PENGARUH RELIGIUSITAS DAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL REMAJA SISWA SMPIT AL KAHFI BOGOR Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Disusun Oleh: Habibah NIM : 109070000121
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
ii
iii
iv
Email :
[email protected]
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“bersabarlah, maka sabar kan memeluk erat hati kita dengan cinta Allah.. dalam tiap kelemahan, kegelisahan, ketidakberdayaan, pun dalam kebahagiaan.. fashbir shobron jamilaa..” bibah fa_
PERSEMBAHAN :
Tentang sebuah ikhtiar yang tertuju pada Rabb Semesta Alam, Allahu Ta’alaa.. Tentang sebuah amanah berbakti, pada Mamah dan Ayah yang tak pernah henti tercurah cinta kasihnya.. untukmu sarjanaku..
v
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi B) September 2013 C) Habibah D) Pengaruh Religiusitas dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Kecerdasan Emosional Remaja Siswa SMPIT Al Kahfi Bogor E) xiii + 106 halaman + lampiran F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kecerdasan emosional remaja siswa SMPIT Al Kahfi Bogor. Penulis berteori bahwa variabel keyakinan, praktek, pengetahuan, konsekuensi, pengalaman, appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 200 orang siswa SMPIT Al Kahfi Bogor yang diambil dengan teknik non probability sampling. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan instrumen pengumpulan data skala kecerdasan emosional yang penulis buat sendiri berdasarkan teori Goleman (1999), dan memodifikasi instrumen pengumpulan data skala religiusitas dari peneliti sebelumnya yang mengacu pada teori Glock & Starck (1968) serta mengadaptasi skala ukur baku Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) pada pengukuran skala dukungan sosial teman sebaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan keyakinan, praktek, pengetahuan, konsekuensi, pengalaman, appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support terhadap kecerdasan emosional remaja siswa. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari sembilan dimensi menunjukkan bahwa hanya tiga dimensi yang berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja siswa, yaitu pengalaman beragama, tangible support dan appraisal support sedangkan keyakinan, praktek ibadah, pengetahuan, konsekuensi, self esteem support dan belonging support tidak berpengaruh terhadap kecerdasan emosional remaja siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat lima variable yang memberikan sumbangan bagi kecerdasan emosional yaitu pengalaman, appraisal support, tangible support, belonging support dan praktik agama. G) Bahan bacaan : 44; buku: 20 + jurnal: 15 + skripsi: 3 + artikel: 4 + web: 2
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Religiusitas dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Kecerdasan Emosional Remaja Siswa SMPIT Al Kahfi Bogor”. Shalawat serta salam selamanya tercurah kepada Rasululllah, Muhammad Sholallahu „alaihi wassalam beserta keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga yaumil akhir. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk sumbangan pikiran, materi, tenaga, dan waktu yang tidak terukur dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. 2.
3.
4.
5. 6. 7.
8. 9.
10.
Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si., Psi., Dosen Pembimbing, terima kasih atas bimbingan, arahan, saran dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, pembimbing seminar proposal. Terima kasih atas arahan dan bimbingan Bapak sehingga penulis dapat membawa judul seminar proposal ini menjadi skripsi hingga selesai sekarang ini. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas segala perhatian dan motivasi yang telah diberikan selama penulis menjalani perkuliahan Seluruh dosen fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada penulis. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan Ibu Yeyen Nurohmah, S.Pd. MM., kepala sekolah SMPIT Al Kahfi Bogor yang telah berkenan mengizinkan penulis melakukan penelitian di sekolah yang Ibu pimpin. Ibu Wati, yang telah banyak membantu dan memfasilitasi penulis pada saat mengambil data penelitian di SMPIT Al Kahfi. Kedua orang tua hebat, Ayah Sardadi dan Mamah Aminah. Terima kasih atas segala cinta kasih, do‟a, motivasi dan segala bentuk kebaikan yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga Allah menyayangi Ayah dan Mamah selamanya. Keluarga besar H.Dadi‟s family, ka Ani, ka Dahliah, ka Syuhada, teh Citra, ka Kiki, Nurul, Azizah, juga keponakan-keponakan cilik yang selalu menjadi penghibur ketika semangat penulis menurun. Terima kasih atas keceriaan kalian.
vii
11. 12.
13.
14. 15.
16. 17. 18.
Ka Zuhrufi Aprilia. Kakak super yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Jazakillah ahsanal jazaa, ka. Keluarga besar LDK Syahid, khususnya LDK Syahid 16 #kitaadalahsaudara. Terima kasih atas do‟a-do‟a tulus dan semangat yang kalian hadirkan untuk penulis. Menyayangi kalian karna Allah. Saudariku, Nana Pratiwi, terima kasih atas ukhuwah yang begitu indah. Atas segala kebersamaan, perjuangan, nasihat-nasihat dan tiap do‟a tulus yang terlantun. Allah menyayangimu, ukh Ka Hari, yang selalu dibuat repot oleh penulis dan selalu memberikan bantuan kepada penulis. Terima kasih, jazakallah ahsanal jazaa Saudari-saudariku di Fakultas Psikologi; Dini, Riska, Ka Pipit, ka Dyah, Huswa, Emi, Ka Maya, Ka Putri terima kasih atas persaudaraan yang telah kalian berikan. Adik-adik yang telah banyak memberikan semangat, Nida, Sri, Popon, Atiqoh, Nisaul, Chintya. Semoga Allah mudahkan urusan kalian. Seluruh teman-teman kelas C angkatan 2009, khususnya Hana, Lita, Mega, Ida, Rima, Ima, terima kasih atas kebersamaannya. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala do‟a, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas dengan balasan terbaik oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Jakarta, 1 Oktober 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI ............................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS..................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v ABSTRAK ........................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 1.2.1. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 11 1.2.2. Pembahasan Masalah .................................................. 11 1.2.3. Perumusan Masalah .................................................... 12 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 12 1.3.1. Tujuan Penelitian ........................................................ 12 1.3.2. Manfaat Penelitian ...................................................... 13 1.3.2.1. Manfaat teoritis .............................................. 13 1.3.2.2. Manfaat praktis .............................................. 13 1.3.Sistematika Penulisan................................................................... 14 BAB 2. LANDASAN TEORI 2.1. Kecerdasan Emosional .............................................................. 16 2.1.1. Pengertian Kecerdasan Emosional ............................. 16 2.1.2. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional.................................. 19 2.1.3. Dimensi-dimensi Kecerdasan Emosional ................... 21 2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ............................................... 28 2.1.5. Pengukuran Kecerdasan Emosional ........................... 29 2.2. Religiusitas ................................................................................. 30 2.2.1. Pengertian Religiusitas ............................................... 30 2.2.2. Dimensi-dimensi Religiusitas ..................................... 32 2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas ......... 36 2.2.4. Pengukuran Religiusitas ............................................. 37 2.3. Dukungan Sosial ....................................................................... 37 2.3.1. Pengertian Dukungan Sosial ....................................... 37 2.3.2. Dimensi-dimensi Dukungan Sosial ............................ 40 2.3.3. Sumber Dukungan Sosial ........................................... 43 2.3.4. Dukungan Teman Sebaya ........................................... 43 2.3.5. Pengukuran Dukungan Sosial ..................................... 44 2.4. Kerangka Berfikir ..................................................................... 45 2.5. Hipotesis Penelitian .................................................................. 49 ix
BAB 3.
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel................. 51 3.2. Variabel Penelitian ...................................................................... 52 3.3. Definisi Operasional .................................................................... 53 3.4. Pengumpulan Data ...................................................................... 54 3.4.1. Pengukuran ................................................................. 54 3.4.2. Instrumen pengumpulan data...................................... 55 3.5. Uji Validitas Konstruk .............................................................. 61 3.5.1. Uji validitas alat ukur kecerdasan emosional ............. 63 3.5.2. Uji validitas alat ukur religiusitas ............................... 68 3.5.3. Uji validitas alat ukur dukungan sosial....................... 73 3.6. Teknik Analisis Data ................................................................ 77 3.7. Prosedur Penelitian ................................................................... 81 BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ........................................ 83 4.2. Analisis Deskriptif .................................................................... 84 4.3. Uji Hipotesis Penelitian ............................................................ 87 4.3.1. Uji regresi berganda ...................................................... 87 4.3.2. Pengujian proporsi varians masing-masing variabel independen ...................................................... 93 BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ............................................................................... 97 5.2. Diskusi ...................................................................................... 98 5.3. Saran ......................................................................................... 105 5.3.1. Saran metodologis .......................................................... 105 5.3.2. Saran teoritis ................................................................... 105 5.3.3. Saran praktis ................................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7.
Pengelompokan Sampel Bobot Nilai Jawaban Blue Print Skala Kecerdasan Emosional Blue Print Skala Religiusitas Blue Print Skala Dukungan Sosial Hasil Uji Validitas Skala Kecerdasan Emosional Hasil Uji Validitas Skala Religiusitas Hasil Uji Validitas Skala Dukungan Sosial Jumlah Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi Kecerdasan Emosional Berdasarkan Jenis Kelamin Deskripsi statistik variabel penelitian Tabel R Square Tabel Anova Hasil Koefisien Regresi Penghitungan Proporsi Varians Kecerdasan Emosional
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Kerangka Berfikir
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Diagram path hasil uji validitas konstruk tiap variabel Surat Perizinan Pengambilan Data Penlitian Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Kuesioner
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada Bab 1 ini dijelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan skripsi.
1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dua puluh tahun terakhir, konsep kecerdasan emosional telah banyak menarik perhatian para ilmuan psikologi maupun akademisi. Kecerdasan emosional diyakini memiliki peran besar terhadap kesuksesan hidup seseorang. Hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kebahagiaan optimal dalam hidup (Mayer & Salovey, 1995), penyesuaian diri pada lingkungan (Muflihah, 2004), memiliki kesehatan mental & perilaku yang baik (Bar-On, 2012), terjalinnya hubungan sosial teman sebaya yang baik dan memiliki gaya menangani stress yang adaptif (Mavroveli, Petrides, Rieffe & Bakker, 2007).
Selama bertahun-tahun, kecerdasan
pada manusia menjadi objek
kajian psikologi yang tidak pernah habis untuk dibahas dan diteliti. Awalnya, banyak yang mengasumsikan bahwa kecerdasan intelektual yang berasal dari faktor genetik (bawaan) adalah satu-satunya kecerdasan yang berperan pada kesuksesan hidup seseorang. Hingga munculah pandangan lain tentang faktor
1
2
kesuksesan hidup yang lebih besar yakni pengaruh dari kecerdasan emosional (Goleman, 1996).
Kecerdasan emosional merupakan hal yang dibutuhkan pada tiap masa perkembangan hidup, khususnya pada masa perkembangan remaja dimana pada masa ini seorang individu mulai mengeksplorasi dan meneliti karakteristik psikologis dirinya dalam rangka menemukan jati diri dan berusaha agar diterima dalam lingkungan sosialnya (Steinberg, 2001). Pada masa perkembangannya, remaja banyak mengalami perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun emosional (Santrock, 2003). Hurlock (1999) menyatakan bahwa keadaan emosi remaja berada pada periode badai dan tekanan yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi akibat perubahan fisik dan hormon.
Remaja cenderung tidak dapat menyadari emosinya sendiri dan mudah terpengaruh dengan lingkungannya. Pelajaran di sekolah, interaksi dengan teman sebaya akan sangat mungkin menimbulkan perasaan tertekan dalam diri remaja jika remaja tersebut tak dapat mengenali dan mengatur emosinya dengan cerdas. Khususnya bagi remaja siswa dalam menghadapi banyaknya perubahan dalam diri namun bersamaan dengan itu pula banyak tugas perkembangan yang harus dijalani.
Remaja yang terlalu mengikuti emosinya yang tidak stabil memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan perilaku-perilaku negatif
3
seperti menyalahgunakan narkotika, melakukan seks di luar nikah, pelanggaran aturan sekolah dan sebagainya. Perilaku-perilaku tersebut timbul dari kurangnya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosi yang dimiliki dengan cara positif (Sarwono, 2006).
Berdasarkan data catatan akhir tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak (komnaspa), terdapat laporan Depkes yang menyebutkan sebanyak 212 penderita AIDS berusia 5-14 tahun. Sedangkan untuk anak yang menjadi korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang, sebesar 80% berasal dari usia muda (KNPA, 2011). Hasil survey lain menyebutkan sebanyak 20,9% remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Pada tahun 2005 angka bunuh diri remaja di kabupaten Gunung Kidul berada pada urutan pertama di Indonesia. Fenomena bunuh diri ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti, putus cinta, merasa dikecewakan oleh sahabat, tertekan dengan pelajaran sekolah, putus asa dan tak dapat menyadari dan mengontrol emosinya. Para remaja juga cenderung memilih tawuran untuk menyelesaikan masalah dibandingkan dengan berdiskusi dan mencari solusi. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Goleman (1996) bahwa berdasarkan survey besar-besaran, generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya: lebih kesepian, dan pemurung, lebih berangasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih implusif dan agresif.
4
Hal yang dapat memicu segala bentuk penyimpangan pada masa remaja salah satu faktornya ialah kurangnya kesadaran emosi pada diri remaja. Remaja tak dapat mengenali dan mengontrol kondisi emosionalnya sendiri, sehingga dengan mudah merasa tertekan, depresi, hilangnya motivasi, tidak memiliki empati dan tidak dapat bergaul dengan baik dengan lingkungannya yang pada akhirnya para remaja mengalihkannya pada perilaku-perilaku menyimpang, termasuk memilih bunuh diri untuk mengakhiri permasalahan hidupnya.
