PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP NILAI SENSORI NEUROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS MEL DI DESA NEPEN KECAMATAN TERAS BOYOLALI
NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : Hanif Nur Rohmad NIM. S12019
PROGRAM STUDI S-1 1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP NILAI SENSORI NEUROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI DESA NEPEN KECAMATAN TERAS BOYOLALI Hanif Nur Rohmad1), Wahyuningsih Safitri2), Ika Subekti Wulandari2) 1)
Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
2)
ABSTRAK Diabetes mellitus merupakan gangguan sistem endokrin yang ditandai dengan kadar gula darah sewaktu 70 – 200 mg/dLnormalyang terjadi akibat kelainan sekresi insulin. Neuropati diabetes meurapakan efek dari hiperglikemi pada neuro dan perubahan metabolisme sel yang menggangu fungsi saraf. Senam kaki diabetes adalah kegiatan latihan yang dilakukan oleh pasien untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah pada bagian kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki terhadap nilai sensori neuropati pada penderita diabetes melitus. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan Quasi Eksperimenwith control group populasi dalam penelitian ini adalah 46 penderita diabetes mellitus.Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposivesampling yaitu 46 responden dibagi menjadi 2 kelompok, kontrol 23 perlakuan 23. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan nilai kelompok kontrol 0,73 dan perlakuan 0,00 yang artinya ada pengaruh senam kaki terhadap tingkat sensori neuropati pada penderita diabetes mellitus dengan p 0,006 < 0,05. Kata Kunci Daftar Pustaka
: Neuropati, Diabetes Melitus, Senam Kaki : 61 (2006-2016)
1
Effect of Diabetic Foot Gymnastics on Sensory Neuropathy Score of the Diabetes Mellitus Sufferers in Nepen Village, Boyolali Sub-district, Teras, Boyolali Hanif Nur Rohmad1), Wahyuningsih Safitri 2), Ika Subekti Wulandari 2) 1) 2)
Student of Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada Health Science College of Surakarta 2016 Lecturer of Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada Health Science College of Surakarta
ABSTRACT Diabetes mellitus is an endocrinal system disorder indicated by random blood sugar levels of 70 – 200 mg/dLwhich takes place due to an insulin secretion disorder.Diabetic neuropathy is a hyperglycemic effect on the nerves and metabolic changes in the cells that disrupt the neural functions. Diabetic foot gymnastics is an exercise done by diabetic patients to prevent them from wound and to improve the blood circulation in their lower extremities. The objective of this research is to investigate the effect of diabetic foot gymnastics on the sensory neuropathy of the diabetes mellitus sufferers. This research used the quasi experimental quantitative method with the control group design. Its population was 46 diabetes mellitus sufferers. The samples of research were determined through the purposive sampling technique and consisted of 46 respondents who were divided into two groups: 23 in the control group and 23 in the experimental group. The data of research were analyzed by using the Wilcoxon’s analysis. The result of research shows that the score of the control group was 0.73, and that of the experimental group was 0.00 meaning that there was an effect of diabetic foot gymnastics on the sensory neuropathy level of the diabetes mellitus sufferers with the pvalue = 0.006 < 0.05. Keywords References
: Neuropathy, diabetes mellitus, foot gymnastics : 61 (2006-2016) akan memicu produksi hormon insulin
I. PENDAHULUAN merupakan
oleh kelenjar pancreas, hal ini berkaitan
gangguan system endokrin yang ditandai
dengan kadar gula darah meninggi secara
dengan kadar gula darah sewaktu 70 –
terus-menerus,
200 mg/dL normalyang terjadi akibat
rusaknya pembuluh darah, saraf dan
kelainan
Insulin
struktur internal lainnya, zat kompleks
yang
yang terdiri dari gula didalam dinding
berfungsi
pembuluh darah menyebabkan pembuluh
mengendalikan kadar glukosa dalam
darah menebal. Akibat penebalan ini,
darah dengan mengatur produksi dan
maka aliran darah akan berkurang,
penyimpanannya
terutama yang menuju ke kulit dan saraf
Diabetes
melitus
sekresi
insulin.
merupakan
suatu
diproduksi
pankreas
hormon yang
(American
Diabetes
Assosiation, 2004 dalam Smeltzer&Bare, 2008). Peningkatan kadar gula darah ini
2
(Badawi, 2009).
sehingga
berakibat
Tingkat
penderita
diabetes
mengontrol
tekanan
darah,
denyut
melitus secara global pada tahun 2014
jantung, pecernaan dan fungsi seksual,
sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk
Neuropati
sensorik
di dunia dan terdapat 387 kasus pada
serabut
saraf
tahun 2014 (IDF, 2015). Indonesia
meneyababkan gangguan sensasi rasa
menempati urutan ke 7 dengan 8,5 juta
getar, rasa sakit, rasa kram, kebas
penderita
setelah
rangsangan suhu dan hilangnya reflex
Mexico, angka kejadian diabetes melitus
tendon, saraf sensorik ini merupakan
meningkat 1,1% di tahun 2007 dan
system saraf yang pertama kali terganggu
meningkat 2,1% di tahun 2013 dari
pada diabetes militus sebelum saraf
keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta
motoric dan otonom (Yunir, 2006).
