PENGELOLAAN RISIKO KREDIT UNTUK MENINGKATKAN PERAN BPR SEBAGAI LKM PADA BPR X DI CIREBON
MEI JUWITA PANJAITAN
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Mei Juwita Panjaitan NIM H34060320
RINGKASAN MEI JUWITA PANJAITAN. Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Selama tahun 2006-2011 jumlah UMKM tumbuh sebesar 12,62 persen dengan pangsa sebesar 99,99% (Depkop 2013). Hal ini berarti bahwa 99,99% dari pelaku usaha di Indonesia menjadikan UMKM sebagai wujud kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Kondisi seperti ini yang menyebabkan terjadinya permintaan kredit dan kenaikan penawaran kredit. Bagi UMKM kredit merupakan salah satu sumber modal untuk menunjang usahanya. Di sisi lain, lembaga keuangan melihat bahwa perkembangan UMKM merupakan sebuah peluang untuk memperoleh keuntungan dari bunga kredit yang ditawarkan. BPR X Cirebon merupakan salah satu LKM yang berbentuk PD (Perusahaan Daerah) dan beroperasi di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola kredit bermasalah cukup baik. Hal ini terlihat dari perkembangan nilai NPL (Non Performing Loan) netonya selama periode 2009-2012 yaitu berturut-turut sebesar 2,61 persen, 2,88 persen, 2,05 persen, dan 1,82 persen. Nilai tersebut berada di bawah 5 persen dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan BI. Di sisi lain banyak LKM dan BPR lainnya yang memiliki nilai NPL neto di atas 5 persen, sehingga sebagian dari LKM mengalami kebangkrutan dan beberapa BPR yang ditutup oleh BI, karena tingkat kesehatan bank yang buruk. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan untuk mengelola risiko kreditnya. Tujuan penelitian ini adalah : 1) menguraikan faktor yang membuat BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL di bawah 5 persen, 2) menganalisis risiko kredit BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk (VaR), 3) menganalisis pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon. Penelitian dilaksanakan di Kantor BPR X Cirebon yang berlokasi di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengumpulan data dan wawancara langsung dengan pihak manajemen dan debitur BPR X Cirebon. Data sekunder diperoleh melalui data historis BPR X Cirebon, studi pustaka, dan publikasi elektronik. Analisis data secara kualitatif dilakukan secara deskriptif sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Value at Risk (VaR) dengan credit metrics. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab BPR X Cirebon memiliki nilai NPL di bawah 5 persen adalah karena memiliki kinerja keuangan yang sehat yang diperoleh dari kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola kecukupan modal untuk menutupi risiko, kemampuan mengelola aktiva produktif, kemampuan memperoleh laba, kemampuan manajemen, dan kemampuan mengelola kredit. Pengelolalan usaha ini mencakup pengelolaan kredit bermasalah sehingga BPR X Cirebon dapat mengendalikan risiko kredit walaupun penyaluran kredit kepada UMKM meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan perhitungan VaR dengan credit metric, nilai kerugian maksimum yang dihadapi BPR X Cirebon per Desember 2012 pada tingkat keyakinan 95 persen adalah sebesar 11,62 persen dari total baki debet kredit UMKM dengan plafon mikro di BPR X Cirebon (skenario 1). Pada tingkat keyakinan 99 persen, BPR X Cirebon kemungkinan mengalami kerugian maksimum sebesar 16,44 persen dari total baki debet kredit UMKM dengan plafon mikro (skenario 1). Hasil perhitungan dengan beberapa skenario menunjukkan bahwa nilai VaR akan berubah apabila terjadi perubahan tingkat suku bunga, perubahan peluang atau probabilitas kolektibilitas debitur, dan perubahan nilai baki debet tiap kolektibilitas. Semakin kecil nilai VaR maka akan semakin baik. Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh BPR X Cirebon tidak hanya tindakan untuk menyelamatkan keuangan instansi tetapi juga tindakan untuk menyelamatkan usaha debitur. Hal ini terlihat dari pemberian kredit hingga pemantauan debitur, pihak BPR X Cirebon juga memberikan pembinaan kepada debitur agar mengembangkan usahanya. Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon dilakukan untuk meningkatkan peran BPR X Cirebon sebagai LKM untuk membantu dan mengembangkan UMKM. Hal ini karena dengan pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon mampu membuat faktor CAMEL BPR X Cirebon berada dalam kondisi sehat sehingga menjadi modal untuk kegiatan operasional selanjutnya terutama dalam peningkatan pembiayaan modal kerja UMKM.
ABSTRAK MEI JUWITA PANJAITAN. Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI BPR X Cirebon merupakan salah satu LKM yang memberikan bantuan permodalan kepada UMKM di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah (1) menguraikan faktor yang membuat BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL di bawah 5 persen, (2) menganalisis risiko kredit BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk (VaR), (3) menganalisis pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab BPR X Cirebon memiliki nilai NPL di bawah 5 persen adalah karena memiliki kinerja keuangan yang sehat yang diperoleh dari kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola risiko kredit. Hasil perhitungan VaR menunjukkan kemungkinan kerugian terbesar yang dihadapi BPR X Cirebon pada tahun 2012 dengan tingkat keyakinan 95% adalah sebesar 11,62% dari total baki debetnya. Pada tingkat keyakinan 99%, kemungkinan BPR X Cirebon mengalami kerugian maksimum sebesar 16,44% dari total baki debetnya. Pengelolaan risiko kredit sangat penting untuk mengurangi kerugian akibat kredit bermasalah. Apabila kredit bermasalah dapat dikendalikan maka BPR X Cirebon dapat meningkatkan perannya untuk memberikan pembiayaan kepada UMKM. Kata kunci: Risiko Kredit, BPR, NPL, Value at Risk, Pengelolaan Risiko Kredit
ABSTRACT MEI JUWITA PANJAITAN. Credit Risk Management to Increase The Role of BPR as MFI at BPR X in Cirebon. Supervised by ANNA FARIYANTI BPR X Cirebon is one of MFI (Microfinance Institutions) which provides capital assistance to SMEs in Astanajapura Subdistrict, Cirebon Regency. The purpose of this study are (1) to outline the factors that make BPR X Cirebon was able to maintain the value of NPL below 5 percent, (2) to analyze the credit risk value of BPR X Cirebon with quantitative calculation of Value at Risk (VaR), and (3) to analyze the credit risk management of BPR X Cirebon. The results of this study show that the BPR X Cirebon’s NPL value was below 5 percent is caused by a good financial performance was resulted from the BPR X Cirebon’s ability in managing credit risk. VaR calculation results indicate the possibility of loss which is faced by BPR X Cirebon in 2012 with a 95% confidence level is 11.62% of the outstanding total. At the 99% confidence level, the possibility of BPR X Cirebon’s maximum loss is 16.44% of the outstanding total. Credit risk management is important to reduce losses from non-performing loans. If the nonperforming loans can be controlled, BPR X Cirebon can enhance its role to provide funding for SMEs. Key Word : Credit Risk, BPR, NPL, Value at Risk, Credit Risk Management
PENGELOLAAN RISIKO KREDIT UNTUK MENINGKATKAN PERAN BPR SEBAGAI LKM PADA BPR X DI CIREBON
MEI JUWITA PANJAITAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon : Mei Juwita Panjaitan : H34060320
Disetujui oleh
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah pengelolaan risiko kredit, dengan judul Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing akademik dan skripsi atas bimbingan dan kesabarannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji dan Anita Primaswari Widhiani, SP. MS atas sarannya dalam teknis penulisan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Benny dari BPR X Cirebon beserta staf BPR X Cirebon, serta Bapak Deni S beserta staf Unit Kredit Bank Mandiri Cirebon, Ibu Adyani dari Bank Indonesia, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Mei Juwita Panjaitan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Usaha Mikro dan LKM Permasalahan Usaha Mikro Permasalahan LKM Pemahaman Kredit Perbankan Jenis Kredit Faktor -Faktor Penyaluran Kredit Kredit Bermasalah
6 6 6 7 9 9 10 10
Kegiatan Usaha BPR
11
Penelitian Terdahulu
14
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Keseimbangan Pasar Kredit Konsep Risiko Kredit Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Kolektibilitas Kredit Indikator Kinerja Keuangan Pengelolaan Risiko Kredit Value at Risk Kerangka Pemikiran Operasional METODE
15 15 15 17 19 19 20 23 24 24 27
Lokasi dan Waktu Penelitian
27
Data dan Instrumensasi
27
Metode Pengumpulan Data
27
Metode Pengolahan Data Analisis Deskriptif Analisis VaR dengan Credit Metric
28 28 28
Definisi Operasional
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
Gambaran Umum BPR X Cirebon Profil Usaha BPR X Cirebon Struktur Organisasi BPR X Cirebon Profil Kredit BPR X Cirebon Ikhtisar Keuangan BPR X Cirebon Penyebab Kredit Bermasalah pada BPR X Cirebon Peran BPR X Cirebon sebagai LKM Faktor yang Membuat NPL BPR X Cirebon di bawah 5 persen dan Nilai Risiko Kredit BPR X Cirebon
32 32 34 39 46 47 55 58
58 Key Performance Indicators BPR X Cirebon Perhitungan Value at Risk Kredit UMKM Plafon Mikro BPR X Cirebon 61 Pengelolaan Risiko Kredit BPR X Cirebon Analisis Kelayakan Calon Debitur BPR X Cirebon Pemantauan Debitur BPR X Cirebon Penyelesaian Kredit Bermasalah BPR X Cirebon Penyelamatan Kredit Bermasalah BPR X Cirebon Implikasi Pengelolaan Risiko Kredit terhadap Peningkatan Peran BPR X Cirebon sebagai LKM KESIMPULAN DAN SARAN
67 68 70 70 71 71 72
Kesimpulan
72
Saran
72
DAFTAR PUSTAKA
73
LAMPIRAN
76
RIWAYAT HIDUP
84
DAFTAR TABEL 1. Jumlah unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar tahun 2006 dan tahun 2011 di Indonesia 2. Kegiatan usaha perbankan Indonesia tahun 2009 -2012 3. Penyaluran kredit UMKM Bank Persero dan BPR tahun 20112012 4. Kegiatan usaha BPR Konvensional Jawa Barat tahun 2009 -2012 5. Nilai Kredit dan NPL netto BPR X Cirebon tahun 2009-2012 6. Komposisi kredit berdasarkan jenis penggunaanya tahun 2012 7. Komposisi kredit berdasarkan plafon kredit tahun 2012 8. Kolektibilitas kredit usaha mikro tahun 2012 9. Kredit berdasarkan jangka waktu pengembalian tahun 2012 10. Kolektibilitas kredit mikro modal kerja jangka pendek tahun 2012 11. Kolektibilitas kredit mikro modal kerja jangka menengah tahun 2012 12. Kredit berdasarkan sektor ekonomi tahun 2012 13. Kolektibilitas kredit mikro sektor perdagangan dan jasa tahun 2012 14. Kolektibilitas kredit mikro sektor pertanian tahun 2012 15. Ikhtisar Keuangan BPR X Cirebon selama tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah) 16. Karakteristik individu debitur bermasalah BPR X Cirebon 17. Karakteristik usaha debitur bermasalah BPR X Cirebon 18. Karakteristik kredit debitur bermasalah BPR X Cirebon 19. Penyaluran kredit BPR Konvensional Kabupaten Cirebon tahun 2010-2012 20. Key Performance Indicators BPR X Cirebon tahun 2009-2012 21. Baki debet kredit mikro UMKM tiap kolektibilitas tahun 2012 22. Matriks unconditional BPR X Cirebon 23. Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 1 (dalam Rp) 24. Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 2 (dalam Rp) 25. Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 3 (dalam Rp) 26. Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 4 (dalam Rp)
1 2 3 3 4 39 41 41 42 43 43 45 45 45 46 48 51 52 55 58 62 62 63 65 66 67
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Permintaan dan penawaran kredit Penurunan kredit akibat menurunnya permintaan Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran Kerangka risiko kredit Kerangka pemikiran operasional Matriks unconditional debitur Struktur organisasi BPR X Cirebon Komposisi kredit menurut jenis penggunaanya Persentase alasan penunggakan debitur BPR X Cirebon Perkembangan penyaluran kredit BPR X Cirebon periode 2009-2012 Perkembangan jumlah debitur BPR X Cirebon periode 2009- 2012 Tingkat kesejahteraan penduduk kecamatan Astanajapura tahun 2010
15 16 16 17 26 29 34 39 54 56 57 57
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Matriks Transisi Bulanan BPR X Cirebon Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 1 Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 2 Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 3 Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 4 Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 4 Perhitungan Nilai VaR BPR X Cirebon pada skenario 4
76 78 79 80 81 82 83
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan jumlah UMKM di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang tercantum pada Departemen Koperasi dan UMKM Indonesia menunjukkan bahwa sejak tahun 2006-2011 jumlah UMKM tumbuh sebesar 12,62 persen (Tabel 1). Jumlah unit UMKM lebih besar daripada jumlah unit usaha besar dengan pangsa UMKM sebesar 99,99 persen. Hal ini berarti bahwa 99,99 persen dari pelaku usaha di Indonesia menjadikan UMKM sebagai wujud kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia dan sisanya adalah usaha besar. Tabel 1 Jumlah unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar tahun 2006 dan tahun 2011 di Indonesia Tahun 2006 Indikator Unit Usaha a.UMKM Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah
b.Usaha Besar
Jumlah (unit) 49.026.380 49.021.803 48.512.438 472.602 36.763
Pangsa (%)
4.577
Tahun 2011 Pangsa (%)
99,99 98,95 0,96 0,07
Jumlah (unit) 55.211.396 55.206.444 54.559.969 602.195 44.280
0,01
4.952
0,01
99,99 99 1,09 0,08
Perkembangan Tahun 2006-2011 Jumlah (unit) (%) 6.185.016 12,62 6.184.641 12,62 6.047.531 12,47 129.593 27,42 7.517 20,45 375
8,19
Sumber: Depkop Indonesia (2012)
Perkembangan UMKM menyebabkan dua kondisi terhadap kredit yaitu kenaikan permintaan kredit dan kenaikan penawaran kredit yang dapat dilihat dari meningkatnya penyaluran kredit perbankan (Tabel 2). Hal ini terjadi karena bagi UMKM kredit merupakan salah satu sumber modal yang sangat penting untuk menunjang usahanya. Di sisi lain, organisasi bisnis di bidang keuangan melihat bahwa perkembangan UMKM merupakan sebuah peluang untuk memperoleh keuntungan dari bunga kredit yang ditawarkan. Hasil penelitian Bank Indonesia sampai dengan Desember 2010 terhadap UMKM menunjukkan bahwa baru 10 lembaga keuangan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat serta 6 lembaga keuangan non bank yang melakukan pembiayaan terhadap UMKM.1 Namun faktanya selama ini sumber permodalan di Indonesia tetap didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Bank Indonesia membagi perbankan menjadi dua yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa penyaluran kredit perbankan meningkat setiap tahunnya selama tahun 2009 hingga tahun 2012. Hal tersebut terjadi di bank umum maupun BPR. Peningkatan juga terjadi 1
Kementrian Koordinator Perekonomian. Febuari 2011. Tinjauan Ekonomi dan Keuangan. Edisi 2. Hlm 12
2 pada sumber dana, jumlah aset, dan jumlah kantor dari bank umum maupun BPR. Namun peningkatan tidak terjadi pada jumlah bank, baik bank umum maupun BPR karena bank tersebut dilikuidasi oleh Bank Indonesia atau melakukan merger. Tabel 2 Kegiatan usaha perbankan Indonesia tahun 2009 -2012 Indikator Penyaluran Kredit (miliar Rp) Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat SBI dan SBIS (miliar Rp) Sumber Dana (miliar Rp) Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat Jumlah Aset (miliar Rp) Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat Jumlah Bank (unit) Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat Jumlah Kantor (unit) Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat
2009
2010
2011
2012
737.385 28.001 212.116
926.782 33.844 139.316
1.151.392 41.099 117.983
1.350.606 49.818 81.158
2.180.934 30.367
2.563.562 37.034
3.093.848 45.462
3.542.518 55.289
2.534.106 37.554
3.008.853 45.742
3.652.832 55.799
4.262.587 67.397
121 1.733
122 1.706
120 1.669
120 1.653
12.837 3.644
13.837 3.910
14.797 4.172
16.625 4.425
Sumber : Bank Indonesia (2013)
Perbankan merupakan salah satu organisasi bisnis keuangan yang merupakan sumber permodalan bagi UMKM. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan penyaluran kredit UMKM yang semakin cepat di lingkup perbankan. Walaupun demikian kondisi tersebut belum banyak berpengaruh terhadap peningkatan aksesibilitas pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam memperoleh fasilitas kredit.2 Masih banyak pelaku usaha terutama usaha mikro yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan. Lembaga keuangan yang sedang diberdayakan pemerintah agar lebih mudah diakses oleh UMKM adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa hingga kini jumlah LKM aktif mencapai 61.384 unit yang tersebar di 198 kabupaten, 1.192 kecamatan, dan 10.733 desa. 3 Bank Indonesia mengkategorikan Lembaga Keuangan Mikro menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank dan nonbank. Adapun Lembaga Keuangan Mikro dibentuk yaitu untuk memudahkan pelaku UMKM dalam mengakses modal kerja. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perkembangan kredit UMKM meningkat setiap tahunnya baik pada Bank Persero (BTN, BNI, BRI, dan Bank Mandiri) maupun BPR. Walaupun demikian, nilai NPL BPR lebih kecil daripada nilai NPL Bank Persero. Selain itu, trend penyaluran kredit UMKM Bank Persero berbeda 2
Yudi A. 8 Juli 2011.Akselerasi Kredit UMKM. Harian Kontan. 8 (kolom 1-2) Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia [LPPI]. Latar Belakang dan Peran PKPKM ke depan. http://www.lppi.or.id/index.php/module/Pages/sub/80. [15 Agustus 2012] 3
3 dengan BPR. Bank Persero lebih banyak menyalurkan kredit usaha kecil, sedangkan BPR lebih banyak menyalurkan kredit usaha mikro. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan BPR memang lebih fokus untuk melayani pengusaha mikro. Tabel 3 Penyaluran kredit UMKM Bank Persero dan BPR tahun 2011-2012 Indikator Penyaluran Kredit UMKM (miliar Rp) Bank Persero Kredit Usaha Mikro Kredit Usaha Kecil Kredit Usaha Menengah Bank Perkreditan Rakyat (miliar Rp) Kredit Usaha Mikro Kredit Usaha Kecil Kredit Usaha Menengah NPL (%) Bank Persero Bank Perkreditan Rakyat
2011
2012
222.645 58.287 86.113 78.245 20.509 14.292 3.795 2.422
242.861 66.555 98.136 78.169 23.797 15.551 4.838 3.407
9,019 5,22
9,093 4,75
Sumber: Bank Indonesia (2013)
Bank Perkreditan Rakyat adalah salah satu Lembaga Keuangan Mikro yang berwujud bank. Menurut Bank Indonesia, BPR adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan sentra UMKM. Walaupun jumlah BPR di Indonesia tidak sebanyak jumlah BRI Unit yang lebih dulu berkembang dan menyebar pada pertengahan tahun 1970, BPR yang kejelasan keberadaan baru diakui pada tahun 1988 mengalami kemajuan dalam kegiatan usahanya (Bank Indonesia 2011). Selama periode tahun 2009-2012, jumlah BPR di Indonesia mengalami penurunan (Tabel 2). Hal tersebut juga terjadi pada jumlah BPR di Jawa Barat. Walaupun demikian, penurunan jumlah BPR di Jawa Barat tidak menurunkan indikator kegiatan usaha BPR yang lain. Jumlah nasabah, jumlah debitur, kredit yang diberikan dan total aset BPR justru meningkat setiap tahunnya selama periode 2009-2012 (Tabel 4). Tabel 4 Kegiatan usaha BPR Konvensional Jawa Barat tahun 2009 -2012 Indikator Jumlah BPR (unit) Jumlah Nasabah Jumlah Debitur Kredit yang diberikan (Miliar Rp) Total Aset ( Miliar Rp)
2009 398 2.102.188 623.668
2010 376 2.299.967 721.911
2011 325 2.571.555 824.622
2012 307 2.610.016 748.225
4.813
5.868
6.999
7.865
7.061
8.511
9.771
11.293
Sumber : Bank Indonesia (2013)
4 Penurunan jumlah BPR di Jawa Barat disebabkan oleh likuidasi yang dilakukan Bank Indonesia (Bank Indonesia 2011). Hal ini terjadi karena BPR tersebut memiliki kinerja keuangan yang tidak sehat akibat ketidakmampuan mengelola asetnya terutama mengelola kredit bermasalah. BPR X Cirebon merupakan salah satu LKM yang berbentuk PD (Perusahaan Daerah) dan beroperasi di Kecamatan Astanajapura yang berada di Kabupaten Cirebon. BPR X Cirebon memiliki kinerja keuangan yang sehat apabila dilihat dari rasio NPL nettonya yang berada di bawah 5 % dari tahun 2009 hingga tahun 2012 (Tabel 5). Nilai NPL netto yang kecil diperoleh apabila lembaga keuangan tersebut memiliki kemampuan untuk mengelola kredit bermasalah dengan baik (DKBU Bank Indonesia 2011). Kinerja BPR X Cirebon dalam mengelola risiko dapat dicontoh oleh BPR maupun LKM lainnya, mengingat peran BPR terhadap perekonomian pedesaan dan meningkatkan perannya sebagai Lembaga Keuangan Mikro. Oleh karena itu, penelitian tentang ”Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatakan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon” dilakukan. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran untuk meningkatkan peran LKM baik yang berbentuk bank maupun nonbank dalam memajukan UMKM saat mendatang. Perumusan Masalah BPR X Cirebon merupakan perusahaan daerah (PD) yang berada di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. BPR X Cirebon di bawah kendali Pemerintah Daerah setempat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. BPR X Cirebon berkomitmen untuk mengembangkan perekonomian pedesaan dengan cara menyalurkan modal kepada UMKM setempat dalam bentuk kredit dan melayani 11 desa dengan jumlah penduduk 82.144 orang pada tahun 2011 (Bappeda Cirebon 2012). BPR X Cirebon telah menyalurkan kredit tersebut ke berbagai sektor ekonomi antara lain sektor pertanian, perdagangan, jasa, industri dan kredit lainnya. Kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola kredit bermasalah cukup baik. Hal ini jika dilihat dari perkembangan nilai NPL (Non Performing Loan) selama periode 2009-2012. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai NPL BPR X Cirebon selama 4 tahun terakhir berada di bawah 5 persen. Sesuai ketentuan Bank Indonesia bahwa salah satu penilaian kesehatan suatu bank adalah nilai NPL yang harus berada di bawah 5 persen. Angka ini menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang disalurkan ke masyarakat. Semakin kecil NPL netto maka akan semakin baik (Bank Indonesia 2011). Tabel 5 Nilai Kredit dan NPL netto BPR X Cirebon tahun 2009-2012 Tahun 2009 2010 2011 2012
Nilai Kredit disalurkan (Ribuan Rp) 14.226.650 16.128.723 20.102.819 21.385.154
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
NPL netto (%) 2,61 2,88 2,05 1,82
5 Di sisi lain banyak LKM dan BPR lainnya yang memiliki nilai NPL di atas 5 persen, sehingga sebagian dari LKM mengalami kebangkrutan dan beberapa BPR yang ditutup oleh Bank Indonesia karena tingkat kesehatan bank yang buruk. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmapuan lembaga keuangan tersebut untuk mengelola risiko kredit untuk UMKM. Kondisi seperti menjadi salah satu faktor penyebab persepsi perbankan terhadap tingkat risiko UMKM masih tinggi sehingga menjadi kendala dalam penyaluran kredit. Bagi BPR X Cirebon, pengelolaan risiko kredit perlu dilakukan untuk mengurangi kerugian yang mungkin akan terjadi akibat adanya kredit bermasalah. Pengelolaan risiko kredit sangat penting dilakukan agar risiko kredit tidak menjadi semakin besar sehingga mengganggu kegiatan operasional BPR X Cirebon. Dengan demikian BPR X Cirebon akan lebih fokus untuk melakukan pembiayaan kepada usaha produktif skala mikro dan kecil. Berdasarkan pemaparan diatas, rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Mengapa BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL dibawah 5 persen selama 4 tahun terakhir ? Bagaimana risiko kredit yang mungkin terjadi di BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk (VaR)? 2. Bagaimana pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon dalam upaya optimalisasi peran BPR X Cirebon terhadap UMKM ? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menguraikan faktor yang membuat BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL di bawah 5 persen 2. Menganalisis risiko kredit yang mungkin terjadi di BPR X Cirebon dengan perhitungan kuantitatif Value at Risk (VaR). Menganalisis pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon 3. untuk optimalisasi perannya terhadap UMKM. Manfaat Penelitian 1.
2.
Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, antara lain : Bagi BPR dan Lembaga Keuangan Lainnya Manfaat bagi BPR X Cirebon yaitu sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam strategi pengelolaan risiko kredit ke depan serta menjadi bahan masukan bagi BPR dan Lembaga Keuangan Mikro lainnya terkait informasi dan gambaran tentang pengelolaan risiko untuk optimalisasi perannya terhadap UMKM. Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti mengenai pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR dan bermanfaat bagi pihak lain dan sebagai pertimbangan untuk penelitian berikutnya.
6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh BPR X Cirebon agar meningkatkan perannya dalam membantu UMKM dalam bentuk permodalan. Data yang digunakan adalah laporan per Desember tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 untuk laporan kinerja BPR X Cirebon, laporan profil kredit BPR X Cirebon Desember 2012 baik berdasarkan sektor usaha maupun jenis usaha, laporan kolektibilitas debitur BPR X Cirebon sejak bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Data tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kredit bermasalah pada produk kredit UMKM BPR X Cirebon. Kredit bermasalah yang dimaksud adalah produk kredit UMKM yang memiliki kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Data juga digunakan untuk menguraikan pengelolaan kredit yang selama ini dilakukan oleh BPR X Cirebon
TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Usaha Mikro dan LKM Permasalahan Usaha Mikro Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Pasal 1 dan Pasal 6 tentang UMKM, usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Dalam Ismawan (2002) dijelaskan bahwa rata-rata kebutuhan dana untuk usaha mikro adalah Rp. 1 juta per unit usaha sementara untuk usaha kecil sebesar Rp. 50 juta, dan usaha menengah membutuhkan Rp 1,5 Milyar. Masalah mendasar yang dialami UMKM secara garis besar mencakup: pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari lembagalembaga keuangan formal khususnya dari perbankan (Wijono 2005). Apabila diklasifikasikan masalah-masalah yang dialami oleh usaha mikro adalah (Ahlam 2005): 1. Masalah Internal, meliputi masalah permodalan, administrasi keuangan usaha, dan kaderisasi. Masalah permodalan merupakan masalah utama yang dialami UMKM terutama pengusaha mikro karena mereka tidak dapat memenuhi modalnya sendiri. Disisi lain untuk mendapatkan modal bank dan lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena tidak dapat memenuhi persyaratan teknis. Kondisi seperti ini menyebabkan usaha mikro sulit berkembang. Masalah administrasi keuangan atau manajemen keuangan merupakan masalah mendasar pada usaha mikro yang kurang mendapat perhatian. Hal ini menyebabkan usaha kecil sulit untuk menetapkan biaya produksi dan harga pokok, sulit menyusun laporan keuangan dan laporan penunjangnya sehingga usaha mikro sulit untuk akses kepada bank dan lembaga keuangan lainnya. Kaderisasi merupakan masalah dimana tidak ada generasi penerus yang mengelola usaha mikro dan kecil milik keluarganya.
7
2.
Hal ini dikarenakan setelah mencapai pendidikan tinggi mereka lebih memilih bekerja di perusahaan besar. Masalah Eksternal, meliputi iklim usaha, penguasaan teknologi, sarana dan prasarana.
Permasalahan Lembaga Keuangan Mikro Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidaklah mudah. Lembaga Keuangan Mikro seperti LKM milik pemerintah, LKM proyek, maupun LKM-LSM menghadapi persoalan mengenai keberlanjutan aktivitas mereka. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan menjaga keberlanjutan kegiatan mereka. Ketidakmampuan tersebut terjadi karena ketergantungan terhadap dukungan dari pemerintah dan pemberi modal, hanya merupakan proyek yang memang didesain untuk sementara waktu saja, ketiadaan sistem keuangan mikro yang memadai, dan ketidakmampuan beradaptasi dengan situasi pasar keuangan mikro yang ada. Ketidakberlanjutan (unsustainable) lembaga keuangan yang terjadi pada lembaga keuangan setelah program selesai terbentuk terjadi merupakan kelemahan yang sering dialami lembaga keuangan. Martowijoyo (2002) mengungkapkan bahwa lemahnya lembaga keuangan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu rendahnya tingkat pelunasan kredit, rendahnya moral aparat pelaksana, dan rendahnya tingkat mobilisasi dana dari masyarakat Menurut Salam (2003) permasalahan Lembaga Keuangan Mikro disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Faktor Internal a. Permodalan dan Sumber Pendanaan LKM umumnya memiliki modal yang relatif kecil dan sulit untuk menambah modal apabila diperlukan, karena beberapa hal seperti kurangnya kesadaran pemilik mengenai pentingnya permodalan dalam rangka mendukung perkembangan usaha maupun untuk menutup resiko kerugian serta kemampuan finansial pemilik yang sangat terbatas. LKM juga menghadapi kesulitan akses dana ke perbankan atau sumber-sumber lainnya untuk memenuhi kebutuhan dana dalam rangka pengembangan usaha maupun penanggulangan kesulitan likuiditas akibat mismatch. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan memenuhi persyaratan yang umumnya ditetapkan oleh kreditor seperti jaminan fisik tambahan, tingkat kesehatan, kejelasan status hukum dan lemahnya posisi tawar-menawar (bargaining position) LKM terhadap lembaga keuangan berskala besar. b. Sumber Daya Manusia (SDM) LKM rata-rata memiliki SDM yang rendah produktifitasnya karena tingkat pendidikan yang rendah, tidak adanya standar dalam sistem rekruitmen, jenjang karir yang tidak jelas, sistem penggajian dan bonus yang tidak memadai, serta kurangnya upaya peningkatan kemampuan melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan. Hal-hal tersebut menyebabkan kualitas SDM LKM tidak memadai dan tidak mampu bersaing dengan lembaga keuangan lainnya sehingga mengakibatkan tingginya biaya operasional dan rendahnya tingkat keuntungan, dan juga pelaksanaan operasional yang tidak efisien. Sistem penggajian dan bonus yang tidak memadai, juga mengakibatkan kurangnya motivasi bekerja dan kurangnya profesionalisme.
