PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA LANSIA SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN SENAM YOGA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO UNGARAN
Wahyu Eva Sri Winarti.S Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Jl. Gedongsongo-Candirejo, Ungaran, Kab. Semarang
[email protected] Abstrak Stres pada lansia merupakan reaksi atau respon terhadap stressor psikososial yang berupa tekanan mental atau beban kehidupan. Salah satu jenis terapi yang dapat menimbulkan relaksasi sehingga dapat mengurangi stres adalah senam yoga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian quasi exsperiment. Jenis desain dalam penelitian ini adalah (One Grup Pretest Posttest). Populasi dalam penelitian ini sebanyak 96 lansia dengan jumlah sampel sebanyak 18 responden kelompok intervensi. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling sedangkan alat pengukuran tingkat stres menggunakan kuesioner DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale 42) dimana ada 14 Item pertanyaan untuk mengukur tingkat skala stres. Analisa data menggunakan uji t-test dependent untuk mengetahui perbedaan tingkat stress pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga. Rata-rata tingkat stress pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan senam yoga yaitu 27,11 dan sesudah diberikan senam yoga mengalami penurunan menjadi 18,50, dan dihasilkan nilai p-value 0,000 (α=0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan tingkat stres pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga. Disarankan pada tenaga kesehatan khususnya perawat untuk mengambil intervensi yang tepat untuk mengatasi stress yaitu senam yoga. Kata kunci
: stres, tingkat stres pada lansia, senam yoga Abstract
Stress in the elderly people is a reaction or response to a psychosocial stressor in the form of mental stress or life burdens. One type of therapies that can give relaxation to reduce stress is yoga exercise. This study aimsed to find the the differences in the stress levels of the elderly people between before and after setting yoga exercise at Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran
This was a quasi-experimental study with One Group Pretest Posttest design. The population in this study was 96 elderly people and the samples were 18 respondents in intervention group. Data sampling used purposive sampling technique, while data instrument in measuring the levels of stress used questionnaires of DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale 42) in which there were 14 questions to measure the stress levels. Data analysis used the dependent t-test. The average value of stress levels in the intervention group before the yoga exercise was is 27.11 and after the yoga exercise decreased to 18.50, and at obtained the p-value of 0.000 (α = 0.05) which indicated a difference in stress levels of stress of elderly people between before and after yoga exercises. It is recommended for the health workers, especially nurses to take appropriate interventions in dealing with stress is yoga exercise. Keywords
: Stress, Levels of stress in the elderly people, Yoga exercise
PENDAHULUAN Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Azizah, 2011). WHO (1999) dalam Azizah (2011) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis / biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja. Bagaimana pun, karena pensiun ini biasanya telah diantisipasi, seseorang dapat berencana kedepan untuk (1) berpartisipasi dalam konsultasi atau aktivitas sukarela, (2) mencari minat dan hobi baru, dan (3)
melanjutkan pendidikannya. Meskipun kebanyakan lansia diatas garis kemiskinan, sumber finansial secara jelas mempengaruhi pencarian dalam masa pensiun (Patricia & Perry 2005). Stres menurut Hawari (2008) adalah reaksi atau respon terhadap stressor psikososial yang berupa tekanan mental atau beban kehidupan. Stressor psikososial pada lansia adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbulah keluhan-keluhan antara lain berupa stress, cemas dan depresi (Hawari, 2008). Tingginya insidensi stres di Indonesia juga merupakan alasan mengapa stres harus diprioritaskan penanganannya sebab pada tahun 2008 tercatat sekitar 10 % dari total penduduk Indonesia mengalami gangguan mental atau stres. Tingginya tingkat stres ini umumnya diakibatkan oleh tekanan ekonomi atau kemiskinan, Departemen statistika menyatakan bahwa 31 juta jiwa
