Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01-13
Paper Riset Singkat
Pengaruh Religiusitas terhadap Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta Andhika Utama1 dan Dudi Wahyudi2 Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Jl. Sakti Raya No. 1, Kemanggisan, Slipi, Jakarta Barat 11480 1
2
(Diterima 23 Maret 2016; Diterbitkan 21 Mei 2016)
Abstract: Penelitian perilaku kepatuhan Wajib Pajak lebih banyak terfokus pada faktor nilai eksternal individu. Faktor lain yang patut mendapat perhatian terkait perilaku kepatuhan Wajib Pajak adalah nilai internal individu. Salah satu nilai internal yang dapat menjadi faktor penentu kepatuhan perpajakan adalah religiusitas. Religiusitas yang berwujud ajaran agama, mengajarkan hal-hal yang berguna untuk menjaga kejujuran individu dalam hal ini adalah Wajib Pajak. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa Religiusitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris bahwa religiusitas berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Dengan menggunakan responden Wajib Pajak yang berada di Provinsi DKI Jakarta, diperoleh bukti bahwa religiusitas mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak sukarela. Keywords: religiusitas, kepatuhan wajib pajak, kepatuhan sukarela wajib pajak. ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ Corresponding author: Dudi Wahyudi, E-mail:
[email protected], Tel. +62-21-5481155.
Pendahuluan Kepatuhan perpajakan telah lama menjadi permasalahan bagi pemerintahan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Tingkat kepatuhan pajak yang rendah di Indonesia tercermin dari rendahnya tax ratio dalam beberapa tahun terakhir. Tax ratio Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan ratarata negara OECD di mana tax ratio negara-negara tersebut berkisar pada angka 30%. Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia masih berada di bawah Malaysia (20,2%), Thailand (20,1%) dan Australia (33,3%). Selain tax ratio yang masih rendah, kepatuhan pajak yang masih rendah ditandai dengan belum optimalnya kinerja penerimaan pajak berupa tidak tercapainya target penerimaan pajak selama lima tahun terakhir. Realisasi penerimaan pajak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 tidak pernah mencapai target penerimaan.
1
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Penerimaan pajak yang tidak mencapai target dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya tingkat kepatuhan perpajakan yang rendah. Penelitian mengenai kepatuhan perpajakan saat ini lebih menekankan pentingnya dampak dari faktor nonekonomi pada kepatuhan pajak. Faktor nonekonomi tersebut berasal dari dua perspektif (Mohdali, 2013). Perspektif pertama berasal dari nilai eksternal Wajib Pajak yang meliputi dampak atas tindakan pemerintah dan perlakuan otoritas pajak kepada Wajib Pajak. Perspektif kedua yaitu nilai internal yang berasal dari individu itu sendiri, terutama berasal dari nilai keluarga, budaya dan agama. Salah satu faktor nonekonomi yang kurang mendapatkan perhatian adalah religiusitas atau nilai agama (Mohdali, 2014). Nilai agama yang dianut oleh masyarakat diharapkan dapat mencegah sikap negatif serta mendorong sikap positif dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi religiusitas, hal ini dibuktikan dengan meletakkan Ketuhanan sebagai sila pertama sebagai dasar negara (Panggabean, 2015). Sila pertama Pancasila mengandung arti bahwa sila-sila yang lain harus berdasarkan nilai Ketuhanan. Oleh karenanya, nilai-nilai Ketuhanan yang berakar dari ajaran agama sangat erat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sementara itu, hasil peta yang dirilis oleh Gallup International, menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan religiusitas tinggi. Nilai religiusitas berdasarkan beberapa penelitian di luar negeri berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak, seperti Titel dan Welch (1983), Torgler (2006), serta Raihana Mohd Ali dan Jeff Pope (2014). Religiusitas berasal dari nilai-nilai keagamaan yang luhur dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang mengajarkan perilaku kejujuran dan integritas terhadap setiap penganutnya (Panggabean, 2015). Mohdali (2013) menyebutkan dengan adanya peranan nilai agama, diharapkan dapat memacu perilaku positif dan mencegah perilaku negatif terhadap kepatuhan perpajakan sehingga mendorong naiknya perilaku kepatuhan Wajib pajak. Religiusitas menurut definisi Johnson et al. (2001) adalah “the extent to which an individual is committed to the religion he or she professes and its teachings, such that individual attitudes and behaviour reflect this commitment”. Religiusitas menurut Johnson dipandang sebagai sejauh mana individu berkomitmen terhadap agamanya serta keimanan dan menerapkan ajarannya, sehingga sikap dan perilaku individu mencerminkan komitmen ini. Worthington et al. (2003), menyebut religiusitas atau komitmen beragama sebagai “the degree to which a person