PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO UNGARAN KABUPATEN SEMARANG Neky Noorwinda Idealita Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT Depression is a period of disturbed human functions by feeling sad, hopeless and helpless, and having suicidal thought. The adequate management for depression in elderly people can be performed by doing exercises or sports. One form of exercises is ergonomic gymnastics. Through ergonomic gymnastics, the elderly people with depression are trained to do regular breath, to improve blood flow and to stimulate nerves, as well as to stimulate the release of happiness hormones (endorphins, dopamine, endogenous opioids). The purpose of this study is to analyze the influence of ergonomic gymnastics toward to decrease depression level in elderly people at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran. The was a quasi-experimental study with pretest-posttest with control group design. The population in this study was all elderly people at the Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran as many as 96 people. The samples in this study were 30 respondents in which 15 respondents in the intervention group and 15 respondents in the control group. The data were sampled by using purposive sampling technique whereas data instrument used the Geriatric Depression Scale (GDS). The data analysis used parametric t-test. The results of this study indicated that there was an influence of ergonomic gymnastics to decrease depression levels in elderly people at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran with p-value of 0.000 < (0.05). For the society, the elderly people, and health workers should use ergonomic gymnastics as an alternative intervention for the management to decrease depression levels. Keywords: ergonomic gymnastics, depression, depression levels of elderly people
PENDAHULUAN Lanjut usia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011). Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999) dalam Padila (2013), jumlah populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 miliar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun). Di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% berjumlah 28.822.879 jiwa.
Berdasarkan data penduduk Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS, orang lanjut usia di Indonesia paling banyak berada di Yogyakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Apabila dilihat dari laju pertambahan penduduk, maka jumlah orang lanjut usia mengalami kenaikan sebesar 72%, sedangkan jumlah penduduk seluruhnya mengalami kenaikan 32%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok lanjut usia naik lebih dari dua kali dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk seluruhnya (Indriana, 2012). Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk lanjut usia adalah peningkatan ratio ketergantungan usia lanjut yang disebabkan kemunduran fisik, psikis dan sosial lanjut usia yang dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan, keterbatasan fungsional, ketidakmampuan, dan keterhambatan yang
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
1
dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat proses menua (Azizah, 2011). Akibat dari proses penuaan menimbulkan beberapa perubahan, meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial adaptasi terhadap stres mulai menurun. Menurut Maramis (1995) dalam Azizah (2011), pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan gangguan psikososial pada lansia. Masalah kesehatan jiwa yang sering muncul pada lansia adalah gangguan proses pikir, dementia, gangguan perasaan seperti depresi, harga diri rendah, gangguan fisik dan gangguan prilaku (Azizah, 2011). Depresi pada lanjut usia terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun pemahaman kita tentang penyebab depresi dan perkembangan pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejala-gejala depresi ini sering berhubungan dengan penyesuaian yang terhambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor. Stressor pencetus seperti pensiun yang terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kemampuan atau kekuatan fisik dan kemunduran kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan sosial, keuangan, penghasilan dan rumah tinggal sehingga mempengaruhi rasa aman lansia dan menyebabkan depresi (Friedman, 1998 dalam Azizah, 2011). Hawari (2008), menyebutkan Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga menyebabkan hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian yang utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/spliting of personality), perilaku dapat mengganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Prevalensi depresi pada lansia tinggi sekali, sekitar 12-36% lansia yang menjalani rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat menjadi 30-50% pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami depresi (Mangoenprasodjo, 2004 dalam Azizah, 2011). Menurut Kaplan et all (2010), kira-kira 25% komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan ditemukan adanya