8
2.
c. Inovasi dibidang pemasaran Sebagian besar LKM tidak mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif yang mampu meningkatkan daya saing dengan lembaga keuangan berskala besar dan dengan LKM lainnya. Hal ini disebabkan karena umumnya LKM memiliki kualitas SDM yang rendah, dana yang terbatas untuk membiayai kegiatan riset dan pengembangan pasar, serta tidak memiliki strategi untuk mengatasi hambatan tersebut. d. Teknologi Informasi Sebagian besar LKM belum memiliki perangkat teknologi informasi untuk mendukung kegiatan operasionalnya. Sementara itu, terdapat LKM yang telah memiliki perangkat komputer namun tidak mampu memanfaatkannya secara optimal karena keterbatasan kemampuan SDM. Keterbatasan teknologi informasi ini menyebabkan LKM tidak memiliki kemampuan akses terhadap informasi baik yang berasal dari intern lembaga maupun dari ekstern, sehingga LKM tidak mampu menyediakan informasi yang cepat, lengkap, dan akurat, khususnya dalam proses penyusunan perencanaan maupun pengambilan keputusan. Keterbatasan ini juga dipengaruhi oleh lemahnya jaringan bisnis LKM sehingga tidak terjadi sinergi untuk menciptakan sistem dan prosedur yang baik bagi anggota-anggota jaringan tersebut. e. Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur selain masalah teknologi informasi LKM juga menghadapi masalah yang berkaitan dengan belum adanya sistem dan prosedur yang mapan sehingga operasionalisasi lembaga sering sangat tergantung dari satu atau beberapa orang pelaksananya. Sistem dan prosedur ini meliputi aspek-aspek penghimpunan dana, pemberian kredit, akuntansi, dan aspek-aspek lainnya. Seringkali ditemukan LKM tidak memiliki sistem prosedur operasional yang jelas. Faktor Eksternal a. Persaingan Persaingan yang dihadapi oleh LKM berasal dari sesama LKM maupun dengan bank umum yang memiliki unit ysaha kecil atau cabang di daerah pedesaan. Bank-bank ini memiliki status yang jelas, jaringan luas, berteknologi tinggi, mempunyai bagian riset, dan pengembangan dengan jumlah modal yang besar. b. Tingkat Kepercayaan Masyarakat Likuidasi beberapa bank umum diikuti dengan likuidasi/pembekuan kegiatan usaha beberapa BPR, menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat menurun tajam. Hal ini ditunjukkan dengan penarikan dana dalam jumlah besar (rush) disamping tidak adanya lembaga penjaminan simpanan (LPS) yang melindungi kekayaan nasabah yang dititipkan kepada LKM c. Jaringan Lemahnya bahkan tiadanya jaringan merupakan satu kelemahan besar yang dihadapi LKM. Lemahnya jaringan berarti bahwa jaringan ada
9 namun tidak memberikan arti dan perubahan yang lebih baik kepada anggota-anggota jaringan tersebut. Pemahaman Kredit Perbankan Jenis Kredit Bank Indonesia (2009) mengklasifikasikan kredit berdasarkan plafon kredit yang dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit sampai dengan Rp. 50 juta. 2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit Rp. 500 3. juta sampai dengan Rp. 5 milyar. 4. Kredit usaha besar, yaitu kredit yang memiliki plafon kredit lebih dari Rp. 5 milyar. Kasmir (2004) mengklasifikasikan jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: 1. Segi Kegunaan Dari segi kegunaan kredit meliputi Kredit Investasi yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru di mana pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan dan Kredit Modal Kerja yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. 2. Segi Tujuan Kredit Dari segi tujuan kredit terbagi menjadi : (1) Kredit Produktif yaitu kredit yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa; (2) Kredit Konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi; (3) Kredit Perdagangan yaitu kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3. Segi Jangka Waktu 1. Kredit Jangka Pendek , yaitu kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. Kredit Jangka Menengah , yaitu kredit yang memiliki jangka waktu 2. berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun. 3. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu di atas tiga tahun atau lima tahun. 4. Segi Jaminan Maksud dari segi jaminan adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari segi jaminan yaitu: 1. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang menggunakan jaminan dalam bentuk barang berwujud atau tidak berwujud.
10 2.
3. 4.
Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan kreditur (bank) bersangkutan. Kredit dengan jaminan orang atau perusahaan. Kredit dengan jaminan asuransi.
Faktor-Faktor Penyaluran Kredit Menurut Agung et al (2001) dari Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, hasil survey perbankan menunjukkan bahwa faktorfaktor penyaluran kredit (L) atau penawaran kredit dipengaruhi oleh resiko kredit (R), modal bank (K), jumlah agunan (A), kondisi keuangan debitur (CF), kebijakan moneter (MP), dan adverse selection. Hubungan tersebut dapat diperlihatkan dalam persamaan sebagai berikut: L = f (R, K, A, CF, MP) Adapun penjelasan dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Resiko kredit (R) mengandung asymetric information dan moral hazard. Asymetic information merupakan faktor yang harus dihadapi oleh perbankan, karena bank tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi pada perusahaan dalam melakukan aplikasi kredit. Kondisi ini akan menimbulkan terjadinya moral hazard, dengan pihak peminjam karena tidak memiliki kemampuan yang baik dalam mengembalikan pinjaman yang diberikan oleh bank. Resiko kredit ini memiliki hubungan negatif, ketika resiko kredit meningkat maka akan menurunkan penawaran kredit. 2. Modal bank (K) memiliki pengaruh positif tehadap penawaran kredit. Hal ini disebabkan oleh kondisi likuiditas bank ditentukan oleh kemampuan bank untuk menyalurkan kredit dan kredit merupakan bagian dari aset bank. 3. Agunan (A) merupakan suatu bentuk komitmen dari debitur berupa suatu penjamin aset yang dimilikinya kepada pihak bank dalam menyalurkan kredit. Agunan memiliki hubungan negatif dengan penawaran kredit. 4. Kondisi keuangan debitur (CF) memiliki hubungan dengan output yang dihasilkan dan kualitas pengembalian kredit. 5. Kebijakan moneter (MP) merupakan instrumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bentuk kebijakan pasar terbuka (OPT), kebijakan cadangan wajib minimum dan penentuan tingkat diskonto Kredit Bermasalah Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki risiko tinggi karena debitur telah gagal/menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan (Djumhana 2000). Kemacetan kredit pada umumnya disebabkan oleh kesulitan–kesulitan keuangan, baik yang disebabkan oleh faktor internal (manajemen) maupun faktor eksternal. Menurut Dendawijaya (2005), kredit tidak bermasalah dapat berubah menjadi kredit bermasalah karena beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor eksternal a. Keadaan ekonomi secara makro. b. Kenaikan kurs US $ terhadap Rupiah yang menaikkan harga pokok produk atau jasa. c. Peraturan yang ketat dalam suatu sektor ekonomi.
11 d. Peraturan atau kebijakan pemerintah. 2. Faktor internal perusahaan (debitur bank) a. Kesalahan manajemen dalam perusahaan nasabah. b. Kesulitan keuangan dalam mengembangkan usaha. c. Kesalahan dalam produksi. d. Kesalahan dalam strategi pemasaran. e. Sengketa antar pemilik atau antar pemilik dengan direksi. 3. Faktor internal bank yang memberikan kredit a. Mark up yang dilakukan dengan sengaja. b. Studi kelayakan yang dibuat supaya proyek sangat layak. c. Kolusi antar staf bank dan nasabah. Kurang ketatnya monitoring kredit atau supervisi bank. d. e. Surat sakti dari pemilik atau adanya korupsi kolusi dan nepotisme dengan elit politik. f. Kesalahan dalam memilih sektor industri nasabah. Angka kredit bemasalah yang tinggi tidak hanya akan merugikan pihak bank, tetapi juga menimbulkan kerugian para pemilik dana yang sebagian besar merupakan anggota masyarakat. Menurut Kasmir (2004), kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh dua faktor, yaitu: 1. Adanya unsur kesengajaan, artinya nasabah sengaja tidak mau membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendirinya macet. 2. Adanya ketidaksengajaan, artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu dikarenakan usaha yang dibiayai terkena musibah. Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Berlandaskan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 disebutkan dalam UU tersebut bahwa bank terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat merupakan lembaga keuangan formal yang ditujukan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat ekonomi lemah khususnya UMKM. BPR berperan mempertahankan dan menopang aktivitas UMKM melalui bantuan permodalan. Adapun tujuan pendirian BPR, yaitu : (Irmayanto et al 2004) Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi 1. masyarakat pedesaan
12 2.
Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan sehingga para petani, nelayan dan para pedagang kecil di desa dapat terhindar dari lintah darat, pengijon dan pelepas uang 3. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sesederhana mungkin sebab yang dilayani adalah orang-orang relatif rendah pendidikannya 4. Ikut serta memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut membantu rakyat dalam berhemat dan menabung dengan menyediakan tempat yang dekat, aman, dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Manurung dan Rahardja (2004) merinci fungsi BPR sebagai berikut : 1. Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak memiliki akses ke bank umum 2. Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar akselarasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih dipercepat 3. Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan 4. Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan rentenir Undang-Undang RI No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 menjelaskan kegiatan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan bagi BPR. Kegiatan usaha yang diperkenankan bagi BPR secara umum adalah sebagai berikut : 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu 2. Memberikan kredit dalam bentuk Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, maupun Kredit Konsumsi. 3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah 4. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bentuk lain Kegiatan atau usaha yang dilarang bagi BPR adalah sebagai berikut : 1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran 2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing 3. Melakukan usaha perasuransian 4. Melakukan penyertaan modal 5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang ditetapkan di atas Untuk meningkatkan kinerja BPR melakukan kegiatan manajemen karena manajemen dalam sebuah organisaai merupakan kegiatan yang sangat penting terutama untuk pengelolaan operasional. Adapun kegiatan manajemen BPR yang tercantum dari pedoman pembentukan BPR terdiri dari dua yaitu: 1. Manajemen Umum, diarahkan untuk melihat kualitas manajemen organisasi suatu bank yang meliputi :
13 a. Strategi/sasaran Kebijaksanaan umum yang tercermin dalam rencana kerja satu tahun dan strategi pencapaiannya.Rencana tersebut harus mencerminkan kondisi ekonomi suatu daerah di mana bank berlokasi, sasaran dan strategi untuk merealisasikan kelancaran pelaksanaan tugas. b. Struktur Pembagian fungsi dan tugas yang mencerminkan seluruh kegiatan BPR. Termasuk dalam unsur ini adalah batas tugas dan wewenang yang menjamin kelancaran pelaksanaan tugas. c. Sistem Keseluruhan sistem operasional yang digunakan dalam pelaksanaan tugas masing-masing satuan kerja operasional seperti sistem akuntansi, sistem penghimpunan dan penanaman dana, serta sistem pengamanan terhadap dokumen-dokumen penting maupun sistem pengawasan yang berkaitan. d. Kepemimpinan Gaya dan semangat kepemimpinan yang dominan dalam pengelolaan BPR. Termasuk didalamnya adalah kemampuan manajerial direksi dalam mengelola sumber daya (human, capital, technology) yang dimiliki oleh BPR. 2. Manajemen Risiko, diarahkan untuk meminimumkan risiko yang dihadapi oleh BPR dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian yang meliputi : a. Risiko Likuiditas; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko yang dihadapi BPR dalam menyediakan alat-alat likuid untuk dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya serta kemampuan memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. b. Risiko Kredit; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko keuangan yang mungkin timbul karena debitur cidera janji atau gagal memenuhi kewajibannya kepada BPR. c. Risiko Operasional; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko yang timbul akibat BPR tidak konsisten mengikuti aturan-aturan yang berlaku. d. Risiko Hukum; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko yang timbul akibat BPR kurang memperhatikan persyaratan-persyaratan hukum yang memadai dalam penyelenggaraan kegiatan BPR. e. Risiko Pemilik dan Pengurus; meliputi penilaian terhadap kemampuan manajemen dalam mengendalikan risiko yang timbul bagi BPR karena sikap, karakter atau pandangan pemilik pengurus yang selalu berupaya mencari peluang untuk memanfaatkan BPR untuk kepentingan pribadi. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sangat mengakui keberadaan BPR. Hal ini karena BPR memiliki kedudukan penting dalam penanggulangan kemiskinan, hal ini karena cakupan BPR adalah fokus pada usaha mikro dan kecil.
14 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Rahminta (2009) tentang Risiko Kredit diPD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso menunjukkan bahwa Kredit bermasalah yang terjadi mencapai 26,53% dari total kredit yang disalurkan ke debitur. Nilai tersebut melebihi ketentuan BI yaitu 5%. Dengan demikian, pengelolaan risiko kredit perlu dilakukan agar kredit bermasalah dapat dikurangi. Kredit bermasalah yang terjadi di PD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso disebabkan oleh pemasaran kredit yang kurang teliti, monitoring yang kurang ketat dan inflasi. Pengelolaan risiko yang digunakan adalah prinsip 5 C, melakukan monitoring, reconditioning, rescheduling, restructuring, dan penjualan agunan. Yuliana (2011) melakukan penelitian tentang Analisis Manajemen Risiko PT ABC Finance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT ABC Finance terjadi peningkatan nilai NPL yaitu sebesar 1,15 persen pada tahun 2008 menjadi 7,40 persen pada tahun 2010. Oleh karena itu pengelolaan risiko dilakukan agar nilai NPL tidak menjadi semakin meningkat. Kebijakan yang dilakukan PT ABC Finance untuk mengurangi risiko kredit adalah kebijakan dalam menentukan jumlah kredit yang diberikan, jangka waktu pengembalian, bunga kredit dan persentase down payment yang bervariasi. Faktor yang mempenagurhi risiko kredit berasal dari internal debitur dan internal perusahaan. Rachman (2011)melakukan penelitian tentang Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah Pada Produk Kredit Masyarakat Desa Di Bank X Bogor. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa Risiko kredit adalah masalah yang harus mendapat perhatian khusus dari Bank X karena rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) Kredit Masyarakat Desa komersil Bank X Bogor pada Bulan Desember 2010 adalah 1,94persen. Meskipun terjadi penurunan NPL, tetapi hal tersebut perlu diwaspadai untuk menghindari risiko yang lebih besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik debitur adalah karakter yang dimiliki peminjam yang mampu mempengaruhi peminjam tersebut dalam pembayaran kreditnya. Karakteristik debitur digolongkan berdasarkan karakteristik individu debitur dan karakteristik usaha debitur. Faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan bahkan kegagalan dalam pengembalian kredit adalah faktor internal dan faktor eksternal. Penelitian terhadap BPR X Cirebon memiliki persamaan dengan penelitian yang lainnya yaitu menggunakan perhitungan VaR untuk menilai tingkat kerugian maksimum yang mungkin dialami oleh lembaga keuangan bersangkutan. Perbedaannya adalah perhitungan yang dilakukan terhadap BPR X Cirebon menggunakan beberapa skenario untuk melihat dampak perubahan nilai VaR akibat perubahan suku bunga kredit, probabilitas debitur, dan baki debet kredit tiap kolektibilitas. Hal ini dilakukan agar BPR X Cirebon antisipasi terhadap kebijakan untuk mengurangi risiko. Penelitian terhadap BPR X Cirebon juga menganalisis penyebab kecilnya nilai NPL BPR X Cirebon dilihat dari kinerja keuangan BPR X Cirebon.
15
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dimaksudkan untuk memberi gambaran atau batasan-batasan tentang teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian Pengelolaan Risiko Kredit untuk Meningkatkan Peran BPR sebagai LKM pada BPR X di Cirebon terdiri dari Teori Keseimbangan Pasar Kredit, Konsep Risiko Kredit, Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit, Kolektibilitas Kredit, Indikator Kinerja Keuangan Bank, Konsep Value at Risk , dan Pengelolaan Risiko Kredit. Konsep Value at Risk dengan metode Credit Metric digunakan untuk menilai kerugian maksimum yang dialami BPR X Cirebon akibat adanya risiko kredit pada tingkat keyakinan tertentu. Teori Keseimbangan Pasar Kredit Keseimbangan kredit terbentuk dariperpotongan antara kurva penawaran kredit (S0) dan permintaan kredit (D0). Keseimbangan tersebut menghasilkan tingkat suku bunga sebesar r0 dan kuantitas sebesar L0. Suku Bunga S0
r0
D0 Kuantitas Kredit L0 Gambar 1 Permintaan dan Penawaran Kredit Sumber : Lipsey (1995)
Berdasarkan Gambar 1, penurunan penawaran kredit akan mengakibatkan pergeseran S0 ke kiri atas, dan sebaliknya jika terjadi peningkatan. Sementara bila terjadi penurunaan permintaan kredit akan mengakibatkan pergerseran D0 ke kiri bawah, dan juga sebaliknya. Menurut Keynes turunnya kredit yang disalurkan oleh perbankan dapat disebabkan oleh turunnya permintaan kredit dan turunnya penawaran kredit (Lipsey 1995). a. Penurunan Kredit Akibat Turunnya Permintaan Pergeseran permintaan kredit akibat lemahnya perekonomian akan menyebabkan kredit permintaan dari kredit yaitu D0 menurun menjadi D1, dengan asumsi penawaran yang tetap (Gambar 2). Hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya penurunan pada tingkat suku bunga menjadi r1. Jika perubahan kredit didorong oleh faktor-faktor struktural mikroekonomi maka penurunan kurva permintaan kredit juga diikuti oleh semakin menajamnya kemiringan dari kurva permintaan yang mengakibatkan
16 menurunnya sensitivitas perubahan suku bunga terhadap permintaan kredit. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh kurva D2. Suku Bunga S0
r0 r1
D0
D1 D2 L1
Kuantitas Kredit L
Gambar 2 Penurunan kredit akibat menurunnya permintaan Sumber: Agung et al (2001)
b. Penurunan Kredit Akibat Turunnya Penawaran Di sisi penawaran, penurunan kredit disebabkan oleh turunnya kemauan bank untuk memberikan pinjaman pada tingkat suku bunga yang berlaku. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menurunnya keinginan untuk memberikan kredit dapat bersumber dari faktor internal bank maupun faktor eksternal. Faktor internal yaitu mengenai permasalahan seperti rendahnya kualitas dari jumlah aset yang dimiliki oleh perbankan, tingginya tingkat NPL dan turunnya modal yang dimiliki oleh bank akibat menurunnya tingkat keuntungan. Sisi eksternal permasalahan terjadi akibat lemahnya kondisi keuangan perusahaan serta bank tidak mengetahui secara pasti mengenai kondisi dari satu perusahaan serta kemampuannya untuk membayar pinjaman. Suku Bunga S2
S1
S0
r2 r1 D Kuantitas Kredit L2 L Gambar 3 Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran Sumber: Agung et al (2001)
Penurunan jumlah kredit akibat perubahan faktor penawaran dapat dilihat dengan bergesernya kurva penawaran ke kiri atas dari S0 menjadi S1
17 (Gambar 3). Implikasi dari pergeseran ini adalah kenaikan tingkat suku bunga dan penurunan jumlah penyaluran kredit. Ketidakinginan bank untuk menyalurkan kredit tidak diikuti dengan perubahan tingkat suku bunga. Hal ini menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kiri dan dan berubah menjadi vertikal (S2), dan kurva penawaran menjadi tidak sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga. Efek seperti ini disebut sebagai Non Price Credit Rationing. Non Price Credit Rationing dapat dipahami sebagai akibat memburuknya resiko kredit dunia usaha dan karena persoalan informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur. Persoalan ini lebih buruk lagi ketika ada pergantian manajemen didalam perbankan dengan orang baru karena hubungan bank dengan nasabah jangka panjang pergantian manajemen bank menyebabkan kurang mengertinya kondisi nasabah. Akibatnya, bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan hal utama dalam menyalurkan kredit, karena bank berpendapat bahwa hanya nasabah yang kualitas rendah yang bersedia membayar tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi (adverse selection problem). Konsep Risiko Kredit Bank akan menghadapi suatu risiko ketika menyalurkan kreditnya yang disebut risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko yang paling rentan dihadapi oleh bank maupun lembaga keuangan lainnya yang memberikan jasa kredit. Risiko kredit yang paling berperan pada bank adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya baik berupa kewajiban bunga maupun angsuran pokok pinjamannyaseperti tertuang dalam kesepakatan, atau menurunkan kualitas debitur sehingga persepsi tentang kemungkinan gagal bayar semakin tinggi. Definisi lain menurut Bessis (1998), risiko kredit merupakan kerugian yang disebabkan terjadinya gagal bayar dari debitur atau karena terjadinya penurunan kualitas kredit debitur. Pada saat terjadinya penurunan kualitas kredit, meskipun belum gagal bayar, sudah mencerminkan adanya kenaikan risiko kredit. Hal tersebut mencerminkan membesarnya peluang terjadi gagal bayar akibat turunya kualitas kredit. Kebangkrutan nasabah
Gagal bayar
Kesulitan nasabah
Potensi gagal bayar
keuangan
Ambang batas kriteria kesehatan tidak dipenuhi Penurunan kinerja nasabah
Penurunan peringkat nasabah Pelanggaran kontrak
Kelemahan kontrak kredit
Potensi pelanggaran kontrak Gambar 4 Kerangka risiko kredit Sumber : Sutoyo (1994)
18 Risiko kredit terjadi karena kinerja satu atau lebih debitur yang buruk. Kinerja debitur yang buruk ini dapat berupa ketidakmampuan debitur untuk memenuhi sebagian atau seluruh isi perjanjian kredit yang telah disepakati bersama sebelumnya. Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 4. Menurut Djohanputro (2004), risiko kredit merupakan suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun keduanya. Debitur akan menawarkan biaya/keuntungan dari suatu pinjaman berdasarkan dari risiko dan suku bunga yang dikenakan, namun suku bunga ini bukan hanya satusatunya metode kompensasi untuk risiko yang dihadapi. Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu risiko default, risiko exposure, dan risiko recovery (Djohanputro 2004). 1. Risiko Default, yaitu risiko dengan ukuran probabilitas terjadinya gagal bayar pada periode tertentu. Probabilitas pengukuran gagal bayar perusahaan dapat dilakukan dengan pemeringkatan (rating). 2. Risiko Exposure, yaitu risiko yang melekat pada besarnya kredit yang menghadapi risiko gagal bayar. Bagi perbankan, kredit merupakan komitmen dalam bentuk line of credit. Bagi perusahaan perdagangan, besarnya transaksi secara kredit merupakan besarnya exposure. Jenis-jenis status kredit yang berimplikasi terhadap besarnya exposureyaitu: a. Kesepakan transaksi yang dapat dikembalikan, perusahaan dapat membatalkan transaksi tanpa menunggu kesepakatan dari konsumen. b. Kesepakatan bersifat irrevocable artinya perusahaan tidak dapat membatalkan kesepakatan secara sepihak kecuali berdasarkan kesepakatan kedua pihak. c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian. Hal ini terjadi apabila konsumen sudah mentransfer pembayaran sedangkan perusahaan belum menerima pembayaran tersebut. d. Status terselesaikan (settled). Hal ini terjadi apabila uang pembayaran telah masuk ke rekening perusahaan. e. Status gagal (failed). Hal ini terjadi pada saat ditetapkan, ternyata konsumen gagal bayar. 3. Risiko Recovery, yaitu risiko yang berkaitan dengan terjadinya gagal bayar dari konsumen. Tingkat recovery adalah sejauh mana perusahaan dapat tetap mengupayakan agar nilai kredit dengan status gagal bayar tersebut dapat diupayakan berapapun nilai nominal yang dapat diperoleh. Semakin kecil kemungkinan perolehan dari kredit macet, semakin besar risiko recovery. Risiko recovery dinyatakan dalam bentuk persentase kemungkinan gagal bayar dari kredit macet. Risiko-risiko yang merupakan bagian dari risiko recovery yaitu: a. Risiko Jaminan yaitu risiko yang terkait dengan kejelasan status hukum jaminan fluktuasi nilai likuidasi jaminan dan kemudahan eksekusi. b. Risiko Jaminan Pihak Ketiga. Selain jaminan dalam bentuk aset, ada jaminan berupa kepercayaan. Jaminan ini memiliki kegagalan eksekusi yang sangat tinggi. c. Risiko Hukum, risiko ini berkaitan dengan kemungkinan mengubah kontrak dan status pinjaman untuk mengakomodasi kepentingan dan
19 kemampuan perusahaan dan debitur. Perubahan kontrak berupa penjadwalan ulang pinjaman, pemotongan pinjaman, dan penukaran pinjaman menjadi setoran modal. Kegagalan untuk melakukan renegosiasi menyebabkan tindakan hukum harus ditempuh. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Analisis kelayakan calon debitur digunakan untuk mengantisipasi terjadinya risiko kredit, bank melakukan analisis terhadap calon debiturnya dengan menggunakan prinsip 5C (Djohanputro 2004). Adapun uraian prinsip 5C adalah sebagai berikut: 1. Character (karakter) ; prinsip ini berkaitan dengan perilaku debitur atau pembeli secara kredit mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban. Perusahaan menggunakan data masa lalu mengenai track record calon debitur. Karakter dapat dikaitkan dengan pelanggaran moral (moral hazard) yaitu kecenderungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain dan menggunakan kemampuan atau kekayaan orang lain. 2. Capacity (kapasitas) ; prinsip ini menunjukkan kemampuan calon debitur atau pembeli secara kredit untuk membayar kewajiban pinjam meminjam. Potensi pembayaran kewajiban debitur dapat dilihat dari laporan keuangan historis dan kinerja berupa performa arus kas, neraca, dan laba rugi, rasio lancar dan rasio kas dapat menunjukkan kemampuan pemenuhan kewajiban. 3. Capital (modal); prinsip ini digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. Modal dapat ditunjukkan oleh perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (ekuitas). 4. Collateral (jaminan); prinsip inimerupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin direstrukturisasi. Perusahaan kreditur perlu memperhatikan prinsip kehatihatian dalam menetapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan. 5. Condition (kondisi); prinsip ini mengacu kepada kondisi eksternal perusahaan yang mempengaruhi kelangsungan perusahaan. Kondisi perusahaan berupa kondisi makro (ekonomi, politik, selera konsumen, dan lingkungan) dan intervensi pihak berkepentingan (stakeholders). Kolektibilitas Kredit Menurut Bank Indonesia (2009), kolektibilitas (pengembalian kredit) yaitu keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga atau penanaman lainnya. Penetapan kolektibilitas kredit berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/9/PBI/2009 tentang Kualitas Aktiva Produktif (KAP) adalah: 1. Lancar (L); kriteria golongan ini adalah kredit yang tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih dari tiga kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.
20 2.
