Journal of Business and Entrepreneurship
Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Perasaan Positif Hasil Perilaku Mencoba Produk di Tempat Johan Dondokambey PT. Vivia Indonesia
Product trial activity can enrich consumers with product experience and induce certain kinds of feelings. In recent trends, the management in retail outlets, especially hypermarkets, are increasing in their effort to facilitate consumers in trying the productson display directly in the shopping environment. This research aims to identify how do store atmosphere influence the consumer behavior of product trial demonstration, especially toward the positive feeling resulting from such behavior, and also the influence of consumer demographics to the behavior. This research employs statistical method of Multiple Regression Analysis. The research is done using shoppers at Carrefour hypermarket as respondents. The results of this research shows that from six elements of store atmosphere researched, only cleanliness positively influences the positive feelings resulting from product trial demonstration activities. Keywords: product trial demonstration behavior, positive feelings, store atmosphere, hypermarket
Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Perasaan Positif Hasil Perilaku Mencoba Produk di Tempat
Konsumen menilai kegiatan berbelanja dan membentuk penilaian belanja (shopping value) pribadi, yang terbagi dua yaitu nilai utilitarian dimana berbelanja sebagai pekerjaan yang harus dikerjakan, dan nilai hedonis dimana berbelanja sebagai kegiatan menyenangkan (Babin, Darden, dan Griffin, 1994). Shopping value mendorong orang melakukan perilaku belanja (shopping behavior) spesifik seperti pencarian informasi (information search) verbal
dengan membaca label atau bertanya pada tenaga salesperson, maupun upaya experiensial dengan mencoba produk (product trial atau product sampling); hingga pada puncaknya pembelian (purchase) (Venkatraman dan MacInnis, 1985). Perilaku belanja menimbulkan perasaan dalam benak konsumen baik positif ataupun negatif, tergantung dari shopping value serta persepsi individual konsumen. Mencoba produk terbagi atas trial purchase yaitu mencoba dengan terlebih dahulu membelinya, cenderung dilakukan
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
1
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Journal of Business and Entrepreneurship
jika konsumen mempersepsikan harga atau resiko produk dalam tingkat rendah; serta trial demonstration dengan mencoba di tempat menggunakan unit tester atau sample tanpa harus membeli dahulu, cendrung dilakukan jika konsumen mempersepsikan harga atau resiko produk dalam tingkat tinggi (Smith dan Swinyard, 1983). Mencoba produk memberi konsumen pengalaman langsung dengan produk (product experience), lingkungan belanja dan atau karyawan retail, yang lebih pribadi dampaknya dibanding pencarian informasi verbal. Pengalaman ini memperkaya retail experience dan persepsi positif konsumen terhadap retail yang dikunjungi. Pengusaha retail menyediakan berbagai sarana pendukung perilaku ini, seperti kamar pas pakaian, tester/sample makanan dan minuman, tempat duduk untuk mengepas sepatu, pengaturan area pajang produk media eletronik seperti televisi dan radio, penyediaan dummy gadget elektronik, dan lainnya. Mencoba produk di tempat menghasilkan reaksi afektif emosional berbentuk perasaan tertentu dalam benak konsumen. Perasaan positif hasil mencoba produk di tempat merupakan input bagi pengelola retail dan produsen produk untuk mengembangkan penawaran produk (product offering). Pengusaha retail mencoba mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, dengan misalnya menerapkan strategi harga (pricing strategy), strategi pemilihan kombinasi dan perolehan barang dagangan (merchandising strategy) yang lebih efektif dan efisien dibanding pesaing, memproyeksikan citra toko (store image) yang berbeda dari pesaing, serta merancang lingkungan toko (store atmosphere). Aspek-aspek tangible dalam lingkungan penjualan fisik, yang tergabung 2
dalam Store Atmosphere, merupakan faktor penting dalam mempengaruhi perilaku konsumen, khususnya perilaku belanja dalam lingkungan toko fisik. Menurut Green (1986) yang dikutip McGoldrick (1990), desain store atmosphere patut diperhitungkan karena berperan langsung mempengaruhi perilaku konsumen dalam toko. Perasaan hasil perilaku belanja juga terpengaruh store atmosphere. Persaingan dalam berbagai industri telah dalam taraf hyper-competition menjadi semakin tajam dan membutuhkan inovasi segala bidang untuk tetap bertahan dan memenangkannya (D’Aveni, 1998). Keadaan sama juga terjadi di industri retail (Bridle dan Bonney, 2010). Dalam hypercompetition, pemberdayaan sumber daya retail harus optimal dalam meningkatkan kinerja. Satu cara yang dapat ditempuh ialah pemanfaatan dan modifikasi elemen tangible store atmosphere untuk meningkatkan minat berkunjung dan belanja. Banyak penelitian mengenai store atmosphere, khususnya hubungan pemanfaatan dan modifikasi elemenelemennya dengan fluktuasi perilaku belanja. Ini menunjukkan pentingnya fenomena store atmosphere untuk diteliti lebih lanjut. Pasar modern (modern trade) dengan toko fisik (brick-and-mortar), khususnya hypermarket, mengalami pertumbuhan signifikan beberapa tahun terakhir dengan kontribusi signifikan pada ekonomi dunia. Hypermarket makin mendapat tempat dalam benak konsumen sebagai tempat belanja prioritas pertama. Perkembangan retail Indonesia, khususnya hypermarket, mengikuti trend dunia dimana retail modern makin disukai konsumen. Berdasarkan fenomena itu terlihat pentingnya penelitian perilaku mencoba produk di tempat karena fenomena ini belum banyak diteliti, dan belum diketahui ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
faktor apa saja yang berkontribusi terhadap dilakukannya perilaku ini oleh konsumen, serta perasaan positif yang dihasilkannya dalam benak konsumen. Bentuk retail hypermarket dipilih karena lokasi fisiknya di bawah kendali pengelola retail, yang dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi perilaku belanja konsumen, karena hypermarket makin meningkat pentingnya di mata konsumen, karena perkembangan persaingan dalam industri hypermarket makin tajam,
mencoba produk di tempat (product trial demonstration). Dari sudut pandang pembentukan sikap dan pengambilan keputusan, dilakukannya perilaku konsumen dapat didasari rute hirarki experiensial (experiential hierarchy) dalam pandangan The ABC Model of Attitude. Menurut model itu, konsumen menjalani experiential hierarchy dengan mendasarkan perilaku pada reaksi emosional (Solomon, 2009).
Dalam menentukan produk yang akan digunakan, konsumen melalui beberapa tahap. Setelah mengidentifikasi masalah (kebutuhan akan produk), konsumen mencari informasi (information search) kemudian mengevaluasi pilihan (evaluation of alternatives) (Solomon, 2009). Pencarian informasi bisa dilakukan secara verbal atau sensory. Secara verbal contohnya dengan membaca label produk maupun bertanya pada tenaga penjual di toko. Secara sensory contohnya dengan
Perilaku Mencoba Produk di Tempat (Product Trial Demonstration) Dalam mencoba produk, konsumen dihadapkan pada beberapa metode mencoba, yaitu mencoba produk setelah membeli (product trial purchase); atau jika disediakan unit sample atau tester, konsumen dapat mencoba produk di tempat sebelum membeli (product trial demonstration) (Smith and Swinyard, 1983) atau disebut juga product sampling. Product trial demonstration didefinisikan sebagai perilaku konsumen di pasar dalam mencoba dan merasakan produk menggunakan panca inderanya untuk mengalami pengalaman dengan produk, dan merasakan sebagian atau seluruh manfaat produk, dengan atau tanpa niat awal untuk membeli, serta terlepas dari apakah setelah perilaku dilakukan konsumen membeli produk itu atau tidak. Perilaku yang dapat digolongkan dalam product trial demonstration bermacammacam tergantung pada jenis produk yang oleh penjua diberi kesempatan untuk dicoba konsumen. Perilaku itu di antaranya, mencicipi tester / free sample makanan atau minuman (taste), mencium bau parfum dan wewangian (smell), menonton pada area pajang televisi dan video (see), mendengarkan suara radio atau headset (hear), meraba kehalusan produk
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
3
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: (1) Mengetahui adanya hubungan positif antara store atmosphere hypermarket terhadap perilaku mencoba produk di tempat dalam kunjungan ke hypermarket, (2) mengetahui adanya hubungan positif antara mencoba produk di tempat dalam kunjungan ke hypermarket terhadap perasaan positif hasil perilaku tersebut, dan (3) mengetahui bagaimana faktor demografis konsumen mempengaruhi perilaku mereka dalam mencoba produk di tempat.
