Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV SDN 10 PEMECUTAN I Kadek Wimpiadi1, I Ngh. Suadnyana2, I Wyn. Rinda Suardika3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran role playing terhadap keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN 10 Pemecutan. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen atau eksperimen semu dengan menggunakan desain penelitian yaitu nonequivalent control group design. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di SDN 10 Pemecutan. A Sampel yang digunakan 2 kelas yaitu kelas IV sebagai kelompok kontrol yang berjumlah B 37 siswa dan kelas IV sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 36 siswa. Jadi total keseluruhan sampel adalah 73 siswa. Data yang terkumpul dianalisis dengan statistik menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara bahasa Indonesia antara siswa yang mengikuti model pembelajaran role playing dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas IV SDN 10 Pemecutan. Hal ini ditunjukkan oleh thitung 0,231 > ttabel 2,000 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Rata-rata nilai yang diperoleh antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran role playing yaitu sebesar 78,31 dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional yaitu 74,58 maka Ha diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran role playing terhadap keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas IV SDN 10 Pemecutan. Kata kunci : model role playing, keterampilan berbicara bahasa Indonesia.
Abstract Examination to direction this know influence model assembling study role playing about skill speak Indonesia language student IV class SDN 10 Pemecutan. This examination kind is experiment quasi with use to examination design that is nonequivalent control group design.Population examination is whole student class IV in SDN 10 Pemecutan. Sample A B only 2 class is IV as control group to amount 37 student and IV as experiment group to amount 36 student. So, whole total sample is 73 student. Collect analisis with examine t. Examination result that difference show can signification skill speak Indonesia language between student that follow study model role playing with student that follow konvensional study IV class SDN 10 Pemecutan. This is to show by thitung 0,231 > ttabel 2,000 so Ho to reject and Ha to receive. Levels value to get between student that study to via model study konvensional is 74,58 so Ha to receive, so with that can influence assembling model study role playing about skill speak Indonesia language student IV class SDN 10 Pemecutan. Key word : model role playing, skill speak Indonesia language.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi terasa semakin penting pada saat manusia membutuhkan eksistensinya diakui. Kegiatan itu membutuhkan alat, sarana, atau media yaitu bahasa. Sejak itulah bahasa menjadi alat, atau sarana komunikasi.Belajar berbicara pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran berbicara diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1988:109). Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Sri Wahyuni, 2012: 31). Brown dan Yule (dalam Puji Santosa, 2008: 6.34) berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Menurut Basiran (1999:36) tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbicara. Setiap orang dikodratkan untuk bisa berbicara atau berkomunikasi secara baik dan benar, tetapi tidak semua memiliki keterampilan untuk berbicara secara baik dan benar. Karena itu, pelajaran Bahasa Indonesia seharusnya mendapat perhatian dalam pengajaran keterampilan berbicara di Sekolah Dasar. Sebenarnya kegiatan berbicara sering dilakukan pada kehidupan seharihari oleh siswa, tetapi tak sedikit juga dari siswa mengalami kesulitan berbicara dalam suatu pembelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya, keterampilan berbicara siswa masih kurang. Banyak dari siswa yang belum mampu menunjukkan keterampilan berbicara dengan baik. Kenyataan menunjukkan bahwa taraf kemampuan
berbicara siswa bervariasi mulai taraf yang baik, sedang, gagap atau kurang. Tidak sedikit juga siswa yang masih takut-takut berdiri dihadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang juga siswa lupa segalanya jika ia berhadapan dengan sejumlah temannya sehingga membuat anak susah untuk mengeluarkan pembicaraaan. Kenyataan yang terjadi, sering timbul suatu masalah yang mempengaruhi proses keterampilan berbicara pada siswa. Siswa kecendrungan menjadi kurang aktif dalam menerima respon dari guru dalam bentuk pembicaraan. Hal ini juga akan menyebabkan siswa merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Dengan demikian, maka tujuan dalam keterampilan berbicara akan sulit dicapai oleh siswa. Karena hampir semua pembelajaran juga menekankan pada keterampilan berbicara. Seperti contohnya dalam berdialog, mengeluarkan