2
gejala depresi pada lansia. Depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun keatas yang tinggal dikeluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50-75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang (Stanley & Beare, 2007 dalam Azizah, 2011). Dampak gangguan depresi pada lanjut usia yang berada di institusi berasal dari faktor psikologis dan faktor psikososial yang saling berinteraksi secara merugikan dan memperburuk kualitas hidup dan produktifitas kerja pada lanjut usia. Faktor psikologis meliputi kondisi sosial ekonomi dan kepribadian premorbid, sedangkan faktor psikososial yang berpengaruh adalah berkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia (Kaplan dan Sadock, 2010). Penatalaksanaan yang adekuat untuk depresi pada lansia menggunakan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh (Sudoyo dkk, 2009). Program latihan efektif dalam menurunkan keparahan kondisi akibat stres seperti hipertensi, kegemukan, sakit kepala migrain, keletihan, keletihan mental, dan depresi (McCubbin & McCubbin, 1993 dalam Potter & perry, 2005). Untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan baik fisik maupun mental, olah raga adalah salah satu caranya. Misalnya, jalan pagi, lari pagi, ataupun senam yang dapat dilakukan setiap hari atau paling tidak 2 kali seminggu (Hawari, 2008). Salah satu senam yang dapat dilakukan adalah senam ergonomis sebagai latihan senam rutin setiap hari, atau sekurang-kurangnya 2-3 kali seminggu (Sagiran, 2012). Senam ergonomis adalah senam fundamental yang gerakannya sesuai dengan susunan dan fungsi fisiologis tubuh. Tubuh dengan sendirinya terpelihara homeostasisnya (keteraturan dan keseimbangannya) sehingga tetap dalam keadaan bugar. Gerakan-gerakan ini juga memungkinkan tubuh mampu mengendalikan, menangkal beberapa penyakit dan gangguan fungsi sehingga tubuh tetap sehat. Senam ergonomis merupakan kombinasi dari gerakan otot dan pernafasan, pada saat gerakan berdiri sempurna seluruh saraf menjadi satu titik pada pengendaliannya di otak dan saat itu pikiran dikendalikan oleh kesadaran akal untuk sehat dan bugar, dan pada saat badan membungkuk dalam gerakan
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
tunduk syukur dapat memasok oksigen ke kepala dan menambah aliran darah kebagian atas tubuh terutama kepala yang dapat menstimulasi respon relaksasikan tubuh kita dari seluruh ketegangan fisik dan mental (Sagiran, 2012). Latihan meningkatkan pelepasan opioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993 dalam Potter & perry, 2005). Melalui senam ergonomis, lansia yang mengalami depresi dilatih untuk melakukan olah nafas, melancarkan darah dan stimulasi syaraf, serta merangsang pelepasan hormon (endorfin, opioid endogen) (Haruyama, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang, didapatkan data bahwa jumlah lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran saat ini sebanyak 100 lansia. Ketua Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang mengatakan bahwa sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang mengalami depresi atau sekitar 70%. Peneliti mengajukan kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) untuk mengukur tingkat depresi dengan mengambil 15 lansia secara acak didapatkan 4 lansia mengalami depresi tingkat berat, 6 lansia berada pada tingkat sedang , 4 lansia berada pada tingkat ringan , dan 1 lansia tidak ada depresi. Sejauh ini penanganan depresi yang sudah dilakukan pasien di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang hanya dengan mendengarkan musik dan bercanda bersama teman-teman lansia dan dengan perawat yang bertugas di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang, belum mengaplikasikan cara menangani depresi pada lansia dengan senam ergonomis. Senam ergonomis terdiri dari gerakan yang menyerupai gerakan sholat, sehingga lansia mudah mengaplikasikan gerakan senam ini. Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengambil masalah penelitian tentang “pengaruh senam ergonomis terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang”.