TINJAUAN TEORI
Journal of Business and Entrepreneurship
(touch), mengenakan sepatu atau pakaian (feel), dan lainnya. Trial purchase dan trial demonstration berperan besar membentuk persepsi konsumen terhadap produk dan brand-nya. Smith (1993) menunjukkan bahwa bersama iklan, mencoba produk berkontribusi membentuk respon konsumen terhadap informasi produk. Washburn, Till dan Priluck (2000) mengemukakan hasil positif product trial berdampak positif memperkuat brand equity produk co-branding, walau cobranding dilakukan antara brand yang tinggi brand equity-nya dengan yang rendah brand equity-nya. Dalam brand extension, persepsi positif konsumen akan hasil mencoba produk brand extension akan berpengaruh positif secara berbalasan (reciprocal) terhadap parent brand (Chen dan Liu, 2004). Hasil mencoba produk, baik dipersepsi positif atau negatif oleh konsumen, memicu beberapa hal dalam benaknya misalnya perubahan kepercayaan tentang produk (belief change) seperti ditunjukkan penelitian Kamins dan Assael (1987). Perubahan itu berdampak pada peningkatan penjualan produk dan pembelian kembali (repeat purchases) (Kempf dan Laczniak, 2001). Trial demonstration juga dapat mengubah tingkat loyalitas konsumen terhadap brand namun tidak harus menghindari mencoba penawaran baru dari kompetitor (Oliver, 1999). Seperti perilaku manusia lainnya, trial demonstration memicu respon dalam benak pelakunya, berupa respon kognitif, afektif, dan perilaku (Zajonc dan Markus, 1982). Respon afektif di antaranya berbentuk perasaan atau emosi tertentu (Kim dan Morris, 2007). Beberapa penelitian (Kim dan Morris, 2007; Wood dan Moreau, 2006) menunjukkan bahwa setelah trial purchase maupun trial demonstration, terhadap produk low 4
involvement ataupun high involvement, serta baik bernilai hedonis ataupun utilitarian, konsumen dapat mengalami satu atau lebih emosi, baik positif ataupun negatif, yang mewarnai evaluasinya terhadap produk itu. Dalam retail fisik, trial demonstration kemudian berkontribusi pada keseluruhan pengalaman belanja konsumen, khususnya aspek afektif. Pengalaman belanja akan membenruk persepsi konsumen terhadap produk yang dicoba, dan lebih luas lagi terhadap retail tempat mencoba produk. Perasaan dalam Perilaku Konsumen Dalam perilaku konsumen di pasar, perasaan atau emosi konsumen berupa respon emosional yang ditunjukkan, dipicu bebagai faktor. Satu di antaranya misalnya keadaan lingkungan belanja, dimana selanjutnya emosi itu mempengaruhi perilaku belanja dan hasil kegiatan belanja konsumen (Machleit dan Eroglu, 2000). Di lingkungan belanja konsumen dapat mengalami berbagai emosi mulai dari antusias (excitement), menikmati (joy), berminat (interest), dan kesenangan (pleasure) hingga kemarahan (anger), terkejut (surprise), frustasi (frustation) dan tertarik (arousal) (Machleit dan Eroglu, 2000). Seva, Lirn Duh, dan Helander (2010) menunjukkan emosi positif hasil perilaku belanja dalam lingkungan toko mempengaruhi penilaian konsumen akan kinerja produk. Emosi konsumen menjadi makin penting, dimana kini muncul konsep kepuasan konsumen yang didasarkan pada reaksi emosional konsumen pada product offering, yaitu konsep customer delight. Customer delight berarti menyenangkan konsumen dengan melebihi ekspektasi konsumen untuk memicu reaksi emosional positif dalam benak konsumen (Bell, 2008). Konsep ini berangkat dari asumsi ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
Retail Management Para ahli memberikan definisi retailing di antaranya Levy dan Weitz
(2007) mendefinisikan retailing sebagai seperangkat kegiatan bisnis yang menambahkan nilai pada barang dan jasa yang dijual pada konsumen untuk penggunaan pribadi dan keluarganya. Berman dan Evans (2004) mendefinisikan retailing mencakup kegiatan-kegiatan bisnis yang terlibat dalam menjual barang dan jasa pada konsumen untuk penggunaan pribadi, keluarga atau rumah tangga mereka. Ghosh (1994) mendeskripsikan retail sebagai organisasi bisnis yang menjual barang dan jasa pada pelanggan untuk pribadi atau rumah tangganya. Levy dan Weitz (2007) membagi jenis retailing berdasar pada empat elemen bauran retail (retail mix), yaitu: (1) tipe barang dagangan (merchandise), (2) variasi barang dagangan (variation and assortment), (3) jasa, dan (4) harga. Berdasarkan elemen retail mix itu jenis retailing dibagi menjadi: Food retailer, General Merchandiser, Non-store retailer, dan Service Retailer. Modern Trade atau Pasar Modern mengandung pengertian bentuk retail modern toko dengan pelayanan mandiri (self-service/swalayan), menjual berbagai barang secara eceran dalam bentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket, maupun grosir perkulakan (Puspitasari, 2009). Istilah Modern Market atau Modern Trade muncul bersamaan dengan pembandingan retail modern ini dengan retail tradisional seperti pasar tradisional (wet market). Perbedaan paling mencolok antara pasar modern dengan pasar tradisional ialah dalam pasar tradisional, pembeli dan penjual bertemu dan bertransaksi langsung, antara pembeli dan penjual dapat tawar menawar (bargain) serta bangunannya berbentuk kios, lapak atau tempat terbuka yang disediakan pengelola. Sedangkan dalam pasar modern, pembeli dan penjual
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
5
bahwa memuaskan konsumen dengan memenuhi ekspektasi konsumen telah menjadi aturan wajib dalam hyper competition. Perusahaan perlu menawarkan sesuatu yang lebih baik dari pesaingnya dengan melebihi ekspektasi konsumen tersebut. Penelitian emosi dalam retail dan perilaku konsumen mencerminkan penelitian mengenai emosi secara umum dimana ada dua pendekatan yaitu pendekatan discrete emotions perspective dan pendekatan dimensional perspective (Yoo, Park dan MacInnis 1998). Discrete emotions perspective mengkonseptualisasikan emosi sebagai seperangkat keadaan afektif yang saling berbeda secara fenomena. Sedangkan dimensional perspective mencoba menguraikan emosi-emosi menurut dimensi-dimensi dasarnya saja. Para ahli pemasaran meminjam instrumen ilmu psikologi untuk mengukur emosi konsumen dalam lingkungan belanja. Tiga instrumen pengukuran emosi yang paling sering digunakan dalam ilmu perilaku konsumen ialah 10 Emosi Fundamental dari Izard (dalam Izard, C.E,: Human Emotions, Plenum, New York, 1977), 8 Kategori Emosi Dasar dari Plutchik (dalam Plutchik, R.: Emotion: A Psychoevolutionary Synthesis, Harper and Row, New York, 1980), dan Dimensi Respon Pleasure-Arousal-Dominance dari Mehrabian dan Russell (dalam Mehrabian A. dan Russell J.A.: An Approach to Environmental Psychology, MIT Press, Cambridge, Massachusetts, 1974). Instrumen dari Izard dan Plutchik termasuk discrete emotions perspective sedangkan model Mehrabian-Russell termasuk dimensional perspective.