Kurang Lancar (KL); kriteria golongan ini adalah kredit yang terdapat tunggakan pokok dan atau bunga lebih dari tiga kali angsuran tetapi tidak lebih dari enam kali angsuran; kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari satu bulan. 3. Diragukan (D); kriteria golongan ini adalah kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari enam kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 kali angsuran; kredit telah jatuh tempo lebih dari satu bulan tetapi tidak lebih dari dua bulan. 4. Macet ( M ); kriteria golongan ini adalah kredit yang terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 12 kali angsuran; kredit telah jatuh tempo lebih dari dua bulan; kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara (BUPN); kredit telah diajukan pengganti ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit. Kolektibilitas kredit yang selalu tidak mencapai target tentu akan membuat bank rugi. Hasil diskusi penulis dengan analis kredit BPR X Cirebon mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian kredit dan yang membedakan seorang debitur tergolong lancar atau tidak lancar dalam pengembalian kredit tersebut diduga adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik personal yang terdiri dari faktor jenis kelamin, usia,tingkat pendidikan, status nasabah, dan jumlah tanggungan dalam keluarga yang merupakan karakteristik personal. meliputi pengalaman usaha, aset usaha, omset 2. Karakteristik usaha penjualan, dan total pendapatan usaha bersih. 3. Karakteristik kredit meliputi jumlah pinjaman, jangka waktu pelunasan, pengalaman kredit, jaminan kredit, dan tingkat suku bunga. Indikator Kinerja Keuangan Bank Indikator penampilan bank dapat dilihat dari penilaian tingkat kesehatan bank. Penilaian tingkat kesehatan bank menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997, penilaian kesehatan BPR mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL (Capital, Asset, Management, Earnings, Liquidity) yang terdiri dari permodalan, asset, manajemen, ekuitas, dan likuiditas. Selain melihat faktor CAMEL kesehatan bank juga dapat dilihat dari nilai NPL (Net Performing Loan). Penilaian CAMEL dan NPL tidak hanya memperlihatkan kesehatan suatu bank tetapi juga sebagai Key Performance Indicators yang dapat melihat optimalisasi perannya sebagai Lembaga Keuangan.Tingkat kesehatan bank merupakan suatu indikasi untuk mengukur keberhasilan bank dalam menjalankan fungsinya.sanggupmemenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik berupa barang,uang ataupun jasa. a. Permodalan (Capital) Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal Bank untuk menutupi eksposur risiko saatini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa datang.Adapun mengukurnya, dapat menggunakan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequancy Ratio (CAR). Capital Adequecy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan,
21 surat berharga, dan tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank (Hariani, 2010). Penilaian terhadap faktor ini sangat penting karena penilaian ini menyangkut kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku; komposisi permodalan, trend ke depan/proyeksi KPMM, aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank, kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan), akses kepada sumber permodalan, rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. Dengan demikian BPR dapat mengoptimalkan perannya dengan mengoptimalkan sumber permodalnnya. b. Kualitas aset (Assets quality) Pada penilaian faktor kualitas asset yang digunakan adalah rasio NPA. NPA disebut juga rasio Aktiva Produktif Bermasalah. Rasio ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola Aktiva Produktif bermasalah terhadap Total Aktiva Produktif. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas Aktiva Produktif. Aktiva Produktif Bermasalah adalah Aktiva Produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas aktiva produktif. c. Manajemen (Management) Penilaian terhadap faktor manajemen penting dilakukan karena melalui penilaian ini dapat menilai kemampuan bank dalam mengelola manajemen umum, menerapkan sistem manajemen risiko, dan menilai kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. Aspek manajemen pada penilaian kinerja BPR dalam penelitian ini tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan oleh BI tetapi sesuai dengan data yang tersedia diproyeksikan dengan Net Profit Margin. Semakin tinggi nilai NPM maka semakin baik kemampuan manajemen dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Dalam penelitian ini digunakan indikator NPM (Net Profit Margin). NPM merupakan sebuah alat analisis yang mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba. Selain sebagai bagian dari rasio profitabilitas perusahaan, Net Profit Margin (NPM) juga dapat mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dengan meminimalkan beban perusahaan dan memaksimalkan laba perusahaan. Dari kedua fungsi diatas, NPM dapat mempengaruhi nilai perusahaan yang ditunjukan dengan harga saham pada perusahaan tersebut. d. Rentabilitas (Earnings) Penilaian ini dilakukan secara kuantitatif. Kriteria yang digunakan dibatasi dalam penilaian: Rasio Return on Assets (ROA), Rasio Return on Equity (ROE), Rasio Net Interest Margin (NIM), dan Rasio BOPO (Biaya Operasional dibandingkan Pendapatan Operasional).
22 Retun on Assets digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (Laba Sebelum Pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba Sebelum Pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak, sedangkan rata-rata total aset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva. Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan Laba Setelah Pajak. Semakin besar ROE, semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba Setelah Pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modalminimum yang berlaku. Return on Equity (ROE) juga digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank. Net Interest Margin (NIM) adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Net Interest Margin adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola Aktiva Produktif untuk menghasilkan Pendapatan Bunga Bersih. Pendapatan Bunga Bersih diperoleh dari Pendapatan Bunga dikurangi Beban Bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya Pendapatan Bunga atas Aktiva Produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin kecil. Rasio biaya operasional/pendapatan operasional (BOPO), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efiseinsi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional. Biaya Operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari Total Beban Bunga dan Total Beban Operasional Lainnya. Pendapatan Operasional adalah penjumlahan dari total Pendapatan Bunga dan Total Pendapatan Operasional Lainnya .Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. e. Likuiditas (Liquidity) Loan to Deposit Ratio (LDR) atau rasio kredit terhadap deposit atau simpanan digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara
23 membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Hal ini berarti LDR (Loan to Deposit Ratio) digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk Dana Pihak Ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, setifikat deposito f. Non Performing Loan (NPL). Besarnya rasio NPL suatu BPR ditentukan oleh kolektibilitas kreditnya. Rasio NPL adalah perbandingan antara kredit yang tidak lancar dengan jumlah kredit yang diberikan. Menurut ketentuan Bank Indonesia, salah satu risiko yang menjadi sumber penilaian kesehatan suatu bank adalah dari sumber pembiayaan/kredit yang dimana suatu bank harus mempunyai nilai NPL (non performing loan)/kredit macet harus dibawah 5%. Angka ini menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang mereka kucurkan ke masyarakat Pengelolaan Risiko Kredit Bessis (1998) menyatakan manajemen risiko kredit mencakup dua hal, yaitu risiko proses keputusan kredit, sebelum keputusan dibuat sampai menindaklanjuti komitmen kredit, ditambah risiko pemantauan dan proses laporan. Selanjutnya diperlukan pengukuran dari risiko kredit, antara lain menggunakan limit systems and credit screening, risk quality and ratings, serta credit enhancement. Menurut Peraturan Bank Indonesia (2009), dinyatakan bahwa proses manajemen risiko bank sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko, struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistem informasi manajemen dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen. Bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul. Perlindungan tambahan dalam bentuk pembatasan sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit memungkinkan dilakukannya pengawasan oleh pemberi pinjaman atas peminjam yaitu misalnya dalam bentuk : Pembatasan terhadap debitur atas tindakan-tindakan yang dapat 1. mempengaruhi keuangan debitur misalnya melakukan pembelian kembali saham, melakukan pembayaran deviden, atau melakukan peminjaman baru. 2. Kewenangan untuk melakukan pengawasan atas utang dengan cara mensyaratkan adanya audit dan laporan keuangan bulanan. 3. Hak kepada kreditur untuk meminta pelunasan seketika atas utang yang diberikannya apabila terjadi suatu peristiwa khusus ataupun apabila rasio keuangan seperti utang/ekuitias menurun. Mengenai penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan
24 penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut: 1. Melalui rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit. 2. Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan. 3. Melalui restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambaha kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau reconditioning Value at Risk (VaR) Value at Risk (VaR) merupakan inti dari Internal Rating Based Approach (IRB) yang memberikan keleluasaan bagi bank untuk menggunakan formulasinya sendiri dan mengembangkan model sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam mengukur risiko kredit. VaR merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam pengukuran risiko dalam manajemen risiko (Ghozali 2007). Secara sederhana VaR menjawab pertanyaan seberapa besar (dalam persen atau sejumlah uang tertentu) investor dapat merugi selama waktu investasi T dengan tingkat kepercayaan sebesar α. Inti dari VaR adalah volatilitas. Volatilitas adalah keragaman perubahan faktor risiko. Secara statistik volatilitas sama dengan simpangan baku (Jorion 2001) Pengukuran suatu risiko dengan menggunakan VaR dilakukan secara kuantitatif dengan memperkirakan potensi maksimum kerugian yang mungkin terjadi dengan suatu tingkat keyakinan tertentu. Penilaian risiko ini menggunakan data masa lalu dengan cara melakukan pengukuran tehadap volatilitas nilai di masa lalu (Ghozali 2007). Dalam perhitungan terhadap nilai risiko di masa yang akan datang tidak bisa memastikan dengan pasti potensi kerugian yang akan terjadi. Oleh sebab itu, nilai peluang selalu mengikuti hasilnya. Transparansi VaR akan semakin baik karena VaR secara konsisten mengukur pengaruh dari hedging terhadap seluruh total risiko. VaR memberikan penekanan pada keseluruhan risiko dibandingkan dengan pengukuran tradisional yang lebih menekankan pada risiko per transaksi individual (Jorion 2001). Kerangka Pemikiran Operasional Selama ini perbankan beranggapan bahwa UMKM memiliki risiko kredit yang tinggi sehingga mereka membatasi dalam memberikan akses kredit terutama untuk kredit modal kerja. Selain itu juga banyak bank umum yang lebih banyak memberikan kredit usaha kecil, menengah, dan besar dikarenakan debitur usaha
25 mikro,menengah, dan besar lebih mudah memenuhi persyaratan perbankan yang sudah ditetapkan. Hal ini menyebabkan pelaku usaha mikro jarang terjangkau oleh bank umum karena mereka tidak dapat memenuhi persyaratan perbankan. Bank Perkreditan Rakyat merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro yang yang berbentuk bank yang dibentuk untuk membantu UMKM terutama pelaku usaha mikro. Dalam sistem agribisnis, BPR termasuk dalam subsistem agribisnis lembaga penunjang yang kegiatannya melakukan pembiayaan agribisnis. Pembiayaan yang diberikan BPR kepada UMKM adalah dalam bentuk kredit. Namun ternyata pemberian kredit kepada UMKM tidaklah mudah karena faktanya semakin besar penyaluran kredit kepada UMKM maka semakin besar risiko yang dihadapi. Risiko yang paling rentan dialami oleh BPR adalah risiko kredit yaitu kegagalan debitur untuk membayar kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Hal ini menimbulkan kredit bermasalah bagi BPR sehingga BPR mengalami kerugian atau NPL (Net Performing Loan) berada di atas standar mínimum sehingga mempengaruhi kesehatan BPR akibatnya banyak BPR yang usahanya ditutup oleh Bank Indonesia. BPR X Cirebon merupakan salah satu BPR yang memiliki penampilan yang baik dan kondisi bank yang sehat dengan nilai NPL neto di bawah 5 persen. BPR X Cirebon memiliki wilayah kerja di kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Pengelolaan risiko kredit merupakan salah satu kunci kesuksesan dari BPR X Cirebon. Penilaian risiko kredit dilihat dari kinerja keuangan BPR X Cirebon dan kredit bermasalah yang dialami BPR X Cirebon (Gambar 5). Dari penilaian tersebut maka akan dihasilkan tindakan lanjutan untuk mengendalikan risiko kredit BPR X Cirebon sehingga akan mempengaruhi penyaluran kredit oleh BPR X Cirebon kepada UMKM. Hasil análisis pengelolaan risiko kredit BPR X Cirebon ini dapat dijadikan pedoman dan pertimbangan bagi LKM-LKM yang ada di Indonesia agar mampu meyukseskan usahanya serta mampu mengoptimalkan perannya untuk membantu para pelaku UMKM terutama dalam bentuk modal. Adapun kerangka pemikiran operasional pengelolaan risiko kredit salah satu upaya optimalisasi peran LKM dengan studi kasus BPR X Cirebon dapat dilihat pada Gambar 5.
26
BPR X Cirebon
Risiko Kredit
Kinerja Keuangan
Faktor CAMEL 1. Capital 2. Aset 3. Manajemen 4. Ekuitas 5. Likuiditas
Kredit Bermasalah (NPL)
Perhitungan VaR dengan credit metrics Faktor yang mempengaruhi nilai VaR 1. Suku bunga 2. Probabilitas kolektibilitas debitur 3. Jumlah baki debet
Pengelolaan Risiko Kredit Penentuan Debitur dengan 5 C 1. 2. 3. 4. 5.
Character Capacity Capital Collateral Condition
Pemantauan Penyelamatan Kredit 1. 2. 3.
Rescheduling Reconditioning Restructuring
Penyelesaian Kredit
Penyaluran Kredit Kepada UMKM
Peningkatan Peran BPR sebagai LKM Gambar 5 Kerangka Pemikiran Operasional
27
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai Februari 2013 di Kantor BPR X Cirebon yang berada di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Cirebon dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah sentra UMKM di Jawa Barat dan Kecamatan Astanajapura memiliki potensi dalam pertanian hortikultura, peternakan ayam buras, perkebunan mangga, industri pengolahan makanan, dan industri perabotan rumah tangga. Pemilihan BPR X Cirebon dilakukan karena BPR X menunjukkan kinerja yang baik berdasarkan keterangan dari Bank Indonesia cabang kota Cirebon. Data dan Instrumensasi Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan debitur atau nasabah kredit mikro BPR X Cirebon dengan bantuan kuisioner yang sudah disediakan. Selain itu dilakukan wawancara dengan pihak manajemen BPR X Cirebon. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia. Data sekunder yang diperoleh dari BPR X Cirebon berupa laporan keuangan BPR X Cirebon per Desember tahun 2009-2012, laporan debitur bermasalah BPR X Cirebon tahun 2012 dan laporan kredit BPR X Cirebon tahun 2009-2012, data-data dari lembaga terkait seperti BPS, BI (Data perkembangan kredit Bank Umum dan BPR tahun 2009 hingga 2012) , Dinas Koperasi dan UMKM , Bappeda Kab. Cirebon, dan sebagainya. Data sekunder juga diperoleh dari studi pustaka dan literatur-literatur yang bersangkutan baik yang didapat di perpustakaan maupun dari tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu tentang risiko kredit, perkembangan LKM, dan manajemen risiko. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, penyebaran kuisioner, wawancara baik dengan debitur maupun dengan pihak manajemen bagian kredit BPR X Cirebon, dan studi literatur yang berkaitan dengan risiko kredit di BPR X Cirebon yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan bantuan kuesioner dan daftar pertanyaan wawancara untuk memperoleh data secara utuh yang dapat menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Wawancara lebih mendalam dilakukan dengan bagian kredit BPR X Cirebon. Selain itu kuesioner digunakan untuk mendapatkan data dari karakteristik debitur BPR X Cirebon dan data umum BPR X Cirebon. Dalam setiap pengisian kuesioner peneliti melakukan pendampingan untuk mengantisipasi adanya kesulitan atau kesalahpahaman dalam mengartikan pertanyaan kuesioner. Pendampingan yang dilakukan dalam setiap pengisian
28 kuesioner juga dimaksudkan untuk mencari informasi lain yang lebih mendalam yang belum tercakup dalam kuesioner. Penentuan sampel diperoleh dari populasi debitur BPR X Cirebon. Penentuan sampel awalnya dilakukan terhadap keseluruhan debitur bermasalah BPR X Cirebon yang berjumlah 72 orang. Namun karena kesulitan untuk menjangkau debitur tersebut maka data yang diperoleh adalah 29 orang debitur bermasalah BPR X Cirebon dan 9 orang debitur dengan kategori lancar membayar. Data mengenai karakteristik 72 debitur bermasalah BPR X Cirebon diperoleh berdasarkan database debitur BPR X Cirebon. Hasil kuesioner terhadap 38 debitur digunakan sebagai opini debitur terhadap pengelolaan risiko kredit BPR X Cirebon. Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan observasi selama penelitian. Sedangkan data kuantitatif diperoleh berupa data perkembangan penyaluran kredit BPR X Cirebon, perkembangan jumlah debitur dan karakteristik debitur BPR X Cirebon, data laporan kinerja keuangan BPR X Cirebon, dan data kredit bermasalah BPR X Cirebon. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif dan kuantitatif untuk mengolah seluruh data. Pengolahan data kualitatif dilakukan untuk menguraikan ikhtisar keuangan BPR X Cirebon, kinerja keuangan BPR X Cirebon, perkembangan nilai NPL, karakteristik debitur bermasalah BPR X Cirebon, faktor-faktor penyebab timbunya kredit bermasalah, dan pengelolaan risiko yang dilakukan BPR X Cirebon. Data-data tersebut sudah tersedia di BPR X Cirebon. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk melihat kemungkinan kerugian yang dialami BPR X Cirebon pada beberapa skenario dengan analisis nilai Value at Risk (VaR) dengan metode credit metrics dengan menggunakan menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif memacu pada transformasi dari data-data mentah ke dalam suatu bentuk yang lebih mudah dimengerti. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan kondisi kinerja keuangan BPR X Cirebon, mengetahui prosedur pengelolaan risiko kredit dan perkembangan kolektibilitas kredit agar lebih mudah untuk diinterpretasikan. Analisis deskriptif mencakup hasil wawancara terhadap BPR X Cirebon dan debiturnya. Pada analisis ini akan dijelaskan gambaran umum BPR X Cirebon, profil kredit BPR X Cirebon, laporan ikhtisar keuangan BPR X Cirebon yang sudah disediakan oleh pihak BPR X Cirebon, karakteristik debitur bermasalah yang diperoleh dari database dan kuesioner, pentingnya peningkatan peran BPR X Cirebon sebagai LKM, laporan kinerja keuangan BPR X Cirebon, dan pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh BPR X Cirebon. Peneliti hanya menguraikan hasilnya saja. Analisis Value at Risk (VaR) dengan metode Credit Metric Value at Risk (VaR ) merupakan salah satu alat analisis yang digunakan untuk menghitung risiko kredit. Value at Risk (VaR ) adalah pengukuran suatu
29 risiko yang dilakukan secara kuantitatif dengan memperkirakan potensi maksimum kerugian yang mungkin terjadi dengan suatu tingkat keyakinan tertentu. VaR dapat mengetahui berapa jumlah risiko maksimum yang akan dialami bank yang mungkin terjadi esok hari, lusa, minggu depan, dan seterusnya sesuai dengan periode waktu yang diinginkan (Ghozali 2007). Penilaian risiko ini menggunakan data masa lalu (historical data) dengan cara melakukan pengukuran terhadap volatilitas dari fluktuasi nilai di masa lalu. Hal ini karena penilaian risiko di masa yang akan datang tidak bisa memastikan dengan pasti potensi kerugian yang akan terjadi. Volatilitas merupakan inti dari Value at Risk (Jorion 2001). Adapun tahapan menghitung VaR adalah sebagai berikut (Ghozali 2007).: 1. Menentukan matriks transisi bulanan Matriks transisi ini berukuran 4 x 4 karena jumlah kelas (grade) dalam credit rating system ada empat kategori yaitu L (lancar), KL (kurang lancar), D (diragukan), dan M (macet). Data historis pergeseran kolekbilitas per debitur per bulan selama periode pengamatan merupakan dasar untuk penyusunan peluang transisi dari setiap kolektibilitas. Matriks transisi bulanan diperoleh dengan melihat jumlah perpindahan kolektibilitas debitur dari bulan 1 ke bulan 2 yang kemudian di cari peluangnya. Sebagai contoh, jumlah debitur yang pindah dari kategori lancar ke kategori kurang lancar pada bulan ke dua adalah tiga orang, maka peluangnya adalah tiga orang dibagi dengan jumlah debitur kategori lancar pada bulan ke 1, demikian seterusnya. 2. Menentukan matriks migrasi unconditional Matriks migrasi unconditional adalah proporsi perpindahan kolektibilitas dari satu bulan ke bulan lainnya. Matriks ini merupakan rata-rata dari matriks transisi bulanan. Bentuk matriks ini sama dengan matriks transisi (Gambar 6). L KL D M L
P11
P12
P13
P14
KL
P21
P22
P23
P24
D
P31
P32
P33
P34
M
P41
P42
P43
P44
Gambar 6 Matriks Unconditional Debitur Sumber : Ghozali (2007)
Keterangan : P11 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) tetap berada pada peringkat 1 (kolektibilitas lancar). P12 adalah peluang kredit dengan peringkat 1 (kolektibilitas lancar) menjadi berada pada peringkat 2 (kolektibilitas kurang lancar) dan seterusnya.
30 L, KL, D, dan M adalah kolektibilitas lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. 3. Menghitung rata-rata nilai baki debet Rata-rata nilai baki debet merupakan jumlah dari hasil perkalian antara peluang migrasi ke peringkat tertentu dengan hasil kali antara nilai baki debet total peringkat tertentu pada akhir periode pengamatan dengan peluang peringkat tertentu. Peringkat yang dimaksud adalah kolektibilitas. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
µtotal =∑si=1рi µi ..................................................(1) Keterangan: µ : rata-rata nilai baki debet pi : peluang suatu kondisi (peluang migrasi ke peringkat tertentu) µi: nilai baki debet yang merupakan hasil kali antara baki debet total peringkat tertentu pada akhir periode pengamatan dengan peluang peringkat tertentu. s: banyaknya peringkat 4. Menghitung selisih nilai baki debet dengan nilai rata-rata baki debet (µtotal) 5. Menghitung ragam Menghitung ragam bertujuan untuk mengetahui tingkat keragaman dalam data. Semakin tinggi nilai ragam berarti semakin bervariasi dan beragam suatu data. Secara sistematis rumus ragam adalah sebagai berikut: δ2 = ∑si= 0 рi µi2 - µtotal2........................................... (2) 6. Menghitung simpangan baku Simpangan baku merupakan akar dari ragam. Simpangan baku ini disebut volatilitas (s). Nilai volatilitas ini digunakan untuk menghitung VaR kredit. Formula yang digunakan untuk menghitung VaR kredit dengan asumsi nilai pinjaman terdistribusi normal untuk tingkat keyakinan tertentu adalah sebagai berikut: VaR = Zα x δ.............................................................(3) Keterangan: Zα adalah titik ktitik pada tabel Z (Zα pada tingkat keyakinan tertentu) δ adalah pendugaan volatilitas Semakin besar tingkat kepercayaan yang digunakan maka nilai VaR akan semakin besar, begitu pula dengan volatilitas, semakin besar volatilitas yang dihasilkan maka nilai VaR akan semakin besar pula. Tingkat keyakinan 95 persen digunakan oleh Morgan ”Risk Metrics” dan tingkat keyakinan 99 persen digunakan oleh Basel Committee. Analisis VaR BPR X Cirebon diawali dengan menentukan matriks transisi bulanan. Matriks transisi diperoleh dari kolektibilitas kredit BPR X Cirebon dari bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Desember 2012 sehingga matriks transisi yang dihasilkan sebanyak 11 matriks yang berukuran 4 x 4. Matriks transisi yang diperoleh dijumlah kemudian dicari rata-ratanya dan dari rata-rata yang diperoleh digunakan untuk menyusun matriks unconditional. Pada penelitian ini digunakan beberapa skenario untuk melihat dampak perubahan faktor-faktor VaR ( suku
31 bunga, perpindahan kolektibilitas debitur, dan baki debet tiap kolektibilitas) terhadap nilai VaR Skenario 1 merupakan perhitungan VaR dengan menggunakan kondisi yang terjadi saat ini di BPR X Cirebon. Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga anuitas terendah yang digunakan oleh BPR X Cirebon yaitu sebesar 21 persen. Nilai tersebut digunakan untuk melihat kerugian maksimum yang dialami BPR X Cirebon. Baki debet yang digunakan adalah baki debet tiap kolektibilitas yang terjadi di tahun 2012. Matriks unconditional yang digunakan adalah probabilitas yang terjadi pada BPR X Cirebon selama Januari 2012 hingga Desember 2012. Skenario 2 digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap nilai VaR BPR X Cirebon apabila BPR X Cirebon menaikkan suku bunga sebesar 24% mengikuti suku bunga bank kompetitor lainnya. Pada skenario 2 digunakan baki debet dan matriks unconditional yang terjadi saat ini (skenario 1). Skenario 3 digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap nilai VaR apabila sejak Januari 2012 hingga Desember 2012, jika tidak ada pergeseran kolektibilitas debitur atau peluang pergeseran debitur tetap berada pada kolektibilitas yang sama adalah satu. Pada skenario 3, suku bunga kredit yang digunakan BPR X Cirebon adalah 21 persen dan baki debet yang digunakan adalah baki debet pada tahun 2012. Skenario 4 digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap nilai VaR apabila terjadi perubahan jumlah baki debet tiap kolektibilitas. Skenario 4 menggunakan matriks unconditional saat ini dan suku bunga sebesar 21 persen. Pada skenario 4 menunjukkan ketika peningkatan penyaluran kredit BPR X Cirebon bertambah 50% persen dari kredit sebelumnya menyebabkan kemungkinan seluruh baki debet tiap kolektibilitas meningkat sebesar 50% , kemungkinan hanya nilai baki debet kolektibilitas lancar yang meningkat 50 % dan jumlah baki debet yang lain tetap, dan peningkatan nilai baki debet 50% hanya terjadi pada kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Definisi Operasional 1.
2. 3.
4.
5. 6. 7.
Matriks transisi bulanan atau rating migration merupakan perubahan rating debitur baik meningkat, menurun, ataupun tetap (perubahan dari migrasi kualitas kredit pada suatu periode waktu tertentu). Peluang atau probabilitas adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian Kolektibilitas adalah collectibility yaitu keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga atau penanaman lainnya. Baki debet adalah saldo pokok dari plafon pinjaman yang telah disepakati dalam perjanjian kredit dan biasanya akan berkurang jika angsuran rutin dilakukan atau sesuai jadwal pembayaran oleh debitur. Ragam yaitu jumlah dari hasil rata-rata perkalian kuadrat selisih rata-rata nilai baki debet dengan rata-rata terbobot dengan peluangnya. Volatilitas adalah keragaman perubahan faktor risiko. Secara statistika, volatilitas ini sama dengan simpangan baku Tingkat keyakinan (confidence level) adalah koefisien keyakinan yang dinyatakan sebagai persentase (Statistik).
32 8.
9.
Suku bunga anuitas tahunan artinya setiap bulan tetap dan angsuran untuk bunga akan disesuaikan minimal setahun sekali pada saat ulang tahun realisasi kredit. Nilai VaR adalah nilai kerugian yang diperoleh akibat adanya risiko.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum BPR X Cirebon Profil Usaha BPR X Cirebon Bank Perkreditan Rakyat (BPR) X didirikan dengan nama Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Kecamatan Astanajapura yang berada di wilayah Kabupaten Cirebon bagian timur dengan tujuan untuk menunjang usaha-usaha pembangunan perekonomian di pedesaan. Melalui SK Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor : 7 / Reg / 7.B / IKU / 69, dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor : 1 Tahun 1974, pada tanggal 13 Agustus 1969 BKPD akhirnya dibentuk beserta aturan mengenai misi, fungsi, dan tujuan serta usaha-usaha yang perlu dilakukan oleh lembaga tersebut. Pada masa perkembangannya BKPD pernah berhenti beroperasi (non aktif). Melalui surat Bupati Kabupaten Cirebon Nomor : 581 / 1386 – Perek tanggal 26 Oktober 1989, BKPD mulai diaktifkan kembali pada tanggal 1 Oktober 1990. BKPD yang awalnya dimiliki oleh desa karena mengalami kurangnya aspek permodalan, maka pada tahun 1973 kepemilikan BKPD ditingkatkan menjadi milik desa dan Pemerintah Kabupaten Cirebon. Sesuai dengan UU perbankan Nomor : 7 tahun 1992, dan UU Perbaikannya Nomor : 10 tahun 1998 tentang perbankan, bahwa jenis Bank di Indonesia hanya 2 (dua), yaitu ; Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat serta dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor : 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat serta intruksi Menteri Dalam Negri Nomor : 4 tahun 1993, bahwa Bank atau Lembaga miliki Pemerintah Daerah harus melaksanakan perubahan bentuk badan hukum menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD. BPR). Seiring perkembangan BKPD yang semakin meningkat, maka BPR X Cirebon yang dulunya berstatus BKPD mengalami perubahan nama berdasarkan surat izin Menteri Keuangan Nomor : KEP – 628 / KM – 17 / 1977 menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD. BPR) X Cirebon dan kegiatan operasionalnya diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor : 14 Tahun 2003 yang mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2004, dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor : 14 Tahun 2007 tentang Penyertaan Modal. BPR X Cirebon melayani 11 desa dari kecamatan tersebut dan juga desa lain di sekitarnya. Secara kelembagaan BPR X Cirebon bernaung di bawah koordinasi dan pemilikan Pemda Kabupaten Cirebon dan Pemprov Jawa Barat yang mengendalikan saham. Hal ini sesuai dengan surat keputusan surat keputusan dari Menteri Keungan Republik Indonesia dengan Nomor : S.KET466/DJM/III.3/12/1973 setelah memperhatikan pertimbangan Direksi Bank Indonesia dalam suratnya bernomor : 6/47/UBPR/PPTR-RAHASIA, tanggal 10 Desember 1973 dan berdasarkan surat mentri keuangan RI Nomor : 331/MK/IV/8/1970. Semua peraturan di atas berisi tentang aturan, keberadaan,
33 kepemilikan, lingkup operasional, kepegawaian serta hal-ha1 yang menyangkut BPR X Cirebon BPR X Cirebon memiliki visi, misi, dan tujuan yang sudah ditentukan pada awal pembentukan. Visi dari BPR X Cirebon adalah terwujudnya PD. BPR yang tangguh dan dapat dipercaya serta didukung kinerja pegawai yang profesional dan berorientasi untuk menumbuhkan perekonomian pedesaan dalam menuju masyarakat sejahtera, sedangkan misi dari BPR X Cirebon adalah meningkatkan kesempatan berusaha dan menumbuh kembangkan sektor ekonomi pedesaan dalam menuju masyarakat sejahtera. Adapun tujuan pembentukan PD BPR X Cirebon adalah mengembangkan perekonomian dan menggerakan pembangunan daerah melalui kegiatannya sebagai Bank Perkreditan Rakyat, membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang, PD. BPR sebagai alat kelengkapan otonomi daerah di bidang keuangan / perbankan serta merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah., meningkatkan income per kapita masyarakat, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat / pengusaha mikro dan kecil di daerah pedesaan. Kegiatan operasional BPR X Cirebon adalah jasa layanan yang ditawarkan oleh BPR X Cirebon ke masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito, dan kredit. Produk tabungan yang ditawarkan oleh BPR X Cirebon terdiri dari : 1. Tabungan Umum, merupakan salah satu jenis tabungan sukarela yang dikelola oleh BPR X Cirebon dengan bunga 8,00% (tanpa biaya administrasi bulanan). Tabungan ini diperuntukkan bagi semua kalangan. 2. Tabungan Anak Sekolah (TAS), merupakan jenis tabungan yang ditunjukan untuk persiapan pendidikan bagi masa depan buah hati, dimana tabungan ini hanya boleh diambil pada saat kontrak yang telah disepakati. 3. Tabungan Wajib, merupakan tabungan yang wajib diisi pada saat nasabah membayar angsuran kreditnya, tabungan ini digunakan untuk mewaspadai apabila nasabah tidak bisa melunasi kreditnya, nominal dari tabungan wajib ini minimal Rp. 20.000,- per setiap kali membayar angsuran, dan dapat diambil pada saat pinjamannya sudah selesai. 4. Tabungan Wajib Pajak (TAWAP), jenis tabungan yang diperuntukan bagi nasabah untuk mempersiapkan pembayaran pajak bagi nasabah. Deposito berjangka juga merupakan salah satu produk jasa BPR X Cirebon. Deposito berjangka adalah time deposit yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah bank penyimpan dengan bank. Adapun deposito yang ditawarkan BPR X Cirebon adalah deposito berjangka 3 bulan dengan suku bunga 8 %, deposito berjangka 6 bulan dengan suku bunga 10,25 persen, dan deposito berjangka 12 bulan dengan suku bunga 11 persen. Pengertian kredit menurut UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) adalah penyediaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Produk kredit yang ditawarkan BPR X Cirebon adalah kredit usaha kecil dan kredit usaha mikro dalam sektor perdagangan dan jasa, sektor pertanian, dan sektor industri. Selain itu juga BPR X Cirebon memberikan kredit konsumtif yaitu kredit yang dikhususkan untuk keperluan pribadi, dan biasanya diberikan kepada
34 para pegawai negeri sipil (PNS), Guru, dan pegawai-pegawai swasta lainnya. Kredit konsumtif tidak digunakan untuk usaha. Jasa layanan lain yang diberikan BPR X Cirebon adalah Western Union dan pembayaran listrik dan telepon. Struktur Organisasi BPR X Cirebon BPR X Cirebon memiliki 42 pegawai. Setiap pegawai memiliki tanggung jawab dan wewenang yang berbeda. Dalam struktur organisasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) X Cirebon, Dewan Komisaris dibantu oleh Dewan Pengawas. Direktur yang dibantu oleh Sistem Pengawasan Internal (SPI) dan Kepala bagian Operasional. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dewan Komisaris(RUPS) Dewan Pengawas Direktur Utama Satuan Pengawas Internal
Direktur Operasional
Bagian Bisnis Sie Analisis Dana
Sie Dana
Sie Adm Kredit & Penanganan Kredit
Bagian Umum Sie Keuangan & Kas Sie Pembukuan dan Laporan Sie Rumah Tangga
Gambar 7 Struktur Organisasi BPR X Cirebon Sumber : BPR X Cirebon (2012)
Struktur organisasi PD. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) X Cirebon terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Dewan Komisaris (RUPS) Dewan Pengawas Direktur Utama Direktur Operasional Internal Control (Satuan Pengawas Internal) Bagian Umum Bagian Dana Bagian Kredit Bagian Kas Account Officer Bagian Accounting/Pembukuan Customer Service
35 13.
