SeminarNasional Peternakan dan Veieriner 1997
PENGARUH SUP tOVULASI SEBELUM PERKAWINAN PADA PRODUKSI SUSU SELAMA SATU PERIODE LAKTASI PADA DOMBA YANG MENERIMA DUA TINGKAT PEMBERIAN PAKAN WASMfiN MANALU I , MAS YEDI SUMARYADI2, SUDJATM0003 dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS
1Bagian Fisiologidan Farmakologi, FKH, InstitutPertanian Bogor 2 Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi, FakultasPeternakan, UNSOED, Purwokerlo 3 Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang RINGKASAN
Suatu penelitian tentang penggunaan teknik superovulasi untuk meningkatkan sekresi endogen hormon mamogenik Selama kebuntingan telah dilakukan untuk meningkatkan perturnbuhan clan perkembangan kelenjar susu Selama kebuntingan dalam upaya peningkatan produksi susu Selama laktasi telah dilakukan pada domba. Tiga ptduh tiga ekor domba ekor tipis Jawa Barat telah digunakan dalam percobaan. Empat belas ekor di antaranya disuperovulasi (SO) sebelum perkawinan, clan sisanya hanya disuntik dengan garam faali (NSO) sebagai kontrol. Masing-masing kelompok domba dibagi lagi menjadi dua. Satu kelompok mendapatkan pakan dengan kualitas biasa atau PI (12% protein kasar clan 65% TDN; 16 ekor, 7 ekor SO dan 9 ekor NSO) clan satu kelompok lagi menerima pakan dengan kualitas baik atau P2 (18% protein kasar dan 75% TDN, 17 ekor, 7 ekor SO dan 10 ekor NSO) . Selama laktasi domba diperah dua kali sehari Selama 84 hari laktasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa domba yang disuperovulasi mempunyai total produksi susu yang lebih tinggi 61% (P<0,01) jika dibandingkan dengan domba yang tidak disuperovulasi (39,62 vs 24,57 kg), terlepas dari jenis pakan yang diberikan. Pemberian pakan P2 berhasil meningkatkan produksi susu sebesar 31% (P<0,05) jika dibandingkan dengan pakan PI (36,25 vs 27,65 kg), terlepas dari perlakuan superovulasi . Pada domba yang menerima pakan P1, superovulasi meningkatkan produksi am sebesar 60% (P<0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (36,83 vs 23,07 kg). Pada domba yang diberkan pakan P2, superovulasi meningkatkan produksi am sebesar 50% (P < 0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (41,22 vs 27,56 kg). Pada domba yang tidak disuperovulasi, pemberiah pakan P2 meningkatkan produksi susu sebesar 19% jika dibandingkan dengan pemberian pakan PI (27,56 vs 23,07 kg). Pada domba yang disuperovulasi, pemberian pakan P2 meningkatkan produksi Sinn sebesar 12% jika dibandingkan dengan pemberian pakan PI (41,22 vs 36,83 liter) . Disimpulkan bahwa perbaikan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu Selama kebuntingan melalui superovulasi dapat meningkatkan produksi susu selama laktasi baik pada domba yang diberi pakan biasa maupun pakan yang diperkaya. Kata kunci: Superovulasi, produksi susu, laktasi, domba PENDAHULUAN
Daya reproduksi hewan marnalia sangat ditentukan oleh keberhasilan induk untuk menghasilkan anak yang sehat clan kuat pada saat penyapihan . Jumlah clan bobot anak yang disapih ditentukan
Seminar Nasional Peternakon don Veteriner 1997