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah rancangan eksperimen semu (Quasi Eksperiment Design) dengan jenis rancangan pretest posttest dengan kelompok kontrol (Pretest-Posttest with Control Group). Populasi dan Sampel Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang sebanyak 100 lansia. Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya dengan cara mengidentifikasi semua karakteristik populasi. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 30 lansia dimana kelompok intervensi berjumlah 15 lansia dan kelompok kontrol berjumlah 15 lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Lansia yang mengalami depresi; 2) Lansia yang bersedia sebagai responden dan diberikan senam ergonomis; 3) Lansia yang tidak memiliki gangguan fisik. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: 1) Lansia yang tidak kooperatif yaitu yang tidak mengikuti kegiatan secara penuh; 2) Lansia dengan demensia berat; 3) Lansia dengan depresi berat. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang pada tanggal 11 sampai 14 Maret 2014. Pengumpulan Data Sumber data pada penelitian ini adalah data primer. Data primer terdiri dari pengukuran tingkat depresi pada lansia. Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS)
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
3
untuk mengukur tingkat depresi pada lansia yang terdiri dari 30 poin pernyataan. Analisa Data
lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang pada awal dan akhir penelitian terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Analisis Univariat Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian secara terpisah dengan cara membuat tabel rata-rata yang menghasilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis univariat distribusi frekuensi yang menggambarkan dua variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel. Adapun variabel yang dianalisis adalah tingkat depresi pada lansia kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan senam ergonomis, serta perbedaan tingkat depresi
Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Hal ini berguna untuk membuktikan atau menguji hipotesis yang telah dibuat. Menguji komparatif rata-rata dua sampel dengan menggunakan uji statistik parametrik karena datanya berbentuk interval. Hasil uji kesetaraan data dengan membandingkan hasil pengukuran pretest pada masing-masing kelompok dengan uji statistik t-test independent. Hasil uji t-test independent, diperoleh nilai t hitung sebesar 0,581 dengan p-value 0,566.
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tingkat Depresi Lansia Sebelum Diberikan Senam Ergonomis pada Kelomok Intervensi dan Kontrol Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Lansia Sebelum Diberikan Senam Ergonomis pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang, 2014 Intervensi Kontrol Depresi Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) Tidak Depresi 0 0,0 0 0,0 Depresi Ringan 7 46,7 6 40,0 Depresi Sedang 8 53,3 9 60,0 Jumlah 15 100 15 100 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum diberikan senam ergonomis, sebagian besar lansia kelompok intervensi mengalami depresi sedang, yaitu sejumlah 8
lansia (53,3%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar lansia juga mengalami depresi sedang sejumlah 9 lansia (60,0%).
Tingkat Depresi Lansia Sesudah Diberikan Senam Ergonomis pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Lansia Sesudah Diberikan Senam Ergonomis pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang, 2014 Intervensi Kontrol Depresi Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) Tidak Depresi 1 6,7 0 0,0 Depresi Ringan 11 73,3 8 53,3 Depresi Sedang 3 20,0 7 46,7 Jumlah 15 100 15 100
4
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sesudah melakukan senam ergonomis, sebagian besar lansia kelompok intervensi mengalami depresi ringan, yaitu sejumlah 11
lansia (73,3%), sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak melakukan senam, sebagian besar lansia mengalami depresi ringan, sejumlah 8 lansia (53,3%).
Analisis Bivariat Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Melakukan Senam Ergonomis pada Kelompok Intervensi Tabel 3. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Melakukan Senam Ergonomis pada Kelompok Intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang, 2014 Variabel Tingkat Depresi
Perlakuan Sebelum Sesudah
n
Mean
Sd
T
p-value
15 15
20,07 16,80
3,105 3,950
6,194
0,000
Hasil uji t dependent menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 6,194 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah melakukan senam ergonomis di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang.
Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Tabel 4. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang, 2014 Variabel Tingkat Depresi
Perlakuan Sebelum Sesudah
Hasil uji t dependent menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 1,547 dengan p-value sebesar 0,144. Terlihat bahwa p-value 0,144 > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada
n
Mean
Sd
t
p-value
15 15
20,67 20,07
2,526 3,011
1,547
0,144
perbedaan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang.
Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Penurunan Tingkat Depresi pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang Tabel 5. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sesudah Melakukan Senam Ergnomis antara Kelompok Intervensi dan Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang, 2014 Variabel Kelompok N Mean Sd T p-value Tingkat Depresi Intervensi 15 16,80 3,950 -2,547 0,017 Kontrol 15 20,07 3,011 Hasil dari uji t-test independent, diperoleh nilai t hitung = -2,547 dengan p-value sebesar 0,017. Oleh karena p-value 0,017 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi lansia sesudah melakukan senam ergnomis antara kelompok intervensi dan kontrol di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan senam ergonomis terhadap tingkat depresi lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang.
