Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH SIKLUS BELAJAR CATUR PRAMANA TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V DI SD NEGERI DESA MUNCAN KECAMATAN SELAT I Kd Suyasa Wiguna1, A A Gede Agung2, Ngh Madri Antari3 1 Jurusan PGSD, 2Jurusuan TP, 3Jurusan BK, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui deskripsi hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran model konvensional, (2) mengetahui deskripsi hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran model Siklus Belajar Catur Pramana, (3) mengetahui Pengaruh Siklus Belajar Catur Pramana Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013 di Desa Muncan Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem. Penelitian ini adalah quasi experiment dengan rancangan post-test only control group design. Sampel penelitian ini berjumlah 40 orang yang diambil dengan teknik random sampling. Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk pilihan ganda. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial uji-t. Hasil penelitian menemukan bahwa (1) hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional dengan mean (M) = 19,1 termasuk dalam kategori sedang, (2) hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana dengan mean (M) = 28,8 termasuk dalam kategori tinggi, (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Siklus Belajar Catur Pramana dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V sekolah dasar di Desa Muncan Kecamatan Selat. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Kata kunci : Siklus Belajar Catur Pramana, hasil belajar IPA.
Abstract This study aims to (1) describe know the results of the control group students learn science that followed the conventional learning model (2) describe know the results of the control group students learn science that followed the Learning Cycle Catur Pramana, and (3) know the difference in science learning outcomes between the groups of students who take lessons with Learning Cycle Catur Pramana and a group of students who take learning with conventional learning models in fifth grade elementary school students in the Muncan Village Selat district, Karangasem regency. The research was quasi experiment with the design of post-test only control group design. Sample size was 40 people taken by random sampling technique. Science learning outcomes data collected by instruments in the form of multiple choice tests. The data collected were analyzed using descriptive statistics and inferential statistical t-test. The study found that (1) science learning outcomes of students who take lessons with Learning Cycle Catur Pramana with mean (M) = 28.8, (2) science learning outcomes of students who take learning with conventional learning models with mean (M) = 19.1, (3) there are significant differences between the groups of science learning outcomes
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) of students who take lessons with Learning Cycle Catur Pramana and a group of students who take learning with conventional learning models in fifth grade elementary school students in the Muncan Village sub-district Selat. The existence of a significant difference suggests that learning Learning Cycle Catur Pramana more positive effect on science learning outcomes compared with conventional learning models. Keywords: Learning Cycle Catur Pramana, science learning outcomes.
PENDAHULUAN Pendidikan yang bermutu adalah penanda utama kemajuan sebuah negara yang telah menjadi usungan setiap bangsabangsa di dunia. Semua warga dunia tidak dapat menyangkal, bahwa pendidikan merupakan hakikat dari kehidupan masyarakat, Oleh karena itu, masalah pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Masalah pendidikan seringkali menjadi topik perbincangan yang menarik dan hangat, baik di kalangan masyarakat luas, dan lebih-lebih lagi dari pakar pendidikan. Berpijak dari hal di atas, akumulasinya adalah pemerintah perlu memikirkan cara untuk memperbaiki sistem pendidikan dan kurikulum sehingga pendidikan benar-benar terlaksana di semua jenjang pendidikan. Sebab, pendidikan setiap waktu memberikan andil bagi anak agar menjadi manusia yang kompetitif, selalu mengalami peningkatan dalam rangka menapak tujuan membentuk kualitas lulusan yang benar-benar bermutu. Arifin (2007:71) menyatakan bahwa, pendidikan yang bermutu adalah sebuah proses pendidikan yang mampu menjadikan siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadiaan, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang dilakukan secara sadar dan bermakna. Hal di atas mengisyaratkan insan bangsa yang benar-benar unggul dalam semua dimensi. Agar dapat hidup dan bersaing pada abad ke-21 ini. "Pada abad ke-21 sumber daya manusia yang „bisa hidup‟ adalah manusia yang benar-benar unggul" (Tegeh, 2010:4). Keunggulan itu bisa terwujud hanya melalui pendidikan yang bermutu, disiplin, jujur, terstruktur, dan terintegrasi. Hal ini
