MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239
60
PENGARUH PENJUALAN MELON SECARA BORONGAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI ( STUDI KASUS DI KABUPATEN NGAWI ) Oleh : RUDY BINTORO HL Fakultas Pertanian UNIVERSITAS SOERJO NGAWI ABSTRACT This study aims to find out the effect of system in bulk sales of melon farmer’s income, And knowing the bargaining position of farmers in front of traders. Is case study at Ngawi. The hope from this research the farmers are able to take decisions on the underlying with the knowledge of the price information, quality of results and other factors such as the number of results, the cost of farming. For policy makers may be used as input to make future policies. The Sample retrieval by random and strata partition as follows: farmers with small land, medium and large. The partition of strata based on the number of plants in the planting area will be converted into land. Research conducted by survey method and questionnaire distributed to farmer’s sample (respondents). Based on the results of research, calculation and discussion about it, the conclusions are: 1. The Systems in bulk sales of melons could increase farmer’s income. 2. The bargaining position of farmers is very weak compared with bargaining position of traders 3. The pricing process influenced the market price, the quality of fruit and plant age. Based on the above points can be suggested that farmers would need to know the market price information and learn about fruit quality and improved bargaining position by forming a group together because the individual bargaining position is very weak. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional jangka panjang adalah terciptanya ekonomi yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, berdasarkan demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin
merata, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang mantap, berciri kan industri yang kuat dan maju. pertanian yang tangguh serta perdagangan yang maju dengan sistem distribusi yang mantap didukung oleh kemitraan usaha yang kuat antara badan usaha, koperasi, pemerintah dan swasta serta pendayagunaan sumber daya alam yang
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 optimal. Kesemuanya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maju, produktif, potensial, iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup. Selama program pembangunan berlangsung telah diakui bahwa sektor pertanian masih memegang peranan penting. Walaupun sektor pertanian telah mengalami kemajuan, namun masih terdapat hambatan-hambatan yang perlu dibenahi. Sektor pertanian masih diharapkan tetap memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, bila pertumbuhan ekonomi diharapkan tetap 5,0 % per tahun maka sektor pertanian diharapkan mampu tumbuh minimal 3,6 % per tahun dan industri pengolahan hasil pertanian berkembang 8,5 % per tahun. Dalam kondisi seperti itu, diharapkan sektor pertanian masih memegang peranan paling tidak 21,6 % dari nilai PDB dan masih tetap mampu menyediakan lapangan kerja sebesar 51 %. (Soekartawi, 1999). Dalam pertanian unsur-unsur yang ada adalah proses produksi, petani, usahatani dan berkembangnya usahatani ke perusahaan pertanian (Mosher, 1977). Petani berupaya untuk selalu meningkatkan hasil usahataninya, selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri beserta keluarganya (subsisten) sekaligus agar dapat menjual hasil lainnya. Menjual hasil dengan harapan untuk memperoleh pendapatan, tentunya pendapatan yang meningkat pula. Artinya bahwa ada kemungkinan peningkatan hasil akan diikuti pula dengan meningkatnya pendapatan keluarga petani. Pendapatan keluarga petani tidak hanya ditentukan oleh besarnya hasil usaha tani, namun ditentukan pula oleh bermacam-macam
61
hal diantaranya : cara penjualan hasil atau pemasaran, pengetahuan tentang informasi harga, saluran pemasaran, kualitas komoditas dan kuatnya permintaan (demand driven). Penjualan komoditas hasil pertanian juga ditentukan oleh macam komoditas apakah tahan lama disimpan/diawetkan atau tidak. Jika komoditas yang dihasilkan dan dijual berupa produk hortikultura segar (Melon) maka petani mempunyai berbagai macam cara/sistim untuk menjualnya. Tentu saja sistim yang dipakai adalah sistim yang dapat menguntungkan secara maksimal atau terbaik. Sistim-sistim penjualan yang umum dilakukan oleh petani melon adalah sistim borongan keseluruhan, borongan berat/kiloan dan dengan sistim pemilahan/grading. Penentuan sistim penjualan hasil (melon) erat kaitannya dengan pendapatan yang akan dihasilkan. Keberanian petani dan pertimbangan-pertimbangan yang tepat seperti kredibilitas pedagang, tingkat kepastian baik hasil maupun keuntungan, tingkat resiko, kesesuaian harga akan sangat berpengaruh terhadap penetapan harga yang nantinya berpengaruh terhadap pendapatan petani. Sebenarnya yang menjadi permasalahan dari petani pada usahatani umumnya adalah pada proses produksinya, mulai dari permodalan sampai dengan penanganan pasca panen, lain dari itu adalah permasalahan pemasaran atau penjualan dari hasil usahataninya. Karena itu penting bagi pembangunan pertanian, petani meningkatkan kecakapannya sebagai pengelola, sehingga dapat mengambil manfaat dari setiap kesempatan yang terbuka, berusaha membuat usahataninya
