PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH
JHON PITER MANALU NRP: E051064055
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2010 Jhon Piter Manalu NRP E051064055
iii
ABSTRACT JHON PITER MANALU, The Infuence of Conservation Campaign in People of Muller Mountain Range Function in Central Kalimantan. Under suvervision of ARZYANA SUNKAR and BURHANUDDIN MASY’UD. The aim of this research was to increase public knowledge on the function of forest region and to encourage public behavior change from forest resources gatherers to plant cultivators and to promote stable ecological and hydrological systems and local culture. A conservation education activities was conducted to build supports for the local communities and biodiversity of Muller mountain range conservation area. Research findings suggest that : the community had some changes in knowledge, attitudes and behavior in supporting biodiversity conservation through native plant cultivation. This fact was illustrated by the following indicators: 1) there are public knowledge about forest resources and the impacts of its destruction by cultivating native plants as part of biodiversity conservation support. 2) communities have positives attitudes toward conserving forest resources showed by an increase responses of 21.93% and accept the cultivation of local species and other crops such as rubber, rattan but still not being a community mobilization because of doubts success and its not immediately being felt. 3) although direct gathering of plants from forest were still evident, however the villagers showed efforts by planting eaglewood (Aquilaria malaccanensis) seedlings on their fields and yards. Recommendation following this research was to encourage the acceleration of public support for biodiversity conservation of Muller Mountains Range to determine the status of public governance rights over forest areas. Assertiveness is a security status of the community in harvesting of forest products have been cultivated and triggered public participation to preserve the area by making a direct reduction in activities in the future. Keywords : knowledge, attitude, behavior, biodiversity, conservation, Muller’s mountain Range.
iv
RINGKASAN Penelitian ini mengkaji 1) tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap fungsi kawasan hutan selain fungsi ekonomi dalam mendukung kegiatan konservasi kawasan Pegunungan Muller sesudah dan sebelum pendidikan konservasi dan 2) Faktor-faktor yang mendorong masyarakat menerima atau menolak kegiatan konservasi kawasan hutan sesudah dan sebelum pendidikan konservasi. Tujuan penelitian adalah untuk : 1) Mengetahui dan mengkaji pengetahuan masyarakat tentang fungsi kawasan hutan Pegunungan Muller sebelum kampanye dan sesudah kampanye; 2) Mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang fungsi kawasan hutan setelah kampanye konservasi; dan 3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan masyarakat Dayak dalam kegiatan konservasi sumberdaya kawasan hutan. Penelitian dilaksanakan di 4 desa yaitu Desa Tubang Tujang, Desa Tumbang Keramu, Desa Tumbang Olong I dan Desa Tumbang Olong II di U’ut Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah dari Desember 2007 sampai Agustus 2009. Penelitian dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1) Tahap perencanaan yaitu kegiatan observasi, lokakarya multipihak, FGD dan survei awal yang dilakukan mulai Desember 2007 sampai Maret 2008; 2) Tahap pelaksanaan program dilakukan bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2009; dan 3) Tahap monitoring akhir dan evaluasi, yang dilakukan pada bulan Agustus 2009. Perubahan tingkat pengetahuan masyarakat setelah kegiatan kampanye pendidikan konservasi dapat dilihat dari 3 aspek yaitu ekologi, ekonomi dan sosial (sanksi dan pembatasan akses). Perubahan pengetahuan terjadi dengan peningkatan sebesar 5,3%. Pengetahuan masyarakat pada isu dampak membakar dari aspek ekologi meningkat 10,3% namun aspek penegakan hukum tidak terlalu berpengaruh seperti pembatasan dan larangan kegiatan membakar lahan dalam membuka ladang ternyata hanya 3,8% masyarakat yang mau mengikuti peraturan, namun terdapat sebesar 7,5% diantaranya yang mau menerapkan sistem perladangan tanpa membakar. Perubahan sikap setelah kampanye ditunjukkan dengan penurunan sebesar 20,88% yang sebelumnya diam saja saat melihat orang lain melakukan penebangan pohon di hutan dan 17,03% untuk pelaku perusakan hutan dengan aksi menebang sebesar-besaran. Perubahan lain meningkat dukungan dengan berani mengambil resiko lebih besar yaitu peningkatan 4,6% yang berani memberi peringatan pada pelaku penebangan hutan secara besar-besaran. Peranan lembaga adat ternyata berpengaruh pada perubahan sikap, yang ditunjukkan dengan peningkatan sikap penyelesaian masalah melalui hukum adat meningkat 9,04%, sebaliknya kepada lembaga pemerintahan desa terjadi penurunan drastis sebesar 38,81%. Perubahan perilaku mengambil sumber daya hutan non kayu secara langsung masih terus berlangsung, namun telah terbangun upaya untuk melestarikan jenis tumbuhan lokal yang bernilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pengumpulan anakan tanaman gaharu dari hutan ke ladang dan pekarangan mereka. Namun karena manfaat langsung yang tidak segera dapat dirasakan dan status hak kelola kawasan yang belum jelas menjadi kendala dalam
v
mendorong perubahan massal gerakan budidaya gaharu di kawasan hutan Pegunungan Muller. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perubahan perilaku didominasi oleh keadaan ekonomi, sosial dan budaya (adat-istiadat) masyarakat dan tekanan luar seperti persaingan dan permintaan pasar yang meningkat pada sumberdaya hutan di kawasan ini. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pengetahuan masyarakat mengenai fungsi hutan meningkat dari aspek ekonomi sebesar 3,3% dan dari aspek ekologis sebesar 8,5%, perubahan jumlah masyarakat yang sebelumnya menyatakan tidak tahu menjadi dapat memberikan pendapat/menjawab juga meningkat sebesar 5,3%. Perubahan sikap masyarakat dalam mendukung upaya pelestarian sumber daya kawasan hutan juga meningkat yang ditunjukkan dengan menurunnya sikap ketidakpedulian sebesar 17,03% sampai 20,88% dalam hal mengambil resiko dan tanggungjawab dan menerima budidaya tanaman lokal (gaharu) dan tanaman tahunan (karet), hal ini didukung dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat pada lembaga adat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran sebesar 9,04%, namun terjadi penurunan tingkat kepercayaan pada lembaga pemerintahan desa sebesar 38,81%. Beberapa hal yang disarankan dari penelitiian ini adalah kajian lanjut untuk mendorong percepatan dukungan masyarakat terhadap pelestarian keanekaragaman hayati kawasan Hutan Pegunungan Muller maka kegiatan yang sangat perlu dilakukan dengan kegiatan yang menghasilkan ketetapan status hak kelola masyarakat atas kawasan hutan. Ketegasan status menjadi jaminan masyarakat dalam melakukan pemanenan hasil hutan yang telah dibudidayakan dan memicu keikutsertaan masyarakat untuk melestarikan kawasan dengan berkurangnya aktifitas pengambilan langsung dimasa yang akan datang. Kegiatan peningkatan keterampilan masyarakat sebagai bentuk kegiatan alternatif untuk memanfaatkan sumberdaya hutan yang berlimpah namun bernilai ekonomi rendah menjadi lebih bernilai ekonomi tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumberdaya saja. Kata Kunci: pendidikan konservasi, sumberdaya hutan, pengetahuan, sikap, perilaku, hutan Pegunungan Muller.
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. 1. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan, 1. b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vii
PENGARUH PENDIDIKAN KONSERVASI TENTANG FUNGSI KAWASAN HUTAN PADA MASYARAKAT PEGUNUNGAN MULLER KALIMANTAN TENGAH
JHON PITER MANALU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
viii
Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. E.K.S.Harini Muntasib, MS
ix
Judul Tugas Akhir : Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah Mayor
: Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Nama
: Jhon Piter Manalu
NRP
: E051064055
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Arzyana Sunkar, MSc. Ketua
Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS Anggota
Diketahui Ketua Mayor/Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS NIP. 1955 0410 1982 03 2002 Tanggal Ujian: 22 Februari 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si NIP. 1965 0122 1989 03 1002 Tanggal Lulus:
x
PRAKATA Puji syukur kepada Sang Khalik yang maha kasih atas berkat dan penyertaan-Nya semata penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul: “Pengaruh Pendidikan Konservasi tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir. Arzyana Sunkar,MSc dan Bapak Dr.Ir.Burhanuddin Masy’ud, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan banyak masukan kepada penulis dalam penyelesaian penelitian ini, juga kepada Ibu Prof.Dr.E.K.S. Harini Muntasib,MS dan Bapak Prof.Dr. Bambang Hero Saharjo, MS yang terus mendorong penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Tidak lupa penulis juga menyampaikan hal yang sama kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama ini. Sebagai manusia biasa penulis tentunya tidak luput dari kealpaan, penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan tulisan ini dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan
Februari, 2010 Jhon Piter Manalu
xi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara tanggal 14 Oktober 1973 dari ayah J. Manalu dan ibu R. Siahaan. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan Ikatan Dinas di Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta lulus tahun 1994 dan ditempatkan di Palangka Raya, ditahun yang sama diterima di Universitas Palangka Raya melalui jalur UMPTN untuk melanjutkan pendidikan pada Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah. Tahun 2002 penulis berhasil menyelesaikan program sarjana (S1) dan tahun 2007 diterima pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan Program Sekolah Pasca Sarjana. Pengalaman kerja penulis dimulai sebagai staf observasi data di Stasiun Meteorologi Palangka Raya sejak tahun 1994 dan aktif dalam kegiatan Lembaga Penelitian Kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup (Walhi) tahun 1996 sampai tahun 2000, Care International Kalimantan Tengah dalam program Sistem Peringatan Dini Bahaya Kebakaran (Early Warning System Fire Danger Rating System/EWS-FDRS) tahun 2005. Sejak tahun 2006 bergabung dengan Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (eLPaM) dan aktif dalam Pokja PIL (Pusat Informasi Ligkungan Hidup) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Badan Lingkungan Hidup Provinsi.
xii
DAFTAR ISI Sampul ...................................................................................................................... Pernyataan Mengenai Tesis dan Sumber Informasi .................................................. Abstrak ...................................................................................................................... Ringkasan .................................................................................................................. Halaman Judul .......................................................................................................... Lembar Pengesahan................................................................................................... Prakata ....................................................................................................................... Riwayat Hidup .......................................................................................................... Daftar Isi ................................................................................................................... Daftar Gambar ........................................................................................................ Daftar Tabel ............................................................................................................. Daftar Lampiran .......................................................................................................
i ii iii iv vii ix x xi xii xiv xv xvi
I 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................ Perumusan Masalah Penelitian........................................................................ Kerangka Pikir Penelitian................................................................................ Tujuan Penelitian............................................................................................. Manfaat Penelitian...........................................................................................
1 4 6 7 7
II 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Perubahan Sosial ................................................................................ Membangun dukungan Konservasi melalui Pemasaran Sosial ...................... Produk Sosial................................................................................................... Pendidikan Konservasi .................................................................................... Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi ...................................................... Budidaya Tanaman Lokal................................................................................
8 11 13 15 16 17
III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Karakteristik Demografi Kawasan Pegunungan Muller ................................. 3.1.1. Pegunungan Muller ......................................................................................... 3.1.2. Kawasan Kerja Kampanye ............................................................................. a. Demografi dan Populasi............................................................................... b. Ekonomi dan Sosial Budaya........................................................................ 3.2. Potensi Sumber Daya Kawasan ...................................................................... 3.3. Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan................................................................ 3.4. Iklim dan Cuaca .............................................................................................. 3.5. Nilai Penting Kawasan ................................................................................... 3.5.1. Konservasi Kawasan Target ............................................................................ 3.5.2. Keanekaragaman Hayati.................................................................................. 3.6. Permasalahan Konservasi ................................................................................ 3.7. Kearifan Lokal Masyarakat Dayak.................................................................. 3.8. Program Konservasi dan Lembaga Lain yang Terlibat ..................................
19 19 20 20 21 22 23 24 24 24 25 27 28 30
xiii
IV METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penentuan Lokasi .............................................................................. 31 4.2. Penentuan Responden ..................................................................................... 31 4.3. Parameter Penelitian ...................................................................................... 32 4.4. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 34 4.5. Alat dan Bahan................................................................................................ 34 4.6. Bentuk dan Tahapan Pengumpulan Data ........................................................ 35 4.7. Prosedur Pelaksanaan Penelitian..................................................................... 37 4.8. Metode Analisis Data...................................................................................... 41 V. 5.1. 5.2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Program Kampanye Pendidikan Konservasi .................................. Perubahan Pengetahuan, Sikap dam Perilaku Masyarakat Pasca Pelaksanaan Pendidikan Konservasi..................................................................................... 5.2.1. Perubahan Pengetahuan .................................................................................. 5.2.2. Perubahan Sikap............................................................................................... 5.2.3. Perubahan Perilaku........................................................................................... 5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat.........................................................................................
42 44 44 49 56 57
VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 60 6.2. Saran................................................................................................................. 61 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 62 LAMPIRAN ............................................................................................................ 64
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6.
Alur Pemikiran Kegiatan Penelitian ................................................... Tipe Produk Sosial .............................................................................. Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah ............................ Tata Guna dan Tutupan Lahan Kawasan Pengunungan Muller .......... Prosedur dan Tahapan Kegiatan Pendidikan Konservasi .................... Gambaran Umum Perubahan Pengetahuan Masyarakat Setelah ........ Kegiatan............................................................................................... Gambar 7.a.b.Perubahan Sikap pasca Pendidikan Konservasi.................................. Gambar 8 Gambaran Umum Perubahan Sikap Masyarakat setelah kegiatan ......
7 14 19 20 38 47 52 55
xv
DAFTAR TABEL Tabel 1 Jumlah penduduk per desa dan kondisi perekonomian ................................ Tabel 2 Luas kawasan dan kondisi lahan di Kec. U’ut Murung ............................... Tabel 3 Jumlah responden per Desa........................................................................... Tabel 4 Program pendidikan konservasi yang dilaksanakan ..................................... Tabel 5 Perubahan pengetahuan masyarakat tentang konservasi kawasan............... Tabel 6. Perubahan pengetahuan mayarakat ............................................................... Tabel 7. Tanggapan terhadap Peraturan Gubernur tentang larangan membakar ........ Tabel 8. Perubahan sikap masyarakat ......................................................................... Tabel 9. Perubahan sikap dalam bentuk dukungan pelestarian sumber daya ............. Tabel 10 Perubahan sikap masyarakat pada pelaku perusakan.................................... Tabel 11 Perubahan sikap masyarakat pada perilaku konservasi ................................ Tabel 12 Perubahan sikap masyarakat terhadap aksi/tindakan konservasi .................. Tabel 13 Perubahan perilaku masyarakat di dalam hutan............................................
21 23 32 42 45 47 48 49 50 51 53 54 56
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3a Lampiran 3b Lampiran 4 Lampiran 5a Lampiran 5b Lampiran 6 Lampiran 7
Matriks Analisis Stakeholders ........................................................... Gambar Konsep Model ..................................................................... Panduan Pertanyaan FGD Kelompok Masyarakat ............................ Panduan Pertanyaan FGD Kelompok Pemerintah Daerah ................ Kuesioner Survei .............................................................................. Daftar Rincian Kegiatan Pendidikan Konservasi ............................. Uraian Kegiatan Kampanye Pendidikan Konservasi......................... Tabel Hasil Rekapitulasi Pendapat Responden ................................. Matriks FGD......................................................................................
64 66 67 68 69 68 74 82 83
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama
yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu yang berlebihan (MacKinnon et al. 2000). Walaupun secara prinsip hutan memiliki banyak fungsi untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, ekologi, budaya dan spiritual bagi generasi sekarang dan yang akan datang (Sumarwoto 2008) namun pengambilan sumber daya hutan bukan kayu seperti gaharu, damar, madu dan rotan yang berlebihan tanpa memperhitungkan suksesi atau kesinambungan jenis tanaman tersebut, akan mengancam keberadaannya menuju kepunahan (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Salah satu kawasan yang mengalami pengambilan sumber daya hutan bukan kayu yang berlebihan adalah Pegunungan Muller-Schwanner di Kalimantan Tengah, tetapi hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai dampak kerusakan hutan terhadap masyarakat yang memiliki ketergantungan tinggi pada hutan (Uluk et al. 2001) di kawasan ini. Pegunungan Muller-Schwanner adalah kawasan yang tepat berada ditengah-tengah Pulau Kalimantan yang merupakan gudang plasma nutfah dan ditetapkan sebagai kawasan pengelolaan lestari dan cagar biosfer. Kawasan ini menyimpan banyak keanekaragaman hayati yang sebagian besar belum dikaji manfaat dan kegunaannya dalam bidang ilmu terapan (LIPI 2005). Berdasarkan penelitian LIPI antara tahun 2003-2004 diketahui sedikitnya terdapat 1100 jenis tumbuhan dan 682 jenis hewan dengan jenis endemik sebanyak 11 jenis burung, 14 jenis ikan, 6 jenis primata dan 10 jenis mamalia (LIPI 2005). Sebelum kondisi krisis keanekaragaman hayati terjadi sebagai akibat dari tekanan kegiatan manusia maka perlu segera dilakukan upaya pelestarian atau konservasi (Primack et al. 1998) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan masyarakat sekitarnya (Harini dan Masy’ud 2004). Salah satu langkah yang harus dilakukan guna mendukung kesinambungan ekonomi masyarakat sekaligus menghindari kepunahan jenis adalah dengan
2
mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003). Menurut Margoluis dan Salafsky (1998) beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kawasan adalah: 1) faktor langsung, 2) faktor tidak langsung dan, 3) pengaruh faktor lainnya. Salah satu faktor langsung yang mempengaruhi kondisi kawasan hutan Pegunungan Muller adalah masyarakat sekitar hutan. Kawasan ini sejak dahulu sudah menjadi penyanggah kehidupan penduduk sekitarnya dan seiring pertambahan penduduk setelah pemekaran wilayah kabupaten dan kecamatan serta peningkatan kebutuhan manusia pada masa kini, mengakibatkan kawasan ini menjadi tujuan eksploitasi. Hal ini ditunjukkan dengan kegiatan perburuan dan pengambilan langsung hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu oleh masyarakat setempat dan pendatang baru juga meningkat. Intensitas eksploitasi
sumberdaya
hutan
yang
semakin
meningkat
menyebabkan
menurunnya masa istirahat lahan yang berakibat pada menurunnya kualitas hasil panen dan menurunnya daya dukung lahan (wawancara FGD 2008). Salah satu kelompok yang paling rentan terhadap efek pengelolaan lingkungan hutan adalah masyarakat yang tinggal di kawasan hutan. Pengetahuan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan diwariskan secara turun-temurun
yang
biasanya
diikuti
dengan
aturan
yang
bertujuan
mempertahanankan fungsi sumberdaya hutan dan sungai untuk menjamin hasil hutan berupa bahan makanan dan buruan terus-menerus mudah didapatkan (Uluk et al. 2001). Dengan menurunnya keanekaragaman hayati sebuah kawasan maka semakin rendah pula daya dukung kawasan terhadap kehidupan (Soerjani et al. 2008). Membangun sebuah kemitraan dalam pengelolaan sumberdaya lingkungan hidup akan melibatkan banyak kelompok seperti pemerintah, akademisi, LSM, dunia usaha dan masyarakat serta kelompok komunikator. Kemitraan yang terbangun hanya dapat dipertahankan dengan proses komunikasi yang menyambungkan seluruh kelompok yang terlibat dan sistem yang dibangun dapat dikomunikasikan dengan baik untuk melakukan identifikasi, penentuan masalah dan penyelesaian serta pemilihan strategi yang akan diwujudkan oleh tiap kelompok (Djajadiningrat 2001). Penerimaan sebuah kelompok pada kelompok
3
lain tergantung pada persepsi yang timbul dalam pemikiran setiap kelompok yaitu, persepsi adalah proses yang dilalui untuk menerima, memilah, mengorganisir dan menafsirkan informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti tentang sesuatu hal (Andreasen 1995; Weinreich 1999; Kotler et al. 2006). Pemerintah menyadari bahwa kerusakan lingkungan hidup (hutan) dan penyusutan
keanekaragaman
hayati
di
Indonesia
harus
segera
diatasi.
Keterbatasan pemerintah dalam pendanaan, luasan dan perbedaan karakteristik kawasan, maka pemerintah mengupayakan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan konservasi. ”Guna mendorong peranserta masyarakat dalam konservasi, pemerintah melaksanakan berbagai kegiatan yang berdayaguna dan berhasil guna” (UU No. 5 Tahun 1990, pasal 37 butir 1). Upaya tersebut hanya dapat dilakukan dengan pola keterbukaan dalam perwujudan peran dan hak masyarakat sekitar sumberdaya (hutan) dalam pengelolaannya. Penguatan kontrol masyarakat hanya dapat diwujudkan melalui partisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya tersebut (Primack et al. 1998). Guna mempertahankan keanekaragaman hayati yang dimiliki kawasan ini maka perlu dilakukan suatu upaya bersama masyarakat setempat untuk melestarikan sumberdaya alam hutan Pegunungan Muller dengan gerakan penyadaran. Salah satu bentuknya adalah kegiatan pendidikan konservasi dengan metode kampanye konservasi melestarikan alam. Program kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kawasan dan mendorong perubahan perilaku masyarakat dari pengumpul hasil hutan menjadi kelompok pelaku budidaya tanaman yang memiliki nilai ekonomi sekaligus mendorong pemantapan fungsi ekologis, hidrologis dan budaya masyarakat setempat. Jenis komoditi ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat lokal sejak abad ketujuh (Mackinon 2000). Gaharu adalah salah satu sumber mata pencaharian masyarakat lokal yaitu masyarakat Dayak (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Motif ekonomi yang juga terbangun bersama program kampanye konservasi melalui kegiatan budidaya tanaman lokal diharapkan menjadi insentif bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati secara terus-menerus.
4
1.2.
Perumusan Masalah Penelitian Pegunungan Muller yang terletak di tengah-tengah jantung Borneo adalah
satu dari sedikit kawasan hutan hujan tropika yang tersisa di Indonesia. Topografi kawasan ini didominasi daerah pegunungan tinggi dengan kemiringan terjal. Hutan dalam kawasan pegunungan Muller dan sekitarnya sepantutnya dilindungi karena berperan sebagai fungsi cadangan air di masa yang akan datang. Kawasan ini terletak di tiga provinsi yaitu provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah yang menjadi menara air tidak hanya bagi ketiga provinsi tersebut di atas tetapi juga negara tetangga Sabah dan Sarawak. Hampir semua sungai-sungai besar di Kalimantan berhulu dari Pegungungan Muller ini seperti Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kapuas dan Sungai Mahakam. Di samping itu kawasan Pegunungan Muller menyimpan kekayaan biodiversitas dan misteri alam yang belum banyak terungkap. Hal ini menjadi alasan dalam pengusulan kawasan Pegunungan Muller menjadi Alam Warisan Dunia (LIPI 2005). Guna mendorong pengelolaan suatu kawasan hutan alam yang memiliki biodiversitas tinggi secara terus menerus, dibutuhkan tidak hanya informasi dan data mengenai keanekaragaman hayati dan fungsi kawasan saja. Diperlukan dukungan dari masyarakat sekitar kawasan yang menjadi kelompok paling berkaitan langsung. Kajian sosial masyarakat, terutama yang berkaitan dengan aktifitas pengelolaan kawasan oleh masyarakat setempat perlu digali dan didorong untuk menghindari konflik kepentingan dalam mengelola kawasan. Kelompok masyarakat Dayak di kawasan ini sejak abad ke 7 telah melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan sumberdaya kawasan berupa sumber daya hutan kayu dan non kayu (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah yang telah mengenal berbagai jenis tumbuhan hutan di sekitar kawasan mereka, sebagian juga telah mengenal berbagai jenis tanaman berkayu bermanfaat. Sebagian besar belum dibudidayakan (wild-species),
setengah
dibudidayakan
dibudidayakan
sepenuhnya
(cultivated
(semi-cultivated
species).
Jenis
species)
dan
tumbumhan
yang
dibudidayakan didominasi jenis pohon penghasil buah-buahan yang sebagian
5
besar juga dikombinasikan dengan tanaman dan hewan yang bermanfaat tersebar di bekas lahan ladang atau di sekitar perkampungan (Arifin et.al 2003) Pengetahuan tentang pemanfaatan jenis pohon dan tumbuhan hutan yang didapat secara turun-temurun terlihat dari kemampuan masyarakat mengenali jenis tumbuhan yang berguna bagi mereka dengan sistem penamaan yang berbeda pada tiap tingkatan umur tumbuhan tertentu. Berbagai jenis pohon dan tumbuhan yang berada di hutan, telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan seperti pemenuhan kebutuhan domestik rumah tangga dan kegiatan upacara adat yang menggunakan kayu khusus dan dinyatakan sebagai kayu adat seperi ulin (Eusyderoxylin swageri), rotan (Daemonorops sp). Ketergantungan masyarakat lokal di kawasan Pegunungan Muller terhadap sumberdaya hutan sangat tinggi, hal ini terlihat dari kondisi perekonomian masyarakat yang sangat tergantung dari kegiatan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, gaharu dan komoditi yang bernilai ekonomis lainnya. Tingginya permintaan pasar dan meningkatnya harga komoditi hasil hutan, mendorong peningkatan intensitas kegiatan perburuan hasil hutan yang berakibat pada penurunan keanekaragaman hayati kawasan Pegunungan Muller. Usaha budidaya tanaman yang dilakukan masyarakat Dayak di kawasan ini umumnya didominasi jenis tanaman padi dan buah-buahan seperti durian, rambutan, cempedak yang dilakukan di ladang dan pekarangan rumah mereka. Kegiatan pelestarian jenis tanaman oleh masyarakat lokal hanya pada jenis tanaman yang berperan dalam kegiatan budaya adat dan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur. Meskipun kehidupan ekonomi mereka sangat tergantung pada jenis tanaman lokal yang sudah semakin sulit didapatkan, namun belum terpikirkan cara untuk membudidayakannya. Pada penelitian ini permasalahan yang dikaji adalah 1) tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap fungsi kawasan hutan selain fungsi ekonomi dalam mendukung kegiatan konservasi di kawasan Pegunungan Muller sesudah dan sebelum kampanye konservasi. 2) Faktor-faktor yang mendorong masyarakat menerima atau menolak kegiatan konservasi kawasan hutan sesudah dan sebelum kampanye konservasi.
6
1.3.
Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian didasarkan pada kondisi
hutan di kawasan
Pegunungan Muller setelah penetapan kawasan ini menjadi bagian dari kawasan pengelolaan lestari HoB (Heart of Borneo). Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam mendukung program ini maka diperlukan peningkatan pengetahuan masyarakat lokal tentang kawasan dan fungsinya bagi mereka dan orang lain yang tinggal di luar kawasan Jantung Borneo. Dengan peningkatan pengetahuan terkait fungsi kawasan maka diharapkan timbul sikap untuk mendukung program ini dan selanjutnya akan dapat mendorong perubahan perilaku menjadi mendukung kegiatan pelestarian sekaligus memberikan umpan balik berupa insentif ekonomi dalam kegiatan pengelolaan kawasan yang memiliki nilai ekonomi bagi mereka. Keberadaan hutan bagi masyarakat setempat sebetulnya sangat penting, karena hutan bagi mereka bukan hanya sekedar karena peran ekologis, tetapi lebih jauh merupakan bagian dari kehidupannya. Kawasan hutan Pegunungan Muller yang memiliki sumberdaya dan keanekaragaman hayati berlimpah sebagai penyokong kehidupan masyarakat lokal mendapatkan tekanan yang terus-menerus baik oleh masyarakat sekitar dan luar kawasan yang mengakibatkan fungsi dan hasil sumberdaya yang dimiliki kawasan menurun. Pendidikan konservasi melalui aktifitas kampanye konservasi bangga
melestarikan
alam
diharapkan
mampu
mendorong
peningkatan
pengetahuan, kepedulian dan peran serta masyarakat pada kawasan ini. Meskipun mereka sadar akan arti penting hutan dalam kehidupannya, namun mereka belum tahu betul cara mengelola hutan secara berkelanjutan. Untuk
mendorong
peningkatan
pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat secara positif terhadap kawasan dilakukan kegiatan-kegiatan yang dibangun bersama masyarakat dengan mengadopsi kepentingan ekonomi, sosial dan budaya setempat. Implementasi kampanye
konservasi adalah dengan
menggunakan teknik pemasaran sosial dengan menekankan pada pesan konservasi hutan di kawasan ini guna mendukung kehidupan masyarakat sekitar kawasan dan luar kawasan maka disusun sebuah konsep berfikir seperti yang terlihat pada Gambar 1.