jiwa (Riskesdas, 2013). Data terbaru
Komplikasi neuropati dengan masalah
menunjakkan bahwa 1 dari 5 orang
yang terkait dengan suplai darah ke kaki
dengan
mengalami
dapat menyebabkan ulkus kaki dan
neuropati. Resiko neuropati dapat terjadi
penyembuhan luka lambat untuk sembuh.
sekitar
diabetes
diabetes
2
kali
melitus
(20%)
kerusakan
sensorik
akan
lebih
tinggi
Infeksi ini dapat menyebabkan luka
orang
tanpa
amputasi, 40-70% dari dasar pengobatan
diabetes (Riskesdas, 2013). Penderita
yang dapat dilakukan ketika sudah terjadi
diabetes
komplikasi
dibandingkan
lipat
atau
dengan
melitus
akan
mengalami
hanyalah
dengan
cara
neuropati diabetika dengan prevalensi
mengontrol kadar gula darah semaksimal
sekitar 66% dan 8% nya sudah menderita
mungkin untuk mencegah terjadinya
neuropati pada saat di diagnosa diabetes
keadaan
(Tanasal,
diebetes
neuropati akan terus berlangsung seiring
selama 25 tahun, lebih dari 40%. Secara
perjalanan penyakit diabetes melitus
keseluruhan
yang diderita (WHO, 2011).
2013).
Penderita
prevalensi
neuropati
diperkirakan sebesar 28% (Tesfaye et al., 2010).
yang
lebih
buruk,
karena
Latihan jasmani merupakan salah satu dari empat pilar utama (obat, diit,
Neuropati diabetes meurapakan
terapi, edukasi) penatalaksaan diabetes
efek dari hiperglikemi pada neuro dan
melitus (Fitria, 2009). Salah satu jenis
perubahan
yang
olahraga yang dianjurkan pada penderita
menggangu fungsi saraf (Beer et al,
diabetes adalah senam kaki (Akhtyo,
2006).
dapat
2009). Senam kaki diabetes adalah
menyebabkan hilangnya rasa pada kaki,
kegiatan latihan yang dilakukan oleh
dapat mempengaruhi system saraf yang
pasien untuk mencegah terjadinya luka
metabolisme
Neuropathy
sel
diabetes
3
dan membantu melancarkan peredaran
Kecamatan
darah pada bagian kaki (Suryadi, 2004).
Kelurahan
Olahraga yang tepat dilakukan adalah
Kabupaten
olahraga yang teratur, terukur, terkendali
terdapat 46 penderita penyakit gula atau
dan seimbang, dianjurkan latuhan teratur
diabetes melitus,serta tidak ada terapi
3-4 kali dalam seminggu selama kurang
atau kegiatan rutin dalam memberikan
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai
perawatan kepada warga yang menderita
dengan CRIPE (contyinuous, Rhythmical,
penyakit diabetes millitus. Wawancara
Interval,
Endurance
dengan pederita diabetes menyatakan jika
Training) sesuai dengan kemampuan
bangun pagi hari merasakan kaki sakit
pasien.Peran kita sebagai perawat adalah
jika untuk berjalan dan merasa sering
membimbing klien untuk melakukan
kesemutan dan kaku di pagi hari.
Progresive,
sanam kaki secara mandiri (Atun, 2010).
Teras, Nepen
sedangkan Kecamatan
Boyolali,
di Teras
menyatakan
Dari hasil latar belakang tersebut
Senam kaki ini dapat diberikan
maka peneliti tertarik untuk melakukan
pada kepada seluruh penderita diabetes
penelitian
melitus dengan tipe satu atau dua.
Senam Kaki Terhadap Nilai Sensori
Namun
ini
neuropati
diberikan semenjak pasien di dignosa
Melitus”.
sebaiknya
senam
kaki
dengan
Pada
judul
“Pengaruh
Penderita
Diabetes
menderita diabetes melitus sebagi upaya pencegahan dini, senam kaki padat
II.
METODOLOGI
berpengaruh untuk memperbaiki sikulasi
Jenis
penelitian
ini
adalah
darah dan meningkatkan sensivitas kaki.
penelitian
Apabila
akan
Quasi Eksperimenwith control group.
dan
Populasi pada penelitian ini adalah 46
mordibitas,
penderita diabetes mellitus di desa Nepen
tidak
menimbulkan meningkatkan
dilakukan ganggren,
kecacatan
kuantitatif
dengan
desain
senam kaki sangat dianjurkan untuk
Teras
penderita
mengalami
pengambilan sampel menggunakan total
gangguan sikulasi, darah dan neuropati
sampling yaitu 46 orang. Pelaksanaan
dikaki (Widianti, 2010).
penelitian pada bulan Juni 2016 di desa
diabetes
yang
Hasil studi pendahuluan yang
Kabupaten
Boyolali.Teknik
Nepen Teras Kabupaten Boyolali.
dilakukan peneliti tanggal 28 April 2016
Alat penelitan yang digunakan
melalui wawancara insidental kepada 3
kuesioner. Kuesioner yang digunakan
kader kesehatan Puskesmas sebanyak
adalah Subjective Peripheral Neuropathy
313 yang terdiri dari 13 Desa di
Questionnaire
4
(SPNSQ).
