PENGARUH TRANSAKSI ASING TERHADAP VOLATILITAS HARGA SAHAM DI INDONESIA
RITA ANGGRIYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Harga Saham di Indonesia” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Rita Anggriyani NRP. H 151104344
ABSTRACT RITA ANGGRIYANI. The Effect of Foreign Transaction Stock Return Volatility in Indonesia. Under direction of IMAN SUGEMA and TELISA AULIA FALIANTY This study considers component GARCH (CGARCH) model to decompose the stock return volatility of composite stock price index and sectoral stock price indices (three bigest market capitalization: finance sector, consumer goods sector, and mining sector) into permanent and transitory component in presence of foreign transaction. This study shows that an increase in stock returns at net positive position will be followed by an increase in transitory volatility components, but didn’t increase the volatility of the permanent components, both in composite stock price index as well as sectoral stock price indices. The increase in net position will result in increased volatilities (transitory component) is greater than the increase stock returns, both in composite stock price index as well as sectoral stock price indices. The effects of a shock that occured in previous stock returns in the consumer goods sector will disapper faster than the effects of a shock that occured in previous stock returns in the finance sector and mining sector, both in the volatility of the permanent components and the volatility of the transitory components.
Keywords: stock return, volatility, transitory component, permanent component, CGARCH, half-life
RINGKASAN RITA ANGGRIYANI. Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA dan TELISA AULIA FALIANTY Penelitian ini mempergunakan model komponen GARCH (CGARCH) untuk mendekomposisi volatilitas return saham dari indeks harga saham gabungan dan indeks hargasaham sektoral (yang memiliki kapitalisasi pasar tiga terbesar: sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi, dan sektor pertambangan) menjadi komponen permanen dan komponen transitory dengan adanya transaksi asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa return saham gabungan, return saham sektor keuangan dan return saham sektor industry barang konsumsi sangat tergantung dengan return sebelumnya. Sedangkan return sektor pertambangan tidak tergantung dengan return sebelumnya. Kemudian pada saat transaksi asing bersih (net position) positif, akan meningkatkan return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri konsumsi dan return saham sektor pertambangan. Peningkatan return saham pada saat net position positif akan diikuti dengan peningkatan komponen volatilitas transitory, namun tidak meningkatkan komponen volatilitas permanen, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan. Peningkatan net position akan berdampak pada peningkatan volatilitas (komponen transitory) yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan return saham, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan. Efek suatu guncangan yang terjadi pada return saham sebelumnya di sektor industri barang konsumsi akan menghilang lebih cepat dibandingkan dengan return saham sektor industri barang konsumsi dan return saham sektor pertambangan, baik pada volatilitas komponen permanen maupun pada volatilitas komponen transitory.
Kata Kunci:return saham, volatilitas, komponen transitory, komponen permanen, CGARCH, half-life
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentukapapun tanpa izin IPB
PENGARUH TRANSAKSI ASING TERHADAP VOLATILITAS RETURN SAHAM DI INDONESIA
RITA ANGGRIYANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D.
Judul Penelitian Nama NRP Program Studi
: Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia : Rita Anggriyani : H 151104344 : Ilmu Ekonomi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. ImanSugema, M. Ec. Ketua
Dr. TelisaAuliaFalianty, SE, ME Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dr. Ir. DahrulSyah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 3 Oktober 2012 Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pengaruh Transaksi Asing terhadap Volatilitas Return Saham di Indonesia”. Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Telisa Aulia Falianty, SE, ME. selaku anggota komisi pembimbing, yang dalam kesibukannya masih meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D. selaku penguji luar komisi dan Ibu Dr. Wiwiek Rindayanti selaku perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan Kepala Pusdiklat Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPS) IPB. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB,semua dosen yang telah mengajar penulis, dan rekan-rekan yangsenantiasa membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini. Tak lupa penulismengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada suamiku tercinta Febri Wicaksono, kedua buah hatiku tercinta Muhammad Ilham Haarits Wicaksono dan Faatih Abdullah Wicaksono, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan dukungan yang tak terkira sejak awal perkuliahan. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis, sedangkan kebenaran yang ada merupakan karunia Allah SWT. Dia jualah yang akan member balasan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis. Meskipun demikian, penulis berharap bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Bogor, Oktober 2012 Rita Anggriyani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahir di Tegal (Jawa Tengah) pada tanggal 22 Desember 1981. Penulis merupakan sulung dari dua bersaudara pasangan Bapak Kaliman dan Ibu Peni Sundari. Pada tahun 1999, penulis diterima sebagai mahasiswa kedinasan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan menyelesaikan pendidikan D-IVtersebut pada tahun 2003. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPByang merupakan kerjasama dengan BPS,setelah sebelumnya menyelesaikan Program Alih Jenis S1 di Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekomoni dan Manajemen IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. xix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xxi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xxiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxv I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
1 1 6 10 10 11
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1 Tinjauan Teoritis ............................................................................ 2.1.1 Saham ................................................................................... 2.1.2 Indeks Harga Saham ............................................................. 2.1.3 Transaksi Asing .................................................................... 2.1.4 Return dan Volatilitas Saham ............................................... 2.1.5 Estimate of Volatility ............................................................. 2.1.6 Arus Modal Asing dan Harga Aset ....................................... 2.2 Tinjauan Empiris ............................................................................ 2.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 2.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................
13 13 13 14 16 20 21 23 25 27 29
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 3.1 Sumber Data ................................................................................... 3.2 Definisi Operasional Peubah .......................................................... 3.3 Metode Analisis .............................................................................. 3.3.1 Analisis Deskriptif ................................................................ 3.3.2 Analisis Kuantitatif ..............................................................
31 31 31 32 32 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 4.1 Statistik Deskriptif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012 ................................................. 4.2 Pemodelan Volatilitas ......................................................................
41 41 44
V. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 5.1 Simpulan ........................................................................................... 5.2 Saran .................................................................................................
51 51 52
xix
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................
xx
53 57
DAFTAR TABEL Halaman 1
Ringkasan Statistik Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012 ........................................................
41
2
Deteksi Efek ARCH pada Model ARIMA ..............................................
45
3
Uji Model CGARCH(1,1) .......................................................................
46
4
CGARCH(1,1)-Dampak Guncangan Transaksi Asing terhadap Return Saham Gabungan, Return Saham Sektoral dan Volatilitas .....................
48
xxi
xxii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Nilai Kepemilikan Saham oleh Asing/Lokal, 2010-2011 (Rp miliar) ....
2
2
Kapitalisasi Pasar per Sektor di Bursa Efek Indonesia, 2007-2012 .........
4
3
Pergerakan Transaksi Asing Bersih, 2007-2012 .....................................
6
4
Kerangka Pemikiran ................................................................................
29
5
Plot Data Runtun Waktu Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Return Sektor Keuangan, Sektor Industri Barang Konsumsi dan Sektor Pertambangan, 2007-2012 .................................................
44
xxiii
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Harga Saham Gabungan ..............
57
2
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Keuangan .........................
58
3
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ...................................................................................................... ................ 59
4
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Pertambangan ...................
60
5
Uji Stasioneritas Data Transaksi Asing Bersih/Foreign Net Purchase (FNP) .......................................................................................................
61
Uji Stasioneritas Data Volume Perdagangan Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) .......................................................................................
62
7
Correlogram Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ........
63
8
Correlogram Data Return Indeks Sektor Keuangan ................................
64
9
Correlogram Data Return Indeks Sektor Konsumsi ................................
65
10 Correlogram Data Return Indeks Sektor Pertambangan .........................
66
11 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) .....................................................................................................
67
12 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ........................................................................
68
13 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) .................................................
69
14 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ........................................................................
70
15 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan .................
71
16 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan .....................................................................................
72
17 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan ..........................................................................
73
6
xxv
18 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan ..................................................................................................
74
19 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ..................................................................................................
75
20 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ............................................................
76
21 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ................................................
77
22 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ........................................................................
78
23 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ...........
79
24 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ...............................................................................
80
25 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan .....................................................................
81
26 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ...........................................................................................
82
27 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ....................................................................................
83
28 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan
84
29 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi .....................................................................................
85
30 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ...........................................................................................
86
31 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ........................................................................
87
32 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ..................................................
88
33 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ........................................................................
89
34 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan ......................................................................................
90
xxvi
35 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan ..........................................................................
91
36 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan .................................................................................................
92
37 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ...........................................................
93
38 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi ................................................
94
39 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi .......................................................................
95
40 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ...............................................................................
96
41 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ...................................................................
97
42 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan ..........................................................................................
98
xxvii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi likuiditas global telah diakui memiliki kontribusi yang besar terhadap lonjakan arus masuk modal di negara-negara pasar berkembang atau emerging markets. Pada saat yang sama, negara-negara emerging markets tersebut telah melonggarkan aturan mengenai investasi portofolio asing melalui liberalisasi pasar modal yang selanjutnya memacu arus masuk portofolio. Dan emerging markets mempunyai peran besar dalam peningkatan portofolio internasional. Hal ini berdasarkan pendapat bahwa prospek pertumbuhan ekonomi emerging markets yang tinggi, average returns yang tinggi, volatilitas yang tinggi dan korelasi yang rendah antara emerging markets dengan developed markets (Schill, 2006). Mollah dan Mobarek (2009) juga menemukan volatilitas di emerging markets lebih tinggi dibandingkan developed markets. Volatilitas yang tinggi di emerging markets terkait dengan faktor makroekonomi seperti politik, sosial dan ekonomi. Pasar modal memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan perekonomian tergantung pada tingkat keterbukaan pasar modal terhadap pemodal asing atau yang sering disebut sebagai liberalisasi pasar keuangan. Levine (1997) mengatakan bahwa penghapusan hambatan investasi asing untuk masuk ke suatu negara dapat meningkatkan fungsi dari pasar modal domestik negara tersebut melalui peningkatan likuiditas pasar. Likuiditas pasar ini merupakan akibat dari dua manfaat penting yang dihasilkan oleh liberalisasi pasar keuangan, yaitu pengintegrasian pasar domestik ke pasar internasional dan peningkatan standar keterbukaan informasi dan sistem akuntansi perusahaan domestik yang didorong keinginan untuk menarik dana asing. Keterbukaan atau liberalisasi pasar modal yang tinggi, selain dapat memacu peningkatan indeks saham dan pertumbuhan ekonomi, dapat menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia. Penelitian Simorangkir (2008) menemukan bahwa financial openness yang diproksi dari foreign direct investment dan portfolio investment inflow dibagi dengan GDP memberikan efek negatif terhadap output. Keterbukaan sektor keuangan menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi lebih rapuh terhadap efek pembalikan modal yang kemudian menurunkan output.
2
Liberalisasi pasar modal telah mendorong keluar-masuknya modal secara bebas pada negara-negara emerging markets, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya arus modal jangka pendek yang masuk ke Indonesia yang berada di bawah kendali investor asing yang ingin mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Di Indonesia, liberalisasi pasar modal ditandai dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal asing melalui Pasar Modal. Peraturan tersebut memperbolehkan kepemilikan asing sampai 49% di pasar perdana maupun 49% kepemilikan saham di bursa. Keran liberalisasi semakin terbuka lebar setelah pemerintah kemudian memperbolehkan pemodal asing untuk memiliki 100% saham emiten Indonesia yang diperdagangkan di bursa efek sejak tahun 1997. Hal ini membuat dana asing
Nilai kepemilikanAxis Title Saham (Rp Miliar)
yang ke pasar modal Indonesia relatif menjadi cukup besar. 2,500,000.00 2,000,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00 500,000.00 ‐
Axis Title Periode Lokal
Asing
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 1 Nilai Kepemilikan Saham oleh Asing/Lokal, 2010-2011 (Rp miliar) Berdasarkan kewarganegaraannya, investor di pasar modal dibedakan dalam dua kelompok besar, yakni investor dalam negeri atau lokal dan investor asing. Gambar 1 menyajikan kepemilikan saham oleh investor asing dan domestik di pasar modal Indonesia. Kepemilikan saham oleh investor asing selama tahun 2010 hingga 2011 menunjukkan tren meningkat dan berfluktuasi. Porsi kepemilikan asing selama kurun waktu 2010-2011 lebih besar dibandingkan kepemilikan
3
saham oleh investor domestik, dimana kepemilikan saham oleh investor asing selama 2010-2011 mencapai lebih dari 50 persen. Porsi kepemilikan saham yang tinggi oleh asing di pasar saham Indonesia sangat terkait dengan nilai besar dan pertumbuhan kapitalisasi pasar perusahaan karena kapitalisasi pasar seringkali menjadi ukuran penting bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Hal ini dapat terlihat dari penurunan kapitalisasi pasar saham Indonesia di seluruh sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai pertengahan 2008 hingga awal 2009 akibat krisis keuangan global yang bermula dari kasus subprime mortgage yang terjadi di Amerika. Krisis keuangan global tersebut telah memberikan tekanan di pasar modal Indonesia hingga menyebabkan merosotnya likuiditas di sektor perbankan dan institusi keuangan nonbank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Hal ini dikarenakan banyaknya investor dari institusi keuangan Amerika yang melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk menyelamatkan perusahaan mereka sendiri yang terkena krisis keuangan (Kuncoro, 2009). Gambar 2 menyajikan kapitalisasi pasar dari sembilan sektor yang terdaftar di BEI, empat sektor diantaranya, yaitu sektor keuangan, infrastruktur, pertambangan dan industri barang konsumsi memiliki kapitalisasi lebih dari 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut lebih rentan terhadap pergerakan investor asing dibandingkan dengan sektor yang memiliki kapitalisasi pasar kurang dari 10 persen yang ditunjukkan dengan lebih fluktuatifnya keempat sektor tersebut. Fluktuasi sektor-sektor tersebut berbeda satu sama lain. Menurut Hammoudeh et al. (2009), sektor dengan tingkat teknologi tinggi akan diminati oleh investor ketika perekonomian booming dan sektor industri barang konsumsi yang memiliki sifat non-cyclical akan diminati oleh investor ketika perekonomian lesu. Selain itu, sektor pertambangan lebih fluktuatif dibandingkan sektor lainnya karena sektor ini lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti regulasi lingkungan dan harga komoditas sektor ini juga dipengaruhi oleh harga barang tambang dunia. Dari Gambar 2 terlihat bahwa keempat sektor yang memiliki kapitalisasi pasar lebih dari 10 persen adalah sektor keuangan dari tahun ke tahun memiliki kapitalisasi pasar terbesar. Hal ini dikarenakan sektor keuangan berhubungan
4
dengan segala aktifitas transaksi masyarakat. Semakin banyak masyarakat menabung, memanfaatkan layanan perbankan, dan aplikasi kredit dapat meningkatkan kinerja perbankan yang pada akhirnya akan meningkatkan harga saham sektor tersebut. Sektor infrastruktur memiliki kapitalisasi pasar terbesar setelah sektor keuangan. Berdasarkan persentase kapitalisasi pasar, mulai pertengahan 2009, sektor infrastruktur mengalami penurunan kapitalisasi pasar yang cukup signifikan. Sedangkan kapitalisasi pasar sektor industri barang konsumsi dari tahun 2008 mengalami kenaikan (Gambar 2). Kenaikan kapitalisasi pasar sektor industri barang konsumsi terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang akhirnya meningkatkan kemampuan daya beli untuk mengkonsumsi makanan dan minuman. Selain ketiga sektor tersebut, sektor pertambangan juga memiliki kapitalisasi pasar lebih dari 10 persen (Gambar 2). Hal ini dikarenakan sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang membutuhkan dana sangat besar dan teknologi tinggi serta tingkat pengembalian dari sektor tersebut juga relatif tinggi sehingga sangat menarik bagi investor, terutama investor asing dengan modal yang kuat. Kapitalisasi Pasar per Sektor (%)
30 25 20 15 10 5 2007:01 2007:04 2007:07 2007:10 2008:01 2008:04 2008:07 2008:10 2009:01 2009:04 2009:07 2009:10 2010:01 2010:04 2010:07 2010:10 2011:01 2011:04 2011:07 2011:10 2012:01 2012:04
0
Periode Pertanian
Pertambangan
Industri Dasar
Aneka Industri
Barang Konsumsi
Properti
Infrastruktur
Keuangan
Perdagangan
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 2 Kapitalisasi Pasar per Sektor di Bursa Efek Indonesia, 2007-2012
5
Aksi investor asing selalu menjadi perhatian. Irama pergerakannya di pasar selalu memberikan kontribusi yang signifikan dalam menentukan arah pasar. Ketika investor asing masuk, indikator perdagangan saham di BEI melompat naik. Bahkan, masuknya mereka tidak jarang ikut membangunkan saham-saham lapis dua yang dikenal sebagai saham tidur (sleeping stock). Sebaliknya, ketika investor asing berbondong-bondong keluar, IHSG ikut terseret jatuh. Begitulah kejadiannya selama bertahun-tahun di BEI, investor asing seolah-olah menjadi faktor penentu dalam perubahan indeks dan arah pasar. Akibatnya, investor asing seringkali tampil sebagai komandan lapangan. Dari Gambar 3 terlihat bahwa transaksi yang dilakukan oleh investor asing di pasar modal Indonesia sangat fluktuatif. Pada Gambar 3 terlihat adanya peningkatan fluktuasi transaksi yang dilakukan oleh investor asing di pasar saham Indonesia pada tahun 2008. Hal ini diawali dengan adanya kredit macet di sektor properti Amerika Serikat tahun 2007 yang kemudian menyebar ke lembaga keuangan maupun lembaga pembiayaan di Eropa. Krisis ini berlanjut hingga tahun 2008 dan menyebabkan indeks bursa saham seluruh dunia berguguran. Meskipun demikian, tingkat likuiditas global saat ini relatif masih sangat tinggi dan diperkirakan tujuan investasi investor akan ditujukan ke berbagai bursa-bursa emerging markets yang dapat memberikan potensi tingkat pengembalian/imbal hasil (expected return) yang menarik bagi investor, tak terkecuali Indonesia. Inilah sebenarnya berkah terselubung krisis keuangan AS untuk pasar modal Indonesia (Hadi, 2012). Adanya krisis pada tahun 2008 memaksa bank sentral di Amerika dan Eropa mengambil berbagai kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian mereka sehingga para investor kembali percaya bahwa perekonomian di negara-negara tersebut dan dunia akan pulih. Hal ini kembali menurunkan fluktuasi di pasar saham Indonesia. Sementara itu, pada tahun 2011 kembali terlihat adanya peningkatan fluktuasi transaksi asing di pasar saham karena ketidakpastian penyelesaian krisis di Eropa. Hal ini menyebabkan investor asing kembali memasuki bursa saham negara-negara emerging markets seperti Indonesia (Gambar 3).