7
Gambar 1. Alur pemikiran kegiatan penelitian kampanye konservasi. 1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui dan mengkaji pengetahuan masyarakat tentang fungsi kawasan hutan Pegunungan Muller sebelum kampanye konservasi.
2.
Mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang fungsi kawasan hutan sebelum dan setelah kampanye konservasi.
3.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan masyarakat Dayak dalam kegiatan konservasi sumberdaya kawasan hutan.
1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi semua pihak yang
terkait pengelolaan kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah untuk membangun
dukungan
masyarakat
dalam
Program
Konservasi
Jantung
Kalimantan (Heart of Borneo) dengan pendekatan pemasaran sosial. Penelitian ini juga diharapkan menjadi informasi dan kajian baru bagi pelaksanaan kegiatan pendidikan konservasi dimasa yang akan datang dari aspek sosial dan budaya lokal masyarakat Dayak.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Konsep Perubahan Sosial Pemasaran sosial adalah aplikasi program yang disusun secara sistematis
untuk memecahkan persoalan sosial di masyarakat (Rogers 1995). Pemasaran sosial dapat pula dikatakan sebagai penerapan dari metode memasarkan produk atau jasa dalam bentuk pengelolaan program sosial dengan suatu pendekatan yang terencana untuk memecahkan persoalan tertentu yang terjadi dalam suatu komunitas masyarakat tertentu (Kotler dan Roberto 1989). Dalam hal kegiatan konservasi maka pemasaran sosial direncanakan dengan menggali semua pengetahuan lokal dan perilaku tertentu pada masyarakat setempat yang mendukung kegiatan pengelolaan lingkungan atau konservasi. Semua bentuk kegiatan yang memang terpola sebagai bagian dari perilaku masyarakat baik yang mendukung atau bertentangan dengan prinsip konservasi diangkat dan susun menjadi tawaran baru dalam bentuk produk pemasaran sosial konservasi. Kotler dan Roberto (1989) menguraikan hal-hal yang terkait karakteristik kelompok sasaran untuk mendorong keberhasilan pendidikan konservasi adalah: a. Sosiodemografi meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, agama, kelas sosial, suku, status pernikahan, jumlah anggota keluarga dan lain sebagainya. b. Psikologis meliputi sikap, nilai, norma, motivasi, kepribadian, orientasi sikap dan orientasi ekonomi serta perilaku gaya hidup. c. Perilaku meliputi pola perilaku, kebiasaan dan cara mengambil keputusan. Pelaku pemasaran sosial juga harus dapat mengidentifikasi kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok sasaran untuk menetralisir penolakan dan pengalangan dukungan untuk mencapai tujuan perubahan. Kotler et al. (2006) memberikan perhatian khusus pada beberapa kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok sasaran seperti : 1) kelompok pemberi izin atau lembaga yang berwenang memberi izin yang diperlukan dalam merancang, memulai dan melaksanakan aktivitas pemasaran sosial di lapangan seperti unsur pemerintah dan pengambil kebijakan umum; 2) kelompok pendukung berupa individu atau kelompok
9
dukungan diperlukan dalam program pemasaran sosial seperti lembaga adat, kepala adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan kelompok sosial ekonomi masyarakat berupa koperasi dan sebagainya; 3) kelompok penentang adalah kelompok atau lembaga yang perlu didekati, supaya dapat mendorong percepatan penerimaan pemasaran sosial kelompok ini biasanya adalah kaum mapan secara ekonomi dan sosial dengan anggapan bahwa perubahan dapat saja membuat mereka tidak semakin baik tapi malah sebaliknya seperti aturan dan larangan merubah adat dan kebiasaan masyarakat adat. Untuk mencapai hasil yang memuaskan pada program pendidikan konservasi dengan metode kampanye pemasaran sosial maka program tersebut harus mengenali kebiasaan mayarakat yang selaras dengan konservasi dan menghilangkan kendala serta dapat memanfaatkan hal-hal yang mendorong percepatan penerimaan pesan oleh masyarakat sasaran. Untuk mendapatkan sebuah perubahan yang berarti maka pelaku pemasaran sosial. wajib mengetahui 1) siapa kelompok sasarannya, misalnya kelompok pemburu, penebang kayu atau petani; 2) bagaimana kondisi dan motivasi yang dapat merubah kelompok masyarakat sasaran, misalnya kondisi alam atau hasil hutan yang semakin sulit didapatkan; 3) apa yang harus dilakukan dan dapat memilih mana yang paling memberikan perubahan berarti seperti sumber-sumber yang memang dimiliki sebelumnya atau telah ada pada kelompok masyarakat sasaran atau hal-hal yang memang sudah dikenal masyarakat dengan baik sebelum program dirancang. Andreasen dan Alan (1995) menekankan bahwa proses perubahan seseorang atau kelompok dari sebuah kebiasaan lama menuju hal baru, umumnya akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Pre-contemplation,
yaitu
tahapan
dimana
kelompok
sasaran
masih
memerlukan informasi dan pembuktian hal yang disampaikan dan menarik perhatian. 2) Contemplation, yaitu tahapan dimana masyarakat sasaran mulai memikirkan dirinya dan kelompoknya serta hubungannya dengan pesan yang diterima. 3) Action, adalah tahapan dimana hal yang mengubah tingkah laku mulai terlihat. Pesan harus terus-menerus diupayakan untuk mengurangi kendala yang mungkin terjadi sebagai penghambat, dengan adanya perubahan ini pesan
10
harus dapat pula diteruskan oleh orang yang menjadi panutan atau tokoh yang mereka kenal. 4) Maintenance adalah usaha untuk mempertahankan pesan agar tetap dilakukan tahapan ini sangat terkait dorongan reward atau hasil yang didapat memberikan perubahan yang baik bagi mereka. Kotler dan Roberto (1989) mengungkapkan bahwa pendidikan konservasi dengan metode kampanye perubahan sosial adalah usaha yang disusun oleh agen perubahan dengan tujuan untuk mempengaruhi atau merubah perilaku kelompok sasaran, dari kebiasaan lama pada sebuah kebiasaan lain yang baru dengan ajakan, saran dan contoh tertentu. Beberapa hal yang penting dalam kampanye perubahan perilaku ialah: a. Sebab-akibat : yaitu tujuan sosial yang diyakini oleh agen perubahan dapat menghasilkan jawaban yang diinginkan atas suatu masalah sosial. Tujuan kampanye perubahan sosial meliputi: •
Peningkatan
kesadaran/pengetahuan/kognitif
misalnya
penyebaran
informasi tentang bahaya banjir dan tanah longsor pada areal hutan yang mengalami degradasi vegetasi. •
Ajakan untuk melakukan suatu aksi tunggal pada suatu waktu tertentu, misalnya melakukan penanaman pohon dalam mendukung program one man one tree.
•
Mengubah perilaku/aksi berulang seperti meninggalkan perilaku lama, mencoba mempraktekkan perilaku baru dan mempertahankan pola perilaku
baru
misalnya
merubah
perilaku
membuang
sampah
sembarangan, memilah dan mengolah sampah rumah tangga, menanam tanaman obat keluarga (toga). •
Mengubah nilai, misalnya mengubah nilai agama atau budaya yang dianggap hal yang pali atau tabu. Umumnya, orang akan menolak pesan yang bertentangan dengan nilai-nilainya. Seorang agen perubahan dapat memberdayakan hukum dan sanksi legal untuk mempromosikan sikap, perilaku dan nilai baru yang harus diadopsi oleh kelompok sasaran. Setelah jangka waktu tertentu, kepatuhan pada hukum baru akan menghasilkan perubahan sikap, perilaku dan nilai yang diinginkan.
11
b. Agen perubahan yaitu individu, organisasi, pemerintah atau gabungan ketiganya yang berupaya mewujudkan perubahan sosial. c. Kelompok sasaran yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang menjadi sasaran upaya perubahan. d. Saluran komunikasi dan distribusi terbangun bilamana terjadi pertukaran pengaruh dan tanggapan secara dua arah antara agen perubahan dan sasaran. e. Strategi perubahan yaitu arah program yang diadopsi oleh agen perubahan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku sasaran, meliputi dari segi teknologi, ekonomi, politik, pendidikan dan pemasaran sosial. Selanjutnya dalam kampanye perubahan sosial sangat memerlukan perhatian khusus pada faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan agar dapat mendorong individu dan kelompok sasaran terus-menerus mau melakukan kegiatan yang dikampanyekan sebagai wujud kesuksesan kampanye. Faktorfaktor yang mempengaruhi kesuksesan kampanye perubahan sosial (Kotler dan Roberto 1989) adalah sebagai berikut: a. Faktor kelompok sasaran, misalnya sikap apatis dan defensif terhadap pesan yang disampaikan. b. Faktor pesan, misalnya pesan yang disampaikan harus memuat manfaat yang menguntungkan bagi kelompok sasaran dengan cara yang menarik perhatian. c. Faktor media, misalnya menggunakan media pada waktu yang tepat, sehingga sasaran dapat optimal menerima pesan kampanye. d. Faktor mekanisme tanggapan, misalnya dengan menyediakan cara mudah dan nyaman bagi kelompok sasaran yang telah termotivasi, untuk secara positif menanggapi dan melakukan aksi tindak lanjut sesuai pesan yang dimaksud dalam kampanye.
2.2.
Membangun dukungan Konservasi melalui Pemasaran Sosial Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007) disebutkan
bahwa pemasaran adalah proses, cara dan perbuatan memasarkan barang atau jasa termasuk menyebarluaskan ide, barang dan jasa tersebut ke tengah-tengah masyarakat. Pemasaran sosial adalah cara untuk mengubah perilaku melalui pendekatan tradisional yang menggunakan segala modal sosial yang ada di
12
masyarakat kemudian menggabungkannya dengan teknologi modern dalam komunikasi, ketrampilan dan seni pemasaran (Kotler dan Roberto 1989). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemasaran sosial yang berhubungan dengan kegiatan konservasi adalah bentuk, perencanaan dan pengendalian program yang dapat diukur tingkat keberhasilan atau efektifitasnya, karena dalam kegiatan kampanye konservasi produk yang dipasarkan tidak berbentuk barang yang langsung memiliki efek dalam waktu singkat. Menurut Kotler dan Roberto (1989) pemasaran sosial juga menggunakan konsep dan prinsip pemasaran komersial layaknya sebuah produk atau barang yang ditawarkan dengan konsep pembauran dalam memperkenalkan dan memasarkan ide, perilaku dan objek yang dapat dilihat. Ke-empat konsep tersebut diuraikan sebagai berikut : a.
Product adalah ide, perilaku dan obyek fisik yang ditawarkan oleh agen perubahan pada kelompok sasaran,
b.
Price adalah pengorbanan yang harus dikeluarkan berupa, uang, waktu, tenaga, upaya serta tuntutan psikologis oleh kelompok sasaran dalam menerima produk,
c.
Place adalah sarana yang digunakan dalam penyampaian produk kepada kelompok sasaran, (dalam program kampanye konservasi place berupa alat penyampai produk seperti media massa elektronik seperti radio, dan media cetak seperti bahan-bahan kampanye yang berisi pesan)
d.
Promotion adalah sarana untuk memperkenalkan produk (pesan) kepada kelompok sasaran melalui diskusi, interaksi, iklan layanan masyarakat dan kegiatan lain yang bertujuan menyampaikan pesan konservasi. Dalam menyampaikan pesan konservasi dengan metode pemasaran sosial
terdapat beberapa saluran yang memang sudah dikenal masyarakat sebagai bagian dari budaya mereka. Hal ini harus mendapat perhatian karena saluran tersebut sudah terbangun di masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut yang terwujud dalam komponen individu dan modal sosial seperti: 1. Rapat kampung atau sarasehan yang memberikan kesempatan bertatap muka, saluran ini dapat berupa individu yang memanfaatkan pertemuan dalam
13
penyampaian ide, gagasan dan pesan kampanye. Biasanya saluran ini sangat efektif dalam penyampaian pesan. 2. Tokoh kampung atau pemuka masyarakat yang memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya dianggap pantas untuk dijadikan teladan. Informasi dari sumber yang dapat dipercaya akan mempengaruhi keyakinan, opini, sikap dan tingkah laku melalui pendalaman masalah. Sekali penerima mendalami sebuah opini atau sikap, maka opini atau sikap itu akan tercakup dalam sistem keyakinannya dan dapat bertahan walaupun sumber pesan sudah dilupakan. Pesan melalui orang seperti ini akan cepat diterima secara komunal. Dalam implentasi pendidikan konservasi sebaiknya memperhatikan saluran komunikasi ini yang biasanya dimiliki oleh tokoh adat, tokoh agama, seniman dan aktifis masyarakat. Kelompok ini akan sangat efektif sebagai duta penyampaian pesan terutama bila intensitas penyampaian pesan tidak cukup banyak dan keterbatasan waktu dalam implementasi program serta perbedaan tingkat kemampuan menerima dari masing-masing individu. Kelompok ini juga dapat dipakai untuk memelihara pesan terutama pada saat diskusi antar masyarakat yang biasanya seringkali merka tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pendapat atau bertanya kepada orang yang belum dikenal baik. Prosedur kegiatan umum yang diperlukan dalam membangun sebuah program pemasaran sosial konservasi, karena produk yang diberikan adalah ide yang tidak serta-merta dapat dirasakan manfaatnya dalam waktu singkat, namun demikian hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemasaran sosial adalah 1) pendefenisan masalah yang jelas dan terukur; 2) menetapkan penilaian kelompok sasaran yang akan diubah; 3) membagi kelompok sasaran dalam segmen; 4) menetapkan kelompok sasaran yang akan diubah; 5) menetapkan pembauran kelompok sasaran, 6) menetapkan program, dan; 7) evaluasi terhadap pelaksanaan program. 2.3.
Produk Sosial Produk sosial dalam pemasaran sosial dibedakan berdasarkan :
1.
Tingkat tekanan pasar (difficulty of market peneteration) yaitu kemampuan produk sosial memberikan tingkat kepuasan lebih yang tidak dimiliki produk lain dan atau setidaknya memenuhi kebutuhan dasar saat ini. Dalam kegiatan
14
kampanye konservasi produk seperti ini adalah produk sosial yang paling sulit dipasarkan kepada kelompok sasaran. 2.
Beban kompleksitas pasar (complication of marketing task) yaitu tingkat kerumitan dalam memasarkan produk sosial berupa ide dan sekaligus praktek sosial yang berwujud dan tidak berwujud dalam objek fisik.
3. Berdasarkan obyek akhir yang diadopsi (object/end-result of adoption) berupa ide, aksi perseorangan, praktek prilaku (ulangan aksi yang terus-menerus dan menghasilkan pola tertentu) dapat diuraikan dalam Gambar 2 berikut :
Gambar 2. Tipe produk sosial (Sumber: Kotler dan Roberto 1989). Selanjutnya Kotler dan Roberto (1989) menguraikan bahwa ide dibangun dari 3 unsur yaitu: 1) kepercayaan berupa gambaran terhadap kenyataan tanpa perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu; 2) sikap berupa hasil evaluasi positif ataupun negatif terhadap orang atau agen, pelaku, ide dan kejadian atau peristiwa dan situasi tertentu; dan 3) nilai) berupa pemahaman benar-salah terhadap orang, ide maupun keadaan. Kepercayaan adalah suatu hal yang disadari atau tidak tergambar dari perkataan dan berwujud tindakan untuk mengambil atau memilih. Sikap adalah tanggapan terhadap sesuatu hal yang didasari pada rangkuman kepercayaan terus-menerus terhadap suatu obyek atau situasi yang selanjutnya mempengaruhi seseorang dalam menanggapi suatu hal. Nilai adalah hal yang mendasari dan mendorong seseorang untuk bersikap dan berharga dalam suatu usaha pencapaian yang berorientasi pada sistem kepercayaan secara menyeluruh pada suatu hal. Umumnya orang akan memilih untuk mengikuti kegiatan tertentu dan berperilaku terus menerus jika: 1) mereka tahu memahami benar kegiatan dan manfaatnya serta mengerti implikasi tingkah laku alternatif yang kurang berkelanjutan; 2) kendala yang mereka hadapi untuk
15
melaksanakan kegiatan atau tingkah laku baru sudah teratasi atau terkurangi; 3) mereka mengerti bahwa manfaat kegiatan yang baru atau perubahan dari tingkah laku lama akan memberi manfaat lebih daripada terus bertahan dengan tingkah laku yang ada. 2.4.
Pendidikan Konservasi Program pendidikan konservasi yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah metode kampanye
konservasi bangga yang diperkenalkan oleh Rare.
Metode kampanye ini adalah metode pendidikan konservasi yang digabungkan dengan teknik pemasaran sosial dengan tujuan merubah perilaku kelompok sasaran kampanye. Program ini dirancang untuk mempercepat perubahan perilaku masyarakat, yang diawali dengan berbagai kegiatan untuk peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat sasaran dalam pengelolaan kawasan hutan sekitar mereka. Metode kampanye ini diperkenalkan di Indonesia dalam 3 tahun terakhir pada beberapa kawasan seperti Gunung Leuser Nanggro Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Pulau Siberut Sumatera Barat, Pantai Berau Kalimantan Timur dan Kepulauan Togean di Sulawesi Utara, Kepulauan Komodo di NTT, Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat Papua Barat dan beberapa kawasan tahura dan taman nasional di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satu kunci sukses kampanye ini adalah pelibatan dan pembentukan komitmen pada kelompok masyarakat seperti: masyarakat awam, aparatur pemerintahan desa, kecamatan dan kabupaten, kelompok agamawan dan usahawan. Pesan kampanye dan bentuk kampanye yang dilaksanakan membawa pesan khusus terkait isu lingkungan yang terjadi pada masing-masing kawasan. Isu yang paling sering diangkat dalam kampanye adalah kehutanan dan kelautan didasarkan pada kondisi kawasan dan ancaman kerusakan lingkungan pada kawasan kampanye. Metode kampanye ini umumya memperkenalkan program dengan ikon tertentu untuk melekatkan ingatan masyarakat dengan spesies tertentu yang terkait erat dengan kampanye, dirancang bersama masyarakat menjadi ikon sebagai flagship spesies. Beberapa contoh flagship spesies sebagai ikon dalam kampanye bangga adalah: 1) ikan kerapu di pulau Togean; 2) harimau sumatera di Nanggro
16
Aceh Darussalam; 3) penyu di Pantai Berau Kalimantan Timur dan berbagai jenis burung pada beberapa kampanye terkait isu konservasi hutan RARE (2007).
2.5.
Persepsi Masyarakat terhadap Konservasi Konservasi atau pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya
untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Konservasi sumberdaya hutan adalah upaya pelestarian sumberdaya hutan untuk menjamin kesinambungan ketersediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan hutan
Kementerian Lingkungan Hidup (2002). Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilalui seseorang untuk menerima,
memilah,
mengorganisir
dan
menafsirkan
informasi
untuk
menciptakan gambaran yang berarti tentang dunia. Persepsi dapat pula diartikan sebagai pengalaman, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengertian sendiri dalam memandang sebuah persoalan (Rakhmat 2005). Atkinson dan Hilgard (1991) dalam Hadi (2001) menyatakan bahwa sebagai suatu cara pandang atau penilaian, persepsi termasuk proses komunikasi yang timbul karena adanya respon dalam bentuk interpretasi, penilaian, harapan atau aspirasi seseorang terhadap obyek. Berdasarkan pengertian persepsi di atas, maka proses pembentukan persepsi merupakan proses yang terjadi pada diri individu yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat dapat diartikan dua konsep, yaitu: 1) masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama, dan; 2) masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas.
17
Yang dimaksudkan dengan persepsi masyarakat terhadap konservasi dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai tanggapan masyarakat tentang pentingnya upaya konservasi hutan sebagai bagian dari sumber kehidupan mereka. Persepsi masyarakat umumnya timbul dalam tahap-tahap proses adopsi atau penerimaan ide yang dimulai dari penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku Departemen Kehutanan (2000) yaitu: 1) kelompok sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi (awareness); 2) adanya minat yang ditandai dengan keinginan bertanya dan ingin tahu lebih banyak tentang inovasi yang disampaikan (interest); 3) menanggapi atau memberikan penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat dari inovasi (evaluation); 4) timbulnya keinginan untuk melakukan atau mencoba dalam skala kecil (trial), dan; 5) siap untuk menerapkan dengan penuh keyakinan dalam skala yang lebih besar (adoption).
2.6.
Budidaya Tanaman Lokal Percepatan adopsi masyarakat terhadap inovasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor sebagai berikut: 1) inovasi yang ditawarkan yaitu bersifat intrinsik atau melekat pada inovasinya; 2) inovasi baru harus memiliki keunggulan teknis, ekonomis dan budaya; mudah tidaknya dikomunikasikan dan diamati; serta sifat ekstrinsik yang mencakup kesesuaian lingkungan setempat dan tingkat keunggulan relatif dibanding teknologi yang ada sebelumnya. Inovasi secara umum dipahami dalam konteks peribahan perilaku. Inovasi biasanya erat kaitannya dengan lingkungan yang berkarakteristik dinamis dan berkembang. Inovasi merupakan gagasan atau sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru dalam perspektif individu maupun komunal yang merupakan satu rangkaian kegiatan proses pembuatan, penawaran jasa atau barang baru dengan beberapa kelebihan dalam hal kemudahan dan peluang pemanfaatnya (Rogers 1995). Sejak abad ke 7, masyarakat Dayak telah melakukan budidaya tanaman lokal buah-buahan di ladang dan disekitar perkampungan mereka (MacKinnon 2000) seperti durian (Durio spp), nangka (Artocarpus intigra), rotan (Daemonorops sp) dan tumbuhan lain yang digunakan dalam upacara adat. Salah satu jenis tumbuhan lokal yang memiliki nilai ekonomi tingi dan berpotensi besar dalam jumlah maupun luas penyebarannya di kawasan ini adalah gaharu.
18
Secara umum masyarakat Dayak pedalaman mendapatkan sumber penghidupanya pada hasil berburu atau mengumpul gaharu (Aquilaria malaccanensis)
Soehartono
dan
Mardiasuti
(2003).
Kegiatan
berladang
memerlukan modal awal berupa biaya dan tenaga yang cukup besar, modal untuk memulai kegiatan berladang biasanya dari hasil mendapatkan gaharu. Intensitas kegiatan mencari gaharu menjadi sangat tinggi karena perburuan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lokal terkadang, para pengumpul juga sering membawa orang luar (perantau baru) untuk berburu. Hal ini mengakibatkan keberadaan jenis penghasil gaharu alam semakin langka. Saat ini jenis A. malaccensis telah masuk dalam kategori Appendiks II (langka) menurut CITES, sehingga ekspor atau perdagangannya dipantau dan dibatasi oleh kuota. Sangat disayangkan sampai saat ini tidak ada sama sekali inisiatif masyarakat untuk membudidayakan tanaman ini.
19
BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1.
Karakteristik Demografi Kawasan Pegunungan Muller
3.1.1. Pegunungan Muller Sebagian besar dari kawasan Pegunungan Muller secara administratif berada di wilayah Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah, (Gambar 3) yang terletak di daerah khatulistiwa berada di bagian utara Kalimantan Tengah, yaitu pada posisi antara 113° 20`– 115° 55` BT dan antara 0°53`48” LS – 0° 46` 06” LU. Kabupaten Murung Raya berbatasan pada sebelah Utara dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, sebelah Timur dengan Kabupaten Barito Utara dan Provinsi Kalimantan Timur, sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Barito Utara Kabupaten Kapuas, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas dan Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Murung Raya adalah kabupaten pemekaran dari Kabupaten Barito Utara yang meliputi 5 wilayah kecamatan, yang terdiri dari 116 desa dan 2 kelurahan, Kecamatan U’ut Murung adalah pemekaran dari Kecamatan Sumber Barito dengan luas 1.227 Km², Kecamatan Sumber Barito dengan luas 17.083 Km², Kecamatan Murung dengan luas wilayah 730 Km², Kecamatan Laung Tuhup dengan luas 3.111 Km², Kecamatan Tanah Siang dengan luas 1.549 Km².
Gambar 3. Kawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah Sumber : Pokja Heart of Borneo Kalimantan Tengah
20
Penggunaan lahan dan penutupan lahan pada kawasan Pegunungan Muller didominasi oleh cagar alam dan hutan lindung serta kawasan hutan produksi terbatas (Gambar 4). Untuk kepentingan fokus pendidikan konservasi, maka kawasan target dibatasi pada bagian Hulu Pegunungan Muller di 4 (empat) desa yaitu Desa Tumbang Tujang, Desa Tumbang Keramu, Desa Tumbang Olong I dan Desa Tumbang Olong II yang berbatasan langsung dengan kawasan ini di kecamatan U’ut Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah (Pemkab Mura 2006).
Gambar 4. Tata Guna dan Tutupan Lahan Kawasan Pegunungan Muller Sumber : Pokja Heart of Borneo Kalimantan Tengah
3.1.2. Kawasan Kerja Kampanye a. Demografi dan Populasi Masyarakat yang menjadi target dari program ini terdiri dari empat desa yaitu Tumbang Tujang, Tumbang Keramu, Tumbang Olong I, Tumbang Olong II di Kecamatan U’ut Murung Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah dengan Total luas 290.012 hektar, dengan jumlah penduduk 2.910 jiwa. Perincian jumlah penduduk di masing-masing desa, terlihat dalam Tabel 1.