Bagian Kasir (teller) Jenis Struktur Organisasi yang digunakan oleh BPR X Cirebon adalah organisasi fungsional. Pada jenis organisasi fungsional, semakin besar organisasi maka semakin dalam pula hirarkinya dan semakin terspesialisasi pekerjaannya. Adapun deskripsi jabatannya adalah sebagai berikut: 1. Dewan komisaris Dewan komisaris BPR X Cirebon tidak berstatus pegawai negeri sipil. Dewan komisaris mempunyai tugas dan wewenang untuk mengawasi pelaksanaan tugas dewan direksi serta memberi nasihat atas pelaksanaan tugas dewan direksi tersebut. Anggota dewan komisaris mempunyai hak untuk memeriksa buku-buku, surat-surat, serta kekayaan perusahaan. Dewan komisaris juga mempunyai hak untuk memberhentikan salah seorang dari anggota direksi ataupun semua anggotanya karena alasan-alasan tertentu. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan untuk menentukan apakah anggota direksi yang telah diberhentikan akan terus diberhentikan atau dikembalikan pada posisi semula Dewan pengawas 2. Dewan pengawas BPR X Cirebon bukan berstatus pegawai negeri sipil. Dewan pengawas mempunyai tugas pokok menjalankan kebijaksanaan umum, menjalankan pengawasan pengendalian serta pembinaan terhadap BPR X Cirebon. Dewan pengawas BPR mempunyai hak dan kewajiban serta tugas untuk memantau pelaksanaan oprasional bank khususnya yang berhubungan dengan peraturan-peraturan tentang produk-produk perbankan dan tata cara pelaksanaannya, berkewajiban untuk memperluas keberadaan bank beserta produk-produk pelayanannya, dan melakukan penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang praktek perbankan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Direktur utama Direktur utama BPR X Cirebon merupakan PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diangkat dengan surat keputusan Bupati Cirebon. Direktur utama mempunyai tugas perencanaan, melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan tugas dan melakukan pembinaan serta serta pengendalian terhadap bagianbagian berdasarkan azas keseimbangan dan keserasian. 4. Direktur operasional Direktur operasional merupakan PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang bertugas untuk membantu direktur utama. Adapun tugas dari direktur BPR X Cirebon adalah sebagai berikut : a. Menetapkan susunan organisasi dan tata kerja BPR X Cirebon bersama dengan direktur utama dengan persetujuan dewan komisaris, dan menyusun rencana kerja dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas operasional sehari-hari. b. Memberikan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas unit kerja BPR X Cirebon yang berhubungan dengan pihak external. c. Membuat laporan keuangan secara berkala berkaitan dengan perkembangan BPR X Cirebon d. Melaksanakan fungsi pengawasan terhadap jalannya operasional BPR X Cirebon baik terhadap sistem maupun pegawai BPR X Cirebon, melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait yang berhubungan
36
5.
6.
7.
8.
dengan jalannya operasional, melaksanakan pemeliharaan aset milik BPR X Cirebon, menyampaikan informasi yang diperlukan untuk penyusunan RKAT kepada direktur utama. Satuan Pengawas Intern Satuan Pengawas Intern bertugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja BPR X Cirebon, mengawasi dan memberikan penilaian terhadap kegiatan operasional BPR X Cirebon secara berkala serta melaporkannya kepada direksi, melaksanakan audit atau pemeriksaan atas administrasi keuangan dan pengelolaan dana atau penggunaan seluruh kekayaan milik BPR X Cirebon, dan membantu direksi dalam hal pengawasan disiplin kerja serta kepatuhan terhadap kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Direksi dan peraturan-peraturan atau ketentuanketentuan yang berlaku. Satuan Pengawas Intern juga berperan aktif dalam hal penanganan kredit bermasalah serta memberikan saran atau pendapat kepada direksi, melaksanakan koordinasi dengan bagian-bagian lain terhadap tugas-tugas BPR X Cirebon, dan memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan tentang langkah-langkah serta tindakan yang diambil di bidang tugasnya. Bagian Umum (operasional) Bagian umum melakukan urusan surat menyurat baik surat keluar maupun surat masuk dan melaksanakan kearsipan, membuat laporan-laporan yang dibuat setiap bagian yang meliputi seluruh kegiatan BPR X Cirebon, dan melakukan pengurusan barang-barang inventaris BPR X Cirebon baik dalam hal pengadaan, pemeliharaan maupun penghapusan. Bagian umum juga melakukan urusan personalia atau kepegawaian BPR X Cirebon dan mewakili direktur apabila direktur berhalangan menjalankan tugasnya. Bagian Dana Tugas bagian dana adalah melakukan program atas pengembangan dana baik dana tabungan, deposito, dan lain-lain, menciptakan produkproduk bagi tabungan disesuaikan dengan potensi daerah yang ada dan melaporkan kepada direksi, merencanakan promosi dari berbagai macam simpanan BPR X Cirebon, menatausahakan dengan baik setiap mutasi simpanan masyarakat baik tabungan ataupun deposito, serta membubuhkan paraf atau voucher laporan mutasi dana. Bagian dana juga melakukan penghitungan pajak atas bunga tabungan dan deposito setiap nasabah / deposan sesuai ketentuan yang berlaku serta membuat administrasi laporannya, menyusun laporan atas penabung aktif dan pasif kepada direksi. Bagian dana juga memberikan saran dan pertimbangan tentang langkahlangkah dan tindakan-tindakan yang perlu diambil dibidang tugasnya. Bagian Kredit Bagian kredit bertugas dalam kegiatan operasional pemberian kredit kepada calon debitur. Adapun tugas bagian kredit BPR X Cirebon adalah sebagai berikut : a. Menetapkan sasaran dalam penetapan dan rencana pemasarannya yang dibagi dalam tahap-tahap dan jadwal pencapaiannya dan merencanakan promosi antara lain dengan brosur, iklan-iklan, dan lainlain.
37 b.
9.
Melaksanakan langkah-langkah dalam rangka penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada pihak ketiga. c. Mengadakan analisa kredit kepada calon debitur dengan cara meninjau di lapangan / tempat debitur dan menginformasikan segala ketentuan yang telah diberikan calon debitur dan memberitahukan kepada calon debitur tentang penolakan / persetujuan atas kredit yang diajukan d. Melaporkan hasil analisa kredit kepada Direksi atau Komite Kredit (sesuai batas kewenangan pemberian kredit) dalam hal pemberian / pemutusan kredit kepada calon debitur dan memberikan laporan kepada Direksi tentang langkah-langkah yang perlu diambil dalam pelaksanaan tugasnya. e. Menyiapkan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan administrasi kredit, mengarsipkan file-file semua administrasi kredit termasuk jaminan kredit dan bertanggung jawab atas penyimpanan dan pemeliharaan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan tugasnya f. Membuat daftar nominatif dan kolektibilitas atas kredit yang diberikan setiap bulannya, membuat langkah-langkah atas penyelesaian kredit non lancar, dan menghitung PPAP–WD setiap bulannya sesuai dengan koletibilitas kredit. Bagian Kas Bagian kas memiliki tugas untuk menatausahakan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kas. Tugas bagian kas BPR X Cirebon adalah sebagai berikut : a. Membuka lemari besi (brankas) dan mengadakan pemeriksaan setiap hari bersama direksi, mengatur penyediaan dana keluar bagi kepentingan kantor dan direksi, dan menghitung posisi keuangan kas dengan kebutuhan operasional setiap hari. b. Menatausahakan aliran kas masuk dan keluar setiap hari dan mencocokan mutasi harian serta melaporkan pada bagian pembukuan dengan cara membuat rekapitulasi kas. c. Mengatur penempatan dana yang belum terpakai untuk disimpan pada bank lain agar memperoleh keuntungan, mengatur pengambilan dan penyetoran uang tunai pada bank lain d. Mengatur kelancaran bagi nasabah yang akan menyetor / mengambil uang di BPR X Cirebon, membuat bukti-bukti kas masuk dan keluar dan mencocokan dalam kartu-kartu rekening, dan mengatur file penyimpan buku kwitansi, formulir-formulir deposito / tabungan, TBS, TPB yang belum terpakai dan membuat catatan atas penerimaan dan pengeluaran formulir berharga. e. Mengelola keuangan kantor dengan sejujurnya dan memelihara saldo kas dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan sehari-hari menurut kebijaksanaan penarikan nasabah. f. Meneliti kebenaran laporan kas harian, mencocokan saldo kas yang dicatat pada rekapitulasi kas dengan rincian uang tunai pada setiap tutup kantor, dan bertanggung jawab atas kekurangan saldo kas
38 g.
Membayar gaji dan tunjangan bagi pegawai BPR X Cirebon dan mencatat dan mengumpulkan bukti-bukti atas pengambilan dan penyetoran kas dalam formulir kas yang telah disediakan.
10. Bagian Pembukuan a. Melakukan pembukuan dari tiap-tiap bagian dengan kooordinasi yang sebaik-baiknya dan menyusun rencana anggaran atas usul bagianbagian lain dan mengawasi realisasi anggaran BPR X Cirebon yang sudah mendapatkan pengesahan Bupati Cirebon/Dewan Pengawas BPR X Cirebon. b. Memeriksa rekapitulasi mutasi memorial dan rekapitulasi mutasi kas untuk dibukukan pada rekening buku besar/sub buku besar dan membuka mutasi-mutasi ke dalam buku besar, mencocokan saldosaldo yang tercatat dalam buku tambahan yang berada di bagian lainnya, dan membuat catatan pada rekapitulasi mutasi memorial atas transaksi yang terjadi pada hari itu. c. Menelaah nota-nota debet/kredit yang belum lengkap dan menyimpan semua bukti otentik, kwitansi, voucher baik nota debet maupun kredit intern dan ekstern yang diperlukan sebagai pendukung dalam pembukuan agar tetap rapih dan aman terhadap kerusakan / kehilangan. d. Memeriksa kebenaran kode rekening, bukti-bukti pendukung jumlah uang dan keabsahannya, kemudian dibukukan ke dalam buku besar/kartu sub buku besar yang bersangkutan. e. Menyusun buku kas secara sistematis sesuai dengan pedoman pembukuan yang berlaku dan membuat rekonsiliasi rekening bank berdasarkan data keuangan berupa buku besar. f. Mengadakan penyusunan Neraca Laba/Rugi, Neraca Bulanan, Laporan Likuiditas harian dan mingguan untuk keperluan intern maupun Bank Indonesia, memberikan paraf atas neraca-neraca dan laporan-laporan sebelum ditanda tangani oleh direksi, dan menyiapkan data keuangan dengan up to date baik berupa saldo buku besar, laporan laba / rugi, serta laporan lainnya. 11. Customer Service Tugas Customer Service BPR X Cirebon adalah memberikan penjelasan-penjelasan kepada masyarakat / nasabah yang berkaitan dengan tabungan dan deposito, memeriksa kelengkapan-kelengkapan atas simpanan masyarakat dan atau lembaga, dan memberikan penjelasan-penjelasan tentang syarat-syarat dan prosedur kredit kepada calon nasabah. Customer Service juga bertugas menerima dan melayani serta mengadakan wawancara singkat dengan calon debitur / nasabah dan mencatat dalam buku pendaftaran atas permohonan kredit, meneliti atas kelengkapan permohonan kredit dari calon debitur, menerima dan melayani calon nasabah yang ingin membuka rekening tabungan / deposito, melayani nasabah dengan ramah dan sopan, menerima keluhan-keluhan nasabah dengan sikap profesional, dan melayani nasabah yang ingin mencetak ulang buku tabungan dan atau rekening koran. 12. Teller
39 a. b. c. d.
e.
Menerima setoran uang tunai dengan menghitung dan mencocokan dengan Tanda Bukti Setoran (TBS). Melayani nasabah dengan ramah tamah. Mengihtiarkan sesuatu cara untuk menghindari penerimaan uang palsu. Membayarkan uang kepada nasabah, dengan terlebih dahulu meneliti tanda tangan dari kwitansi TBP, pengambilan tabungan, deposito, atau kredit yang diberikan dan meminta persetujuan Direksi / pejabat yang berwenang. Membuat daftar rincian uang tunai.
Profil Kredit BPR X Cirebon Nilai kredit yang disalurkan BPR X Cirebon per Desember 2012 adalah sejumlah Rp. 21.385.54.000 dengan total debitur sebanyak 1317 orang. Adapun komposisi nilai kreditnya pada tahun 2012 adalah sebesar 56,96 persen untuk kredit modal kerja dan sebesar 43,04 persen untuk kredit konsumtif. Kredit konsumtif memiliki nilai NPL sebesar 0 persen sedangkan kredit modal kerja memiliki NPL sebesar 2,01 persen (Tabel 6). Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan dikhususkan untuk keperluan pribadi, dan diberikan kepada para pegawai negeri sipil (PNS), Guru, POLRI, pensiunkan dan pegawai-pegawai swasta lainnya. Debitur kredit konsumtif BPR X Cirebon menggunakan dananya untuk upacara adat, pembelian barang elektronik, kendaraan, renovasi rumah dan lain-lain. Kredit modal kerja merupakan kredit yang diberikan untuk kegiatan operasional suatu usaha meliputi kredit usaha kecil, kredit usaha mikro, kredit pertanian, kredit perdagangan dan jasa, dan kredit industri.
Kredit Modal Kerja
43.04% 56.96%
Kredit Konsumsi
Gambar 8 Komposisi kredit menurut jenis penggunaanya Tabel 6 Komposisi kredit berdasarkan jenis penggunaanya tahun 2012 No Jenis Kredit 1 Kredit Modal Kerja 2 Kredit Konsumtif Total
Jumlah Debitur 1009 308 1317
Baki Debet (Rp) 12.180.154.000 9.205.000.000 21.385.154.000
NPL (%) 2,01 0 2,01
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
Berdasarkan plafon kredit, BPR X Cirebon hanya menyalurkan kredit kecil dan kredit mikro. Adapun penjelasan dari kredit kecil dan kredit mikro yang diberikan oleh BPR X Cirebon adalah sebagai berikut: a. Kredit Kecil Kredit kecil merupakan kredit yang diberikan dengan nilai pinjaman Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta. Sistem angsuran yang diberlakukan
40
b.
oleh PD BPR X Cirebon adalah bulanan. Pada sistem angsuran bulanan, jangka waktu pembayarannya maksimal 60 bulan atau 5 tahun dengan sistem pembayaran pokok pinjaman dan bunga dibayarkan setiap bulan sampai batas waktu pembayaran. Suku bunga yang diberlakukan untuk kredit kecil ini antara 13% - 18% (flat) per tahun atau suku bunga menurun 21%-27% per tahun. Kredit kecil dapat digunakan untuk kredit konsumsi maupun kredit modal kerja. Debitur BPR X Cirebon yang ingin mendapatkan plafon kredit kecil untuk konsumsi biasanya merupakan CPNS, PNS, anggota DPRD, anggota TNI dan anggota Polri dan masuk dalam kategori kredit konsumtif dimana mekanisme angsuran dengan sistem potong gaji. Adapun persyaratannya adalah mengisi formulir permohonan kredit yang sudah tersedia yang dilampirkan dengan KTP Suami – Istri, Kartu Keluarga/Surat Nikah, SK Pengangkatan asli, SK Terakhir asli, SK Mutasi asli (bila ada), Kartu Taspen/ASABRI asli, Slip Gaji terakhir diketahui bendahara dan dilegalisir dan ditambah dengan agunan berupa barang bergerak dan/atau tidak bergerak dengan perikatan sesuai ketentuan yang berlaku. Debitur kredit modal kerja yang ingin mendapatkan kredit kecil atau dengan plafon di atas Rp 50 juta harus memenuhi syarat yaitu mengisi formulir permohonan kredit yang disediakan, memiliki rekening tabungan di BPR X, melampirkan fotocopy Cirebon, KTP pemohon, KTP Suami-Istri, Kartu Keluarga dan/atau Akta Nikah dan persyaratan lainnya tergantung agunan yang diajukan. Debitur dapat menggunakan agunan BPKB kendaraan (tergantung nilai nominal jaminan), dan barang tak bergerak seperti sertifikat tanah dan cash collateral. Syarat lainnya yaitu harus memiliki Surat Ijin Usaha/SIUP, TDP, Akta Pendirian, HO/Ijin Gangguan, NPWP, dan rekening koran bank lain. Kredit perdagangan dan kredit industri dapat mengakses kredit kecil. Kredit Mikro Kredit mikro merupakan kredit yang diberikan dengan nilai pinjaman maksimum sebesar Rp 50 juta. Jangka waktu kredit maksimal 36 bulan, kecuali untuk kredit dengan agunan kendaraan bermotor, jangka waktu kredit maksimal 24 bulan. Calon debitur mengisi formulir permohonan kredit yang sudah disediakan dan melampirkan persyaratan lain yang dibutuhkan. Pembayaran pokok dan bunga dibayar setiap bulan dengan suku bunga antara 15-21 % (flat) per tahun atau suku bunga menurun 21%-27% per tahun. Kredit mikro dapat digunakan untuk modal kerja maupun untuk konsumsi. Calon debitur yang ingin menggunakan kredit mikro sebagai kredit konsumsi mengisi formulir permohonan kredit yang sudah tersedia yang dilampirkan dengan KTP Suami – Istri, Kartu Keluarga/Surat Nikah, SK Pengangkatan dilegalisir, SK Terakhir dilegalisir, SK Mutasi dilegalisir (bila ada), Kartu Taspen/ASABRI dilegalisir, Slip Gaji Terakhir diketahui bendahara dan dilegalisir dan ditambah dengan agunan kredit berupa barang bergerak dan/tidak bergerak dengan perikatan sesuai ketentuan yang berlaku. Calon debitur yang ingin menggunakan kredit mikro sebagai kredit modal kerja memenuhi persyaratan mengisi formulir permohonan kredit, melampirkan foto copy : KTP pengurus, KTP anggota pemohon kredit,
41 Kartu Keluarga pengurus dan atau Surat Nikah (untuk pengurus yang sudah menikah tetapi belum memiliki Kartu Keluarga), Kartu Keluarga anggota pemohon kredit dan atau Surat Nikah (untuk anggota pemohon yang sudah menikah tetapi belum memiliki Kartu Keluarga), rekening tabungan BPR X Cirebon, bukti kepemilikan barang bergerak dan atau tidak bergerak yang akan dijadikan agunan dan persyaratan lain yang dibutuhkan. Untuk kredit kelompok, anggota kelompok minimal 5 (lima) orang dan maksimal 10 (sepuluh) orang dengan plafon kredit maksimal Rp. 50.000.000,- dengan nominal kredit untuk setiap orang dalam satu kelompok maksimal Rp. 5.000.000. BPR X Cirebon lebih fokus untuk memberikan kredit dengan plafon mikro. Hal ini dapat dilihat dari jumlah debitur per Desember 2012 yaitu mencapai 966 orang. Selain itu juga permintaan terhadap kredit mikro cukup tinggi baik digunakan untuk konsumsi maupun modal kerja yang dapat dilihat pada Tabel 7. BPR X Cirebon juga lebih mudah memberikan kredit kepada dengan plafon yang lebih kecil yaitu kurang dari Rp 30 Juta. Tabel 7 Komposisi kredit berdasarkan plafon kredit tahun 2012 No 1
Plafon Kredit Kredit Kecil
2
Kredit Mikro
Penggunaan Modal Kerja Konsumsi Modal Kerja Konsumsi
Total
Jumlah Debitur 43 35 966 273 1317
Baki Debet (Rp) 4.082.440.000 3.604.698.000 8.097.714.000 5.600.302.000 21.385.154.000
NPL (%) 0 0 2,01 0 2,01
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penyaluran plafon kredit mikro lebih besar dari pada plafon kredit kecil. BPR X Cirebon lebih selektif dalam memberikan kredit dengan plafon diatas Rp 50 juta dibandingkan dengan kredit mikro. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko kerugian yang lebih besar. Keselektifan BPR X Cirebon dalam memberikan plafon kredit diatas Rp 50 juta cukup efektif jika dilihat dari nilai NPL kredit kecil yaitu sebesar 0 persen. Kredit Mikro untuk Modal Kerja atau disebut dengan Kredit Usaha Mikro merupakan sumber yang membuat NPL BPR X Cirebon bernilai 2,01 persen. Hal ini mungkin terjadi karena penyaluran kredit mikro modal kerja mencapai 966 debitur dengan plafon kredit, sektor ekonomi, dan karakteristik debitur yang variatif . Tabel 8 Kolektibilitas kredit usaha mikro tahun 2012 No
Kolektibilitas
Jumlah Debitur
Tunggakan (Rp)
Persentase (%)
1
Kurang Lancar
35
155.872.000
36,29
2
Diragukan
16
137.130.556
31,93
3
Macet
21
136.466.000
31,78
Total
72
429.468.556
100
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
42 Debitur kredit usaha mikro yang bermasalah adalah sebanyak 72 orang yang mata pencahariannya adalah wirausaha dalam bidang pertanian dan perdagangan. Persentasi terbesar adalah pada kolektibilitas kurang lancar sebesar 36,29 persen yang diikuti oleh kolektibilitas diragukan sebesar 31,93 persen dan kolektibilitas macet sebesar 31,78 persen dengan total kredit bermasalah sebesar Rp. 429.468.556. Jumlah kredit usaha kecil yang disalurkan BPR X Cirebon adalah sebesar Rp 4.082.440.000 (Tabel 7) dengan jumlah debitur sebanyak 43 debitur. Kredit usaha kecil memiliki nilai NPL 0 persen. Angka ini menunjukkan bahwa tidak ada kredit bermasalah pada kredit usaha kecil. Salah satu penyebabnya adalah keselektifan BPR X Cirebon dalam memberikan kredit modal kerja dengan plafon di atas Rp 50 juta dan juga adanya kerja sama yang baik dari debitur kredit kecil untuk membayar angsuran kredit dengan lancar. Pada kredit konsumsi baik dengan plafon mikro maupun plafon kecil tidak terjadi kredit bermasalah atau NPL sebesar 0 persen (Tabel 7). Debitur kredit konsumsi mencapai 308 orang yang merupakan pegawai negeri, pegawai swasta , POLRI serta pensiunkan. Hal ini terjadi karena sistem angsurannya adalah dengan memotong gaji bulanan untuk kredit pegawai dan memotong gaji pensiun untuk kredit pensiunan pegawai. Berdasarkan jangka waktu pengembalian, BPR X Cirebon membagi jenis kredit menjadi kredit jangka pendek (kurang dari 1 tahun), kredit jangka menengah (3-5 tahun), dan kredit jangka panjang ( lebih dari 5 tahun). Kredit jangka pendek diberikan dalam bentuk kredit pertanian dengan jangka waktu maksimal 8 bulan. Kredit jangka menengah dapat diberikan untuk kredit lainnya selain kredit pertanian sedangkan kredit jangka panjang hanya diberikan untuk kredit pegawai. Kredit jangka pendek disalurkan BPR X Cirebon sebesar Rp.4.224.335.000 sebagai kredit modal kerja kepada 256 debitur yang bekerja di sektor pertanian. Sebesar Rp.12.042.864.000 disalurkan sebagai kredit jangka menengah dimana 66 persennya sebagai kredit modal kerja untuk 753 debitur dan sebesar 34 persen sebagai kredit konsumsi untuk 214 debitur. Kredit jangka panjang disalurkan sebagai kredit konsumsi kepada 94 debitur dengan jumlah kredit Rp.5.117.955.000 (Tabel 9). Tabel 9 Kredit berdasarkan jangka waktu pengembalian tahun 2012 No 1 2 3
Jangka Waktu
Penggunaan
Modal Kerja Konsumsi Jangka Menengah Modal Kerja 1
3 tahun Konsumsi Total Jangka Pendek <1 tahun
Jumlah Debitur 256 0 753 214 0 94 1317
Baki Debet (Rp) 4.224.335.000 0 7.955.819.000 4.087.045.000 0 5.117.955.000 21.385.154.000
NPL (%) 0,81 0 1,20 0 0 0 2,01
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kredit jangka pendek menyebabkan nilai NPL sebesar 0,81 persen. Petani yang merupakan debitur kredit jangka pendek
43 mengalami masalah dalam usahanya karena faktor eksternal yang sulit dikendalikan sehingga petani mengalami kerugian dan tidak mampu untuk membayar kewajibannya kepada BPR X Cirebon. Tabel 10 Kolektibilitas kredit mikro modal kerja jangka pendek tahun 2012 No
Kolektibilitas
Jumlah Debitur
Tunggakan (Rp)
Persentase (%)
1
Kurang Lancar
10
61.290.000
35,60
2
Diragukan
4
71.970.000
41,80
3
Macet
3
38.920.000
22,60
Total
17
172.180.000
100
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
Pada kredit jangka pendek menghasilkan kredit bermasalah sebesar Rp. 172.180.000. Sebesar 35,60 persen dari total kredit jangka pendek masuk dalam kolektibilitas kurang lancar, 41,80 persen masuk dalam kolektibilitas diragukan, dan 22,60 persen masuk dalam kolektibilitas macet (Tabel 10). Kondisi seperti ini harus diantisipasi agak persentase kredit bermasalah pada kredit jangka pendek tidak semakin meningkat. Tabel 11 Kolektibilitas kredit mikro modal kerja jangka menengah tahun 2012 No Kolektibilitas
Jumlah Debitur
Tunggakan (Rp)
Persentase (%)
82.582.000 65.160.556
35,37
1
Kurang Lancar
25
2 3
Diragukan Macet
12 18
Total
55
85.744.000
27,91 36,72
233.486.556
100
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
Pada kredit jangka menengah untuk modal kerja menghasilkan nilai NPL sebesar 1,20 persen atau kredit bermasalah sebesar Rp 233.486.556 (Tabel 11) dimana 35,37 persen termasuk kolektibilitas kurang lancar, sebesar 27,91 persen termasuk kolektibilitas diragukan, dan sebesar 36,72 persen termasuk kolektibilitas macet. Adapun salah satu faktor penyebabnya adalah gagalnya usaha debitur sehingga debitur mengalami kerugian dalam usahanya. Adapun debitur dengan kredit bermasalah berasal dari sektor perdagangan dan jasa. Kredit berdasarkan sektor ekonomi dibagi menjadi kredit pertanian, kredit perdagangan dan jasa, kredit industri dan kredit pegawai dan pensiunan. Berikut ini penjelasan mengenai jenis kredit yang disalurkan BPR X Cirebon berdasarkan sektor ekonomi : a. Kredit Pertanian Kredit pertanian memiliki plafon kredit sebesar Rp.1 juta hingga Rp.200 juta, dimana sebesar Rp 1 juta – Rp 50 juta diberikan kepada debitur kelompok dan Rp 50 juta – Rp 200 juta diberikan kepada debitur kelompok. Jangka waktu pinjaman adalah 4 bulan, 5 bulan, 6 bulan, 8 bulan (kredit jangka pendek). Suku bunga kredit yang diberlakukan adalah suku bunga menurun yaitu 1,75% s/d 2,25% menurun per bulan atau 21% s/d 27% menurun per tahun.
