Pengaruh Senam Aerobik Low Impact Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar Meilan Purnamasari B. W, Ni Made., Sukawana, I Wayan., Suarnatha, Ketut. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Abstract: Depression occurs when the stress experienced by a person does not go away, and correlated with the dramatic incidents over a person, just like a feeling of loss, feelings of helplessness, as well as situations that lower self-esteem, this condition is similar to that that is experienced by female inmates in correctional institutions. The loss of freedom and lack of physical activity have also significant influence to the condition of inmates ‘depression. This results in not optimal blood circulation. Oxygen and nutrients carried throughout the body and brain also decline, causing the decline in brain metabolism and the production of neurotransmitters, including serotonin and norepinephrine in the limbic system that play the role in making depression. One effort to overcome is doing regular and structural physical activity by doing low impact aerobics. This study aims to find out there is effect of low impact aerobics to decrease levels of depression in female inmates. This study uses the design of one group pre-test and post-test design. The sample of 50 people selected using purposive sampling. Data is collected by using questionnaires Beck Depression Inventory (BDI) II. The results of study showed there is difference in the average level of depression before and after given the low impact aerobics for t = 10.176. Test results of paired sample t-test (p <0.05) obtained p-value = 0.000 <0.05, it can be stated there is significant impact of low impact aerobics on reducing levels of depression to female inmates at Denpasar Correctional Institution. Based on this study, it is suggested that female inmates routinely do low impact aerobics so it can help lower levels depression. Key words: Low Impact Aerobic Exercise, Depression, Female Inmates PENDAHULUAN Depresi adalah gangguan suasana hati yang kuat, mendalam, dan bertahan lama yang menyerang tubuh dan pikiran. Depresi mengacu pada perubahan kondisi emosional, motivasi, kogntif, serta perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik (Haryanto, 2005 dan Nevid dkk, 2005). Menurut Wenar dan Kerig (2000), depresi merupakan gangguan
penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa siasia, sebagai reaksi terhadap stresor) dengan kondisi mood yang menurun. Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan suatu periode gangguan fungsi dan
penyesuaian diri yang disertai dengan mood yang tertekan, dan gejala-gejala yang berhubungan, seperti perasaan sedih yang mendalam, perasaan kehilangan harapan serta perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik. Depresi dapat dialami oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Seseorang yang berada dalam kondisi tertekanan, kehilangan sesuatu yang di cintai, suasana lingkungan yang asing dan perasaan ketidakbebasan akan cenderung mudah untuk mengalami depresi (Purwandari, 2007). Sama halnya dengan yang dirasakan oleh narapidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan, dimana telah diketahui bahwa kondisi disebuah Lembaga Pemasyarakatan sangatlah berbeda jauh dengan kondisi yang ada di lingkungan masyarakat. Seorang narapidana baik pria maupun wanita dalam jangka waktu tertentu harus berada di dalam tempat yang dibatasi ruang lingkup, komunikasi, aktivitas, dan segala sesuatu yang terbatas (Novianto, 2007). Kondisi lingkungan yang seperti ini cenderung membuat seseorang merasa tertekanan, kehilangan perasaan kebebasan dan pada akhirnya ketidak mampuan adaptasi yang dihadapi oleh narapidana ini memungkinkan mereka untuk jatuh kedalam kondisi depresi (Prasetyo, 2008). Dalam kondisi ini narapidana wanita mempunyai kecenderungan mengalami depresi lebih besar dibandigkan pria (Purwandari, 2007). Selain kondisi yang penuh tekanan, mendapatkan stigma buruk dari masyarakat juga dapat mempengaruhi kondisi mental