21
Tabel 1. Jumlah Penduduk per Desa dan Kondisi Perekonomian No
Jenis Kelamin LK PR
DESA
1 Tumbang Olong I, II 1.327 2 Tumbang Keramu 327 3 Tumbang Tujang 257
479 285 235
Total Pra jlh Jumlah Gakin % % kel KS & Penduduk KK 2005 Gakin petani KS 1 1.806 612 492
456 129 107
51 46 67
11,18 35,66 62,62
15 17 19
37 23 23
Sumber : BPS Kabupaten Murung Raya dalam Angka 2006b
Kepadatan penduduk Kabupaten Murung Raya masih termasuk kategori jarang yaitu 3,65 atau 4 jiwa/ Km2. Kepadatan penduduk jika dibandingkan antar kecamatan, menunjukkan keadaan yang tidak merata. Kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Murung 29,88 jiwa/Km2, Kecamatan U’ut Murung 12,48 jiwa/Km2. Kecamatan U’ut Murung merupakan kecamatan yang paling jarang penduduknya hanya 0,91 jiwa/ Km2. Penduduk Kabupaten Murung Raya menyebar dalam suatu wilayah yang relatif luas, dengan ukuran jumlah penduduk relatif kecil. Pada umumnya penduduk bermukim di daerah pedesaan di sepanjang daerah aliran sungai yang ada di masing-masing kecamatan. Penyebaran penduduk antar kecamatan relatif merata, jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Murung yaitu 22 jiwa/Km2. Mayoritas penduduk lokal (lebih dari 90%) adalah suku Dayak beragama Kaharingan, Kristen dan Islam. Penduduk pendatang umumnya dari suku Banjar dan Jawa umumnya beragama Islam. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Murung Raya sejak tahun 2000-2005 rata-rata 5,58% per tahun yang disebabkan oleh natalitas dan imigrasi. Laju pertumbuhan penduduk per kecamatan berkisar antara 3,56% hingga 9,20%. Ratarata laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Sumber Barito 9,20%, diikuti Kecamatan Murung 6,33% dan U’ut Murung 6,04%. Pertumbuhan penduduk terendah tercatat pada Kecamatan Laung Tuhup 3,56% dan Tanah Siang 4,08%. b. Ekonomi dan Sosial Budaya Dilihat
dari
besarnya
kontribusi
dari
sektor
ekonomi
terhadap
pembentukan PDRB kabupaten, maka perekonomian Kabupaten Murung Raya didominasi oleh tiga sektor yaitu: pertanian, pertambangan dan penggalian serta perdagangan. Pada tahun 2003 ketiga sektor tersebut mampu memberikan
22
kontribusi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Murung Raya masing-masing 41,21%; 21,04% dan 20,21%. Sedangkan kontribusi sektor-sektor lainnya hanya berkisar antara 0,25% hingga 5,66% (Pemkab Mura 2006). Kegiatan pertanian masyarakat umumnya pertanian padi tadah hujan, perkebunan karet dan perladangan tanaman pangan lainnya. Sektor pertanian masih sangat tergantung pada hutan berupa hasil hutan kayu dan bukan kayu seperti madu, gaharu, rotan dan palem untuk kerajinan serta tanaman obat seperti Spatholobus ferrugineu dan Drymis pyperita. 3.2.
Potensi Sumber Daya Kawasan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2005,
Kabupaten Murung Raya memiliki luas hutan sebesar 1.235.937 Ha. Dari luasan tersebut, kawasan hutan dibagi menurut fungsinya yaitu: Hutan Produksi dengan luas 226.115 ha (9,54%); Hutan Lindung dengan luas 541.415 ha (22,85%); Hutan Suaka/Wisata (Pegunungan Muller) dengan luas 200.055 ha (8,44%); Hutan cadangan/Hutan Produksi yang dapat dikonversikan dengan luas 386.290 ha (16,30%), dan; Hutan Produksi Terbatas dengan luas 1.016.125 ha (42,87%). Besarnya potensi sumberdaya hutan yang tercermin dari luas kawasan hutannya menempatkan subsektor kehutanan sebagai subsektor andalan di Kabupaten Murung Raya sehingga merupakan salah satu pilihan investasi yang strategis dan potensial dalam mendukung pembangunan otonomi daerah. Kontribusi subsektor kehutanan ini terhadap PDRB sektor pertanian pada tahun 2005 sangat besar yaitu 19,84%. Subsektor kehutanan telah sejak lama menjadi tulang punggung bagi pendapatan daerah Kabupaten Murung Raya. Jenis kayu hutan alam yang banyak diproduksi oleh perusahaan pemegang HPH dan masyarakat di Kabupaten ini adalah kayu meranti (produksi tahun 2004 sebesar 218.901,3 M3), kayu indah (produksi tahun 2004 sebesar 261,33 M3) dan kayu rimba campuran (produksi tahun 2004 sebesar 9.479,24 M3). Selain produksi kayu yang merupakan komoditas andalan Kabupaten Murung Raya, juga terdapat potensi hasil hutan ikutan seperti rotan, jelutung,
23
gaharu, kulit gemor dan sarang burung. Pengembangan potensi hasil hutan tersebut di atas di Kabupaten Murung Raya memiliki prospek yang baik. Selama ini komoditi-komoditi tersebut mendapat permintaan pasar yang terus meningkat baik hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sedangkan produktivitas komoditi perdagangan hasil hutan alam dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Pengambilan dan penjualan gaharu dilakukan secara tradisonal oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Dikawasan Pegunungan Muller Kalimantan Tengah sebagian besar penduduk lokal adalah pemburu (pencari) gaharu. Pasar gaharu di wilayah ini adalah pasar tradisional, karena para pencari gaharu berhubungan langsung dengan pembeli pertama atau pengumpul yang biasanya hanya ada satu satu dua orang di tiap desa. Di tingkat masyarakat lokal penghasilan dari berburu (mencari) gaharu adalah sumber mata pencaharian disamping berladang, hal ini terjadi karena kegiatan mencari gaharu biasanya mendapatkan bantuan modal awal dari pengumpul tingkat desa. 3.3.
Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan Secara umum tanah yang dominan terdapat di Kabupaten Murung Raya
terdiri dari 3 jenis yaitu : Podsolik seluas 30,17%, Oksisol (Laterik) seluas 61,98% dan Litosol seluas 7,85%. Jenis tanah Podsolik terdapat di Kecamatan U’ut Murung dan sedikit di Kecamatan Sumber Barito. Jenis tanah Oksisol (Laterik) banyak ditemukan di Kecamatan Sumber Barito dan sedikit di Kecamatan Tanah Siang. Sebanyak 57,69% dari jenis tanah sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk perkebunan kelapa, kelapa sawit, karet, tanaman pangan, persawahan dan permukiman. Luas kawasan dan kondisi lahan kawasan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Kawasan dan Kondisi Lahan di Kecamatan U’ut Murung
DESA Tumbang Olong I, II Keramu Tumbang Tujang Jumlah :
Luas desa/ Kelrhn /Ha 126,1 120,0 133,4 379,5
Luas lahan sawah Ha 0 0 0 0
Luas lahan bukan sawah Ha 126,1 120,0 133,4 379,5
Luas ladang Luas lahan yg tidak yg Luas diusahakan diusahakan Lahan Ha Ha pertanian (Ha) 1.025 217 124,8 1.363 293 118,3 1.987 243 131,2 4.375 753 374,3
Sumber : BPS Kabupaten Murung Raya dalam Angka 2006b
24
3.4.
Iklim dan Cuaca Kabupaten Murung Raya termasuk daerah beriklim tropis yang lembab
dan panas, karena secara geografis terletak di garis khatulistiwa dengan curah hujan yang cukup tinggi (berkisar dari 2.500 - 4.000 mm/tahun). Suhu pada siang hari rata-rata 26,5ºC, sedangkan pada malam hari rata-rata 23,2ºC. Curah hujan rata-rata 2.909 mm/tahun dan kelembaban nisbi sekitar 85% (BPS 2006a).
3.5.
Nilai Penting Kawasan
3.5.1. Konservasi Kawasan Target Menurut LIPI (2005) ekosistem yang terbentuk di kawasan Pegunungan Muller adalah ekosistem hutan hujan tropis dengan tipe riparian, hutan alluvium, hutan campuran dipterocarp, hutan pegunungan, hutan kerangas, hutan batu berkapur sampai ketinggian 1600 m DPL, hutan sekunder. Kawasan ini memiliki peran sangat penting mengingat kawasan ini adalah hulu dari 3 sungai besar di Kalimantan yaitu : Sungai Barito di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, Sungai Mahakam di Kalimantan Timur dan Sungai Kahayan di Kalimantan Tengah dan Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Kondisi disekitar kawasan ini akan sangat mempengaruhi kawasan lain (hilir) disekitar Daerah Aliran Sungai di Kalimantan. Peran penting ini menjadi alasan utama dalam mempertahankan kondisi kawasan ini agar tetap baik, selain kawasan ini adalah salah satu sisa hutan di dunia yang masih relatif terjaga keasliannya dari kondisi dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya (WWF 2004). Terbentuknya Tim Penyiapan dan Pengusulan Perubahan Status Pegunungan Muller menjadi calon World Natural Heritage berdasarkan SK Menko Kesra no. 14/Kep/Menko/Kesra/V/2002 dengan beberapa persiapan yang telah dilakukan sejak tahun 2003 sampai dengan 2004 melalui ekspedisi dan sosialisasi mengenai World Heritage dan publikasi ilmiah dari hasil penelitian “Arthropoda Tanah di Gunung Gunting dan Takori” di Jurnal Berita Biologi tahun 2004 yang mengangkat Pegunungan Muller menjadi warisan alam dunia kelima yang dimiliki Indonesia setelah Taman Nasional Ujung Kulon, Pulau Komodo, Daerah Aliran Sungai Membramo dan Pegunungan Lorentz (WWF 2004).
25
3.5.2. Keanekaragaman Hayati Kondisi keanekaragaman hayati suatu kawasan tentunya akan sangat dipengaruhi oleh aktifitas masyarakat yang menetap di kawasan tersebut. Nilasari (2003) menguraikan bahwa pada dasarnya masyarakat Dayak mempunyai sistem pengetahuan yang baik mengenai keanekaragaman sumber daya tumbuhan dan kondisi lingkungannya. Hal ini yang ditunjukkan dengan cara mereka mengenal keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut dan cara pemanfaatannya. Mereka mendiskripsi bagian-bagian tumbuhan dengan baik, dan memberikan penamaan di setiap bagian tumbuhan yang penting bagi mereka. untuk membedakan jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Disamping itu mereka juga mengenal keanekaragaman dan kondisi lingkungan di sekitar mereka. Sebagai contoh mereka mampu membedakan dengan baik berbagai macam bentuk tipe ekosistem yang ada, baik yang asli maupun tipe ekosistem buatan. Khusus mengenai pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuhan, mereka mempunyai pengetahuan untuk mendiskripsi dan mengklasifikasi keanekaragaman tumbuhan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh pengetahuan mereka dalam mengenali berbagai jenis tumbuhan yang ada di sekitarnya. Mereka mengetahui dengan mudah perbedaan jenis tumbuhan yang satu dengan yang lainnya. Mereka juga memberikan nama untuk setiap jenis tumbuhan terutama bagi jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Sedangkan jenisjenis tumbuhan yang tidak berguna sebagian besar diantara mereka tidak mengetahui namanya, kecuali jenis-jenis tumbuhan gulma yang tumbuh di kawasan usahataninya. Pengetahuan yang mereka miliki tersebut umumnya berasal dari penuturan orang tua mereka, tukar pikiran dengan anggota masyarakat lainnya dan hasil pengalamannya sendiri atau hasil penggalian sendiri. Pengetahuan tersebut bersifat turun-menurun yang disampaikan secara lisan dan umumnya hanya diturunkan kepada keturunannya atau dengan melakukan pertukaran pengetahuan dengan anggota kelompoknya. Secara umum Pegunungan Muller dengan ekosistem hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. MacKinnon et al. (2000) menjabarkan beberapa jenis flora dan fauna umum di Pulau Kalimantan. Sebagai contoh; jenis burung di atas tajuk, yaitu enggang gatal birah (Anthracoceros
26
malayanus) dan rangkong badak (Buceros rhinoceros). Dua jenis enggang ini memiliki habitat di daerah hutan primer dataran rendah dan dominan berada di atas tajuk dalam aktivitasnya. LIPI (2005) dalam laporan akhirnya menguraikan beberapa jenis burung pada tajuk adalah burung rimba murai coklat (Alcippe bruneicauda) dan cekup perepat (Gerygone sulphurea), cipoh kacat (Aegithina tiphia), cipoh jantung (Aegithina viridisima), burung madu sepah raja (Aethopyga siparaja), burung madu polos (anthreptes simplex), cica daun kecil (Chloropsis cyanopogon). Jenis burung di tempat terbuka, yaitu walet sarang putih (Colocalia fuciphaga), walet sarang hitam (Colocalia maxima), gagak kampung (Corvus macrorhyncos), layang-layang api (Hirundo rustica) dan layang-layang batu (Hirundo tahitica), bondol kalimantan (Lonchura fuscans), ciung air koreng (Macronus gularis). Jenis burung di lantai hutan, yaitu sempidan biru (Lophura ignita), taktarau melayu (Eurostopodus temminckii), uncal kouron (Macropygia ruficeps), tokhtor sunda (Carpococcyx radiceus), bubut besar (Centropus chinensis). Beberapa jenis burung endemik yang teridentifikasi antara lain bondol kalimantan (Lonchura fuscans) dan paok kepala biru (Pitta baudi). Sedangkan beberapa jenis burung langka antara lain tokhtor sunda (Carpococcyx radiceus), sempidan biru (Lophura ignita), ibis karau (Pseudibis davisoni), dan cucakrowo (Pycnonotus zeylanicus).Beberapa jenis burung komersial sering ditemukan murai batu (Copsychus malabaricus), kacer atau kucica (Copsychus saularis), tiung atau beo (Gracula religiosa), serindit (Loriculus galgulus), pialing (Psittinus cyanurus) atau burung nuri tanau. Keberadaan jenis burung-burung ini ditunjang oleh kondisi habitat hutan yang masih relatif baik. Hutan di hulu Barito masih terlihat menyimpan jenis-jenis dari famili dipeterocarpaceae yang memiliki tajuk tinggi sampai sekitar lebih dari 30 meter. Jenis pohon besar lainnya yang juga mudah diidentifikasi adalah jenis kempas (Koompasia excelsa) yang merupakan rumah bagi lebah liar penghasil madu. Sepanjang sungai didominasi oleh jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), jenis merbau (Palaquium sp), dan jenis-jenis pelawan (Tristania obovata) yang kulit luarnya berwarna jingga terkelupas. Selain burung, jenis mamalia juga terdapat di daerah Pegunungan Muller ini, mengingat sebagian peranannya sebagai pemencar
27
dan penyebar biji-bijian di dalam hutan tropis. Jenis-jenis ini memang merupakan jenis arboreal (hidup di atas pohon) dan menyukai hutan primer sehingga mudah dijumpai di kaki Pegunungan Muller yang memiliki hutan relatif bagus. Jenis primata yang terlihat dan terdengar suaranya adalah owa (Hylobates muelleri), lutung merah (Presbytis rubicunda), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Owa ditemui di hulu Sungai Barito (Tumbang Keramu-Tumbang Topus), Pegunungan Muller, dan Sungai Sebunut (anak Sungai Mahakam). Jenis endemik Kalimantan ini biasanya mudah ditemukan di hutan dataran rendah. Jenis lain yang biasa terlihat di sekitar Pegunungan Muller adalah monyet beruk (Macaca nemestrina), lutung dahi putih (Presbytis frontata), lutung banggat (Presbytis hosei), dan kukang (Nycticebus coucang). Jenis mamalia terestrial (hidup di daratan) yang paling banyak dijumpai adalah babi hutan (Sus barbatus), payau (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjac), pelanduk (tragulus javanicus) dan sejenis musang. Jenis mamalia besar pernah ada di antaranya adalah behuang atau beruang (Helarctos malayanus), kuleh atau macan dahan (Neofelis nebulosa), sapi hutan atau banteng (Bos javanicus), dan tomora atau badak (Dicerorhinus sumatrensis). Sungai Barito dan Pegunungan Muller adalah laboratorium alam yang punya keragaman jenis dan endemisitas tinggi (LIPI 2005). 3.6.
Permasalahan Konservasi Secara umum kondisi hutan di Kecamatan U’ut Murung yang menjadi
kawasan penelitian ini didominasi oleh hutan (lebih dari 95%). Umumnya kurang dari 1% yang lahan yang digunakan sebagai ladang dan peruntukan lainnya (BPS 2006b). Namun demikian, permasalahan yang timbul dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah kegiatan pengambilan kayu dan bukan kayu serta aktifitas perladangan yang tidak mendukung kegiatan konservasi seperti penempatan ladang di bibir sungai, atau kawasan curam (kemiringan lebih dari 50%) dan kegiatan pengumpulan dan pengambilan satwa serta flora yang belum diatur berdasarkan tingkat ketersediaannya di hutan.
28
Di lain pihak, meningkatnya deforestasi dan konversi hutan menjadi perkebunan,
pertambangan
dan
perladangan
masyarakat
yang
kurang
memperhatikan aspek kelestarian menjadi masalah utama dalam mempertahankan Pegunungan Muller dari kehilangan fungsi ekologi dan kehilangan berbagai spesies endemik dan langka. Hal ini disebabkan kondisi kawasan yang belum memiliki infrastruktur yang memadai dan minimnya pengawasan dari pihak terkait. Kawasan Pegunungan Muller-Schwanner adalah bagian dari program Jantung Borneo (Heart of Bornoe) yang digagas oleh 3 negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Status kawasan ini adalah Cagar Alam dan Hutan Lindung, tujuan program ini adalah untuk mendorong pengelolaan lestari kawasan dan cagar biosfir yang diusulkan menjadi Taman Nasional Gunung Muller (WWF 2004). Pembentukan kelompok kerja di tingkat provinsi (diketuai oleh gubernur) dan kabupaten (diketuai oleh bupati) dengan tujuan melakukan sosialisasi program dan kolaborasi pengelolaan dengan instansi terkait di tingkatan masing-masing ketua kelompok kerja. Penelitian awal telah dilakukan oleh LIPI yang memberikan gambaran tingginya keanekaragaman hayati kawasan ini dan direkomendasikan sebagai kawasan yang patut di lestarikan. Program ini sesuai dengan amanat UU RI No.5 tahun 1990 yang mengatakan kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 3.7.
Kearifan Lokal Masyarakat Dayak Nilasari (2003) mengatakan bahwa masyarakat Dayak sangat menjaga
persahabatan dengan alam, karena apabila sikap mereka seolah tidak menghargai penguasa alam maka mereka akan menerima resiko dari sikap salah yang telah mereka lakukan. Sebaliknya apabila perlakuan baik mereka berikan kepada alam, maka alam akan membalas kebaikan mereka dengan rejeki yang melimpah. Sebagai contoh setiap mereka membuka lahan untuk berladang, tidak pernah
29
mereka begitu saja membabat hutan tanpa terlebih dahulu memohon ijin dan menyediakan sesajen kepada penguasa daerah tersebut. Kedekatan mereka dengan alam menjadikan mereka selalu mengamati gerak lembut perubahan alam dan mereka mampu menyatu dengan alam. Kebersatuan dengan alam, keheningan, menjadikan mereka mampu menyerap getaran alam, kepekaan semakin terasah, tumbuh dan berkembang kemampuan spiritual dalam dirinya. Beberapa bentuk acara budaya Dayak yang bermakna menjaga keseimbangan alam dan kehidupan manusia (Nilasari 2003) yang memperlihatkan tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan kawasan dan memepertahankan keanekaragaman hayati terlihat jelas dalam acara adat berikut : 1. Dalam pembukaan ladang baru, peladang harus melakukan acara manajah antang serta menginventarisir jenis dan jumlah kayu adat yang terdapat dalam wilayah ladang, dan harus menanam kembali dengan jenis dan jumlah yang sama setelah beberapa kali panen. 2. Aturan bagi hasil panen yang di dapat oleh peladang adalah 1/3 hasil panen adalah bagian tanah, 1/3 bagian untuk pekerja (buruh tani yang membantu kegiatan berladang) dan 1/3 bagian untuk pemilik ladang. Bagian tanah diberikan dengan melakukan acara upa umo atau pesta panen (memberi bagian bagi tanah, hewan/burung) dengan cara membiarkan 1/3 bagian di ladang dan tidak dipanen oleh pemilik ladang. 3. Tana pali (tanah terlarang) adalah wilayah hutan yang tidak boleh dilakukan kegiatan apa-apa. Larangan mengambil ikan (pali lauk) pada musim tertentu (musim air besar). Kegiatan penangkapan ikan tidak boleh dilakukan dengan meraba lubang perlindungan ikan yang terdapat disela-sela batu dengan alasan ikan tersebut sedang bertelur. Larangan mengkonsumsi daging burung tingang dengan alasan dapat menyebabkan penyakit lepra dan larangan mengkonsumsi berbagai jenis ikan dan hewan tertentu seperti kijang dan kancil (namun hanya pada beberapa kelompok suku karena legenda sumpah suku dengan jenis binatang tersebut). Masyarakat yang berada disekitar kawasan Pegunungan Muller khususnya yang beragama Kaharingan, yakin bahwa bencana alam disebabkan kesalahan manusia sendiri. Bencana alam akan terjadi bila: 1) mengeluarkan ucapan tidak
30
pantas yang ditujukan kepada binatang atau hewan hutan; 2) melanggar suatu larangan pada tempat-tempat tertentu, misalnya pahewan atau tempat lain yang dianggap ada penghuninya; dan, 3) kesalahan dalam pelaksanaan kewajiban yang berkaitan dengan keyakinan Kaharingan. Tanda-tanda alam yang sering dipakai menjadi acuan masyarakat Dayak akan memperkirakan terjadinya sesuatu hal dalam kehidupan mereka adalah: 1) kulat danom (jamur air), apabila jamur ini banyak tumbuh pada bagian atas batang-batang pohon yang terdampar di sungai atau di pantai menandakan bahwa air sungai akan segera pasang. Bila tumbuhnya di bagian bawah, artinya air sungai akan segera surut; 2) telur kalambuei adalah penanda batas tertinggi dari naiknya air pasang dapat diamati dari letak telur kalambuei yang menempel di pinggiran sungai; 3) bajakah/langeh apabila akar pohon menjalar mulai bertunas petanda musim hujan dan banjir segera datang; 4) katak bila suara katak di pagi hari petanda musim hujan segera tiba; 5) kalialang apabila burung kalialang terbang diatas sungai, dan gerakannya menyambar arah permukaan sungai petanda hujan segera turun; dan, 6) ikan tabakang pada musim ikan ini bertelur berarti musim kemarau segera akan tiba. 3.8.
Program Konservasi dan Lembaga Lain yang Terlibat Kecamatan U’ut Murung Kabupaten Murung Raya termasuk dalam
kawasan pengelolaan lestari Jantung Borneo yang menjadi wilayah kerja Kelompok Kerja HoB (Heart of Borneo) Kabupaten Murung Raya di bawah koordinasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Murung Raya. YBSD (Yayasan Bina Sumberdaya) Puruk Cahu Kalimantan Tengah dan Aliansi Masyarakat Adat Murung Raya Puruk Cahu sebagai kelompok kerja bidang advokasi masyarakat dalam Pokja HoB Kabupaten Murung Raya.
31
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Metode Penentuan Lokasi Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive sampling) difokuskan pada kawasan yang berada di hulu sungai dan terdekat dengan kawasan serta tingginya tingkat ketergantungan masyarakat secara ekonomi terhadap sumber daya hutan pada hutan Pegunungan Muller. Dua kecamatan yang memenuhi kriteria di atas yaitu Kecamatan Seribu Riam dan Kecamatan U’ut Murung. Terbatasnya aksesibilitas dan untuk efisiensi penelitian maka dipilih 4 desa di Kecamatan U’ut Murung dari dari 10 desa disekitar kawasan Pegunungan Muller. Kawasan ini terpilih karena memiliki karakter khusus yaitu homogenitas penduduk (ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan) dan keanekaragaman hayati flora dan fauna yang menjadi fokus pelestarian dalam program HoB (Heart of Borneo). 4.2.
Penentuan Responden
a. Lokakarya multipihak Penentuan informan kunci pada kegiatan ini dilakukan berdasarkan ketokohan dan status kepemimpinan dalam masyarakat serta informasi atau isu yang akan dibawakan dari kelompok (klan) masing-masing subsuku lokal. b. Focus Group Discussion (FGD) Penentuan peserta informan kunci dalam kegiatan FGD dengan hanya dengan mengelompokkan jenis kelamin dengan batasan umur >19 tahun atau sudah menikah. Tiap desa dalam penelitian ini dilakukan 2 kali FGD yaitu kelompok bapak-bapak dan kelompok ibu-ibu dan ditambah kelompok pemerintah yang terdiri dari pimpinan instansi terkait di tingkat kabupaten. c. Survei Populasi penduduk kabupaten Murung Raya berjumlah 60.664 jiwa dan total penduduk kecamatan U’ut Murung sebesar 2.910 jiwa atau hanya 4,8% dari total penduduk kabupaten. Dengan menggunakan fasilitas simple size calculator yang tersedia pada website http://surveysystem.com/sscalc.htm maka didapatkan
32
jumlah responden sebanyak 351. Dari jumlah tersebut setengahnya atau sebanyak 176 responden disebar di wilayah kelompok sasaran kegiatan kampanye dan sisanya disebar di luar kawasan, dengan tingkat kepercayaan 95% dan confidence interval atau tingkat kesalahan sebesar ± 5%. Penentuan jumlah responden tiap desa pada kawasan kampanye dilakukan dengan proporsional digambarkan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Jumlah Responden per Desa No 1 2 3
Jenis Kelamin Jumlah Jumlah Penduduk Responden LK PR Tumbang Olong I, II 1.327 479 1.806 109 Tumbang Keramu 327 285 612 37 Tumbang Tujang 257 235 492 30 Jumlah : 1.911 999 2.910 176 DESA
% Responden 62,1 21,0 16,9 100,0
Total populasi penduduk 2.910 orang, yang didominasi oleh suku Dayak (Siang, Bakumpai, Ot Danum dan Punan) dan pendatang yang umumnya berprofesi sebagai pedagang, karyawan dan pemburu gaharu. Dari 176 responden, komposisinya berdasarkan jenis kelamin sebesar 62,5% laki-laki dan 37,5% perempuan. Kelompok umur didominasi oleh kelompok berumur kurang dari 40 tahun sebanyak 58,52%. Jenis pekerjaan didominasi petani/peladang dan pengumpul hasil hutan sebanyak 77,52% diikuti pedagang 18,70%. Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah yaitu SD sebanyak 43,18%. 4.3.
Parameter Penelitian Parameter pada penelitian ini perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat terhadap kawasan sebelum dan sesudah implementasi pendidikan konservasi dengan peubah yang diukur adalah : a). Pengetahuan Pengetahuan diukur dengan membandingkan perubahan pengetahuan dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial dengan melihat perbedaan jumlah pendapat responden survei awal dan survei akhir. Tingkat pengetahuan masyarakat yang diukur, diwakili 6 pertanyaan bebas dan 1 pertanyaan terikat dengan isu: 1) manfaat hutan bagi masyarakat sekitar kawasan; 2) pengertian konservasi; 3) manfaat konservasi; 4) dampak kegiatan membakar di kawasan hutan;
33
5) keadaan sungai akibat kerusakan hutan; 6) kerugian yang dirasakan akibat kerusakan hutan. Tiap jawaban responden dikelompokkan ke dalam 3 aspek yaitu : ekologi, sosial dan ekonomi (Tabel 5 dan Gambar 6). b). Sikap Perubahan sikap setelah pelaksanaan kampanye dilakukan dengan rangkaian pertanyaan yang tersusun berupa pertanyaan bebas dan pertanyaan terikat yang menggambarkan sikap masyarakat yang diwakili oleh 21 pertanyaan dengan 3 pengelompokan yaitu: a) 2 pertanyaan bebas mewakili sikap menanggapi pelaku perusakan hutan; b) 2 pertanyaan terikat yang menggambarkan sikap dan dukungan kerjasama masyarakat terhadap kegiatan pelestarian sumber daya hutan dan pemanfaatannya; c) 13 pertanyaan terikat mengenai respon masyarakat terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya hutan dengan pembatasan dan pemberian hak kelola; d) 6 pertanyaan terikat dukungan pada aksi atau tindakan konservasi dengan mendorong penguatan kelembagaan (Lampiran 6). Sikap diukur dengan melihat perubahan jawaban responden secara positif atau negatif sebelum dan sesudah kegiatan dengan terlebih dahulu dihitung dengan skala Likert. Sikap masyarakat terhadap beberapa kegiatan yang mendukung konservasi diukur dengan menggunakan 5 kriteria yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Kriteria yang lain yang dibuat adalah : sulit (S), agak sulit (AS), tidak ada pendapat (TAP), mudah dan sangat mudah. Nilai dari setiap pendapat (pilihan sikap) diberikan dengan urutan 1-5 untuk pertanyaan yang favouritable dan 5-1 untuk pertanyaan non-favouritable. Selanjutnya sikap dikategorikan rendah (21-40%), sedang (41-60%), baik (61- 80%) dan tinggi (>80%). Perubahan perilaku dianalisis berdasarkan adanya kesepakatan atau aksi yang telah dilakukan masyarakat dalam pengelolaan kawasan melalui budidaya gaharu dan jenis tanaman lokal lainnya, kesepakatan lainnya yang terbentuk dalam upaya melindungi kawasan dan sumberdaya kawasan hutan Pegunungan Muller.