44
b.
c.
Adapun agunan yang dapat dijadikan jaminan adalah berupa Sertifikat tanah dan bangunan (SHM/SHGB), BPKB motor (usia maksimal 5 tahun pada saat pengajuan), BPKB mobil (usia maksimal 15 tahun pada saat pengajuan), deposito berjangka, dan emas atau logam mulia. Sistem pembayaran pada kredit pertanian adalah tanpa angsuran dengan pembayaran pokok plafond kredit lunas sekaligus pada saat jatuh tempo, sedangkan angsuran bunga dibayarkan berdasarkan jadwal 1 bulanan, 2 bulanan atau 3 bulanan. Kredit Perdagangan, Jasa dan Industri Kredit Perdagangan, Jasa, dan Industri memiliki plafon Rp.1.000.000 s/d Rp.500.000.000. Kredit ini diberikan kepada debitur perorangan dengan jangka waktu maksimal 36 bulan (kredit jangka menengah). Suku bunga yang diberlakukan adalah suku bunga flat yaitu untuk plafon Rp.50.000.001 – Rp.500.000.000 (kredit usaha kecil) diberlakukan suku bunga sebesar 18% per tahun (flat), dan plafon Rp.1.000.000 – Rp.50.000.000 (kredit usaha mikro) diberlakukan suku bunga 21% per tahun (flat). Adapun agunan yang dapat dijadikan jaminan adalah berupa Sertifikat tanah dan bangunan (SHM/SHGB), BPKB motor (usia maksimal 5 tahun pada saat pengajuan), BPKB mobil (usia maksimal 15 tahun pada saat pengajuan), deposito berjangka, dan emas atau logam mulia. Sistem pembayaran pada kredit perdagangan, jasa, dan industri adalah angsuran tetap (bulanan) dengan pembayaran pokok dan bunga sesuai dengan perjanjian kredit. Kredit Pegawai dan Pensiunan Kredit Pegawai merupakan produk kredit yang dikemas untuk memenuhi kebutuhan pegawai dengan sistem pembayarannya melalui mekanisme potong gaji pegawai yang bersangkutan. Kredit ini menyalurkan kredit dengan plafon Rp 1 juta – Rp 200 juta dengan suku bunga flat sebesar 13% per tahun untuk plafon di atas Rp. 50 juta dan 18% (flat) per tahun untuk plafon Rp 1 juta –Rp. 50 juta. Jangka waktu pinjamannya adalah 12 bulan s/d 72 bulan. Adapun jaminannya sama dengan yang diberlakukan pada kredit lainnya. Kredit Pensiunan Pegawai merupakan produk kredit yang dikemas untuk memenuhi kebutuhan pensiun dengan sistem pembayarannya melalui mekanisme potong gaji pensiun yang bersangkutan. Kredit pensiunan memiliki jangka waktu selama 12 bulan s/d 36 bulan dengan plafon kredit Rp. 500 ribu s/d Rp.30 juta. Suku bunga yang diberlakukan sebesar 18 % per tahun (flat). Adapun jaminannya sama dengan yang diberlakukan pada kredit lainnya
Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan komposisi kredit yang disalurkan berdasarkan sektor ekonomi adalah sebesar 19,75% disalurkan ke sektor pertanian, sebesar 33,73 % disalurkan ke sektor perdagangan dan jasa, sebesar 3,48 % disalurkan ke sektor industri dan sebesar 43,04% disalurkan sebagai kredit pegawai dan pensiunan. Jumlah debitur yang paling banyak diserap adalah dari sektor perdagangan dan jasa. Hal ini karena sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah tersebut bergerak di bidang perdagangan dan jasa.
45 Tabel 12 Kredit berdasarkan sektor ekonomi tahun 2012 No 1 2 3 4
Sektor Ekonomi Kredit Pertanian Kredit Perdagangan dan Jasa Kredit Industri Kredit Pegawai dan Pensiunan
Total
Jumlah Debitur 256
Baki Debet (Rp) 4.224.335.000
NPL (%) 0,81
730
7.212.205.000
1,20
23
743.614.000
0
308
9.205.000.000
0
1317
21.385.154.000
2,01
Sumber : BPR X Cirebon (2013)
Sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor yang menyerap jumlah debitur paling banyak, walaupun demikian sektor ini juga yang menyebabkan terjadinya NPL yaitu sebesar 1,20 persen. Jumlah kredit bermasalah yang ditimbulkan adalah sebesar Rp. 233.486.556 dengan jumlah debitur bermasalah sebanyak 55 orang. Debitur BPR X Cirebon dalam sektor perdagangan dan jasa adalah pedagang mangga dan olahannya, pedagang makanan ringan, jasa rumah makan, pedagang material bangunan dan properti dan pedagang hasil ternak (ayam potong) dll. Tabel 13 Kolektibilitas kredit mikro sektor perdagangan dan jasa tahun 2012 No
Kolektibilitas
1
Kurang Lancar
2 3
Jumlah Debitur
Tunggakan (Rp)
Persentase (%)
25
82.582.000
35,37
Diragukan
12
65.160.556
27,91
Macet
18
85.744.000
36,72
55
233.486.556
100
Total Sumber: BPR X Cirebon (2013)
Sektor pertanian juga menjadi salah satu penyebab munculnya NPL yaitu sebesar 0,81% dengan jumlah debitur bermasalah sebanyak 17 orang. Adapun kolektibilitasnya dapat dilihat pada Tabel 14. Sektor pertanian yang menjadi debitur BPR X Cirebon adalah petani padi, petani kebun (mangga, kelapa,dan tebu) petani holtikultura (bawang merah dan cabe), dll. Adapun kegagalan yang terjadi dikarenakan faktor eksternal yang dialami oleh petani sehingga petani mengalami kerugian. Tabel 14 Kolektibilitas mikro sektor pertanian tahun 2012 No
Kolektibilitas
Jumlah Debitur
Tunggakan (Rp)
Persentase (%)
1
Kurang Lancar
10
61.290.000
35,60
2
Diragukan
4
71.970.000
41,80
3
Macet
3
38.920.000
22,60
Total
17
172.180.000
100
Sumber: BPR X Cirebon (2013)
Pada sektor industri, BPR X Cirebon menyalurkan kredit sebesar Rp. 743.614.000 dengan menyerap 23 debitur (Tabel 12). Sektor industri yang
46 menjadi debitur BPR X Cirebon adalah industri material, industri meubel, industri perabotan dalam rumah tangga dan industri pengolahan makanan. Pada sektor industri nilai NPLnya 0 persen, dengan demikian pada sektor industri tidak terjadi kredit bermasalah. Kredit pegawai diberikan kepada 308 pegawai dimana 213 orang debitur merupakan PNS dan Pensiunan pegawai dan 95 orang merupakan karyawan swasta (Tabel 12). Kredit pegawai digunakan sebagai kredit konsumsi seperti upacara adat, renovasi rumah, pembelian kendaraan dan lain-lain. Pada kredit pegawai tidak terjadi NPL karena pembayarannya lancar melalui sistem pemotongan gaji dan pensiunan dari debitur yang bersangkutan Ikhtisar Keuangan BPR X Cirebon Laporan ikhtisar perubahan posisi keuangan adalah suatu laporan yang mengikhtisarkan aktivitas pembiayaan (financing) dan investasi (investasi) suatu perusahaan dalam suatu periode. Ikhtisar keuangan BPR X Cirebon pada Tabel 15 merupakan laporan perkembangan aktivitas pembiayaan (financing ) dan investasi BPR X Cirebon selama periode 2009-2012. Ikhtisar keuangan ini dibuat berdasarkan laporan neraca dan laporan laba rugi BPR X Cirebon selama periode tersebut. Secara kuantitatif kinerja BPR X Cirebon tahun 2012 cukup memuaskan jika dilihat dari ikhtisar keuangan sepanjang tahun 2009 hingga tahun 2012. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya beberapa instrumen penting kinerja keuangan perusahaan. Hingga Desember 2012 lalu, aset total BPR X Cirebon telah mencapai Rp 30,186 miliar mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 25,025 miliar. Total aset BPR X Cirebon tumbuh sebesar 77,13 persen selama tahun 2009 - 2012. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sumber daya yang dikuasai oleh BPR X Cirebon sehingga diharapkan menjadi sumber perolehan manfaat ekonomis di masa depan bagi kinerja BPR X Cirebon. Tabel 15 Ikhtisar Keuangan BPR X Cirebon selama tahun 2009-2012 (dalam jutaan rupiah) Uraian Aset Kredit yang diberikan Dana Pihak Ketiga Pendapatan bunga bersih Laba (rugi) operasional Pendapatan (beban) non operasional Laba sebelum pajak (brutto)
2009 17.042 14.227 5.325 2.365 993 (23) 970
2010 21.243 16.128 9.996 3.025 1.135 (10) 1.125
2011 25.025 20.103 14.245 3.454 1.275 (14) 1.261
2012 30.186 21.385 18.840 3.944 1.446 (38) 1.407
Sumber: BPR X Cirebon (2013)
Pertumbuhan aset BPR X Cirebon diikuti dengan peningkatan laba operasional yang mencapai Rp. 1,446 miliar di tahun 2012. Selisih kenaikan total aset sejak tahun 2009-2010 meningkat kurang lebih Rp 3 Miliar hingga Rp 5 Miliar setiap tahunnya. Begitu juga yang terjadi pada laba operasional yang peningkatannya mencapai kurang lebih Rp 200 juta setiap tahunnya seperti yang terlihat pada Tabel 15.
47 Laba operasional diperoleh dari selisih jumlah pendapatan operasional dan jumlah beban operasional yang dapat dilihat pada laporan neraca BPR X Cirebon. Pendapatan operasional adalah semua pendapatan yang berasal dari kegiatan utama BPR yaitu menerima simpanan dan menyalurkan kredit. Pendapatan operasional terdiri dari pendapatan bunga dan pendapatan operasional lainnya. Pendapatan bunga adalah pendapatan yang diperoleh dari penanaman dana BPR X Cirebon pada aset produktif, atau pendapatan yang diterima atas jasa pinjaman uang yang diberikan kepada pihak lain. Pada Tabel 15 dapat dilihat juga adanya pertumbuhan pendapatan bunga bersih yang diperoleh BPR X Cirebon. Pendapatan bunga bersih merupakan selisih pendapatan bunga yang diperoleh BPR X Cirebon dengan beban bunga yang dikeluarkan. Kenaikan perdapatan bunga bersih terbesar adalah pada tahun 2010 yaitu mencapai Rp 660 juta, namun menurun di tahun 2011 dan tahun 2012. Hal ini dikarenakan BPR X Cirebon menurunkan tingkat bunga pinjaman agar tidak membebani debitur. Pada keuangan non operasional, biaya non operasional BPR X Cirebon lebih besar sedangkan pendapatan non operasional BPR X Cirebon tidak ada sehingga dari kegiatan non operasional BPR X Cirebon lebih dirugikan. Pendapatan non operasional adalah pendapatan yang diperoleh bukan dari kegiatan operasional (kegiatan pokok) bank. Sedangkan beban non operasional adalah pengeluaran atas beban biaya bank yang tidak lazim dalam kegiatan usaha bank. Beban non operasional tertinggi yang dialami BPR X Cirebon adalah pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp 38 juta selama periode 2009-2012. Dana pihak ketiga yang dihimpun BPR X Cirebon juga mengalami pertumbuhan sebesar 253, 80 persen selama tahun 2009- 2012. Dana masyarakat yang berhasil dihimpun PD BPR X Cirebon pada tahun 2012 adalah sebesar Rp. 18,840 miliar. Dana pihak ketiga diperoleh melalui tabungan dan deposito dengan rincian masing-masing telah mencapai Rp. 13,381 miliar dan Rp 5,495 miliar di tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tingginya kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dan menginvestasikan dananya di BPR X Cirebon. Sementara itu, nilai kredit yang disalurkan sampai akhir 2012 lalu telah mencapai Rp 21,385 miliar , atau tumbuh 50,32 persen selama tahun 2009-2012. Adapun kenaikan jumlah kredit yang diberikan disebabkan oleh meningkatnya permintaan kredit masyarakat sekitar sehingga BPR X Cirebon meningkatkan penawaran kreditnya. Penyebab Kredit Bermasalah pada BPR X Cirebon Kredit bermasalah merupakan risiko kredit yang umum terjadi pada lembaga keuangan yang menyalurkan dananya kepada masyakat. Hal ini juga terjadi pada BPR X Cirebon. Faktor-faktor yang menyebabkan kredit bermasalah muncul dari lingkungan internal debitur maupun bank dan lingkungan eksternal debitur maupun bank (Dendawijaya 2005). Di bawah ini adalah penjelasan mengenai penyebab yang mempengaruhi kolektibilitas debitur BPR X Cirebon. a. Kondisi internal debitur BPR X Cirebon Faktor utama yang mempengaruhi kolektibilitas kredit bermasalah adalah karakter debitur, yang terkait dengan sifat dan sikap debitur untuk memenuhi kewajibannya membayar angsuran kreditnya. Kondisi ini dialami oleh debitur
48 BPR X Cirebon. Karakter debitur tidak dapat dengan mudah diketahui secara langsung jika hanya sekali atau dua kali berinteraksi. BPR X Cirebon memiliki dua jenis debitur kredit UMKM, yaitu debitur individu dan debitur kelompok. Debitur kelompok berasal dari kelompok tani, gapoktan, dan koperasi. Pada tahun 2012 debitur BPR X Cirebon yang bermasalah berasal dari debitur individu yang berjumlah 72 debitur.. Berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh, peneliti hanya mendapatkan 38 responden debitur, dimana 29 debitur merupakan debitur bermasalah dan 9 orang lainnya debitur dengan koletibilitas lancar. Hal ini dikarenakan kesulitan untuk menemui dan menjangkau responden tersebut. Sehingga untuk mendapatkan karakteristik 72 debitur bermasalah diperoleh berdasarkan data base debitur yang dimiliki oleh BPR X Cirebon. Adapun indikator karakteristik responden yang digunakan adalah berdasarkan data base debitur yang dimiliki BPR X Cirebon. 1. Karakteristik individu debitur bermasalah BPR X Cirebon Karakteristik Individu debitur bermasalah diduga dapat dilihat dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan jarak rumah debitur ke BPR X Cirebon. Karakteristik debitur bermasalah berdasarkan karakteristik individu responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Karakteristik individu debitur bermasalah BPR X Cirebon No 1
2
3
4
5
Karakteristik Individu Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 50 tahun Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Diploma Sarjana Jumlah Tanggungan Keluarga < 3 orang 3-5 orang > 5 orang Jarak Rumah ke BPR X Cirebon < 5 km 5-10 km 11-15 km > 15 km
Jumlah (orang)
Persentase (%)
53 19
73,61 26,39
21 27 12 7 5
29,17 37,50 16,67 9,72 6,94
11 23 37 1 0
15,28 31,94 51,39 1,39 0
20 37 15
27,78 51,39 20,83
10 29 27 6
13,89 40,28 37,50 8,33
Sumber: BPR X Cirebon (2012)
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa debitur yang paling banyak menunggak adalah debitur yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 73,61 persen (53 orang) sedangkan debitur yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 26,39 persen (19 orang). Jenis kelamin diduga
49 berpengaruh terhadap pengembalian kredit. Perempuan dianggap memiliki karakter loyalitas yang tinggi dibandingkan laki-laki, sehingga debitur wanita cenderung lebih loyal untuk memenuhi kewajibannya membayar pinjamannya beserta bunganya. Dengan demikian, debitur perempuan diduga lebih lancar dalam pengembalian kredit dibandingkan laki-laki. Hasil wawancara dengan penunggak berjenis kelamin perempuan yang sebagian besar sudah menikah adalah bahwa alasan mereka menunggak karena debitur tersebut mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan ada juga yang kesulitan membagi tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan kewajiban untuk membayar angsuran. Alasan debitur laki-laki sebagian besar menjawab pendapatan yang mereka peroleh hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan ada juga yang mengatakan bahwa ada kebutuhan lain yang lebih penting. Usia dianggap sebagai ukuran tingkat kedewasaan dan kematangan seseorang untuk berpikir dan bertindak. Semakin bertambah usia maka pengalaman hidup seseorang juga akan semakin bertambah terutama dalam menghadapi dan memecahkan masalah sehingga pengelolaan usahanya lebih baik. Dengan demikian semakin tinggi usia diharapkan pengembalian kredit lebih lancar. Sebagian besar debitur BPR X Cirebon berada pada usia 20 tahun hingga 50 tahun. Usia tersebut masih terhitung kategori usia produktif. Karakteristik usia debitur bermasalah BPR X Cirebon adalah sebanyak 29,17 persen berusia 20-30 tahun, sebanyak 37,50 persen berusia 31-40 tahun, sebanyak 16,67 persen berusia 41-50 tahun, dan sisanya debitur yang berusia di atas 50 tahun. Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah debitur bermasalah dengan usia di atas 50 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang berusia di bawah 50 tahun. Hal ini cukup menunjukkan bahwa debitur dengan usia produktif juga memiliki kemungkinan menjadi debitur yang bermasalah. Tingkat pendidikan dianggap sebagai penilaian karakteristik debitur. Tingkat pendidikan yang cukup baik tentunya akan memudahkan peminjam kredit dalam menangkap informasi dan petunjuk dari luar serta dapat meningkatkan kemampuan berfikir dalam mengelola usahanya. Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin berdisiplin dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban membayar angsuran kredit. Karakteristik debitur bermasalah BPR X Cirebon menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan terakhir SMA sebanyak 51,39 persen, sedangkan yang berpendidikan SD yaitu 15,28 persen, SLTP yaitu 31,94 persen, dan diploma 1,39 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga memungkinkan untuk menjadi debitur bermasalah bahkan mungkin semakin tinggi pendidikan debitur semakin berani debitur untuk menunggak. Jumlah tanggungan keluarga dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kolektibilitas kredit debitur. Semakin sedikit jumlah tanggungan keluarga menunjukkan beban biaya yang ditanggung lebih sedikit sehingga diharapkan debitur dapat melakukan pembayaran kreditnya
50
2.
dengan lancar. Semakin banyak tanggungan dalam keluarga maka semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga menghabiskan sejumlah besar proporsi pendapatannya. Hal ini menyebabkan adanya peluang ketidakmampuan debitur yang memiliki jumlah tanggungan keluarga banyak dalam pengembalian kredit. Berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dari debitur bermasalah BPR X Cirebon, sebagian besar memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3-5 orang sebesar 51,39 persen (37 orang), sebanyak 27,78 persen (20 orang) mempunyai tanggungan keluarga kurang dari 3 orang dan sebanyak 20,83 persen (15 orang) mempunyai tanggungan keluarga lebih banyak dari lima orang. Hal ini menunjukkan bahwa debitur dengan jumlah tanggungan keluarga lebih sedikit juga dapat menjadi debitur bermasalah. Jarak rumah debitur ke kantor BPR X Cirebon juga dianggap dapat menjadi penilaian kemauan debitur untuk membayar kreditnya. Semakin dekat jarak rumah dengan BPR X Cirebon seharusnya semakin lancar kolektibilitas debitur, karena debitur tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi yang besar ketika ingin membayar angsurannya. Selain itu dengan jarak rumah yang lebih dekat diharapkan dapat menghindari faktor kemalasan debitur untuk membayar kreditnya. Persentasi debitur bermasalah BPR X Cirebon yang memiliki rumah berjarak kurang dari 5 km sebanyak 13,89 persen, debitur dengan rumah yang berjarak 5-10 km sebanyak 40,28 persen, debitur dengan rumah yang berjarak 11-15 km sebesar 37,50 persen, dan debitur dengan rumah yang berjarak lebih dari 15 km sebesar 8,33 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada kemungkinan debitur dengan jarak rumah yang lebih dekat dengan BPR X Cirebon menjadi debitur bermasalah. Karakteristik usaha debitur bermasalah BPR X Cirebon Karakteristik usaha debitur bermasalah BPR X Cirebon diduga dapat dilihat dari karakteristik usaha debitur meliputi lama usaha, pendapatan usaha, dan plafon kredit usaha. Adapun karakteristik debitur bermasalah BPR X Cirebon dapat dilihat pada Tabel 17. Lama usaha debitur diduga memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pengalaman usaha yang semakin lama dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam mengelola usaha sehingga mendukung keberhasilan usaha. Keberhasilan usaha tersebut dapat menjamin perolehan pendapatan/keuntungan sebagai sumber biaya hidup dan memberikan peluang yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan mengembalikan kredit secara lancar. Sebagian besar debitur bermasalah BPR X Cirebon memiliki lama usaha dibawah 5 tahun dimana 34,72 persen debitur (25 orang) memiliki lama usaha di bawah 3 tahun dan 40,28 persen debitur (29 orang) memiliki lama usaha sekitar 3-5 tahun. Debitur bermasalah dengan lama usaha diatas 5 tahun jumlahnya lebih sedikit yaitu 13 orang memiliki pengalaman usaha selama 5-10 tahun dan 5 orang memiliki pengalaman usaha di atas 5 tahun. Umur usaha yang tergolong muda menjadi salah satu penyebab masalah dalam pengembalian kredit karena operasional dan manajemen usahanya cenderung belum stabil.
51 Tabel 17 Karakteristik usaha debitur bermasalah BPR X Cirebon No 1
2
Karakteristik Usaha Lama usaha < 3 tahun 3-5 tahun 6-10 tahun > 10 tahun Pendapatan usaha < 5 juta 5-10 juta 11-15 juta >15 juta
Jumlah (orang)
Persentase (%)
25 29 13 5
34,72 40,28 18,06 6,94
39 15 13 5
54,17 20,83 18,06 6,94
Sumber: BPR X Cirebon (2012)
3.
Pendapatan usaha dianggap berpengaruh positif terhadap pengembalian debitur. Pendapatan usaha merupakan sumber pemenuhan kebutuhan hidup bagi pelaku usaha dan keluarganya. Semakin tinggi pendapatan usaha seseorang, maka semakin tinggi pula kemampuannya dalam membiayai kebutuhan sehari-hari atau berkorelasi positif dengan tingkat kemakmurannya. Pendapatan usaha seorang debitur dapat mencerminkan kemampuannya dalam memenuhi kewajiban pengembalian kredit dengan lancar karena pendapatan tersebut sebagai sumber dalam membayar angsuran kredit. Debitur bermasalah BPR X Cirebon sebagian besar berasal dari debitur yang memiliki pendapatan usaha per bulan kurang dari Rp. 5 juta atau sebesar 54,17 persen (39 orang) dari total debitur bermasalah. Sebanyak 15 orang debitur bermasalah memiliki pendapatan usaha per bulan antara Rp.5 juta- Rp.10 juta, sebanyak 13 orang debitur bermasalah memiliki pendapatan usaha per bulan sekitar Rp 11 juta- Rp.15 juta, dan sebanyak 5 orang debitur bermasalah memiliki pendapatan usaha di atas 15 juta. Adapun penyebab debitur BPR X Cirebon mengalami permasalahan pengembalian kredit adalah terjadi penurunan pendapatan dan kerugian dalam usahanya, sehingga debitur tersebut mengutamakan untuk menutupi biaya usahanya. Karakterisitik kredit debitur bermasalah BPR X Cirebon Berdasarkan karakteristik kredit debitur bermasalah dapat dilihat dari plafon kredit, jangka waktu pengembalian, pengalaman pengambilan kredit, besarnya nilai agunan dan respon terhadap beban bunga. Adapun karakteristik kredit debitur bermasalah BPR X Cirebon dapat dilihat pada Tabel 18. Plafon kredit adalah jumlah kredit yang diberikan bank sebagai kreditur kepada debitur dalam mata uang Rupiah. Nilai plafon kredit diduga berpengaruh terhadap kolektibilitas kredit karena semakin besar plafon yang diterima akan memperbesar beban angsuran dan beban bunga yang harus dibayar sehingga menurunkan peluang pengembalian kredit secara lancar.
52 Tabel 18 Karakteristik kredit debitur bermasalah BPR X Cirebon No 1
2
3
4
5
Karakteristik Kredit Plafon Kredit Usaha < 5 juta 5-10 juta > 10 juta Waktu Pengembalian Pinjaman < 1 tahun 1-3 tahun > 3 tahun Pengalaman Pengambilan Kredit 0 kali 1 kali 2 kali ≥ 3 kali Besarnya Agunan < 3 juta 3-5 juta > 5 juta Respon Terhadap Beban Bungaa Keberatan Tidak Keberatan
Jumlah Debitur
Persentase
15 34 23
20,83 47,22 31,94
17 55 0
23,61 76,39 0
25 27 10 10
34,72 37,50 13,89 13,89
34 20 18
47,22 27,78 25,00
20 18
68,42 31,58
Sumber: BPR X Cirebon (2012) a Hasil kuesioner dari 38 debitur yang ditemui di kantor BPR X Cirebon yaitu 29 orang debitur bermasalah dan 9 orang debitur dengan kolektibilitas lancar.
Sebagian besar debitur bermasalah BPR X Cirebon memiliki plafon kredit di atas Rp.5 juta dimana sebesar 47,22 persen debitur bermasalah memiliki plafon kredit di antara Rp. 5 juta-Rp.10 juta dan 31,94 persen debitur bermasalah memiliki plafon kredit di atas Rp. 10 juta. Debitur bermasalah BPR X Cirebon yang memiliki plafon kredit kurang dari Rp 5 juta adalah sebanyak 15 orang (20,83 persen). Hal ini yang menyebabkan BPR X Cirebon sangat selektif untuk memberikan kredit dengan jumlah yang besar. Jangka waktu pengembalian diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin lama jangka waktu pengembalian kredit maka tanggungan angsuran semakin kecil sehingga beban debitur dalam pelunasan kredit menjadi lebih ringan dibandingkan dengan jangka waktu yang lebih singkat (pada plafon pinjaman sama). Debitur bermasalah BPR X Cirebon sebagian besar berasal dari kredit jangka menengah (1-3 tahun) yaitu sebesar 76,39 persen atau sebanyak 55 orang, sedangkan sisanya (17 orang) berasal dari kredit jangka pendek (< 1 tahun). Adapun debitur bermasalah dari kredit jangka pendek merupakan petani yang mengalami gagal panen karena faktor iklim yang ekstrim, sedangkan debitur bermasalah dari kredit jangka menengah merupakan pedagang yang mengalami kerugian akibat naiknya bahan baku karena kelangkaan sumber daya sehingga pendapatanya lebih sedikit. Pengalaman pengambilan kredit diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kolektibilitas debitur. Semakin banyak pengalaman
53 pengambilan kredit diharapkan semakin lancar debitur dalam membayar kreditnya, karena terbiasa untuk memanajemen uangnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan membayar angsurannya. Pada BPR X Cirebon karakteristik pengalaman debitur bermasalah dalam pengambilan kredit terlihat bahwa sebanyak 25 orang (34,72 persen) tidak pernah memiliki pengalaman pengambilan kredit, 27 orang (37,50 persen) memiliki 1 kali pengalaman pengambilan kredit, sebanyak 10 orang (13,89 persen) memiliki 2 kali pengalaman pengambilan kredit dan 10 orang (13,89 persen) memiliki ≥3 kali pengalaman pengambilan kredit. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah debitur bermasalah dengan pengalaman pengambilan kredit yang sedikit cenderung lebih berpotensi sebagai debitur bermasalah karena kesulitan memanajemen uangnya, namun ada kemungkinan juga debitur dengan pengalaman yang banyak menjadi debitur bermasalah karena faktor eksternal debitur. Besarnya nilai agunan juga dianggap menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit. Semakin besar nilai agunan maka tingkat pengembalian debitur seharusnya semakin lancar. Nilai agunan yang besar menunjukkan bahwa agunan tersebut sangat penting bagi debitur. Debitur bermasalah BPR X Cirebon sebagian besar memiliki nilai agunan di bawah Rp.5 juta yaitu sebanyak 34 debitur memiliki nilai agunan kurang dari Rp.3 juta dan sebanyak 20 debitur memiliki nilai agunan sebesar Rp.3 juta- Rp.5 juta. Debitur dengan nilai agunan di atas Rp.5 juta adalah sebanyak 18 orang. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya nilai agunan berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian debitur. Beban bunga dianggap mempengaruhi tingkat pengembalian debitur. Semakin besar suku bunga kredit yang diberlakukan kepada debitur maka semakin besar beban yang harus dibayar debitur. Hasil survey dari 38 debitur BPR X Cirebon sebanyak 20 orang keberatan dengan beban bunga yang diberlakukan BPR X Cirebon dimana 17 orang debitur bermasalah dan 3 orang debitur dengan kolektibilitas lancar. Sebanyak 18 debitur (12 debitur bermasalah dan 6 debitur kolektibilitas lancar) tidak keberatan dengan suku bunga kredit yang diberlakukan oleh BPR X Cirebon. Debitur yang keberatan dengan beban bunga paling banyak berasal dari debitur dengan plafon kredit di atas Rp.9 Juta. Karakter debitur menjadi penyebab utama kredit bermasalah pada BPR X Cirebon terutama kemauan debitur untuk membayar kredit yang diterimanya atau willingness to pay. Hasil survey dari 72 debitur bermasalah BPR X Cirebon, masih ada 29 debitur bermasalah yang dapat ditemui di kantor BPR X Cirebon ketika ingin menyelesaikan masalah tunggakan kreditnya. Selain itu, sebanyak 9 orang debitur dari debitur kolektibilitas lancar yang ditemui pernah melakukan penunggakan namun tetap meneruskan pembayaran.