Journal of Business and Entrepreneurship
(produsen produk) tidak bertemu atau bertransaksi langsung, dan harga dalam pasar modern tidak bisa ditawar, serta bangunan pasar modern lebih permanen, diberi air conditioner (AC), terkesan nyaman, dan bersih (Ediati, 2009). Barang yang dijual di pasar modern dan pasar tradisional sama jenisnya, perbedaannya pada kemasan, harga, kesegaran, dan metode transaksinya. Pasar modern dikelola dengan manajemen modern. Pasar modern, khususnya hypermarket, memiliki pilihan barang yang lebih lengkap. Hypermarket modern didirikan pertama kali di Perancis tahun 1963 di selatan Paris dengan brand Carrefour, oleh keluarga-keluarga Fournier, Badin, dan Defforey. Hypermarket dirancang dengan spesifikasi area di atas 2.500 m2, dimana pada masa itu supermarket memiliki area antara 400 m2 hingga 2.500 m2 (Perrigot dan Cliquet, 2006). Konsep hypermarket ialah penjualan berbagai produk, dalam Bahasa Perancis diistilahkan “Tout sous le meme toit” (Semua di bawah satu atap), berciri area luas menampung banyak variasi produk (assortment) dengan lahan parkir luas, harga diskon terkait teknik membangun jaringan, teknik swalayan yang berdasar pada merchandising efektif dan promosi penjualan (sales promotion) (Perrigot dan Cliquet, 2006) Di Indonesia, konsep hypermarket pertama kali dikenalkan oleh dua raksasa hypermarket Perancis, Carrefour dan Continent, tahun 1997 di Jakarta (Natawidjaya 2005). keduanya kemudian melebur menjadi satu di bawah brand Carrefour. Kini di Indonesia telah ada brand lain dalam industri hypermarket yaitu Giant serta Hypermart. Store Atmosphere Store Atmosphere atau Atmosfer Lingkungan Toko merupakan keseluruhan 6
lingkungan fisik toko, terutama lingkungan fisik toko yang memiliki kontak langsung dengan pengunjung, yang dapat dimanipulasi pengelola toko untuk menciptakan dampak yang diinginkan pada pengunjung dan mencoba mengarahkan perilaku belanja pengunjung toko. Kotler (1973) mendefinisikan store atmospherics sebagai perbuatan secara sadar merancang ruang untuk menciptakan dampak tertentu pada pembeli. Lebih spesifik lagi, atmospherics ialah usaha merancang lingkungan pembelian untuk menghasilkan dampak emosional dalam diri pembeli yang memperbesar kemungkinannya untuk membeli. Levy dan Weitz (2007) mendefinisikan store atmosphere sebagai rancangan lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan bebauan untuk merangsang respon perseptual dan emosional pelanggan. Berman dan Evans (2004) mendefiniskan store atmosphere sebagai karakteristik fisik toko yang memproyeksikan citra dan menarik pelanggan. Sesuai tujuan awalnya, manipulasi store atmosphere dapat memicu konsumen melakukan perilaku spesifik dalam toko. Di antaranya Mattila dan Wirtz (2001) menemukan kongruensi elemen-elemen store atmosphere memicu pengunjung meningkatkan pembelian impulsif dan merasa lebih puas akan pengalaman berbelanja. Donovan dan Rossiter (1983) bahkan menyarankan store atmosphere mempengaruhi lamanya waktu yang dihabiskan di toko, kesediaan untuk berbicara dengan tenaga penjualan, kecenderungan pembelian impulsif, serta kecenderungan datang kembali (store patronage). Store Atmosphere merupakan satu pendorong terciptanya pengalaman belanja konsumen (Kaltcheva dan Weitz, 2006). Selain itu store atmosphere juga ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
menimbulkan reaksi emosional dari para pengunjung toko. Berman dan Evans (2004) menguraikan store atmosphere terdiri atas empat elemen, yaitu: 1) Eksterior: bagian luar toko, terdiri atas: Storefront (keseluruhan ekserior toko), Marquee (tanda nama toko), Store Entances (pintu masuk toko), Display Windows: (jendela pajang), Exterior Building Height (tinggi gedung), Uniqueness (keunikan rancangan eksterior toko di mata pembeli), Store Surroundings (lingkungan sekitar toko), dan Parking Facilities: (fasilitas parkir). 2) General Interior: interior umum dari toko, terdiri atas: Flooring (lantai), Colors and Lighting (warna dan pencahayaan), Scents and Sounds (bebauan dan suara), Store Fixtures (peralatan display toko), Wall Texture (tekstur dinding toko), Temperature (suhu udara dalam toko), Width of Aisles (lebar koridor atau jarak antar rak pajang), Dressing Facilities (ruang ganti), Vertical Transportation (mekanisme transportasi vertikal bagi toko dengan lebih dari satu lantai), Dead Areas (area dimana tidak dapat dipasangi display normal), Personnel (karyawan), Merchandise (barang dagangan), Prices’ Levels and Displays (label harga), State-of-theArt Technology (teknologi mutakhir), dan Cleanliness (kebersihan toko secara menyeluruh). 3) Store Layout: yaitu layout toko, dengan meperhatikan faktor-faktor: alokasi luas ruangan, pengelompokan barang dagangan, pola arus lalu lintas pengunjung, penentuan kebutuhan ruang, lokasi dan penempatan lantai tiap departemen bagi tiap kategori
produk, dan penempatan barang secara individual. 4) Interior (Point-of-Purchase) Displays: yaitu display pada posisi penjualan, yang memberi tambahan informasi bagi konsumen dan nilai tambah bagi store atmosphere dan menyediakan peran promosi penting dalam toko. Menurut Verhoef et al. (2009), lingkungan belanja adalah salah satu pembentuk pengalaman belanja. Pengalaman lingkungan retail (retail experience) dapat menyentuh fisik dan psikologis konsumen (Healy et al. 2007). Pengalaman itu dapat berupa pengalaman dengan produk, orang lain dalam lingkungan belanja, atau lingkungan belanja itu sendiri. Dalam toko fisik, lingkungan belanja dapat dikendalikan dengan memanipulasi elemen-elemen store atmosphere, meliputi aspek tangible lingkungan belanja. Maka store atmosphere dapat merangsang reaksi emosional konsumen berdasarkan pengalaman belanjanya
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
7
METODE PENELITIAN Berdasarkan teori sebelumnya, dapat diketahui beberapa kesimpulan mengenai hubungan konstruk-konstruk store atmosphere, product trial demonstration, serta perasaan positif hasil product trial demonstration. Hubungan antar konstruk tersebut terjalin secara masing-masing, namun juga terdapat hubungan bertahap antara konstruk-konstruk tersebut. Diketahui Store Atmosphere mendorong konsumen melakukan perilaku spesifik dalam lingkungan belanja (perilaku belanja/shopping behavior) di mana Product Trial Demonstration termasuk di antaranya. Kesimpulan ini
Journal of Business and Entrepreneurship
didukung beberapa penelitian, di antaranya Mattila dan Wirtz (2001) yang menunjukkan kongruensi elemen-elemen Store Atmosphere dapat meningkat tendensi dan frekuensi perilaku belanja, yang di antaranya ialah Product Trial Demonstration. Juga diketahui bahwa Product Trial Demonstration akan menciptakan perasaan tertentu dalam benak konsumen, baik positif maupun negatif. Ini juga didukung penelitian misalnya oleh Kim dan Morris (2007) bahwa product trial menimbulkan respon afektif dalam benak konsumen. Maka dari kedua kesimpulan tersebut terlihat adanya hubungan bertahap antara Store Atmosphere, Product Trial Demonstration dengan Perasaan Positif Hasil Product Trial Demonstration, dimana Store Atmosphere akan mendorong konsumen melakukan Product Trial Demonstration, yang akan menciptakan Perasaan positif Hasil Product Trial Demonstration dalam benak konsumen. Dari Pemikiran tersebut terlihat ada pertanyaan penelitian yang dapat ditanyakan kemudian dibuktikan melalui penelitian, yaitu apakah ada hubungan langsung antara konstruk Store Atmosphere dengan kontruk Perasaan Positif Hasil Product Trial Demonstration. Meskipun penelitian terdahulu menunjukkan Store Atmosphere dapat langsung merangsang terbentuknya respon afektif dalam benak konsumen (McOmish dan Quester, 2005), namun belum ada penelitian yang khusus membahas hubungan langsung Store Atmosphere dengan perasaan positif hasil perilaku belanja konsumen di lingkungan belanja, khususnya Perasaan Positif Hasil Product Trial Demonstration. Berdasarkan pertanyaan penilitian tersebut maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: Store Atmosphere, Product Trial 8