34
c). Perilaku. Perubahan perilaku diukur dengan 2 cara yaitu dengan observasi langsung terhadap perubahan perilaku yang terjadi setelah kegiatan dan dengan membandingkan perubahan jawaban responden
sebelum dan sesudah
kegiatan pendidikan konservasi terkait aktifitas masyarakat di hutan.
4.4.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di 4 desa yaitu Desa Tubang Tujang, Desa
Tumbang Keramu, Desa Tumbang Olong I dan Desa Tumbang Olong II kecamatan U’ut Murung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah dari Desember 2007 sampai Agustus 2009 yang dibagi dalam 3 tahap penelitian yaitu : 1. Tahapan perencanaan yaitu kegiatan observasi, lokakarya multipihak, FGD dan survei awal dilakukan Desember 2007 sampai Maret 2008. 2. Tahap pelaksanaan program dilakukan Maret 2008 sampai dengan Mei 2009. 3. Tahap monitoring akhir dan evaluasi, dilakukan pada bulan Agustus 2009. 4.5.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam tiap tahapan penelitian ini adalah :
1. Tahap perencanaan : peta desa, peta kawasan hutan dan tataguna lahan buku panduan (Weinreich 1999), alat tulis berupa buku, pensil dan peralatan pertemuan seperti papan tulis, spidol, metaplan, kertas plano, perekam suara, kamera digital, GPS (global positioning system). 2. Tahapan pelaksanaan program antara lain : a. media cetak seperti berupa pin, stiker, poster dan baliho, b. media elektronik antara lain (sandiwara radio, iklan layanan masyarakat, talkshow), c. media hiburan seperti (pemutaran film, kostum), baju kaos, cakram (vcd). 3. Tahap monitoring : rencana kerja bulanan, triwulan dan tahunan serta capaian kegiatan serta hasil-hasil kuisioner dan wawancara pribadi, dokumentasi verbatim dari setiap pertemuan dengan kelompok masyarakat.
35
4.6.
Bentuk dan Tahapan Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu
tahapan perencanaan, implementasi dan monitoring/evaluasi. Setiap tahapan dilakukan untuk memperoleh informasi dan data yang mendukung perencanaan dan pelaksanaan kegiatan berikutnya. Bentuk kegiatan dan data yang diperoleh dari setiap tahapan tersebut adalah : a. Tahapan persiapan dan perencanaan Pada tahapan ini dilakukan beberapa kegiatan yang terangkai dan menjadi satu kesatuan kegiatan yang berkelanjutan untuk mendapatkan informasi dan data dalam merancang kegiatan selanjutnya. Rangkaian kegiatan tersebut adalah : 1) Studi pustaka bertujuan untuk mendapatkan data kondisi awal kawasan, sosial dan budaya masyarakat setempat yang didapatkan melalui kajian literatur; 2) Kegiatan observasi lapangan dilakukan dengan pengamatan langsung ke lokasi sasaran, dan melakukan pemeriksaan kebenaran data dan informasi yang didapat dari kegiatan sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk wawancara dengan kelompok masyarakat untuk memperoleh informan kunci dalam kegiatan lokakarya multipihak. Pengelompokan informan kunci didasarkan pada jenis pekerjaan, status sosial di masyarakat, ketokohan dan isu yang mungkin dibawakan; 3) Lokakarya multi pihak adalah pertemuan seluruh informan kunci yang diundang dalam kegiatan ini dengan tujuan untuk mendapatkan informasi lanjutan terkait kondisi kawasan dan informasi lain yang tidak didapatkan dari kegiatan sebelumnya. Hasil dari kegiatan ini berupa informasi yang terstruktur dan disusun dalam konsep model sebagai runutan kronologis yang mempengaruhi kawasan. Tujuan penyusunan konsep model awal ini adalah untuk menyederhanakan pola masalah yang terjadi disekitar kawasan Pegunungan Muller. Semua isu dan informasi diranking berdasarkan prioritas kebutuhan dengan memberikan nilai skor 1-5. Nilai 5 adalah gambaran perubahan keadaan hutan yang sangat cepat (perubahan yang sangat besar) dan nilai 1 sebagai gambaran perubahan keadaan hutan yang terkecil (sedikit berubah);
36
4) Focus group discussion (FGD) adalah bentuk diskusi terfokus dengan mengelompokkan peserta kegiatan berdasarkan pekerjaan dengan tingkat ketergantungan terhadap kawasan. Tiap kegiatan diikuti ±10 peserta yang dibagi dalam kelompok petani peladang dan pengumpuk hasil hutan dan kelompok lainnya seperti pengumpul, pedagang yang tidak berinteraksi langsung dengan kawasan, namun diyakini menjadi faktor pendorong, tingginya tingkat pengambilan sumberdaya kawasan. Kegiatan ini juga dilakukan untuk mendapatkan informasi lain yang tidak terungkap pada kegiatan sebelumnya dan tambahan data seperti jumlah pendapatan, jenis-jenis pendapatan, tingkat kesejahteraan keluarga dan lainnya; 5) Survei awal: semua data dan informasi yang didapatkan dari kegiatan sebelumnya dijadikan acuan dalam rancangan pertanyaan terstruktur. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi personal dengan kerahasiaan yang memberikan kesempatan kepada responden memberikan pendapatnya dengan bebas dan tanpa beban akibat perasaan takut, malu dan sebagainya. Seluruh pertanyaan dirangkaikan dalam bentuk kuisioner dengan satu kesatuan informasi menyeluruh mengenai demografi masyarakat, pengetahuan, sikap dan perilaku yang berhubungan langsung dengan kawasan. Responden pada kegiatan ini dihitung secara proporsional dari populasi kecamatan U’Ut Murung Kabupaten Murung Raya dengan jumlah 176 responden, hasil kegiatan ini berupa data primer terkait kondisi kawasan dan aktifitas masyarakat dengan kategori informasi tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mereka dalam kurun waktu tertentu. Seluruh informasi yang didapatkan dari kegiatan ini menjadi gambaran kondisi awal dan digunakan untuk merancang maskot, pesan utama dan bentuk kegiatan, media dan frekuensi kegiatan kampanye; b. Tahapan pelaksanaan kampanye Tahapan ini adalah implementasi kegiatan dengan acuan seluruh data dan informasi yang didapat dari kegiatan sebelumnya. Seluruh kegiatan dan pilihan media yang dipakai, mengacu pada data dan informasi yang didapatkan dari kegiatan sebelumnya. Pada tahapan ini semua kegiatan dirancang bersama masyarakat, dan setiap pelaksanaan kegiatan didahului dengan uji coba (pre-test).
37
c. Tahapan monitoring dan evaluasi Tahapan ini dilakukan dalam 2 bentuk kegiatan yaitu : 1) Survei akhir: bentuk kegiatan dan daftar pertanyaan dibuat sama dengan kegiatan survei awal. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran keadaan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat setelah kampanye. Perubahan yang terjadi dengan membandingkan jawaban responden pada surevei awal dan akhir menjadi alat ukur efek kegiatan terhadap masyarakat. Total responden dalam kegiatan ini sama seperti kegiatan sebelumnya (survei awal) sebanyak 176 responden yang ditentukan secara proporsional dari jumlah penduduk di tiap desa. 2). Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui efek kampanye konservasi dengan melihat perubahan yang terjadi pada tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Perbandingan data dari hasil survei awal dan survei akhir adalah gambaran perubahan yang terjadi sebagai hasil kegiatan kampanye konservasi dalam mendorong perubahan pada masyarakat sasaran kegiatan. Perubahan pengetahuan diukur dengan membandingkan temuan pada survei awal dan akhir, dengan melihat perubahan ke arah perubahan positif (baik) dan negatif (buruk). Sikap diukur dengan cara yang sama dengan terlebih dahulu dihitung dengan mengunakan skala Likert. Perilaku diukur dengan cara yang sama pada beberapa pertanyaan yang mewakili perilaku masyarakat yang dilihat dari frekuensi pengambilan sumberdaya hutan sebelum dan sesudah kampanye konservasi, ukuran lain adalah dengan melakukan pengamatan langsung keterlibatan masyarakat dalam kegiatan kampanye dan terbangunnya dukungan dalam bentuk kesepakatan bersama sebagai upaya pelestarian kawasan seperti kegiatan pemetaan partisipatif, kesepakatan pengelolaan dan peruntukan kawasan. 4.7.
Prosedur Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pendidikan konservasi. Uraian setiap tahapan seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 5) sebagai berikut :
38
Gambar 5. Prosedur dan tahapan kegiatan pendidikan konservasi. a. Tahapan Perencanaan Tahapan ini bertujuan untuk menyiapkan program pendidikan konservasi yang mencakup pemilihan maskot, pemebntukan pesan, bentuk kegiatan dan pilihan media dalam menyampaikan pesan kampanye. Untuk mendapatkan data yang cukup dalam tahapan perencanaan dilakukan kegiatan observasi lapangan, lokakarya multipihak dan focus group discussion dan survei awal. Data yang didapatkan dari lokakarya multi pihak adalah deskripsi awal tentang tingkat pengetahuan masyarakat mengenai faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap hutan di kawasan Pegunungan Muller yang memperlihatkan ancaman terhadap kawasan meliputi kegiatan perambahan hutan (illegal logging), pembukaan lahan atau konversi lahan untuk perkebunan skala besar, perambahan hutan yang berlebihan oleh perusahaan, kebakaran lahan, perburuan satwa dilindungi dan hasil hutan bukan kayu lainnya. Data yang didapat dari kegiatan FGD (Focus Group Discussion) dari 6 kali kegiatan adalah beberapa pendapat yang berkaitan dengan kondisi hutan dan kegiatan pengelolaan sumber daya hutan serta dampak yang ditimbulkannya yaitu:
39
1) masyarakat sadar bahwa hutan merupakan sumber kehidupan mereka dan memahami bahwa manfaat hutan akan selalu diperoleh jika ada upaya untuk menjaga dan melestarikannya; 2) telah ada peraturan pengelolaan hutan tetapi tidak berjalan efektif karena informasi yang didapatkan masyarakat tentang peraturan pemerintah tentang pengelolaan hutan di kawasan mereka selalu berubah sehingga masyarakat menjadi ragu dalam mencegah terjadinya perusakan hutan; 3) ada kesediaan untuk berperan serta mendukung pelestarian hutan dengan memelihara hutan yang masih baik dan mempertahankan jenis tanaman lokal yang sudah dikenal dan cocok dengan kondisi tanah setempat, seperti tumbuhan yang berguna dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti rotan, kopi dan rempah-rempah; 4) masyarakat mengetahui dampak kerusakan hutan seperti banjir, sulit mendapatkan hasil hutan bukan kayu, lahan untuk berusaha terbatas dan sebagainya serta salah satu penyebab kekeruhan sumber air adalah akibat pembukaan ladang dipinggir sungai; 5) meskipun manfaat dan pentingnya kawasan hutan lindung sudah dirasakan, akan tetapi ternyata dukungan terhadap kawasan masih rendah dan masyarakat belum tergerak untuk melakukan aksi atau tindakan konservasi. Seluruh informasi yang didapat dari kegiatan di atas dijadikan dasar dalam menyusun kegiatan survei awal yang dilakukan dengan membuat kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait pengetahuan, sikap dan perilaku. Pertanyaan tentang pengetahuan dikaitkan dengan kondisi kawasan dan ketergantungan responden terhadap kawasan. Pertanyaan tentang sikap dan perilaku responden disusun dengan setuju atau tidak setuju, bersedia atau tidak bersedia. Untuk kebutuhan tertentu, kelompok jawaban reponden disusun dalam kelas yang lebih luas dengan menggunakan skala Likert. Keseluruhan tahapan perencanaan ini dilakukan dalam waktu 3 bulan. Data yang didapatkan dari survei awal adalah responden berdasarkan jenis kelamin sebesar 62,5% laki-laki dan 37,5% perempuan. Kelompok umur didominasi oleh kelompok berumur kurang dari 40 tahun sebanyak 58,52%. Jenis
40
pekerjaan didominasi petani/peladang dan pengumpul hasil hutan sebanyak 77,52% diikuti pedagang 18,70%. Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah yaitu SD sebanyak 43,18%. Total populasi penduduk 2.910 orang, yang didominasi oleh suku Dayak (Siang, Bakumpai, Ot Danum dan Punan) dan pendatang yang umumnya berprofesi sebagai pedagang, dan pemburu gaharu (Lampiran 6 Tabel 1). b. Tahapan Pelaksanaan Kampanye Tahapan ini adalah tahapan implementasi program yang telah disusun pada tahapan sebelumnya (perencanaan). Penyampaian pesan kampanye kepada masyarakat yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam mendukung kegiatan konservasi sumber daya hutan kawasan Pegunungan Muller. Pesan yang disampaikan dalam kegiatan kampanye adalah mendorong perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku positif terhadap pelestarian kawasan hutan. Lama waktu pelaksanaan kegiatan kampanye selama 14 bulan dan sasaran kegiatan ini ditujukan pada penduduk desa yang kehidupannya tergantung pada sumber daya hutan sekitar kawasan hutan Pegunungan Muller, karena seluruh proses kegiatan kampanye melibatkan masyarakat sasaran. Bentuk keterlibatan dalam tahapan ini adalah lanjutan dari keteribatan mereka pada tahap sebelumnya karena informasi dan data yang diberikan menjadi isu utama dalam penyampaian pesan kampanye yang dilanjutkan dengan uji coba (pre test) setiap produk kampanye yang akan diimplementasikan. Kondisi tingkat pendidikan yang rendah karena 38,07% tidak pernah bersekolah formal dan 43,18% hanya lulus sekolah dasar (Lampiran 6 Tabel 1), maka bentuk kegiatan yang dipilih adalah bentuk yang sederhana, mudah dimengerti dan mampu melekatkan pesan lebih lama. Pilihan bentuk, jenis dan media penyampaian pesan disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat karena 86,93% masyarakat memiliki dan menggunakan radio sebagai alat komunikasi. Masyarakat sekitar kawasan penelitian umumnya tidak menyukai kegiatan yang bersifat formal seperti rapat, pertemuan dan yang bersifat menggurui. Dari survei awal dan observasi terhadap kebiasaan serta tradisi masyarakat, maka untuk mempercepat penyampaian pesan kampanye konservasi dipilih bentuk-bentuk kegiatan seperti : pembuatan lembar
41
fakta, pemutaran film, diskusi kampung berantai, pelatihan budidaya karet dan gaharu, pembuatan lagu daerah bertema konservasi dan siaran radio. Rincian masing-masing kegiatan dan frekuensi dan durasi kegiatan diuraikan pada Lampiran 5a dan 5b. c. Tahapan Evaluasi Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pengetahuan, sikap yang terbangun di masyarakat setelah program kampanye yang diukur dengan perubahan yang terjadi setelah implementasi kegiatan dengan membandingkan hasil survei awal dan survei akhir, dilakukan pada bulan terakhir kegiatan kampanye. Untuk mengukur perubahan sikap masyarakat selain dengan cara membandingkan hasil survei juga dievaluasi dengan observasi lapangan setelah implementasi kampanye.
4.8.
Metode Analisis Data Data yang terkumpul dari tiap tahapan dianalisis secara deskriptif yaitu
dengan menjelaskan dan menguraikan semua peubah yang diamati selama peeitian. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan fenomena yang ditemukan dan diuraikan dalam bentuk narasi sebagai penjelasan dari semua perubahan yang terjadi setelah pelaksanaan penelitian. Analisis data dalam penelitian ini ditujukan untuk mengukur perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sebelum dan sesudah implementasi kampanye
konservasi. Analisis perubahan pengetahuan dianalisis dengan
membuat kategorisasi dan tabulasi data dari kepentingan ekologi, sosial dan ekonomi. Analisis perubahan sikap dihitung dengan skala Likert dan dianalisis dengan membandingkan perubahan sikap dan dukungan secara positif dan negatif terhadap pelestarian sumberdaya kawasan. Analisis perubahan perilaku yang didapatkan dari perbedaan perilaku awal dianalisis dengan kajian-kajian teoritis tingkat adopsi dan perubahan perilaku. Semua data analisis dengan menggunakan program SurveyPro 3.0. yang ditampilkan dalam bentuk grafik, tabel (Agresti dan Finlay 1997).
42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Deskripsi Program Kampanye Konservasi Progam kampanye konservasi dirancang secara partisipatif bersama
masyarakat berdasarkan informasi dan preferensi masyarakat dari kegiatan lokakarya multi pihak, FGD dan survei awal yang bertujuan untuk merubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Implementasi program dalam kampanye ini dideskripsikan pada Tabel 4. Tabel 4. Program pendidikan konservasi yang dilaksanakan. No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Program Slogan
Deskripsi
Hasil diskusi dengan masyarakat dan pilihan terbanyak dalam survei awal, slogan yang terpilih adalah : “Melestarikan Hutan akan Menjamin Kehidupan Masa Depan” dipilih masyarakat sebanyak 52%. Maskot (flagship Masyarakat memilih burung rangkong yang dalam bahasa setempat spesies) dikenal sebangai tingang (Buceros rhinoceros) sebanyak 72% sebagai maskot kampanye. Dalam budaya Dayak tingang adalah hewan magis dengan tugas menyampaikan pesan dari sang Pencipta kepada manusia. Media cetak Didistribusikan media cetak berupa factsheet berwarna ukuran A4 bolak-balik dicetak sebanyak 5.000 lembar, pin bentuk bulat diameter 3,5cm dicetak dove sebanyak 1.500 unit, poster berwarna ukuran A3 satu muka sebanyak 5.000 lembar, stiker berwarna berlapis plastik ukuran 17x10cm sebanyak 5.000 lembar, didistribusikan dalam berbagai kegiatan kapanye kepada seluruh masyarakat umum. Diskusi rutin Diskusi kecil diikuti oleh perwakilan kelompok masyarakat berantai berdasarkan pekerjaan dan statusnya (ketua kelompok, aparat desa, pemuka agama/adat) yang menjadi penyampai pesan berikutnya dalam pertemuan besar (pesta adat). Isu yang didiskusikan adalah tentang fungsi, manfaat dan isu kawasan HoB (Heart of Borneo). Pembuatan cakam Video dibuat bersama sanggar Tugu Khatulistiwa di Desa Tumbang video (karungut) Olong sebanyak 7 lagu dalam format VCD, didistribusikan pada tiap lagu konservasi kepala keluarga, sebanyak 1.500 keping. Pemutaran film Dilakukan 1 kali sebulan di tiap desa, tema film adalah konservasi yang diambil dari Nasional Geographic, BBC, produksi lokal (LSM) di kawasan lain seperti Kalimantan Barat dan Sumatera dan pengaruh kahadiran perusahaan (tambang dan perkebunan) terhadap kehidupan masyarakat, dilanjutkan dengan diskusi yang diadakan di rumah terdekat dari tempat pemutaran film yang dihadiri 10-15 orang dengan isu kondisi ideal yang akan seharusnya dicapai. Program radio Program radio talkshow 30 menit dan iklan layanan masyarakat durasi 30 detik, sandiwara radio 12 episode dengan durasi 30 menit, lagu daerah, (infotainment) warung sanger durasi 30 menit dengan total siaran selama kampanye 295 kali siaran dengan lama siaran 58,5 jam. Pembuatan Booklet Isi : kandan dan budidaya karet dan gaharu, PerGub No.52 Tahun kandan dan 2008, UU Agraria tentang kepemilikan tanah di Indonesia bertujuan budidaya gaharu mendukung sosialisasi pemetaan desa secara partisipatif, lay-out dan karet booklet dengan gambar maskot kampanye, dicetak 500 eksemplar. Pemetaan Kegiatan pemetaan ini mencakup 3 desa dan terlaksana 3 dari 13 partisipatif tahapan, yaitu pembuatan sket kampung dan wilayah desa (nama gunung dan sungai), kesepakatan penentuan kawasan lindung dan penggunaan lain, inventarisasi etnobiodiversitas desa.
43
Slogan adalah pesan utama atau pesan kunci yang menjadi pusat kegiatan dan menggambarkan tujuan dari seluruh rangkaian kegiatan kampanye. Slogan dimaksudkan untuk mendorong perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam mendukung upaya pelestarian kawasan. Pembentukan slogan dirangkai dengan penentuan maskot kampanye untuk menguatkan pesan yang merupakan hasil pilihan masyarakat dan penetapanya dilakukan dengan partisipatif serta dilakukan uji (pre test) pada beberapa wakil masyarakat. Slogan dan maskot diperoleh dari rangkaian kegiatan lokakarya, FGD dan survei awal. Keterkaitan budaya masyarakat setempat dan isu konservasi menjadi acuan dalam perumusan keduanya. Pesan kampanye dalam kegiatan ini adalah: “Melestarikan Hutan akan Menjamin Kehidupan Masa Depan” yang dipilih sebanyak 52% responden. Maskot kampanye adalah burung rangkong/tingang (Buceros rhinoceros) yang dalam budaya setempat memiliki nilai historis dan heroisme serta menjadi kebanggaan masyarakat setempat, maskot ini dipilih sebanyak 72% responden. Slogan dan maskot selalu ditampilkan pada sisi utama media cetak yang dipilih dalam penyampaian pesan kampanye. Media yang digunakan adalah lembar fakta, poster, stiker dan pin yang masing-masing memiliki kekuatan dalam menyampaikan pesan dan melekatkan pesan pada ingatan penerima pesan. Keempat jenis media ini memiliki kesan menarik secara visual dalam menyampaikan pesan dalam merubah penegtahuan, sikap dan perilaku. Proses rancangan media dilakukan juga secara partisipatif dalam ide dan tampilan, disainer grafis hanya untuk meningkatkan estetika tampilan media. Jumlah dan pendistribusian media ini diperhitungkan secara proporsional dengan jumlah masyarakat kelompok sasaran. Kegiatan diskusi kampung rutin adalah bentuk kegiatan lanjutan yang menggunakan semua media cetak yang berisi pesan kampanye. Untuk menghindari kejenuhan peserta diskusi maka kegiatan ini dirangkai dengan beberapa kegiatan lain seperti pemutaran film, pembuatan lagu konservasi dan program radio (86% masyarakat adalah pendengar radio) pada Lampiran 6. Pemutaran film dertujuan untuk merubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat, dilakukan dengan memilih tema diskusi yang diselenggarakan,
44
beberapa tema dikaitkan dengan kegiatan lainnya seperti pemetaan partisipatif dan pelatihan budidaya tanaman tahunan. Jenis film yang ditayangkan dikelompokkan dalam 2 unsur yaitu unsur hiburan dan pendidikan yang berhubungan dengan budaya setempat, tujuan kampanye dan beberapa pesan konservasi lainnya seperti kejadian bencana akibat kerusakan lingkungan di beberapa tempat di Indonesia. 5.2.
Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Pasca Kampanye Konservasi di Sekitar Kawasan Pegunungan Muller
5.2.1. Perubahan Pengetahuan Pengetahuan awal tentang kawasan masih terpusat pada pemenuhan kebutuhan harian terlihat dari jawaban responden pada pertanyaan mengenai manfaat hutan bagi masyarakat, yaitu sebagai tempat hidup hewan dan tumbuhan 24,09%, tempat berladang 20,98%, penghasil kayu 15,28%, tempat berburu 14,51%, menjaga banjir dan longsor 10,62% dan sebagai kawasan tangkapan air 10,10% Tingkat pengetahuan masyarakat tentang konservasi juga bervariasi dimana sebanyak 31,25% mengartikan konservasi sebagai larangan menebang pohon, 29,54% mengatakan reboisasi, 17,61% mengatakan upaya mengelola lahan kosong, 10,80% mengatakan pemanfaatan seperlunya dan 10,80% tidak mengetahui arti konservasi. Sebagian besar masyarakat 85,96% mengatakan konservasi bermanfaat bagi manusia, sedangkan 13,16% mengatakan tidak tahu manfaatnya dan sebanyak 0,88% menyatakan bahwa konservasi tidak bermanfaat. Uraian selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Perubahan pengetahuan masyarakat dibedakan dalam bentuk angka peningkatan (positif) dan angka penurunan (negatif). Perubahan pengetahuan masyarakat setelah pelaksanaan kampanye
konservasi dilihat dari jawaban
responden terhadap 6 pertanyaan yang terkait manfaat, fungsi kerugian yang dirasakan sebagai akibat dari kerusakan hutan. Pertanyaan juga mensasar pengetahuan masyarakat terhadap kegiatan pelestarian kawasn dan persepsi mengenai konservasi. Uraian lengkap tentang proses penilaian perubahan pengetahuan masyarakat disajikan pada Tabel 5.
45
Tabel 5. Perubahan pengetahuan masyarakat tentang konservasi kawasan No 1.
Pengetahuan Manfaat hutan bagi masyarakat
Jawaban Responden Menahan dan menjaga banjir, longsor Penghasil kayu Tempat berburu Tempat berladang Tempat berwisata/berkemah Tempat hidup hewan, tumbuhan liar Tempat penyimpanan air
Sebelum Sesudah % % 10,86 10,29 15,43 19,43 14,86 12,00 21,14 17,14 3,43 5,14 24,00 28,00 10,29 8,00
Δ (%) -0,57 4,00 -2,86 -4,00 1,71 4,00 -2,29
2.
Arti konservasi
Larangan menebang pohon Memanfaatkan hutan seperlunya Melestarikan hutan dengan menanam Mengolah lahan/tanah kosong Reboisasi Tidak tahu pasti
31,25 10,80 14,20 17,61 15,34 10,80
5,11 -26,14 25,57 14,77 28,98 14,77 13,64 -3,98 25,00 9,66 1,70 -9,09
3.
Manfaat konservasi bagi manusia
Bermafaat Tidak Tahu Tidak bermanfaar
85,80 13,07 1,14
90,34 9,09 0,57
4.
Dampak kegiatan membakar di kawasan hutan
Bencana asap Bencana banjir Bencana tanah longsor Hilangnya sarang lebah madu Kesulitan air di musim kemarau Meningkatnya suhu udara Rusaknya tempat berburu hewan hutan Tidak ada kerugiannya Tidak tahu Lebih mudah membuka ladang baru Menyuburkan ladang
35,08 8,47 7,66 7,66 9,68 4,03 6,45 9,68 8,06 1,21 2,02
27,88 -7.20 16,81 8.34 19,03 11.37 3,54 -4.12 8,85 -0.83 2,65 -1.38 13,72 7.27 7.27 1,33 -8.35 0,44 -7.62 3,54 2.33 2,21 0.19
5.