adheres to his/her religious values, beliefs and practices, and uses them in daily living”. Religiusitas atau komitmen beragama dibagi menjadi dua jenis komitmen yaitu keagamaan intrapersonal yang berasal dari keyakinan dan sikap individu, dan komitmen agama interpersonal yang berasal dari keterlibatan individu dengan komunitas atau organisasi keagamaan. Kepatuhan pajak pada umumnya didefinisikan sebagai situasi di mana Wajib Pajak membayar semua pajak yang diwajibkan pada waktu yang tepat dan melaporkan secara akurat sesuai dengan aturan, undang-undang dan keputusan pengadilan yang berlaku pada saat melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (Roth et al., 1989). Kepatuhan pajak juga dipengaruhi oleh niat yang mendasari Wajib Pajak baik berupa kepatuhan sukarela atau dipaksa oleh otoritas pajak (Kirchler dan Wahl, 2010). Perbedaan antara kepatuhan pajak sukarela dan dipaksakan dijelaskan dalam kerangka teori slippery slope yang menunjukkan interaksi dinamis antara pembayar pajak dan otoritas yang mengarah ke tugas yang dapat diterima dengan baik atau tugas berat (Kirchler, Hoelzl, dan Wahl, 2008). Mirip dengan kepatuhan pajak sukarela, moral pajak didefinisikan sebagai motivasi intrinsik untuk membayar
2
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
pajak seperti yang didefinisikan oleh Torgler dan Murphy (2004), mengacu pada prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang dipegang oleh individu mengenai pembayaran pajak mereka. Kepatuhan pajak dibedakan menjadi dua menurut Kirchler, Hoelzl, dan Wahl (2008), yaitu Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) dan Kepatuhan Pajak dipaksakan (Enforced Tax Compliance). Kepatuhan Pajak sukarela merupakan keyakinan atau prinsip bahwa Wajib Pajak akan membayar pajak sesuai peraturan dan melaporkan penghasilan dan biaya dengan jujur. Wajib Pajak termotivasi untuk membayar pajak dengan benar dan tidak ada keinginan untuk melakukan kecurangan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Kirchler, Hoelzl, dan Wahl (2008) mendefinisikan Kepatuhan Pajak Dipaksakan adalah kepatuhan yang timbul dari ketakutan terhadap pengawasan, pemeriksaan dan denda atau hukuman yang sangat berat bila tidak bekerjasama. Perbedaan antara kepatuhan pajak secara sukarela dan dipaksakan tercermin dalam motivasi untuk patuh terhadap kewajiban perpajakan.
Religiusitas dan Kepatuhan Pajak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah religiusitas berpengaruh terhadap perilaku Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi ketentuan Perundang-undangan Perpajakan. Religiusitas menjadi salah satu elemen potensial untuk menjelaskan perilaku kepatuhan pajak diawali dengan munculnya beberapa penelitian seperti Torgler (2003), Welch et al. (2005) dan Stack dan Kposowa (2006) yang menekankan pentingnya religiusitas. Dalam penelitian tersebut, religiusitas dipandang sebagai kepercayaan pada Tuhan atau keyakinan spiritual lainnya dalam menentukan sejauh mana orang memenuhi kewajiban pajak mereka sesuai hukum yang berlaku. Tittle dan Welch (1983) meneliti persepsi individu yang berupa hubungan religiusitas dan tindakan penyimpangan, yaitu penggelapan pajak. Penelitian tadi menyebutkan bahwa dengan mengetahui karakteristik umat beragama, maka akan diketahui pengaruh religiusitas individu pada perilaku menyimpang di masa yang akan datang. Welch, Tittle dan Petee (1991) menggunakan data yang dikumpulkan dari umat Katolik dan menjelaskan bahwa penggelapan pajak secara negatif berhubungan dengan religiusitas pribadi individu. Keyakinan agama yang kuat berpengaruh terhadap tindakan untuk mencegah perilaku ilegal melalui self-imposed guilt, khususnya dalam kasus penggelapan pajak (Grasmick, Bursik dan Cochran, 1991). Grasmick, Kinsey dan Cochran (1991) menjelaskan bahwa tidak hanya akibat dari banyaknya kehadiran di gereja terhadap kecurangan pajak, tetapi juga tingkat afiliasi agama sebagai indeks kepatuhan dalam beragama berpengaruh terhadap perilaku kecurangan pajak. Penelitian tadi menyebut bahwa orang yang tidak memiliki afiliasi beragama lebih cenderung untuk melakukan kecurangan pajak. Torgler (2003, 297) melakukan penelitian yang lebih luas mengenai peran religiusitas dan penelitiannya mengungkapkan bahwa moral pajak (Tax Morale) dipengaruhi secara positif oleh religiusitas dengan menggunakan data World Value Survey (WVS) untuk tahun 1990 di Kanada. Torgler juga mengeksplorasi norma agama dalam rangka untuk memahami masalah kepatuhan pajak dengan mencakup lebih dari 30 negara menggunakan data dari WVS (Torgler, 2006). Penelitian dari Stack dan Kposowa (2006, 349) memperkuat kesimpulan bahwa orang-orang tanpa afiliasi keagamaan lebih mungkin untuk melakukan penipuan pajak sebagai kegiatan yang dapat diterima. Richardson (2008, 75) menggunakan sampel yang lebih besar dari 47 negara, menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara individu dengan tingkat religiusitas dan penggelapan pajak.
