PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI DESA LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG Kartiko Heri Cahyono Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT
Impaired quality of sleep is a sleep disorder experienced by patients with symptoms always tired and exhausted throughout the day, as well as continuously. One of the changes that occur in the elderly are physical changes in the nervous system that can lead to disrupted sleep needs The improvement of sleep quality in elderly who suffered from sleep disorder can be done by several ways. One of them is by geriatric gymnastics that can stimulate optimal melatonin secretion and the influence of beta-endhorphin and help in improving the fulfillment of the needs of sleep in elderly. The purpose of this study is to analyze the influence of geriatric gymnastics toward quality of sleep in elderly at Leyangan village East Ungaran Sub-district Semarang Regency. This study used a quantitative approach with quasi-experimental method. This study used nonequivalent (pretest and posttest) control group design. The population in this study was the elderly who suffered from sleep disorder at Leyangan Village East Ungaran Sub-district Semarang Regency as many as 375 peoples and the samples were 34 respondents. Data instrument in measuring the quality of sleep used PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index). Sampling techniques using simple random sampling, the research carried out for 1 week. The results of this study indicate that there is an influence of geriatric gymnastic toward the quality of sleep in elderly at Leyangan village East Ungaran Sub-district Semarang Regency, with pvalue of 0.004 (α = 0.05). The geriatric gymnastics therapy can used to improve the quality of sleep in elderly who suffered from sleep disorder as a medication.
Keywords : Quality of sleep, Geriatric gymnastics, Elderly
PENDAHULUAN Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih dari 19 juta, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 14,439.967 jiwa (7,18%) dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%) sementara pada tahun 2011 jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa (9,51%), dengan usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta
(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes, 2012). Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai kemunduran yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru. Kemunduran lain yang dialami adalah kemunduran fisik antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul (Maryam, et.,al,
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
1
2012). Kemampuan fisik yang menurun juga menyebabkan perubahan kualitas tidur pada lansia (Putra, 2011). Seiring perubahan usia, tanpa disadari juga pada orang lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan kualitas tidur. Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia (Breus, 2004). Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun (Khasanah, 2012). Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas (Khasanah, 2012). Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir tidak memiliki tahap 4. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono & Widianti, 2010). Semakin bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan dari periode tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang dari usia bayi sampai usia lanjut. Bayi yang baru lahir tidur rata-rata 18 jam sehari, anak berusia 6 tahun rata-rata 10 jam, anak umur 12 tahun rata-rata 8,5 jam, orang dewasa 7 sampai 8 jam, sedangkan umur 60 tahun ke atas rata-rata 6 jam sehari. Orang yang berusia lebih dari 60 tahun sering menyampaikan keluhan gangguan tidur, terutama masalah kurang tidur (Putra, 2011). Perubahan kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun karena kemampuan organ dalam tubuh yang menurun, seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Penurunan kemampuan organ mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh turut terpengaruh (Prasadja, 2009). Menurut riset Universisity of Chicago, Amerika Serikat, keseimbangan metabolisme terganggu bila kurang tidur minimal tiga hari 2
dan dapat dihubungkan dengan kuantitas dan kualitas tidur. Kurang tidur dapat menyebabkan seseorang merasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari dan kurang berenergi serta menyebabkan gangguan konsentrasi (Imran, 2010). Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan seseorang absen dari pekerjaannya dan peningkatan risiko untuk gangguan kejiwaan termasuk depresi (Buysse, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada lansia antara lain penyakit, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan latihan (senam) (Saryono & Widianti, 2010). Upaya-upaya untuk mempertahankan kesehatan lansia baik yang bersifat perawatan, pengobatan, pola hidup sehat, diantaranya senam lansia (Widianti & Proverawati, 2010). Senam lansia adalah olahraga ringan yang mudah dilakukan dan tidak memberatkan, yang dapat diterapkan pada lansia. Aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh lansia agar tetap bugar dan tetap segar, karena senam lansia ini mampu melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja secara optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran didalam tubuh (Widianti & Proverawati, 2010). Senam mampu mengembalikan posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah. Senam mampu memaksimalkan supply oksigen ke otak, mampu menjaga sistem kesegaran tubuh serta sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh. Senam lansia merupakan kombinasi dari gerakan otot dan teknik pernafasan. Teknik pernapasan yang dilakukan secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik pernapasan tersebut, mampu memberikan pijatan pada jantung yang menguntungkan akibat naik turunnya diafragma, membuka sumbatan-sumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh. Senam lansia merangsang penurunan aktifitas saraf simpatis dan peningkatan aktifitas saraf para simpatis yang berpengaruh pada penurunan hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi pada pembuluh darah yang mengakibatkan transport oksigen ke seluruh tubuh terutama otak lancar sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan nadi menjadi normal. Pada
