1
PENGARUH PENGGUNAAN PENGGUNAAN MEDIA GRAFIS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIA SISWA PADA MATERI DIMENI DUA Windra Kukus1, Ali Kaku2, Usman Gani3 Jurusan Pendidikan Matematika 1) Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika 2) Dosen Pembimbing I Pendidikan Matematika 3) Dosen Pembimbing II Pendidikan matematika ABSTRAK Penelitian yang dilakukan merupakan suatu kajian studi eksperimen di salah satu SMK yang ada di Kota Gorontalo, yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan media grafis dengan pembelajaran yang tidak menggunakan media grafis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang ada di SMK Negeri 1 Gorontalo untuk tahun ajaran 2012/2013, Sample dalam penelitian ini adalah kelas X AK6 dengan jumlah 29 siswa dan Kelas X UPW2 dengan jumlah 30 siswa. Sampel ini ditentukan dengan menggunakan cluster random sampling. Data penelitian dikumpulkan melalui instrumen tes essay dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan melalui tabel distribusi frekuensi dengan mempersentasikan rata-rata dan analisis inferensial dilakukan melalui uji-t untuk menguji hipotesis penelitian. Maka rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matemtika siswa menggunakan statistik uji t. Dari hasil pengujian hipotesis pada taraf signifikan didapatkan thitung > ttabel yaitu 3,412 > 1,671. Sehingga dari hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang berarti, dimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan pembelajaran menggunakan media grafis lebih unggul dari pada kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran konvensional.
Kata kunci : Media Grafis, Kegiatan Guru, Aktivitas Siswa dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
2
I.
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting
untuk di pelajari oleh peserta didik dijenjang pendidikan manapun. Anak didik memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer. Selain itu, agar mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya, dan agar para siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, beserta bersikap positif dan berjiwa kreatif. Salah satu tujuan pembelajaran Matematika yaitu menekankan kepada kemampuan pemecahan masalah dan menerapkan matematika (NCTM). pemecahan masalah pada hakikatnya belajar berfikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason) yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai. Sobel dan Maletsky (2004: 78), berpendapat pemecahan masalah dimungkinkan akan terus mendominasi diskusi tentang kurikulum matematika di abad 21. Pendidikan matematika merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam menghadapi era globalisasi. Guru selaku pelaksana pendidikan memiliki tanggung jawab yang amat besar dalam menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki ilmu pengetahuan dan mampu menyerap teknologi yang saat ini maju dengan pesatnya. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru matematika harus memiliki
kemampuan
yang
cukup
memadai
dalam
mengelola
proses
pembelajaran, sehingga memungkinkan terjadinya iklim belajar dan mengajar yang kondusif, serasi dan kreatif, serta dapat membengkitkan motivasi dan minat belajar siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dalam pejaran matematika, serta kaitannya
3
dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini penting karena pada dasarnya pelajaran matematika bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir, berkomunikasi, menghitung, mengukur, dan memecahkan berbagai persoalan praktis dalam kehidupan sehari-hari (Uno, 2011: 129). Salah satu tujuan pembelajaran Matematika yaitu menekankan kepada kemampuan pemecahan masalah dan menerapkan matematika (NCTM). pemecahan masalah pada hakikatnya belajar berfikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason) yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai. Sobel dan Maletsky (2004: 78), berpendapat pemecahan masalah dimungkinkan akan terus mendominasi diskusi tentang kurikulum matematika di abad 21. Namun dari hasil studi pada tahun 2009 yang dilakukan oleh PISA (Programme
for
International
Student
Assesment)
khususnya
pelajaran
matematika menyatakan bahwa Indonesia berada pada peringkat 61 dari 65 negara. Dimana soal-soal matematika dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi daripada soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan semata. Jelas bahwa laporan PISA menunjukkan kemampuan pemecahan masalah dalam pelajaran matematika merupakan bagian yang sangat penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan. Oleh karena itu diharapkan guru menjadi peran utama untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Namun untuk mendapatkan keberhasilan dalam proses pembelajaran bukanlah hal yang mudah, guru dituntut harus kreatif dalam mengelolah kelas dan memberikan suasana belajar yang menunjang untuk siswa. Pemilih strategi, metode, atau media yang tepat dalam pembelajaran, dapat memudahkan siswa dalam menerima materi yang diberikan guru, sehingga keberhasilan pembelajaran bisa dicapai.
