Seminar Nasional Peternakan don Yeteriner 1998
PENGARUH TRANSFER CAIRAN RUMEN DARI DOMBA LOKAL KE DOMBA MERINO TERHADAP KEMAMPUANNYA MENCERNA KALIANDRA BuDI TANGENDJAJA dan ELIZABETH WINA
Balai Penelitian Temak, P.O . Box 221, Bogor 16002
ABSTRAK Percobaan transfer cairan rumen telah dilakukan dari domba lokal yang telah beradaptasi dengan kaliandra kepada domba Merino Australia untuk mengevaluasi perbedaan kemampuan mikroorganisme rumen untuk mencerna kaliandra yang iengandung kadar tanin tinggi . Empat ekor domba Merino yang bam tiba dari Australia ditempatkan dalam kandang metabolisme dalarn ruangan yang bersih dan telah difumigasi. Dua ekor domba diperlakukan sebagai kontrol dengan terns mendapat pakan kaliandra sedangkan dua ekor lagi menerima cairan rumen pada hari ke-14 sejak kedatangannya . Sebanyak 100 nil cairan rumen diambil dari domba lokal Jawa yang telah beradaptasi dengan pakan kaliandra selarna lebili dari 6 bulan dan kemudian cairan nimen tersebut disaring dan dimasukkan dengan selang plastik ke dalam rumen domba Merino. Konsurnsi harian daun kaliandra meningkat secara linier selama 4 minggu percobaan dari 2,1% sampai 3,3% bobot badan . Kandungan nitrogen feses meningkat dari 2% menjadi 3,4%. Nilai kecernaan in vitro daun kaliandra tidak berbeda antara domba Merino yang dengan atau tanpa menerima transfer cairan rumen (63-64%). Ada kenaikan nilai kecernaan selama 28 hari percobaan pemberian kaliandra dari 37 sampai 64%. Nilai kecernaan in vitro adalah sedikit kenaikan tetapi tidak berbeda antara domba dari kedua perlakuan. Kadar amonia dari cairan rumen kedua perlakuan juga tidak berbeda nyata. Kesimpulan, isi rumen domba lokal tidak mempunyai mikroorganisme yang spesifik untuk mencerna kaliandra yang dapat dipindalikan ke dalarn rumen domba Merino . Proses adaptasi terhadap pakan kaliandra mengluasilkan kemampuan yang sarna untuk mencerna kaliandra antara domba Merino dengan domba lokal . Kata kunci : Transfer cairan rumen, domba Merino, domba lokal, kaliandra PENDAHULUAN Suplementasi protein untuk ternak numinansia yang berada di pedesaan dapat diperoleh dari tanaman leguminosa serba guna (inultipurposes tree leguntes). Tanaman leguminosa yang banyak dijumpai adalah dari jenis Allimosoideae seperti Leucaena leucocephala (launtoro), Gliricidia sepium (gamal), Sesbania grandifora (turi), spesies tertentu dari Acacia dan Calliandra calothyrsus (kaliandra). Tanaman tersebut bersifat serba guna karena mudah ditanam, dapat mencegah erosi, sumber kayu, tanaman pelindung maupun sebagai pakan ternak . Tanaman leguminosa sangat disukai ternak dan mempunyai kandungan protein yang tinggi (>20%,) .
Salah satu kendala dalain memanfaatkan tanam leguminosa sebagai pakan numinan adalah adanya senyaNva racun (toxicant) yang dapat mengllambat produksi ternak . Lamtoro mengandung mimosin, ganial mengandung kumarin, turi mengandung canavanine, sedangkan kaliandra mengandung tanin dalain jumlah yang tinggi . Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menanggulangi senyawa beracun tersebut . Mimosin dalam lamtoro dapat dipecall olell mikroba dalam rumen menjadi senyawa yang tidak berbahaya (TANGENDJA .IA, 1993) . Kumarin dalam gamal 448
Seminar Nasional Peternakan don leteriner 1998
berkurang ketika daun dipanaskan atau dilayukan (WINA et al., 1993 ; 1995) dan juga dapat dipecah oleh mikroba rumen (WINA el al., 1993) .