pendapat, bertanya, dan berapresiasi. Dari uraian permasalahan yang terjadi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Faktor siswa itu sendiri merupakan salah satu yang mempengaruhi. Siswa tidak mau berbicara dikarenakan tidak tahu apa yang harus ia bicarakan. Siswa juga tidak tahu bagaimana memulai pembicaraan. Siswa sulit untuk berbicara yang baik dan benar karena ia tidak memahami tentang tata cara berbicara yang baik dan benar. Selain itu faktor guru juga mempengaruhi kegiatan berbicara anak. Dalam proses pembelajaran guru menerapkan strategi klasikal dan metode ceramah menjadi pilihan utama sebagai metode pembelajaran. Terkadang guru yang bersifat otoriter akan membuat siswa takut untuk berbicara. Cara guru mengajar yang tidak menarik, sehingga membuat siswa kesulitan menerima dan susah untuk siswa pahami. Untuk mendapatkan pemahaman yang baik pada keterampilan berbicara bahasa Indonesia pada siswa, maka perlu dilakukan suatu upaya perbaikan terhadap kualitas pembelajaran Bahasa
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Indonesia. Sebagai suatu komponen penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kegiatan pembelajaran perlu di inovasi. Proses pembelajaran yang selama ini mengarah pada penguasaan hafalan dan konsep yang bersifat abstrak terbukti kurang menarik minat dan motivasi siswa untuk belajar. Apa yang dipelajari di kelas cenderung artifisial dan seolah-olah dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya, kegiatan pembelajaran yang seharusnya berorientasi pada para siswa terkalahkan oleh kegiatan mengajar yang didominasi oleh guru yang cenderung kaku dan membosankan. Dalam suatu proses pembelajaran, tidak ada suatu model pembelajaran yang paling baik. Untuk itu, guru hendaknya perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beranekaragam. Bermodalkan kemampuan melaksanakan berbagai model pembelajaran, guru dapat memilih model yang sesuai dengan lingkungan belajar serta kelompok siswa tertentu. Dalam memilih model pembelajaran, guru hendaknya berorientasi pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, dan tidak semua materi harus diajarkan dengan model yang sama. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya, sehingga nantinya akan bermuara pada pemahaman keterampilan berbahasa Indonesia. Para guru diharapkan untuk menjadi guru yang inovatif, kreatif dan keaktifan dalam pembelajaran merupakan hal yang paling utama, semakin kreatif guru berinovasi untuk mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi maka semakin aktif dan semangat pula siswa mengikuti pelajaran, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika yang maksimal. Namun di zaman yang sudah serba canggih ini guru masih menggunakan pembelajaran konvensional, guru kurang memodifikasi
peroses pembelajaran, kurang memanfaatkan media, kurang mengaktifkan siswa dalam peroses pembelajaran sehingga terjadi interaksi belajar satu arah saja. Hal tersebut akan membuat siswa menjadi jenuh mengikuti pembelajaran yang akan berpengaruh nantinya pada hasil yang diperoleh siswa menjadi kurang memuaskan. Guru sebagai fasilitator dan motifator dalam pembelajaran, siswa harus aktif mengembangkan pembelajarannya sendiri agar apa yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna dan mudah untuk diingat karena pembelajaran bahasa Indonesia merupakan ilmu yang diperoleh melalui imajinasi, serta peran media sangat penting untuk membantu siswa agar pembelajaran menjadi lebih nyata sehingga pembelajaran yang sedang berlangsung mudah dimengerti. Sarana dan prasarana yang terdapat di SDN 10 Pemecutan memang sudah cukup baik untuk mendukung pembelajaran, seperti sudah tersedianya gedung yang kondisinya sudah cukup baik, tersedianya laptop dan LCD, halaman atau lingkungan sekolah yang nyaman yang bisa digunakan sebagai pendukung pembelajaran serta beberapa alat peraga yang sesuai dengan bidang studi bahasa Indonesia, meskipun belum lengkap tetapi cukup memadai, namun untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan SDM para guru lebih ditingkatkan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran disekolah yaitu agar semua guru mampu mengoperasikan fasilitas yang sudah tersedia, dibutuhkan pula kemampuan guru mengelola kelas dalam mengembangkan metode dan media sesuai dengan kebutuhan materi dengan bantuan fasilitas yang telah disediakan. Namun upaya pemerintah tersebut belum membuahkan hasil sesuai dengan harapan yang telah direncanakan. Hal tersebut menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan agar hasil belajar optimal. Perlu adanya perbaikan atau pembenahan terhadap proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