3
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Penelitian mengenai kepatuhan pajak secara umum menunjukkan hubungan yang positif antara religiusitas dengan kepatuhan pajak atau hubungan negatif antara religiusitas dan penggelapan pajak. Namun demikian, penelitian oleh Welch et al. (2005) dan McKerchar et al. (2013) menunjukkan hasil yang berlawanan dengan penelitian sebelumnya. Persepsi penggelapan pajak dalam suatu masyarakat memiliki efek yang sama dalam anggota masyarakat terlepas dari tingkat kereligiusannya. Demikian pula, belum ditemukan bukti yang mendukung religiusitas sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi moral pajak (McKerchar et al. 2013, 18). McKerchar menemukan bahwa integritas pribadi dianggap memiliki efek yang lebih kuat pada sikap kepatuhan pajak mereka dibandingkan dengan keyakinan agama. Meskipun masih menjadi perdebatan, penelitian secara umum menunjukkan bahwa religiusitas dapat memainkan peran penting dalam membantu pemerintah untuk memenuhi targetnya dalam membina kepatuhan pajak secara sukarela.
Metodologi Penelitian ini disusun dengan menggunakan responden Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota negara sekaligus sebagai miniatur Indonesia di mana penduduknya berasal dari berbagai Provinsi dan berbagai macam suku bangsa di Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, Provinsi DKI Jakarta mempunyai penduduk dengan berbagai macam keyakinan agama yang dianut oleh penduduk Provinsi DKI Jakarta. Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta menurut Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2015 sejumlah 9.988.495 jiwa. Sementara itu, untuk jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 sejumlah 3.120.584 Wajib Pajak. Penelitian ini merujuk pada penelitian Mohdali dan Pope (2014) yang menggunakan metode kuantitatif dalam rangka menentukan hubungan antara religiusitas dengan kepatuhan pajak. Dengan demikian, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan survei kepada Wajib Pajak. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil survei. Data tersebut merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data kuantitatif adalah data yang diukur dalam skala numerik (angka). Sumber data utama dalam penelitian ini diperoleh dari Wajib Pajak di Provinsi DKI Jakarta dan Direktorat Jenderal Pajak, mengenai data tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Data diperoleh dengan menggunakan survei dengan membagikan kuesioner kepada responden. Pengukuran menggunakan Skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial (Soegeng 2006, 37). Dalam desain pengukuran ini, penulis menetapkan nilai untuk masing-masing titik skala, antara 1 sampai dengan 5. Jumlah populasi atau Wajib Pajak Orang Pribadi pada semua Kantor Wilayah di lingkungan Provinsi DKI Jakarta adalah 3.120.584 Wajib Pajak. Ukuran sampel ditentukan dengan mengacu pada tabel yang dibuat oleh Krejcie dan Morgan (1970). Berdasarkan tabel ini, ukuran sampel ditentukan menjadi 384 untuk populasi 800 ribu Wajib Pajak Orang Pribadi. Namun demikian, ukuran sampel antara 150 sampai dengan 200 dianggap sudah cukup untuk menggambarkan populasi yang besar karena ukuran sampel tambahan hanya akan memberikan dampak yang tidak signifikan (Fowler, 1993 dalam Mohdali, 2013). Fowler menyarankan bahwa populasi 15.000 atau 15 juta dapat dijelaskan dengan hanya 150200 responden karena tingkat akurasinya sama. Atas dasar ini, ukuran sampel penelitian dianggap memadai dengan jumlah 150 sampai 200.
4
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Teknik pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah teknik sampel nonprobabilitas, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono 2008, 122). Teknik sampel nonprobabilitas yang digunakan adalah sampling insidental (convenience sampling) dan sampel terpilih (judgement sampling). Sampling insidental didefiniskan (convenience sampling) sebagai teknik penentuan secara insidental responden bertemu dengan peneliti dan dipandang cocok sebagai sumber data. Sampel terpilih dapat didefinisikan sebagai tipe penarikan sampel yang mana sumber data yang hendak diteliti dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti (Sugiyono 2008, 122). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kuantitatif. Metode analisis data yang akan digunakan adalah regresi linier sederhana yang digunakan untuk mengukur pengaruh antara variabel bebas (independent variable) yaitu religiusitas terhadap variabel terikat (dependent variable) yaitu kepatuhan Wajib Pajak. Penjelasan tambahan akan penulis lakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengukur pengaruh religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) pada model I dan Kepatuhan Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance) pada model II. Penulis juga melakukan uji asumsi klasik sebagai prasyarat uji regresi linear. Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Sementara itu, uji statistik t dan uji statistik f juga dilakukan. Uji t digunakan untuk menguji secara parsial masing-masing variabel. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance). Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali 2013, 98). Penulis juga mengamati koefisien korelasi maupun koefisien determinasi pada hasil pengujian statisktik.