oleh bobot lahir anak, daya tahan anak selama prasapih dan produksi susu induk selama laktasi (OBST et al ., 1980 ; StiTAMA et al ., 1988 ; SUTAMA, 1992, TIESNAMURTI, 1992). Sejak lahir sampai penyapihan, anak Inamalia masih mengandalkan penyediaan makanan dari induk melalui sekresi kelenjar susu induk. Pertumbuhan dan daya tahan anak selanjutnya dipengaruhi oleh bobot lahir anak dan tingkat produksi susu induk selama laktasi (TIESNAMURTI, 1992). Produksi susu induk selama laktasi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sel-sel epitel kelenjar susu selama periode kebuntingan (ANDERSON, 1975 ; ANDERSON, 1985 ; SHEFFIELD dan ANDERSON, 1985 ; TUCKER, 1985 ; TUCKER, 1987) dan ketersediaan zat-zat makanan di kelenjar susu (WILDE dan KNIGHT, 1989). Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu terutama diatur oleh hormon-hormon mamogenik yang juga merupakan hormon kebuntingan (estrogen, relaksin, progesteron, dan laktogen plasenta) dengan kecukupan hormon-hormon prolaktin, somatotropin, kortisol dan tiroksin (KNIGHT dan PEAKER, 1982 ; ANDERSON, 1985 ; TUCKER, 1985 ; FORSYTH, 1986; Tux dan MANALu, 1996). Dengan demikian, ketersediaan hormon-hormon kebuntingan yang dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta (FiCKETTS dan FLINT, 1980 ; SHELDRICK et al ., 1981) selama periode kebuntingan sangat berperan dalarn pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu serta produksi susu, yang secara keseluruhan akan menentrrkan keberhasilan induk untuk membesarkan anak sampai penyapihan, yang merupakan tujuan akhir proses reproduksi . Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa konsentrasi progesteron selama siklus berahi meningkat dengan meningkakya jumlah korpus luteum (SUMARYADI dan MANALu, 1995). Induk yang mempunyai korpus luteum yang lebili banyak juga mempunyai konsentrasi progesteron yang lebih tinggi selama kebuntingan (AMSTRONG et al., 1983 ; MANALU el al ., 1995). Konsentrasi progesteron melungkat dengan peningkatan jumlah fetus yang dikandung dan dengan bertambalrnya umur kebuntingan (MANALu et al . . 1995 ; SUMARYADI dan MANALU, 1996 ; MANALU dan SUMARYADI, 1997). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu selama kebuntingan sejalan dengan peningkatan konsentrasi progesteron dalarn darah induk (MANALU dan SUMARYADI, 1997; SUMARYADI dan MANALU, 1997). Induk yang mempunyai hormon progesteron yang lebih tinggi selama kebuntingan mempunyai kelenjar susu yang berkentbang lebih baik pada akhir kebuntingan dan menghasilkan susu yang lebih banyak pada saat laktasi (MANALu dan SumARYADI, 1996 ; SUMARYADI dan MANALU, 1997). Namun peningkatan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu dan produksi susu tersebut tidak Tinier dengan peningkatan jumlah anak yang dikandung. Dengan demikian, walaupun terjadi peningkatan produksi susu, jumlah susu per ekor anak semakin berkurang dengan semakin banyaknya jumlah anak yang disusui. Pengamatan ini jugs menunjukkan bahwa tingkat perkembangan kelenjar susu yang dapat dirangsang oleh tingkat konsentrasi hormon yang tersedia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan anak yang semakin bertambah . Dari hasil-hasil penelitian pendahuluan ini muncul pemikiran dan hipotesis bahwa proses pertumbuhan kelenjar susu dan produksi susu dapat diperbaiki dengan meningkatkan konsentrasi hormon-hormon yang mempengaruhi perkembangan kelenjar susu selama periode kebuntingan. Hasil penelitian yang dilaporkan di sini merupakan penggunaan teknik superovulasi (peningkatan junilah folikel 'yang berovulasi dalarn satu siklus berahi) untuk meningkatkan jumlah korpus luteum penghasil hormon-hormon kebuntingan yang selanjutnya akan memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu dalarn upaya meningkatkan produksi susu induk.