Demonstration, dan Emosi Positif Hasil Product Trial Demonstration. Dalam menyusun poin-poin yang menjadi indikator dari tiap konstruk, penulis melakukan penelitian awal bersifat eksploratori dengan in-depth interview dengan 10 orang responden yang berstatus mahasiswa. Konstruk Store Atmosphere Dari tinjauan teori dan hasil penelitian eksploratori, dipilih enam elemen store atmosphere dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Musik latar belakang: terkait pendengaran konsumen. Meski musik tidak terkait langsung dengan produk, beberapa penelitian menunjukkan rancangan musik latar belakang tertentu mampu mendorong konsumen berlama-lama di toko serta mempercepat atau memperlambat langkah kaki dalam berjalan di toko (Areni dan Kim, 1993) atau menciptakan zona tertentu dalam area toko dengan musik yang berbeda (Yalch dan Spangenberg, 1993). 2) Bebauan: terkait penciuman kosnsumen. Bebauan dapat berasal dari atau terkait produk maupun dari sumber lain. Bebauan di sekitar produk dapat memancing konsumen mendekati tempat pajang produk atau membuat konsumen menyingkir dari situ. Penelitian terdahulu mendukung ini, terutama jika antara bebauan dan produk yang dipajang cocok (Fiore, Yah dan Yoh, 2000). 3) Kebersihan: terkait langsung dengan penglihatan dan segera disadari konsumen jika lingkungan toko menunjukkan sedikiti saja tanda tidak bersih. Kebersihan toko keseluruhan berpengaruh pada persepsi konsumen akan kebersihan dan kelayakan produk. Penelitian terdahulu ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
menunjukkan kebersihan selalu menjadi alat ukur konsumen akan kualitas produk, terutama dalam toko jasa seperti restoran (Ryu dan Han, 2010). Pencahayaan: terkait penglihatan dan langsung disadari jika toko menunjukkan tanda kurangnya pencahayaan. Kebutuhan rancangan pencahayaan bagi display produk seperti makanan dapat berkontradiksi dengan kebutuhan pencahayaan merata di seluruh area toko. Summers dan Hebert (2001) menunjukkan pencahayaan berpengaruh pada lama waktu konsumen berada di area pajang, jumlah barang yang disentuh dan diangkat oleh konsumen dari rak pajang. Suhu udara: terkait indera peraba. Kebutuhan suhu bagi display dan penyimpnan beberapa produk dapat berkontadiksi dengan kebutuhan meratanya suhu udara di seluruh area toko. Dalam penelitian dengan mengontrol suhu udara dan beberapa variabel lain, Briand dan Pras (2010) menunjukkan suhu udara dapat mempengaruhi persepsi konsumen akan upaya toko untuk upmarket positioning. Layout toko dan display produk: terkait indera penglihatan dan persepsi konsumen tentang luas area toko. Kebutuhan layout toko yang terkesan luas dapat berkontradiksi dengan maksimalisasi penggunaan area toko. Satu teknik yang banyak digunakan ialah aisle management (Larson, 2006), yang mengatur susunan pajang produk tidak berdasarkan kategori namun lebih ke pembagian dalam zona-zona tertentu, misalnya dalam lorong atau gang (aisle).
Elemen eksterior store atmosphere dikeluarkan dari variabel dengan pertimbangan lokasi hypermarket yang diteliti banyak yang terletak dalam mall atau pusat perbelanjaan, dimana elemen eksteriornya tidak langsung termasuk store atmosphere hypermarket, melainkan bagian eksterior store atmosphere mall atau pusat perbelanjaan tersebut. Elemen personal (karyawan) store atmosphere terkait tenaga penjualan (salesperson) dan karyawan juga tidak dimasukkan, dengan pertimbangan penelitian difokuskan membahas perasaan positif hasil perilaku mencoba produk di tempat yang tidak dipengaruhi persepsi reponden tentang aspek personal. Juga agar input responden mengenai perilaku mencoba produk di tempat tidak terkontaminasi dengan persepsi responden mengenai perilaku pencarian informasi verbal, khususnya dengan bertanya pada tenaga penjual atau karyawan di toko. Store Atmosphere dipilih sebagai variabel penelitian karena karakteristik unik di antaranya: 1) berada di bawah kendali langsung pengelola retail, maka hasil penelitian ini dapat menjadi masukan praktis bagi pengusaha retail untuk meningkatkan value-offering; serta 2) merupakan satu aspek yang mampu menyentuh konsumen secara afektif, serta mendorong terciptanya customer experience, berbeda dari elemen retail lain yang hanya menyentuh konsumen secara kognitif.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
9
4)
5)
6)
Konstruk Perilaku Mencoba Produk di Tempat (Product Trial Demonstration) Perilaku mencoba produk di tempat (product trial demonstration) memiliki banyak bentuk kegiatan. Untuk mengidentifikasi bentuk kegiatan product trial demonstration yang banyak dilakukan konsumen, di awal penelitian dilakukan studi eksploratif in-depth interview pada
Journal of Business and Entrepreneurship
10 responden berstatus mahasiswa dan mendapatkan 8 bentuk kegiatan yang dilakukan para responden untuk mencoba produk di tempat. Hasil studi eksploratori diuji dalam confirmatory study pada 30 responden dengan kuesioner untuk mengeliminasi komponen yang tidak terkonfirmasi. Hasil confirmatory study menunjukkan dari delapan komponen sebelumnya semuanya terkonfirmasi. Delapan indikator tersebut yakni: 1) Mencicipi tester produk makanan atau minuman. salah satu kategori produk yang paling sering mengadakan promosi lewat pemberian tester atau free sample, namun belum banyak penelitian yang membahas aspek perasaan positif terkait perilaku ini. Penelitian terdahulu membahas dampak pengalihan perhatian (distraction) terhadap pilihan konsumen selanjutnya (Shiv dan Nowlis, 2004) yaitu pengalihan perhatian cenderung meningkatkan pilihan akan produk. 2) Mencium wangi parfum dan pewangi lainnya. Parfum dan wewangian mudah mendorong langsung konsumen mencoba produk di tempat meski tersegel kemasannya. Penelitian terdahulu menunjukkan konsumen cenderung memilih produk dengan aroma yang cocok ketimbang produk sama dengan aroma yang tidak cocok (Bone dan Jantrania, 1992). 3) Mengoleskan tester produk skin care di kulit. Lotion, krim dan sejenisnya dapat dicoba di tempat, biasa disertai adanya tenaga penjual di area pajang produk. Penelitian terdahulu mengungkapkan untuk skin care, product trial merupakan faktor paling signifikan kedua dalam menentukan intensi pembelian (purchase 10
4)
5)
6)
7)
intention) setelah product attitude (Kumykova, 2008). Mencoba produk pakaian di kamar pas. Kamar pas banyak dijumpai di berbagai retail fisik penjual pakaian, baik toko khusus pakaian maupun yang menjual serangkaian kategori produk seperti hypermarket. Penelitian terdahulu banyak membahas pakaian, misalnya perkembangan teknologi pembentukan kamar pas (fitting room) dengan kamera (Zhang et al., 2008). Namun hingga kini belum ada penelitian yang membahas perilaku mencoba pakaian di kamar pas. Mencoba produk alas kaki dengan memakainya. Toko selain toko sepatu juga mendorong konsumen mencoba sepatu dengan memakainya melalui penyediaan kursi untuk membantu konsumen memakai sepatu, juga tabel ukuran sepatu agar konsumen dapat menemukan ukuran sepatu mereka di toko. Penelitian terdahulu banyak membahas product trial alas kaki khususnya sepatu, misalnya dengan sponsorship (Crompton, 1996), namun belum ada penelitian yang berfokus pada membahas perilaku mencoba produk sepatu di tempat. Meraba kehalusan produk mainan dan boneka jahit. Penelitian terdahulu oleh Peck dan Childers (2003) menunjukkan bahwa konsumen dengan tingkat NFT (need for touch– kebutuhan menyentuh produk untuk mengevaluasinya) tinggi, kompensasi dituliskannya informasi haptic (informasi yang diperoleh melalui sentuhan tangan) atas dihambatnya akses untuk menyentuh produk tidak dapat mencukupi kebutuhan NFT tersebut. Memegang dan menggenggam dummy ponsel dan gadget. Ponsel dan produk
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
Konstruk Perasaan Positif Hasil Perilaku Mencoba Produk di Tempat Perasaan positif hasil perilaku mencoba produk di tempat dapat berbentuk bermacam perasaan positif atau negatif.