keterampilan berbicara bahasa Indonesia adalah model pembelajaran role playing (bermain peran). Role Playing dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata dan dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepasnya (Hamzah, 2007: 25). Dalam role playing siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Usman (1998: 21) menyatakan, aktifitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswalah yang seharusnya banyak aktif, sebab siswa sebagai subjek didik adalah yang menemukan dan ia sendiri yang melaksanakan pembelajaran. Selain itu, pemilihan penggunaan model pembelajaran role playing pada mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana untuk menggali perasaannya, memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsinya, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah (Hamzah, 2007: 26). Dari pemaparan pendapat Usman dan Hamzah, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran role playing adalah mendramatisasikan cara tingkah laku didalam hubungan sosial dan menekankan kenyataan anak diikutsertakan dalam memainkan peran di dalam mendramatisasikan masalahmasalah hubungan sosial. Penggunaan model pembelajaran role playing merupakan cara yang tepat bagi siswa untuk belajar dan berlatih berbicara dengan mengungkapkan perasaan melalui gerakan-gerakan serta ekspresi wajah, sehingga kemampuan berbahasa siswa semakin meningkat. Seorang guru dituntut untuk mampu memberikan pendidikan dan cara memilih strategi yang baik di dalam pembelajaran. Dari itu berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal supaya siswa dalam
melaksanakan pembelajaran merasa senang dan nyaman agar dapat tercapai tujuan yang diinginkan. Yang juga sangat diperlukan dalam pembelajaran adalah keahlian dalam berbicara, mendengar, mengatasi hambatan komunikasi verbal dan non verbal. Penerapan model pembelajaran role playing sangat erat hubunganya dengan keterampilan berbicara, karena dengan menggunakan model ini akan menambah kosa kata, mengucapan suku kata, dan siswa dapat berbicara dengan lancar. Dari sinilah siswa akan melatih keterampilannya dalam berbicara dan memperagakan suatu cerita atau dialog. Dengan menggunakan model pembelajaran role playing (bermain peran), siswa lebih bersemangat untuk belajar dan melatih keterampilan berbicara pada siswa, sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran bisa berjalan dengan optimal. Model pembelajaran role playing merupakan jenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan sekaligus melibatkan unsur senang. Model pembelajaran role playing ini merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu membangkitkan imajinasi anak dalam mengembangkan tata berbahasa Indonesia. Tentu saja hal ini dapat membantu siswa untuk mencapai pembelajarannya khususnya pada keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas IV SD N 10 Pemecutan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dipilihlah judul yang sekaligus melatar belakangi pengkajian lebih dalam tentang “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SD Negeri 10 Pemecutan”. Role Playing adalah suatu pembelajaran yang tergolong kedalam pembelajaran berbasis kerja dimana Depdiknas mengemukakan bahwa belajar berbasis kerja (work based learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi tersebut
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
dipergunakan kembali ditempat kerja atau sejenisnya dan sebagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa (Komalasari, 2010: 40). Role playing merupakan suatu cara penguasaan bahan-bahan pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan dengan memerankan sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal ini tergantung pada apa yang diperankan (Uno, 2011: 26). Menurut Yamin (2011: 65) menyatakan pembelajaran bermain peran merupakan salah satu pembelajaran kreatif dan model baru dalam pemecahan masalah pembelajaran, yang pada dasarnya bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu yang merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar umumnya berupa masalah dalam pembelajaran yang disampaikan melalui peran. Role Playing (bermain peran) memungkinkan para siswa untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran, sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Dalam model pembelajaran role playing siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakonkan peran bersama temantemannya pada situasi tertentu. Dengan