Kuesioner
SPNSQ mempunyai 15 pertanyaan yang
1. Karakteristik Responden Hasil penelitian yang telah
mencakup gejala neurophaty. Pertanyaan no.1,2,4,5,6,8,9,10,11,12,13,14,15 diberi
dilakukan
skor 1 jika menjawab “tidak”, dana skor
responden berdasarkan jenis kelamin,
0 jika menjawab “ya” soal no.3 dan 7
umur, lama menderita DM dan nilai
diberi skor 1 jika menjawab “ya” dan
sensori
skor 0 jika menjawab “tidak”. Skor
dalam bentuk tabel serta deskripsi.
pengukuran SPNQ (Joseph M, 2005).
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis KelaminKelompok Kontrol (n=23) Jenis Kelamin f % Laki-Laki 8 35 Perempuan 15 65 n=23 23 100
Kuesioner SPNQ merupakan instrumen pengembangan dari NTSS-6 oleh Edward J
yang pernah di uji validkan di
Amerika,
Kanada
Belgia,
Jerman,
Hungaria, Kroasia, Slovenia, dan Inggris, konsistensi
internal
didemonstrasikan
dengan
telah nilai
rhitung
0.773-0.885 dan reliabilitas (Cronbach α = 0,762). Analisis
data
univariat
didapatkan
karakteristik
neuropatiyang
disajikan
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis KelaminKelompok Perlakuan (n=23) Jenis Kelamin f % Laki-Laki 9 39 Perempuan 14 61 n=23 23 100
penelitianmeliputi, jenis kelamin, umur,
Berdasarkan Tabel 1 dan 2
lama menderita DM dan nilai sensori
karakteristik responden berdasarkan
neuropati.
jenis
dalam
bentuk
proporsi
kelamin
pada
kelompok
yang
kontrol didapatkan hasil yang paling
dilakukan untuk mengetahui pengaruh
banyak adalah perempuan sebanyak
senam kaki diabetes terhadap nilai
15 orang (65%) dan kelompok
sensori
perlakuan paling banyak adalah
presentase,
analisis
neuropathy
bivariat
pada
penderita
diabetes mellitus dilakukan uji Paired t-
perempuan
Test.
penelitian
(61%).Hasil penelitian ini sejalan
diketahui hasil analisis normalitas data
dengan Sunaryo (2013) berdasarkan
dengan Shapiro Wilk data pada kelompok
jenis
kontrol tidak normal (0,039< 0,05)
responden
sehingga digunakan uji alternatif Paired
diabetik adalah 67%. Penelitian
t-Test yaitu uji Wilcoxon.
yang sama juga dibuktikan oleh
Setelah
dilakukan
sebanyak
kelamin yang
14
paling tidak
orang
banyak senam
Salindeho (2016) bahwa responden III. HASIL DAN PEMBAHASAN
yang mengikuti sena DM paling
5
banyak berjenis kelamin perempuan
memiliki kolesterol jahat tingkat
(56,7%).
trigliserida
Menurut peneliti kejadian DM
lebih
tinggi
dibandingkan dengan laki-laki, dan
lebih beresiko pada perempuan.
juga
Kejadian DM pada jenis kelamin
melakukan semua aktivitas dan gaya
perempuan dapat terjadi karena
hidup
penurunan hormon ekstrogen karena
mempengaruhi
menopause.
penyakit.
Menurut
Endriyanto
(2012) ekstrogen pada dasarnya berfungsi
untuk
menjaga
keseimbangan kadar gula darah dan meningkatkan penyimpanan lemak, serta progesteron yang berfungsi untuk
menormalkan
kadar
gula
darah dan membantu menggunakan lemak sebagai energi. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Erlina (2007) menunjukkan responden sebagian besar perempuan yaitu 14 orang (93,3%). Perempuan memproduksi hormon estrogen yang menyebabkan meningkatnya pengendapan lemak pada jaringan sub kutis sehingga
terdapat
perbedaan
sehari-hari
dalam
yang
sangat
kejadian
suatu
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan UsiaKelompok Kontrol (n=23) Usia f % 26-35 tahun 1 4 36-45 tahun 4 18 46-55 tahun 7 30 56-65 tahun 7 30 > 65 tahun 4 18 n=23 23 100 Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan UsiaKelompok Perlakuan (n=23) Usia f % 26-35 tahun 1 4 36-45 tahun 5 22 46-55 tahun 8 35 56-65 tahun 7 30 > 65 tahun 2 9 n=23 23 100 Berdasarkan Tabel 3 dan 4
memiliki
karakteristik responden berdasarkan
lemak tubuh yang lebih banyak.
usia pada kelompok kontrol yang
Lemak tubuh laki-laki >25% dan
paling banyak adalah usia 46-55 dan
perempuan
Menyebabkan
56-65 tahun sebanyak 7 orang
insiden DM 2 lebih banyak pada
(30,4%) dan kelompok perlakuan
perempuan dibandingkan pada laki-
yang paling banyak adalah 46-55
laki.
tahun sebanyak 8 orang (35%).
perempuan
cenderung
>35%.
Menurut peneliti perempuan lebih
beresiko
dikarenakan
6
yang
pada
Hasil penelitian ini sejalan
DM
dengan Erlina (2007) bahwa usia
perempuan
responden senam DM 50-70 tahun.
terkena
Usia sangat erat kaitannya dengan hiperglikemia.
< 5 tahun ≥ 5 tahun n=23
9 14 23
39 61 100
Rochmah (2006) menyatakan semakin tua golongan usia kejadian DM semakin meningkat sejumlah 50-92%
usia
gangguan
lanjut
mengalami
toleransi
glukosa.