4
Situasi inilah yang ditemukan peneliti setelah mendapat informasi dari salah satu guru yang mengajar di SMK N 1 Gorontalo, dimana siswa masih banyak kesulitan untuk dapat memecahkan soal-soal matematika, khususnya pokok bahasan materi dimensi dua. Hanya sebagian siswa yang dapat mengerjakan soal dengan benar dan tersistematis. Sebagian bahkan tidak tahu apa yang harus dikerjakan, ini dikarenakan sebagian besar siswa kurang memberikan perhatian setiap psoses pembelajaran berlangsung, siswa cenderung tidak aktif dan kurangnya timbal balik yang diberikan siswa. . Media sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar dan sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran, hendaknya digunakan dan dipilih atas dasar tujuan dan bahan pelajaran yang telah ditetapkan, oleh karena itu guru sebagai subyek pembelajaran harus dapat memilih media dan sumber belajar yang tepat, sehingga bahan pelajaran yang disampaikan dapat diterima siswa dengan baik Salah satu inovasi yang guru bisa lakukan dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan media grafis atau gambar diam(gambar/foto, grafik, poster, kartun, peta, dan lain-lain). Helmi Hasan (2003:41) menyatakan bahwa media grafis berfungsi khusus untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan.. Oleh karena itu penggunaan media grafis dapat menciptakan pembelajaran lebih menarik karena keterlibatan emosi siswa akan sangat mempengaruhi memori dan daya ingat akan bahan-bahan yang mereka pelajari. Dalam pembelajaran matematika, peran media grafis akan lebih besar pada materi yang membutuhkan visualisasi seperti materi Dimensi Dua. Guru dapat memanfaatkan berbagai media grafis yang ada dalam memvisualisasikan materi Dimensi Dua. Apalagi jika didukung dengan tampilan-tampilan yang menarik Hal ini tentunya akan lebih memacu aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Mohammda Zain dalam Milman Yusdi (2010:10) mengartikan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sementara itu, Robbin (2007:57) kemampuan berarti kapasitas
5
seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dilakukan seseorang. Menurut Matlin (dalam Abdjul, 2010 : 18), berdasarkan strukturnya masalah matematika dapat dibedakan menjadi masalah yang terdefinisi dengan baik dan masalah (well-defined problem) yang tidak terdefinisi dengan baik (illdefined problem). Dengan perincian bahwa masalah yang terdefinisi dengan baik adalah situasi masalah yang pernyataan asli atau asal, tujuan dan aturan-aturannya terspesifikasi. Sebaliknya, masalah yang tidak terdefinisi dengan baik adalah masalah yang pernyataan asal, tujuan dan aturan-aturannya tidak jelas sehingga tidak memiliki cara sistematik untuk menemukan solusi. Pemecahan masalah matematika merupakan salah satu aspek kemampuan yang termasuk dalam kategori aspek berpikir matematik tingkat tinggi, yang menurut Romberg (Abdjul, 2010 : 21) yaitu: pemecahan masalah matematik, komunikasi matematik, penalaran matematik, dan koneksi matematik. Oleh sebab itu sudah selayaknya jika pemecahan masalah mendapat perhatian yang sangat khusus dalam pengembangan strategi pembelajaran. Adapun tujuan spesifik dari pemecahan masalah matematika menurut polya (dalam adbjul, 2010 : 21) adalah untuk : (1) Meningkatkan keinginan peserta didik untuk mencoba memperbaiki masalah dan ketekunan mereka ketika memecahkan masalah. (2) Meningkatkan konsep diri peserta didik dengan melihat pada kemampuan untuk memecahkan maalah. (3) Membuat peserta didik sadar akan strategi pemecahan masalah. (4) Membuat peserta didik menyadari nilai mendekati masalah dengan cara yang sistematis. (5) Membuat peserta didik menyadari bahwa masalah dapat diselesaikan lebih dari satu cara. (6) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memilih strategi solusi yang tepat. (7) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyelesaikan strategi solusi akurat. (8) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mendapatkan lebih banyak jawaban yang benar untuk masalah.