Penulis menggunakan pendekatan discrete emotions perspective dengan tidak hanya menggeneralisir perasaan menjadi beberapa dimensi tertentu saja. Untuk mengukur hal ini penulis melakukan studi eksploratif in-depth interview pada 10 responden berstatus mahasiswa dan mendapat 7 komponen mengukur perasaan positif hasil perilaku mencoba produk di tempat. Penulis juga mengutip beberapa enumerasi emosi dari literatur yang mengulas shopping value karya Barry J. Babin, William R. Darden dan Mitch Griffin yang berjudul “Work and/or Fun: Measuring Hedonic and Utilitarian Shopping Value” yang dimuat dalam Journal of Consumer Research volume 20, Maret 1994. Dari literatur ini, penulis mendapatkan 15 komponen pengukuran shopping value yang dapat digunakan untuk mengukur perasaan positif paska perilaku belanja. Kemudian komponenkomponen yang saling tumpang tindih disaring kembali dan kemudian dilakukan confirmatory study dengan tujuan mengeliminir komponen yang tidak terkonfirmasi. Hasilnya didapat 12 komponen mengukur perasaan positif hasil perilaku mencoba produk di tempat yaitu: Kecocokan (fit), Memuaskan keingintahuan (satisfy curiosity), Menjadi ingin lebih tahu (curious), Menemukan pengalaman baru (discovery), Merasa berpetualang (adventure), Menikmati (joy), Terbantu melupakan masalah dan rutinitas (escape), Berkhayal bisa membeli sesuatu yang menurutnya tak terbeli (fantasy), Bisa merasakan manfaat produk tanpa harus membelinya kemudian (vicarious consumption), Merasa menemukan produk yag murah dan bagus (bargain hunt), Merasa makin percaya diri akan pengetahuan tentang produk (esteem), Merasa puas (satisfied).
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
11
8)
sejenis cukup kecil dan dapat digenggam. Karena penilaian produk ini didasarkan pada performa, produsen dan pengelola retail mendorong pengunjung mencoba kemampuan produk di tempat. Namun upaya ini kurang dapat diterapkan di hypermarket mengingat area pajang produk ini di hypermarket rentan pencurian. Dummy mengakomodasi kebutuhan menyentuh dan menggenggam (untuk menrasakan dimensi ukuran dan berat produk dalam genggaman). Peck dan Childers (2003) membedakan kategori informasi haptic menjadi informasi haptic instrumental (bersifat instrinsik produk, ditekankan pada performa) misalnya berat produk; serta informasi haptic autotelic (ditekankan pada kepuasan penginderaan produk serta apresiasi hedonis akan produk) misalnya kehalusan (softness). Berkebalikan dengan kebutuhan informasi haptic autotelic, informasi haptic instrumental tentang berat dapat dicukupi kebutuhannya dengan penyampaian melalui tulisan. Sengaja berdiri menonton pada area pajang produk televisi. Banyak dilakukan karena minimnya usaha yang dibutuhkan. Pengusaha retail secara intuitif mengatur display produk televisi untuk mempermudah konsumen menonton dan memperbandingkan langsung kualitas beberapa brand televisi. Namun belum ada penelitian yang berfokus membahas perilaku ini.
Journal of Business and Entrepreneurship
HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan konstruk-konstruk yang terbentuk dan pertanyaan penelitian, diuji 10 hipotesis untuk menunjukkan hubungan ketiga konstruk, sebagai berikut: H1: Musik Latar Belakang berpengaruh positif pada perilaku Product Trial Demonstration. H2: Bebauan berpengaruh positif pada perilaku Product Trial Demonstration. H3: Kebersihan berpengaruh positif pada perilaku Product Trial Demonstration. H4: Pencahayaan berpengaruh positif pada perilaku Product Trial Demonstration H5: Suhu Udara berpengaruh positif pada perilaku Product Trial Demonstration. H6: Layout Toko dan Display Produk berpengaruh positif pada perilaku Product Trial Demonstration. H7: Product Trial Demonstration berpengaruh positif pada Perasaan Positif Hasil Product Trial Demonstration. H8: Product Trial Demonstration berbeda di antara laki-laki dan perempuan. H9: Product Trial Demonstration berbeda di antara lima kategori rentang usia yang ada dalam penelitian ini. H10: Product Trial Demonstration berbeda di antara tujuh kategori pekerjaan yang ada dalam penelitian ini.
SAMPEL DATA Data primer dikumpulkan dengan kuesioner, dengan teknik non-probability sampling menggunakan metode snowball sampling serta convenience sampling secara mall intercept. Mall intercept 12
dilakukan di beberapa lokasi hypermarket Carrefour, yaitu di Carrefour Plaza Buaran, Carrefour Cempaka Putih, dan Carrefour Mall of Indonesia. Dari penyebaran kuesioner didapatkan 170 data dari keseluruhan 200 kuesioner yang disebarkan. Data yang terkumpul dari kuesioner diolah dengan SPSS Statistics 18.0. Semula dilakukan uji deskriptif profil responden melalui tabulasi frekuensi, grafik serta diagram, untuk memperoleh gambaran responden mengenai jenis kelamin, usia, serta pekerjaan responden. Setelah seluruh proses reliabilitas dan validitas, analisa multiple regression kemudian dilakukan untuk menjawab hipotesis.
ANALISA DAN PEMBAHASAN Profil Responden Kuesioner penelitian dirancang menggunakan 3 format terbagi atas 5 bagian. Format pertama pada bagian A, berisi pertanyaan yang dirancang untuk menyegarkan kembali ingatan responden akan kegiatan belanja mereka di hypermarket. Bagian ini dirancang untuk memaksimalkan konsistensi jawaban responden yang menerima kuesioner melalui teknik snowball sampling, mengingat mereka tersebut mengisi kuesioner setelah ada jeda antara waktu belanja mereka di hypermarket dengan waktu pengisian kuesioner. Bagian B, C, dan D dari kuesioner merupakan bagian yang digunakan untuk mengukur atributatribut dari obyek penelitian ini. Bagian B, C, dan D tersebut menggunakan bentuk pertanyaan dengan skala Likert 5 poin Uji reliability dilakukan menguji konsistensi data. Parameter standar dalam uji ini ialah Cronbach’s Alpha, yang harus lebih dari 0.6 (>0.6). Berikutnya uji ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
validitas confirmatory factor analysis dalam pre-test dan penelitian utama. Uji validitas untuk menguji keakuratan data sehingga layak diproses lebih lanjut secara statistik. Dalam uji validitas serta membaca hasil olahan data utama, penulis menggunakan significance level 0.05.
Analisa deskriptif data dilakukan guna mendapat profil responden penelitian. Karakteristik yang digunakan ialah: jenis kelamin, rentang usia, serta pekerjaan. Tabulasi Karakteristik dan Profil responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
Tabel 1 Distrbusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden
Sumber: Data diolah peneliti.
Berdasakan jenis kelamin, responden penelitian ini terbagi hampir sama rata antara perempuan dan laki-laki.
usia di bawah 20 tahun. Masing-masing kategori rentang usia antara 31 sampai 40 tahun serta antara 41 sampai 50 tahun terbagi dalam jumlah yang sama. Kategori rentang usia di atas 50 tahun menuduki tempat terakhir dalam hal jumlah responden.
