PENGELOLAAN INFORMASI DI ERA KETERBUKAAN INFORMASI
DITERBITKAN OLEH: BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA BANDUNG (BPPKI) BADAN LITBANG SDM KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
DAFTAR ISI Observasi Volume 12, No. 1, Tahun 2014 Dari Redaksi v Pengelolaan Informasi di Era Keterbukaan Informasi Topik Utama 1 Makna Keterbukaan Informasi di Ruang Publik pada Program Bedan Editorial Media Indonesia di Metro TV Lucy Pujasari Supratman 11
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi Sapta Sari
27
Pengelolaan Informasi oleh Badan Publik Pemerintah Paska Reformasi Birokrasi C.Suprapti Dwi Takariani
41
PPID dan Transfer Informasi dalam Perspektif Keterbukaan Informasi Publik di Jawa Barat Syarif Budhirianto
51
Sistem Informasi Dana Kampanye Partai Politik Berbasis Web di Era Keterbukaan Nana Suryana
59
Managemen Informasi suatu Alternatif Ditinjau dari Perspektif Teori Efek Komunikasi Massa Sri Wahyuningsih Tentang Penulis
85
Petunjuk Penulisan
87
Topik Mendatang Observasi Vol. 12 No. 1 Tahun 2014
KUMPULAN ABSTRAK SSN. 1412 – 5900
Vol. 12, Nomor 1, Tahun 2014
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya MAKNA KETERBUKAAN INFORMASI DI RUANG PUBLIK PADA PROGRAM BEDAH EDITORIAL MEDIA INDONESIA DI METRO TV Lucy Pujasari Supratman DISCLOSURE OF INFORMATION MEANING IN THE PUBLIC AT PROGRAM BEDAH EDITORIAL MEDIA INDONESIA IN METRO TV Abstract Editorial is the attitude of a mass media on one phenomenon or emerging discourse in society. In generally, the format of each editorial is in its own media private right. It contains of arguments that based on single truth from the mass media. Unlike Editorial Media Indonesia, it has a breakthrough visualizing its editorial to public sphere in television program. It is called Bedah Editorial Media Indonesia which ‘totally’ elaborate the content of editorial by opening interactive dialogue segment as the representation of the openess information era. Bedah Editorial Media Indonesia program carries assertive, straight forward and honest in delivering their voices based on interactive grand theory. It proposes neutrality in critical action by voicing the truth, especially national ideology, Pancasila (five basic principles of the Republic of Indonesia), four pillars of the nation and democratic values to the audiences.
editorial pada umumnya bersifat hak privat, berisi pendapat berdasarkan argumen-argumen yang merupakan sebuah kebenaran tunggal dari media massa tersebut. Berbeda halnya dengan Editorial Media Indonesia yang meneropong pada terobosan lain melalui visualiasi tajuk rencananya ke ruang publik televisi. Program yang diangkat ke layar kaca ini bernama Bedah Editorial Media Indonesia, pada akhirnya ‘benar-benar’ membedah konten editorial koran dengan membuka segmen dialog interaktif sebagai representasi dari era keterbukaan informasi. Program Bedah Editorial Media Indonesia yang mengusung tegas, lugas, dan jujur bersuara ini dalam dialog interaktifnya selalu berbasiskan grand teori dengan mengusung kenetralan dalam bersikap kritis dengan menyuarakan yang sebenarnya terutama ideologi tentang kebangsaan, pancasila, empat pilar bangsa, serta nilai-nilai demokrasi pada khalayak luas. Kata kunci: hak privat, ruang publik, program Bedah Editorial Media Indonesia
MENEROPONG PRODUKSI MEDIA DAN IDEALISME MEDIA DALAM KETERBUKAAN INFORMASI Sapta Sari
Keywords: private rights, public sphere, Bedah Editorial Media Indonesia television program
MEDIA PRODUCTION AND IDEALISM MEDIA Telescoped IN INFORMATION DISCLOSURE
Abstrak
Abstract
Editorial merupakan sikap dari sebuah media massa pada peristiwa atau wacana yang tengah berkembang di masyarakat. Format setiap
The mass media have a duty and obligation which is very important for society. The main task of journalism is to convey the truth.
KUMPULAN ABSTRAK Delivering the truth is not an easy job, because there are factors that become an obstacle for example the interests media managers. Disclosure of the information is supported by the development of technology makes media managers compete to present information for the public. Media management is not just talk how to travel media itself since the conventional to the current interactive media, how media can carry out their duties as a theoretical perspective represented in the media, such as what is generated media production, how to media managers take advantage the disclosure of information in media production, as well as how the media itself a form of responsibility to the society associated with the production they produce. Keywords: media production, media idealism, disclosure of information. Abstrak Media massa memiliki tugas dan kewajiban yang sangat penting bagi masyarakat. Tugas utama dari jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran. Menyampaikan kebenaran tersebut bukan pekerjaan mudah, karena ada faktor yang menjadi penghambat misalnya berbentur dengan kepentingan pengelola media. Keterbukaan informasi yang didukung dengan perkembangan teknologi membuat pengelola media berlomba menyajikan informasi untuk masyarakat. Pengelolaan media tidak saja berbicara bagaimana perjalanan media massa itu sendiri sejak era konvensional sampai media interaktif saat ini, bagaimana media bisa menjalankan tugasnya seperti yang tergambarkan dalam perspektif teoritis media, seperti apa produksi media yang dihasilkan, bagaimana pengelola media memanfaatkan keterbukaan informasi dalam produksi medianya, serta bagaimana bentuk tanggungjawab media itu sendiri kepada masyarakat berkaitan dengan produksi yang mereka hasilkan kepada masyarakat.
Kata kunci: produksi media, idealisme media, keterbukaan informasi.
PENGELOLAAN INFORMASI OLEH BADAN PUBLIK PEMERINTAH PASKA REFORMASI BIROKRASI C.Suprapti Dwi Takariani
INFORMATION MANAGEMENT BY THE PUBLIC GOVERNMENT AFTER BUREAUCRACY REFORM Abstract Reform of the bureaucracy was born as a form of various side desire to create a government that is clean and transparent or good governance. The consequence is the need for openness in providing information that needed by the public. Because of the public or the people has the right to obtain information and the rights guaranteed by the law. To achieve this goal it is necessary to manage the information to be easily access by the public or the people. By utilizing the development of communication and information technology. Public agency could build an information systems ICT-based, but until now not all public bodies has implement them. Lack of infrastructure and human resources in the field of ICT be obstacles. Keywords: information management, Public Government, bureaucracy reform.. Abstrak Reformasi birokrasi lahir sebagai wujud dari keinginan berbagai pihak untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan atau good governance. Konsekuensi dari hal tersebut adalah perlunya keterbukaan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
KUMPULAN ABSTRAK masyarakat. Karena publik atau masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan hak tersebut dijamin oleh Undang-Undang. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan pengelolaan informasi agar mudah diakses oleh publik atau masyarakat. Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, Badan Publik bisa membangun sebuah sistem informasi berbasis TIK, namun hingga saat ini belum semua Badan Publik melaksanakannya. Keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia di bidang TIK menjadi kendalanya. Kata kunci: pengelolaan informasi, Badan Publik, reformasi birokrasi.
PPID DAN TRANSFER INFORMASI DALAM PERSPEKTIF KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI JAWA BARAT Syarif Budhirianto PPID TRANSFER INFORMATION AND PUBLIC INFORMATION DISCLOSURE IN PERSPECTIVE IN WEST JAVA Abstract In building the PPID imaging in West Java Provincial Government as a means of information transfer towards a transparent and accountable government, public institutions need to be built user friendly that understands the needs of their communities, and can be easily accessed by the public . The relationship can be built with the education and training of human resources in the field of information and communication technology ( ICT ) as an agent of the provider, management , and dissemination of public information , so the faster realization of information management in facilitating the government to encourage the active participation of the community . Public interest is not limited to budget accountability
system , but in a broader perspective that can improve the quality of life . Community participation should be placed on the main role in any development that is in contact with the public interest . Administration . Jabar very open to people's aspirations and provide the widest possible space for it , but participation was not optimal when used only by certain segments of society. Keywords: PPID West Java Provincial Government, the transfer of information, public participation. Abstrak Dalam membangun pencitraan PPID di Pemerintah Provinsi Jabar sebagai alat transfer informasi menuju pemerintah yang transparan dan akuntabel, perlu dibangun institusi publik yang user friendly yang memahami kebutuhan masyarakatnya serta dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Hubungan tersebut dapat dibangun dengan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai agen penyedia, pengelolaan, dan penyebaran informasi publik, sehingga terwujudnya informasi yang lebih cepat dalam memfasilitasi manajemen pemerintah untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat. Kepentingan masyarakat tidak terbatas pada sistem pertanggungjawaban anggaran saja, tetapi dalam perspektif yang lebih luas lagi yang bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Partisipasi masyarakat harus ditempatkan pada peran yang utama dalam setiap pembangunan yang bersentuhan dengan kepentingan publik. Pemprov Jabar sangat terbuka dalam menerima aspirasi masyarakat dan memberikan ruang seluas-luasnya untuk hal tersebut, namun partisipasi itu tidaklah optimal bila dimanfaatkan hanya oleh segmen masyarakat tertentu saja. Kata kunci: PPID Pemerintah Provinsi Jabar, transfer informasi, partisipasi masyarakat.
KUMPULAN ABSTRAK SISTEM INFORMASI DANA KAMPANYE PARTAI POLITIK BERBASIS WEB DI ERA KETERBUKAAN Nana Suryana
SYSTEM INFORMATION CAMPAIGN FUND POLITICAL PARTIES WEB BASED IN THE ERA OF TRANSPARENCY Abstract Management of campaign finance in legislative elections before a lot of attention , because it felt covered up , patgulipat , not objective and not reported truthfully or not transparent . So to not happen again , at step 2014 legislative elections anticipated by implementing information systems web -based campaign finance or Campaign Fund Web - Based Information System ( CFISWB ) . Performance of this system is very effective , such as data processing ( revenues and expenditures ) start campaign funds of storage / archiving , and analyzing the publication can be done in an objective , open and very wide range pempublikasiannya . CFISWB application so that the support of the leadership of political parties , and many contributions to worthy utilized , in favor of honesty , objectivity and transparency . Supervision was easily done by anyone . Can then close opportunities , avoid suspicious transactions and detect all the illegal funds ( funds deposit , investment , loan ) are entered. Keywords: information system, web-based and transparency. Abstrak Pengelolaan dana kampanye pada pemilu legislatif sebelumnya banyak sorotan, karena kesannya ditutup-tutupi, tidak objektif, dan tidak dilaporkan sejujurnya atau tidak transparan. Untuk tidak terulang lagi, pada
pemilu legislatif 2014 langkah antisipasinya dengan menerapkan sistem informasi dana kampanye berbasis web atau Campaign Fund Information System Web-Based (CFISWB). Kinerja sistem ini sangat efektif, seperti proses pengolahan data (penerimaan dan pengeluaran) dana kampanye mulai dari penyimpanan/pengarsipan, penganalisisan, dan pempublikasian dapat dilakukan secara objektif, terbuka dan jangkauan pemublikasiannya sangat luas. Sehingga penerapan CFISWB yang mendapat dukungan dari pimpinan Parpol, layak dimanfaatkan dan banyak kontribusinya, dalam mendukung kejujuran, keobjektifan dan keterbukaan. Pengawasan pun mudah dilakukan oleh siapa saja. Kemudian dapat menutup peluang, menghindari transaksi mencurigakan dan mendeteksi segala dana ilegal (dana titipan, investasi, pinjaman) yang masuk. Kata kunci: sistem informasi, berbasis web dan keterbukaan.