6
Disamping itu, Polya sangat mendukung terhadap pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah. Langkah-langkah menyelesaikan masalah menurut Polya (dalam Suherman, 2003 : 91) sebagai berikut : 1. Memahami masalah. Dalam tahap ini perlu diidentifikasi antara lain apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta kondisi yang harus dipenuhi dalam masalah. 2. Menyusun rencana penyelesaian. Dalam tahap ini yang perlu dianalisis antara lain hubungan antara yang diketahui dan yang ditanyakan serta mencari unsur – unsur pengetahuan lain sehungan dengan masalah yang diajukan. 3. Melakukan penyelesaian masalah Dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah perlu diperhatikan urutan prosedur kerjanya. 4. Melakukan pengecekan. Dalam tahap ini diperiksa kembali pemecahan masalah yang telah diperoleh, tahap ini penting dilakukan apakah hasil yang diperoleh sudah sesuia dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanyakan. Jadi dapat disimpulkan pemecahan masalah matematika adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan masalah serta mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain. Berkenaan dengan apa yang didapatkan siswa dari melakukan suatu pemecahan masalah. dengan mengikuti tahapan-tahapan :
(1) merumuskan masalah, (2)
Pengelolaan masalah, (3) Penyeleain masalah, (4) Mengevaluasi Penyelesaian.
7
II.
METODE PENULISAN Penelitian dilaksanakan di Kelas X yang ada di SMK Negeri 1 Gorontalo
pada pelajaran matematika semester genap tahun ajaran 2012/2013. Adapun yang menjadi sampel penelitian adalah siswa Kelas X AK6 yang berjumlah 29 orang dan kelas X UPW1 yang berjumlaah 30 orang. Di mana cara untuk penentuaan sampelnya dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimen. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model eksperimen dengan desain penelitian yang digunakan adalah posttest only control group design seoerti pada table 2.1 Table 2.1 Design Penelitian Posttest Only Control Group Design Kelas
Perlakuan
Post Test
Eksperimen
X
O1
Kontrol
-
O2
Pada penelitian ini kelas eskperimen diajarkan dengan menggunakan media grafis sedangkan kelas kontrol diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes kemempuan pemecahan masalah matematika siswa. Tes yang digunakan yaitu dalam bentuk essay.
Dengan indikator
pemecahan masalah matematika meliputi
(1)
merumuskan masalah, (2) merencanakan masalah, (3) Penyelesain masalah, (4) Mengevaluasi Penyelesaian.
8
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertolak dari upaya untuk meningkatkan Kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada mata pelajaran matematika khususnya pada materi bangun datar dengan menggunakan media grafis, pembelajaran dengan menggunakan media grafis merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan menyalurkan pelajaran dari sumber (Guru) ke penerima pelajaran (Siswa) dalam pemecahan masalah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan media grafis lebih tinggi dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan bangun datar. Sebelum melakukan pengumpulan data terlebih dahulu diadakan penyiapan instrument yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data, instrument yang sudah ada terlebih dahulu divalidasi konstruk oleh para ahli dan validasi konten yang diuji cobakan pada kelompok siswa kelas uji coba. Berdasarkan hasil perhitungan validitas butir soal dan reliabilitas butir soal pada lampiran diperoleh bahwa butir soal valid sehingga baik digunakan untuk instrument penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua macam statistik yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Berdasarkan statistik deskriptif hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kedua sampel tergambarkan pada tabel 3.1 dan 3.2.