narapidana terutama wanita. Wanita sebagai pelaku kejahatan dianggap telah melanggar norma ganda oleh masyarakat, yaitu norma hukum dan norma konvensional tentang bagaimana seharusnya wanita berperilaku dan bersikap. Stigma ini akan tetap ada meskipun narapidana wanita telah keluar dari penjara. Salah satu dampak dari masalah ini ialah jatuhnya narapidana wanita dalam kondisi perasaan bersalah, minder, ketakutan, tertekan, sedih, gelisah dan cemas yang pada akhirnya jatuh dalam kondisi depresi (Venie, 2007). Faktor aktivitas fisik yang yang terbatas di dalam Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai pengaruh penting terhadap kondisi depresi (Prasetyo, 2008). Menurut penelitian yang dipresentasikan pada konferensi dari British Nutrition Foundation (2008), menyatakan individu dengan aktivitas fisik yang rendah memiliki risiko depresi dua kali dibanding individu yang memiliki aktivitas teratur (David, 2008). Aktivitas fisik yang menurun dapat berdampak salah satunya pada sirkulasi darah yang tidak maksimal diedarkan keseluruh tubuh. Hal ini diakibatkan karena pembuluh darah yang tidak elastis. Akibatnya oksigen dan nutrisi yang dibawa keseluruh tubuh menurun, yang berdampak pada penurunan metabolisme energi yang akan mempengaruhi fungsi organ tubuh (Rudolf, 2007). Gangguan metabolisme yang terjadi didalam otak akan mempengaruhi produksi neurotransmiter termasuk serotonin dan norepinefrin di sistim limbik yang berkaitan dengan pengendalian emosi,
perilaku instinktif, motivasi serta perasaan. Penurunan kedua hormon ini didalam otak berperan dalam terjadinya kondisi depresi (Dwivedi, 2009). Untuk mengatasi masalah ini beberapa peneliti telah melalukan penelitian untuk dapat menyeimbangkan neurotransmiter pada pasien depresi tanpa obat-obatan, salah satunya adalah dengan melakukan aktivitas fisik senam aerobik low impact secara teratur. Senam aerobik low impact memperlihatkan dapat mempertahankan aliran darah otak, meningkatkan persediaan nutrisi otak, memfasilitasi metabolisme neurotransmiter yang dapat menurunkan depresi serta dapat memicu perubahan aktivitas molekuler dan seluler yang mendukung dan menjaga fungsi otak (Kuntaraf, 1998). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitan pre-experimental menggunakan one group pre-test dan post-test design yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narpidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini ialah seluruh narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan Denpasar yang berjumlah 62 orang. Adapun sampel pada penelitin ini berjumlah 50 orang yang diambil dari populasi sesuai kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling dengan teknik purposive sampling Instrumen Penelitian Pengumpulan data menggunakan angket BDI II. Alat ukur ini terdiri dari empat aspek utama yaitu kognitif (jalan pikiran), afektif (perasaan), motivasional (sikap dan perilaku), dan vegetatif (kebutuhan biologis). Terdiri dari 21 item. Setiap item terdiri atas 4 hingga 7 pernyataan dengan skor masing-masing. Skor tiap item 0-3. Khusus untuk item nomor 16 dan 18, terdiri atas 7 pernyataan tetapi dengan skor yang sama 0-3 dimana masing-masing item untuk skor 1,2 dan 3 digandakan untuk lebih memperjelas pernyataan yang dimaksudkan. Rentang skor Becs Depression Inventory (BDI) II adalah 0-63 dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 63. Skor 0-13 depresi minimal/tidak depresi Skor 14-19 depresi ringan, skor 20-28 depresi sedang, skor 29-63 depresi berat. Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Dari sampel terpilih akan diberikan senam aerobik low mpact Ayo Bangkit. Senam akan dipandu oleh instruktur senam yang telah terlatih dan telah menguasai senam
Ayo Bangkit tersebut. Senam akan dilakukan selama 20 menit termasuk pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Satu hari sebelum diberikan senam, reponden dibagikan angket BDI II untuk mengetahui tingkat depresi pre senam aerobik low impact, kemudian diberikan enam selama 2 minggu berturut-turut 3 kali dalam seminggu, dilanjutkan dengan pembagian angket BDI II 1 hari setelah senam aerobik low impact, untuk mengetahui tingkat depresi post. Data yang didapat adalah gambaran tingkat depresi sebelum dilakukan senam aerobik low impact, gambaran tingkat depresi setelah dilakukan senam aerobik low impact, dan pengaruh senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar. Data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan program komputer. Untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi sebelum dan sesudah senam aerobik low impact dengan skala data interval menggunakan uji paired sample t-test (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan atau nilai α (alpha) sebesar 5% (0,05). HASIL PENELITIAN Sebagian besar narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar sebelum diberikan senam aerobik low impact memiliki tingkat depresi sedang yaitu sebesar 40% atau 20 orang. Rata-rata skor depresi pre senam sebesar 25,74 (depresi sedang). Setelah diberikan senam aerobik low impact mengalami penurunan tingkat