6
Transaksi Asing Bersih (Miliar Rp)
Periode Sumber: BEI, berbagai Tahun (diolah)
Gambar 3 Pergerakan Transaksi Asing Bersih, 2007-2012
1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas telah dijelaskan bahwa keterbukaan sektor keuangan, selain dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara, dapat juga menyebabkan perekonomian menjadi lebih rapuh. Liberalisasi pasar modal telah menarik aliran modal asing. Hal ini dapat meningkatkan likuiditas serta mengurangi cost of capital (Bekaert & Harvey, 2000), tetapi masih menjadi catatan bahwa mobilitas atau aliran modal dapat menyebabkan extreme volatility bagi emerging market seperti yang pernah terjadi pada tahun 1997 ketika terjadi krisis moneter di wilayah Asia. Hal ini dikarenakan sebagian besar negara pasar berkembang merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil, dimana pasar modal mereka memiliki kapitalisasi pasar dan tingkat likuiditas yang relatif kecil dibandingkan pasar modal yang telah maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, oleh karena itu sangat rentan terhadap pergerakan modal internasional. Dengan
dikeluarkannya
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal asing melalui Pasar Modal, keran investasi asing mulai terbuka sehingga semakin marak masuk ke
7
pasar modal Indonesia. Konsekuensinya, porsi kepemilikan asing di pasar modal Indonesia terus meningkat secara signifikan. Dengan meningkatnya porsi kepemilikan asing di pasar modal Indonesia, timbul perdebatan mengenai manfaat yang didapat dari hal tersebut serta menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi perekonomian domestik. Di satu sisi masuknya aliran modal asing dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi cost of capital, namun di sisi lain mobilitas modal asing juga dapat menyebabkan extreme volatility. Derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia sebagai dana jangka pendek (hot money) yang sangat rentan terhadap sentimen dan gejolak di pasar modal menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar modal domestik. Hal ini dapat ditunjukkan pada saat IHSG melesat memecahkan rekor di posisi 4.193,44 pada 1 Agustus 2011 lalu, disebut-sebut bahwa fenomena ini dikarenakan masuknya investor asing yang percaya bahwa perekonomian Indonesia masih akan tumbuh di atas 6 persen, bahkan di tengah perekonomian global yang diwarnai oleh krisis Eropa. Indonesia dinilai sebagai negara yang layak investasi. Tapi, ketika IHSG kemudian turun ke titik 3.269,45 pada 4 Oktober 2011, disebut-sebut bahwa investor asing tengah lesu karena krisis di Eropa yang semakin mengkhawatirkan. Fakta ini membuktikan bahwa investor asing bisa keluar masuk pasar dengan alasan apapun. Derasnya aliran modal asing yang masuk ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia telah menjadi fenomena umum sejak dua dekade terakhir. Sebagai negara kecil yang terbuka, kebijakan moneter Indonesia, dalam hal ini suku bunga yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara maju, dianggap menjanjikan imbal hasil (return) yang lebih besar bagi investor. Hal ini tentunya menarik banyak investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Besarnya investasi asing membuat Indonesia memiliki ketergantungan yang semakin tinggi terhadap investor asing. Konsekuensinya adalah rentannya perekonomian domestik atas gejolak yang ditimbulkan oleh investor asing. Dalam konteks pasar modal, ketergantungan tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko yang dihadapi Indonesia atau membuat volatilitas di pasar modal relatif tinggi.
8
Estimasi volatilitas di pasar saham sangatlah penting dalam perekonomian dan keuangan. Hal ini dikarenakan volatilitas yang tinggi pada harga saham memiliki efek negatif terhadap perekonomian serta juga dapat menyebabkan perubahan keputusan investasi yang diambil investor, yang pada akhirnya pada jangka panjang menyebabkan jatuhnya arus modal baik dari investor asing maupun domestik (Rajput et al., 2012). Levine dan Zervos (1998) juga mengemukakan bahwa volatilitas yang tinggi juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan pasar keuangan, dimana pasar keuangan memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Volatilitas yang tinggi di pasar saham negara emerging markets juga sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial (Kaminsky & Reinhart, 2001). Volatilitas merupakan indikator dari resiko relatif harga saham, dimana semakin besar volatilitas maka semakin besar pula resikonya. Pada umumnya, harga saham akan meningkat sejalan dengan meningkatnya volatilitas. Hal ini disebabkan karena pergerakan tajam pada harga akan memberikan manfaat return yang lebih besar bagi investor. Inilah yang kemudian banyak disebut sebagai hubungan positif antara resiko dengan return yaitu semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula imbal hasilnya. Kecenderungan investor untuk mengandalkan pergerakan harga saham atau volatilitas sebagai dasar dari pengambilan keputusan mencerminkan aliran dana jangka pendek yang hanya berorientasi pada keuntungan dari margin perdagangan harga saham. Hal inilah yang umumnya terjadi di pasar modal, sehingga manfaatnya pada perekonomian selalu dipertanyakan. Jika investor asing yang mendominasi pasar modal Indonesia lebih mengarah pada praktek semacam ini dibandingkan dengan pertimbangan fundamental, maka hal ini jelas perlu diwaspadai agar kinerja pasar modal domestik dapat dipertahankan dan stabil. Perkembangan
ekonometrik
pada
pasar
keuangan
akhir-akhir
ini
menunjukkan bukti adanya hubungan nonlinier atau volatilitas pada return saham di developed markets dan khususnya di emerging markets. Hal ini dikarenakan investor di emerging markets pada umumnya menerima informasi tidak sempurna dan tidak rasional dalam memprediksi harga saham sehingga menyebabkan harga saham menyimpang dari nilai fundamentalnya.
9
Perdebatan mengenai pengaruh transaksi asing bagi tingkat resiko di BEI menjadi fokus pada studi ini. Dan karena adanya arus informasi maupun pedagang yang heterogen di pasar saham sehingga volatilitas harga saham berisi komponen permanent dan komponen transitory (Zarour dan Siriopoulos, 2008), maka studi ini mencoba untuk melihat keberadaan transaksi asing dalam komponen permanen maupun komponen transitory volatilitas harga saham gabungan di Indonesia. Kemudian akan dilihat juga bagaimana keberadaan transaksi asing dalam komponen permanen maupun komponen transitory volatilitas harga saham sektoral yang memiliki kapitalisasi terbesar yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan. Hal ini dikarenakan sektor dengan kapitalisasi tebesar lebih rentan tehadap pergerakan investor asing sehingga lebih fluktuatif. Maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 2. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap return saham sektoral , dari tahun 2007-2012? 3. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 4. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham sektoral, dari tahun 2007-2012? 5. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 6. Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham gabungan, dari tahun 2007-2012? 7. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas permanen di pasar saham masing-masing sektor?
10
8. Berapa lama guncangan yang ditimbulkan oleh transaksi investor asing terhadap komponen volatilitas transitory di pasar saham sektor keuangan, sektor industry barang konsumsi dan sektor pertambangan?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap: 1. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012. 2. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap komponen volatilitas permanen (permanent volatility component) dari return saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012. 3. Untuk mempelajari apakah transaksi investor asing berpengaruh terhadap komponen volatilitas transitory (transitory volatility component) dari return saham di Indonesia, baik return saham gabungan maupun return saham sektoral dari tahun 2007-2012. 4. Dari ketiga sektor yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan, sektor manakah yang akan mengalami guncangan transaksi investor asing paling lama atau paling cepat.
1.4 Manfaat Penelitian Studi ini dilakukan dengan harapan dapat menambah khasanah literatur yang mampu memberikan pedoman bagi penelitian atau studi selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi otoritas pasar saham yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dalam menentukan kebijakan khususnya mengenai transaksi investor asing di pasar saham Indonesia dan harga saham.
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Guna menghindari terlalu luasnya cakupan permasalahan dan supaya tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka dalam pembahasan penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1. Observasi yang dilakukan meliputi periode Januari 2007 sampai dengan Mei 2012. 2. Transaksi investor asing yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Kajian difokuskan pada perekonomian Indonesia.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham Saham merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling populer. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Bursa Efek Indonesia, 2012). Dengan penyertaan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Saham menjadi salah satu instrumen yang menarik bagi para investor dikarenakan dengan memiliki saham para investor memiliki dua keuntungan (Bursa Efek Indonesia, 2012), yaitu: 1. Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan yang diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. 2. Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital Gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Namun, sebagai instrumen investasi, saham juga memiliki resiko antara lain (Bursa Efek Indonesia, 2012): 1. Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. 2. Resiko Likuiditas Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir. Setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan), jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan tersebut, maka sisa tersebut dibagi
14
secara proposional kepada seluruh pemegang saham. Namun, jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuiditas tersebut. Kondisi ini merupakan resiko terberat yang mungkin dialami oleh pemegang saham. Menurut Bursa Efek Indonesia (2012), di dalam pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Permintaan dan penawaran atas saham tersebut terjadi karena banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti kondisi perekonomian mau pun non perekonomian suatu negara dimana perusahaan tersebut berada.
2.1.2 Indeks Harga Saham Seperti halnya kebanyakan variabel perekonomian lainnya, perubahan harga saham mengalami fluktuasi yang tinggi dan cepat. Bean (2003) menjelaskan bahwa harga ekuitas dapat berubah-ubah karena adanya komponen gelembung eksogen dan stokastik, yang tumbuh secara eksponensial tetapi dapat runtuh. Selama munculnya gelembung yang terjadi karena suku bunga (premi) pembiayaan eksternal rendah, maka investasi, permintaan agregat dan output potensial meningkat, sedangkan bila gelembung runtuh maka proses berbalik. Detken dan Smets (2004) menemukan bahwa harga saham dan real estate meningkat kuat selama periode boom atau kenaikan harga yang cepat dan jatuh setelah periode boom. Pertumbuhan riil PDB sangat kuat selama boom, yang terutama didorong oleh investasi swasta total dan juga tercermin dalam investasi perumahan. Dan untuk melihat perubahan atau untuk memperbandingkan suatu keadaan dengan keadaan sebelumnya, suatu formula statistik yang dapat digunakan adalah angka indeks. Indeks
harga
saham
sering
dipakai
sebagai
barometer
kondisi
perekonomian di berbagai negara yang didasarkan pada kondisi pasar terkini. Hal ini karena indeks harga saham dapat menjadi konklusi dari pengaruh simultan
15
berbagai faktor, khususnya fenomena yang terjadi dalam perekonomian (BEI, 2012). Penggunaan indeks harga saham memiliki manfaat sebagai berikut (BEI, 2012): 1. Memudahkan pemantauan atas perubahan harga saham setiap hari. 2. Memberikan gambaran mengenai perkembangan dari pasar modal secara keseluruhan bahkan dapat menjadi indikator perkembangan perekonomian suatu Negara. 3. Untuk
memperkirakan
keuntungan/kerugian
yang
akan
diperoleh
berdasarkan ramalan atas gejala harga saham di waktu yang akan datang. Salah satu indeks harga saham yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG merupakan indikator pasar saham yang dihitung secara menyeluruh dari total saham yang tercatat di BEI. IHSG mulai diperkenalkan tanggal 1 April 1983 untuk seluruh saham preferen dengan tahun dasar tanggal 10 Agustus 1982, dimana saat itu IHSG dihitung dengan nilai 100 dengan total saham yang tercatat sebanyak 13 saham. IHSG dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar (market value weighted average index). Secara matematis dapat ditulis: 100
(2.1)
Dimana: NPt : rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa dikalikan dengan harga pasar per lembar) dari saham-saham pada hari ke-t ND : rata-rata tertimbang nilai pasar saham-saham pada tanggal 10 Agustus 1982 Selain IHSG yang bersifat umum, BEI juga mengeluarkan Indeks Saham Sektoral yang merupakan sub indeks dari IHSG. Indeks Saham Sektoral ini dikenal dengan nama IDX Sectoral Indices. Indeks ini mulai diperkenalkan tanggal 2 Januari 1996. Indeks ini sangat berguna bagi para analis maupun investor untuk menelaah sektor mana saja yang sedang tumbuh dan sedang turun. IDX Sectoral Indices diklasifikasikan menjadi 9 sektor, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor
16
industri barang konsumsi, sektor properti, sektor infrastruktur, sektor keuangan, dan sektor perdagangan.
2.1.3 Transaksi Asing Sebagai akibat dari liberalisasi pasar modal menyebabkan transaksi di pasar modal Indonesia semakin berkembang dan tanpa batasan negara. Jika sebelum era liberalisasi transaksi hanya dapat dilakukan antar investor domestik, namun setelah era liberalisasi transaksi dapat dilakukan antar investor domestik, antar investor asing, maupun dari investor domestik ke investor asing atau sebaliknya. Hal ini punya pengaruh positif bagi investor, baik lokal maupun asing, karena para investor dapat membentuk suatu portofolio sekuritas optimal yang merupakan kombinasi saham domestik maupun asing, sehingga akan mereduksi tingkat resiko dari suatu portofolio saham. Aliran modal antar negara tidak akan berhenti karena investasi dalam konteks global berbasis internasional akan meningkatkan return dan mengurangi tingkat resiko bagi investor. Teori mengenai pembatasan kepemilikan saham oleh investor asing dikemukakan oleh Stulz dan Wasselfallen (1995) sebagai berikut: “under certain condition, such restriction maximaze firm value”. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan fungsi permintaan saham domestik antara investor lokal investor asing, dimana permintaan investor asing kurang elastis dibandingkan permintaan investor lokal. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menjual saham dengan premium pada investor asing, sehingga perusahaan dapat dikatakan akan menciptakan nilai (Haryanto, 1998). Ketertarikan investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam suatu bursa, terutama bursa yang relatif baru berkembang disebabkan oleh tingkat efisiensi bursa yang masih rendah. Penyebabnya antara lain adalah pertama, adanya asymmetric information, dimana investor asing umumnya mempunyai banyak akses pada informasi sehingga mereka lebih banyak memanfaatkan peluang ini untuk memperoleh keuntungan. Kedua, adanya sikap dari emiten, terutama Chief Executive Officer (CEO)-nya yang lebih tanggap pada kebutuhan investor asing juga memberikan angin segar bagi investor asing.