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
5
Analisis Univariat Gambaran tingkat depresi lansia sebelum diberikan senam ergonomis pada kelomok intervensi dan kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang Rata-rata skor tingkat depresi pada kedua kelompok didapatkan rata-rata data yang homogen atau tidak ada perbedaan yang signifikan atau berada dalam tingkat depresi sedang. Dapat diartikan bahwa pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang memiliki tingkat depresi sedang. Depresi memiliki arti yang sangat luas, dari deskripsi perasaan sedih yang normal, melalui perasaan dan cara berfikir yang pervasif dan persisten, hingga psikosis (Davies, 2009). Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam yang terjadi setelah mengalami suatu peristiwa dramatis atau menyedihkan, misalnya kehilangan seseorang yang disayangi. Seseorang bisa jatuh dalam kondisi depresi jika ia terus-menerus memikirkan kejadian pahit, menyakitkan, keterpurukan dan peristiwa sedih yang menimpanya dalam waktu lama melebihi waktu normal (Junaidi, 2012). Kememampuan adaptasi dan lamanya tinggal di panti mempengaruhi terjadinya depresi. Sulit bagi lansia meninggalkan tempat tinggal lamanya. Pada lansia yang harus meninggalkan rumah tempat tinggal lamanya (relokasi) oleh karena masalah kesehatan atau sosial ekonomi merupakan pengalaman yang traumatik karena berpisah dengan kenangan lama dan pertalian persahabatan yang telah memberikan perasaan aman dan stabilitas sehingga sering mengakibatkan lansia merasa kesepian dan kesendirian bahkan kemerosotan kesehatan dan depresi (Friedman, 1995 dalam Azizah, 2011). Lansia kelompok intervensi dan kontrol sebagian besar mengalami depresi sedang disebabkan karena perpisahan dengan keluarga, jarang dikunjungi keluarga, kehilangan jabatan dan pekerjaan. Selain itu juga disebabkan karena kondisi dan situasi Panti yang tidak sama dengan rumahnya, tidak ada tempat berbagi dan mencurahkan permasalahan yang sedang dihadapi karena tidak ada teman dekat yang setiap saat bisa saling membantu, teman satu wisma tidak
6
peduli dengan masalah yang sedang dia hadapi, ketika sakit tidak ada yang merawat. Hal ini sejalan dengan pendapat Kaplan (2010), yang menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya depresi pada lansia yaitu teori psikoedukatif yang merupakan hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut. Lansia yang mengalami depresi sedang tersebut menunjukkan suasana perasaan yang sedih, murung, takut sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya, merasa lemah dan tidak berguna, kurangnya aktifitas fisik, merasa kesepian, serta nafsu makan kurang. Sebagian besar lansia menyatakan bahwa mereka merasa kesepiaan, jauh dari keluarga dan jarang dikunjungi yang membuat mereka merasa sedih dan tidak berguna. Sejalan dengan pendapat Suardiman (2011), yang menyatakan bahwa depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, serta keluhan fisik lainnya. Depresi pada lansia dapat menjadi penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, namun depresi pada lansia bisa diobati dengan beberapa terapi (Lubis, 2009). Salah satu terapi yang dapat digunakan adalah senam ergonomis yang merupakan perpaduan antara gerakan otot dan olah nafas yang terkontrol yang dapat menstimulasi respon relaksasi tubuh (Sagiran, 2012). Gambaran tingkat depresi lansia sesudah diberikan senam ergonomis pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian skor tingkat depresi sesudah diberikan senam ergonomis pada kelompok intervensi dengan rata-rata skor tingkat depresi lansia kelompok intervensi sebesar 16,80 (73,3%), skor ini lebih rendah jika dibandingkan pada kelompok kontrol yang
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
tidak melakukan senam ergonomis sebesar 20,07 (53,3%). Data tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan tingkat depresi pada kelompok intervensi yaitu kelompok yang diberikan senam ergonomis, dimana sesudah melakukan senam ergonomis didapatkan ratarata skor tingkat depresi sebesar 16,80 (73,3%) yang sebelumnya didapatkan hasil rata-rata skor tingkat depresi sebesar 20,07 (53,3%). Sedangkan pada kelompok kontrol yang hanya diperkenankan melihat tidak memiliki perbedaan yang bermakna yaitu pada awal penelitian didapatkan rata-rata skor tingkat depresi sebesar 20,67 (60,0%), dan pada akhir penelitian sebesar 20,07 (53,3%). Hasil pengukuran tingkat depresi pada lansia menggunakan Geriatrik Depression Scale (GDS) setelah dilakukan senam ergonomis diadapatkan sebagian besar lansia kelompok intervensi menyatakan bahwa ketika melakukan senam ergonomis perasaannya menjadi senang, lebih segar dan berenergi, tidak merasa resah dan gelisah lagi dan merasakan bahwa masih banyak orang-orang yang tidak mendapatkan tempat tinggal dan makan teratur seperti dirinya, mencoba untuk lebih sering berkumpul dan bersilaturrahmi dengan teman-teman di panti. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak di berikan perlakuan tapi mengalami sedikit penurunan rata-rata skor tingkat depresi yang disebabkan oleh kegiatan lansia berkumpul dan bercanda bersama teman-temannya. Salah satu penatalaksanaan depresi yang dianggap efektif adalah dengan olahraga, misalnya jalan pagi, lari pagi, ataupun senam (Hawari, 2008). Salah satu olahraga yang dapat digunakan adalah senam ergonomis. Senam ergonomis adalah senam fundamental yang gerakannya sesuai dengan susunan dan fungsi fisiologis tubuh. Tubuh dengan sendirinya terpelihara homeostasisnya (keteraturan dan keseimbangannya) sehingga tetap dalam keadaan bugar. Kombinasi dari gerakan otot dan pernafasan dalam senam ergonomis dapat merelaksasikan tubuh kita dari seluruh ketegangan fisik dan mental (Sagiran, 2012). Lansia yang mengalami depresi pada kelompok intervensi diberikan perlakuan yaitu pemberian senam ergonomis selama 25 menit sehari yang diberikan selama empat hari. Olahraga adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik
maupun mental (Hawari, 2008). Efek minimal yang dapat diperoleh dengan mengikuti senam adalah bahwa lansia merasa senantiasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, dan pikiran tetap segar (Widianti, 2010). Senam ergonomis dapat menstimulasi respon relaksasi dari seluruh ketegangan fisik, mental, dan psikologis, dan dengan adanya latihan dapat meningkatkan pelepasan epioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera dan mengeluarkan senyawasenyawa baik seperti endorfin yang dapat meningkatkan energi dan mood. Melalui senam ergonomis, lansia yang mengalami depresi dilatih untuk melakukan olah nafas, melancarkan darah dan stimulasi syaraf, serta merangsang pelepasan hormon (endorfin, opioid endogen). Hormon tersebut merupakan hormon kebahagiaan yang dapat dirangsang sekresinya dengan melakukan olahraga yang bisa memunculkan perasaan bahagia yang sulit dilukiskan dan berpengaruh positif terhadap peningkatan daya ingat, penurunan agresivitas dalam relasi antarmanusia, terhadap semangat, daya tahan, kreativitas, dan dapat menurunkan depresi (Haruyama, 2011). Analisa Bivariat Perbedaan tingkat depresi pada lansia sebelum dan sesudah diberikan senam ergonomis pada kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Pada kelompok intervensi dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat depresi responden sebelum melakukan senam ergonomis sebesar 20,07, kemudian setelah melakukan senam ergonomis berkurang menjadi 16,80. berdasarkan hasi uji t-test dependent didapatkan bahwa p-value 0,000<(α=0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah melakukan senam ergonomis di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Lansia kelompok eksperimen sebelum diberikan senam ergonomis sebagian besar mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 8 lansia (53,3%). Lansia tersebut mengalami suasana perasaan sedih, kesepian, merasa diri lemah dan tidak berharga, merasa bahwa kehidupannya saat ini tidak bisa berubah menjadi lebih baik lagi, merasa bahwa orang
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
7
lain kehidupannya lebih beruntung dibanding dirinya yang tinggal di panti dan jauh dari keluarga dan jarang dikunjungi, merasa takut jika sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya, nafsu makan berkurang serta sulit berkonsentrasi dan pelupa. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara pemberian senam ergonomis selam 25 menit dalam sehari yaitu pada sore hari jam 16.00 WIB yang diberikan selama empat hari pada lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Setelah diberikan senam ergonomis selama 25 menit dalam sehari selama empat hari, kelompok intervensi mengalami penurunan skor tingkat depresi. Dan ada perbedaan skor tingkat depresi antara sebelum dan sesudah pemberian senam ergonomis pada lansia yang mengalami depresi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Setelah diberikan senam ergonomis tingkat depresi lansia kelompok intervensi mengalami penurunan yaitu sebagian besar mengalami depresi ringan sejumlah 11 lansia (73,3%), sedangkan sebelum diberikan senam ergonomis didapatkan 7 lansia (46,7%) yang mengalami depresi ringan. Ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pada lansia yang mengalami depresi ringan. Peningkatan ini didapatkan dari lansia yang awalnya mengalami depresi sedang turun menjadi depresi ringan. Tingkat depresi lansia kelompok intervensi mengalami penurunan setelah diberikan senam ergonomis karena senam ergonomis membuat hati dan pikiran tenang, segala keresahan, kegundahan dan ketakutan dalam hati menjadi hilang, serta terciptanya energi positif dalam hati dan pikiran. Senam ergonomis adalah senam fundamental yang gerakannya sesuai dengan susunan dan fungsi fisiologis tibuh. Tubuh dengan sendirinya terpelihara homeostasisnya (keteraturan dan keseimbangannya) sehingga tetap dalam keadaan bugar. Gerakan-gerakan ini juga memungkinkan tubuh mampu mengendalikan, menangkal beberapa penyakit dan gangguan fungsi sehingga tubuh tetap sehat (Sagiran, 2012). Olahraga merupakan alat untuk merangsang perkembangan fungsional jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomisantropometris dan fungsi fisiologisnya,
8
stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya, maupun kemampuan bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul. Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa olahraga dapat mencegah, memperbaiki dan bahkan meningkatkan derajat kebugaran jasmani serta kualitas hidup, kesejahteraan dan kenikmatan hidup yang lebih baik. Olahraga bagi lansia dapat memelihara kemandirian dalam kehidupan bio-psiko-sosiologiknya sehari-hari (Giriwijoyo dan Sidik, 2013). Perbedaan tingkat depresi pada lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang Pada kelompok kontrol rata-rata skor tingkat depresi responden sebelum perlakuan sebesar 20,67, kemudian sedikit berubah menjadi 20,07 setelah perlakuan. Hasil uji t-tes dependent didapatkan bahwa p-value 0,144>(α=0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Pada kelompok kontrol yang tidak di berikan perlakuan tapi mengalami sedikit penurunan rata-rata skor tingkat depresi yang disebabkan oleh kegiatan lansia berkumpul dan bercanda bersama teman-temannya. Awal penelitian lansia kelompok kontrol menunjukkan suasana perasaan sedih, nafsu makan berkurang, merasa hidupnya tidak berharga karena jauh dari kelurga dan jarang dikunjungi, merasa diri lemah dan tidak berguna lagi karena sudah tidak bisa bekerja dan karena penyakit fisik yang dideritanya, merasa kesepian dan tidak punya keluarga seperti kebanyakan orang lain, merasa bahwa orang lain yang tinggal bersama anak dan keluarganya mempunyai hidup yang lebih baik dari dirinya, merasa pelupa dan sulit berkonsentrasi, merasa bahwa hidupnya sudah tidak ada harapan lagi untuk menjadi lebih baik serta merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya. Menurut Maramis (1995) dalam Azizah (2011), pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Rasa kurang percaya diri atau tidak berdaya dan
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
selalu menganggap bahwa hidupnya telah gagal karena harus menghabiskan sisa hidupnya jauh dari orang-orang yang dicintai mengakibatkan lansia dalam berdaptasi terhadap situasi baru tinggal di institusi. Kunjungan keluarga yang kurang, berkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia. Menurunya kapasitas hubungan keakraban dengan keluarga dan berkurangnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat menimbulkan perasaan tidak berguna, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya depresi. Tinggal di institusi membuat konflik bagi lansia antara integritas, pemuasan hidup dan keputusasaan karena kehilangan dukungan sosial yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan mempertahankan kepuasan hidup dan self-esteemnya sehingga mudah terjadi depresi pada lansia (Stoudemire, 1994 dalam Azizah, 2011). Pengaruh pemberian senam ergonomis terhadap tingkat depresi pada lansia kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Hasil uji t-test independent didapatkan bahwa p value sebesar 0,017<(α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian senam ergonomis terhadap tingkat depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semaranng. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara pemberian senam ergonomis pada lansia selama 25 menit dalam sehari yaitu pada sore hari jam 16.00 WIB yang dilakukan selama empat hari di Unit Rehabilitasi Sosial Wening wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Setelah diberikan senam ergonomis selama empat hari, kelompok intervensi mengalami penurunan skor tingkat depresi. Ada perbedaan skor tingkat depresi pada lansia antara sebelum dan setelah diberikan senam ergonomis di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan lemak, rambut memutih, pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas
menjadi lambat, mafsu makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami kemunduran (Padila, 2013). Proses penuaan menimbulkan beberapa perubahan, meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial adaptasi terhadap stres mulai menurun. Menurut Maramis (1995) dalam Azizah (2011), pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan gangguan psikososial pada lansia. Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering muncul pada lansia adalah depresi. Akan tetapi Meskipun demikian, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengurangi resiko penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan di usia senja. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan olahraga senam ergonomis selama 25 menit dalam sehari yang sangat efektif untuk membantu menurunkan tingkat depresi pada lanisia. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rahmawati, 2013), yaitu gambaran kualitas tidur lansia setelah diberikan senam ergonomis yang dilakukan empat kali dalam dua minggu memperlihatkan bahwa pada kelompok perlakuan banyak mengalami perbaikan pada kualitas tidur mereka dimana gangguan kualitas tidur juga merupakan salah satu tanda gejala depresi. Olahraga dapat memperbaiki denyut jantung dan sistem otonomik tubuh yang sangat diperlukan untuk menanggulangi stress. Senam yang merupakan rangkaian gerak badan juga dapat digolongkan sebagai olahraga yang tidak hanya membantu merasa lebih baik tapi juga bisa membantu seseorang mendapatkan kualitas tidur yang baik, menurunkan stress, depresi, dan memberikan rasa senang selama melakukan latihan. Pemeliharaan dan peningkatan derajat sehat merupakan bagian dari upaya pencegahan, yang terdiri dari upaya pencegahan kepada faktor lingkungan dan upaya pencegahan langsung kepada faktor manusianya. Olahraga merupakan bagian dari upaya pencegahan langsung terhadap faktor manusia, dan merupakan upaya pemeliharaan dan pencegahan yang terpenting, termurah dan paling fungsional (fisiologis) (Giriwijoyo dan Sidik, 2013).
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
9
Kehidupan sosial menciptakan kelompokkelompok sosial dalam masyarakat. Pengelompokan terjadi karena adanya kepentingan dan/atau ciri sejenis. Manusia, khususnya lanjut usia (Lansia) yang terasing dari kelompoknya secara berkepanjangan tanpa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dapat menjadi kesepian, frustasi dan mengalami depresi yang dapat menurunkan kualitas hidup (Giriwijoyo dan Sidik, 2013). Senam ergonomis terdiri dari satu gerakan pembuka dan lima gerakan fundamental, dengan gerakan pembuka berdiri sempurna, seluruh syaraf menjadi satu titik pada pengendaliannya di otak. Pusat kendali di seluruh belahan otak bagian kanan kiri, depan belakang, luar dalam dan atas bawah dipadukan saat itu pada satu tujuan. Saat itu, pikiran dikendalikan oleh kesadaran akal untuk sehat dan bugar, tubuh dibebaskan dari beban pekerjaan, berat tubuh ditumpukan dengan pembagian beban yang sama pada kedua kakinya. Gerakan memutar lengan pada saat melakukan gerakan pertama, lapang dada membangkitkan biolistrik di dalam tubuh sekaligus terjadi sirkulasi oksigen yang cukup, sehingga tubuh akan terasa segar dan adanya tambahan energi. Gerakan tunduk syukur dan duduk perkasa, adalah gerakan memasok oksigen ke kepala, menambah aliran darah ke bagian atas tubuh terutama kepala yang dapat menstimulasi respon relaksasi. Gerakan terakhir, berbaring pasrah menjadi puncak relaksasi tubuh dari seluruh ketegangan fisik dan mental (Sagiran, 2012). Melalui senam ergonomis, lansia yang mengalami depresi dilatih untuk melakukan olah nafas, melancarkan darah dan stimulasi syaraf, serta merangsang pelepasan hormon (endorfin, opioid endogen) yang dapat menurunkan depresi. Latihan meningkatkan pelepasan opioid endogen yang menciptakan perasaan sejahtera (McCubbin & McCubbin, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Endorfin adalah Neuro peptida yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang. Endorfin dihasilkan diotak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman. Ketika seseorang melakukan senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor didalam hypothalamus dan system limbik yang