MANAGEMEN INFORMASI SUATU ALTERNATIF DITINJAU DARI PERSPEKTIF TEORI EFEK KOMUNIKASI MASSA Sri Wahyuningsih NFORMATION MANAGEMENT BASED ON AN ALTERNATIVE PERSPECTIVE THEORY OF MASS COMMUNICATION EFFECTS Abstract The television media has the main function to educate, entertain, influence. This function is a reference by the media actors and producers to compete to attract audiences in selecting channel programs presented on television. A growing number of local television and private television became intense competition in the media industry. It is very motivating players and media producers to get creative in the
KUMPULAN ABSTRAK making of television programs for children up to adult movies, soap operas, talk shows, infotainment, and other programs, but it is a pity they do not pay attention to media management that the existing rules the KPI, P3SPSS, LSF, as well as segmentation, time, method of presentation and duration. Ideology market like this is happening in the State of Indonesia. So the shows that are presented do not rule out the possibility to have a negative effect on the audience. Analysis of the underlying theory is the theory of mass communication effects of stimulus response, agenda setting, and the theory of catharis. Keywords: television, information, ideology market, theories of Mass Communication Effects Abstrak Media televisi mempunyai fungsi utama mendidik, menghibur, memengaruhi. Fungsi inilah yang menjadi acuan oleh para pelaku media dan para produser untuk berlomba-
lomba menarik khalayak dalam memilih channel program acara yang disajikan di televisi. Semakin banyak televisi lokal dan televisi swasta menjadi persaingan yang ketat dalam industri media. Hal ini sangat memotivasi para pelaku media dan para produser untuk semakin kreatif dalam membuat program acara di televisi dari film untuk anak hingga dewasa, sinetron, talk show, infotainment, dan program acara lainnya, tetapi yang disayangkan mereka tidak memerhatikan manajemen medianya yaitu aturan yang ada dalam KPI, P3SPSS, LSF, begitu pula dengan segmentasi, waktu, metode penyajiannya dan durasinya. Idiologi pasar seperti ini yang terjadi pada negara Indonesia. Sehingga tayangantayangan yang disajikan tidak menutup kemungkinan mempunyai efek negatif untuk khalayaknya. Analisis teori yang melandasinya adalah teori Efek Komunikasi Massa, Stimulus Respon, Agenda Setting, dan teori Kataris. Kata Kunci: televisi, informasi, idiologi pasar, teori Efek Komunikasi Massa.
DARI PENYUNTING
PENGELOLAAN INFORMASI DI ERA KETERBUKAAN INFORMASI
Era reformasi yang telah di gulirkan beberapa waktu yang lalu, telah mendorong berbagai elemen masyarakat untuk menuntut hak dasar mereka khususnya hak untuk memperoleh informasi. Informasi merupakan hak pokok setiap orang baik dalam rangka mengembangkan kualitas pribadinya maupun dalam rangka menjalani kehidupan sosialnya. Pada masyarakat modern, kebutuhan akan informasi semakin mendesak dan semakin penting. Cartwright et al.(2001) mengatakan, dalam era persaingan global, entitas yang bisa bertahan dan mengambil keuntungan dri persaingan itu adalah entitas yang menguasai sebanyak mungkin informasi. Entitas tersebut bisa berupa individu, badan hukum, atau juga negara. Informasi dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan. Urgensinya semakin nyata dalam relasi-relasi bisnin internasional, di mana informasi dipergunakan untuk banyak tujuan. Informasi pada dasarnya dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, menerima, dan menggunakan informasi itu untuk memastikan pemahaman umum manusia, dan menggunakannya sebagai sarana penambah pengetahuan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dengan mudah bisa didapatkan dan hadir menyapa kita setiap saat. Meskipun perkembangan teknologi telah memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi, namun masih ada beberapa informasi yang juga dibutuhkan oleh masyarakat, terutama informasi yang berkaitan dengan ranah publik. Keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi momen penting dalam mendorong keterbukaan informasi di Indonesia. Bagi masyarakat Undang-Undang KIP merupakan bentuk pengakuan akan hak atas informasi dan bagaimana hak tersebut harus dipenuhi dan dilindungi oleh negara. Sedangkan bagi pemerintah dan Badan Publik Undang-Undang KIP merupakan pedoman hukum untuk memenuhi dan melindungi hak atas informasi masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut maka sudah selayaknyalah Badan Publik untuk bisa mengelola informasi dan dokumentasi agar publik dapat dengan mudah, cepat, dan murah untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Observasi edisi Juni 2014, menyajikan beberapa tulisan dengan tema “Pengelolaan Informasi di Era Keterbukaan Informasi” yang berisikan berbagai pandangan tentang bagaimana media massa dan juga Badan Publik mengelola informasi agar bisa dengan mudah dan cepat diakses oleh masyarakat. Ada sedikit perubahan dalam Observasi edisi kali ini yang hanya berisi 6 (naskah) dan perubahan pada halaman judul.
Penyunting
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
MENEROPONG PRODUKSI MEDIA DAN IDEALISME MEDIA DALAM KETERBUKAAN INFORMASI Sapta Sari Universitas Sangga Buana (USB) YPKP Bandung, Jl. PH Hasan Mustopa 68, Bandung, Jawa Barat – 40124, Telepon : 022-7108257, HP081220087957, email :
[email protected] Naskah diterima tanggal 22 April 2014 disetujui tanggal 26 Mei 2014
MEDIA PRODUCTION AND IDEALISM MEDIA TELESCOPED IN INFORMATION DISCLOSURE Abstract The mass media have a duty and obligation which is very important for society. The main task of journalism is to convey the truth. Delivering the truth is not an easy job, because there are factors that become an obstacle for example the interests media managers. Disclosure of the information is supported by the development of technology makes media managers compete to present information for the public. Media management is not just talk how to travel media itself since the conventional to the current interactive media, how media can carry out their duties as a theoretical perspective represented in the media, such as what is generated media production, how to media managers take advantage the disclosure of information in media production, as well as how the media itself a form of responsibility to the society associated with the production they produce. Keywords: media production, media idealism, disclosure of information. Abstrak Media massa memiliki tugas dan kewajiban yang sangat penting bagi masyarakat. Tugas utama dari jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran. Menyampaikan kebenaran tersebut bukan pekerjaan mudah, karena ada faktor yang menjadi penghambat misalnya berbentur dengan kepentingan pengelola media. Keterbukaan informasi yang didukung dengan perkembangan teknologi membuat pengelola media berlomba menyajikan informasi untuk masyarakat. Pengelolaan media tidak saja berbicara bagaimana perjalanan media massa itu sendiri sejak era konvensional sampai media interaktif saat ini, bagaimana media bisa menjalankan tugasnya seperti yang tergambarkan dalam perspektif teoretis media, seperti apa produksi media yang dihasilkan, bagaimana pengelola media memanfaatkan keterbukaan informasi dalam produksi medianya, serta bagaimana bentuk tanggungjawab media itu sendiri kepada masyarakat berkaitan dengan produksi yang mereka hasilkan kepada masyarakat. Kata kunci: produksi media, idealisme media, keterbukaan informasi. 11
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
Pendahuluan Tidak bisa dipungkiri jika perkembangan media massa di era keterbukaan informasi saat ini sangat pesat. Perkembangan ini bukanlah sebuah keniscayaan, karena mendapat dukungan dari perkembangan teknologi. Perkembangan media massa di era keterbukaan informasi ini semata-mata bukan karena faktor kemajuan teknologi saja, tetapi juga didukung dengan meningkatnya kebutuhan akan informasi dalam masyarakat. Keterbukaan informasi yang sedang berkembang saat ini mau tidak mau mendorong media massa untuk menambah ragam informasinya. Media massa merupakan sebuah wadah yang dijadikan masyarakat sebagai sumber informasi. Media massa menyediakan berbagai kebutuhan informasi yang dicari masyarakat. Keterbukaan informasi yang didukung dengan perkembangan teknologi membuat pengelola media berlombalomba menyajikan berbagai informasi penting untuk masyarakat. Terutama media interaktif yang ditawarkan oleh internet, selain menambah informasi media sekaligus dijadikan sebagai sumber. Pengelolaan media tidak saja berbicara mengenai siapa pemiliknya, bagaimana sistemnya dan seperti apa bentuknya, tetapi juga bagaimana produksi media yang dihasilkannya. Media selain sebagai penyampai kebenaran sekaligus sebagai bisnis. Antusias masyarakat dalam mengakses informasi, dijadikan sebagai peluang oleh media untuk membuka lahan bisnis. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah dikatakan oleh Burton dalam bukunya “Media dan Budaya Populer”, 12
bahwa media adalah bisnis, dan produksi media adalah kolaborasi menggunakan kecakapan banyak orang (Burton, 2008). Artinya pengelolaan media yang menghasilkan produksi media melalui informasi memadukan antara pemilik modal dengan keahlian pengelola dalam hal ini awak media untuk menghasilkan informasi dengan tujuan bisnis. Benarkah demikian? Ada beberapa hal penting yang perlu dicermati dalam melihat representasi produksi media secara umum, di antaranya bagaimana perjalanan media massa itu sendiri sejak era konvensional sampai media interaktif saat ini, bagaimana media bisa menjalankan tugasnya seperti yang tergambarkan dalam perspektif teoretis media, seperti apa produksi media yang dihasilkan, bagaimana pengelola media memanfaatkan keterbukaan informasi dalam produksi medianya, serta bagaimana bentuk tanggungjawab media itu sendiri kepada masyarakat berkaitan dengan produksi yang mereka hasilkan kepada masyarakat. Beberapa hal penting tersebut menjadi landasan utama sekaligus dilematis bagi pengelolaan media sendiri, terutama pengelolaan media di Indonesia. Media massa memiliki tugas dan kewajiban yang sangat penting bagi masyarakat. Kegiatan jurnalisme atau jurnalistik tidak bisa dipisahkan dari media massa sebagai wadahnya. Jika melihat jauh ke dalam lagi, tugas utama dari jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran. Sebagai pengingat saja, setidaknya untuk menjalankan tugas mulianya, ada beberapa tujuan penting yang diemban dalam jurnalisme yang tergabung dalam sembilan elemen jurnalisme (Kovach dan Rosenstiel, 2003). Adapun kesembilan elemen Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
jurnalisme yang menjadi tujuan utama dalam produksi media adalah sebagai berikut. 1.Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran. 2.Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga. 3.Intisari jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi. 4.Para praktisinya harus menjaga independensi terhadap sumber berita. 5.Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan. 6.Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga. 7.Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting menarik dan relevan. 8.Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional. 9.Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka. Mengapa Sembilan elemen ini muncul? Beberapa orang berpikir ada beberapa ihwal yang hilang di sini. Di mana kejujuran? Di mana ketidakberpihakan? Sejumlah ide yang banyak dikenal dan bahkan bermanfaat, termasuk ketidakberpihakan dan keseimbangan adalah hal yang terlalu samar untuk muncul pada tingkat mendasar elemen profesi jurnalistik. Berdasarkan sembilan elemen jurnalisme tersebut secara tidak langsung bisa dilihat bagaimana produksi media yang akan dihasilkan oleh pengelola media di era keterbukaan informasi. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah informasi yang diterima oleh masyarakat atau warga saat ini sudah berimbang dan masih berpijak pada kesembilan elemen dan tanggungjawab media?
Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Masing-masing negara tentu saja memiliki media atau pers sebagai sumber kebenaran sekaligus memenuhi kebutuhan akan informasi masyarakatnya, demikian halnya di Indonesia. Tugas utama dari kegiatan jurnalisme atau jurnalistik adalah untuk kebenaran. Terlepas dari beberapa fungsi media massa kepada masyarakat, masih sering ditemukan produksi media baik itu kumpulan informasi dalam berita, pendidikan, hiburan, sampai iklan yang tidak sesuai dengan tujuan utama yang tergabung dalam sembilan elemen jurnalisme di atas. Keterbukaan informasi yang diharapkan bisa memberikan kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan informasi kepada masyarakat, seakan menjadi bumerang. Keterbukaan informasi saat ini sangat pesat dan semua orang bisa dengan mudah mengaksesnya apakah untuk dijadikan bahan bacaan atau sebagai sumber informasi. Sebagai contoh kecil saja, informasi yang ditemui di beberapa situs internet dipublikasikan apa adanya dengan cepat dan lugas, tetapi tidak semua informasi tersebut dibutuhkan oleh masyarakat. Belum lagi informasi di internet terkadang tidak diketahui dengan jelas siapa narasumbernya. Sekalipun narasumber sudah dicantumkan, tetap saja wartawan memiliki tanggungjawab terhadap pembacanya, tidak bisa sembarang menyebarluaskan sekalipun itu penting. Perkembangan teknologi sangat membantu tugas wartawan dalam menyebarluaskan berita dan informasi secara cepat dalam waktu singkat. Namun, ibarat dua sisi mata uang selain memberi kemudahan dalam akses dan pemenuhan kebutuhan informasi, teknologi juga bisa mengubah perilaku masyarakat melalui 13
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
serangan kecepatannya menyebarluaskan informasi. Padahal jika dilihat ke belakang, perkembangan teknologi diharapkan memberikan perubahan dalam kehidupan masyarakat, tetapi pada kenyataannya teknologi memang mengubah masyarakat tetapi jauh dari yang diharapkan. Justru melalui teknologi, masyarakat yang semula tidak tahu apa-apa menjadi melek media, dan menerima begitu saja apa yang disebarluaskan oleh media dengan bantuan teknologi. Bila mencermati bagaimana produksi media yang dikelola oleh berbagai media massa di Indonesia terutama media elektronik televisi bisa dikatakan belum memperlihatkan sisi idealisme yang dijunjung oleh media. Salah satu idealisme yang sangat krusial dalam produksi media adalah kebenaran dan pemenuhan hak masyarakat. Kebenaran ini termasuk data dan fakta yang ditemukan oleh wartawan di lapangan yang kemudian diolah dengan prinsip piramida terbaik atau formula 5W+1H. Satu hal lagi yang juga sangat penting tetapi acapkali luput dari perhatian awak media dalam memberitakan sebuah peristiwa, yaitu prinsip cover both side. Prinsip cover both side ini merupakan prinsip keberimbangan yang dicapai melalui member check atau konfirmasi nara sumber, sehingga pemberitaan yang dipublikasikan bersifat objektif. Tidak semua pengelola media, baik itu media cetak maupun media elektronik bisa menjalankan prinsip cover both side ini dengan baik. Ditambah lagi persaingan antara pengelola media yang ingin menjadikan medianya sebagai pihak yang paling pertama menyiarkan berita, seolah lupa jika yang akan ditayangkan masih belum layak untuk ditayangkan, misalnya baru sebatas dugaan sudah ditayangkan, 14
bahkan secara live. Sebuah berita itu harus disiarkan jika benar-benar sudah terbukti sesuai fakta, sehingga masyarakat mendapatkan kebenarannya, bukan informasi sebatas dugaan. Pengelola media, terutama media televisi seolah lupa jika media mereka memiliki kelebihan dibanding dengan media cetak, yaitu mampu menampilkan peristiwa secara utuh, baik isi pesan, suara sampai gambar peristiwa yang ditampilkan, sehingga kentara sekali bila melakukan kesalahan. Bukan rahasia lagi jika masih banyak reporter di beberapa stasiun televisi baik nasional maupun lokal di Indonesia yang terkesan tidak mendapat pembekalan yang memadai mengenai tugas dan tanggungjawab mereka. Imbasnya keterbukaan informasi tidak dikelola dengan baik menjadi sebuah pemberitaan yang aktual dan terpercaya, sehingga pemberitaan tersebut tidak memiliki nilai berita. Keterbukaan informasi seharusnya dijadikan sebagai kemudahan bagi pengelola media di era digital ini, untuk mendapatkan data dan fakta yang akurat. Sehingga nilai kebenaran dalam jurnalisme tetap terjaga. Awak media tetap menjalankan tugasnya dengan tetap memburu kebenaran di tengah keterbukaan informasi di mana semua orang bisa memberikan informasi mengenai berbagai peristiwa. Keterbukaan informasi jangan dijadikan sebagai jalan akhir mencari kebenaran, tetapi justru dengan informasi yang overload media harus memilah mana yang benar-benar fakta mendukung atau tidak. Di sisi lain, keterbukaan informasi yang dikelola dengan baik berdasarkan asas kaidah jurnalisme memang ikut memenuhi kebutuhan masyarakat akan Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
informasi. Masyarakat saat ini bukanlah masyarakat yang pasif tetapi aktif dalam menentukan media mana yang bisa memenuhi kebutuhan informasinya. Keaktifan masyarakat dalam memilih media sebagaimana yang dipahami dalam teori Uses and Gratification, bukan berarti media bisa memberikan semua informasi yang ada tanpa melihat apakah informasi tersebut memang sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau tidak. Banyaknya media yang bisa dipilih masyarakat bukan berarti media juga bisa memasukkan semua informasi tanpa mempertimbangkan keberimbangannya. Harus diingat pula jika fungsi media tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan kebenaran, mendidik, memengaruhi, dan pengawasan sosial. Belum lagi bila dicermati dalam sudut pandang teori Agenda Setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L.Shaw dalam publikasinya yang berjudul “The Agenda Setting Function of The Mass Media”, mengatakan media tidak selalu berhasil memberitahu apa yang audien pikir, tetapi media tersebut benarbenar berhasil memberitahu audien berpikir tentang apa. Artinya, media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat tidak mengikutinya (Nurudin, 2007). Dari sini muncul pertanyaan mengapa di tengah keterbukaan informasi saat ini media masih cenderung membuat agenda? Lalu bagaimana dengan tanggungjawabnya dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik, pengawas sosial, persuasi, penyampai kebenaran kepada masyarakat, jika yang diagendakan juga sebenarnya tidak dibutuhkan?
Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Dalam tulisan ini akan dilihat bagaimana gambaran dari produksi media dalam kaitannya dengan idealisme media di tengah keterbukaan informasi, terutama di Indonesia. Idealisme yang memihak hak masyarakat untuk mendapat kebenaran yang berimbang dan bukan semata agenda yang diberikan oleh media di tengah keterbukaan informasi yang menjadi fokus perhatian. Ini sangat menarik karena acapkali ditemukan ketidakberimbangan pemberitaan yang terjadi di beberapa pengelola media di Indonesia. Akan dilihat juga, apa saja faktor yang memengaruhi lengahnya pengelola media dalam membuat produksi medianya yang terkesan tidak berpihak kepada masyarakat atau audien. Perkembangan Media dalam Sejarah Keterbukaan informasi yang saat ini terjadi dan didukung dengan perkembangan teknologi media interaktif sedikit banyak memberi masukan bagi pengelolaan media secara umum, termasuk di Indonesia. Melalui keterbukaan informasi, pengelola media diharapkan mampu memberikan ragam pemberitaan dan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian, keterbukaan informasi saat ini tidak lepas dari perkembangan teknologi itu sendiri. Jauh sebelum masuknya teknologi internet, informasi yang diterima masyarakat sangatlah minim. Dalam studi komunikasi massa yang memandang interaksi manusia dalam konteks sosial dikemukakan teori Information Seeking. Teori ini mengasumsikan orang akan cenderung mencari informasi yang dibutuhkannya di tengah informasi yang overload atau 15
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
keterbukaan informasi. Begitu banyaknya informasi yang tersedia tetapi tidak memungkinkan semuanya untuk dikonsumsi, sehingga orang akan cenderung untuk memilih. Teori ini sebenarnya tidak hanya diperuntukkan masyarakat atau audien saja dalam hal mencari informasi, tetapi juga dengan media. Di tengah keterbukaan informasi saat ini, seharusnya media mampu memberikan pemberitaan yang berimbang, dan benar-benar yang dibutuhkan masyarakat, bukan membuat agenda sendiri hanya untuk memenuhi rating dan target. Keterbukaan informasi sebaiknya memberikan masyarakat banyak informasi yang berlandaskan kebenaran sehingga fungsi media massa tetap berjalan di koridornya. Teori Media Informasi
Massa
dan
Keterbukaan
Mempelajari media massa tidak lengkap rasanya jika tidak mengupas melalui sudut pandang teori Efek Media itu sendiri. Setiap yang media siarkan pasti akan memiliki dampak bagi masyarakat. Efek terpaan media terhadap masyarakat ini juga menjadi tanggungjawab dari pengelola media dalam menyebarluaskan produksi medianya kepada masyarakat. Dalam komunikasi massa ketika mempelajari media massa, dikenal beberapa teori yang melihat bagaimana dampak produksi media terhadap masyarakat. Teori tersebut sudah sejak lama diamati, bahkan jauh sebelum maraknya perkembangan teknologi di mana keterbukaan informasi semakin meningkat. Jika dahulu saja produksi media sudah memberikan dampak yang signifikan, lalu bagaimana dengan era 16
keterbukaan informasi sekarang ini? Apakah masyarakat masih terpapar dampak negatif dari produksi media? Melihat perkembangan yang terjadi di Indonesia, idealisme media dalam produksi medianya di tengah keterbukaan informasi ini bisa dilihat dari sudut pandang tiga teori komunikasi massa berikut. 1. Teori Difusi Inovasi Teori Difusi Inovasi muncul berdasarkan tulisan Paul Lazarfeld, Bernard Berelson, dan H. Gaudet pada tahun 1944. Teori ini mengatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk memengaruhi orang-orang. Dengan demikian adanya inovasi (penemuan), lalu disebarkan (difusi) melalui media massa akan kuat memengaruhi massa untuk mengikutinya (Ardianto, 2007). Kondisi psikologis masyarakat yang selalu suka dengan hal-hal baru tersebut sangat dimanfaatkan oleh produsen. Apalagi dalam masyarakat yang cenderung sangat konsumtif. Misalnya pabrik sepeda motor Honda sangat menyadari akan hal ini. Sebenarnya antara sepeda motor Grand Astrea, Impresa, Legenda, Kharisma, Supra X, Supra Fit mesinnya hampir sama tetapi karena bentuknya berbeda satu sama lain dan terus dikembangkan, tidak sedikit masyarakat yang tetap tertarik untuk membelinya. Lepas dari motif yang melatarbelakangi kepemilikan sepeda motor tersebut, yang jelas hal itu menggambarkan bahwa setiap inovasi baru akan menimbulkan keinginan yang kuat masyarakat untuk mengadopsinya. Adopsi sebuah inovasi baru akan berjalan secara baik atau tidak, dengan kuantitas pemakai yang besar atau tidak, sangat tergantung Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
pada peran media massa di dalam menyebarkan pesan-pesannya. Dengan demikian, teori Difusi Inovasi mendudukkan peran media massa sebagai agen perubahan sosial di dalam masyarakat yang tidak bisa dianggap remeh. Teori difusi inovasi yang dijelaskan menurut ahlinya tersebut bisa dikatakan ada keterkaitan dengan keterbukaan informasi saat ini. Masyarakat akan cenderung menerima sebuah inovasi atau berita yang dianggap baru atau kekinian dan memberikan informasi yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Keterbukaan informasi tidak menutup kemungkinan masyarakat bisa mendapatkan berbagai informasi baru yang sifatnya belum pernah diketahui oleh masyarakat sekaligus memberikan pencerahan dalam kehidupan. Tugas memberikan inovasi baru kepada masyarakat merupakan tugas dari media massa. Melalui produksi medianya, pengelola media diharapkan mampu memberikan keberimbangan, tidak harus informasi yang sifatnya menghibur saja, tetapi juga mendidik Inovasi yang bisa disampaikan kepada masyarakat sangatlah beragam, tidak saja dari satu bidang saja, tetapi banyak bidang. Hanya saja, saat ini kecenderungan media massa khususnya televisi menampilkan berita inovasi seputar teknologi perangkat eletronik dan hiburan saja tanpa disertai dengan bagaimana pemberdayaan kepada masyarakat terhadap peningkatan teknologi. Imbasnya, masyarakat menjadi konsumtif, karena inovasi yang mereka terima hanya sebatas informasi bukan motivasi untuk meningkatkan kemampuan menciptakan teknologi. Masyarakat diarahkan untuk Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
menjadi pembeli tetapi bukan pencipta sebuah inovasi. Satu hal lagi, inovasi dalam kaitannya dengan pengembangan pembangunan dalam masyarakat juga masih minim. Pengelola media masih memfokuskan inovasi yang berskala internasional, padahal inovasi berskala lokal tidak kalah pentingnya untuk diberitahukan kepada masyarakat. Ketidakberimbangan pemberitaan di tengah keterbukaan informasi ini sangat disayangkan. Jika melihat lebih jauh lagi, masyarakat pun juga punya andil dalam mengembangkan inovasi dan media yang menyebarluaskannya. Merujuk dari teori Difusi Inovasi di atas, asumsinya adalah ada inovasi baru yang ditemukan, kemudian oleh media disebarluaskan, dan inovasi tersebut banyak sekali bisa ditemukan di daerah-daerah. Keberimbangan pemberitaan inovasi yang ditemui oleh media nantinya selain memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat, juga bisa mengubah perilaku masyarakat, bahwa tidak selamanya inovasi yang ditemukan itu selalu berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup atau kepemilikan barang. 2. Teori Uses and Gratifications Teori Uses and Gratifications ini dikemukakan oleh Hebert Blumer dan Elihu Katz sejak tahun 1974. Teori ini mengemukakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori Uses and Gratifications mengasumsikan 17
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Penggunaan teori ini bisa dilihat dari dalam kasus pemilihan siaran berita yang disukai, dan berbagai format tayangan yang disuguhkan dalam televisi (Nurudin, 2007). Mengapa pula khalayak aktif memilih media apalagi di tengah keterbukaan informasi ini? Alasannya karena masingmasing orang berbeda tingkat pemanfaatan medianya. Metro TV tentu akan lebih banyak dipilih oleh mereka yang ingin mencari kepuasan dalam perolehan informasi dan berita dibanding dari khalayak yang ingin memperoleh suatu pelarian dari rasa khawatir. Orang yang suka menonton sinetron akan memanfaatkan dan mencari kepuasan pada media yang bisa memberikan kebutuhannya daripada media yang lain, stasiun RCTI atau SCTV misalnya. Hal ini berarti pemirsa menjadi fihak yang aktif dalam memanfaatkan media massa. Di tengah keterbukaan informasi, tidak hanya berbagai pemberitaan atau tayangan acara yang bisa dibuat lebih beragam. Keterbukaan informasi menjadi pemicu banyaknya bermunculan mediamedia baru. Didukung dengan kemajuan teknologi, media baru ini tidak hanya baru dalam hal konten atau isi, tetapi juga teknik penyiaran dan format tayangan. Keterbukaan informasi membuat masyarakat semakin bisa bebas memilih media mana yang sesuai dan memenuhi kebutuhannya. Keterbukaan informasi juga menjadi pemicu bertambahnya jam tayang atau durasi atau siaran media. Artinya, keterbukaan informasi memberikan energi baru bagi pengelola media untuk membentuk media baru atau membuat
18
kebijakan dan mengubah sistem penyiarannya. Semenjak memasuki era Reformasi, tidak saja bidang sosial politik di Indonesia saja yang mengalami perubahan, tetapi juga pengelolaan media, dan itu juga didukung dengan keterbukaan informasi. Reformasi memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi pengelola media untuk mengembangkan medianya, ditambah semenjak dihapusnya sistem SIUP membuat siapa saja saat ini bisa membuat media atau mendirikan lembaga media, dan tentu saja ini disambut baik oleh pengelola media. Pada era Reformasi dan keterbukaan informasi sekarang ini Indonesia menjadi salah satu negara yang industri medianya berkembang pesat. Perkembangan dan pertumbuhan media massa di Indonesia bisa dilihat dari meningkatnya jumlah stasiun televisi yang mengudara secara nasional yang hampir dua kali lipat dibandingkan sebelum era Reformasi, dari 6 stasiun menjadi 11 stasiun. Di samping itu, ada juga stasiunstasiun televisi yang mengudara secara regional seperti TVRI Stasiun Bandung, TVRI Stasiun Denpasar, TVRI Stasiun Samarinda dan Papua-TV. Selain ada juga yang mengudara secara lokal seperti PJ-TV, Programa 2 TVRI Jakarta, Sangatta TV, dan Bontang-TV, Agus Sudibyo dalam Iriantara (2009) memperhitungkan di luar 22 stasiun regional yang dimiliki TVRI ada 48 stasiun televisi lokal, baik milik swasta maupun milik pemerintah kota atau kabupaten. Dengan demikian, saat ini setidaknya ada 81 stasiun televisi di Indonesia, dan jumlah tersebut terus bertambah sejalan dengan bermunculannya stasiun-stasiun televisi lokal, bahkan di kota kecil seperti Purwakarta. Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