17
Transaksi asing selama ini telah menjadi leader dalam transaksi perdagangan di bursa, sehingga mereka menjadi benchmark bagi investor lokal. Bahkan banyak di antara investor lokal yang menjadi follower dalam mengambil keputusan transaksi di bursa. Hal ini tidak lain disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengetahuan bursa dan jaringan informasi yang dimiliki. Investor asing yang pada umumnya institusi memang memiliki karakter yang berbeda jika dibandingkan dengan investor individu maupun lokal. Secara umum, karakteristik investor asing adalah sebagai berikut: 1. Ukuran perusahaan. Investor institusi asing dengan pertimbangan ketersediaan informasi yang lebih banyak akan lebih memilih saham dari emiten/perusahaan besar. 2. Penguasaan informasi. Investor institusi asing rata-rata lebih well informed dibandingkan dengan investor individu dan lokal. Hal ini karena rendahnya marginal cost yang dipikul oleh investor institusi dalam memperoleh informasi. 3. Analisis sekuritas. Sebagai perusahaan multinasional, investor asing memiliki analis sekuritas sendiri yang berpengalaman, sehingga mereka mendapatkan rekomendasi yang realible. 4. Transaksi sekuritas. Bagi investor asing institusi, efisiensi transaksi dan lembaga kliring bukan masalah kritis karena mereka memakai jasa global custodian untuk menangani transfer sekuritas dan kegiatan transaksi yang lain. Terdapat dua hipotesis mengenai transaksi beli investor asing melalui pasar modal (portfolio investment). Hipotesis pertama disebut dengan feedback trading menyatakan bahwa transaksi beli investor asing disebabkan oleh adanya ekspektasi perubahan harga pasar saham (return). Return yang lebih tinggi akan mendorong lebih besar transaksi beli investor asing, sehingga terdapat hubungan positif antara transaksi beli investor asing dengan return masa lalu di pasar saham. Tetapi sebaliknya, transaksi beli investor asing berhubungan negatif dengan volatilitas return saham, karena diasumsikan para investor asing adalah risk averse. Oleh karena itu, volatilitas return saham yang tinggi – berimplikasi pada
18
resiko yang besar – cenderung akan menurunkan aliran modal masuk (Lin dan Swanson, 2004). Hipotesis kedua menyatakan bahwa transaksi beli investor asing yang menyebabkan perubahan harga saham. Hipotesis ini dikenal dengan information dissemination. Dalam hal ini, peningkatan transaksi oleh investor asing akan meningkatkan harga saham (Froot et al, 2001). Peningkatan harga saham dapat bersifat temporer maupun permanen. Jika peningkatan harga terjadi secara temporer, maka hal ini dapat disebabkan karena adanya tekanan harga (excess demand). Sedangkan jika peningkatan harga saham bersifat permanen, maka hal ini mungkin disebabkan karena cerminan penurunan biaya modal jangka panjang yang berhubungan dengan benefit dan adanya risk sharing. Masuknya investor asing ke dalam bursa saham juga dapat menurunkan volatilitas harga saham, hal ini terjadi jika diasumsikan investor asing yang berinvestasi dalam bursa saham merupakan well-informed traders, bukan noise traders atau spekulan. Meningkatnya partisipasi well-informed traders dalam pasar saham akan meningkatkan kualitas dan reliabilitas informasi sehingga pasar saham menjadi lebih efisien yang pada akhirnya dapat menurunkan volatilitas harga saham. Peningkatan investor asing yang diasumsikan well-informed traders sehingga menurunkan volatilitas harga saham ini dikenal dengan teori investorbase (Holmes dan Wong, 2001). Dibalik besarnya manfaat dari integrasi sistem keuangan dunia dan meningkatnya global financial flows, terdapat resiko-resiko yang perlu diwaspadai, khususnya oleh negara-negara emerging markets yang infrastruktur sektor keuangannya masih lemah. Kecenderungan derasnya aliran modal jangka pendek ke negara-negara emerging markets seringkali didasari oleh motif spekulasi. Dampak buruk dari aliran modal jangka pendek yang sering dihadapi oleh negara-negara tersebut adalah fenomena arus balik modal (capital reversal) secara mendadak dalam jumlah besar. Hal ini dapat mengganggu stabilitas keuangan dan membuat perekonomian terpuruk ke dalam krisis keuangan dan perbankan (Kurniati, 2000). Terdapat dua penjelasan atau teori mengenai dampak dari aktivitas penjualan saham oleh investor asing terhadap bursa saham. Pertama adalah
19
leverage effect, penjualan saham oleh investor asing kepada investor domestik lebih disebabkan faktor price direction (profit oriented), yang kemudian tindakan investor asing tersebut cenderung akan diikuti oleh investor domestik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wang (2007) di Indonesia dan Thailand yang menemukan bahwa setelah era liberalisasi bursa saham, investor domestik tidak lagi menjadi price setter tetapi cenderung menjadi price follower yang dalam terminologi lain disebut dengan herding behavior. Hal tersebut mengakibatkan semakin memperbesar supply saham sehingga terjadi penurunan harga saham akibat excess supply. Selain mengakibatkan penurunan harga saham, juga berdampak pada peningkatan volatilitas, hal ini terjadi karena harga saham yang sedang tinggi pada saat investor asing melakukan penjualan berubah menjadi lebih rendah dalam waktu singkat akibat excess supply. Sementara penjualan antar investor asing cenderung lebih dimotivasi oleh faktor likuiditas dan sedikit disebabkan oleh faktor price direction sehingga tidak mengakibatkan volatilitas bursa saham. Penjelasan kedua dikemukakan oleh Merton (1987), memperbesar investor-base akan meningkatkan risk sharing dan harga saham. Meningkatkan investor-base akan meningkatkan keakuratan informasi bursa saham dan menurunkan volatilitas. Dengan demikian pembelian saham oleh investor asing cenderung menurunkan volatilitas dengan meningkatkan investor-base. Keadaan sebaliknya jika terjadi penjualan saham oleh investor asing akan menurunkan investor-base dan cenderung meningkatkan spekulan atau noise traders sehingga meningkatkan volatilitas. Sementara transaksi antar investor asing ataupun antar investor domestik tidak merubah jumlah investor-base sehingga cenderung tidak memengaruhi volatilitas. Tetapi jika diasumsikan bahwa investor asing adalah bersifat noise traders maka justru keberadaan investor asing akan menyebabkan ketidakstabilan pasar saham dan membuat harga saham semakin volatile. Untuk itu, Holmes dan Wong (2001) menyebutkan bahwa investor asing merupakan sumber dari volatilitas dan membahayakan perekonomian akibat dari pembalikan modal yang tiba-tiba.
20
2.1.4 Return dan Volatilitas Saham Ang (1997) mengatakan bahwa return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh investor atas suatu investasi yang dilakukan. Return saham memungkinkan seorang investor untuk membandingkan keuntungan aktual ataupun keuntungan yang diharapkan yang disediakan oleh berbagai saham pada tingkatan pengembalian yang diinginkan. Di sisi lain, return pun memiliki peran yang amat signifikan di dalam menentukan nilai dari sebuah saham. Jogiyanto (1998) menjelaskan bahwa terdapat dua unsur pokok return total saham, yaitu capital gain dan yield. Capital gain merupakan hasil yang diperoleh dari selisih antara harga pembelian (kurs beli) dengan harga penjualan (kurs jual). Artinya jika kurs beli lebih kecil dari pada kurs jual maka investor dikatakan memperoleh capital gain, dan sebaliknya disebut dengan capital loss. Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya. Menurut Jorion (2007), return aset finansial merupakan random variable. Ada dua metode untuk pengukuran return : 1. The aritmetic atau discrete Pada metode ini rate of return merupakan penjumlahan dari capital gain dan pembayaran dividen atau kupon dimana mempunyai persamaan sebagai berikut: (2.2) 2. Geometric rate of return Pada metode ini rate of return merupakan logaritma dari rasio harga, yaitu: (2.3) Dalam penyederhanaan rumus maka untuk pembayaran dividen diasumsikan nol (Dt = 0) sehingga persamaan diatas menjadi: (2.4) Dimana: rt
= rate of return pada hari t
Pt
= harga aset/saham pada saat t
21
Pt-1 = harga aset/saham pada saat t-1 Dt = pembayaran deviden pada saat t
2.1.5 Estimate of Volatility Volatilitas return ditunjukan dengan varian atau standar deviasi return. Volatilitas adalah pengukuran statistik variasi harga suatu instrumen (Butler, 1999). Dengan kata lain, volatilitas adalah kecepatan naik turunnya return. Semakin tinggi volatilitasnya, maka kepastian return suatu saham semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Dalam melakukan forecasting, volatilitas umumnya diasumsikan konstan dari waktu ke waktu, walaupun kenyataannya tidak. Menurut Watsham (1997), volatilitas yang konstan dari waktu ke waktu disebut homoskedastic, sedangkan volatilitas yang tidak konstan disebut heteroskedastic. Volatilitas Konstan (Constant Volatility) dapat diukur menggunakan Standar Deviasi (Standard Deviation), rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average) dan Historical Simulation. Standar deviasi dapat digunakan untuk mengukur volatilitas data yang memiliki distribusi normal. Standar deviasi mengukur penyebaran atau distribusi yang merupakan jarak rata-rata perubahan harga terhadap mean sebagai puncak.
Asumsi volatilitas dan korelasi biasanya konstan, tetapi kenyataannya volatilitas dan korelasi pada data keuangan adalah tidak konstan, kadang menunjukan ketidakteraturan. Bisa saja pada suatu periode volatilitasnya rendah namun berikutnya diikuti dengan volatilitas tinggi. Hal ini disebut dengan volatility clustering. Volatilitas tidak konstan (Non-Constant Volatility) dapat diukur menggunakan metode Generalized Autoregresive Conditional Heteroskedastic (GARCH).
2.1.6
Permanent Component dan Transitory Component Volatility Setiap data runtun waktu (time series) dapat didekomposisi menjadi dua
komponen additive, yaitu sebuah series yang stasioner dan sebuah random walk. Bagian yang stasioner disebut sebagai komponen cyclical, didefinisikan sebagai momentum yang dapat diproyeksikan di setiap titik waktu dalam
22
series. Sedangkan bagian yang random walk merupakan nilai tengah dari distribusi yang diduga untuk jalur (model) masa depan dari series yang sebenarnya. Beveridge dan Nelson (1981) menyebutkan bahwa komponen permanen ditunjukkan sebagai random walk dengan drift. Perbedaan antara komponen permanen dan nilai sebenarnya dari series data merupakan momentum yang terkandung dalam series pada suatu titik tertentu dan hal tersebut secara alami mengukur komponen transitory atau cyclical-nya. Komponen transitory merupakan proses stasioneritas dengan rata-rata nol. Pergerakan transitory atau cyclical dapat diamati dalam data runtun waktu ekonomi dan dapat dipisahkan dari komponen permanen atau trend yang memiliki peran penting dalam membentuk pemikiran kita mengenai fenomena yang terjadi dalam perekonomian. Dalam pasar saham juga terdapat dekomposisi komponen-komponen volatilitas. Hal ini disebabkan agen-agen dalam pasar saham yang heterogen memiliki horizon waktu perdagangan yang berbeda sehingga mengindikasikan adanya volatilitas jangka pendek (short-run volatility) dan volatilitas jangka panjang (long-run volatility) (Muller et al.,1997). Andersen dan Bollerslev (1997) menunjukkan bahwa volatilitas pasar mencerminkan agregasi dari berbagai komponen volatilitas yang saling bebas, dimana masing-masing komponen tersebut memiliki struktur yang berbeda karena perbedaan datangnya informasi. Informasi yang heterogen ini akan masuk ke pasar sehingga menciptakan efek volatilitas jangka pendek (short-run) dan jangka panjang (long-run). Lisenfeld (2001) juga menjelaskan bahwa sejumlah kedatangan informasi dan sensitifitas berita merupakan faktor penting yang dapat menjelaskan pergerakan dalam volatilitas perubahan harga saham. Volatilitas jangka pendek utamanya disebabkan oleh proses kedatangan informasi, sedangkan volatilitas jangka panjang disebabkan oleh sensitifitas berita baru. Muller et al.(1997) berpendapat bahwa pedagang dalam jangka pendek akan bereaksi terhadap komponen volatilitas transitory dengan meningkatkan aktivitas perdagangan mereka, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan volatilitas. Park et al. (2007) menyebutkan bahwa informasi yang memengaruhi seluruh pasar dicerminkan oleh komponen permanen dari conditional variance. Informasi ini
23
berkaitan dengan fundamental makroekonomi. Di sisi lain, komponen transitory dari conditional variance berasal dari noise traders atau market friction yang didasarkan pada efek mikroekonomi dari struktur pasar keuangan.
2.1.7 Arus Modal Asing dan Harga Aset Secara teoritis, pemodal asing dapat memengaruhi kinerja pasar modal domestik secara positif maupun negatif. Menurut pandangan ekonom mainstream, salah satu manfaat arus modal asing adalah mendorong kenaikan harga saham. Arus modal asing membawa dampak pada price earning ratio (P/E ratio) perusahaan. P/E ratio yang tinggi membuat ongkos pembiayaan menjadi lebih rendah yang selanjutnya akan meningkatkan nilai investasi perusahaan. Biaya modal yang rendah dan pasar modal yang sedang booming juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan emisi saham. Harga premium emisi baru menjadi pendorong perusahaan lain untuk melakukan emisi saham (BAPEPAM-LK, 2008). Namun, peningkatan harga saham yang tidak masuk ke perusahaan – hanya meningkatkan P/E ratio – tidak akan membawa multiplier pada peningkatan output karena investasi hanya terjadi di pasar sekunder yang hanya memengaruhi harga saham dan tidak terjadi aliran masuk modal ke perusahaan. Hal inilah yang menjadi perhatian serius dalam transaksi di pasar sekunder. Wang (2007) berpendapat bahwa peran asing dalam pasar sekunder dapat dilihat dari dua aspek yaitu aktivitas perdagangan (trading) dan kepemilikan efek (ownership). Keduanya akan akan memberikan dampak berbeda bagi volatilitas di bursa. Peningkatan harga saham dalam jangka pendek akan meningkatkan transaksi di pasar bursa sehingga memberikan dampak peningkatan volatilitas. Sebaliknya peningkatan kepemilikan saham justru akan membawa pada penurunan volatilitas. Hubungan negatif tersebut dinamakan sebagai dampak yang menenangkan (calming effect) terhadap volatilitas harga saham yang akan datang. Hubungan antara lonjakan modal dan booming harga aset domestik juga cukup relevan dalam ekonomi negara-negara emerging markets. Negara-negara emerging markets telah sering mengalami serangkaian siklus boom-bust yang menghasilkan krisis ekonomi. Ini dimulai dengan tahap booming ekspansi kredit,
24
peningkatan investasi, harga aset naik, dan arus modal masuk meningkat, dan berakhir dengan tahap meledak ketika semua berbalik (Kim & Yang, 2009). Arus masuk modal dapat membantu ekonomi domestik dengan berbagai cara, tetapi arus masuk modal yang besar juga dapat menghasilkan keadaan ekonomi makro yang tidak diinginkan. Sejarah mencatat bahwa perekonomian di negara-negara emerging markets sering mengalami periode arus masuk modal yang cepat diikuti dengan arus keluar yang cepat juga, menghasilkan siklus boombust. Periode awal aliran modal sering ditandai dengan apresiasi nilai tukar riil, ekspansi kredit domestik, booming konsumsi dan/atau investasi, dan gelembung harga aset. Seiring waktu, proses tersebut cenderung untuk membalikkan sendiri: arus modal masuk bersih berubah menjadi arus keluar bersih dan ternyata boom berubah menjadi bust, dengan konsekuensi yang merugikan bagi harga aset lokal dan, sering, ekonomi riil. Bahkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa krisis Asia pada tahun 1990-an terkait dengan arus modal yang berlebihan (Kim & Yang, 2009). Kim dan Yang (2009) menyebutkan bahwa arus masuk modal dapat memengaruhi harga aset dalam tiga cara. Pertama, arus masuk portofolio asing langsung dapat memengaruhi permintaan untuk aset. Sebagai contoh, arus masuk modal ke pasar saham meningkatkan permintaan dan, oleh karena itu, harga saham. Selain itu, arus masuk portofolio kemudian dapat memengaruhi pasar lain. Misalnya, sebagai arus modal ke pasar saham, adanya kenaikan harga saham tidak serta-merta akan meningkatkan hasil (return) yang diharapkan dari saham tersebut, tetapi hasil yang diharapkan dari saham dapat juga menurun. Investor mungkin akan mencari keuntungan yang lebih tinggi di pasar aset lainnya, seperti real estate dan obligasi, sehingga menempatkan tekanan terhadap harga aset lainnya. Kedua, arus masuk modal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah uang beredar dan likuiditas, yang pada gilirannya dapat meningkatkan harga aset. Arus masuk modal cenderung menyebabkan nilai tukar nominal dan riil menjadi terapresiasi. Jika otoritas moneter ingin menghindari hal tersebut, mereka harus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengimbangi kelebihan permintaan untuk mata uang lokal dengan membeli mata uang asing. Hal ini
25
menyebabkan akumulasi cadangan devisa dan karenanya, pasokan uang domestik. Ketika hal ini mengarah ke peningkatan aliran likuiditas ke pasar aset, harga aset mungkin akan melonjak. Intervensi mata uang asing dapat disterilkan dengan menjual surat berharga pemerintah melalui operasi pasar terbuka. Namun, jika sterilisasi parsial, kemudian likuiditas dan aset harga dapat meningkat. Ketiga, arus masuk modal cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat dan mengarah pada peningkatan harga aset dalam beberapa cara. Ekspansi moneter mengikuti arus modal masuk dapat menyebabkan ledakan ekonomi. Tingkat suku bunga dunia yang jatuh dapat menyebabkan ledakan konsumsi dan ledakan investasi, dan juga penurunan suku bunga domestik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan investasi. Dan, untuk negara debitur, penurunan tingkat suku bunga dunia akan menyebabkan efek pendapatan dan efek substitusi, yang juga dapat menyebabkan ledakan konsumsi.