atau 13,33 % penduduk Indonesia berada pada garis kemiskinan dengan pengeluaran perbulan dibawah Rp 211.726,00 (Depkes, 2009). Berdasarkan Sakernas tahun 2009, hampir 11% lansia miskin. Penduduk lansia miskin yang tinggal di desa lebih banyak (13,55%) dari penduduk lansia miskin yang tinggal di kota (7,8%) . Menurut Yulianti (2004) dalam Isnaeni (2010) dikatakan untuk menghindari dampak dari stres, maka diperlukan adanya suatu pengelolaan stres yang baik. Dalam mengelola stres dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang meliputi penggunaan obat cemas (axiolytic) dan anti depresi (anti depressant), serta terapi nonfarmakologi yang meliputi pendekatan perilaku, pendekatan kognitif, serta relaksasi. Menurut Pujiastuti (2013) mengemukakan bahwa salah satu jenis terapi yang dapat menimbulkan relaksasi sehingga dapat mengurangi stres dan belum banyak di terapkan di Indonesia adalah senam yoga merupakan intervensi holistik yang menggabungkan postur tubuh (asana), teknik pernapasan (pranayama) dan meditasi yang dapat memberikan ketenangan pikiran. Senam yoga adalah sebuah aktivitas dimana seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca inderanya dan tubuhnya secara keseluruhan. Berarti mengendalikan, mengatur, dan berkonsentrasi, yang berfungsi menyelaraskan tubuh, jiwa dan pikiran kita. Selain itu, senam yoga dapat melancarkan aliran oksigen didalam tubuh. Sehingga tubuh pun sehat (Viklund, 2010). Semua orang dari anakanak hingga manula dan perempuan hamil bisa melakukan senam yoga (Ichsan, 2009). Intervensi Senam yoga umumnya efektif dalam mengurangi
berat badan, tekanan darah, kadar glukosa dan Kolesterol tinggi (Yang, 2007), serta fikiran, relaksasi fisik dan emosional (Quigley dan Dean 2000). Senam yoga juga menstimulasi pengeluaran hormone endorfin. Endorphin adalah Neuro peptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang. Endorphin dihasilkan diotak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi tekanan darah tinggi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai lima kali didalam darah. Sehingga, semakin banyak melakukan senam maka akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. (Pujiastuti, 2013). Menurut Iyengar (2010) latihan asana yoga yang sistematis dan konsisten memaksa tubuh mengaktifkan sistem sirkulasi limfatik tubuh dan melancarkan sirkulasi darah secara merata keseluruh tubuh. Hal ini membuat tubuh menggunakan seluruh nutrisi yang didapatnya dengan baik sehingga mampu mencegah penyakit akibat fenomena penurunan fungsi. Yoga dapat mengontrol stress dan produksi kortisol (terkait dengan produksi adrenalin) dalam darah sebagai satu upaya ampuh menjaga kesehatan tulang dan sendi. Gerakan-gerakan ini dapat dilakukan oleh manula ataupun manusia dengan keterbatasan fisik tanpa harus mendapatkan risiko cidera yaitu antara lain; Dandasana (posisi tongkat), Uttasana (posisi peregangan intensif), Bharadvjasana (posisi Begawan – perputaran sejajar), Setubandhana sarvangasana (posisi jembatan), dan terakhir savasana (Posisi Orang Mati). Gerakan ini dapat diberikan secara rutin
selama 15-20 menit satu kali sehari yaitu pagi hari jam 07.30 WIB selama 3 hari, porsi yoga dapat ditambah secara normal (Lebang, 2011). Yoga adalah panduan hidup menuju kesehatan, kedamaian pikiran, dan kebahagiaan. Bisa dilakukan siapa saja dan kapan saja. Sayangnya, hal ini belum banyak disadari. Tak sedikit pula yang menganggap yoga adalah sebuah gaya hidup yang eksklusif dan hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti yang dilakukan di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran dengan melakukan pendekatan kognitif dengan mengukur tingkat stress. Tingkat stress adalah hasil wawancara terhadap berat ringannya stress yang dialami seseorang. Tingkatan stress ini diukur dengan DASS (Depression Anxiety Stress Scale) terdiri dari 42 pertanyaan. Tingkat stress pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat (Lovibond & Lovibond, 1995). Dari 96 jumlah keseluruhan lansia yang tinggal di Unit Rehabilitasi Wening Wardoyo Ungaran 15 pasien lanjut usia yang diambil secara acak 1 lansia berada pada skor tingkat stress normal, 2 berada pada skor tingkat stress ringan, 4 berada pada skor tingkat stress sedang, 5 berada pada skor tingkat stress berat, dan 3 berada pada skor tingkat stress sangat berat. Sejauh ini penanganan stress yang sudah dilakukan pasien di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo hanya dengan mendengarkan musik dan bercanda bersama teman teman lansia dan dengan perawat yang bertugas di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, belum ada pengajaran tentang cara menangani stress pada lansia dengan senam yoga padahal menurut teori senam yoga merupakan salah satu cara