Hasil Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta. Jumlah keseluruhan responden dalam survey adalah 296 responden. Mayoritas responden yang menjadi sample dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 78,72% dari total responden. Kelompok rentang usia responden terbesar adalah 25-44 tahun berjumlah 256 orang atau 86,5% total responden. Mayoritas responden dalam penelitian ini berasal dari suku jawa yang berjumlah 209 orang atau 70,61 %. Mayoritas agama responden, beragama Islam, dengan jumlah responden sebanyak 88,51% dari sampel. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden, 127 orang atau 42,91% total responden, memiliki tingkat pendidikan Diploma (DI atau Dimploma III). Jenis pekerjaan terbanyak pada responden adalah sebagai pegawai baik pegawai negeri sipil atau pegawai swasta yang berjumlah 98,99%. Dari data responden yang telah diolah, diberikan penjabaran atas masing-masing komponen dari kepatuhan Wajib Pajak maupun religiusitas, baik interpersonal dan intrapersonal. Dimensi Kepatuhan Perpajakan Sukarela (Voluntary Tax Compliance) menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju jika membayar pajak yang berlaku merupakan tugas sebagai warga negara, tanggung jawab dan untuk mendukung/support negara. Untuk dimensi Kepatuhan Perpajakan Dipaksakan (Enforced Tax Compliance) menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju untuk membayar pajak jika ada hukuman yang berat bagi penggelap pajak serta ketakutan akan hancurnya reputasi jika tertangkap jika tidak mengikuti aturan perpajakan.
5
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Dimensi religiusitas intrapersonal menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju jika agama menjawab banyak pertanyaan mengenai makna kehidupan. Sementara itu dari dimensi religiusitas intrapersonal, menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 248 partisipan atau sekitar 83,8% merasa nyaman jika menghabiskan waktu bersama orang-orang dan kelompok agama. Hal tersebut menunjukkan peranan afiliasi/ kelompok yang sangat besar bagi responden. Tabel 1. Hasil Uji Beda Jenis Pekerjaan. Item Pekerjaan Mean Standar Deviasi PNS
31,16
4,49
Swasta
31,95
3,77
Usaha Sendiri
27,0
10,15
T-statistik (p-value) PNS Pegawai Swasta Usaha Sendiri -0,841 1,57 (0,401) (0,12) 0,841 1,75 (0,401) (0,09) -1,57 -1,75 (0,12) (0,09)
Sumber: olahan data SPSS Uji beda (t-test) digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda (Ghozali, 2013). Tujuan penggunaan uji beda t-test ini adalah untuk membandingkan rata-rata antara dari beberapa faktor demografi untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata dan seberapa signifikan perbedaan tersebut. Pada penelitian ini penulis melakukan uji t-test pada faktor demografi berupa tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Hasil uji beda t-test untuk faktor demograsi jenis pekerjaan ditampilkan dalam Tabel 1. Perbedaan tingkat kepatuhan pada PNS tidak signifikan secara statistik jika dibandingkan dengan pegawai swasta dan usaha sendiri dengan t-statistik sebesar 0,841 dan p-value 0,401 untuk PNS dan Swasta serta untuk PNS dan Usaha Sendiri dengan t-statistik sebesar 1,75 dan p-value 0,09. Selain itu, perbedaan pegawai swasta dan usaha sendiri tidak signifikan secara statitik dengan t-statistik sebesar 1,75 dan p-value 0,09. Tingkat kepatuhan PNS dan pegawai swasta lebih tinggi jika dibandingkan dengan usaha sendiri. Penulis melakukan uji asumsi klasik sebagai prasyarat analisis regresi linear. Penulis melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data terdistribui normal dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Nilai signifikansi hasil uji Kolmogorov-Smirnov (Asymp. Sig. [2-tailed]) untuk persamaan regresi linear sederhana adalah 0,695, melebihi batas signifikansi 0,05. Sedangkan untuk persamaan regresi linear berganda pada model I nilai signifikansi hasil uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,056 dan pada model II nilai signifikansi hasil uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,509. Hasil tersebut menyatakan bahwa baik untuk persamaan regresi linear sederhana dan persamaan regresi linear berganda (model I dan model II), datanya terdistribusi normal. Uji linearitas untuk mengetahui apakah spesifikasi model yang digunakan sudah bersifat linear. Penulis menggunakan Uji Durbin Watson pada pada taraf signifikansi 0,05. Jika nilai dari uji D-W (d) kurang dari dL maka terdapat autokorelasi positif, jika dU
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Tabel 2. Hasil Uji Durbin Watson Persamaan Regresi Linear Berganda. Item Yang diuji Nilai Durbin Watson dl du Keputusan Persamaan regresi linear sederhana 2,025 1.80053 1.81436 Linear Model I 2,015 1.79358 1.82134 Linear Model II 1,981 1.79358 1.82134 Linear Uji multikolinearitas adalah prasyarat uji regresi untuk memastikan tidak adanya hubungan signifikan antar variabel independen. Uji ini dilakukan dengan memeriksa nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Indicator). Apabila nilai Tolerance lebih dari 0,10 berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Apabila nilai VIF variabel independen atas variabel dependen melebihi 10, maka terdapat gejala multikolinearitas. Dari pengujian, menujukkan bahwa nilai VIF untuk semua komponen variabel independen berada di nilai 1,442, serta tolerance sebesar 0,693 sehingga tidak ditemukan gejala multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas adalah uji kekuatan hubungan antar variabel apakah memiliki kekuatan merata (homoskedastisitas) atau tidak (heteroskedastisitas). Uji ini berguna untuk melihat varians dari residu data satu variabel terhadap variabel lainnya. Dengan metode Glejser, gejala heteroskedastisitas terdeteksi apabila signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel 3 menunjukkan variabel independen bersignifikansi lebih besar dari 0,05 saat diregresikan dengan variabel dependen. Oleh karena itu, persamaan regresi linear sederhana tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Sementara itu, pada tabel I4 diketahui bahwa pada persamaan regresi linear berganda model I dan model II tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Tabel 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Persamaan Regresi Linear Sederhana. Variabel Independen Nilai Signifikansi Religiusitas
