e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TSTS TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DI DESA KALIASEM KECAMATAN BANJAR KABUPATEN BULELENG 1
2
I Komang Adi Wijana , Gede Raga , I Wayan Suwatra
3
1,2,3
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected] ,
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Sekolah Dasar di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan desain penelitian ”non-equivalent posttest only control group design”. Populasi penelitian adalah semua siswa kelas V SD di desa Kaliasem kecamatan Banjar yang berjumlah 119 orang, dengan sampel penelitian 66 orang siswa kelas V di desa Kaliasem yang terdiri dari 35 orang siswa kelas V di SD N 2 Kaliasem sebagai kelas eksperimen dan 31 orang siswa kelas V di SD N 4 Kaliasem sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dalam penelitian ini didapatkan dari metode tes. Tes yang digunakan yaitu tes uraian. Data yang didapatkan dari metode tes dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan uji-t. Hasil penelitian pada tes hasil belajar IPA siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TSTS sebesar 32,54. Sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional sebesar 18,94. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t menunjukkan thitung > t tabel, dengan nilai thitung sebesar 14,17 dan nilai ttabel sebesar 2,00. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TSTS dan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Kata-kata kunci: two stay two stray, hasil belajar. Abstract The purpose of this research was to know the difference between IPA learning outcomes of the students that learned using cooperative learning model TSTS and students that learned using the conventional teaching fifth grade elementary school students in the village of Kaliasem . The study was a quasi-experimental study ( quasi experiment ) with the design of the study of "non - equivalent posttest only control group design" . The study population was all fifth grade students in the village of Banjar Kaliasem districts totaling 119 people , with a sample of 66 students of class V in Kaliasem village consisting of 35 fifth grade students in elementary N 2 Kaliasem as an experimental class and 31 students of class V The SD N 4 Kaliasem as the control class . Collecting data in this study is obTSTSned from the test method . The data obTSTSned from the test method analyzed by descriptive and t-test. The results of research on IPA tests learning outcomes of students showed that the average score of learning outcomes of students who take IPA learning by using learning models TSTS at 32,54 . While the average score of IPA learning outcomes students who take learning with conventional learning of 18,94 . Hypothesis testing using t-test showed t count > t table , with a value of t at 14,17 and
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 2.00 ttable value . Based on these results we can conclude that there are significant differences between IPA learning outcomes of students who take lessons with TSTS learning model with the learning outcomes of students who take social studies learning with conventional learning methods. The result of students in studying science is more better using Two Stay Two Stray (TSTS) learning than using konvensional learning. Key words: two stay two stray, learning outcomes
PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia hanya dapat diperoleh dari proses belajar yaitu pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan sumber daya manusia dapat memiliki kualitas fisik dan kemampuan berpikir yang tinggi. Pendidikan adalah salah satu benuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan merupakan syarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang seharusnya terjadi sejalan dengan adanya perubahan budaya kehidupan. Peranan cara pembelajaran yang digunakan oleh guru tentunya dapat menentukan pencapaian tujuan belajar. Supriyadi (1995:56) berpendapat bahwa, untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan penggunaan metode pembelajaran yang optimal. Hal ini berarti bahwa untuk mencapai kualitas pengajaran yang tinggi setiap mata pelajaran khususnya IPA harus diorganisasikan dengan metode pembelajaran yang tepat. Rendahnya hasil belajar dalam mata pelajaran IPA tidak terlepas dari peran guru dalam merancang dan mengimplementasikan strategi pembelajaran. Jika dalam mengajar IPA guru hanya memfokuskan pada pemberian informasi berupa konsepkonsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum serta rumus-rumus dalam bentuk sudah jadi kepada siswa,tentunya bertentangan dengan proses belajar IPA. Lubis (2006:1) menyatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional harus memiliki sejumlah kemampuan mengaplikasikan berbagai teori belajar dalam bidang pengajaran, kemampuan meaamilih, menerapkan metode pengajaran yang efektif dan efisien, kemampuan melibatkan siswa