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 seproduktif mungkin dengan mendapat keuntungan yang terus bertambah, yaitu selisih positif antara output dan input usahataninya. (Mosher, 1987). 2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan pada petani yaitu; adanya berbagai macam sistim dan berbagai macam alternatif pemasaran/penjualan yang dilakukan petani. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikemukakan dalam rumusan masalah sebagai berikut; 1) Sistim penjualan melon secara borongan apakah mempengaruhi tingkat pendapatan petani? 2) Berapa keuntungan petani dari sistim penjualan melon secara borongan? 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui/mengkaji; 1) Pengaruh sistim pejualan melon secara borongan terhadap pendapatan petani. 2) Menghitung keuntungan dari penjualan melon secara borongan. 3) Mengetahui proses penentuan harga penjualan melon. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasaran Soekartawi (1999) berpendapat bahwa aspek pemasaran memang penting. Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karena itu peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir atau lainnya
62
amat penting. Lembaga pemasaran ini khususnya bagi negara berkembang, yang dicirikan oleh lemahnya pemasaran hasil pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna, akan menentukan mekanisme pasar. Pada umumnya produk pertanian mempunyai ciri-ciri, diproduksi musiman, selalu segar (freshable), mudah rusak, jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif sedikit (bulky), lokal dan spesifik ( tidak dapat diproduksi di semua tempat), Maka ciri ini akan mempengaruhi mekanisme pemasaran. Oleh karena itu sering terjadi harga produk pertanian yang dipasarkan menjadi naik-turun (berfluktuasi), dan yang sering dirugikan adalah pihak petani atau produsen. Karena kejadian itu petani atau produsen memerlukan kekuatan sendiri atau berkelompok dengan yang lain untuk melaksanakan pemasaran ( Soekartawi, 1999). Di dalam pemasaran, selain meningkatkan kegunaan, maka penentuan harga dan jalur-jalur lembaga tataniaga harus diperhatikan. Penentuan harga harus disesuaikan dengan mutu buah. Pada buah yang tergolong mutu I harus memiliki tingkat harga yang lebih tinggi daripada tingkat harga pada buah yang termasuk dalam mutu II, mutu III dan seterusya. Lembaga-lembaga tataniaga yang berperan di dalam pendistribusian buah melon dari petani produsen sampai ke konsumen adalah: (1) tengkulak, (2) pedagang pengumpul, (3) pedagang besar, (4) industri makanan, (5) pedagang kecil, dan (6) pedagang pengecer (pasar-pasar umum, swalayan atau supermarket). Penyampaian produk hasil panen buah melon dari petani produsen sampai ke konsumen dapat melalui mata rantai pemasaran yang panjang
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 maupun melalui jalur distribusi yang pendek. Tipe pemasaran dengan mata rantai yang panjang akan melibatkan banyak lembaga pemasaran sehingga menjadi tidak efisien karena akan memperbesar margin pemasaran (marketing margin). Marketing margin adalah selisih antara harga yang dibayar oleh konsumen (harga eceran) dengan harga yang diterima oleh petani atau produsen. Keadaan demikian akan menjadi beban bagi konsumen untuk meningkatkan daya belinya dan menyebabkan rendahnya harga pada tingkat petani produsen sehingga mengurangi pendapatan yang diterima oleh petani produsen. Sebaliknya, dengan jalur rantai pemasaran yang pendek dapat meningkatkan daya beli konsumen pada harga yang layak dan meningkatkan penerimaan petani produsen karena dengan jalur tataniaga yang pendek petani produsen dapat menjual produknya lebih tinggi. Pemasaran dimulai jauh sejak sebelum barang-barang diproduksi, tidak dimulai pada saat produksi selesai, juga tidak berakhir dengan penjualan. Keputusan yang diambil di bidang pemasaran ditujukan untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya, serta promosinya. Yang penting pengusaha dapat memberikan kepuasan kepada konsumen jika menginginkan usahanya berjalan terus, atau konsumen mempunyai pandangan yang baik terhadap usahanya. Jaminan yang lebih baik dilakukan setelah penjualan. Sedangkan penjualan itu hanya merupakan satu kegiatan di dalam pemasaran. Kotler (1999) mendefinisikan penjualan adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang/jasa yang di tawarkannya.