Keadaan sungai akibat kerusakan hutan
Sungai akan kering Dimusim hujan sungai meluap dan banjir Air sungai akan kotor dan keruh Tidak akan terjadi apa-apa Tidak tahu Lainnya
17,94 36,64 33,97 4,96 5,73 0,76
24,40 38,76 32,06 0,48 3,83 0,48
6.46 2.12
Kerugian bagi masyarakat akibat kerusakan hutan
Tidak bisa berburu hewan liar lagi Tidak bisa berladang lagi Bencana alam dan wabah penyakit Tidak akan terjadi apa-apa Tidak tahu Lainnya
13,07 25,57 46,59 4,55 9,66 0,57
17,05 26,70 50,57 1,70 3,41 0,57
3.98 1.13 3.98
6.
4,55 -3,98 -0,57
-1.91 -4.48 -1.9 -0.28
-2.85 -6.25 0
Selanjutnya, semua pendapat reponden tentang pengetahuan yang dikelompokkan ke dalam 3 aspek ekologi, sosial dan ekonomi maka terlihat bahwa terjadi perubahan pengetahuan mengenai manfaat hutan dari aspek sosial sebesar 1,70%, aspek ekologi sebesar 1,10% dan aspek ekonomi terjadi penurunan sebesar 2,80% (Tabel 6). Hal ini menggambarkan bahwa program kampanye
46
konservasi dapat merubah sudut pandang masyarakat terhadap hutan. Pengetahuan masyarakat terhadap hutan awalnya terpusat pada sumber daya ekonomi dan kampanye mampu mendorong peningkatan pengetahuan masyarakat menjadi lebih baik yang ditunjukkan dengan peningkatan pengetahuan tentang manfaat kawasan hutan dari aspek lain yaitu ekologi dan sosial. Perubahan lain mengenai isu konservasi yang disampaikan selama implementasi kampanye mampu merubah persepsi masyarakat menjadi lebih positif yang ditunjukkan oleh penurunan jumlah masyarakat yang beranggapan bahwa konservasi adalah larangan membuka ladang dan pembatasan akses mereka ke dalam hutan sebesar 26,13%. Kecenderungan ini terjadi karena meningkatnya pemahaman masyarakat tentang makna konservasi yang juga memiliki asas pemanfaatan dan pelestarian.
Membaiknya persepsi masyarakat terhadap isu
konservasi tidak serta merta dapat meyakinkan masyarakat bahwa konservasi akan memberikan manfaat bagi mereka, hal ini terlihat dari peningkatan yang hanya 4,55% yang mengatakan bahwa kegiatan konservasi bermanfaat. Pesan kampanye konservasi dipahami masyarakat sebagai program jangka panjang dan tidak segera memberikan manfaat dalam waktu singkat. Masyarakat di akwasan ini biasanya sangat hati-hati dalam menerima inovasi, biasanya mereka menunggu dan melihat hasil yang didapatkan dari sebuah perubahan. Bila mereka dapat melihat keuntungan dari sebuah inovasi maka biasanya mereka akan sangat cepat menirukannya (Nilasari 2003). Hal ini didukung oleh pendapat Rogers (1995) bahwa kelompok early adaptor adalah kelompok dengan jumlah terkecil dari sebuah komunitas. Perubahan pengetahuan mengenai dampak negatif kegiatan membakar di lahan perladangan dan kerugian yang mereka rasakan akibat kerusakan hutan. Terjadi peningkatan pengetahuan pada aspek ekologi dan ekonomi, dan menurunnya jumlah yang sebelumnya mengatakan tidak tahu. Perubahan lain yang terjadi setelah kampanye mengenai keadaan sungai akibat kerusakan hutan, menunjukkan peningkatan pengetahuan dari aspek ekologi sebesar 6,67% dan penurunan dari aspek ekonomi sebesar 6,39%. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa umumnya perubahan pengetahuan terjadi akibat menurunnya kelompok masyarakat yang tidak tahu dan atau tidak
47
berpendapat menjadi mampu menjawab, dengan peningkatan sebesar 5,3%. Uraian lengkap mengenai perubahan pengetahuan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Perubahan pengetahuan masyarakat No 1
2
Isu Manfaat hutan
Arti konservasi
Tanggapan responden
Perubahan (%) Meningkat Menurun
Ekologi Sosial Ekonomi
1,10 1,70
Ekologi Sosial Ekonomi
20,45 14,77
2,80 26,13
3
Dampak membakar lahan
Ekologi Sosial Ekonomi
10,30 0 5,67
4
Kerugian akibat kerusakan hutan
Ekologi Sosial Ekonomi
3,98 0 5,12
5
Keadaan sungai akibat kerusakan hutan
6,67 0
6
Manfaat konservasi
Ekologi Sosial Ekonomi Bermanfaat Tidak bermanfaat Tidak tahu
Perubahan
pengetahuan
masyarakat
6,39 4,55 0,57 3,98
untuk
5
pertanyaan
yang
dikelompokkan dalam 3 aspek (ekologi, sosial dan ekonomi) lebih lanjut dapat dijelaskan dari aspek sosial terjadi perubahan sebesar 17,10%, aspek ekologi sebesar 8,50% dan aspek ekonomi sebesar 3,30% disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Gambaran umum perubahan pengetahuan masyarakat setelah kegiatan.
48
Meskipun pengetahuan masyarakat pada isu dampak membakar dari aspek ekologi meningkat 10,3% (lihat tabel 5) namun jika dikaitkan dengan himbauan pemerintah daerah tentang pembatasan dan larangan kegiatan membakar lahan dalam membuka ladang ternyata hanya 3,8% masyarakat yang mentaati peraturan Gubernur. Sebaliknya terjadi peningkatan drastis sebesar 28,3% yang memilih tetap melakukan pembakaran lahan dengan alasan tidak memiliki cara lain yang lebih mudah dan murah. Meskipun sosialisi dan pengawasan dari pelaksanaan peraturan ini gencar dilakukan namun masyarakat tetap melakukan kegiatan membakar, terdapat hanya 7,5% diantaranya yang mau menerapkan sistem perladangan tanpa membakar pada Tabel 7. Tabel 7. Tanggapan terhadap Peraturan Gubernur tentang larangan membakar Persentase (%) Sebelum Sesudah Δ Mengikuti seruan Gubernur 3,16 6,92 3,8 Tanggapan masyarakat Mengolah lahan dengan tidak membakar 0,00 7,55 7,5 terhadap Peraturan Tetap membakar karena tdk ada cara lain 91,77 63,52 -28,3 Gubernur No. 76,77 Tidak tahu 3,80 9,43 5,6 Thn 2005 Tentang : 3,16 11,95 8,8 larangan membakar Untuk sementara tidak menanam padi lahan Alasan lainnya 0,00 0,63 0,6 Uraian
Jawaban Responden
Kondisi ini menggambarkan bahwa meskipun sosialisasi dan pengawasan telah dilakukan secara intensif sebuah peraturan tidaklah efektif jika pilihan untuk berubah tidak tersedia. Umumnya setelah kegiatan kampanye pengetahuan masyarakat mengenai dampak negatif dari kegiatan yang merusak kawasan hutan meningkat baik dari aspek lingkungan (ekologi) dan aspek pemanfaatan (ekonomi). Menurut Indrawan et al. (2007), salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati sebuah kawasan adalah dengan penegakan hukum yang mengatur tata guna lahan berupa pembatasan luas serta akses dan pemanfaatan lahan. Ketidakpatuhan yang terjadi di masyarakat pada aturan larangan membakar dikarenakan tidak adanya pilihan dan minimnya peralatan dan teknologi yang mereka dimiliki. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sekitar kawasan masih sangat tergantung dengan sumber daya kawasan hutan.
49
5.2.2. Perubahan Sikap Sikap awal masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya kawasan hutan Pegunungan Muller yang mengakibatkan kerusakan hutan masih sangat masih rendah. Keterlibatan untuk mendukung upaya pelestarian kawasan masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari sikap masyarakat sekitar kawasan yang mengambil sikap diam saja 24,38% dan 20,40% membiarkan saja pelaku perusakan hutan yang mereka lihat karena beranggapan hutan adalah milik bersama. Hanya 4,98% yang berani mengambil tindakan untuk mengusir pelaku perusakan, dan 39,30% menyerahkan persoalan ini kepada pihak aparat desa. Tabel 8. Perubahan sikap masyarakat. Permasalahan
Sikap
Terhadap pelaku perusakan hutan sekitar kawasan
Diam saja Melaporkan ke aparat desa Melaporkan ke kepala adat Bertindak langsung Memberitahukan keluarga Lainnya
Terhadap pelaku perusakan besar-besaran
Diam saja Melaporkan ke aparat Bertindak langsung Peringatan Hukum adat Lainnya
Perubahan (%) Meningkat Menurun -20,88 -38,81 10,53 6,24 41,94 0,98 -17,03 -8,54 1,74 4,63 9,04 10,16
Tabel 8 menunjukkan hasil-hasil sebagai berikut : 1) Terjadi perubahan dengan penurunan sebesar 20,88% yang sebelumnya diam saja saat melihat orang lain melakukan penebangan pohon di hutan dan 17,03% untuk pelaku perusakan hutan dengan aksi menebang sebesarbesarnya. 2) Dukungan masyarakat juga meningkat dalam pengambilan keputusan untuk mengambil resiko lebih besar yaitu peningkatan 4,6% berani memberikan peringatan kepada orang yang melakukan penebangan hutan secara besarbesaran. Peranan lembaga adat ternyata berpengaruh pada perubahan sikap, yang ditunjukkan dengan peningkatan sikap penyelesaian masalah melalui hukum adat meningkat 9,04%, sebaliknya kepada lembaga pemerintahan desa terjadi penurunan drastis sebesar 38,81%.
50
Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap masyarakat pada upaya pemanfaatan sumberdaya hutan dan pengelolaan hutan yang lestari cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan ketidaksetujuan pada kegiatan pengambilan sumberdaya hutan yang tidak terkendali. Namun pada kegiatan yang terkait dengan kegiatan berladang mereka mayoritas cenderung setuju dengan kegiatan membakar, hal ini terjadi karena pola pertanian tradisional yang masih terus dilakukan. Hal menarik terlihat dari upaya pemanfaatan lahan dengan jenis tumbuhan baru (non lokal) ternyata masyarakat cenderung setuju, hal ini disebabkan pengetahuan yang masih rendah dan minimnya informasi yang didapatkan terkait pelestarian kawasan hutan. Perubahan sikap lainnya ditunjukkan oleh keterlibatan masyarakat pada pelestarian sumberdaya hutan dikawasan ini juga masih rendah, dimana 59,66% mengatakan sulit untuk melaporkan pelaku penebangan dan 49,43 % mengatakan bahwa adalah hal yang sulit untuk melakukan usaha menjaga dan memanfaatkan hutan sebagai sumber obat tradisional diuraikan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Perubahan sikap dalam bentuk dukungan pelestarian sumber daya hutan. Melaporkan pelaku penebangan di kawasan yang dilarang kepada petugas Δ Sebelum Sesudah SIKAP
Σ
%
Σ
%
Sulit 33 18.8 24 13.7 Agak sulit 72 40.9 28 16.0 Tdk ada pendapat 4 2.3 8 4.6 Mudah 54 30.7 96 54.3 Sangat mudah 13 7.4 20 11.4 Perubahan sikap masyarakat dalam :
Memanfaatkan hutan sebagai sumber tanaman obat tradisional Δ Sebelum Sesudah Σ
%
Σ
%
-5.0% -24.9%
25 62
14.2 35.2
20 58
11.6 33.0
-2.6% -2.3%
2.3% 23.6% 4.0%
9 66 14
5.1 37.5 8.0
3 78 16
1.7 44.5 9.3
-3.4% 7.0% 1.3%
sebelum
sesudah
Melaporkan pelaku penebangan di kawasan 53.41% Sedang 66.82% Baik yang dilarang kepada Memanfaatkan hutan sebagai sumber tanaman obat tradisional 57.95% Sedang 61.14% Baik R=rendah (21-40%), S=sedang (41-60%), B=baik (61- 80%) dan T=tinggi (>80%).
Δ 13.41% 3.18%
Budidaya tanaman tahunan juga tidak mendapat dukungan yang baik dari masyarakat, hal ini dikarenakan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan seperti gaharu dan belum melihat penurunan hasil berburu gaharu sebagai bentuk penurunan sumberdaya, sebagian besar masih dari mereka masih beranggapan bahwa jenis tumbuhan ini tidak akan pernah habis. Dukungan
51
masyarakat terhadap pelestarian hutan cukup tinggi, namun tidak selaras dengan pendapat pada pertanyaan sebelumnya hal ini merupakan gambaran jelas bahwa tingkat pengetahuan yang rendah dan keraguan dalam memahami arti konservasi sebagai upaya pelestarian sekaligus membatasi akses mereka terhadap hutan. Tingkat penerimaan masyarakat terhadap isu konservasi dapat dilihat dari rendah atau tingginya partisipasi masyarakat dalam kegiatan bersama antara masyarakat sendiri dengan kelompok lain dan lembaga terkait sangat dipengaruhi oleh keselarasan isu dengan sistem sosial masyarakat. Hal tersebut berhubungan erat dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, pengalaman masa lampau dalam mengelola sumberdaya hutan dan keyakinan masyarakat. Wujud dukungan ini terlihat pada bentuk kegiatan yang terkait dengan sistem sosial yang terbangun di lingkungan mereka sendiri seperti kegiatan menanam jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat 69,66% dan mengajak anggota keluarga dalam menjaga kawasan 62,61%. Bentuk kegiatan yang melibatkan banyak orang dan lembaga lain terlihat dengan jelas kurang mendapat dukungan, hal ini memperlihatkan keraguan mereka pada pihak lain meskipun itu adalah kelompok pemerintah 52,50%. Kegiatan kampanye konservasi dikawasan ini telah merubah sikap tidak peduli menjadi peduli dalam hal mengambil konsekuensi yang mengandung resiko, uraian lengkap dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perubahan sikap masyarakat pada pelaku perusakan. Apa yang Anda lakukan jika melihat orang lain (orang luar) menebang pohon di hutan (%)
Sikap diam saja Melaporkan ke aparat desa Melaporkan kepada Demang Kepala Adat Menceritakan pada anggota keluarga Mengajak penduduk untuk mengusir mereka Tidak apa karena hutan milik kita bersama JIPEN (denda adat) Peringatan untuk berhenti melakukan lagi Lain-lain
Sebelum Sesudah
24,38 39,30 10,45 0,50 4,98 20,40
0,00
8,29 0,49 20,98 42,44 11,22 15,61
0,98
Δ
Bagaimana sebaiknya jika ada orang yang melakukan penebangan pohon dan merusak secara besar-besaran (%) Sebelum Sesudah
-16,09 11,61 -38,81 14,73 10,53 12,95 41,94 6,24 8,03 -4,79 8,93 12,05 31,70 0,98 11,61
Δ
1,95 6,25 12,89
-9,66 -8,48 -0,06
9,77 1,56 21,09 36,33 0,00
1,74 -7,37 9,04 4,63 -11,61
52
Perubahan lain yang terjadi pada sikap masyarakat setelah pelaksanaan kegiatan kampanye adalah bentuk dukungan masyarakat pada pelestarian kawasan meningkat 27,65% dengan semakin proaktifnya masyarakat karena untuk melaporkan pelaku perusakan kawasan hutan, dan perubahan ini didorong oleh meningkatnya pengetahuan tentang pentingnya tanaman obat yang mereka miliki. Masyarakat menyadari bahwa selama ini mereka sangat mudah mendapatkan obat-obatan dari kawasan hutan meskipun memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkannya. Sikap untuk mendukung usaha menanam kembali tanaman obat meningkat sebesar 8,31%, uraian lengkap meningkatnya dukungan masyarakat terhadap pelestarian kawasan dapat dilihat pada gambar 7a dan 7 b. Melaporkan pelaku penebangan di kawasan yang dilarang 60% Sebelum 50%
54.29%
Sesudah 40.91%
40%
30.68%
30% 20% 10%
18.75% 13.71%
11.43%
16.00% 4.57%
7.39%
2.27%
0% Sulit
Agak sulit
Tdk ada pendapat
Mudah
Sangat mudah
Memanfaatkan hutan sebagai sumber tanaman obat tradisional 50% 40%
Sebelum Sesudah
30%
44.51% 35.23% 32.95%
37.50%
20% 14.20% 10%
9.25% 7.95%
1.73%
11.56% 5.12%
0% Sulit
Agak sulit
Tdk ada pendapat
Mudah
Sangat mudah
Gambar 7. Perubahan sikap masyarakat pasca kampanye konservasi dalam (a) Pelaporan pelaku penebangan (b) Pemanfaatan tanaman obat. Proses penyampaian informasi yang baik dan memberikan gambaran konsekuensi yang jelas dari sebuah pilihan mendukung atau menolak tawaran perubahan terjadi melalui transfer informasi dari agen perubahan dan interaksi antar individu dan kelompok yang ada di masyarakat. Perubahan lain yang terjadi pada sikap didukung oleh peningkatan pengetahuan tentang pentingnya tanaman
53
obat, karena masyarakat menyadari bahwa selama ini mereka sangat mudah mendapatkan obat-obatan dari kawasan hutan meskipun memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkannya, sikap untuk mendukung usaha menanam kembali tanaman obat meningkat sebesar 8,31%. Menurut Indrawan et al. (2007) salah satu dampak yang harus ada, dan dapat dirasakan oleh masyarakat dalam upaya pengelolaan kawasan konservasi adalah adanya manfaat (langsung atau tidak langsung) dari kegiatan perlindungan keanekaragaman hayati hutan disekitar kawasan mereka. Kampanye konservasi dilaksanakan untuk memberikan informasi terkait manfaat yang dapat diterima masyarakat dimasa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari adanya perubahan lain yang terbangun pada sikap pada perilaku dengan menolak melakukan kegiatan penanaman tumbuhan yang belum dikenal dari mutu sedang menjadi baik dengan perubahan sebesar 2,95% dan dukungan pada kegiatan menanam jenis tumbuhan lokal yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat mengetahui resiko dari perubahan. Uraian lengkap mengenai perubahan sikap masyarakat pada perilaku konservasi diuraikan pada Tabel 11. Tabel 11. Perubahan sikap masyarakat pada perilaku konservasi.
Isu
Sebelum (%) Sesudah (%) Skor Skor Likert Mutu Likert Mutu Δ (%)
T Menebang kayu di hutan secara besar-besaran 85,68 86,25 Memanfaatkan hasil hutan lainnya (damar, rotan, madu) sebebas-bebasnya 78,86 B 78,98 T Berburu hewan liar sebebas-bebasnya 80,80 81,59 S Membuka ladang dengan membakar 48,86 50,34 S Membuka hutan untuk pemukiman baru 44,43 48,75 S Membuka jalan baru di tengah hutan 46,02 51,14 S Menanam jenis tanaman baru (bukan asli) 57,95 60,91 B Membuang sampah ke dalam sungai 73,52 73,86 S Menanam tanaman seperti karet, gaharu, dll 46,82 68,75 B Membatasi jenis, ukuran kayu yang ditebang 78,07 73,18 B Membatasi mengambil hasil bukan kayu lainnya 77,39 77,61 B Membatasi cara dan waktu berburu hewan liar 78,64 80,57 T Manusia harus menjaga kelestarian alam 81,36 84,32 R=rendah (21-40%), S=sedang (41-60%), B=baik (61- 80%) dan T=tinggi (>80%).
T
0,57
B T S S S B B B B B B T
0,11 0,80 1,48 4,32 5,11 2,95 0,34 21,93 -4,89 0,23 1,93 2,95
Konsep konservasi yang telah lama berlaku di masyarakat adalah bahwa kawasan yang memiliki ikatan pada adat dan budaya setempat (Indrawan et al.
54
2007). Kawasan ini biasanya sangat terjaga kelestariannya karena tatanan yang terbangun berdasarkan sistem kepercayaan yang dianut masyarakat lokal dan adanya larangan dan batasan dalam mengakses sumber daya yang ada di kawasan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perubahan sikap masyarakat dalam mendukung kegiatan konservasi dengan kepatuhan masyarakat pada hukum adat dalam pengelolaan hutan meningkat 6,82%, dan kesediaan untuk bekerjasama dengan pihak pemerintah juga meningkat sebesar 7,84%. Namun pada kegiatan untuk melakukan penanaman tanaman obat pada lahan pekarangan dan ladang masyarakat tidak mengalami peningkatan, hal ini karena nilai ekonomis yang rendah dan masih sangat mudah didapatkan serta masih banyak tersedia disekitar kawasan. Perubahan sikap dalam tindakan konservasi diuraikan pada Tabel 12. Tabel 12. Perubahan Sikap masyarakat terhadap aksi/tindakan konservasi hutan.
Isu
Sebelum (%) Skor Likert Mutu
Sesudah (%) Skor Likert Mutu
Patuh kepada hukum adat pengelolaan hutan 55,80 S 62,61 yang diberlakukan Bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk 52,95 S 60,80 mengelola hutan lebih baik Membangun kelompok di desa untuk menjaga 55,57 S 64,66 hutan Memulai bertanam tanaman obat tradisional di 69,66 B 69,32 pekarangan rumah dan di ladang Menjaga kelestarian hutan untuk kepentingan 52,50 S 55,95 bersama masyarakat desa Mengajak keluarga dan saudara untuk menjaga 62,61 B 67,13 dan melindungi kawasan hutan R=rendah (21-40%), S=sedang (41-60%), B=baik (61- 80%) dan T=tinggi (>80%).
Δ (%)
B
6,82
B
7,84
B
9,09
B
-0,34
S
3,45
B
4,51
Peningkatan pengetahuan dapat mendorong proses perubahan sikap hal ini namun proses ini memerlukan beberapa kondisi yang dapat mendukung perubahan ke arah yang lebih baik. Salah satu kondisi penting adalah saat masyarakat mengumpulkan informasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif tentang konsekuensi dari perubahan yang dilakukan. Semakin tinggi konsekuensi yang mungkin timbul maka semakin kecil peluang perubahan yang cepat dan tinggi terhadap tawaran perubahan. Hal ini sesuai dengan pedapat Soekartawi (2005) bahwa konsekuensi yang mengandung resiko besar tidak akan mendorong perubahan sikap yang tinggi pada tawaran perubahan.
55
Perubahan sikap yang terjadi selanjutnya dikelompokkan ke dalam 3 aspek ekologi, sosial dan ekonomi, terlihat bahwa terjadinya perubahan didorong oleh ke tiga aspek tersebut, dengan perubahan yang terjadi dari aspek ekologi sebesar 28,3%, aspek sosial sebesar 54,6% dan ekonomi sebesar 3%, uraian selengkapnya disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Gambaran umum perubahan sikap masyarakat setelah kegiatan. Secara umum perubahan sikap setelah kegiatan pendidikan konservasi di kawasan Pegunungan Muller, terlihat bahwa aspek sosial memiliki kecenderungan perubahan yang besar dibanding aspek lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa struktur budaya dan keakraban diantara masyarakat masih sangat kuat (Tabel 8) menperlihatkan ikatan kekeluargaan dan aturn adat masih melekat kuat. Perubahan sikap dari aspek ekologi juga menunjukkan perubahan yang cukup berarti (28,3%) yang menggambarkan bahwa secara budaya masyarakat dikawasan ini yang beragama Kaharingan adalah kelompok masyarakat yang memang sangat dekat dengan unsur-unsur alam, dimana keseimbangan hidup manusia dan alam umumnya menjadi pedoman utama kelompok agama kebathinan. Perubahan sikap dariu aspek ekonomi hanya berubah 3,0%, hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap sumber daya kawasan hutan akan sangat sulit dipengaruhi jika intoduksi pesan dan
inovasi
yang
ditawarkan
tidak
mampu
mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya kawasan hutan.
mata
rantai
56
5.2.3. Perubahan Perilaku Salah satu perubahan perilaku yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan kampanye adalah pengambilan hasil hutan dalam kurun waktu tahun 2007 sampai 2008. Perubahan pengambilan hasil hutan menunjukkan penurunan 17,8% dalam kegiatan berburu hewan liar dan mengambil anggrek, gaharu dan kayu bakar, mengambil sarang burung dan lainnya, namun terjadi peningkatan 3,7% pada kegiatan pengambilan madu, damar, tanaman obat dan dalam kegiatan pembukaan perladangan juga menurun sebesar 5,7% uraian lengkap tentang perubahan perilaku pada Tabel 13. Tabel 13. Perubahan perilaku masyarakat di dalam hutan. No
Uraian
1. Mengambil hasil hutan
Jawaban Responden
Persentase (%) Sebelum Sesudah
Δ
Pernah
84,09
82,56
-1,5
Tidak pernah
15,91
17,44
1,5
9,68
7,80
-1,9
6,45
20,16
13,7
0,88
0,81
-0,1
4,69
5,11
0,4
Mengambil gaharu
19,06
16,13
-2,9
Mengambil kayu bakar
31,38
25,00
-6,4
2. Kegiatan yang Berburu hewan liar (babi, rusa, dll) dilakukan di dalam Menebang pohon untuk membuat rumah hutan Mengambil anggrek Mengambil buah-buahan hutan
Mengambil rotan, damar dan madu
8,21
9,41
1,2
Mengambil sarang burung walet
3,23
2,42
-0,8
Mengambil tumbuhan obat tradisional
5,57
8,06
2,5
10,85
5,11
-5,7
Membuka ladang
Dari Tabel 13 di atas terlihat bahwa perilaku masyarakat terhadap kawasan hutan sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang dan papan. Bentuk pertanyaan terbuka untuk mengetahui perubahan perilaku masyarakat dikawasan ini membuat masyarakat memberikan respon berdasarkan kebutuhan individu dan kelompok mereka semata. Jika dihubungkan kembali pada pertanyan tentang sikap terhadap pelaku perusakan di kawasan oleh pelaku luar (Tabel 8 dan Tabel 9) maka kekerabatan dan dukungan antara sesama meraka dalam melakukan aktifitas di kawasan hutan dianggap sebagai hal biasa dan lumrah.