berpartisifasi aktif, dan kemampuan membuat suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Rendahnya hasil belajar IPA dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: (1) guru masih lebih menonjolkan metode ceramah dalam pembelajaran, (2) guru belum memaksimalkan model-model pembelajaran yang inovatif, (3) guru belum mengembangkan materi, hanya menyampaikan materi yang ada di buku, (4) terbatasnya buku sumber yang dimiliki oleh guru maupun siswa, (5) interaksi siswa rendah hal ini ditandai dengan jarang terlihat siswa mengajukan pertanyaan, (6) siswa hanya menunggu informasi dari guru. Berdasarkan Hasil wawancara dengan sejumlah guru di sekolah juga memberikan fakta bahwa siswa kurang dibelajarkan dengan prinsip metode ilmiah. Pembelajaran seperti ini kurang memberikan pemahaman konsep yang baik bagi siswa. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ada di sekolah juga masih 61. KKM yang belum terlalu tinggi juga menjadi indikator rendahnya pemahaman konsep siswa untuk mencapai hasil yang maksimal. Pembelajaran yang masih sering digunakan di sekolah-sekolah yaitu model pembelajaran konvensional yaitu suatu pembelajaran yang lazim diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari (Octari, 2011:18). Seperti pada proses pembelajaran yang terjadi di sekolah tempat penelitian, guru lebih cenderung mengarahkan siswa sebagai penerima informasi yang pasif dan belajar secara hafalan. Siswa jarang diberi kesempatan untuk mengalami langsung dan menerapkan konsep dalam mencapai pemahaman yang mendalam. Hal ini diduga sebagai faktor penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas dalam pembelajaran IPA, khususnya pada hasil belajar. Kurangnya instrumen dalam
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 pembelajaran yang menuntut siswa untuk meningkatkan hasil belajar juga merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Hal ini dapat terlihat dari soal-soal ujian atau ulangan umum yang lebih menekankan pada pemahaman atau soal-soal yang bersifat hafalan. Hasil belajar yang cenderung rendah akan berakibat pada kurang mampunya siswa untuk menganalisis permasalahan yang diajukan dalam test ulangan sekolah maupun test hasil belajar siswa. Siswa sering mengalami masalah dalam menghadapi permasalahan yang gampang dengan adanya sedikit pengecoh. Kenyataannya ini menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan suatu permasalahan siswa masih menggunakan hafalan saja dan terlepas dari proses berpikir yang lebih tinggi. Oleh karena itu, hasil belajar siswa perlu ditingkatkan agar lebih baik lagi. Berdasarkan permasalahan di atas, maka hasil belajar IPA siswa kelas V perlu ditingkatkan. Untuk mencapai hasil yang optimal, guru sebaiknya memberikan pengalaman belajar kepada siswa bahwa belajar IPA sebaiknya bertahap sampai didapatkan penyelesaian. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan yang bekerja sama dengan sesama siswa untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas-tugas terstruktur melalui diskusi. Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif (Trianto, 2007:48). Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif yang dimaksud adalah sebagai berikut: fase pertama, menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa; Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase kedua, menyajikan informasi; Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase ketiga, mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok kooperatif; guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase keempat, membimbing kelompok bekerja dan belajar; Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase kelima, evaluasi; Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase keenam, memberikan penghargaan; Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dimaksud adalah model pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray. Lie (2002:59) menyatakan bahwa struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan pembelajaran yang diwarnai dengan kegiatan individu. Pada kenyataannya diluar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya. Metode ini memberi kesempatan yang lebih banyak pada siswa untuk bertanya, menjawab, dan saling membantu atau berinteraksi dengan teman. Melalui bertanya pada teman kelompoknya atau kelompok lain maka mereka akan memperoleh informasi yang lebih lengkap dari sekedar yang mereka ketahui. Melalui komunitas yang lebih kecil, siswa lebih bebas mengemukakan pendapat dan menanyakan hal yang kurang dimengerti. Dengan demikian mereka saling melakukan kunjungan kekelompok lain maka mereka memiliki kesempatan untuk melakukan sharing informasi antar kelompok. Adapun bahwa langkah-langkah dari pembelajaran Two Stay Two Stray (Lie, 2002:60) yaitu: (1) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa; (2) setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompok dan masingmasing bertamu ke kelompok lain; (3) dua