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
kondisi ini akan meningkatkan relaksasi lansia. Selain itu, sekresi melatonin yang optimal dan pengaruh beta endhorphin dan membantu peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur lansia (Rahayu, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang terdapat 375 lansia. Hasil wawancara dari 10 orang lansia yang melakukan olah raga pagi, senam dan jalan pagi tanpa jadwal dan keteraturan sebanyak 6 orang (60,0%) dan yang tidak melakukan olah raga sebanyak 4 orang (40,0%). Lansia yang mempunyai kualitas tidur yang buruk yaitu mengeluh tidak bisa tidur, sering terbangun 3 sampai 5 kali pada malam hari dan sulit untuk memulai tidur kembali sebanyak 7 orang (70,0%). Dijumpai pula 2 orang dari 7 orang dengan kualitas tidur yang buruk mempunyai keluhan kesehatan yaitu menderita diabetes mellitus. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul, “pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang”.
Sampel dalam penelitian ini adalah lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Penentuan besar sampel dalam penelitian ini berdasarkan estimasi (perkiraan) untuk menguji hipotesis beda ratarata (numerik) 2 kelompok tidak berpasangan. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara simple random sampling yaitu peneliti mengambil sampel dengan cara acak tanpa memandang strata yang ada dalam anggota populasi darimana sampel diambil merupakan populasi homogen yang hanya mengandung satu ciri dengan cara mengundi anggota populasi atau teknik undian. Sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu: 1) Lansia dengan gangguan kualitas tidur (hasil skrinning dengan PSQI yang dimodisikasi), 2) Lansia bersedia menjadi responden, 3) Lansia berusia 55 sampai dengan 75 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini, yaitu: 1) Lansia sedang mengalami sakit (krisis hipertensi), 2) Lansia yang mengalami dimensia, 3) Lansia yang mengkonsumsi obat yang berpengaruh terhadap tidur.
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan eksperimen semu (quasi experiment design). Experiment design adalah eksperimen yang belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen sebenarnya, karena variabelvariabel yang seharusnya dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau sulit dilakukan. Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk non equivalent control group design. Rancangan non equivalent control group design yaitu desain penelitian dengan mengelompokkan anggota sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak. Oleh sebab itu rancangan ini sering disebut juga non randomized control group pretest postest design. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebanyak 375 lansia.
Pengumpul Data Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Kuesioner kualitas tidur modifikasi dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI digunakan untuk mengukur kualitas tidur lansia. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang dimodifikasi dari 6 komponen yang berkorespondensi dengan domain yang ada pada daftar sebelumnya. Setiap komponen penilaian berkisar 0 (tidak ada kesulitan) sampai 3 (kesulitan tidur yang berat). Seluruh komponen dijumlahkan menjadi suatu skor keseluruhan (berkisar 0-18). Dalam kuesioner ini terdapat 6 skor yang digunakan sebagai parameter penilaiannya. Enam skor tersebut yaitu : kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, disfungsi siang hari. Rentang skor dari kualitas tidur adalah 018. Nilai 0 menunjukan tidak ada masalah. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan Analisis Univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat dalam
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
3
penelitian ini digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Variabel dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk frekuensi dan persentase yaitu: a) Gambaran kualitas tidur lansia sebelum diberikan senam lansia pada kelompok intervensi dan kontrol, b) Gambaran kualitas tidur lansia sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi dan kontrol. Analisis bivariat yang dilakukan oleh peneliti terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini meliputi: Uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis. Guna mengetahui apakah ada pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang peneliti menggunakan uji t test-independent karena membandingkan data yang berasal dari dua kelompok data yang tidak berpasangan. Uji t test-independent termasuk dalam uji statistik parametrik yaitu uji yang menggunakan asumsi-asumsi data berdistribusi normal dengan varian homogen dan diambil dari sampel yang acak. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Gambaran Kualitas Tidur Lansia sebelum Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia sebelum Penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol Frekuensi Persen Kualitas tidur (f) (%) Buruk 17 100,0 Jumlah
17
100,0
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa kualitas tidur lansia sebelum penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol dalam kategori buruk yaitu 17 orang (100,0%).