SUTIKNO
dan
SUPRIYATI,
Sampai pertengahan talhun 80-an, lamtoro menjadi tanaman yang paling populer untuk pakan suplemen akan tetapi dengan adanya serangan kutu loncat, tanaman ini menurun junilahnya . Kaliandra menjadi alternatif lain di samping lamtoro atau garnal tenitama untuk dataran tinggi. Kaliandra dapat tumbuh subur di lereng-lerang pegunungan clan banyak ditanam di daeralr kehutanan . Pemanfaatan kaliandra masih terbatas karena kandungan taninnya . Tanin adalah senyawa polifenol dengan berat molekul yang bervariasi . Senyawa tanin dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu tanin terhidrolisa (yang dapat dihidrolisa dengan asam) clan tanin terkondensasi . Di dalarn daun kaliandra tanin yang ada dari jenis tanin terkondensasi dalain jumlah yang tinggi, sampai 11% . Tanin ini mudah bereaksi dengan protein sehingga menimbulkan efek negatif yaitu mengliambat aktivitas enzim dalam pencernaan, inengurangi konsumsi pakan dan juga mengurangi mikroba rumen . Di lain piliak, tanin dalam jumlah sedikit dapat bermanfaat bagi ternak karena diperkirakan dapat inelindungi protein pakan agar tidak dipecali oleh mikroba rumen. Penelitian terdahulu menunjukkan baliwa ternak ruminansia masih dapat tumbuh dengan baik ketika diberi kaliandra dalam bentuk segar ineskipun kandungan taninnya tinggi . Hal ini menimbulkan hipotesa bahwa ternak-ternak di Indonesia sudah beradaptasi dengan tanin dalain kaliandra . Peranan mikroba dalam nunen sangat menunukkan ternak untuk toleran terhadap senyawa racun . Penelitian TANGENDJAJA (1983) terhadap pemecaluan inimosin dalain lamtoro menunjukkan adanya perbedaan mikroba rumen dari ternak-ternak tertentu yang dapat dipindahkan ke ternak lainnya . MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kandang karantina hewan Balitnak Ciawi setelah niangan terlebilr dalrulu difumigasi dan disemprot dengan desinfektan . Domba jantan lokal (2 ekor) yang berristula sudah diberi pakan kaliandra segar selama 6 butan dipakai sebagai sumber cairan rurnen . Empat ekor domba jantan Merino (berat rata-rata 42 kg) yang datang dari Australia melalui perusahaan feedlot ditempatkan langsung dalain kandang metabolis . Domba Merino diberi pakan kaliandra segar bertahap dari 25 sampai 100% selama 3 hari kemudian setenisnya diberi 100% sampai akhir percobaan . Pada hari ke-14 dilakukan pemindalran cairan nunen (rumen transfer) dari domba lokal ke domba Merino . Cairan nunen domba lokal diambil melalui fistula clan disaring melalui kain. Sebanyak 100 nil cairan rumen dipindalikan ke masing-masing dua ekor domba Merino melalui selang plastik ke dalam rumen. Konsurnsi pakan harian dan kandungan nitrogen feses domba diukur setiap minggu sebelum unaupun sesudah transfer cairan rurnen yaitu pada hari ke-7, 14, 21, clan 28 hari. Konsumsi pakan dihitung berdasarkan berat kering dalam persentase berat badan domba, sedangkan analisa nitrogen dalam feses dilakukan dengan cara Kjeldahl pada contoh feses kering. Kecernaan bahan kering dari kaliandra dilakukan dengan mengukur konsumsi dan jumlah bahan kering feses dari masing-masing domba dengan cara rnenampungnya setiap hari selama 7 hari . Kecernaan bahan kering dan protein diukur secara in vitro dengan menggunakan cairan rumen domba Merino pada hari ke-28 clan 41 atau 14 hari dan 28 hari setelah transfer cairan rumen. Metoda yang digunakan adalah metode TILLEY dan TERRY (1963) untuk tahap pertama
449
Seminar Nosional Peternakan don Veteriner 1998 selama inkubasi 48 jam . Bahan yang diukur kecernaannya adalah kaliandra kering beku baik tanpa atau dengan penambahan polietilen glikol (PEG) . Disamping kecernaan in vivo dan in vitro, kandungan amonia di dalatu cairan rumen juga diukur 24 hari setelah pernindahan cairan rumen dengan cara Conway . HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran konsumsi kaliandra oleh domba sebelum dan sesudah transfer cairan rumen pada hari ke-14 diperlihatkan pada Tabel 1 . Konsumsi kaliandra meningkat dengan lamanya waktu percobaan dari sebesar 2,0-2,2% pada awal percobaan (hari ke-3) inenjadi 2,4-2,5% pada saat transfer cairan rumen dan meningkat lagi menjadi 3,2-3,4% pada hari ke-28 atau 2 minggu setelah transfer . Rendahnya konsumsi di awal percobaan adalah akibat belum terbiasanya domba untuk mengkonsumsi kaliandra seperti pada unltutnlya terjadi pada ternak-ternak yang mengkonsumsi pakan pertama kah . Tidak diperoleh perbedaan konsumsi antara domba Merino yang menerima cairan rutnen domba lokal dibanding domba kontrol tanpa transfer cairan rumen . Kelihatannya proses adaptasi domba untuk mengkonsumsi kaliandra lebilt menentukan dari pada pengaruh transfer cairan runien . Untuk mencapai konsumsi inaksin1Un1 terhadap kaliandra dibutuhkan waktu sampai 4 minggui sehingga inenyamai domba lokal yang sudah teradaptasi dengan kaliandra segar . Tabel 1 .