63
Dalam usahatani petani berperan sebagai pengelola termasuk pengambilan keputusan atau penetapan pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Menurut Mosher (1987), Sejalan dengan majunya pertanian petani harus lebih banyak lagi mengembangkan kecakapannya dalam berjual beli. Petani harus dapat menentukan berapa banyak hasil tanaman yang perlu disimpan dan berapa banyak yang akan dijual. Kapan harus menjual produknya dan kepada konsumen mana produk tersebut harus dijual. Proses jual beli bukan merupakan bagian dari peranan petani yang usahataninya sepenuhnya subsisten, dimana tidak ada bahan yang dibeli dan semua hasil dikonsumsi keluarga. Akan tetapi pembangunan pertanian justru tergantung pada usahatani yang sifatnya menjadi lebih komersil, yaitu dengan makin banyaknya sarana produksi yang dibeli serta makin banyaknya produk yang dijual ke pasar. Beberapa penelitian yang dekat dengan persoalan strategi penjualan melon, telah dilakukan beberapa peneliti antara lain Sri budhi (1993), Nuryanti (2001). Sri Budhi (1993), mengadakan penelitian tentang pengaruh faktorfaktor sosial ekonomi terhadap keputusan petani untuk meningkatkan luas areal penanaman kentang dimana dalam penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh harga dan faktorfaktor sosial ekonomi terhadap keputusan petani untuk meningkatkan luas areal kentang. Kesimpulan dari penelitiannya, Sri Budhi menyatakan bahwa faktor-faktor sosial petani yang berpengaruh terhadap luas areal kentang di Kecamatan Baturiti Kabupaten
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 Tabanan adalah modal petani, umur petani, serta pengalaman petani. Modal petani berpengaruh positif terhadap luas areal kentang. Umur petani yang dinyatakan dalam tahun berpengaruh positif terhadap luas areal kentang dan pengalaman petani yang dinyatakan dalam lamanya petani pernah mengusahakan tanaman kentang berpengaruh positif terhadap luas areal kentang di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan. Berbagai macam tehnik yang digunakan untuk menentukan harga suatu produk diantaranya melalui perundingan (kesepakatan) secara perorangan. Kesepakatan perseorangan adalah proses tawar menawar yang sederhana antara pembeli dan penjual dalam melakukan transaksi. Penjual berusaha untuk memperoleh harga yang setinggi-tingginya dan pembeli berusaha untuk memperoleh harga yang serendah mungkin. Nuryanti (2001), meneliti faktorfaktor Sosial yang mempengaruhi keputusan petani menjual padi hasil panenan di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Tujuan dari penelitian mengidentifikasikan dan menganalisa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani menjual padi sesudah panen dan menghitung besarnya keuntungan yang mungkin diraih petani yang menyimpan hasil panen dalam bentuk gabah atau beras dan menjual pada periode yang akan datang. 2. Produksi dan Konsumsi di Kabupaten Ngawi Di Kabupaten Ngawi usaha peningkatan produksi tanaman pangan adalah dengan penetapan susunan produksi, luas panen serta rata-rata
64
produksi per Ha. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
C. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sistim penjualan melon secara borongan apakah menguntungkan petani secara maksimal dan dapat meningkatkan pendapatannya. Adapun sistim penjualan melon yang selama ini dilakukan petani adalah: 1. Sistim Borongan atau Tebasan Adalah sistim penjualan dimana menjual tanaman yang hampir masak/siap untuk dipanen. Proses diawali dengan memperkirakan hasil, dikalikan harga saat itu, kemudian terjadi tawar menawar dan penentuan harga jadi. Biasanya dilakukan 10 sampai dengan 4 hari sebelum panen. 2. Sistim Penjualan Dengan Kiloan
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 Adalah sistim penjualan dimana petani selaku penjual dan pedagang selaku pembeli mengadakan proses tawar menawar harga sesuai dengan kualitas dan berat hasil panen. Harga ditentukan pada saat tawar menawar dan biasanya dilakukan 10 sampai dengan 4 hari sebelum panen. D. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Kabupaten Ngawi. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena Kabupaten Ngawi sebagai daerah penghasil utama buah melon yang ada di Jawa Timur, bahkan untuk ukuran Nasional Ngawi juga merupakan pemasok utama untuk buah melon ini. 2. Populasi dan Sampel Populasi adalah petani yang menanam Melon tanpa mempertimbangkan waktu penanaman, namun hanya mempertimbangkan panen yang dilakukan petani. Sampel dipilih secara stratified random sampling dengan jumlah sample 80 responden. Sampel diambil dari masing-masing perlakuan dan dipilih berdasar luas areal tanam yang dikonversikan dengan jumlah tanaman mengingat cara penghitungan tanaman adalah perpohon bukan persatuan luas. Pembagian petani dinyatakan dalam petani dengan areal tanam sempit, sedang dan luas. Perhitungan dilakukan dengan perhitungan Spearmann dan Selang dibagi 3 (tiga), yaitu Jumlah tanaman terbesar (10.000 bt) dikurangi terkecil (3.000 bt) dibagi 3 (tiga). ( 10.000 - 3.000) : 3 = 2.333 Dengan demikian petani rresponden yang dijadikan sample dengan klasifikasi sebagai berikut:
65
Sempit jumlah tanaman 3.000 s/d 5.333 bt Sedang jumlah tanaman 5.334 s/d 7.666 bt Luas jumlah tanaman 7.666 s/d 10.000 bt Untuk Pedagang tidak diambil/ tidak digali informasinya karena selain pedagang banyak yang berasal dari luar daerah juga informasi mengenai pedagang telah dianggap cukup dari petani yang berhubungan dengan pedagang. Pedagang biasanya mempunyai tenaga khusus yang bertugas sebagai intervening atau perantara antara pedagang dengan petani. Peran perantara ini adalah selain sebagai penghubung juga sebagai tenaga pengecek jumlah tanaman, hasil dan kualitas. Perantara cenderung memihak pedagang dengan memperkirakan hasil selalu rendah, karena kaitannya dengan fee yang akan mereka terima dari pedagang. Perantara bertempat tinggal dekat dengan petani bahkan tidak sedikit sebenarnya yang bekerja sebagai tenaga lepas pada petani, namun mereka sambil mencari informasi siapa saja petani yang mendekati panen. 3. Tehnik Pengumpulan dan Jenis Data yang Diperlukan Untuk mendapatkan macammacam data-data yang diperlukan, dilakukan pencarian melalui sumber yang biasa memiliki data yang dimaksud. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer di dapat dari petani dan data sekunder di dapat dari pihak kedua atau instansi terkait misalnya Dinas Pertanian. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tehnik yaitu : 1. Angket (kuesioner)
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 Kuesioner diberikan kepada petani melon dan bila belum mengerti isian dapat bertanya dan diberi penjelasan. 2. Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung berhadapan dengan petani dan pedagang atau tidak langsung yaitu memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain. 3. Observasi Pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi usaha tani dan cara penjualannya. 4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Agar terjadi kesamaan persepsi maka perlu adanya batasan-batasan, dalam penelitian ini batasan dan pengukuran variabel sebagai berikut: a. Penjualan adalah pertukaran antara buah melon dari petani dengan uang dari pedagang di tempat/lokasi usahatani. b. Petani adalah orang yang berusahatani dengan menanam melon dan pernah menjual hasil panennya secara borongan. c. Pedagang adalah orang yang membeli melon di atas lahan. d. Total produksi adalah jumlah buah melon yang dihasilkan dalam sekali penanaman dinyatakan dalam Kg. e. Total Pendapatan adalah uang yang dihasilkan dari sekali penanaman (Rp). f. Biaya total (Total Cost) adalah keseluruhan biaya yang
66
dikeluarkan untuk penanaman (Rp).