Peningkatan kadar glukosa darah pada lanjut usia karena resistensi insulin akibat perubahan komposisi
Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama SakitKelompok Perlakuan (n=23) Lama Sakit f % < 5 tahun 9 39 ≥ 5 tahun 14 61 n=23 23 100
tubuh, turunnya aktivitas, perubahan
Berdasarkan Tabel 5 dan 6
pola makan dan penurunan fungsi
karakteristik responden berdasarkan
neurohormonal.
lama sakit pada kelompok kontrol
Peneliti berasumsi bahwa hal
yang paling banyak adalah > 5 tahun
ini kejadian DM muncul pada
sebanyak 7 orang (61%) dan pada
penderita yang berusia lebih dari 50
kelompok perlakuan yang paling
tahun. Hal berhubungan dengan
banyak adalah < 5 tahun sebanyak
karakteristik pembuluh darah dari
14 orang (61%).Hasil penelitian ini
sistem saraf perifer mempengaruhi
sejalan
patogenesis
bahwa responden DM menderita
terjadinya
Sistem saraf
neuropati.
perifer yang hanya
oleh
(2014)
Faktor
hiperglikemia
yang
beberapa
lama, genetik dan mekanisme lain
arteriole transperineurial ke dalam
seperti imun akan meningkatkan
endoneurium,
sangat
stres oksidatif dan merangsang jalur-
iskemia.
jalur lainnya yang menyebabkan
suplai
kerusakan saraf, endotel pembuluh
vaskular, menyebabkan sistem saraf
darah, glomerulus, mesangial dan
perifer pada pasien diabetes sangat
sel retina (Vincent et al., 2008).
rentan
Lama maupun usia penderita DM
rentan
ditembus
Darsana
sudah > 5 tahun sebanyak 51%.
ditutup oleh perineurium, hanya dapat
dengan
sehingga
terhadap
Ketergantungan
terhadap
mengalami
gangguan
(Yagihashi et al.,2010).
tipe
Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama SakitKelompok Kontrol(n=23) Lama Sakit f %
terjadinya komplikasi DM.
2
berpengaruh
Peneliti menderita
DM
berasumsi dapat
terhadap
lama beresiko
7
terkenanya
komplikasi
2. Pengaruh Senam Kaki Terhadap Nilai
makroangiopati
maupun
Sensori Neuropati Pada Penderita
mikroangiopati.
Komplikasi
mikroangiopati neuropati
misalnya
yang
akan
meningkat
seiring
bertambahnya
usia.
Diabetes Mellitus
seperti semakin dengan
Komplikasi
seperti ini menyebabkan ekstremitas akan mengalami penurunan sensasi
Tabel 8Uji Normalitas Data Shapiro Wilk (n=46) Kelompok Statistik df Sig. Perlakuan ,968 23 ,643 Kontrol ,909 23 ,039 Berdasarkan
terhadap rangsangan. Tabel 7Tingkat Sensori Neuropati Sebelum dan Setelah Perlakuan (n=46) Nilai Kontrol Perlakuan Sebelum 8,87 7,13 Setelah 8,48 8,00 n=46 Berdasarkan tabel
7 nilai
sensori neuropati sebelum perlakuan didapatkan hasil bahwa rata-rata nilai
sensori
neuropati
pada
kelompok kontrol adalah 8,87 dan kelompok perlakuan 7,13. Nilai sensori neuropati setelah perlakuan didapatkan hasil bahwa rata-rata nilai
sensori
neuropati
pada
normalitas
data
Shapiro-Wilk kelompok
Tabel
8
uji
menggunakan
didapatkan
perlakuan
nilai
0,643
dan
kontrol 0,039 sehingga data kelompok perlakuan
normal
dan
kelompok
kontrol tidak normal. Data yang tidak normal
tidak
dapat
di
uji
menggunakan paired sampel t test maka akan digunakan uji alternatif yaitu Wilcoxon. Tabel 9Perbedaan Kelompok (n=46) Kelompok Pre Post Sig. Perlakuan 7,13 8,00 0,000 Kontrol 8,87 8,48 0,073 Berdasarkan Tabel 9 uji T test
kelompok kontrol adalah 8,48 dan
didapatkan
kelompok perlakuan 8,00. Pada hasil
kelompok perlakuan adalah 0,000 p <
ini terdapat penurunan nilai rata-rata
0,05 yang artinya ada pebedaan antara
sensori neuropati pada kelompok
pre-post
kontrol sebanyak 0,39 sedangkan
perlakuan.Hasil
kelompok
mengalami
dukung oleh penelitian Salindeho
peningkatan rata-rata nilai sensori
(2016) yang menunjukkan berbedaan
neuropati sebanyak 0,87.
selisih mean rata-rata kadar gula
perlakuan
nilai
test
p
value
pada penelitian
pada
kelompok ini
di
darah sebelum dan sesudah intervensi
8
dimana pada kelompok intervensi
metabolisme
lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita diabetes mellitus, sehingga
selisih mean rata-rata kadar gula
menurunkan
darah kelompok kontrol.