57
5.3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Masy’ud (2001) menyatakan bahwa salah satu permasalahan lingkungan
hidup yang berdampak terhadap kehidupan manusia adalah deforestasi, peladang berpindah dan penggunaan sumber daya secara berlebihan. Tujuan kegiatan pendidikan konservasi dengan metode kampanye adalah untuk mengurangi ancaman (penggunaan sumber daya hutan secara berlebihan dan kegiatan peladang berpindah) terhadap kawasan hutan. Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa masyarakat di kawasan hutan Pegunungan Muller telah memiliki pengetahuan tentang fungsi kawasan dan manfaatnya bagi mereka. Masyarakat Dayak mengganggap hutan sebagai rumah dan tempat hidupnya (Nilasari 2003). Sikap positif yang terbangun dari peningkatan pengetahuan masyarakat ditunjukkan oleeh peningkatan rasa memiliki dan tanggungjawab dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya kawasan hutan. Namun ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hutan di kawasan ini menyebabkan masyarakat sulit menentukan sikap untuk melestarikan kawasan dengan tingginya persaingan dengan masyarakt pendatang dan permintaan yang terus meningkat menyebabkan pengambilan sumberdaya hutan semakin tidak terkendali. Dari uraian di atas terlihat bahwa ada faktor-faktor lain yang memperlambat perubahan pengetahuan, sikap dan masyarakat dalam menerima isu konservasi di kawasan mereka. Beberapa faktor luar yang dapat dilihat oleh penulis sebagai hambatan dalam menjalankan penelitian tujuan penelitian adalah: 1) desakan/dorongan pasar yang terus meningkat pada sumberdaya hutan kayu dan non kayu di kawasan ini; 2) simpang siurnya informasi yang diterima masyarakat dari berbagai pihak terutama dari kelompok korporasi; 3) budaya masyarakat Dayak yang agak tertutup pada pendatang baru; 4) sifat konsumtif masyarakat terhadap barang-barang mewah (tv, video, parabola, lemari es, dll) meskipun tidak tersedia sarana listrik. Salah satu kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di kawasan ini adalah perburuan gaharu (Aquilaria malaccanensis), hal ini terungkap dari tahap perencanaan kegiatan yaitu kegiatan lokakarya multi pihak, FGD dan pada kegiatan diskusi kampung. Intervensi yang dilakukan pada implementasi
58
kampanye
konservasi di kawasan ini dengan mengacu pada teori perubahan
perilaku yang mensyaratkan beberapa hal, maka program pembudidayaan tanaman lokal seperti gaharu diperkenalkan kepada masyarakat dengan penyampaian informasi terkait praktek budidaya gaharu di tempat lain dengan cara pemutaran film yang memperlihatkan keberhasilan usaha budidaya gaharu inokulasi meskipun hasil yang diperlihatkan tidak setara dengan jenis gaharu hutan. Kegiatan ini dapat membangun keyakinan masyarakat pada komoditi gaharu mengingat kondisi yang semakin sulitnya mereka mendapatkan gaharu hutan dalam tahun-tahun terakhir. Namun program ini tidak serta merta mendapat tanggapan positif karena keraguan akan manfaat yang akan didapatkan nantinya yang dipengaruhi budaya setempat dengan anggapan bahwa tumbuhan ini memiliki nilai magis (pengalaman para pemburu gaharu bahwa tidak semua pohon tua akan memiliki kandungan resin yang tinggi). Masalah lain yang menjadi kendala adalah hak kepemilikan lahan karena persepsi masyarakat yang terbangun selama kegiatan kampanye bahwa jenis tanaman ini yang belum merupakan jenis tanaman budidaya atau tanaman perkebunan, kayu gaharu terdaftar sebagai kayu hutan yang masuk daftar CITES Appendiks II. Untuk mendorong perubahan perilaku konservasi dengan mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan Pegunungan Muller dari pengambilan gaharu terus–menerus maka disusun kegiatan tambahan dalam bentuk penetapan kawasan desa sesuai peruntukan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masyarakat dengan kegiatan pemetaan partisipatif. Kegiatan ini menjadi pemicu awal keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya pelestarian kawasan hutan Pegunungan Muller yang menghasilkan daftar jenis tumbuhan yang berguna bagi masyarakat setempat sebagai sumber makanan dan obat. Hasil lanjutan dari kegiatan pemetaan ini adalah kesepakatan untuk membuat kawasan kawasan kebun kayu adat yang ditetapkan tepat di hulu sumber air bersih desa Tumbang Olong II sebesar 150 hektare. Menurut Rogers (1995) ada tiga hal yang yang menjadi persyaratan agar tujuan pendidikan konservasi dapat berhasil: 1) adanya informasi yang relevan dan dapat terima masyarakat sebagai bagian dari persoalan mereka juga; 2) ada upaya penyampaian informasi yang sistematis dan dapat diterima sebagai bagian
59
dari penyelesaian masalah; 3) adanya hasil inovasi yang dapat memberikan keuntungan jika mereka menerapkannya. Meskipun ketiga hal tersebut telah dibangun dalam kegiatan kampanye ini, namun keberhasilan yang dicapai masih kecil dan lamban, hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan menghambat proses inovasi yang diperkenalkan. Diperlukan waktu yang lama untuk memutus tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan agar inovasi dapat diterima sepenuhnya.
60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian mengenai ”Pengaruh Pendidikan Konservasi
tentang Fungsi Kawasan Hutan pada Masyarakat Pegunungan Muller Kalimantan Tengah” adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat Pegunungan Muller memiliki pengetahuan tentang fungsi kawasan hutan dari aspek ekonomi sebesar 17,14%, aspek ekologi 29,63% dan aspek sosial (larangan/pembatasan akses pada hutan) 39,21%. 2. Perubahan pengetahuan masyarakat setelah pendidikan konservasi dari aspek sosial sebesar 54,6%, ekologi 28,3% dan ekonomi hanya 3%. Perubahan jumlah masyarakat yang sebelumnya menyatakan tidak tahu menjadi dapat memberikan pendapat/menjawab juga meningkat sebesar 5,3% walaupun aspek sosial merupakan komponen terbesar yang mengalami perubahan, namun hal ini tidak ditemukan pada semua isu (pertanyaan). Perubahan yang terjadi ditemukan terbesar pada pertanyaan tentang arti konservasi. Perubahan sikap masyarakat didominasi oleh aspek dalam mendukung upaya pelestarian sumber daya kawasan hutan juga meningkat yang ditunjukkan dengan menurunnya sikap ketidakpedulian sebesar 17,03% sampai 20,88% dalam hal mengambil resiko dan tanggungjawab dan menerima budidaya tanaman lokal (gaharu) dan tanaman tahunan (karet), hal ini didukung dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat pada lembaga adat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran sebesar 9,04%, namun terjadi penurunan tingkat kepercayaan pada lembaga pemerintahan desa sebesar 38,81%. Perilaku mengambil sumber daya hutan non kayu secara langsung masih terus berlangsung, namun telah terbangun upaya untuk melestarikan jenis tumbuhan lokal yang bernilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pengumpulan anakan tanaman gaharu dari hutan ke ladang dan pekarangan mereka. Karena manfaat langsung yang tidak segera dapat dirasakan maka perubahan massal belum terjadi pada kegiatan budidaya gaharu di kawasan hutan Pegunungan Muller. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perubahan perilaku didominasi oleh keadaan ekonomi dan sosial masyarakat yang lebih konsumtif terhadap
61
barang-barang elektronik (tv, vidio, lemari es, dll) akibat tawaran dari pihak korporasi yang bekerjasam dengan koperasi desa. Faktor budaya (adatistiadat) masyarakat yang tertutup terhadap orang asing yang baru dikenal. Faktor luar yang mendorong meningkatnya keinginan pemenuhan ekonomi dan sosial masyarakat akibat tekanan luar seperti persaingan dan permintaan pasar yang meningkat pada sumberdaya hutan di kawasan ini. Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi masyarakat adalah informasi yang disampaikan pihak-pihak yang berseberangan dengan pemikiran konservasi kawasan (korporasi) dengan memberikan isu bahwa konservasi akan membatasi akses masyarakat tehadap sumberdaya hutan. 4. Secara umum perubahan pengetahuan dan sikap yang terjadi setelah kegiatan pendidikan konservasi didominasi oleh aspek sosial, ekologi dan ekonomi. Perubahan perilaku umunya sangat dipengaruhi oleh aspek ekonomi, hal ini menunjukkan bahwa efek pendidikan konservasi hanya dapat mendorong perubahan besar pada pengetahuan dan sikap. Untuk mendorong perubahan perilaku yang lebih besar diperlukan
inovasi yang dapat mengurangi
ketergantungan amsyarakat terhadap sumberdaya kawasan. 6.2.
Saran Untuk mendorong percepatan perubahan perilaku masyarakat terhadap
pelestarian keanekaragaman hayati kawasan Hutan Pegunungan Muller maka kegiatan yang sangat perlu dilakukan adalah : 1. Untuk menjawab keraguan status hak kelola masyarakat atas kawasan hutan maka ketegasan status menjadi jaminan masyarakat dalam melakukan pemanenan hasil hutan yang telah dibudidayakan dan memicu keikutsertaan masyarakat untuk melestarikan kawasan dengan berkurangnya aktifitas pengambilan langsung dimasa yang akan datang. 2. Perlu dilakukan program diversifikasi keterampilan bagi masyarakat di kawasan ini sebagai bentuk kegiatan alternatif untuk memanfaatkan sumberdaya hutan yang berlimpah namun bernilai ekonomi rendah menjadi lebih bernilai ekonomi tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber daya saja.
62
DAFTAR PUSTAKA Agresti A dan Finlay B. 1997. Statistical Methods for Social Science 3th edition. New Jersey: Prentice Hall. Upper Saddle River. Andreasen dan Alan R. 1995. Marketing Social Change: Changing Behavior to Promote Health, Social Developmen, and The Environment. San Francisco: Jossey-Bass. Arifin, Sardjono dan Sundawati L. 2003. Agroforestri di Indonesia. ICRAFT, Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006a. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Balai Pusat Statistik Prov. Kalimantan Tengah. Palangka Raya. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006b. Murung Raya Dalam Angka. Balai Pusat Statistik Prov. Kalimantan Tengah. Puruk Cahu. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2000. Pusat Penyuluhan Kehutanan. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan. Departeman Kehutanan RI. Jakarta. Djajadiningrat S. 2001. Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Hadi, A P. 2001. Hubungan Antara Komunikasi Publik Perusahaan dan Sikap Komunitas Setempat (Kasus Perusahaan Pertambangan di Nusa Tenggara Barat). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Harini M dan Masy’ud B. 2004. Dasar-dasar Konservasi. Buku Materi Pokok Universitas Terbuka, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta. Indrawan M, Primack R, Suriatna J. 2007. Biologi Konservasi. Edisi Revisi. Yayasan Obor. Jakarta. [KLH] 2002. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Era Otonomi Daerah. Jakarta. Kotler dan Roberto L. 1989. Social Marketing: Strategies for Changing Public Behavior. The Free Press. New York. Kotler, Philip K dan Kevin Lane. 2006. Marketing Management. 12th Edition. Pearson Prentice Hall International, Inc. New Jersey. Kriyantono R. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Edisi Pertama Cetakan Ketiga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2005. Pegunungan Muller: Warisan Dunia di Jantung Kalimantan. LIPI Bogor. MacKinnon K. Hatta, Halim dan Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan. Seri Ekologi Indonesia Buku III, Prenhalindo, Jakarta. Margoluis R dan Salafsky N. 1998. Ukuran Keberhasilan – Merancang, Mengelola dan Memantau Proyek-proyek Konservasi dan Pembangunan. (terjemahan). Washington D.C: Island Press dan Jakarta: Yayasan Kehati.
63
Masy’ud B. 2001. Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH): Metode, Media dan Materi. Disampaikan dalam: Forum Temu Karya Nasional Pramuka Pandega Perguruan Tinggi (tidak dipublikasikan) Pokja: Pendidikan Konservasi SDH dan Lingkungan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Nilasari R. 2003. Maneser Panatau Tatu Hiang. Penerbit Pusaka Lima Palangka Raya, Palangka Raya.S [Pemkab Mura] 2006. Membangun Bumi Tana Malai Tolung Lingu. Laporan Pertanggunjawaban Tahunan Pem. Kab. Murung Raya. Primack R, Supriatna J, Indrawan dan Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Purwadarminta. 2007 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III Cetakan keempat. Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional. Balai Pustaka. Jakarta. Rakhmat dan Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. RARE. 2007. Panduan Metodologi Survei dan Wawancara Pribadi untuk Kajian Rasa Bangga. RARE. Bogor. Rogers M. 1995. Diffusion of Inovation 4th ed. The Free Press. New York. Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan International Coorporation Agency (JICA). Jakarta Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Jakarta. Soerjani M, Ahmad R dan Munir M. 2008. Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta. Sumarwoto. 2008. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. cetakan ke Sebelas. Penerbit Djambatan. Jakarta Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 1990 tentang: Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. indeks: Energi. Pembangunan. Konservasi. Kehutanan. Tanggal: 10 Agustus 1990 (Jakarta) Uluk A, Sudana M dan Wollenberg E. 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak terhadap Hutan. CIFOR. Bogor Weinreich.KN. 1999. Hands-on Social Marketing. Sage Publications. London [WWF] World Wildlife Fund. 2004. Heart of Borneo, A Plan for Conservation A World Wildlife Fund Report.
64
Lampiran 1 Matriks Stakeholder (Lokakarya Multipihak)
No. Peserta/Organisasi
Person
1
Pokja HoB/Heart of Borneo Kab. Mura
-
2
Dinas Lingkungan Hidup Kab. Murung Raya
-
3
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Murung Raya
-
4
Bappeda Kab. Murung Raya
-
5
Yayasan Bina Sumber Daya Puruk Cahu
1 orang
6
Aliansi Masyarakat Adat Kalteng dan Gerakan Masyarakat Adat Murung Raya
1 orang
7
Kepala Adat (Tb. Olong, Tb. Keramu/ Kelasin, Tb. Tujang)
3 orang
Isu Kunci
Minat/motif
Potensi Kontribusi
Konsekuensi
Dukungan dana, Kaitan program, Penyiapan Dukungan akses, support Pendanaan, pengetahuan Masyarakat dalam program HoB yang integrasi program mengenai Pride Konservasi Pegunungan berhubungan dengan HoB Program Muller Program Pride Penerimaan dan dukungan Pemda Potensi dukungan program tahunan Kaitan program, pada Program Pride Dukungan Pemda dan Pemda dan pengetahuan dan sinergitas dengan Program Konservasi di mengenai Pride Program Pemda hubungannya pegunungan Muller untuk konservasi dan dengan program Program Pride pencarian Ikon Daerah Penerimaan dan dukungan Pemda Potensi dukungan Dukungan Pemda program tahunan Kaitan program, pada Program Pride melalui Program Pemda dan sinergitas dengan dan pengetahuan Pemda mengenai Pride Program Konservasi dan hubungannya Agroforestry di Mura dengan program Program untuk konservasi dan pencarian Ikon Pride Daerah Penerimaan dan Hubungan Kaitan dukungan Pemda pada Program Pride program Pride perencanaan Prioritas perencanaan dengan agenda pembangunan dan sinergitas dengan pembangunan daerah pembangunan daerah dengan Program Pemda perencanaan daerah kegiatan Pride untuk pembangunan Dapat Potensi untuk mengangkat Keterlibatan lembaga Pengetahuan tradisional kearifan kearifan lokal, adat dalam program, pembinaan dan kebiasaan tradisional, keseimbangan Mosom masyarakat dalam pengelolaan kelompok perspektif antara pengelolaan sumber daya alam masyarakat dan pemerintah dan dan keterlibatan pelatihan sumberdaya alam masyarakat dalam program Pemetaan Partisipatif Potensi untuk Keterlibatan lembaga kearifan adat dalam program, Pengetahuan tradisional Dapat tradisional, keseimbangan M.Odor Bin dan kebiasaan setempat pengelolaan mengangkat perspektif antara Jinar dalam pengelolaan sumber daya alam kearifan lokal pemerintah dan sumberdaya alam dan keterlibatan masyarakat dalam program Menggali dan Dukungan gerakan Potensi untuk dan Keterlibatan mengangkat kearifan Pengetahuan tradisional lembaga adat dalam kearifan tradisional, Manan, tradisional dan program, dan kebiasaan setempat pengelolaan Derman, dalam pengelolaan keseimbangan menggalang sumber daya alam Tiong sumberdaya alam perspektif antara potensi dan keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam program masyarakat lokal
65 Lanjutan : Matriks Stakeholder (Lokakarya Multipihak) No. Peserta/Organisasi
Person
8
Sek. Camat U'Ut Murung dan Staf Kecamatan
2 orang
9
Kepala Desa/ Sekretaris Desa/BPD (Tb.Olong I, Tb. Tujang)
6 orang
Isu Kunci
Minat/motif
Potensi Kontribusi
Konsekuensi
Ide-ide untuk Dukungan pengembanga Pemerintah, program Jaminan dukungan Potensi n program Pemerintah, Saut R. dan keterlibatan potensial konflik dukungan pembangunan Situmeang pemerintah lokal, antara keberadaan terhadap di daerah (Sek. Cam), masuknya ide dan kawasan konservasi program tersebut, David pandangan Muller dengan pemerintah, link dukungan pemerintah dalam Hendra R, program program terhadap program PRIDE pembangunan program ekonomi daerah pemerintah F.Tarigan Dampak Pengelolaan OU, program SDA yang Darmawans Dukungan dan kolaboratif, yah OU, Peran rakyat dalam terhadap keterlibatan dalam pengelolaan SDA pengelolaan tersampaikann Mika. RL, program SDA oleh ya aspirasi Tundo, masyarakat masyarakat Sulang, Katimustika
Guru SD (Tb. 10 Olong I dan Tb. 2 orang Tujang)
Dokter 11 Puskesmas Olong
Tb. 1 orang
Tokoh agama Kaharingan dan IslamTb. Olong, 12 4 orang Tb. Keramu/Kelasin, Tb. Tujang
13
Tokoh pemuda 3 orang (Tb. Olong)
Pengembangan Dukungan Pengembangan pendidikan Integrasi dengan dalam bahan ajar, Pendidikan, Muatan Lokal Rohaniah, pengembanga pelatihan guru dan kurikulum sekolah, dengan isu Abi n kapasitas keterlibatan dukungan instansi konservasi dan guru dan langsung pendidikan lingkungan siswa hidup Sinergi program pride Peran serta dalam Peningkatan Kesehatan sosialisasi taraf kesehatan dengan Dr. Anwar Lingkungan Sosialisasi kesehatan, KB, Pos hidup Yandu, dll masyarakat Kesehatan, KB dan Gizi Dukungan dan Program PRIDE Kerjasama Ceramah M. Sahir, dapat dilakukan dari Konservasi, kajian Mashabi, Norma : moral, etika lewat kegiatan Komunitas agama terhadap Raya.T.Paro keagamaan agama konservasi n, Gani. Kaharingan dan Islam Keterlibatan pemuda dalam pengelolaan sumber daya alam Dukungan dan Program Pengembangan serta Kerjasama: PRIDE dapat pandangannya Darno. L, Kapasitas, peningkatan mengembang Siran, Ide Organisasi Pemuda, tentang konflik kapasitas dan kan potensi Kesenian Daerah kepentingan di keterampilan pemuda kawasan Pegunungan Muller
66
Lampiran 2 Konsep Model (Matriks Pemikiran) Lokakarya Multipihak
67 KERANGKA PERENCANAAN FGD Kecamatan U’Ut Murung, Desa Tumbang Olong, Tumbang Olong II, Tumbang Keramu, Tumbang Tujang
Lampiran 3a
Setelah stakeholder meeting selesai, FGD dibuat berdasarkan konsep model awal hasil workshop dan hasil observasi lapang melalui diskusi yang dinagun sebelumnya bersama Tim Pride dan narasumber formal yaitu (YBSD) Yayasan Bina Sumberdaya Puruk Cahu dan Pokja HoB Kabupaten Murung Raya. Tujuan Diskusi : Untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Hutan Pegunungan Muller, terutama hubungannya dengan kegiatan penebangan dan pembukaan lahan di kecamatan ini. Pertanyaan penelitian : • Apakah kegiatan penebangan dan pembukaan hutan untuk kebun dan ladang mempengaruhi keadaan Hutan Pegunungan Muller? • Bagaimanakah tingkat pemahaman petani/peladang yang tinggal di sekitar Hutan Pegunungan Muller mengenai nilai penting kawasan terhadap hasil produksi hutan non kayu. Pertanyaan-pertanyaan panduan : 1. Pertanyaan pembuka : 1) Siapa nama anda? 2) Apa saja aktifitas anda saat ini? 3) Sudah berapa lama anda menetap di desa ini? 4) Apa saja aktifitas penduduk di dalam hutan? 2. Pertanyaan pengantar : • Bagaimana menurut anda keadaan hutan disini dulunya sebelum ada kegiatan penebangan hutan oleh perusahaan? • Selain hasil berladang, apa saja pengasilan penduduk di desa ini ? • Bagaimana hasil ladang sekarang ini jika dibandingkan dengan 10 tahun lalu? 3. Pertanyaan transisi: • Di daerah mana anda melakukan kegiatan berladang? (berapa km dan arah mana dari desa ini?) • Menurut Anda faktor apa yang mempengaruhi hasil panen selama ini? • Hasil hutan apa saja yang diperoleh dari Hutan Pegunungan Muller? 4. Pertanyaan kunci: • Apakah berladang harus menebang kayu dan membakar lahan? • Bagaimana menentukan kemiringan lahan yang cocok untuk membuka ladang? • Mengapa masyarakat menebang kayu? Berapa banyak kayu yang bisa diambil oleh 1 kelompok penebang? (berapa orang biasanya 1 kelompok?) • Apa hasil hutan lainnya (bukan kayu) yang didapatkan dari hutan? • Menurut anda apa saja kerugian yang dapat ditimbulkan dari penebangan pohon dan pembakaran lahan secara besar-besaran? • Menurut anda, apa hubungannya hutan dengan air sungai (ketersediaan air). • Berapa sering air sungai meluap dalam 5 tahun terakhir ini? (berapa kali dalam setahun?) Mengapa? • Selain menebang pohon untuk mengambil kayu dan berladang, apa saja usaha (kegiatan) yang dapat dilakukan masyarakat disini? • Menurut anda, apa yang harus kita lakukan agar sungai tidak meluap setiap tahun sehingga ladang juga rusak karena tergenang air? • Berapa kerugian petani/peladang jika ladangnya rusak karena air meluap? • Hewan apakah yang sangat unik/khas di sini (tidak dapat ditemukan di daerah lain) dan dapat mewakili alam juga masyarakat di sini 5. Pertanyaan penutup: • Apa yang dapat kita lakukan untuk menjaga keadaan Hutan Pegunungan Muller sehingga dapat dimanfaatan terus-menerus sampai anak cucu kita? Atau: • Bagaimana seharusnya hubungan alam dengan manusia? Bagaimana sebaiknya alam digunakan Jumlah diskusi yang direncanakan dan karakteristik peserta: Jumlah diskusi yang direncanakan di Kecamatan U’Ut Murung adalah 4 FGD (8 FGD dimungkinkan dengan kelompok perempuan) dengan karakteristik peserta masing-masing grup adalah: Kelompok 1: Masyarakat Petani laki-laki dewasa, isu diskusi: Pembukaan hutan untuk areal pertanian. Kelompok 2: Masyarakat Petani perempuan dewasa, isu diskusik: Pembukaan hutan untuk areal pertanian. Waktu Pelaksanaan Diskusi ¾ Diskusi direncanakan 5 hari setelah Workshop selesai, (akhir Februari 2008) di Desa Tumbang Olong I dan II, Tb. Keramu dan Tumbang Tujang, Kecamatan U’Ut Murung. ¾ Lamanya setiap sesi diskusi adalah ± 1 jam
68 Lampiran 3b
KERANGKA PERENCANAAN FGD Kelompok Pemerintah Daerah (Dinas dan Instansi Terkait) Di Puruk Cahu, Murung Raya. Kalimantan Tengah
Setelah stakeholder meeting selesai, FGD dibuat berdasarkan konsep model awal hasil workshop dan hasil observasi lapang melalui diskusi yang dinagun sebelumnya bersama Tim Pride dan narasumber formal yaitu (YBSD) Yayasan Bina Sumberdaya Puruk Cahu dan Pokja HoB Kabupaten Murung Raya (Dinas Lingkungan Hidup Murung Raya) Tujuan Diskusi : Untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Hutan Pegunungan Muller, terutama hubungannya kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Murung Raya. Pertanyaan penelitian : • Apakah upaya Pemerintah Daerah melalui instansi terkait dalam rangka mengurangi kegiatan penebangan dan pembukaan hutan untuk kebun dan ladang di Kabupaten ini? • Bagaimanakah tingkat pemahaman masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari SDA Hutan tentang nilai penting kawasan hutan (Pegunungan Muller). Pertanyaan-pertanyaan panduan : 1. Pertanyaan pembuka : 1) Siapa nama anda? 2) Instansi dan TUPOKSI anda saat ini? 3) Sudah berapa lama anda menetap di wilayah ini? 4) Menurut anda (bapak/ibu), apa saja aktifitas mereka di hutan? 2. Pertanyaan pengantar : • Sebagai pihak pemerintah melihat kondisi hutan akhir-akhir ini, bagaimana keadaannya jika dibandingkan dengan keadaan hutan 10 tahun yang lalu. • Selain bergantung kepada SDA (hutan) apa saja penghasilan masyarakat di kawasan Peg. Muller ? • Bagaimana kaitan/hubungan pembangunan (pembukaan jalan/transportasi darat) terhadap kerusakan hutan yang terjadi di wilayah (kabupaten) ini? 3. Pertanyaan transisi: • Menurut Anda (bapak/ibu) seberapa besar ketergantungan masyarakat terhadap hutan? (sangat mungkin untuk diubah atau tidak/susah untuk diubah) • Bagaimana hubungan aktifitas perladangan dengan sistem tebang dan bakar lahan terhadap PAD? • Apa saja program yang telah direncanakan dan dilakukan oleh instansi Anda (bapak/ibu) dalam kurun waktu 1 tahun terakhir untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan dengan pola perladangan tebas tebang dan bakar. • Apa yang harus dilakukan untuk membantu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap hutan dengan sistem pertanian tebas tebang dan bakar lahan? • Bagaimana masyarakat merespon program pemerintah yang melarang masyarakat membakar lahan? 4. Pertanyaan kunci: • Bagaimana sebenarnya sistem pertanian/perladangan yang baik menurut pemerintah? Jenis apa? • Bagaimana menentukan jenis lahan dan kemiringan yang cocok untuk perladangan masyarakat? • Apa saja efek negatif yang timbul dari sistem pertanian masyarakat yang ada sekarang ini? • Bagaimana menurut anda kaitan perladangan masyarakat dengan bencana banjir dan asap yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir? • Menurut anda apa saja kerugian yang dapat ditimbulkan dari penebangan pohon dan pembakaran lahan secara besar-besaran? • Menurut anda, apa hubungannya hutan dengan air sungai (ketersediaan air). • Berapa sering air sungai meluap dalam 5 tahun terakhir ini? (berapa kali dalam setahun?) Mengapa? • Selain menebang pohon untuk mengambil kayu dan berladang, apa saja usaha (kegiatan) yang dapat dilakukan masyarakat disini? • Menurut anda, apa yang harus kita lakukan agar sungai tidak meluap setiap tahun sehingga ladang juga rusak karena tergenang air? • Apa program instansi anda untuk mengurangi dampak negatif tersebut di masa yang akan datang? • Hewan apakah yang sangat unik/khas di sini (tidak dapat ditemukan di daerah lain) dan dapat mewakili alam juga masyarakat di sini 6. Pertanyaan penutup: Apa yang harus kita lakukan untuk menjamin keadaan Hutan Pegunungan Muller sehingga dapat dimanfaatan terus-menerus dan memberikan nilai positif bagi masyarakat dan pemerintah daerah? Atau: Bagaimana seharusnya hubungan antara alam dengan manuasia? Bagaimana sebaiknya alam digunakan Jumlah diskusi yang direncanakan dan karakteristik peserta: Jumlah diskusi yang direncanakan di Kota Puruk Cahu, 1 kali FGD dengan karakteristik peserta adalah Kelompok Instansi Pemerintah (Dinas dan UPT) terkait dengan isu kondisi riil dan rencana pembangunan kabupaten tahun 2008 dan seterusya. Waktu Pelaksanaan DiskusiDiskusi direncanakan 1-2 hari setelah Workshop selesai, (akhir November 2007) di Kota Puruk Cahu. Lamanya setiap sesi diskusi adalah ± 1-1,5 jam.
