SKRIPSI
PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP FUNGSI KOGNITIF DAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI PUSKESMAS RANTANG TAHUN 2015
Oleh YENNI SARLI WARUWU 11 02 050
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI
PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP FUNGSI KOGNITIF DAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI PUSKESMAS RANTANG TAHUN 2015
Skripsi ini Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh YENNI SARLI WARUWU 11 02 050
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
PERNYATAAN
PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP FUNGSI KOGNITIF DAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI PUSKESMAS RANTANG MEDAN TAHUN 2015 SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis yang dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
Agustus 2015
(Yenni Sarli Waruwu)
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Data Mahasiswa Nama
: Yenni Sarli Waruwu
NIM
: 11 02 050
Tempat/Tgl Lahir
: Takengon, 9 Juni 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Kristen Protestant
Suku
: Nias
Anak ke
: 1 dari 3 bersaudara
Alamat
: Desa Kutenireje, Kec. Lut Tawar, Takengon
Email
:
[email protected]
No.Hp
: 082273339794
2. Data Orang Tua Nama Ayah
: Sabaati Waruwu
Nama Ibu
: Liana Waruwu
Agama
: Kristen Protestant
Alamat
: Desa Kuteni Reje, Kec. Lut Tawar, Takengon
3. Riwayat Pendidikan a. Tahun 1999 - 2005
: SD Negeri 8 Takengon
b. Tahun 2005 - 2008
: SMP Negeri 1 Takengon
c. Tahun 2008 - 2011
: SMA Negeri 1 Takengon
d. Tahun 2011 - 2015
: Sedang menyelesaikan studi S1 Keperawatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
ii
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN &KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN Skripsi, Agustus 2015 Yenni Sarli Waruwu Pengaruh Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Dan Kualitas Tidur Pada Lansia Di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015. xiv + 73 halaman + 8 tabel + 1 skema + 8 lampiran
ABSTRAK Menua merupakan proses terjadinya perubahan fisik dan kemunduran biologis yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas tidur dan penurunan fungsi kognitif pada lansia. Senam otak merupakan salah satu terapi non farmakologi yang dapat memberi rangsangan pada otak dan mampu mengembalikan posisi kelenturan saraf dan aliran darah, sehingga dapat meningkatan relaksasi pada lansia untuk membantu kualitas tidur dan fungsi kognitif lansia. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif dan kualitas tidur pada lansia di Puskesmas Rantang Medan. Desain penelitian adalah quasi eksperimental dengan pendekatan one group pre and post test design. Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling yang berjumlah 21 lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden sesudah dilakukan senam otak sebanyak 66,7% lansia dengan gangguan kognitif ringan dan mayoritas responden sesudah dilakukan senam otak sebanyak 66,7% lansia dengan nilai kualitas tidur buruk. Uji dependen t test paired (p<0,05) menunjukkan ada pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia dan uji Mc Nemar (p>0,05) menunjukkan tidak ada pengaruh senam otak terhadap kualitas tidur pada lansia. Diharapkan kepada puskesmas agar menerapkan terapi senam otak untuk meningkatkan fungsi kognitif pada lansia dan mencari terapi lain seperti senam aerobik untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia.
Kata kunci : Senam Otak, Fungsi Kognitif, Kualitas Tidur Daftar pustaka : 34 (2001-2014)
iii
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF NURSING & MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN Scription, Agust 2015 Yenni Sarli Waruwu The Effect Of Brain Gym To Cognitive Function And Sleeping Quality Of Elderly At The Public Health Centre Rantang Medan In 2015. xiv + 73 pages + 8 tables + 1 schema+ 8 attachments
ABSTRACT Getting old is the process of the changing or phisical appearance and biological decreasing that cause the creasing of sleeping quality and cognitive function to elderly. Brain gym is one of the non pharmacological therapies to stimulate the brain and can fix the nerve position and blood flow, so it can increase the relaxation for the elderly to help sleeping quality and cognitive function. The purpose of this study is to find out the effect of brain gym to the cognitive function and sleeping quality for the elderly in Public Health Centre Rantang Medan. The study design is quasi eksperimental with the approach one group pre and post test design. The sampling method is purposive sampling with 21 elderly. The results of the study show that 67% of the respondents have light cognitive problem and 66,7% have bad sleeping problem after doing brain gym. The t test paired (p<0.05) shows that there is effect of brain gym to the elderly cognitif function and mc nemar (p>0,05) shows that there is no effect of brain gym to the sleeping quality. It is suggested to the public health centre to apply brain gym exercise to the elderly to increse cognitive function and also apply other therapies like aerobic to increase sleeping quality.
Keywords References
: Brain Gym, Cognitive Function, Sleep Quality : 32 (2001-2014)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Pengaruh Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Dan Kualitas Tidur Pada Lansia Di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015”. Skripsi ini disusun sebagai awal penelitian dalam rangka memenuhi persyaratan pendidikan menyelesaikan program sarjana di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Dalam proses penyelesaian proposal ini peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih yang setulusnya kepada yang terhormat: 1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia 3. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia 4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia 5. Dr. Fauziah, selaku Kepala Puskesmas Rantang serta staf bagian penelitian yang telah memberi ijin dalam pengambilan data 6. Ns. Amila, M.Kep, Sp.KMB, selaku ketua Penguji yang telah membantu dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini 7. Karnirius Harefa, M.Biomed, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran maupun masukan dalam kelengkapan penulisan skripsi ini 8. Ns. Henny Syahfitri, M.Kep, Selaku Dosen Pengji II yang telah memberikan saran maupun masukan dalam kelengkapan penulisan skripsi ini
v
9. Ns. Rumondang Gultom, M.KM, selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan bimbingan dan masukan serta saran dalam menyelesaikan skripsi ini 10. Teristimewa buat orang tua peneliti Ayahanda (S.Waruwu) dan Ibunda (L.Waruwu), kedua adik tersayang (Jefrinas Waruwu dan Helvi Peter Waruwu), serta keluarga besar penulis yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moral maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Terima kasih kepada teman-teman Mahasiswa/i PSIK Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, dan upaya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini peneliti menyadari masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan lritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dan kebaikan skripsi ini serta peneliti berharap kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih.
Medan,
Agustus 2015 Penulis
(Yenni Sarli Waruwu)
vi
DAFTAR ISI Hal COVER DALAM HALAMAN PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ............................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR SKEMA ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i ii iii iv v vii x xi xii xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... B. Perumusan Masalah ........................................................................... C. Tujuan Penelitian ............................................................................... D. Manfaat Penelitian .............................................................................
1 6 6 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia ......................................................................................... 1. Definisi Lanjut Usia ...................................................................... 2. Klasifikasi Lanjut Usia .................................................................. 3. Konsep Menua............................................................................... 4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia ................................... B. Demensia............................................................................................ 1. Definisi Demensia ........................................................................ 2. Penyebab Demensia ..................................................................... 3. Stadium Demensia ....................................................................... 4. Pencegahan Kepikunan ................................................................ C. Kognitif .............................................................................................. 1. Pengertian Kognitif ....................................................................... 2. Fungsi Kognitif ............................................................................. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kognitif ...............................
8 8 8 8 10 16 16 16 17 17 19 19 19 21
vii
D.
E. F. G.
H. I.
4. Instrumen Pengukuran Kognitif .................................................... Konsep Tidur ..................................................................................... 1. Pengertian Tidur ............................................................................ 2. Bentuk-Bentuk Gangguan Tidur ................................................... 3. Tujuan Tidur .................................................................................. 4. Tahapan Tidur ............................................................................... 5. Kebutuhan Tidur Lansia ................................................................ Kualitas Tidur .................................................................................... Konsep Otak....................................................................................... Senam Otak ........................................................................................ 1. Pengertian Senam Otak ................................................................. 2. Manfaat Senam Otak ..................................................................... 3. Mekanisme Kerja Brain Gym ........................................................ 4. Hubungan Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif dan Kualitas Tidur .............................................................................................. 5. Standar Operasional Prosedur Senam Otak .................................. 6. Ragam Senam Otak ....................................................................... Kerangka Konsep ............................................................................... Hipotesis ............................................................................................
23 25 25 25 27 28 29 30 30 31 31 32 35 36 37 37 49 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ............................................................................... B. Populasi Dan Sampel Penelitian ........................................................ C. Waktu Penelitian ................................................................................ D. Lokasi Penelitian ................................................................................ E. Definisi Operasional .......................................................................... F. Aspek Pengukuran ............................................................................. G. Alat Dan Prosedur Pengumpulan Data .............................................. 1. Alat Penelitian ............................................................................... 2. Validitas Dan Reliabilitas ............................................................. 3. Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... H. Etika Penelitian .................................................................................. I. Pengolahan Dan Analisa Data ........................................................... 1. Pengolahan Data .......................................................................... 2. Analisa Data .................................................................................
50 50 52 52 53 53 54 54 54 55 55 56 56 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ............................................................................... B. Hasil Penelitian ..................................................................................
58 58
viii
1. Analisis Univariat ........................................................................ 2. Analisis Bivariat........................................................................... C. Pembahasan........................................................................................ 1. Interpretasi Dan Diskusi Hasil ..................................................... 2. Keterbatasan Penelitian ................................................................
58 59 61 61 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................ B. Saran ..................................................................................................
76 76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 3.1 Tabel 4.1
Mini Mental State Examination (MMSE) ...................................... Tahapan Tidur ................................................................................ Definisi Operasional ...................................................................... Distribusi Frekuensi Fungsi Kognitif Sebelum Dan Sesudah Intervensi Senam Otak ................................................................... Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Sesudah Dan Sesudah Intervensi Senam Otak ................................................................... Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Shapiro Wilk ........................................ Tabel 4.4 Hasil Uji Dependen T Test Paired Dengan Fungsi Kognitif Sebelum Dan Sesudah Senam Otak ............................................... Tabel 4.5 Hasil Uji Mc Nemar Dengan Kualitas Tidur Sebelum Dan Sesudah Senam Otak ......................................................................................
x
23 28 53 58 59 59 60 61
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1
Hal Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 49
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16
Sakelar Otak (Brain Buttons) .................................................... Tombol Bumi (Earth Buttons) .................................................. Tombol Imbang (Balance Buttons) ........................................... Tombol Angkasa (Space Buttons) ............................................. Menguap Berenergi (Energy Yawn) .......................................... Pasang Telinga (Thinking Cup) ................................................. Burung Hantu (The Owl) ........................................................... Pasang Kuda-kuda (The grounder) ........................................... Luncuran Gravitasi (Gravity Glider)......................................... Mengaktifkan Tangan (Arm Activation) ................................... Titik Positif (Positive Point) ..................................................... Kait Relaks (Hook-Ups) ............................................................ Gerakan Silang (Cross Crawls)................................................. 8 Tidur (Lazy Eight’s) ............................................................... Putaran Leher (Neck Rolls) ....................................................... Pernapasan Perut (Belly Breathing) ..........................................
xii
Hal 37 38 39 40 40 41 41 42 43 43 44 44 45 46 47 48
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 2. Kuisioner Penelitian Fungsi Kognitif MMSE Lampiran 3. Kuisioner Penelitian Kualitas Tidur PSQI Lampiran 4. SOP Senam Otak Lampiran 5. Surat Ijin Survey Awal Lampiran 6. Balasan Surat Ijin Survey Awal Dinas Kesehatan Lampiran 7. Balasan Surat Ijin Survey Awal Puskesmas Rantang Medan Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian Lampiran 9. Balasan Ijin Penelitian Dari Tempat Penelitian Lampiran 10. Mater Data Lampiran 11. Output SPSS Lampiran 12. Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 13. Lembar Perbaikan Skripsi
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses menua dan usia lanjut merupakan proses alami yang dialami setiap orang (Atun, 2008 dalam Setiawan, 2014). Saat ini, diseluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 625 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2012 dalam Guslinda, et al. 2014). Perkembangan jumlah penduduk lanjut usia di dunia menurut perkiraan World Health Organitation (WHO) akan meningkat pada tahun 2025 dibandingkan tahun 1990 dibeberapa negara dunia seperti China 220%, India 242%, Thailand 337%, dan Indonesia 440% (Wiwin, 2011 dalam Setiawan, 2014).
Asia merupakan wilayah yang paling banyak mengalami perubahan komposisi penduduk dan diperkirakan pada tahun 2025, populasi lanjut usia akan bertambah sekitar 82%. Penduduk lanjut usia di Indonesia 2008 sebesar 21,2 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 66,8 tahun, tahun 2010 sebesar 24 juta jiwa dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Arita, 2011 dalam Setiawan, 2014). Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk lanjut usia di atas 60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar 76.770 jiwa pada tahun 2010 menjadi sebesar 79.400 jiwa lansia pada tahun 2011, sementara pada tahun 2012 jumlah lansia sebesar 82.450 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah lansia meningkat menjadi 86.000 jiwa dan pada tahun 2014 jumlah lansia 90.020 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2013).
Seseorang yang usianya lanjut akan mengalami kemunduran biologis yang terlihat sebagai kemunduran yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang,
1
2
tempat, serta tidak mudah untuk menerima hal/ide baru (Cahyono, 2014). Menurut Wilson (2009, dalam Festi, 2010) mengatakan bahwa seiring dengan angka peningkatan orang usia lanjut, maka angka lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif juga meningkat. Kemampuan fisik yang menurun juga menyebabkan perubahan kualitas tidur pada lansia (Putra, 2011 dalam Cahyono, 2014). Menurut Hidayat (2008, dalam Umami & Priyanto, 2013) selama proses penuaan, terjadi perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur yang khas yang membedakan dari orang yang lebih muda.
Lansia dengan kemampuan kognitif yang menurun memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi demensia (Miller, 1995 dalam Anwar, 2006). Menurut Atun (2010, dalam Setiawan, 2014) mengatakan bahwa demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan-lahan, serta dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Menurut Sumijatun (2005 dalam Setiawan, 2014) mengatakan bahwa demensia ditandai dengan adanya gangguan mengingat jangka pendek dan mempelajari hal-hal baru, gangguan kelancaran berbicara (sulit menyebutkan nama benda dan mencari kata-kata untuk diucapkan), keliru mengenai tempat, waktu, orang atau benda, sulit hitung menghitung, tidak mampu lagi membuat rencana, mengatur kegiatan, mengambilan keputusan, dan lain-lain. Pada sekitar 10-20% kasus demensia bersifat reversibel atau dapat diobati. Di Indonesia, prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5% dari populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur 85 tahun ke atas (Amirullah, 2011 dalam Guslinda, et al. 2013).
Selain mengalami penurunan fungsi kognitif pada lansia, lansia juga mengalami penurunan kemampuan fisik yang menyebabkan perubahan kualitas tidur pada lansia. Kualitas tidur merupakan kemampuan setiap orang
3
untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM (rapid eye movement) dan NREM (non rapid eye movement) yang sesuai (Khasanah, 2012 dalam Cahyono, 2014). Menurut Potter dan Perry (2005, dalam Umami & Priyanto, 2013) salah satu fungsi tidur selain untuk memelihara jantung, tidur juga berfungsi sebagai pemulihan fungsi kognitif. Seseorang yang mendapatkan kualitas tidur yang baik akan berpengaruh terhadap fungsi kognitifnya, dimana pada tahap tidur dihubungkan dengan aliran darah ke serebral, peningkatan konsumsi oksigen yang dapat yang membantu penyimpanan memori dan pembelajaran yang berhubungan dengan fungsi kognitifnya. Kurang tidur dapat menyebabkan seseorang merasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari dan kurang berenergi serta menyebabkan gangguan konsentrasi (Imran, 2010 dalam Cahyono, 2014).
Persentasi individu mengeluhkan masalah gangguan tidur, insomnia sedikit banyak memberi dampak pada kualitas tidur, sehingga menyebabkan tidur tidak berkualitas (Sumedi, et al. 2010). Angka yang lebih tinggi dalam laporan-laporan mengenai masalah tidur adalah pada orang dewasa akhir atau pada orang lansia (National Sleep Foundation, 2003 dalam Pieter, et al. 2011). Pada lansia, kualitas tidur pada malam hari mengalami penurunan menjadi sekitar 70-80% sedikit efektif dari usia dewasa (Sumedi, et al. 2010). Hal tersebut diperkuat oleh Frost (2001, dalam Sumedi, et al. 2010) yang menyatakan bahwa prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Untuk mengatasi gangguan tidur pada lansia perlu dilakukan terapi non farmakologis seperti senam otak.
Terapi non farmakologis perlu diterapkan pada pasien demensia untuk menunda kemunduran kognitif dengan menerapkan perilaku sehat dan melakukan stimulasi otak sedini mungkin dengan beragam terapi seperti rekreasi, membaca, mendengarkan musik, mengingat waktu dan tempat,
4
berdansa, terapi seni dan senam otak untuk melatih kemampuan otak bekerja (Guslinda, et al. 2013). Menurut Widianti dan Proverawati (2013) senam otak merupakan salah satu jenis senam dari senam lansia, olahraga ringan yang mudah dilakukan dan tidak memberatkan, yang dapat diterapkan pada lansia. Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Diharapkan dengan senam otak pada lansia demensia yang mengalami penurunan fungsi kognitif dapat meningkat, lebih bersemangat serta meningkatkan konsentrasi.
Senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja (Yanuarita, 2012). Selain itu, dengan dilakukannya senam otak pada pagi hari akan memperlancar transport oksigen ke seluruh tubuh terutama otak, senam mampu mengembalikan posisi kelenturan saraf dan aliran darah, sehingga dapat meningkatkan relaksasi lansia serta sekresi melatonin yang optimal dan pengaruh beta endhorphin dan membantu peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur lansia (Rahayu, 2008 dalam Cahyono, 2014). Dengan berolahraga, diharapkan dapat tidur lebih cepat, lebih jarang terbangun dan tidur lebih dalam.
Berdasarkan hasil penelitian Festi (2010) didapatkan adanya pengaruh brain gym terhadap kognitif lansia. Berdasarkan penelitian Guslinda, et al. (2013) diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan fungsi kognitif pada lansia dengan demensia yang dilakukan senam otak daripada kelompok lansia dimensia yang tidak dilakukan senam otak. Di dukung oleh hasil penelitian Putri, et al. (2014) diperoleh hasil adanya peningkatan fungsi kognitif pada kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan selisih perbedaan sebesar 2,78 poin. Brain Gym (senam otak) juga mampu mempertahankankan bahkan meningkatkan kemampuan fungsi kognitif lansia.
5
Hasil penelitian Sumedi, et al. (2010) diperoleh hasil
terjadi penurunan
derajat insomnia setelah diberi perlakuan senam, ada pengaruh yang bermakna senam pada lansia terhadap penurunan skala insomnia di Panti Wredha Dewanata Cilacap dengan p value : 0.0001. Penelitian Jatmiko (2013) menunjukkan terdapat pengaruh senam otak terhadap tingkat insomnia sebelum dan sesudah dengan p value sebesar 0,0001 (α= 0,05). Didukung dengan hasil penelitian Cahyono (2014) diperoleh hasil ada pengaruh senam terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, dengan nilai t hitung sebesar 2,157 sedangkan nilai p-value sebesar 0,040 (α= 0,05).