(Wiarto, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan
karbohidrat
kadar
pada
glukosanya
Upaya penanganan pada pasien
dengan penelitian Sunaryo (2013)
diabetes
menunjukkan
pencegahan
terjadinya
komplikasi
memiliki resiko ulkus kaki diabetik
adalah
melakukan
upaya
berdasarkan nilai ABI (Ankle Brachial
pengendalian DM yang salah satu
Index)
teraturnya
pasien
senam diabetik berdasarkan resiko
melakukan
aktifitas
terjadinya ulkus kaki diabetik adalah
Dengan
30 orang (57,7%), tidak beresiko
memperbaiki
mengalami ulkus kaki diabetik dan 22
sehingga dapat memperbaiki kadar
orang (47.3%). Menurut penelitian
gula dalam darah. Aktifitas fisik yang
Selindeho (2016) senam diabetes
juga sering dianjurkan adalah senam
mellitus berpengaruh terhadap gula
diabetes mellitus. Menurut peneliti
darah.
aktifitas
pada
responden
kelompok
yang
perlakuan
Pengaruh senam diabetes
mellitus
sekaligus
DM
dalam
berolahraga.
berolahraga
diharapkan
sensitivitas
fisik
juga
dapat
insulin
membantu
mellitus terhadap perubahan kadar
meningkatkan
sensivitas
tubuh
gula darah dapat dilihat pada nilai
terhadap insulin, yang membantu
rata-rata kadar gula darah pretest dan
untuk menjaga kadar gula darah
post test pada kelompok intervensi
dalam kisaran normal.
dan kelompok kontrol, mean pretest
Hasil uji Wilcoxon didapatkan
244,07 mg/dl dan posttest 217,40
nilai p value pada kelompok kontrol
mg/dl.
adalah 0,073 > 0,05 yang artinya tidak
Melakukan olahraga yang baik
ada perbedaan antara pre-post test
dan teratur membuat peningkatan
pada
aliran ke otot dengan cara pembukaan
control pada penelitian ini tidak
kapiler (pembuluh darah kecil diotot),
diberikan perlakuan apapun sehingga
dan hal ini akan menurunkan tekanan
sampel hanya di ukur nilai neuropati
pada otot yang pada gilirannya akan
2 kali pada minggu pertama dan
meningkatkan
minggu
penyediaan
dalam
kelompok
kontrol.Kelompok
keempat.
Faktor
yang
jaringan otot itu sendiri. Dengan
menyebabkan tidak adanya perbedaan
demikian akan mengurangi gangguan
antara pre dan post yaitu karena faktor
9
perlakuan atau latihan senam kaki,
sedikit perubahan, perubahan lebih
pada
besar dapat dirasakan oleh kelompok
kelompok
kontrol
tidak
diberikan latihan sehingga sirkulasi
perlakuan.
darah pada kaki belum optimal. Hasil tersebut
didukung
wawancara bahwa olahraga
kepada
tidak rutin,
oleh
Agustianingsih
hasil
(2013) tentang pengaruh senam kaki
10 responden
diabetes terhadap sirkulasi darah kaki
pernah
melakukan
responden
hanya
pada penderita diabetes melitus tipe 2 di
Desa
Leyangan Timur
Kecamatan
beraktifitas ringan seperti jalan dan
Ungaran
bekerja.
normalitas Saphiro Wilk, didapatkan
Hasil penelitian ini sejalan
didapatkan
uji
p-value untuk nilai ABI pretest pada
dengan penelitian yang dilakukan oleh
kelompok
Wahyuni (2015) tentang seman kaki
masing-masing sebesar 0,001 dan
diabetik efektif meningkatkan ankle
0,001. Sedangkan untuk nilai ABI
brachial index pasien DM tipe 2 mean
posttest pada kelompok intervensi dan
kontrol senam kaki diabetik adalah
kontrol masing-masing sebesar 0,002
0.62 artinya dalam kategori nilai ABI
dan 0,002. Oleh karena semua p-value
berada pada obstruksi sedang. Selisih
tersebut lebih kecil dari α (0,05),
rata-rata nilai ABI sebelum dan
maka dapat disimpulkan bahwa data-
sesudah melakukan senam diabetik
data
adalah 0,31. Pada uji statistik lebih
berdistribusi normal. Hasil penelitian
lanjut menggunakan Wilcoxon test
menunjukkan ada perbedaan yang
didapatkan hasil ada perbedaan yang
signifikan pada sirkulasi darah kaki
signifikan antara nilai ABI sebelum
kelompok intervensi sebelum dan
dan sesudah senam kaki diabetik
sesudah
diberikan
p=0,00.
diabetes
pada
Hasil penelitian yang dilakukan
10
Penelitian
intervensi
tersebut
dan
kontrol
dinyatakan
senam
penderita
melitus tipe 2 di
tidak
kaki
diabetes
Desa Leyangan
peneliti menunjukkan bahwa pada
Kecamatan
kelompok kontrol mempunyai selisih
Kabupaten Semarang (sirkulasi darah
nilai rata-rata sebesar 0,39 sedangkan
kaki p value 0,001). Hasil penelitian
pada kelompok perlakuan mengalami
menunjukkan
peningkatan yaitu sebesar 0,87. Hasil
kelompok kontrol sebelum perlakuan
tersebut membuktikan bahwa pada
sebesar
kelompok kontrol hanya mengalami
mengalami penurunan menjadi 0,693
0,700
Ungaran
rata-rata
Timur
nilai
kemudian
ABI
sedikit
sesudah perlakuan. Bahwa tidak ada
penelitian
perbedaan
pada
responden pada kelompok kontrol
responden
cenderung memiliki nilai neuropati
yang
sirkulasi
signifikan
darah
kelompok
kaki
kontrol
sebelum
menunjukkan
bahwa
dan
yang rendah atau buruk sehingga
sesudah diberikan intervensi pada
peneliti meyakini bahwa responden
penderita diabetes melitus di Desa
pada
Leyangan,
Ungaran
gangguan pada sistem persarafan di
Semarang
kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil
Kecamatan
Timur,
Kabupaten
(sirkulasi darah p value 0,785).