54 Alasan Penunggakkan Debitur Gagal Panen 11%
5%
66%
18% Mengalami Kerugian Masalah Keluarga Bangkrut
Gambar 9 Persentase alasan penunggakan debitur BPR X Cirebon Sumber: BPR X Cirebon (2012)
Menurut bagian kredit BPR X Cirebon, ada beberapa debitur bermasalah BPR X Cirebon yang menghindar dan bersikap tidak ramah ketika akan ditagih oleh head collector. Debitur tersebut sulit diajak kerjasama dan tidak memiliki itikad baik untuk menjalankan kewajibannya. Selain karakter debitur yang sulit diajak kerjasama, kemampuan debitur dalam mengelola usahanya juga kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari persentase alasan penunggakan debitur dimana sebanyak 25 debitur mengatakan mengalami kerugian dalam usahanya dan 2 orang debitur mengatakan mengalami kebangkrutan (Gambar 9). Debitur BPR X Cirebon yang mengalami kredit bermasalah mengalami kesalahan dalam produksi dan strategi pemasaran yang tepat. Kemampuan manajemen debitur dalam mengelola usaha sangat kurang sehingga sering terjadi kerugian baik dalam hal jumlah produksi dan pengelolaan biaya produksi. Akibatnya adalah pendapatan yang diterima lebih sedikit daripada biaya yang dikeluarkan. b. Kondisi eksternal debitur BPR X Cirebon Faktor eksternal debitur bermasalah BPR X Cirebon disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca pada tahun 2012 menyebabkan petani mengalami gagal panen sehingga petani mengalami kerugian. Sebanyak 7 orang debitur yang usaha dalam sektor pertanian mengatakan alasan mereka menunggak adalah gagal panen karena iklim dan cuaca. Adapun debitur yang menjadi yang mengalami kerugian adalah petani padi, bawang merah, dan petani sayuran. Kondisi ini juga tidak hanya dialami oleh petani tetapi juga pedagang dan jasa warung makan. Sebanyak 9 orang dari 25 debitur yang mengalami kerugian usaha mengatakan penyebab kerugian usaha mereka adalah faktor input yang langka. Karena kelangkaan faktor input harga menjadi mahal, akibatnya biaya produksi lebih besar daripada pendapatan yang diterima sehingga debitur yang selama ini pembayarannya lancar menjadi tidak lancar. c. Kondisi internal BPR X Cirebon Keadaan internal BPR X Cirebon dilihat dari laporan kinerjanya cukup memuaskan. Hal ini karena BPR X Cirebon memiliki faktor permodalan, faktor aset, faktor manajemen, faktor ekuitas, faktor likuiditas, dan nilai NPL yang selama empat tahun terakhir berada dalam kategori sehat. Menurut bagian kredit BPR X Cirebon, kesalahan internal bank yang menyebabkan kredit bermasalah adalah kesalahan dalam memberikan kredit kepada calon debitur yang kurang tepat. Hal ini dialami oleh bagian yang memasarkan kredit karena begitu ingin membantu masyarakat miskin di pedesaan terkadang usaha yang kurang layak dibantu untuk menjadi layak (bankable). Kesalahan lain bagian pemasar kredit
55 BPR X Cirebon adalah dalam menilai karakter calon debitur dan kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Hal ini dikarenakan keramahan calon debitur ketika dilakukan peninjauan usaha yang dilakukan pihak BPR X Cirebon. Monitoring yang dilakukan BPR X Cirebon juga kurang intensif. Hal ini dikarenakan sulitnya memantau dan menjangkau seluruh debitur karena jumlah debitur BPR X Cirebon banyak sedangkan jumlah karyawan terbatas. BPR X Cirebon harus mengeluarkan biaya yang besar apabila harus memantau secara ketat seluruh debitur BPR X Cirebon. Oleh karena itu, monitoring yang intensif hanya dilakukan pada debitur yang bermasalah. Peran BPR X Cirebon sebagai LKM untuk Mengembangkan UMKM Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Cirebon pada tahun 2011 diperoleh data sebanyak 22.701 unit usaha dengan rincian yaitu kelompok usaha mikro sebanyak 17.387 unit, usaha kecil sebanyak 3.018 unit, dan usaha menengah 1.034 unit. Perkembangan jumlah asset UMKM Kabupaten Cirebon adalah senilai Rp. 427.525.623.000 dan jumlah omset Rp. 988.232.483.000, jumlah tenaga kerja yang diserap adalah 60.850 orang karyawan. Penyaluran kredit perbankan pada UMKM Kabupaten Cirebon adalah sebesar Rp 720 miliar pada tahun 2011 dan sebesar 870 miliar pada tahun 2012. (Bank Indonesia 2013). Jumlah penyaluran kredit BPR kepada UMKM Kabupaten Cirebon pada tahun 2011 sebesar 25 persen dari total kredit UMKM perbankan dan menurun menjadi 24 persen dari total kredit UMKM perbankan (Tabel 19). Hal ini menunjukkan bahwa bank umum masih mendominasi pada penyaluran kredit UMKM di Kabupaten Cirebon. Tabel 19 Penyaluran kredit BPR Konvensional Kabupaten Cirebon tahun 20102012 Indikator Penyaluran Kredit (ribuan Rp) Kredit usaha mikro Kredit usaha kecil Kredit usaha menengah Kredit non UMKM Jumlah Aset (ribuan Rp) Jumlah DPK (ribuan Rp) Tabungan Deposito Jumlah Bank (unit) Jumlah Kantor (unit)
2010 271.595.607 121.872.642 20.038.549 6.843.676 122.840.740 303.746.237 277.041.291 117.606.503 159.434.788 24 29
2011 334.607.859 143.621.335 32.726.878 2.654.852 155.604.794 354.077.681 337.181.107 144.964.905 192.216.202 24 28
2012 369.318.534 163.819.961 40.367.898 1.139.015 163.991.660 390.176.330 372.063.501 173.509.839 198.553.662 24 31
Sumber: Bank Indonesia (2013)
Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa selama tahun 2010-2012 penyaluran kredit BPR mengalami pertumbuhan sebesar 36 persen, jumlah aset tumbuh sebesar 33 persen, dan dana pihak ketiga tumbuh sebesar 34 persen. Penyaluran kredit UMKM mengalami peningkatan pada kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil, namun penyaluran kredit menurun pada kredit usaha menengah. Hal ini terjadi karena permintaan kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil mengalami
56 peningkatan. Selain itu, beberapa tahun terakhir BPR lebih fokus untuk memberikan kredit kepada pengusaha mikro dan pengusaha kecil. Penyaluran kredit BPR untuk UMKM Kabupaten Cirebon masih kurang optimal. Hal ini karena persentase komposisi penyaluran kredit untuk non UMKM masih tergolong besar yaitu melebihi 45 persen dari kredit yang disalurkan BPR. Nilai penyaluran kredit modal kerja dan kredit konsumsi yang disalurkan BPR hanya berbeda tipis. Kondisi ini juga terjadi pada penyaluran kredit BPR X Cirebon kepada UMKM.
jumlah kredit
Perkembangan Jumlah Kredit yang diberikan BPR X Cirebon 25,000,000,000 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 Kredit UMKM
2009
2010
2011
2012
6,991,74
7,983,27
11,450,9 12,180,15
Kredit Konsumsi 7,234,90
8,145,45
8,651,86
9,205,00
Total Kredit
16,128,7
20,102,8
21,385,1
14,226,6
Gambar 10 Perkembangan Penyaluran Kredit BPR X Cirebon periode 2009-2012 Sumber : BPR X Cirebon (2012)
Pada tahun 2009 dan 2010 penyaluran kredit yang diberikan BPR X Cirebon untuk kredit konsumsi lebih besar daripada kredit UMKM, namun penyaluran kredit UMKM meningkat lebih besar daripada kredit konsumsi selama tahun 2011 dan 2012 (Gambar 10). Hal ini terjadi karena adanya program dari Pemprov Jawa Barat dan Pemkab Cirebon yang ingin memajukan UMKM di Astanajapura dengan menjadikan BPR X Cirebon sebagai sumber otonomi daerah. Perkembangan nilai kredit UMKM tahun 2012 tumbuh sebesar 74,20 persen atau naik sebesar Rp 5.188.409.000 dari nilai kredit UMKM tahun 2009. Kenaikan nilai kredit untuk konsumsi tahun 2012 tumbuh sebesar 27,52 persen atau sebesar Rp 1.970.095.000 dari nilai kredit tahun 2009 (Gambar 10). Data tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit BPR X Cirebon untuk UMKM tumbuh lebih cepat. Besarnya nilai penyaluran kredit baik berdasarkan jenis penggunaan maupun jenis usaha belum mampu membuktikan terjadi kenaikan jumlah UMKM di wilayah tersebut. Walaupun demikian, hal ini dapat membuktikan kenaikan jumlah UMKM yang diberi pelayanan jasa kredit jika perkembangan penyaluran kredit dihubungkan dengan perkembangan jumlah debitur UMKM yang diserap. Adapun perkembangan jumlah debitur BPR X Cirebon berdasarkan jenis penggunaan kredit terlihat pada Gambar 11.
57
Jumlah Debitur
Perkembangan Jumlah Debitur BPR X Cirebon 1500 1000 500 0
2009
2010
2011
2012
Kredit UMKM
685
790
906
1009
Kredit Konsumsi
289
274
297
308
Total Debitur
974
1064
1203
1317
Gambar 11 Perkembangan jumlah debitur BPR X Cirebon periode 2009- 2012 Sumber : BPR X Cirebon (2012)
Pada gambar 11 dijelaskan bahwa pertumbuhan jumlah debitur BPR X Cirebon dari tahun 2009 hingga tahun 2012 adalah sebanyak 343 orang atau sebesar 35,22 persen. Debitur kredit UMKM tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan debitur kredit konsumsi per Desember 2012. Pertumbuhan debitur kredit UMKM selama per Desember 2009-2012 adalah 47,29 persen atau sejumlah 324 orang, sedangkan debitur kredit konsumsi adalah sebesar 6,57 persen atau sebanyak 19 orang, debitur. Hal ini menujukkan bahwa permintaan kredit untuk UMKM lebih tinggi daripada permintaan untuk kredit konsumsi. Dari dari Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan peningkatan alokasi kredit dan perkembangan jumlah debitur BPR X Cirebon memperlihatkan bahwa BPR X Cirebon berkembang secara horizontal. BPR X Cirebon harus lebih efisien dalam menyalurkan kreditnya terutama pada pengusaha mikro yang cenderung tergolong masyarakat miskin. Hal ini karena jumlah keluarga miskin di Astanajapura masih tinggi (Gambar 12) Persentase Tingkat Kesejahteraan 8%
4% Pra S 34%
17%
KS I KS II KS III
37%
KS III plus
Gambar 12 Tingkat kesejahteraan penduduk kecamatan Astanajapura tahun 2010 Sumber : Bappeda Kab Cirebon (2011)
Pada tahun 2010 jumlah penduduk kecamatan Astanajapura dengan tingkat kesejahteraaan PraS sebesar 6.717 keluarga, KS I sebesar 7.245 keluarga, KS II sebesar 3.405 keluarga, KS III sebesar 1.508 keluarga, KS III plus sebesar 856 keluarga. Tingkat kesejahteraan Pra S dan KS I masih tergolong dalam keluarga miskin. Jumlah keluarga miskin di Astananjapura adalah sebesar 13.962 keluarga. Nilai tersebut melebihi 70 persen jumlah keluarga di Astanajapura.
58 Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Kecamatan Astanajapura, bahkan mungkin terjadi di wilayah lain. BPR X Cirebon merupakan perusahaan daerah, yang ingin meningkatkan perekonomian masyarakat Astanajapura, namun perannya masih kurang optimal. Oleh karena itu peningkatan peran BPR sebagai LKM diperlukan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya untuk penyaluran kredit modal kerja kepada penduduk miskin setempat dan tidak hanya dalam penyaluran kredit tetapi juga dalam memberikan pembinaan usaha kepada masyarakat Astanajapura. Faktor yang Membuat NPL BPR X Cirebon di bawah 5 persen dan Nilai Risiko Kredit BPR X Cirebon Key Performance Indicator BPR X Cirebon Beberapa ahli perbankan mengatakan bahwa salah satu indikator optimalnya peran suatu lembaga keuangan adalah tingkat kesehatan lembaga keuangan tersebut. Hal ini karena apabila suatu lembaga keuangan memiliki kondisi keuangan yang sehat maka menunjukkan kinerja yang baik serta mampu membuat usahanya menjadi berkelanjutan. Di bawah ini adalah laporan kinerja keuangan BPR X Cirebon dengan pengukuran CAMEL. Data yang digunakan berdasarkan laporan kualitas aktiva produktif BPR X Cirebon. Tabel 20 Key Performance Indicators BPR X Cirebon tahun 2009-2012 Faktor
Komponen
Standar Sehat
Capital Asset Manajemen
CAR NPA NPMa ROA ROE NIM BOPO LDR
> 8% < 5% > 15% > 1,25% > 12,5% > 2% < 94% 75%
Earnings Liquidity NPLb
Tingkat Kesehatan BI
2009 (%) 26,43 3,17 18,02 5,69 15,62 13,88 78,11 84,43 3,28 97
2010 (%) 25.66 2,99 18,79 5,71 18,07 17,02 78,10 82.07 3,35 97
2011 (%) 19,09 2,41 18,39 5,47 19,29 16,78 78,59 83.30 2,28 97
2012 (%) 20,11 2,08 17,65 5,27 20,35 17,42 78,40 76,47 2,01 97
(sehat)
(sehat)
(sehat)
(sehat)
Sumber: BPR X Cirebon (2012) a Diolah berdasarkan perbandingan laba bersih dan pendapatan operasional perbandingan jumlah tunggakan dan kredit yang diberikan.
a.
b
Diolah berdasarkan
Permodalan (Capital) Penilaian permodalan (Capital) merupakan penilaian terhadap kecukupan modal BPR X Cirebon dalam menutupi eksposur risiko saat ini dan eksposur risiko di masa yang akan datang. Pada komponen CAR (Capital Adequacy Ratio) BPR X Cirebon dapat kita lihat bahwa terjadi penurunan selama tahun 2009-2011 dan meningkat di tahun 2012 (Tabel 20). Menurut analis kredit BPR X Cirebon penurunan nilai CAR BPR X Cirebon dikarenakan kenaikan modal ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) dibandingkan dengan kenaikan modal bank. Selain itu juga
59
b.
c.
d.
dikarenakan ekspansi kredit yang cukup tinggi sehingga diperhitungkan risiko operasional sebagai penambah aktiva tertimbang. Faktor permodalan BPR X Cirebon yang tinggi akan membuat BPR X Cirebon mampu menutupi besarnya tunggakan debitur bermasalah sehingga tidak mengganggu kegiatan operasional yang lain. Semakin jauh nilai CAR dari standar yang ditentukan maka akan semakin baik. Walaupun terjadi penurunan nilai CAR, BPR X Cirebon mendapatkan predikat sehat, karena berada di atas standar minimum yaitu 8 persen. BPR X Cirebon berantisipasi agar tidak mengalami penurunan nilai CAR lebih jauh di tahun berikutnya. Aset Nilai Non Performing Asset (NPA) digunakan untuk menunjukkan kemampuan BPR X Cirebon dalam mengelola aktiva produktif yang bermasalah. Aktiva produktif yang bermasalah dalam hal ini berasal dari kredit, penanaman pada bank lain, surat berharga yang dimiliki, dan penyertaan. Nilai NPA BPR X Cirebon mengalami penurunan selama tahun 2009-2012 (Tabel 20). Nilai tersebut juga menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif bermasalah terhadap total aktiva produktif sangat baik. Menurut analis kredit BPR X Cirebon mengatakan penurunan nilai NPA dikarenakan total aktiva produktif mengalami peningkatan karena dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit yang meningkat.. Nilai NPA yang semakin kecil menunjukkan semakin baik kualitas aktiva produktifnya karena berada di bawah standar sehat yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu di bawah 5 persen. Dengan demikian berdasarkan nilai NPA BPR X Cirebon selama tahun 2009-2012, maka BPR X Cirebon mendapatkan predikat sehat. Manajemen Penilaian manajemen pada penilaian kinerja bank dalam penelitian ini tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan oleh BI tetapi sesuai dengan data yang tersedia diproyeksikan dengan Net Profit Margin. Semakin tinggi nilai NPM maka semakin baik kemampuan manajemen dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Nilai NPM menunjukan kemampuan manajemen BPR X Cirebon dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dengan meminimalkan biaya perusahaan dan memaksimalkan laba. Nilai NPM BPR X Cirebon menurun pada tahun 2011 dan tahun 2012 (Tabel 20). Kondisi ini terjadi karena biaya kegiatan non operasional meningkat sehingga mempengaruhi laba yang diperoleh. Walaupun demikian nilai NPM BPR X Cirebon berada di atas 15 persen selama tahun 2009-2012. Hal ini menunjukkan bahwa BPR X Cirebon memiliki kualitas manajemen yang baik. Ekuitas/ Rentabilitas Analisis rentabilitas biasanya digunakan untuk menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Bagi BPR X Cirebon, rasio rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh BPR X Cirebon. Rasio yang disediakan oleh BPR X Cirebon adalah ROA (Return on Assets), Return on Equity (ROE), NIM (Net Interest Margin), Biaya Operasional
60
e.
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan LDR (Loan to Deposit Ratio). Nilai ROA (Return on Assets) BPR X Cirebon mengalami fluktuasi selama tahun 2009-2012. Adapun fluktuasi nilai ROA disebabkan oleh peningkatan atau penurunan laba sebelum pajak. Menurut analis kredit BPR X Cirebon, peningkatan atau penurunan laba sebelum pajak disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan bunga dari portofolio kredit yang melebihi peningkatan beban bunga pihak ketiga.Nilai ROA BPR X Cirebon berada di atas standar sehat yaitu di atas 1,25 persen selama tahun 2009-2012. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai BPR X Cirebon dan semakin baik posisi BPR X Cirebon dari segi penggunaan aset. Adapun nilai ROA yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan nilai ROA selama tahun 2009-2012, BPR X Cirebon mendapatkan predikat sehat. Nilai Return on Equity (ROE) BPR X Cirebon mengalami fluktuasi selama tahun 2009-2012 (Tabel 20). Namun karena nilai ROE lebih besar dari batas yang ditetapkan yaitu 12,5 persen maka BPR X Cirebon mendapatkan predikat sehat. Dengan demikian kemampuan BPR X Cirebon dalam memperoleh laba bersih sangat baik sehingga mampu mempertahankan kekayaan pemegang saham dalam perusahaan, memiliki tingkat pengembalian pemegang saham yang baik, dan membuat harga saham BPR X Cirebon tinggi. Selama tahun 2009-2012 nilai NIM (Net Interest Margin) BPR X Cirebon berada di atas standar yang ditetapkan yaitu 2 persen. Nilai NIM BPR X Cirebon dapat dilihat pada Tabel 20. Nilai NIM yang tinggi disebabkan oleh pendapatan bunga bersih yang didapatkan oleh BPR X Cirebon cukup besar. Menurut analis kredit BPR X Cirebon, besarnya pendapatan bunga dikarenakan ekspansi kredit kepada debitur dan adanya inisiatif debitur untuk membayar kewajibannya beserta bunganya. BPR X Cirebon mendapatkan peringkat sehat karena nilai NIM-nya berada di atas batas ketentuan. Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio BOPO BPR X Cirebon selama tahun 2009-2012 mengalami fluktuasi yaitu 78,11 persen pada tahun 2009, 78,10 persen pada tahun 2010, 78,59 persen pada tahun 2011 dan 78,40 pada tahun 2012 (Tabel 20). Nilai-nilai tersebut berada di bawah atau kurang dari batas maksimal yang ditetapkan yaitu 94 persen. Hal ini menujukkan bahwa semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Dengan demikian BPR X Cirebon mendapatkan predikat sehat. Likuiditas Analisis likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya dengan aktiva lancar atau kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Bagi BPR X Cirebon, nilai LDR (Loan to Deposit Ratio) atau rasio kredit digunakan untuk menilai kemampuan BPR
61 X Cirebon dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Sejak tahun 2009-2012, nilai LDR BPR X Cirebon berfluktuasi (Tabel 20). Pada tahun 2010 nilai LDR BPR X Cirebon mengalami penurunan dari 84,43 persen di tahun 2009 menjadi 82,07 persen. Tahun 2011 nilai LDR naik lagi menjadi 83,30 persen dan turun di tahun 2012 menjadi 76,47 persen. BPR X Cirebon mendapatkan peringkat sehat karena nilainya berada diantara standar sehat BI. f. Non Performing Loan (NPL) dan Tingkat Kesehatan BI Persentase Non Performing Loan (NPL) BPR X Cirebon naik pada tahun 2011 dari 3,28 persen di tahun 2009 menjadi 3,35 persen di tahun 2011 (Tabel 20). Nilai NPL BPR X Cirebon mengalami penurunan selama periode 2011-2012 yaitu sebesar 2,28 persen dan 2,01 persen. Semakin kecil nilai NPL maka bank memilki kinerja yang baik dalam menyalurkan kredit. Dengan demikian berarti pemberian kredit oleh BPR X Cirebon mengalami perbaikan dan telah mengikuti prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat. Adapun nilai tingkat kesehatan BI terhadap BPR X Cirebon, data sudah sudah disediakan dan diperhitungkan dari sumbernya melalui aplikasi software BPR. Nilai tersebut merupakan jumlah dari penilaian terhadap faktor CAMEL BPR X Cirebon. Pada Tabel 20 dapat dilihat nilai tingkat kesehatan BPR X Cirebon berturut-turut bernilai 97 (sehat) selama periode 2009-2012. Hal ini berarti BPR X Cirebon konsisten untuk menjaga kesehatan usahanya. Dari nilai-nilai Key Performance BPR X Cirebon yang sudah disediakan dapat dilihat bahwa bank yang memberikan performance yang baik akan mampu menjalankan kinerjanya secara optimal. Hal inilah yang membuat nilai NPL net BPR X Cirebon selama 4 tahun terakhir berada di bawah 5 %. Apabila dari faktor permodalan, aset, manajemen, ekuitas, dan likuiditas memiliki posisi yang kuat maka ada kemungkinan BPR tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam mengendalikan risiko yang timbul akibat kredit bermasalah. BPR yang biasanya berada di lokasi pedesaan dan sentra UMKM akan mampu meningkatkan perannya secara optimal dan usahanya sanggup untuk berkelanjutan. Perhitungan Value at Risk Kredit UMKM Plafon Mikro BPR X Cirebon Pada penelitian ini digunakan analisis VaR dengan metode credit metrics. Hal ini karena dengan menggunakan VaR potensi kerugian maksimum yang mungkin terjadi dengan tingkat keyakinan tertentu dapat diperkirakan dengan periode waktu yang diinginkan. Adapun perhitungan VaR pada penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa skenario. Hal ini dilakukan untuk melihat dampak perubahan yang ditimbulkan dari sumber-sumber VaR. Penilaian risiko kredit ini menggunakan data masa lalu yang diambil dari kolektibilitas kredit UMKM dengan plafon Mikro dari debitur BPR X Cirebon dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Adapun alasan menggunakan data debitur tersebut adalah karena sumber kredit bermasalah adalah debitur UMKM dengan plafon mikro.
62 Nilai baki debet BPR X Cirebon untuk kredit mikro UMKM tiap kolektibilitas dapat dilihat pada Tabel 21. Baki Debet adalah saldo pokok dari plafon pinjaman yang telah disepakati dalam perjanjian kredit dan biasanya akan berkurang jika angsuran rutin dilakukan atau sesuai jadwal pembayaran oleh debitur. Tabel 21 Baki debet kredit mikro UMKM tiap kolektibilitas tahun 2012 Kolektibilitas Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Total
Baki Debet 7.604.041.000 208.407.000 148.800.000 136.466.000 8.097.714.000
Persentase (%) 93,90 2,57 1,84 1,69 100
Sumber : BPRX Cirebon (2013)
Matriks transisi bulanan diperoleh dari pergeseran status kolektibilitas debitur yang hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Matriks transisi yang diperoleh sebanyak 11 matriks yang berukuran 4 x 4. Dari matriks bulanan dicari rata-ratanya hingga menghasilkan matriks unconditional. Dengan matriks unconditional dapat diketahui peluang perubahan kolektibilitas debitur tiap bulan yang dapat dilihat dari perubahan nominal baki debet tiap bulannya. Adapun matriks unconditional yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Matriks unconditional BPR X Cirebon Kolektibilitas Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet
Lancar 0,9996 0,0322 0,0000 0,0000
Kurang Lancar 0,0004 0,9634 0,0408 0,0094
Diragukan 0,0000 0,0044 0,7677 0,0541
Macet 0,0000 0,0000 0,1018 0,9365
Matriks di atas menunjukkan bahwa peluang kolektibilitas lancar untuk tetap bertahan pada posisinya adalah sebesar 0,9996 (99,96%). Nilai ini menunjukkan bahwa debitur yang memiliki kolektibilitas lancar memiliki peluang yang sangat besar untuk tetap menjadi debitur yang dapat melaksanakan kewajibannya dalam membayar angsuran kredit dengan baik. Debitur kolektibilitas lancar memiliki peluang sebesar 0,0004 (0,04%) untuk dapat menjadi debitur dengan kolektibilitas kurang lancar. Hal ini menunjukkan bahwa peluang perpindahan debitur kolektibilitas lancar menjadi kurang lancar sangatlah kecil. Oleh karena itu BPR X Cirebon harus berusaha untuk mempertahankan debitur dengan kolektibilitas lancar untuk tetap berada posisinya dan tidak berpindah ke kolektibilitas kurang lancar. Debitur kolektibilitas kurang lancar memiliki peluang sebesar 0,0322 (3,22%) untuk pindah ke kolektibilitas lancar. Kolektibilitas kurang lancar untuk tetap bertahan pada kolektibilitas kurang lancar sebesar 0,9634 (96,34%), kolektibilitas kurang lancar untuk menjadi kolektibilitas diragukan sebesar 0,0044 (0,044%). Nilai ini menunjukkan BPR X Cirebon harus berusaha untuk membuat debitur dengan kolektibilitas kurang lancar menjadi kolektibilitas lancar. Peluang kolektibilitas diragukan menjadi kolektibilitas kurang lancar sebesar 0,0408 (4,08%), sedangkan peluang untuk tetap bertahan pada
63 kolektibilitas diragukan sebesar 0,7677 (76,77%)dan kolektibilitas diragukan menjadi kolektibilitas macet sebesar 0,1018 (10,18%). Nilai tersebut menunjukkan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat keadaan ini cukup besar karena peluang berpindah ke kolektibilitas macet lebih besar dibandingkan peluang berpindah ke kolektibulitas kurang lancar. BPR X Cirebon perlu menyiapkan suatu kegiatan untuk mengatasi keadaan ini. Peluang untuk keluar dari kolektibilitas macet menjadi kolektibilitas kurang lancar sebesar 0,0094 (0,94%) dan peluang untuk pindah menjadi kolektibilitas diragukan adalah sebesar 0,0541 (5,41%) dan peluang untuk tetap bertahan pada kolektibilitas macet sebesar 0,9365 (93,65%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar debitur dengan kolektibilitas macet tidak memiliki itikad untuk dapat keluar dari keadaan ini. Sikap debitur yang demikian membuat BPR X Cirebon mengalami kerugian yang cukup besar yang dapat mengganggu stabilitas keuangan BPR X Cirebon sehingga BPR X Cirebon harus memiliki pengelolaan kredit yang lebih baik dari sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah usaha debitur yang dibiayai oleh kredit mengalami kebangkrutan sehingga debitur tidak memiliki uang untuk membayar kredit, selain itu juga karena usaha sudah tidak ada debitur tidak mau melunasi utangnya. Adapun nilai kerugian maksimum yang dapat dialami oleh BPR X Cirebon adalah dengan menghitung nilai VaR. Nilai VaR merupakan nilai kerugian maksimum yang dapat dialami oleh bank untuk periode satu tahun pada tingkat keyakinan yang telah ditentukan. Tingkat keyakinan yang digunakan pada penelitian ini adalah 95 persen dan 99 persen. Dengan mengetahui nilai VaR pada kredit yang disalurkan maka akan diketahui berapa jumlah kerugian maksimum yang dapat dialami bank sehingga dapat dilakukan pengelolaan risiko kredit yang sesuai. Adapun kerugian maksimum yang dialami oleh BPR X Cirebon dapat dilihat dari beberapa skenario yang terjadi di bawah ini. Hasil perhitungan nilai VaR pada skenario 1 1. Skenario 1 merupakan perhitungan VaR dengan menggunakan suku bunga anuitas yang dimiliki oleh BPR X Cirebon yaitu sebesar 21 persen per tahun. Baki debet yang digunakan adalah baki debet yang terjadi pada akhir tahun 2012, dan matriks unconditional yang digunakan adalah probabilitas yang terjadi pada BPR X Cirebon selama Januari 2012 hingga Desember 2012. Tabel 23 Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 1 (dalam Rp) Kolektibilitas Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet
Volatilitas (σ) 503.642.028,04 57.053.679,64 9.077.806,95 2.482.073,57 Total
VaR (α=5%) 828.417.416,50 93.844.951,88 14.931.663,69 4.082.647,72 941.276.679,79
VaR (α=1%) 1.171.646.561,20 132.726.706,33 21.118.136,91 5.774.166,58 1.331.265.571,02
VaR kolektibilitas lancar yang ditampilkan pada Tabel 5.14 memperlihatkan bahwa besarnya kemungkinan kerugian maksimum kredit yang akan dihadapi BPR X Cirebon dengan tingkat keyakinan 95 persen pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 828.417.416,50. Nilai tersebut adalah 11 persen dari baki debet pinjaman kolektibilitas lancar.