Sumber: Data diolah peneliti
Gambar 1. Jenis Kelamin Responden Responden penelitian ini didominasi mereka yang memiliki rentang usia 21 sampai 30 tahun. Jumlah terbesar berikutnya ialah yang memiliki rentang ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Sumber: Data diolah peneliti
Gambar 2. Rentang Usia Responden 13
Journal of Business and Entrepreneurship
Pekerjaan responden yang terbanyak ialah pelajar atau mahasiswa. Pegawai Negeri Sipil merupakan urutan kedua responden penelitian. Responden lainnya memiliki pekerjaan pegawai BUMN, membentuk urutan ketiga pekerjaan terbanyak. Wiraswasta, pegawai swasta, serta ibu rumah tangga tersebar dengan jumlah yang sama. Responden lainnya memiliki pekerjaan yang tidak termasuk dalam kategorisasi penelitian.
Sumber: Data diolah peneliti
Gambar 3. Pekerjaan Responden Pembentukan konstruk penelitian dilakukan dengan metode summated scale, karena angka Cronbach’s Alpha variabelvariabel pembentuk konstruk semuanya
lebih besar dari 0.7. Dari indikatorindikator konstruk Produk Trial Demonstration dan Perasaan Positif Hasil Product Trial Demonstration serta keenam elemen variabel Store Atmosphere kemudian dibentuk variabel baru, dengan nilai rata-rata (average), dari gabungan nilai pada data variabel indikator.
Uji Hipotesis Selanjutnya hipotesis penelitian diuji, pada hubungan antar variabel yang dibentuk berdasarkan konstruk penelitian dan sekaligus mengadakan pembuktian hipotesis, menggunakan metode multiple regression. Uji multiple regression dilakukan menggunakan beberapa parameter yaitu Adjusted R Square, Coefficient Sig., Unstandardized Cofficient (B), VIF dan Tolerance, dalam menganalisis hasil yang diperoleh. Persamaan regresi juga terbentuk dari parameterparameter tersebut. Peneliti menggunakan significance level sebesar 5%.
Tabel 2. Hasil Regresi Berganda
Sumber: Data diolah peneliti
Data menunjukkan H1 terbukti karena ada pengaruh signifikan antara kedua variabel. Ini berarti jika musik latar belakang di Carrefour semakin menarik perhatian, semakin sesuai preferensi musik pengunjung, dan semakin membuat 14
kunjungan konsumen terasa lebih hidup, maka pengunjung Carrefour akan makin terdorong mencoba produk di tempat. Data menunjukkan H2 tidak terbukti karena tidak ada pengaruh signifikan antara kedua variabel. Ini berarti jika bebauan ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
ambient di Carrefour semakin menarik perhatian, semakin tersebar merata, dan tidak mengganggu kunjungan konsumen, belum tentu berarti pengunjung Carrefour akan makin terdorong melakukan perilaku mencoba produk di tempat. H3 tidak terbukti pada hasil penelitian. Dari data terlihat bahwa jika kebersihan lantai, rak dan produk di Carrefour ditingkatkan, belum tentu pengunjung akan makin terdorong untuk mencoba produk di tempat. H4 tidak terbukti pada hasil penelitian karena pengaruh yang ada antar kedua variabel ini tidak signifikan. Ini berarti jika pencahayaan di Carrefour secara umum semakin dipersepsikan baik, semakin merata persebarannya, dan tidak mengganggu kunjungan konsumen, maka belum tentu intensi pengunjung untuk mencoba produk di tempat meningkat. H5 tidak terbukti karena tidak ada pengaruh signifikan antara kedua variabel. Ini berarti jika suhu udara di Carrefour tidak terlalu panas ataupun tidak terlalu dingin, semakin merata persebarannya, serta tidak mengganggu konsumen, belum tentu intensi pengunjung mencoba produk di tempat meningkat. Hasil penelitian menunjukkan H6 terbukti karena ada pengaruh signifikan antar variabel yang diuji. Ini menunjukkan koridor yang terkesan lega, cukupnya jumlah poster dan banner, semakin mudahnya mencari produk, serta semakin mudahnya mengenali petunjuk harga dan petunjuk program promosi di Carrefour, maka pengunjung Carrefour akan makin terdorong untuk melakukan perilaku mencoba produk di tempat. Terlihat bahwa keadaan layout toko dan display produk di Carrefour berkontribusi pada kecenderungan konsumen mencoba produk di Carrefour, dengan mencicipi unit tester makanan, mencium wangi produk parfum
dan wewangian lainnya, mernyentuh dan meraba kehalusan produk mainan, boneka, dan produk berbahan kain lainnya, menyentuh dan menggenggem dummy produk telepon selular, pemutar musik portabel dan semacamnya, serta sengaja berdiri menonton pada area pajang produk televisi. H7 terbukti dengan data memperlihatkan adanya pengaruh signifikan antar variabel yang diuji. Hal tersebut berarti semakin sering pengunjung mencoba produk di tempat dan semakin banyak variasi kegiatan mencoba produk di tempat yang dilakukan pengunjung dalam Carrefour, maka pengunjung tersebut akan makin kuat perasaan positifnya setelah mencoba produk di tempat. Semakin sering dan semakin banyak variasi kegiatan mencoba produk, makin bertambah pula kontribusi kegiatan tersebut pada pengalaman konsumen dalam lingkungan belanja retail (retail experience). Dengan bertambahnya pengalaman konsumen tersebut, akan timbul reaksi konsumen, dimana salah satunya berupa reaksi afektif. Dalam reaksi afektif ini, aspek afektif konsumen berperan memproses informasi dari pengalaman mencoba produk tersebut, yang kemudian menimbulkan reaksi emosional dalam benak konsumen, dimana salah satu bentuknya ialah perasaan positif hasil mencoba produk di tempat. Kegiatan mencoba produk di Carrefour dengan mencicipi tester dan free sample makanan, mencium wangi produk parfum dan wewangian lainnya, mernyentuh dan meraba kehalusan produk mainan, boneka, dan produk berbahan kain lainnya, menyentuh dan menggenggem dummy dari produk telepon selular, pemutar musik portabel dan semacamnya, serta dengan sengaja berdiri menonton
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
15
Journal of Business and Entrepreneurship
pada area pajang produk televisi terbukti berkontribusi positif dalam menimbulkan perasaan positif paska kegiatan-kegiatan tersebut, di antaranya perasaan kecocokan dengan variasi produk, membangkitkan keingitahuan akan produk, perasaan menemukan pengalaman baru, perasaan seperti melakukan petualangan, merasa senang menemukan produk yang murah dan hemat, meningkatkan kepercayaan diri akan pengetahuan tentang produk, dan merasa puas akan keseluruhan kunjungan ke Carrefour.
Independenty Sample t-Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel jenis kelamin terhadap perilaku mencoba produk di tempat, untuk melihat perbedaan rata-rata (Mean) yang antara dua sampel bebas, yang tercermin dalam sampel menurut jenis kelamin. Parameter statistik yang diperhatikan dalam uji ini ialah: Levene’s Test for Equality of Variance, T-Test for Equality of Means. Berikut ialah hasil uji Independent Samples t-Test variabel jenis kelamin terhadap Product Trial Demonstration.
Tabel 3. Hasil Uji Independent Samples t-Test: Jenis Kelamin terhadap Product Trial Demonstration
Sumber: Data diolah peneliti
One-Way ANOVA dilakukan untuk mengetahui pengaruh Usia dan Pekerjaan terhadap perilaku mencoba produk di tempat. Parameter statistik yang diperhatikan dalam uji ini ialah): Test of Homogeneity of Variance, ANOVA, dan Post-Hoc Test. Berikut ialah hasil uji OneWay ANOVA variabel usia terhadap Product Trial Demonstration.