rata-rata
nilai
ABI
kelompok kontrol sebelum perlakuan sebesar
0,700
kemudian
kontrol
memiliki
penelitian yaitu tidak ada pengaruh
Hasil penelitian Waluyo (2013) menunjukkan
kelompok
sedikit
yang
signifikan
pada
kelompok
kontrol dengan p value 0,073. Tabel 10Uji Wilcoxcon(n=46) Kelompok Kontrol Perlakuan p Post test 8,48 8,00 0,006
mengalami penurunan menjadi 0,693 sesudah
perlakuan
perbedaan sirkulasi
yang darah
Berdasarkan
Tabel
4.9
uji
tidak
ada
signifikan
pada
Wilcoxon didapatkan nilai p value pada
responden
kelompok kontrol adalah 0,006 < 0,05
kaki
dan
maka H0 diterima yang artinya tidak
sesudah diberikan intervensi pada
ada pengaruh senam kaki terhadap
penderita diabetes mellitus di Desa
tingkat
Leyangan,
kelompok kontrol penderita diabetes
kelompok
Timur,
kontrol
sebelum
Kecamatan Kabupaten
Ungaran Semarang
peneliti
neuropati
pada
mellitus dengan selisih mean 0,48. Gerakan-gerakan senam kaki
(sirkulasi darah p value 0,785). Menurut
sensori
responden
ini
dapat
memperlancar
peredaran
pada kelompok kontrol cenderung
darah di kaki, memperbaiki sirkulasi
kurang aktif dalam melakukan gerak
darah, memperkuat otot kaki dan
pada ekstremitasnya terutama bagian
mempermudah
gerakan
kaki.
(Anneahira,
2011).
Kondisi
ini
terjadi
ketika
sendi
kaki
Penelitian
gangguan atau kelainan saraf yang
sebelumnya oleh Putri dkk (2013)
terjadi memengaruhi saraf di luar otak
tentang pengaruh senam kaki diabetik
dan saraf tulang belakang dengan kata
terhadap
intensitas
lain, neuropati perifer memengaruhi
diabetik
pada
saraf-saraf anggota gerak, seperti jari
mellitus tipe 2 menunjukkan bahwa ada
kaki,
pengaruh senam kaki diabetik terhadap
kaki
dan
tungkai.
Hasil
nyeri
neuropati
penderita
diabetes
11
intensitas nyeri neuropati diabetik pada
menguntungkan
penderita diabetes mellitus tipe 2 di
Menurut Santoso (2006) menjelaskan
RSUD Ungaran Semarang dengan p
bahwa latihan/ senam diabetes yang
value 0,001 (p<0,05).
teratur dapat mengurangi rasa cemas,
Menurut Suryanto (2009) yang
secara
psikologis.
timbul
perasaan
senang
dikutip dari Karinda (2013) senam
percaya
diri,
sehingga
diabetes
jenis
melakukan latihan maka stres pasien
yang
akan berkurang.
penekanannya pada gerakan ritmik otot,
Menurut
senam
mellitus aerobic
merupakan low
impact
rasa
dengan
peneliti
upaya
pasien
diabetes
sendi, vaskuler dan saraf dalam bentuk
penanganan
peregangan
mellitus sekaligus juga pencegahan
dan
relaksasi.
Dalam
pada
dan
melakukan senam diabetes mellitus,
terjadinya
intensitas yang baik adalah rentang 60 –
melakukan upaya pengendalian DM
90%
maksimal.
yang salah satu teraturnya pasien DM
Rentang ini lazim disebut sebagai
dalam melakukan aktifitas berolahraga.
training zone atau daerah latihan. Suatu
Dengan
latihan
memperbaiki
dari
denyut
yang
nadi
dilakukan
seseorang
komplikasi
berolahraga
adalah
diharapkan
sensitivitas
insulin
dinilai telah memenuhi takaran yang
sehingga dapat memperbaiki kadar gula
baik apabila telah memenuhi rentang di
dalam darah. Aktifitas fisik yang juga
atas.
sering Melakukan olahraga yang baik
dianjurkan
adalah
senam
diabetes mellitus.
dan teratur membuat peningkatan aliran
Hal
ini
sejalan
dengan
ke otot dengan cara pembukaan kapiler
penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo
(pembuluh darah kecil diotot), dan hal
(2013)
ini akan menurunkan tekanan pada otot
diabetik terhadap penurunan resiko
yang
ulkus kaki diabetik, dimana penderita
pada
gilirannya
akan
meningkatkan
penyediaan
dalam
jaringan
otot
senam
senam
diabetik
memiliki peluang menurunkan resiko
demikian akan mengurangi gangguan
ulkus diabetik sebanyak satu kali
metabolisme karbohidrat pada penderita
dibandingkan penderita DM yang tidak
diabetes mellitus, sehingga menurunkan
mengikuti senam. Keikutsertaan dalam
kadar
glukosanya
Latihan/ bermanfaat
senam secara
sendiri.