2.2 Tinjauan Empiris Studi tentang bagaimana dampak transaksi investor asing dan volatilitas di pasar modal telah banyak dilakukan, Neely dan Fawley (2012) melakukan penelitian mengenai persistensi guncangan capital flows terhadap volatilitas di pasar keuangan Jepang dengan menggunakan data harian 1 Januari 2005 hingga 3 Desember 2010. Peubah transaksi yang dilakukan oleh investor asing maupun domestik sebagai proksi capital flows serta volume perdagangan merupakan peubah eksogen. Penelitian ini menggunakan metode GARCH dan CGARCH dan hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan capital flows terhadap volatilitas asset yang bersifat transitory lebih besar dibandingkan permanen. Guncangan capital flows terhadap komponen transitory akan meningkatkan volatilitas, sedangkan guncangan capital flows terhadap komponen permanen akan menurunkan volatilitas di pasar saham maupun pasar uang Jepang. Hammoudeh et al. (2010) antara lain ingin melihat dampak dari peubah harga minyak dunia, Morgan Stanley Capital Index (MSCI), Federal Funds Rate (FFR) terhadap volatilitas harga saham sektoral di Amerika. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara volatilitas dan volume perdagangan saham pada komponen permanen dan komponen
26
transitory volatilitas. Hasil penelitian menujukkan bahwa harga minyak dunia dan MSCI memiliki dampak lebih besar terhadap volatilitas harga saham di Amerika dibandingkan FFR. Sektor Konstruksi dan Industri Metal yang merupakan sektor yang bersifat cyclical lebih responsif terhadap guncangan harga minyak dunia. Sektor Industri Metal merupakan sektor yang paling responsif terhadap peningkatan volatilitas MSCI. Guncangan harga minyak dunia dan MSCI akan meningkatkan volatilitas transitory di semua sektor, kecuali Tembakau. Sedangkan FFR justru menurunkan volatilitas transitory. Volume perdagangan merupakan faktor penting dalam estimasi volatilitas. Pada model CGARCH menunjukkan bahwa volatilitas transitory memiliki persistensi lebih rendah dan durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan permanen volatilitas di semua sektor. Hammoudeh et al. (2009) menggunakan teknik multivariate yang terbaru yaitu VAR-GARCH untuk melihat transmisi guncangan dan volatilitas di antara sektor perbankan, industri dan jasa untuk Kuwait, Qatar dan Saudi Arabia. Sedangkan sektor keuangan, asuransi dan jasa untuk Uni Emirates Arab (UEA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas masa lalu lebih besar pengaruhnya terhadap volatilitas saat ini dibandingkan guncangan masa lalu dan terjadi spillover volatilitas di antara ketiga sektor dalam masing-masing negara, kecuali Qatar. Sektor perbankan lebih sensitif terhadap volatilitas masa lalu dan sektor industri merupakan sektor yang paling volatil terhadap guncangan masa lalu atau berita. Untuk para investor sebaiknya memilih sektor perbankan untuk berinvestasi di Saudi Arabia, Qatar dan UEA. Sedangkan di Kuwait, sebaiknya investor berinvestasi di sektor industri. Penelitian yang dilakukan oleh Lai et al. (2008) bertujuan mempelajari dampak perdagangan investor asing terhadap volatilitas saham di pasar saham Taiwan. Dengan menggunakan GJR-GARCH, Lai et al. (2008) menemukan bahwa perdagangan investor asing berhubungan positif dengan return saham saat ini dan perdagangan investor asing juga dapat meningkatkan conditional volatility. Selanjutnya, Deo et al. (2008) menguji hubungan antara return saham, volume perdagangan, dan volatilitas di beberapa negara Asia Pasifik dengan
27
menggunakan VAR dan EGARCH menemukan bahwa return saham dipengaruhi oleh volume perdagangan dan begitu juga sebaliknya. Deo et al. (2008) juga menemukan bahwa volume perdagangan berkontribusi terhadap informasi yang terdapat pada return saham dan volatilitasnya. Zarour dan Siriopoulos (2008) ingin mengetahui keberadaan dekomposisi volatilitas return saham di sembilan negara emerging markets Asia Tengah dengan menggunakan model komponen varians transitory dan permanen yang dikembangkan oleh Lee dan Engle. Keberadaan struktur komponen volatilitas disumbang oleh komponen volatilitas yang bersifat transitory dan volatilitas permanen yang menurun secara perlahan dalam waktu lebih lama di Jordan, Oman dan Saudi Arabia. Studi yang dilakukan oleh Wang (2007) memfokuskan pada dampak perdagangan harian yang dilakukan oleh investor asing setelah liberalisasi pasar dan menjelaskan dinamika perubahan volatilitas di pasar karena perdagangan investor asing di pasar saham Indonesia dan Thailand. Hasil penelitian yang dilakukan Wang (2007) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara perdagangan saham yang dilakukan oleh investor asing dan volatilitas di pasar saham Indonesia dan Thailand. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara perdagangan yang dilakukan oleh investor asing maupun investor lokal dengan volatilitas. Clark dan Berko (1997) meneliti mengenai hubungan antara harga saham di Mexico dengan pembelian bersih oleh investor asing dengan menggunakan data bulanan dari Januari 1989 sampai dengan Maret 1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan 1 persen kapitalisasi pasar yang diakibatkan oleh arus masuk modal asing akan meningkatkan harga saham secara contemporaneous sebesar 13 persen. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan baseboardening hypothesis, yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa risk sharing yang lebih besar dan peningkatan likuiditas akibat arus masuk modal asing akan meningkatkan harga saham secara permanen.
28
2.3 Kerangka Pemikiran Indonesia sebagai salah satu negara emerging markets sangat merasakan lonjakan arus masuk modal asing. Keadaan tersebut semakin diperkuat dengan peraturan investasi yang semakin longgar. Hal ini menyebabkan banyaknya arus modal jangka pendek yang keluar/masuk ke pasar modal Indonesia di bawah kendali investor asing yang ingin mencari tingkat pengembalian lebih tinggi. Aliran modal asing yang tinggi bagi emerging markets dapat menyebabkan extreme volatility seperti krisis 1997. Di satu sisi, kita perlu tetap menjaga keterbukaan Indonesia pada modal asing yang masuk. Perekonomian yang sedang berkembang tetap memerlukan asing. Namun di sisi lain, kita perlu mencermati jenis modal yang masuk. Modal asing, terutama yang sifatnya portfolio dan berjangka pendek, apabila masuk dalam jumlah besar dan waktu singkat akan menyebabkan kondisi yang tidak sehat pada transaksi berjalan (unsustainable current account). Aturan investasi di pasar modal Indonesia yang semakin longgar menyebabkan porsi kepemilikan saham oleh investor asing terus mengalami peningkatan.
Besarnya
investasi
asing
membuat
Indonesia
memiliki
ketergantungan yang semakin tinggi terhadap investor asing. Selain tingginya kepemilikan saham oleh asing, dana jangka pendek (hot money) yang masuk ke pasar modal Indonesia juga sangat tinggi. Hal ini perlu diwaspadai karena danadana tersebut rentan terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh sentimen dan gejolak di pasar modal sehingga menimbulkan kekhawatiran akan penarikan dana secara besar-besaran dan mendadak yang akan memberikan goncangan hebat bagi pasar modal domestik. Dalam konteks pasar modal, ketergantungan terhadap investor asing tersebut dikhawatirkan meningkatkan resiko yang dihadapi Indonesia atau membuat volatilitas di pasar modal relatif tinggi. Volatilitas yang tinggi di pasar modal memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial. Di sinilah perlunya otoritas masing-masing negara di Asia melakukan langkah-langkah pengamanan. Upaya otoritas moneter untuk mencermati dan menempuh kebijakan yang tepat dalam menghadapi arus modal
29
asing berjangka pendek yang sifatnya spekulatif dianggap semakin penting, khususnya di tengah krisis global yang berkepanjangan seperti saat ini. Berdasarkan uraian di atas, pergerakan harga saham yang diakibatkan oleh transaksi yang dilakukan investor asing sangatlah penting untuk dipelajari, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Permasalahan: Tren kepemilikan saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia yang tinggi membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh investor asing. Hal ini menyebabkan volatilitas di pasar modal Indonesia relatif tinggi. Volatilitas yang tinggi di pasar modal memiliki efek negatif terhadap perekonomian dan sering dikaitkan dengan ketidakstabilan finansial.
Arus masuk modal asing mempengaruhi volatilitas harga saham di Indonesia
Peubah kontrol: Volume perdagangan saham
Bagaimana pengaruh transaksi investor asing terhadap volatilitas harga saham di Indonesia?
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan alur kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Transaksi investor asing diduga memengaruhi return harga saham gabungan. 2. Transaksi investor asing diduga memengaruhi return harga saham sektoral. 3. Transaksi investor asing diduga memengaruhi permanent volatility harga saham gabungan. 4. Transaksi investor asing diduga memengaruhi transitory volatility harga saham gabungan.
30
5. Transaksi investor asing diduga memengaruhi permanent volatility harga saham per sektor. 6. Transaksi investor asing diduga memengaruhi transitor volatility harga saham per sektor.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data harian yang dimulai dari 3 Januari 2007 sampai dengan 31 Mei 2012. Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: return Indeks Saham Sektoral yang terdiri dari 3 sektor yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan; total pembelian asing bersih di pasar modal Indonesia (Foreign Net Purchase/FNP) serta volume perdagangan saham.
3.2 Definisi Operasional Peubah Berikut ini definisi operasional peubah yang digunakan dalam penelitian: a. Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tingkat pengembalian dari perubahan harga saham setiap hari. Tingkat pengembalian dihitung dari pembedaan logarithma natural dari harga penutupan saham hari ini dan hari sebelumnya. Secara matematis, tingkat pengembalian dapat dituliskan sebagai berikut: ln
(3.1)
Dimana rt merupakan return dari harga saham pada hari ke-t. b. Foreign Net Purchase (FNP) FNP merupakan nilai pembelian bersih (pembelian dikurangi pejualan) pemodal asing di pasar modal Indonesia. Dalam studi ini transaksi investor asing pada host country seperti Indonesia dianggap merupakan tujuan akhir investasi untuk menghindari measurement error. Hal ini dikarenakan aliran modal investor asing ke negara emerging markets seperti Indonesia, umumnya datang dari negara antara (intermediary source) dimana kantor regional atau pusat dari Perusahaan Efek cabang yang menjadi anggota bursa di PT Bursa Efek Indonesia seperti Hong Kong dan Singapura. Untuk memperkecil kesalahan maka data yang terpenting dalam penelitian ini adalah data dimana pemodal asing tersebut melakukan transaksi dan dianggap menjadi final investment destination dan tidak menggunakan data asal usul pemodal asing
32
tersebut sehingga dapat dilakukan penelitian dampak transaksi pemodal asing terhadap pasar domestik seperti pasar modal Indonesia. c. Volume perdagangan saham Volume perdagangan saham merupakan volume saham yang ditransaksikan di pasar modal Indonesia baik yang dilakukan oleh investor domestik maupun investor asing.
3.3 Metode Analisis 3.3.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif menyajikan analisis mengenai deskripsi data return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi dan return saham sektor pertambangan selama periode penelitian.
3.3.2 Analisis Kuantitatif Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnnya, yaitu ingin mengetahui dampak dari pembelian bersih investor asing di pasar saham Indonesia terhadap volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), termasuk didalamnya persistensi dari dampak tersebut, maka digunakan metode Component GARCH (CGARCH) yang merupakan perluasan dari model GARCH. Tahapan dalam identifikasi pemodelan volatilitas yaitu sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas untuk melihat apakah data time series terdistribusi normal atau tidak, dilakukan dengan menggunakan Jarque-Bera (JB) test. Nilai JB diformulasikan sebagai berikut: (3.2) Dimana: N : jumlah observasi k : jumlah parameter estimasi S : skewness K : kurtosis
33
Semakin besar nilai JB, maka semakin kecil kemungkinan series terdistribusi normal. Uji JB adalah distribusi dengan derajat bebas 2. Prosedur dalam JB Test adalah sebagai berikut: H0 : Distribusi return saham normal H1 : Distribusi return saham tidak normal Jika nilai JB lebih besar dari nilai distribusi dengan derajat kepercayaan 5%, maka null hypothesis ditolak, hal ini berarti series return saham tidak terdistribusi normal. 2. Uji Kestasioneran Data Dalam melakukan analisis time series, data harus berada dalam keadaan stationer. Data yang sudah stasioner tidak mengandung unsur tren, artimya data memiliki mean yang konstan. Dengan demikian data cenderung bergerak atau berfluktuasi di sekitar nilai mean yang konstan. Menurut Enders (2004), time series yt adalah stasioner jika: (3.3) (3.4) (3.5) (3.6) , Dimana ,
,
(3.7)
, adalah konstan.
Untuk mengamati data time series stationer atau tidak, dapat dilakukan secara grafis melalui pola autokorelasi (correlogram) data tersebut. Nilai fungsi autokorelasi yang turun dengan lambat seiring dengan bertambah besarnya lag mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Pemeriksaan kestationeran melalui pengamatan pola grafik data runtun waktu maupun melalui pola autokorelasi data awal adalah pemeriksaan yang bersifat informal. Pemeriksaan formal dilakukan melalui uji yang lebih baik, yaitu Unit Root Test dengan menggunakan statistik uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila terdeteksi adanya unit root pada tahap pengujian awal maka harus dilakukan diferensi terhadap data awal. Jika diferensi orde pertama data masih belum keadaan stasioner, dilakuan diferensi orde kedua. Selain diferensi terhadap data
34
awal, metode detrending juga dapat digunakan untuk menghilangkan unit root pada data. Prosedur dalam ADF Test adalah sebagai berikut: H0 : ada unit root/data belum stationer H1 : tidak ada unit root/data stationer Parameter yang digunakan untuk menentukan bahwa data memiliki unit root atau tidak adalah nilai ADF Test dibandingkan dengan critical value MacKinnon. 3. Pembentukan Persamaan Rata-Rata Pembentukan model volatilitas memerlukan pembentukan persamaan ratarata untuk menghasilkan residual yang akan diestimasi sebelumnya. pembentukan persamaan rata-rata memegang peranan penting dalam pemodelan volatilitas. Persamaan rata-rata dibentuk berdasarkan persamaan Autoregressive Moving Average (ARMA). Pembentukan model ARMA terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan metode Box-Jenkins. Metode Box-Jenkins mempunyai beberapa tahapan, yaitu identifikasi, estimasi, dan evaluasi model. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat pola data yang dapat dilkukan dengan melihat fungsi autokorelasi (ACF) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF) dari data. Kemudian estimasi model dapat dilakukan dengan menduga secara trial and error dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih model yang memiliki nilai jumlah kuadrat error yang terkecil. Selanjutnya dalam tahap evaluasi, uji kedekatan model dengan data. Uji ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan dengan menguji signifikansi dan hubungan-hubungan antar parameter. Jika return saham yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses autoregressive (AR) maka return mengikuti model AR(p) dapat ditulis dalam persamaan berikut (Alexander, 2001): ∑ Dimana: yt
: peubah bebas y pada waktu ke-t
c
: parameter konstanta conditional mean
i
: parameter conditional mean
yt-i
: peubah y pada waktu ke-(t-i)
(3.8)
35
t
: error/residual pada waktu ke-t
Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses moving average maka return mengikuti model MA(q) dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Alexander, 2001): ∑
(3.9)
Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses ARMA maka return mengikuti model ARMA(p,q) dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Alexander, 2001): ∑
∑
(3.10)
Ketiga persamaan di atas merupakan persamaan conditional mean komponen residual dapat ditulis sebagai berikut (Enders, 2004): (3.11) Dimana: ht
: conditional variance
t
: error/residual
vt
: independent identically distributed/iid (0,1) yang berupa bilangan random
dengan mean 0 dan standar deviasi 1 4. Identifikasi Efek ARCH-GARCH Setelah mendapatkan model ARMA, langkah selanjutnya dalam pemodelan ARCH-GARCH
adalah
dengan
identifikasi
apakah
data
mengandung
heteroskedastisitas atau tidak. Engel telah mengembangkan uji untuk mengetahui masalah heteroskedastisitas dalam data time series, dikenal dengan nama uji ARCH-LM. Ide dasar dari uji ini adalah bahwa varians residual (σt2) bukan hanya merupakan fungsi dari variabel independen, tetapi tergantung dari residual kuadrat pada periode sebelumnya (σt-12). Prosedur dalam uji ARCH-LM adalah sebagai berikut: H0 : tidak ada unsur ARCH H1 : terdapat unsur ARCH Bila nilai parameter uji lebih besar dari nilai kritis chi-square (χ2) pada derajat kepercayaan tertentu (α), maka H0 dapat ditolak, yang artinya terdapat unsur/efek ARCH dalam data.