Tabel 4. Hasil Uji One-Way ANOVA: Usia terhadap Product Trial Demonstration
Sumber: Data diolah peneliti 16
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
Tabel 5. Hasil Uji One-Way ANOVA: Usia terhadap Product Trial Demonstration
Dari data terlihat bahwa H8 tidak terbukti karena tidak adanya perbedaan ratarata di antara Laki-laki dan perempuan, yang menunjukkan hipotesis ditolak. Meski mencoba produk di tempat merupakan kegiatan yang menarik, namun di hypermarket para pengusaha hanya menyediakan sarana kegiatan ini, dan belum berusaha signifikan mendorong peningkatan perilaku ini. Ini mengakibatkan konsumen belum terlalu memprioritaskan usaha melakukan perilaku ini ketika berbelanja, juga di hypermarket. Dalam hal ini terlihat bahwa konsumen juga belum menyadari kebutuhan mereka yang dapat menjadi berbeda setelah mencoba produk di tempat. Karena itu belum terjadi perbedaan antara pria dan wanita dalam hal perilaku mencoba produk di tempat. Untuk H9, data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kategori yang diujikan yang menunjukkan hipotesis ditolak. Belum difokuskannya usaha retailer mendorong konsumen mencoba produk di tempat, khususnya dalam hypermarket juga berimbas pada belum sadarnya konsumen akan kebutuhan yang berbeda, terutama dari sisi usia. Perbedaan usia berbeda akan memnimbulkan kebutuhan berbeda bagi individu
konsumen. Namun dalam penelitian ini terlihat bahwa konsumen belum menyadari adanya perbedaan kebutuhan yang ada, khususnya dari sisi produk yang dicobanya di tempat. Data menunjukkan H10 ditolak karena tidak adanya perbedaan di antara jenis pekerjaan dalam penelitian ini. Belum difokuskannya usaha retailer mendorong konsumen melakukan perilaku mencoba produk di tempat, khususnya dalam hypermarket juga berimbas pada belum sadarnya konsumen akan kebutuhan yang berbeda, terutama dari sisi pekerjaan. Seperti jenis kelamin dan usia, pekerjaan konsumen juga menimbulkna kebutuhan berbeda bagi tiap konsumen. Pekerjaan berbeda akan membedakan tingkat kesibukan, beban kerja, dan lamanya waktu kerja. Namun hasil penelitian ini menunjukkan khususnya di hypermarket, perilaku mencoba produk di tempat tetap tidak dipengaruhi variabel-variabel demografis, termasuk pekerjaan. Dari hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Dalam hal pengaruh keenam elemen store atmosphere yang diteliti terhadap perilaku mencoba produk di tempat, hanya elemen musik latar belakang serta layout toko dan display produk yang secara signifikan berpengaruh positif pada kecenderungan pengunjung untuk melakukan perilaku mencoba produk di tempat di hypermarket. Dalam hal pengaruh perilaku mencoba produk di tempat terhadap perasaan yang dihasilkannya, terkonfirmasi bahwa perilaku mencoba produk di tempat tersebut menghasilkan perasaan yang positif. Dalam hal pengaruh variabel demografis, khususnya jenis kelamin, dan pekerjaan, nampak bahwa variabelvariabel tersebut tidak menunjukkan
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
17
Sumber: Data diolah Peneliti
Journal of Business and Entrepreneurship
adanya perbedaan signifikan diantaranya.
2)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari analisa dan pembahasan olahan data penelitian, diambil kesimpulankesimpulan sebagai berikut untuk menjawab pertanyaan penelitian: 1) Dari enam elemen store atmosphere yang diteliti, musik latar belakang serta layout toko dan display produk secara signifikan berpengaruh positif pada perilaku mencoba produk di tempat. 2) Dari enam elemen store atmosphere yang diteliti, hanya kebersihan yang signifikan berpengaruh positif pada perasaan positif hasil perilaku mencoba produk di tempat. 3) Product Trial Demonstration secara signifikan berpengaruh secara positif terhadap konstruk Perasaan Positif Hasil Product Trial Demonstration. Berpedoman pada hasil penelitian, penulis memberi saran praktis aplikatif bagi pengusaha retail fisik, khususnya hypermarket, sebagai berikut: 1) Pengusaha retail sebaiknya mempertimbangkan komposisi dan intensitas elemen ambien store atmosphere, termasuk musik latar belakang, bebauan, kebersihan lingkungan belanja, pencahayaan, suhu udara, serta layout toko dan display produk Karena elemenelemen tersebut bersama-sama berpengaruh positif terhadap perilaku mencoba produk di tempat, yang akan memperkaya aspek pengalaman konsumen dalam lingkungan belanja toko. 18
3)
4)
Pengusaha retail harus mendorong agar pengunjung tokonya meningkatkan frekuensi kegiatan mencoba produk di tempat. Kegiatan ini akan menimbulkan perasaan positif dalam benak konsumen. Perasaan positif tersebut, bersama perasaan positif yang ditimbulkan sumber lain dalam lingkungan retail akan membentuk aspek aspek dari pengalaman belanja konsumen. Kendati demikian, pengusaha retail juga perlu memperhatikan masingmasing elemen secara terpisah, karena beberapa dari keenam elemen embient store atmosphere, yaitu musik latar belakang, bebauan, pencahayaan dan suhu udara, justru berpengaruh negatif pada perasaan positif hasil perilaku mencoba produk di tempat. Manipulasi tidak terukur terhadap seluruh elemen store atmosphere dalam penelitian ini justru dapat menurunkan perasaan positif hasil mencoba produk di tempat, berakibat menurunnya reaksi emosional positif konsumen. Dari sisi jenis kelamin dan pekerjaan, tidak ada perbedaan mencolok antara lalki-laki atau perempuan maupun antara beberapa pekerjaan dalam mencoba produk di tempat. Ini membuat pengusaha retail tidak perlu menyasar jenis kelamin atau pekerjaan tertentu dalam meningkatkan frekuensi perilaku konsumen mencoba produk di tempat. Sebaliknya dari sisi usia pengusaha retail disarankan menyasar rentang usia 31 sampai 40 tahun untuk mendorong peningkatan perilaku mencoba produk di tempat, karena rentang usia tersebut menunjukkan perbedaan signifikan dibanding rentang usia lainnya.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
DAFTAR PUSTAKA Areni, C.S., Kim, D. (1993). The Influence of Background Music on Shopping Behavior: Classica. Versus Top-Forty Music In a Wide Store. Advances in Consumer Research, vol.20, Provo, Utah : Association for Consumer Research. Babin, B.J., Darden, W.R., Griffin, M. (1994). Work and/or Fun: Measuring Hedonic and Utilitarian Shopping Value. Journal of Consumer Research, vol.20. Bell, C.R. (2008). The Role of Interior Environment in the Perception of Service Quality: A Business Perspective. Marymount University. Berman, B. and Evans, J.R. (2001). Retail Management : A Strategic Approach (8th ed). Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall. Bloch, P.H., Ricchins, M.L. (1983). Shopping Without Purchase: An Investigation of Consumer Browsing Behavior. Advances in Consumer Research, vol.10, Provo, Utah : Association for Consumer Research. Bone, P.F., Jantrania, S. (1992). Olfaction As a Cue for Quality. Marketing Letters, vol.3, no.3, Springer.
Value Chains. Social Alternatives. vol.29, no.3. Chen, K.J., Liu, C.M. (2004). Positive Brand Extension Trial and Choice of Parent Brand. Journal of Product & Brand Management, vol.13, no.1.Emerald Group Publishing Limited. Crompton, J.L. (1996). Sponsorship Ambushing in Sport. Managing Leisure, vol.9, no.1. informaworld.com. D’Aveni, R.A. (1998). Waking Up to the New Era of Hypervompetition. Washington Quarterly, vol.21, no.1. Donovan, R.J., Rossiter, J.R. (1983). Store Atmosphere: An Environmental Psychlogy Approach. Journal of Retailing, vol.58, no1. Elsevier Science Inc. Ediati, M., (2009). The Outburst of Modern Market Develpoment (Hypermarket, Mall, and the Kinds). TEKNIK, vol.30, no.3. Semarang : Universitas Diponegoro. Fiore, A.M., Yah, X.L., Yoh, E. (2000). Effect of a Product Display and Environmental Fragrancing on Approach Responses and Pleasurable Experiences. Psychology and Marketing, vol.17, no.1. John Wiley & Sons, Inc.
Briand, G., Pras, B. (2009). Lighting and Perceived temperature: EnergySaving Levers to Improve Store Evaluations?. International Congress for the Association for Consumer Research, 22-25 th October 2009, Pittsburgh : Association for Consumer Research.
Fredrickson, B.L. (2001). The Role of Positive Emotions in the Positive Psychology: The Broaden-and-Build Theory of Positibe Emotions. American Psychologist, vol.56, no.3. American Psychological Associations, Inc.
Bridle, K., Bonney, L. (2010). Food for Thought: Biodiversity Management on Farms – Links to Demand-driven
Fredrickson, B.R., Levenson. R.W. (1998). Positive Emotions Speed Recovery from the Cardiovasucular Sequelae of
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
19
Journal of Business and Entrepreneurship
Negative Emotions. Cognition and Emotion, vol.12, no.2. Psychology Press, Ltd. Ghosh, A. (1994). Retailing Management (2nd ed). London: The DrydenPress. Hair, J.E., Babin, B.J., Anderson, R.E. (2010). Multivariate Data Analysis: A Global Perspective (5th ed). Upper Saddle River. New Jersey: Prentice Hall. Healy, M.J., Beverland, M.B., Oppewal, H., Sands, S. (2007). Understanding Retail Experiences – The Case for Ethnography. International Journal of Market Research vol.49. The Market Research Society. Kaltcheva, V.D., Weitz, B.A. (2006). When Should a Retailer Create an Exciting Store Environment?. Journal of Marketing, vol.70. Kamins, M.A., Assael, H. (2001). TwoSided Versus One-Sided Appeals: A Cognitive Perspective on Argumentation, Source Derogation, and the Effect of Disconfirming Trial on Belief Change. Journal of Marketing Research, vol. 24, no. 1. American Marketing Association. Kempf, D.S., Laczniak, R.N. (2001). Advertising’s Influence on Subsequent Product Trial Processing. Journal of Advertising, vol.30, no.3. M.E. Sharpe, Inc. Kim, J.Y, Morris, J.D. (2007). The Power of Affective Response and Cognitive Structurein Product-Trial Attitued Formation. Journal of Advertising, vol.36, no.1. M,E, Sharpe, Inc. Kotler, P. (1973). Atmospherics As a Marketing Tool. Journal of Retailing, vol.49, no.4, Greenwich.
20
Kumykova, N., (2008). The Effects of Attitudes, Subjective Norms, Trial Experience on Purchase Intentions on Skin Care roducts. Taiwan: National Cheng Kung University. Levine, D.M., Stephan, D.F., Krehbiel, T.C., Berenson, M.L. (2011). Statistics for Managers: Using Microsoft Excel (6th ed.). Upper Saddel River: Pearson International. Levy, M., Weitz, B.A. (2007). Retailing Management (6th ed). New York: McGraw-Hill/Irwin. Machleit, K.A., Eroglu, S.A., (2000). Describing and Measuring Emotional Response to Shopping Experience. Journal of Business Research, vol.49. Elsevier Science Inc. Mattila, A.S., Wirtz, J. (2000). Congruency of Scentand Music As a Driver of InStore Evaluations and Behavior. Journal of Retailing, vol.77, Pergamon. McGoldrick, P.J. (1990). Retail Marketing, Berkshire: McGraw-Hill Book Compnay. McOmish, M., Quester, P.G. (2005). Consumers’ Affective Responses To The Retailscape: A Spatial And Temporal Perspective, ANZMAC 2005 Conference: Retailing, Distribution Channels and Supply Chain Management. Natawidjaya, R. (2005). Modern Market Growth and the Changing Map of the Retail Food Sector in Indonesia, Pacific Food System Outlook (PFSO) 9th Annual Forecasters Meeting. 1013th May 2005, Kunming, China. Oliver, R.L. (1999). Whence is Customer Loyalty?. The Journal of Marketing, vol.63, American Marketing Association. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Journal of Business and Entrepreneurship
Pandin, M.R.L (2009). The Portrait of Retail Business in Indonesia: Modern Market. Economic Review, no.215. Peck, J., Childers, T.L. (2003). To Have and To Hold: The Influence of Haptic Informationon Product Judgments. Journal of Marketing, vol.67.
Smith, R.E. (1993). Integrating Information from Advertising and Trial: Processes and Effects on Consumer Response to Product Information. Journal of Marketing Research, vol. 30, no. 2. American Marketing Association.
Perrigot, R., Cliquet, G., (2006). Past, Present and the Future of a Retail Concept: The Gypermarket, 9ème Colloque Etienne THIL, La Rochelle, France, 28-29th September 2006.
Smith, R.E., Swinyard, W.R. (1983). Attitude-Behacior Consistency: Thew Impact of Product Trial Versus Advertising. Journal of Marketing Research, vol.20.
Ryu, K.S., Han, H.S. (2010). Influence of the Quality of Food, Service, and Physical Environment on Customer Satisfaction and Behavioral Intention in Quick-Casual Restaurants: Moderating Role of Perceived Price. Journal of Hospitality & Tourism Research. SAGE Journals Online.
Solomon, M.R. (2009). Consumer Behavior : Buying, Having, and Being (8th ed). Upper Saddle River. New Jersey: Prentice Hall.
Scherer, K.S. (2005). What Are Emotions? And How Can They Be Measured?. Social Science Infromation, vol.44, no.4. London : SAGE Publications. Schiffmann, L.G. (1972). Perceived Risk in New Product Trial by Elderly Consumers. Journal of Marketing Research vol.9, no.1. American Marketing Association. Seva, R.R., Lirn Duh, H.B., Helander, M.G. (2010). Structural Analysis of Affect in the Pre-putchsde Context. DLSU Business and Economics Review, vol.19, no.2. Manila : De La Salle University. Shiv, B., Nowlis, S.M. (2004). The Effects of Distractions While Tasting a Food Sample: The Interplay of Informational and Affective Components in Subsequent Choice. Journal of Consumer Research, vol.31.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014
Summers, T.A., Hebert, P.R. (2001). Shedding Some Light on Store Atmospherics: Influence of Illumination on Consumer Behavior. Journal of Business Research, vol.54. Elsevier Science Inc. Suryana, A., Ariani, M., Lokollo, M. (2008). The Role of Modern Markets in Influencing Lifestyles in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, vol.27, no.1. Tugade, M.M., Fredrickson, B.L. (2004). Resilient Individuals Use Positive Emotions to Bounce Back From Negative Emotional Experiences. Journal of Personality and Social Psychology, vol.86, no.2, American Psychological Association, Inc. Turley, L.W., Milliman, R.E. (2000). Atmospheric Effects on Shopping Behavior: A Review of the Experimental Evidence. Journal of Business Research, vol.49. Elsevier Science Inc. Venkatraman, M. P., MacInnis, D.J. (1985). The Epistemic and Sensory
21
Journal of Business and Entrepreneurship
Exploratory Behavior of Hedonic and Cognitive Consumers. Advances in Consumer Research, vol 12, Provo. Utah : Association for Consumer Research. Verhoef, P.C., Lemon, K.N., Parasuraman, A., Roggeveen, A., Tsiros, M., Schlesinger, L.A. (2009). Customer Experience Creation: Determinants, Dynamics and Management Strategies. Journal of Retailing, vol.85, no.1. Elsevier Science Inc. Washburn, J.H., Till, B.D., Priluck, R. (2000). Co-branding: Brand Equity and Trial Effects. Journal of Consumer Marketing, vol.17, no.7. MCB University Press. Wood, S.L., Morreau, C.P. (2006). From Fear to Loathing? How Emotion Influences The Evaluation and Early Use of Innovations. Journal of Marketing, vol.70.
22
Yalch, R.F., Spangenberg, E. (1993). Using Store Music for Retail Zoning: A Field Experiment. Advances in Consumer Research, vol.20. Provo, Utah : Association for Consumer Research. Yoo, Park, MacInnis (1998). Effects of Store Characteristics and In-Store Emotional Experiences on Store Attitude. Journal of Business Research, vol.42. Elsevier Science Inc. Zajonc, R.B., Markus, H. (1982). Affective and Cognirive Factors in Preferences. Journal of Consumer Research, vol.9. Zhang, W., Matsumoto, T., Liu, J., Chu, M., Begole, B. (2008). An Intelligent Fitting Room Using Multi Camera Perception, IUI’08, Maspalomas, Gran Canaria, Spain : ACM.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 2, No. 1; Januari 2014