depresi dengan rata-rata skor 16,60 (depresi ringan). Hasil analisis data dengan menggunakan uji paired sample t-test (dua sampel berpasangan) didapatkan nilai t sebesar 10,167 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat depresi sebelum diberikan senam aerobik low impact dan tingkat depresi setelah diberikan senam aerobik low impact. Selain itu dengan nilai α = 0,05 didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi (p) yaitu 0.000 yang berarti p<0,05 dimana dapat dismpulkan bahwa dengan tingkat kemaknaan atau kesalahan 5% maka H0 (nol) ditolak yang artinya ada pengaruh pemberian senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar. PEMBAHASAN Menurut Beck (1985) dalam Pramudyawati (2009), depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang dapat disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan aktifitas fisik maupun mental dan kesukaran dalam berpikir. Narapidana wanita rentan terkena depresi karena ditinjau dari segi internal, wanita lebih mudah merasa sedih, cemas dan putus asa dengan kondisinya. Kondisi disebuah Lembaga Pemasyarakatan sangatlah berbeda jauh dengan kondisi yang ada di lingkungan masyarakat. Seorang narapidana baik pria maupun wanita dalam jangka waktu tertentu harus berada di dalam tempat yang dibatasi ruang lingkup, komunikasi, aktivitas, dan segala sesuatu yang terbatas
(Purwandari, 2007). Kondisi yang demikian, memungkinkan seorang narapidana merasa tertekan, mengembangkan perasaan negatif dan cara berfikir yang negatif yang pada akhirnya semakin lama mengalami kondisi demikian, maka dapat menjadikan mereka depresi. Dari hasil pengolahan data angket BDI II yang telah dikumpulkan, sebagian besar narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar sebelum diberikan senam aerobik low impact memiliki tingkat depresi sedang yaitu sebesar 40% atau 20 orang, diikuti oleh tingkat depresi berat sebanyak 38% atau 19 orang, depresi ringan sebanyak 16% atau 9 orang, dan Depresi minimal/tidak depresi sebanyak 6% atau 3 orang. Rata-rata tingkat depresi responden sebelum diberikan senam aerobik low impact sebesar 25,74 yang dimana berdasarkan kateogri BDI II merupakan tingkat depresi Sedang (2028). Sejalan dengan hasil yang diperoleh, pada peneltian yang dilakukan Pramudyawati (2009) menggunakan kuisoner BDI mendapatkan bahwa 100% narapidana yang diteliti mengalami depresi, dengan tingkat depresi berat menduduki prosentase tertinggi yaitu 72 %, dikuti oleh depresi sedang. Sebuah studi berkelanjutan mulai tahun 2003 sampai 2009 di Florida menyatakan bahwa depresi merupakan salah satu masalah utama dalam penjara, dimana sebanyak 25% narapidana diindikasikan menderita depresi berat, sedangkan 30% lainnya diindikasikan menderita depresi sedang (Gussak, 2009). Penelitian lain
yang dikalukan oleh Yursadi (2010), mengenai prevalensi faktor risiko depresi pada narapidana menggunakan angket BDI, hasil yang diperoleh memperlihatkan prevalensi depresi pada narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas I Palembang adalah 65,7% dengan depresi sedang memuliki proporsi terbanyak (52%). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa narapidana dengan segala keterbatasan dan ketidak bebasan didalam Lembaga Pemasyarakatan, sebagaian besar mengalami masalah depresi dengan rata-rata kategori depresi berada pada kategori sedang sampai berat menduduki jumlah terbanyak. Sedangkan rerata tingkat depresi responden setelah diberikan senam aerobik low impact sebesar 16,60 (depresi ringan), dimana menunjukkan bahwa tingkat depresi setelah diberikan senam aerobik low impact mengalami penurunan dengan rerata penurunan sebesar 9,14 skor. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuntaraf (1998) pengaruh senam aerobik low impact terhadap penurunan depresi pada penderita depresi. Dalam penelitian ini didapatkan penurunan tingkat depresi setelah diberikan senam aerobik low impact mampu menurunkan depresi hingga 64% pada total penderita depresi yang diteliti. Pada penelitian lain oleh Dianingtyas (2008) perbedaan tingkat depresi pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan senam bugar lansia, dimana senam bugar lansia juga merupakan salah satu jenis senam aerobik low impact, didapatkan ada perbedaan tingkat depresi lansia