36
5. Uji Autokorelasi Residual Setelah mendapatkan model mean (mean equation), langkah selanjutnya adalah memeriksa keberadaan autokorelasi residual. Statistik uji yang digunakan adalah Q-Stat atau Ljung-Box Stat dengan hipotesis: H0 : Tidak ada autokorelasi residual hingga lag k, jika p-value dari nilai QStatistics kurang dari 5%. H1 : Sekurang-kurangnya terdapat autokorelasi residual pada sebuah lag k tertentu, jika p-value dari nilai Q-Statistics lebih besar dari 5%. Dimana‘k : Lag tertinggi yang dipilih untuk penelitian ini adalah 12 sesuai dengan penelitian Wei (2009). Apabila ditemukan spike, yaitu nilai autokorelasi residual yang melewati batas standar yang dibatasi oleh 2/√T dan probabiltas (p-value) yang besarnya kurang dari 0.05 pada sebuah lag tertentu, maka hal ini mengindikasikan diperlukan nilai return di masa lalu untuk diikutsertakan dalam model mean (mean equation) tentatif yang telah diperoleh sebelumnya. 6. Uji Autokorelasi Kuadrat Residual Jika dari uji residual di atas berakhir pada penerimaan H0 yang berarti tidak ditemukan lagi indikasi adanya autokorelasi residual pada setiap lag, maka langkah selajutnya adalah menguji keberadaan autokorelasi kuadrat residual. Uji autokorelasi kuadrat residual analog dengan uji autokorelasi residual di atas, hanya saja data runtun waktu yang digunakan untuk melakukan pengujian adalah kuadrat residual. Statistik uji yang digunakan sama, yaitu Q (Ljung-Box Stat), dengan hipotesis: H1 : Sekurang-kurangnya terdapat autokorelasi residual pada sebuah lag k tertentu, jika p-value dari nilai statistik uji Q lebih besar dari 5%. Dimana k = 1,2,...,k. 7. Pemodelan ARCH/GARCH Permodelan dengan ARCH/GARCH dilakukan jika terdapat autokorelasi pada residual, sehingga model yang dihasilkan bersifat heteroskedastisitas atau menunjukan adanya conditional variance yang signifikan. Proses estimasi dilakukan untuk mencari parameter-parameter GARCH yang signifikan di dalam residual. Dalam proses estimasi ini perlu diperhatikan adanya batasan-batasan agar diperoleh model yang stasioner dengan unconditional variance tertentu
37
dimana gerakan conditional variance akan menuju nilai tersebut. Proses estimasi tersebut dihentikan bila residual telah bersifat homoskedastis. 1. Conditional variance Dalam proses residual terdapat dua jenis variance, yaitu conditional variance
dan
unconditional
variance.
Kata
conditional
menunjukan
ketergantungan nilai varian tersebut pada data sebelumnya dalam suatu observasi. Sedangkan unconditional menjelaskan karakteristik jangka panjang data time series dengan asumsi tidak ada pengaruh informasi masa lalu. Model GARCH mengkarakteristikan distribusi conditional tersebut, dapat dilihat p = q = 0 , maka proses varian tersebut adalah white noise dengan varian α. 2. Homoskedastisitas dan Unconditional variance Untuk memenuhi kondisi homoskedastisitas, model ARCH/GARCH yang dibentuk harus memenuhi batasan-batasan parameter sebagai berikut (Alexander, 2001): Σαi + Σβj < 1
(3.12)
‘i=1 j=1 Batasan ini diperlukan agar terpenuhi kondisi stasioner. Dengan demikian akan dihasilkan conditional variance pada residual yang memiliki mean tertentu dan tidak bergantung pada waktu. Sedangkan batasan α ≥ 0, αi ≥ 0, βj ≥ 0 digunakan untuk memastikan bahwa varian yang dihasilkan memiliki nilai yang selalu positif. 8. Analisis nilai Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC) Pengujian Akaike Info Criterion dan Schwarz Criterion dilakukan untuk memeriksa validitas dari model yang dibentuk. Dengan menggunakan pengkukuran-pengukuran ini dapat diuji pengaruh variabel bebas dan lag terhadap variabel tak bebas dalam model yang dibentuk. Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC) adalah alternatif lain dari adjusted R-squared yang digunakan untuk mengukur validitas model yang dihasilkan. Semakin kecil nilai yang dihasilkan dari kedua parameter tersebut berarti semakin baik model yang dibentuk.
38
Pemodelan Component GARCH (CGARCH) Model GARCH secara umum lebih disukai dalam memodelkan conditional variance daripada model ARCH karena model GARCH memberikan model yang lebih parsiomious, artinya, lebih mudah untuk mengestimasi sehingga dalam praktek lebih banyak digunakan (Strydom dan Charteris, 2011). Secara umum, model GARCH dapat dipisahkan menjadi model persamaan rata-rata (mean equation) dan model persamaan varians bersyarat (conditional variance equation). Persamaan rata-rata dari model GARCH(1,1): (3.13) Persamaan varians dari model GARCH(1,1): (3.14) dimana: rt
:
return saham
rt-1 : autoregressive lag pertama dari return saham et-1 : moving average lag pertama dari return saham
: unconditional variance atau varians dari rata-rata : conditional variance atau volatilitas Conditional variance pada persamaan (3.14) menunjukkan
bahwa
conditional variance saat ini dimodelkan sebagai rata-rata tertimbang dari varians jangka panjang, informasi atau berita baru pada masing-masing periode dan varians pada periode sebelumnya (Bollerslev, 1986). Sedangkan model CGARCH merupakan perluasan dari model GARCH yang mendekomposisi volatilitas ke dalam komponen transitory dan komponen permanen. Model ini dapat menangkap efek yang bersifat transitory dan efek yang bersifat permanen dari sebuah guncangan pada suatu data runtun waktu serta dapat mengetahui persistensi efek sebuah guncangan dalam jangka pendek dan jangka panjang (Hammoudeh & Yuan, 2008). Samouilhan (2007) menyebutkan bahwa kegunaan dari CGARCH adalah sebagai alat yang digunakan untuk memahami perilaku saham pada momen kedua. Model CGARCH yang dikembangkan oleh Engle dan Lee (Fawley & Neely, 2012) menjelaskan adanya proses difusi volatilitas yang bergerak dengan
39
lambat kembali ke rata-rata sebagai komponen jangka panjang (permanen) dari conditional variance, qt, dan yang lebih volatil sebagai komponen jangka pendek (transitory), ht-qt. Dari persamaan (3.14), dalam persamaan varians bersyarat dari model GARCH terlihat bahwa rata-rata akan kembali ke
dengan konstan sepanjang
waktu. Sebaliknya, persamaan varians bersyarat dari model CGARCH memperbolehkan rata-rata kembali dengan tingkat
yang berbeda-beda atau
tidak konstan yang dimodelkan sebagai berikut: (3.15) (3.16) dimana: : volatilitas transitory : volatilitas permanen : guncangan akibat adanya informasi atau berita baru pada periode sebelumnya
: efek suatu guncangan terhadap komponen volatilitas permanen
: efek suatu guncangan terhadap komponen volatilitas transitory Persamaan (3.15) merupakan komponen volatilitas transitory yang
konvergen ke nol dengan kekuatan sebesar (+). Sedangkan persamaan (3.16) merupakan komponen volatilitas permanen yang konvergen ke dengan kekuatan sebesar , di mana nilai berkisar antara 0,9 sampai dengan 1 sehingga mendekati unconditional variance dengan sangat lambat. Jika 1 > > (+) maka komponen transitory lebih cepat menghilang dibandingkan dengan komponen permanen. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pengaruh efek guncangan untuk menghilang dapat diukur dengan half-life (Samouilhan, 2007). Ukuran ini biasanya digunakan untuk membandingkan beberapa series data yang berbeda. Secara umum formula penghitungan half-life untuk komponen permanen dapat ditulis sebagai berikut: iHL () = ln(0.5) / ln()
(3.17)
Sedangkan formula penghitungan half-life untuk komponen transitory dapat ditulis sebagai berikut:
40
iHL (+) = ln(0.5) / ln(+)
(3.18)
dimana: i merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pengaruh efek guncangan untuk berkurang sebesar separuhnya. Untuk menganalisa pengaruh transaksi asing terhadap volatilitas return saham, dalam penelitian ini digunakan model CGARCH (1,1) dengan menggunakan variabel transaksi asing bersih dan volume perdagangan saham sebagai variabel eksogen dalam persamaan CGARCH (1,1). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Persamaan rata-rata: ∑
∑
(3.19)
Persamaan varians bersyarat: (3.20) (3.21) dimana: rit
: return saham gabungan maupun return saham sektoral pada periode ke-t : unconditional mean
a dan b : koefisien autoregressive dan moving average return saham gabungan maupun retun saham sektoral periode ke-(t-1) yang menunjukkan bahwa return saham periode ke-t dipegaruhi oleh return saham sebelumnya. : koefisien besarnya pengaruh transaksi asing bersih terhadap return saham pada periode ke-t : koefisien besarnya pengaruh volume perdagangan terhadap return saham pada periode ke-t : error atau residual FNP : transaksi saham yang dilakukan oleh investor asing bersih VOL : volume perdagangan saham Untuk penentuan lag order dari ARMA, ditentukan dengan metode Box-Jenkins, sehingga lag order untuk setiap jenis return saham dapat berbeda tergantung dari nature datanya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012 Tabel 1 menyajikan deskripsi statistik dari Indeks Harga Saham Gabungan dan Indeks Sektoral dari sektor keuangan, industri barang konsumsi dan pertambangan selama periode Januari 2007 hingga Mei 2012. Dari Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata return dari indeks harian ketiga sektor tersebut lebih besar dari return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta bervariasi antar sektor. Sektor industri barang konsumsi memberikan rata-rata return lebih besar dibandingkan dengan dengan kedua sektor lainnya. Hammoudeh et al. (2009) menyebutkan bahwa keadaan seperti ini adalah wajar bagi negara dengan perekonomian besar. Indonesia juga merupakan negara dengan perekonomian besar, yang dibuktikan dengan Produk domestik Bruto (PDB) mencapai 846,8 miliar US$ pada tahun 2011 dan menjadikannya masuk ke dalam 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia (World Bank, 2012). Tabel 1
Ringkasan Statistik Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Sektoral Harian, 2007-2012
Statistik
rIHSG
rKeu
rKonsumsi
rTambang
Mean (%)
0.056
0.062
0.095
0.058
Std. Deviasi (%)
1.659
1.880
1.533
2.613
Skewness
-0.623
-0.065
-0.172
-0.733
Kurtosis
9.275
6.566
8.009
11.779
2251.262 (0.000)
700.455 (0.000)
1386.598 (0.000)
4357.043 (0.000)
-32.693 (0.000)
-32.618 (0.000)
-33.838 (0.000)
-32.865 (0.000)
Jarque-Bera
ADF
Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Nilai-nilai dalam standar deviasi menunjukan adanya variasi dalam series masing-masing return saham dari waktu ke waktu. Hal ini berarti bertentangan dengan syarat bahwa suatu aset harus bebas resiko atau dengan kata lain, aset-aset
42
tersebut mengandung resiko. Sektor pertambangan memiliki nilai standar deviasi relatif paling tinggi dibandingkan dengan sektor keuangan dan sektor industri barang konsumsi (Tabel 1). Seperti yang dikemukakan oleh Hammoudeh et al. (2009), nilai standar deviasi yang tinggi mengindikasikan bahwa sektor tersebut memiliki resiko paling besar dibandingkan kedua sektor lainnya karena harga barang tambang sangat fluktuatif mengikuti harga tambang dunia. Return sektor keuangan, industri barang konsumsi dan pertambangan memiliki nilai skewness negatif. Hal ini berimplikasi return ketiga sektor tersebut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk turun daripada naik selama periode waktu tertentu. Nilai kurtosis yang merupakan ukuran kemencengan (peakedness) dari Tabel 1 lebih dari 3. Hal ini berarti bahwa distribusi return IHSG, return sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan pada ketiga periode tersebut memiliki ekor yang lebih padat dibandingkan dengan sebaran normal. Hasil tersebut didukung oleh nilai Jarque-Bera Test yang sangat signifikan menolak hipotesis nol dari normalitas pada tingkat kepercayaan 5 persen. Nilai kurtosis yang lebih dari 3 juga merupakan gejala awal adanya heteroskedastisitas. Augmented Dickey Fuller (ADF) Test pada data level return IHSG, return sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa ketiga data runtun waktu tersebut tidak mengandung akarakar unit (unit roots). Hal ini berarti data return IHSG, return sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan sudah stasioner (Tabel 1). Gambar 5 menyajikan plot data runtun waktu return IHSG, return sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan yang menunjukkan fluktuasi di sekitar nol, tetapi pada beberapa periode terdapat kenaikan atau penurunan yang tajam. Data seperti ini mengindikasikan adanya unsur heteroskedastisitas. Hal ini berarti pada jangka panjang varians dari return IHSG konstan, tetapi ada beberapa periode di mana varians dari return IHSG relatif tinggi (Firdaus, 2011).