418
SeminarNasional Peternakan dan Yeteriner 1997
MATERI DAN METODE Tiga puluh tiga ekor domba ekor tipis Jawa Barat yang telah diadaptasikan dengan kondisi penelitian selama dua bulan sebelum dikawinkan, telah digunakan dalam penelitian. Sebelum perkawinan domba percobaan disuntik dua kali dengan prostaglandin dengan interval 1 I hari untuk menyerentakkan berahi dan menglulangkan korpus luteum yang masih ada dari siklus berahi sebelumnya. Pada penyuntikan prostaglandin terakhir, 19 ekor disuntik dengan garam fisiologis sebagai kontrol (disebut sebagai kelompok NSO), clan 14 ekor disuntik dengan 700 IU PMSG (disebut kelompok SO) untuk merangsang ovulasi super sebelum perkawinan . Masing-masing kelompok domba dibagi lagi menjadi dua . Satu kelompok mendapatkan pakan dengan kualitas biasa atau PI (12% protein kasar clan 65% TDN ; 16 ekor, 7 ekor SO clan 9 ekor NSO) clan satu kelompok lagi menerima pakan dengan kualitas baik atau P2 (18% protein kasar clan 75% TDN ; 17 ekor, 7 ekor SO clan 10 ekor NSO) . Pakan tersebut diberikan sejak perkawinan sampai akhir laktasi . Seminggu setelah kelahiran, anak dipisalilcan dari induk clan susu induk diperah dua kali sehari dengan bantuan oksitosin, selama 84 hari (12 minggu) laktasi . Data kemudian diolah dengan ANOVA dengan rancangan acak lengkap untuk menguji efek superovulasi clan perbaikan pakan pada produksi sllsu (SNEDECOR clan COCHRAN, 1982) . HASIL DAN PEMBAHASAN Selama periode laktasi kelompok domba yang disuperovulasi mempunyai kurva produksi susu yang secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang tidak disuperovulasi . Domba yang disuperovulasi sebelum perkawinan mempunyai total produksi susu yang lebih tinggi 61% (P < 0,01) jika dibandingkan dengan domba yang tidak disuperovulasi (39,62 vs 24,57 kg), terlepas dari jenis pakan yang diberikan . Pemberian pakan P2 berhasil meningkatkan produksi susu sebesar 31% (P < 0,05) jika dibandingkan dengan pakan P1 (36,25 vs 27,65 kg), terlepas dari perlakuan superovulasi . Pada domba yang menerima pakan PI, superovulasi meningkatkan produksi susu sebesar 60% (P < 0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (36,83 vs 23 .07 kg) . Pada domba yang diberikan pakan P2. superovulasi meningkatkan produksi susu sebesar 50% (P < 0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (41,22 vs 27,56 kg) (Tabel 1). Pada domba yang tidak disuperovulasi, pemberian pakan P2 meningkatkan produksi susu sebesar 19% jika dibandingkan dengan pemberian pakan P1 (27,56 vs 23,07 kg). Pada domba yang disuperovulasi, pemberian pakan P2 meningkatkan produksi susu sebesar 12% jika dibandingkan dengan pemberian pakan PI (41,22 vs 36,83 liter) . Walaupun persentase peningkatan produksi susu akibat superovulasi pada pakan P1 dan P2, atau akibat pakan pada domba yang disuperovulasi clan yang tidak disuperovulasi berbeda, nanutn pertambalnan absolut adalah sama . Hasil produksi susu ini menguatkan hipotesis bahwa peningkatan pertumbulian dan perkembangan kelenjar susu nnelalui peningkatan sekresi hornnon mamogenik akibat superovulasi terbukti dapat meningkatkan produksi susu secara drastis jauh melebilu peningkatan produksi susu akibat perbaikan pakan . Hasil penelitian ini menunjukkan balnwa peningkatan jumlah korpus luteum melalui superovulasi dapat meningkatkan produksi susu melalui peningkatan sekresi hormon mamogenik selama kebuntingan, yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu selama kebuntingan, clan memperbaiki tingkat pertunnbuhan clan perkembangan kelenjar susu pada awal laktasi .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Tabel 1. Produksi susu (kg) selama 84 hari laktasi pada domba yang tidak disuperovulasi clan yang disuperovulasi dengan tingkat pemberian pakan protein kasar 12% dan TDN 65% (P1) serta protein kasar 18% dan TDN 75% (P2) Pakan