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti bahwa jumlah lansia pada tahun 2012 sebanyak 1.578 lansia, pada tahun 2013 jumlah lansia sebanyak 1.671 dan pada tahun 2014 jumlah lansia sebanyak 1.803. Peningkatan jumlah lansia terjadi setiap tahunnya di Puskesmas Rantang. Peneliti melakukan wawancara pada beberapa lansia yang berkunjung ke Puskesmas Rantang berkaitan dengan masalah daya ingat dan gangguan tidur yang dialami lansia. Dari hasil wawancara beberapa lansia mengatakan bahwa ia mengalami kepikunan/ penurunan daya ingat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, seperti lupa meletakkan barang yang baru saja diletakkan, mudah lupa wajah orang yang sudah dikenal, sering mengulang pembicaraan yang sama serta lansia juga mengalami kesulitan dalam memulai tidur dan sering terbangun pada tengah malam dan tidak dapat melanjutkan tidurnya kembali. Hal itu menyebabkan lansia kurang berenergi dalam melakukan aktivitasnya. Hal itu yang mendasari peneliti ingin melakukan penelitian pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif dan kualitas tidur lansia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015.
6
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat diambil rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif dan kualitas tidur lansia?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi adanya pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif dan kualitas tidur lansia. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi fungsi kognitif sebelum dilakukan senam otak pada lansia b. Mengidentifikasi fungsi kognitif sesudah dilakukan senam otak pada lansia c. Mengidentifikasi kualitas tidur sebelum dilakukan senam otak pada lansia d. Mengidentifikasi kualitas tidur sesudah dilakukan senam otak pada lansia e. Mengidentifikasi perbedaan fungsi kognitif dan kualitas tidur pada lanjut usia sebelum dan sesudah di lakukan senam otak.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi lansia Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi lansia untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif dan penurunan kualitas tidur.
2. Manfaat bagi Puskesmas Rantang Medan Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas kesehatan dan untuk memberikan informasi serta masukan
7
mengenai penanganan pada lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif dan gangguan tidur dengan senam otak (brain gym).
3. Manfaat bagi pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi sebagai upaya mengembangkan program dalam langkah meningkatkan kesehatan lansia dengan senam otak sebagai salah satu cara untuk mengoptimalkan fungsi kognitif pada lansia dan kualitas tidur yang baik pada lansia.
4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut Usia Menurut UUD RI No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Maryam, 2011 dalam Setiawan, 2014). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Lansia merupakan periode menutup dalam rentang hidup seseorang atau suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang menyenangkan dalam waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 1994 dalam Handayani, 2013).
2. Klasifikasi Lanjut Usia Menurut Dep. Kes RI usia lanjut digolongkan menjadi 3 golongan yaitu: 1) Kelompok lansia dini (55-64 tahun) 2) Kelompok lansia pertengahan (65-69 tahun) 3) Kelompok lansia dengan resiko tinggi (70 tahun keatas) (Mujahidullah, 2012)
3. Konsep Menua Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi
dan
memperbaiki
8
kerusakan
yang
diderita
9
(Constantinides, 1994 dalam Mujahidullah, 2012). Aging process (proses penuaan) dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar, dan ini akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya cepat dan lambatnya proses tersebut bergantung pada masingmasing individu (Mujahidullah, 2012). Ada dua proses penuaan yaitu penuaan secara primer dan sekunder. Penuaan primer akan terjadi perubahan pada tingkat sel, sedangkan penuaan sekunder adalah proses penuaan akibat faktor lingkungan fisik dan sosial, stress fisik/psikis, gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses tua (Mujahidullah, 2012).
Proses menua sudah berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan otot, susunan syaraf dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya (Mubarak, et al. 2006). Semua orang tahu bahwa pada proses penuaan akan terjadi kemunduran kognitif. Pada usia 60-70-an orang akan mengalami kemunduran dalam beberapa fungsi yang tidak sama untuk semua bagian (Kusumoputro & Sidiarto, 2006). Namun, umumnya fungsi fisiologis ubuh mencapai puncak pada umur 20-30 tahun.
Setelah mencapi puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur (Mubarak, et al. 2006). Ditambahkan, terutama sel otak yang berkurang 10-20% dalam setiap harinya dan sel ginjal yang tidak bisa membelah, sehingga tidak ada regenerasi sel. Berkurangnya jumlah sel saraf (neuron) dan kematian sel secara terus menerus menyebabkan seseorang menjadi demensia (Mujahidullah, 2012).
10
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia Menurut Mujahidullah (2012) bahwa proses menua merupakan proses terus menerus (berkelanjutan) secara alamiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai udjur/tua. Pada lansia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan jaringan otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh akan mati sedikit demi sedikit. Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel, jaringan, organ, dan sistem yang ada pada tubuh manusia (Mubarak, et al. 2006). a. Perubahan fisik 1) Sel Jumlah lebih sedikit, ukuran lebih besar, mekanisme perbaikan sel terganggu, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati. 2) Sistem persyarafan Lambat dalam respons dan waktu untuk bereaksi, mengecilnya saraf panca indra, kurang sensitif terhadap sentuhan, hubungan persarafan menurun. 3) Sistem pendengaran Presbiakusis/
gangguan
pendengaran,
hilang
kemampuan
pendengaran pada telinga dalam terutama bunyi suara atau nada yang tinggi dan tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras. 4) Sistem penglihatan Spingter pupil timbul shclerosis, hilang respons terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa, hilangnya daya akomodasi, menurunnya daya membedakan warna biru dan hijau pada skala, menurunnya lapangan pandang, menurunnya elastisitas dinding aorta, katub jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
11
menurun ±1% pertahun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat. 5) Sistem pengaturan suhu tubuh Temperatur tubuh menurun secara fisiologis, keterbatasan refleks menggigit dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot. 6) Sistem respirasi Menurunnya kekuatan otot pernafasan dan aktivitas dari siliasilia paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar, menurunya O2 pada arteri menjadi 75 mmHg. 7) Sistem gastrointestinal Terjadi penurunan selera makan rasa haus, asupan makanan dan kalori, mudah terjadi konstipasi dan gangguan pencernaan lainnya, terjadi penurunan produksi saliva, karies gigi, gerak peristaltik usus dan pertambahan waktu pengosongan lambung. 8) Sistem genitourinaria Ginjal mengecil dan aliran darah ke ginjal menurun, fungsi menurun, fungsi tubulus berkurang, otot kandung kemih menjadi
menurun,
vesika
urinaria
susah
dikosongkan,
pembesaran prostat, atrofi vulva. 9) Sistem Endokrin Produksi hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin. 10) Sistem Integumen Kulit mengerut/keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, respons terhadap trauma menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, elastisitas kulit berkurang, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi keras dan seperti bertanduk, kelenjar keringat berkurang.
12
11) Sistem Muskulokeletal Tulang kehilangan cairan dan makin rapuh, tafosis, tubuh menjadi lebih pendek, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan menjadi sklerosis, atrofi serabut otot (Nugroho, 2000 dalam Mujahidullah, 2012).
b. Perubahan Psikososial Menurut Mubarak (2006) bahwa perubahan psikososial ini tergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Perubahan psikososial pada lanjut usia adalah merasakan atau sadar akan kematian, perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan), penghasilan menurun (biaya hidup meningkat dan tambahan biaya pengobatan), peyakit kronis dan ketidakmampuan, kesepian akibat dari pengasingan diri lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik (perubahan konsep diri dan kematian pasangan hidup). Insomnia mulai meningkat ketika seseorang memasuki usia dewasa muda. Angka yang lebih tinggi dalam laporan-laporan mengenai masalah tidur adalah pada orang dewasa akhir atau pada orang lansia (National Sleep Foundation, 2003 dalam Pieter, et al. 2011). Orang yang berusia lebih dari 60 tahun sering menyampaikan keluhan gangguan tidur, terutama masalah kurang tidur (Putra, 2011 dalam Cahyono, 2014).
c. Perubahan Kognitif Menurut Kusumoputro dan Sidiarto (2006) pada usia 60-70 tahun akan mengalami kemunduran fungsi kognitif. Kemunduran kognitif dengan penambahan usia dapat terjadi secara biologis sehingga hanya dapat dibuktikan secara mikroskopis dan secara nyata yang tampak secara klinis (Kusumoputro & Sidiarto, 2006). Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya adalah (Mubarak, et al. 2006):
13
1) Kemunduran
umumnya
terjadi
pada
tugas-tugas
yang
membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan memori jangka pendek. 2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran 3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila tidak ada penyakit.
d. Perubahan Spiritual 1) Agama
atau
kepercayaan
makin
terintegrasi
dalam
kehidupannya (Maslow, 1970 dalam Mubarak, et al. 2006). 2) Lansia makin teratur dalm kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray and Zentner, 1970 dalam Mubarak, et al. 2006). 3) Perkembangan
spiritual
pada
usia
70
tahun
adalah
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai
dan
keadilan
(Fowler,
1978
dalam
yang mempengaruhi perubahan mental
adalah
Mujahidullah, 2012).
e. Perubahan Mental Faktor-faktor
(Mujahidullah, 2012): 1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa 2) Kesehatan umum 3) Tingkat pendidikan 4) Keturunan (Hereditas) 5) Lingkungan
Akibat proses penuaan ini, mau tidak mau terjadi kemunduran otak, diantara kemampuan yang menurun secara linier atau seiring dengan
14
proses penuaan adalah Intelegentia Quantion (IQ) dan ingatan (memori).
f. Perubahan Intelegensia Quantion (IQ) Intelegensia Dasar (Fluid Intelligence) yang berarti penurunan fungsi otak bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan dalam komunikasi nonverbal, pemecahan masalah, mengenak wajah orang, kesulitan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi (Hochanadel and Kaplan, 1984 dalm Mujahidullah, 2012). Menurut Mujahidullah (2012) perlu melakukan latihan-latihan untuk mengasah otak, seperti memecahkan masalah yang sederhana, tetap menggerakkan tubuh secara wajar, mengenal tulisan-tulisan, angka-angka, simbol-simbol, dan sebagainya.
g. Perubahan Ingatan (Memory) Dalam komunikasi, memori memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Menurut Schlessinger dan Groves (1976 dalam Mujahidullah, 2012) bahwa memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup
merekam
fakta
tentang
dunia
dan
menggunakan
pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Secara fisiologis, ingatan tertentu hanya berlangsung beberapa detik, dan yang lainnya berlangsung beberapa jam, berhari-hari, atau bahkan bertahun-tahun. Untuk itu ingatan (memory) dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: 1) Ingatan Jangka Pendek Dicirikan oleh ingatan seseorang mengenai 7 sampai 10 angka dalam nomor telepon selama beberapa detik sampai beberapa menit pada saat tersebut, tetapi hanya akan berlangsung lama jika seseorang terus menerus memikirkan tentang nomor-nomor atau kenyataan-kenyataan tersebut. Hal ini terjadi pada sinaps-
15
sinaps yang terletak pada ujung-ujung presinaptik, bukan pada neuron-neuron berikutnya. Hal ini dapat dikaji pada lansia saat pengulangan angka-angka. Lansia dengan kesehatan yang baik dapat mengingat kembali lima sampai dengan tujuh angka dengan benar (Mujahidullah, 2012). 2) Ingatan Jangka Menengah Dapat berlangsung bermenit-menit atau bahkan bermingguminggu. Ingatan ini kadang-kadang akan hilang, kecuali jika jejak ingatan menjadi lebih permanen, yang kemudian diklasifikasikan sebagai ingatan jangka panjang. Pada ingatan intermediet
ini
mekanisme
ingatan
terjadi
berdasarkan
perubahan kimiawi di terminal presinaptik atau membran post sinaptik dimana dapat menimbulkan perpanjangan ingatan dari beberapa menit sampai dengan 3 minggu. Hal ini biasanya diuji dengan meminta pasien untuk mengingat tiga atau empat objek atau istilah-istilah abstrak dan memintanya untuk mengingat kembali 5-10 menit kemudian, mengikuti penerapan percakapan dan pengetesan lainnya (Mujahidullah, 2012). 3) Ingatan Jangka Pendek Pada umumnya diyakini sebagai hasil dari perubahan struktural pada saat ini, bukan perubahan kimiawi, pada sinaps-sinaps yang memperkuat atau menekan penghantaran sinyal-sinyal. Selain itu, pembentukan ingatan jangka panjang yang sebenarnya bergantung pada restrukturisasi sinaps-sinaps itu sendiri secara fisik dalam cara tertentu untuk meningkatkan sensitivitas dalam menjalarkan sinyal-sinyal saraf (Guyton and Hall, 1997 dalam Mujahidullah, 2012).
16
B. Demensia 1. Definisi Demensia Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Darmojo, 2009). Dalam bahasa indonesia dikenal sebagai pikun atau kepikunan. Demensia bukan sebuah penyakit tetapi sebuah sindrom atau kumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau kondisi (Kusumoputro & Sidiarto, 2006). Menurut Stanley dan Beare (2007)
demensia
adalah
istilah
umum
yang digunakan
untuk
menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang bersifat progresif dan memengaruhi aktivitas sosial dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
2. Penyebab Demensia Penyebab demensia yang reversibel sangat penting untuk diketahui, kerena dengan pengobatan yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut: D
= Drugs (obat-obatan)
E
= Emotional (gangguan emosi, misal depresi, dan lain-lain)
M
= Metabolik atau endokrin
E
= Eye and ear (disfungsi mata dan telinga)
N
= Nutritional
T
= Tumor atau trauma
I
= Infeksi
A
= Arteriosclerotic (komplikasi penyakit aterosklerosis, misal infark miokard, gagal jantung, dan lain-lain) dan alkohol. (Joseph Gallo, 1998 dalam Mujahidullah, 2012).
17
3. Stadium Demensia a. Stadium awal Gejala stadium awal yang dialami lansia menunjukkan gejala sebagai yaitu kesulitan dalam berbahasa dan komunikasi mengalami kemunduran daya ingat serta disorientasi waktu dan tempat. b. Stadium menengah Pada
stadium
menengah,
demensia
ditandai
dengan
mulai
mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dan menunjukkan gejala seperti mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang. Tanda lainnya adalah sangat bergantung dengan orang lain dalam melakukan sesuatu misalnya ke toilet, mandi dan berpakaian. c. Stadium Lanjut Pada stadium lanjut, lansia mengalami ketidakmandirian dan in-aktif yang total serta tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal). Lansia juga sukar memahami dan menilai peristiwa yang telah dialaminya (Nugroho, 2008 dalam Setiawan, 2014).
4. Pencegahan kepikunan Perilaku yang sering dialami demensia ini adalah mudah lupa atau pikun. Cara yang paling efektif mencegah demensia tentu saja menghindar dari faktor-faktor penyebabnya, meski hal ini tidak mudah dipraktikkan, apalagi dengan faktor usia. Walaupun demikian, berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan klinis, penyakit ini terbukti dapat dicegah dan ditunda melalui pendekatan preventif yang terintegrasi dan terpadu. Pendekatan tersebut setidaknya mencakup empat pilar program, yaitu diet dengan rendah lemak, konsumsi nutrien spesifik untuk otak, meditasi, serta olahraga dan latihan untuk otak (Mujahidullah, 2012). a. Kurangi konsumsi lemak Diet dengan membatasi total kalori serta konsumsi lemak sebesar 1520% dapat membantu mencegah demensia. Efek negatif konsumsi
18
lemak tinggi adalah menyebabkan terciptanya plak aterosklerosis, berkembangnya penyakit-penyakit kardiovaskuler, arteri koronari, dan cerebrovaskuler. Beberapa nutrien yang diketahui menjaga kesehatan otak adalah vitamin kompleks, vitamin C dan E, fosfatidilserin, ubiquinon, asetil-L-karnitin dan ginkgo biloba. Vitamin
B
kompleks
berperan
aktif
mengatur
kinerja
neurotransmitter dan metabolisme karbohidrat untuk produksi energi. Folat dapat menurunkan kadar homosistein, yang mana pada kadar yang tinggi yang memiliki implikasi terhadap penyakit jantung dan demensia. Kolin berfungsi sebagai substrat untuk pembentukkan neurotransmiter, asetilkolin. Vitamin C dan E dapat bertindak sebagai antioksidan. Antioksidan dapat mencegah kerusakan oksidatif
neurotransmiter,
seperti
dopamin
di
dalam
otak
(Mujahidullah, 2012).
b. Meditasi dan latihan Pemeliharaan suasana aerobik ternyata dapat memperbaiki aspekaspek fungsi kognitif sebesar 20-30%. Oleh karena itu olahraga sangat disarankan karena dapat menahan laju demensia. Olahraga diketahui meningkatkan aliran darah otak dan produksi faktor-faktor pertumbuhan untuk syaraf. Latihan otak yang ditujukan memberikan stimulasi kognitif, seperti berdiskusi tentang topik aktual, mengisi teka-teki, main catur, mendengarkan musik dan berkesenian, dapat membantu mempertahankan kemampuan kognitif (Mujahidullah, 2012). Hal yang juga tak kalah pentingnya untuk mengaktifkan bagian-bagian
otak
adalah
melakukan
senam
otak.
Fungsi
optimalisasi otak akan terjaga, karena mendapat rangsangan terusmenerus (Yanuarita, 2013).
19
C. Kognitif 1. Definisi Kognitif Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002 dalam Verany, et al. 2013). Kognitif merupakan kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berfikir dan memperoleh pengetahuan melalui
aktivitas
mengingat,
menganalisa,
memahami,
menilai,
membayangkan dan berbahasa (Johnson, 2005 dalam Setiawan, 2014). Menurut Stuard dan Sunndeen (1987, dalam Lisnaini, 2012), kemampuan berpikir dan memberikan rasional termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan mempertahankannya. Menurut Agus dkk (2002, dalam Guslinda, et al. 2013) mengatakan bahwa penurunan fungsi kognitif (demensia) biasanya mulai timbul sesudah usia 60 tahun dengan resiko yang meningkat sesuai pertambahan usia.
2. Fungsi Kognitif Memori merupakan bagian dari fungsi kognitif antara lain (Lisnaini, 2012): a. Fungsi reseptif yang melibatkan kemampuan untuk mendapatkan informasi b. Fungsi memori dan belajar, dimana informasi yang didapat disimpan dan dapat dipanggil kembali c. Fungsi berpikir, cara mengorganisasikan dan mereorganisasikan informasi d. Fungsi ekspresif, yaitu informasi yang diperoleh kemudian diinformasikan dan digunakan.