Meskipun demikian, bukan berarti masa remaja adalah masa yang penuh dengan masalah dan menyebabkan remaja kehilangan masa depan yang cemerlang. Sebagian remaja dapat melalui masa perkembangannya dengan baik. Salah satu contohnya yaitu remaja yang bersekolah di SMPIT Al Kahfi Bogor dimana para remaja siswa wajib mengikuti program asrama (pesantren terpadu). Target lulusan pada SMPIT bukan hanya sekedar lulus akademik melainkan siswa dituntut memiliki hafalan Al Qur’an minimal 3 juz, lulus ujian bahasa Arab dan Inggris, serta lulus akhlakul karimah. Ini membuktikan bahwa sekolah tersebut bukan hanya memperioritaskan akademik, namun juga aspek religiusitas dan hubungan sosial para peserta didiknya. Selain itu, dalam data prestasi santri tercatat begitu banyak prestasi yang dihasilkan siswa-siswi SMPIT Al Kahfi Bogor, salah satunya pada tahun 2013 tercatat rekor tertinggi jumlah siswa yang meraih nilai sempurna sepuluh dan menjadi SMP yang mengirimkan perwakilan terbanyak dalam
5
Olimpiade Sains Nasional tingkat provinsi (Nana, 2013). Berdasarkan hal ini, dapat diasumsikan bahwa siswa-siswi SMPIT Al Kahfi Bogor memiliki kecerdasan emosional yang baik sehingga para remaja siswa-siswi memiliki pengetahuan akan kemampuan dirinya sendiri, rasa optimis, percaya diri, dapat mengontrol emosi, pantang menyerah, memiliki motivasi, dapat bersosialisasi dengan baik dengan lingkungannya, dan saling bekerjasama baik dengan teman sebaya maupun pihak-pihak sekolah. Segala hal positif ini terangkum dalam kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi
dan
pengungkapannya
melalui
keterampilan
kesadaran
diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial (Goleman, 1996). Hal ini merupakan kebutuhan-kebutuhan individu dalam menjalani keseharian dimana individu tidak akan terlepas dari beragam emosi dalam dirinya dan juga interaksi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga dengan adanya berbagai emosi negatif yang dapat menyebabkan konflik internal maupun eksternal tersebut, membutuhkan penanganan yang matang dan bijaksana baik melalui faktor kognitif, terlebih faktor afektif manusia yaitu melalui kecerdasan emosional yang baik.
Kecerdasan
intelektual
hanya
memiliki
pengaruh 20%
pada
kesuksesan hidup, selebihnya sebanyak 80% dipengaruhi oleh faktor lain, yang bisa jadi salah satunya adalah faktor kecerdasan emosional. Banyak
6
ditemukan, seorang yang memiliki IQ tinggi tidak selalu mendapatkan kehidupan yang layak. Suatu hal yang sangat mungkin, seseorang yang memiliki IQ rendah dapat menjalani hidup lebih layak, bahagia dan sukses dibanding orang-orang yang memiliki IQ tinggi (Goleman, 1996). Hal ini disebabkan, mereka tidak hanya menggunakan intelektualitas dalam menjalani kehidupan, namun yang lebih penting adalah bagaimana mereka dapat mengelola emosi dan membina hubungan dengan orang lain sehingga mereka dapat menerima diri mereka sendiri dan dapat diterima dengan baik oleh lingkungannya. Salah satu faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya tingkat kecerdasan emosional adalah kepribadian dimana tingkat religiusitas adalah salah satu unsurnya (Rosmana, 2005).
Taylor (2006) mengatakan bahwa religiusitas dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis. Orang yang memiliki keyakinan yang kuat menunjukkan angka yang lebih tinggi pada kepuasan hidup, kebahagiaan personal, dan lebih sedikit mendapat konsekuensi negatif mengalami trauma dalam kehidupan dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki keyakinan (religiusitas).
Glock dan Stark (1968) mendefinisikan religiusitas sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa agama dalam kehidupan bukan hanya
7
dilihat dari aspek ritual saja, melainkan agama sebagai pegangan hidup seseorang meliputi seluruh aspek kehidupannya yang akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.
Tidak hanya faktor internal individu yang dapat membentuk kecerdasan emosional yang baik, akan tetapi diperlukan juga faktor ekternal individu (Walgito, 1993). Dalam penelitian ini, faktor eksternal yang akan diteliti adalah dukungan sosial teman sebaya.
Sebagai mahluk sosial, individu membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup dan melangsungkan hidupnya dengan baik. Dukungan sosial yang terdiri atas dukungan keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekolah akan memberikan dampak bagi kehidupan seseorang sebab dengan adanya dukungan sosial, seseorang akan lebih merasakan bahwa hidupnya bermakna dan orang-orang disekitarnya peduli dan menyayanginya sehingga ia dapat tetap survive menjalani kehidupan (Sarafino, 2011).
Secara ringkas, Cohen & Syme (1985) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah berbagai sumber daya yang disediakan untuk seseorang oleh pihak lain. Dukungan sosial dapat berupa dukungan penilaian (appraisal support) dari orang lain terhadap perilaku yang dilakukan, dukungan instrumen (tangible support) dimana individu mendapatkan bantuan secara nyata, dukungan penghargaan diri (self esteem support) dimana individu merasa bahwa dirinya berharga dan dukungan rasa memiliki (belonging
8
support) yang akan membuat individu merasa bahwa kehidupannya bermakna dengan adanya orang lain disekitarnya (Cohen & McKay, 1984).
Dari pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial merupakan suatu hal yang dapat memberikan makna dalam kehidupan seseorang, karna dukungan sosial dapat menjadikan seseorang merasa dihargai, diperhatikan, lingkungannya peduli padanya, dan terjadi hubungan yang baik melalui kasih sayang sesama serta terciptanya kesehatan psikologis yang baik.
Salah satu bentuk dukungan sosial adalah dukungan sosial teman sebaya. Hal ini sangat besar peranannya pada tahap perkembangan usia remaja. Tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat dibutuhkan seorang remaja dan mendominasi kehidupannya sebab sebagian besar waktu mereka habiskan dilingkungan teman sebaya seperti berada di lingkungan sekolah maupun lingkungan pergaulan.
Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia diluar keluarga. Dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja belajar tentang apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama baiknya, atau bahkan lebih buruk dari apa yang dilakukan remaja lain (Santrock, 2003). Disinilah terbentuk dukungan sosial, dimana
9
hubungan teman sebaya dapat memberikan dampak bagi perkembangan seorang remaja, khususnya pada perkembangan emosional remaja.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang adalah pengaruh lingkungan seperti keluarga, pasangan hidup, teman sebaya, faktor pelatihan emosi, kondisi otak, juga dari faktor internal individu (Goleman, 1996). Pentingnya kecerdasan emosional dalam kehidupan menandakan pentingnya pula faktor-faktor pendukung agar dapat tercipta kecerdasan emosional yang baik.
Hasil kajian literatur yang dilakukan oleh Rosmana (2005) menyatakan bahwa religiusitas memiliki hubungan yang signifikan dengan kecerdasan emosional, dimana apabila seseorang memiliki tingkat religiusitas yang baik, maka dapat dipastikan ia juga memiliki tingkat kecerdasan emosional yang baik pula. Begitu pula dengan hasil penelitian Chrisnawati (2008) yang membuktikan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua.
Penelitian tentang pengukuran kecerdasan emosional remaja yang dilakukan oleh Ciarrochi, Chan & Bajgar (2000) mengungkapkan bahwa pengukuran kecerdasan emosional telah mengukur secara reliabel pada subjek remaja, dimana kecerdasan emosional remaja putri lebih tinggi dibanding remaja putra, dan berhubungan secara positif dengan kemampuan mengidentifikasi ekspresi emosi, dukungan sosial, dan pengaturan perasaan.
10
Sejalan dengan peneliti tersebut, Priatini, Latifah & Guhardja (2008) mengungkapkan bahwa peran teman sebaya yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan dapat menjadi model dan sumber informasi yang baik pula bagi remaja yang lain. Hal ini membuktikan bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki pengaruh yang nyata terhadap kecerdasan emosional remaja.
Penelitian-penelitian sebelumnya, fenomena-fenomena yang marak pada remaja, serta terus berkembang pesatnya era globalisasi mendorong penulis untuk mengadakan sebuah penelitian tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional remaja. Sehingga kecerdasan tersebut dapat dibangun dengan optimal pada seluruh remaja. Lebih spesifik, penulis berhipotesis bahwa religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya akan sangat mempengaruhi kecerdasan emosional seorang remaja, dikarenakan masa remaja adalah masa pengakuan diri, pencarian jati diri dan terbinanya hubungan sosial yang lebih intensif dengan teman sebaya. Berdasarkan hal tersebut, judul yang akan penulis angkat adalah, “Pengaruh Religiusitas dan Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap Kecerdasan Emosional Remaja Siswa SMP Islam Terpadu Al Kahfi Bogor”.
11
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, maka perlu suatu pembatasan masalah. Adapun batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Kecerdasan emosional yang dimaksudakan dalam penelitian ini adalah suatu kemampuan seseorang dalam mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran emosi, pengendalian emosi, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Dengan kecerdasan emosional tersebut, remaja dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati serta menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. 2. Religiusitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah keyakinan dan nilai-nilai agama yang telah terinternalisasi dalam diri seorang remaja dan dapat mengatur serta mengontrol aspek kognitif maupun afektif seorang remaja. Religiusitas meliputi keyakinan remaja terhadap agamanya, melakukan praktek ritual (ibadah), memiliki pengalaman religius, pengetahuan agama dan konsekuensi atas keberagamaannya. 3. Dukungan sosial teman sebaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah perasaan nyaman, penghargaan, perhatian atau bantuan yang
12
diperoleh seseorang dari lingkungan teman sebayanya. Terdiri atas appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support.
1.2.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kecerdasan emosional remaja siswa? 2. Variabel apa saja yang besar pengaruhnya terhadap kecerdasan emosional remaja siswa? 3. Berapa proporsi varians dari masing-masing variabel?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian serta mengetahui apakah terdapat pengaruh dimensi religiusitas (keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama, dan konsekuensi) dan dimensi dukungan sosial teman sebaya (appraisal support, tangible support, self esteem support, dan belonging support) terhadap kecerdasan emosional remaja. Serta melihat variabel mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional.
13
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak khususnya pembaca, antara lain:
1.3.2.1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi ilmiah dalam bidang perkembangan masa hidup mengenai kecerdasan emosional pada remaja siswa SMP Islam Terpadu. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang tertarik dengan masalah kecerdasan emosional pada remaja.
1.3.2.2. Manfaat praktis a.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para remaja mengenai keterkaitan antara religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kecerdasan emosional.
b.
Dapat memberikan pemahaman kepada para guru maupun orang tua mengenai pentingnya religiustas dan dukungan sosial teman sebaya bagi tingkat kecerdasan emosional remaja.
14
1.4. Sistematika Penulisan
Kaidah penulisan yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini, berpedoman pada buku panduan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012) dengan sistematika sebagai berikut:
BAB 1 Pendahuluan
Pada bab 1 berisi uraian tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2 Landasan Teori
Pada bab 2 berisi uraian sejumlah konsep yang berkaitan dengan teori kecerdasan emosional terdapat sub bab; pengerti kecerdasan emosional, ciriciri kecerdasan emosional, dimensi-dimensi kecerdasan emosional, faktorfaktor
yang mempengaruhi kecerdasan emosional,
dan pengukuran
kecerdasan emosional. Teori religiusitas terdapat sub bab; pengertian religiusitas, dimensi-dimensi religiusitas, faktor-faktor yang mempengaruhi dan pengukuran religiusitas. Teori dukungan sosial terdapat sub bab; pengertian dukungan sosial, dimensi-dimensi dukungan sosial, sumber dukungan sosial, dukungan sosial teman sebaya, pengukuran dukungan sosial, kerangka berfikir serta hipotesis penelitian.
15
BAB 3 Metodologi Penelitian
Pada bab 3 berisi uraian populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, variabel-variabel penelitian, teknik pengumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
BAB 4 Hasil Penelitian
Pada bab 4 berisi uraian gambaran umum subjek penelitian, analisis deskriptif, hasil uji hipotesis, serta analisis proporsi varians.
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Pada bab 5 ini berisi uraian tentang kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai temuan-temuan dalam penelitian dan saran untuk penelitian lanjutan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada Bab 2 ini dijelaskan tentang teori-teori yang terkait dengan variabel penelitian antara lain, kecerdasan emosional, religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya. Selanjutnya kerangka berfikir dan hipotesis.
2.1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan sebuah kecerdasan yang terbilang muda dalam dunia penelitian dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang sudah jauh lebih dulu diteliti. Masih banyak hal yang perlu dikaji berkenaan dengan faktor apa saja yang turut berpengaruh dalam membentuk kecerdasan emosional seseorang.
2.1.1. Pengertian kecerdasan emosional
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dikemukakan oleh Salovey dan Mayer (1990). Kedua ahli tersebut mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya.
16
17
Cooper dan Orioli (dalam Hills, 2001) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut pemilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Goleman (1996) menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Lebih lanjut Goleman (1996) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sedangkan menurut Bar-On (2006) kecerdasan emosional adalah bagian lintas kompetensi antara emosi dengan kemampuan sosial,
18
keterampilan dan fasilitator yang menentukan seberapa efektif seseorang memahami dan mengekspresikan diri, memahami orang lain dan berhubungan dengan mereka, serta menghadapi tuntutan dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara Smith, Saisan dan Segal (2013) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, menggunakan,
memahami
dan
mengelola
emosi
positif
untuk
menghilangkan stres, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan, dan meredakan konflik.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dijabarkan oleh beberapa tokoh diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional ialah bagaimana seseorang dapat mengenali emosi dalam dirinya sendiri maupun orang lain, mampu mengontrol atau mengelolah emosi dengan baik, mampu memotivasi dirinya sendiri dan juga bagaimana seseorang dapat memposisikan dirinya dalam interaksi sosial dengan keterampilan sosial dan rasa empati yang ia miliki.
19
2.1.2.
Ciri-ciri kecerdasan emosional
Berdasarkan kajian literatur yang peneliti lakukan, kecerdasan emosional memiliki ciri-ciri agar dapat diidentifikasi.
Goleman (1996) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi
2.
Mengendalikan dorongan hati
3.
Tidak melebih-lebihkan kesenangan
4.
Mengatur suasana hati
5.
Menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir
6.
Mampu berempati dan
7.
Berdoa.
Sementara ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi (Rahman, 2009), yakni:
a. Kemampuan ranah intrapribadi menjadikan seseorang puas terhadap dirinya sendiri atas apapun yang diraihnya. Ia bisa mengungkapkan perasaanya, bisa hidup dan bekerja secara mandiri, tegar dan memiliki rasa percaya diri dalam mengungkapkan gagasan dan keyakinan.
20
b. Kemampuan ranah antar pribadi. Mereka mampu berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai situasi. Mereka membangkitkan kepercayaan dan menjalankan perannya dengan baik sebagai bagian dari suatu kelompok.
c. Kemampuan ranah penyesuaian diri. Keberhasilan memahami masalah dan
perencanaan
pemecahannya,
dapat
menghadapi
dan
memecahkan masalah keluarga serta dapat menghadapi konflik dimanapun terjadi.
d. Kemampuan ranah penanganan stres, membuat seseorang mampu menghadapi masalah tanpa ambruk, kehilangan kendali, tidak terpuruk, dan dapat mengatasi tekanan.
e.
Kemampuan
ranah
suasana
umum
menjadikan
seseorang
berpandangan kehidupan yang optimis, ia mampu bergembira sendiri atau bersama orang lain serta semua rasa puas dan kecewa yang dirasakan.