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka; (4) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri serta melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; dan (5) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Model pembelajaran kooperatif teknik TSTS memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari model Two Stay Two Stray menurut Agustina (2007:19) adalah sebagai berikut: (1) dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan; (2) kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna; (3) lebih berorientasi pada keaktifan; dan (4) membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Di samping kelebihan-kelebihan di atas, pembelajaran ini juga memiliki kelemahan. Kelemahan model Two Stay Two Stray yaitu: (1) membutuhkan waktu yang lama; (2) siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok; (3) bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga); serta (4) guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Berdasarkan uraian tersebut, perlu diupayakan suatu model pembelajaran yang bisa membangkitkan respon siswa untuk meningkatkan hasil belajar, bekerja secara aktif dan kolaboratif, dan lebih memposisikan guru sebagai motivator dan fasilitator dalam pembelajaran. Muhammad Ali (dalam Agung, 2010:76) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor guru, siswa, kurikulum dan lingkungan. Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) faktor guru, setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri, pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu mengajar atau melaksanakan pengajaran. Gaya mengajar yang dilakukan guru mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran guru bersangkut-an, yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep, psikologi dan kurikulum; (2) faktor siswa,setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian,
kecakapan yang dimiliki masing-masing itu meliputi kecakapan potensial maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar; (3) faktor kurikulum, bahan-bahan pengajaran sebagai isi kurikulum mengacu kepada tujuan yang hendak dicapai; dan (4) faktor lingkungan, lingkungan meliputi kadaan ruangan, tata ruang dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar IPA adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut terdiri atas: faktor fisiologi psikologis. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas faktor lingkungan (fisik dan sosial) dan faktor instrumental (kurikulum, sarana- prasarana, guru, metode dan media serta manajemen). Meningkatkan hasil belajar IPA dapat dilakukan oleh guru dengan pembelajaran menggunakan strategistrategi pembelajaran konstruktivistik yang berpotensi seperti pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang diterapkan, yaitu diantaranya model pembelajaran kooperatif teknik TSTS (Two Stay Two Stray) yakni salah satu pembelajaran yang dapat mengkondisikan siswa dalam suatu lingkungan belajar yang nyaman yaitu belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi kelompok tetapi siswa tetap belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya masing-masing melalui proses internalisasi. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif teknik TSTS adalah terdapat kombinasi antara belajar secara kooperatif dengan belajar secara individu. Peranan guru dalam pembelajaran kooperatif teknik TSTS hanya sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif karena siswa dituntun belajar bekerja secara kelompok serta tanggung jawab tentang pengetahuan yang diperolehnya bersama. Mengingat masalah tersebut sangatlah penting, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk untuk
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Desa Kaliasem. METODE Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar yang ada di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain penelitian non equivalent post-test only control group design, karena tidak semua variabel yang muncul dalam kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat selama 24 jam. Populasi subjek penelitian ini adalah kelas V semester ganjil SD di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar tahun ajaran 2013-2014 sebanyak 4 sekolah dimana setiap kelas mempunyai kemampuan akademik yang homogen. Keempat SD tersebut yaitu SDN 1 Kaliasem dengan jumlah 25 siswa, SDN 2 Kaliasem dengan jumlah 35 siswa, SDN 3 Kaliasem dengan jumlah 28 siswa dan SDN 4 Kaliasem dengan jumlah 31 siswa. Jadi, seluruh siswa kelas V SD di Desa Kaliasem berjumlah 119 siswa Sebelum menentukan kelas sampel, dilakukan uji kesetaraan terhadap populasi penelitian. Dilakukannya uji kesetaraan berdasarkan beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut adalah jumlah murid SD di Desa Kaliasem hampir sama, tidak terdapat sekolah unggulan di Desa Kaliasem, rata-rata semua guru yang mengajar di SD Kaliasem memiliki pendidikan terakhir S1, serta sarana dan prasarana yang dimiliki oleh keempat SD tersebut hampir setara. Jadi tidak ada sekolah yang terlihat menonjol pada Desa Kaliasem sehingga perlu dilakukan uji kesetaraan. Berdasarkan hasil uji kesetaraan menggunakan uji anava, diperoleh seluruh populasi setara yang artinya kemampuan hasil belajar IPA siswa kelas V SD yang ada di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar tahun pelajaran 2013/2014 relatif sama. Selanjutnya, sampel penelitian ditentukan