Keterbukaan informasi juga membuat pengelola media radio bisa menerima stasiun radio asing yang direlai stasiun radio lokal seperti BBC dan Voice of America (VOA). Siaran VOA pernah dipancarkan melalui stasiun televisi yang mengudara secara nasional yakni Metro-TV, Indosiar, TransTV, RCTI, dan SCTV. Juga ada 18 stasiun radio lokal dan asing yang siarannya dipancarkan kepada pelanggan Indovision dan TopTV. Tercatat ada 803 stasiun radio milik pemerintah dan swasta yang mengudara di Indonesia, yang terdiri atas 678 stasiun yang mengudara di jalur AM, 43 di jalur FM dan 82 di jalur SW (Iriantara, 2009). Bermunculannya banyak media baru dengan berbagai sistem dan bentuk serta format penyiarannya memberikan wadah bagi keterbukaan informasi saat ini. Jika dilihat dari kuantitas media yang ada bisa dikatakan keterbukaan informasi memberikan peluang bagi pengelola media untuk membuat media lain dengan tujuan bisa memberikan warna lain bagi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan akan informasi. Masyarakat seakan dimanjakan oleh pengelola mediamedia tersebut, dan ini merupakan sebuah kemajuan yang sangat berarti. Namun, peningkatan dari segi kuantitatif tersebut tidak diikuti dengan peningkatan secara kualitatif, dalam hal ini dari segi konten isi informasi yang disebarluaskan kepada masyarakat. Belum lagi tayangan acara yang sifatnya fiktif seperti tayangan sinetron, reality show, variety show yang selalu tayang hampir setiap saat. Bisa disebut saja tayangan “Yuk Kita Sahur” (YKS) TransTV dengan mengandalkan goyang Caisar, hampir setiap malam ditayangkan dengan segala format acaranya yang menimbulkan Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
pro dan kontra di tengah masyarakat. Memang banyak masyarakat yang suka tetapi tidak sedikit juga yang tidak menyukai tayangan tersebut. Namun, tetap saja YKS ditayangkan, karena memang masyarakat menyukainya. Di sini bisa dilihat jika tanggungjawab sepenuhnya ada di tangan pengelola media yang bersangkutan. Tetapi manakala komersil yang ditonjolkan untuk keuntungan semata, tanggungjawab media dalam hal menyampaikan kebenaran, mendidik, dan pengawasan sosial tidak berjalan dengan baik. 3. Agenda Setting Teori Agenda Setting ini dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw sekitar tahun 1973. Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media khususnya media berita tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini, media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu, (Nurudin, 2007). Bila dicermati saat ini di tengah keterbukaan informasi di mana media bisa berlomba-lomba menayangkan berbagai format tayangan, tetapi pada kenyataannya justru media banyak membuat agenda. Agenda yang dibuat oleh media ini di satu sisi bermaksud untuk memberikan informasi penting kepada masyarakat, tetapi di saat yang bersamaan media sebenarnya tidak memberikan informasi 19
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
yang menurut masyarakat penting. Agenda yang dibuat oleh pengelola media ini menjadikan masyarakat pasif menerima informasi yang ditayangkan. Bila dikaitkan dengan tanggung jawab media kepada masyarakat, Agenda Setting bisa dikatakan mampu memberikan informasi yang memang layak untuk disebarluaskan. Dalam agenda berarti media mengemasnya dengan baik dan memperhatikan idealisme media. Diakui agenda yang ditetapkan oleh media memuat informasi yang valid dan berimbang. Tetapi berimbang di sini dimaksudkan dari segi isinya yang memuat unsur kebenaran, jika dilihat dari informasi yang diberikan terbatas karena apa yang dianggap penting saja oleh media. Semenara keberimbangan dalam segi beragamnya informasi yang ditayangkan belum bisa dikatakan berimbang. Secara umum agenda yang ditampilkan oleh media lebih banyak yang berkaitan dengan bidang politik dibanding dengan bidang lainnya. Salah satu contoh tayangan dari agenda setting ini bisa kita sebut Indonesia Lawyers Club (ILC) di TVOne yang ditayangkan setiap malam. ILC ini sarat dengan agenda setting karena media membuat agenda mengenai pemberitaan yang sedang hangat diperbincangkan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan agenda yang dibuat oleh media, hanya saja apa yang diagendakan itu melebihi dari yang sudah seharusnya dilakukan oleh media. Memang media berfungsi sebagai pengawasan sosial, kohesi sosial sampai melawan kekuasaan dan kekuatan represif, (Nurudin, 2007), tetapi justru kebablasan. Tidak jarang ditemui agenda yang dibuat oleh media masih sebatas dugaan atau
20
yang sedang hangat diperbincangkan, tetapi sudah diangkat ke ruang publik. Di tengah keterbukaan informasi ini bukannya dimanfaatkan untuk memberikan tayangan pemberitaan yang sudah melalui pengolahan berita yang valid sebelum ditayangkan, tetapi agenda seperti mengambil peran sebatas wadah diskusi publik. Mengapa dikatakan diskusi publik? Agenda yang dibuat oleh media belum bisa menyentuh kebijakan pemerintah. Memang agenda setting yag dibuat oleh media akan memengaruhi agenda pemerintah dalam hal membuat kebijakan. Tidak bisa dipungkiri jika agenda setting dijadikan sebagai sarana untuk memengaruhi kebijakan publik yang akhirnya akan memengaruhi kebijakan pemerintah. Satu hal yang bisa dicermati dari agenda yang dibuat oleh media ini adalah fungsi lain yang diberikan yaitu sebagai pengawas dan pemberi solusi bagi pemerintah dan masyarakat. Tetapi, pada kenyataannya tidak memberikan kontribusi yang berarti. Misalnya, mengagendakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mendekati masa pemilu atau kenaikan harga barang pokok mendekati hari raya agama. Agenda yang dilakukan memang penting, tetapi menjadi tidak penting karena meskipun dibahas dan disikusikan di ruang publik tetap saja harga keduanya mengalami kenaikan secara berkala, bukannya malah turun. Dengan kata lain agenda yang dibuat tidak berhasil memengaruhi kebijakan publik dan kebijakan pemerintah. Jadi, keterbukaan informasi yang beragam dan overload sekalipun dipilah oleh media, tetap tidak mewakili apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
Masyarakat membutuhkan beragamnya informasi yang bisa mereka peroleh dan pandang penting bagi mereka dibandingkan dengan apa yang dipandang penting oleh media. Produksi Media di Tengah Keterbukaan Informasi Keterbukaan informasi yang saat ini sedang marak karena dukungan perkembangan teknologi, menyebabkan pengelola media berlomba-lomba membuat media baru. Imbasnya, masyarakat saat ini mendapatkan informasi yang overload sebagaimana yang dinyatakan dalam teori Information Seeking. Keterbukaan informasi juga memengaruhi produksi media yang dilakukan oleh pengelola media, karena produksi medialah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk memilih dan menyaksikannya. Keterbukaan informasi tidak saja mendatangkan pemahaman baru melalui inovasi, serta peluang pengelola media membuat media baru karena didukung oleh uses and gratifications, dan membuat agenda setting memilahnya berdasarkan dari sudut pandangnya saja, tetapi juga secara bersamaan bisa menjadi ladang bisnis oleh pengelola media. Industri media saat ini tidak bisa lepas dari fenomena akuisisi dan merger. Pengelola media membeli dan menjual satu sama lainnya dan membentuk kelompok media guna meningkatkan keuntungan mereka, termasuk memanfaatkan keterbukaan informasi. Ozanich dan Wirth dalam Albarran (2002) menyatakan bahwa kinerja bisnis yang kuat di sektor media, hambatan masuk bagi pesaing baru, konvergensi teknologi, dan peraturan Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
kebijakan yang longgar telah memicu aktivitas merger dan akuisisi. Secara umum produksi media merupakan sebuah proses dan proses ini dapat dideskripsikan dengan merujuk kepada bisnis produksi atau rangkaian peristiwa yang berkulminasi pada penerimaan audien. Sesuatu yang diproduksi oleh media bagi masyarakat sering dideskripsikan berkaitan dengan barang, budaya, dan makna. Ketiga istilah ini dapat dikaitkan dengan konsep-konsep komodifikasi, praktik kebudayaan, dan sosial, serta ideologi. Sesuatu yang keluar dari produksi media, acara atau buku dapat dideskripsikan sebagai “barang-barang”. “Barang-barang” ini adalah komoditas, objek-objek untuk dijual bahkan ide-ide dalam sutau majalah dapat dilihat sebagai komoditas. Jadi, hubungan antara media dan audien menjadi bagian aktivitas ekonomi, hubungan produksi dengan konsumsi (Burton, 2008). Ide yang lain dalam produksi media di tengah keterbukaan informasi adalah media membuat budaya. Media membantu menciptakan pengalaman-pengalaman kebudayaan yang menjadi bagian dari aktivitas atau praktik sosial masyarakat. Sebagai contoh, genre pertunjukkan bincang-bincang atau talk show Meja Bundar di TVOne adalah barang-barang kebudayaan yang terpisah, tetapi tercampur dengan percakapan dan kehidupan masyarakat. Terdapat argumen bahwa kepercayaan-kepercayaan ideologis tentang hubungan-hubungan sosial dan kekuasaan adalah hal yang sama seperti makna-makna tersebut. Stuart Hall (1994) dalam Burton (2008) menggunakan suatu model yang merujuk pada hubungan antara produsen dan audien sebagai hubungan yang retak. 21
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
Terdapat pengodean dan pendekodean makna. Tetapi yang dibaca oleh masyarakat dalam berita tersebut mungkin tidak sama dengan apa yang media pikir telah mereka siarkan dalam berita. Media adalah bisnis dan produksi adalah proses kolaboratif menggunakan kecakapan banyak orang (Burton, 2008). Hal ini mungkin tidak mengecualikan kreativitas dan kekuatan pembentuk di balik produksi. Tetapi faktor ini tidak menyiratkan bahwa gagasan romantik tentang seniman terinspirasi untuk memproduksi karya, yang dalam suatu hal meningkatkan kehidupan orang-orang yang membaca atau melihatnya, untuk sebagian besar merupakan ide yang salah. Bagi media dan masyarakat, hubungan sosial dan hubungan ekonomi berjalin satu sama lain (Burton, 2008). Imperatifimperatif di balik produksi media adalah: •Kebutuhan untuk menutupi investasi ketika industri surat kabar dan televisi menginvestasikan jutaan rupiah dalam membuat komposisi baru dan teknologi produksi sejak tahun 1980-an, maka industri surat kabar dan televisi perlu menghasilkan surat kabar dan stasiun televisi yang laku terjual. •Kekuatan kompetisi, ketika berhadapan dengan jumlah audien yang bertambah atau angka jumlah pembaca surat kabar dan penonton televisi yang secara umum statis, terdapat tekanan untuk bersaing atau kalau tidak kehilangan bisnis. •Tekanan untuk mempertahankan atau meningkatkan jumlah audien atau pembaca dan pentonton. Ukuran esensial dari keberhasilan di media dan alasan mengapa para pekerja tetap mendapatkan atau kehilangan pekerjaan adalah umpan balik terhadap konsumsi audien.
