. Hasil
analisis
multivariat
menunjukkan
variabel
resting
ternak,pemakaian kawat kasa pada ventilasi berpengaruh
places,
keberadaan
terhadap kejadian malaria
sebesar 95 %. B. Saran 1.
Bagi Puskesmas Kampung Laut a)
Melaksanakan kegiatan pengangkatan lumut
menghilangkan semak-semak dan
larvasida pada kolam-kolam yang terlantar b)
Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan kandang ternak.
c) 2.
Mensosialisasikan manfaat penggunaan kawat kasa pada ventilasi pada masyarakat
Bagi Masyarakat a)
Meningkatkan kebersihan lingkungan melalui pembabatan semak-semak yang berpotensi sebagai breding place dan resting place malaria
b)
Melaksanakan penebaran benih ikan pada kolam kosong
c)
Membersihkan kandang ternak setiap hari
d)
Melaksanakan pemasangan kawat kasa pada ventilasi supaya nyamuk tidak bisa masuk ke rumah dan mengigit host
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
309
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
DAFTAR PUSTAKA Abate, Andargie., Degarege, Abraham., Erko, Berhanu. 2013. Community knowledge, attitude and practice about malaria in a low endemic setting of Shewa Robit Town, northeastern Ethiopia. Biomed Central. Public Health. 13:312 Akenji. N. Theresa., Ntonifor, Nelson. Ndukum, Maze. 2006. Environmental factors affecting malaria parasite prevalence in rural Bilimfamba, South- West Cameroon. Africa Health Journal. Vol. 13; 40-46. (diakses tanggal 2April 2013). Atasti, Lely. 1998. Beberapa Aspek Bionomik Nyamuk Anopheles dalam RangkaPerencanaan Pengendalian Vektor Malaria di Kecamatan Kokap, KabupatenKulon Progo. Tesis UGM (tidak dipublikasikan). Babba., Hadisaputro., Sawandi. 2005. Faktor-Faktor yang MempengaruhiKejadian Malaria (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi KotaJayapura). Artikel Publikasi. Magister Epidemiologi Program PascasarjanaUNDIP Semarang.Barodji. 1993. Pengaruh Ternak yang di kandang dalam Rumah terhadap JumlahVektorMalaria An. aconitus yang Menggigit Orang dan Sembunyi di DalamRumah di Daerah Pedesaan di Jawa Tengah. Laporan Penelitian Puslit Ekologi, Balitbangkes. Jakarta. Black, M., Ebener, S., Agullar,P.N., Vidaurre, M., El Morjani, Z. 2010. Using GISto Measure Phisical Accessibility to Health Care. www.who.htm diaksestanggal 22 April 2013 International Journal of Health Geographics . Volume 3:1 Budiarto, Eka. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.EGC. Bandung. Budiyanto, Eko. 2010. Sistem Informasi Geografis dengan Arcview GIS. Andi.Yogyakarta Centers for Desease Control and Prevention. 2010. Biology of Malaria, 1600Clifton Rd. Atlanta, GA 30333, USA. http://www.cdc.gov.malaria. (diakses 24 April 2012) Centers for Desease Control and Prevention. 2010. Human Factors and Malaria.1600 Clifton Rd. Atlanta, GA 30333, USA. http://www.cdc.gov.malaria.(diakses 24 April 2012) Chadee, D.D., Kitron, U. 2010. Spatial and Temporal Patterns of imported Malaria Cases and Local Transmission in Trinidad. American Journal Tropical Medicine and Hygiene. Vol 61:513-517. Charlwood, Derek., Pinto, Joao., Ferrara, Patricia. 2003. Raised houses erducemasquito bites. Malaria Journal. Vol 2:45. Hal 1-6. (diakses tanggal 17 April 2013). Coleman, M., Mabuza, A., Coetzee, M., Duurheim, D. 2009. Using The SatScan Method To Detect Local Malaria Clusters For Guiding Malaria Control Programmers. Malaria Journal, 8:68-73 Dahlan. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Bandung Depkes RI. 1990. Survei Entomologi Malaria. Dirjen PPM & PL. DepartemenKesehatan RI : Jakarta. Depkes RI. 1993. Malaria Epidemiologi I. Dirjen PPM & PL. Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Depkes RI. 1997. Vektor Malaria di Indonesia. Subdit Serangga, Departemen Kesehatan : Jakarta Depkes RI. 1999. Pedoman Entomologi Malaria. Dirjen PPM dan PLP: Jakarta Depkes RI. 2003. Modul Parasitologi Malaria. Dirjen PPM & PL. DepartemenKesehatan RI : Jakarta. Depkes RI. 2005. Survei Entomologi Malaria. Dirjen P2M PLP: Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Depkes RI. 2007. Pedoman Teknis Epidemiologi Malaria. Dirjen PP & PL, Dit P2B2. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia (Gebrak Malaria). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta Diah, Zulicha. 2011. Analisis Spasial Kejadian Malaria di Kecamatan SosohBuay Rayap Kabupaten Ogan Komering Ulu. Tesis UGM Ernawati., Budi., Rifqatussa’adah. 2010. Hubungan Faktor Risiko Individu danLingkungan Rumah Dengan Malaria di Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Indonesia. Jurnal Kesehatan Makara. Volume15 (2). Desember 2011 Govella, NJ., Chaki, PP., Killen, GF. 2011. Entomological surveillance ofbehavioural resilience and resistance residual malaria vector populations. Pubmed Jurnal. Vol. 12;124. (Diakses tanggal 27 Juni 2013). Greenwood, B. M., Fidock, D. A., Kyle, D. E., Kappe, S. H. I., Alonso, P. L.,Collins, F. H., & Duffy, P. E. 2008. Review series Malaria: progress, perils , Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
310
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
and prospects for eradication. Human Antibodies, The Journal Of ClinicalInvestigation, Volume 118 (4). Hadi., Sigit. 2006. Hama Pemukiman Indonesia: Pengenalan Biologi danPengendalian. Penerbit Unit Kajian Pengendalian Hama PemukimanFakulta s Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.Hadjoe. 2012. Vectors Malria and Filariasis In Indonesia. Buletin Penelitian esehatan. Vol 17; 6. (Diakses tanggal 2 Juni 2013). Harijanto,P.N., Nugroho,A., Gunawaan, C. 2009. Malaria dari Molekuler ke Klinis. EGC. Jakarta Harmendo, Endah N, Raharjo M. 2009. Faktor Resiko Kejadian Malaria diWilayah kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol.8 No.1: 15-19 Haryadi. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Desa Sungai Pancang Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan KalimantanTimur. Skripsi Undip. Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia. Digitalized by USU digital library. Husin, Hasan. 2007. Faktor Risiko Kejadian Malaria di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai Serut Bengkulu Propinsi Bengkulu. Tesis Undip. Joshi. G.P, L.S. Self, S. Usman, C.P. Pant, M.J. Nelson and Supalin. 1977.Ecological studies on Anopgeles aconitus in the Semarang Area of CentralJava, Indonesia. WHO/VBC/77.677. Hal 15 Kacey C. Ernst, Kim A. Lindblade, David Koech, Peter O. Sumba, Dickens O.Kuwuor, Chandy C. John, dan Mark L. Wilson. 2011. Environmental,socio-demographic and behavioral determinants of malaria risk in thehighlands of western Kenya: a case-control study. Pubmed Central Journal. Vol.14 No.10 : 1258-1265. Kampango, Ayubo., Braganca. Mauro., Sousa, Bruno., Charlwood, Derek. 2013, Netting Barriers Mawquito Entry Into Houses in Southern Mozambique: pilot study. Malaria Journal. 12: 99.. (diakses 2 April 2013) Kemenkes. 2011. Atlas Vektor Indonesia. Jakarta; 2011 Kirnowardoyo, S. 1991. Penelitian Vektor Malaria yang Dilakukan Institusi Kesehatan 1975-1990. Bulletin Penelitian Kesehatan. Vol.19 No.4 :24-32. Krefis, A. C., Schwarz, N. G., Nkrumah, B., Acquah, S., Loag, W., Sarpong, N., Adu-Sarkodie, Y., et al. 2010. Principal component analysis of socioeconomic factors and their association with malaria in children from theAshanti Region, Ghana. Malaria journal. Vol 9, No. 201: 1-7 Lameshow S, Hosmers J, Klar J, Lwanga S.K. 1997. Besar Sampel dalamPenelitian Kesehatan. Diterjemahkan oleh Pramono S. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta Lwetoijera, W.D., Kiware,S.Samson., Mageni,D.Zawadi. 2013. A need for betterhousing to further reduce indoor malaria transmission in areas with high bed net coverage. Parasites & Vector .Biomed Central. 6:57. (Diakses tanggal 12 Mei 2013) Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta. Noor. 2007. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Pattanayak, S. K., & Yasuoka, J. 2005. Deforestation and malaria: Revisiting thehuman ecology perspective. RTI International and Research AssociateProfessor at North Carolina State University Pattanayak, S. K., Catherine, G., Sills, E. O., Kramer, R. A., Murray, B. C.,Kramer, R. A., & Murray, B. C. 2003. Malaria , Deforestation and Poverty:A Call for Interdisciplinary Policy Science for Interdisciplinary. Policy Science Research Triangle Institute, North Carolina. Pattanayak, S., Dickinson, K., Corey, C., Murray, B., & Sills, E. 2006. Deforestation, Malaria, and Poverty: a Call For Transdisciplinary Research toSupport The Design of Cross-Sectoral Policies. Sustainability: Science, Practice and Policy. 2(2): 1-12 Prahasta. 2009. Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung Prasetyo, A. Malaria. Jakarta 21 November 2006. From URL: http://.www. Pusat Informasi Penyakit Infeksi khususnya HIV-AIDS – Penyakit – Malaria.html (2 September 2010). Pullan R.L, Bukirwa H. Staedke S.G, Snow R.W., Brooker, S. 2010. PlasmodiumInfection And Its Risk Factors In Eastern Uganda, Malaria Journal, 9:2 S-2 FETP-IKM Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan). Reid. A. J. 1968. Anopheline Mosquitoes of Malaya and Borneo. Government of Malaysia. Staples Printers. Ruswanto, Bambang. 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru diTinjau dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan. Tesis Undip Semarang Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
311
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Saepudin, Malik. 2003. Prinsip – Prinsip Epidemiologi. Stain Pontianak Press. Pontianak. Sarkar, J., Murhekar, M., Shah, N. 2009. Risk Factors for Malaria Deaths InJalpaiguri District, West Bengal, India: Evidence For Further Action.Malaria Journal. 8:133 Sastroasmoro. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Peneltian Klinis. Binarupa aksara.Jakarta Shinta, Sukowati, S. Sapardiyah, T. 2005. Pengetahuan, Sikap dan PerilakuMasyarakat Terhadap Malaria Non Endemis, Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan 4:2. Agustus 2005: 254-264. Smith. A.Thomas., Russel. Tanya., Lwetoijera. Dickson., 2010. Impact ofpromoting longer-lasting insecticide treatment of bed nets upon malariatransmission in a rural Tanzanian setting with preexisting high coverage ofuntreated nets. Malaria Journal. Vol 9: 187. (Diakses 12 April 2010) Somthes, M. Consolidated Annual Report on Malaria Control Programme Indonesia. 1993. Ministry of Health World Health Organization, WHO. Mal.1993 : 001 Sucipto. 2009. Entomologi Kesehatan. Kesehatan Lingkungan Poltekkes :Pontianak. Sucipto. 2010. Pengendalian Vektor Penyakit. Kesehatan Lingkungan Poltekkes :Pontianak. Sucipto. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Gosyen Publishing. Yogyakarta. Sukowati. S, Sapardiyah.S, Lestary,W,E. 2003. Pengetahuan , Sikap, dan Perilaku (PSP) Masyarakat tentang Malaria di Derah Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2:1. 171 -177 Sulistiowati. 2011. Analisis Spasial Kejadian Malaria Di Kecamatan Sosoh Buah Rayap Kabupaten Ogan Komering Ulu. Tesis S-2 Sistem Informasi Kesehatan-IKM Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tidak Dipublikasikan) Susana, Dewi. 2011. Dinamika Penularan Malaria. Universitas Indonesia Press.Jakarta. Thaharudin. 2003. Lingkungan Perumahan, Kondisi Fisik Rumah, TingkatPengetahuan, Perilaku Masyarakat Dan Angka Kejadian Malaria. Tesis S-2Kesehatan Lingkungan-IKK Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tidak Dipublikasikan) WHO. 2011. World Malaria Report 2011: Indonesia. World Health OrganizationPress Office. Geneva WHO. 2012. Malaria. World Health Organization Press Office. GenevaYeshiwondim, A., Gopal, S., Hailemariam, A. 2008. Spatial analysis of malariaincidence at the village level in areas with unstable transmission in Ethiopia.International Journal of Health Geographic. 8:5 Zhang. W., Wang, L.,Fang, L. 2008. Spatial Analysis of Malaria in Anhui Province, China. Malaria Journal. 7:206
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011
312