sebelum dan sesudah dilakukan senam, dimana jumlah dari keseluruhan responden yang berjumlah 22, diperoleh hasil bahwa 14 responden (66,7 %) mengalami penurunan tingkat depresi dan sebanyak 7 responden (33,3 %) tidak mengalami perubahan tingkat depresi setelah diberikan perlakuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengalami penurunan tingkat depresi setelah diberikan senam aerobik low impact. Menurut Rudolf (2007) aktivitas fisik yang menurun dapat berdampak salah satunya pada sirkulasi darah yang tidak maksimal diedarkan keseluruh tubuh. Akibatnya oksigen dan nutrisi yang dibawa keseluruh tubuh menurun, yan berdampak pada penurunan metabolisme energi yang akan mempengaruhi fungsi organ tubuh. Gangguan metabolisme yang terjadi didalam otak akan mempengaruhi produksi neurotransmiter termasuk serotonin dan norepinefrin di sistim limbik yang berkaitan dengan pengendalian emosi, perilaku instinktif, motivasi serta perasaan. Penurunan kedua neurotransmiter ini didalam otak berperan dalam terjadinya kondisi depresi (Dwivedi, 2009). Dengan melakukan aktivitas fisik senam aerobik low impact secara teratur, aliran darah otak akan optimal sehingga mampu meningkatkan persediaan nutrisi otak, memfasilitasi metabolisme neurotransmiter yang dapat menurunkan depresi serta dapat memicu perubahan aktivitas molekuler dan seluler yang mendukung dan menjaga fungsi otak (Kuntaraf, 1998)
Hasil penelitian mengenai pengaruh senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana wanita menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara tingkat depresi sebelum dan setelah diberikan senam aerobik low impact pada pada narapidana wanita. Uji t berpasangan dapat terlihat nilai t sebesar 10,167 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat depresi sebelum diberikan senam aerobik low impact dan tingkat depresi setelah diberikan senam aerobik low impact. Nilai mean sebelum diberikan senam dan setelah diberikan senam sebesar 9,140 dengan standar deviasi 6, 357. Perbedaan ini diuji dengan uji t berpasangan menghasilkan nilai p= 0,000 yang berarti menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana wanita (p=0,000;α=0,05). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa tingkat depresi responden sebelum diberikan senam aeobik low impact didapatkan rerata skor depresi sebesar 25,74, sedangkan setelah diberikan senam aerobik low impact didapatkan rerata tingkat depresi responden sebesar 16,60. Dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi setelah diberikan senam aerobik low impact mengalami penurunan dengan rerata penurunan sebesar 9,14 skor. Menurut Kuntaraf (1998) senam aerobik low impact yang dilakukan selalam 2 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu mampu menurunkan depresi hingga 64 persen
pada total penderita depresi yang diteliti. Kenneth (Founder of Aerobics Movement) dalam Kuntaraf (2005), menjelaskan aerobik intensitas ringan dapat memperbaiki denyut jantung dan sistem otonomik tubuh yang sangat diperlukan untuk menanggulangi stres. Olahraga dapat menjadi penyembuh untuk berbagai gejala kejiwaan, dapat mengurangi kekhawatiran, keletihan dan kebingungan serta depresi. Gerakan aerobik diarahkan agar jantung terpompa lebih cepat daripada biasanya dan membuat nafas lebih cepat. Mempekerjakan jantung dengan cara ini akan membuat jantung lebih kuat dan lebih efisien dalam membantu sirkulasi dalam tubuh. Sirkulasi darah yang optimal keseluruh tubuh akan membantu meningkatkan fungsi organ tubuh. Selain itu, sirkulasi yang optimal ke otak akan membantu aliran darah membawa banyak oksigen dan nutrisi ke otak sehinga terjadi peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan energi yang dihasilkan oleh mitokondria sel saraf untuk mensintesis neurotransmiter terutama serotonin dan norepinefrin didalam otak termasuk sistim limbik yang berkaitan dengan pengendalian emosi, perilaku instinktif, motivasi serta perasaan (Heryati, 2008). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lambourne (2006), aktivitas aerobik memperlihatkan hasil dimana dapat mempertahankan aliran darah otak, meningkatkan nutrisi otak, memfasilitasi metabolisme neurotransmitter, memicu perubahan aktivitas molekuler dan seluler, dan