69 Lampiran 4 SURVEY PROGRAM KAMPANYE BANGGA MELESTARIKAN ALAM DI 4 (empat) DESA SEKITAR PEGUNUNGAN MULLER MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2008 (informasi berikut diisi oleh petugas survei/enumerator SEBELUM memperkenalkan diri dan memulai wawancara) Nama Pewawancara : ……………………………………………………………….................... Nomor Survei : ………………………………………………………………………........ Desa : ………………………………………………………………………........ Tanggal Wawancara : ……………………………………………………………….................... Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam,………. Bapak/Ibu/Sdr/sdri. Perkenalkan, nama saya ................................... (sebutkan nama lengkap pewawancara). Saya sedang melakukan survei dari eLPaM (Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat) Palangka Raya yang telah 1,5 tahun terkahir ini melakukan PENDIDIKAN KONSERVASI Bangga Melestarikan Alam di Kabupaten Murung Raya. Tujuan survei ini adalah untuk mengetahui pengaruh kampanye terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam hal pelestarian lingkungan/alam di Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah. Saya berharap Bapak/Ibu/Sdr/sdri, bersedia membantu dengan memberikan waktu ±30 sampai 40 menit untuk menjawab pertanyan yang telah kami buat. Segala jawaban dan informasi yang Bapak/Ibu/Sdr/sdri berikan akan menjadi RAHASIA kami dan hanya dipakai untuk kepentingan Program PENDIDIKAN KONSERVASI Bangga Melestarikan Alam. Bersediakah Bapak/Ibu/Sdr/sdri untuk melakukan wawancara ini sekarang? Kesediaan calon responden untuk melakukan wawancara: [ ] Ya (lanjut ke pertanyaan NO.1) [ ] Tidak (HENTIKAN dan Ucapkan terima kasih) Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan Terima Kasih atas Kesediannya, saya akan menanyakan tentang diri Bp/Ibu/Sdr/i (1) Berapakah umur Bpk/Ibu/Sdr/Sdri sekarang? (HANYA 1 JAWABAN) ………. Tahun (2) Apa pendidikan terakhir Bpk/Ibu/Sdr/Sdri? [ ] Tidak pernah bersekolah [ ] Tidak lulus SD [ ] Lulus SD [ ] Tidak Lulus SLTP [ ] Lulus SLTP [ ] Tidak lulus SLTA [ ] Lulus [ ] Lulus Perguruan Tinggi [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (3) Apa pekerjaan utama Bpk/Ibu/Sdr/Sdri sekarang? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Petani/peladang [ ] Pengumpul rotan dan hasil hutan [ ] Penjaga sarang walet [ ] Penebang kayu [ ] Pelajar/mahasiswa [ ] Guru/PNS [ ] Wiraswasta/pedagang [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (4) Apa Bpk/Ibu/Sdr/Sdri pendengar RADIO? [ ] YA (lanjut kepertanyaan a, b, dan c) [ ] TIDAK (lanjut kepertanyaan No. 5) (A) Stasiun Radio apa yang Bpk/Ibu/Sdr/Sdri dengar? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] RRI Jakarta [ ] RRI Banjarmasin [ ] RRI Samarinda [ ] RRI Palangka Raya [ ] RRI Surabaya [ ] RRI dari Jawa [ ] SMura FM [ ] Kartika Puruk Cahu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (B) Jam berapa Bpk/Ibu/Sdr/Sdri sering mendengarkan radio? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] tidak menentu [ ] 06.00 - 07.00 WIB [ ] 10.00 - 12.00 WIB [ ] 12.00 - 14.00 WIB [ ] 17.00 - 19.00 WIB [ ] 20.00 - 22.00 WIB [ ] Lainnya sebutkan. ________________
70
(C) Acara radio yang paling digemari? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] Berita Nasional [ ] Berita Daerah [ ] Berita Keluarga [ ] Dialog/Talkshow [ ] Info Pembangunan [ ] Sandiwara Udara [ ] Musik Daerah [ ] Musik Pop [ ] Dangdut [ ] Warung Sanger [ ] Kafe Angkasa [ ] Senandung Itah [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (5) Apa Bpk/Ibu/Sdr/Sdri suka menonton Televisi? [ ] YA (lanjut kepertanyaan a, b, dan c) [ ] TIDAK (lanjut kepertanyaan No. 6) (A) Stasiun TV apa yang Bpk/Ibu/Sdr/Sdri lihat? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] TVRI [ ] TVRI Palangka Raya [ ] RCTI [ ] SCTV [ ] Anteve [ ] TV One [ ] INDOSIAR [ ] TPI [ ] Metro TV [ ] Trans7 [ ] Trans TV [ ] Lainnya sebutkan. __________ (B) Jam berapa Bpk/Ibu/Sdr/Sdri sering menonton televisi? (Boleh lebih dari 1 jawaban) [ ] tidak menentu [ ] 06.00 - 07.00 WIB [ ] 10.00 - 12.00 WIB [ ] 12.00 - 14.00 WIB [ ] 17.00 - 19.00 WIB [ ] 20.00 - 22.00 WIB [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (C) Acara Televisi yang paling digemari? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] Berita Nasional [ ] Berita Daerah [ ] Infotainment [ ] Dialog/Talkshow [ ] Info Pembangunan [ ] Sinetron [ ] Film Action [ ] Musik Pop [ ] Dangdut [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (6) Apa Bpk/Ibu/Sdr/Sdri membaca koran? [ ] YA (lanjut kepertanyaan a, b, dan c) [ ] TIDAK (lanjut kepertanyaan No. 7) (A) Koran/majalah apa yang Bpk/Ibu/Sdr/Sdri baca? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] Kalteng Pos [ ] Dayak Pos [ ] Kalimantan Pos [] Palangka Pos [ ] Media Indonesia [ ] KOMPAS [ ] Lainnya sebutkan. _____________ (B) Berapa sering Bpk/Ibu/Sdr/Sdrimembaca koran/majalah? (Boleh lebih dari 1 jawaban) [ ] tidak menentu [ ] setiap hari [ ] 3 kali seminggu [ ] 2 kali seminggu [ ] sekali seminggu [ ] 2 kali sebulan [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (C) Informasi yang paling sering dibaca? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] Berita Nasional [ ] Berita Daerah [ ] Info hiburan [ ] berita kriminal [ ] Info Pembangunan [ ] Info lingkungan Hidup [ ] info pertanian [ ] Info Kehutanan [ ] Lainnya sebutkan. _____________ (7) Selanjutnya saya akan membacakan daftar sumber informasi yang Bpk/Ibu/Sdr/Sdri dapatkan tentang lingkungan hidup. Pertanyaan ini hanya memberikan pilihan . Sangat Dapat Dipercaya, 2. Dapat Dipercaya 3. Agak Dapat Dipercaya 4. Agak Tidak Dapat Dipercaya 5. Tidak Dapat Dipercaya 6. Sangat Tidak Dapat Dipercaya dan 7. Tidak yakin/tidak tahu, atas informasi yang disampaikan oleh : (A) informasi dari radio [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (B) informasi dari televisi [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (C) informasi dari koran/majalah [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (D) Aparatur Pemerintahan Desa [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (E) Kepala Desa [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (F) Pemerintah Kecamatan/Kabupaten [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (G) Pemuka Agama [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (H) Demang Kepala Adat [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (I) Guru [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (J) Teman [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (K) Anggota keluarga lainnya [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] (8) Jenis hiburan yang paling Bpk/Ibu/Sdr/Sdri gemari (PILIH 2 JAWABAN) [ ] Karungut [ ] pertunjukan musik pop [ ] pertunjukan musik dangdut [ ] sandiwara/drama [ ] lawak [ ] pentas tari tradisional [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (9) Apa hobby/kegemaran Bpk/Ibu/Sdr/Sdri (PILIH 2 JAWABAN) [ ] Olah raga [ ] memasak [ ] menjahit [ ] memancing
71
[ ] berburu [ ] memainkan musik [ ] bernyanyi [ ] bercerita [ ] Lainnya sebutkan. ________________ Selanjutnya Saya Akan Menanyakan Beberapa Hal Tentang Kegiatan Pertanian/ Perladangan Keadaan Serta Fungsi Hutan Dan Sungai Di Wilayah Ini (10) Apakah penduduk desa sekitar ini ada yang membuka lahan/ladang baru di dalam hutan? [ ] ADA (lanjut ke pertanyaan a sampai e) [ ] TIDAK ADA (lanjut ke pertanyaan No. 11) (A) Menurut Anda mengapa mereka membuka lahan di Hutan? (Boleh Lebih Dari 1jawaban) [ ] Kekurangan lahan [ ] mencari lahan yang lebih subur [ ] untuk mendapatkan uang [ ] Diajak orang membuka lahan [ ] untuk kebutuhan makan sehari-hari [ ] kebutuhan untuk lahan tempat tinggal/rumah [ ] tidak tahu cara lain mendapatkan uang [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (B) Menurut pengalaman dan pandangan Bpk/Ibu/Sdr/Sdri bagaimana caranya mereka membuka dan mengolah Lahan Baru di hutan? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Menebang, membabat dan membakar [ ] membabat dan mengumpulkan serasah menjadi pupuk [ ] Membakar hutan tanpa menebang kayunya [ ] membuka dan membiarkan lahan sampai musim tanam tahun berikutnya [ ] tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (C) Berdasarkan jawaban Bapak/Ibu pada pertanyaan sebelumnya yaitu .............(bacakan jawaban responden pada ”b”), menurut Bapak/Ibu, apakah alasannya cara membuka lahan baru seperti itu dijalankan? [ ] Cara berladang turun-temurun [ ] Cara yang murah dan cepat membuka lahan [ ] Membantu menyuburkan ladang [ ] Tidak mengerti bahayanya bagi lingkungan [ ] Tidak ada alat yg tepat [ ] Tidak tahu hal itu melanggar hukum [ ] Keterbatasan tenaga kerja [ ] Tidak tahu cara lain yang baik bagi lingkungan [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (D) Menurut Anda apa saja dampak/akibat dari membakar hutan? (Boleh lebih dari 1 jawaban) [ ] Bencana asap [ ] Bencana banjir [ ] Bencana tanah longsor [ ] Kesulitan air di musim kemarau [ ] Rusaknya tempat berburu hewan hutan [ ] Hilangnya sarang lebah madu [ ] Meningkatnya suhu udara [ ] tidak ada kerugiannya [ ] tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. _____________ (E) Menurut Bpk/Ibu/Sdr/Sdri bagaimana reaksi mereka yang biasa membuka lahan dengan membakar hutan, terhadap Seruan Gubernur Kalteng untuk tidak membakar lahan di musim tanam 2 tahun terakhir? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] Mengikuti seruan Gubernur [ ] Tetap membakar karena tdk ada cara lain [ ] Untuk sementara tidak menanam padi [ ] Mengolah lahan dengan tidak membakar [ ] Tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (11) Pernahkah Bapak/ibu/saudara/i mendengar Istilah Jantung Borneo atau Songan Kalimantan atau HOB (Heart of Borneo) HOB ? [ ] PERNAH (lanjut Pertanyaan a,b dan c) [ ] TIDAK PERNAH (lanjut ke pertanyaan 12) (A) Darimana istilah Jantung Borneo/Songan Kalimantan/HoB (HEART OF BORNEO) Bpk/Ibu/Sdr/i dengar? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Radio [ ] Televisi [ ] Teman/Kenalan [ ] Aparat Desa [ ] Aparat Kecamatan [ ] Aparat Kabupaten [ ] Guru [ ] Demang Kepala Adat [ ] Pemuka Agama [ ] Poster/spanduk [ ] Lagu Karungut [ ] Orang yang Pernah ke desa sini [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (B) Menurut Bapak/Ibu/Sdr/i apa arti istilah JANTUNG BORNEO atau SONGAN KALIMANTAN itu? (HANYA 1 JAWABAN) [ ] Tempat di tengah-tengah Pulau Kalimantan [ ] Tempat di hulu-hulu sungai [ ] Tempat terlarang untuk berburu dan berladang [ ] kawasan yang dilindungi Pemerintah [ ] tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. __________ (C) Menurut Bpk/ibu/sdr/i apa yang harus dilakukan untuk melestarikan hutan di wilayah JANTUNG BORNEO atau Songan Kalimantan tersebut? (HANYA BOLEH 1 JAWABAN) [ ] dibuat aturan atau undang-undang dan ada petugasnya [ ] dibuat larangan untuk melakukan kegiatan di tempat tersebut
72
[ ] ada tata batas dan diberikan tempat untuk masyarakat disekitarnya untuk berusaha [ ] tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ Selanjutnya saya akan menanyakan Pendapat Bapak/Ibu/Saudara/Saudari tentang Manfaat Hutan dan Sungai. (12) Pernahkah Bapak/Ibu/Sdr/Sdri mendengar kata PELESTARIAN ALAM? (Hanya 1 jawaban) [ ] PERNAH (Lanjut ke pertanyaan a dan b) [ ] TIDAK PERNAH (Lanjut ke pertanyaan 13) (A) Menurut Bpk/Ibu/Sdr/Sdri apa arti Konservasi atau Pelestarian Alam? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN [ ] Larangan / Tidak boleh menebang pohon [ ] Memanfaatkan hutan seperlunya [ ] Melestarikan hutan dengan menanam pohon [ ] Mengolah lahan/tanah kosong [ ] Reboisasi [ ] Tidak tahu pasti (B) Menurut Bpk/Ibu/Sdr/Sdri apakah Kegiatan Konservasi atau Pelestarian Alam akan memberikan manfaat bagi kehidupan kita sekarang dan anak cucu kita nanti? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] YA [ ] TIDAK [ ] TIDAK TAHU/TIDAK YAKIN (13) Dalam satu tahun terakhir ini (2008) PERNAHKAN Bpk/Ibu/Sdr/Sdri mengambil hasil hutan? (Hanya BOLEH 1 JAWABAN) [ ] PERNAH (Lanjut ke pertanyaan a dan b) [ ] TIDAK PERNAH (Lanjut ke pertanyaan 14) (A) Berapa kali dalam tahun 2008 lalu Bpk/Ibu/Sdr/Sdri masuk hutan? [ ] 1 kali [ ] 2 kali [ ] 3 kali [ ] lebih dari 3 kal [ ] Lainnya sebutkan. ____________ (B) Apa saja yang dilakukan oleh Bpk/Ibu/Sdr/Sdri di dalam hutan? (boleh lebih dari 1 jawaban) [ ] Mengambil kayu bakar [ ] Menebang untuk membangun rumah [ ] Mengambil rotan, damar dan madu [ ] Berburu hewan liar (babi, rusa, dll) [ ] Mengambil tumbuhan untuk obat tradisional [ ] Mengambil buah-buahan hutan [ ] Mengambil sarang burung walet [ ] mengambil anggrek [ ] mengambil gaharu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (14)Apa yang Bpk/Ibu/Sdr/Sdri lakukan jika melihat orang lain (orang luar) menebang pohon di hutan sekitar sini? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] diam saja [ ] Melaporkan ke aparat desa [ ] tidak berani melakukan apa pun [ ] Mengajak penduduk untuk mengusir mereka [ ] Melaporkan kepada Demang Kepala Adat [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (15) Menurut Bpk/Ibu/Sdr/Sdri bagaimana sebaiknya jika ada orang yang melakukan penebangan pohon dan merusak hutan secara besar-besaran di sekitar sini ? (Boleh Lebih Dari 1 Jawaban) [ ] Jipen (denda adat) [ ] Peringatan untuk berhenti melakukannya [ ] Melarang dan mengusir mereka [ ] Dihukum penjara [ ] Melaporkan pada Demang Kepala Adat [ ] Tidak apa-apa karena hutan milik kita semua [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (16) Selanjutnya saya akan meminta tanggpan Bpk/Ibu/Sdr/Sdri tentang MUDAH TIDAKNYA MELAKUKAN hal-hal berikut ini. Pertanyaan ini hanya memberikan pilihan : 1. Sangat mudah, 2. Mudah, 3 . Agak Sulit, 4. Sulit , 5.Sulit. 6. Tidak Yakin 6. Tidak ada Pendapat (A) Menasehati pemburu untuk membatasi kegiatan pada waktu tertentu saja? [1] [2] [3] [4] [5] [6] (B) Melaporkan pelaku penebangan di kawasan yang dilarang kepada petugas terkait [1] [2] [3] [4] [5] [6] (C) Menjaga dan memanfaatkan hutan sebagai sumber tanaman obat tradisional [1] [2] [3] [4] [5] [6] (D) Memulai bertanam tanaman obat di pekarangan rumah dan diladang [1] [2] [3] [4] [5] [6] (E) Menjaga kelestarian hutan untuk kepentingan bersama masyarakat [1] [2] [3] [4] [5] [6] (F) Mengajak keluarga/saudara untuk menjaga dan melindungi hutan [1] [2] [3] [4] [5] [6] (17) Pernahkah Bpk/Ibu/Sdr/i membicarakan keadaan hutan sekarang ini dibandingkan dengan beberapa waktu lalu (10 tahun lalau) dengan orang lain? (hanya satu jawaban) [ ] PERNAH (lanjut pertanyaan a dan b) [ ] TIDAK PERNAH (lanjut pertanyaan 18)
73
(A)
Jika Pernah membicarakan tentang keadaan semakin sedikitnya hasil buruan, madu,buahbuahan setiap tahunnya, dengan siapa Anda membicarakannya? (boleh lebih dari 1 jawaban) [ ] Teman/tetangga rumah [ ] Anak/Istri/Suami sendiri [ ] Keluarga jauh yang berkunjung (mudik) [ ] Aparat pemerintahan Desa [ ] Pendatang/peneliti yang pernah kesini [ ] Petugas Pertanian/Perkebunan/Kehutanan [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (B) Pernahkah Bpk/Ibu/Sdr/imembicarakan tentang kerusakan hutan akibat penebangan liar di hutan sekitar sini? Jika pernah dengan siapa saja Bpk/Ibu/Sdr/i membicarakannya? (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] Teman/tetangga rumah [ ] Anak/Istri/Suami sendiri [ ] Keluarga jauh yang berkunjung (mudik) [ ] Aparat pemerintahan Desa [ ] Pendatang/peneliti yang pernah kesini [ ] Petugas Pertanian/Perkebunan/Kehutanan [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (18) Bagaimana sebaiknya jika ada orang yang melakukan penebangan pohon dan merusak secara besar-besaran hutan disekitar sini (BOLEH LEBIH DARI 1 JAWABAN) [ ] JIPEN (denda adat) [ ] Peringatan untuk berhenti dan tidak melakukan lagi [ ] Melarang dan mengusir mereka [ ] Dihukum penjara [ ] Melaporkan kepada Demang kepala Adat [ ] Tidak apa-apa karena hutan milik kita bersama [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (19) Menurut Bpk/Ibu/Sdr/Sdri apa manfaat hutan? (BOLEH LEBIH DARI 1JAWABAN) [ ] Tempat hidup hewan dan tumbuhan liar [ ] Penghasil kayu [ ] Tempat berladang [ ] Tempat berburu [ ] Tempat berwisata/berkemah [ ] Tempat penyimpanan air [ ] Menjaga banjir dan longsor [ ] Tidak punya manfaat apapun [ ] Tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (20) Menurut Bpk/Ibu/Sdr/Sdri apa yang terjadi dengan sungai-sungai di Kalimantan jika hutan RUSAK? (HANYA 1JAWABAN) [ ] Sungai akan kering [ ] Dimusim hujan sungai meluap dan banjir [ ] Air sungai akan kotor dan keruh [ ] Tidak akan terjadi apa-apa [ ] Tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (21) Menurut Bpk/Ibu/Sdr/Sdri apa yang terjadi dengan manusia jika hutan RUSAK? [ ] Tidak bisa berburu hewan liar lagi [ ] Tidak bisa berladang lagi [ ] Bencana alam dan wabah penyakit [ ] Tidak akan terjadi apa-apa [ ] Tidak tahu [ ] Lainnya sebutkan. ________________ (22) Selanjutnya saya akan menayakan pendapat Bpk/Ibu/Sdr/Sdri tentang beberapa kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan berkaitan dengan Hutan dan Lingkungan sekitar kita,, Mohon dijawab dengan pilihan : 1. Sangat setuju, 2. Setuju, 3 tidak setuju, 4. Sangat tidak setuju, 5. Tidak tahu/tidak yakin (A) Menebang kayu di hutan secara besar-besaran [1] [2] [3] [4] [5] (B) Memanfaatkan hasil hutan lainnya sebebas-bebasnya [1] [2] [3] [4] [5] (C) Berburu hewan liar sebebas-bebasnya tanpa batas [1] [2] [3] [4] [5] (D) Membuka ladang di tengah hutan dengan membakar [1] [2] [3] [4] [5] (E) Membuka hutan untuk pemukiman baru [1] [2] [3] [4] [5] (F) Membuka jalan baru di tengah hutan [1] [2] [3] [4] [5] (G) Menanam jenis tanaman baru (bukan asli) di hutan [1] [2] [3] [4] [5] (H) Menanam tanaman tahunan (karet, gaharu) [1] [2] [3] [4] [5] (I) Membuang sampah ke dalam sungai [1] [2] [3] [4] [5] (J) Membatasi jenis dan ukuran pohon kayu yang bisa ditebang [1] [2] [3] [4] [5] (K) Membatasi mengambil hasil hutan (damar, rotan, madu) [1] [2] [3] [4] [5] (L) Membatasi cara dan waktu berburu hewan liar [1] [2] [3] [4] [5] (M) Manusia harus menjaga kelestarian alam [1] [2] [3] [4] [5] (23) Selanjutnya saya akan menanyakan beberapa hal terkait kegiatan rumah tangga Bpk/Ibu? (A) Memiliki jamban/WC sendiri di atas tanah (tidak di sungai)? [ ] Ya [ ] Tidak (B) Jamban/WC keluarga langsung di atas sungai? [ ] Ya [ ] Tidak (C) Air sungai untuk kebutuhan MAKAN/MINUM? [ ] Ya [ ] Tidak (D) Air sungai untuk kebutuhan CUCI DAN MANDI? [ ] Ya [ ] Tidak
74
(E) Memilki SUMUR TANAH? (F) Membuang sampah langsung ke sungai? (G) Air minum selalu dimasak sebelum diminum (banyu mati)
[ ] Ya [ ] Ya [ ] Ya
[ ] Tidak [ ] Tidak [ ] Tidak
(24) Penyakit apa yang sering terjadi di wilayah ini ? [ ] Cacingan [ ] Gatal-gatal/penyakit kulit [ ] Lainnya sebutkan. ______________ (25) Apakah Bpk/Ibu/Sdra/Sdri YAKIN bahwa wabah penyakit yang sering terjadi karena menggunakan air yang tidak bersih dan membuang kotoran ke sungai (WC lanting) (HANYA BOLEH 1JAWABAN) [ ] YA, saya yakin [ ] TIDAK, saya tidak yakin (26) Apakah Bpk/Ibu/Sdra/Sdri mau atau bersedia memindahkan/membangun jamban di atas tanah/WC di rumah? (HANYA BOLEH 1JAWABAN) [ ] YA, saya bersedia [ ] TIDAK TAHU Terima kasih, atas waktu dan kesediaan BAPAK, IBU, SAUDARA, SAUDARI. apa yang kita BICARAKAN hari ini akan menjadi bahan dalam merencanakan PENDIDIKAN KONSERVASI BANGGA MELESTARIAN ALAM di WILAYAH ini dalam 1 tahun ke depan. Mohon bantuan dan partisipasi Bpk/Ibu/Sdra/Sdri dalam PROGRAM ini nantinya, karena semua yang kita lakukan untuk menyelamatkan LINGKUNGAN akan memberikan hal baik buat anak dan keturunan kita nantinya.
75
Lampiran 5a Rincian Kegiatan Kampanye
Materi Pin ***) Poster ***) Factsheet ***) Stiker ***) Kostum Kampanye ***) Booklet Kandan, budidaya Gaharu & Karet. **) Buku Mewarnai *) Billboard ***) CD Karungut Konservasi ***) Publik Service Announcement ***) Sandiwara Radio ***) Talkshow: Wrg Sanger ***) Senandung Itah ***) Kafe Angkasa ***) Pemutaran Film ***) Workshop Guru dan Pemuka Agama **) Diskusi Rutin (kampung) **) Pemetaan Partisipatif **)
Jumlah Produksi 1500 pcs 5000 pcs 5000 pcs 5000 pcs 1 pcs 500 pcs 500 unit 3 units 1500 pcs 180 kali 12 kali 96 kali + on air 2x 2 kali on air 2 kali on air kali 1 kali 5 kali perkenalan 19 kali pertemuan 3 desa
Deskripsi lain Diameter 3,5 cm untuk semua umur. Full Colour Uk. 33 x 63 cm 21 x 33 cm lipat 3 dove 10,5 x 17,5 cm full colour dove Kain dan steofrom 8,5 cm x 21 cm (112 lembar) Kunjungan sekolah 3x4 meter Menggunakan Penyanyi Lokal anggota Sanggar Seni Karungut Durasi 70 menit. Disiarkan di RRI P.Raya, Radio Smura dan Kartika FM RRI dan Kartika FM Talkshowtainment durasi 30 menit ±30 orang di auditorium RRI P.Raya ±30 orang di auditorium RRI P.Raya ± 100 orang 26 orang peserta 20 – 25 orang
3 (23% proses) pemetaan dari 13 langkah telah dilakukan : 1. Inventarisasi Biodiversities 2. Lanmark 3. Peta Dasar Kebun Kayu Adat **) 1 unit 11 Pengurus 20 Anggota *) ditujukan khusus pada kalangan anak-anak **) ditujukan kepada kalangan dewasa ***) ditujukan kepada semua kelompok umur (anak dan dewasa)
76
Lampiran 5b Uraian Kegiatan Kampanye
1. Pin Pin didisain dengan menonjolkan maskot yaitu burung tingang sebagai pilihan terbanyak dan 2 pesan kunci tertinggi pilihan responden dalam survei awal yaitu “Melestarikan Hutan Akan Menjamin Kehidupan Masa Depan” dan “”Jantung Kalimantan Nafas Dunia”. Pin dibuat pada pertengah masa kampanye, pemilihan warna dan disain pin didiskusikan terlebih dahulu di dua kampung yaitu Desa Tumbang Tujang dan Tumbang Olong. Media ini dipakai dalam kampanye karena disukai semua kelompok umur dan sesuatu yang mudah Gambar 4.1. Pin dipergunakan dan dapat melekatkan pesan karena dapat digunakan kapan saja dan dimana saja. Pin ini disebarkan dalam kegiatan kunjungan sekolah sebagai hadiah bagi anak yang mengikuti kegiatan dengan antusias dan hadiah dalam kuis yang dilakukan di Radio Kartika FM Puruk Cahu. Pin juga disebarkan dalam kegiatan lain yang dilakukan oleh pihak Pemerintah daerah Provinsi dalam Kalteng expo dan Pemerintah Kabupaten dalam Gambar 4.2. Bangga pakai Mura Expo, Pertemuan dan seminar Internasional Pin Pemuda dan Lingkungan hidup di Palangka Raya. 2. Poster Poster digunakan untuk menyampaikan pesan kampanye lebih mendalam karena poster lebih banyak mengandung pesan tentang fungsi ekologis kawasan pegunungan Muller dan hubungan pesan kunci dengan aktifitas berladang. Awalnya beberapa kelompok masyarakat khususnya kelompok dewasa keberatan dengan pencantuman aktifitas tebas, tebang dan bakar sebagai Gambar 4.3. Poster bagian dari kerusakan hutan, namun penjalasan dalam diskusi dapat diterima dengan asumsi sekecil apapun peran kegiatan yang Gambar 4.4. Penempatan berdampak merusak tetap memberikan akibat buruk Poster berupa bencana asap yang memeng sering melanda kawasan ini. Poster disebarkan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah dan di ruang kelas sekolah dasar juga dalam kegiatan pertemuan dan tempat-tempat yang banyak dikunjungi seperti puskesmas, balai desa dan warung. 3. Factsheet Factsheet digunakan untuk menyampaikan lebih banyak fakta tentang kawasan yang dijabarkan lebih panjang lebar, penggunaan gambar maskot dan pesan tetap mengacu pada pesan kunci.