mengacu pada tujuan pendidikan yang harus tercapai dengan optimal. Tujuan pendidikan yang mengacu pada kurikulum yang berlaku pada saat ini diharapkan mampu memberikan perubahan dalam pembelajaran, dan implementasinya dalam pembelajaran di kelas benar-benar terlaksana. KTSP memungkinkan untuk memasukan potensi budaya lokal ke dalam pembelajaran, hal tersebut sesuai dengan Pembelajaran menjadi bermakna disebabkan siswa terdorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Namun demikian sampai saat ini implementasinya di lapangan tidaklah sesuai dengan yang ada. Model Pembelajaran yang sering dilaksanakan belum menggunakan pendekatan yang berorietasi pada kearifan lokal (local genius). Dalam pembelajaran IPA siswa juga jarang diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga siswa kesulitan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Ilmu pengetahuan alam (IPA) pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari tentang alam dan segala isinya. Menurut Chandra (2006:16) “sesuai hakikatnya, IPA adalah ilmu pengetahuan yang terdiri dari sekumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori yang terbentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui inkuiri yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara terus menerus”. Sebagaimana para ilmuwan IPA, siswa yang belajar IPA diharapkan bisa tertarik untuk memperhatikan dan mempelajari gejala dan peristiwa alam dengan selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang gejala dan peristiwa tersebut, serta hubungan kausalnya. Selanjutnya, Chandra (2006:17) mengemukakan bahwa “pembelajaran IPA
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
adalah aktivitas kegiatan belajar mengajar dalam mengembangkan kemampuan bernalar, berpikir sistematis, dan kerja ilmiah, selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan”. Hal ini berarti, belajar IPA tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara IPA dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Melalui penerapan model pembelajaran yang tepat, diharapkan siswa akan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran IPA yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hal ini diungkapkan oleh Dimyati dan Moedjiono (1994:4) bahwa “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar”. Interaksi yang multi arah sebagai proses yang harus dilewati untuk mengembangkan semua dimensi siswa yang nantinya dievaluasi sehingga mendapatkan hasil belajar yang akumulatif. Hasil belajar bukan semata-mata terfokus pada pengetahuan pada ranah kognitif saja melainkan secara totalitas. Clark (dalam Sanjaya, 2012) menyatakan bahwa “hasil belajar siswa di sekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan”. Kemampuan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar, menginternalisasi pemahaman pentingnya belajar, menginternalisasi materi pelajaran, kemampuan aplikasi sikap hasil internalisasi materi, motivasi diri, dan faktor hereditas yaitu dari keluarga mana siswa
berasal. Orang yang telah memiliki hasil dari proses belajarnya akan bisa diamati berdasarkan ciri-cirinya. Pengamatan ciriciri belajar ini bisa dilakukan dengan observasi langsung maupun dengan cara memberikan tes. Pengamatan ciri-ciri ini biasa dikenal dengan penilaian atau evalluasi. Howard (dalam Sudjana, 2004:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni “(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita”. Klasifikasi hasil belajar menurut Howard ini biasa kita kenal dengan sebutan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuankemampuan yang tergolong pada ranah kognitif adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sedangkan ranah psikomotor seperti kreativitas, keaktifan, dan kebiasaan berbuat. Ciri-ciri hasil belajar yang meliputi kemampuan kognitif sulit diamati secara langsung. Untuk mengamati biasanya digunakan prosedur tes lisan maupun tes tertulis. Sedangkan kemampuan psikomotor dapat diamati dengan observasi langsung karena kemampuan ini tampak dari gerakannya. Rusyan (1993) menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu proses yang ditandai oleh adanya perubahan dari diri seseorang sebagai hasil dari pengalaman dan latihan”. Berdasarkan data observasi awal yang dilakukan di SD Negeri Desa Muncan Kecamatan Selat, diperoleh rata-rata nilai rapor kelas semester ganjil kelas V pada mata pelajaran IPA yang masih di bawah kreteria ketuntasan minimal yang ditentukan. Ini dapat dilihat dalam tabel1.