Ciri-ciri di atas menggambarkan emosional yang sehat, yang dapat diterima oleh diri sendiri maupun lingkungan. Seseorang yang memiliki ciri-ciri diatas, akan cenderung lebih tenang dalam menjalani hidup, dimana akan membawa kehidupannya pada kesuksesan dan kebahagiaan.
21
2.1.3. Dimensi-dimensi kecerdasan emosional
Bar-On (2006) membagi dimensi kecerdasan emosional kedalam lima kemampuan pokok, yaitu:
1. Kemampuan intrapersonal, meliputi: a. Kesadaran diri emosi Untuk mengakui atau mengenal perasaan diri, memahami hal yang sedang dirasakan dan mengetahui penyebabnya. b. Asertivitas Untuk secara efektif dan konstruktif mengekspresikan emosi seseorang dan diri sendiri c. Harga diri Merupakan kemampuan menghargai dan menerima diri sendiri sebagai sesuatu yang baik, atau kemampuan mensyukuri berbagai aspek positif dan kemampuan yang ada dan juga menerima aspek negatif dan keterbatasan yang ada pada diri dan tetap menyukai diri sendiri. d. Aktualisasi diri Yaitu kemampuan menyadari kapasitas potensial yang dimiliki. Aktualisasi diri adalah suatu proses dinamis dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan bakat secara maksimal. e. Kemandirian
22
Yaitu
kemampuan
mengatur
atau
mengarahkan
diri
dan
mengendalikan diri dalam berfikir dan bertindak serta tidak tergantung pada orang lain secara emosional. 2. Kemampuan interpersonal a. Empati Yaitu kemampuan menyadari, memahami, menghargai perasaan orang lain dan juga kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan pikiran orang lain b. Hubungan interpesonal Yaitu kemampuan menjalin dan mempertahankan hubungan yang saling memuaskan yang dicirikan dengan keakraban serta memberi dan menerima kasih sayang c. Tanggung jawab sosial Yaitu kemampuan menunjukkan diri sendiri dengan bekerjasama, serta berpartisipasi dalam kelompok sosialnya. 3. Kemampuan Penanganan stress a. Ketahanan menanggung stress Yaitu kemampuan menahan peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi stres dan dengan aktif serta sungguh-sungguh mengatasi stres tersebut. b. Pengendalian impuls Yaitu kemampuan menahan dan menunda gerak hati, dorongan dan godaan untuk bertindak.
23
4. Kemampuan penyesuaian diri a. Pemecahan masalah Yaitu kemampuan mengenali masalah serta menghasilkan dan melaksanakan solusi yang secara potensial efektif. b. Uji realitas Yaitu kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami atau dirasakan dan kenyataan yang ada secara objektif dan sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang diinginkan atau diharapkan c. Fleksibilitas Yaitu kemampuan mengatur emosi, pikiran dan tingkah laku untuk mengubah situasi dan kondisi. 5. Kemampuan mengatur suasana hati a. Kebahagiaan Yaitu kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan, menikmati kebersamaan dengan orang lain dan bersenang-senang b. Optimisme Yaitu kemampuan untuk melihat sisi terang dalam hidup dan membangun sikap positif sekalipun dihadapkan dengan kesulitan.
Sedangkan Salovey (dalam Goleman, 1996) memperluas kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama:
1.
Mengenali emosi diri. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan
24
pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang handal bagi kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi, mulai dari masalah siapa yang akan dinikahi sampai pekerjaan apa yang akan diambil. 2.
Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.
3.
Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional – menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati – adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Dan, mampu menyesuaikan diri dalam “flow” memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung
25
jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. 4.
Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang juga bergantung pada diri emosional, merupakan “keterampilan bergaul”. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinya sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
5.
Membina hubungan. Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama. Mampu menyesuaikan diri dan merespon dengan tepat perasaan orang lain, mampu menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan yang melibatkan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan
ini
akan
sukses
dalam
bidang
apapun
yang
mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. Mereka adalah bintang-bintang pergaulan.
26
Sejalan dengan hal tersebut, Goleman (1999) mengadaptasi model teori Salovey dan Mayer kedalam lima dasar kecerdasan emosional dan membaginya kedalam dua bagian, yaitu:
1. Kemampuan personal. Kecerdasan ini menentukan bagaimana seseorang dapat mengelolah dirinya sendiri. meliputi: a. Kesadaran
diri:
merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
menyadari emosi yang sedang dialami selain dapat mengenal emosi itu dapat memahami kualitas, intensitas, dan durasi emosi yang sedang berlangsung, juga mengetahui penyebab terjadinya emosi tersebut. Orang yang mampu memantau emosinya secara cermat, adalah orang yang dapat mengendalikan hidupnya. Kesadaran diri menjadikan seseorang memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. b. Pengaturan diri: kemampuan menangani emosi sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, serta mampu pulih kembali dari hal-hal yang menekan emosi. c. Motivasi: yaitu kecerdasan dalam menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi
27
2. Kemampuan sosial. Kecerdasan ini menentukan bagaimana seseorang menangani suatu hubungan. Meliputi: d. Empati: merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. e. Keterampilan sosial. Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi
dan
jaringan
sosial,
berinteraksi
dengan
lancar,
menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
Dari penjabaran diatas, terdapat beberapa dimensi yang dapat diteliti lebih lanjut untuk melihat tingkat kecerdasan emosional seseorang. Pada penelitian
ini,
penulis
menggunakan
dimensi-dimensi
yang
telah
dikembangkan oleh Goleman (1999). Meliputi dua kemampuan yaitu kemampuan personal dan kemampuan sosial. Dimensi-dimensi yang telah disebutkan dapat mewakili segala sisi kecerdasan emosional seseorang.
28
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Goleman (1996) mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang, yakni:
1.
Faktor internal Kecerdasan emosional erat kaitannya dengan faktor internal, yaitu keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Kondisi otak berperan sangat besar sebagai penentu tindakan atau keputusan apapun yang dilakukan manusia. Selain itu pengalaman hidup juga dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang.
2.
Faktor eksternal Faktor lainnya adalah faktor eksternal yang meliputi interaksi seseorang dengan lingkungan luarnya seperti teman dan terutama keluarga dimana kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi. Hubungan dengan keluarga, pola asuh, maupun kelekatan dengan keluarga dapat memberikan efek terhadap perkembangan kecerdasan emosional seseorang. Selain itu, hubungan atau pun interaksi sosial turut memberikan pengaruh terhadap bagaimana seorang individu mampu mengelola dan mengembangkan kecerdasan emosionalnya.
29
Sejalan dengan pendapat-pendapat diatas tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi
kecerdasan
emosional,
Mubayidh
(2010)
mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional bawaan bisa berkembang atau rusak. Hal ini tergantung pada pengaruh yang diperoleh si anak dimasa kecil atau remaja. Pengaruh ini bisa datang dari orang tua, keluarga, atau sekolah.
Pada penelitian ini, penulis akan memusatkan perhatian pada dua faktor pembentuk kecerdasan emosional, yaitu aspek internal individu berupa religiusitas dan aspek eksternal individu, yaitu dukungan sosial yang berasal dari teman sebaya dimana teman sebaya merupakan lingkungan sosial yang terdekat pada perkembangan masa remaja.
2.1.5. Pengukuran kecerdasan emosional
Penelitian ini menggunakan alat ukur yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori kecerdasan emosional Goleman (1999). Pengukuran menggunakan skala likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban.
30
2.2. Religiusitas
Dalam kehidupan seseorang, aspek religiusitas dapat berperan menentukan dan mengontrol perilaku yang akan ditampilkan.
2.2.1. Pengertian religiusitas
Secara bahasa religiusitas berasal dari kata religious, religious merupakan kata sifat dari religion. Religion merupakan suatu sistem yang kompleks dari kepercayaan, keyakinan, sikap-sikap dan upacara –upacara yang menghubungan individu dengan satu keberadaan atau makhluk yang bersifat ketuhanan (Chaplin, 2006)
Menurut
Clark
(dalam
Rusydi,
2012),
religiusitas
adalah
pengalaman dalam diri individu ketika dia merasakan alam luar, secara spesifik, fakta mengatakan bahwa pengalaman ini berdampak pada perilaku mengharmoniskan hidupnya dengan alam lain. Adapun Kenneth S. Kendler dalam penelitian kuantitatifnya menemukan bahwasanya religiusitas terdiri dari beberapa aspek: pertama, social religious atau yang biasa dikenal dengan istilah dukungan agama (religious support); kedua, spiritualitas; ketiga, religious coping; keempat, konservatisisme agama; kelima, sikap dan perilaku seperti memaafkan, mensyukuri, mencintai dan perilaku anjuran agama lainnya.
31
Fetzer Institude (1999) mendefinisikan religiusitas sebagai sesuatu yang lebih menitik beratkan pada masalah perilaku, sosial, dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karenanya doktrin yang dimiliki oleh setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya.
Jalaluddin (2001), menyebutkan bahwa religiusitas merupakan konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur konatif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif dan perilaku agama sebagai unsur kognitif. Jadi aspek keberagamaan merupakan integrasi dari pengetahuan, perasaan dan perilaku keagamaan dalam diri manusia.
Agama dalam pengertian Stark dan Glock (1968), adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning).
Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas merupakan sebuah bentuk kepercayaan seseorang yang bersumber dari keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Religiusitas bukan sekedar keyakinan dalam hati, lebih dari itu, ia merupakan sebuah komitmen seseorang untuk mengaplikasikan apa yang diyakini dalam bentuk ibadah atau ritual-ritual keagamaan yang juga turut mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan terinternalisasinya religiusitas dalam diri seseorang, akan menanamkan nilai dan perilaku yang sesuai dengan kepercayaan yang
32
ia yakini selain itu juga memberikan pengaruh dengan bagaimana orang tersebut berinteraksi dalam lingkungan sosialnya.
2.2.2. Dimensi-dimensi religiusitas Fetzer institude (1999) menyebutkan terdapat 12 dimensi religiusitas yang terdiri atas Daily Spiritual Experiences, Meaning, Values, Beliefs, Forgiveness, Private Religious Prectices, Religious/Spiritual coping, Religious
Support,
Organizational
Religious/Spiritual
Religiousness,
dan
History,
Religious
Commitment,
Preference.
Berikut
merupakan penjabaran dari tiap dimensi: 1. Daily Spiritual Experiences, merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. 2. Meaning, konsep meaning dalam hal religiusitas disebut dengan istilah kebermaknaan hidup, yaitu sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya. 3. Value, merupakan pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling tolong, saling melindungi, dan sebagainya. 4. Belief, merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa oleh suatu agama. 5. Forgiveness, merupakan sikap memaafkan yang lebih terkait dengan keberagamaan, motivasi memaafkan lebih pada motivasi mengharapkan
33
pahala dan menjauhkan dosa karena membalas dendam merupakan perbuatan tercela dan memaafkan adalah anjuran agama. 6. Private religious practice, merupakan perilaku beragama dalam praktek agama meliputi ibadah, memperlajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan religiusitasnya. 7. Religious/spiritual
coping,
merupakan
coping
stress
dengan
menggunakan pola dan metode religius seperti dengan berdo’a, beribadah untuk menghilangkan stress, dan sebagainya. 8. Religious support, adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama sesamanya. 9. Religious/spiritual history,yaitu seberapa jauh individu berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya, dan seberapa jauh agama mempengaruhi perjalanan hidupnya. 10. Commitment,yaitu seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta berkontribusi kepada agamanya.
11. Organizational religiousness, merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas di dalamnya. 12. Religious preference, yaitu memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan agamanya.
Sedangkan Glock dan Stark (1968), menyebutkan ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan (ideologis), dimensi
34
peribadatan atau praktek ibadah (ritualistik), dimensi penghayatan (pengalaman),
dimensi konsekuensial, dimensi pengetahuan agama
(intelektual). Berikut penjelasan dimensi-dimensi menurut Glock dan Stark: 1.
Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.
2.
Dimensi praktik agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: a.
Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan.
b.
Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga
35
mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. 3.
Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas trasendental.
4.
Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisitradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimaannya. Walaupun demikian, keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga semua pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada keyakinan. Lebih jauh, seseorang dapat berkeyakinan
36
dengan
kuat
tanpa
benar-benar
memahami
agamanya,
atau
kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit. 5.
Dimensi konsekuensi. Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang sudah dijelaskan diatas. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibatakibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan disini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensikonsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dimensi-dimensi yang telah diungkapkan oleh Glock & Strak (1968), yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktik agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi pengamalan (konsekuensi) disebabkan dimensi-dimensi ini bersesuaian dengan kondisi subyek yang diteliti dan bersesuaian pula dengan agama Islam (Ancok & Suroso, 1994).
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas
Menurut Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Rusydi, 2012) menjelaskan bahwa religiusitas dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
37
faktor lingkungan sosial, seperti belajar dengan mengamati (observational learning), penguatan perilaku (reinforcement), tekanan norma dan budaya, dan perubahan sosial. Selain itu, Byrne (dalam Rusydi, 2012) menjelaskan faktor yang mempengaruhi religiusitas lebih kepada faktor sistem sosial. Sangat banyak faktor sosial yang dapat mempengaruhi religiusitas, seperti faktor keluarga, teman sebaya, lingkungan kerja dan pendidikan.
2.2.4. Pengukuran religiusitas
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur religiusitas yang dimodifikasi berdasarkan alat ukur yang telah dibuat dan digunakan oleh Hanzaee, Attar, & Alikhan (2011) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (1968). Dengan menggunakan tipe skala likert yang terdapat 4 pilihan jawaban.
2.3. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan dimana individu satu dengan individu lainnya tidak akan terlepas dari interaksi sosial yang memberikan dampak pada timbulnya rasa membutuhkan akan dukungan sosial.
2.3.1. Pengertian dukungan sosial
Cobb (1976) mengemukakan bahwa dukungan sosial dipandang sebagai informasi, khususnya yang menginformasikan orang tersebut untuk percaya
38
bahwa ia diperhatikan dan dicintai, dinilai dan dihargai, termasuk jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.
Sarason (1983) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Ia berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu:
1.
Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia; merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).
2.
Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima; berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).
Hal di atas penting dipahami oleh individu yang ingin memberikan dukungan sosial, karena menyangkut persepsi tentang keberadaan (availability) dan ketepatan (adequacy) dukungan sosial bagi seseorang. Dukungan sosial bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan itu. Hal itu erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan.
39
Dalam pengertian lain disebutkan bahwa dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu keluarga, rekan kerja dan teman dekat (Casel dalam Sheridan & Radmacher, 1992).
Sarafino (2011) menggambarkan dukungan sosial sebagai suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok.