Perlakuan Nonsuperovulasi
Superovulasi
P1
23,07 f 1,69x'
36,83 t 1,85 bA
P2
27,56 t 1,39aB
41,22 f 2,19 bB
abSuperskrip yang berbeda pada baris yang lama menunjukkan perbedaan antara superovulasi dan nonsuperowlasi A,B Superskrip yang berbeda pada kolom yang sams menunjukkan perbedaan antes kualitas pakan Hasil yang diperoleh di sini, walaupun sangat minim dalam ukuran pengamatan~ merupakan bukti nyata clan yang pertama sekali menunjukkan bahwa penggunaan teknik superovulasi untuk meningkatkan sekresi hormon mamogenik unnik merangsang pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu yang dikombinasikan dengan perbaikan pakan dapat meningkatkan produksi susu secara drastis. Jika domba dianggap sebagai model, maka teknik ini bisa dikembangkan untuk digunakan pada ternak pedaging yang diharapkan akan meningkatkan produksi susu induk untuk memenuhi kebutuhan anak sampai umur penyapihan . Hasil ini juga bisa dikembangkan pada ternak tipe perah (sapi dan kambing) untuk memacu pertumbuhan kelenjar susu induk pada waktu kebuntingan yang diharapkan akan meningkatkan populasi sel-sel penghasil susu selama laktasi, dengan hasil akhir peningkatan produksi susu . Dengan peningkatan produksi susu sekitar 60%, pada populasi yang lebih besar atau skala usaha yang lebih besar akan sangat bermanfaat untuk mentngkatkan produktivitas keselunihan usaha. Teknik yang ditemukan ini akan mempunyai dampak yang sangat besar dalam industri peternakan penghasil daging, terutama dalam peternakan pedaging nasional yang inasill mengalami hambatan peningkatan populasi akibat rendahnya efisiensi reproduksi induk yang ada. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini disimpulkan bahwa teknik superovulasi dapat digunakan sebagai suatu metode alternatif untuk meningkatkan produksi susu pada domba. Pengaruh superovulasi jauh lebih besar dibadingkan dengan pengaruh perbaikan mutu pakan pada produksi susu . Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan ukuran ternak yang lebih luas dengan melibatkan berbagai spesies ternak mammalia. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Dewan Riset Nasional melalui RUT III (nomor kontrak 3247/SP-KD/PPIT/IV/95) atas penyediaan dana sehingga penelitian ini bisa terlaksana .
Seminar Narional Peternakan dan Veteriner 1997 DAFTAR PUSTAKA 1983 . Endocrine responses of goats after induction of superovulation with PMSG and FSH. J. Reprod. Fen. 67 :395-401 .
AMsTRONG, D.T ., A.P. PFITZNER, G.M. WARNEs, M.M. RALPH dan R.F . SEAMARK . ANDERSON, R.R .
1975 . Mammary gland growth in sheep. J. Anim. Sci. 41 :118-123 .
1985 . Mammary gland. Dalam: Lactation. Larson, B.L . (Editor). Iowa State University Press, Ames . Halaman 3-38 .
ANDERSON, R.R .
1986 . Variation among species in the endocrine control of mammary growth and function : The roles of prolactin, growth hormone, and placental lactogen . J. Dairy Sci. 69 :886-903 .
FORSYTH, I.A . KNIGHT, C .H .
dan M.
PEAKER.