Tabel 1. Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013 No 1 2 3 4 5 6
Sekolah SD Negeri 1 Muncan SD Negeri 2 Muncan SD Negeri 3 Muncan SD Negeri 4 Muncan SD Negeri 5 Muncan SD Negeri 6 Muncan
KKM 60 60 58 60 60 58
Rata-rata Nilai 58,3 58,5 55,7 58,6 58,8 55,2
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar tersebut, sebagai berikut. Pertama, guru menggunakan model pembelajaran konvensional yang di dominasi oleh metode ceramah sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Kedua, siswa kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran yang bedampak pada rendahnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi pelajaran yang dibahas. Ketiga, kurang bervariasinya sumber belajar yang digunakan oleh guru karena hanya memakai satu buku sebagai sumber belajar. Keempat, guru kurang mengarahkan cara berpikir siswa kepada proses pemecahan masalah. Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPA, Suja (2008) telah mengembangkan model pembelajaran sains berbasis kearifan lokal Bali, yang disebut siklus belajar Catur Pramana. Pada awalnya, Catur Pramana dimaknai sebagai empat cara dalam mempelajari dan mengembangkan sains, meliputi pengamatan (pratyaksa), penalaran (anumana), pemodelan atau analogi (upamana), dan kesaksian dari pihak lain (sabda). Semakin banyak cara digunakan utnuk memperoleh pengetahuan, semakin kuat pemahaman siswa terhadap bahan kajian tersebut. Menurut Suja, dkk (2009:31) yang menyatakan bahwa, Catur Pramana sebagai cara untuk mempelajari dan mengembangkan sains, mencakup pengamatan (pratyaksa), penalaran (anumana), pemodelan (upamana), dan kesaksian dari pihak lain (sabda). Semakin banyak cara digunakan untuk memperoleh pengetahuan, semakin kuat pemahaman peserta didik terhadap objek yang sedang dipelajarinya. Keempat cara tersebut juga merupakan tahap-tahapan dalam belajar IPA. Mula-mula siswa mengamati berbagai fenomena alam yang ada di sekitarnya, sebagai tahap pratyaksa pramana. Pengalaman yang diperolehnya menjadi pengetahuan awal (prior knowledge) siswa bersangkutan untuk mengikuti pembelajaran di kelas. Selanjutnya, siswa memperoleh informasi dari guru atau sumber belajar lainnya pada tahap sabda
pramana. Informasi dari sabda pramana diproses lebih lanjut dalam pikiran pebelajar melalui tahap anumana pramana. Pada tahap tersebut informasi memasuki wilayah gaib nonfisik dalam alam pikiran pebelajar untuk dihubungkan dengan konstruksi pengetahuan yang telah dimilikinya. Untuk mempermudah memahami konsep-konsep yang tidak kasat mata dan menyederhanakan prinsip-prinsip yang bersifat kompleks, manusia memiliki kemampuan untuk membuat model atau analogi. Langkah tersebut termasuk tahap upamana pramana. Bangun pengetahuan beserta model yang telah disusun pebelajar mesti diuji dengan kondisi lapangan (pratyaksa pramana) dan kajian teoretis (sabda pramana) yang telah ada. Menurut Suja (2007) “implementasi siklus belajar Catur Pramana mesti mempertimbangkan karakteristik materi ajar, tingkat perkembangan kognitif siswa (karakteristik siswa) dan daya dukung lingkungan belajar. Penanaman siklus belajar tersebut disesuaikan dengan tahapan-tahapan pembelajarannya”. Kontribusi model Siklus Belajar Catur Pramana juga pernah dilakukan oleh seorang peneliti yang bernama Dhyan Shri Vibhawa. Penelitian yang dilaksanakannya Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini menunjukan berpengaruhnya model Siklus Belajar Catur Pramana terhadap pemahaman konsep IPA siswa. Mengingat kontribusi model Siklus Belajar Catur Pramana telah terbukti berpengaruh terhadap pemahaman konsep siswa, maka dari itu model ini di coba dilaksanakan di SD dengan mata pelajaran IPA. Melalui Siklus belajar ini, siswa dikondisikan ke dalam pembelajaran yang menarik dan mengembangkan kemampuannya sendiri dalam belajar, karena siswa diajak praktek langsung dalam mengamati sesuatu yang terkait dalam materi. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian eksperimen untuk menguji secara empiris apakah pembelajaran Catur Pramana dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa SD. Untuk itu peneliti memfokuskan akan mengadakan penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Siklus Belajar Catur Pramana Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester 2 Tahun Pelajaran