4
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia sebelum Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi Frekuensi Persen Kualitas tidur (f) (%) Buruk 17 100,0 Jumlah
17
100,0
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa kualitas tidur lansia sebelum diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori buruk yaitu 17 orang (100,0%). Gambaran Kualitas Tidur Lansia Setelah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia Setelah Penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol Frekuensi Persen Kualitas tidur (f) (%) Baik 1 5,9 Buruk
16
94,1
Jumlah
17
100,0
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa kualitas tidur lansia setelah penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol dalam kategori buruk yaitu 16 orang (94,1%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia Setelah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi Frekuensi Persen Kualitas tidur (f) (%) Baik 7 41,2 Buruk
10
58,8
Jumlah
17
100,0
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa kualitas tidur lansia sebelum diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi dalam kategori buruk yaitu 10 orang (58,8%).
Analisis Bivariat Tabel 5 Hasil Uji Kesetaraan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Sebelum Senam Lansia Kelompok Pretest
n
SD
t hitung
p-value
kontrol
17
0,0000
1,000
0,325
perlakuan
17
0,2425
Berdasarkan hasil uji kesetaraan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang dengan p value sebesar 0,325 (α=0,05), artinya kualitas tidur lansia sebelum diberikan senam lansia adalah setara sehingga dapat dibandingkan.
Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi Tabel 6 Perbedan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi Kelompok intervensi
Sebelum Sesudah
n
Mean
SD
t hitung
p-value
17 17
2,0000 1,5882
0,0000 0,5073
3,347
0,004
Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok intervensi kategori rata-rata kualitas tidur sebelum diberikan senam lansia sebesar 2,0000. Diketahui pula bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok intervensi kategori rata-rata kualitas tidur setelah diberikan senam lansia sebesar 1,5882. Hal tersebut menunjukkan ada peningkatan rata-rata kualitas tidur pada lansia
setelah diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa nilai t hitung sebesar 3,347 dan nilai p value sebesar 0,004 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia kelompok intervensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi.
Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol Tabel 7 Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol Kelompok kontrol
Sebelum Sesudah
n
Mean
SD
t hitung
p-value
17 17
2,0000 1,9412
0,0000 0,24254
1,000
0,332
Berdasarkan Tabel 7 tersebut dapat diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok kontrol kategori rata-rata kualitas
tidur sebelum penelitian sebesar 2,0000. Diketahui pula bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok kontrol kategori rata-rata kualitas
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
5
tidur sebelum penelitian sebesar 1,9412. Hal tersebut menunjukkan tidak ada peningkatan rata-rata kualitas tidur pada lansia kelompok kontrol setelah diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur. Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa nilai t hitung sebesar
1,000 dan nilai p value sebesar 0,332 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol.