64 Kemungkinan kerugian maksimum dengan tingkat keyakinan 99 persen adalah sebesar Rp 1.171.646.561,20 atau sebesar 15 persen dari baki debet pinjaman kolektibilitas lancar. Nilai VaR kolektibilitas lancar digunakan sebagai estimasi pergeseran kolektibilitas lancer ke kolektibilitas lainnya. Nilai VaR pada Tabel 23 menunjukkan bahwa VaR kolektibilitas KL pada α=5% adalah sebesar Rp. 93.844.951,88. Nilai tersebut adalah 45 persen dari baki debet kolektibilitas kurang lancar. Kemungkinan kerugian maksimum kolektibilitas kurang lancar pada α=1% sebesar Rp. 132.726.706,33 atau sebesar 64 persen dari baki debet kolektibilitas lancar. Kondisi ini menunjukkan kerugian yang dialami oleh kolektibiltas kurang lancar cukup tinggi. BPR X Cirebon sebaiknya lebih serius dalam mengelola kredit mikro UMKM agar terjadi pergeseran kolektibilitas yang semakin baik di masa yang akan datang . Nilai VaR kolektibilitas diragukan yang ditampilkan pada Tabel 23 memperlihatkan bahwa besarnya kemungkinan maksimum kredit yang akan dihadapi BPR X Cirebon dengan tingkat keyakinan 95 persen pada tahun 2012 adalah sebesar Rp. 14.931.663,69 atau sebesar 10 persen dari nilai baki debetnya. Kemungkinan kerugian maksimum dengan tingkat keyakinan 99 persen adalah sebesar Rp. 21.118.136,91 atau sebesar 14 persen dari nilai baki debetnya. Nilai tersebut memiliki persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan persentase kolektibilitas kurang lancar. Hal ini menunjukkan bahwa kerugian yang disebabkan oleh kolektibilitas diragukan masih lebih kecil. Namun harus diantisipasi oleh BPR X Cirebon agar tidak memiliki kerugian yang lebih besar pada kolektibilitas diragukan. Nilai VaR kolektibilitas macet pada Tabel 23 yaitu dengan tingkat keyakinan 95 persen pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 4.082.647,72 atau sebesar 2,99 persen dari baki debetnya, sedangkan kemungkinan kerugian maksimum dengan tingkat keyakinan 99 persen adalah sebesar Rp 5.774.166,58 atau sebesar 4 persen dari baki debet kolektibilitas macet. Pada kolektibilitas macet nilai kerugian yang akan dialami kecil. Nilai volatilitas merupakan perubahan keragaman faktor risiko. Nilai VaR kredit mikro UMKM BPR X Cirebon pada tahun 2012 pada tingkat keyakinan 95 persen kemungkinan mengalami kerugian maksimum sebesar Rp. 941.276.679,79 atau pada tingkat keyakinan 5 persen kemungkinan kerugian maksimum melebihi Rp. 941.276.679,79. Nilai tersebut adalah 11,62 persen dari total baki debetnya yang menunjukkan bahwa kredit yang dianggap berisiko sebesar 11,62 persen dari total baki debet kredit mikro UMKM. Pada tingkat keyakinan 99 persen, BPR X Cirebon kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar Rp. 1.331.265.571,02 atau sebesar 16,44 persen dari total baki debet. Dengan kata lain hanya 1 persen kemungkinan kerugian yang dialami dapat melebihi Rp. 1.331.265.571,02. Volatilitas menunjukkan fluktuasi nilai di masa lalu sehingga volatilitas dapat menunjukkan sebaran munculnya peluang terjadinya risiko kredit yang terjadi di BPR X Cirebon. Nilai kerugian maksimum terbesar berada pada kolektibilitas diragukan dan nilai kerugian maksimum terkecil berada pada kolektibilitas kurang lancar. Nilai kerugian terbesar pada kolektibilitas kurang lancar disebabkan oleh volatilitas pada kolektibilitas
65
2.
kurang lancar lebih besar dibandingkan dengan kolektibilitas diragukan dan macet. Oleh sebab itu BPR X Cirebon harus lebih berkonsentrasi untuk mengelola debitur dengan kolektibilitas kurang lancar agar dapat bergeser ke kolektibilitas yang lebih baik agar kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Hal ini dapat dilakukan dengan pembinaan dan pemantauan yang intensif. Hasil perhitungan nilai VaR pada skenario 2 Skenario 2 digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap nilai VaR apabila BPR X Cirebon menaikkan nilai suku bunga untuk menaikkan pendapatan bunganya. Pada skenario 2, suku bunga kredit yang digunakan BPR X Cirebon naik menjadi 24 persen, baki debet dan matriks unconditional yang digunakan adalah yang terjadi pada tahun 2012. Nilai volatilitas skenario 2 untuk kolektibilitas lancar, kurang lancar, dan diragukan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan nilai volatilitas skenario 1 sehingga nilai VaRnya juga mengalami kenaikan. Nilai volatilitas skenario 2 untuk kolektibilitas macet mengalami penurunan sehingga nilai VaRnya juga menurun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menaikkan suku bunga maka nilai VaR yang semakin kecil hanya terjadi pada kolektibilitas macet. Tabel 24 Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 2 (dalam Rp) Kolektibilitas Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet
3.
Volatilitas (σ) 575.590.889,18 65.204.205,30 10.374.636,52 1.360.324,86 Total
VaR (α=5%) 946.762.761,71 107.251.373,58 17.064.758,51 2.237.535,28 1.075.744.776,91
VaR (α=1%) 1.339.024.641,37 151.687.664,38 24.135.013,61 3.164.588,85 1.521.446.366,88
Pada Tabel 24 dapat dilihat dampak yang terjadi apabila BPR X Cirebon menaikkan suku bunga. Nilai VaR tiap kolektibilitas baik dalam tingkat keyakinan 95 persen maupun tingkat keyakinan 99 persen terjadi kenaikan nilai VaR. Hasil perhitungan nilai VaR kredit mikro UMKM BPR X Cirebon pada tahun 2012 pada tingkat keyakinan 95 persen kemungkinan mengalami kerugian maksimum sebesar 13,28 persen dari total baki debet kredit mikro UMKM. Pada tingkat keyakinan 99 persen, BPR X Cirebon kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar sebesar 18,79 persen dari total baki debet kredit mikro UMKM. Pada skenario 2 menunjukkan apabila BPR X meningkatkan tingkat suku bunga kredit maka kemungkinan kerugian yang akan dialami juga akan meningkat. Walaupun demikian bukan berarti dengan menurunkan tingkat suku bunga merupakan salah satu cara tepat untuk mengurangi risiko kredit. Hal ini karena apabila tingkat suku bunga diturunkan maka BPR X Cirebon akan mengalami penurunan pendapatan operasional. Oleh karena itu, jika BPR X Cirebon ingin mengubah tingkat suku bunga kredit harus melalui pertimbangan yang matang. Hasil perhitungan nilai VaR pada skenario 3 Skenario 3 digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap nilai VaR apabila sejak Januari 2012 hingga Desember 2012 tidak ada
66 pergeseran kolektibilitas debitur atau peluang pergeseran debitur tetap berada pada kolektibilitas yang sama adalah satu. Pada skenario 3, suku bunga kredit yang digunakan BPR X Cirebon adalah 21 persen dan baki debet yang digunakan adalah baki debet pada tahun 2012. Pada Tabel 25 dapat dilihat dampak yang terjadi pada BPR X Cirebon apabila tidak pergeseran kolektibiltas debitur selama tahun 2012. Volatilitas tiap kolektibilitas pada skenario 3 memiliki nilai yang sama dan nilainya meningkat sangat tinggi. Hal ini terjadi juga pada nilai VaR pada tingkat keyakinan 95 persen dan tingkat keyakinan 99 persen yang memiliki nilai sama dan nilainya meningkat sangat tinggi. Tabel 25 Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 3 (dalam Rp) Kolektibilitas Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet
4.
Volatilitas (σ) VaR (α=5%) 5.215.978.411,98 8.579.521.009,04 5.215.978.411,98 8.579.521.009,04 5.215.978.411,98 8.579.521.009,04 5.215.978.411,98 8.579.521.009,04 Total 34.318.084.036,17
VaR (α=1%) 12.134.180.289,75 12.134.180.289,75 12.134.180.289,75 12.134.180.289,75 48.536.721.158,99
Pada Tabel 25, nilai VaR kredit mikro UMKM BPR X Cirebon pada tahun 2012 dengan tingkat keyakinan 95 persen kemungkinan mengalami kerugian maksimum sebesar 423,80 persen dari total baki debet kredit mikro UMKM. Pada tingkat keyakinan 99 persen, BPR X Cirebon kemungkinan mengalami kerugian maksimum sekitar sebesar 599,39 persen dari total baki debet kredit mikro UMKM. Kedua nilai tersebut sangatlah tinggi yang menunjukkan kerugian maksimum yang dialami juga sangat tinggi. Hasil skenario 3 menunjukkan apabila BPR X Cirebon tidak menindaklanjuti pergeseran kolektibilitas debitur ke arah yang lebih baik maka akan mengalami kerugian yang sangat tinggi. Nilai VaR akan semakin kecil apabila peluang perpindahan kolektibilitas kurang baik ke kolektibilitas lebih baik nilainya semakin besar dan nilai VaR akan semakin besar jika terjadi sebaliknya. Hasil perhitungan nilai VaR pada skenario 4 Skenario 4 digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi terhadap nilai VaR apabila terjadi perubahan jumlah baki debet tiap kolektibilitas. Skenario 4 menggunakan matriks unconditional saat ini dan suku bunga sebesar 21 persen. Hasil perhitungan VaR pada skenario 4, menunjukkan apabila seluruh baki debet tiap kolektibilitas meningkat sebesar 50% maka volatilitas dan nilai VaR tiap kolektibilitas meningkat, namun persentase perbandingan nilai VaR dengan baki debetnya sama dengan skenario 1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan persentase nilai VaR jika seluruh baki debet tiap kolektibilitasnya berubah dengan persentase yang sama.
67 Tabel 26 Nilai VaR total BPR X Cirebon pada skenario 4 (dalam Rp) Kolektibilitas Baki debet 1a Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet
Volatilitas (σ)
VaR (α=5%)
VaR (α=1%)
755.463.042,05 85.580.519,46 13.616.710,43 3.723.110,36
1.242.626.124,75 140.767.427,83 22.397.495,54 6.123.971,58 1.411.915.019,69
1.757.469.841,80 199.090.059,50 31.677.205,36 3.164.588,85 1.996.898.356,53
762.325,098.84 86.164,761.26 9.077,806.95 2.482,073.57
1.253.913.203,74 141.728.420,07 14.931.663,69 4.082.647,72 1.414.655.935,22
1.773.433.373,00 200.449.209,17 21.118.136,91 5.774.166,58 2.000.774.885,66
496.782.741,65 56.575.626,82 13.616.710,43 3.723.110,36
817.134.894,42 93.058.624,97 22.397.495,54 6.123.971,58 938.714.986,51
1.155.689.474,91 131.614.589,18 31.677.205,36 8.661.249,87 1.327.642.519,31
Total Baki debet 2b Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Total Baki debet 3 c Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet Total a
Seluruh baki debet tiap kolektibilitas naik sebesar 50 % b Hanya baki debet kolektibilitas kurang lancar yang naik sebesar 50% c Hanya baki debet kolektibilitas lancar yang tidak naik sebesar 50%
Ketika hanya nilai baki debet kolektibilitas lancar yang meningkat 50 % dan jumlah baki debet yang lain tetap maka maka nilai VaR juga akan meningkat yaitu sebesar 11,89 persen pada tingkat keyakinan 95 persen dan sebesar 16,81 persen pada tingkat keyakinan 99 persen. Hal ini menunjukkan kemungkinan kerugian akan mengalami peningkatan. Kenaikan nilai VaR terjadi karena kenaikan nilai volatilitas pada kolektibilitas lancar dan kurang lancar akibat kenaikan jumlah baki debet kolektibilitas lancar (Tabel 26). Ketika peningkatan nilai baki debet 50% hanya terjadi pada kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet, maka nilai VaR mengalami penurunan yaitu sebesar 11,25 persen pada tingkat keyakinan 95 persen dan sebesar 15,91 persen pada tingkat keyakinan 99 persen. Hal ini berarti kemungkinan kerugian yang dialami BPR X Cirebon akan mengalami penurunan apabila terjadi peningkatan nilai baki debet pada kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Penurunan nilai VaR terjadi karena penurunan nilai volatilitas pada kolektibilitas lancar dan kurang lancar. Pengelolaan Risiko Kredit BPR X Cirebon Pengelolaan risiko kredit merupakan salah satu hal yang penting yang harus dilakukan oleh Lembaga Keuangan Mikro. Hal ini karena jika risiko dibiarkan saja tanpa ada tindak lanjut, maka risiko tersebut menciptakan permasalahan bagi kegiatan operasional LKM. Ketika terjadi masalah operasional, tidak hanya kerugian yang dialami LKM tersebut tetapi juga kinerjanya menjadi terganggu sehingga memicu munculnya risiko-risiko yang lain.
68 Analisis Kelayakan Calon Debitur BPR X Cirebon Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon sejauh ini adalah dimulai dengan menganalisis kelayakan debitur . Apakah calon debitur layak atau tidak untuk diberikan kredit. Selama ini BPR X Cirebon menggunakan prinsip kehati-hatian dan selektif untuk memilih BPR X Cirebon. Analisis pemberian kredit yang dilakukan BPR X Cirebon berpedoman pada prinsip 5 C yaitu character, capital, capability, collateral dan condition. Penilaian karakter yang dilakukan BPR X Cirebon dimaksudkan untuk mengetahui keinginan untuk membayar (willingness to pay) dan memenuhi kewajiban yang dilakukan oleh debitur. Penilaian karakter yang dilakukan BPR X Cirebon adalah dengan mewawancarai calon debitur secara langsung maupun melalui pihak-pihak yang mengenal calon debitur. Karakter yang paling dinilai adalah kejujuran dan kerja sama calon debitur. Selain itu juga pada saat wawancara pihak bank juga menanyakan tentang hobi dan kebiasaan. Hal ini dilakukan untuk melihat kepribadian dan keterbukaan debitur. BPR X Cirebon juga melihat data masa lalu debitur mengenai track record calon debitur yang dapat dilihat pada SID (Sistem Informasi Debitur) apakah debitur tersebut masuk dalam kategori daftar hitam debitur sebelum memberikan kredit kepada calon debitur. Selain itu juga pihak BPR X Cirebon melakukan pengamatan langsung terhadap kebiasaan sehari-hari dari yang bersangkutan, melalui kaum kerabat, tetangga, tokoh masyarakat yang mengenalnya, juga dari rekan bisnisnya dan juga tentang kebiasaan debitur dalam pembayaran kepada pemasoknya. Penilaian kapasitas menunjukkan kemampuan calon debitur untuk membayar kreditnya termasuk bunganya. Potensi membayar kewajiban debitur dapat dilihat dari laporan kinerja keuangan usahanya. Walaupun sebagian besar debitur memiliki laporan keuangan yang sangat sederhana, namun BPR X Cirebon menganalisis dengan hati-hati. BPR X Cirebon juga melakukan pemantauan ke tempat usaha untuk memastikan layak atau tidaknya usaha tersebut berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh debitur. BPR X Cirebon juga menilai kemampuan dan kebiasaan calon nasabah dalam mengelola kas perusahaan terutama dengan pengaturan dana perusahaan yang dimiliki calon debitur. Apakah digunakan sebagai pembelanjaan operasional usaha atau digunakan untuk pembelian harta pribadi. Dari hal tersebut akan diketahui apakah BPR X Cirebon dapat meyakini apakah debitur ini bisa membayar angsuran pinjaman dan bunga sesuai jadwal yang ditentukan sesuai perjanjian. BPR X Cirebon juga menilai apakah kredit yang akan diberikan kepada calon debitur mampu untuk mengembangkan usaha calon debitur dan meningkatkan laba usaha. Jika laba usaha meningkat maka peluang calon debitur untuk membayar angsuran beserta bunganya akan semakin besar sesuai jadwal yang ditentukan. Penilaian modal digunakan untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki debitur terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank. BPR X Cirebon menilai perbandingan antara pinjaman dengan modal calon debitur. Hal ini untuk memastikan kemampuan calon debitur menyediakan dana sendiri untuk mendampingi kredit yang akan diberikan oleh BPR X Cirebon.
69 Penilaian terhadap modal juga dimaksudkan untuk meningkatkan tanggung jawab calon debitur dalam menjalankan usahanya karena ikut menanggung risiko terhadap kegagalan usahanya. Semakin besar modal yang disediakan oleh calon debitur semakin baik bagi BPR X Cirebon, hal ini karena kredit yang diberikan akan semakin berkurang sehingga risiko kredit semakin kecil. Penilaian jaminan (collateral) merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan kredit dapat menambah tingkat keyakinan bank bahwa calon debitur dengan usaha yang dimilikinya akan mampu melunasi kredit. Dalam hal ini agunan merupakan jaminan tambahan jika bank menganggap aspek pendukung usaha calon debitur masih lemah. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur menyatakan tidak dapat membayar. BPR X Cirebon sangat berhati-hati dalam menetapkan kredit yang akan diberikan kepada calon debitur karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, dan kemudahan likuidasi jaminan. Penilaian kondisi mengacu pada kondisi internal dan eksternal usaha calon debitur. Kondisi yang dipersyaratkan adalah kegiatan usaha calon debitur mampu mengikuti fluktuasi ekonomi baik dalam maupun luar negeri. Selain itu, usaha calon debitur masih prospektif setidaknya selama masih menggunakan kredit bank. Dalam memberikan penilaian terhadap usaha debitur, BPR X Cirebon memantau kondisi internal usaha calon debitur. Adapun hal-hal yang dipantau dari usaha calon debitur adalah pasar atau pelanggan yang jelas dan memiliki prospek untuk dikembangkan, barang atau jasa yang dihasilkan memiliki ciri khas dan mampu menarik minat konsumen, tempat usaha yang relatif menetap dan memadai terhindar dari gangguan yang bersifat permanen, usaha calon debitur tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan kesehatan, dan tidak bertentangan dengan adat, budaya masyarakat, moral dan nilai agama. Penilaian kondisi eksternal usaha calon debitur yang dipantau BPR X Cirebon adalah teknis produksi menyangkut perkembangan teknologi, ketersediaan bahan baku dsb. Dan peraturan atau perundangan yang mempengaruhi kegiatan usaha calon debitur. Hal ini dilakukan untuk memproyeksikan usaha debitur mampu bersaing atau tidak, sebab jika tidak mampu maka ada kemungkinan calon debitur akan mengalami kerugian dan kebangkrutan sehingga calon debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit berserta bunganya tepat waktu. Dalam menyalurkan kreditnya BPR X Cirebon membantu calon debiturnya agar memenuhi persyaratan/bankable untuk mendapatkan pinjaman . Hal ini dilakukan karena BPR X Cirebon dibentuk memang untuk mengembangkan UMKM di wilayah tersebut sesuai dengan tujuan dibentuknya organisasi. Ketika calon debitur sudah memenuhi persyaratan maka BPR X Cirebon akan melakukan pecairan kredit kepada calon debitur tersebut. Kredit yang disalurkan BPR X Cirebon tidak hanya diberikan kepada individu debitur tetapi juga kelompok. Menurut analis kredit BPR X Cirebon memberikan kredit kepada kelompok lebih kecil risikonya dibandingkan kredit kepada individu. Kredit berkelompok dilakukan dengan memberikan kredit kepada salah satu anggota kelompok yang telah menjadi debitur BPR X Cirebon. Jika penerima kredit pertama telah lunas membayar kreditnya maka kredit selanjutnya akan diberikan. Dengan adanya sistem seperti ini meringankan beban
70 BPR X Cirebon dalam memonitoring debitur karena anggota kelompok sudah memiliki kesadaran untuk membayar kewajibannya. Pemberian kredit secara kelompok sangat efektif. Hal tersebut menjadikan anggota kelompok secara bersama-sama mengupayakan agar kredit yang disalurkan dapat lancar sehingga keberlangsungan penyaluran kredit dapat terus berlanjut. Adapun salah satu kelompok debitur yang diberikan kredit secara kelompok adalah kelompok tani yang berada di kecamatan tersebut. Pemantauan Debitur BPR X Cirebon Setelah pencairan kredit diberikan kepada debitur, BPR X Cirebon melakukan pemantauan. Pemantauan yang dilakukan kepada debitur yang baru dilakukan dengan intensitas yang lebih sering selama 2 bulan, hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kredit yang diberikan oleh BPR X Cirebon dimanfaatkan dengan baik untuk usaha debitur. Setelah itu pemantauan lanjutan dilakukan sebulan sekali untuk melihat perkembangan usaha debitur dan menilai apakah penyaluran kredit akan terus berlanjut atau tidak. Pada saat pemantauan pihak BPR X Cirebon juga memberikan pembinaan mengenai pengelolaan manajemen usaha debitur terutama dalam hal keuangan. Pembinaan yang dilakukan BPR X Cirebon dilakukan secara individu maupun kelompok. Pembinaan secara kelompok dilakukan dengan forum diskusi di balai desa wilayah setempat. Hal ini dilakukan agar debitur termotivasi dan memiliki pengetahuan yang lebih untuk mengelola usahanya. Selain itu juga forum diskusi dilakukan untuk menarik calon debitur yang lain, mengingat tujuan utama BPR X Cirebon adalah mengembangkan sektor ekonomi pedesaan. Bagi debitur yang bermasalah BPR X Cirebon melakukan pemantauan secara lebih intensif. Debitur bermasalah dilihat dari perpindahan rating debitur dari kolektibilitas lancar menjadi kurang lancar, diragukan, atau macet. Ketika ada debitur yang menunggak maka pihak debitur akan menghubungi debitur tersebut. Debitur yang telat membayar akan terkena surat peringatan dan sanksi denda. Namun jika debitur tidak menunjukkan perkembangan maka dapat dilakukan penyelamatan kredit dengan melakukan rescheduling (penjadwalan kembali), reconditioning (persyaratan kernbali), dan restructuring. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum. Penyelamatan Kredit Bermasalah BPR X Cirebon Tindakan rescheduling yang dilakukan BPR X Cirebon adalah dengan memberikan perpanjangan waktu untuk jadwal pembayaran kembali sehingga jumlah angsurannya berubah. Untuk usaha yang masih potensial dan alasan penunggakan yang dialami debitur jelas, BPR X Cirebon berani memberikan tambahan kredit agar usaha debitur dapat berjalan lagi sambil melakukan pemantauan intensif. Rescheduling diberikan kepada debitur yang berturut-turut dengan kolektibilitas kurang lancar. Tindakan reconditioning yang dilakukan BPR X Cirebon dilakukan kepada debitur yang berada pada kolektibilitas diragukan secara berturut-turut tiap bulan. Adapun yang dilakukan BPR X Cirebon adalah dengan mengubah jangka waktu pengembalian dan mengubah prosedur pembayaran tanpa mengurangi jumlah angsuran dan tanpa memberikan kredit tambahan.
71 Tindakan restrukturisasi diberikan BPR X Cirebon kepada debitur dengan kolektibilitas macet adalah dengan menurunkan suku bunga kredit, memberikan perpanjangan waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, dan pengurangan tunggakan pokok kredit. Jika memungkinkan BPR X Cirebon juga berani untuk memberi tambahan kredit agar debitur memulai usahanya kembali. Hal ini dilakukan apabila alasan penunggakannya jelas dan debitur mau diajak berkerjasama tentu saja dengan persyaratan yang sudah disepakati. Penyelesaian Kredit Bermasalah BPR X Cirebon Penyelesaian kredit adalah tindakan terakhir atau suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum ketika tindakan penyelamatan kredit tidak berhasil. Adapun tindakan penyelesaian yang dilakukan BPR X Cirebon adalah dengan melelang agunan debitur. Pelelangan dilakukan apabila kolektibilitas debitur benar-benar macet tanpa ada pergeseran kolektibilitas. Sebelum melakukan pelelangan biasanya BPR X Cirebon melakukan tindakan kekeluargaan yaitu memberikan waktu kepada debitur untuk menjual agunannya sendiri tanpa melakukan pelelangan. Apabila debitur tidak melakukan penjualan agunan maka agunan akan dilelang dan biaya pelelangan ditanggungkan kepada debitur. Uang hasil pelelangan akan digunakan untuk menutupi kekurangan kredit dan biaya pelelangan, dan sisanya akan menjadi milik debitur. Pelelangan yang dilakukan BPR X Cirebon tidak sembarangan sebab memiliki proses hukum hal ini dilakukan agar tidak terjadi masalah. Tindakan lain yang dilakukan BPR X Cirebon adalah dengan melakukan penyitaan terhadap aset-aset penting milik debitur seperti perlengkapan, peralatan produksi dan lain-lain. Biasanya dilakukan oleh debitur bermasalah dengan plafon kurang dari Rp.5.000.000. Aset tersebut akan dikembalikan apabila debitur melunasi pinjamannya kepada BPR X Cirebon. Implikasi Pengelolaan Risiko terhadap Peningkatan Peran BPR X Cirebon sebagai LKM Implikasi dari pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh BPR X Cirebon tidak hanya tindakan untuk menyelamatkan keuangan instansi tetapi juga tindakan untuk menyelamatkan usaha debitur yang dimulai dari pemberian kredit hingga pemantauan debitur, pihak BPR X Cirebon juga memberikan pembinaan kepada debitur agar mengembangkan usahanya. Tahap-tahap dalam pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon membuat BPR X Cirebon menjadi lebih mengenal debitur dan terbiasa untuk menghadapi kredit bermasalah sehingga BPR X Cirebon semakin belajar untuk menyusun strategi yang tepat dalam mengurangi dan mengendalikan risiko kredit. Adanya pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon mempengaruhi kinerja keuangan BPR X Cirebon. Kinerja keuangan yang sehat membuat BPR X Cirebon meningkatkan penyaluran kreditnya kepada UMKM. Melalui peningkatan pembiayaan kepada UMKM terutama usaha mikro maka BPR X Cirebon menjalankan salah satu peran dari LKM.
72
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan BPR X Cirebon mampu mempertahankan nilai NPL di bawah 5 persen selama tahun 2009-2012. Hal ini dikarenakan pengelolaan usaha yang cukup baik yang dilihat dari kemampuan mengelola kecukupan modal untuk menutupi risiko, kemampuan mengelola aktiva produktif, kemampuan memperoleh laba, kemampuan manajemen, dan kemampuan mengelola kredit. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil analisis CAMEL BPR X Cirebon sehingga BPR X Cirebon memiliki kategori bank yang sehat. Pengelolalan usaha ini mencakup pengelolaan kredit bermasalah sehingga BPR X Cirebon dapat mengendalikan risiko kredit walaupun penyaluran kredit kepada UMKM meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan perhitungan VaR dengan credit metric, nilai kerugian maksimum yang dihadapi BPR X Cirebon per Desember 2012 pada tingkat keyakinan 95 persen adalah sebesar 11,62 persen dari total baki debet kredit UMKM dengan plafon mikro di BPR X Cirebon (skenario 1). Pada tingkat keyakinan 99 persen, BPR X Cirebon kemungkinan mengalami kerugian maksimum sebesar 16,44 persen dari total baki debet kredit UMKM dengan plafon mikro (skenario 1). Hasil perhitungan dengan beberapa skenario menunjukkan bahwa nilai VaR akan berubah apabila terjadi perubahan tingkat suku bunga, perubahan peluang atau probabilitas kolektibilitas debitur, dan perubahan nilai baki debet tiap kolektibilitas. Semakin kecil nilai VaR maka akan semakin baik. Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan oleh BPR X Cirebon tidak hanya tindakan untuk menyelamatkan keuangan instansi tetapi juga tindakan untuk menyelamatkan usaha debitur. Hal ini terlihat dari pemberian kredit hingga pemantauan debitur, pihak BPR X Cirebon juga memberikan pembinaan kepada debitur agar mengembangkan usahanya. Pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon dilakukan untuk meningkatkan peran BPR X Cirebon sebagai LKM untuk membantu dan mengembangkan UMKM. Hal ini karena dengan pengelolaan risiko kredit yang dilakukan BPR X Cirebon mampu membuat faktor CAMEL BPR X Cirebon berada dalam kondisi sehat sehingga menjadi modal untuk kegiatan operasional selanjutnya terutama dalam peningkatan pembiayaan modal kerja UMKM. Saran Beberapa hal yang dapat dilakukan BPR X Cirebon dalam mengoptimalkan perannya adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya strategi untuk mengurangi tingkat kerugian maksimum BPR X Cirebon akibat adanya kredit bermasalah. BPR X Cirebon sebaiknya berhatihati dalam mengambil keputusan untuk mengendalikan nilai risiko kredit. Apabila mengambil keputusan yang kurang tepat akan menyebabkan kerugian yang lebih besar. BPR X Cirebon juga menyusun sebaiknya strategi yang tepat untuk menurunkan suku bunga sehingga tidak membebani debitur dan juga agar mampu bersaing dengan kompetitor.