Dalam behavioral neurology (Lisnaini, 2012), ilmu hubungan antara struktur otak dan prilaku manusia terdapat konsep lain yang mencakup lima domain kognitif yaitu:
20
a. Attention (perhatian) adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan dan proses kognitif lainnya. Atensi terbagi menjadi terpilih (selection attention) dan atensi terbagi (divided attention). Kesadaran meliputi perasaan sadar maupun hal yang disadari yang mungkin merupakan dari atensi. b. Perseption adalah rangkaian proses pada saat mengenali, mengatur dan memahami sensasi dari panca indra yang diterima dari rangsangan dalam kognitif rangsang visual memegang peranan penting dalam membentuk persepsi. Proses kognitif biasanya dimulai dari persepsi yang menyediakan data untuk diolah oleh kognitif. c. Language (bahasa) adalah menggunakan pemahaman terhadap kombinasi kata dengan tujuan untuk berkomunikasi. Adanya bahasa membantu manusia untuk berkomunikasi dan menggunakan simbol untuk berpikir hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan. d. Visuospacial (pengenalan ruangan) merupakan fungsi kognitif yang komplek mengenai tata ruang termasuk menggambar 2 atau 3 dimensi. Pada gangguan visuaspasial ini penderita sering tersesat dilingkungannya. e. Executive
function
pengorganisasian
(fungsi dan
eksekutif:
pelaksanaan)
fungsi
perencanaan,
adalah
kemampuan
penyelesaian masalah, kemampuan mengerjakan tugas dengan urutan tertentu.
Proses penerimaan informasi diawali dengan diterimanya informasi melalui penglihatan (visual input) atau pendengarannya (auditory input) kemudin diteruskan oleh sensory register yang dipengaruhi oleh perhatian (attetion), ini merupakan ingatan jangka pendek (short term
21
memory), bila menarik perhatian dan minat maka akan disimpan dalam ingatan jangka panjang (long term memory). Bila sewaktu-waktu diperlukan memori ini akan dipanggil kembali (Ellis, 1993 dalam Lisnaini, 2012).
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kognitif Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ingatan (Mujahidullah, 2012): a. Konsentrasi b. Latihan Ingatan
sesorang
dapat
dirangsang
dengan
menggunakan
permainan-permainan asah otak seperti puzzle, tebak kata, dan lain-lain. c. Stress Semakin tinggi tingkat stress seseorang maka kemampuan ia untuk mengingat sesuatu semakin lemah, karena ia hanya berfokus pada salah satu permasalahaan/stressor saja d. Nutrisi Semakin tinggi konsumsi protein seseorang akan berpengaruh pada nutrisi otak, karena protein sangat dibutuhkan oleh otak untuk bekerja dalam pengolahan suatu ingatan.
Menurut Lisnaini (2012) kemampuan fungsi kognitif dalam hal memori cenderung dipengaruhi oleh perbedaan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan ataupun status sosial ekonomi, faktor lingkungan dan pekerjaan. a. Usia Usia mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang dimana semakin bertambahnya usia akan menimbulkan variatif pada kemampuan fungsi kognitifnya pada setiap individu tidak sama. Menginjak masa remaja dan dewasa muda maka fungsi kognitifnya akan meningkat lebih matang dan terprogram kemudian memasuki
22
usia lanjut maka kemampuan kognitif berangsur-angsur menurun terkait oleh proses penurunan fungsi organ yang lain dan proses degenerasi. b. Jenis kelamin Pusat memori (hippocampus) pada otak wanita lebih besar ketimbang pada otak pria. Ini terbukti bahwa pada pria lebih sering lupa sementara wanita bisa mengingat segala dengan detail. c. Pendidikan dan status sosial ekonomi Individu yang memiliki latar belakang pendidikan ataupun status sosio-ekonomi rendah karena jarang memperolah tantangan tugas yang mengasah kemampuan kecerdasan sehingga cenderung menurun
kemampuan
intelektualnya
secara
kualitatif
dan
kuantitatif. Sebaliknya, individu yang memiliki taraf pendidikan ataupun status sosio-ekonomi yang mapan, berarti ketika bekerja banyak
menuntut
intelektualnya
aspek
terasah.
pemikiran Dengan
intelektual
demikian,
sehingga kemampuan
kecerdasannya makin baik. d. Kondisi psikososial Kondisi psikososial meliputi perubahan kepribadian yang menjadi faktor predisposisi yaitu, gangguan tidur yang dapat mempengaruhi depresi. Depresi merupakan interaksi faktor biologi, psikologik dan sosial, dimana terjadi kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf pada lobus temporal yang berfungsi dalam intelektual maupun zat neurotransmitter. Budaya gaya hidup yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif seseorang adalah jarang beraktivitas fisik, perokok, kurang tidur, dan nutrisi yang tidak teratur. e. Faktor lingkungan Dimana individu itu menjalani kehidupannya merupakan faktor yang secars langsung dapat berpengaruh pada proses menua karena penurunan kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap kendaraan, asap rokok meningkatkan
23
resiko penuaan dini, sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak lebih tua. f. Faktor pekerjaan Pekerjaan dapat mempercepat proses menua yaitu pada pekerja keras/over working seperti pada buruh kasar/petani. Pekeraan orang dapat mempengaruhi fungsi kognitifnya, dimana pekerjaan yang terus menerus melatih kapasitas otak dapat membantu mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif dan mencegah dimensia (Sidiarto, 1999 dalam Lisnaini, 2012).
4. Instrumen Pengukuran Kognitif Instrumen pengukuran kognitif adalah menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination). Untuk menguji aspek-aspek kognitif dari fungsi kognitif dari fungsi mental: orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa dapat menggunakan Mini Mental State Examination.
Tabel 2.1 Mini Mental State Examination (MMSE) Nilai Max Orientasi 5
5
Registrasi 3
Mini Mental State Examination (MMSE) Pertanyaan Sebutkan : Tahun berapa sekarang Musim apa Tanggal Hari Bulan Sebutkan dimana kita sekarang: Negara Provinsi Kota Rumah sakit Lantai Nama 3 objek: pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan antara 1 detik waktu menyebut nama benda tersebut (misalnya: buku, mangkok, payung). Setelah selesai, suruh penderita menyebutnya. Beri angka 1 tiap jawaban yang betul, bila salah, suruh ulang sampai betul semua
24
Perhatian dan Kalkulasi 5 Hitungan kurang 7. Misalnya 100-7, pendapatannya dikurangi lagi dengan 7, demikian seterusnya sampai 5 jawaban. (Jadi: 100-7=93 -7=86 -7=79, 72, 65). Beri angka 1 bagi setiap jawaban yang betul. Tes ini dapat diganti dengan mengeja, yaitu mengeja mundur kata: Kartu (u t r a k). Mengingat kembali 3 Tanyakan nama benda yang telah disebutkan pada pertanyaan di atas. Beri angka 1 bagi tiap jawaban yang betul. Bahasa 9 - Anda tunjuk pada pensil dan arloji. Suruh penderita menyebutkan nama benda yang anda tunjuk (2 poin) - Suruh penderita mengulangi kalimat berikut: “Tanpa kalau, dan atau tetapi” (1 poin) - Suruh penderita melakukan suruhan 3 tingkat, yaitu: (3 poin) Ambil kertas dengan tangan kananmu Lipat dua kertas itu Dan letakkan kertas itu di lantai - Anda tulis kalimat suruhan dan suruh penderita melakukannya: “Tutup matamu” (1 poin) - Suruh penderita menulis satu kalimat pilihannya sendiri (kalimat harus mengandung subyek dan obyek dan harus mempunyai makna. Salah eja tidak diperhitungkan bila memberi skor) (1 poin) - Perbesarlah gambar dibawah ini sampai 1,5 cm tiap sisi dan suruh penderita mengkopinya berilah angka 1 bila semua sisi digambarnya dan potongan antara segi lima tersebut membentuk segi empat) (1 poin)
Total Skor =30
Pada penderita yang skornya kurang dari 27 dapat dianggap terdapat gangguan kognitif. MMSE sudah dibakukan oleh Asosiasi Alzheimer Indonesia oleh POKDI Fungsi Luhur Perdosi (Modifikasi Folstein) (Kusumoputro, 2004 dalam Setiawan, 2014). Interpretasi pengukuran MMSE adalah jika skor 27-30 poin berarti normal atau tidak ada gangguan fungsi kognitif (normal cognitive function), gangguan kognitif ringan (mild cognitive function) jika skor yang diperoleh 21-26 poin, gangguan kognitif sedang (moderate cognitive function) dengan skor 11-
25
20 poin, dan gangguan kognitif berat (severe cognitive function) dengan skor 0-10 poin (Putri, et al. 2014).
D. Konsep Tidur 1. Pengertian Tidur Tidur adalah keadaan pikiran dan tubuh yang berbeda dimana tubuh beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme tubuh menurun, dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia luar (Chopra, 2003). Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh), serta penting pula dalam pengaturan suhu tubuh dan cadangan energi normal. Tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tetapi mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak fungsi mental tertinggi yang dipakai untuk mengingat, memvisual, membayang, menilai, dan memberi respons. Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologis, yaitu tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM= Non Rapid Eye Movement) dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM= Rapid Eye Movement). Bagi orang normal tidur NREM adalah yang relatif tenang tidak terjaga, kecepatan denyut jantung akan lebih lambat 5-10 menit di bawah tingkat terjaga penuh dan sangat teratur (Pieter, et al. 2011).
2. Bentuk-Bentuk Gangguan Tidur Masalah tidur tidak hanya pada sekedar menyebabkan rasa mengantuk, tetapi pada menurunnya kualitas tidur (Pieter, et al. 2011). Menurut DSM-IV-TR, klasifikasi dari gangguan tidur dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yakni disomnia, parasomnia, dan gangguan tidur yang berkaitan dengan gejala fisik dan psikologis lainnya. Disomnia dicirikan sebagai perubahan jumlah, kualitas, dan waktu tidur. Kelompok disomnia adalah insomnia, hipersomnia, dan narkolepsi.
26
a. Insomnia Insomnia adalah ketidakmampuan kronis pendek untuk memperoleh kualitas tidur. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya konsentrasi pada siang hari, dan jangka panjang kurang tidur dapat membahayakan jiwa seseorang, misalnya terserang penyakit jantung (Pieter, et al. 2011). Insomnia dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mana seseorang mengalami kesulitan untuk tidur dimalam hari dan mereka sering terbangun lebih awal dan tidak dapat tidur lagi dengan nyenyak (Mark D dan David H.B, 2007 dalam Pieter, et al. 2011).
Insomnia merupakan suatu gangguan tidur yang dialami penderita dengan gejala-gejala selalu merasa letih, lelah sepanjang hari, secara terus-menerus mengalami kesulitan tidur, selalu terbangun di tengah malam dan sulit kembali tidur. Ada tiga jenis gangguan insomnia, yakni susah tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). Insomnia dapat menyerang semua golongan usia. Angka kejadian insomnia meningkat
seiring dengan
bertambahnya
usia.
Penyebabnya
bersumber dari stres yang sering menghinggapi orang yang memasuki dewasa akhir dan lanjut usia (Pieter, et al. 2011).
b. Hipersomnia Pada klien dengan gangguan tidur hipersomnia ditandai dengan waktu tidur yang berjam-jam lamanya atau waktu tidur yang berlebihan. Penderita gangguan hipersomnia tidak dapat bangun tepat waktu dan masih ingin tidur sepanjang hari sekalipun dia sudah lama tidur (Linda C.Copel, 2006 dalam Pieter, et al. 2011). Beberapa ahli mengatakan bahwa faktor penyebab adanya gangguan tidur
27
hipersomnia tidak terlepas dari pengaruh genetik, dimana hampir 39% orang-orang yang mengalami hipersomnia memiliki riwayat keluarga hipersomnia juga (Guilleminault dan Pelayo, 2000 dalam Pieter, et al. 2011). Sementara ahli lainnya mengatakan bahwa gangguan tidur hipersomnia juga berkaitan dengan masalah-masalah hipersomnia sebelumnya dan terpapar oleh pengaruh infeksi virus, seperti mononukleusis, hepatitis, dan pneumonia viral (Pieter, et al. 2011).
c. Narkolepsi Narkolepsi ialah bentuk masalah tidur yang mengalami cataplexy (hilangnya kekencangan otot secara tiba-tiba atau melemahnya otototot). Katapleksi terjadi pada saat orang dalam keadaan terjaga dan dimulai dari gangguan ringan hingga gangguan berat. Katalepsi bisa berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit. Kondisi ini biasanya diawali dengan kondisi emosi yang kuat, seperti kemarahan atau senang. Katalepsi merupakan onset tidur REM yang mendadak (Mukai, 2003 dalam Pieter, et al. 2011). Narkolepsi ialah gangguan neurologi yang menyebabkan kantuk ekstrim dan bahkan mungkin membuat orang jatuh tertidur tiba-tiba dan tanpa peringatan. Serangan tidur yang dialami penderita narkolepsi terjadi tiba-tiba sekalipun penderitanya sudah banyak tidur di malam hari. Kondisi ini membuat penderitanya kesulitan untuk hidup normal (Pieter, et al. 2011).
3. Tujuan Tidur Menurut Anch dkk, 1988 (di kutip dari Potter & Perry 2005 dalam Ramadhani, 2014) teori lain tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energi selama tidur. Otot skeletal berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan energi kimia untuk
28
proses seluler. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh. Pada tidur REM (rapid eye movement) terjadi perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin, sehingga membantu penyimpanan memori dan pembelajaran maka tidur REM penting untuk pemulihan kognitif. Tanpa kebutuhan tidur dan istirahat yang cukup, konsentrasi dan pengambilan keputusan akan menurun (Potter & Perry, 2005 dalam Ramadhani, 2014).
4. Tahapan tidur Tidur yang normal melibatkan dua fase : tahapan REM (rapid eye movement) dan NREM (non rapid eye movement) (Potter & Perry, 2005 dalam Agustin, 2012).
Tabel 2.2 Tahapan Tidur Tahapan Siklus Tidur Tahap 1: NREM
Tahap 2: NREM
Tahap 3: NREM
-
-
-
Tahap 4: NREM
-
Karakteristik Tahap transisi diantara mengantuk dan tertidur Ditandai dengan pengurangan aktivitas fisiologis yang dimulai dengan menutupnya mata, pergerakkan lambat, otot berelaksasi serta penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme, menurunnya denyut nadi Seseorang mudah terbangun pada tahap ini Tahap ini berakhir selama 5-10 menit. Tahap tidur ringan Denyut jantung mulai melambat, menurunnya suhu tubuh, dan berhentinya pergerakkan mata Masih relatif mudah untuk terbangun Tahap ini akan berakhir 10 hingga 20 menit Tahap awal tidur yang dalam Laju pernapasan dan denyut jantung terus melambat karena sistem saraf parasimpatik semakin mendominasi Otot skeletal semakin berelaksasi, terbatasnya pergerakan dan mendengkur mungkin saja terjadi Pada tahap ini, seseorang yang tidur sulit dibangunkan, tidak dapat diganggu oleh stimulasi sensori Tahap ini berakhir 12 hingga 30 menit Tahap tidur terdalam Tidak ada pergerakkan mata dan aktivitas otot Tahap ini ditandai dengan tanda-tanda vital
29
-
Tahap REM
-
-
-
menurun secara bermakna dibanding selama terjaga, laju pernapasan dan denyut jantung sampai 20-30% Seseorang yang terbangun pada saat tahap ini tidak secara langsung menyesuaikan diri, sering merasa pusing dan disorientasi untuk beberapa menit setelah bangun dari tidur Ditandai dengan pergerakan mata secara cepat ke bebagai arah, pernapasan cepat, tidak teratur, dan dangkal, otot tungkai mulai lumpuh sementara, meningkatnya denyut jantung, dan tekanan darah Pada pria terjadi ereksi penis sedangkan pada wanita terjadi sekresi vagina Mimpi yang terjadi pada tahap REM penuh warna dan tampak hidup, terkadang merasa sulit untuk bergerak Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20 menit.
5. Kebutuhan tidur lansia Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi, kualitas tidur kelihatan berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise, 1993 dikutip dari Potter & Perry, 2005 dalam Ramadhani, 2014). Lansia tidur sekitar 6 jam setiap malamnya dan 20-25% adalah tidur REM. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4, beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam (Agustin, 2012). Menurut Robinson (1993 dalam Agustin, 2012), berpendapat bahwa seorang lansia yang terbangun lebih sering pada malam hari, dan membutuhkan waktu yang sulit untuk memulai lagi tidurnya.
Adanya peningkatan waktu tidur siang pada lansia (Craven & Hinle, 2000 dalam Agustin, 2012). Keluhan tentang kesulitan tidur pada lansia seringkali akibat adanya penyakit kronik yang diderita. Perubahan pola tidur pada lansia disebabkan perubahan sistem pengaturan pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan sensori karena penuaan, dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempertahankan irama sirkadian (Potter & Perry, 2005 dalam Agustin, 2012).
30
E. Kualitas tidur Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan untuk mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang tepat (Kozier, et al. 2004 dalam Agustin, 2012). Kualitas tidur yang baik akan ditandai dengan tidur yang tenang, merasa segar pada pagi hari dan merasa semangat untuk melakukan aktivitas (Craven & Hinle, 2000 dalam Agustin, 2012). Alat pengukuran kualitas dan pola tidur dengan menggunakan The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), PSQI membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan 7 komponen: latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan gangguan fungsi tubuh di siang hari (Kunert & Kolkhorst, 2007 dalam Agustin, 2012). PSIQ merupakan instrumen efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur orang dewasa.
F. Konsep Otak Otak adalah salah satu organ tubuh manusia yang sering digunakan. Otak memiliki fungsi penting bagi tubuh. Agar dapat berfungsi maksimal, otak membutuhkan dukungan oksigen yang terkandung dalam aliran darah (Yanuarita, 2013). Otak terdiri dari belahan, kiri dan kanan. Namun, 85% orang didunia ini ternyata hidup hanya dengan mengandalkan otak kiri saja. Sedangkan sisanya dengan menggunakan kombinasi keduanya, dan sebagian lagi dengan memakai otak kanan. Otak kiri berfungsi mengatur badan bagian kanan berpikir logis, rasional menganalisis, berbicara, berorientasi pada waktu hal-hal yang rinci, pusat matematika, kemampuan menulis dan membaca. Otak kanan berfungsi mengontrol badan bagian kiri, bermusik, menari, kreatif, melihat keseluruhan, bersosialisasi, berkomunikasi, interaksi dengan orang lain, pengendaian emosi, kemampuan intuitif, kemampuan merasakan, memadukan, serta ekspresi tubuh (Widianti & Proverawati, 2013).