sekali
5. Analisa Data Data yang terkumpul kemudian dianalisa untuk mengetahui bagaimana dan apa hubungannya dengan permasalahan yang ada. Analisa yang dilakukan adalah: Analisa Pendapatan; Pendapatan = Total penerimaan – Total pengeluaran atau MR = TR – TC Analisa Kelayakan Usahatani Total Penerimaan B/C Ratio = Total Biaya Produksi Analisa Titik Impas (BEP) BEP Volume Produksi = Total biaya produksi = Harga BEP Harga Produksi = Total biaya produksi = Total produksi Untuk data yang terkumpul akan dilakukan analisa perhitungan dan juga dilakukan analisa deskriptif. E. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Petani Petani di Ngawi berusahatani melon sekarang ini tanpa mengenal waktu, artinya tanpa mempertimbangkan musim. Setiap saat akan ada petani yang mulai menanam maupun yang sedang dan sudah panen, baik di
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 musim hujan maupun musim kemarau. Di musim kemarau memang akan lebih banyak petani yang menanam melon, biasanya mulai bulan mei dimana saat itu usai panen padi musim tanam I. Ini akan berlanjut sampai dengan bulan oktober dimana saat musim hujan petani akan mulai berkurang yang menanam melon namun tidak sedikit yang tetap menanam melon. Bulanbulan Mei sampai oktober inilah saat sangat banyak tanaman melon ditanam. Hasil investigasi Tabloid Suara Ngawi (2001), hasil panen dalam satu musin ini mencapai 32 ribu ton, itu adalah yang berkualitas super dan bila harga rata-rata Rp. 5.000 per kilogram, maka perputaran uang didaerah bisa mencapai 160 milyar rupiah. Di musim hujan petani yang menanam melon berkurang, ini disebabkan resiko budidaya lebih tinggi. Resiko meliputi resiko kegagalan sampai dengan kecenderungan hasil yang berkualitas tidak sebaik di musim kemarau dan harga yang relatif menurun. juga masih ada pesaing buah melon di musim hujan yaitu mulai banyak buah lain yang masuk dan ditawarkan ke pasar (Mangga, rambutan). Hal inilah yang menyebabkan petani yang menanam melon tinggal kira-kira 30 persen dari musim kemarau. Namun peluang dengan berkurangnya petani yang menanam dimanfaatkan oleh petani lain untuk tetap menanam sehingga karena adanya penurunan jumlah panen akan dapat memperbaiki harga. Mekanisme pasar bila penawaran menurun permintaan tetap maka harga naik. Perbedaan budidaya dimusim kemarau dengan musim hujan adalah pada proses perawatan tanaman. Sedangkan pada proses penjualan mengalami perubahan pada perilaku
67
pedagang dilahan dimana mereka semakin selektif dalam hal penawaran dan pembeliannya. Kalau biasanya pada musim kemarau mereka begitu dihubungi langsung merespon dengan mendatangi dan melakukan penawaran, bila musim hujan mereka akan mempertimbangkan atau tidak langsung mendatangi, itupun kalau datang belum tentu melakukan penawaran harga. 2. Produksi 2.1. Alasan Menanam Melon Dari hasil penelitian melalui daftar pertanyaan yang didapat berdasar pada tiga strata, dapat dijelaskan bahwa motivasi petani untuk menanam melon adalah untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik, dari luas lahan yang tidak begitu luas yang dimiliki oleh petani bila ditanami padi maka tidak akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan lahan yang sama tapi ditanami melon. Walaupun usahatani melon membutuhkan biaya, tenaga, pikiran dan resiko yang lebih besar dibandingkan usahatani padi atau tanaman kedelai tapi harapan keuntungan lebih menjanjikan. Inilah yang membuat petani berani menanggung resiko. Dari 80 orang petani yang ditanya semua menjawab ingin meningkatkan pendapatan dari usahataninya. Ini berarti seratus persen petani mempunyai keinginan meningkatkan pendapatan , baik dari strata sempit, sedang maupun luas. 2.2. Tenaga Kerja Menanam melon merupakan usahatani yang membutuhkan ketrampilan khusus, seperti usahatani hortikultura umumnya sangat banyak modal yang harus dikeluarkan. Petani