menjaga plasitas otak. Selain itu, aktivitas fisik aerobik juga meningkatkan vaskularisasi otak, meningkatkan faktor neutropik yang berperan sebagai neuroprotektif dan meningkatkan level dopamin dan serotonin. Serotonin disekresikan oleh nukleus yang bersal rafe medial batang otak dan berproyeksi di sebagian besar area otak khusunya menuju radiks dorsalis medula spinalis dan menuju hipotalamus (Guyton, 1997). Pelepasn serotonin di area nuklei anterior dan nuklei ventromedial hipotalamus akan menimbulkan perasaan senang, rasa puas, dan ketenangan sehingga berperan dalam penurunan depresi (Heryati, 2008). Norepinefrin juga berperan dalam penurunan depresi. Norepinefrin disekresi oleh sebagian besar neuron yang berada di batang otak dan hipotalamus. Peningkatan sekresi norepinefrin pada hipotalamus membantu pengaturan seluruh aktivitas dan suasana hati, pikiran dan kehendak (Heryati, 2008). Selain itu peningkatan norepinefrin akan mempengaruhi perbaikan sistim fisik tubuh pada penderita depresi dengan meningkatan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah, dan membuat penderita lebih bersemangat (Heryati, 2008). Aktivitas aerobik yang teratur juga membantu menurunkan aktivitas amygdala pada sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Sistem ini berpengaruh terhadap sekresi corticotropic releasing hormone (CRH) yang berperan dalam pengaturan sekresi GnRH hipotalamus dari tempat produksinya di nukleus
arkuata. Khususnya pada wanita produksi GnRH mengakibatkan produksi LH dan FSH oleh hipofisis anterior yang secara langsung juga mempengaruhi hormon estrogen dan progesteron pada tingkat ovarium (Suyono, 2002). Produksi estrogen berpengaruh terhadap produksi serotonin yang berperan dalam menimbulkan perasaan senang, rasa puas, dan ketenangan sehingga berperan dalam penururna depresi (Heryati, 2008). Suasana hati dari orang yang melakukan olahraga menjadi baik, dan tubuh semakin berenergi di dalam tubuh, jumlah sel darah merah juga akan meningkat sehingga sistem pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh menjadi lebih efisien. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa senam aerobik low impact yang diberikan 3 kali perminggu selama 2 minggu efektif dalam menurunkan tingkat depresi pada narapidana wanita di Lembaga Peamasyarakatan Denpasar. Adanya perbedaan ini terjadi karena adanya peningkatan aktivitas fisik dan perubahan pola aktivitas responden. Sebelum perlakuan sebagian besar responden terbiasa mengikuti kegiatan rutin yang yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Kondisi rutinitas dan lingkungan yang seperti ini cepat menimbulkan perasaan bosan. Latihan aerobik yang telah diberikan tidak hanya membantu merasa lebih baik tapi juga bisa membantu meningkatkan aktivitas, menurunkan stress, memberikan rasa senang selama melakukan latihan.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengisian kuisoner Beck Depression Inventory (BDI) II yang dilakukan langsung oleh responden didapatkan hasil tingkat depresi responden sebelum diberikan senam aerobik low impact didapatkan nilai tengah 26,50, rata-rata sebesar 25,74 dan nilai yang paling sering muncul adalah 26. Berdasarkan kategori tingkat depresi BDI II, ratarata tingkat depresi narapidana wanita sebelum diberikan senam aerobik low impact adalah depresi sedang (20-28). Sedangkan tingkat depresi responden setelah diberikan senam aerobik low impact didapatkan nilai tengah sebesar 18, rata-rata sebesar 16,60. dan nilai yang paling sering muncul adalah 21. Berdasarkan kategori tingkat depresi BDI II, rata-rata tingkat depresi narapidana wanita setelah diberikan senam aerobik low impact adalah depresi ringan (14-19). Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata tingkat depresi pada narapidana wanita setelah diberikan senam aerobik low impact yaitu sebesar 19, 4 skor. Hasil analisa data yang menggunakan uji paired sample t-test terlihat nilai t = 10,167 yang menunjukkan terdapat perbedaan antara tingkat depresi sebelum dan setelah diberikan senam aerobik low impact pada narapidana wanita. Nilai probabilitas (p) didapatkan 0,000 lebih kecil dari α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat kemaknaan atau kesalahan 5% maka H0 (nol) ditolak yang artinya ada pengaruh signifikan pemberian senam aerobik low impact terhadap penurunan tingkat depresi pada
narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar. Pada penelitian terbukti bahwa senam aerobik low impact berpengaruh terhadap penurunan tingkat depresi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar, maka petugas Lembaga Pemasyarakatan terutama tenaga medis khusunya perawat agar melanjutkan menggunakan senam aerobik low impact sebagai salah satu kegiatan rutin di lembaga pemasyarakatan sehingga dapat menurunkan tingkat depresi yang dialami oleh narapidana wanita. Bagi narapidana wanita juga untuk rutin melakukan senam aerobik low impact sehingga menurunkan tingkat depresi yang dialami.