Konsumsi pakan dan kandungan nitrogen dalain feses dari domba Merino kontrol dan yang mendapat transfer cairan nmien
Parameter
Hari ke 3
7
14
21
28
Konsumsi pakan (%BB) Merino kontrol
2,2
2,5
2,9
3,4
Merino transfer c . rumen
2,0
2,4
2,9
3,2
Domba lokal teradaptasi
3,3
3,6
3,3
3,6 3,5
Kandungan nitrogen feses (%) Merino kontrol
3,2
4,0
3,4
Merino transfer c . rumen
3,7
4,0
3,7
3,4
Domba lokal teradaptasi
3,8
3,9
3,8
4,1
Kahandra segar sangat disukai oleh domba sehingga dapat langsung dikonsumsi . Berlainan dengan kaliandra kering yang tidak disukai oleh domba (WINA et al ., 1993) . MAKKAR (1993) melaporkan bahwa tanin yang tinggi akan mengakibatkan rasa sepat dan mengurangi konsumsi pakan . Tanin terekstrak yang tinggi dalatu kaliandra segar ternyata tidak inempenganihi konsmusi dan kenyataannya terbalik dengan tanin terekstrak yang rendah pada kaliandra kering . Mekanisme pengeringan dalam kaitannya dengan tanin dan pengandinya terhadap konsumsi inasih memerlukan penelitian lebih lanjut .
Kandungan nitrogen dalatu feses kelihatannya meningkat dalatu 2 minggu adaptasi tetapi kemudian menunin dengan lamanya adaptasi sehingga kandungan nitrogen dalain feses sebesai 3,4-3,5% (Tabel 1) . Pada akhir percobaan, juga tidak nampak adanya perbedaan antara domba dari kedua perlakuan . Dibandingkan dengan domba lokal yang sudah beradaptasi dengan kaliandr ternyata j uga tidak banyak berbeda . Malahan kandungan nitrogen pada feses domba lokal sediki 45 0
Seminar Nasional Peternakan dan I-eteriner 1998
lebih tinggi . Kandungan nitrogen lebih besar dari 4% alau sebesar nitrogen dalam kaliandra yang dimakan. Dibandingkan dengan domba lokal yang sudah teradaptasi dengan kaliandra ternyata juga tidak banyak berbeda malahan kandungan nitrogen pada feses domba lokal sedikit lebih tinggi . Kandungan nitrogen diharapkan dapat dijadikan petunjuk akan kemampuan domba dalam memanfaatkan protein dalam kaliandra . Kandungan yang tinggi menunjukkan kurang mampunya menyerap sistem pencernaan mengabsorpsi protein daun yang nuingkin diakibatkan kandungan tanin dari kaliandra .