1982 . Development of the mammary gland. J. Reprod. Fen. 65 :521-536 .
dan N. KUSUMORINI . 1995 . The effects of fetal number on maternal serum progesterone and estradiol of ewes during pregnancy. Bull. Anim. Sci. Special Edition237 241 .
MANALu, W., M.Y . SUMARYADI
W. dan M.Y . SumARYADI. 1996 . Peranan sekresi progesteron dalam peningkatan efisiensi reproduksi pada domba . Jurnal 11mu Pertanian Indonesia 6(2) . (In Press) .
MANALu,
W. danM.Y . SumARYADi. 1997 . Maternal serum progesterone concentration during gestation and mammary gland growth and development at parturition in Javanese thin-tail ewes carrying a single or multiple fetuses. Small Ruminant Research. (In press) .
MANALu,
J.M, T. BoyEs dan T. CHANiAGo. 1980. Reproductive performance of Indonesian sheep and goats. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 13 :321-324 .
OBST,
RicKETTs, A.P . dan A.P .F . 86 :337-347 .
FLINT.
1980 . Onse t of synthesis of progesterone by ovine placenta . J. Endocrinol.
dan R.R . ANDERSON . 1985 . Relationship between milk production and mammary gland indices of guinea pigs . J. Dairy Sci. 68 :638-645 .
SIEFFma,D, L.G .
A.P . RicKETTs dan A.P .F . goats. J. Endocrinol. 90 :151-158 .
SHELDRicK, E.L .,
FLINT.
1981 . Placental production of 5 -pregnnne-3 ,20 -diol in
dan W.C . CocHRAN. 1982 . Statistica lMethods, Ed. ke-7. Iowa State University Press, Ames, Iowa. Halaman. 234-235.
SNEDEcaR, G.W .
M.Y . dan W. MANALU . 1995 . The effects of corpora luteal number on serum progesterone and estradiol of ewes during luteal phase of estrous cycle and pregnancy. Bull . Anim. Sci. Special Edition:231-235 .
SumARYADI,
dan W. MANALU . 1996 . Pengaruh jumlah fetus terhadap konsentrasi progesteron dan estradiol dalam serum induk domba selama fast plasentasi periode kebuntingan. Dalam: Presiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 2. Hastiono, S., B. Haryanto, A.P . Sinurat, I.K . Sutama, T.D. Sudjana, Subandryo, P. Ronohardjo, S. Partoutomo, S. Bahri, S. Hardjoutomo, dan Supar (Editor). Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Halaman 441-445 .
SUMARYADI, M.Y .
M.Y . dan W. MANAW. 1997 . Pemanfaatan beberapa profil hormon dan metabolit darah induk domba selama kebuntingan sebagai prediktor untuk menunjang keberhasilan reproduksi : Prediksi jumlah anak, bobot lahir, pertumbuhan kelenjar susu, dan produksi susu. Seminar Nasional Peternakan, Ciawi 20-21 November, 1997.
SUMARYADI,
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
1992 . Reproductive development and performance of small ruminants in Indonesia . Dalam: New Technology for Small Ruminant Production in Indonesia, P. Ludgar dan S. Scolz (Editor). Winrock
SuTAmA, I.K .
International Institute for Agricultural Development, Morritton, Arkansas. Halaman 7-14. SuTAMA, I.K ., T.N . EDEY dan I.C . FL,ETcHER. 1988 . Studies on reproduction ofJavanese Thin-tail ewes. Aust. J. Agric. Res.
39 :703-711 .
B. 1992 . Reducing the preweaning mortality rate of Javanese Thin-tail sheep. Dalam: New Technology for Small Ruminant Production in Indonesia, P. Ludgate dan S. Scolz (Editor), Winrock
TIESNAMURTI,
International Institute for Agricultural Development, Monitton, Arkansas. Halaman .71-80 .