22
•Jatah tayang untuk diisi acara dalam televisi, di mana produksi didorong oleh komitmen-komitmen yang ada. Suatu surat kabar tidak dapat keluar dengan halaman yang kosong, televisi tidak dapat tampil dengan tayangan yang itu-itu saja atau agenda yang itu-itu saja. Imperatif-imperatif yang diuraikan di atas inilah yang menjadi alasan mengapa pengelola media membuat produksi media sebagai komoditas bisnis mereka untuk mendapatkan keuntungan. Apa yang diberlakukan oleh pengelola media dalam kebijakan imperatif tersebut membuat media tidak bisa menjalankan fungsi idealismenya kepada masyarakat. Apa yang diproduksi oleh media memang beragam dan berimbang karena menyentuh berbagai bidang kehidupan, tetapi itu yang paling bisa ditempuh oleh media untuk menyeimbangkan antara idealismenya dengan realitas yang ada dalam masyarakat terkait dengan pemenuhan kebutuhan akan informasi di era keterbukaan informasi. Mengatur Produksi Media dengan Etika Produksi media di era keterbukaan informasi memberikan banyak peluang media untuk menghasilkan berbagai format tayangan yang akan ditayangkan di berbagai bentuk dan sistem siaran media. Bisa dilihat benang merah dalam meneropong produksi media dan idealisme media dalam keterbukaan informasi, adalah kelayakan informasi yang overload tersebut dijadikan sebagai produksi media yang bermutu dan bernilai. Inovasi yang disebarluaskan memang sangat bagus untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan baru masyarakat, keterbukaan informasi yang menjadi landasan bermuculannya media baru Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
membuat masyarakat bebas memilih media yang sesuai dengan kebutuhannya, serta media bisa memilah informasi guna kepentingan agendanya, tetapi bukan berarti media berhasil menyajikan pemberitaan yang sesuai dengan idealismenya. Media massa memang sudah memiliki kode etik jurnalistik sebagai pedoman dalam memproduksi media, tetapi itu saja belum cukup. Pengelola media sebaiknya memerhatikan segi etika dalam pengolahan produksi medianya. Dengan demikian, akan didapatkan produksi media yang menyeimbangkan antara idealismenya dengan realitas yang ada di tengah keterbukaan informasi. Etika mengarahkan bagaimana sebuah isi media massa ditulis atau disiarkan. Bagaimana iklan yang sesuai etika dan lebih berguna bagi masyarakat. Bagaimana tayangan sinetron dan film membantu kemajuan masyarakat, bagaimana informasi yang disiarkan oleh media bisa menjalankan fungsinya dengan baik kepada masyarakat, sehingga terpenuhi hak masyarakat untuk mendapat pemberitaan yang berimbang tanpa harus mengikuti apa yang diagendakan oleh media. Mengapa etika media massa penting? Alasannya, karena media massa berkaitan erat dengan banyak pihak sehingga tidak terlepas dari etika. Hubungan dengan masalah etika media massa, ada beberapa poin penting yang berkaitan dengan etika seperti yang pernah dikemukakan oleh Shoemaker dan Reese (1991) dalam Nurudin (2007), yaitu: 1. Tanggungjawab Jurnalis atau orang yang terlibat dalam produksi media di tengah keterbukaan informasi harus mempunyai Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
tanggungjawab dalam pemberitaan atau apa yang disiarkan. Apa yang diberitakan oleh media massa harus bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, jurnalis tidak sekedar menyiarkan informasi tanpa bertanggungjawab terhadap dampak yang ditimbulkannya. Tanggungjawab ini bisa ditujukan pada Tuhan, masyarakat, profesi, atau dirinya masing-masing. 2. Kebebasan Pers Tanggungjawab tersebut tidak berarti bahwa media massa tidak boleh mempunyai kebebasan. Tanggungjawab tidak berarti pengekangan. Kebebasan pers ini mutlak harus dimiliki media massa. Dengan kata lain, kebebasan dan tanggung jawab sama-sama penting. Media massa yang tidak mempunyai kebebasan dalam menyiarkan beritanya, ibarat sudah kehilangan sifat dasarnya. Bagaimana mungkin media massa bisa memberitakan “kebobrokan” di masyarakat tanpa ada kebebasan pers? Bagaimana seorang pejabat yang korupsi akan diketahui sebagai seorang koruptor tanpa ada kebebasan yang dimiliki pers untuk mengungkap dan menyiarkannya. Oleh karena itu, tidak boleh ada pengekangan apapun terhadap kebebasan pers. 3. Masalah Etis Masalah etis di sini artinya adalah bahwa jurnalis itu harus bebas dari kepentingan. Ia mengabdi pada kepentingan umum. Meskipun mengabdi pada kepentingan umum, itu berarti kepentingan juga. Masalahnya, pers sebenarnya memang tidak akan bisa lepas dari kepentingan, terutama kepentingan pemilik modal atau pemilik media yang bersangkutan. Yang bisa dilakukan adalah menekannya, sebab tidak ada ukuran pasti 23
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
seberapajauh kepentingan itu tidak boleh terlibat dalam pers. 4. Ketepatan dan Objektivitas Ketepatan dan objektivitas di sini berarti dalam menulis berita wartawan harus akurat, cermat, dan diusahakan tidak ada kesalahan. Sementara itu, objektivitas adalah pemberitaan yang didasarkan faktafakta di lapangan, bukan opini wartawannya. Namun, demikian, objektivitas saja belum cukup, sebab bisa jadi seorang wartawan sudah menulis berdasarkan fakta, tetapi nilai keadilan bagi yang diliput belum ada. Masalahnya, bisa jadi seorang wartawan menulis berita sudah berdasarkan fakta, tetapi fakta yang diliput justru penyulut api permusuhan kedua pihak yang bertikat tersebut (Nurudin, 2007). 5. Tindakan Adil untuk Semua Massanya Media berita harus melawan campur tangan individu dalam medianya. Artinya, pihak media harus berani melawan keistimewaan yang diinginkan seorang individu dalam medianya. Individu di sini bisa aparat keamanan, narasumber, atau pemilik saham perusahaan media massa. Campur tangan pihak-pihak ini yang menyebabkan media tidak lagi bebas dan independen dalam menyiarkan beritanya. Media tidak boleh menjadi kaki tangan fihak tertentu yang akan memengaruhi proses pemberitaannya, termasuk pemilik media. Dalam peliputan tentang kejahatan, media harus mewakili kebenaran dan kepentingan publik dan bukan pada salah satu fihak yang terlibat. Media dalam kasus ini tidak terus menerus membela kepentingan fihak kepolisian atau juga yang menjadi korban kejahatan. 24
Media perlu memberitakan peristiwa apa adanya tanpa ada pretensi kepentingan membela salah satu fihak atau bahkan menjadi kaki tangannya. Media mempunyai kewajiban membuat koreksi lengkap dan tepat jika terjadi ketidaksengajaan kesalahan yang dibuat. Media massa harus fair play juga terhadap kesalahan yang terjadi dan tidak menutup-nutupinya. Media harus menyadari bahwa ia juga mempunyai kekurangan dan keterbatasan peralatan, dana, dan sumber daya manusianya. Semua kekurangan itu sangat mungkin memunculkan ketidaksengajaan kesalahan. Media harus berani mengakui dan membuat ralat jika dimungkinkan (Nurudin, 2007).
Penutup Keterbukaan informasi memberikan angin segar bagi pengelola media di mana pun, termasuk di Indonesia. Keterbukaan informasi yang sedang berkembang saat ini mau tidak mau mendorong media massa untuk menambah ragam informasinya. Media massa merupakan sebuah wadah yang dijadikan masyarakat sebagai sumber informasi. Media massa menyediakan berbagai kebutuhan informasi yang dicari masyarakat. Keterbukaan informasi yang didukung dengan perkembangan teknologi membuat pengelola media berlombalomba menyajikan berbagai informasi penting untuk masyarakat. Terutama media interaktif yang ditawarkan oleh internet, selain menambah informasi media sekaligus dijadikan sebagai sumber. Perkembangan teknologi saat ini ikut memicu keterbukaan informasi, sehingga masyarakat bisa memenuhi kebutuhan Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
informasinya. Media massa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi. Keterbukaan informasi sedikit banyak memberi masukan bagi pengelolaan media untuk memroduksi pemberitaan dan tayangan dalam berbagai format untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Produksi media yang dihasilkan dari keterbukaan informasi oleh pengelola media memberikan dampak atau pengaruh bagi masyarakat yang juga membutuhkan informasi. Dampak tersebut bisa dilihat dalam beberapa teori komunikasi massa, yang terdiri dari Difusi Inovasi, Uses and Gratifications, dan Agenda Setting. Masing-masing dampak yang diterima masyarakat dari sudut pandang teori tersebut dalam kaitannya dengan produksi media dari pengelola media tersebut memberikan dampak yang berbeda-beda. Keterbukaan informasi memberi peluang masyarakat menemukan dan mempelajari hal-hal baru, dengannya juga masyarakat bisa bebas memilih media mana saja yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan informasinya yang ditandai dengan bermunculannya media-media baru sebagai imbas dari keterbukaan informasi, dan terakhir agenda setting memilih untuk memilah informasi mana saja yang mereka anggap penting untuk diagendakan kepada masyarakat.
Semua dampak keterbukaan informasi dalam menghasilkan produksi media oleh pengelola media tidak hanya dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku serta pemahaman masyarakat mengenai dunia, tetapi juga dalam kaitannya dengan idealisme media itu sendiri. Keterbukaan informasi tidak menjamin media bisa fokus menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya kepada masyarakat. Masih banyak ditemukan pemberitaan yang kurang berimbang, di mana konten isi produksi media terkesan pada satu bidang kehidupan saja, padahal fungsi media massa adalah menyampaikan kebenaran, mendidik, memengaruhi, pengawas sosial, penggugat kekuasaan, dan kekuatan represif sampai menghibur tidak terpaku pada satu bidang kehidupan saja. Keberimbangan informasi yang ada dalam produksi media sangat penting terutama di tengah keterbukaan informasi. Keterbukaan informasi tidak diimbangi dengan kesiapan media dalam melihat mana saja yang bisa mendukung tanggung jawab dan fungsi mereka terhadap masyarakat. Etika sangat diperlukan bagi pengelola media dalam memroduksi medianya, sehingga ada pedoman atau panduan yang akan memenuhi tanggung jawab dan fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA Albarran, Alan B. (2002). Management of Electronic Media. Second Edition. Wadsworth: USA. Burton, Graeme. (2008). Media dan Budaya Populer.Yogyakarta: Jalasutra. Ardianto, Elvinaro, dkk. (2007). Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Iriantara, Yosal. (2009). Literasi Media Apa, Mengapa, Bagaimana. Bandung: Simbiosa.
Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
25
Topik Utama
Meneropong Produksi Media dan Idealisme Media dalam Keterbukaan Informasi
Kovach, Bill, dan Rosenstiel, Tom. (2003). Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta: Pantau. Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
26
Observasi | Vol. 12, No.1| Tahun 2014
TENTANG PENULIS
C.Suprapti Dwi Takariani SH, M.Si, Semarang, 22 September 1965. Menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Diponegoro Semarang Fakultas Hukum Jurusan Perdata. S2 diselesaikan di Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas Ilmu Komunikasi. Saat ini tercatat sebagai Peneliti Madya di Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI Bandung). Karya tulis yang pernah dipublikasikan antara lain ”Perilaku Pengguna Internet” ,Majalah Ilmiah Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 13 No. 1 Tahun 2010. Diterbitkan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika RI Badan Litbang SDM Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung. ”Study Eksplanatori Survei Pengaruh Chatting Melalui Facebook Terhadap Komunikasi Tatap Muka Remaja Dalam Keluarga”, Majalah Ilmiah Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 14 No. 2 Tahun 2011. Diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Badan Litbang SDM Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung. Tanggapan Masyarakat Penerima Fasilitas Universal Service Obligation (USO) Program Desa Punya Internet. Prosiding Seminar Tahun 2012, Diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Badan Litbang SDM Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung. Pengalaman di bidang penerbitan adalah sebagai ketua dewan redaksi mulai dari tahun 2009 hingga sekarang. Lucy Pujasari Supratman, M.Si, lahir di Bandung, 17 November 1984. Menyelesaikan pendidikan S2 di Jurusan Ilmu Komunikasi, Unpad (2009). Mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Pasundan, Fakultas Ilmu Seni dan Sastra di Universitas Pasundan, Fakultas Sastra di Universitas Al-Ghifari serta Fakultas Ilmu Manajemen dan Komunikasi di Institut Manajemen Telkom. Pengajar BIPA/Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (Mahasiswa Luar Negeri yang Berasal dari Turki, Turkmeniztan dan Afrika). Penelitian yang pernah dilakukan: Teaching Method thorugh Mnemonic (Unpas), Analyzing Metaphor in Maesa Ayu’s Novel (Unpas), dan Ebonics Language to Indonesian University Students (Unpad). Karya tulis yang pernah diterbitkan diantaranya: What’s Valentine (Reader’s Letter, Harian Umum Galamedia, 2007), Tinjauan Aplikasi Budaya Literasi pada Masyarakat ‘SDM’ Praliterasi (Majalah Al-Mizan No.133/2007), Model Pendidikan Undergraduate: Mengkritisi Pencekalan Keseteraan HAM pada Kualitas Proses Pendidikan Tingkat Perguruan Tinggi di Indonesia (Majalan Al-Mizan) dan editor lepas buku berjudul ‘Media Penyiaran Televisi’ dengan penerbit IMPP-Unpad. Karya-karya fiksinya pernah beberapa kali diterbitkan pula oleh Harian Umum Galamedia. Drs. Nana Suryana, lahir di Bandung 27 Juli 1955. Menyelesaikan S1di Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Fakultas Sosial Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan. Saat ini tercatat sebagai Peneliti Madya di Kantor Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Bandung, Kementrian Komunikasi dan Informatika RI. Pengalaman menulis di Jurnal (Jurnal Penelitian Komunikasi Bandung, Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Banjarmasin), Observasi dan Prossiding, Seminar di BPPKI Bandung. Sapta Sari, S.Sos., M.Si, lahir di Yogyakarta/21 September 1978. Menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah di Bengkulu Sumatera. Menempuh pendidikan S1 hingga selesai pada tahun 2005 di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung – Konsentrasi Jurnalistik, S2 diselesaikan pada tahun 2009 di Universitas Padjadjaran Bandung – Konsentrasi Ilmu Komunikasi. Saat ini penulis mengabdi sebagai dosen di Universitas Sangga Buana (USB) YPKP Bandung, Penulis dan Editor Lepas di Re!Media Service Bandung. Pengalaman menulis: “Aku dan kepribadian Indonesia” Detika Publishing 2007, “Keterampilan Menulis” Sinergi 2008, “Media Siaran TV: Di antara Masyarakat dan Kepemilikan Media “ Jurnal Observasi Vol. 8 No.1 Depkominfo Bandung 2010, “Stereotip Bahasa dan Pencitraan Perempuan pada Iklan Kacamata Budaya Populer” Jurnal Observasi Vol. 10 No. 1 Depkominfo Bandung 2012
TENTANG PENULIS
Sri Wahyuningsih, S.Sos.,M.Si, Tuban, 2 Maret 1978, pendidikan formalnya diselesaikan di Univ. Muhammadiyah Malang (S1) bidang studi Ilmu Komunikasi pada tahun 2001, Univ. Padjadjaran Bandung bidang studi Ilmu Komunikasi pada tahun 2009. Saat ini tercatat sebagai pengajar pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo, Madura dengan jabatan fungsional Lektor/IIIc Penata Muda. Karya ilmiah yang telah dupublikasikan antara lain adalah Makna Simbol Jilbab Kaum Perempuan diterbitkan dalam Syaikhuna Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam STAI Syaichona Cholil (Non Akreditasi) Vol. 6/No. 2/ Pebruari 2013, Infotainment Komunikasi Ghibah yang Terlarang diterbitkan Syaikhuna Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam STAI Syaichona Cholil (Non Akreditasi) Vol. 7/No. 1/ September 2013, Realitas Kejujuran Masyarakat dalam Iklan L.A Light di Televisi versi “Yang lain bersandiwara, Gue Apa Adanaya” diterbitkan dalam Junal Komunikasi (Non Akreditasi) Vol VII No. 1 Drs. Syarif Budhirianto, , lahir di Bandung, 7 Februari 1962. Pendidikan formal: Sarjana Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Jurusan Administrasi Negara, Universitas Katolik Parahyangan Tahun 1986. Pengalaman pekerjaan : tahun 1987 sampai dengan 1995 Pengajar di Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Bandung dan aktif di Persyarikatan Muhammadiyah hingga sekarang. Tahun 1989 sampai sekarang sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung, Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMENKOMINFO) RI dan sejak tahun1994 menjadi fungsional peneliti dengan kepakaran di bidang komunikasi dan media. Karya yang diterbitkan antara lain pengembangan Jabar cyber provinces sebagai media informasi dan komunikasi yang dimuat dalam Jurnal Penelitian Komunikasi (Thn. 2013), Peran Chief Information Officer Dalam Kelembagaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pada Pemerintah Kota Depok (Thn. 2012).
PETUNJUK PENULISAN
Petunjuk Penulisan Naskah Observasi BPPKI Bandung 1.Umum Observasi merupakan media yang terbit secara berkala dua nomor dalam setahun. Nomor 1 terbit setiap bulan Juni, nomor 2 terbit bulan November. Proses penerbitan nomor 1 berlangsung sejak awal Januari hingga Juni. Proses penerbitan nomor 2 berlangsung sejak Juni hingga November. Sebagai media pengembangan dan rekayasa ilmu yang berasal dari hasil pengamatan lapangan, pengalaman, telaahan, gagasan, tinjauan maupun kritik di bidang komunikasi, informatika, dan media. Sasaran khalayak penyebaran ditujukan kepada masyarakat ilmiah, instansi pemerintah dan swasta serta pihak-pihak yang berminat. Jenis tulisan berupa makalah, hasil kajian pemikiran dan, tinjauan kritis, di bidang komunikasi, informatika, dan media. Redaksi menerima sumbangan naskah dari kalangan peneliti, akademisi, pengamat dan praktisi komunikasi, media, dan informatika. Naskah yang disumbangkan harus orisinal dan belum pernah dipublikasikan di media lain. Jika di kemudian hari diketahui ada naskah yang dimuat di jurnal atau media lain maka segala risiko menjadi tanggung jawab penulis. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia mengacu pada EYD. Segala macam bentuk plagiasi menjadi tanggung jawab penulis dan yang bersangkutan tidak dipekenankan untuk mengisi penerbitan di BPPKI Bandung. Setiap naskah yang masuk akan dikaji dan ditelaah oleh Dewan Redaksi. Naskah yang masuk tidak diterbitkan menjadi hak Redaksi dan tidak dapat diminta kembali. Untuk menentukan layak atau tidaknya sebuah naskah dimuat, semua naskah yang masuk ke redaksi Observasi akan ditelaah oleh Mitra Bestari sesuai dengan bidang kepakarannya. Untuk menjaga objektivitas maka setiap naskah yang di kirim ke Mitra Bestari dalam kondisi tanpa nama. Setelah dalam bentuk proof, Penulis naskah diminta menandatangani lembar pernyataan persetujuan untuk dicetak menjadi jurnal. 2. Khusus Format Penulisan: a. Naskah diketik dengan Souvenir Lt BT font 12 di atas kertas A4, spasi ganda melalui program MS Word 2003/ Open Office Writer. b. Naskah yang dikirim maksimal 20 halaman. Per halaman rata-rata sekitar 429 kata hingga 450 kata. c. Pengiriman dilakukan melalui e-mail (
[email protected]) atau melalui hard copy (dilengkapi soft copy/CDRW) ke BPPKI Bandung, Jalan Pajajaran no: 88 Bandung – 40173, telp. 022-6017493. d. Naskah mengacu pada sistematika sebagai berikut: Judul; Nama Penulis (termasuk alamat instansi, nomor hp/faxs, e-mail); Abstrak; Kata kunci; Pendahuluan; Pembahasan; Penutup.
PETUNJUK PENULISAN
Penjelasan format penulisan: Judul: Ditulis dengan singkat, padat, maksimal 10 sampai 12 kata (ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris). Isinya mencerminkan masalah pokok. Ditulis dengan huruf kapital font 14. Hindari judul penelitian dengan menggunakan kata-kata “Telaah”, “Studi”, “Pengaruh”, “Analisis”, dan sejenisnya. Hindari penggunaan kata kerja dan singkatan. Nama Penulis ( termasuk alamat instansi, nomor hp/faxs, e-mail, tgl kirim naskah): Contoh: Muhammad Zein Abdullah, S.Ip, M.Si Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Jurusan Komunikasi, Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara - 93232 Telp/Fax/HP (0401) 3192511, 081341877133, e-mail:
[email protected] Naskah dikirim pada tanggal 7 Januari 2011 Abstrak: Ditulis dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia, maksimal 200 kata tanpa paragraph. Isinya harus mencerminkan latar belakang dan permasalahan, pembahasan dan implikasi. Abstrak bukan merupakan turunan dari pendahuluan. Kata Kunci: Ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris di bawah abstrak. Terdiri atas 3 sampai 5 kata. Tidak harus kata tunggal, boleh kata majemuk. Ditulis dengan huruf kecil format miring (Italic). Bukan kata yang bersifat Umum. Contoh judul: Membangun Format Kemitraan Media Dalam Rangka Diseminasi Informasi. Kata-kata kunci: Kemitraan, Media, Diseminasi Informasi. Pendahuluan: berisi tentang latar belakang masalah; pentingnya permasalahan tersebut untuk ditelaah lebih jauh; Kerangka konsep/analisis: perspektif pemikiran/tinjauan, bingkai analitik yang digunakan. Pembahasan: Secara substansial isinya mencakup telaahan terhadap permasalahan dengan bingkai analitik yang digunakan. Jika menggunakan tabel, maka bentuk tabel, hendaknya menggunakan tiga garis horisontal dan tidak menggunakan garis vertikal, tabel menggunakan nomor sesuai dengan urutan penyajian (Tabel 1 , dst), judul tabel diletakan di atas tabel dengan posisi di tengah (centre justified ) contoh : Tabel 1 Jenis Kelamin Responden No Jenis Kelamin
Frekuensi
1. Laki-laki 2. Perempuan
25 25
Jumlah :
50
PETUNJUK PENULISAN
Sumber : ……………………… Penutup: isinya mencakup simpulan dan saran. Cara pengutipan : menggunakan pola bodynote, yakni menuliskan nama belakang penulis buku yang dijadikan sumber dan tahun terbit buku tanpa disertai halaman. Sumber bacaan hendaknya terdiri dari minimal 60% yang terbit dalam sepuluh tahun terakhir ini, dan 40% bebas. Tidak diperbolehkan menggunakan sumber dari wikipedia, blog yang kredibilitasnya kurang. Daftar Pustaka: Daftar pustaka ditulis mengacu pada Standard Harvard. Contoh: 1. Buku (satu penulis): Berkman, R.I (1994) Find It Fast: how to uncover expert Information on any subject. New York: Harper Perennial. 2. Buku (dua penulis/lebih): Moir, A. & Jessel, D. (1991) Brain sex: the real difference between men and women. London: Mandarin. Cheek, J., Doskatsch, I., Hill, P. & Waish, L. (1995) Finding out: Information Literacy for the 21st century. South Melbourne: MacMillan Education Australia. 3. Editor atau Penyusun sebagai penulis: Spence,B. ed. (1993) Secondary School Management in the 1990s: Challenge and Change. Aspects of Education Series, 48. London: Independent Publishers. Robinson, W.F & Huxtable, C.R.R. eds. (1998) Clinicopathologic principles for veterinary medicine. Cambridge: Cambridge University Press. 4. Penulis dan Editor: Breediove, G.K. & Schorfheide, A.M. (2001) Adolescent pregnancy. 2nd ed. Wleczorek, R.R. ed. White Plains (NY): March of Dimes Education Services. 5. Institusi, Perusahaan, Atau Organisasi sebagai penulis UNESCO (1993) General Information Programme and UNISIST. Paris: Unesco, PGI-93/WS/22 6. Salah satu tulisan dalam buku kumpulan tulisan: Porter, M.A. (1993) The Modification of Method in Researching Postgraduate Education. In: Burgess, R.G.ed. The Research Process in Educational Setting: Ten case studies. London: Falmer Press, pp. 35-47 7. Referensi kedua (buku disitasi dalam buku yang lain): Confederation of British Industry (1989) Towards a skills revolution: a youth charter. London: CBI. Quoted In: Bluck, R., Hilton, A., & Noon, P. (1994) Information skills In Academic libraries: a teaching and learning role in
PETUNJUK PENULISAN
higher education. SEDA Paper 82. Birmingham: Staff and Educational Development Association, p.39 8. Prosiding Seminar Atau Pertemuan: ERGOB Converence on Sugar Substitutes, 1978. Geneva, (1979). Health and sugar substitutes: proceedings of the ERGOB conference on sugar substitutes, Guggenheim, B, ed. London: Basel. 9. Naskah yang dipresentasikan dalam seminar atau pertemuan: Romonav, A.P. & Petroussenko, T.V. (2001) International book exchange: has It any future In the electronic age? In: Neven, J, ed. Proceedings of the 67th IFLA Council and General Conference, August 16-25, 2001, Boston USA. The Hague, International Federation of Library Association and Institutions, pp. 80-8. 10. Naskah seminar atau pertemuan yang tidak dikumpulkan dalam suatu prosiding: Lanktree, C. & Briere, J. (1991, January). Early data on the Trauma Symptom Checklist for Children (TSC-C). Paper presented at the meeting of the American Professional Society on the Abuse of Children, San Diego, CA. Haryo, T.S. & Istiadjid, M. (1999, September). Beberapa factor etlologi meningokel nasofrontal. Naskah dipresentasikan dalam konggres MABI, Jakarta. 11. Sumber referensi yang berasal dari makalah pertemuan berupa poster: Ruby, J. & Fulton, C. (1993, June), Beyond redllning: Editing software that works. Poster session presented at the annual meeting of the Society for Scholarly Publishing, Washington, DC. 12. Ensiklopedia: Hibbard, J.D., Kotler, P. & Hitchens, K.A. (1997) Marketing and merchandising, in: The new Encyclopedia Britannica, vol. 23, 15th revised ed. London: Encyclopedia Britannica. 13. Laporan Ilmiah atau Laporan Teknis diterbitkan oleh pihak pemberi dana/sponsor: Yen, G.G (Oklahoma State University, School of Electrical and Computer Engineering, Stillwater, OK). (2002, Feb). Health monitoring on vibration signatures. Final Report. Arlington (VA): Air Force Office of AFRL.SRBLTR020123. Contract No.: F4962098100049. 14. Laporan Ilmiah atau Laporan Teknis diterbitkan oleh pihak Penyelenggara: Yen, G.G (Oklahoma State University, School of Electrical and Computer Engineering, Stillwater, OK). (2002, Feb). Health monitoring on vibration signatures. Final Report. Arlington (VA): Air Force Office of AFRL.SRBLTR020123. Contract No.: F4962098100049. 15. Tesis atau Disertasi: Page, S. (1999) Information technology impact: a survey of leading UK companies. MPhil. Thesis, Leeds Metropolitan University. Istiadjid, M. (2004) Korelasi defisiensi asam folat dengan kadar transforming growth factor.β1 dan insulin-like growth factor I dalam serum Induk dan tulang kepala janin tikus. Disertasi, Universitas Airlangga.
PETUNJUK PENULISAN
16. Paten: Phillip Morris Inc. (1981) Optical perforating apparatus and system. Europeen patent application 0021165A1.1981-01-07. 17. Artikel Jurnal: Bennett, H., Gunter, H. & Reld, S. (1996) Through a glass darkly: images of appraisal. Journal of Teacher Development, 5 (3) October, pp. 39-46. 18. Artikel Organisasi atau Institusi sebagai Penulis: Diabetes Prevention Program Research Group. (2002) Hypertension, Insulin, and proinsulin in participants with Impaired glucose tolerance. Hypertension, 40 (5), pp. 679-86. 19. Artikel tidak ada nama penulis: How dangerous is obesity? (1977) British Medical Journal, No. 6069, 28 April, p.1115. 20. Artikel nama orang dan Organisasi sebagai penulis: Vallancien, G., Emberton, M. & Van Moorselaar, R.J; Alf-One Study Group. (2003) Sexsual dysfunction In d, 274 European men suffering from lower urinary tract symptoms. JUrol, 169 (6), pp. 2257-61. 21. Artikel volume dengan suplemen: Geraud, G., Spierings, E.L., & Keywood, C. (2002) Tolerability and safety of frovatriptan with short-and long-term use for treatment of migraine and in comparison with sumatriptan. Headache, 42 Suppl 2, S93-9. 22. Artikel volume dengan bagian: Abend, S.M. & Kulish, N. (2002) The psychoanalytic method from an epistemological viewpoint. Int J Psychoanal, 83 (Pt 2), pp.491-5. 23. Artikel Koran: Sadil, M. (2005) Akan timbul krisis atau resesi?. Kompas, 9 November, hal. 6. 24. Artikel Audio-visual ( Film 35mm, Program Televisi, Rekaman, Siaran Radio, Video Casette, VCD, DVD): Now voyager. (Film 35mm). (1942) Directed by Irving Rapper, New York: Warner. Now wash your hands.(videocassette). (1996). Southampton: University of Southamton, Teaching Support & Media Services. 25. Naskah-naskah yang tidak dipublikasikan: Tian, D., Araki, H., Stahl, E, Bergelson, J., & Kreitman, M. (2002) Signature of balancing selection in Arabidopsis.Proc Nati Acad Sci USA. In press. 26. Naskah-naskah dalam media Elektronik (Buku-buku Elektronik / e-books): Dronke, P. (1968) Medieval Latin and the rise of European love-lyric [internet]. Oxford University Press. Avaliable from: netLibrary
[Accessed 6 March 2001]. 27. Artikel Jurnal Elektronik:
PETUNJUK PENULISAN
Cotter, J. (1999) Asset revelations and debt contracting. Abacus [internet], October, 35 (5) pp. 268-285. Available from: [Accessed 19 November 2001]. 28. Artikel dalam web pages: Rowett, S. (1998) Higher Education for capability: autonomous learning for life and work [internet], Higher Education for Capability. Available from: [Accessed 8 August 2000]. 29. Artikel dalam website: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM. (2005) Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM [internet].Yogyakarta: S2 IKM UGM. Tersedia dalam: [diakses 8 November 2005]. 30. Artikel dalam CD-ROM: Picardle, J. (1998) I can never say goodbye. The observer [CD-ROM], 20 September, 1, Available from: The Guardian and Observer an CD-ROM. [Accessed 16 June 2000]. 31. Artikel dalam Database Komputer: Gray, J.M. & Courtenay, G. (1988) Youth cohort study [computer file]. Colhester: ESRC Data Archive (Distributor). 32. Artikel online images (informasi visual, foto, dan ilustrasi): Hubble space telescope release In the space shuttle’s playload bay. (1997) [Online Image]. SPACE/GIF/s3104-015.glf, [Accessed 6 July 1997]. 33. Artikel dalam e-mail: July 2001. Lawrence, S. ([email protected]), 6 Re:government office for Yorkshire and Humberside Information.Email to F.Burton ([email protected]).
TOPIK MENDATANG
TOPIK MENDATANG OBSERVASI VOL. 12 NO. 2 TAHUN 2014
Media dan Pemilu Presiden Tahun 2014 Tahun ini Indonesia akan menggelar pesta demokrasi yakni pemilihan presiden dan wakil presiden, setelah sebelumnya didahuli dengan pemilihan anggota legislatif. Pemilihan presiden dan wakil presiden tahun ini akan menentukan pemerintahan Indonesia untuk lima tahun ke depan. Peran media dalam menyukseskan pemilu presiden tahun 2014 akan sangat menentukan dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Observasi mengundang para pakar, akademisi, peneliti, dan praktisi untuk menulis sesuai topik di atas. Naskah bisa berupa resume laporan hasil penelitian, opini, telaahan teoritis, atau hasil pengamatan. Ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, dilengkapi dengan abstrak dengan jumlah 100-150 kata. Diketik dengan menggunakan program MS Word 2003/Open Office dengan spasi 1,5 di atas kertas A4, panjang naskah antara 10-20 halaman, dilengkapi biodata penulis. Naskah harus asli dan belum pernah dipublikasikan media lain. Kutipan ditulis dengan sistem endnotes. Naskah dikirim dalam bentuk hard copy beserta soft copy ke alamat redaksi Observasi: Jl. Pajajaran No. 88 Bandung atau melalui email : [email protected]