PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI DI AGROWISATA KRISNA
Pemangkasan produksi dilakukan sekali setiap musim setelah perompesan. Perompesan maupun pemangkasan produksi dilakukan setelah panen, yaitu sekitar 10 HSP. Perompesan dan pemangkasan yang dilakukan sebelum waktunya tidak akan membentuk bunga, melainkan daun yang tumbuh kurang subur. Keterbatasan tenaga kerja menyebabkan pemangkasan di Agrowisata Krisna tidak dapat dilakukan secara serempak dalam satu waktu dan harus menyesuaikan dengan kemampuan tenaga kerjanya. Waktu pemangkasan yang tidak serempak menyebabkan adanya tingkat perkembangan yang berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lain dalam satu blok. Waktu berbunga dan waktu muncul buah berbeda dalam satu blok, sedangkan panen dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, sehingga ada perbedaan tingkat kematangan saat panen Mata tunas pada Manalagi mulai terdiferensiasi sehingga mengalami pecah tunas pada dua minggu setelah pangkas (MSA), sedangkan Rome Beauty mulai terdiferensiasi pada 1 MSA (Tabel 10). Waktu pecah tunas pada apel memang dipengaruhi oleh kultivar. Soelarso (1997) menyatakan, waktu pecah tunas Rome Beauty umumnya terjadi pada 22 hari setelah rompes (HSR) sedangkan Manalagi pada 27 HSR. Tabel 10. Waktu Pangkas, Pecah Tunas, Bunga Mekar Serempak, dan Muncul Buah Kultivar Rome Beauty Manalagi
Waktu Pangkas 14 HSP 21 HSP 14 HSP 21 HSP
Waktu Waktu Bunga Waktu Pecah Tunas Mekar Serempak Muncul Buah ------------------- MSA ------------------1 4 6 2 4 6 2 4 6 2 4 6
Mata tunas pada apel akan mengalami pecah tunas dan terdiferensiasi menjadi tiga macam tunas yaitu tunas campuran, tunas tumpul yang ruasnya rapat seperti taji, dan tunas vegetatif. Tunas campuran terdiri dari bakal bunga yang
35 disampingnya tumbuh daun. Tunas tumpul bisa tumbuh menjadi bunga dan daun atau hanya daun saja, sedangkan tunas vegetatif hanya terdiri dari daun. Tunas pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi lebih banyak terdiferensiasi menjadi tunas campuran daripada tunas vegetatif baik pada pemangkasan yang dilakukan pada 14 HSP maupun 21 HSP (Tabel 11). Hal ini sesuai dengan tujuan pemangkasan produksi yaitu untuk memelihara tunas yang produktif saja sehingga pemanfaatan unsur hara dan sinar matahari dapat dioptimalkan untuk meningkatkan hasil produksi dan mutu buah. Tabel 11. Jumlah Mata Tunas Awal, Persentase Pecah Tunas Campuran, dan Persentase Pecah Tunas Vegetatif Rome Beauty 14 HSP 21 HSP Jumlah Mata Tunas (0 MSA) Persentase Pecah Tunas Campuran (%) Persentase Pecah Tunas Vegetatif (%)
Manalagi 14 HSP 21 HSP
56.40
34.53
49.33
45.20
75.53
82.24
55.81
44.10
16.19
10.23
17.70
10.18
Rome Beauty lebih banyak menghasilkan tunas campuran daripada Manalagi. Hal ini disebabkan karena tunas pada Manalagi berukuran lebih kecil dan lebih rapat daripada Rome Beauty, sehingga sulit dibedakan antara mata tunas yang diperkirakan produktif dan tidak produktif saat dilakukan pemangkasan. Mata tunas yang produktif dan akan dipelihara mempunyai ciri-ciri lebih gemuk dan lebih padat apabila dipegang daripada tunas yang tidak produktif (Gambar 11).