melakukan berbagai kegiatan dalam bermain peran tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Uno, 2011: 12). Deden (http: 2010) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: (1) dapat membuat siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang sedang mereka pelajari, (2) melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak, (3) memberikan rasa senang pada siswa. Dengan bermain siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Model pembelajaran role playing banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar, sehingga bermain peran dapat dikatakan mempunyai nilai tambah, yaitu: “siswa dapat berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga berhasil, dan pemahaman merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa” (Yamin, 2011: 160). Menurut Komalasari (2010: 80) keunggulan model pembelajaran role playing adalah:1) siswa bebas mengambil keputusan dan berinteraksi secara utuh, 2)permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda, 3) guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan, dan 4) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa. Yamin (2011: 164) Jika kita melihat model role playing dalam cakupan proses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat kelemahan, yaitu: 1)role playing (bermain peran) memerlukan waktu yang relatip panjang, 2) memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun siswa. Ini tidak semua guru memilikinya, 3) kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerankan suatu adegan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
tertentu, 4) apabila pelaksanaan role playing atau bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pelajaran tidak tercapai, dan 5) tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui medel ini. Hamzah (2007:27) menyatakan, prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu: Langkah pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada masalah yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Langkah kedua, memilih pemain. Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Langkah ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang diperlukan. Langkah keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengamat disini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran. Langkah kelima, permainan peran dimulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peranperan yang dilakukan. Langkah ketujuh, permainan peran ulang. Seharusnya, pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario. Langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitis. Langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan mambuat kesimpulan. Pembelajaran konvensional mengarahkan pada aktivitas meniru dimana proses pembelajarannya berlangsung menyebabkan siswa melakukan pengulangan dan informasi
baru disajikan dalam bentuk laporan, kuis, atau les. Model pembelajaran konvensional jarang melibatkan pengetahuan awal dan jarang memotivasi siswa untuk memproses pengetahuannya. Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Pembelajaran konvensional ditekankan pada subjek yang bersifat klasik dan menyiapkan kehidupan siswa (Parjono, 2002). Peran guru dalam pembelajaran konvensioanal adalah sebagai sumber pengetahuan dan siswa adalah orang yang akan diberi pengetahuan tersebut. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen), mengingat tidak semua variabel atau gejala yang muncul dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat (full randomize). Dalam penelitian ini populasi penelitian terdistribusi dalam kelas-kelas yang utuh, sehingga penelitian ini dikategorikan penelitian eksperimen semua. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design. Dimana dalam penelitian ini membandingkan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, setelah itu kedua kelompok samasama diberikan perlakuan. Pada prosedur penelitian langkahlangkah ditempuh dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir eksperimen. Adapun ketiga tahapan penelitian ini yaitu. Pertama tahap persiapan eksperimen, pada tahap persiapan eksperimen langkah-langkah yang perlu dipersiapkan baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol yaitu menyusun RPP, media pembelajaran (alat peraga), LKS, silabus, yang nantinya digunakan selama proses belajar-mengajar, mennyusun kisi-kisi soal yang selanjutnya diuji dengan menggunakan uji validitas, uji reliabelitas, uji taraf kesukaran tes dan uji daya beda. Tahap Pelaksanaan Eksperimen, pada saat tahap pelaksanaan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
eksperimen langkah-langkah yang dilakukan yaitu menguji kesetaraan dengan nilai ulangan umum kelas IV semester II, Untuk menentukan sampel dari populasi yang telah ada dengan cara random. Dari sampel yang telah didapat barulah menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, melaksanakan penelitian yaitu memberikan perlakuan (treatmen) karena telah diketahui tingkat kesetaraan dari kedua kelas tersebut, yaitu kelas eksperimen berupa model role playing dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Melaksanakan enam kali pertemuan pada kelompok eksperimen dan enam kali pertemuan pada kelompok kontrol, melaksanakan enam kali pertemuan bertujauan agar Kopetensi Dasar yang dipakai penelitian terselesaikan, serta satu kali pertemuan untuk memberikan post-test untuk mengetahui hasil dari penelitian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, karena post-test merupakan tes yang diberikan pada tiap akhir program pengajaran, dan bertujuan untuk mengetahui pengaruh model role playing terhadap keterampilan berbicara siswa. Tahap akhir eksperimen, adapun hal-hal yang dilaksanakan pada tahap akhir eksperimen dalam penelitian ini yaitu : melaksanakan post-test pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol melalui tes keterampilan berbicara siswa kelas IV dengan rubrik penilaian, selanjutnya menganalisis nilai data keterampilan berbicara siswa tersebut secara keseluruhan dengan pengujian hipotesis yang menggunakan uji-t. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SDN 10 Pemecutan yang jumlah keseluruhan populasi sebanyak 73 siswa. Untuk mengetahui tingkat kesetaraan di SD tersebut diperoleh informasi melalui wawancara dengan kepala SDN 10 Pemecutan dapat diperoleh informasi bahwa tidak ada kelas unggulan dan kelas non unggulan pada SD tersebut. Untuk membuktikan bahwa kedua kelas tersebut setara, dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan uji-t. Uji kesetaraan dengan menggunakan nilai sumatif siswa kelas IV. Sebelum menggunakan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Berdasarkan uji t untuk mengetahui kesetaraan kelas antara kelas
IVA dengan IVB dengan jumlah sampel 73 siswa maka diperoleh hasil ttabel = 2,000 (thitung = 0,231 dengan ttabel = 2,000). Ini berarti thitung < ttabel (0,231 < 2,000), sehingga kelas IVA dan kelas IVB memiliki kemampuan yang setara sehingga bisa dijadikan sampel penelitian. Teknik menentukan sampel yaitu dari 2 kelas IVA dan IVB SDN 10 Pemecutan akan diundi atau di random sehingga pengundian didapatkan kelas IVB yang ditetapkan sebagai kelompok eksperimen yang jumlah siswanya 36 siswa dan kelas IVA sebagai kelompok kontrol yang jumlah siswanya 37 siswa. Setelah menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang telah diketahui tingkat kesetaraannya barulah pelaksanaan treatmen dapat dilaksanakan yaitu model pembelajaran role playing untuk kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelompok kontrol. “Variabel bebas yang sering disebut variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel dependent /terikat” (Sugiyono, 2010:39). variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model role playing pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. “Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas” (Sugiyono, 2010:39). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode tes essay. Menurut (Yadnyawati, 2011:2) tes merupakan “suatu perosedur sistematis yang dipakai untuk mengukur tingkah laku atau karakteristik seseorang”. data yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa melalui post-test setelah dilakukan treatmen pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Metode tes dilakukan dengan membagikan sejumlah tes untuk mengukur keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan model role playing untuk kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional kepada kelompok kontrol.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
10
9
9
9 8 7
Frekuensi
6 6
5
5 4
3
3
2
2
2 1 0 73.5
75.5
77.5
79.5 Nilai Tengah
81.5
83.5
85.5
Gambar 1. Histogram Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen
Distribusi frekuensi keterampilan berbicara siswa kelas IVB SDN 10 Pemecutan yang diberikan perlakuan berupa pembelajaran konvensional dapat digambarkan dengan histogram seperti pada gambar 2 berikut. Gambar 2. Histogram Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol 15
16 14 12
9
10
Frekuensi
HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang dikumpulkan dalam penelitian pada kelompok eksperimen yaitu keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas IVB SDN 10 Pemecutan yang berjumlah 36 siswa yang diberikan perlakuan berupa model pembelajaran role playing. Hasil perhitungan setelah melaksanakan penelitian yaitu diperoleh rata-rata nilai post test adalah 78,36 dengan deviasi 3,261, varian 10,637, median 78,00, modus 78, nilai minimum 73, nilai maksimum 86, rentangan 13, banyak kelas 7 dan panjang kelas 2. Sedangkan data yang dikumpulkan dalam penelitian pada kelompok kontrol yaitu keterampiran berbicara siswa kelas IVA SDN 10 Pemecutan yang berjumlah 37 siswa dimana pada kelompok ini diberi perlakuan berupa pembelajaran konvensional melalui post-tes. Hasil perhitungan setelah melaksanakan penelitian yaitu diperoleh rata-rata nilai post test adalah 67,95, standar deviasi 4,068, varian 15,553, median 68,00, modus 68, nilai minimum 60, nilai maksimum 78, rentang skor 18, banyak kelas 7, panjang kelas 2. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran role playing mendapatkan nilai yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Frekuensi data keterampiran berbicara siswa kelas IVA SDN 10 Pemecutan yang diberikan perlakuan berupa model pembelaran role playing dapat digambarkan dengan histogram seperti pada gambar 1 berikut.
8 5
6
3
3
4
1
1
2 0 61
64
67
70 Nilai Tengah
73
76
79
Untuk memenuhi uji prasyarat sebelum dinalisis dengan uji t maka terlebih dahulu harus memenuhi beberapa asumsi statistik yaitu Uji Normalitas dan Uji Homogenitas. Uji normalitas dilakukan pada dua kelompok data, meliputi data kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan model role playing dan data kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak melalui skor akhir hasil belajar bahasa Indonesia, dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat (X2) pada taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan db = k-1. Untuk hasil perhitungan Chi-Kuadrat (X2) dengan bantuan microsoft excel 2007 adalah Dari tabel kerja diperoleh x2hit= 3,49 sedangkan untuk taraf signifikan 5% (α = 0,95) dan derajat kebebasan (db) = n – 1 = 6–1 = 5 diperoleh x2tabel = x2(0,95,5) = 11,07, karena x2tabel > x2hit maka Ho diterima (gagal ditolak). Ini berarti sebaran data nilai ulangan umum Bahasa Indonesia siswa kelas IVB SDN 10 Pemecutan berdistribusi normal. Berdasarkan data hasil perhitungan terbukti kedua kelompok berasal dari data yang berdistribusi distribusi normal maka dapat dilanjutkan dengan uji homogenitas. Uji homogenitas dilakukan pada kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan rumus uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Hasil uji-F diperoleh Fhitung = 1,36 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% serta dk pembilang 36 -
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
1 dan dk penyebut 40 - 1 adalah 1,74.ini berarti Fhitung < Ftabel sehingga data homogen. Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung sebesar 1,077 sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = 35 dan db penyebut = 35 adalah 1,80. Ini berarti Fhitung < Ftabel maka maka data nilai akhir kelompok eksperimen dan nilai akhir kelompok omogen adalah omogeny. Dari hasil uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh bahwa data dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen. Berdasarkan hal tersebut, dilanjutkan pada pengujian hipotesis penelitian atau hipotesis alternatip (Ha). Namun sebelum dilakukan uji hipotesis, maka hipotesis yang diubah terlebih dahulu menjadi hipotesis nol (Ho), sehingga analisis akan membuktikan apakah ada data yang diperoleh dari hasil pengukuran terdapat responden akan mendukung atau tidak terdapat hipotesis yang telah diajukan. Apakah hipotesis nol (Ho) yang akan diuji menyatakan bahwa “tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran role playing dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SDN 10 Pemecutan. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan uji t dengan rumus separated varian. Untuk mengetahui signifikansi hasil perhitungan uji-t, maka perlu dibandingkan dengan nilai ttabel dengan db = n1 + n2 - 2 (36 + 37 - 2) = 71 dan taraf signifikansi adalah 5% diperoleh ttabel = 2,000. Dengan demikian harga thitung > ttab yaitu 3,40 > 2,000 sehingga h0 ditolak dan ha diterima. Berikut rangkuman rekapitulasi hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis Materi Pembel ajaran
Perlakuan yang diberikan
Mean Skor
Nil ai thitu ng
Nilai ttabel
Hipot esis Altern atif
Percak apan
Model Pembelaja ran Role Playing
Model Pembelaja ran Konvensio nal
78,36 3,4 0
2,000
Ha Diteri ma
67,95
Dari hasil perhitungan diperoleh thitung sebesar 3,40. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% dan dk = 71 diperoleh batas penolakan hipotesis nol sebesar 2,000. Berarti thitung > ttabel maka hipotesis nol yang diajukan ditolak dan menerima hipotesis alternative. Maka dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara antara siswa kelas IVB SDN 10 Pemecutan yang dibelajarkan dengan menerapkan model pembelajaran role playing, dengan siswa kelas IVA SDN 10 Pemecutan yang dibelajarkan dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Pembahasan Proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model pembelajaran role playing berlangsung optimal. Ini disebabkan karena guru membelajarkan siswa khususnya pada aspek keterampilan berbicara dengan menerapkan langkah-langkah model pembelajaran role playing dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Nilai keterampilan berbicara siswa kelas IVB SDN 10 Pemecutan dengan menggunakan model pembelajaran role playing berada pada kategori sangat baik dengan presentase 83,3% dan kategori baik dengan presentase 16,7%. Sedangkan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model pembelajaran konvensional berlangsung kurang optimal. Siswa terlihat kurang aktif selama mengikuti pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru memegang peranan utama dalam pembelajaran yaitu guru lebih menggunakan metode ceramah sehingga hasil keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia belum optimal. Ini terlihat dari rata-rata hasil keterampilan berbicara dalam pembelajaran
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Bahasa Indonesia yang dibelajarkan dengan menerapkan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IVA SDN 10 Pemecutan sebagai kelompok kontrol sebesar 73,58, dengan presentase di sekitar rata-rata 47,22%, dibawah rata-rata 13,89% dan di atas rata-rata 38,89%. Nilai keterampilan berbicara siswa kelas IVA SDN 10 Pemecutan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional berada pada kategori sangat baik dengan presentase 27,8% dan kategori baik dengan presentase 72,2%. Jika dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran role playing presentase kategori nilai sangat baik lebih besar dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan uji-t diperoleh thitung > ttabel berarti hipotesis yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan dari keterampilan berbicara antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran role playing, dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada taraf signifikansi 0,05 diterima. Hal ini mengandung arti bahwa siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran role playing keterampilan berbicaranya lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Ini disebabkan karena model pembelajaran role playing merupakan model yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam proses pembelajaran, guru dapat memberikan suasana yang menarik dan menyenangkan sehingga siswa memperoleh konsep baru. PENUTUP Rata-rata keterampilan berbicara dengan model pembelajaran role playing pada siswa kelas IVB SDN 10 Pemecutan sebagai kelompok eksperimen sebesar 78,36, dengan presentase di sekitar ratarata 25,0%, dibawah rata-rata 55,6% dan di atas rata-rata 19,5%. Nilai keterampilan berbicara siswa kelas IVB SDN 10 Pemecutan berada pada kategori sangat baik dengan presentase 83,3% dan kategori
baik dengan presentase 16,7%. Sedangkan rata-rata keterampilan berbicara yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IVA SDN 10 Pemecutan sebagai kelompok kontrol sebesar 67,95, dengan presentase di sekitar rata-rata 24,3%, dibawah rata-rata 62,1% dan di atas rata-rata 13,5%. Nilai keterampilan berbicara siswa kelas IVA SDN 10 Pemecutan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional berada pada kategori sangat baik dengan presentase 5,4% dan kategori baik dengan presentase 94,6%. Dari perbandingan ini maka hipotesis observasi ditolak dan hipotesis alternatif diterima, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara antara siswa yang dibelajarkan dengan menerapkan model pembelajaran role playing dengan siswa yang dibelajarkan dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Bertolak dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diajukan beberapa saran yaitu yang pertama bagi Guru, dengan diadakan penelitian ini, guru disarankan untuk lebih mengembangkan inovasi dalam menerapkan model pembelajaran salah satunya model pembelajaran role playing dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga proses pembelajaran menjadi optimal. Yang kedua bagi siswa, diharapkan dengan penelitian ini, siswa menjadi aktif dan dapat menemukan konsep baru dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan dapat mengoptimalkan keterampilan berbicara dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Yang ketiga bagi sekolah, diharapkan dengan hasil penelitian ini sekolah mampu mengadakan kebijakan baru terkait dengan meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah. Yang keempat bagi peneliti, diharapkan peneliti selanjutnya lebih teliti dalam memilih strategi atau model pembelajaran yang akan digunakan, sehingga penelitian dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. DAFTAR RUJUKAN Basiran. 1999. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharatara Karya Aksara.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Deden, M. La Ode. 2010. “Pembelajaran Role Playing”. Tersedia pada http://www.dedenbinlaode.web.id/2010/01/p enerapan-model-pembelajaran-role.htm Depdikbud. 1988. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharatara Karya Aksara. Hamzah. 2007. Model Pembelajaran role playing. Jakarta: Bumi aksara. Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama. Parjono. 2002. Pembelajaran Konvensional. Jakarta: Insan Madani. Santosa, Puji. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Uno, Hamzah. 2011. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara. Usman, Moh. Uzer. 1998. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wahyuni, Sri. 2012. Asesmen Pembelajaran Bahasa. Malang: Refika Aditama Yadnyawati. 2011. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Paramita. Yamin, H. Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.