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 harus benar-benar siap dalam penyediaan baik sarana maupun prasarana, biaya dan tenaga. Untuk tenaga kerja dimulai dari pengolahan tanah membuat guludan, memberi pupuk dasar, menutup dengan mulsa, memasang ajir, pembenihan dan penanaman. Tenaga kerja paling banyak diperlukan untuk perawatan pasca penanaman. Pekerjaan pasca penanaman adalah pemupukan, wiwil cabang, menali batang pada ajir, penyemprotan, pemangkasan dan penyeleksian buah yang terbaik sehingga tinggal satu buah saja dalam satu batang tanaman. Perawatan dan pemberian zat pengatur tumbuh dan penyubur. Semua pekerjaan tersebut membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan juga memahami cara-cara melaksanakanya. Selain perlakuan-perlakuan tersebut pekerjaan pengaturan pengairan dan drainasenya juga sangat penting, oleh sebab itu tidak sembarang orang dapat menangani dan bekerja dibidang ini. Dibutuhkan pengalaman dan latihan yang cukup bagi seseorang yang akan menjadi tenaga yang terampil. Dari hasil penelitian tenaga kerja yang dipakai oleh petani di semua strata adalah alternatif jawabannya sama yaitu memakai tenaga tetangga dan mendatangkan dari lain desa selain memakai tenaga keluarga sendiri. Tenaga kerja yang didatangkan dari desa lain biasanya adalah tenaga tukang atau teknisi yang bertanggung jawab atas segala sesuatunya dari pengolahan tanah sampai dengan panen. Teknisi bertugas mengatur tentang pekerjaan apa yang harus dilakukan, kapan pekerjaan dilakukan dan seberapa perlunya juga berapa tenaga yang harus menangani. Jadi berhasil atau tidaknya usaha tani melon
68
sangat tergantung pada teknisi ini. Ketrampilan dan pengalamannya memang dituntut tinggi. Sistim penggajian seorang teknisi adalah kontrak dalam satu kali usaha tani melon yaitu mulai penyemaian sampai dengan panen. Sedangkan untuk tenaga yang lain biasanya adalah dengan sistim harian tergantung pada perjanjiannya. Biaya untuk keseluruhan tenaga kerja ini dapat mencapai tiga puluh lima sampai dengan empat puluh lima persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani melon. Dari segi sosial ekonomi sebenarnya usahatani melon sangat potensial untuk penyediaan lapangan kerja guna mengurangi angka pengangguran di desa. 2.3. Jenis Yang Ditanam Dari hasil penelitian menunjukkan jenis melon yang ditanam oleh petani, sebenarnya banyak jenis benih melon yang ada dipasaran namun dari pengamatan awal hanya tiga sampai empat jenis yang pernah ditanam oleh petani di Ngawi, itupun sebenarnya hanya ada satu jenis yang paling dominan. Untuk strata sempit dan strata sedang semua petani menanam jenis yang sama yaitu jenis Action 434 ini terlihat dari 100% menjawab menanam jenis Action 434, Bila tidak ada benih jenis ini petani dari kedua strata tersebut tidak menanam karena tidak mau berspekulasi dan belum tentu menguntungkan. Sedangkan untuk petani dari strata luas 75% menanam jenis Action 434, yang dua puluh lima persen menanam jenis lain yaitu Sky Rocket. Alasan mereka menanam melon jenis sky rocket adalah karena adanya kelangkaan jenis action 434, selain itu jenis sky rocket sepintas
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 penampilan luarnya ada kemiripan dengan jenis action 434. Untuk keseluruhan responden jenis melon yang ditanam petani, tujuh puluh lima orang menanam jenis melon Action 434, mencapai 93,75% dari keseluruhan responden. Sisanya sebanyak lima orang atau 6,25% menanam melon jenis Sky Rocket. Alasan petani menanam melon jenis Action 434 adalah karena jenis ini dalam usahataninya lebih mudah perawatannya, lebih tahan terhadap serangan hama penyakit, juga perubahan cuaca terutama di musim hujan. Selain itu hasil buahnya memiliki berat, warna, besar dan rasa yang sudah dapat diterima oleh konsumen. Jala yang terbentuk pada permukaan buah juga penuh dan tebal serta merata. Jenis Sky Rocket yang sebenarnya lebih dahulu dikenal oleh petani namun dibandingkan jenis Action 434 relatif lebih sulit perawatannya terutama bila terjadi perubahan cuaca di musim hujan. Selain itu berat dan besar buah masih kalah baik dibandingkan dengan action 434. 2.4. Umur Panen Panen buah melon dipengaruhi oleh varietas, cuaca dan tempat penanaman. Kadar gula pada buah melon akan meningkat pesat pada saat buah akan masak. Pemetikan dilakukan satu kali, karena proses kematangannya bersamaan. Untuk menentukan waktu petik selain diketahui dari umur tanaman dapat juga dilihat ciri-ciri buah melon yang siap panen. Ciri-ciri buah melon yang siap dipanen diantaranya : 1. Terbentuknya rekahan antara pangkal tangkai buah dengan buahnya, sehingga rekahan tersebut menyerupai cincin.