43
rIHSG 8 4 0 -4 -8 -12
250
500
750
1000
1250
(a) Plot Data Return IHSG rkeuangan 12 8 4 0 -4 -8 -12
250
500
750
1000
1250
(b) Plot Data Return Sektor Keuangan rtambang 12 8 4 0 -4 -8 -12 -16 -20 -24 -28 250
500
750
1000
(c) Plot Data Return Sektor Pertambangan
1250
44
rkonsumsi 10.0 7.5 5.0 2.5 0.0 -2.5 -5.0 -7.5 -10.0 250
500
750
1000
1250
(c) Plot Data Return Sektor Industri Barang Konsumsi Gambar 5: (a), (b), (c) dan (d) Sumber: BEI, berbagai tahun (diolah)
Gambar 5 Plot Data Runtun Waktu Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Return Sektor Keuangan, Sektor Industri Barang Konsumsi dan Sektor Pertambangan, 2007-2012 4.2 Pemodelan Volatilitas Langkah
pertama
dalam
pembentukan
model
volatilitas
adalah
pengidentifikasian mean equation secara tepat. Pengidentifikasian mean equation yang tepat diperlukan karena varians yang digunakan dalam pembentukan model volatilitas diukur berdasarkan rataannya, sehingga kesalahan dalam spesifikasi rataan suatu model akan berimplikasi pada mis-spesifikasi dari variansnya. Setelah itu, juga diperlukan tes terhadap efek ARCH/GARCH untuk memastikan bahwa data dapat diestimasi dengan menggunakan model ARCH/GARCH dan turunannya. Dari hasil identifikasi model dengan menggunakan metode Box-Jenkins, diperoleh model terbaik yaitu ARIMA(2,0,1) untuk data return harga saham gabungan dan data return sektor industri barang konsumsi. Sedangkan untuk data return sektor keuangan dan data return sektor pertambangan diperoleh model ARIMA(2,0,0). Pada Tabel 2 menyajikan deteksi efek ARCH dengan menggunakan menggunakan uji Ljung-Box pada residual kuadrat. Uji ini lebih disukai dibandingkan dengan menggunakan standar deviasi (seperti halnya uji Ljung-Box
45
pada residual) karena uji ini lebih mendekati definisi volatilitas yang sebenarnya (Strydom dan Charteris, 2011). Dalam mendeteksi efek ARCH ini digunakan panjang lag 12, penggunaan lag ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Engle (1982), Wei (2009) serta Strydom dan Charteris (2011). Berdasarkan nilai Ljung-Box, autokorelasi tidak terdeteksi pada residual hingga lag 12. Sedangkan dari residual kuadrat hingga lag 12 signifikan. Hal ini mengindikasikan adanya autokorelasi. Uji ARCH-LM sangat kuat menolak hipotesis nol pada tingkat kepercayaan 1 persen. Hasil tersebut memperkuat adanya efek ARCH pada data return harga saham gabungan, return sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan. Tabel 2
Deteksi Efek ARCH pada Model ARIMA
Uji
rIHSG
rKeu
rKonsumsi
rTambang
20.8388*
19.6068*
22.8637*
8.1475*
LB-Q (12)
11.167
9.9998
11.705
11.621
LB-Q2 (12)
463.34*
510.32*
498.11*
135.56*
ARCH-LM (12)
*, ** dan *** berturut-turut merupakan tingkat kepercayaan 1 persen, 5 persen dan 10 persen
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut dalam pemodelan volatilitas, diperlukan uji diagnostik untuk mengetahui apakah model GARCH dan turunannya yang diestimasi dengan menggunakan peubah transaksi asing sudah layak digunakan atau belum. Berdasarkan Tabel 3, uji efek ARCH dengan menggunakan uji ARCH-LM untuk uji heteroskedastisitas dan uji Ljung-Box untuk mengetahui ada atau tidaknya serial korelasi dalam level maupun kuadrat, diketahui bahwa tidak ada satu pun uji yang signifikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa efek ARCH dan autokorelasi sudah hilang. Atau dengan kata lain, model yang diestimasi telah menghasilkan residual yang bersifat white noise. Pada pengujian conditional mean equation, nilai π11 dan π21 pada data return harga saham gabungan maupun harga saham sektor keuangan dan sektor industri barang konsumsi terlihat bahwa struktur autoregresif sangat kuat yang ditunjukkan dengan koefisien AR maupun MA (π11, π12, π13 dan π21 memiliki tingkat signifikansi yang tinggi (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa return harga saham gabungan maupun return sektor keuangan dan industri barang
46
konsumsi saat ini sangat tergantung dengan return sebelumnya. Sedangkan pada sektor pertambangan, koefisien autoregresif tidak signifikan. Hal ini dikarenakan pertambangan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti fluktuasi pasar, biaya transportasi, regulasi lingkungan serta politik (Buchanan, 2012). Sektor pertambangan juga sangat rentan terhadap pergerakan harga minyak bumi karena batu bara merupakan produk substitusi dari minyak bumi. Turunnya harga minyak dipastikan akan menekan harga komoditas batu bara dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan pertambangan (Anwar, 2012). Tabel 3
Uji Model CGARCH(1,1)
Uji
rIHSG
rKeu
rKonsumsi
rTambang
ARCH-LM (12)
0.0705
0.3096
1.2686
0.6203
LB-Q (12)
10.084
10.311
12.972
10.035
LB-Q2 (12)
0.8287
36.075
16.071
50.359
*, ** dan *** berturut-turut merupakan tingkat kepercayaan 1 persen, 5 persen dan 10 persen
Hasil estimasi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa efek dari guncangan yang terjadi pada return saham gabungan maupun return saham sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan sebelumnya memiliki tingkat persistensi tinggi pada komponen volatilitas permanen atau efek suatu guncangan akan bertahan untuk periode yang lama, ditunjukkan oleh nilai ρ yang mendekati 1 pada tingkat kepercayaan 1 persen, masing-masing sebesar 0.9968, 0,9951, 0.9667 dan 0.9965. Hal ini menunjukkan bahwa return saham sektor pertambangan lebih persisten dibandingkan return saham sektor keuangan dan sektor industri barang konsumsi. Hasil seperti itu wajar terjadi karena sektor pertambangan memang lebih dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi dunia maupun domestik, sehingga ketika terjadi guncangan maka komponen permanen sektor pertambangan akan lebih persisten. Pada komponen permanen, nilai half-life dari return saham sektor industri barang konsumsi sebesar 20.449, lebih kecil dibandingkan nilai half-life dari return saham sektor keuangan dan return saham sektor tambang yang masingmasing sebesar 140.165 dan 197.639. Hal ini berarti efek suatu guncangan yang terjadi pada return saham sebelumnya di sektor industri barang konsumsi akan menghilang dalam waktu 20 hari, lebih cepat dibandingkan dengan return kedua
47
sektor lainnya yang akan menghilang dalam waktu 140 hari dan 198 hari. Sedangkan nilai half-life dari return saham gabungan sebesar 218.796 berarti bahwa guncangan pada return saham gabungan akan menghilang dalam waktu 219 hari (Tabel 4). Hasil ini didukung oleh nilai standar deviasi return sektor industri barang konsumsi yang paling rendah dibandingkan nilai standar deviasi dari return saham gabungan, return saham sektor keuangan dan sektor pertambangan. Hal ini dikarenakan produk sektor industri barang konsumsi merupakan produk yang akan selalu dibutuhkan oleh siapa pun sehingga tidak terkena imbas ketika terjadi gejolak perekonomian di Indonesia maupun dunia. Selain itu, sektor industri barang konsumsi mendekati pasar persaingan sempurna di mana banyak industri yang bergerak di sektor tersebut. Koefisien persistensi pada komponen transitory volatilitas (α+ β) return saham gabungan maupun return saham sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi serta sektor pertambangan masing-masing sebesar 0.871, 0.860, 0.746 dan 0.856. Nilai koefisien komponen transitory tersebut lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien persistensi komponen permanen, hal ini berimplikasi return saham gabungan maupun return saham ketiga sektor tersebut akan kembali ke rata-rata dengan sangat lambat dan dalam jangka waktu yang lama. Dari koefisien persistensi komponen volatilitas transitory dapat diketahui bahwa return saham sektor keuangan lebih persisten daripada return dari kedua sektor lainnya (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa ketika terjadi guncangan akibat faktor mikroekonomi dari struktur pasar keuangan maka sektor keuangan akan mengalami guncangan lebih lama, oleh karena itu, faktor mikroekonomi sektor keuangan sangat penting dalam menjaga stabilitas pasar keuangan. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa return saham sektor industri barang konsumsi akan lebih cepat kembali ke rata-rata dibandingkan kedua sektor lainnya yang ditunjukkan oleh nilai half-life sebesar 2 hari. Hal ini sejalan dengan nilai half-life komponen permanen yang lebih kecil dibandingkan kedua sektor lainnya. Menurut Hammoudeh et al. (2009), sektor industri barang konsumsi adalah sektor non-cyclical yang tetap bertahan meskipun perekonomian dalam kondisi resesi sehingga ketika terjadi resesi akan banyak investor yang berinvestasi di sektor ini.
48
Efek suatu guncangan pada return saham sektor keuangan dan sektor pertambangan, masing-masing akan menghilang dalam waktu 5 dan 4 hari. Tabel 4
CGARCH(1,1)-Dampak Guncangan Transaksi Asing terhadap Return Saham Gabungan, Return Saham Sektoral dan Volatilitas
Parameter
rIHSG
rKeu
rKonsumsi
rTambang
Conditional Mean Equation
λ0 π11
0.03903700***
-0.00186800
0.07214000*
0.04445400
0.65842300*
-0.00119000
0.58769700*
0.00827100
-0.06493400**
-0.01202300
π 12 π 13
-0.02972900
π 21
-0.72945700*
λ1
0.00102800*
0.00094100*
0.00055800*
0.00036500*
λ2
0.00000023
0.00000049***
-0.00000008
0.00000065
1.14024800
1.18067400
2.77313100*
3.48564500
0.99683700*
0.99506700*
0.96667100*
0.99649900*
0.04150900***
0.07806000**
0.01951900
0.10520400**
-0.00021000**
-0.00025700**
-0.00025400*
-0.00040700*
0.21139500*
0.15842400*
0.22247900*
0.16814100*
0.66000700*
0.70157300*
0.52379200*
0.68831800*
0.00019800**
0.00028300**
0.00028600*
0.00044700*
0.871
0.860
0.746
0.856
218.796
140.165
20.449
197.639
5.036
4.596
2.368
4.473
-0.08953900* -0.59422900*
Conditional Variance Equation
θ1
θ2 (α + β) Half-life (ρ) Half-life (α + β)
*, ** dan *** berturut-turut merupakan tingkat kepercayaan 1 persen, 5 persen dan 10 persen Keterangan: λ0 : unconditional mean π11, π12 dan π13: koefisien autoregressive π21 : koefisien moving average : koefisien besarnya pengaruh transaksi asing bersih terhadap return saham : koefisien besarnya pengaruh volume perdagangan terhadap return saham : efek suatu guncangan terhadap komponen volatilitas permanen : efek suatu guncangan terhadap komponen volatilitas transitory : kekuatan persistensi komponen volatilitas permanen (+) : kekuatan persistensi komponen volatilitas transitory
49
Guncangan yang terjadi pada return saham gabungan, return sektor keuangan dan return sektor industri barang konsumsi lebih dominasi oleh guncangan yang terjadi pada komponen transitory yang ditunjukkan oleh nilai α yang lebih besar dibandingkan oleh nilai φ. Hal ini menunjukkan bahwa volatilitas return sektor keuangan dan sektor pertambangan didominasi oleh komponen transitory. Sementara itu, sektor pertambangan lebih didominasi oleh guncangan yang terjadi pada komponen permanen yang ditunjukkan oleh nilai φ sebesar 0.168. Hal ini menunjukkan bahwa volatilitas return sektor pertambangan lebih disebabkan oleh faktor makroekonomi seperti kondisi perekonomian dunia, biaya transportasi, regulasi lingkungan maupun politik. Sedangkan volatilitas return sektor keuangan dan sektor industri barang konsumsi lebih disebabkan oleh faktor mikroekonomi perusahaan maupun struktur pasar dari sektor tersebut. Nilai λ1 yang bernilai positif dan signifikan dalam taraf 1% untuk semua model menunjukkan bahwa pada saat transaksi asing bersih atau foreign net purchase (net position) positif, yang dapat diakibatkan oleh meningkatnya pembelian investor asing di pasar saham Indonesia, akan meningkatkan return saham gabungan, return saham sektor keungan, return saham sektor industri konsumsi dan return saham sektor pertambangan. Nilai λ1 sebesar 0.001028 pada data return saham gabungan berarti bahwa pada saat net position meningkat sebesar 1 miliar rupiah maka akan meningkatkan harga saham gabungan sebesar 0.001 basis point. Nilai λ1 sebesar 0.000941 pada data return saham sektor keuangan berarti bahwa pada saat net position meningkat sebesar 1 miliar rupiah maka akan meningkatkan harga saham sektor keuangan sebesar 0.0009 basis point. Nilai λ1 sebesar 0.000558 pada data return saham sektor industri barang konsumsi berarti bahwa pada saat net position meningkat sebesar 1 miliar rupiah maka akan meningkatkan harga saham sektor industri barang konsumsi sebesar 0.0006 basis point. Dan Nilai λ1 sebesar 0.000365 pada data return saham sektor pertambangan berarti bahwa pada saat net position meningkat sebesar 1 miliar rupiah maka akan meningkatkan harga saham sektor saham sektor pertambangan sebesar 0.0004 basis point. Nilai λ 1 yang positif dan signifikan yang diikuti dengan nilai θ2 yang juga positif dan signifikan namun diikuti oleh nilai θ1 yang negatif dan signifikan untuk
50
semua model menunjukkan bahwa peningkatan return saham pada saat net position positif akan diikuti dengan peningkatan komponen volatilitas transitory, namun tidak meningkatkan komponen volatilitas permanen atau dengan kata lain menstabilkan volatilitas permanen, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan. Perbedaan pengaruh guncangan transaksi investor asing terhadap komponen permanen dan komponen transitory ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Neely dan Fawley (2012). Hal ini dikarenakan investor pada mulanya hanya memiliki sebagian informasi mengenai harga saham di suatu pasar, jadi ketika ada suatu guncangan maka investor asing akan cepat merespon dengan mengurangi atau meningkatkan transaksinya dan hal itu akan diikuti oleh investor domestik. Keadaan tersebut akan memicu volatilitas harga saham. Akan tetapi, karena setiap investor asing hanya memiliki informasi mengenai nilai dari suatu saham secara parsial, maka setelah beberapa waktu, semakin banyak investor asing yang memiliki saham di pasar domestik, akan memperbaiki informasi yang mereka miliki yang kemudian akan dapat mengurangi volatilitas harga saham. Peningkatan net position akan berdampak pada peningkatan volatilitas (komponen transitory) 13,69 kali lebih besar dibandingkan dengan peningkatan return saham gabungan. Sementara itu, peningkatan net position akan berdampak pada peningkatan volatilitas (komponen transitory) return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan masing-masing sebesar 17.88 kali , 30.31 kali, dan 57.92 kali dibandingkan dengan peningkatan returnnya. Hal ini dapat dikatakan bahwa investor asing lebih banyak bergerak di sektor pertambangan dibandingkan dengan kedua sektor lainnya karena sektor pertambangan merupakan sektor yang memerlukan investor dengan modal kuat serta teknologi tinggi, dimana pada umumnya investornya berasal dari negara maju.
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil pembahasan sebelumnya diperoleh simpulan sebagai berikut: 1.
Return saham gabungan, return saham sektor keuangan dan return saham sektor industri barang konsumsi sangat tergantung dengan return sebelumnya. Sedangkan return sektor pertambangan tidak tergantung dengan return sebelumnya.
2.
Pada saat transaksi asing bersih atau foreign net purchase (net position) positif, yang dapat diakibatkan oleh meningkatnya pembelian investor asing di pasar saham Indonesia, akan meningkatkan return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri konsumsi dan return saham sektor pertambangan.
3.
Peningkatan return saham pada saat net position positif akan diikuti dengan peningkatan komponen volatilitas transitory, namun tidak meningkatkan komponen volatilitas permanen atau dengan kata lain menstabilkan volatilitas permanen, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan.
4.
Peningkatan net position akan berdampak pada peningkatan volatilitas (komponen transitory) yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan return saham, baik untuk return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi, maupun return saham sektor pertambangan.
5.
Pada komponen permanen, efek suatu guncangan yang terjadi pada return saham sebelumnya di sektor industri barang konsumsi akan menghilang dalam waktu 20 hari, lebih cepat dibandingkan dengan return kedua sektor lainnya yang akan menghilang dalam waktu 140 hari dan 198 hari. Sedangkan guncangan pada return saham gabungan akan menghilang dalam waktu 219 hari.
6.
Pada komponen transitory, efek suatu guncangan pada return saham sektor industri barang konsumsi akan menghilang dalam 2 hari, lebih cepat
52
dibandingkan dengan sektor keuangan dan sektor pertambangan, masingmasing akan menghilang dalam waktu 5 dan 4 hari.