Hasil percobaan menunjukkan tidak adanya perbedaan antara domba lokal dan domba Merino dalam memanfaatkan protein dari kaliandra sehingga transfer cairan rumen tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil pengukuran kecernaan balian kering dari kaliandra oleh domba Merino diperlihatkan dalam Gambar 1 . Koe6sien cerna kaliandra segar meningkat dengan lamanya waktu pemberian kaliandra dari sekitar 35-45% pada awal percobaan menjadi sekitar 60-65% pada 28 hari percobaan . Meningkatnya koefisien cerna balian kering ini berhubungan dengan adaptasi domba Merino terhadap kaliandra. Transfer cairan rumen domba lokal ternyata tidak banyak berpenganih terhadap koefisien cerna kaliandra karena tanpa transfer cairan rumen (domba kontrol) juga memberikan nilai koefisien cerna yang hampir sama . Jadi adaptasi ternak terhadap kaliandra lebih berpengaruh dari pada transfer cairan rumen . Difhat dari nilainya, koefisien cerna kaliandra segar untuk domba Merino relatif tinggi yaitu sekitar 60-65%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan laporan WINA et al. (1993) untuk domba lokal sebesar 47% dan jauh lebili tinggi dibanding kaliandra kering sebesar 38,8% .
70
60 ~
m U Y
50 -~---
40 --O-Tidak dkransfer --W-Transfer
30
Gambar 1.
3
14
21
Lama percobaan (had)
28
Koefsien cerna bahan kering in vivo kaliandra segar pada oleh domba Merino tanpa dan dengan transfer cairan rumen domba lokal 45 1
Seminar Nasional Peternakan dan Veeriner 1998
Hasil pengukuran kecernaan kaliandra (kering beku) oleh cairan rurnen yang berasal dari domba Merino baik yang diberi transfer rumen maupun tidak dikeniukakan dalam Tabel 2. Kecernaan diukur pula ketika polietilen glikol (PEG) ditambalikan untuk mengurangi penganih tanin (MAKKAR et al., 1995). Kecernaan in vitro bahan kering kaliandra tidak mengalami perubahan pada domba kontrol tanpa transfer rumen . Pada domba yang mengalami transfer rumen, kecernaannya sedikit meningkat dari 35,6% menjadi 38,1% tetapi nilai ini tidak berbeda dengan nilai dari domba kontrol . Apabila dibandingkan dengan domba lokal yang telah diadaptasikan ternyata nilai kecernaanya juga tidak berbeda . Hal ini menunjukkan bahwa baik domba lokal maupun domba Merino mempunyai mikroba dengan kemampuan yang sania dalam mencerna kaliandra . Oleh karena itu transfer rumen dari domba lokal ke domba Merino dari Australia tidak memberikan pengaruh yang berarti . Hasil ini menunjang pengujian secara in vivo bahwa faktor adaptasi terhadap kaliandra lebih menentukan kemampuan mikroba rumen mencerna kaliandra . Diperkirakan tidak ada mikroba spesifik yang sangat menentukan dalam menuanfaatkan tanin dalam kaliandra . Hasil ini agak berbeda dengan hasil percobaan transfer cairan rumen dari kambing Indonesia kepada kambing Australia yang menunjukkan adanya mikroba spesifik pemecah mimosin atau DHP (TANGENDJAJA, 1983). Dari percobaan saat ini, mungkin tidak ada mikroba spesifik pemecah tanin terkondensasi . Tanin mungkin dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen yang berasal dari ternak Indonesia maupun Australia . Hasil penelitian terpisah (WINA et al ., 1998) menunjukkan bahwa kandungan tanin menunin selama inkubasi dalam cairan rumen ternak Indonesia . Penambahan Polietilen glikol (PEG) ternyata dapat meningkatkan nilai kecernaan kaliandra . Meskipun PEG memang dilaporkan dapat menetralisir tanin tetapi mungkin ada pengaruh PEG pada senyawa lain selain tanin karena apabila pengaruh tanin dapat dikurangi oleh mikroba rumen seharusnya pengaruh PEG relatip kecil untuk kaliandra . Tetapi kenyataannya pada Tabel 2, penaInballan PEG dapat nreningkatkan kecernaan antara 14-20% baik pada rumen domba Australia maupun domba lokal . THEODORE (komunikasi pribadi) inenyatakan bahwa PEG mungkin juga berpenganilu pada serat maupun terhadap mikrobanya sendiri . Tabel 2.