Pengaruh Senam Lansia terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Tabel 8 Analisis Pengaruh Senam Lansia terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Variabel Kualitas tidur
Perlakuan Kontrol Intervensi
Mean
SD
t hitung
p-value
11,882 10,5882
1,363 2,063
2,157
0,040
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa ratarata kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol sebesar 11,882, Sedangkan rata-rata kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi sebesar 10,5882. Hasil uji independen t-test menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 2,157 sedangkan nilai p-value sebesar 0,040 (α = 0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN Gambaran Kualitas Tidur Lansia sebelum Diberikan Senam Lansia pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Beberapa responden mengalami penyakit fisik sebagai dampak dari proses penuaan. Penyakti yang mereka alami diantara terkait dengan pertulangan seperti rematik, gout dan sebagainya, dimana rasa nyeri yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut membuat tidur mereka terganggu. Penyakit lain yang dialami adalan yang berkaitan dengan inkontinensia urin atau kejadian ngompol. Inkontinensia urin di malam hari menyebakan mereka sering terbangun hingga pada akhirnya mereka tidak dapat mempertahankan tidurnya. Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik (misalnya kesulitan bernapas), atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan
6
masalah tidur. Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Penyakit juga dapat memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa. Sebagai contoh, memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur (Perry dan Potter, 2009). Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur, seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur faktor fisiologis, psikologis dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur diantaranya penyakit fisik. Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik (misalnya kesulitan bernapas), atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Penyakit juga dapat memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa. Sebagai contoh, memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur (Perry dan Potter, 2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wicaksono (2010), tentang analisis faktor dominan yang berhubungan dengan kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Hasil analisis data menunjukkan faktor yang yang mempunyai hubungan dengan kualitas tidur yaitu pada stres r=0,318; pada kelelahan r=0,438 dan pada penyakit r=-0,324. Sebagian responden mempunyai beberapa jenis penyakit seperti diabetes, hipertensi
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
sebagai dampak proses penuaan. Masalah tersebtu diatasi dengan menggunakan obatobatan farmakologi atas dasar resep dari dokter. Pemakaian obat dalam jangka panjang dengan tujuan mengatasi penyakit ternyata juga membawa efek samping. Salah satu efek samping yang dialami pemakai obat-obatan adalah menurunnya kualitas tidur. Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur, seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur faktor fisiologis, psikologis dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur yaitu obat-obatan dan substansi. Mengantuk dan deprivasi tidur adalah efek samping mediksi yang umum (lihat kotak di atas). Medikasi yang diresepkan untuk tidur seringkali memberi banyak masalah daripada keuntungan. Orang dewasa muda dan dewasa tengah dapat tergantung pada obat tidur untuk mengatasi stresor gaya hidupnya. Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol atau mengatasi penyakit kroniknya dan efek kombinasi dari beberapa obat dapat mengganggu tidur secara serius. L-triptofan, suatu protein alami ditemukan dalam makanan seperti susu, keju, dan daging, dapat membantu orang tidur (Menurut Perry dan Potter, 2009) Gambaran Kualitas Tidur Lansia Setelah Diberikan Senam Lansia pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Hasil penelitian menunjukkan kualitas tidur lansia setelah penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol dalam kategori buruk yaitu 16 orang (94,1%). Kualitas tidur lansia setelah penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori buruk ditunjukkan dengan kualitas tidur subjektif yang buruk dimana responden menyatakan kualitas tidur secara keseluruhan pada minggu lalu yaitu 66,7%. Selain itu, latensi tidur juga buruk dimana mereka menyatakan mereka menanti sebelum tertidur rata-rata 31-60 menit, tidak dapat tidur dalam tempo 30 menit dan 86,3%. Lama tidur lansia juga buruk dimana mereka mengalami tidur sesungguhnya kurang dari 5 jam sehari yaitu 86,3%. Kualitas tidur responden yang buruk tersebut disebabkan faktor gaya hidup yang tidak sehat. Gaya hidup yang tidak sehat dari responden adalah kebiasaan tidur hingga larut malam hari. Kebiasaan yang mereka lakukan diantaranya karena kebiasaan sejak masih