73 2.
1.
2.
Monitoring yang dilakukan BPR X Cirebon sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan untuk mengetahui kondisi dan perkembangan usaha debitur. Agar kegiatan pemantauan lebih optimal sebaiknya jumlah pemantau ditambah sehingga seluruh debitur BPR X Cirebon dapat terjangkau. Selain itu, sebaiknya juga ada strategi khusus untuk memantau debitur sehingga biaya pemantauan tidak besar yaitu seperti strategi pemberian kredit secara kelompok. Adapun saran bagi penelitian selanjutnya adalah : Perlu adanya analisis regresi untuk faktor-faktor yang masih diduga. Dengan demikian maka data yang dihasilkan akan lebih valid terhadap faktor-faktor tersebut. Sebaiknya ada penggunaan teori atau metode lain untuk melakukan pengelolaan risiko kredit. Hal ini dilakukan untuk melihat apa saja yang mempengaruhi nilai risiko kredit dan juga untuk menentukan strategi pengelolaan risiko yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Agung J et al. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis: Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Jakarta :Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Agung, J. 1998. Financial Deregulation and Bank Lending Channel in Developing Countries: The case of Indonesia. Asian Economic Journal, Sep., 12(3), pp.273-294. Ahlam. 2005. Studi Komparatif Sistem Pengelolaan Kredit antara Lembaga Keuangan Mikro: Upaya Mencari Sistem Lembaga Keuangan Mikro yang Efisien [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bessis J. 1998. Risk Management in Banking. West Sussex: John Wiley@Sons Ltd. [BI] Bank Indonesia. 2011. Generic Model - APEX BPR. [internet] [diacu 8 September 2012]. Tersedia dari: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/ 51B85A91-FE78-4D23-B959-76EDCEA939A5/24851/GenericModel Apex1.zip [BI] Bank Indonesia. 2009. Hasil Kajian Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah untuk Kegiatan Produktif [internet]. [ diacu 24 Juni 2012] Tersedia dari: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/152BE1FA-80D3-4553-9F82-9FA11AD BF238/23539/BukuKajianKreditKonsumsiMikroKecildanMenengahuntuk.p df [BI] Bank Indonesia. 2012. Net Ekspansi Kredit UMKM Perbankan Tahun 2011 [internet]. [ diacu 24 Juni 2012] Tersedia dari: http://www.bi.go.id /NR/rdonlyres/F5F44B3A-A140-4667-8582F27E72009AA4/26506/Perkem bangankreditUMKMdanMKMMEI2012NE1.pdf [BI] Bank Indonesia. 2012. Statistik BPR Konvensional : Perkembangan Kegiatan BPR Skala Nasional dan Jawa Barat 2009 –2011 [internet]. [diacu 8 September 2012] Tersedia dari: http://www.bi.go.id/web/id/Statistik /Statistik+Perbankan/Statistik+BPR/Indikator+Utama/
74 [BI] Bank Indonesia. 2009. Penerapan Manajemen Risiko Untuk Bank Umum [internet]. [diacu 22 September 2012] Tersedia dari: http://m.bi.go.id/web/id/Peraturan/Perbankan/pbi_112509.htm Colica J. 2008. Enterprise Risk Management - Harvard Business School [internet]. [diacu5 Desember 2012] Tersedia dari: http://www.hbs.edu/centennial/ businesssummit/global-business/enterprise-risk-management.pdf [Depkop] Departemen Koperasi dan UMKM. 2012. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2006-2010 [internet]. [diacu 15 Agustus 2012] Tersedia dari: http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phoca download&view=category&id=92:data-umkm-2011&Itemid=93 [Depkop] Departemen Koperasi dan UMKM. 2012. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2011 [internet]. [diacu15 Agustus 2012] Tersedia dari: http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload& view=category&id=109:data-umkm-2012&Itemid=93 Dendawijaya L. 2005. Bank dan Perbankan-Manajemen.Bogor: Ghalia Indonesia Djohanputro B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi (Integrated Corporate Risk Management). Jakarta : PT Pustaka Binaman Presindo Djumhana M. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia. Cetakan Pertama. Bandung : PT Citra Aditya Bakti Ghozali I. 2007. Manajemen Risiko Perbankan.Pendekatan Kuantitatif value at Risk (Var).Ed ke 1.Semarang : UNDIP. Ginting R. 2005. Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas Kredit Praktek Perbankan di Indonesia. Di dalam.Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum.Diskusi Hukum; Bandung, 6 Agustus 2005. Jakarta:Direktorat Hukum Bank Indonesia. hlm 1-20 Irmayanto J et al. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan. Edisi Revisi. Jakarta : Universitas Trisakti. Ismawan B. 2002. Pembiayaan Agribisnis. Jurnal Ekonomi Rakyat. Artikel.Thn 1.No 1.Maret 2002. Jorion P. 2001.Value at Risk - Department of Mathematics [internet]. [diacu10 Maret 2013] Tersedia dari: http://www.math.nus.edu.sg/~urops/Projects /valueatrisk.pdf Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Jakarta.:PT. Raja Grafindo Persada. Kasmir.2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Ed. ke-6.Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada Lipsey dan Richard G.1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: Binarupa Aksara Manurung R dan Rahardja P. 2004. Uang Perbankan dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia). Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI Martowijoyo S. 2002.Dampak Pemberlakuan Sistem Bank Perkreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Pedesaan. Jurnal Ekonomi Rakyat.Th 1.No 5,Juli 2002. Rachman D. 2011. Analisis Manajemen Risiko Kredit Bermasalah Pada Produk Kredit Masyarakat Desa Di Bank X Bogor. [Skripsi]. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi danManajemen. Institut Pertanian Bogor Rahminta D. 2009. Analisis Risiko Kredit di PD BPR BKK Pati Kota Kantor Kas Margoyoso[Skripsi]. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi danManajemen. Institut Pertanian Bogor
75 Salam A. 2003. Strategi Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat[internet]. [diacu 12 Desember 2012]. Tersedia dari: http://www.smecda.com/deputi7 /file_Infokop/Edisi%2022/strategiBPR.htm Saleh Y dan Hidayat Y.2011. Strategi Pengembangan LKM Mendukung Pengentasan Kemiskinan di Perdesaan. Jurnal Ilmu Pertanian. Maluku : Media Agro. Sutoyo. 1994. Pengaruh Penerapan Capital Adequacy Ratio minimum terhadap Perkembangan Sektor Perbankan. Yogyakarta: Pustaka Media Wijono WW. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisis Khusus : 86-100. Yuliana R. 2011. Analisis Manajemen Risiko PT ABC Finance [Skripsi]. Departemen Manajemen.Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor
76 Lampiran 1 Matriks Transisi Bulanan BPR X Cirebon Tahun 2012
Januari 2012- Februari 2012 L KL D L 0.9988675 0.0011325 KL 0 1 D 0 0.08 M 0 0
M 0 0 0 0
0 0 0.92 1
Februari 2012- Maret 2012 L KL D M L 1 0 0 0 KL 0.0227273 0.9772727 0 0 D 0 0 0 0 M 0 0 0.1666667 0.8333333 Maret 2012- April 2012 L KL D M L 1 0 0 0 KL 0.0232558 0.9767442 0 0 D 0 0 1 0 M 0 0 0.1142857 0.8857143 April 2012- Mei 2012 L KL D M L 0.9988726 0.0011274 0 KL 0 1 0 D 0 0.0909091 0.9090909 M 0 0 0
0 0 0 1
Mei 2012- Juni 2012 L KL D M L 1 0 0 0 KL 0.0465116 0.9534884 0 0 D 0 0 1 0 M 0 0 0.0645161 0.9354839 Juni 2012- Juli 2012 L KL D L 1 0 KL 0.0731707 0.9268293 D 0 0 M 0 0
M 0 0 1 0
0 0 0 1
77
Juli 2012- Agustus 2012 L KL D M L 0.9988777 0.0011223 0 0 KL 0 1 0 0 D 0 0.1666667 0.8462 0 M 0 0.1034483 0 0.8965517 Agustus 2012- September 2012 L KL D L 1 0 KL 0.0227273 0.9772727 D 0 0 M 0 0
M 0 0 0.8 0
0 0 0.2 1
September 2012- Oktober 2012 L KL D M L 0.9988739 0.0011261 0 KL 0 1 0 D 0 0.1111 0.8889 M 0 0 0 Oktober 2012- November 2012 L KL D L 1 0 KL 0.0681818 0.9318182 D 0 0 M 0 0
0 0 0 1
M 0 0 1 0.25
November 2012- Desember 2012 L KL D M L 1 0 0 KL 0.097561 0.8536585 0.0487805 D 0 0 1 M 0 0 0
0 0 0 0.75
0 0 0 1
78 Lampiran 2 Perhitungan VaR Skenario 1 Kondisi saat ini Baki Debet Kredit Mikro UMKM Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 7,604,041,000 93.90% K. Lancar 208,407,000 2.57% Diragukan 148,800,000 1.84% Macet 136,466,000 1.69% Total Baki Debet 8,097,714,000 Nilai baki Debet dengan Bunga Kolektibilitas Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding Lancar 21% 7,604,041,000 1,596,848,610.00 1,287,781,137.10 2,884,629,747.10 KL 21% 208,407,000 43,765,470.00 35,294,733.87 79,060,203.87 D 21% 148,800,000 31,248,000.00 25,200,000.00 56,448,000.00 M 21% 136,466,000 28,657,860.00 23,111,177.42 51,769,037.42 Kolektibilitas Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.9996 2,884,629,747 2,883,447,479 (1,363,007) 1,857,027,158,292 K. Lancar 0.0322 79,060,204 2,545,275 (2,806,932,550) 253,653,435,376,959,000 Diragukan 0.0000 56,448,000 (2,829,544,754) Macet 0.0000 51,769,037 (2,834,223,717) Total Weighted PV 2,885,992,754 Variance/total ragam 253,655,292,404,117,000 Dev. Standar/ volatilitas 503,642,028.04 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 828,417,416.50 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 1,171,646,561.20 Kolektibilitas Kurang Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0004 2,884,629,747 1,182,268 2,804,493,853 3,223,552,915,797,190 K. Lancar 0.9634 79,060,204 76,164,329 (1,075,690) 1,114,726,023,593 Diragukan 0.0408 56,448,000 2,302,441 (23,687,894) 22,887,208,461,552 Macet 0.0094 51,769,037 486,856 (28,366,857) 7,567,509,949,791 Total Weighted PV 80,135,894 Variance/total ragam 3,255,122,360,232,130 Dev. Standar/ volatilitas 57,053,679.64 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 93,844,951.88 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 132,726,706.33 Kolektibilitas Diragukan Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 2,884,629,747 2,838,144,191 K. Lancar 0.0044 79,060,204 350,600 32,574,648 4,705,577,330,065 Diragukan 0.7677 56,448,000 43,332,517 9,962,444 76,189,855,520,941 Macet 0.0541 51,769,037 2,802,439 5,283,481 1,511,146,235,618 Total Weighted PV 46,485,556 Variance/total ragam 82,406,579,086,623 Dev. Standar/ volatilitas 9,077,806.95 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 14,931,663.69 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 21,118,136.91 Kolektibilitas Macet Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 2,884,629,747 2,830,402,572 K. Lancar 0.0000 79,060,204 24,833,029 Diragukan 0.1018 56,448,000 5,747,433 2,220,825 502,173,864,560 Macet 0.9365 51,769,037 48,479,742 (2,458,137) 5,658,515,357,061 Total Weighted PV 54,227,175 Variance/total ragam 6,160,689,221,621 Dev. Standar/ volatilitas 2,482,073.57 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 4,082,647.72 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 5,774,166.58 Total Value at Risk Kredit Mikro UMKM Z Score 5% Z Score 1 % Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM VaR (%) dari Baki Debet Persentase Z Score 5% Persentase Z Score 1 %
941,276,679.79 1,331,265,571.02 8,097,714,000 11.62% 16.44%
79 Lampiran 3 Perhitungan VaR Skenario 2 Kondisi : Ketika BPR X Cirebon menaikan suku bunga Baki Debet Kredit Mikro UMKM Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 7,604,041,000 93.90% K. Lancar 208,407,000 2.57% Diragukan 148,800,000 1.84% Macet 136,466,000 1.69% Total Baki Debet 8,097,714,000 Nilai baki Debet dengan Bunga Kolektibilitas Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding Lancar 24% 7,604,041,000 1,824,969,840.00 1,471,749,870.97 3,296,719,710.97 KL 24% 208,407,000 50,017,680.00 40,336,838.71 90,354,518.71 D 24% 148,800,000 35,712,000.00 28,800,000.00 64,512,000.00 M 24% 136,466,000 32,751,840.00 26,412,774.19 59,164,614.19 Kolektibilitas Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.9996 3,296,719,711 3,295,368,548 (1,557,722) 2,425,504,859,808 K. Lancar 0.0322 90,354,519 2,908,886 (3,207,922,915) 331,302,446,206,640,000 Diragukan 0.0000 64,512,000 (3,233,765,433) Macet 0.0000 59,164,614 (3,239,112,819) Total Weighted PV 3,298,277,433 Variance/total ragam 331,304,871,711,500,000 Dev. Standar/ volatilitas 575,590,889.18 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 946,762,761.71 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 1,339,024,641.37 Kolektibilitas Kurang Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0004 3,296,719,711 1,351,163 3,205,135,832 4,210,354,828,796,340 K. Lancar 0.9634 90,354,519 87,044,948 (1,229,360) 1,455,968,683,876 Diragukan 0.0408 64,512,000 2,631,361 (27,071,879) 29,893,496,766,109 Macet 0.0094 59,164,614 556,407 (32,419,265) 9,884,094,628,299 Total Weighted PV 91,583,879 Variance/total ragam 4,251,588,388,874,620 Dev. Standar/ volatilitas 65,204,205.30 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 107,251,373.58 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 151,687,664.38 Kolektibilitas Diragukan Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 3,296,719,711 3,243,593,361 K. Lancar 0.0044 90,354,519 400,685 37,228,169 6,146,060,186,207 Diragukan 0.7677 64,512,000 49,522,877 11,385,650 99,513,280,680,413 Macet 0.0541 59,164,614 3,202,788 6,038,265 1,973,742,022,031 Total Weighted PV 53,126,350 Variance/total ragam 107,633,082,888,651 Dev. Standar/ volatilitas 10,374,636.52 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 17,064,758.51 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 24,135,013.61 Kolektibilitas Macet Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 3,296,719,711 3,234,745,797 K. Lancar 0.0000 90,354,519 28,380,605 Diragukan 0.1018 64,512,000 6,568,495 2,538,086 655,900,557,793 Macet 0.9365 59,164,614 55,405,419 (2,809,300) 7,390,713,935,754 Total Weighted PV 61,973,914 Variance/total ragam 8,046,614,493,546 Dev. Standar/ volatilitas 2,836,655.51 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 4,665,883.11 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 6,599,047.52 Total Value at Risk Kredit Mikro UMKM Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM VaR (%) dari Baki Debet Persentase Persentase
Z Score 5% Z Score 1 %
1,075,744,776.91 1,521,446,366.88 8,097,714,000
Z Score 5% Z Score 1 %
13.28% 18.79%
80 Lampiran 4 Perhitungan VaR Skenario 3 Kondisi : Jika peluang perpindahan tiap kolektibilitas sama dengan 1 Baki Debet Kredit Mikro UMKM Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 7,604,041,000 93.90% K. Lancar 208,407,000 2.57% Diragukan 148,800,000 1.84% Macet 136,466,000 1.69% Total Baki Debet 8,097,714,000 Nilai baki Debet dengan Bunga Kolektibilitas Tahun1 Lancar 21% KL 21% D 21% M 21%
Baki debet 7,604,041,000 208,407,000 148,800,000 136,466,000
PV 1,596,848,610.00 43,765,470.00 31,248,000.00 28,657,860.00
FV Total Value Outstanding 1,287,781,137.10 2,884,629,747.10 35,294,733.87 79,060,203.87 25,200,000.00 56,448,000.00 23,111,177.42 51,769,037.42
Kolektibilitas Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000 Total Weighted PV 3,071,906,988 Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 12,134,180,289.75 Kolektibilitas Kurang Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000 Total Weighted PV 3,071,906,988 Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 12,134,180,289.75 Kolektibilitas Diragukan Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000 Total Weighted PV 3,071,906,988 Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 12,134,180,289.75 Kolektibilitas Macet Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstanding Bobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 1.0000 2,884,629,747 2,884,629,747 (187,277,241) 35,072,765,105,313,800 K. Lancar 1.0000 79,060,204 79,060,204 (2,992,846,785) 8,957,131,875,588,530,000 Diragukan 1.0000 56,448,000 56,448,000 (3,015,458,988) 9,092,992,910,644,530,000 Macet 1.0000 51,769,037 51,769,037 (3,020,137,951) 9,121,233,242,875,630,000 Total Weighted PV 3,071,906,988 Variance/total ragam 27,206,430,794,214,000,000 Dev. Standar/ volatilitas 5,215,978,411.98 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 8,579,521,009.04 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 12,134,180,289.75 Total Value at Risk Kredit Mikro Z Score UMKM 5% Z Score 1 % Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM VaR (%) dari Baki Debet Persentase Z Score 5% Persentase Z Score 1 %
34,318,084,036.17 48,536,721,158.99 8,097,714,000 423.80% 599.39%
81 Lampiran 5 Perhitungan VaR Skenario 4 Kondisi: Jika seluruh nilai Baki Debet Kredit meningkat 50% Baki Debet Kredit Mikro UMKM Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 11,406,061,500 93.90% K. Lancar 312,610,500 2.57% Diragukan 223,200,000 1.84% Macet 204,699,000 1.69% Total Baki 12,146,571,000 Debet Nilai baki Debet dengan Bunga Kolektibilitas Tahun1 Lancar 21% KL 21% D 21% M 21%
Baki debet 11,406,061,500 312,610,500 223,200,000 204,699,000
PV 2,395,272,915.00 65,648,205.00 46,872,000.00 42,986,790.00
FV Total Value Outstanding 1,931,671,705.65 4,326,944,620.65 52,942,100.81 118,590,305.81 37,800,000.00 84,672,000.00 34,666,766.13 77,653,556.13
Kolektibilitas Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.9996 4,326,944,621 4,325,171,219 (2,044,511) 4,178,311,106,157 K. Lancar 0.0322 118,590,306 3,817,913 (4,210,398,826) 570,720,229,598,157,000 Diragukan 0.0000 84,672,000 (4,244,317,131) Macet 0.0000 77,653,556 (4,251,335,575) Total Weighted PV 4,328,989,131 Variance/total ragam 570,724,407,909,263,000 Dev. Standar/ volatilitas 755,463,042.05 Z Score 5% VaR 5% Z Score 1 % VaR 1 %
1.645 1,242,626,124.75 2.326 1,757,469,841.80
Kolektibilitas Kurang Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0004 4,326,944,621 1,773,402 4,206,740,779 7,252,994,060,543,690 K. Lancar 0.9634 118,590,306 114,246,494 (1,613,535) 2,508,133,553,083 Diragukan 0.0408 84,672,000 3,453,661 (35,531,841) 51,496,219,038,493 Macet 0.0094 77,653,556 730,284 (42,550,285) 17,026,897,387,031 Total Weighted PV 120,203,841 Variance/total ragam 7,324,025,310,522,300 Dev. Standar/ volatilitas 85,580,519.46 Z Score 5% VaR 5% Z Score 1 % VaR 1 %
1.645 140,767,427.83 2.326 199,090,059.50
Kolektibilitas Diragukan Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 4,326,944,621 4,257,216,287 K. Lancar 0.0044 118,590,306 525,899 48,861,972 10,587,548,992,646 Diragukan 0.7677 84,672,000 64,998,776 14,943,666 171,427,174,922,117 Macet 0.0541 77,653,556 4,203,659 7,925,222 3,400,079,030,139 Total Weighted PV 69,728,334 Variance/total ragam 185,414,802,944,903 Dev. Standar/ volatilitas 13,616,710.43 Z Score 5% VaR 5% Z Score 1 % VaR 1 %
1.645 22,397,495.54 2.326 31,677,205.36
Kolektibilitas Macet Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 4,326,944,621 4,245,603,859 K. Lancar 0.0000 118,590,306 37,249,544 Diragukan 0.1018 84,672,000 8,621,149 3,331,238 1,129,891,195,260 Macet 0.9365 77,653,556 72,719,613 (3,687,206) 12,731,659,553,388 Total Weighted PV 81,340,762 Variance/total ragam 13,861,550,748,648 Dev. Standar/ volatilitas 3,723,110.36 Z Score 5% VaR 5% Z Score 1 % VaR 1 % Total Value at Risk Kredit Mikro Z ScoreUMKM 5% Z Score 1 % Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM VaR (%) dari Baki Debet Persentase Z Score 5% Persentase Z Score 1 %
1.645 6,123,971.58 2.326 8,661,249.87 1,411,915,019.69 1,996,898,356.53 12,146,571,000 11.62% 16.44%
82 Lampiran 6 Perhitungan VaR Skenario 4
hanya nilai Baki Debet Kredit pada kolektibiltas Lancar yang meningkat 50% Baki Debet Kredit Mikro UMKM Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 11,406,061,500 95.85% K. Lancar 208,407,000 1.75% Diragukan 148,800,000 1.25% Macet 136,466,000 1.15% Total Baki Debet 11,899,734,500 Nilai baki Debet dengan Bunga Kolektibilitas Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding Lancar 21% 11,406,061,500 2,395,272,915.00 1,931,671,705.65 4,326,944,620.65 KL 21% 208,407,000 43,765,470.00 35,294,733.87 79,060,203.87 D 21% 148,800,000 31,248,000.00 25,200,000.00 56,448,000.00 M 21% 136,466,000 28,657,860.00 23,111,177.42 51,769,037.42 Kolektibilitas Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.9996 4,326,944,621 4,325,171,219 (771,873) 595,544,103,088 K. Lancar 0.0322 79,060,204 2,545,275 (4,248,656,290) 581,138,960,770,846,000 Diragukan 0.0000 56,448,000 (4,271,268,494) Macet 0.0000 51,769,037 (4,275,947,456) Total Weighted PV 4,327,716,494 Variance/total ragam 581,139,556,314,949,000 Dev. Standar/ volatilitas 762,325,098.84 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 1,253,913,203.74 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 1,773,433,373.00 Kolektibilitas Kurang Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0004 4,326,944,621 1,773,402 4,246,217,593 7,389,759,584,806,350 K. Lancar 0.9634 79,060,204 76,164,329 (1,666,824) 2,676,537,142,852 Diragukan 0.0408 56,448,000 2,302,441 (24,279,028) 24,043,767,143,089 Macet 0.0094 51,769,037 486,856 (28,957,991) 7,886,193,303,749 Total Weighted PV 80,727,028 Variance/total ragam 7,424,366,082,396,040 Dev. Standar/ volatilitas 86,164,761.26 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 141,728,420.07 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 200,449,209.17 Kolektibilitas Diragukan Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 4,326,944,621 4,280,459,065 K. Lancar 0.0044 79,060,204 350,600 32,574,648 4,705,577,330,065 Diragukan 0.7677 56,448,000 43,332,517 9,962,444 76,189,855,520,941 Macet 0.0541 51,769,037 2,802,439 5,283,481 1,511,146,235,618 Total Weighted PV 46,485,556 Variance/total ragam 82,406,579,086,623 Dev. Standar/ volatilitas 9,077,806.95 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 14,931,663.69 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 21,118,136.91 Kolektibilitas Macet Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per rating selisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 4,326,944,621 4,272,717,446 K. Lancar 0.0000 79,060,204 24,833,029 Diragukan 0.1018 56,448,000 5,747,433 2,220,825 502,173,864,560 Macet 0.9365 51,769,037 48,479,742 (2,458,137) 5,658,515,357,061 Total Weighted PV 54,227,175 Variance/total ragam 6,160,689,221,621 Dev. Standar/ volatilitas 2,482,073.57 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 4,082,647.72 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 5,774,166.58 Total Value at Risk Kredit Mikro UMKM Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM VaR (%) dari Baki Debet Persentase Persentase
Z Score 5% Z Score 1 %
1,414,655,935.22 2,000,774,885.66 11,899,734,500
Z Score 5% Z Score 1 %
11.89% 16.81%
83 Lampiran 7 Perhitungan VaR Skenario 4 Kondisi: Jika hanya nilai Baki Debet Kredit pada kolektibiltas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet yang meningkat 50% Baki Debet Kredit Mikro UMKM Kolektibilitas Nilai Baki Debet Persentase Lancar 7,604,041,000 91.13% K. Lancar 312,610,500 3.75% Diragukan 223,200,000 2.67% Macet 204,699,000 2.45% Total Baki Debet 8,344,550,500 Nilai baki Debet dengan Bunga Kolektibilitas Tahun1 Baki debet PV FV Total Value Outstanding Lancar 21% 7,604,041,000 1,596,848,610.00 1,287,781,137.10 2,884,629,747.10 KL 21% 312,610,500 65,648,205.00 52,942,100.81 118,590,305.81 D 21% 223,200,000 46,872,000.00 37,800,000.00 84,672,000.00 M 21% 204,699,000 42,986,790.00 34,666,766.13 77,653,556.13 Kolektibilitas Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.9996 2,884,629,747 2,883,447,479 (2,635,645) 6,943,776,004,870 K. Lancar 0.0322 118,590,306 3,817,913 (2,768,675,086) 246,786,148,629,889,000 Diragukan 0.0000 84,672,000 (2,802,593,392) Macet 0.0000 77,653,556 (2,809,611,836) Total Weighted PV 2,887,265,392 Variance/total ragam 246,793,092,405,894,000 Dev. Standar/ volatilitas 496,782,741.65 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 817,134,894.42 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 1,155,689,474.91 Kolektibilitas Kurang Lancar Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0004 2,884,629,747 1,182,268 2,765,017,040 3,133,440,431,667,660 K. Lancar 0.9634 118,590,306 114,246,494 (1,022,401) 1,007,016,438,958 Diragukan 0.0408 84,672,000 3,453,661 (34,940,707) 49,797,013,962,224 Macet 0.0094 77,653,556 730,284 (41,959,151) 16,557,088,014,661 Total Weighted PV 119,612,707 Variance/total ragam 3,200,801,550,083,500 Dev. Standar/ volatilitas 56,575,626.82 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 93,058,624.97 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 131,614,589.18 Kolektibilitas Diragukan Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 2,884,629,747 2,814,901,413 K. Lancar 0.0044 118,590,306 525,899 48,861,972 10,587,548,992,646 Diragukan 0.7677 84,672,000 64,998,776 14,943,666 171,427,174,922,117 Macet 0.0541 77,653,556 4,203,659 7,925,222 3,400,079,030,139 Total Weighted PV 69,728,334 Variance/total ragam 185,414,802,944,903 Dev. Standar/ volatilitas 13,616,710.43 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 22,397,495.54 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 31,677,205.36 Kolektibilitas Macet Kolektibilitas Probabilitas/ Peluang Total value outstandingBobot nilai per ratingselisih nilai baki debet Ragam Lancar 0.0000 2,884,629,747 2,803,288,985 K. Lancar 0.0000 118,590,306 37,249,544 Diragukan 0.1018 84,672,000 8,621,149 3,331,238 1,129,891,195,260 Macet 0.9365 77,653,556 72,719,613 (3,687,206) 12,731,659,553,388 Total Weighted PV 81,340,762 Variance/total ragam 13,861,550,748,648 Dev. Standar/ volatilitas 3,723,110.36 Z Score 5% 1.645 VaR 5% 6,123,971.58 Z Score 1 % 2.326 VaR 1 % 8,661,249.87 Total Value at Risk Kredit Mikro Z Score UMKM 5% Z Score 1 % Total Baki Debet Kredit Mikro UMKM VaR (%) dari Baki Debet Persentase Z Score 5% Persentase Z Score 1 %
938,714,986.51 1,327,642,519.31 8,344,550,500 11.25% 15.91%
84
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, DKI Jakarta pada tanggal 25 Mei 1988. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rasman Panjaitan dan Ibu Timoria Rusyana Simatupang. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Guntur Kota Cirebon pada tahun 2000 kemudian dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di SMPN 5 Cirebon pada tahun 2003. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Cirebon pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2006. Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2008. Selain itu, penulis juga pernah berpartisipasi dalam kepanitiaan tingkat IPB pada kegiatan Economic Contest tahun 2008 sebagai anggota divisi sponsorship. Penulis pernah bekerja sebagai pengajar matematika di bimbingan belajar Mathmagic Club pada tahun 2009. Penulis juga pernah berpartisipasi di Bank Mandiri sebagai staf bagian kredit pada tahun 2011 dan berpartisipasi pada pameran Indo Green Forestry sebagai asisten Departemen Kehutanan Kalimantan Tengah pada tahun 2011.