dengan menggunakan simple random sampling. Pemilihan sampel dalam penelitian ini, dilakukan dengan teknik undian. Berdasarkan hasil pengundian, diperoleh dua kelas sampel yaitu kelas V SDN 2 Kaliasem dan SDN 4 Kaliasem. Kelas sampel yang telah didapatkan kemudian diundi lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol. Berdasarkan hasil pengundian diperoleh kelas V SDN 2 Kaliasem sebagai kelas eksperimen dan kelas V SDN 4 Kaliasem sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran TSTS dan kelas kontrol diberikan perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. Sebelum memulai penelitian perlu terlebih dahulu menentukan variabel bebas dan variabel terikatnya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan model pembelajaran konvensional. Dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa. Rancangan Penelitian yang digunakan adalah post-test only control group design. Pemilihan desain ini karena peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa. Metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang dapat digunakan adalah angket (kuisioner), tes, wawancara, dokumen, dan observasi. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode tes. Tes hasil belajar IPA siswa ini berupa tes uraian yang disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dan kurikulum. Karena dalam menjawab soal bentuk tes uraian siswa dituntut untuk menjawab secara rinci sehingga proses berpikir, ketelitian sistematis penyusunan dapat dievaluasi. Tes tersebut telah di uji coba di tempat penelitian, sehingga teruji validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembedanyanya. Hasil tes uji lapangan tersebut selanjutnya diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 kontrol sebagai post-test. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif dan data dianalisis dengan menghitung nilai mean, median, modus, standar deviasi, varian, skor maksimum, dan skor minimum. Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk kurva poligon. Sebelum dilakukan pengujian untuk mendapatkan kesimpulan, maka data yang diperoleh perlu diuji normalitas dan homogenitasnya. Uji normalitas dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benarbenar berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dan uji homogenitas dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benar-benar homogen. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap
hasil belajar IPA digunakan teknik statiska Uji–t. Analisis ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika terbukti bahwa kedua sampel n1 = n2 dan variansnya homogen, maka dilakukan analisis uji t (ttest) menggunakan rumus separated varians dan jika terbukti bahwa kedua sampel n1 ≠ n2 dan variansnya homogen, maka dilakukan analisis uji t (t-test) menggunakan rumus polled varians dengan taraf signifikansi 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Adapun hasil analisis data statistik deskriptif disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi Data hasil belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Mean Median Modus Varians Standar Deviasi
Kelompok Eksperimen 32,54 32,88 33,64 16,08 4,01
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa dari 35 siswa kelas eksperimen dan 31 siswa kelas kontrol, jika dilihat dari perolehan skor rata-rata ( ) siswa kelas eksperimen memiliki skor rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan selisih 13,6 (32,54 – 18,94). Begitu pula dengan nilai median (Md) serta nilai modus (Mo), yaitu pada kelas eksperimen memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol. Berdasarkan data tabel deskripsi data hasil tes hasil belajar IPA pada kelas eksperimen, hubungan antara M, Md dan Mo menunjukanan bahwa nilai dari ketiganya adalah Mo>Md>M, ini menunjukkan kurva tersebut adalah kurva juling negatif. Karena Modus>Median>Mean (33,64 > 33,88 > 32,54). Hal ini menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa pada kelas eksperimen cenderung tinggi dan sebagian siswa di kelas eksperimen dapat memahami serta menyelesaikan soal IPA. Dan berdasarkan
Kelompok Kontrol 18,94 18,92 18,83 14,13 3,76 pada tabel pedoman konversi kecendrungan data hasil belajar IPA siswa, skor rata-rata kelas eksperimen berada pada kategori baik yaitu sebesar 32,54. Apabila divisualisasikan ke dalam bentuk poligon, maka tampak pada Gambar 1. 14 12 10
Frekuensi
Statistik
8 6 4 2 0 25
28
31
34
37
40
Tit i k Tengah
Gambar 1. Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
Berdasarkan data pada tabel deskripsi data hasil tes hasil belajar IPA kelas kontrol, hubungan antara M, Md dan Mo menunjukan bahwa nilai dari ketiganya adalah Md<M<Mo, ini berarti kurva tersebut adalah kurva juling positif. karena Modus < Median < Mean (18,83 < 18,92 < 18,94). Hal ini menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa kelas kontrol cenderung rendah. Berdasarkan pada tabel pedoman konversi kecendrungan data hasil belajar IPA siswa, skor rata-rata kelas kontrol berada pada kategori cukup yaitu sebesar 18,94. Apabila divisualisasikan ke dalam bentuk poligon, maka tampak pada Gambar 2.