9
Tabel 3.1 Daftar Distribusi Frekuensi Kemampuan pemecahan masalah matematika Siswa Dengan Menggunakan Pembelajaran Konvensional KELAS INTERVAL 35 39 40 44 45 49 50 54 55 59 60 64 Jumlah
fi 3 4 9 7 5 2 30
F.kum 10% 13% 30% 23% 17% 7% 100%
Sebaran data pada tabel distribusi frekuensi diatas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang di bawah ini:
Chart Title 35% 30% Axis Title
25% 20% 15% 10% 5% 0% 35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
Selang data
Gambar 1 Diagram batang skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa (Pretest) yang menggunakan pembelajaran konvensional
10
Tabel 3.2 Daftar Distribusi Frekuensi Kemampuan pemecahan masalah matematika Siswa Dengan Menggunakan Media Grafis KELAS INTERVAL 40 44 45 49 50 54 55 59 60 64 65 69 Jumlah
fi 1 3 11 8 3 3 29
F.kum 3% 10% 38% 28% 10% 10% 100%
Sebaran data pada tabel distribusi frekuensi diatas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang di bawah ini:
Chart Title 40% 35% Axis Title
30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
Selang data
Gambar 2 Diagram batang skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa (Posttest) yang menggunakan media grafis
11
Hasil analisis statistik secara umum data kemampuan pemecahan masalah matematika dapat disajikan pada tabel 3.3 Tabel 3.1 Deskripsi Data penelitian Sumber
N
data
Skor
Skor
Min
Max
Mean
Median
Modus
St.
(Me)
(Mo)
Deviasi
Kontrol
30
35
62
49,167
44,045
45,214
6,908
Eksperimen
29
40
68
55,172
53,,136
50,454
6,184
Berdasarkan
analisis
inferensial
diperoleh
bahwa
ada
perbedaan
Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar menggunakan media grafis dengan Kemampuan pemecahan masalah matematika dengan menggunakan pembelajaran konvensional terhadap materi bangun datar, yakni Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diterapkan dengan menggunakan media grafis lebih tinggi dari Kemampuan pemecahan masalah matematika dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik uji parametrik uji t dengan +
-2 = 30 + 29 -2 = 57 dan kriteria pengujian terima .dalam hal lain
= 0,05, dk = jika
<
ditolak, dari hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian
memberikan hasil bahwa
ditolak dan
diterima, Pengujian hipotesis
menggunakan uji statistik parametrik dalam hal ini dipilih uji t dengan prasyarat data homogenitas serta berdistribusi normal. : Pengujian homogenitas dimaksudkan untuk memperoleh informasi apakah kedua sampel yang dipilih penulis memiliki kemampuan yang sama sehingga tidak ada faktor lain yang mempengaruhi selain dari media yang diterapkan.
12
Berdasarkan hasil perhitungan diperolah nilai nilai
= 1.112 sedangkan
= 1,85, maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi
yang homogen. Tabel 3.4 Hasil Uji Homogenitas Data/ Sumber
Kesimpulan
Kelas Kontrol 1,166
1,85
Homogen
Kelas Eksperimen
Pengujian normalitas data sebagaimana diungkapkan diatas bahwa syarat dari penggunaan uji-t adalah data yang menjadi sampel harus berdistribusi normal. Dalam hal ini hasil kemampuan siswa harus berdistribusi normal dan jika tidak berdistribusi
normal maka pengujian hipotesis menggunakan uji statistik
nonparametris. Pengujian normalitas data ini menggunakan uji liliefors pada taraf nyata
= 0,05, pengujian ini dilakukan terhadap dua sampel ditinjau dari
Kemampuan pemecahan masalah matematikanya yaitu: Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data Data/ Sumber
Kesimpulan 0,05
Kelas Kontrol
0,155
0,161
Normal
Kelas Eksperimen
0,123
0,161
Normal
Berdasarkan hasil pengujian data dari kedua data diperoleh hasil bahwa kedua data berdistribusi Normal, sehingga untuk pengujian hipotesisnya digunakan uji statistik parametrik.
13
Sehingga dari perhitungan diperoleh nilai daftar distribusi t diperoleh dan
= 1,671. Dengan membandingkan harga
maka diperoleh
didaerah penolakan
sebesar 3,142 Dari tabel
dengan demikian
>
. Artinya
berada
diterima dan dapat disimpulkan
bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran yang menggunakan media grafis lebih tinggi dibanding dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan pembelajaran yang menggunakan model konvensional.