mengikuti
pengaruh
Dengan
12
itu
yang
tentang
(Wiarto,
2013).
senam diabetik didasari oleh berbagai
diabetes
selain
alasan antara lain kesadaran pasien
fisik
juga
untuk meningkatkan kesehatan dan
mengontrol
gula
mengisi
berfungsi sebagai menurunkan sakit,
kesibukan dan anjuran dokter. Hal ini
vasodilatasi pembuluh darah sehingga
dipengaruhi
terjadi
oleh
darah,
beberapa
faktor,
penurunan
tekanan
darah
sistolik
brachialis
yang
antara lain faktor pengetahuan atau
terutama
persepsi
dan
berhubungan langsung dengan nilai
perawatan diabetes, motivasi diri, dan
ABI (Ancle Bracial Index) (Laksmi
informasi.
dkk, 2006).
terhadap
penanganan
Senam kaki menjadikan tubuh Penelitian
sebelumnya
oleh
menunjukkan
ada
peredaran darah. Peredaran darah yang
signifikan
pada
lancar akibat digerakkan, menstimulasi
kelompok
darah mengantar oksigen dan gizi lebih
intervensi sebelum dan sesudah senam
banyak ke sel-sel tubuh, selain itu
kaki diabetes pada penderita diabetes
membantu
mellitus tipe 2 di Desa Lyangan
banyak untuk dikeluarkan (Natalia et
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
al., 2012). Gerakan kaki yang diberikan
Semarang dengan p value 0,001. Pada
dengan metode active lower ROM
kelompok
menunjukkan
efektif meningkatkan nilai ABI pada
adanya peningkatan sirkulasi darah
pasien DM karena diyakini bahwa
yang
kaki
active lower ROM dimulai dari adanya
diabetes dapat membantu memperbaiki
kontraksi otot yang mempengaruhi
sirkulasi darah kaki dan memperkuat
kerja jantung, vasodilatasi, dan terjadi
otot-otot kecil kaki dan mencegah
vasokonstriksi pada pembuluh vena
terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain
sehingga meningkatkan aliran balik
itu dapat meningkatkan kekuatan otot
vena (Suari dkk, 2013). Dalam gerakan
betis, otot paha, dan juga mengatasi
senam kaki juga terdapat peregangan
keterbatasan
kaki
Waluyo
(2013)
perbedaan sirkulasi
yang darah
kaki
intervensi
signifikan
karenasenam
pergerakan
sendi
(Widianti & Atikah, 2010). Gerakan-gerakan
menjadi
rileks
dan
membawa
(stretching).
melancarkan
racun
Stretching
lebih
kaki
dianggap efektif melancarkan sirkulasi yang
darah ke daerah kaki, meningkatkan
dilakukan selama senam kaki diabetik
kerja insulin dan melebarkan pembuluh
sama halnya dengan pijat kaki yaitu
darah yang diakui
memberikan tekanan dan gerakan pada
meningkatkan tekanan sistolik pada
kaki
kaki (Witari dkk, 2015).
mempengaruhi
kaki
hormon
yaitu
berperan serta
meningkatkan sekresi endorphin yang
13
Menurut peneliti senam kaki
1. Jenis
kelamin
pada
kelompok
yang diberikan 3x dalam seminggu
kontrol didapatkan hasil yang paling
meningkatkan aliran darah perifer di
banyak adalah perempuan sebanyak
kaki, sehingga sensori pada saraf-saraf
15 orang (65%) dan kelompok
kaki akan mengalami respon atau
perlakuan paling banyak adalah
rangsangan yang lebih baik. Berbeda
perempuan
dengan pada kelompok kontrol yang
(61%), Usia pada kelompok kontrol
tanpa
apapun,
yang paling banyak adalah usia 46-
tingkat sensori yang ditimbulkan akan
55 dan 56-65 tahun sebanyak 7
sama karena tidak distimulasi latihan
orang
seperti senam kaki. Neuropati sering
perlakuan
berdampak kepada saraf kaki, jadi
adalah 46-55 tahun sebanyak 8
sangat penting bagi penderita neuropati
orang (35%), Lama sakit pada
untuk memberikan perawatan khusus
kelompok
terhadap kakinya. Beberapa cara di
banyak adalah > 5 tahun sebanyak 7
bawah ini bisa Anda lakukan sendiri di
orang (61%) dan pada kelompok
rumah, seperti jangan keluar rumah
perlakuan
tanpa
adalah < 5 tahun sebanyak 14 orang
diberikan
memakai
perlakuan
alas
kaki,
jangan
menggunakan alas kaki yang rusak atau tidak sesuai ukuran kaki saat bepergian,
sebanyak
(30,4%)
14
dan
yang
kelompok
paling
kontrol
yang
orang
yang
paling
banyak
paling
banyak
(61%). 2. Ada
perbedaan
nilai
sensori
cuci kaki dengan air hangat setiap hari,
neuropati
dan keringkan terutama di bagian antara
kelompok perlakuan yaitu 0,000.
jari-jari kaki, potong kuku jari kaki jika
3. Ada
penderita
perbedaan
DM
nilai
pada
sensori
diperlukan, memeriksa telapak kaki
neuropati
secara rutin, untuk mencari luka robek,
kelompok kontrol yaitu yaitu 0,073.
luka melepuh, atau gangguan lainnya, senam
kaki
bisa
meningkatkan
penderita
DM
pada
4. Ada pengaruh senam kaki terhadap nilai
sensori
neuropati
pada
sirkulasi, atau berhenti merokok agar
penderita diabetes mellitus dengan p
sirkulasi
= 0,006 < 0,05.
darah
membaik,
untuk
mencegah iritasi, gunakan kaos kaki yang tebal. IV. SIMPULAN
14
V. DAFTAR PUSTAKA Akhtyo. (2009). Senam Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus. Jakarta: Cv. Aksara Buana.