Kecernaan bahan leering (KCBK, %) dan kecernaan protein (KI', %,) in vitro kaliandra dengan dan tanpa penambahan Polietilen glikol (PEG) dengan menggunakan 3 jenis cairan rumen yang diambil pada hari lee-28 dan ke-41 setelah transler cairan rumen
Parameter KCBK (%) Merino kontrol Merino transfer c. rumen Domba lokal teradaptasi KP(%) Merino kontrol Merino transfer c. rumen Domba lokal teradaptasi
-PEG
Hari lee-28
+PEG
40,5 35,6
62,1 50,7
48,2 43,0
68,8 60,4
-PEG
Hari ke4 1
+PEG
39,4 38,1
56,2 52,1
41 39,4 42,2
64,3 61,2 69,2
Nilai kecernaan in vitro lebih rendah dibandingkan dengan in vivo karena metode yang digunakan hanya tahap I dari metode TILLEY clan TERRY (1963) . Dibandingkan dengan kecernaan bahan kering, kecernaan protein sedikit lebih tinggi nilainya tetapi yang menarik untuk 452
Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1995 dikemukalcan bahwa penambalkan PEG lebih besar penganuhnya terhadap kecernaan protein . PEG dapat meningkatkan nilai kecernaan 20-27% . Dari hasil ini jelas bahwa PEG masih berperan dalam nlenetralisir tanin sehingga tidak berikatan dengan protein . Penambahan PEG memang dapat nlemperbaiki nilai kecernaan kaliandra tetapi teknik ini tidak ekonomis untuk dilaksanakan secara praktis di lapangan, meskipun ada laporan bahwa di Afrika ada perusahaan yang nlenjual Browse Plus sebagai feed additive yang mengandung PEG . Hasil pengukuran kandungan amonia dari cairan runlen 2 minggu setelah transfer diperlihatkan pada Tabel 3 . Jelas terlihat bahwa kandungan amonia dalam rumen tidak berbeda antar semua ternak. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mikroba dalam memecah protein relatip sama sehingga produksi amonia juga relatif sanla . Nilai ini relatif tinggi dibanding kandungan amonia dari ternak lain yang diberi ruunput karcna kandungan protein dalanl kaliandra sekitar 25%. Tabel 3.
Kundungan amonia dalain nmlen domba Merino dan lokal 28 huri Kadar amonia (nlghif)
Domba Merino Kontrol
0,27
Transfer c .rlmen
0,26
Domba lokal teradaptasi
0,29
Kambing lokal teradaptasi
0,27 KESIMPULAN
Tidak ada perbedaan yang berarti antara domba Merino Australia dibanding domba lokal dalam kemampuan mencerna kaliandra sehingga transfer cairan rumen dari domba lokal tidak mempengaruhi kemampuan mikroba rumen domba Merino . Kecernaan kaliandra oleh domba Merino yang relatif tinggi menunjukkan toleransi terhadap tingginya kandungan tanin dalain kaliandra . DAFTAR PUSTAKA
1993 . Anti Nutritional Factors in Foods for Livestock. Animal Production in developing countries . Occasional Publication no 16 . Bri . Soc. of Animal Production (eds . GILL, M., E. OWEN, G.E . POLLOTT, and T.J . LAWRENCE) 69-85.
MAKKAR, H.P .S .
BECKER . 1995 . Formation of conlple\es between polyvinyl pyrrolidones or polyethylene glycols and tannins and their implication in gas production and true digestibility in in vitro tecluliques . Brit. J. of Nutri. 73 : 897-913.
MAKKAR, H.P .S ., M. BLUMNIEL, and K .
SUTIKNO, A .I . dull SUPRIYATI.
1995 . Coumarln dalanl Gllrlcldla seplunl . Ilmu dull Peternakan 8(2) : 44-48.
1983 . Chemistry dan Bloclleniistry of Mlnloslne ill Leucaena leucocel7hala in Relation to Ruminant Feed . PhD Thesis . University of New South Wales . Australia .
TANGFNDJAJA, B .
1993 . ' fhe effect of drying calothyrsus . Ilnnr dan Peter7lakan 6(l) : 32-36.
WINA, E., B . TANGENDJAJA, and E. TAMTOMO.
o11
the digestibility of kaliaandra
45 3
Seminar Nasional Peternakan dan 1-eteriner 1991; WINA, E., J. ADNAN, and B. TANGENDJAJA. 1993 . Coumarin
111 Gliricidia septum : the erect of drying, its 111 vitro degradation and its effect on in vitro digestibility . hi : Advances in small ruminant research in Indonesia . Bogor . 63-70.
WINA, E., SUSANA I.W .R., dan B. TANGENDJAJA. 1998 . Penunnan kadar asam tanat, isolasi tanin dan tanin kaliandra ketika diink-ibasi dalam cairan rumen. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner (belum dipublikasi) .