69
2. Pada buah melon yang berjala, kenampakan jala (net) sudah memenuhi seluruh permukaan buah dan tampak jelas. 3. Menunjukkan aroma harum pada buahnya dan diperkirakan 80 % dari total tanaman telah memenuhi syarat. 4. Kulit buah berwarna kekuningkuningan. 5. Dahan dan daun telah kelihatan menua. 6. Tangkai buah telah retak. Penentuan masak buah untuk panen ini sangat berpengaruh terhadap mutu akhir buah setelah panen dan lamanya penyimpanan buah. Penentuan saat panen yang terlambat dapat mempercepat proses pembusukan buah. Buah melon yang terlalu masak dapat menyulitkan pemasaran dan kalau terjadi kelambatan penjualan akan banyak buah yang rusak dan busuk. Sedangkan apabila buah dipanen terlalu awal akan menurunkan mutu buah. Menurunnya mutu buah disebabkan karena buah belum mengalami kemasakan yang optimal sehingga kadar gulanya masih rendah. Disamping itu ukuran buah belum maksimal dan masih kecil-kecil. Namun pemasakan buah yang disesuaikan dengan permintaan dan untuk mengejar harga dapat dilakukan dengan cara Pengethrelan agar buah dapat masak secara bersamaan dan ini yang dilakukan baik oleh petani maupun pedagang buah melon. Pengetrhrelan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk memberikan pestisida pada buah agar menjadi lebih cepat masak bersamaan dan perlakuannya adalah dengan cara disemprotkan pada buah melon yang sudah tua atau mendekati tua. Dari
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 hasil penelitian petani strata sempit yang dipanen buahnya pada umur antara 55 sampai dengan 60 hari mencapai 26 orang berarti 65% memanen tepat waktu sedangkan 14 orang atau 35 % dipanen lebih lambat. Pada petani strata sedang panen yang dilakukan pada umur 55 sampai dengan 60 hari ada 16 orang atau 80 % dari strata ini, yang panen lebih dari 60 hari adalah 4 orang atau 20 % dari petani strata sedang. Pada strata luas yang memanen tanaman melonnya umur 55 sampai dengan 60 hari ada 19 orang atau 95 % dari petani strata ini, sisanya 1 orang atau 5 % memanen lebih dari 60 hari. Kelambatan ini disebabkan oleh lakunya hasil memang sudah mendekati 60 hari sehingga waktu pengethrelannya lebih lambat. Penyebab lainnya memang pedagang mengulur waktu pemanenan untuk menunggu harga yang lebih baik dibandingkan harga pada waktu kesepakatan. Dari hasil penelitian pada seluruh responden tanpa mempertimbangkan strata, panen yang dilakukan pada umur tanaman mencapai 55 sampai 60 hari sebanyak 61 orang (76,5%) menginnginkan dan melakukan pemanenan pada umur ini. Sedangkan 19 Orang (23,75%) memanen tanaman pada umur tanaman lebih dari 60 hari. Yang memanen pada umur tanaman kurang dari 55 hari tidak ada karena mutu buah masih rendah. 3. Penjualan Hasil Hal yang perlu dilakukan petani ketika umur tanaman sudah lebih dari 50 hari atau 10 hari sebelum panen adalah mulai memikirkan penjualan hasil. Pada umur tanaman sudah lebih dari 50 hari petani mulai menghubungi pedagang dan membuat perjanjian
70
kapan pedagang datang dan melihat tanamannya. Cara menghubungi ini dapat melalui telpon atau dipesankan pada petani temannya yang sedang panen dan telah didatangi pedagang, cara lainnya adalah mendatangi perantara dari pedagang. 3.1. Pembeli Hasil Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hasil dibeli oleh pedagang, dari semua strata sempit, sedang, maupun luas tidak ada hasil yang dibeli langsung oleh konsumen ataupun oleh pabrik makanan atau minuman. Sebanyak 100% responden menjual hasilnya kepada pedagang. 3.2. Cara Penawaran Petani dalam menawarkan hasil dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu dengan menghubungi perantara ataupun dengan menghubungi pedagang langsung, ataupun bisa juga dengan menunggu kedatangan pedagang atau perantara. Hasil pertanyaan bagaimana cara penawaran hasil yang dilakukan petani adalah yang melakukan cara penawaran dengan menghubungi pedagang sebanyak 36 orang pada strata sempit, ini berarti 90% dari strata ini, sedangkan yang 4 orang dan merupakan 10% dari strata sempit melalui perantara. Pada petani strata sedang 20 orang menghubungi pedagang yang berarti 100% dari petani strata sedang, demikian pula pada strata luas semua sebanyak 20 orang atau 100% menawarkan hasil pada pedagang. Jadi kalau semua petani tanpa memperhatikan strata sebanyak 76 orang atau 95% menawarkan hasil dengan menghubungi pedagang. Disini kelihatan