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
2012/2013 SD Negeri Di Desa Muncan Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem”. METODE Penelitian ini dilakukan di Desa Muncan Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem yang terdiri dari enam sekolah dasar dengan rentang waktu pelaksanaan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Jenis Penelitian ini tergolong quasi experiment. Disebut quasi experiment karena tidak semua variabel (gejala yang muncul) dan kondisi eksperimen dalam penelitian ini dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Populasi merupakan kumpulan dari beberapa individu yang sejenis. Populasi dalam penelitian bisa diartikan sebagai keseluruhan individu yang akan diteliti. Agung (2011: 45) menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian”. Keseluruhan objek penelitian akan menjadi target kesimpulan dari hasil akhir. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Muncan yang terdiri dari 6 sekolah. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling. Teknik ini dengan mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama dan mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi anggota sampel (Agung, 2011:46). Penelitian ini menggunakan rancangan posttest only control group design (Sugiyono, 2010:85). Rancangan ini dipilih karena eksperimen tidak mungkin mengubah kelas yang ada. Data yang dikumpulkan adalah data tentang hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2 dan 5 Muncan. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar IPA siswa adalah tes hasil belajar berupa pilihan ganda. Tes ini mengungkapkan tentang penguasaan siswa terhadap pelajaran IPA yang mereka peroleh selama penelitian. Setiap soal disertai dengan empat alternatif jawaban yang dipilih oleh siswa (alternatif a, b, c, d). Siswa hanya memilih satu jawaban alternatif yang paling benar. Jika menjawab benar, setiap item akan diberikan skor satu (1) serta skor nol (0) untuk siswa yang
menjawab salah. Skor tiap jawaban kemudian dijumlahkan, jumlah tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA. Skor hasil belajar IPA akan bergerak dari nol sampai 40. Skor nol akan merupakan skor minimal ideal serta skor 40 merupakan skor maksimal ideal hasil belajar IPA. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif dalam bentuk soal pilihan ganda. “Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat” (Sudjana, 2004:48). Lebih jauh dikatakan, dipilihnya tes objektif dalam bentuk soal pilihan ganda untuk memperoleh data hasil belajar IPA berdasarkan pertimbangan bahwa tes pilihan ganda mempunyai beberapa kelebihan yaitu (1) materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pengajaran yang telah diberikan, (2) jawaban siswa dapat dikoreksi (dinilai) dengan mudah dan cepat dengan menggunakan kunci jawaban, dan (3) jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah sehingga penilaiannya bersifat objektif. Tes-tes yang telah disusun kemudian diujicobakan untuk mendapatkan gambaran secara empirik tentang kelayakan tes tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari dua variabel yaitu model pembelajaran dan hasil belajar siswa. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menghitung modus, medin, mean. Tujuan penyajian data ini adalah untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hubungan antara mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dapat digunakan untuk menentukan kemiringan kurva poligon distribusi frekuensi. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini yaitu analisis uji t (ttest) dengan rumus separated varians. Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan beberapa uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data kedua kelompok tersebut
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
berdistribusi normal apa tidak, sedangkan uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui sebaran data benar-benar homogen.