Rietschlin (dalam Taylor, 1999) mengemukakan, dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain yang menunjukan bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. Hal senada dikemukakan oleh Thoits (dalam Rutter, 1993) yang menyatakan bahwa, dukungan sosial adalah derajat dimana kebutuhan dasar individu akan afeksi, persetujuan, kepemilikan dan keamanan didapat melalui interaksi dengan orang lain.
Cohen dan Hoberman (1983) mengemukakan bahwa orang yang merasa hidup mereka penuh dengan stres dan menerima sedikit dukungan sosial akan lebih mungkin mengalami simptom seperti sakit kepala, kehilangan berat badan dan gangguan tidur daripada mereka yang menerima dukungan sosial yang tinggi. Hal ini menandakan bahwa dukungan sosial adalah suatu hal yang dibutuhkan manusia agar timbul
40
perasaan dihargai, disayangi dan bermakna dalam hidup. Selanjutnya secara ringkas, Cohen & Syme (1985) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah berbagai sumber daya yang disediakan untuk seseorang oleh pihak lain.
Dari pendapat beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat melalui interaksi individu dengan orang lain sehingga individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan merupakan bagian dari kelompok sosial.
2.3.2. Dimensi-dimensi dukungan sosial
House, dkk (dalam Sarafino, 2011) mengemukakan beberapa bentuk dukungan sosial, antara lain:
a.
Dukungan Emosional (Emotional Support) Dinyatakan dalam bentuk bantuan yang memberikan dorongan untuk memberikan kehangatan dan kasih sayang, memberikan perhatian, percaya terhadap individu serta pengungkapan simpati.
b.
Dukungan Penghargaan (Esteem Support) Dukungan penghargaan dapat diberikan melalui penghargaan atau penilaian yang positif kepada individu, dorongan maju dan semangat atau persetujuan mengenai ide atau pendapat individu serta melakukan perbandingan secara positif terhadap orang lain.
41
c.
Dukungan Instrumental (Tangible or Instrumental Support) Mencakup bantuan langsung, seperti memberikan pinjaman uang atau menolong dengan melakukan suatu pekerjaan guna menyelesaikan tugas-tugas individu.
d.
Dukungan Informasi (Informational Support) Memberikan informasi, nasehat, sugesti ataupun umpan balik mengenai apa
yang sebaiknya dilakukan oleh orang lain yang
membutuhkan. e.
Dukungan Jaringan Sosial (Network Support) Jenis dukungan ini diberikan dengan cara membuat kondisi agar seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok yang memiliki persamaan minat dan aktivitas sosial. Dukungan jaringan sosial juga disebut sebagai dukungan persahabatan (Companioship Support) yang merupakan suatu interaksi sosial yang positif dengan orang lain, yang memungkinkan individu dapat menghabiskan waktu dengan individu lain dalam suatu aktivitas sosial maupun hiburan. Sedangkan
Cohen
and
McKay (1984),
mengklasifikasikan
dukungan sosial dalam 4 dimensi yaitu: a.
Appraisal Support Kondisi dimana seseorang merasa dapat bergantung pada lingkungan untuk mendapatkan petunjuk berupa pemberian arah, nasihat, saran, atau pun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan.
42
b.
Tangible Support Merupakan bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.
c.
Self-Esteem Support Kondisi dimana hubungan sosial membantu untuk menolong individu merasa lebih baik tentang dirinya, tentang keterampilan dan kemampuannya, dengan ekspresi dari penghargaan positif yang diberikan pada individu dan memberikan perbandingan yang positif antara individu dengan orang lain, yaitu orang-orang yang lebih kurang mampu atau keadaannya lebih buruk daripada dirinya. Dukungan seperti ini akan membangun perasaan yang lebih baik tentang dirinya, dan membuat individu merasa lebih berharga.
d.
Belonging Support Kondisi dimana individu merasa ia mempunyai orang lain yang dapat memberi rasa aman dan nyaman pada saat ia menghadapi masa-masa sulit. Atau dapat juga dikatakan bahwa dukungan ini meliputi ekspresi dari empati, kepedulian, dan rasa perhatian yang penuh pada seseorang agar ia merasa nyaman, aman, dicintai, dan merasa menjadi bagian dari kelompok pada saat ia mengalami stress.
43
Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti menggunakan dimensi-dimensi dukungan sosial yang dikemukakan oleh Cohen and McKay (1984) yang terdiri atas Appraisal Support, Tangible Support, SelfEsteem Support dan Belonging Support disebabkan dimensi-dimensi tersebut dapat mewakili dimensi-dimensi dukungan sosial dan sesuai dengan apa yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
2.3.3. Sumber Dukungan Sosial
Goetlieb (1983) menyatakan ada dua macam hubungan dukungan sosial yaitu hubungan profesional yakni bersumber dari orang-orang yang ahli di bidangnya, seperti konselor, psikiater, psikolog, dokter maupun pengacara, serta hubungan non profesional, yakni bersumber dari orang-orang terdekat seperti teman, keluarga maupun relasi.
2.3.4. Dukungan sosial teman sebaya
Dukungan sosial merupakan hal yang dibutuhkan bagi siapapun dan dalam masa perkembangan apapun. Dengan adanya dukungan sosial, seseorang mampu bertahan dalam hidupnya karena tidak dapat dipungkiri bahwa manusia membutuhkan dukungan, kasih sayang, dan penerimaan dari lingkungan sosialnya.
Pada perkembangan masa remaja, teman sebaya memiliki peran yang sangat besar bagi berkembangannya aspek kepribadian. Terlebih
44
waktu yang remaja habiskan banyak disalurkan dalam lingkungan sekolah dan aktifitas-aktifitas lain yang mengikutsertakan peran teman sebayanya. Remaja memiliki kecenderungan melakukan apapun demi diterima dalam lingkungan pertemanannya (Santrock, 2003). Hal ini menggambarkan bahwa remaja memiliki kecenderungan untuk mendapat dukungan dari teman sebaya agar dapat merasakan penerimaan dalam lingkungan sosial dan dapat menjalani hidup dengan baik.
2.3.5. Pengukuran dukungan sosial
Dalam mengukur dimensi-dimensi dukungan sosial seseorang, terdapat beberapa alat ukur baku yang dapat digunakan, seperti Arizona Social Support Interview Schedule, Social Support Questionaaire, Inventory of Socially Supportive Behaviors, Social Relationship Scale (Tardy, 1985), Interpersonal Support Evaluation List (Cohen & Hoberman, 1983), dan lain-lain. Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan alat ukur Interpersonal Support Evaluation List (ISEL), berdasarkan teori Cohen & McKay (1984) yang terdiri dari 40 item pernyataan dengan menggunakan skala likert 1-4 dengan menghilangkan pilihan ragu-ragu agar tidak terjadi bias.
45
2.4. Kerangka Berfikir
Kecerdasan emosional merupakan suatu kecakapan yang idealnya dimiliki setiap orang agar memperoleh kebahagiaan dalam hidup. Hal ini disebabkan karna kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kebahagiaan dalam hidup (Mayer & Salovey, 1995), penyesuaian diri pada lingkungan (Muflihah, 20004), memiliki kesehatan mental dan perilaku yang baik (BarOn, 2012) terjalinnya hubungan sosial teman sebaya yang baik & memiliki gaya menangani stress yang maladaptif ( Mavrovelli, et. al., 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki peranan penting dalam kehidupan.
Orang yang cerdas secara emosional mengetahui perbedaan antara apa yang penting bagi mereka dan apa yang penting bagi orang lain. Mereka juga mengetahui perbedaan antara yang mereka perlukan untuk bertahan hidup dan yang harus diabaikan. Yang terpenting mereka dapat menyelesaikan ribuan kekecewaan hidup. Mereka sadar betul bahwa “orangorang paling berotak” diantara kita justru sering gagal pada usia muda (Segal, 2000).
Pendapat diatas menggambarkan pentingnya kecerdasan emosional dalam kehidupan dimana kecerdasan emosional dapat menstabilkan kondisi psikologis dengan adanya kesadaran seseorang baik pada diri sendiri maupun orang lain, bagaimana seseorang dapat mengelolah berbagai
46
emosinya, dan mereka dapat bertahan dengan berbagai tekanan serta dapat menjalin hubungan baik dalam lingkungan sosialnya.
Dalam mengembangkan kecerdasan emosional, tentunya tidak begitu saja dapat terbentuk dengan baik dalam diri pribadi seseorang. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional seperti kondisi otak, lingkungan keluarga, teman sebaya, masyarakat, pengalaman hidup, faktor psikologis, kepribadian, pola asuh orang tua dan berbagai faktor lainnya.
Dari sekian banyak faktor yang telah disebutkan diatas, faktor religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya merupakan faktor yang hubungannya begitu dekat dengan masa perkembangan remaja, khususnya remaja yang tinggal dalam lingkungan asrama sekolah Islam terpadu. Masa remaja awal merupakan masa dimana seorang anak mengalami banyak perubahan dalam hidupnya. Berkembangnya aspek fisik, psikologis, sosioemosional dan terjadinya masa pubertas menuntut remaja agar dapat menyadari dan mengatur emosi dirinya sendiri, sehingga remaja tersebut merasakan ketenangan dalam menjalani kehidupan dan dapat membina hubungan yang baik dalam lingkungan sosialnya.
Agama sebagai pengontrol perilaku serta penginternalisasian nilainilai kebaikan pada kepribadian individu memiliki kemungkinan berperan sebagai pendorong terciptanya individu yang tenang, dapat mengontrol emosi, memiliki empati, tahan dengan hambatan-hambatan serta tidak
47
berputus asa dalam hidupnya. Penelitian telah membuktikan bahwa agama memiliki hubungan positif yang sangat signifikan dengan kecerdasan emosional seseorang, dimana semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat kecerdasan emosionalnya (Christinawati, 2008). Pada penelitian ini, penulis hendak melihat apakah terdapat pengaruh yang signifikan religiusitas terhadap kecerdasan emosional remaja siswa SMP Islam Terpadu Al Kahfi Bogor.
Masa perkembangan remaja merupakan masa dimana seseorang cenderung lebih intensif berkomunikasi dengan teman sebayanya, khususnya bagi para siswa-siswi yang bersekolah di sekolah Islam terpadu yang wajib berasrama. Hal ini disebabkan keseharian mereka jauh dari orang tua dan keluarga. Remaja yang bersekolah di SMP Islam Terpadu menghabiskan seluruh waktunya dilingkungan asrama dan berinteraksi dengan teman sebayanya.
Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan kecerdasan emosional seseorang. Termasuk dukungan sosial yang berasal dari teman sebaya. Seseorang yang mendapatkan dukungan sosial dengan baik akan memiliki kecerdasan emosional yang baik pula, begitupun sebaliknya (Ciarrrochi, et.al, 2000). Hal ini pula yang menjadi hipotesis penulis dalam melakukan penelitian terkait kecerdasan emosional ini, dimana dukungan sosial teman
48
sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja.
Berdasarkan pemaparan diatas, berikut ini adalah bentuk diagram penelitiannya. Lihat gambar:
Religiusitas -
Keyakinan Praktik Pengetahuan Konsekuensi Pengalaman
Kecerdasan Emosional
Dukungan Sosial Teman Sebaya -
Appraisal support Tangible support Self esteem support Belonging support
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
49
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha
: Ada pengaruh yang signifikan keyakinan agama, praktek agama, pengetahuan agama, konsekuensi agama, pengalaman agama, appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support terhadap kecerdasan emosional remaja.
Hipotesis minor dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1
: Ada pengaruh yang signifikan keyakinan agama terhadap kecerdasan emosional remaja.
Ha2
:
Ada pengaruh yang signifikan praktek agama terhadap kecerdasan
emosional remaja
Ha3
: Ada pengaruh yang signifikan pengetahuan agama terhadap kecerdasan emosional remaja
Ha4
: Ada pengaruh yang signifikan konsekuensi agama terhadap kecerdasan emosional remaja
Ha5
: Ada pengaruh yang signifikan pengalaman agama terhadap kecerdasan emosional remaja
50
Ha6
: Ada pengaruh yang signifikan appraisal support terhadap kecerdasan emosional remaja
Ha7
: Ada pengaruh
yang signifikan
tangible support terhadap
kecerdasan emosional remaja
Ha8
: Ada pengaruh yang signifikan self-esteem support terhadap kecerdasan emosional remaja
Ha9
: Ada pengaruh yang sgnifikan belonging support terhadap kecerdasan emosional remaja
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab 3 ini dijelaskan tentang populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, pengumpulan data, uji validitas konstruk dan hasilnya, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.
3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sample
Dalam penelitian ini, kriteria populasi yang diinginkan penulis adalah remaja siswa yang telah menjalani minimal satu tahun asrama dan telah mendapatkan pelajaran ataupun muatan-muatan agamis di lingkungan sekolah Islam terpadu (pesantren). Dengan demikian penulis memfokuskan populasi penelitian pada kelas VIII dan IX SMPIT Al Kahfi Bogor. Dari 250 angket yang disebar oleh penulis, hanya 200 angket yang dapat diolah untuk perhitungan statistik. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 200 orang remaja siswa SMPIT Al Kahfi Bogor.
Dalam
penelitian
ini,
pengambilan
sampel
yang
dilakukan
menggunakan teknik non probability sampling, dimana peluang individu menjadi sampel tidak bisa dihitung.
51
52
3.2. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas sepuluh variabel, yaitu:
1. Kecerdasan emosional 2. Keyakinan agama 3. Praktik agama 4. Pengalaman agama 5. Pengetahuan agama 6. Konsekuensi agama 7. Appraisal support 8. Tangible support 9. Self-esteem support dan 10. Belonging support.
Dengan satu dependent variable, yaitu kecerdasan emosional dan sembilan independent variable, yaitu keyakinan agama, praktik agama, pengalaman beragama, pengetahuan agama, konsekuensi beragama, appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support.
53
3.3. Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel penelitian antara lain:
1.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang mengelola emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dengan pelampiasannya dengan keterampilan kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial yang diukur dengan skala kecerdasan emosional melalui aspek kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Pengukuran dengan skor melalui skala likert.
2. Religiusitas merupakan sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan dan dihayati sebagai yang paling maknawi yang diukur dengan skala religiusitas melalui aspek keyakinan agama, praktek agama, pengalaman beragama, pengetahuan agama dan konsekuensi beragama. Pengukuran dengan skor melalui skala likert.
3.
Dukungan sosial teman sebaya merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat melalui interaksi individu dengan orang lain sehingga individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan merupakan bagian dari kelompok sosial yang diukur dengan skala dukungan sosial melalui aspek dukungan penilaian, dukungan instrumen, dukungan penghargaan dan dukungan perasaan. Pengukuran dengan skor melalui skala likert.