Daerah Penolakan
Daerah Penerimaan
1,671
3,142
= 0,05 =Penolak an
Gambar 3. kurva Penerimaan dan Penolakan hal ini mengindikasikan bahwa hasil pelajaran yang menggunakan media grafis lebih efektif menigkatkan Kemampuan pemecahan masalah matematika dari pada pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Pernyataan diatas mengindikasikan bahwa media grafis mampu menyalurkan pelajaran dari sumber (Guru) ke penerima pelajaran (Siswa) dalam pemecahan masalah. Hal ini seperti dikemukakan Arief S.Sadiman (2010) yang menyatakan media grafis termasuk media visual, sebagaimana halnya media yang lain. Media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang di pakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi visual. Selain itu menyangkut aktivitas siswa, guru perlu melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Meminta siswa lebih memahami masalah, 2) Meminta siswa
14
bekerja sama dalam kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang terdapat pada lembar kerja; 3) Guru lebih mengoptimalkan kemampuan bertanya
terhadap hal-hal
yang belum dipahami
dalam
siswa untuk
langkah-langkah
pemecahan terhadap permasalahan yang diberikan dalam lembar kerja agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam menjelaskan kembali di depan kelas; dan 4) Ketua kelompok atau siswa yang memiliki kemampuan belajar diminta untuk membantu teman di kelompoknya yang mengalami kesulitan belajar.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan media grafis lebih tinggi dibandingkan dengan Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, pada pokok bahasan bangun datar. Hal ini sesuai dengan kriteria pengujian terima H0 jika dan
hitung
dimana
penolakan,dengan demikian
. Selanjutnya diperoleh , sehingga
jatuh pada daerah
diterima.
4.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut : 1. Diharapkan kepada guru, pada pelajaran matematika menggunakan media grafis
karena telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari pada
pembelajaran konvensional 2. Diharapkan kepada pihak sekolah, hendaknya dapat memediasi atau memfasilitasi pengadaan peralatan yang diperlukan guru pada setiap proses pembelajaran sehingga dapat terlaksana dengan baik. 3. Perlu adanya penelitian selanjutnya mengenai keefektifan pembelajaran media grafis untuk materi-materi lain, khususnya materi yang memiliki karakteristik.
15
DAFTAR PUSTAKA Abjul, Suriyati. 2010. Pengaruh Model Cooperatif Learning Dan Minat Belajar Terhadap Kemampuan Peserta Didik Dalam Pemecahan Masalah. Tesis (Tidak di publikasikan). Gorontalo : PPS UNG. Anderson, Ronald. 2004. Pemilihan dan pengembangan pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grefindo Persada.
media
untuk
Arniati, Dewi. 2010. Kemampuan pemecahan masalah. http://rian.hilman.web.id/?p=52(diakses pada tanggal 8 april 2013) Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Arsyad, Azhar, 2009. Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers. Donny, 2013. Penggunaan Media Gambar Dalam Proses Belajar Mengajar. http://pendas2013.blogspot.com/2013/01/penggunaan-media-gambardalam-proses.html.(diakses tanggal 10 april 2013) Hasan, Helmi, dkk. 2003. Buku Ajar Strategi Belajar Mengajar. Padang: UNP www.mediabelajarplus.com (diakses pada tanggal 8 april 2013). http://milmanyusdi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kemampuan.html (diakses pada tanggal 11 april 2013) Kasmina, dkk. 2008. Matematika Program Keahlian Teknologi, Kesehatan, dan Pertanian Untuk SMK dan MAK Kelas XI. Jakarta : Erlangga. Sadiman, Arief. dkk, 2010. Media Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Sobel, . dkk, 2004. Mengajar Matematika. Jakarta : Rineka Cipta Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alvabeta. Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jakarta : JICA Tirtahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Rineke Cipta. Uno, Hamzah B, 2009. Model Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.