Adapun hasil analisis peneitian data statistik deskriptif untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat disajikan pada tabel 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2. Deskripsi Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Mean Median Modus Varians Standar Deviasi Skor minimum Skor maximum Rentangan
Kelompok Eksperimen 28,9 29,5 30,31 11,36 3,4 21 35 15
lebih besar dari mean (Mo<Md<M), pada kelompok kontrol. Dengan demikian, kurva poligon berupa kurva juling positif atau data skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol cenderung rendah. Data hasil belajar kelompok kontrol juga disajikan ke dalam bentuk kurva poligon, pada gambar 2 sebagai berikut. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Frekuensi (f)
Berdasarkan data kelompok eksperimen pada tabel 2 modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M) pada kelompok eksperimen. Dengan demikian, kurva poligon berupa kurva juling negatif atau data skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen cenderung tinggi. Data hasil belajar kelompok eksperimen juga disajikan ke dalam bentuk kurva poligon, pada gambar 1 sebagai berikut.
Kelompok Kontrol 19,10 19,0 18,83 20,34 4,51 10 29 20
Frekuensi (f)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
11.5
15.5
19.5
23.5
27.5
Nilai Tengah (X) 22
25 28 31 Titik tengah (X)
34
Gambar 1. Kurva Poligon Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen Data kelompok kontrol pada tabel 2 modus lebih besar dari median dan median
Gambar 2. Kurva Poligon Data Hasil Belajar Kelompok Kontrol Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Uji prasyarat analisis meliputi uji
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Normalitas sebaran data diuji dengan menggunakan rumus ChiSquare
( 2 ).Kriteria
pengujian
pada taraf signifikasi 5% dan derajat kebebasan dk = (jumlah kelas – parameter 1).
data
2 2 berdistribusi normal jika hitung < tabel,
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Kelompok Data Hasil Belajar Post-test Eksperimen Post-test Kontrol
χ2 3,08 0,58
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Chi-Square ( 2 ), diperoleh harga 2 hitung hasil post-test kelompok eksperimen sebesar 3,08 dan 2 tabel dengan derajat kebebasan (dk) = 5 pada taraf signifikansi 5% adalah 5,591. Hal 2 ini berarti, hitung hasil post-test kelompok eksperimen lebih kecil dari tabel 3,08 < 5,591) sehingga data hasil post-test kelompok eksperimen berdistribusi normal. 2 hitung Sedangkan, hasil post-test 2
Nilai Kritis dengan Taraf Signifikansi 5% 5,591 5,591
Status Normal Normal
kelompok kontrol adalah 0,58 dan tabel dengan derajat kebebasan (dk) = 5 pada taraf signifikansi 5% adalah 5,591. Hal ini 2 berarti, hitung hasil post-test kelompok 2
kontrol lebih kecil dari tabel (0,58< 5,591) sehingga data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Selajutnya uji homogenitas menggunakan uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Hasil uji homogenitas varians data hasil belajar dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut. 2
Tabel 4 Hasil Uji Homogenitas Varians Sumber Data Post-test kelompok eksperimen Post-test kelompok kontrol
Varians (s2)
Fhitung
Ftabel
Status
0,56
2,43
Homogen
11,36 20,34
Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui harga Fhitung sebesar 0,56. Sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 19, dbpenyebut = 19, pada taraf signifikansi 5% adalah 2,43. Hal ini berarti Fhitung lebih kecil dari Ftabel (0,56 < 2,43) sehingga dapat dinyatakan bahwa varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis, maka dilanjutkan dengan pengujian hipotesis alternatif (H1) yang berbunyi “terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Siklus Belajar Catur Pramana dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V sekolah dasar di Desa Muncan Kecamatan Selat” Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika thitung > ttabel. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan db = n1 + n2 – 2. Hasil perhitungan uji-t disajikan pada tabel 5.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Tabel 5 Hasil Perhitungan Uji-t
Sumber Data Post-test kelompok eksperimen Post-test kelompok kontrol
Standar Deviasi (s)
Varians (s2)
3,4
11,36
4,51
20,34
Hasil analisis uji-t dengan rumus separated varians memperoleh thitung sebesar 8,135. Sedangkan, ttabel dengan db = 38 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (8,135 > 2,021) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V sekolah dasar di Desa Muncan Kecamatan Selat”. Ditinjau dari perbedaan rata-rata skor hasil belajar, rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana lebih besar dari rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional ( X 1 28,9 X 2 18,65) . Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V sekolah dasar di Desa Muncan Kecamatan Selat. Hasil uji hipotesis membuktikan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak sehingga hipotesis alternatif (H1) diterima. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
thitung
ttabel
Status
8,135
2,021
H0 ditolak
pembelajaran konvensional. Model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana yang diterapkan pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelompok kontrol dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar IPA siswa. Besarnya pengaruh antara Siklus Belajar Catur Pramana dan model pembelajaran konvensional dapat dilihat dari perbedaan hasil analisis statistik deskriptif antara kedua kelompok sampel. Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol. Hal ini didasarkan pada perbedaaan kecenderungan skor hasil belajar IPA dan perbedaan rata-rata skor hasil belajar IPA antara kedua kelompok sampel. Ditinjau dari kecenderungan skor, sebaran data hasil belajar IPA kelompok eksperimen menunjukkan kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi, sedangkan sebaran data hasil belajar IPA kelompok kontrol menunjukkan kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Apabila dilihat dari perbedaan ratarata hasil belajar IPA, rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 28,9 berada pada kategori tinggi sedangkan skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 18,65 berada pada kategori sedang. Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih baik daripada skor hasil belajar IPA kelompok kontrol. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
IPA pada siswa kelas V sekolah dasar di Desa Muncan Kecamatan Selat dibandingkan dengan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai yaitu, (1) hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional dengan mean (M) = 19,1 termasuk dalam kategori sedang, (2) hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana dengan mean (M) = 28,8 termasuk dalam kategori tinggi, (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V sekolah dasar di Muncan Kecamatan Selat. Perbedaan tersebut dilihat dari rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen yang lebih besar dari rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol ( X 1 28,9 X 2 18,65) . Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai yaitu, disarankan kepada sekolah dasar yang mengalami permasalahan rendahnya hasil belajar IPA untuk menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana dalam pembelajaran IPA di sekolah tersebut. Disarankan kepada guru agar menerapkan suatu model pembelajaran yang berlandaskan budaya lokal dan didukung oleh media pembelajaran yang relevan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Disarankan kepada peneliti lain yang
ingin meneliti model pembelajaran Siklus Belajar Catur Pramana agar melaksanakan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk memperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha. Arifin, A. 2007. Profil Baru Guru dan Dosen Indonesia. Jakarta: Pustaka Indonesia. Chandra, Didi T. 2006. “Memilih Buku Pelajaran IPA yang Memenuhi Standar Kualitas”. Pelangi Pendidikan, Edisi V (hlm. 16-18). Dimyati dan Moedjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Rusyan, Tabrani. 1993. Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bina Budaya. Riduwan. 2006. Menyusun Alfabeta.
Metode dan Teknik Tesis. Bandung:
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Suja, I W. 2007. Pendidikan Sains berbasis Content dan Context Budaya Bali. Jurnal IKA, Vol.5. -------, dkk. 2008. Model Pembelajaran Sains Berbasis Siklus Belajar Catur Pramana. Hasil penelitian. Singaraja: Undiksha. -------dkk. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Berbasis Siklus Belajar Catur Pramana. Jurnal
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Pendidikan dan Pengajaran jilid 42 (1): 30 - 36, Singaraja: Undiksha. Suma, K. 2009. "Pendidikan Guru Abad ke21". Orasi Ilmiah. Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, 31 Oktober 2009. Tegeh, M. 2010. "Peningkatan Kulitas Pembelajaran di Perguruan Tinggi Menuju Pribadi Unggul". Orasi Ilmiah. Disampaikan dalam rangka Dies Natalis ke-4 Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, 10 Mei 2010.