5.2 Saran Adanya pengaruh transaksi investor asing yang menyebabkan peningkatan volatilitas return saham, baik gabungan maupun sektoral yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan return sahamnya, maka diperlukan peningkatan transaksi investor domestik sebagai penyeimbang di pasar saham. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat Indonesia mengenai pentingnya pasar modal bagi pembangunan nasional, sehingga investor domestik dapat lebih berperan dalam transaksi pasar modal di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander C. 2006. Market Models: A Guide to Financial Data Analysis. Chichester: John Wiley & Son Inc. Andersen TG, Bollerslev T. 1997. Heterogeneous information arrivals and return volatility dynamics: Uncovering the long-run in high frequency returns. Journal of Finance 52: 975–1005. Ang R. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft. Anwar T. 2008. Harga Minyak Turun, Kenapa IHSG Ikut Turun?. [terhubung berkala]. http://lipsus.kompas.com/grammyawards/read/2008/08/13/08325517/Harga. Minyak.Turun..Kenapa.IHSG.Ikut.Turun [12 September 2012]. [BI] Bank Indonesia. 2000. Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 1999. Jakarta: Bank Indonesia. [Bapepam-LK] Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan. Keputusan Menteri KeuanganRepublik Indonesia Nomor 455 Tahun 1997 tentang Pembelian Saham oleh Pemodal Asing melalui Pasar Modal. Jakarta: Bapepam-LK. [Bapepam-LK] Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan. 2008. Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas serta Hubungan Dinamis antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar, dan Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Bapepam-LK. Bean C. 2003. Asset Prices, Financial Imbalances and Monetary Policy: Are Inflation Targets Enough?. BIS Working Papers 140. Bekaert G, Harvey CR. 2003. Emerging Markets Finance. Journal of Empirical Finance 10: 3 -55. Borio C, Lowe P. 2002. Asset Prices, Financial and Monetary Stability: Exploring the Nexus. BIS Working Papers 114. [BEI] Bursa Efek Indonesia. 2012. Pengantar Pasar Modal dan Ekuitas. [terhubung berkala]. http://www.idx.co.id/home/information/forInvestor/defaults.aspx [19 Mei 2012]. Buchanan R. 2012. External Factors Affecting Mining. [terhubung berkala]. http://www.ehow.com/info_8557112_external-factors-affectingmining.html [12 September 2012].
54
Butler C. 1999. Mastering Value at Risk, A Step-by Step Guide to Understanding and Applying VaR. Great Britain: Pearson Education Limited. Clark J, Berko E. 1997. Foreign Investment Fluctuations and Emerging Market Stock Returns: The Case of Mexico. Federal Reserve Bank of New York Staff Report 24. Deo M, Srinivasan K, Devanadhen K. 2008. The Empirical Relationship between Stock Returns, Trading Volume, and Volatility: Evidence from Select AsiaPasific Stock Market. European Journal of Economics, Finance, and Administrative Sciences 12: 58-68. Enders W. 2004. Applied Econometric Time Series. Ed ke-2. New York: John Wiley & Son Inc. Engle R. 1982. Autoregressive Conditional Heteroscedasticity with Estimates of the Variance of United Kingdom Inflation. Econometrica 50: 987-1007. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor: IPB Press. Gerdesmeier D, Reimers HE, Roffia B. 2010. Asset Price Misalignment and The Role of Money and Credit. International Finance 13: 377-407. Hammoudeh SM, Yuan Y. 2008. Metal Volatility in Presence of Oil and Interest Rate Shocks. Energy Economics 30: 606-620. Hammoudeh SM, Yuan Y, Mcaleer M. 2009. Shock and Volatility Spillovers among Equity Sectors of The Gulf Arab Stock Markets. The Quarterly Review of Economics and Finance 49: 829-842. Haryanto R. 1998. Analisis Minat Investor terhadap Saham-Saham di Bursa Efek Jakarta dengan Metode Diskriminan [tesis]. Depok: Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia. Jansen WJ. 2003. What Do Capital Inflows Do? Dissecting the Transmission Mechanism for Thailand, 1980–96. Journal of Macroeconomics 25(4): 457480. Jogiyanto. 1998. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE. Jorion P. 2007. Value at Risk: The New Benchmark for Managing Financial Risk. New York: McGraw-Hill. Kaminsky G. Reinhart C. 2002. Financial Markets in Times of Stress. Journal of Development Economics 69(2): 451–470.
55
Kim S, Yang DY. 2009. Do Capital Inflows Matter to Asset Prices? The Case of Korea. Asian Economic Journal 23: 323-348. Kuncoro M. 2009. Urgensi Stimulan Kebijakan di Tengah Krisis Global. Dayasaing 10(1): 78-100. Lai CJ, Lou KR, Shiu CY. 2008. Foreigner Investors and Stock Volatility: Evidence from Taiwan. Information and Management Sciences 19: 315328. Levine R. 1997. Stock Markets, Economic Development and Capital Control Liberalization. Perspective 3. Levine R, Zervos S. 1998. Stock Markets, Banks, and Economic Growth. American Economic Review 88: 537-58. Mollah S, Mobarek A. 2009. Volatility difference across Countries: Evidence from International Financial Markets. Studies in Economics and Finance 26(4). Müller UA et al. 1997. Volatilities of different time resolutions –analyzing the dynamics of market components. Journal of Empirical Finance 4, 213–239. Nelson DB. 1991. Conditional Heteroscedasticity in Asset Returns: A New Approach. Econometrica 59: 347-370. Neely CJ, Fawley BW. 2012. Capital Flows and Japanese Asset Volatility. Federal Reserve Bank of St. Louis Working Paper Series 034B. Park JH, Nam SK, Eom K . 2007. Market efficiency in KOSDAQ: A volatility comparison between main boards and new markets using a permanent and transitory component model. Asia-Pacific Journal of Financial Studies 36: 533-566. Rajput N, Chopra P, Rajput A. 2012. FII and Its Impact on Stock Market: A Study on Lead-Lag and Volatility Spillover. Asian Journal of Finance & Accounting 4: 18-38. Samouilhan N. 2007. The Persistence of SA Equity Volatility: A Component ARCH Perspective. Journal of the Study of Economics and Econometrics 31(1): 99-117. Schill MJ. New Perspectives on Investing in Emerging Markets. 2006. The Research Foundation of CFA Institute Literature Review. Stulz RM, Wasselfallen W. 1995. Foreign Equity Investment Restriction, Capital Flight and Shareholder Wealth Maximization: Theory and Evidence. Review of Financial Studies.
56
Wang J. 2007. Foreign Equity Trading and Emerging Market Volatility: Evidence from Indonesia and Thailand. Journal of Development Economics 84:798811. Watsham JT, Parramore K. 1997. Quantitative Methodes in Finance. Ed ke-1. London: Thomson Learning. Wei C. 2009. Using The Component GARCH Modelling and Forecasting Method to Determine The Effect of Unexpected Exchange Rate Mean and Volatility Spillover on Stock Markets. International Research Journal of Finance and Economics 23: 62- 74. Zarour BA, Siriopoulos CP. 2008. Transitory and Permanent Volatility Components: The Case of the Middle East Stock Markets. Review of Middle East Economics and Finance 4(2).
57
Lampiran 1
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Harga Saham Gabungan
Null Hypothesis: RIHSG has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-32.69261 -3.965018 -3.413221 -3.128631
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RIHSG) Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 02:54 Sample (adjusted): 2 1320 Included observations: 1319 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RIHSG(-1) C @TREND(1)
-0.897052 0.040036 1.50E-05
0.027439 0.091029 0.000119
-32.69261 0.439819 0.125616
0.0000 0.6601 0.9001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.448174 0.447336 1.651937 3591.228 -2532.149 534.4059 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.001590 2.222096 3.844046 3.855838 3.848468 2.006450
58
Lampiran 2
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Keuangan
Null Hypothesis: RKEU has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-32.61779 -3.965018 -3.413221 -3.128631
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RKEU) Method: Least Squares Date: 09/05/12 Time: 10:48 Sample (adjusted): 2 1320 Included observations: 1319 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RKEU(-1) C @TREND(1)
-0.894806 0.039529 2.49E-05
0.027433 0.103156 0.000135
-32.61779 0.383201 0.184126
0.0000 0.7016 0.8539
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.447042 0.446202 1.872049 4612.010 -2697.135 531.9637 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.001534 2.515598 4.094216 4.106008 4.098637 1.999514
59
Lampiran 3
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi
Null Hypothesis: RKONSUMSI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-33.83766 -3.965018 -3.413221 -3.128631
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RKONSUMSI) Method: Least Squares Date: 09/05/12 Time: 10:49 Sample (adjusted): 2 1320 Included observations: 1319 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RKONSUMSI(-1) C @TREND(1)
-0.932150 0.030785 8.75E-05
0.027548 0.084331 0.000111
-33.83766 0.365054 0.789978
0.0000 0.7151 0.4297
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.465258 0.464445 1.530440 3082.398 -2431.386 572.5000 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.002020 2.091291 3.691260 3.703052 3.695681 1.989209
60
Lampiran 4
Uji Stasioneritas Data Return Indeks Sektor Pertambangan
Null Hypothesis: RTAMBANG has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-32.86489 -3.965018 -3.413221 -3.128631
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RTAMBANG) Method: Least Squares Date: 09/05/12 Time: 10:49 Sample (adjusted): 2 1320 Included observations: 1319 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RTAMBANG(-1) C @TREND(1)
-0.901924 0.239304 -0.000281
0.027443 0.143453 0.000188
-32.86489 1.668174 -1.491755
0.0000 0.0955 0.1360
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.450777 0.449943 2.600468 8899.363 -3130.635 540.0568 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.001137 3.506288 4.751532 4.763324 4.755953 2.007550
61
Lampiran 5
Uji Stasioneritas Data Transaksi Asing Bersih/Foreign Net Purchase (FNP)
Null Hypothesis: FNP has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-32.81149 -3.965018 -3.413221 -3.128631
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FNP) Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 03:50 Sample (adjusted): 2 1320 Included observations: 1319 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
FNP(-1) C @TREND(1)
-0.901018 90.66429 -0.021180
0.027460 38.35753 0.050217
-32.81149 2.363664 -0.421761
0.0000 0.0182 0.6733
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.449971 0.449135 694.3924 6.35E+08 -10500.34 538.3000 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.964787 935.5829 15.92622 15.93802 15.93064 2.005239
62
Lampiran 6
Uji Stasioneritas Data Volume Perdagangan Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Null Hypothesis: VOL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 21 (Automatic based on SIC, MAXLAG=22)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.731452 -3.965131 -3.413277 -3.128663
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(VOL) Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 03:50 Sample (adjusted): 23 1320 Included observations: 1298 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
VOL(-1) D(VOL(-1)) D(VOL(-2)) D(VOL(-3)) D(VOL(-4)) D(VOL(-5)) D(VOL(-6)) D(VOL(-7)) D(VOL(-8)) D(VOL(-9)) D(VOL(-10)) D(VOL(-11)) D(VOL(-12)) D(VOL(-13)) D(VOL(-14)) D(VOL(-15)) D(VOL(-16)) D(VOL(-17)) D(VOL(-18)) D(VOL(-19)) D(VOL(-20)) D(VOL(-21)) C @TREND(1)
-0.088244 -0.023696 -0.240437 -0.237893 0.065538 0.068647 0.390620 -0.215960 0.324512 0.052732 0.129530 0.087283 -0.024879 0.146658 -0.339279 0.159642 -0.082488 -0.033866 0.046216 -0.009331 0.073121 -0.164224 1065.113 0.803004
0.015396 0.028974 0.028979 0.029625 0.030343 0.030205 0.029886 0.031764 0.030034 0.031337 0.031211 0.031422 0.031496 0.031488 0.031058 0.031341 0.030505 0.030587 0.030595 0.029227 0.027739 0.027637 2299.153 2.990516
-5.731452 -0.817842 -8.296987 -8.030025 2.159898 2.272688 13.07046 -6.798946 10.80485 1.682714 4.150100 2.777779 -0.789923 4.657636 -10.92418 5.093743 -2.704107 -1.107194 1.510569 -0.319249 2.636014 -5.942119 0.463263 0.268517
0.0000 0.4136 0.0000 0.0000 0.0310 0.0232 0.0000 0.0000 0.0000 0.0927 0.0000 0.0056 0.4297 0.0000 0.0000 0.0000 0.0069 0.2684 0.1311 0.7496 0.0085 0.0000 0.6433 0.7883
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.439957 0.429846 40304.09 2.07E+12 -15593.93 43.51415 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.146701 53376.87 24.06461 24.16018 24.10047 1.976226
63
Lampiran 7
Correlogram Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
64
Lampiran 8
Correlogram Data Return Indeks Sektor Keuangan
65
Lampiran 9
Correlogram Data Return Indeks Sektor Konsumsi
66
Lampiran 10 Correlogram Data Return Indeks Sektor Pertambangan
67
Lampiran 11 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Dependent Variable: RIHSG Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 04:24 Sample (adjusted): 4 1320 Included observations: 1317 after adjustments Convergence not achieved after 500 iterations MA Backcast: 3 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) AR(3) MA(1)
0.059663 0.733359 -0.086275 -0.645864
0.045647 0.168317 0.023069 0.176289
1.307057 4.357019 -3.739831 -3.663661
0.1914 0.0000 0.0002 0.0003
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.017597 0.015353 1.647835 3565.270 -2524.531 7.839651 0.000035 .51+.19i .65
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.51-.19i
-.29
0.056028 1.660632 3.839835 3.855577 3.845738 1.978945
68
Lampiran 12 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
69
Lampiran 13 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
70
Lampiran 14 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
20.83881 211.6225
Prob. F(12,1292) Prob. Chi-Square(12)
0.0000 0.0000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 04:33 Sample (adjusted): 16 1320 Included observations: 1305 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1) RESID^2(-2) RESID^2(-3) RESID^2(-4) RESID^2(-5) RESID^2(-6) RESID^2(-7) RESID^2(-8) RESID^2(-9) RESID^2(-10) RESID^2(-11) RESID^2(-12)
0.910139 0.119964 0.259860 0.002094 0.071633 0.031168 -0.048587 0.060906 0.015077 -0.039539 0.095474 0.077292 0.018684
0.239278 0.027819 0.027936 0.028735 0.028714 0.028780 0.028743 0.028729 0.028766 0.028696 0.028686 0.027899 0.027779
3.803682 4.312299 9.301937 0.072880 2.494690 1.082969 -1.690368 2.120039 0.524107 -1.377830 3.328233 2.770476 0.672605
0.0001 0.0000 0.0000 0.9419 0.0127 0.2790 0.0912 0.0342 0.6003 0.1685 0.0009 0.0057 0.5013
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.162163 0.154381 7.045788 64138.92 -4393.103 20.83881 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.709242 7.662001 6.752649 6.804190 6.771984 2.000011
71
Lampiran 15 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan Dependent Variable: RKEU Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 04:35 Sample (adjusted): 4 1320 Included observations: 1317 after adjustments Convergence achieved after 3 iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) AR(3)
0.061393 0.106570 -0.077589
0.052996 0.027372 0.027370
1.158445 3.893372 -2.834778
0.2469 0.0001 0.0047
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots
0.017064 0.015568 1.867515 4582.724 -2689.850 11.40590 0.000012 .25+.37i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.25-.37i
-.39
0.061501 1.882224 4.089370 4.101177 4.093797 2.007959
72
Lampiran 16 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan
73
Lampiran 17 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan
74
Lampiran 18 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Keuangan Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
19.60685 201.1061
Prob. F(12,1295) Prob. Chi-Square(12)
0.0000 0.0000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 04:37 Sample (adjusted): 13 1320 Included observations: 1308 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1) RESID^2(-2) RESID^2(-3) RESID^2(-4) RESID^2(-5) RESID^2(-6) RESID^2(-7) RESID^2(-8) RESID^2(-9) RESID^2(-10) RESID^2(-11) RESID^2(-12)
1.074470 0.221677 0.042570 0.093727 0.062795 0.030096 -0.005381 0.050466 0.009648 -0.017562 0.087212 0.027740 0.087354
0.271959 0.027686 0.028354 0.028270 0.028368 0.028421 0.028397 0.028367 0.028389 0.028339 0.028221 0.028303 0.027635
3.950854 8.006964 1.501385 3.315425 2.213600 1.058920 -0.189510 1.779040 0.339838 -0.619721 3.090361 0.980101 3.161010
0.0001 0.0000 0.1335 0.0009 0.0270 0.2898 0.8497 0.0755 0.7340 0.5356 0.0020 0.3272 0.0016
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.153751 0.145909 7.517448 73183.08 -4487.972 19.60685 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
3.473476 8.134267 6.882220 6.933666 6.901517 2.004172
75
Lampiran 19 Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi Dependent Variable: RKONSUMSI Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 04:42 Sample (adjusted): 3 1320 Included observations: 1318 after adjustments Convergence achieved after 14 iterations MA Backcast: 2 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) AR(2) MA(1)
0.098552 0.801790 -0.128199 -0.738891
0.033597 0.107528 0.028035 0.106324
2.933395 7.456556 -4.572908 -6.949433
0.0034 0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.018283 0.016042 1.520907 3039.488 -2420.804 8.157178 0.000022
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.58 .74
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.22
0.096230 1.533254 3.679521 3.695253 3.685419 2.004527
76
Lampiran 20 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi
77
Lampiran 21 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi
78
Lampiran 22 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
22.86368 228.6129
Prob. F(12,1293) Prob. Chi-Square(12)
0.0000 0.0000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 04:45 Sample (adjusted): 15 1320 Included observations: 1306 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1) RESID^2(-2) RESID^2(-3) RESID^2(-4) RESID^2(-5) RESID^2(-6) RESID^2(-7) RESID^2(-8) RESID^2(-9) RESID^2(-10) RESID^2(-11) RESID^2(-12)
0.797591 0.248866 0.156802 0.026947 0.047636 0.035764 -0.009074 -0.012579 -0.016265 0.014351 0.129682 -0.033937 0.067796
0.191438 0.027771 0.028607 0.028712 0.028719 0.028746 0.028761 0.028762 0.028746 0.028682 0.028673 0.028567 0.027738
4.166314 8.961233 5.481316 0.938531 1.658721 1.244157 -0.315497 -0.437370 -0.565831 0.500354 4.522760 -1.187967 2.444149
0.0000 0.0000 0.0000 0.3481 0.0974 0.2137 0.7524 0.6619 0.5716 0.6169 0.0000 0.2351 0.0147
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.175048 0.167392 5.530347 39546.06 -4080.188 22.86368 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.310436 6.060830 6.268282 6.319792 6.287604 1.987742
79
Lampiran 23 Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Pertambangan Dependent Variable: RTAMBANG Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 07:36 Sample (adjusted): 3 1320 Included observations: 1318 after adjustments Convergence achieved after 3 iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) AR(2)
0.060526 0.095165 0.044422
0.083267 0.027568 0.027565
0.726893 3.451957 1.611551
0.4674 0.0006 0.1073
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.011851 0.010348 2.600974 8896.058 -3128.517 7.885368 0.000394
Inverted AR Roots
.26
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.17
0.060834 2.614536 4.751922 4.763722 4.756346 2.000191
80
Lampiran 24 Correlogram Residual Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Pertambangan
81
Lampiran 25 Correlogram Residual Kuadrat Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Pertambangan
82
Lampiran 26 Uji ARCH-LM Model ARIMA(2,0,0) Data Return Indeks Sektor Pertambangan Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
8.147524 91.81954
Prob. F(12,1295) Prob. Chi-Square(12)
0.0000 0.0000
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 07:38 Sample (adjusted): 13 1320 Included observations: 1308 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1) RESID^2(-2) RESID^2(-3) RESID^2(-4) RESID^2(-5) RESID^2(-6) RESID^2(-7) RESID^2(-8) RESID^2(-9) RESID^2(-10) RESID^2(-11) RESID^2(-12)
3.462048 0.085961 0.167180 0.006489 0.023802 0.008134 -0.037879 0.106187 0.051211 -0.013460 0.024577 0.080539 -0.016635
0.735504 0.027781 0.027792 0.028170 0.028167 0.028137 0.027982 0.027968 0.028123 0.028151 0.028153 0.027777 0.027764
4.707042 3.094280 6.015337 0.230341 0.845031 0.289081 -1.353687 3.796668 1.820972 -0.478129 0.872980 2.899530 -0.599173
0.0000 0.0020 0.0000 0.8179 0.3982 0.7726 0.1761 0.0002 0.0688 0.6326 0.3828 0.0038 0.5492
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.070198 0.061583 21.24933 584736.6 -5847.113 8.147524 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
6.747827 21.93548 8.960417 9.011863 8.979714 1.999077
83
Lampiran 27 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Dependent Variable: RIHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Student's t distribution Date: 10/01/12 Time: 11:17 Sample (adjusted): 4 1320 Included observations: 1317 after adjustments Convergence achieved after 50 iterations MA Backcast: 3 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) Q = C(7) + C(8)*(Q(-1) - C(7)) + C(9)*(RESID(-1)^2 - GARCH(-1)) + C(10) *FNP GARCH = Q + C(11) * (RESID(-1)^2 - Q(-1)) + C(12)*(GARCH(-1) - Q(-1)) + C(13)*FNP Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C FNP VOL AR(1) AR(3) MA(1)
0.039037 0.001028 2.28E-07 0.658423 -0.029729 -0.729457
0.020409 4.89E-05 1.60E-07 0.110019 0.027825 0.104391
1.912682 21.00413 1.427074 5.984608 -1.068416 -6.987766
0.0558 0.0000 0.1536 0.0000 0.2853 0.0000
Variance Equation C(7) C(8) C(9) C(10) C(11) C(12) C(13)
11.40248 0.996837 0.041509 -0.000210 0.211395 0.660007 0.000198
21.95691 0.006130 0.025538 8.47E-05 0.043367 0.069420 8.72E-05
0.519312 162.6129 1.625412 -2.476192 4.874591 9.507485 2.271888
0.6035 0.0000 0.1041 0.0133 0.0000 0.0000 0.0231
T-DIST. DOF
3.672330
0.361622
10.15515
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001669 -0.008291 1.667502 3623.076 -2160.927 0.167556 0.999628
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.57 .73
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.28
-.19
0.056028 1.660632 3.302850 3.357948 3.323510 1.754708
84
Lampiran 28 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan Dependent Variable: RKEU Method: ML - ARCH (Marquardt) - Student's t distribution Date: 10/01/12 Time: 11:20 Sample (adjusted): 4 1320 Included observations: 1317 after adjustments Convergence achieved after 32 iterations Presample variance: backcast (parameter = 0.7) Q = C(6) + C(7)*(Q(-1) - C(6)) + C(8)*(RESID(-1)^2 - GARCH(-1)) + C(9) *FNP GARCH = Q + C(10) * (RESID(-1)^2 - Q(-1)) + C(11)*(GARCH(-1) - Q(-1)) + C(12)*FNP Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C FNP VOL AR(1) AR(3)
-0.001868 0.000941 4.88E-07 -0.001190 -0.089539
0.032575 5.62E-05 2.58E-07 0.030728 0.027730
-0.057331 16.72525 1.895929 -0.038718 -3.228973
0.9543 0.0000 0.0580 0.9691 0.0012
Variance Equation C(6) C(7) C(8) C(9) C(10) C(11) C(12)
11.80674 0.995067 0.078060 -0.000257 0.158424 0.701573 0.000283
19.45894 0.008585 0.037011 0.000103 0.045079 0.080095 0.000116
0.606751 115.9067 2.109105 -2.503563 3.514365 8.759252 2.438943
0.5440 0.0000 0.0349 0.0123 0.0004 0.0000 0.0147
T-DIST. DOF
5.688455
0.732872
7.761866
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots
0.031835 0.022925 1.860524 4513.860 -2444.810 3.573115 0.000029 .22-.39i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.22+.39i
-.45
0.061501 1.882224 3.732437 3.783599 3.751621 1.886595
85
Lampiran 29 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi Dependent Variable: RKONSUMSI Method: ML - ARCH (Marquardt) - Student's t distribution Date: 10/01/12 Time: 11:23 Sample (adjusted): 3 1320 Included observations: 1318 after adjustments Convergence achieved after 56 iterations MA Backcast: 2 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) Q = C(7) + C(8)*(Q(-1) - C(7)) + C(9)*(RESID(-1)^2 - GARCH(-1)) + C(10) *FNP GARCH = Q + C(11) * (RESID(-1)^2 - Q(-1)) + C(12)*(GARCH(-1) - Q(-1)) + C(13)*FNP Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C FNP VOL AR(1) AR(2) MA(1)
0.072140 0.000558 -7.70E-08 0.587697 -0.064934 -0.594229
0.026782 4.96E-05 2.73E-07 0.194442 0.032036 0.194174
2.693644 11.25546 -0.281772 3.022475 -2.026889 -3.060283
0.0071 0.0000 0.7781 0.0025 0.0427 0.0022
Variance Equation C(7) C(8) C(9) C(10) C(11) C(12) C(13)
2.773131 0.966671 0.019519 -0.000254 0.222479 0.523792 0.000286
0.561860 0.016382 0.016769 8.80E-05 0.055304 0.097899 0.000104
4.935629 59.00653 1.163939 -2.887665 4.022839 5.350301 2.736321
0.0000 0.0000 0.2444 0.0039 0.0001 0.0000 0.0062
T-DIST. DOF
5.333999
0.865752
6.161119
0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.049957 0.040485 1.501897 2941.424 -2198.119 5.274539 0.000000
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.44 .59
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.15
0.096230 1.533254 3.356781 3.411845 3.377427 1.908400
86
Lampiran 30 Model Component GARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan Dependent Variable: RTAMBANG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 10/01/12 Time: 11:28 Sample (adjusted): 3 1320 Included observations: 1318 after adjustments Convergence achieved after 49 iterations MA Backcast: 2 Presample variance: backcast (parameter = 0.7) Q = C(7) + C(8)*(Q(-1) - C(7)) + C(9)*(RESID(-1)^2 - GARCH(-1)) + C(10) *FNP GARCH = Q + C(11) * (RESID(-1)^2 - Q(-1)) + C(12)*(GARCH(-1) - Q(-1)) + C(13)*FNP Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C FNP VOL AR(1) AR(2) MA(1)
0.043919 0.000366 6.49E-07 -0.778034 0.007469 0.786555
0.052032 4.79E-05 5.24E-07 0.351030 0.028986 0.349928
0.844081 7.646207 1.237716 -2.216432 0.257677 2.247766
0.3986 0.0000 0.2158 0.0267 0.7967 0.0246
3.032349 187.8337 7.026052 -6.999716 2.944093 12.37444 5.034101
0.0024 0.0000 0.0000 0.0000 0.0032 0.0000 0.0000
Variance Equation C(7) C(8) C(9) C(10) C(11) C(12) C(13)
10.56837 0.984854 0.108743 -0.000387 0.071648 0.690549 0.000423
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.032033 0.023133 2.584119 8714.360 -2864.560 3.598917 0.000026
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
.01 -.79
3.485207 0.005243 0.015477 5.53E-05 0.024336 0.055804 8.39E-05
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-.79
0.060834 2.614536 4.366556 4.417686 4.385727 1.843733
87
Lampiran 31 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
88
Lampiran 32 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
89
Lampiran 33 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.070493 0.853869
Prob. F(12,1292) Prob. Chi-Square(12)
1.0000 1.0000
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 11:35 Sample (adjusted): 16 1320 Included observations: 1305 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C WGT_RESID^2(-1) WGT_RESID^2(-2) WGT_RESID^2(-3) WGT_RESID^2(-4) WGT_RESID^2(-5) WGT_RESID^2(-6) WGT_RESID^2(-7) WGT_RESID^2(-8) WGT_RESID^2(-9) WGT_RESID^2(-10) WGT_RESID^2(-11) WGT_RESID^2(-12)
1.172206 -0.011601 -0.005898 -0.004805 -0.007138 -0.011797 -0.008043 -0.004087 -0.007080 -0.012483 -0.000514 -0.003254 -0.003701
0.202395 0.027820 0.027822 0.027823 0.027821 0.027821 0.027822 0.027822 0.027824 0.027824 0.027817 0.027817 0.027816
5.791663 -0.416982 -0.211987 -0.172697 -0.256567 -0.424034 -0.289086 -0.146914 -0.254458 -0.448650 -0.018478 -0.116965 -0.133046
0.0000 0.6768 0.8322 0.8629 0.7976 0.6716 0.7726 0.8832 0.7992 0.6538 0.9853 0.9069 0.8942
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000654 -0.008628 6.162566 49066.57 -4218.316 0.070493 0.999994
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.085020 6.136153 6.484775 6.536317 6.504110 2.000071
90
Lampiran 34 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan
91
Lampiran 35 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan
92
Lampiran 36 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Keuangan Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.309581 3.741534
Prob. F(12,1295) Prob. Chi-Square(12)
0.9879 0.9877
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 11:38 Sample (adjusted): 13 1320 Included observations: 1308 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C WGT_RESID^2(-1) WGT_RESID^2(-2) WGT_RESID^2(-3) WGT_RESID^2(-4) WGT_RESID^2(-5) WGT_RESID^2(-6) WGT_RESID^2(-7) WGT_RESID^2(-8) WGT_RESID^2(-9) WGT_RESID^2(-10) WGT_RESID^2(-11) WGT_RESID^2(-12)
1.196423 -0.027015 -0.022232 -0.008977 -0.013314 -0.015601 0.001311 -0.015340 -0.010222 -0.024071 0.013382 -0.005849 -0.013681
0.143498 0.027785 0.027795 0.027799 0.027791 0.027791 0.027791 0.027788 0.027791 0.027790 0.027798 0.027793 0.027789
8.337541 -0.972293 -0.799851 -0.322928 -0.479073 -0.561381 0.047183 -0.552022 -0.367830 -0.866158 0.481405 -0.210458 -0.492312
0.0000 0.3311 0.4239 0.7468 0.6320 0.5746 0.9624 0.5810 0.7131 0.3866 0.6303 0.8333 0.6226
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.002860 -0.006379 3.378538 14781.80 -3441.855 0.309581 0.987918
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.048045 3.367813 5.282652 5.334098 5.301949 2.000395
93
Lampiran 37 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi
94
Lampiran 38 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi
95
Lampiran 39 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Industri Barang Konsumsi Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
1.268633 15.19772
Prob. F(12,1293) Prob. Chi-Square(12)
0.2310 0.2308
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 11:42 Sample (adjusted): 15 1320 Included observations: 1306 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C WGT_RESID^2(-1) WGT_RESID^2(-2) WGT_RESID^2(-3) WGT_RESID^2(-4) WGT_RESID^2(-5) WGT_RESID^2(-6) WGT_RESID^2(-7) WGT_RESID^2(-8) WGT_RESID^2(-9) WGT_RESID^2(-10) WGT_RESID^2(-11) WGT_RESID^2(-12)
0.963565 -0.033374 0.022398 0.014681 0.004082 -0.020304 -0.029527 -0.004714 -0.002831 -0.020707 0.085715 -0.005045 0.015532
0.113823 0.027820 0.027834 0.027738 0.027737 0.027739 0.027745 0.027746 0.027745 0.027682 0.027685 0.027782 0.027769
8.465452 -1.199663 0.804697 0.529263 0.147153 -0.731978 -1.064245 -0.169897 -0.102027 -0.748050 3.096026 -0.181577 0.559333
0.0000 0.2305 0.4211 0.5967 0.8830 0.4643 0.2874 0.8651 0.9188 0.4546 0.0020 0.8559 0.5760
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.011637 0.002464 2.151792 5986.860 -2847.390 1.268633 0.231046
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.989466 2.154448 4.380383 4.431893 4.399705 1.998454
96
Lampiran 40 Correlogram Residual Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan
97
Lampiran 41 Correlogram Residual Kuadrat Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan
98
Lampiran 41 Uji ARCH-LM Model CGARCH(1,1) Data Return Indeks Sektor Pertambangan Heteroskedasticity Test: ARCH F-statistic Obs*R-squared
0.688790 8.295501
Prob. F(12,1295) Prob. Chi-Square(12)
0.7636 0.7616
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/01/12 Time: 11:50 Sample (adjusted): 13 1320 Included observations: 1308 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C WGT_RESID^2(-1) WGT_RESID^2(-2) WGT_RESID^2(-3) WGT_RESID^2(-4) WGT_RESID^2(-5) WGT_RESID^2(-6) WGT_RESID^2(-7) WGT_RESID^2(-8) WGT_RESID^2(-9) WGT_RESID^2(-10) WGT_RESID^2(-11) WGT_RESID^2(-12)
0.979476 0.002160 0.007475 0.018797 -0.006198 -0.005075 -0.042397 0.027420 -0.004188 -0.019384 0.023450 0.039909 -0.027090
0.115606 0.027767 0.027745 0.027740 0.027740 0.027740 0.027729 0.027646 0.027660 0.027661 0.027660 0.027658 0.027659
8.472540 0.077800 0.269406 0.677613 -0.223414 -0.182967 -1.528989 0.991831 -0.151425 -0.700773 0.847806 1.442953 -0.979433
0.0000 0.9380 0.7877 0.4981 0.8232 0.8549 0.1265 0.3215 0.8797 0.4836 0.3967 0.1493 0.3275
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.006342 -0.002866 2.371190 7281.193 -2978.756 0.688790 0.763612
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.994437 2.367800 4.574550 4.625996 4.593847 2.000705