0,185
Batas Minimal Signifikansi 0,05
Keputusan Tidak ada gejala Heteroskedasitas
Sumber: olahan data SPSS Pengujian regresi linear sederhana menunjukkan hasil uji F yang memperlihatkan hubungan antara variabel religiusitas dan kepatuhan Wajib Pajak. Nilai Fhitung yaitu 16,117 melebihi Ftabel (0,0039) dan signifikansi berada di bawah 0,05. Dari hasil pengujian tersebut, hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa religiuitas berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak diterima. Tabel 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Persamaan Regresi Linear Berganda. Model Variabel Variabel Nilai Batas Minimal Regresi Independen Independen Signifikansi Signifikansi Religiusitas 0,405 0,05 Voluntary Intrapersonal Model I Tax Religiusitas 0,575 0,05 Compliance Interpersonal Religiusitas 0,635 0,05 Enforced Intrapersonal Model II Tax Religiusitas 0,167 0,05 Compliance Interpersonal Sumber: olahan data SPSS
Keputusan Tidak ada gejala Heteroskedasitas Tidak ada gejala Heteroskedasitas Tidak ada gejala Heteroskedasitas Tidak Ada gejala Heteroskedasitas
7
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Nilai R dan R2 pada bagian Model Summary hasil perhitungan regresi linear sederhana. Nilai R sebesar 0,228 menunjukkan adanya korelasi positif lemah, yaitu sebesar 22,8% antara variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 sebesar 0,052 berarti variabel independen dapat menjelaskan 5,2% variasi variabel dependen, sementara 94,8% lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menelaah lebih lanjut mengenai pengaruh komitmen religiusitas terhadap komponen dari kepatuhan Wajib Pajak yang berupa Kepatuhan Wajib Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) dan Kepatuhan Wajib Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance). Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang terdiri dari 2 (dua model) yaitu model I yang menguji variabel religiusitas terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) dan model II yang menguji variabel religiusitas terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance). Variabel religiusitas terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal. Pengujian regresi berganda pada model I menghasilkan t hitung untuk religiusitas interpersonal melebihi ttabel dan nilai probabilitas di bawah 0,05 oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa religiusitas interpersonal secara individu berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance). Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai thitung pada model II untuk variabel Religiusitas Intrapersonal dan Religiusitas Interpersonal adalah sebesar 0,713 dan 0,9182. Oleh karena thitung < ttabel dan nilai probabilitas di atas 0,005, dapat disimpulkan bahwa religiusitas intrapersonal maupun interpersonal secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Dipaksakan. Tabel 5. Hasil Uji t Persamaan Regresi Linear Berganda. Voluntary Tax Compliance Enforced Tax Compliance (model 1) (model II) Variabel Independen thitung ttabel Nilai Signifikansi thitung ttabel Nilai Signifikansi Religiusitas Intrapersonal 1,35 1,968 0,178 0,713 1,968 0,477 Religiusitas Interpersonal 2,319 1,968 0,021 0,982 1,968 0,327 Sumber: olahan data SPSS Pengujian menunjukkan hasil uji F yang diambil dari bagian Anova pada hasil uji regresi linear berganda untuk model I dan model II. Jika signifikansi variabel independen (prediktor) melebihi 0,05, maka variabel tersebut tidak signifikan. Variabel juga tidak dinyatakan signifikan apabila F hitung variabel bersangkutan lebih kecil dari Ftabel. Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel religiusitas (religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal) secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) karena F >Ftabel dan nilai signifikansi <0,05. Sementara itu, variabel religiusitas (religiusitas Intrapersonal dan Religiusitas Interpersonal) secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Dipaksakan karena F hitung< Ftabel dan nilai signifikansi >0,05. Tabel 7 menunjukkan nilai R dan R2 pada bagian Model Summary hasil perhitungan regresi linear berganda terhadap model I dan model II. Pada model I nilai R sebesar 0,223 menunjukkan adanya korelasi positif lemah, yaitu sebesar 22,3% antara keseluruhan variabel independen terhadap variabel dependen (Voluntary Tax Compliance), sedangkan nilai R2 untuk model I sebesar 0,05 berarti
8
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan 5 % variasi variabel dependen, sementara 95,0% lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian persamaan model I. Tabel 6. Hasil Uji F Persamaan Regresi Linier Berganda. Variabel Independen
Voluntary Tax Compliance Enforced Tax Compliance (model 1) (model 2) Fhitung Ftabel Nilai Signifikansi Fhitung Ftabel Nilai Signifikansi
Religiusitas Intrapersonal 7,691 3,026 Religiusitas Interpersonal Sumber: olahan data SPSS
0,001
1,619 3,026
0,200
Pengujian pada model II menghasilkan nilai R sebesar 0,105, yang menunjukkan adanya korelasi positif lemah, yaitu sebesar 10,5% antara variabel independen terhadap variabel dependen sedangkan nilai R2 untuk model II sebesar 0,011 berarti keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan 1,1% variasi variabel dependen (Enforced Tax Compliance), sementara 98,9% lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian pada persamaan model II. Tabel 7. Hasil R dan R2 Persamaan Regresi Linear Berganda. Variabel Independen Religiusitas Intrapersonal Religiusitas Interpersonal Sumber: olahan data SPSS
Voluntary Tax Compliance Enforced Tax Compliance (model 1) (model II) 2 R R R R2 0,223
0,05
0,105
0,011
Pembahasan Pada penelitian ini, religiusitas memiliki tingkat keeratan hubungan sebesar 22,8% terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak sebagaimana ditunjukkan oleh koefisien kolerasi pada persamaan regresi sederhana. Keeratan hubungan (R) sejumlah 22,8% tersebut termasuk dalam kategori lemah. Berdasarkan koefisien determinasi (R2), model regresi sederhana hanya memiliki 5,2% peranan dalam penentuan Kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini berarti terdapat faktor lain di luar religiusitas sejumlah 94,6% yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Nilai koefisien determinasi yang rendah yaitu 5,2% disebabkan karena jumlah variabel bebas pada penelitian ini hanya satu yaitu religiusitas. Koefisien determinasi untuk data silang (crossection) relatif rendah karena ada variasi yang besar antara masingmasing pengamatan (Ghozali 2013, 97). Pengaruh positif antara religiusitas terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang ditemukan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Raihana Mohd Ali dan Jeff Pope (2014). Hasil ini menunjukkan ketika tingkat Religiusitas Wajib Pajak makin tinggi maka mereka akan cenderung memiliki tingkat kepatuhan perpajakan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Wajib Pajak yang memiliki religiusitas rendah. Atas hasil pengujian tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini diterima sehingga religiusitas berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut, peneliti melakukan pengujian atas masing-masing komponen religiusitas terhadap masing-masing komponen kepatuhan pajak. Pengujian melalui analisis 9
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
regeresi linier berganda pada model I (Voluntary Tax Compliance) ditemukan bahwa regresi berganda sejalan dengan regresi linier sederhana yaitu berpengaruh positif. Religiusitas (baik intrapersonal maupun interpersonal) memiliki hubungan keeratan (R) sebesar 22,3% sehingga termasuk memiliki hubungan yang lemah terhadap komponen dari kepatuhan Wajib Pajak yakni kepatuhan Wajib Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance). Pada pengujian melalui analisis regeresi linier berganda pada model I (Voluntary Tax Compliance), penulis menemukan bahwa religiusitas interpersonal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap salah satu komponen Kepatuhan Pajak yaitu, kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance). Pengaruh positif dari religiusitas terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sukarela tersebut sejalan dengan penelitian Raihana Mohd Ali dan Jeff Pope (2014). Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin kuat religiusitas interpersonal dari Wajib Pajak, maka akan semakin meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Temuan tersebut sejalan dengan penelitian dari Grasmick, Kinsey dan Cochran (1991) dimana kelompok agama berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan dari Wajib Pajak. Adanya rasa malu dan ketakutan akan citra pribadi akan menjadi buruk dalam kelompok agama menjadikan Wajib Pajak menjadi lebih patuh terhadap kewajiban perpajakannya. Religiusitas Intrapersonal pada model I ditemukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Sukarela. Peranan religiusitas yang tidak signifikan pada pengujian terhadap elemen kepatuhan sukarela dapat dimungkinkan terjadi karena sebagian orang di Indonesia menganggap bahwa membayar pajak bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya menyangkut urusan duniawi yang formal (Fidiana, 2014). Di samping itu, perbuatan yang menunjukkan sikap kepatuhan perpajakan yang lemah seperti penggelapan pajak masih dianggap kegiatan yang beretika oleh sebagian umat agama disebabkan oleh korupsi yang dilakukan oleh aparat pajak (Izza dan Hamszah, 2014). Pada pengujian melalui analisis regeresi linier berganda pada model II (Voluntary Tax Compliance), penulis menemukan bahwa religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance). Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari religiusitas terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Pengaruh yang signifikan berasal dari pengaruh komponen religiusitas interpersonal Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela. Religiusitas interpersonal berhubungan dengan keterlibatan individu dengan organisasi keagamaan. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak diharapkan dapat menggunakan elemen religiusitas ketika melakukan interaksi dengan Wajib Pajak, misal pada saat penyuluhan, sosialisasi atau memasukkan ke dalam bagian surat kepada Wajib Pajak. Di samping itu, Direktorat Jenderal Pajak dapat bekerjasama dengan organisasi keagamaan agar mendorong Wajib Pajak lebih taat kepada peraturan perundangan khususnya peraturan perpajakan. Penelitian ini juga menemukan bahwa religiusitas hanya memiliki peranan yang kecil terhadap perilaku kepatuhan pajak. Mohdali (2013, 1) menyebutkan penelitian banyak ahli menemukan banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak, baik berupa faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi. Faktor ekonomi antara lain berupa tarif pajak dan denda sedangkan faktor non-ekonomi antara lain berasal dari perilaku Wajib Pajak, persepsi Wajib Pajak ataupun faktor demografis. Sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif perlu adanya penelitian dari variabel lain yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak selain religiusitas.
10
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah religiusitas berpengaruh terhadap perilaku Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi ketentuan Perundang-undangan Perpajakan. Penelitian dilakukan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta melalui pengisian kuesioner baik berupa angket maupun melalui survei secara online. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear. Penelitian ini menemukan bahwa bahwa komponen Religiusitas Interpersonal berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) sedangkan untuk komponen Religiusitas Intrapersonal tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa masing-masing komponen religiusitas, baik religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal, tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance). Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, penentuan sampel masih menggunakan sampel nonprobabilistik dikarenakan tidak didapatkannya sample frame. Penggunaan convenience sampling dan judgmental sampling memungkinkan data yang didapatkan tidak representatif mencerminkan keseluruhan populasi. Kedua, sebagian besar responden merupakan karyawan, yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun pegawai swasta yang telah dilakukan pemotongan pajak penghasilan oleh Bendaharawan. Adanya pemotongan penghasilan untuk pajak penghasilan memungkinkan terjadinya bias dalam perilaku kepatuhan perpajakan. Ketiga, terdapat 94, 8% variabel yang mempengaruhi perilaku Kepatuhan Wajib Pajak di luar variabel religiusitas. Dengan demikian, penelitian berikutnya bisa dilakukan dengan pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling, sehingga masalah representasi populasi dapat lebih baik. Kedua, penelitian berikutnya menggunakan lebih banyak responden wirausahawan. Terakhir, variabel-variabel lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak dapat ditambahkan untuk meningkatkan derajat penjelasan faktor-faktor penentu dari variabel dependen.
Daftar Pustaka Bobek, D., dan Hatfield, R. 2003. An Investigation of the Theory of Planned Behavior and the Role of Moral Obligation in Tax Compliance. Behavioral Research in Accounting, 15(1), 13-38. Bobek, D., Roberts, R., dan Sweeney, J. 2007. The Social Norms of Tax Compliance: Evidence f m Australia, Singapore, and the United States. Journal of Business Ethics, 74(1), 49-64. Chaizi, Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Fidiana. 2014 Eman dan Iman: Dualisme Kesadaran dan Kepatuhan1. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Surabaya Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 21 edisi 7. Semarang: Badan Penerbit- Undip. Glock, C. Y. 1962. On the Study of Religious Commitment. Religious Education, 57(4), 98-110. Graetz, M. J., dan Wilde, L. L. 1985. The Economics of Tax Compliance: Fact and Fantasy. National Tax Journal, 38(3), 355-363.
11
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Grasmick, H. G., Bursik, R. J., dan Cochran, J. K. 1991. "Render unto Caesar What is Caesar's": Religiosity and Taxpayers' Inclinations to Cheat. SociologicalQuarterly; Berkeley, 32(2), 251-266. Grasmick, H. G., Kinsey, K., dan Cochran, J. K. 1991. Denomination, Religiosity and Compliance with the Law: A Study of Adults. Journal for the Scientific Study of Religion, 30(1), 99-107. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies. New York. Hadi Wiyoso. 2012. Apakah Agama Mengharamkan Pajak?. http://www.pajak.go.id/content/article/apakah-agama-mengharamkan-pajak (diakses 7 Juli 2015) James, S., dan Alley, C. 2000. Tax Compliance, Self-Assessment and Tax Administration. Journal of Finance and Management in Public Services, 2(2),27-42. Johnson, B. R., Jang, S. J., Larson, D. B., dan De Li, S. 2001. Does Adolescent Religious Commitment Matter? A Reexamination of the Effects of Religiosity on Delinquency. Journal of Research in Crime and Delinquency, 38(1), 22-44. Kementerian Dalam Negeri. 2015. Profil Daerah Provinsi DKI Jakarta. http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta (diakses 2 Juni 2015) Kirchler, E., Hoelzl, E., dan Wahl, I. 2008. Enforced versus Voluntary Tax Compliance: The "Slippery Slope" Framework. Journal of Economic Psychology, 29(2), 210-225. Kirchler, E., dan Wahl, I. 2010. Tax Compliance Inventory: TAX-I Voluntary Tax Compliance, Enforced Tax Compliance, Tax Avoidance, and Tax Evasion. Journal of Economic Psychology, 31(3), 331346. Krejcie, R. V., dan Morgan, D. W. 1970. Determining Sample Size for Research Activities. Educational and Psychological Measurement, 30, 607-610. Kurpis, L., Beqiri, M. dan Helgeson, J. 2008. “The effects of commitment to moral self-improvement and religiosity on ethics of business students”, Journal of Business Ethics, Vol. 80 No. 3, pp. 447-463. Margolis, H. 1997. Religion as Paradigm. Journal of Institutional and Theoretical Economics, 153(i), 242-252. McKerchar, M., Bloomquist, K., dan Pope, J. 2013. Indicators of Tax Morale: An Exploratory Study. eJournal of Tax Research, 11(1), 5-22. Mohdali, Raihana and Pope, Jeff. 2012. The effects of religiosity and external environment on voluntary tax compliance. New Zealand Journal of Taxation Law and Policy 18: pp. 119-139 Mohdali, Raihana dan Pope, Jeff .2013. The influence of religiosity on taxpayers’ compliance attitudes: Empirical evidence from a mixed-methods study in Malaysia. Accounting Research Journal, Vol. 27 Iss: 1, pp.71 – 91 Mohd Ali, Nor Raihana. 2013. The influence of religiosity on tax compliance in Malaysia. Ph.D. Curtin University, Curtin Business School. Tidak dipublikasi Panggabean, Hana. , Hora Titra dan Juliana Murniati. 2014. Kearifan Lokal Keunggulan Global. Jakarta: Elex Media Computindo. Pope, J., dan Mohdali, R. 2010. Role of Religiosity in Tax Morale and Tax Compliance, The. Austl. Tax F., 25, 565.
12
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
Richardson, G. 2006. Determinants of Tax Evasion: A Cross-Country Investigation. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 15(2), 150-169. Riahi-Belkaoui, A. 2004. Relationship between Tax Compliance Internationally and Selected Determinants of Tax Morale. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 13(2), 135143. Roth, J. A., Scholz, J. T., dan Witte, A. D. 1989. Taxpayer Compliance, Volume 1: An Agenda for Research. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. Tittle, C. R., dan Welch, M. R. 1983. Religiosity and Deviance: Toward a Contingency Theory of Constraining Effects. Social Forces, 61(3), 653-682. Torgler, B. 2002. Speaking to Theorists and Searching for Facts: Tax Morale and Tax Compliance in Experiments. Journal of Economic Surveys, 16(5), 657-683 Torgler, B. 2003. To Evade Taxes or Not to Evade: That is the Question. Journal of Socio-Economics, 32(3), 283-302. Torgler, B. 2006. The Importance of Faith: Tax Morale and Religiosity. Journal of Economic Behavior dan Organization, 61(1), 81-109. Torgler, B., Demir, I. C., Macintyre, A., dan Schaffner, M. 2008. Causes and Consequences of Tax Morale: An Empirical Investigation. Economic Analysis and Policy, 38(2), 313-339. Torgler, B., dan Murphy, K. 2004. Tax Morale in Australia: What Shapes it and has it Changed Over Time? Journal of Australian Taxation, 7(2), 298-335. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat. Stack, S., dan Kposowa, A .2006. The Effect of Religiosity on Tax Fraud Acceptability: A Cross‐National Analysis. Journal for the Scientific Study of Religion, 45(3), 325-351. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Song, Y., dan Yarbrough, T. E. 1978. Tax Ethics and Taxpayer Attitudes: A Survey. Public Administration Review, 38(5), 442-452. Welch, M. R., Tittle, C. R., dan Petee, T. A.1991. Religion and Deviance among Adult Catholics: A Test of the "Moral Communities" Hypothesis. Journal for the Scientific Study of Religion, 30(2), 159-172. Welch, M. R., Xu, Y., Bjarnason, T., Petee, T., O'Donnell, P., dan Magro, P. 2005. But Everybody Does It: The Effects Of Perceptions, Moral Pressures, And Informal Sanctions On Tax Cheating. Sociological Spectrum, 25(1), 21-52. Wikipedia. 2010. Religiousity. https://en.wikipedia.org/wiki/Religiosity (diakses 24 Juni 2015). Worthington, E. L., Jr., Wade, N. G., Hight, T. L., Ripley, J. S., McCullough, M. E., Berry, J. W., Schmitt, M. M., Berry, J. T., Bursley, K. H., dan O'Connor, L.2003.The Religious Commitment Inventory-10: Development, Refinement, and Validation of a Brief Scale for Research and Counseling. Journal of Counseling Psychology, 50(1), 84-96. Dokumen Publik dan Peraturan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Pajak. Laporan Tahunan 2013 Kementerian Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2009-2013 (Audited) Republik Indonesia.
13