54
3.4. Pengumpulan Data
3.4.1. Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner, sedangkan instrument penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala model likert, dimaa aspek pada variabel dijadikan sebagai tolak ukur penyusunan item instrument.
Setiap individu memiliki jawaban yang berbeda-beda, tidak ada jawaban yang dianggap benar atau salah. Cara menjawabnya adalah dengan memberikan tanda checklist pada salah satu alternatif jawaban yang sudah disediakan.
Pada skala penelitian ini digunkan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Tidak dimasukannya pilihan tidak tahu dan ragu-ragu karena dikhawatirkan ada kecenderungan responden akan memilih jawaban tidak tahu atau ragu-ragu, sehingga tidak ada perbedaan atau variabel jawaban dari setiap item. Nilai untuk keempat pilihan jawaban sebagi berikut: Tabel 3.2 Bobot nilai jawaban Pilihan
SS
S
TS
STS
Favorabel Unfavorabel
4 1
3 2
2 3
1 4
55
Dalam penelitian ini, skala disusun dalam bentuk pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif). Pada pernyataan positif, skor angka 1 pada pernyataan positif memberikan arti bahwa pernyataan dalam skala tersebut sangat tidak sesuai. Skor 2 memberikan arti bahwa pernyataan yang ada apada skala tersebut tidak sesuai. Skor 3 memberikan arti bahwa pernyataan yang ada pada skala terebut sesuai. Skor 4 menunjukkan bahwa pernyataan tersebut sangat sesuai. Sedangkan pada pernyataan negatif, angka 1 memberikan arti bahwa pernyataan dalm skala tersebut sangat sesuai. Skor 2 memberikan arti bahwa pernyataan yang ada pada skala tersebut sesuai. Skor 3 memberikan arti bhawa pernyatan yang ada pada skala tersebut tidak sesuai. Skor 4 menunjukkan bahwa pernyataan yang ada pada skala tersebut sangat tidak sesuai.
3.4.2. Instrument pengumpulan data 1. Kecerdasan emosional. Skala yang akan digunakan dalam mengukur kecerdasan emosional pada penelitian ini adalah skala kecerdasan emosional berdasarkan teori Goleman (1999) yang terdiri atas lima dimensi yaitu dimensi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Skala ini dibuat sendiri oleh penulis disebabkan keterbatasan penulis dalam mendapatkan skala baku yang dapat mengukur kecerdasan emosional. Penulis menyusun sebanyak 50 item total dari semua dimensi kecerdasan emosional.
56
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecerdasan Emosional Item No. 1.
Dimensi Kesadaran diri
Indikator
2.
Pengaturan diri
3.
Motivasi
Mengenali emosi diri sendiri dan efeknya Mengetahui kekuatan dan kelemahan diri Keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri Mampu mengontrol dan menahan emosi yang mendesak Memiliki sifat dapat dipercaya, jujur dan integritas Bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Mampu menyesuaikan diri Terbuka terhadap gagasan-gagasan baru Memiliki dorongan berprestasi Komitmen dengan apa yang dilakukan Inisiatif Optimisme, gigih
Fav.
Unfav.
10
5
Jml 6
16, 24 20
35
11
44
17
36
6
21
25
1
10
31, 47
13, 28
8 40
8 3, 32 48 7
57
Tabel 3.3 Lanjutan Item No.
Dimensi
4
Empati
Indikator
5
Keterampilan sosial
Memahami orang lain Berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi orang lain Mengembangkan potensi orang lain Dapat memanfaatkan jaringan pertemanan Mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok Memiliki kemampuan melakukan persuasi Komunikatif Memiliki jiwa kepemimpinan Mampu mengelola perubahan Dapat menjadi penengah dalam konflik Membangun jaringan dengan teman sebaya Bekerjasama dengan teman sebaya Menciptakan sinergisitas kelompok
Fav.
Unfav.
33, 49 29, 41
Jml 10
18 26 37, 45
14
22
12
4
15, 46 34
43
27 2, 9 19 23, 30
42, 50 39
38
16
58
2. Religiusitas.
Skala yang digunakan untuk mengukur dimensi-dimensi religiusitas adalah skala yang dimodifikasi oleh penulis berdasarkan skala yang telah dibuat oleh Hanzaee, et all (2011) berdasarkan teori Glock dan Stark yang terdiri atas lima dimensi, yaitu dimensi keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama dan konsekuensi.
Dalam skala yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya, terdapat 19 item dengan reliabilitas sebesar 0.88 yang menandakan bahwa alat ukur ini memiliki relibilitas yang baik. Penulis merasa perlu untuk menambahkan sebanyak 11 item sehingga total item yang dipergunakan untuk pengukuran religiusitas dalam penelitian ini sebanyak 30 item.
59
Tabel 3.4. Blue Print Skala Religiusitas Item No
Dimensi
Indikator
Jml Fav.
Meyakini kebenaran ajaran agama dan dasar-dasarnya Melaksanakan ritual atau ibadah yang diajarkan agama
1, 3, 7, 15
5*, 9*
6
4, 8, 13, 29*
10,14*
6
Memiliki pengetahuan dasardasar agama dan memahami ajaranajarannya Konsekuensi Berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agama Pengalaman Mengalami perasaan-perasaan dan pengalamanpengalaman religiusitas
2, 11, 18, 20
6*, 12*
6
21, 23, 30
16*, 19*
5
17, 22, 25, 28
24*, 26*, 27*
7
1.
Keyakinan
2.
Praktik agama
3.
4.
5.
Unfav.
Pengetahuan
*item yang ditambahkan oleh penulis
3. Dukungan sosial.
Pada dimensi dukungan sosial, penulis mengadaptasi skala baku yang telah dipergunakan pada penelitian sebelumnya dengan dimensi yang sama dengan apa yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Alat ukur yang digunakan adalah Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) yang terdiri atas 40 item pernyataan dengan reliabilitas sebesar 0.77. Peneliti memilih alat ukur ini karna sesuai dengan dimensi-dimensi
60
yang akan diukur, yakni dimensi appraisal support, tangible support, self-esteem support dan belonging support berdasarkan teori Cohen dan McKay (1984).
Tabel 3.5 Blue Print Skala Dukungan Sosial Item No
Dimensi
Indikator
Jml Fav.
1.
Appraisal Support
Mendapatkan petunjuk, saran dan
1, 19,
6, 11,
22, 26,
17, 30,
arahan dari orang lain 38 2.
Unfav. 10
36
Tangible
Mendapat bantuan
2, 16,
9, 14,
Support
langsung dalam
18, 23,
29, 35,
memenuhi kebutuhan
33
39
8, 20,
3, 24,
beruntung dari orang
32, 37
28, 40
lain
4
13
10
hidup 3.
Self-Esteem Support
Merasa lebih
10
Merasa dihargai 4.
Belonging Support
Merasa mendapatkan 5, 7, kepedulian, perhatian dan menjadi bagian dalam kelompok
12, 31
10, 15, 21, 25, 27, 34
10
61
3.5.Uji Validitas Konstruk Setelah mendapatkan data yang diinginkan, peneliti kemudian menguji validitas konstruk maupun reliabilitas masing-masing alat ukur. U3ntuk menguji validitas konstruk setiap item maka peneliti melakukan uji validitas dengan menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan sofware LISREL 8.7. Adapun logika dari CFA (Umar dalam Adiyo, 2010) adalah:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya. 2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu hal saja dan semua item dalam satu subtes hanya mengukur satu faktor atau subtes. Artinya seluruh subtes hanya mengukur satu faktor saja (faktor level dua). 3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S =0.
62
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis
nihil
tersebut
“tidak
ditolak”.
Artinya
teori
unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor saja. 5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop atau sebaliknya. 6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negative, maka item tersebut harus di drop, sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable). 7. Terakhir,
apabila
kesalahan
pengukuran
item
terlalu
banyak
berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Penulis membatasi item berkorelasi maksimal enam kali. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan software LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan pada sub bab berikut.
63
3.5.1. Uji validitas skala kecerdasan emosional Tabel 3.6. Ringkasan Hasil Uji Validitas Skala Kecerdasan Emosional dengan Menggunakan Analisis Faktor Konfirmatorik Goodness of Fit Seleksi Item Ite Konstruk Factor m χ2 Df p value t value loading Kesadaran dan 1 0,52c 6,56 pengaturan diri 2 -0,07b -0,94a 3 0,61 9,13 4 0,06c 0,68a 5 0,29 3,95 6 0,18 2,51 7 0,50 7,02 8 0,48 6,54 85,79 67 0,06072 9 0,51 7,17 10 -0,08b -0,99a 11 0,62 8,85 12 0,34 4,53 13 0,51 7,38 14 0,40 5,48 15 0,49 6,84 16 0,29 3,92 Motivasi 17 0,59 8,21 18 0,54 7,32 19 0,81 11,63 20 0,56 7,57 21,62 15 0,11816 21 0,37 4,66 22 0,54 7,30 23 0,40 5,23 24 0,22 2,77 Empati 25 0,38 5,24 26 0,27 3,75 27 0,38 5,21 28 0,63 8,41 29 0,78 10,77 30 0,58 8,18 36,67 29 0,15473 31 0,32 4,40 32 0,56 8,13 33 0,51 6,32 34 0,50 7,12
64
Tabel 3.6. Lanjutan Konstruk Keterampilan Sosial
Ite m 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Goodness of Fit χ2
Df
p value
111,9 6
90
0,05836
Seleksi Item Factor t value loading 0,24 3,07 0,32 4,02 0,45 6,18 0,54 7,50 0,40 5,35 0,53 7,40 0,39 5,32 0,61 8,65 0,42 5,68 0,73 10,71 0,57 7,97 0,40 5,34 0,40 5,44 0,32 4,14 0,39 5,01 0,24 3,07
Keterangan: a Item tidak memberikan informasi yang signifikan tentang konstruk (t value < 1,96) b Item memiliki muatan faktor yang negatif c
Item memiliki kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan item lain lebih dari tiga kali
Pada dimensi Kesadaran dan Pengaturan diri, peneliti menguji apakah 16 item tersebut bersifat unidimensional mengukur satu faktor atau tidak. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 535,68, df = 104, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,144. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi –
65
Square = 85,79, df = 67, p-value = 0,06072, RMSEA = 0,038. Dari hasil tersebut menunjukkan p-value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kesadaran dan pengaturan diri. Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Hasil menunjukkan bahwa terdapat tiga item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item dua, empat dan sepuluh. Dengan demikian item-item tersebut harus didrop.
Selanjutnya, melihat koefisien muatan faktor dari item apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak. Pada model pengukuran ini, terdapat dua item yang bermuatan negatif yaitu, item dua dan sepuluh. Sehingga nomer item tersebut akan didrop. Lalu, tahap selanjutnya dilihat dari kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Jika kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam, maka item tersebut didrop. Terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam yaitu item nomer satu dan empat, maka item tersebut akan didrop. Artinya dapat disimpulkan bahwa terdapat
66
empat item yang didrop yaitu item satu, dua, empat dan sepuluh. Dengan demikian, pada dimensi Kesadaran dan Pengaturan Diri ada dua belas item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Semua rangkaian tahapan ini dilakukan pada setiap dimensi.
Kemudian, dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada dimensi Motivasi, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 78,08, df = 20, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,121. Namun, setelah dilakukan
modifikasi
terhadap
model,
di
mana
kesalahan
pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 21,62, df = 15, pvalue = 0,11816, RMSEA = 0,047. Dari tabel 3.6 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan seluruh item bermuatan positif. Selanjutnya, pada dimensi Motivasi tidak ada kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali maka tidak ada item yang didrop. Dengan demikian ada delapan item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada dimensi Empati, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 94,95, df = 35, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,093. Namun, setelah
67
dilakukan
modifikasi
terhadap
model,
di
mana
kesalahan
pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 36,67, df = 29, pvalue = 0,15473, RMSEA = 0,036. Selanjutnya, dari tabel 3.6 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua koefisien bermuatan positif. Lalu, pada dimensi empati tidak ada kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali maka tidak ada item yang didrop. Dengan demikian ada sepuluh item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Lalu, dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada dimensi keterampilan sosial, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 358,75, df = 104, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,111. Setelah dilakukan modifikasi, terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 111,96, df = 90, pvalue = 0,05836, RMSEA = 0,035. Dari tabel 3.6 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua koefisien bermuatan positif. Kemudian dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa itemitem tersebut bersifat unidimensional.
Dengan demikian, dalam
68
ketiga tahap tersebut tidak terdapat item yang didrop. Jadi, ada 16 item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Dengan demikian dari skala kecerdasan emosional terdapat 46 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.
3.5.2. Uji validitas alat ukur religiusitas Tabel 3.7 Ringkasan Hasil Uji Validitas Skala Menggunakan Analisis Faktor Konfirmatorik Konstruk
Item
Keyakinan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Praktik Agama
Pengetahuan Agama
χ2
Goodness of Fit Df p value
8,91
5
0,11275
8,48
5
0,13164
11,31
7
0,12573
Religiusitas
dengan
Seleksi Item Factor loading t value
0,68 1,10 0,42 0,77 0,65 0,28 0,74 0,91 0,39 0,67 0,96 0,37 0,37 0,50 0,18 0,58 0,71 0,57
11,28 23,90 6,83 13,13 10,63 4,49 11,23 14,47 5,71 9,95 5,09 5,51 4,33 6,19 2,15 7,18 8,73 7,11
69
Tabel 3.7 Lanjutan Konstruk Konsekuensi
Pengalaman
Ite m 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Goodness of Fit χ2
Df
p value
7,61
5
0,17883
13,10
9
0,15799
Seleksi Item Factor t value loading 0,21 2,44 0,30 3,49 0,53 6,25 0,65 7,35 0,63 7,21 0,55 7,10 0,36 4,66 0,51 5,14 0,48 6,29 0,83 9,77 0,42 5,29 0,29 3,79
Pada dimensi keyakinan, peneliti menguji apakah enam item tersebut bersifat unidimensional mengukur satu faktor. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 126, 19, df = 9, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,256. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 8,91, df = 5, p-value = 0,11275, RMSEA = 0,063. Dari tabel 3.7 menunjukkan bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan koefisien semua item bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali sehingga tidak ada item yang
70
didrop. Dengan demikian pada dimensi keyakinan terdapat enam item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Kemudian, dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada dimensi praktik agama, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 109,96, df = 9, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,237. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 8,48, df = 5, p-value = 0,13164, RMSEA = 0,059. Dari tabel 3.7. menunjukkan bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua koefisien bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali. Sehingga, pada tahapan ini tidak ada item yang didrop. Artinya, enam item dimensi praktik agama tidak ada yang didrop. Pada dimensi pengetahuan agama, peneliti menguji apakah enam item tersebut bersifat unidimensional mengukur satu faktor. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 61,27, df = 9, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,171. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
71
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 11,31, df = 7, p-value = 0,12573, RMSEA = 0,056. Dari tabel 3.7. menunjukkan bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan seluruh koefisien item bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali sehingga tidak ada item yang didrop. Dengan demikian pada dimensi pengetahuan agama terdapat enam item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Pada dimensi konsekuensi, peneliti menguji apakah lima item tersebut bersifat unidimensional mengukur satu faktor. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor fit dengan Chi – Square = 7,61, df = 5, p-value = 0,17883, RMSEA = 0,051. Sehingga tidak perlu dilakukan modifikasi terhadap model. Dari tabel 3.7 menunjukkan bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan seluruh item koefisiennya bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali sehingga tidak ada item yang didrop. Dengan demikian pada dimensi konsekuensi terdapat lima item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.
72
Kemudian pada dimensi pengalaman, peneliti menguji apakah tujuh item tersebut bersifat unidimensional mengukur satu faktor. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 60,00, df = 14, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,128. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 13,10, df = 9, p-value = 0,15799, RMSEA = 0,048. Dari tabel 3.7 menunjukkan bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan koefisien seluruh item bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali sehingga tidak ada item yang didrop. Dengan demikian pada dimensi pengalaman terdapat tujuh item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Dengan demikian dari skala religiusitas terdapat 30 item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.
73
3.5.3. Uji validitas alat ukur dukungan sosial Tabel 3.8 Ringkasan Hasil Uji Validitas Skala Dukungan Sosial dengan Menggunakan Analisis Faktor Konfirmatorik Konstruk Appraisal Support
Tangible Support
Self Esteem Support
Belonging Support
Ite m 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Goodness of Fit χ2
Df
p value
36,80
26
0,07798
40,28
28
0,06243
34,00
27
0,16600
39,96
30
0,10572
Seleksi Item Factor t value loading 0,64 9,57 0,51 7,24 0,43 5,72 0,69 9,75 0,62 9,19 0,66 9,90 0,55 7,92 0,60 8,81 0,37 5,02 0,77 11,62 0,47 6,42 0,55 7,03 0,44 6,17 0,74 11,43 0,47 6,68 0,74 10,87 0,46 6,23 0,63 9,07 0,28 3,77 0,44 6,14 0,25 2,89 0,57 7,60 -0,23b -2,73a 0,56 7,38 0,53 7,07 0,40 5,08 0,35 4,27 0,03 0,40a 0,62 8,16 0,61 8,21 0,44 6,10 0,49 6,87 0,51 7,17 0,49 6,10 0,43 6,03 0,36 4,86 0,51 6,87 0,81 11,98 0,48 6,65 0,58 8,36
74
Keterangan: a Item tidak memberikan informasi yang signifikan tentang konstruk (t value < 1,96) b Item memiliki muatan faktor yang negatif
Pada dimensi appraisal support, penulis menguji apakah 10 item tersebut bersifat unidimensional mengukur satu faktor. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 170,70, df = 35, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,140. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 36,80, df = 26, p-value= 0,07798, RMSEA = 0,046. Dari tabel 3.8 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua koefisien bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali sehingga tidak ada item yang didrop. Dengan demikian ada sepuluh item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Kemudian, dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada dimensi tangible support yang berjumlah 10 item, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 150,64, df = 35, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,129. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan
75
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 40,28, df = 28, p-value = 0,06243, RMSEA = 0,047. Dari tabel 3.8 menunjukkan bahwa nilai t untuk muatan seluruh faktor signifikan (t>1,96). Dengan demikian tidak ada item yang didrop. Artinya bobot nilai pada semua item akan dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Pada dimensi tangible support seluruh item bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali sehingga tidak ada satu item yang didrop. Dengan demikian pada dimensi tangible support terdapat sepuluh item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Lalu, dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada dimensi sefl esteem support, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 149,12, df = 35, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,128. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 34,00, df = 27, p-value = 0,16600, RMSEA = 0,036. Dari tabel 3.8 dapat kita lihat bahwa terdapat dua item yang tidak signifikan yaitu item nomer tiga dan delapan dan terdapat satu koefisien bermuatan negatif pada item tiga.
76
Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali. Sehingga pada tahapan ini ada dua item yang didrop, yaitu item nomor tiga dan delapan. Dengan demikian terdapat delapan item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Kemudian, dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada dimensi belonging support, model satu faktor tidak fit dengan Chi – Square = 125,81, df = 35, p-value = 000000, RMSEA = 0,114. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 39,96, df = 30, P-value = 0,10572, RMSEA = 0,041. Dari tabel 3.8 dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan semua koefisien bermuatan positif. Selanjutnya, pada model pengukuran ini tidak terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi lebih dari enam kali. Sehingga pada tahapan ini tidak ada item yang didrop. Artinya, terdapat 10 item yang bobot nilainya akan dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. Dengan demikian pada skala dukungan sosial teman sebaya terdapat 38 item yang akan ikut dianalisis dalam uji hipotesis.
77
3.6. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah ada pengaruh keyakinan,
praktik
agama,
pengetahuan,
konsekuensi,
pengalaman,
appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support terhadap kecerdasan emosional, dan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan masing-masing variabel terhadap kecerdasan emosional, peneliti menggunakan metode statistika karena datanya menggunakan angka-angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini berdasarkan hipotesis yang akan diukur peneliti menggunakan teknik analisis multiple regression atau analisisi regresi berganda untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara variabel. Analisis multi regresi adalah suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat lebih dari satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat, dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan regresi (Kerlinger, 2006).
Untuk
kebutuhan
pengujian
hipotesis
mayor,
menggunakan rumus persamaan regresi sebagai berikut: Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+e Rumus 4.1
peneliti
78
Keterangan : Y
: nilai yang diprediksi (DV) yaitu kecerdasan emosional
X
: nilai variabel predictor (IV)
a
: konstanta intersepsi; besarnya sama dengan Y jika X=0
b
: koefisien regresi, yaitu nilai peningkatan
X1
: keyakinan
X2
: praktik agama
X3
: pengalaman
X4
: pengetahuan agama
X5
: konsekuensi
X6
: appraisal support
X7
: tangible support
X8
: self-esteem support
X9
: belonging support
e
: residu, yang dalam penelitian ini adalah seluruh IV selain sembilan IV dalam penelitian ini yang mempengaruhi kecerdasan emosional remaja namun tidak diteliti. Data yang akan dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil
pengukuran yang sudah ditranformasikan ke dalam true score. Dalam hal ini, true score adalah skor faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS 17.0 dengan menggunakan item-item yang valid. Dengan demikian maka tidak perlu lagi dilaporkan reliabilitasnya. Tujuan true score adalah agar koefisien regresi tidak mengalami attenuasi atau under
79
estimated (yaitu koefisien regresi yang terhitung lebih rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan). True score inilah yang kemudian akan diteliti dengan analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis penelitian yang dibahas pada BAB 2. Dalam analisis regresi berganda, besarnya presentase/proporsi varians kecerdasan emosional yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV yang diteliti bisa diukur dengan menggunakan R2, dimana :
Adapun jumlah kuadrat regresi bisa diperoleh jika semua koefisien regresi telah dihitung. Rumus untuk menghitung jumlah kuadrat regresi adalah: SSreg = ∑
2
= b1∑x1y+b2∑x2y+…..+b9∑x9y, dimana:
ỳ = a+bx x1y =
∑(
̅ 1) (y – ̅ )
Dalam analisis multipel regresi ini dapat diperoleh beberapa informasi, diantaranya: 1.
R2 yang menunjukan proporsi varian (persentase varian) dari dependen variabel (DV) yang bisa diterangkan oleh independent variabel (IV).
2.
Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi. Koefisien yang signifikan menunjukan dampak yang signifikan dari independen variabel (IV) yang bersangkutan
3.
Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi tentang berapa harga Y jika nilai setiap independent variabel (IV) diketahui.
80
Kemudian untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan, maka digunakan uji F. dari hasil uji F yang dilakukan nantinya dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependen variabel. Rumus uji F adalah sebagai berikut:
Keterangan : SSres = ∑ (e – ̅ )2 = ∑e2 = ∑(y - ̅)2 k = jumlah independen variabel dengan df = k dan n-k-1 n = jumlah sampel Jika R2 signifikan (P<0.05) berarti besarnya proporsi varians Y yang dipengaruhi oleh kedua faktor psikologis (religiusitas dan dukungan sosial) secara keseluruhan adalah signifikan. Jika telah terbukti R2 signifikan maka penulis akan menguji variabel mana dari sembilan variabel IV yang signifikan. Dalam hal ini penulis menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan uji t. Uji t akan dilakukan sebanyak sembilan kali sesuai dengan variabel yang dianalisis. Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
keterangan : b = koefisien regresi Sb = standar deviasi sampling dari koefisien regresi dari b
81
Jika tb memiliki skor t> |
| maka koefisien regresi variabel
tersebut dinyatakan signifikan, sebaliknya jika t<|
| maka variabel
tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam taraf signifikansi 0.05 atau 5%). Semua perhitungan ini dilakukan menggunakan SPSS 17.0. 3.7. Prosedur Penelitian 1. Tahap persiapan
Pada tahap ini mula-mula penulis membuat rumusan masalah penelitian, kemudian mencari data-data yang mendukung penelitian seperti penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya penulis menentukan variabel yang akan diteliti, kemudian melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian. Lalu penulis menentukan subjek penelitian, kemudian melakukan persiapan alat pengumpulan data dengan menggunakan dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian yaitu berupa skala model likert yang terdiri dari skala kecerdasan emosional, religiusitas dan dukungan sosial.
2.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini penulis mula-mula menentukan tempat dilakukannya penelitian, kemudian ditentukanlah penelitian akan dilakukan di wilayah Bogor tepat di SMP Islam Terpadu Al Kahfi. Setelahnya penulis mulai mengumpulkan sampel dengan cara melakukan non probability sampling. Kemudian penulis melakukan penyebaran angket.
82
3. Tahap pengolahan data
Setelah
dilakukan
pelaksanaan
penelitian
dan
data-data
telah
dikumpulkan, maka penulis melakukan skoring terhadap skala hasil jawaban responden, kemudian menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan membuat tabel data. Kemudian menganalisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji validitas kontruk dan menguji hipotesis, lalu membuat kesimpulan dan laporan hasil.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab 4 ini dijelaskan gambaran umum subjek penelitian, analisis deskriptif, uji hipotesis penelitian dan analisis proporsi varians.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII dan IX SMP Islam Terpadu Al Kahfi Bogor. Dengan sampel yang berjumlah 200 orang. Besar jumlah sampel tersebut disebabkan pada saat menyebarkan kuesioner bertepatan dengan awal tahun ajaran baru sehingga siswa-siswi kelas VII tidak diikutsertakan menjadi sampel penelitian untuk menghindari bias pada hasil penelitian. Para remaja siswa di SMP Islam Terpadu Al Kahfi memiliki waktu yang intensif dan dominan dikesehariannya dalam berinteraksi dengan teman sebaya disebabkan seluruh siswa-siswi wajib mengikuti program asrama (pesantren terpadu). Selain itu sekolah memiliki asupan mata pelajaran yang dapat menunjang meningkatnya aspek religuisitas siswa, sebab kurikulum sekolah merupakan kurikulum yang berbasis mata pelajaran umum dan mata pelajaran agama. Selanjutnya, akan dijelaskan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin. Untuk sampel pada subjek penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.1.
83
84
Tabel 4.1. Gambaran Umum Responden Jenis Kelamin
N
Persentase
Laki-laki
98
49 %
Perempuan
102
51 %
Total
200
100 %
Subjek dalam penelitian ini sebanyak 200 orang siswa yang terdiri atas 98 (49%) siswa laki-laki dan 102 (51%) siswa perempuan. Selanjutnya penulis memaparkan distribusi frekuensi kecerdasan emosional berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.2. Distribusi Kecerdasan Emosional Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Std. Std. Error N Mean Kelamin Deviation Mean Laki-laki 98 50,55 9,69 0,98 MD Perempuan 102 49,48 9,00 0,89 Dari tabel 4.2. menunjukkan mean siswa laki-laki sebesar 50,55 sedangkan siswa perempuan sebesar 49,48. Hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk perolehan kecerdasan emosional mean siswa laki-laki lebih besar daripada perempuan dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam tingkat kecerdasan emosionalnya.
4.2 . Analisis Deskriptif Sebelum diuraikan secara lebih detail tentang beberapa sub bab selanjutnya, perlu dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah
85
skor faktor yang dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi, penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan menggunakan maximum likelihood, skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh maximum lakelihood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score yang dihasilkan oleh maximum likelihood satuannya berbentuk Zscore.
Untuk menghilangkan bilangan
negatif dari z-score, semua skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses komputasi melalui formula Tscore = 50 + (10.z). Setelah dipaparkan skor faktor yang telah dirubah menjadi T-score nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statististik deskriptif dari variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan adalah nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimal dan minimal dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.3. berikut ini.
86
Tabel 4.3. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian N Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Kecerdasan emosional
200
22,86
78,52
50
9,33
Keyakinan Praktik Pengetahuan Konsekuensi Pengalaman Appraisal Tangible Self esteem Belonging Valid N (listwise)
199 200 200 200 200 200 200 200 200 199
14,08 27,61 22,75 33,87 26,00 13,98 24,53 23,52 17,90
52,60 62,92 60,66 62,94 65,07 68,88 74,01 71,92 71,08
50 50 50 50 50 50 50 50 50
8,47 7,98 8,27 7,30 8,05 9,05 8,72 8,24 8,65
Mengingat semua skor telah diletakkan pada skala yang sama, maka semua mean pada setiap skala adalah 50 dan standar deviasi adalah 10. Dari tabel 4.3. juga dapat diketahui skor terendah dari kecerdasan emosional 22,86 dan skor tertinggi 78,52. Skor terendah pada keyakinan 14,08 dan skor tertinggi 52,60. Skor terendah pada praktik 27,61 dan skor tertinggi 62,92. Skor terendah pada pengetahuan 22,75 dan skor tertinggi 60,66. Skor terendah pada konsekuensi 33,87 dan skor tertinggi 62,94. Skor terendah pada pengalaman 26,00 dan skor tertinggi 65,07. Skor terendah pada appraisal 13,98 dan skor tertinggi 68,88. Skor terendah pada tangible 24,53 dan skor tertinggi 74,01. Skor terendah pada self esteem 23,52 dan skor tertinggi 71,92. Terakhir, skor terendah pada belonging 17,90 dan skor tertinggi 71,08.
87
4.3 Uji Hipotesis Penelitian Dalam sub bab ini dapat diketahui adakah pengaruh keyakinan, praktik, pengetahuan, konsekuensi, pengalaman, appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support terhadap kecerdasan emosional remaja siswa, serta masing-masing koefisien regresi dan besar sumbangannya independent variable terhadap dependent variable.
4.3.1 Uji regresi berganda
Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi berganda penghitungannya dibantu oleh software SPSS 17. Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat yaitu, melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing – masing IV. Langkah pertama peneliti menganalisis besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk tabel R square, dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.4. Tabel R square Model R 1
0,731a
R Square
Adjusted R Square
0,534
O,511
Std. Error of the Estimate 6,53785
a. Predictors: (Constant), belonging, keyakinan, pengetahuan, praktik, konsekuensi, self esteem, tangibel, pengalaman, appraisal
88
Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0,534. Artinya proporsi varians dari kecerdasan emosional yang dijelaskan oleh semua variabel independen adalah sebesar 53,4%, sedangkan 46,6% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap kecerdasan emosional. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5. Tabel Anova Model 1 Regression Residual Total
Sum of Square 9245,149 8078,518 17323,667
Df
Mean Square
F
Sig.
9 189 198
1027,239 42,723
24,033
0,000a
a. Predictors: (Constant), belonging, keyakinan, pengetahuan, praktik, konsekuensi, self esteem, tangible, pengalaman, appraisal b. Dependent Variable : Kecerdasan emosional
Jika melihat kolom signifikansi (p <0,05), maka hipotesis alternatif yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan seluruh variabel independen terhadap kecerdasan emosional diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan keyakinan, praktek agama, pengetahuan agama, konsekuensi, pengalaman beragama, appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support terhadap kecerdasan emosinal. Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika p <0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti
89
bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap kecerdasan emosional. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.6. Koefisien Regresi Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model Std. B Beta Error 1 (Constant) -7,900 4,632 Keyakinan 0,008 0,058 0,008 Praktik 0,111 0,081 0,095 Pengetahuan 0,018 0,075 0,016 Konsekuensi 0,112 0,087 0,087 Pengalaman 0,237 0,081 0,203 Appraisal 0,169 0,073 0,164 Tangible 0,204 0,074 0,190 Self esteem 0,140 0,078 0,124 Belonging 0,159 0,093 0,147 a. Dependent Variable: ei
T -1,705 0,145 1,366 0,238 1,286 2,920 2,333 2,760 1,810 1,706
Sig. 0,090 0,885 0,173 0,812 0,200 0,004 0,021 0,006 0,072 0,090
Dari tabel 4.6. hanya koefisien regresi pengalaman, appraisal, dan tangible yang signifikan, sedangkan sisa lainnya tidak. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut: 1. Variabel Keyakinan Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,008 dengan signifikansi 0,885 (p >0,05) yang berarti bahwa keyakinan tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional.
90
2. Variabel Praktik Agama Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,095 dengan signifikansi 0,173 (p> 0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel praktik agama tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional. 3. Variabel Pengetahuan Agama Diperoleh koefisien regresi sebesar 0,016 dengan signifikansi 0,812 (p >0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel pengetahuan
agama
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kecerdasan emosional. 4. Variabel Konsekuensi Diperoleh koefisien regresi sebesar 0,087 dengan signifikansi 0,200 (p >0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel konsekuensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional. 5. Variabel Pengalaman Diperoleh koefisien regresi sebesar 0,203 dengan signifikansi 0,004 (p <0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel pengalaman
secara positif berpengaruh signifikan terhadap
91
kecerdasan emosional. Jadi, semakin tinggi pengalaman beragama individu maka semakin tinggi kecerdasan emosionalnya. 6. Variabel Appraisal Support Diperoleh koefisien regresi sebesar 0,164 dengan signifikansi 0,021 (p <0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel appraisal secara
positif
berpengaruh
signifikan
terhadap
kecerdasan
emosional. Jadi, semakin tinggi appraisal support individu maka semakin tinggi kecerdasan emosionalnya. 7. Variabel Tangible Support Diperoleh koefisien regresi sebesar 0,190 dengan signifikansi 0,006 (p< 0,05) yang berarti bahwa variabel tangible secara positif berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional. Jadi, semakin tinggi tangible support individu maka semakin tinggi kecerdasan emosinalnya. 8. Variabel Self Esteem Support Diperoleh koefisien regresi sebesar 0,124 dengan signifikansi 0,072 (p> 0,05) yang berarti bahwa variabel self esteem support tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional.
92
9. Variabel Belonging Support Diperoleh koefisien regresi sebesar 0,147 dengan signifikansi 0,090 (p> 0,05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel belonging support tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional.
Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada kecerdasan emosional, yaitu:
Persamaan 4.1 Regresi Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional = - 7,900 + 0,008keyakinan + 0,111praktik + 0,018pengetahuan + 0,112konsekuensi + 0,237pengalaman* + 0,169appraisal* + 0,204tangible* + 0,140Self Esteem
+
0,159belonging + e *dimensi yang memiliki pengaruh signifikan
Pada tabel 4.6. koefisien regresi di atas, dari ketiga IV yang berpengaruh signifikan terhadap DV dapat diketahui IV mana yang memiliki pengaruh paling besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara IV terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat standardized coeficient (beta). Maka dari tabel di atas dapat
93
diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai berikut: 1. Pengalaman beragama dengan beta= 0,203 2. Tangible Support dengan beta= 0,190 3. Appraisal Support dengan beta= 0,164 Kemudian langkah selanjutnya peneliti menguji penambahan proporsi varians dari tiap variabel independen jika IV tersebut dimasukkan satu per satu ke dalam analisis regresi. Tujuannya adalah melihat penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV apakah signifikan atau tidak. Untuk analisis lengkapnya dibahas pada sub bab berikut. 4.3.2. Pengujian proporsi varians masing – masing variabel independen Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan tidaknya penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV, yang mana IV tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel 4.7. kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom ketiga merupakan total penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom keenam merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom ketujuh adalah harga f hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom terakhir adalah kolom Sig F Change yang fungsinya untuk mengetahui signifikansinya. Apabila p <0,05
94
maka IV memiliki sumbangan yang signifikan. Jika signifikan artinya bahwa penambahan (incremented) proporsi varians dari IV yang bersangkutan, dampaknya signifikan. Besarnya proporsi varians pada kecerdasan emosional dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.7. Penghitungan Proporsi Varians Kecerdasan Emosional M od el 1
Change Statistics Std. Error R F R Adjusted of the Square Chang Sig. F Square R Square Estimate Change e df1 df2 Change
R
0,499a 0,249 b
0,245
8,12793
0,249
65,241
1
197
0,000
2
0,660 0,435
0,430
7,06473
0,187
64,756
1
196
0,000
3
0,701c 0,492
0,484
6,71926
0,056
21,672
1
195
0,000
4
0,714d 0,509
0,499
6,62098
0,017
6,833
1
194
0,010
5
0,720e 0,518
6
0,505
6,57899
0,009
3,484
1
193
0,063
f
0,513
6,52479
0,010
4,220
1
192
0,041
g
0,727 0,528
7
0,730 0,533
0,516
6,50523
0,005
2,156
1
191
0,144
8
0,730h 0,534
0,514
6,52123
0,000
0,064
1
190
0,800
0 a. b. c. d. e.
0,731i 0,534
f. g. h. i.
0,511 6,53810 0,000 0,021 1 189 0,885 Predictors : (Constant), pengalaman Predictors : (Constant), pengalaman, tangible Predictors : (Constant), pengalaman, tangible, appraisal Predictors : (Constant), pengalaman, tangible, appraisal, belonging Predictors : (Constant), pengalaman, tangible, appraisal, belonging, self esteem Predictors : (Constant), pengalaman, tangible, appraisal, belonging, self esteem, praktik Predictors : (Constant), pengalaman, tangible, appraisal, belonging, self esteem, praktik, konsekuensi Predictors : (Constant), pengalaman, tangible, appraisal, belonging, self esteem, praktik, konsekuensi, pengetahuan Predictors : (Constant), pengalaman, tangible, appraisal, belonging, self esteem, praktik, konsekuensi, pengetahuan, keyakinan
95
Dari tabel 4.7. maka dapat disimpulkan : 1. Variabel pengalaman memberikan sumbangan varians sebesar 24,9% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini signifikan, (F(1,197) = 65,241, p <0,05). 2. Variabel tangible memberikan sumbangan varians sebesar 18,7% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini signifikan, (F(1,196) = 64,756, p <0,05). 3. Variabel appraisal memberikan sumbangan varians sebesar 5,6% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini signifikan, (F(1,195) = 21,672, p <0,05). 4. Variabel belonging memberikan sumbangan varians sebesar 1,7% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini signifikan, (F(1,194) = 6,833, p <0,05). 5. Variabel self esteem memberikan sumbangan varians sebesar 0,9% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1,193) = 3,484, p >0,05). 6. Variabel praktik agama memberikan sumbangan varians sebesar 1,0% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini signifikan, (F(1,192) = 4,220, p <0,05).
96
7. Variabel konsekuensi memberikan sumbangan varians sebesar 0,5% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1,191) = 2,156, p >0,05). 8. Variabel pengetahuan agama memberikan sumbangan varians sebesar 0% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1,190) = 0,064, p >0,05). 9. Variabel keyakinan memberikan sumbangan varians sebesar 0% pada kecerdasan emosional. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1,189) = 0,021, p >0,05).
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini, penulis menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan keyakinan, pengetahuan agama, praktik agama, konsekuensi, pengalaman beragama, appraisal support, tangible support, self esteem support dan belonging support terhadap kecerdasan emosional. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji F yang menguji seluruh independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV). Kemudian, hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya tiga koefisien regresi
yang signifikan pengaruhnya terhadap
kecerdasan emosional yaitu pengalaman beragama, tangible support dan appraisal support. Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan proporsi varians masing-masing variabel, terdapat lima variabel yang signifikan. Variabel-variabel tersebut adalah pengalaman beragama, tangible support, appraisal support, belonging support dan praktik agama. Untuk pengalaman beragama sumbangan
97
98
variansnya sebesar 24,9%, tangible support memberikan sumbangan varian sebesar 18,7%, appraisal suppport memberikan sumbangan varian sebesar 5,6%, belonging support memberikan sumbangan varian sebesar 1,7% dan praktik agama memberikan sumbangan varian sebesar 1 %. 5.2. Diskusi Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab 4 menunjukkan bahwa religiusitas (pengalaman beragama) dan dukungan sosial (appraisal support dan tangible support) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja siswa SMP Islam Terpadu Al Kahfi. Hal ini sesuai dengan hasil kajian literatur yang dilakukan oleh Rosmana (2005) yang mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya tingkat kecerdasan emosional adalah kepribadian dimana tingkat religiusitas adalah salah satu unsurnya. Begitu pula pada kajian literatur yang dilakukan oleh Rahman (2009) yang mengungkapkan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam berbagai ajaran agama merupakan hal yang paling penting didalam mengatasi masalah psikologis, yaitu dengan cara membangun emosi positif. Hal ini dapat diartikan bahwa aspek religiusitas seseorang dapat mengarahkan orang tersebut untuk dapat mengatasi masalah psikologis dengan terbangunnya kecerdasan emosional yang baik. Hasil
penelitian
sebelumnya
menunjukkan
bahwa
religiusitas
memiliki hubungan yang signifikan dan mempengaruhi kecerdasan emosional sebesar 20 % (Chrisnawati, 2008). Hal ini sesuai dengan teori Beit-Hallahmi
99
and Argyle (dalam Holdcroft, 2006) yang menyatakan bahwa religiusitas individu mempengaruhi berkembangnya rasa kasih sayang, kejujuran, kualitas hidup, kesehatan serta kesehatan mental, dimana hal-hal tersebut terdapat dalam aspek kecerdasan emosional seseorang. Begitu pun dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja siswa SMP Islam terpadu. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang juga menyebutkan adanya pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap kecerdasan emosional remaja, dimana pada masa remaja, dukungan sosial dari teman dan keluarga berhubungan lebih kuat terhadap kecerdasan emosional dibandingkan dukungan dari saudara kandung dan orangtua (Ciarrochi, et.al, 2000). Hasil analisis pada penelitian lain menunjukkan bahwa dukungan sosial teman sebaya berpengaruh positif sangat nyata terhadap kecerdasan emosional. Artinya pengaruh teman sebaya sangat kuat pada masa remaja, maka teman sebaya yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik, menjadi model dan sumber informasi yang baik pula bagi remaja lainnya (Priatini, et.al, 2008). Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila seorang remaja memiliki tingkat religiusitas tinggi dan mendapat dukungan sosial dari teman sebayanya maka kedua hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat kecerdasan emosional remaja. Hasil penelitian menunjukkan ada tiga dimensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja siswa yaitu
100
pengalaman beragama, appraisal support dan tangible support. Pengalaman agama merupakan pengetahuan akan agama yang diperoleh melalui pengalaman langsung seseorang. Dimensi ini berkaitan dengan dunia emosional dan kondisi internal seseorang. Kondisi perasaan yang dialami seseorang memiliki fungsi salah satunya sebagai motivator dalam kehidupannya dimana motivasi merupakan bagian dari kecerdasan emosional yang patut dimiliki individu khususnya remaja agar tidak terbawa oleh arus emosi negatif yang tengah ia rasakan pada masa perkembangannya. Penelitian dari Ross dan Kupky (dalam Jalaluddin, 2005) menyatakan bahwa pengalaman keagamaan pada remaja umumnya tidak disebabkan oleh pengajaran resmi akan tetapi terjadi secara alamiah. Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pengalaman beragama memiliki pengaruh terhadap kecerdasan emosional disebabkan adanya kesadaran diri dan motivasi dalam diri remaja yang terbentuk melalui pengalaman beragamanya sehingga variabel pengalaman beragama ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja. Variabel lain yang memiliki pengaruh signifikan adalah appraisal support, sebagaimana teori yang diungkapkan oleh Cohen and McKay (1984) bahwa appraisal support (dukungan penilaian) adalah kondisi dimana seseorang merasa dapat bergantung pada lingkungan untuk mendapatkan petunjuk berupa pemberian arahan, nasihat, saran, atau pun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan. Hal ini sesuai dengan teori Gottman dan Parker (dalam Santrock, 2003) yang menyatakan bahwa salah
101
satu fungsi persahabatan bagi remaja adalah menjadikan persahabatan sebagai pemberi informasi mengenai posisi remaja dan apakah remaja tersebut baikbaik saja dibandingkan orang lain. Hal ini mendukung terciptanya kesadaran diri, mengelola emosi, empati serta bagaimana remaja dapat memiliki keterampilan berkomunikasi dengan teman sebayanya. Dengan adanya penilaian dari teman sebaya akan memotivasi remaja untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri. Variabel yang juga berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional adalah tangible support, dimana dalam dukungan sosial ini, seorang remaja mendapatkan bantuan secara nyata dari teman sebayanya, contohnya mendapatkan pinjaman uang pada saat membutuhkan (Cohen & McKay, 1984). Berdasarkan pengamatan penulis pada saat melakukan penelitian di SMP Islam Terpadu Al Kahfi, tangible support telah terbentuk baik dalam diri remaja siswa SMP Islam terpadu Al Kahfi. Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh perasaan setia kawan yang terbentuk dalam usia remaja dimana remaja lebih mementingkan lingkungan pertemanannya dibandingkan keluarga dan berusaha memenuhi kebutuhan teman sebayanya, terlebih lagi siswa yang bersekolah di SMP Islam terpadu diwajibkan untuk tinggal di asrama dan mengikuti kegiatan sehari-hari dan berkomunikasi intensif dengan teman-teman sebayanya. Variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosional adalah keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan,
102
konsekuensi, self esteem support dan belonging support. Penulis akan menjabarkannya satu per satu. Pada variabel keyakinan, tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional. Hal ini tidak sesuai dengan teori Glock & Stark (1968) dimana keyakinan dapat memegang peran utama atau peran pendukung dalam hidup seseorang. Semakin kuat pengaruh keyakinan dalam diri seseorang, maka akan semakin besar pengaruh agama dalam hidup orang tersebut. Menurut penulis, hasil dari penelitian disebabkan subjek berada pada masa perkembangan remaja dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Starbuck (dalam Jalaluddin, 2012) terdapat 52% remaja mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang mereka terima. Analisis lain dari hasil penelitian ini adalah para subjek penelitan melakukan faking dalam mengisi kuesioner sehingga hasil yang didapat dari alat ukur religiusitas tidak sesuai dengan tingkat religiusitas subjek yang sesungguhnya. Pada variabel praktik agama juga tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja. Hasil penelitian Ross dan Oskar Kupky (dalam Jalaluddin, 2012) mengungkapkan bahwa hanya 17% remaja melakukan praktik agama untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa remaja belum benar-benar menjalankan perintah agama dalam hal ibadah berdasarkan kemauan dan kebutuhan jiwanya, melainkan hanya sekedar penggugur kewajiban. Hal ini yang mungkin menyebabkan hasil penelitian bahwa praktik ibadah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja.
103
Variabel lainnya adalah pengetahuan. Remaja siswa yang bersekolah di SMP Islam terpadu mendapatkan pelajaran agama jauh lebih banyak dibandingkan sekolah-sekolah menengah pertama lainnya. Dalam hal ini, sudah selayaknya remaja siswa SMP Islam terpadu memiliki bobot pengetahuan agama yang banyak. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan agama tidak berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional. Hal ini bisa saja terjadi karna faktor internalisasi nilai-nilai agama dalam diri remaja yang belum terinternalisasi dengan baik. Sehingga pengetahuan agama tidak memberikan pengaruh terhadap kecerdasan emosional remaja. Selanjutnya pada variabel konsekuensi, self esteem dan belonging support juga tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja. Hal ini tidak sesuai dengan harapan penulis terhadap hasil penelitian ini. Konsekuensi merupakan aplikasi dari keyakinan yang dimiliki oleh remaja. Dalam penelitian ini, keyakinan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional sehingga mempengaruhi variabel konsekuensi turut serta tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional. Cobb (dalam Cohen & McKay, 1984) mengungkapkan bahwa self esteem support memberikan kekuatan untuk mengatasi, menguasai dan keluar dari masalah. Cobb juga menambahkan bahwa meningkatkan rasa dukungan penghargaan kepada seseorang dapat terbentuk melalui pujian atau melalui perbandingan sosial yang positif dengan orang lain. Dalam hasil penelitian,
104
variabel self esteem support tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja. Menurut penulis, hal ini disebabkan kurang baiknya penulis dalam mengadaptasi instrumen baku sehingga terjadi social diserability. Terakhir pada belonging support juga tidak didapatkan pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosional. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa belonging dan solidaritas memiliki pengaruh yang besar pada suasana hati (Cohen & McKay, 1984). Suasana hati yang negatif berhubungan dengan depresi (Seligman, dalam Cohen & McKay, 1984) sebagai alternatif, dapat disimpulkan bahwa belonging support dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk kehidupan yang normal dan sehat. Berdasarkan teori yang telah dijabarkan diatas, hal ini menunjukkan bahwa belonging support akan membentuk kecerdasan emosional yang baik. Namun hasil penelitian tidak mendukung hal tersebut. Secara garis besar penulis berasumsi bahwa terjadi social diserability pada alat ukur yang dipergunakan serta terlalu banyaknya item yang menyebabkan subyek kurang termotivasi untuk mengisi angket dengan baik. Meskipun demikian, terdapat lima variabel yang memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kecerdasan emosional yaitu variabel pengalaman sebesar 24,9%, tangible support sebesar 18,7%, appraisal support sebesar 5,6%, belonging support sebesar 1,7% dan terakhir praktik agama yang memberikan sumbangan sebesar 1,0%.
105
5.3. Saran Penulis memberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan dan untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa yaitu saran metodologis dan saran praktis. 5.3.1. Saran Metodologis 1. Pada penelitian ini masih banyak variabel-variabel (IV) yang terkait dengan kecerdasan emosional seperti pola asuh orang tua, family affective function, faktor neurologis, pengalaman hidup, aspek demografis, kondisi lingkungan tempat tinggal dan variabel-variabel lain yang mungkin mempunyai pengaruh terhadap kecerdasan emosional remaja. 2. Dapat dilakukan perbandingan pada penelitian selanjutnya antara remaja siswa yang bersekolah di sekolah Islam terpadu dengan sekolah umum. Agar dapat diketahui seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap kecerdasan emosional remaja. 3. Peneliti selanjutnya dapat lebih memperhatikan alat ukur dan memastikan bahwa alat ukur telah termodifikasi atau teradaptasi secara baik sehingga tidak terjadi social diserability. 5.3.2. Saran Teoritis 1. Peneliti selanjutnya dapat lebih memperkaya sumber referensi bacaan dan membandingkan antara teori satu dengan lainnya agar didapatkan teori yang paling sesuai dengan apa yang hendak diteliti.
106
2. Dalam mengutip sumber referensi, ada baiknya peneliti mengambil teori terbaru yang sesuai dengan penelitian terkini dan perkembangan zaman agar tidak menimbulkan bias dalam hasil penelitian. 5.3.3. Saran Praktis 1. Hasil penelitian ini merupakan saran positif bagi sekolah-sekolah khususnya SMP Islam terpadu Al Kahfi Bogor agar dapat menindak lanjutinya dengan mengadakan seminar atau kajian bagi orang tua murid tentang pentingnya asupan religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kecerdasan emosional anak-anaknya sehingga para orang tua dapat mengarahkan anaknya agar lebih bersemangat menjalani aktifitas pesantren karna aktifitas pesantren menyokong terbentuknya kecerdasan emosional yang baik. 2. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan saran bagi para orangtua agar senantiasa memperhatikan aspek religiusitas dan lingkungan teman sebaya anak-anak, khususnya remaja dimana pada masa perkembangan remaja dikenal sebagai badai emosi dan membutuhkan perhatian khusus agar terhindar dari pengaruh emosi negatif. 3. Dari hasil penelitian dimana dimensi religiusitas dan dukungan sosial teman sebaya berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosional remaja, maka diharapkan agar pemerintah memberikan waktu tambahan kepada para remaja siswa dalam mata pelajaran agama agar terbentuk generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas dengan kecerdasan emosional yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyo, R. 2010. Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa dibidang statistika 1 & 2. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Jakarta Ancok, D. Suroso, F.N. 1994. Psikologi islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bar-On, R. 2006. The Bar-On model of emotional-social intelligence (ESI). Psicothema, 18, supl., 13-25 Bar On, R. 2012. The impact of emotional intelligence on health and wellbeing, emotional intelligence-new perspective and applications, Prof. Annamaria Di Fabio (Ed.) Croatia: InTech Berrocal, P.F. & Extremera N. 2006. Emotional intelligence: a theoritical and empirical review of its first 15 years of history. Psicothema 2006 Vol. 18 supl. pp. 7-12 Bungin, B. 2005. Metodologi penelitian kuantitatif : komunikasi, ekonomi dan kebijakan publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media Chaplin, J.P. Dictionary of psychology. Kamus lengkap psikologi. Kartono, K (terj). 2006. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Chrisnawati, A.F.I., 2008. Hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata: Semarang Ciarrochi, J.; Chan, A.Y.C.; Bajgar, J. 2001. Measuring emotional in adolescents. Personality and individual differences, 31, 1105-1119 Cobb, S. 1976. Social support as a moderator of life stress. Journal of Psychomatic Medicine. Vol. 38, No. 5, 300-314 Cohen, S., & Hoberman, H. 1983. Positive events and social supports as buffers of life change stress. Journal of Applied Social Psychology, 13, 99-125. Cohen S., & McKay, G. 1984. Social support, stress and the buffering hypotesis: a theoritical analysis. In Baum, A.; Taylor, S.E.; Singer, J.E. Handbook of Psychology and Health. Hillsdale Cohen, S & Syme, S.L. 1985. Social support and academic press
health. San Francisco:
Fetzer, J.E. 1999. Multidimentional measurement of religiousness, spirituality for use in health research. Kalamazoo : Fetzer Institute
Fernandez, P. & Extremera, N. 2006. Emotional Intelligence: A theoretical and empirical review of its first 15 years of history. Journal Psicothema. Vol. 18, supl., pp. 7-12 Glock, C.Y., & Stark, R. 1968. American piety: the nature of religious commitment. Berkeley : Universitas of California Press Goetlieb, B.H. 1983. Social support and strategies. California: Sage Publication, inc. Goleman, D. Emotional intelligence. Kecerdasan emosional. Hermaya (terj). 1996. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Goleman, D. Working with emotional intelligence. Kecerdasan emosi untuk puncak prestasi. Widodo (terj). 1999. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Hanzaee, K.H.; Attar, M.M; Alikhan, F. 2011. Investigating the effect of gender role attitude on the relationship between dimentions of religiosity and new product adoption intention. World Applied Sciences Journal 13 (6): 1527-1536 Hillis, L. 2001. Emotional developing. Faculty Article. www.banffleadership.com Holdcroft, B. 2006. What is religiosity?. Catholic education: a journal of inquiry and practice, Vol. 10, No.1, 89-103 Jalaluddin. 2012. Psikologi agama. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada Komnaspa. 2011. Catatan akhir tahun 2011 komisi nasional perlindungan anak. Diunduh tanggal 28 April 2013 dari http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun-2011-komisinasional-perlindungan-anak/ Kerlinger, N.F., 2006. Asas-asas penelitian behavioral. Jogja: Gajah Mada University Press Mavroveli, S.;Petrides, K. V.;Rieffe, C.; Bakker, F. 2007. Trait emotional intelligence, psychological well-being and peer-rated social competence in adolescence. British Journal Of Developmental Psychology vol. 25, 263-275 Mayer, J. D. & Salovey, P., 1995. Emotional intelligence and the construction and regulation of feelings. Journal Of Applied & Preventive Psychology Vol. 4, 197-208 Mubayidh, M. Al-maktabah al-Islami. Kecerdasan & kesehatan emosional anak. Anasy, M.M. (terj). 2006. Jakarta : Pustaka Al Kautsar Muflihah, S. 2004. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian diri pada remaja kelas I dan II di Madrasah Aliyah An-Nur Bululawang Malang. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Malang
Priatini, W.; Latifah, M.;Guhardja, S., 2008. Pengaruh tipe pengasuhan, lingkungan sekolah, dan peran teman sebaya terhadap kecerdasan emosional remaja. Jurnal IPB Departement of Family and Consumer Science, Vol. 1, no. 1, 43-53 Rahman, U. 2009. Perilaku religiusitas dalam kaitannya dengan kecerdasan emosi remaja. Jurnal Al-Qalam, Vol. 15, No. 23 157-174 Rosmanah, M. 2005. Hubungan religiusitas dengan kecerdasan emosional. Mimbar Akademik, Vol.2, 41-50 Rusydi, A. 2012. Religiusitas dan kesehatan mental studi pada aktivis jama’ah tabligh Jakarta Selatan. Tangerang selatan: YPM Santrock, J.W. Adolescence. Adolescence perkembangan remaja. Kristiaji (terj.). 2003. Jakarta: Erlangga Salovey, P. & Mayer, J.D. (1990), Emotional intelligence. imagination, cognition, and personality, 9/185-211 Sarafino, E.P. ; Smith T.W. 2011. Health psychology biopsychosocial interaction (7th edition). United states: john wiley & sons, inc. Sarason, I.G. & Sarason, B.R. 1983. Social support; theory, research, and applications. The Hague, Netherlands: Martinus Niijhoff Sarwono, S.W. 2008. Psikologi remaja. Jakarta: Grafindo Persada Segal, J. 2000. Melejitkan kepekaan emosional. Bandung: Kaifa Smith, M.; Saisan, J.; Segal, J. 2013. Emotional intelligence (EQ). Diunduh tanggal 28 April 2013 dari http://www.helpguide.org Steinberg, L., Morris, A.S., 2001. Adolescent development. Annu. Rev. Psychol. Vol.52: 83-110. Downloaded from arjournals.annualteview.org Tardy, C.H. 1985. Social support measurent. American Journal of Community, Vol. 13, No.2 Taylor, S.E. 2006. Health psychology (6th ed). McGraw Hill Walgito, B. 2004. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset
LAMPIRAN
DIAGRAM PATH UJI VALIDITAS ALAT UKUR
VARIABEL RELIGIUSITAS Diagram Path uji validitas konstruk dimensi Keyakinan
Diagram Path uji validitas konstruk dimensi pengetahuan
Diagram Path ujivaliditaskontrukdimensipraktik
Diagram Path uji validitas konstruk dimensi konsekuensi
Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensipengalaman
VARIABEL DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA
Diagram Path ujivaliditaskonstrukdimensi appraisal support
Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensi tangible support
Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensi self esteem support
Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensi belonging support
VARIABEL KECERDASAN EMOSIONAL Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensikesadarandanpengetahuandiri
Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensimotivasidiri
Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensiempati
Diagram path ujivaliditaskonstrukdimensiketerampilansosial