Anneahira. (2011) . Senam Kaki Diabetes. Diakses 23 Agustus 2016 dari http://www.anneahira.com/ senam-kaki-diabetes.htm.
Karinda.(2013). pengaruh senam sehat diabete melitus terhadap profil lipid pasien dm tipe 2. Jurnal keperawatan. Universitas Jember.
Atun M. (2010). Lansia sehat dan bugar. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Laksmi dkk. (2006). Pengaruh foot massage terhadap ankle brachial index (ABI) pada pasien dm tipe 2 di Puskesmas II Denpasar Barat. Journal Of Udayana. Universitas Udayana Denpasar.
Badawi. (2009). Melawan Dan Mencegah Diabetes. Jogjakarta: Araskah. Beer et al. (2006).The Merck Manual of Medical Information. 2 ed. New York: Pocket Books. Darsana. (2014). Korelasi positif kadar asam urat serum tinggi dengan neuropati diabetik perifer pada penderita DM tipe 2 di rumah sakit umum Pusat Sanglah Denpasar. Tesis. Universitas Udayana Denpasar. Endriyanto. (2012). Efektifitas senam kaki diabetes melitus dengan koran terhadap tingkat sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2. Jurnal Keperawatan. Universitas Riau. Erlina. (2007). Pengaruh senam diabetes terhadap kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 di RSU Unit Swadana Daerah Kabupaten Sumedang.Artikel Publikasi. Politeknik Kesehatan Bandung. Fitria.(2009). Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:Salemba Medika. IDF. (2015). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, IDF Diabetes Atlas (Buku Elektronik),diakses 14 Mei 2016 dari www.idf.org/diabetesatlas.
Nataliaet al., (2012). Efektifitas senam kaki diabetik dengan tempurung kelapa terhadap tingkat sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus 2. JomUnri. 1– 9. Putri dkk. (2013). Pengaruh senam kaki diabetik terhadap intensitas nyeri neuropati diabetik pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Ungaran Semarang. Jurnal Penelitian. STIKes Telogorejo Semarang. Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI. Rochmah. (2006). Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Editor Suyono, S., 1857, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Salindeho. (2016). pengaruh senam diabetes melitus terhadap kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2 di sanggar senam persadia Kabupaten Gorontalo. ejournal keperawatan (e-kp). Volume 4 nomor 1. Santoso. (2006). Senam Diabetes Indonesia Seri 4. Jakarta: Persatuan Diabetes Indonesia.
15
Smeltzer & Bare. (2008). BukuAjar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC. Suari dkk. (2013). Pengaruh pemberian active lower ROM terhadap perubahan nilai ankle brachial index pasien DM tipe 2 di Wilayah Puskesmas II Denpasar Barat. Open Journal System. Universitas Udayana. 2(1). Sunaryo. (2013). Pengaruh senam diabetik terhadap penurunan resiko ulkus kaki diabetik pada pasien DM tipe 2 di perkumpulan diabetik. Artikel Penelitian. POLTEKES Surakarta. Suryadi, 2004Hubungan Antara Tingkat Gangguan Kognitif dengan Stadium Retinopati Diabetika pada Diabetes Melitus Tipe 2. Pp 6-22 Tanasal, 2013 Neuropati Diabetes. Eka Hospital BSD City TangerangSelatan. Diakses 4 Mei 2016 dari www.ekahospital.com/.../Neurop ati-Diabetes-dr.-AudhyTanasalSpS.pdf. Tesfaye et al., (2010). Vascular risk factorand diabetic neuropathy. N England J medicines. 352;341350. Vincent et al., (2008). Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews. 25(4): 612–628. Wahyuni. (2015). Seman kaki diabetik efektif meningkatkan ankle brachial index pasien DM tipe 2. Jurnal IPTEK Terapan 9 (2). STIKes Fort De Kock Bukittinggi.
16
Waluyo (2013). Pengaruh senam kaki diabetes terhadap sirkulasi darah kaki pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Skripsi S-1 Keperawatan. STIKes Ngudi Waluyo. WHO. (2011). Diabetes Fact Sheet. Diakses 6 Mei 2016 dari http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs312/en/. Wiarto. (2013). Fisiologi dan Olahraga. Yogyakarta: Graha Ilmu. Widianti. (2010).Senam Kesehatan Aplikasi Senam Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Witari dkk. (2015). Pengaruh latihan peregangan kaki (stretching) terhadap capillary refille time ekstremitas bawah pasien DM tipe 2. KMB Maternitas, Anak Dan Kritis. 2(1), 89–95. Yagihashi et al. (2010). Pathology and pathogenetic mechanisms of diabetic neuropathy: correlation with clinical signs and symptoms. Diabetes Res Clin Pract.; 77(Suppl. 1): 184–189. Yunir. (2006). Terapi Non Farmakologis Pada Diabetes Melitus. Dalam :Sudoyo, A.W., ed. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 18641867.