IPA siswa kelompok eksperimen adalah 2,73 dan 2 tabel dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,82. Hal ini berarti, 2 hitung data skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih kecil dari 2 tabel ( 2 hitung < 2 tabel), sehingga data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal. 2 hitung data skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 4,39 dan 2 tabel dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,82. Hal ini berarti, 2 hitung data skor hasil belajar IPS kelompok kontrol lebih kecil dari 2 tabel ( 2 hitung <
2 tabel), sehingga data hasil belajar IPS
12
Frekuensi
10 8 6 4 2 0 11
14
17
20
Tit i k Tengah
23
26
Gambar 2. Poligon Data Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan beberapa uji prasyarat. Terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas terhadap data skor hasil belajar IPA siswa. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut bedistribusi normal. Uji normalitas data hasil belajar IPA dianalisis menggunakan uji ChiSquare ( 2 ) dengan kriteria apabila
2 hitung < 2 tabel maka data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh 2 hitung data skor hasil belajar
siswa kelompok kontrol berdistribusi normal. Setelah melakukan uji prasyarat yang pertama yaitu uji normalitas, selanjutnya dilakukan uji prasyarat yang ke dua yaitu uji homogenitas varians. Uji homogenitas varians data hasil belajar IPA dianalisis menggunakan uji F dengan kriteria kedua kelompok memiliki varians homogen jika Fhitung < Ftabel dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1–1 dan derajat kebebasan untuk penyebut n2–1. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh Fhitung data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,14 sedangkan Ftabel (dbpembilang = 34, dbpenyebut = 30, dan taraf signifikansi 5%) adalah 1,93. Hal ini berarti, varians data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Hipotesis penelitian yang diuji adalah terdapat perbedaan hasil belajar IPA kelas V yang signifikan antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Pada Uji hipotesis ini menggunakan uji–t independent (sampel tidak berkorelasi). Adapun hasil analisis uji hipotesis menggunakan uji-t disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Hasil Belajar Varians n Kelompok 16,08 35 Eksperimen Kelompok Kontrol 14,13 31 Berdasarkan tabel di atas, diperoleh thitung sebesar 14,17, sedangkan ttabel dengan db = 64 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,00. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa, terdapat perbedaan hasil belajar IPA kelas V yang signifikan antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Pembahasan Hasil analisis terhadap skor hasil belajar IPA siswa menunjukkan bahwa ratarata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TSTS sebesar 32,54 sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional sebesar 18,94. Pengujian hipotesis menggunakan uji-t pada taraf signifikansi = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 64, diperoleh nilai thitung sebesar 14,17. Sedangkan dari hasil perhitungan didapat nilai ttabel sebesar 2,00. Nilai uji-t tersebut menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran metode pembelajaran TSTS dengan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif model pembelajaran TSTS terhadap hasil belajar IPA siswa. Data skor hasil belajar IPA siswa pada kelas eksperimen yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran tipe TSTS menunjukan bahwa sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Data dapat dilihat pada grafik poligon. Berbagai macam temuan yang didapatkan dalam
Db 64
thitung
ttabel
Kesimpulan
14,17
2,00
thitung > ttabel (H0 ditolak)
pelaksanaan pembelajaran kelas eksperimen diantaranya: 1) siswa merasa lebih senang karena diajak berdiskusi dalam mengikuti proses pembelajaran, 2) siswa menjadi lebih aktif dalam menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru, karena dalam pembahasannya siswa dapat berdiskusi dengan teman kelompoknya, 3) belajar siswa menjadi lebih bermakna, 4) minat belajar dan perstasi siswa semakin meningkat. Hal tersebut tampaknya sejalan dengan teori Agustina (2007:19) yang menyatakan bahwa kelebihan model pembelajaran TSTS yaitu, 1) dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, 2) kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, 3) lebih berorientasi pada keaktifan, dan 4) membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Berdasarkan uraian di atas, jika model pembelajaran kooperatif tipe TSTS diterapkan dengan efektif dan efisien pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, maka dapat memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Berbeda halnya dengan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran TSTS, dalam pembelajaran konvensional lebih bersifat teacher centered. Dalam proses pembelajaran guru menyampaikan materi dan siswa bertugas untuk menyimak materi yang disampaikan oleh guru. Siswa tidak diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang akan dikaji. Siswa sebagai penerima informasi yang pasif. Kondisi ini cenderung membuat siswa tidak termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, dan sulit meningkatkan hasil belajar. Kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah disertai dengan pertanyaan sederhana dan jawabannya hanya melibatkan daya ingat. Dalam pembelajaran siswa juga jarang mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dengan siswa lain dalam kelas. Hal tersebut tampaknya sesuai dengan kelemahan-kelemahan model pembelajaran konvensional yaitu 1)
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 pembelajaran berjalan membosankan siswa menjadi pasif, karena tidak menemukan sendiri konsep yang diajarkan. siswa hanya aktif mencatat, 2) kepadatan konsepkonsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan, 3) pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah cepat terlupakan, 4) siswa yang berteknik visual menjadi rugi, dan hanya siswa yang berteknik auditif (mendengarkan) yang benar-benar menerimanya, 5) mudah membuat siswa menjadi jenuh, 6) keberhasilan metode ini sangat bergantung pada siapa yang menggunakannya, dan 7) siswa cendrung menjadi pasif dan guru yang menjadi aktif (teacher centered). Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pengulangan beberapa konsep yang berkaitan dengan materi untuk mengingatkan kembali sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ni Luh Made Prima Lindayani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Berbantuan Lembar Kerja Siswa untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas V SD No 19 Pemecutan tahun Pelajaran 2011/2012 menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray sangat efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Hasil penelitian sejenis juga disampaikan oleh Ni Wayan Sri Astitiningsih (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Memanfaatkan Lingkungan Sekolah Sebagai Media Belajar untuk Meningkatkan Hasil BelajarIPA pada Siswa Kelas V Semester II SD No 1 Beratan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2010/2011 dimana menunjukkan hasil yang positif. Meskipun demikian, bukan berarti penggunaan model pembelajaran TSTS dalam proses pembelajaran tidak memiliki kekurangan/kelemahan. Beberapa kendala yang dihadapi yaitu membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, guru menganggap penggunaan model TSTS membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan
tenaga), dan guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Namun, kendala tersebut tidak selalu dialami dalam setiap pertemuan, kendala tersebut mengalami perubahan pada pertemuan-pertemuan berikutnya dan semakin mengalami peningkatan menjadi lebih baik. Dari uraian-uraian di atas, menunjukkan bahwa hasil belajar ipa siswa dengan menggunakan model pembelajaran TSTS lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran TSTS dengan hasil belajar IPA siswa kelas V Sekolah Dasar di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar tahun pelajaran 2013/2014. DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Undiksha. Agustina, Lya Bhektia. 2007. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Dua Tinggal Dua Tamu untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X-1 Semester 1 SMA Wahid Hasyim Malang. Skripsi. Malang: Program studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. Lie,
Anita. 2002. Mempraktekkan cooperative Learning di Ruangruang Kelas. Jakarta: Pt Gramedia.
Lubis. 2006. “Skripsi PTK Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray sebagai Upaya untuk Meningkatkan Keterampilan Berdiskusi siswa kelas IX A SMP N. X”. Tersedia pada http://gudangmakalah.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 4 Agustus 2013). Octari.
2011. Model Pembelajaran Konvensional. Tersedia pada http://digilib.unimed.ac.id/public/UNI MED-Undergraduate-22261BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 15 Juni 2013.
e-Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
Supriyadi. 1995. Penggunaan Metode Pembelajaran. Tersedia pada : http://www.fisikamangraho.blogspot.c om/2010/06/modelpembelajarandua tinggal dua tamu.html. (diakses pada tanggal 15 Agustus). Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Astitiningsih, Ni Wayan Sri. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Memanfaatkan Lingkungan Sekolah Sebagai Media Belajar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V Semester II SD No 1 Beratan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha.