Hayadin, Pengelolaan Guru Pendidikan Agama dalam Konteks Desentralisasi Pendidikan
PENGELOLAAN GURU PENDIDIKAN AGAMA DALAM KONTEKS DESENTRALISASI PENDIDIKAN*) TEACHER MANAGEMENT IN THE CONTEXT OF DECENTRALIZATION OF EDUCATION Hayadin Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kementerian Agama RI. Jl. Lapangan Banteng, Jakarta Pusat Abstract: The objective of this study is to describe the process of managing religious education teachers in the era of decentralization of education in Palangkaraya City, Central Kalimantan Province. This study was a case study – qualitative in nature which was conducted in 2010. The data was collected directly in Palangkaraya City using primary and secondary data sources, which is information and document from office of the Ministry of Religious Affairs, education office, and local personnel board of Palangkaraya City. To collect the data, the researcher used interview and document study with interview sheets and checklist. The data was verified through triangulation to some resource persons in relation to the one research problem in order to ensure the validity and reliability. The findings showed that: 1) recruitment of religious education teachers was also conducted by Palangkaraya local administration in order to meet the requirement of religious teachers in the city because the number of teachers appointed by the central government (cq, Ministry of Religious Affairs) is so small; 2) In the process of career development and welfare, religious education teacher is treated with the same respect as other teachers; 3) Socialpolitical conditions and the clarity of Regional Personnel Board Regulation concerning management of local personnel are other factors contributing to the management of religious education teachers in Palangkaraya City. Keywords: decentralization of education, teacher management, religious education teachers, provision of religious education teachers, career development of religious education teachers. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses pengelolaan guru pendidikan agama di era desentralisasi pendidikan di Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat kualitatif yang dilakukan pada tahun 2010. Pengumpulan data dilakukan secara langsung di Kota Palangkaraya, dengan sumber data primer dan sekunder yang berasal dari data dan dokumen yang diperoleh di kantor Kementerian Agama, Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah Kota Palangkaraya. Untuk mengumpulkan data tersebut, peneliti menggunakan metode wawancara, dan studi dokumen, dengan instrumen pedoman wawancara dan cheklist kelengkapan dokumen. Proses verifikasi data melalui triangulasi kepada beberapa narasumber terhadap satu isu yang diteliti dilakukan untuk menjamin keabsahan dan kebenaran data yang diambil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) rekruitmen tenaga pendidik guru pendidikan agama di era desentralisasi turut dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Palangkaraya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan guru agama di daerah tersebut. Hal tersebut karena jumlah tenaga kependidikan yang diangkat oleh pemerintah pusat (c.q, Kementerian Agama RI) masih sangat kurang; 2) dalam proses pembinaan karir dan kesejahteraan, tenaga pendidik guru pendidikan agama mendapatkan perlakuan yang sama dengan guru lainnya; 3) kondisi sosial politik dan kejelasan Peraturan Badan Kepegawaian Daerah tentang Manajemen Pegawai Daerah merupakan salah satu faktor pendukung dari pengelolaan guru pendidikan agama di Kota Palangkaraya. Kata kunci: desentralisasi pendidikan, pengelolaan guru, guru pendidikan agama, pengadaan guru pendidikan agama, dan pembinaan karir guru pendidikan agama.
*)Diterima tanggal 29 Juli 2011 - dikembalikan tanggal 10 Januari 2012 - disetujui tanggal 1 Juni 2012
181
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
Pendahuluan
perbedaan perlakuan terhadap guru agama dan guru
Pada era otonomi daerah, di mana pendidikan
umum lainnya.
mer upak an salah sat u ur usan yang di de-
Sebagai contoh adanya keluhan terhadap
sentralisasikan kepada pemerintah kabupaten/
ketidakjelasan nasib guru pendidikan agama yang
pemerintah kota, posisi guru agama menjadi
mengajar di sekolah umum pada pelaksanaan
kompleks dan menarik untuk diteliti. Kompleksitas
sertifikasi akibat dualisme birokrasi. Untuk gaji, selama
tersebut terletak pada konteks manajemen,
ini diurus oleh Kementerian Pendidikan Nasional,
organisasi dan hirarki di mana guru agama berada.
sed angk an untuk ser tifi kasi diserahkan ke
Pada satu sisi mereka adalah pegawai yang berada
Kementerian Agama. Kebijakan itu dinilai tidak adil
di bawah organisasi Kementerian Agama RI dengan
bagi 170.000 guru agama yang mengajar di sekolah
hirarki dan manajemen yang sentralistik, dan pada
umum. Hal ini disebabkan oleh jumlah kuota
sisi lain mereka menunaikan tugas pengabdian di
sertifikasi yang terbatas, sehingga peluang untuk
lembaga pendidikan yang secara manajemen berada
mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji
di bawah organisasi pemerintahan daerah kabupaten/
pe r bulan juga sem aki n se mpit (ww w.pe na
kota.
pendidikan.com, 2010).
Sebelum era reformasi (yang melahirkan
Perbedaan perlakuan tersebut disebabkan oleh
otonomi daerah), guru agama yang ada di Indonesia
adanya kekeliruan dalam memandang posisi guru
dire krut ol eh bebe rapa instansi, yakni oleh
agama. Pada satu sisi pemerintah daerah meman-
Departemen Agama, Departemen Pendidikan dan
dang bahwa guru agama adalah guru yang berada di
Kebudayaan, dan ada juga oleh pemerintah daerah.
bawah manajemen Kementerian Agama RI dan
Kementerian Agama RI melaku-kan pengangkatan
dikelola secara sentralistik. Pada sisi lain Kementerian
terhadap guru agama dengan inisial nomor induk
Agama berpandangan bahwa guru agama (terutama
pegawai (NIP) diawali angka 15. Sementara guru
yang berinisial NIP 13) adalah tenaga pendidik yang
agama yang diangkat oleh Departemen Pendidikan
berada di bawah manajemen pemerintah daerah
Nasional menggunakan inisial nomor induk pegawai
secara desentralistik.
(NIP) sama dengan guru mata pelajaran lainnya yakni
Kompleksitas permasalahan dan berbagai kasus
13. Guru yang diangkat (direkrut) oleh Departemen
yang terjadi seperti dilaporkan oleh media massa atau
Agama adalah guru sebagai tenaga pengajar di
berbagai pihak melalui internet, menjadi alasan
Madrasah dan sebagai tenaga pengajar pendidikan
penting dan urgen untuk menulis dan mempublikasi-
agama di sekolah umum yang berada di bawah
kan hasil penelitian ini.
manajemen Kementerian Pendidikan Nasional. Demikian pula halnya dengan guru pendidikan agama
Identifikasi Masalah Penelitian
yang direkrut oleh Kementerian Pendidikan Nasional
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat
(dengan inisial NIP. 13), menunaikan tugas di sekolah
diketahui betapa luasnya spektrum permasalahan
yang berada pa da ma najem en Kem enter ian
yang terkait dengan pengelolaan guru, khususnya
Pendidikan Nasional. Meskipun secara institusional
guru agama di era otonomi daerah. Penelitian ini
guru agama tersebut berada di bawah manajemen
mencoba mengidentifikasi beberapa permasalahan
Kementerian Pendidikan Nasional (dulu: Depdiknas),
yang relevan, antara lain:
tetapi dalam pembinaan profesionalisme dan
1)
Bagaimana kebijakan, sikap, pemahaman
kompetensinya dilakukan oleh Kementerian Agama
pemerintah daerah terhadap posisi, dan status
(dulu: Departemen Agama RI).
guru pendidikan agama, baik yang memiliki inisial
Ketika urusan pendidikan didesentralisasikan ke
nomor induk pegawai (NIP) 13, 15, ataupun NIP
daerah kabupaten/kota, maka para guru termasuk guru agama dengan NIP 13 secara otomatis diserah-
daerah. 2)
Bagaimana kebijakan, sikap, pandangan peme-
kan pengelolaannya kepada pemerintah kabupaten/
rintah pusat c.q. Kementerian Agama RI dan
kota. Bagi guru-guru pendidikan agama dengan NIP
Keme nteria n Pend idikan Nasional, serta
15 masih tetap dikelola secara sentralistik oleh
kementerian dalam negeri terhadap posisi, dan
Kementerian Agama RI. Persoalan yang muncul
status guru pendidikan agama di era otonomi
setelah otonomi daerah tersebut, yaitu adanya
daerah?
182
Hayadin, Pengelolaan Guru Pendidikan Agama dalam Konteks Desentralisasi Pendidikan
3)
4)
5)
6)
Bagaimana pola rekruitmen, pembinaan karier,
keleluasaan keputusan dialihkan ke karyawan tingkat
dan pembinaan profesionalisme pembinaan
lebih rendah. Makin banyak personil tingkat bawah
kesejahteraan dan sertifikasi guru agama di era
yang diberi keleluasaan untuk pengambilan keputus-
otonomi daerah?
an, makin desentralistik (Robbins, 1996). Griffin
Bagaimana dampak desentralisasi pendidikan
(1987), menyebutkan sebagai berikut. Decentrali-
terhadap pengelolaan guru agama di era otonomi
zation is the extend to which power and authority
daerah?
are sistematically delegated throughout the
Bagaimana sikap, dan kesiapan mental guru
organization to middle and lower level managers.
(khususnya guru pendidikan agama) dengan
Artinya, bahwa desentralisasi merupakan hal di mana
desentralisasi pendidikan?
kekuasaan dan wewenang secara sistematis
Bagaimana respon institusi pendidikan dalam
didelegasikan kepada manajer tingkat menengah dan
menerima desentralisasi pendidikan yang
manajer tingkat bawah.
be rdam pak terhadap posisi dan stat us manajemen tenaga pendidik?
Lahirnya praktek dan wacana sentralisasi dan desentralisasi dalam organisasi berangkat dari perspektif yang memandang organisasi sebagai suatu
Berangkat dari latar belakang penelitian dan
rangkaian lingkaran yang konsentrik, dengan
identifikasi permasalahan sebagaimana tersebut di
pimpinannya sebagai titik sentral dan sebuah jaringan
atas, penelitian ini mencoba untuk menjawab
wewenang memencar ke luar dari pusat lingkaran
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
tersebut (Stoner dan Freeman, 1992).
1)
Bagaimana bentuk dan arah kebijakan peme-
Dalam kaitan antara desentralisasi dan sentra-
rintah daerah Kota Palangkaraya tentang
lisasi, Luthan (1995), memandangnya sebagai
pengadaan dan pembinaan guru pendidikan
persoalan pilihan semata (freely tossed about), baik
agama?
dalam konsep dan teori, maupun dalam praktek
Bagaimana perlakuan pemerintah daerah Kota
manajemen dan organisasi. Menurut beliau, baik
Palangkaraya terhadap guru pendidikan agama?
sentralisasi ataupun desentralisasi keduanya adalah
Ap a fa ktor pendukung dan peng hamb at
relatif, dalam arti bahwa setiap organisasi akan selalu
pengelolaan guru pendidikan agama di kota
menampilkan kedua bentuk tersebut; yang berbeda
Palangkaraya pada era otonomi daerah?
hanyalah tingkatannya. Ada yang wilayah desentrali-
Secara umum tujuan penelitian ini untuk
sasinya luas dan ada yang sempit. Ilmuwan lain
mengetahui kebijakan pemerintah daerah Kota
mengemukakan Decentralization is a relative concept
Palangkaraya dalam pengelolaan guru pendidikan
(Hodgetts, 1975), dan No organization is ever
agama pada sekolah. Secara khusus tujuan penelitian
completely decentralization or completely centralized
ini untuk mengetahui:
(Griffin, 1987). Kunci bagi penyelenggaraan
2) 3)
1)
2) 3)
bentuk dan arah kebijakan pemerintah daerah
desentralisasi adalah keseimbangan atau balance
Kota Palangkaraya tentang
(Koontz, O’Donnell, and Weihrich, 1984). Dale, seperti
pengadaan dan
pembinaan guru pendidikan agama;
dikutip oleh Koontz dan kawan-kawan (1984),
perlakuan pemerintah daerah Kota Palangkaraya
menyatakan bahwa ukuran desentralisasi ditentukan
terhadap guru pendidikan agama; dan
oleh beberapa hal, yakni: 1) berapa jumlah keputusan
faktor-faktor pendukung dan penghambat
yang dapat dibuat oleh hierarki manajemen pada
pengelolaan guru pendidikan agama di Kota
tingkat yang rendah; 2) seberapa penting keputusan
Palangkaraya pada era otonomi daerah.
yang dapat dibuat oleh hierarki manajemen pada tingkat yang rendah; 3) fungsi yang terpengaruh oleh
Kajian Literatur
keputusan yang dibuat oleh hierarki manajemen pada
Konsepsi Desentralisasi Pendidikan
tingkat yang rendah; dan 4) pemeriksaan yang kecil
Pada hakikatnya, desentralisasi merujuk pada
atas keputusan yang dibuat oleh hierarki manajemen
pelimpahan wewenang (terutama dalam pengambil-
tingkat rendah.
an keputusan) dari kantor pusat kepada unit
Besar atau kecilnya tingkat desentralisasi pada
organisasi terendah. Robbins (1996), menyebutkan
suatu organisasi ditentukan oleh faktor-faktor
bahwa desentralisasi adalah proses di mana
sebagai berikut: 1) lingkungan luar organisasi (the
183
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
external environtment); 2) sejarah organisasi
pusat kepada masyarakat dan pemerintah di daerah
(history of the organization); 3) sifat dari keputusan
untuk merencanakan, melaksanakan, dan meng-
(nature of the decision); dan 4) kemampuan manajer
evaluasi penyelenggaraan pendidikan di daerahnya
tingkat bawah untuk menerima dan melaksanakan
masing-masing. Penyelenggaraan pendidikan di
wewenang (abilities of lower level managers)
daerah tersebut tidak terlepas dari bingkai pemba-
(Griffin, 1987). Pakar lainnya, Hodgets (1975)
ngunan nasional pada umumnya dan pembangunan
menyebutkan beberapa faktor yang menentukan
pendidikan khususnya, yakni untuk mencerdaskan
tingkat desentralisasi: 1) faktor yang berkaitan
kehidupan bangsa dari Sabang sampai Merauke.
dengan biaya (cost factors); 2) keseragaman
Desentralisasi pendidikan secara implisit
kebijakan (uniform policy); 3) ukuran organisasi
termaktub dalam UU. No. 22 tahun 1999 tentang
(company size); 4) filosofi yang dianut oleh pemimpin
Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut
di tingkat atas atau di Pusat (philosophy of top
dijelaskan bahwa kewenangan daerah mencakup
management); dan 5) filosofi yang dianut oleh
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
pemimpin di tingkat bawah atau cabang (philosophy
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
of subordinates managers).
pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal,
Desentralisasi dalam Sistem Pendidikan Nasional
agama serta kewenangan bidang lain. Lima
dapat dipandang sebagai bentuk praktek politik dan
kewenangan yang disebutkan terakhir merupakan
manajemen. Dalam konteks politik, terkait erat
kewenangan yang dipegang oleh pemerintah pusat,
dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan dan
dan pendidikan tidak termasuk di dalamnya. Artinya,
pembangunan nasional yang didesentralisasikan ke
pendidikan merupakan wewenang pemerintah
daerah, di mana salah satu urusan pembangunan
daerah, secara otonom. Hal ini kemudian ditegaskan
yang didesentralisasikan adalah urusan pendidikan.
pada bagian lain dari Undang-Undang nomor 22
Dalam hal ini pendidikan telah menjadi urusan
tahun 1999 tersebut, yakni: bidang pemerintahan
masing-masing daerah. Disebut sebagai wacana
yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupatan dan
manajemen, karena ia membawa implikasi terhadap
daerah kota meliputi: pekerjaan umum, kesehatan,
struktur-hierarki organisasi, dan desain kerja
dan pendidikan.
organisasi mulai dari perencanaan (planning) hingga evaluasi (evaluation).
Penjelasan tersebut memberikan makna bahwa penyerahan urusan pendidikan dari pemerintah pusat
Perbedaan perspektif antara desentralisasi politik
kepada pemerintah daerah, merupakan akibat logis
dan desentralisasi administrasi dan manajemen
dari penyerahan tugas pemerintahan yang di
penting diketahui agar kita dapat menyelenggarakan
dalamnya termasuk pendidikan. Dalam pelaksanaan-
secara rapi, dengan tidak mencampuradukkan urusan
nya, secara operasional aturan desentralisasi
pilitik dan organisasi dalam pendidikan. Secara sadar
pendidikan tersebut kemudian diatur dalam Peraturan
mesti dipisahkan bahwa persoalan administrasi dan
Pemerintah Nomor 25 tahun 2000. Peraturan
manajemen adalah menyangkut dan berhubungan
pemerintah ini mengatur tentang pembagian, dan
dengan profesionalisme, dan bukan keuntungan
pembatasan tugas serta wewenang dan kewajiban
politik suatu golongan atau partai. Sehubungan
pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan
dengan dua perspektif tersebut, Fiske (1998),
kabupaten dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah.
menjelaskannya sebagai berikut: “Desentralisasi
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut di atas,
politik menyangkut penyerahan kekuasaan kepada
pengertian desentralisasi pendidikan adalah praktek
wakil rakyat di daerah untuk mengambil keputusan
pengelolaan pendidikan yang bertumpu pada daerah
tentang pendidikan. Sementara desentralisasi
kabupaten/kota di Indonesia yang secara sinergis
administrasi atau birokrasi merujuk pada strategi
bersama pemerintah provinsi, pemerintah pusat dan
manajemen pendidikan, di mana proses peren-
stakeholder pendidikan lainnya, mewujudkan
canaan, dan pelaksanaan pendidikan diserahkan
tercapainya tujuan pendidikan nasional. Setiap
kepada aparat yang lebih rendah atau semiotonom”.
pemerintah daerah kabupaten/kota berperan sebagai
Secara umum pengertian dari desentralisasi
aktor utama penyelenggara pendidikian di wilayah-
pendidikan adalah pemberian wewenang di bidang
nya. Sementara pemerintah provinsi berperan
penyelenggaraan pendidikan nasional oleh pemerintah
sebagai penyelaras yang mengkoordinasikan
184
Hayadin, Pengelolaan Guru Pendidikan Agama dalam Konteks Desentralisasi Pendidikan
berbagai aktivitas penyelenggaraan pendidikan di
dipertegas pada Peraturan Pemerintah Nomor 74
seti ap kabupaten/ kota ya ng ada di wil ayah
tahun 2008 tentang guru, yang secara rinci
administrasinya. Demikian pula halnya dengan
menjelaskan kewajiban pemerintah, pemerintah
pemerintah pusat yang berperan sebagai koordinator
provinsi dan pemerintah daerah dalam menjamin
nasional penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh
pembinaan kualifikasi, sertifikasi, dan uji kompetensi
aktivitas penyelenggaraan pendidikan oleh aktor
guru.
pendidikan di daerah.
Selain kewajiban dalam menyediakan anggaran, Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik
Kewenangan Pengelolaan Guru
dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
Secara yuridis, pada berbagai peraturan perundang-
kom petensi secara me rata untuk menja min
undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini
parlemen disebutkan bahwa guru sebagai salah satu
jalur pendidikan formal serta untuk menjamin
unsur penting pendidikan mesti dikelola secara baik
keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah
dengan melibatkan semua unsur (stakeholders)
yang diselenggarakan oleh Pemerintah (UU No. 14
pendidikan, yakni: masyarakat, pemerintah daerah
Tahun 2005). Bagi pemerintah provinsi wajib
dan pemerintah pusat. Dalam Undang–undang
memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi
200 3, d inya taka n ba hwa: pem erintah dan
secara merata untuk menjamin keberlangsungan
pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan
pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai
pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan
dengan kewenangan (UU No. 14 Tahun 2005). Bagi
yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya
pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi
pendidikan yang bermutu. Dalam upaya pembinaan
kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
tenaga pendidik dan kependidikan, dalam sistem
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata
pendidikan nasional dinyatakan bahwa: pemerintah
untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar
dan pemerintah daerah wajib membina dan mengem-
dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal
bangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
sesuai dengan kewenangan (UU No. 14 Tahun 2005).
ya ng d isel engg arak an oleh peme rint ah d an
Demikian pula halnya dengan masyarakat yang me-
pemerintah daerah. Penyelenggara pendidikan oleh
nyelenggarakan pendidikan (UU No. 14 tahun 2005).
masyarakat berkewajiban membina dan mengem-
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan
bangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
pengelolaan guru dalam konteks desentralisasi
ya ng d isel engg arak annya. Peme rint ah d an
pendidikan adalah praktek pengelolaan guru yang
pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan
diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/
pengembangan tenaga kependidikan pada satuan
kota di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-
pendidikan formal yang diselenggarakan oleh
undangan yang berlaku, kebijakan pemerintah daerah
masyarakat (UU No. 20 Tahun 2003).
setempat, dan kondisi lokal yang menyertainya.
Lebih lanjut lagi pada Undang–undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan
Metodologi
bahwa: pemerintah dan pemerintah daerah wajib
Penelitian ini merupakan studi kualitatif-eksploratif,
menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
yakni mengkaji secara khusus kasus tertentu atau
akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam
disebut juga studi kasus dan mengembangkannya
jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian dilakukan
diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah
di Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah
daerah, dan masyarakat. Selain anggaran tersebut
pada tahun 2010. Pengambilan data lapangan
di atas, pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dilakukan pada Juni 2010. Sumber data penelitian,
juga wajib memberikan anggaran untuk meningkat-
yaitu pejabat dan staf di lingkungan Kementerian
kan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan
Agama Kota Palangkaraya, pejabat dan staff di
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
lingkungan pemerintah daerah (Dinas Pendidikan)
pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (UU
Kota Palangkaraya, pejabat dan staff di lingkungan
No. 14 Tahun 2005). Hal tersebut kemudian
Badan Kepegawaian Daerah Kota Palangkaraya,
185
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
Kepala Sekolah dan guru Pendidikan Agama di kota
katan GPAI karena memandang jumlah kebutuhan
Palangkaraya.
GPAI masih kurang sementara jumlah/quota
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dengan menggunakan instrumen pedoman
pengangkatan GPAI oleh Kementerian Agama masih sangat kurang/minim.
observasi, studi dokumentasi dengan menggunakan
Pada tahun 2009, jumlah Guru Agama yang
instrumen lembar periksa kelengkapan dokumen,
diangkat oleh Pemerintah Daerah Palangkaraya
dan wawancara dengan menggunakan instrumen
melalui Badan Kepegawaian Daerah terlihat melalui
pedoman wawancara. Triangulasi data dilakukan
Tabel 1.
dengan memeriksa data dan informasi dari sumber yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk memperoleh tingkat keterpercayaan data.