a
b
Gambar 11. Mata Tunas pada Apel; a) Tunas Produktif, b) Tunas Tidak Produktif Waktu pemangkasan berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas vegetatif dan tunas campuran pada akhir pengamatan (Tabel 12). Tanaman yang dipangkas
36 pada 14 HSP mengalami pertambahan tunas vegetatif dan tunas campuran lebih banyak daripada tanaman yang dipangkas pada 21 HSP. Hal ini diduga karena pada tanaman yang dipangkas 21 HSP, cadangan makanan juga termanfaatkan untuk pertumbuhan tunas yang tidak produktif dan menjadi terbuang ketika cabang dipangkas. Hal ini menyebabkan tunas kekurangan zat makanan untuk mendukung pembungaan. Tabel 12. Jumlah Tunas Vegetatif dan Tunas Campuran per Cabang Rome Beauty 14 HSP 21 HSP Hasil uji t-student
∑ tunas vegetatif/ cabang 15.37 8.62
∑ tunas campuran/ cabang 49.40 34.11
*
*
Manalagi
14 HSP 21 HSP Hasil uji t-student
∑ tunas vegetatif/ cabang 23.11 11.94
∑ tunas campuran/ cabang 33.39 23.30
*
*
Keterangan: * = Berbeda nyata pada taraf 5%
Jumlah Bunga dan Kerontokan Bunga Bunga apel tumbuh pada ujung tunas. Mahkota bunganya berjumlah lima. Bunga Rome Beauty berwarna putih dengan merah muda di tepinya, sedangkan Manalagi berwarna putih (Gambar 12).
a
b
Gambar 12. Bunga pada Apel; a) Bunga Rome Beauty, b) Bunga Manalagi Kuncup bunga mulai muncul pada 3 MSA pada kedua kultivar, dan berbunga serempak pada 4 MSA. Hasil uji t-student (Tabel 13) menunjukkan bahwa waktu pangkas tidak berbeda nyata terhadap jumlah bunga pada kedua kultivar. Jumlah bunga pada Rome Beauty lebih banyak daripada Manalagi
37 (Tabel 13), hal ini merupakan akibat dari jumlah mata tunas yang terdiferensiasi menjadi tunas campuran pada Rome Beauty lebih banyak daripada Manalagi. Tabel 13. Jumlah Bunga pada Rome Beauty dan Manalagi Rome Beauty 14 HSP 21 HSP Hasil uji t-student
Jumlah Bunga 31.3 24.5 tn
Manalagi 14 HSP 21 HSP Hasil uji t-student
Jumlah Bunga 13.41 12.52 tn
Bunga mekar serempak pada 4 MSA pada kedua kultivar dan terjadi kerontokan pada 5 dan 6 MSA (Gambar 13). Anomali cuaca mengakibatkan hujan deras masih turun pada bulan April. Tercatat ada 20 hari hujan (HH) dengan ratarata curah hujan sebanyak 16.44 mm/hari dari tanggal 3 April-23 April 2010, yaitu saat bunga muncul pada tanaman contoh. Rome Beauty mengalami tingkat kerontokan yang lebih tinggi daripada Manalagi saat 5 MSA. Hampir 100 % bunga yang tidak diserbuki sudah rontok pada 6 MSA (Tabel 14) sementara sisanya rontok pada minggu berikutnya, sedangkan yang berhasil diserbuki akan membentuk pentil buah (fruit set).