alternative yang sangat bermanfaat untuk menurunkan stress, kedamaian pikiran dan sangat baik juga untuk kesehatan serta kebugaran tubuh sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang perbedaan tingkat stres pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. METODE Jenis penelitian ini adalah penlitian eksperimen atau percobaan yaitu bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut (Notoatmodjo, 2010). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperiment Design) menggunakan rancangan pretest dan posttest pada kelompok ekseprimen dan tidak ada kelompok kontrol (One Grup Pretest Posttest). Variable dalam penelitian ini terdiri dari variable independen (senam yoga) dan variable dependen (Tingkat stress pada lansia). Pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Jenis data yang digunakan peneliti adalah data numerik merupakan variabel hasil penghitungan dan pengukuran (Sugiyono, 2012). Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu peneliti melakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kecil (≤50) dengan ketentuan keyakinan yang dipakai adalah 95% dan nilai kemaknaan α = 0,05. dimana uji signifikan (p value > 0,05 maka distribusi data normal. Hasil uji Shapiro Wilk dengan pengolahan data SPSS versi 12.0
menunjukkan data pengukuran pretest pada kelompok intervensi didapatkan hasil p-value 0,055 > (α = 0,05) dan hasil pengukuran posttest didapatkan hasil p-value 0,114 > (α = 0,05). Dari hasil pengukuran pretest dan posttest menunjukkan kelompok intervensi sebelum dan setelah diberikan perlakuan mempunyai nilai p-value > (α = 0,05), Maka dapat disimpulkan bahwa data hasil penelitian ini berdistribusi data normal. Oleh karena data yang diperoleh berdistribusi normal. Untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Wening Wardoyo Ungaran pada awal dan akhir penelitian pada kelompok intervensi menggunakan uji statistik t-test dependent (Sugiyono, 2010). HASIL PENELITIAN analisis perbedaan tingkat stres pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, dimana ada sejumlah 20 lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran telah dipilih sebagai responden, namun ditengah-tengah penlitian pada hari ke 2 ada 2 responden yang drop out alasannya karena dijemput pulang oleh keluarganya, sehingga disini total ada 18 lansia yang mengikuti penelitian sampai selesai yang dipilih sebagai responden dan diperoleh hasilhasil berikut ini. A. Analisis Univariat Analisis univariat dalam penelitian digunakan untuk memberikan gambaran tentang tingkat stres pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
1. Tingkat Stres Lansia Sebelum Diberikan Senam Yoga Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat stres lansia sebelum diberikan senam yoga disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Stres Pada Lansia Sebelum Diberikan Senam Yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 Tingkat Stres Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Jumlah
Frekuensi 0
Persentase (%) 0,0
7
38,9
11
61,1
18
100
Berdasarkan Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa sebelum diberikan senam yoga, sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran mengalami stres berat, yaitu sejumlah 11 lansia (61,1%). 2. Tingkat Stres Lansia Setelah Diberikan Senam Yoga Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat stres pada lansia sesudah diberikan senam yoga disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Stres Pada Lansia Sesudah Diberikan Senam Yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014
Tingkat Stres Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Jumlah
Frekuensi 9
Persentase (%) 50,0
9
50,0
0
0,0
18
100
Berdasarkan Tabel 5.2, dapat diketahui bahwa sesudah diberikan senam yoga, sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran mengalami stres ringan dan stres sedang, yaitu masing-masing sejumlah 9 lansia (50,0%). B. Analisis Bivariat Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Untuk menguji perbedaan ini digunakan uji t karena data yang diperoleh berdisitribusi normal, dengan p-value untuk pretest 0,055 dan p-value untuk posttest 0,114, dimana keduanya lebih besar dari α (0,05) yang menunjukkan data berdistribusi normal. Hasil uji t disajikan berikut ini. Tabel 5.3 Perbedaan Tingkat Stres pada Lansia Sebelum dan Setelah Diberikan Senam Yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 variable
perlakuan
N
Mean
SD
T
Tingkat Stres
sebelum
18
27,11 2,742 12,541
Setelah
18
18,50 1,757
p-value 0,000
Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa rata-rata skor tingkat stres lansia sebelum diberikan senam yoga sebesar 27,11, kemudian berkurang menjadi 18,50 setelah diberikan senam yoga. Berdasarkan uji t diperoleh nilai p-value sebesar 0,000. Oleh karena pvalue 0,000 < (0,05), maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tingkat stres lansia sebelum dan sesudah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Perbedaan ini terlihat dimana sesudah diberikan senam yoga, stres lansia berkurang dari 27,11 sebelum senam yoga menjadi 18,50 sesudah senam yoga. PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Gambaran tingkat stress pada lansia sebelum diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Berdasarkan hasil penelitian terhadap lansia yang menderita stres sebelum diberikan senam yoga pada kelompok intervensi dengan responden yang berjumlah 18 orang didapatkan rata-rata tingkat stress sebesar 27,11. Rata-rata tingkat stress sebelum diberikan perlakuan pada kelompok intervensi berada dalam klasifikasi stress berat. Dari 18 reponden sebelum diberikan perlakuan terdapat 11 lansia (61,1%) berada pada tingkat stres berat, dan 7 lansia (38,9%) berada pada tingkat stres sedang. Situasi stress berat merupakan situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun. Seperti
perselisihan perkawinan terus menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan makin lama situasi stres, makin tinggi risiko kesehatan yang ditimbulkan (Wiebe & Williams, 1992) dalam Patricia & Perry (2005). Tanda-tanda stress berat ini dapat dilihat dari kuesioner yang diisi oleh responden, dimana pada pengisian responden rata-rata berada pada skor stress berat. Jawaban yang paling banyak dijawab itu adalah soal nomor 2 yaitu 11 (61,1%) dengan paling banyak menjawab “sesuai dengan saya sampai batas yang dipertimbangkan, atau lumayan sering” yang bunyi soalnya “saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi” dimana dalam hasil penelitian ini dapat didukung oleh teori bahwa benar keaadaan atau respon terhadap stressor psikososial yang berupa tekanan mental sehingga memicu orang cenderung bereaksi berlebihan. 2. Gambaran tingkat stress pada lansia setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Berdasarkan hasil penelitian terhadap penderita stress pada lansia sesudah diberikan senam yoga pada kelompok intervensi dengan responden yang berjumlah 18 orang didapatkan rata-rata tingkat stres pada kelompok intervensi dan sebesar 18,50 yaitu berada diantara tingkat stress ringan dan stress sedang. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat stress pada lansia yang signifikan pada kelompok intervensi yaitu kelompok yang diberikan senam
yoga, dimana sesudah diberikan senam yoga didapatkan rata-rata tingkat stress pada lansia 18,50 yang sebelumnya didapatkan hasil ratarata sebesar 27,11. Dari 18 responden setelah diberikan perlakukan didapatkan 9 responden berada pada tingkat stres sedang (50%) dan 9 lansia berada pada tingkat stres ringan (50%). Penderita stress pada lansia pada kelompok intervensi diberikan perlakuan yaitu pemberian senam yoga selama 20 menit satu kali sehari yaitu pagi hari jam 07.30 WIB selama 3 hari. Sebelum dan setelah diberikan perlakukan dilakukan pengukuran tingkat stress terlebih dahulu, tingkat stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress yang dialami seseorang. Dari hasil penghitungan saat postest pada soal nomor 1, 8, dan 12 paling banyak dijawab oleh respponden yaitu masing-masing 12 (66,7%) lansia yang menjawab “sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang” yang bunyi soalnya no 1 “saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena halhal sepele” soal no 8 “saya merasa sulit untuk beristirahat” dan soal no 14 “saya menemukan diri saya mudah gelisah”, dimana dalam analisis ini peneliti menemukan bahwa sebagian besar pada saat postest menjawab lumayan sering menjadi kadang kadang setelah diberikan perlakuan, menunjukkan bahwa dari pengisian kuesioner oleh responden terdapat efek yang positif pada senam yoga terhadap penurunan tingkat stres. Mengingat keterbatasan fisik dan penurunan fungsi yang dialami lansia, disini peneliti menggunakan teknik yoga
dengan gerakan yang sesuai untuk lansia berdasarkan tekhnik yoga yang disimpulkan menjadi dua gerakan sederhana menurut Sani (2013) untuk lansia yang telah diberikan kepada lansia yaitu teknik dasar pranayama dan teknik pranayama lebih lanjut dimana pada teknik ada penguasaan pernapasan dan digabungkan dengan postur tubuh dan meditasi. B. Analisis Bivariat 1. Perbedaan tingkat stress pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Pada kelompok intervensi rata-rata tingkat stress pada lansia 27,11 sebelum diberikan senam yoga kemudian turun menjadi 18,50 setelah diberikan senam yoga. berdasarkan hasi uji t-test dependent didapatkan bahwa p-value 0,000 (α=0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat stress pada lansia kelompok intervensi sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Setelah diberikan senam yoga selama 3 hari, ada perubahan yang terjadi pada tingkat stress dilihat dari kuesiner postest dan repon fisiologis kelompok intervensi yaitu pada kuesioner posttest mengalami penurunan tingkat stress dan respon fisiologis yang awalnya responden sering menangis tanpa sebab, kesepian dan gelisah karena menanti kedatngan keluarga yang tidak kunjung dating menjadi lebih bisa menghadapi kenyataan dan lebih tenang menghadapi segala sesuatu yang memicu terjadinya stress berat yaitu ketika wawancara posttest yang