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 bahwa petani harus aktif dalam menawarkan hasil tanamannya. 3.3. Proses Tawar Menawar Proses tawar-menawar dilakukan dilahan setelah pedagang melihat dan mempertimbangkan perkiraan hasil dari seluruh panenan. Tidak semua pedagang yang melihat akan melakukan penawaran harga pembelian bila pertimbangannya bahwa hasil atau kualitas buahnya tidak memadai. Dalam hal melakukan tawar menawar antara pedagang dan petani biasa petani tetap dalam posisi tawar yang lemah, tetapi kalau hasil tanamannya bagus juga umur tanaman masih dibawah 55 hari petani masih mempunyai posisi tawar yang lebih baik. Karena petani masih mempunyai waktu untuk bertahan, juga karena mutu hasil kelihatan bagus maka pedagang yang tahu akan berusaha mendapatkan atau melakukan penawaran yang lebih baik. Dari semua petani responden semua strata mengadakan proses tawar menawar di atas lahan dilakukan setelah pedagang melihat dan mempertimbangkan hasil. Bila pedagang menawar, maka dari strata sempit 33 orang atau 82,5% menjual pada pedagang langganan sedang yang 15 orang atau 12,5% masih membandingkan dengan pedagang yang lain jadi dijual kepada pedagang yang menawar dengan harga terbaik. Sisa 2 orang atau 5% responden menjual hasil pada pedagang pertama yang menawar. Pada petani strata sedang yang menjual pada pedagang langganan sebanyak 17 orang atau 85%, 3 orang atau 15% menjual pada pedagang lain yang memberikan harga terbaik. Petani strata luas mejual pada pedagang langganannya 19 orang atau
71
95% yang 1 orang atau 5% menjual pada pedagang lain yang memberi harga terbaik. Dari ketiga strata dapat dijabarkan bahwa rata-rata petani sudah menjalin hubungan kerjasama dengan pedagang langganan, ini terlihat dari 69 orang atau 86,25% tetap menjual pada pedagang langganan. Kerjasama akan terus berlanjut selama kepercayaan antara petani dan pedagang belum hilang dan tidak ada permasalahan antara mereka. 3.4. Tempat Tawar Menawar Proses tawar menawar dilahan terjadi bila pedagang telah melihat dan mempertimbangkan perkiraan hasil. Kemudian akan terjadi proses penentuan sistim penjualan hasil oleh petani atau sistim pembelian oleh pedagang. Keuntungan tawar menawar yang dilakukan dilahan adalah petani dan pedagang sama-sama dapat melihat dan membandingkan perkiraan masing-masing, serta baru melihat dan pertimbangan masih bagus karena barang yang dilihat masih di dekatnya. Sedangkan bila dilakukan ditempat lain kemungkinan untuk membandingkan dan memperkirakan akan lebih kurang teliti dan bagus karena kemungkinan tawar menawar terjadi keesokan harinya atau tertunda, padahal perkembangan tanaman melon dilahan akan sangat cepat atau perubahan pada fisik hasil akan berubah kalau tanpa perawatan yang bagus. Tempat tawar menawar yang dilakukan antara pedagang dan petani dapat dijelaskan bahwa petani pada strata sempit paling banyak melakukan tawar menawar dilahan yaitu sebesar 92.5% atau sebanyak 37 orang, artinya petani memang banyak yang telah siap di lahan atau tetap menunggui dan
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 bekerja dilahan dibandingkan strata di atasnya. Namun ada juga yang melakukan tawar menawar di rumah sebanyak 3 orang atau sebanyak 7.5%. Pada strata sedang yang paling banyak disbanding strata lain melakukan tawara menawar dirumah yaitu sebesar 25% atau 5 orang, sedang sisanya sebanyak 75% masih melakukan tawar menawar di lahan. Tempat dilakukan dirumah ini ada karena petani sudah pulang ataupun tidak ke lahan pada saat pedagang melihat tanamannya. Pada strata luas petani yang melakukan tawar menawar di lahan ada 80%, sedang yang 20% melakukan di rumah. 3.5. Sistim Penjualan Penentuan sistim penjualan ini akan dipengaruhi oleh perkiraan hasil, umur tanaman, informasi harga pada saat itu, dan resiko yang harus ditanggung masing-masing pihak. Sistim penjualan yang dikehendaki petani biasanya lebih suka menjual dengan sistim borongan mempunyai pertimbangan bahwa dapat langsung mengetahui hasil (untung atau rugi), resiko penurunan harga, ketenangan selama menunggu panen karena sudah laku, resiko kehilangan atau kerusakan kecil sampai dengan panen, selain itu kebiasaan ini didasari oleh pertimbangan bahwa antara perkiraan berat buah tidak berselisih besar. Juga pembagian resiko antara petani dan pedagang. Pedagang akan sangat berhati-hati dengan perkiraan hasil dan pertimbangan apakah nanti pada saat panen harga tetap, turun atau naik, fluktuasi harga sangat dipertimbangkan oleh pedagang, karena ketepatan perkiraan inilah yang akan menentukan keberhasilannya dalam berdagang. Fluktuasi harga biasanya yang paling berpengaruh adalah keadaan pasar di sentra-
72