muda, yaitu begadang bersama teman teman. Kebiasaan tidur larut malam tersebut masih terbawa hingga usia mereka mengalami masalah kesehatan. Gaya hidup lainnya adalah pola konsumsi makanan setiap harinya. Mereka mengkonsumsi makanan yang serba digoreng dan menghindari konsumsi sayuran. Gaya hidup yang salah tersebut menyebabkan mereka kesulitan untuk tidur khususya pada malam hari. Menurut Perry dan Potter (2009), sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur diantaranya gaya hidup. Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Individu yang bekerja bergantian berputar (misalnya 2 minggu sift siang diikuti oleh 1 minggu sift malam) seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Perubahan lain dalam rutinitas yang mengganggu pola tidur meliputi kerja berat yang tidak biasanya, terlibat dalam aktivitas sosial pada larut malam dan perubahan waktu makan malam. Diperoleh sebagian besar responden kurang memperhatikan asupan makanan dan kalori terutama menjelang tidur malam. Sebagian besar responden mengkonsumsi makanan yang dapat menghambat tidur, diantaranya nasi, kopi dan sebagainya. Banyak pula diantara mereka yang harus merokok sebelum berangkat tidur. Makanan yang kurang bergizi tersebut menyebabkan mereka kesulitan menjelang tidur. Menurut Perry dan Potter (2009), sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur diantaranya asupan makanan dan kalori. Makan besar, berat, dan atau berbumbu pada makan malam dapat menyebabkan tidak dapat dicerna yang mengganggu tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi pada malam hari mempunyai efek produksi insomnia sehingga mengurangi atau menghindari zat tersebut secara drastis adalah strategi penting yang digunakan untuk meningkatkan tidur. Alergi makanan menyebabkan insomnia. Pada bayi, terbangun pada maiam hari dan menangis atau kolik dapat disebabkan alergi susu yang membuluhkan penggunaan ASI ibu atau formila bukan susu. Selain susu, makanan lain yang sering menyebabkan alergi penghasil insomnia di antara anak-anak dan orang dewasa meliputi jagung, gandum, kacangkacangan, coklat, telur, ikan laut, pewarna makanan warna merah dan kuning, dan ragi (Hauri dan Linde, 2000). Perbaikan tidur yang
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
7
normal memerlukan waktu sampai 2 (dua) minggu jika makanan tertentu yang menyebabkan masalah telah dihilangkan dari diet. Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia pada Kelompok Intervensi Kualitas tidur lansia pada kelompok intervensil sebelum diberikan senam lansia sebagian besar dalam kategori buruk dimana responden menyatakan kualitas tidur secara keseluruhan pada minggu lalu yaitu 66,7%. Selain itu, latensi tidur juga buruk dimana mereka menyatakan mereka menanti sebelum tertidur rata-rata 31-60 menit, tidak dapat tidur dalam tempo 30 menit dan 92,1%. Setelah diberikan senam lansia selama satu minggu yang dilakukan berseling-seling harinya diperoleh responden yang sudah mengalami peningkatan kualitas tidurnya dimana kualitas tidur latensi tidur (60,75%), lama tidur (86,3%), efisiensi tidur (86,2%) dan gangguan tidur (21,6%), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi. Hal tersebut didukung oleh pemberian senam lansia selama satu minggu dengan waktu berseling-seling. Senam lansia merupakan olahraga ringan dan mudah dilakukan bagi responden, tidak memberatkan yang diterapkan pada lansia yang dilakukan pada pagi hari meliputi latihan kepala dan leher, latihan bahu dan lengan, latihan tangan, latihan punggung, latihan paha dan kaki, latihan muka, latihan pernafasan, latihan relaksasi yang dilakukan 3 kali seminggu secara berselang seling selama 30 menit pada sore hari. Senam lansia yang diberikan tahapan latihan kebugaran jasmani yaitu rangkaian proses dalam setiap latihan, meliputi pemanasan, kondisioning (inti), dan penenangan (pendinginan). Semua senam dan aktifitas olahraga ringan tersebut sangat bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif/penuaan. Senam ini sangat dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia (45 thn) dan usia lansia (65 thn ke atas). Orang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan otot, kelentukan persendian, kelincahan gerak, keluwesan, cardiovascular 8
fitness dan neuromuscular fitness. Apabila orang melakukan senam, peredarah darah akan lancar dan meningkatkan jumlah volume darah. Selain itu 20% darah terdapat di otak, sehingga akan terjadi proses indorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan gerak) dan menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar. Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyut jantung waktu istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun. Manfaat senam lainnya yaitu terjadi keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast. Apabila senam terhenti maka pembentukan osteoblast berkurang sehingga pembentukan tulang berkurang dan dapat berakibat pada pengeroposan tulang. Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol Kualitas tidur lansia sebelum penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori buruk ditunjukkan dengan kualitas tidur secara keseluruhan pada minggu lalu yaitu 62,7%. Selain itu, latensi tidur juga buruk dimana mereka menyatakan mereka menanti sebelum tertidur rata-rata 31-60 menit, tidak dapat tidur dalam tempo 30 menit dan 96,1%, sedangakn setelah penelitian kualitas tidur secara keseluruhan pada minggu lalu yaitu 66,7%. Selain itu, latensi tidur juga buruk dimana mereka menyatakan mereka menanti sebelum tertidur rata-rata 31-60 menit, tidak dapat tidur dalam tempo 30 menit dan 86,3%. Hal tersebut menunjukkan tidak perbedaan yang bermakna kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok control. Beberrapa factor yang mempengaruhi diantara perubahan fisik akibat penuaan. Menurut Azizah (2011), perubahanperubahan pada diri manusia, antara lain perubahan fisik salah satunya adalah sistem saraf. Sistem susunan saraf mengalami
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan; kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi. Hal ini dapat di cegah dengan pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan untuk menjaga mobilitas dan postur. Pengaruh Senam Lansia terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang Pengaruh proses penuaan menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut akan mengalami penurunan. Lansia lebih rentan terkena berbagai macam penyakit karena semakin bertambahnya umur maka akan mengalami penurunan fungsi organ. Penurunan kondisi fisik lansia berpengaruh pada kondisi mental dan psikososial pada lansia. Masalah mental yang sering dialami oleh lansia lebih banyak dipengaruhi karena faktor kesepian, ketergantungan, dan kurang percaya diri sehingga menyebabkan lansia mengalami depresi, kecemasan, dan stres. Kondisi mental dan psikisosial pada lansia yang memicu bagi sebagian besar lansia mengalami gangguan tidur (Mangoenprasojo, 2005). Kualitas tidur berubah pada kebanyakan lansia. Episode tidur REM lansia cenderung memendek dan terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4. Beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Seorang lansia yang terbangun lebih sering di malam hari membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tertidur. Akan tetapi, pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikologis dalam penuaan lebih mudah memelihara tidur REM dan keberlangsungan dalam siklus tidur yang mirip dengan dewasa muda (Potter & Perry, 2009).
Meningkatkan kualitas tidur dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dari asupan nutrisi, modifikasi lingkungan, kebersihan diri, dan olahraga. Olahraga merupakan cara efektif untuk meningkatkan kualitas tidur. Dua puluh menit berolahraga per hari sangat dianjurkan untuk menjaga tubuh tetap bugar dan mendapat tidur yang berkualitas (Rafiudin, 2004). Menurut Mangoenprasodjo (2005) olahraga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, dan bersifat aerobik. Beberapa contoh olahraga yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu jalan kaki, olahraga yang bersifat rekreatif dan senam. Beberapa senam yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu yoga dan senam. American Academy of Sleep Medicine telah melakukan penelitian terhadap olahraga yang dilakukan pada pagi hari selama 3,5-4 jam seminggu akan menurunkan gangguan tidur. Olahraga yang dilakukan kurang dari 3 jam seminggu pada pagi hari tidak membantu mengatasi gangguan tidur. Sedangkan olahraga yang dilakukan pada malam hari akan menyebabkan masalah gangguan tidur yang lebih berat (McCann, 2003). Olahraga senam lansia juga merangsang penurunan aktifitas saraf simpatis dan peningkatan aktifitas saraf para simpatis yang berpengaruh pada penurunan hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi pada pembuluh darah yang mengakibatkan transport oksigen keseluruh tubuh terutama otak lancar sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan nadi menjadi normal. Pada kondisi ini akan meningkatkan relaksasi lansia. Selain itu, sekresi melatonin yang optimal dan pengaruh beta endhorphin dan membantu peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur lansia (Rahayu, 2008). KESIMPULAN Kualitas tidur lansia sebelum penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori buruk yaitu 17 orang (100,0%), sedangkan pada kelompok intervensi dalam kategori buruk yaitu 17 orang (100,0%). Kualitas tidur lansia setelah penelitian pada kelompok kontrol dalam kategori buruk yaitu 16 orang (94,1%), sedangkan pada kelompok intervensi dalam kategori buruk yaitu 10 orang (58,8%).
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
9
Ada perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia pada kelompok intervensi, dengan nilai t hitung sebesar 3,347 dan nilai p value sebesar 0,004 (α=0,05). Tidak ada perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan penelitian pada kelompok kontrol, dengan nilai t hitung sebesar 1,000 dan nilai p value sebesar 0,332 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, dengan nilai t hitung sebesar 2,157 sedangkan nilai p-value sebesar 0,040 (α = 0,05).
Arifin. 2003. Usia Lanjut: Kesehatan dan Kebugaran. Surabaya : Puslitbang.
SARAN
Campbell. 2007. Cardiology 8th Edition. Saunders. Elsevier Production.