31
Kedua belahan otak (hemisfer kanan dan kiri) disekat oleh sebuah struktur yang disebut korpus kalosum, yakni simpul syaraf kompleks dimana terjadi transmisi informasi antar belahan otak. Fungsi corpus callosum ini menyalurkan stimulus dari belahan otak kanan ke kiri dan sebaliknya (Yanuarita, 2013). Otak manusia terdiri dari 100 miliar saraf yang masingmasing terkait dengan 10 ribu saraf lain (Widianti & Proverawati, 2013). Otak terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron mempunyai juluran-juluran yang berfungsi menghantarkan rangsangan kedalam badan sel yang mengandung inti didalamnya disebut dendrit sedangkan juluran-juluran yang menghantar. Semakin rimbunnya hubungan antar sel ini akan terjadi peningkatan kecerdasan dan intelektual/kognitif (Lisnaini, 2012).
G. Senam Otak 1. Pengertian Senam Otak Otak yang sudah lelah berpikir, perlu direlaksasi dengan mensuplai oksigen dari paru-paru ke otak melalui latihan pernapasan. Menurut Widianti dan Proverawati (2013) bahwa senam otak (brain gym) merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan setiap bagian-bagian otak, dapat menarik keluar tingkat konsentrasi otak, dan juga sebagai jalan keluar bagi bagian-bagian yang terhambat agar dapat berfungsi maksimal. Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateralitas), meringankan atau merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak (dimensi pemfokusan), merangsang sistem yang terkait dengan perasaan/emosional, yakni otak tengah (limbik) serta otak besar (dimensi pemusatan). Menurut ahli senam otak dari lembaga Education Kinesiology Amerika Serikat Paul E. Denisson Ph.D., meski sederhana, brain gym mampu memudahakan kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan, dan tuntutan hidup sehari-hari. Pakar penelitian otak inilah yang pertama kali memperkenalkan metode terapi ini di Amerika (Yanuarita, 2013).
32
Senam otak dapat dilakukan segala umur, baik lansia, bayi, anak autis, remaja, maupun orang dewasa. Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang
dapat
meningkatkan
kemampuan
kognitif
(kewaspadaan,
konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan kemampuan beraktivitas dan berpikir pada
saat
yang
bersamaan,
meningkatkan
keseimbangan
atau
harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan keseimbangan (Widianti & Proverawati, 2013).
Senam mampu mengembalikan posisi dan kelenturan saraf dan aliran darah. Senam pada lansia merangsang penurunan aktifitas saraf simpatis dan peningkatan saraf parasimpatis yang berpengaruh pada penurunan hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi pada pembuluh darah yang mengakibatkan transport oksigen ke seluruh tubuh terutama otak lancar, pada kondisi ini akan meningkatkan relaksasi lansia (Cahyono, 2014). Selain itu, sekresi melatonin yang optimal dan pengaruh beta endhorphin dan membantu peningkatan kebutuhan tidur lansia (Rahayu, 2008 dalam Cahyono, 2014).
2. Manfaat Senam Otak Menurut Widianti dan Proverawati (2013) adapun manfaat senam otak untuk: a. Memungkinkan belajar dan bekerja tanpa stres b. Dapat dipakai dalam waktu singkat (<5 menit) c. Tidak memerlukan bahan atau bahan khusus d. Dapat dipakai dalam semua situasi termasuk saat belajar/bekerja e. Meningkatkan kepercayaan diri
33
f. Menunjukkan hasil dengan segera g. Sangat efektif dalam penanganan seseorang yang mengalami hambatan dan stress belajar h. Memandirikan seseorang dalam hal belajar, dan mengaktifkan seluruh potensi dan keterampilan yang dimiliki seseorang. i. Diakui sebagai salah satu teknik belajar yang paling baik oleh National Learning Foundation USA, dan sudah tersebar luas di lebih dari 80 negara.
Adapun manfaat senam otak menurut Yanuarita (2013), meliputi: a. Mengurangi stress Olahraga dapat menolong anda untuk mengatasi stress. Untuk itu kita perlu melihat bagaimana kerja otot. Berolahraga dapat membantu mengurangi kegelisahan hati dan bahkan dapat melawan kemarahan. Hal ini dikarenakan kalau jantung kita bekerja pada saat berolahraga, maka otomatis konsentrasi pikiran tidak akan terfokus pada urusan pekerjaan lagi. b. Meningkatkan kekuatan otak Sudah bukan rahasia lagi kalau fisik yang rutin dilakukan bisa meningkatkan daya reaksi, konsentrasi, kreativitas dan kesehatan mental. Hal ini dikarenakan tubuh memompa lebih banyak darah sehingga kadar oksigen dalam peredaran darah juga meningkat yang ujungnya mempercepat pemasukan darah ke otak. Para ahli sepakat kalau otak cukup mendapat asupan darah maka reaksi fisik dan mental seseorang akan meningkat. c. Mempengaruhi hormon Endogenous Opioids Para ilmuwan baru-baru ini telah menemukan satu sistem hormon yang berfungsi sebagai morphine yang disebut endogenous opioids. Hal ini cukup menarik perhatian sebab reseptornya didapatkan didalam hipotalamus dan sistem limbik otak, daerah yang berhubungan dengan emosi dan tingkah laku manusia. Sistem
34
hormon endogenous opioids, salah satunya ialah beta-endorphin, bukan hanya mengurangi perasaan nyeri dan memberikan kekuatan menghadapi kanker saja, tetapi juga menambah daya ingat, menormalkan selera, seks, tekanan darah dan ventilasi. Saat berolahraga, kelenjar pituitari menambah produk beta-endorphin, dan sebagai hasilnya konsentrasi beta-endorphin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga mengurangi nyeri, cemas, depresi dan perasaan letih. d. Meningkatkan gelombang otak alfa Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan olahraga akan terjadi penambahan gelombang alfa di otak. Gelombang otak alfa sudah lama diketahui yang berhubungan dengan rileks dan keadaan santai seperti pada waktu bermeditasi. Gelombang alfa ini terlihat pada seseorang yang jogging untuk 20 sampai 30 menit, dan tetap dapat diukur setelah olahraga tersebut berakhir. e. Penyalur syaraf otak Olahraga akan dapat memperlancar kegiatan penyalur syaraf (brain neurotransmitter) didalam otak. Hasil penelitian dalam ini menyampaikan
bahwa
olahraga
dapat
menaikkan
tingkat
norepinephrine, dopamine, dan serotonin di dalam otak, dengan demikian mengurangi depresi. Tubuh yang sehat hidup dalam ketenangan. f. Melawan penuaan Penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa dengan hanya berolahraga ringan seperti berjalan kaki saja dapat membantu tubuh mencegah penurunan daya kerja otak pada wanita lanjut usia. Semakin lama dan seringnya kegiatan berjalan kaki ini dilakukan maka ketajaman pikiran juga akan semakin membaik. Hasil terbaik akan didapat dengan menggerakkan tubuh setiap minggu selama sembilan bulan.
35
3. Mekanisme Kerja Brain Gym Menurut Paul dan Gail E. dennison (2006, dalam Festi, 2010) bahwa membagi otak ke dalam tiga fungsi yakni, dimensi lateralis (otak kirikanan), dimensi pemfokusan (otak depan-belakang), dimensi pemusatan (otak atas-bawah),
masing-masing dimensi memiliki tugas tertentu,
sehingga gerakan senam yang harus dilakukan dapat bervariasi, diantaranya: a. Dimensi Lateralis Otak terdiri atas dua bagian, kiri dan kanan dimana masing-masing belahan orak mempunyai tugas tertentu. bila kerja sama antara otak kiri dan otak kanan kurang baik, seseorang sulit membedakan antara kiri dan kanan, gerakan kaku, tulisan tangannya jelek atau cenderung terbalik, sulit membaca, menulis, mengikuti sesuatu dengan mata, sulit menggerakkan mata tanpa mengikutinya dengan kepala, tangan miring kedalam ketika menulis, cenderung melihat kebawah sambil berpikir, keliru dengan huruf (seperti d dan b; p dan q), serta menyebut kata sambil menulis. b. Dimensi Pemfokusan Pemfokusan adalah kemampuan untuk menyeberang "garis tengah keterlibatan" yang memisahkan otak bagian belakang dan depan. Informasi diterima oleh otak bagian belakang (batang otak atau brainstem) yang merekam, semua pengalaman, lalu informasi diproses dan diteruskan ke otak bagian depan untuk diekspresikan sesuai tuntutan dan keinginannya. c. Dimensi Pemusatan Pemusatan adalah kemampuan untuk menyeberang garis pemisah antara tubuh bagian bawah dan atas, sesuai dengan fungsi otak bagian bawah dan atas, yaitu sistem limbik. Apa yang dipelajari harus dapat dihubungkan dengan perasaan dan memberi arti. Bila kerja sama antar otak besar (cerebral corteks) dan sistem limbik terganggu, seseorang sulit merasakan emosi atau mengekspresikannya, cenderung bertingkah laku "berjuang atau melarikan diri", serta dapat mengalami ketakutan
36
yang berlebihan. Dalam keadaan stres, tegangan listrik berkurang di otak besar, sehingga fungsinya pun terganggu.
4. Hubungan Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif dan kualitas tidur Senam otak dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Porsi latihan yang tepat adalah sekitar 10 sampai 15 menit, sebanyak 2-3 kali sehari (Yanuarita, 2013). Menurut Ide (2008, dalam Guslinda, 2013) porsi latihan senam otak yang tepat adalah sekitar 10-15 menit, sebaiknya 2-3 kali dalam sehari dan hasilnya bisa segera diketahui setelah melakukan latihan secara teratur selama 2 minggu berturut-turut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2014) senam otak dilakukan selama 3 minggu sebanyak 2 kali sehari dalam waktu 10-15 menit, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia. Pada penelitian Chosiyah, et al. (2013) senam otak dilakukan 1 kali dalam sehari dengan waktu 10-15 menit, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh senam otak terhadap penurunan kecemasan pada mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Verany, et al. (2013) senam otak dilakukan pagi hari sebanyak 4 kali dalam seminggu selama 2 minggu, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia. Didukung oleh penelitian Guslinda, et al. (2013) senam otak dilakukan selama 2 minggu pada pagi dan sore hari, hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia.
Berdasarkan penelitian Cahyono (2014) senam lansia dilakukan selama 1 minggu, peneliti tidak menjelaskan frekuensi senam yang dilakukan, hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur lansia. Pada penelitian Jatmiko (2012) senam otak
37
dilakukan 12 kali dalam seminggu selama 4 minggu dengan waktu 10-15 menit sehari, hasil penelitiannya menyatakan ada pengaruh senam otak terhadap tingkat insomna pada lansia. Didukung oleh penelitian Sumedi, et al. (2010) senam lansia dilakukan seminggu 3 kali selama 3 minggu, hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh senam lansia penurunan skala insomnia pada lansia.
5. Standar Operasional Prosedur Senam Otak Panduan senam otak yang dipakai di penelitian ini di buat dalam bentuk SOP dapat dilihat dilampiran
6. Ragam Gerakan Senam Otak Sebelum melakukan rangkaian gerakan senam otak dianjurkan terlebih dahulu meminum air, karena air adalah unsur pembawa energi listrik. Air mengandung mineral, dan membantu memperlancar peredaran darah dan oksigen ke seluruh tubuh. Kekurangan air akan membuat otot menegang sehingga tubuh tidak merasa nyaman (Widianti & Proverawati, 2013).
Berikut ini adalah gerakan senam otak menurut Paul E.Dennison terbagi dalam beberapa kelompok gerakan sesuai fungsinya (Yanuarita, 2013): a. Gerakan peningkat energi 1) Sakelar otak (Brain Buttons)
Gambar 2.1 Sakelar Otak (Brain Buttons)
38
Gerakan: pijat jaringan lunak di bawah tulang selangka di kiri dan kanan tulang dada selama 20-30 detik dengan satu tangan. Sementara tangan lainnya memegang atau memijat sebelah kanan dan kiri pusar. Manfaat: -
Mengoptimalkan pengiriman pesan dari otak kiri ke kanan atau sebaliknya, meningkatkan penerimaan oksigen, dan menstimulasi aliran darah agar lebih lancar mengalir ke otak.
-
Mengkoordinasikan kedua belahan otak, meningkatkan kelancaran aliran darah (zat asam) ke otak, meningkatkan keseimbangan badan, serta meningkatkan kerjasama antar kedua mata, sehingga dapat mengurangi kejulingan.
-
Gerakan tangan dipusat (perut) menyeimbangkan impulsimpuls yang berhubungan dengan telinga bagian dalam dan berpengaruh pada kemampuan belajar.
2) Tombol bumi (Earth Buttons)
Gambar 2.2 Tombol bumi (Earth Buttons) Gerakan: letakkan dua jari tangan kanan di tengah dagu. Sedangkan telapak tangan kiri di daerah pusar (perut) dengan jari-jari telapak tangan kiri menunjuk ke bawah (lantai). Gerakan mata dari bawah (lantai) ke atas (langit-langit), lalu kembali ke bawah sambil melakukan napas dalam, yaitu menarik napas dalam, yaitu menarik napas dalam-dalam, dan
39
membuangnya secara perlahan. Lakukan selama 1 menit atau sekitar 4-6 kali napas dalam. Ulangi gerakan untuk tangan lainnya. Manfaat: -
Meningkatkan koordinasi dan konsentrasi (melihat secara vertikal dan horizontal sekaligus tanpa keliru, seperti saat membaca kolom dalam tabel)
-
Melatih mata untuk melihat benda jauh-dekat
-
Mengurangi stres, mengoptimalkan jenis pekerjaan seperti organisasi, perancangan seni, pembukuan.
3) Tombol imbang (Balance Buttons)
Gambar 2.3 Tombol imbang (Balance Buttons) Gerakan: sentuhlah belakang telinga kiri di perbatasan rambut (bawah tulang tengkorak) dengan beberapa jari tangan kiri. Sementara itu, letakkan telapak tangan kanan di daerah pusar. Posisi kepala tetap lurus ke depan. Setelah 30 detik, lakukan untuk tangan satunya lagi. Ulangi gerakan hingga beberapa kali. Manfaat: -
Gerakan
ini
akan
keseimbangan
tubuh
belakang)
mengembalikan (kiri-kanan,
tiga
atas-bawah,
dimensi depan-
40
-
Meningkatkan
konsentrasi,
pengambilan
keputusan,
pemikiran asosiatif, kepekaan indrawi untuk keseimbangan menjernihkan pikiran dan menjaga badan tetap relaks -
Mengaktifkan kesiapsiagaan dan memusatkan perhatian
4) Tombol angkasa (Space Buttons)
Gambar 2.4 Tombol angkasa (Space Buttons) Gerakan: letakkan dua jari di atas bibir dan tangan lain di tulang ekor selama satu menit. Manfaat: menjernihkan pikiran dan mempercepat dalam mengambil keputusan 5) Menguap berenergi (Energy Yawn)
Gambar 2.5 Menguap berenergi (Energy Yawn) Gerakan: bukalah mulut seperti hendak menguap lalu pijatlah otot-otot di sekitar persendian rahang. Lalu melemaskan otototot tersebut.
41
Manfaat: -
Mengaktifkan otak untuk peningkatan oksigen agar otak berfungsi secara efisien dan rileks
-
Meningkatkan memperbaiki
perhatian
dan
komunikasi
lisan
daya dan
penglihatan,
ekspresif
serta
meningkatkan kemampuan untuk memilah informasi. 6) Pasang telinga (Thinking Cup)
Gambar 2.6 Pasang telinga (Thinking Cup) Gerakan: pijatlah pelan-pelan daun telinga, 3x dari atas ke bawah Manfaat: membantu konsentrasi, membantu mendengar suara diri sendiri saat berbicara dan menyanyi.
b. Gerakan peregangan otot 1) Burung hantu (The Owl)
Gambar 2.7 Burung hantu (The Owl)
42
Gerakan: berdiri dengan kedua kaki meregang. Letakkan telapak tangan kiri pada bahu kanan, sementara tangan kanan dibiarkan bebas. Sambil menengok ke kiri dan kanan, telapak tangan kiri “meremas-remas”
bahu.
Tarik
napas
pada
saat
kepala
menghadap lurus ke depan, lalu buan napas ketika kepala ke samping. Ulangi untuk tangan lainnya. Lakukan latihan sebanyak 10 kali. Manfaat: mengkoordinasikan pendengaran, penglihatan dan gerakan tubuh serta meningkatkan konsentrasi. 2) Pasang kuda-kuda (The Grounder)
Gambar 2.8 Pasang kuda-kuda (The Grounder) Gerakan: buka kaki, arahkan kaki kanan ke kanan dan kaki kiri tetap lurus ke depan. Tekuk lutut kanan sambil buang napas, lalu ambil napas saat lutut kanan diluruskan kembali. Pinggul ditarik ke atas. Ulangi 3x kemudian ganti dengan kaki kiri. Manfaat: -
Membantu berkonsentrasi dan mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari
-
Gerakan ini untuk menguatkan otot pinggul (bisa dirasakan di kaki yang lurus) dan membantu kestabilan punggung.
43
3) Luncuran gravitasi (Gravity Glider)
Gambar 2.9 Luncuran gravitasi (Gravity Glider) Gerakan: duduk di kusi dan silangkan kaki. Tundukkan badan dengan lengan ke depan bawah. Buang napas ketika turun dan ambil napas ketika naik. Lakukan dengan posisi kaki bergantiganti Manfaat: mengaktifkan otak untuk rasa keseimbangan dan koordinasi, meningkatkan kemampuan mengorganisasi dan meningkatkan energi 4) Mengaktifkan tangan (Arm Activation)
Gambar 2.10 Mengaktifkan tangan (Arm Activation) Gerakan: luruskan satu tangan ke atas, ke samping telinga. Buang napas pelan, sementara otot-otot diaktifkan dengan mendorong tangan keempat jurusan (depan, belakang, dalam
44
dan luar) sementara tangan yang satu menahan dorongan tersebut. Manfaat: -
Mengaktifkan tangan membantu menulis, mengeja, dan juga menulis kreatif
-
Membuat bahu lebih relaks dan siap melakukan kegiatan
c. Gerakan penguat sikap 1) Titik positif (Positive Point)
Gambar 2.11 Titik positif (Positive Point) Gerakan: sentuhlah di titik dahi, kira-kira di antara perbatasan rambut dan alis. Lakukan selama 30-60 detik. Manfaat: menenangkan pikiran 2) Kait relaks (Hook-Ups)
Gambar 2.12 Kait relaks (Hook-Ups)
45
Gerakan: gerakan ini bisa di lakukan dalam posisi duduk, berbaring, atau berdiri. Tumpangkan kaki kiri di atas kaki kanan, dan tangan kiri di atas tangan kanan dengan posisi jempol ke bawah. Jemari kedua tangan saling menggenggam, kemudian tarik tangan ke arah pusar dan terus ke depan dada. Pejamkan mata dan saat menarik napas, lidah ditempelkan ke langit-langit mulut dan lepaskan saat menghembuskan napas. Berikutnya, buka silangan kaki, dan ujung-ujung jari tangan saling bersentuhan secara halus di dada atau di pangkuan. Sambil mengambil napas dalam 1 menit. Manfaat: -
Meningkatkan koordinasi motorik halus dan pemikiran logis, dan pemusatan emosional.
-
Mampu mendengar aktif, berbicara lugas, percaya diri, menghadapi
tes
dan
bekerja
dengan
papan
ketik,
pengendalian diri dan keseimbangan -
Menghubungkan semua lingkungan fungsi bio listrik tubuh
-
Kekacauan aliran energi dapat diatur kembali bila energi beredar dengan lancar di bagian tubuh yang tadinya tegang
d. Gerakan menyeberangi garis tengah 1) Gerakan silang (Cross Crawls)
Gambar 2.13 Gerakan silang (Cross Crawls)
46
Gerakan: gerakan silang prinsipnya adalah mempertumakan anggota tubuh gerak bagian kiri dan kanan, misalnya tangan kiri dengan kaki kanan. Agar koordinasi gerak ini lebih terasa, tangan kanan di samping tubuh. Sebenarnya, setiap gerakan silang merupakan sejenis gerak jalan yang lebih di sengaja. Lakukan latihan beberapa kali dalam sehari selama 2-3 menit. Mulailah dengan gerakan pelan, agar dapat diperhatikan bagian tubuh yang bergerak dan tidak bergerak. Manfaat: -
Mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan merupakan gerakan pemanasan untuk semua keterampilan yang memerlukan penyeberangan garis tengah bagian lateral tubuh
-
Mengaktifkan
gerakan
mata
dari
kiri
ke
kanan,
meningkatkan harmonisasi penglihatan (binokular) -
Mengoptimalkan pekerjaan menulis, mendengar, membaca dan memahami, meningkatkan stamina, memperbaiki pernapasan, pendengaran dan penglihatan.
2) 8 tidur (Lazy Eight’s)
Gambar 2.14 8 tidur (Lazy Eight’s) Gerakan: berdiri dengan kaki agak meregang dan kepala menghadap ke depan. Angkat tangan ke depan dan kepalkan, dengan posisi jempol dalam keadaan mengacung. Gerakan
47
dimulai dengan menaikkan jempol ke kiri atas, dan turun ke bawah, lalu kembali ke titik awal. Hal yang sama dilakukan pada sisi kanan. Seiring dengan itu, mata mengikuti gerakan yang sama. Ulangi gerakan sebanyak 5 kali untu masing-masing tangan, dan kedua tangan secara bersamaan. Manfaat: - Mengaktifkan kerjasama kedua belahan otak - Meningkatkan kemampuan penglihatan - Mampu
membedakan
dan
menghafal
simbol,
serta
menghilangkan kekeliruan dalam membedakan huruf 3) Putaran leher (Neck Rolls)
Gambar 2.15 Putaran leher (Neck Rolls) Gerakan: tarik nafas dalam-dalam, kedua bahu relaks, tundukkan kepala ke depan, dan pelan-pelan putar leher dari satu sisi lainnya sambil keluarkan napas beserta ketegangan dalam diri. Manfaat: mengurangi ketegangan
48
4) Pernapasan perut (Belly Breathing)
Gambar 2.16 Pernapasan perut (Belly Breathing) Gerakan: letakkan tangan di atas perut. Hembuskan napas napas pendek-pendek, kemudian ambil napas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan. Tegakkan punggung supaya udara bisa masuk lebih dalam saat mengambil napas lagi. Tangan naikturun mengikuti gerakan perut saat bernapas Manfaat: -
Lakukan sebelum makan supaya makanan dapat di tercerna dengan baik
-
Menjadikan badan dan pikiran relaks saat sedang merasa tegang atau gugup.
49
H. Kerangka Konsep
Skema 2.1 Variabel Independent:
Variabel Dependent:
Fungsi Kognitif
Senam Otak
Kualitas Tidur
Keterangan: : Variabel yang diteliti : Alur penelitian
I. Hipotesis Ha
: Ada perbedaan fungsi kognitif dan kualitas tidur sebelum dan sesudah dengan intervensi senam otak pada lansia
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan menggunakan desain quasi eksperimental dengan pendekatan one group pre and post test Design.
B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di Puskesmas Rantang Medan sebanyak 1.803 lansia. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu peneliti memiliki pertimbangan tertentu dalam memilih pertisipan yang terlibat dalam penelitian (Polit & Hungler, 1999 dalam Prasetya, 2010). Sampling purposive dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel. Selain itu cara ini relatif mudah dan murah untuk dilaksanakan (Nasution, 2012). Sampel pada penelitian ini adalah lansia mengikuti senam di Puskesmas Rantang Medan, dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: Kriteria Inklusi: 1. Lansia yang berusia 55-69 tahun 2. Lansia yang mengikuti senam secara berturut-turut selama 2 minggu
Kriteria Eksklusi: 1. Lansia yang bed rest total 2. Lansia yang mempunyai penyakit akut (Incontenensia, CHF). 3. Lansia yang tidak menggunakan alat bantu jalan (Tripoid Cane, Quad Canes, Walker, dll) 4. Lansia yang tidak mengalami gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
50
51
Pengambilan sampel menggunakan rumus uji hipotesis terhadap rerata dua populasi berpasangan (Sastroasmoro & Ismail, 2013): [
]
Keterangan: = Jumlah Sampel = Kesalahan Tipe I (ditetapkan 1,96) = Kesalahan Tipe II (ditetapkan 0,842) = Simpangan baku (5,06) = Selisih rerata kedua kelompok (3,14) Ketetapan ini berdasarkan jurnal penelitian terdahulu oleh Putri, et al. (2014).
Perhitungan: [
]
[
]
[ [ [
] ] ]
Hasil perhitungan rumus diatas didapatkan sampel sebesar 20 orang lansia. Dalam penelitian ini untuk mengantisipasi adanya sampel yang keluar (drop out) dalam proses penelitian, maka kemungkinan berkurangnya sampel perlu diantisipasi dengan cara memperbesar taksiran ukuran sampel agar presisi
52
penelitian terjaga. Adapun rumus untuk mengantisipasi berkurangnya subyek penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 2008 dalam Prasetya, 2010) ini adalah:
Keterangan: = Ukuran sampel setelah revisi = Ukuran sampel asli = Perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 10% (f=0,1)
Perhitungan:
Hasil perhitungan rumus diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 22 orang lansia.
C. Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Agustus 2015, intervensi senam otak dilakukan selama 2 minggu dengan waktu 10-15 menit pada pagi hari sebanyak 4 kali dalam seminggu.
D. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Rantang Medan.
53
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian Variabel
Defenisi
Alat Ukur
Variabel Bebas : Senam Otak
Senam otak adalah serangkaian olah gerak kaki dan tangan sederhana yang merangsang aktivitas otak kiri dan kanan secara bersamaan untuk membantu pasien merelaksasi, menstimulasi, memfokuskan otak dan dilakukan 2 minggu dengan waktu 10-15 menit pada pagi hari sebanyak 4 kali dalam seminggu. Fungsi kognitif adalah proses berpikir seseorang untuk memperoleh pengetahuan melalui pengamatan, pemikiran dan ingatan Kualitas tidur adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan keadaan tidurnya dan mendapat kebutuhan tidur yang cukup.
SOP
Variabel Terikat: Fungsi Kognitif Kualitas Tidur
Hasil Ukur
Skala Ukur
MMSE (Mini Mental State Examination)
0-30
Interval
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
1. Baik ≤5 2. Buruk >5
Ordinal
F. Aspek Pengukuran 1. Mini Mental Status Examination (MMSE) untuk pengumpulan data fungsi kognitif yang sudah dibakukan oleh Asosiasi Alzheimer Indonesia oleh POKDI Fungsi Luhur Perdosi (Modifikasi Folstein) (Kusumoputro, 2004 dalam Setiawan , 2014). Interpretasi pengukuran MMSE adalah jika skor 0-30 poin dikategorikan skor 27-30 poin berarti normal atau tidak ada gangguan fungsi kognitif (normal cognitive function), gangguan kognitif ringan (mild cognitive function) jika skor yang diperoleh 21-26 poin, gangguan kognitif sedang (moderate cognitive function) dengan skor 11-20 poin, dan gangguan kognitif berat (severe cognitive function) dengan skor 0-10 poin. 2. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), untuk mengukur kualitas tidur. PSQI terdiri dari 7 komponen: latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan gangguan fungsi tubuh di siang hari. Setiap komponen penilaian berkisar
54
0 (tidak ada kesulitan/ sangat baik) sampai 3 (sangat buruk). Penilaian kuisioner adalah total nilai PSQI ≤ 5 maka kualitas tidur baik sebaliknya jika total PSQI > 5 menunjukkan bahwa kualitas buruk.
G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 1. Alat Penelitian a. Lembar kuisioner Mini Mental Status Examination (MMSE) untuk pengumpulan data fungsi kognitif. b. Lembar kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), untuk mengukur kualitas tidur.
2. Validitas dan Reliabilitas a. Kuisioner untuk mengukur fungsi kognitif menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination) tentang gangguan kognitif yang sudah dibakukan oleh Asosiasi Alzheimer Indonesia oleh POKDI Fungsi Luhur Perdosi (Modifikasi Folstein) sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas (Kusumoputro, 2004 dalam Setiawan, 2014). Pada kuisioner MMSE sudah baku sehingga tidak di uji reliabilitas berarti kuisioner layak untuk digunakan. b. Kuisioner untuk mengukur kualitas tidur menggunakan PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), Smyth (2012) menyatakan bahwa kuisioner PSQI memiliki konsistensi dan reliabilitas dengan nilai Cronbach’s alpha 0,83 sejumlah penelitian internasional telah menggunakan PSQI, sehingga mendukung validitas yang tinggi. Kuisioner PSQI sudah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia oleh Agustin (2012) sebelumnya dengan uji validitas kepada 30 orang responden (r tabel = 0,361) dan didapati nilai Cronbach’s alpha 0,766. Beberapa pertanyaan yang r tabel < 0,361 di perbaiki sehingga memudahkan responden untuk memahami pertanyaan yang ada.
55
3. Prosedur Pengumpulan Data a. Peneliti telah melakukan wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. b. Tahap pre test, lansia telah di berikan terlebih dahulu informed cosent untuk persetujuan menjadi responden dalam penelitian ini dan kuisioner Mini Mental Status Examination (MMSE) serta kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). c. Tahap intervensi senam otak telah dilakukan, dengan gerakangerakan senam otak dibantu oleh video senam otak, dilakukan 4 kali seminggu dengan durasi ±15 menit pada pagi hari selama 2 minggu. d. Tahap post test, setelah intervensi senam otak telah dilakukan selama 2 minggu, kuisioner Mini Mental Status Examination (MMSE) dan kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) di berikan pada lansia e. Untuk mengetahui hasil intervensi senam otak terhadap fungsi kognitif dan kualitas tidur pada lansia, maka dilanjutkan dengan menganalisa data.
H. Etika Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti telah mempertimbangkan prinsip dalam etika penelitian meliputi beberapa hal (Polit & Hugler, 2012): 1. Prinsip pertama, peneliti telah mempertimbangan hak-hak responden untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpatisipasi dalam kegiatan penelitian senam otak (autonomy). Oleh karena itu, peneliti mempersiapkan informed consent. 2. Prinsip kedua, anonimity peneliti tidak menampilkan informasi mengenai nama dan alamat responden dalam kuisioner maupun alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subjek. Oleh karena itu, peneliti menggunakan koding respon.
56
3. Prinsip ketiga, prinsip keadilan (justice) memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian telah dilakukan secara jujur dan hati-hati, agar prosedur penelitian jelas maka peneliti telah mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subjek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelumnya, selama dan sesudah berpartisipasi dalam penelitian senam otak. 4. Prinsip keempat, peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subjek. Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek (nonmalaficence).
I. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data a) Editing Setelah semua lembar observasi terkumpul, maka peneliti memeriksa kelengkapan kelengkapan lembar observasi serta kuisioner dan peneliti sudah mendapatkan data sesuai yang diharapkan. b) Coding Setelah kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Adapun kode dalam bentuk angka yang telah dibuat oleh peneliti antara lain: Fungsi Kognitif: 1= Normal, 2= Fungsi kognitif ringan, 3= Fungsi Kognitif sedang, 4= Fungsi kognitif berat, Kualitas Tidur: 1= < baik, 2= > buruk c) Memasukkan data (Data Entry) Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer sesuai dengan jawaban masing-masing responden dan diolah dengan menggunakan uji statistik dependen t test paired dan Mc Nemar.
57
d) Tabulating Hasil semua jawaban dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi fungsi kognitif sebelum intervensi, distribusi frekuensi fungsi kognitif sesudah intervensi, distribusi frekuensi
kualitas tidur
sebelum intervensi, distribusi frekuensi kualitas tidur sesudah intervensi, serta tabulasi silang fungsi kognitif dan kualitas tidur dengan senam otak. e) Pembersihan data (Cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
2. Analisa Data a) Analisis Univariat Pada analisa univariat menyajikan hasil distribusi frekuensi fungsi kognitif sebelum dan sesudah intervensi dan distribusi frekuensi kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi.
b) Analisis Bivariat 1) Sebelum dilakukan analisis bivariat, maka peneliti melakukan uji normalitas data numerik sebagai syarat untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan. Untuk uji normalitas digunakan data selisih fungsi kognitif sebelum dan sesudah intervensi. Uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50 orang. 2) Analisis pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif diolah menggunakan Dependen t test paired 3) Analisis pengaruh senam otak terhadap kualitas tidur diolah menggunakan Mc Nemar.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Puskesmas Rantang Medan merupakan salah satu puskesmas berada di provinsi Sumatera Utara yang memberikan pelayanan kesehatan. Alamat Puskesmas Rantang berada di jalan Rantang no. 37, Kecamatan Medan Petisah. Adapun salah satu kegiatan yang dilakukan di Puskesmas ini adalah senam bugar yang diadakan 2 kali seminggu yaitu pada hari senin dan hari kamis.
B. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Fungsi Kognitif Sebelum Dan Sesudah Intervensi Senam Otak Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Fungsi Kognitif Sebelum dan Sesudah Intervensi Senam Otak di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 (n=21)
n
%
Klasifikasi Gangguan Gangguan kognitif kognitif ringan sedang n % n %
0
0
18
85,7
3
14,3
0
0
5
23,8
14
66,7
2
9,5
0
0
Normal
Fungsi Kognitif Sebelum Intervensi Fungsi Kognitif Sesudah Intervensi
Gangguan kognitif Berat n %
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden sebelum dilakukan senam otak sebanyak 85,7% dengan nilai gangguan kognitif ringan dan mayoritas responden sesudah dilakukan senam otak sebanyak 66,7% dengan nilai gangguan kognitif ringan.
58
59
b. Kualitas Tidur Sebelum Dan Sesudah Intervensi Senam Otak Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah Intervensi Senam Otak di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 (n=21) Klasifikasi < Baik Kualitas Tidur Sebelum Intervensi Kualitas Tidur Sesudah Intervensi
> Buruk
n 4
% 19
n 17
% 81
7
33,3
14
66,7
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa mayoritas responden sebelum dilakukan senam otak sebanyak 81% dengan kategori kualitas tidur buruk dan mayoritas nilai kualitas tidur responden sesudah dilakukan senam otak 66,7% dengan nilai kualitas tidur buruk.
2. Analisa Bivariat Menganalisa data secara bivariat, maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data numerik sebagai syarat untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan. Uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk (jumlah subjek <50). Bila data berdistribusi normal (P>0,05) maka uji statistik yang digunakan adalah uji parametrik dependen t test paired, jika tidak berdistribusi normal (P<0,05) maka uji statistik yang digunakan Wilcoxon Signed Ranks Test. Untuk data kategorik menggunakan uji nonparametrik Mc Nemar (Dahlan, 2014). Adapun hasil uji normalitas data Shapiro Wilk pada tabel: Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Shapiro Wilk Intervensi
Senam Otak
Shapiro Wilk
Keterangan
p
ᵅ
0,070
0,05
Normal
60
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil uji normalitas dengan shapiro wilk diperoleh nilai p value sebelum intervensi 0,070 maka didapatkan nilai p > 0,05 hal ini berarti bahwa data berdistribusi normal. Maka dapat disimpulkan bahwa kelompok yang di uji berdistribusi normal sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji parametrik dependen t test paired
a. Fungsi Kognitif Sebelum Dan Sesudah Intervensi Senam Otak Pada Lanjut Usia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Berikut ini akan disajikan perbedaan fungsi kognitif sebelum dan sesudah intervensi senam otak. Tabel 4.4 Hasil Uji Dependen T Test Paired Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia Sebelum dan Sesudah Intervensi Senam Otak di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Variabel Fungsi Kognitif Sebelum Sesudah
N
Mean
SD
p value
21 21
23,24 24,95
2,211 2,312
0.000
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata fungsi kognitif lansia sebelum diberikan senam otak adalah 23,24 dengan standar deviasi 2,211 dan sesudah senam otak rata-rata fungsi kognitif lansia adalah 24,95 dengan standar deviasi 2.312. Hasil uji statistik p value 0,000 (p < 0,05) sehingga Ha diterima.
b. Kualitas Tidur Sebelum Dan Sesudah Intervensi Senam Otak Pada Lanjut Usia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Berikut ini akan disajikan perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi senam otak.
61
Tabel 4.5 Hasil Uji Mc Nemar Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia Sebelum dan Sesudah Intervensi Senam Otak di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Kualitas Tidur Sesudah Intervensi < Baik >Buruk Kualitas Tidur Sebelum Intervensi
Total
n
%
n
%
n
%
< Baik >Buruk
3 4
14,3 19
1 13
4,8 61,9
4 17
19 81
Total
7
33,3
14
66,7
21
100
p value
0,375
Tabel 4.5 didapatkan hasil bahwa kualitas tidur sebelum senam otak kategori baik sebanyak 4 lansia (19%) dengan kualitas tidur baik sesudah intervensi sebanyak 3 lansia (14,3%) dan kualitas tidur buruk sesudah intervensi sebanyak 1 lansia (4,8%). Sedangkan kualitas tidur sebelum senam otak kategori buruk sebanyak 17 lansia (81%) dengan kualitas tidur baik sesudah intervensi sebanyak 4 lansia (19%) dan kualitas tidur buruk sesudah intervensi sebanyak 13 lansia (61,9%). Hasil uji statistik p value 0,375 (p < 0,05) sehingga Ha ditolak.
C. Pembahasan 1. Interpretasi dan Diskusi Hasil a. Fungsi Kognitif Sebelum Intervensi Senam Otak Pada Lanjut Usia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian fungsi kognitif responden sebelum diberikan senam otak didapatkan bahwa mayoritas responden dengan nilai gangguan kognitif ringan sebanyak 18 lansia (85,7%) dan nilai gangguan kognitif sedang 3 lansia (14,3%). Dari hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar lansia telah terjadi penurunan kognitif. Pada lembar observasi MMSE yang terdapat 5 tahap yaitu orientasi, registrasi, perhatian & kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.
62
Mayoritas responden mengalami penurunan pada tahap registrasi sebanyak 13 responden (61,9%), tahap perhatian & kalkulasi sebanyak 20 responden (95,3%), dan tahap bahasa sebanyak 21 responden (100%).
Hal ini bisa di lihat dari hasil wawancara sebelum dilakukan senam otak menggunakan lembar observasi MMSE, yaitu 20 responden (95,2%) tidak mampu mengingat kembali nama benda yang disebutkan peneliti, 20 responden (95,3%) tidak mampu menghitung selang angka mulai dari 100 kebawah berturut-turut dan berhenti setelah lima kali hitungan, 8 responden (38%) tidak mampu melaksanakan perintah untuk melakukan suruhan tiga tingkat tahap bahasa pada soal nomor tiga, 16 responden (76,2%) tidak bisa menyalin gambar segi enam pada soal nomor enam tahap bahasa.
Penurunan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan
meningkatkan
kemampuan mengakumulasi
fungsi
intelektual,
informasi
berkurangnya
baru dan mengambil
informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian yang baru terjadi (Verany, et al. 2013). Menurut Atun (2010, dalam Setiawan, 2014) mengatakan bahwa demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan-lahan, serta dapat mengganggu kinerja dan aktivitas sehari-hari.
Penurunan fungsi ini disebabkan karena kurangnya jumlah sel secara anatomis. Menurut Azizah (2011, dalam Cahyono, 2014) perubahanperubahan pada diri manusia adalah sistem saraf, sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
63
b. Fungsi Kognitif Sesudah Intervensi Senam Otak Pada Lanjut Usia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian sesudah senam intervensi senam otak didapat hasil mayoritas nilai kognitif responden sesudah dilakukan senam otak dengan nilai gangguan kognitif ringan sebanyak 14 lansia (66,7%), nilai kognitif normal sebanyak 5 lansia (23,8%) dan nilai fungsi kognitif sedang sebanyak 2 lansia (9,5%). Dari hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar lansia dengan kategori gangguan fungsi kognitif, tetapi sesudah dilakukan senam otak maka terjadi peningkatan pada fungsi kognitif, dan terjadi penurunan jumlah responden pada kategori gangguan fungsi kognitif ringan dan gangguan fungsi kognitif sedang
Pada lembar observasi MMSE yang terdapat 5 tahap yaitu orientasi, registrasi, perhatian & kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Mayoritas responden mengalami peningkatan pada tahap orientasi sebanyak 17 responden (81%) dan tahap registrasi sebanyak 14 responden (66,7%). Hasil wawancara sesudah senam otak dilakukan selama 2 minggu, yaitu 9 responden (42,9%) mampu mengingat kembali nama benda yang disebutkan peneliti, 15 responden (71,4%) mampu melaksanakan perintah untuk melakukan suruhan tiga tingkat tahap bahasa pada soal nomor tiga, 7 responden (33,3%) dapat menyalin gambar segi enam pada soal nomor enam tahap bahasa, pada tahap kalkulasi tidak terjadi peningkatan tetapi terjadi peningkatan pada tahap mengingat kembali, mampu melaksanakan perintah suruhan, dan menyalin gambar segi enam pada soal nomor enam tahap bahasa.
Berdasarkan hasil penelitian Guslinda (2013) bahwa setelah dilakukan senam otak, mayoritas responden (58,3%) dapat
64
menjawab pertanyan kalkulasi, mayoritas responden (83,3%) bisa menyalin gambar segi enam pada tahap bahasa, dan mayoritas responden terjadi peningkatan pada tahap orientasi, registrasi, dan mengingat kembali. Didukung oleh penelitian Sunarlin, et al. (2009) setelah dilakukan senam otak pada tes vokabular (kosakata) dan menyusun gambar didapat kemajuan, pada tes pemahaman, persamaan, mengulang angka, menyelesaikan gambar, membangun balok tidak ada perubahan, sedangkan pada tes yang diberi waktu tertentu, berhitung, hasilnya menurun.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Dennison (2006, dalam Verany, et al. 2013) bahwa senam otak (brain gym) adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan dan digunakan dari berbagai usia dan gerakan-gerakan pada brain gym dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak, gerakan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif.
Menurut Paul dan Gail E. Dennison (2006 dalam, Festi 2010) bahwa membagi otak ke dalam tiga fungsi yakni, dimensi lateralis (otak kiri-kanan), dimensi pemfokusan (otak depan-belakang), dimensi pemusatan (otak atas-bawah), masing-masing dimensi memiliki tugas tertentu, sehingga gerakan senam yang harus dilakukan dapat bervariasi. Dalam penelitian ini menggunakan cara non farmakologis yaitu terapi senam otak yang diberikan 4 kali seminggu dengan durasi ± 15 menit pada pagi hari selama 2 minggu secara rutin. Senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja sehingga didapat keseimbangan aktivitas kedua belahan otak secara bersamaan.
65
c. Kualitas Tidur Sebelum Intervensi Senam Otak Pada Lanjut Usia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian pada kualitas tidur responden sebelum dilakukan senam otak bahwa mayoritas nilai kualitas tidur responden buruk sebanyak 17 lansia (81%) dan kualitas tidur baik responden sebanyak 4 lansia (19%).
Pada lembar kuisioner PSQI yang terdapat 7 komponen yaitu kualitas tidur, latensi tidur, lama tidur, efisiensi tidur, gangguan ketika tidur malam, menggunakan obat-obat tidur, dan terganggunya aktifitas disiang hari. Mayoritas responden mengalami gangguan ketika tidur malam sebanyak 15 responden (71,4%) dan mayoritas responden tidak pernah menggunakan obat-obat tidur sebanyak 20 responden (95,2%).
Dari hasil wawancara sebelum senam otak dilakukan bahwa latensi tidur responden menyatakan mereka menanti sebelum tertidur ratarata 16-30 menit sebanyak 12 responden (57,1%), gangguan ketika tidur malam disebabkan terbangun di tengah-tengah malam 5 responden (23,9%) mengatakan terbangun karena ingin ke toilet, 14 responden (66,7%) menyatakan lama tidur 6-7 jam, 7 responden (33,3%) menyatakan lama tidur 5-6 jam, dan seorang responden menggunakan obat tidur ketika tidur malam.
Seiring perubahan usia, tanpa disadari juga pada orang lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan kualitas tidur. Perubahan kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Perubahan kualitas
66
tidur pada lansia disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun.
Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan untuk memastikan keterjagaan disiang hari guna menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi (Stenley and Beare, 2007 dalam Sumedi, et al. 2010). Menurut Sumedi et al. (2010) pada lansia kualitas tidur pada malam hari mengalami penurunan menjadi sekitar 70-80% sedikit efektif dari usia dewasa
Olahraga dapat memperlancar kegiatan penyalur syaraf (brain neurotransmitter) di dalam otak. Olahraga dapat menaikkan tingkat norepinephrine, dopamin, dan serotonin di dalam otak, dengan demikian mengurangi depresi, sehingga memperoleh ketenangan (Yanuarita, 2013). Sekresi melatonin yang optimel dan pengaruh beta endhorpin dan membantu peningkatan kebutuhan tidur lansia (Rahayu, 2008 dalam Cahyono, 2014).
d. Kualitas Tidur Sesudah Intervensi Senam Otak Pada Lanjut Usia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 Pada hasil penelitian sesudah dilakukan senam otak terhadap kualitas tidur selama 2 minggu dapat diketahui bahwa mayoritas nilai kualitas tidur responden sesudah dilakukan senam otak dengan nilai kualitas tidur buruk sebanyak 14 lansia (66,7%) dan nilai kualitas tidur baik sebanyak 7 lansia (33,3%). Terdapat peningkatan kualitas tidur yang baik yang membuktikan bahwa senam mampu mengembalikan kebutuhan tidur lansia.
67
Pada lembar kuisioner PSQI yang terdapat 7 komponen yaitu kualitas tidur, latensi tidur, lama tidur, efisiensi tidur, gangguan ketika tidur malam, menggunakan obat-obat tidur, dan terganggunya aktifitas disiang hari. Mayoritas responden mengalami latensi tidur sebanyak 15 responden (71,4%), mayoritas responden tidak pernah menggunakan obat-obat tidur sebanyak 20 responden (95,2%), dan mayoritas mengalami terganggunya aktifitas disiang hari sebanyak 15 responden (71,4%).
Pada wawancara terakhir kualitas tidur lansia mengalami perubahan kualitas tidur, terjadi peningkatan pada kualitas tidur responden, pada latensi tidur responden menyatakan mereka menanti sebelum tertidur rata-rata 16-30 menit sebanyak 17 responden (80,9%) dan 4 responden (19%) menanti tertidur rata-rata <15 menit. Peningkatan pada lama tidur malam 5 reponden (23,8%) menyatakan lama tidur >7 jam, 10 responden (47,6%) menyatakan lama tidur 6-7 jam, 6 responden (28,6%) menyatakan lama tidur 5-6 jam dan setelah dilakukan senam otak tidak ada pasien yang tidur <5 jam. Pada seorang responden yang menggunakan obat tidur ketika tidur malam masih menggunakan obat tidur setelah dilakukan senam otak, responden
mengatakan
masih
tidak
bisa
tidur
jika
tidak
mengkonsumsi obat tidur.
Berdasarkan hasil penelitian Cahyono (2014) setelah diberikan senam diperoleh responden sudah mengalami peningkatan kualitas tidur, pada letensi tidur (60,75%), lama tidur (86,3%), efisiensi tidur (86,2%) dan gangguan tidur (21,6%). Hasil peneltian Sumedi, et al. (2010) sesudah diberi perlakuan senam yaitu 11 responden (68,75%) tidak mengalami insomnia, 3 responden (18,75%) dengan derajat
68
insomnia ringan, sedangkan 2 responden (12,5%) berada pada derajat insomnia sedang.
Widianti dan proverawati (2013) mengatakan bahwa senam otak dengan metode latihan Edu-K atau pelatihan dan kinesis (gerakan) akan menggunakan seluruh otak melalui pembaharuan pola gerakan tertentu untuk membuka bagian-bagian otak yang sebelumnya tertutup
atau
terhambat.
Dengan
demikian
senam
mampu
mengembalikan posisi kelenturan saraf dan aliran darah.
Senam otak merupakan salah satu jenis senam lansia. Senam mampu mengembalikan posisi dan kelenturan saraf dan aliran darah. senam pada lansia merangsang penurunan aktifitas saraf simpatis dan peningkatan saraf parasimpatis yang berpengaruh pada penurunan hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi pada pembuluh darah yang mengakibatkan transport oksigen ke seluruh tubuh terutama otak lancar, pada kondisi ini akan meningkatkan relaksasi lansia (Cahyono, 2014).
e. Perbedaan Fungsi Kognitif dan Kualitas Tidur Pada Lanjut Usia Sebelum dan Sesudah Intervensi Senam Otak di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015 1) Perbedaan Fungsi Kognitif Pada Lansia Sesudah Intervensi Berdasarkan penelitian pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif yang dilakukan di Puskesmas Rantang Medan selama 2 minggu dengan waktu ± 15 menit pada pagi hari sebanyak 4 kali dalam seminggu, hasil penelitian di uji menggunakan uji t dependen menunjukkan rata-rata fungsi kognitif lansia sebelum diberikan senam otak adalah 23,24 dengan standar deviasi 2,211 dan sesudah senam otak rata-rata fungsi kognitif lansia adalah
69
24,95 dengan standar deviasi 2,312. Dapat dilihat nilai sesudah intervensi, terdapat 14 lansia (66,7%) dengan kategori gangguan kognitif ringan dan responden dengan kategori gangguan kognitif sedang sebanyak 2 lansia (9,5%), dan kategori kognitif normal sebanyak 5 lansia (23,8%). Hasil uji statistik p value 0,000 (p < 0,05) sehingga Ha diterima.
Hasil penelitian pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Verany et al. (2013) di Panti Sosial Werdha Tama Indralaya dengan pengaruh brain gym terhadap kognitif lansia. Penelitian yang dilakukan dengan metode Pre Experimental Design dengan pendekatan One Group Pre-Post Test Design, didapatkan hasil p value = 0,000 (α = 0,05) rata-rata tingkat kognitif lansia sebelum dilakukan brain gym adalah 18,12, sedangkan rata-rata untuk tingkat kognitif lansia sesudah dilaukan brain gym adalah 19,47 bahwa ada pengaruh brain gym terhadap peningkatan daya ingat lansia.
Penelitian yang dilakukan oleh Guslinda (2013), tentang pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Padang Pariaman, didapatkan bahwa dari 12 responden 7 diantaranya (58,4%) responden mengalami gangguan fungsi kognitif ringan. Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh nilai p value = 0,000 (α=0,05), terdapat pengaruh terhadap peningkatan fungsi kognitif pada lansia dengan dimensia.
70
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Festi (2010) di Karang Werdha Peneleh Surabaya dengan pengaruh brain gym terhadap peningkatan kognitif lansia dengan desain penelitian One Group Pre-Post Test Design dan jumlah responden sebanyak 20 lansia, hasil penelitian didapatkan hasil p value = 0,016 dengan α=0,05 yang berarti nilai Ho ditolak, ada perbedaan fungsi kognitif yang signifikan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi brain gym.
Menurut penelitian yang dilakukan Setiawan (2014) di Panti werdha Darma Bakti Kasih Surakarta dengan pengaruh senam otak dengan fungsi kognitif lansia demensia dengan jumlah responden 15 lansia, penelitiannya menggunakan metode pre and post test without control, hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata pre test 19,20 dan untuk rata-rata post test 20,33 sehingga di dapatkan hasil p value 0,000 < 0,05 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh sebelum dan sesudah senam otak dengan fungsi kognitif lansia demensia di Panti Werdha Darma Bakti Kasih Surakarta.
Senam otak (brain gym) dapat meningkatkan daya ingat, dan konsentrasi,
meningkatkan
energi
tubuh,
mengendalikan
tekanan darah, meningkatkan penglihatan dan koordinasi (Guslinda et al. 2013). Selain itu senam otak juga bisa mengoptimalkan
perkembangan
dan
potensi
otak
serta
meningkatkan kemampuan daya ingat pada lansia. Gerakangerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan silang pada senam otak (brain gym) dapat merangsang agar kedua belahan otak bekerja secara bersamaan serta membuka
71
bagian otak yang terhambat atau tertutup sehingga memudahkan proses mempelajari hal-hal baru dan meningkatkan daya ingat.
Melakukan
gerakan
senam
otak
sudah
pasti
terjadi
pemprogaman gerakan dalam otak. Mengingat gerakan yang dilakukan membutuhkan proses ingatan. Banyak manfaaat lain yang dapat diperoleh dari melakukan beberapa gerakan senam otak. Misalnya pada gerakan yang menyebabkan fungsi otak belahan kiri dan kanan bekerjasama akan memperkuat hubungan antara kedua belahan otak secara bersamaan. Gerakan mata yang mengikuti gerakan tangan akan melatih hubungan antar pusat penglihatan dan pusat gerakan. Kedua sisi otak yang bekerjasama yang saling memperkuat kemampuan awal.
Keuntungan yang diperoleh adalah daya ingat yang lebih tingi, pemahaman yang lebih baik, serta sikap mau menerima perkembangan baru yang lebih baik tanpa membatasinya. Belahan otak kanan dan kiri memiliki fungsi yang berbeda dan mengatur bagian tubuh yang berbeda pula. Setiap belahan otak mempunyai spesialisasi untuk melaksanakan tugas spesifik. Orang yang semata-mata mengunakan salah satu sisi otak saja seringkali mengalami kesulitan mengguankan sisi otak yang lain secara bergantian.
Menurut peneliti berdasarkan penelitian tentang pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif lansia di Puskesmas Rantang Medan, didapatkan bahwa resiko penurunan fungsi kognitif dapat dicegah dan diantisipasi serta dapat ditingkatkan kembali meski tidak sesempurna seperti pada awalnya. Senam
72
otak dapat direkomendasikan sebagai penatalaksanaan non farmakologi pada lansia.
2) Perbedaan Kualitas Tidur Pada Lansia Sesudah Intervensi Berdasarkan penelitian pengaruh senam otak terhadap kualitas tidur yang dilakukan di Puskesmas Rantang Medan selama 2 minggu dengan waktu ± 15 menit pada pagi hari sebanyak 4 kali dalam seminggu, hasil penelitian di uji menggunakan Mc Nemar menunjukkan bahwa kualitas tidur sebelum senam otak kategori baik sebanyak 4 lansia (19%) dengan kualitas tidur baik sesudah intervensi sebanyak 3 lansia (14,3%) dan kualitas tidur buruk sesudah intervensi sebanyak 1 lansia (4,8%). Sedangkan kualitas tidur sebelum senam otak kategori buruk sebanyak 17 lansia (81%) dengan kualitas tidur baik sesudah intervensi sebanyak 4 lansia (19%) dan kualitas tidur buruk sesudah intervensi sebanyak 13 lansia (61,9%). Jumlah kualitas tidur sesudah senam otak kategori baik 7 lansia (33,3%) dan kategori buruk 14 lansia (66,7%). Hasil uji statistik p value 0,375 (p < 0,05) sehingga Ha ditolak.
Pada wawancara kualitas tidur sesudah intervensi pada lansia mengalami perubahan kualitas tidur, terjadi peningkatan pada kualitas
tidur
responden,
pada
latensi
tidur
responden
menyatakan mereka menanti sebelum tertidur rata-rata 16-30 menit sebanyak 17 responden (80,9%) dan 4 responden (19%) menanti tertidur rata-rata <15 menit. Peningkatan pada lama tidur malam 5 reponden (23,8%) menyatakan lama tidur >7 jam, 10 responden (47,6%) menyatakan lama tidur 6-7 jam, 6 responden (28,6%) menyatakan lama tidur 5-6 jam dan setelah dilakukan senam otak tidak ada pasien yang tidur <5 jam.
73
Hasil penelitian ini sesuai dengan Utama (2014) di Panti Sosial Tresna Werdah (PSTW) Budhi Luhur Yogyakarta, hasil penelitian menunjukkan bahwa, nilai uji korelasi Spearmen Rank adalah p value=0,275, penelitian ini juga didukung hasil uji beda Mann Wittney p=0,271 dengan ketentuan p<0,05, hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan antara kelompok yang mengikuti senam lansia kurang dari 3 kali dan 3-5 kali seminggu. Frekuensi senam lansia tidak berkolerasi secara signifikan dengan kualitas tidur lansia. Menurut Utama (2014) proses penuaan pada lansia memberikan kontribusi terjadinya gangguan tidur pada lansia yang tinggal dirumah maupun yang tinggal di PSTW dan lansia melaporkan sering tidur siang dan mengalami kesulitan jatuh tertidur dan tetap tidur.
Pada penelitian Utama (2014) menjelaskan bahwa kelompok responden yang mengikuti senam kurang dari 3 kali dala sepekan memiliki kualitas tidur yang baik (skor<6) sejumlah 6 orang, dan kelompok responden penelitian yang memiliki kualitas tidur yang buruk (skor>6) sejumlah 3 orang. Kelompok responden yang mengikuti senam lansia 3-5 kali dalam sepekan dan memiliki kualitas tidur yang baik (skor<6) sejumlah 16 orang, dan untuk kelompok responden yang memiliki kualitas tidur buruk (>6) adalah 21 orang. Perbandingan dari presentasi kedua kelompok tersebut menunjukkan bahwa lansia yang mengikuti senam 3-5 kali dalam sepekan mempunyai kualitas tidur yang baik daripada lansia yang mengikuti senam kurang dari 3 kali dalam sepekan.
74
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Cahyono (2014) di Desa
Leyangan
Kecamatan
Ungaran
Timur
Kabupaten
Semarang dengan jenis desain dalam penelitiannya berbentuk non equivalent control group didapatkan hasil p value = 0,004 (α=0,05) rata-rata kualitas tidur lansia sebelum dilakukan senam pada kelompok intervensi adalah 2,0000, sedangkan rata-rata untuk kualitas tidur lansia sesudah dilakukan senam pada kelompok intervensi adalah 1,5882 bahwa ada pengaruh senam terhadap kualitas tidur lansia.
Berdasarkan penelitian Jatmiko (2013) di Posyandu lansia Desa Kalicupak Lor Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas dengan desain pra eksperimen berjenis one group pretest posttest Design, didapatkan hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan pemberian latihan senam otak terhadap tingkat insomnia sebelum dan sesudah dengan nilai t hitung 4,605 (p value=0,0001). Didukung hasil penelitian Sumedi et.al (2010) di Panti Werdha Dewanata Cilacap dengan rancangan pretest-posttest without control group, didapatkan hasil p value 0,000 (α=0,05), adanya pengaruh senam terhadap penurunan skala insomnia di Panti Werdha Dewanata Cilacap.
Perubahan
kualitas
tidur
pada
lansia
disebabkan
oleh
kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun karena kemampuan organ dalam tubuh yang menurun, seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Penurunan kemampuan organ mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh turut terpengaruh (Prasadja, 2009 dalam Cahyono, 2014). Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur, faktor fisiologis, faktor psikologi dan lingkungan
75
dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur diantaranya adalah penyakit fisik, obat-obatan, gaya hidup, stress emosional, lingkungan, latihan fisik dan kelelahan, dan asupan makanan dan dan kalori.
Menurut peneliti berdasarkan penelitian tentang pengaruh senam otak terhadap kualitas tidur lansia di Puskesmas Rantang Medan, didapatkan bahwa hal ini disebabkan oleh proses patologis terkait usia dapat menyebabkan perubahan pola tidur serta sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur, seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur faktor fisiologis, psikologis dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur.
2. Keterbatasan Penelitian Dalam
setiap
diakibatkan
penelitian
adanya
beresiko
mengalami
keterbatasan-keterbatasan
kelemahan
dalam
yang
pelaksanaan
penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Lansia cepat merasa lelah melakukan senam otak karena kondisi lansia yang mengalami penurunan fungsi tubuh 2. Pada pelaksanaan, lansia terkadang lansia susah diarahkan untuk mengikuti senam sesuai dengan prosedur sehingga membutuhkan arahan secara berurutan sehingga lansia lebih fokus dan tidak menyebabkan kebingungan dalam melakukan senam otak 3. Lokasi penelitian tidak cukup luas sehingga menyebabkan sesama lansia saling bersentuhan satu sama lain melakukan senam otak
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif dan kualitas tidur pada lansia di Puskesmas Rantang Medan Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa: 1. Mayoritas responden mengalami gangguan fungsi kognitif ringan sebelum dilakukan senam otak di Puskesmas Rantang Medan 2. Mayoritas responden mengalami gangguan fungsi kognitif ringan sesudah dilakukan senam otak di Puskesmas Rantang Medan 3. Mayoritas responden mengalami kualitas tidur buruk sebelum dilakukan senam otak di Puskesmas Rantang Medan 4. Mayoritas responden mengalami kualitas tidur buruk sesudah dilakukan senam otak di Puskesmas Rantang Medan. 5. Terdapat perbedaan yang bermakna pada fungsi kognitif sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan p value = 0,000 (p < 0,05). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kualitas tidur sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan p value = 0,375 (p<0,05).
B. Saran Penelitian 1. Bagi Lansia Diharapkan lansia rutin dan teratur melakukan senam otak selama ±15 menit dan mampu menerapkannya sebagai suatu aktifitas yang rutin sehingga dapat meningkatkan fungsi kognitif dan kualitas tidur
2. Bagi Puskesmas Petugas Puskesmas Rantang Medan dapat menerapkan terapi senam otak ini sebagai salah satu intervensi keperawatan dan diharapkan petugas kesehatan agar dapat memotivasi lansia untuk melakukan
76
77
senam otak secara rutin untuk meminimalkan penurunan tingkat kognitif pada lansia dan meningkatkan kualitas tidur lansia.
3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi data dasar dalam keperawatan pada lansia dan menjadi sumber informasi untuk meningkatkan wawasan pembaca.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pijakan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik terapi lainnya seperti pengisian teka-teki silang, senam aerobik, dan lain-lain untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Peneliti juga dapat meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, D. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada Pekerja Shift Di PT Krakatau Tirta Industri Cilegon. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas indonesia. Depok. Anwar, S. 2006. Analisis Hubungan Dukungan Sosial Dan Olahraga Terhadap Kemampuan Kognitif Lanjut Usia Di Panti Sasana Tresna Werda Budi Mulia Jakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok. Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta. Cahyono, K.H. 2014. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Lelayangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo Unggaran. Semarang. Chosiyah, et al. 2013. Pengaruh Senam Otak Terhadap Penurunan Kecemasan Mahasiswa Tingkat Akhir S1 Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo Ungaran. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo Ungaran. Semarang. Chopra, D. 2003. Tidur Nyenyak Mengapa Tidak? Ucapkan Selamat Tinggal Pada Insomnia. Yogyakarta: Ikon Teralitera. Dahlan, M.S. 2014. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS. Edisi 6. Jakarta: Epidemiologi Indonesia. Darmojo, B. 2009. Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Festi, P. 2010. Pengaruh Brain Gym Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Lansia Dikarang Werdha Peneleh Surabaya. Staf Pengajar FIK UM. Surabaya. Guslinda, et.al. 2013. Pengaruh Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Pada Lansia Dengan Demensia Di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Padang Pariaman. Prodi S1 Keperawatan. Stikes Mercubaktijaya Padang. Padang. Handayani, S. 2013. Perbedaan Kebugaran Lansia Sebelum Dan Sesudah Di Lakukan Senam Lansia Di Desa Lelayangan Kecamatan Unggaran Timur Kabupaten Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo. Semarang. Kumusoputro, S & Sidiarto, L.D. 2006. Old Age Or Disease? Proses Otak Menjadi Tua, Sehat Atau Bermasalah?. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Lisnaini. 2012. Senam Vitalisasi Otak Dapat Meningkatkan Fungsi Kognitif Usia Dewasa Muda. Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia. Jakarta Timur. Lumbantobing, S.M. 2001. Kecerdasan Pada Usia Lanjut Dan Demensia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Mubarak et.al. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto. Mujahidullah, K. 2012. Keperawatan Geriatrik, Merawat Lansia Dengan Cinta Dan Kasih Sayang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasution, S. 2012. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pieter et.al. 2011. Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana. Prasetya, A.S. 2010. Pengaruh Terapi Kognitif Dan Senam Latih Otak Terhadap Tingkat Depresi Dengan Harga Diri Rendah Pada Klien Lansia Di Panti Tresna Wreda Bakti Yuswa Natar Lampung. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Depok. Putri et.al. 2014. Pengaruh Senam Otak Dan Art Therapy Terhadap Fungsi Kognitif Lansia Dengan Demensia Di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur Dan Abiyoso. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok. Ramadhani, V.S. 2014. Hubungan Stres Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar. Skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan Dan Mipa Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Bukit Tinggi. Sastroasmoro, S & Ismael, S. 2013. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Sagung Seto. Setiawan, R.A. 2014. Pengaruh Senam Otak Dengan Fungsi Kognitif Lansia Demensia Di Panti Wredha Darma Bakti Kasih Surakarta. Skripsi Program Studi S-1 Keperawatan. Stikes Kusuma Husada. Surakarta. Smyth. 2012. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). New York University College Of Nursing. Spielman. 2004. The Effect Of Movement Based Learning On Student Achievement In The Elementary School Classroom. Black Hills State University College Of Education 1200 University. Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi kedua. Jakarta: EGC. Sumedi, et al. 2010. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Skala Insomnia Pada Lansia Di Panti Wredha Dewanata Cilacap. Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 5 no. 1 maret 2010. Prodi Keperawatan Poltekes Depkes Purwokerto. Sunarlin, et al. 2009. Pengaruh Senam Otak Terhadap Kemampuan kognitif Lanjut Usia. Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo. Semarang. Umami dan Priyanto. 2013. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Fungsi Kognitif Dan Tekanan Darah Pada Lansia Di Desa Pasuruhan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. Prodi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang. Utama. 2014. Hubungan Senam Lansia Dengan Kualitas Tidur Pada Lansia Berdasarkan Skor Piitsburgh Sleep Quality Index Di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Luhur Bantul Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Verany, et al. 2013. Pengaruh Brain Gym Terhadap Tingkat Kognitif Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Indralaya. (tidak dipubikasikan). Widianti dan Proverawati. 2013. Senam Kesehatan, Aplikasi Senam Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Mulia Medika. Yanuarita, A. 2013. Memaksimalkan Otak Melalui Senam Otak (brain gym). Yogyakarta: Teranova Books
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama/NIM
: Yenni Sarli Waruwu/11.02.050
Alamat
: Jl. Kapten Muslim, Amal Luhur Gang Sejahtera No.9
Tempat Institusi Pendidikan : Universitas Sari Mutiara Medan Judul Penelitian
: Pengaruh Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif Dan Kualitas Tidur Pada Lansia Di Puskesmas Rantang Tahun 2015
Sehubungan dengan penyusunan laporan penelitian yang akan saya lakukan dengan judul tersebut diatas yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Progam Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner yang saya sediakan dengan kejujuran dan apa adanya. Jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i dijamin kerahasiannya. Demikian permohonan saya ini, atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Medan,
Mei 2015
Hormat Saya
(Yenni Sarli Waruwu) Sehubungan dengan penjelasan diatas, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini dengan sukarela. Hormat saya Responden
(……………………)
LEMBAR OBSERVASI MMSE PADA LANJUT USIA No. Responden Umur
: :
tahun
Mini Mental State Examination (MMSE) Orientasi Sebutkan : 1. Tahun berapa sekarang? ..................................................... 2. Musim apa? ........................................................................ 3. Tanggal berapa? ................................................................. 4. Hari apa? ........................................................................... 5. Bulan apa? .......................................................................... Sebutkan dimana kita sekarang: 1. Negara? .............................................................................. 2. Provinsi? ............................................................................ 3. Kota? .................................................................................. 4. Puskesmas? ........................................................................ 5. Kecamatan? ........................................................................ Registrasi Sebutkan 3 nama benda yang disebutkan oleh peneliti: 1. .......................................................................................... 2. .......................................................................................... 3. .......................................................................................... Perhatian dan Kalkulasi Hitung mundur 7-7. Mulai dari 100 sampai 5 jawaban 1. .......................................................................................... 2. .......................................................................................... 3. .......................................................................................... 4. .......................................................................................... 5. .......................................................................................... Mengingat kembali Sebutkan 3 nama benda kembali yang telah disebutkan peneliti 1. .......................................................................................... 2. .......................................................................................... 3. ..........................................................................................
Bahasa 1. Sebutkan 2 nama benda yang ditunjuk oleh peneliti 1) .......................................................................................... 2) ..........................................................................................
Poin
2. Suruh penderita mengulangi kalimat berikut: “Tanpa kalau, dan tetapi” 3. Suruh penderita melakukan suruhan 3 tingkat, yaitu: Ambil kertas dengan tangan kananmu Lipat dua kertas itu Dan letakkan kertas itu di lantai 4. Peneliti menulis kalimat suruhan dan suruh penderita melakukannya: “Tutup matamu” 5. Suruh penderita menulis satu kalimat pilihannya sendiri (kalimat harus mengandung subyek dan obyek dan harus mempunyai makna.
6. Perbesarlah gambar dibawah ini sampai 1,5 cm tiap sisi dan suruh penderita mengkopinya berilah angka 1 bila semua sisi digambarnya dan potongan antara segi lima tersebut membentuk segi empat)
Total Skor
LEMBAR KUISIONER PSQI PADA LANJUT USIA A. Petunjuk Pengisian 1. Untuk data umum, isilah sesuai dengan kondisi anda 2. Pilihlah salah satu jawaban dengan tanda ( √ ) yang paling sesuai menurut pendapat anda B. Pertanyaan 1. Selama 1 bulan terakhir, sekitar pukul berapa anda biasanya tidur di malam hari?................................................................................................................ 2. Selama 1 bulan terakhir, berapa lama (dalam menit) anda membutuhkan waktu dapat tertidur di malam hari?............................................................... 3. Selama 1 bulan terakhir, sekitar pukul berapa anda biasanya bangun tidur di pagi hari?......................................................................................................... 4. Selama 1 bulan terakhir, berapa jam anda tidur nyenyak di malam hari? (ini mungkin berbeda dengan jumlah waktu yang dihabiskan saat tidur)............... 5. Selama 1 bulan terakhir, seberapa sering anda mengalami kesulitan tidur, yang disebabkan karena... a. Tidak dapat tertidur dalam waktu 30 menit b. Terbangun di tengah malam atu pagi-pagi sekali c. Terbangun karena ingin ke toilet d. Tidak dapat bernapas dengan nyaman e. Batuk atau mendengkur dengan keras f. Merasa sangat kedinginan g. Merasa sangat kepanasan h. Mimpi buruk i. Merasa nyeri 6. Selama 1 bulan terakhir, seberapa sering anda mengkonsumsi obat untuk membantu anda agar dapat tertidur (resep ataupun dari toko obat) 7. Selama 1 bulan terakhir, seberapa sering anda mengantuk saat
Tidak selama 1 bulan terakhir
Kurang dari 1 kali dalam seminggu
1 atau 2 kali dalam seminggu
3 kali atau lebih dalam seminggu
berkendaraan, makan, atau ketika melakukan aktivitas sosial
Tidak menjadi masalah
Hanya masalah kecil
Agak menjadi masalah
Masalah besar
Sangat Baik
Cukup baik
Cukup buruk
Sangat buruk
8. Selama 1 bulan terakhir, seberapa berat anda untuk dapat tetap bersemangat dalammengerjakan sesuatu
9. Selama 1 bulan, bagaimana anda menilai kualitas tidur anda secara keseluruhan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SENAM OTAK
Pengertian
SOP Senam Otak Senam otak adalah serangkaian olah gerak kaki dan tangan sederhana yang merangsang aktivitas otak kiri dan kanan secara bersamaan untuk membantu pasien merelaksasi, menstimulasi dan memfokuskan otak dan dilakukan 2 minggu dengan waktu 10-15 menit pada pagi hari sebanyak 4 kali dalam seminggu.
Tujuan
1. Mengidentifikasi fungsi kognitif dan kualitas tidur sebelum dilakukan senam otak pada lanjut usia 2. Mengidentifikasi fungsi kognitif dan kualitas tidur sesudah dilakukan senam tak pada lanjut 3. Mengidentifikasi perbedaan fungsi kognitif dan kualitas tidur pada lanjut usia sesudah di lakukan senam otak.
Kriteria
3. Bersedia menjadi responden 4. Lansia yang berusia 55-69 tahun 5. Lansia yang mengikuti senam secara rutin
Kontra Indikasi
1. Lansia yang bed rest total 2. Lansia yang mempunyai penyakit akut (Incontensia, CHF) 3. Lansia yang memakai alat bantu jalan (Tripoid Cane, Quad Canes, Walker, dll) 4. Lansia yang mengalami gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
Prosedur
PERSIAPAN A. Alat 1. Laptop 2. Soun Sistem 3. Lembar Kuisioner MMSE dan PSQI B. Pasien (Pre Test) - Sebelum melakukan senam otak responden mengisi lembar kuisioner MMSE dan PSQI yang di berikan peneliti - Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan senam otak a. Anjurkan responden untuk minum air mineral b. Anjurkan responden untuk rileks C. Lingkungan Lingkungan yang terbuka, nyaman, dan bersih PENATALAKSANAAN GERAKAN
-
Melakukan pemanasan ±5 menit
-
Menganjurkan responden mengikuti gerakan senam otak yang diperagakan oleh peneliti dengan melihat video senam otak yang ditayangkan lewat LCD di iringi musik dari soun sistem
Sakelar otak (Brain Buttons) Gerakan: pijat jaringan lunak di bawah tulang selangka di kiri dan kanan tulang dada selama 20-30 detik dengan satu tangan. Sementara tangan lainnya memegang atau memijat sebelah kanan dan kiri pusar.
Tombol bumi (Earth Buttons) Gerakan: letakkan dua jari tangan kanan di tengah dagu. Sedangkan telapak tangan kiri di daerah pusar (perut) dengan jari-jari telapak tangan kiri menunjuk ke bawah (lantai). Gerakan mata dari bawah (lantai) ke atas (langitlangit), lalu kembali ke bawah sambil melakukan napas dalam, yaitu menarik napas dalam, yaitu menarik napas dalam-dalam, dan membuangnya secara perlahan. Lakukan selama 1 menit atau sekitar 4-6 kali napas dalam. Ulangi gerakan untuk tangan lainnya.
Tombol imbang (Balance Buttons) Gerakan: sentuhlah belakang telinga kiri di perbatasan rambut (bawah tulang tengkorak) dengan beberapa jari tangan kiri. Sementara itu, letakkan telapak tangan kanan di daerah pusar. Posisi kepala tetap lurus ke depan. Setelah 30 detik, lakukan untuk tangan satunya lagi. Ulangi gerakan hingga beberapa kali.
Tombol angkasa (Space Buttons) Gerakan: letakkan dua jari di atas bibir dan tangan lain di tulang ekor selama satu menit.
Menguap berenergi (Energy Yawn) Gerakan: bukalah mulut seperti hendak menguap lalu pijatlah otot-otot di sekitar persendian rahang. Lalu melemaskan otot-otot tersebut.
Pasang telinga (Thinking Cup) Gerakan: pijatlah pelan-pelan telinga, 3x dari atas ke bawah
daun
Burung hantu (The Owl) Gerakan: berdiri dengan kedua kaki meregang. Letakkan telapak tangan kiri pada bahu kanan, sementara tangan kanan dibiarkan bebas. Sambil menengok ke kiri dan kanan, telapak tangan kiri “meremasremas” bahu. Tarik napas pada saat kepala menghadap lurus ke depan, lalu buan napas ketika kepala ke samping. Ulangi untuk tangan lainnya. Lakukan latihan sebanyak 10 kali.
Pasang kuda-kuda (The Grounder) Gerakan: buka kaki, arahkan kaki kanan ke kanan dan kaki kiri tetap lurus ke depan. Tekuk lutut kanan sambil buang napas, lalu ambil napas saat lutut kanan diluruskan kembali. Pinggul ditarik ke atas. Ulangi 3x kemudian ganti dengan kaki kiri.
Luncuran gravitasi (Gravity Glider) Gerakan: silangkan kaki. Tundukkan badan dengan lengan ke depan bawah. Buang napas ketika turun dan ambil napas ketika naik. Lakukan dengan posisi kaki berganti-ganti
Mengaktifkan tangan (Arm Activation) Gerakan: luruskan satu tangan ke atas, ke samping telinga. Buang napas pelan, sementara otot-otot diaktifkan dengan mendorong tangan keempat jurusan (depan, belakang, dalam dan luar) sementara tangan yang satu menahan dorongan tersebut.
Titik positif (Positive Point) Gerakan: sentuhlah di titik dahi, kira-kira di antara perbatasan rambut dan alis. Lakukan selama 30-60 detik.
Kait relaks (Hook-Ups) Gerakan: gerakan ini bisa di lakukan dalam posisi duduk, berbaring, atau berdiri. Tumpangkan kaki kiri di atas kaki kanan, dan tangan kiri di atas tangan kanan dengan posisi jempol ke bawah. Jemari kedua tangan saling menggenggam, kemudian tarik tangan ke arah pusar dan terus ke depan dada. Pejamkan mata dan saat menarik napas, lidah ditempelkan ke langit-langit mulut dan lepaskan saat menghembuskan napas. Berikutnya, buka silangan kaki, dan ujung-ujung jari tangan saling bersentuhan secara halus di dada atau di pangkuan. Sambil mengambil napas dalam 1 menit.
Gerakan silang (Cross Crawls) Gerakan: gerakan silang prinsipnya adalah mempertumakan anggota tubuh gerak bagian kiri dan kanan, misalnya tangan kiri dengan kaki kanan. Agar koordinasi gerak ini lebih terasa, tangan kanan di samping tubuh. Sebenarnya, setiap gerakan silang merupakan sejenis gerak jalan yang lebih di sengaja. Lakukan latihan beberapa kali dalam sehari selama 2-3 menit. Mulailah dengan gerakan pelan, agar dapat diperhatikan bagian tubuh yang bergerak dan tidak bergerak. 8 tidur (Lazy Eight’s) Gerakan: berdiri dengan kaki agak meregang dan kepala menghadap ke depan. Angkat tangan ke depan dan kepalkan, dengan posisi jempol dalam keadaan mengacung. Gerakan dimulai dengan menaikkan jempol ke kiri atas, dan turun ke bawah, lalu kembali ke titik awal. Hal yang sama dilakukan pada sisi kanan. Seiring dengan itu, mata mengikuti gerakan yang sama. Ulangi gerakan sebanyak 5 kali untu masing-masing tangan, dan kedua tangan secara bersa
Putaran leher (Neck Rolls) Gerakan : tarik nafas dalam-dalam, kedua bahu relaks, tundukkan kepala ke depan, dan pelan-pelan putar leher dari satu sisi lainnya sambil keluarkan napas beserta ketegangan dalam diri.
Pernapasan Perut (Belly Breathing) Gerakan: letakkan tangan di atas perut. Hembuskan napas napas pendek-pendek, kemudian ambil napas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan. Tegakkan punggung supaya udara bisa masuk lebih dalam saat mengambil napas lagi. Tangan naik-turun mengikuti gerakan perut saat bernapas
EVALUASI (Post Test) Sesudah melakukan senam otak responden mengisi lembar kuisioner MMSE dan PSQI yang di berikan peneliti
Indikator pencapaian
1. Peningkatan fungsi kognitif 2. Kualitas tidur baik
THE GROUNDER
BELLY BREATHING
NECK ROLLS
ARM ACTIVATION
THE OWL
GRAVITY GLIDER
POSITIVE POINT
SPACE BUTTONS
LAZY EIGHT’S
BALANCE BUTTONS
THINKING CUP
CROSS CRAWL
BRAIN BUTTONS
HOOK-UPS
ENERGY YAWN
Reference : Spielman. 2004. The Effect Of Movement Based Learning On Student Achievement In The Elementary School Classroom. Black Hills State University College Of Education 1200 University.
MASTER DATA PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP FUNGSI KOGNITIF DAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI PUSKESMAS RANTANG MEDAN TAHUN 2015
N O
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
U
69 61 55 62 69 55 62 58 59 56 67 60 68 64 63 69 59 68 69
Fungsi Kognitif Sebelum Senam Otak O R
R G
P K
M K
B S
2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 3 2 1 3 1
2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2
4 3 3 4 5 4 4 3 3 4 3 2 4 2 3 3 3 4 5
3 2 2 3 3 1 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2
4 4 2 2 4 2 3 2 2 3 2 2 4 3 3 3 2 4 3
J M L H
20 23 26 23 19 26 22 24 26 24 25 25 21 24 21 24 25 19 22
Fungsi Kognitif Sesudah Senam Otak O R
R G
P K
M K
B S
1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1
2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 3 1
5 3 2 3 5 2 3 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4
2 1 1 2 3 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 3 1
4 3 2 2 4 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2
J M L H
21 26 28 25 20 28 24 27 26 25 27 26 24 25 23 26 25 20 26
Kualitas Tidur Sebelum Senam Otak K T
L T
2 1 1 1 1 2 1 3 2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1
0 2 1 0 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 2 1 3 1
L a T 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1
E T
G T
O T
T A
1 2 1 1 1 2 1 3 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1
1 2 0 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 1 0 1 1 1 0 1 1 2 2 1 1 1 1 2 0 2 0
J M L H
8 9 4 6 7 9 5 11 8 10 9 8 9 7 7 10 5 12 5
Kualitas Tidur Sesudah Senam Otak K T
L T
1 1 0 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1
1 1 1 1 2 1 1 0 0 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1
L a T 0 2 1 0 2 2 0 1 1 1 2 0 1 1 1 2 1 2 1
E T
G T
O T
T A
2 1 1 1 1 1 0 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 2
1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 0 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1
J M L H
6 6 3 4 8 6 4 7 5 8 9 7 7 5 6 8 4 9 7
20 21
62 65
1 1
1 1
4 4
2 2
2 3
25 24
1 1
1 1
3 4
1 1
2 3
27 25
1 2
1 1
1 1
1 2
1 2
0 0
1 2
6 10
0 2
1 2
1 0
1 2
0 2
0 0
1 1
Keterangan: Fungsi Kognitif 1. OR
4. MK
: Orientasi - Skor 1 = 10 Skor 4 = 2 - Skor 2 = 9 Skor 5 = 1 - Skor 3 = 8
2. RG
: Mengingat Kembali - Skor 1 = 3 - Skor 2 = 2 - Skor 2 = 1
5. BS
: Registrasi - Skor 1 = 3
3. PK
: Perhatian dan Kalkulasi - Skor 1 = 5 -
-
Skor 2 = 2
- Skor 2 = 4
-
Skor 3 = 1
- Skor 3 = 3
: Bahasa - Skor 1 = 9 - Skor 2 = 8 - Skor 3 = 7
-
- Skor 4 = 6 - Skor 5 = 5
Kualitas Tidur 1. KT (Kualitas Tidur)
2. LT (Latensi Tidur)
: untuk komponen no. 1 mengacu pada pertanyaan no. 9 pada lembar kuisioner dengan skor: - Skor 0 = sangat baik - Skor 1 = baik - Skor 2 = kurang - Skor 3 = sangat kurang : untuk pertanyaan komponen no. 2 mengacu pada pertanyaan no. 2 dan 5a Pertanyaan no.2 : - < 15 menit =0 Pertanyaan no. 5a : tidak pernah - 16-30 menit = 1 sekali seminggu
=0 =1
4 9
-
3.
4.
5.
6.
7.
31-60 menit = 2 60 menit =3
2 kali seminggu >3 kali seminggu
Untuk menjumlahkan skor pertanyaan no.2 dan 5a, dengan skor di bawah ini: - Skor =0 - Skor 1-2 = 1 - Skor 3-4 = 2 - Skor 5-6 = 3 LaT (Lama Tidur) : untuk pertanyaan komponen no. 3 mengacu pada pertanyaan no. 4 dengan skor: - > 7 jam = 0 - 6-7 jam = 1 - 5-6 jam = 2 - < 5 jam = 3 ET (Efisien Tidur) : untuk pertanyaan komponen no.4 mengacu pada pertanyaan no.1,3, dan 4 (pertanyaan no. 4 / pertanyaan no. 1 dan 3 x 100%) dengan skor: - >85 % =0 - 75-84% = 1 - 65-74% = 2 - < 65% =3 GT (Gangguan Tidur) : untuk pertanyaan komponen no. 5 mengacu pada pertanyaan 5b sampai 5j dengan skor: - Skor 0 =0 - Skor 1-9 =1 - Skor 10-18 =2 - Skor 19-27 =3 OT (Obat-obatan Tidur) : untuk pertanyaan komponen no.6 mengacu pada pertanyaan no. 6 dengan skor: - Tidak pernah =0 - Sekali seminggu = 1 - 2 kali seminggu = 2 - > 3 kali seminggu = 3 TA (Terganggunya Aktifitas : untuk pertanyaan komponen no. 7 mengacu pada pertanyaan no. 7 dan 8
=2 =3
Pertanyaan no. 7 =0
: - tidak pernah
=0
- Sekali seminggu =1 - 2 kali seminggu =2 - > 3 kali seminggu =3
Pertanyaan no.8 : tidak masalah
=1
masalah kecil
=2
menjadi masalah
=3
masalah besar
Untuk menjumlahkan skor pertanyaan no.7 dan 8, dengan skor di bawah ini: - Skor = 0 - Skor 1-2 = 1 - Skor 3-4 = 2 - Skor 5-6 = 3
8. JMLH : Jumlah Fungsi Kognitif
: 1. 2. 3. 4.
Kualitas Tidur : 1. < Baik 2. > Buruk 9.
U
: Umur
Normal Gangguan Fungsi Kognitif Ringan Gangguan Fungsi Kognitif Sedang Gangguan Fungsi Kognitif Berat =1 =2
= 27-30 = 21-26 = 11-20 = 0-10
Frequencies MMSE Sebelum Senam Otak Orientasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
2
9.5
9.5
9.5
9
6
28.6
28.6
38.1
10
13
61.9
61.9
100.0
Total
21
100.0
100.0
Registrasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
13
61.9
61.9
61.9
3
8
38.1
38.1
100.0
21
100.0
100.0
Total
Perhatian dan Kalkulasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
2
9.5
9.5
9.5
2
9
42.9
42.9
52.4
3
7
33.3
33.3
85.7
3
1
4.8
4.8
90.5
4
1
4.8
4.8
95.2
5
1
4.8
4.8
100.0
21
100.0
100.0
Total
Mengingat Kembali Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
8
38.1
38.1
38.1
2
12
57.1
57.1
95.2
3
1
4.8
4.8
100.0
21
100.0
100.0
Total
Bahasa Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6
5
23.8
23.8
23.8
7
8
38.1
38.1
61.9
8
8
38.1
38.1
100.0
21
100.0
100.0
Total
MMSE Sesudah Senam Otak Orientasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
4
19.0
19.0
19.0
10
17
81.0
81.0
100.0
Total
21
100.0
100.0
Registrasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
1
4.8
4.8
4.8
2
6
28.6
28.6
33.3
3
14
66.7
66.7
100.0
Total
21
100.0
100.0
Perhatian dan Kalkulasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
2
9.5
9.5
9.5
2
4
19.0
19.0
28.6
3
11
52.4
52.4
81.0
4
4
19.0
19.0
100.0
21
100.0
100.0
Total
Mengingat Kembali Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
2
9.5
9.5
9.5
2
10
47.6
47.6
57.1
3
9
42.9
42.9
100.0
21
100.0
100.0
Total
Bahasa Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6
2
9.5
9.5
9.5
7
9
42.9
42.9
52.4
8
10
47.6
47.6
100.0
Total
21
100.0
100.0
PSQI Sebelum Senam Otak Kualitas Tidur Frequency Valid
Baik
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
12
57.1
57.1
57.1
kurang
8
38.1
38.1
95.2
sangat
1
4.8
4.8
100.0
21
100.0
100.0
kurang Total
Latensi Tidur Frequency Valid
skor 0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
9.5
9.5
9.5
skor 1-2
12
57.1
57.1
66.7
skor 3-4
6
28.6
28.6
95.2
skor 5-6
1
4.8
4.8
100.0
21
100.0
100.0
Total
Lama Tidur Malam Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6-7 jam
14
66.7
66.7
66.7
5-6 jam
7
33.3
33.3
100.0
21
100.0
100.0
Total
Efisiensi Tidur Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
75-84%
14
66.7
66.7
66.7
65-74%
6
28.6
28.6
95.2
<65%
1
4.8
4.8
100.0
Total
21
100.0
100.0
Gangguan Ketika Tidur Malam Frequency Valid
skor 0 skor 1-9 skor 10-18 Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
4.8
4.8
4.8
15
71.4
71.4
76.2
5
23.8
23.8
100.0
21
100.0
100.0
Menggunakan Obat-obat Tidur Frequency Valid
tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
20
95.2
95.2
95.2
1
4.8
4.8
100.0
21
100.0
100.0
pernah 2 kali seminggu Total
Terganggunya aktifitas di siang hari Frequency Valid
skor 0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
19.0
19.0
19.0
skor 1-2
11
52.4
52.4
71.4
skor 3-4
6
28.6
28.6
100.0
21
100.0
100.0
Total
PSQI Sesudah Senam Otak Kualitas Tidur Frequency Valid
sangat
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
9.5
9.5
9.5
14
66.7
66.7
76.2
5
23.8
23.8
100.0
21
100.0
100.0
baik baik kurang Total
Latensi Tidur Frequency Valid
skor 0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
9.5
9.5
9.5
skor 1-2
15
71.4
71.4
81.0
skor 3-4
4
19.0
19.0
100.0
21
100.0
100.0
Total
Lama Tidur Malam Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
>7 jam
5
23.8
23.8
23.8
6-7 jam
10
47.6
47.6
71.4
5-6 jam
6
28.6
28.6
100.0
21
100.0
100.0
Total
Efisiensi Tidur Frequency Valid
Percent
>85%
Valid Percent
Cumulative Percent
1
4.8
4.8
4.8
75-84%
13
61.9
61.9
66.7
65-74%
7
33.3
33.3
100.0
21
100.0
100.0
Total
Gangguan Ketika Tidur Malam Frequency Valid
Percent
skor 0 skor 1-9
Cumulative Percent
5
23.8
23.8
23.8
13
61.9
61.9
85.7
3
14.3
14.3
100.0
21
100.0
100.0
skor 10-18 Total
Valid Percent
Menggunakan obat-obat Tidur Frequency Valid tidak pernah 2 kali seminggu Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
20
95.2
95.2
95.2
1
4.8
4.8
100.0
21
100.0
100.0
Terganggunya Aktifitas disiang Hari Frequency Valid
skor 0
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
6
28.6
28.6
28.6
skor 1-2
15
71.4
71.4
100.0
Total
21
100.0
100.0
Fungsi Kognitif Sebelum Senam Otak Fungsi Kognitif Sebelum Senam Otak Frequency Valid
Percent
Valid Percent Cumulative Percent
Gangguan Kognitif Ringan
18
85.7
85.7
85.7
Gangguan Kognitif Sedang
3
14.3
14.3
100.0
21
100.0
100.0
Total
Fungsi Kognitif Sesudah Senam Otak Fungsi Kognitif Sesudah Senam Otak Frequency Valid
Normal
Percent
Valid Percent Cumulative Percent
5
23.8
23.8
23.8
Gangguan Kognitif Ringan
14
66.7
66.7
90.5
Gangguan Kognitif Sedang
2
9.5
9.5
100.0
21
100.0
100.0
Total
Kualitas Tidur Sebelum Senam Otak Kualitas Tidur Sebelum Diberikan Senam Otak Frequency Valid
< Baik
Percent
Valid Percent Cumulative Percent
4
19.0
19.0
19.0
> Buruk
17
81.0
81.0
100.0
Total
21
100.0
100.0
Kualitas Tidur Sesudah Senam Otak Kualitas Tidur Sesudah Diberikan Senam Otak Frequency Valid
< Baik
Percent
Valid Percent Cumulative Percent
7
33.3
33.3
33.3
> Buruk
14
66.7
66.7
100.0
Total
21
100.0
100.0
Uji Normalitas
Descriptives Statistic SELISIH
Mean
Std. Error
1.71
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
1.26
Upper Bound
2.17
5% Trimmed Mean
1.69
Median
2.00
Variance
1.014
Std. Deviation
1.007
Minimum
0
Maximum
4
Range
4
Interquartile Range
1
.220
Skewness
.318
.501
Kurtosis
.079
.972
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic SELISIH
df
.198
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Sig. 21
.031
Statistic .915
df
Sig. 21
.070
Crosstabs Fungsi Kognitif * Senam Otak Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Fungsi Kognitifpre
23.24
21
2.211
.483
Fungsi Kognitifpost
24.95
21
2.312
.505
Paired Samples Correlations N Pair 1
Fungsi Kognitifpre & Fungsi
Correlation 21
Sig.
.902
.000
Kognitifpost
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the
Mean Pair 1
Fungsi Kognitifpre Fungsi Kognitifpost
-1.714
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
1.007
.220
Difference Lower -2.173
Upper -1.256
Sig. (2t -7.800
df 20
tailed) .000
Kualitas Tidur * Senam Otak Kualitas Tidur Sebelum Diberikan Senam Otak * Kualitas Tidur Sesudah Diberikan Senam Otak Crosstabulation Kualitas Tidur Sesudah Diberikan Senam Otak < Baik Kualitas Tidur Sebelum
< Baik
Diberikan Senam Otak
Count % of Total
> Buruk
Count % of Total
Total
Count % of Total
Value
a. Binomial distribution used.
Total
3
1
4
14.3%
4.8%
19.0%
4
13
17
19.0%
61.9%
81.0%
7
14
21
33.3%
66.7%
100.0%
Exact Sig. (2-sided)
McNemar Test N of Valid Cases
> Buruk
.375 21
a