sentra pemasaran yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Malang, mengingat bahwa hasil terbesar melon penjualannya ke sentrasentra tersebut. Semua responden sama-sama menjual dengan dua sistim penjualan yaitu dengan borongan ataupun kiloan. Semua strata tidak berbeda. Hambatan-hambatan yang sering ditemui di dalam penjualan buah melon adalah apabila pedagang yang dihubungi baik pedagang langganan maupun pedagang lain tidak segera datang dan cenderung megulur waktu maka proses tawar menawar akan semakin memperlemah posisi petani dalam penentuan harganya. Bila tercapai kesepakatan cara penjualan dan harga petani masih belum dapat tenang bila pedagang masih mengulur waktu pengethrelan dan waktu pemetikanpun masih ditunda sehingga petani tidak segera mendapatkan pembayaran. Bahkan banyak kejadian sudah terjadi kesepakatan harga pedagang masih menguranginya pada waktu panen. Dengan demikian posisi tawar petani tetap akan lemah karena keadaan bila terjadi ketidaksesuaian pedagang akan meninggalkan dan petani akan kesulitan menjual padahal sudah terlanjur dipanen sedang pedagang lain tidak akan mau membeli. Yang ada hanya pedagang BS yaitu pedagang yang khusus membeli buah melon dengan mutu rendah (BS) atau buah sisa yang tidak di bawa oleh pedagang yang megirim ke sentra-sentra pemasaran. 3.6. Manfaat dan kerugian Selain hambatan-hambatan ada factor-faktor yang dapat membuat lancarnya penjualan oleh petani yaitu makin banyaknya pedagang luar kota yang datang dan mereka bersaing antar
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239
73
pedagang untuk mengadakan pembelimengambil keputusan melakukan an dari hasil tanaman petani, ini akan keputusan untuk menggunakan salah mulai membantu posisi tawar petani. satu sistim penjualan yang dianggap Juga manfaat-manfaat yang lain adalah paling menguntungkan bagi dirinya. pertimbangan petani makin berani E.3.7. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Petani
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239
Dari data setelah dihitung maka margin atau pendapatan yang diperoleh petani untuk penjualan dengan sisitim borongan didapat pendapatan rata-rata (MRrb) sebesar Rp. 3.822.500. didapat dari total penerimaan rata-rata (TRrb) dikurangi total biaya produksi rata-rata (TCrb). MRrb
= TRrb - TCrb = 11.316.250 - 7.493.750 = Rp. 3.822.500
Untuk perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan B/C Rasio bagi petani yang menjual dengan sistim borongan dimana didapat B/C Ratio sebesar 1,51. Break Event Point (BEP) volume produksi
74
petani yang menjual dengan sistim borongan Break event point (BEP) volume produksinya adalah sebesar 17.885,48 Kg/Ha, dan BEP harga produksi adalah Rp. 873,56/Kg. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dan mengalami pembahasan maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan. 1. Sistim penjualan borongan dapat meningkatkan pendapatan petani dan alasan petani memilih sistim penjualan borongan adalah karena ingin membagi resiko
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)
MEDIA SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009 ISSN 1978 – 6239 dengan pedagang, kepastian keuntungan lebih awal, ketenangan. 2. Keuntungan rata-rata yang didapat petani dari sistim penjualan borongan adalah sebesar Rp.11.908.099,69/Ha. 3. Proses penentuan harga masih banyak dipengaruhi oleh harga melon disentra-sentra pemasaran, pedagang, mutu buah, Umur tanaman. 4. Posisi tawar petani masih sangat lemah dibandingkan dengan posisi tawar pedagang. Pedagang lebih banyak menentukan harga dibandingkan petani yang menerima harga. 2. Saran Berdasarkan kesimpulan dapat dikemukakan beberapa saran yaitu: 1. Perlunya petani mengetahui sistim penjualan yang menguntungkan. Juga informasi terutama harga, mutu dan kemauan pasar dengan menerapkan strategi produksi (peningkatan kualitas dan kuantitas) dan strategi harga (sistim penjualan). 2. Perlu adanya wadah yang dapat membantu petani untuk menguatkan posisi tawarnya, semisal forum, koperasi atau asosiasi petani karena posisi tawar perseorangan petani yang lemah.. 3. Perlunya pemerintah kabupaten ngawi lebih serius membantu mengangkat produk unggulannya yaitu Melon.
75
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2001. Tabloid Suara Ngawi. No. 01 th I Okt 2001. Hal 3 Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2000. Laporan Tahunan . Kabupaten Ngawi. Downey.W.D dan PS.Erickson. 1987. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta. Kotler.P, Armstrong.G. 1999. Dasardasar Pemasaran. PT. Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta. Mosher, AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasa Guna. Jakarta. Nuryanti.S. 2001. Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang mempengaruhi Keputusan Petani Menjual Padi Hasil Panen di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Tesis. PPS UGM. Jogyakarta. Samadi. 1995. Usahatani Melon. Kanisius. Jogyakarta. Soekartawi. 1989. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Rajawali. Jakarta ______, 1999. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sri budhi.M.K. 1993. Pengaruh Harga Dan Faktor-faktor Sosial Ekonomi Terhadap Keputusan Petani Untuk Meningkatkan Luas Areal Kentang di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan Propinsi Bali. Tesis PPS UGM. Jogyaka
Rudy Bintoro HL., Pengaruh Penjualan Melon Secara Borongan Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Kabupaten Ngawi)