DAFTAR PUSTAKA Andi, Ryanto. 2006. Intregarasi Narapidana Dalam Masyarakat Setekah Bebas Dari Rumah Tahanan Di Desa Karanglo. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Semarang. Brick, Lynne. 2002. Bugar Dengan Senam Aerobik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. David, Gutierrez. 2008. Lack of Physical Activity Causes Mental Decline (online) (http://www.naturalnews.com/023 699_physical_activity_causes_res earchhtml&usg=ALkJrhj4FPKhG 0kqflxlJrAtxJVFwZMyNg#ixzz1 m7j8GMpO (Akses 10 Maret 2012) Dewantari, Ni Made. 2007 Senam Ayo Bangkit dan Jalan Masing-Masing
Disertai Diet Energy Rendah Menurunkan Berat Badan dan Lemak Tubuh. Thesis tidak diterbitkan. Denpasar Program Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Dianingtyas, Agustin. 2008. Perbedaan Tingkat Depresi Pada Lansia Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Senam Bugar Lansia Di Panti Wredha Wening Wardoyo Ungaran. Jogja: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UNDIP. Dinata, Marta. 2007. Langsing dengan Aerobik. Jakarta: Cerdas Jaya. Kuntaraf LK. 1992. Olahraga sumber kesehatan. Bandung : Percetakan Advent Indonesia. Lambourne, K. 2006. Exercise Memiliki Hubungan Dengan Kapasitas Working Memory Pada Dewasa Muda. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Fungsi Kognitif. 25(6):295-300 M. Babyak , et al. 2000. Exercise Treatment For Major Depression. Departmen of Psychiatry and Behavioral Sciences, Box 3119, Duke University Medical Center, Durham. M. David. 2008. Associations between physical activity and reduced rates of hopelessness, depression, and suicidal behavior among college students. Journal of American College Health. 1(1) Monroe, et al. (2006). Life Stress and The Long-Term Treatment Course of Recurrent Depression : III. Nonserve Life Events Predict Recurrence for Medicated Over 3 Years. Journal of Consulting and
Clinical Psychology, (74): 112120. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Pramudyawati, Anisa. 2009. BentukBentuk Distorsi Kognitif Narapidana Wanita Yang mengalami Depresi Di Lapas Sragen. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Prasetyo, Novianto. 2008. Dinamika Konsep Diri Pada Narapidana Menjelang Bebas Di Lembaga Pemasyarakatan Sragen. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Saputri, dkk. 2011. Perbedaan Kejadian Depresi Pada Narapidana Usia Muda Dan Usia Tua Beserta Gambaran Sidik Jari Di Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto. Purwokerto : Fakultas Kedokteran dan IlmuIlmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman. Siane M. Tampi. 2009 Pelatihan Senam Aerobik Dengan Dingklik Lebih Besar Menururnkan Lemak Tubuh Dibandingkan Latihan Senam Aerobik Benturan Ringan. Denpasar: Program Pacsa Sarjana UNUD. Venie, Viktoria. 2007. Stigma Sosial dan Kecemasan. Untuk Kembali ke Masyarakat. Narapidana Wanita, 4(1). Wahyo. E dan A wahyu. 2004. Senam Ayo Bangkit. Jakarta: FOMI
Wilmore, J., dan Knuttgen, H. 2003. Aerobic Exercise and Endurance Improving Fitness for Health Benefits. The Physician and Sportsmedicine, 31(5):45 Yureasi, R. Pradana. 2010. Prevalensi Dan Factor Risiko Depresi Pada Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Kelas I. Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.