10
berfungsi untuk mengatur emosi (Pujiastuti, 2013). Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tentunya memiliki keterbatasan yaitu peneliti tidak dapat melakukan pengawasan secara intensif terhadap faktor yang dapat menurunkan atau meningkatkan tingkat depresi seperti olahraga, susah tidur, kegiatan keagamaan, terapi, rasa tidak nyaman dengan teman-teman di wisma serta kondisi panti yang tidak sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya, dan kelemahan karena penyakit fisik. Disini peneliti hanya dapat menggambarkan tentang penanganan secara non farmakologis yaitu dengan pemberian senam ergonomis untuk menurunkan tingkat depresi pada lansia. KESIMPULAN Ada perbedaan yang signifikan rata-rata skor tingkat depresi pada lansia sebelum dan sesudah diberikan senam ergonomis pada kelompok intervensi dengan nilai p-value 0,000<(α = 0,05). Tidak ada perbedaan rata-rata skor tingkat depresi pada lansia sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok kontrol dengan nilai p-value 0,144> (α = 0,05). Ada pengaruh pemberian senam ergonomis terhadap skor tingkat depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang dengan nilai p-value 0,017<(α = 0,05). SARAN Hasil penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan agar lebih yakin dalam menggunakan senam ergonomis sebagai penatalaksanaan non farmakologi sehingga dapat menggunakan intervensi yang tepat dalam menurunkan tingkat depresi. Dengan penelitian ini diharapkan para petugas kesehatan lebih memperhatikan keadaan lansia dan meningkatkan pelayanan kesehatan pada lansia yang mengalami depresi dengan salah satu alternatif intervensi yaitu senam ergonomis dan dapat dijadikan sebagai kegiatan rutin. Bagi peneliti selanjutnya, mengingat masih adanya keterbatasan dari penelitian yang telah dilakukan, maka diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat melakukan
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
pengawasan yang lebih intensif terhadap faktor yang dapat menentukan hasil penelitian dalam menurunkan tingkat depresi pada lansia. DAFTAR PUSTAKA [1] Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. [2] Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu. [3] Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. [4] Davies, Teifion. (2009). ABC Kesehatan Mental (ABC of Mental Health. Alih bahasa : dr. Alifa Dimanti. Jakarta : EGC. [5] Haruyama, Shigeo. (2011). The Miracle of Endorphin. Bandung : Penerbit Kaifa. [6] Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbitb Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. [7] Giriwijoyo, Santosa., dan Sidik, Dikdik Zafar. (2013). Ilmu Kesehatan Olahraga. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. [8] Indriana, Yaniar. (2012). Gerontologi dan Progreria. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. [9] Junaidi, Iskandar. (2012). Anomali Jiwa. Yogyakarta : ANDI [10] Kaplan dan Sadock. 2010. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Alih bahasa Wicaksana. Jakarta : Widya Medika. [11] Keliat, B. A., Wiyono, A. P., Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC.
[12] Lubis, N. L. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta : Kencana [13] Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :Salemba Medika. [14] Noorkasiani, S. T. (2008). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. [15] Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. [16] Nugroho, Wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC. [17] Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. [18] Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik (ed 4). Jakarta : EGC. [19] Sagiran. (2012). Mukjizat Gerakan Shalat. Jakarta : Qultum Media. [20] Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik ed. 2. Alih bahasa Juniarti dan Kurnianingsih. Jakarta: EGC. [21] Suardiman, S. P. (2011). Psikologi usia lanjut. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. [22] Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simadibrata., M., & Setiati, S. (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal Publishing. [23] Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta. [24] Widianti, Anggriyana Try., dan Proverawati, Atikah. (2010). Senam Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
11