dilakukan peneliti bahwa responden mengakui lebih tenang dan jarang sekali merasa gelisah, kesepian, menangis tanpa sebab, dan sekarang pola tidur jauh lebih baik dari sebelumnya setelah diberikan senam yoga. Hal ini menunjukkan ada perbedaan tingkat stres pada lansia antara sebelum dan setelah diberikan senam yoga di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Penurunan tingkat strees didukung oleh teori yang menyatakan bahwa senam yoga dapat menstimulasi pengeluaran hormone endorfin. Endorphin adalah Neuro peptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang. Endorphin dihasilkan diotak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi tekanan darah tinggi. Ketika seseorang melakukan senam, maka b-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor didalam hypothalamus dan system limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi (Pujiastuti, 2013). PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sebagian besar tingkat stress pada lansia sebelum diberikan perlakuan pada kelompok intervensi dari 18 responden ada 11 (61,1%) lansia yang mengalami stress berat dan 7 (38,9%) lansia yang mengalami tingkat stress sedang. 2. Sebagian besar tingkat stress pada lansia setelah diberikan
perlakuan pada kelompok intervensi sebagian besar lansia mengalami stress sedang yaitu ada 9 (50,0%) lansia dan yang mengalami stress ringan ada 9 (50,0%) lansia.. 3. Ada perbedaan yang signifikan rata-rata tingkat stress pada lansia sebelum dan setelah diberikan senam yoga pada kelompok intervensi dengan nilai pvalue 0,000 (α=0,05). DAFTAR PUSTAKA Abikusno, N., Turana, Y., Santika, A., Tim Advokasi Komnas Lansia RI., DKK. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia Di Indonesia, Pusat data dan Informasi, Kementrian Kesehatan RI. From https://www.google.com/search?q=ju mlah++penduduk+indonesia+yang+ mengaalami+stress+tahun+2012.dep kes. Diakses semester I 2013 Adienta, G., & Handayani, F. (2012). Stres Pada Kejadian Stroke-Portal Ejournal Karya Ilmiah S1. Retrrieved April 9, 2012, from Http://www.ebookpdf.org/download/validitasdass.html Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan lanjut usia (ed 1). Yogyakarta : Graha Ilmu Damanik, D., Evelina. (2008). Journal Pengujian reliabilitas, validitas, analisis item dan pembuatan norma Depression Anxiety Stress Scale
(DASS) : from http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/lib ri2/detail.jsp?id=94859&lokasi =lokal Gordon,dkk.(2008).Changes in clinical and metabolic parameters after exercise Therapy in patients with type 2 diabetes. Diakses 2 Juni 2010 dari http://www.termedia.pl/showpdf.php ?article_id=11758&filename=Chan ge s.pdf&priority=1 Hawari, Dadang. (2008). Manajemen stress, cemas dan depresi (ed 2). Jakarta : Balai Penerbit FKUI Hendry. (2010). Populasi dan Sampel. From http://teorionline.wordpress.com/ 2010/01/24/populasi-dansampel/comment-page-4/ Heriawan, C.P., Probususeno., & Kemala N.S. (2009). Depresi pada pasien lanjut usia. Ilmu Penyakit Dalam (ed 5). Jakarta : Interna Publishing Indriana, Yeniar. (2012). Gerontologi dan Progeria. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Iyengar. (2013). Iyengar yoga center Indonesia. Posted on July 3, 2013 From http://iyengaryogaindonesia.wordpre ss.com/ Kushariyadi. (2011). Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba Medika Lebang, Erikar. (2011). Mitos dan fakta olahraga dan yoga. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Lovibond, S. H. & Lovibond, P.F. (1995). Manual for the Depression Anxiety Stress Scales (DASS) (2nd. Ed.).
Syedney. Psychology Foundation. from http://www2.psy.unsw.edu.au/Group s/Dass/down.htm Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Patricia A Potter, Anne G Perry. (2005). Fundamentals of nursing (ed 4). Jakarta : EGC Pujiastuti, Sindhu. (2013). Panduan lengkap yoga : untuk hidup sehat dan seimbang. Bandung: Penerbit Qanita Sani,
Rachman. (2013). Yoga untuk kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Setyoadi & Kushariadi. (2011). Terapi modalitas keperawatan pada klien psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian. Bandung: Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Yang K. (2007). Areview of yoga programs for four leading risk factors of chronic diseases. Diakses 4 April 2010 dari http://ecam.oxfordjournals.org/cgi/re print/4/4/487?maxtoshow=&hits=10 & RESULTFORMAT=&searchid=1&F IRSTINDEX=0&minscore=5000&r esourcetype=HWCIT