Bagi institusi pendidikan, hendaknya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu pijakan untuk penelitian bidang keperawatan khususnya terapi non farmakologi untuk meningkatkan kualitas tidur. Bagi institusi kesehatan, hendaknya pelayanan seperti di posyandu lansia, panti jompo meningkatkan penggunaan senam lansia sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah penurunan kualitas tidur dengan meningkatkan promosi dan mengajarkan senam lansia kepada masyarakat Bagi lansia, hendaknya lebih aktif dalam mengikuti senam lansia yang diadakan di lingkungannya sehingga dapat digunakan sebagai upaya mengatasi masalah kualitas tidur yang dialami. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya memperhatikan faktor lain yang mempengaruhi kualitas tidur pada lansia seperti penyakit fisik, obat-obatan dan substansi, gaya hidup, pola tidur, stres emosional, lingkungan, nutrisi.
Chakravarthy, 2003. Building A Modified Impedance Tube for Measurement of Sound Transmission Loss and Absorption Coefficients of Polymer Cross-Linked Aerogel Core Composites‖.Degree of Master of Science. Oklahoma State University.
DAFTAR PUSTAKA Ambar, S. 2009. Pemanfaatan Moment 17 Agustus Sebagai Sarana Senam. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2013. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131 655987/laporan%20penelitian%20meneg pora_1.pdf
10
Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu Bandiyah. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha. Medika Bimariotejo. 2009. Low Back Pain (LBP). Diambil 2 Oktober 2013 dari www.backpainforum.com. Brunner dan Suddarth. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 3. Jakarta : EGC Bustan. 2004.Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : PT. Rineka Cipta,
Dahlan. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan. Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta Depkes RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta Depkes. 2005. Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi Petugas. Kesehatan I. Jakarta Guralnik et al, 2006. Lower Extremity Function and Subsequent Disability : Consistency Across Studies, Predictive Models, and Value Gait Speed Alone Compared with The Short Physical Performance Battery. The Journals of Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences. Volume 55. Hutapea. 2005. Sehat dan Ceria Diusia Senja. Jakarta : PT Rhineka Cipta Idyan. 2008. Hubungan Lama Duduk saat Perkuliahan dengan Keluhan Low Back
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Pain. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Avaiable from:http://www.innappni. or.id/index.php/includes/index.php?name =News&file=print&sid=130[Accessed 20 Desember 2013] Jette et al, 2002. Late Life Function and Disaility Instrument, I : Development and Evaluation of The Disability Component. The Journals of Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences. Volume 57 Kusmana. 2006. Olahraga bagi Kesehatan Jantung. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Maher, Salmond dan Pellino. 2004. Low Back Pain Syndroma. Philadelpia: FA. Davis Company Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi klinis dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat Margatan. 2006. Hidup Sehat Bagi Usia Lanjut, Jakarta: Penerbit Buku. Kedokteran EGC. Martono. 2009. Buku Ajar Geriartri. Jakarta : Balai Penerbit. FKUI. Maryam, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Mujianto. 2013. Cara cepat mengatasi 10 besar kasus musculoskeletal dalam praktik klinik fisioterapi. Jakarta : CV Trans Info Media Notoatmodjo. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Palandri. 2004. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : W.B Pudjiastuti, 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC. Rakel. 2004. Nyeri Pinggang Bagian Bawah. Diambil 23 Februari 2010 dari www.nyeripunggungbawah.com.
Riwidigdo. 2009. Statistik Yogyakarta : Mitra cendekia
Kesehatan,
Sadeli dan Tjahjono 2004. Nyeri Punggung Bawah. dalam KRT Meliala. L.. Suryamiharja. A.. Purba. J.S. (eds). Nyeri Neuropatik Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI. Santosa, 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, Jakarta : Elex. Media Komputindo Setiabudhi dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Setyawan dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Jakarta : Nuha. Medika. Setyohadi. 2002. Etiopatogenesis Nyeri Pinggang, Temu Ilmiah Rematologi Dan Kursus Nyeri. Jakarta : IRA. Shocker. 2008. Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis. Diambil 12 Oktober 2013 dari http://www.scribd.com. Soeharso. 2008. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Sumintarsih. 2006. Kebugaran Jasmani Untuk Lanjut Usia, Olahraga, edisi Agustus, 147-.150 Sunarto. 2005. Latihan pada Penderita Nyeri Punggung Bawah. Edisi III. Jakarta : Medika Jelita Surini dan Utomo, 2004. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC Suroto, 2004. Buku Pegangan Kuliah Pengertian Senam, Manfaat Senam dan Urutan Gerakan. Semarang : Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum Olahraga Undip.
Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
11