Gambar 13. Pertambahan Jumlah Bunga pada Kultivar Rome Beauty dan Manalagi Tabel 14. Tingkat Kerontokan Bunga dan Persentase Fruit Set Kultivar
Rome Beauty Manalagi
Waktu Pangkas 14 HSP 21 HSP 14 HSP 21 HSP
Tingkat Tingkat Kerontokan Bunga Kerontokan Fruit Set (5 MSA) Bunga (6 MSA) -------------------------- % --------------------------41.23 96.98 1.79 43.12 98.50 1.50 34.76 69.44 29.60 27.96 70.05 29.95
38 Perbedaan tingkat kerontokan bunga pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi ini kemungkinan dipengaruhi oleh genetik masing-masing kultivar. Edigius (2006) menyatakan, proses pembungaan tanaman apel telah terjadi sejak kuncup dan mulai terbentuk setelah terbentuknya kuncup terminal, sebelum kuncup membuka. Proses terjadinya kuncup bunga ini dipengaruhi oleh sifat genetik masing-masing kultivar, akumulasi hormon florigen, dan faktor lingkungan. Pembentukan Buah (Fruit Set) Curah hujan yang tinggi menjadi kendala utama dalam pembentukan buah tanaman apel. Ashari (2004) menyatakan, hujan di samping dapat membatasi atau mencegah aktivitas lebah secara tidak langsung juga menyebabkan terbatasnya penyebaran tepung sari sehingga mengganggu proses penyerbukan. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kelembaban menjadi tinggi sehingga tepung sari menggumpal. Tepung sari yang menggumpal dapat terganggu fertilitasnya dan terhambat penyebarannya, terutama oleh angin. Fruit set terjadi 6 MSA pada Rome Beauty dan Manalagi. Kultivar Manalagi lebih tahan terhadap hujan dibanding Rome Beauty, terlihat dari presentase fruit set Manalagi yang lebih tinggi daripada Rome Beauty (Tabel 15). Pada umumnya, kultivar Manalagi memang menghasilkan lebih banyak buah/pohon daripada Rome Beauty. Pada kondisi optimum, Rome Beauty dapat menghasilkan 25 kg/pohon, sedangkan produksi Manalagi dapat mencapai 30 – 40 kg/pohon. Uji t-student pada Tabel 15 menunjukkan bahwa perbedaan waktu pangkas mempengaruhi jumlah buah pada Rome Beauty. Jumlah buah kedua kultivar yang dipangkas pada 14 HSP lebih tinggi daripada yang dipangkas pada 21 HSP. Hal ini diduga karena pada tanaman yang dipangkas 21 HSP, cadangan makanan juga termanfaatkan untuk pertumbuhan tunas yang tidak produktif dan menjadi terbuang ketika cabang dipangkas. Hal ini menyebabkan tunas kekurangan zat makanan untuk mendukung pembungaan.
39 Tabel 15. Jumlah Buah pada Rome Beauty dan Manalagi Rome Beauty Jumlah Buah Manalagi Jumlah Buah 14 HSP 1.41 14 HSP 6.59 21 HSP 0.74 21 HSP 5.91 Hasil uji t-student * Hasil uji t-student tn Keterangan: *= nyata pada taraf 5%, tn= tidak nyata pada taraf 5%
Buah mulai berbentuk pentil pada 5 MSA. Ruhiyat (2008) menyatakan, buah apel mengalami fase-fase perkembangan buah sebagai berikut: fase buah sebesar pentil, fase buah sebesar kelereng, fase buah sebesar telur, fase pemasakan buah, dan fase panen. Semua kultivar akan mengalami fase tersebut, akan tetapi saatnya berbeda untuk masing-masing kultivar. Fase perkembangan buah pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
c e a d b Gambar 14. Fase Perkembangan Buah pada Apel Rome Beauty; Fase Pentil, b) Fase Kelereng, c) Fase Telur, d) Fase Tua, e) Fase Panen m
a
b
c
d
e
m
Gambar 15. Fase Perkembangan Buah pada Apel Manalagi; a) Fase Pentil, b) Fase Kelereng, c) Fase Telur, d) Fase Tua, e) Fase Panen Gambar 16 menunjukkan pertumbuhan buah pada kultivar Rome Beauty dan Manalagi. Diameter buah terus bertambah sejak pentil buah muncul dengan pertambahan diameter yang relatif sama setiap minggunya.
40
Gambar 16. Pertumbuhan Buah pada Kultivar Rome Beauty dan Manalagi Perbedaan waktu pangkas tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan buah (Tabel 16). Ukuran buah apel dipengaruhi banyaknya biji yang terdapat dalam buah. Pembentukan dan perkembangan buah yang sempurna akan menghasilkan 10 biji dalam buah. Ukuran buah juga dipengaruhi oleh aplikasi insektisida atau fungisida, penjarangan buah dini, dan jumlah air yang cukup pada akhir musim (Ashari, 2004). Aplikasi insektisida dan fungisida mempengaruhi serangan hama dan penyakit pada tanaman sehingga berpengaruh terhadap perkembangan buah. Tabel 16. Pertambahan Diameter Buah pada Rome Beauty dan Manalagi Rome Beauty 14 HSP 21 HSP Hasil uji t-student
Pertambahan Diameter Buah (cm) 1.326 0.974 tn
Keterangan: tn= tidak nyata pada taraf 5%
Manalagi 14 HSP 21 HSP Hasil uji t-student
Pertambahan Diameter Buah (cm) 1.433 1.389 tn