H.A. 1985 . Endocrine and neural control of the tnarnmary gland. Dalam: Lactation Larson, B.L . (Editor). Iowa State University Press, Ames. halaman 39-79. TUCKER, H.A . 1987 . Quantitative estimates of mammary growth during variousphysiological states : A review. TUCKER,
J. Dairy Sci.
70:1958-1966 .
dan W. MANALu . 1996 . Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar. ambing tikus selama periode kebuntingan dikaitkan dengan jumlah fetus yang dikandung dan konsentrasi progesteron dan estradiol dalam serum induk. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 2. Hastiono, S., B. Haryanto, A.P. Sinurat, I.K . Sutama, T.D . Sudjana, Subandryo, P. Ronohardjo, S. Partoutomo, S. Bahri, S. Hardjoutomo, dan Supar (Editor). Pusat Penelitian dan . Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian . Halaman 447-
Tutu, E. ADELIEN
452 . WILDE,
C.J. dan C .H. KNIGHT . 1989 . Metabolic adaptations in mammary gland during the declining phase of lactation . J. Dairy Sci. 72 :1679-1692 .
TANYA JAWAB Polmer Situmorang : Apa yang menjadi pertimbangan pengatukan ternak dalam 'perlakuan penelitian (SO dan NSO) ?. Mengapa penurunan progresteron teilalu cepat pada 50"dimana turun drastis pads bulan ke-4 kebuntingan . Wasmen Manalu : Pengacakan ternak dalam SO dan NSO dengan memilih ternak-temak penelitian pada umur (berdasarkan gigi) dan bobot badan yang hampir seragam . Pengacakan yang dibagi dalam.SO dan NSO menghasilkan proses/kejadian melahirkan yang tidak seragam dengan tingkat kejadian melahirkan lebih banyak pada NSO . Kadar progesteron belum menurnn tajam pada bulan ke-4 bahkan masih tetap tinggi sampai minggu ke-18, akan tetapi dengan kadar lebih rendah bila dibandingkan hormon-honnon yang lain. Pengalaman susu semakin besar ukuran susu maka sernakin besar kemampuan kelenjar untuk menghasilkan susu (dalam hal tidak cacat). Bobot badan kelenjar masih merupakan penentu kiranya produksi juga pada mass akhir laktasi . Induk-induk dengan kelenjar besarjuga mempunyai produksi lebih tinggi pada mesa laktasi berikutnya.A.R Siregar : Pemberian hormon apakah merupakan suatu pemaksaan, sehingga kemungkinan akan mengganggu kapasitas reproduksi induk. Wasmen Manalu : Hipotesa pertama bukan untuk meningkatkan jumlah anak, namun diketahui jumlah anak yang tinggi, produksi induk tidak mencukupi . Tujuannya untuk mengetahui bagaimana kondisi pengaturan terhadap kelahiran tinggi, dan juga peranan hormon ! misalnya dengan jumlah anak 3 diberi progesteron kemungkinan dapat meningkatkan bobot fetus
422
SemmarNasional Peumikan clan Vereriner 3997
Sugeng : Pada masa prenatal dinyatakan pertumbuhan embrio clan fetus lebih baik. Namun bagaimana dengan bobot lahir yangtidak nyata padapedakuan SO clan NSO . Wasmen Manalu : Bobot fetus yang diukur 5-7 minggu, bahkan pada SO anak 3 mempunyai rataan bobot lebih tinggi anak 2 dari NSO. Namun keterbatasan dana pengukuran hanya dilakukan sampai fetus berumur 7 - 12 minggu . Hipotesanya ingin mengetahui apakah pertumbuhan fetus tetap langgeng sampai tahap berikutnya karena keterbatasan kapasitas uterus mungkin berpengaruh terhadap bobot anak diakhir kebuntingan . Ternyata bobot badan tidak terlalu bertambah karena kerangka meningkat ukurannya tetapi daging tetap, sehingga bobot badan anak lahir cenderung normal, tetapi pertumbuhan setelah lahir lebih cepat clan ini diinginkan yaitu pertumbuhan pasca lahir lebih cepat .