Tabel 1. Data Guru Pendidikan Agama yang Diangkat oleh Pemerintah Daerah Palangkaraya pada Tahun 2009
Data yang terkumpul (dalam bentuk catatan,
No.
dokumen, hard copy, dan soft copy) kemudian dipilih dan dipilah berdasarkan kategori tertentu yang
1 2 3 4
relevan, kemudian diklasifikasi, dan dikategorikan berdasarkan kecenderungan dan kesesuaiannya. Ke mudi an d ilak ukan ek spose la pora n ya ng menyajikan data dan informasi empirik tentang penyelenggaraan pengangkatan dan pembinaan guru
tahap selanjutnya dilakukan kajian berdasarkan penalaran induktif terhadap fakta, serta penalaran asosiatif terhadap konsep desentralisasi pendidikan. Temuan Penelitian dan Pembahasan Rekruitmen Guru Pendidikan Agama Dalam dua tahun terakhir, pengangkatan/pengadaan Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) maupun Guru Pendidikan Agama lainnya selain Islam di Kota Palangkaraya dilakukan secara paralel (bersama) oleh instansi Kementerian Agama RI melalui kantor Kementerian Agama Kota Palangkaraya, dan juga oleh Pemerintah Daerah Kota Palangkaraya. Sebelumnya, proses pengangkatan guru agama dilakukan oleh kantor Kementerian Agama pusat, melalui kantor Kementerian Agama Kota Palangkaraya. Pengangkatan melalui Kementerian Agama
Katolik 3 1 1
Protes -tan 3 2 2
Hindu 1 2 1 1
Sumber: Dokumen Rekapitulasi Pengadaan Pegawai BKD Kota Palangkaraya (2010).
agama di Kota Palangkaraya dengan merujuk pada tujuan dan rumusan permasalahan penelitian. Pada
SD SMP SMA SMK
Isla m 33 12 6 6
Sementara itu, pada tahun yang sama (2009) jumlah guru pendidikan agama (GPA) yang diangkat oleh Kementerian Agama adalah seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Data Guru Pendidikan Agama yang Diangkat oleh Pemerintah pada Tahun 2009
No. 1 2 3 4
SD SMP SMA SMK
Islam
Katolik
11 6 -
-
Protestan -
Hindu -
Sumber: Dokumen Rekapitulasi Guru Pendidikan Agama Kantor Kemenag kota Palangkaraya (2010) Berdasarkan kedua tabel di atas, terlihat bahwa perbandingan jumlah guru yang diangkat oleh Kementerian Agama dan guru yang diangkat oleh Pemerintah Daerah Kota Palangkaraya sangat besar. Untuk guru pendidikan agama Islam SMP yang
tersebut dilakukan dalam jumlah yang kecil dan jauh
diangkat oleh Kementerian Agama sebanyak 11
dari ketercukupan atas kebutuhan guru agama di
orang dan yang diangkat oleh Pemda Palangkaraya
sekolah sekolah. Berdasarkan kenyataan tersebut,
sebanyak 33 orang (300%). Untuk guru agama
maka atas kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah
Islam SMP, yang diangkat oleh Kementerian Agama
daerah di era otonomi, maka pemerintah daerah
RI sebanyak 6 orang, dan yang diangkat oleh Pemda
melalui dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian
Palangkaraya sebanyak 12 orang (200%). Jumlah
Daerah, melakukan pengangkatan/pengadaan guru
guru agama lain (non-Islam) Kementerian Agama RI
agama di wilayah kota Palangkaraya.
belum/tidak mengangkat, sehingga dilakukan oleh
Secara singkat dapat dinyatakan bahwa
pemda dengan rincian: guru agama Katholik
pemerintah daerah ikut menyelenggarakan pengang-
sebanyak 5 orang, guru agama Protestan sebanyak
186
Hayadin, Pengelolaan Guru Pendidikan Agama dalam Konteks Desentralisasi Pendidikan
7 orang, dan guru agama Hindu (Kaharingan)
dan pemerintah daerah, tetapi ketersediaan guru
sebanyak 5 orang).
pendidikan agama masih sangat minim. Sebagai
Berdasarkan wawancara dengan staf pegawai
contoh, dari 423 murid yang beragama Islam di SMPN
Badan Kepegawaian Daerah Kota Palangkaraya,
3 Palangkaraya hanya tersedia 3 orang Guru
dijelaskan bahwa proses pengangkatan guru agama
Pendidikan Agama Islam.
(seperti juga guru yang lain untuk mata pelajaran umum) yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota
Pembinaan Karir dan Kesejahteraan Guru
Palangkaraya sebagai berikut:
Pendidikan Agama
1)
BKD mengajukan usulan kuota pegawai kepada
Untuk aspek pembinaan guru agama, menurut
Menpan, BKN, dan Gubernur Provinsi Kalimantan
Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Kota
Tengah. Usulan untuk guru Agama dibuat
Palangkaraya, secara umum adminisratif dilakukan
berdasarkan usulan dinas pendidikan kota, dan
oleh Dinas Pendidikan Kota. Meskipun demikian para
dinas pendidikan kota meminta masukan dari
guru agama lebih banyak mendapat perhatian dari
sekolah yang ada di wilayah kota Palangkaraya.
pengawas pendidikan agama. Kementerian Agama
Setelah mendapat jumlah kuota pegawai,
Kota memberikan pembinaan berkala terkait dengan
kemudian dilakukan seleksi (tes). Untuk seleksi
aturan dan kebijakan pemerintah pusat dan
berkas dilakukan bersama dengan dinas
pemerintah daerah mengenai pendidikan dan tenaga
pendidikan, sementara untuk tes dilakukan oleh
kependidikan. Dinas Pendidikan juga memberikan
CDC-UGM (Career Development Center –
fasilitas dalam pengajuan angka kredit ke BKD.
Universitas Gajah Mada) secara out-sourcing.
Khusus guru pendidikan Agama Islam, berdasarkan
Hasil tes diumumkan oleh BKD dan dikirim ke
pengakuan beberapa orang guru, menyatakan bahwa
BKN wila yah VIII di Banj armasin untuk
mereka merasakan punya dua orang tua kandung
mendapatkan Nomor Induk Pegawai, dan Surat
dan mendapat perhatian dari keduanya dengan baik.
2)
3)
Keputusan sebagai Pegawai. 4)
Pembinaan profesionalisme guru pendidikan
Setelah memperoleh Surat Keputusan dan
agama, dan pembinaan kompetensi lainnya dilakukan
Nomor Induk Pegawai dari BKN, para guru
melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) bagi guru Agama
diberikan Surat Keputusan dan Surat Tugas oleh
Sekolah Dasar, dan melalui Musyawarah Guru Mata
Kantor Dinas Pendidikan. Selanjutnya pembinaan
Pelajaran Agama (MGMP) untuk guru Agama Sekolah
kariernya diserahkan kepada Dinas Pendidikan.
Menengah Pertama (SMP). Kedua institusi, yakni
Berdasarkan proses pengangkatan tersebut,
Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama Kota
dapat diketahui bahwa usulan awal tentang
Palangkaraya, turut terlibat dalam pemberdayaan dan
kebutuhan guru agama berasal dari masing-masing
memfasilitasi kegiatan KKG dan MGMP tersebut.
sekolah sebagai unit terkecil penyelenggara
Seluruh kelompok dan musyawarah kerja guru,
pendidikan. Usulan dari masing-masing sekolah
KKG Pendidikan Agama Islam SD adalah yang sangat
tentang kebutuhan guru kepada Dinas Pendidikan
aktif melakukan kegiatan. Mereka memiliki jadwal
Kota Palangkaraya menjadi dasar untuk usulan
kegiatan bulanan yang rutin. Sementara itu, lembaga
pegawai kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
MGMP SMP juga memiliki agenda kegiatan bulanan
Kota Palangkaraya untuk melakukan pengangkatan
dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan
sesuai dengan kuota yang diberikan oleh Menpan,
kompetensi para guru Agama. MGMP SMA dan SMK
BKN dan Pemerintah Provinsi.
belum memiliki program kegiatan yang teratur dan
Kriteria pengangkatan yang digunakan oleh BKD
terjadwal secara baik sebagaimana yang telah
Kota Palangkaraya dalam merekrut guru yaitu
dilakukan oleh MGMP SMP dan KKG SD. Untuk
berdasarkan kriteria keilmuan berdasarkan kualifikasi
Keg iata n MG MP PAI SMP, pada tahun 2 009
pendidikan, kriteria fisik, dan mental. Untuk guru
mendapatkan bantuan dari LPMP Provinsi Kalimantan
agama Islam kriterianya yaitu sarjana agama Islam,
Tengah dengan difasilitasi oleh Dinas Pendidikan
demikian pula halnya dengan guru agama lain, berasal
sebesar Rp.15.000.000 (Limabelas Juta rupiah), dan
dari sarjana agama atau theologi agama yang sama.
bantuan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama
Meskipun pengangkatan/pengadaan guru agama
Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp.5.000.000.
telah dilakukan bersama oleh Kementerian Agama
(Lima juta rupiah). Demikian pula halnya dengan KKG,
187
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
mendapatkan bantuan dari Kanwil. Hampir seluruh
Agama Provinsi mengakibatkan jauhnya proses
kegiatan MGMP dan KKG PAI dipusatkan di kantor
pengawasan. Selain itu, para pengawas juga belum
Kementerian Agama Kota Palangkaraya dengan
mendapatkan iklim dan budaya kerja yang kondusif
melibatkan kepala seksi urusan madrasah dan
dalam melakukan tugas pengawasan. Faktor
pendidikian agama (Mappenda) Kementerian Agama
kompetensi dan profesionalisme pengawas juga
Kota Palangkaraya.
me njad i
Dalam hal tunjangan dan insentif, guru-guru Pendidikan Agama di SD, SMP, SMA, dan SMK
sa lah
satu
per masa laha n
ya ng
mempengaruhi penyelenggaraan Pendidikan Agama di sekolah.
mendapatkan perlakuan yang sama dengan guru bidang studi lainnya, seperti: baju seragam dinas,
Memposisikan Kepentingan Pendidikan
dan tunjangan kinerja. Insentif tersebut merupakan
Nasional
kebijakan pemerintah daerah kepada seluruh pegawai
Hal yang menarik dari kasus pengelolaan guru
negeri dan pegawai daerah di Kota Palangkaraya, baik
Pendidikan Agama di Kota Palangkaraya adalah
guru maupun nonguru.
tingginya perhatian Pemerintah Daerah melalui dinas
Kesempatan Guru Agama diangkat dan ditunjuk
pendidikan setempat dan Kantor Kementerian Agama
menjadi Kepala Sekolah SD, SMP atau SMA/SMK,
kota setempat terhadap urusan pendidikan, khusus-
sampai sekarang belum pernah terjadi. Meskipun
nya pengadaan dan pembinaan guru. Urusan
demikian, pada prinsipnya tidak ada ketentuan dan
pendidikan dipandang sebagai aspek penting sehingga
kebijakan yang menutup kesempatan tersebut. Pada
pemberdayaannya tidak perlu mempertimbangkan
beberapa kasus, Kantor Kementerian Agama Kota
hierarki organisasi dan administrasi.
Palangkaraya memberikan kesempatan kepada guru
Setiap guru apapun dan bagaimanapun posisinya
Pendidikan Agama Islam di SD, SMP, SMA, SMK (yang
secara hirarki, mereka sama-sama bertugas untuk
diangkat oleh Kementerian Agama – dulu dengan
mengajar dan mendidik anak-anak bangsa di sekolah.
inisial nomor induk pegawai 15) yang berprestasi
Dalam perspektif guru Pendidikan Agama, mereka
untuk diangkat menjadi Kepala Madrasah Ibtidaiyah,
adalah tenaga pendidik yang secara akademis
Tsanawiyah, atau Aliyah.
bertanggung jawab membentuk pengetahuan,
Adanya kejelasan aturan hukum tentang
kesadaran, dan perilaku beragama melalui mata
kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelola
pelajaran Pendidikan Agama di sekolah dan aktivitas
kegiatan pendidikan di daerah merupakan salah satu
pendidikan lainnya di luar sekolah. Guru Pendidikan
fak tor pend ukung da lam upay a me menuhi
Agama yang dimaksud adalah Guru Pendidikan
ketersediaan guru Pendidikan Agama di Kota
Agama yang sesuai dengan agama yang dianut oleh
Pa lang kara ya. Sela in i tu, kebe rada an d an
peserta didik.
profesionalisme kerja kantor Badan Kepegawaian Daerah Kota Palangka raya, ke rja sama dan
Menghilangkan Dikotomi Pusat dan Daerah
koordinasi antara Kantor Kementerian Agama Kota
dalam Pengelolaan Guru
Palangkaraya dengan dinas pendidikan, serta
Sebagaimana digambarkan pada bagian teori, bahwa
kesadaran pada guru agama untuk senantiasa
secara konsepsional desentralisasi dan sentralisasi
mengembangkan profesionalisme melalui KKG dan
bukanlah suatu konsep yang mesti dipahami secara
MGPM, m erup akan fak tor pend ukung ba gi
dikotomis (Luthan, 1995). Desentralisasi dan
penyelenggaraan Pendidikan Agama di sekolah pada
sentralisasi mesti dipandang dalam perspektif skala.
era otonomi daerah.
Dalam perspektif ini, desentralisasi dan sentralisasi
Meskipun demikian, kesadaran dan semangat
berada pada ujung atau batas suatu garis skala.
pada guru Pendidikan Agama untuk senantiasa
Dengan demikian suatu urusan pendidikan (atau
proaktif mengembangkan profesionalisme mereka,
urusan lain yang telah didesentralisasikan menurut
baik secara personal, maupun melalui KKG dan
undang-undang pemerintahan daerah) tertentu pada
MGMP, merupakan salah satu hambatan bagi
hakikatnya tetap berada pada garis skala tersebut
pengembangan profesionalisme mereka. Demikian
dengan tingkat kedekatan atau kecenderungan yang
pula, posisi pengawas Pendidikan Agama yang secara
berbeda-beda terhadap suatu ujung desentralisasi
struktural berada di kantor wilayah Kementerian
(kepentingan otonomi daerah) atau sentralisasi
188
Hayadin, Pengelolaan Guru Pendidikan Agama dalam Konteks Desentralisasi Pendidikan
(kepentingan dan otoritas negara) pada ujung
Koordinasi Pemerintahan Daerah yang Efektif
lainnya.
Hal lain yang penting dalam proses manajemen
Dalam perspektif manajemen, tidak ada satu-
tenaga pendidik pada era otonomi daerah adalah
pun urusan atau suatu kepentingan yang mutlak
koordinasi antarlembaga pemerintah, baik pada
secara penuh dikelola oleh daerah (down-level
tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun pusat
manageme nt) tanp a b ersingg ung an deng an
dengan arah koordinasi horizontal, vertikal, ataupun
kepentingan negara ( top-level manajemen).
diagonal. Koordinasi horizontal dilakukan oleh instansi
Desentralisasi merupakan salah satu bentuk dan cara
yang terlibat dalam urusan pendidikan pada tingkat
pendistribusian kewajiban negara dalam melayani
kabupaten yakni: pemerintah kabupaten/kota,
rakyat, atau pendelegasian wewenang dan tugas
Kantor Dinas Pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah,
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Secara
Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Komisi
administratif hal tersebut tidak selalu berarti
Pendidikan di DPRD kabupaten/kota, demikian pula
menghilangkan kewenangan Pemerintah Pusat, atau
halnya pada tingkat provinsi. Koordinasi vertikal dapat
menafikan kepentingan negara di bawah kepentingan
dilakukan oleh Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/
daerah.
Kot a kepa da Dinas Pendidik an Provinsi dan
Pendidikan merupakan salah satu urusan
Kementerian Pendidikan di Jakarta pada Direktorat
strategis yang paling menentukan masa depan dan
atau Direktorat Jenderal terkait. Demikian pula halnya
eksistensi suatu negara. Ia bukan hanya terkait
dengan Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota
dengan ketertinggalan sumber daya manusia, atau
dapat melakukan koordinasi vertikal ke tingkat
tingkat kelulusan ujian nasional suatu daerah tertentu.
Provinsi, dan Kementerian Agama RI di Jakarta melalui
Urusan pendidikan yang menjadi tumpuan bangsa
Direktorat atau Direktorat Jenderal terkait.
dalam mencetak generasi masa depan yang tangguh
Pada kasus pengelolaan guru Pendidikan Agama
dan mampu berkompetisi secara global, harus
di Kota Palangkaraya, terlihat adanya koordinasi
dilaksanakan secara sinergis dan sistemik oleh seluruh
dalam proses pengadaan guru Pendidikan Agama
daerah yang ada di Indonesia. Dalam rangka
antara instansi Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian
kepentingan negara, maka pemerintah berkewajiban
Agama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
menjadi konduktor sistem bagi seluruh subsistem
serta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebagai
pendidikan nasional yang ada di daerah. Demikian
lembaga pengelola pegawai di daerah. Koordinasi
pula, daerah mesti memahami kepentingan strategis
juga berlangsung secara vertikal pada sekolah-
dari pendidikan, melewati batas-batas hierarki
sekolah (SD, SMP, dan SMA/SMK) untuk menjaring
administrasi, desentralisasi, dan sentralisasi.
kebutuhan guru Pendidikan Agama di sekolah.
Kasus pengelolaan guru Pendidikan Agama di
Meskipun demikian, koordinasi dalam pengelolaan
Kota Palangkaraya patut diapresiasi, yang telah
ke giat an
p enge mbangan
komp etensi
d an
menunjukkan kearifan dan pemahaman yang baik
profesionalisme guru agama, masih belum terjadi
tentang posisi pendidik dalam proses belajar
koordinasi yang baik. Masing-masing instansi
mengajar. Keputusan Pemerintah Daerah untuk
melakukan program pembinaan secara terpisah.
melakukan rekruitmen guru Pendidikan Agama
Akibatnya, kesempatan guru sebagai subjek
berdasarkan analisa kebutuhan dan keuangan daerah
partisipan dalam kegiatan pemberdayaan dan
merupakan kebijakan yang positif. Hal tersebut
pengembangan kompetensi tidak tersedia secara
merupakan implementasi dari amanah undang-
merata. Beberapa guru atau kelompok guru (KKG
undang guru, yang menyatakan bahwa pemerintah
dan MGMP) mendapatkan bantuan dan kegiatan dari
kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru,
kedua instansi yakni, Pemerintah Daerah melalui
baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama Kota
dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
Palangka-raya, sementara beberapa guru yang lain
keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan
tidak mendapatkan kesempatan.
anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan
Fungsi koordinasi yang menjadi tanggung jawab
kewenangan. Daerah kabupaten/kota lainnya di
organisasional dari instansi pendidikan juga mendapat
Indonesia dapat melakukan hal yang serupa.
masalah, karena adanya tingkat kesadaran dan pemahaman tenaga pendidik untuk proaktif
189
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012
mengembangkan diri dan kelompok profesinya.
Pendidikan Agama tersebut yaitu: adanya kejelasan
Beberapa guru ada yang proaktif menjemput dan
aturan, terutama aturan tentang kepegawaian melalui
mencari peluang ke berbagai instansi seperti Dinas
Badan Kepegawaian Daerah; adanya suasana sosial
Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama,
politik keagamaan yang kondusif di Kota Palangka-
sementara yang lain hanya pasif dan menunggu.
raya, di mana pemerintah daerah memberikan kesempatan kepada para guru Pendidikan Agama
Simpulan dan Saran
untuk secara proaktif mengajukan program kegiatan
Simpulan
melalui KKG/MGMP. Sementara hal yang meng-
Pada prinsipnya arah kebijakan Pemerintah Daerah
hambat yaitu masih rendahnya kesadaran dan
Kota Palangkaraya tentang peng adaan guru
semangat para guru untuk mengembangkan diri, baik
Pendidikan Agama di sekolah berpihak pada kepen-
secara personal maupun melalui organisasi profesi
tingan anak didik dan dunia pendidikan untuk memiliki
fungsional guru seperti KKG atau MGMP.
guru Pendidikan Agama yang memadai sesuai dengan agama anak didik. Pada saat sekarang untuk
Saran
memenuhi kebutuhan tersebut, Pemerintah Daerah
Para aktor utama pendidikan, yakni Dinas Pendidikan
Kota Palangkaraya melalui Badan Kepegawaian
dan Kantor Kementerian Agama di Kota Palangkaraya
Daerah ikut terlibat melakukan penerimaan dan
per lu m eningkat kan pemb inaa n ke sada ran
pengangkatan guru Pendidikan Agama dengan jumlah
profesionalisme guru agar lebih aktif dan proaktif
yang lebih besar dari jumlah guru Pendidikan Agama
memanfaatkan wadah kelompok kerja guru dan
yang diangkat oleh pemerintah pusat melalui
musyawarah guru mata pelajaran.
Kementerian Agama RI.
Pada perpektif yang lebih luas secara nasional,
Dalam hal pembinaannya, posisi Kementerian
fungsi koordinatif terhadap berbagai aktor pemerintah
Agama melalui Kantor Kementerian Agama Kota
yang terlibat dalam pengelolaan guru pendidikan
Palangkaraya, khususnya kepala seksi Madrasah dan
agama, seperti: Kementerian Agama, Kementerian
Pendidikan (Mapenda) sangat dominan terutama
Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional,
melalui KKG dan MGMP.
Pemerintah Provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
Dalam hal pembinaan karier, kesejahteraan, dan
perlu dibina dan dikembangkan secara intensif. Ini
profesionalisme, Pemerintah Daerah Kota Palangka-
untuk menghindari tumpang-tindihnya urusan
raya memposisikan guru Pendidikan Agama, sama
pengadaan dan pengelolaan guru di daerah. Fungsi
seperti pegawai daerah lainnya. Pemberian bantuan
koordinatif tersebut akan menghilangkan dikotomi
kepada kelompok kerja guru tergantung pada
dalam memandang desentralisasi dan sentralisasi
kreativitas guru dan pengurus KKG/MGMP.
dalam praktek otonomi daerah.
Salah satu faktor pendukung dari kondisi penyelenggaraan pengangkatan dan pembinaan guru
Pustaka Acuan Fiske. Edward B. 1998. Desentralisasi Pengajaran Politik dan Konsensus. Jakarta, Grasindo. Griffin. Ricky, W. 1987. Management. Illinois, Houghton Mifflin Company. Hodgetts. Richard M. 1975. Management; Theory, Process, and Practice. London, B.W Saunders. http://www.penapendidikan.com/nasib-guru-agama-depdiknas-tak-jelas/ diunduh tanggal 20 Januari 2010 Koontz. Harold, Cyril O’Donnell, and Heinz Weihrich. 1984. Management. New York, McGrow-Hill. Luthan. Fred. 1995. Organizational Behaviour. New York, McGraw-Hill. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom Peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Robbins. Stephen. P. 1996. Perilaku Organisasi; Konsep Kontroversi dan Aplikasi, terjemah: Hadyana Pudjaatmaja. Jakarta, Prenhalindo. Stoner. James A.F., and Freeman R. Edward, terjemahan Bakowatun. Wilhelmus W 1992. Manajemen. Jakarta, Intermedia.
190
Hayadin, Pengelolaan Guru Pendidikan Agama dalam Konteks Desentralisasi Pendidikan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
191