Gambar 4.5. Factsheet
77
Warna utama tetap dipertahankan guna menambah kelekatan dan mudah diingat dan dihubungkan dengan 2 media kampanye sebelumnya yaitu poster dan pin. Beberapa pesan penting mengenai keanekaragaman hayati kawasan yang sangat dikenal masyarakat sebagai tanaman obat dan menggunakan bahasa setempat agar lebih mudah difahami dan memiliki kelekatan pesan yang lebih dalam. Pesan lain seperti penetapan kawasan sebagai bagian dari kawasan pengelolaan lestari yaitu Heart of Borneo juga menjadi bagian yang ditonjolkan serta ditambahkan dengan siklus air dan ajakan untuk melakukan kegiatan konservasi agar ketersediaan air bersih dimasa mendatang. Pesan agar tidak melakukan pembakaran dalam kegiatan berlasang juga ditonjolkan, gambar-gambar lain seperti tugu khatulistiwa dan dimasukkan sebagai latar belakang pesan. Proses diskusi pada saat membahas bentuk dan isi poster tidak lagi menjadi bahan perbincangan yang alot dalam pre-test karena disampaikan dalam bahasa yang cukup sederhana dan ajakan. Penyebaran factsheet ini dilakukan dalam banyak kegiatan diskusi dan workshop serta kunjungan dari rumah ke rumah. Dalam beberapa kesempatan factsheet juga digunakan sebagai bahan diskusi dan acuan dalam penyampaian pesan kepada pengantin di acara adat setempat. 4. Stiker Stiker pada prinsipnya memiliki bentuk dan isi yang Gambar 4.6. Factsheet bahan diskusi sama persis dengan poster, perbedaan hanya pada ukuran. Stiker digunakan karena dapat ditempelkan pada tempat yang lebih pribadi seperti di cermin di dalam kamar, di body sepeda motor atau di alat musik seperti gitar dan kecapi, namun tidak sedikit pula yang menempelkannya pada tempat Gambar 4.7. Stiker terbuka seperti daun pintu dan dinding kamarnya. Penyebaran stiker ini dilakukan menjelang akhir kampanye dimana pengulangan pesan kunci diharapkan dapat menyebar lebih jauh karena tidak sedikit dari masyarakat yang menempelkan stiker di kendaraan bermotor miliknya.
5. Kostum Kampanye Kostum Burung Tingang sebagai maskot kampanye dirancang untuk membantu melekatkan pesan pelestarian alam sebagai isi kampanye. Kostum dibuat tertutup dimana pemakai kostum terjaga kerahasiaanya karena target kegiatan menggunakan media ini adalah kelompok anak-anak. Kegiatan ini dilakukan saat kunjungan sekolah Gambar 4.8. Kegiatan Kostum dimana pada pertengahan waktu Maskot Kampanye kegiatan anak-anak diajak untuk mengingat bentuk dan warna burung tingang dan menirukan suaranya. Pada saat musim liburan sekolah, kostum digunakan di kegiatan anak-anak yaitu sekolah minggu. Kostum
78
juga dipakai saat membagikan media kampanye lainnya seperti stiker dan factsheet pada kegiatan tertentu seperti Kabupaten Murung Raya Expo.
79
6. Booklet Kandan, Budidaya Gaharu dan Karet Booklet dengan ukurannya yang kecil dan mudah dibawa kemana-mana adalah media yang prktis dan mampu menyampaikan banyak pesan. Booklet kandan dan budidaya karet dan gaharu ini mengalami penambahan isi yaitu Peraturan Gubernur No. 52 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis pengendalian Kebakaran Lahan dan Penjabaran UU Agraria tentang kepemilikan tanah di Indonesia. Penambahan isi ini terjadi karena dari diskusi kampung didapatkan informasi tentang seringnya perebutan kepemilikan lahan seperti ladang dan kebun masyarakat dengan kawasan produksi dari perusahaan yang beroperasi disekitar wilayah masyarakat desa. Penambahan isi ini juga mendukung kegiatan pemetaan partisipatif yang dilakukan di 2 Gambar 4.9. Booklet dari 5 desa site kampanye. Sosialisasi isi booklet khususnya tentang UU Agraria dan Peraturan Gubernur ini didukung oleh Yasasan Bina Sumber Daya Puruk Cahu. Penyebaran booklet ini dilakukan dengan perteuan dan diskusi kampung yang bertujuan sosialisasi pemetaan desa secara partisipatif. Untuk tetap menjaga momentum kampanye Pride maka lay-out booklet ini menggunakan gambar mascot yang terdapat pada poster dengan menghilangkan pesan dan menggantinya dengan Judul dan Isi booklet. 7. Buku Mewarnai Buku mewarnai dibuat gambar out-line atau garis luar saja yang selanjutnya akan diwarnai oleh siswa sekolah dasar di site kampanye. Buku gambar mewarnai ini berisi gambar aktifitas yang berhubungan dengan kegiatan cinta lingkungan dan kondisi ideal yang diharapkan juga berisi beberapa hal yang tidak sesuai dengan pesan pro lingkungan seperti menembak burung, melukai pohon dengan sedikit ulasan mengenai gambar tersebut. Pesan perladangan berpindah dengan melakukan tebang, tebas bakar juga diselipkan. Sebagai penutup diberi 2 jenis gambar sebagai akibat dari aktifitas yang pro Gambar 4.10. Buku Mewarnai maupu n yang bertentangan dengan lingkungan yaitu gambar wisata arung jeram dan tanah longsor. Buku ini berisi 16 gambar utama yang seluruhnya disampaikan dengan bahasa sederhana dan diberi pesan khusus untuk menceritakan alur cerita buku kepada anggota keluarga di rumah siswa. Sampul buku halaman depan diberi gambar maskot dan sampul belakang diberi 2 gambar tentang hutan rimba yang asri. Draf buku ini didiskusikan dengan guru sekolah dasar di 3 desa site dengan Gambar 4.11. Kegiatan Mewarnai memberikan pilihan dan tambahan gambar yang diambil dari kegiatan menggambar alam sekitar oleh siswa SMP N 1 Murung Raya di Puruk Cahu.
80
8. Billboard/Baliho Billboard atau baliho besar dapat menyampaikan pesan kunci karena ukuran yang besar dan diempatkan di wilayah yang mudah dilihat dan menjadi perhatian banyak orang. Media ini juga dipakai untuk mempertahankan ingatan orang yang mendapatkan pesan kunci melalui media lain. Media ini juga dapat dijadikan bahan obrolan orang yang melihatnya sekilas dan mengingatkan pada pesankampanye yang didapat melalui media lainnya. Billboard kampanye dipasang di 3 berbeda yaitu di Jembatan Merdeka Puruk Cahu, simbang Gambar 4.12. Pemasangan Bilboard tiga Dirung Bajo arah bandara Puruk Cahu dan di puncak bukit desa Tumbang Olong (ibukota kecamatan). Isi dan pesan yang disampaikan persis sama dengan isi poster, dapat dikatakan bahwa billboard ini adalah poster kampanye ukuran sangat besar. CV, Borneo Print juga memberikan bonus berupa billboard ukuran lebih kecil yaitu 2x3 meter yang digunakan dalam kegiatan kampanye seperti Perta Perpisahan Siswa SMP Negeri I Murung Raya dan kegiatan siaran langsung di Auditorium RRI Palangka Raya. Pemasangan billboard ini dibantu oleh kelompok Sanggar Tugu Khatulistiwa Desa Tumbang Olong, dimana kayu dan paku serta minuman ringan untuk yang bekerja disediakan pelaksana kampanye. 9. Cakram Karungut
Gambar 4.13. CD Karungut
Karungut adalah seni suara khas Dayak Kalimantan Tengah. Karungut ini diringi dengan kecapi khas Dayak. Bentuk dan isi kalimat yang ada pada karungut mirip pantun dan dalam kegiatan adat Dayak, karungut ini dipakai untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai tentang suatu tema kegiatan yang sedang berlangsung. Penyanyi yang dipakai dalam rekaman cakram ini adalah penyanyi lokal Sdr. Daling dari kelompok sanggar Tugu Khatuslistiwa Desa Tumbang Olong Pemenang II Lomba karungut se-Kabupaten Murung raya. Proses pengambilan suara dilakukan di sebuah studio di Palangka Raya milik seorang pemuda asli Dayak
Kalimantan Tengah. 10. Publik Service Announcement (PSA) Iklan Layanan Masyarakat di Radio bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP-RRI Palangka Raya) dan disiarkan ulang di radio Suara Murung Raya atau Smura FM dan Kartika FM Puruk Cahu. Iklan layanan ini dibuat dengan durasi siaran 1 menit dengan 5 jenis pesan yang dikerjakan bersama Lingkar Studi Terapung Palangka Raya. PSA ini disiarkan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan malam setelah acara berita. 11. Sandiwara Radio Sandiwara Radio bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP-RRI Palangka Raya) dan Lingkar Studi Terapung Palangka Raya. Sandiwara ini dibuat sebanyak 12 episode dengan tema utama adalah konservasi dan fungsi kawasan jantung borneo (HoB). Durasi sandiwara 25 s/d 30 menit. Disiarkan 1 kali seminggu di RRI Palangka Raya dan disiarkan ulang di Radio Kartika Puruk Cahu. Ke 12 judul sandiwara radio tersebut adalah : (1) Jantung Borneo, (2) Misteri, (3) Tanah Leluhur, (4) Menyusur Jejak Leluhur, (5) Jaring Laba-laba, (6) Bara Dibelantara, (7) Sala
81
Basa, (8) Sebuah Rencana, (9) Antara Hulu dan Hilir, (10) tertambat Di Pulau Seberang, (11) Setitik Embun di Jantung Borneo dan (12) Yang Dipercaya.
82
12. Talkshow dan Warung Sanger Kegiatan ini kerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPPRRI Palangka Raya) dengan tema sentral Pelestarian Lingkungan Hidup di Kalimantan Tengah, narasumber kegiatan talkshow dalam menejer kampanye, demang kepala Adat, Daling I, Kawung. Kegiatan ini berlangsung 4 kali selama masa kampanye. Kegiatan ini selaras dengan hasil survei yang menunjukan bahwa saluran komunikasi yang paling banyak digunakan di kawasan target adalah Gambar 4.14. Rapat Penyiapan radio, dan pilihan radio terbanyak adalah RRI Palangka Raya. Siaran RRI Tuju an siaran ini ini adalah upaya sosialisasi kepada masyarakat luas terutama masyarakat yang menjadi target kampanye dan masyarakat kawasan HoB di 4 kabupaten, tentang status kawasan, fungsi dan pentingya kawasan ini bagi seluruh kehidupan masyarakat. Untuk mencapai masyarakat di kawasan target maka 1 minggu sebelum siaran, menejer kampanye selalu menyampaikan undangan melalui acara berita keluarga dan panggilan untuk mengikuti acara, Gambar 4.15. Talkshow RRI dan mengundang serta menyebut nama-nama stakeholder yang ada di kawasan terget kampanye. Acara warung sanger adalah acara obrolan ringan dan penuh canda tawa dari 2 orang penyiar radio menggunakan bahasa Dayak Ngaju isinya tentang konservasi dan fungsi kawasan serta kegiatan masyarakat dikaitkan dengan budaya lokal yang mendukung kegiatan konservasi. Bahan siaran awalnya disiapkan oleh menejer kampanye, namun seiring waktu dan banyaknya diskusi dengan kedua penyiar ini Ibu Memey dan Bp. Tambun maka disiran Gambar 4.16. RRI on Air bulan ke dua dan seterusnya penyiar warung sanger mengekspresikan sendiri pesannya. Jumlah pesan yang ditargetkan dalam perjanjian kerjasama hanya 1 kali seminggu menjadi 4 kali seminggu, 3 siaran kelebihan adalah wujud dan rasa tanggungjawab kesadaran serta Gambar 4.17. Warung Sanger keikutsertaan dari kedua penyiar dalam kegiatan konservasi di Kalimantan Tengah. Wujud keterpanggilan kedua penyiar tersebut terbukti dengan masih melakukan kegiatan siaran warung sanger dengan thema konservasi sampai saat ini (bulan agustus 2009) meskipun secara kontrak perjanjian sudah selesai Juni 2009. 13. Lagu Daerah RRI: Senandung Itah dan Kafe Angkasa Acara ini juga lanjutan dari kegiatan di RRI Palangka Raya, dimana lagu-lagu daerah menjadi sajian utama. Di kedua acara ini diselipi wawancar dan teleconference dari pendengar. Program ini dilaksanakan 2 kali untuk senandung itah (minggu kedua setiap bulan) dan 2 kali untuk acara kafe angkasa (minggu ke-empat setiap bulannya). Program ini juga menngundang
Gambar 4.18. Lagu
83
beberapa stakeholder penting dari kawasan target dan kelompok pemerintah. Menejer kampanye menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan program kampanye secara singkat karena pancaran siaran cukup jauh, tidak hanya di kaasan target agar pendengar lain bisa memahami konteks pembicaraan. 14. Pemutaran Film Media penyampai pesan lainnya yang dipergunakan dalam kegiatan kampanye bangga melestarikan alam di kawasan ini adalah pemutaran film. Pemutaran film dilakukan dengan memiilih jenis film koservasi yang diambil dari Nasional Geographic, BBC, produksi lokal (LSM) di kawasan lain seperti Kalimantan Barat dan Sumatera. Pesan yang disampaikan juga seputar masalah lingkungan hidup yang terjadi di beberapa tempat dan kondisi ideal yang akan dicapai. Selain memutar film konservasi, media ini juga menyampaikan pesan konservasi lain seperti Gambar 4.19. Pemutaran Film karungut konservasi dan dokumentasi kegiatan pesta adat dan kegiatan kampanye seperti kunjungan sekolah ditayangkan sebagai bagian dari hiburan antar mereka. Ada sedikit kendala dalam kegiatan ini dimana pada kelompok umur remaja yang mengandrungi acara sinetron di televisi swasta, banyak diantara mereka yang meninggalkan lokasi pemutaran film, hal ini disiasati dengan memutar dokumentasi kegiatan kampanye di desa mereka, teknik ini ternyata banyak berpengaruh sehinga pada kegiatan pemutaran film berikutnya, menejer kampanye mendokumentasikan setiap momen kegiatan sebagai bahan untuk diputar kembali di kegiatan ini. Untuk kelompok dewasa, film yang berisi pesan konservasi seperti pengaruh kahadiran perusahaan (tambang dan perkebunan) terhadap kehidupan masyarakat yang diambil dari LSM Sawit Watch dan Credit Union, dilanjutkan dengan diskusi yang diadakan di rumah terdekat dari tempat pemutaran film yang dihadiri 10-15 orang. Kontribusi dan dukungan masyarakat dalam pemutaran film ini adalah dalam peminjaman alat berupa generator, stavol dan pengeras suara 15. Workshop Guru dan Pemuka Agama Workshop ini dilaksanakan untuk mengajak para guru dan pemuka agama di kabupaten Murung Raya menjadi penyampai pesan lanjutan (petok tular) kepada masyarakat. Penentuan kegiatan ini didasarkan pada hasil survei bahwa tingkat kepercayaan masyarakat tentang pesan yang diterima dari kedua kelompok ini sangat tinggi. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Murung Raya dan mendapat sambutan antusias dari para peserta. Diketahui pula dari workshop ini bahwa guru dan pemuka Gambar 4.21. Workshop Guru agama diwilayah ini masih minim menerima informasi tentang konservasi. Merujuk pada persoalan ini maka Dinas Lingkungan Hidup kabupaten juga berencana melibatkan kedua kelompok ini dalam setiap kegiatan sosialisai kawasan Jantung Kalimantan atau Heart of Boneo di kabupaten ini pada kegiatan berikutnya. Kesepakatan lain yang dihasilkan adalah dukungan berupa penyampaian pesan konservasi lebih intens melalui contohcontoh soal dan kotbah konservasi. Materi workshop yang disampaikan oleh panelis dari DLH sekaligus Pokja HoB Kabupaten, YBSD, pemuka agama Hindu Kaharingan dan menejer kampanye. Materi difokuskan pada
Gambar 4.21. Kelompok Kerja
84
persoalan fungsi kawasan konservasi, peluang menjadi kabupaten konservasi, dan dukungan beberapa kelompok penting dalam sosialisai kawasan HoB. Peserta workshop sangat serius mengikuti kegiatan karena banyak diantara peserta yang sama sekali belum mengetahui program HoB di kabupaten minimnya pengetahuan tentang lingkungan hidup yang mereka dapatkan. Terdapat pula usulan peserta kepada pelaksana kegiatan untuk melakukan kegiatan serupa dengan melakukan kunjungan langsung ke kawasan konservasi, usul ini diterima oleh pokja HoB kabupaten dan diagendakan sebagai kegiatan rutin pokja.
85
16. Diskusi Kampung Diskusi kampung adalah rangkaian kegiatan yang sambung menyambung baik dalam topik pembahasan maupun dalam pengaturan waktu. Beberapa topik diskusi merupakan bagian dari pemutaran film maupun pesanan sebelumnya tentang bahan yang akan dibahas. Dikusi malam hari biasanya dilakukan di rumah terdekat dari lokasi pemuratan film, dan ntuk pokok bahasan lanjutan dilakukan di balai desa atau ruang kelas sekolah. Bahan diskusi biasanya menyangkut perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kampanye dan hal-hal yang memenag diminta oleh masyarakat sebagai bahan diksusi seperti teknik budidaya karet dan gaharu. Sosisalisasi tataguna lahan desa lain sebagai acuan dalam perencanaan kegiatan pemetaan partisipatif yang akan dilaksanakan. Diskusi selalau dimukai dengan sistem ORID dan beberapa tetua biasanya diminta untuk menyampaikan pendapatnya di awal diskusi sebagai alur diskusi. Diskusi ini biasanya dirancang terlebih dahulu dalam kelompok kecil 3-5 orang (tim pride desa) yang selanjutnya menjadi moderator diskusi.
Gambar 4.22. Diskusi Kampung
17. Pemetaan Partisipatif Pemetaan partisipatif adalah kegiatan yang dirancang dan diminta oleh masyarakat desa Tumbang Tujang, Keramu dan Tumbang Olong, kegiatan ini diselaraskan dengan kegiatan kelompok kerja HoB Kabupaten. Untuk memperlancar dalam hal pengumpulan data desa dan kearifan lokalnya kegiatan ini juga melibatkan Yayasan Bina Sumber Daya Puruk Cahu yang telah melaksanakan pemetaan partisipatif di 10 desa di kecamatan Tanah Siang. Kegiatan pemetaan ini cukup mendapat tanggapan serius dari seluruh unsur masyarakat dan aparat desa, 3 tahapan dari 13 tahapan telah dilaksanakan yaitu pembuatan sket kampung dan wilayah desa (nama gunung dan sungai), kesepakatan penentuan kawasan lindung dan penggunaan lain, inventarisasi etnobiodiversitas desa. Dari tiap desa pada kawasan target ini dipilih 2 Gambar 4.23. Kegiatan Pemetaan orang yang akan mengikuti pelatihan pemetaan partisipatif yang dilaksanakan di Palangka Raya oleh konsorsium LSM Kalteng yang dimotori oleh WWF Kalimantan Tengah dan Pokja HoB Provinsi.
86
Lampiran 6 Tabel 1. Karakteristik Masyarakat Sasaran (Hasil Survei). No.
Uraian
1. 2.
Komposisi jenis kelamin Umur responden
3.
Jenis pekerjaan
4.
Pendidikan
Keterangan 62,50% 23,30% 35,22% 25,57% 9,09% 6,82% 58,39% 18,70% 19,13% 0,43% 3,48% 38,07% 43,18% 10,23% 7,95% 0,57%
laki-laki; 37,50% perempuan umur 19 s/d 25 tahun umur 26 s/d 40 tahun umur 41 s/d 50 tahun umur 51 s/d 60 tahun umur 61 tahun keatas petani/peladang wiraswasta/pedagang pemburu/pengumpul hasil hutan guru/PNS, aparat desa dan lainnya ibu rumah tangga tidak pernah bersekolah formal lulus sekolah dasar lulus sekolah menengah pertama lulus sekolah menengah atas lulus perguruan tinggi
Tabel 2. Pilihan media dan acara yang paling digemari masyarakat. No 1. 2.
3.
Jawaban Responden Mendengar radio setiap hari Stasiun radio yang paling disukai
Acara yang paling Disukai
YA TIDAK RRI Palangka Raya RRI Jakarta RRI Banjarmasin RRI Pontianak Suara Murung Raya Siaran radio lain dari pulau Jawa Berita Berita keluarga Warung sanger Musik daerah Musik pop Sandiwara udara Dangdut Kafe angkasa Dialog/talkshow
% 86,9% 13,1% 44,9% 25,4% 13,7% 11,2% 1,5% 1,0% 38,58% 14,15% 11,58% 16,72% 8,36% 4,18% 3,22% 2,57% 0,64%
87
Lampiran 7. Matriks FGD Muller FGD 1 = Kelompok Laki-laki Desa Tb. Tujang FGD 2 = Kelompok Perempuan Desa Tb. Tujang FGD 3 = Kelompok Laki-laki Desa Tb. Keramu/Kelasin FGD 4 = Kelompok Perempuan Desa Tb. Keramu/Kelasin FGD 5 = Kelompok Laki-laki Desa Tb. Olong I dan Tb. Olong II FGD 6 = Kelompok Perempuan Desa Tb. Olong I dan Tb. Olong II FGD 7 = Kelompok Aparatur Pemerintah Kabupaten Murung Raya FIB FGD Verbatim Perceived FGD 7 Gaya hidup mereka yang sangat tergantung dengan Benefit hasil hutan (Prisila, Dinas Kesehatan) Mereka mengatakan bahwa hutan dan wilayahnya adalah milik mereka sejak jaman nenek moyangnya, sehingga mereka merasa harus mendapatkan bagian dari pengelolaan dumber daya di wilayahnya. (Yulian, Kadis Tamben). FGD 6 Mengambil kayu, umbut rotan untuk sayur, obat akarakaran seperti tabat barito untuk orang yang baru melahirkan dan sirih hutan untuk kesehatan badan (Ibu Ilum dan Ibu Juwanto) Kalau ada keluarga yang sakitnya lain dari yang biasa (Bu. Santi) FGD 5 Kalau musim panen rotan ya cari rotan, begitu juga kayu bakar, tapi yang paling sering itu berburu babi hutan dan kijang. (Bp. Raya) Misalnya pas kita ngambil kayu atau garu,.. ada anggrek yang baik,.. biasanya kita ambil. (Bp. Borat). Ambil madu dan akar-akaran untuk obat (Bp. Umau) FGD 4 Ambil rotan, umbut sayur dan obat. Kalau kita sakit, kehutan ambil akar dan daun diolah menjadi obat, sampai sekarang saya belum pernah makan obat dari hilir atau puskesmas (Bu. Tunjung) Ambil kayu bakar dan damar untuk lampu di rumah (Bu. Gani) Akar kuning, pasak bumi, tabat barito, sarang semut (Bu. Barthel) FGD 3 … kalau musimnya, mereka rombongan di pinggir sungai, kalau malam kita bawa tombak di pinggir sungai, mau babi yang besar atau yang kecil tinggal pilih (Bp. Dari) FGD 2 Biasanya umbut dan kayu bakar yang paling sering kita kumpulkan (Bu. Hata) FGD 1 “Begini Pak,.. kalau untuk dihutan ya,… selain menggaru atau cari mas, kadang-kadang kami itu kan,.. masuk hutan untuk cari kayu bakar? Habis itu cari segala umbut rotan cari damar,…” (Bapak Tuweng) Perceived FGD 6 Mungkin karena banyak pohon lain yang ditebang,.. Susceptibility biasanya tanaman obat itu hidup dengan pohon lain,.. kalau pohon lain itu mati, pohon obatnya juga bisa ikut mati juga (Ibu. Santi) Bisa juga tinggal sedikit karena diambil terus (Ibu Apri) FGD 5 Mungkin karena sudah sering ya pak,.. tanahnya itu sudah berkurang makanan padinya, biasanya ditinggal dulu biar tanahnya gemuk lagi (Bp. Raya) Mungkin karena sudah makin sedikit, mungkin juga
Interpretasi Hutan memberikan manfaat penyedia bahan makanan seperti umbut, tanaman obatobatan, madu, kayu dan binatang yang bisa diburu.
Keadaan alam banyak berubah, hasil panen berkurang, sumberdaya hutan dan perairan juga berkurang.
88
FGD 4
FGD 3
FGD 2 FGD 1
External Factors
FGD
FGD 5
FGD 3
Lack of Model
FGD 6
FGD 5
FGD 3
tempatnya makin jauh karena orangnya makin banyak, kalau dulu kan orangnya cuma sedikit (Bp. Umau) Ya hasil dari kerusakan padi karena banjir (Ibu. Truwot) .. usi (keong) aja sulit sekarang,.. padahal dulu kalau ada kayu disungai pasti ada usinya,.. sekarang lanting yang puluhan tahunpun tak ada usinya,… kalau disungai ecil yang jernih masih ada usinya, tapi tinggal sedikit (Ibu. Sarifuddin) Ya kalau pohonnya bisa mengganggu padi ya ditebang, kalau tidak dibiarkan saja (Ibu Gani) … tapi sekarang banyak potas (racun), setrum jadinya ikan keracunan dan mati juga anak-anaknya,.. (Bp. Dari) … tapi kalau sekarang, kita tanam, tahun keduanya da tahun ketiganya disitu juga,.. bagaimana bisa baik (Bp. Aji) Keadaan hawa yang semakin panas, jadi tanaman padinya layu dan hasilnya menurun sekali (Ibu Mimi) “… air minum dulu itu tidak susah, itu disungai Barito itu bisa langsung diminum … dulu itu kan jernih sekarang keruh … kalau air banjir itu kesalahan kita pak karena bikin ladang dipinggir sungai…” (Bapak Ismaya) Kalau demikian menurut ibu-ibu jenis tanaman apa lagi yang bisa kita tanam agar kita masih bisa dapat umbut dan tanaman obat, agar ibu-ibu juga ada penghasilan? Kalau bisa ya tanam getah,..tapi nanti kalau kita tanam pemerintah dan perusahaan bilang ini tanah negara, bisalah kita? Takutnya, nanti setelah ditanam dibilang mereka ini tanah negara,… diambil sama perusahaan rugi kita,.. atau ga apa-apa ajalah pak? Bisalah begitu? (Ibu Juwanto) Apakah kegiatan para penggesek kayu itu ada ijinnya pak? Mereka ada ijinnya pak dari pemerintah,.. kalau tidak mana berani,.. mereka bayar ke kas desa,.. ada aturannya itu pak,.. (Bp. Jinggot) Berarti setelah 2 atau 3 kali tanam padi pasti selanjutnya hasilnya menurun ya pak? Kalau begitu bagaimana, apa yang bapak lakukan? Dibiarkan saja,.. kalau memang ada modal kita buka lagi lahan baru. (Bp. Ukir) Terus ladang yang lama diapakan? Dibiarkan, ditunggu sampai tanahnya baik lagi,.. bisa tanam padi lagi dan ada hasilnya. (Bp. Dari) Hasilnya kurang baik kenapa, apa karena bibitnya atau banyak burung yang makan padinya sebelum dipanen? Kalau bibitnya nga,..kita tanam dani bibit yang sebelumnya, jadi pasti baik, kalau burung dari dulu juga bebitu, malah sekarang burungnya berkurang (Bu Santi) Bukankah kayu ulin itu dilarang ditebang pak? Dan saya dengar kayu ulin itu kan kayu adat? Memang ulin dan tengkawang kayu adat dan dilarang ditebang,.. tapi itu kalau dibawa keluar seperti ke Puruk Cahu,.. kalau disini saja mana ada yang nangkap,….! (Bp. Umau) Kalau dengan peraturan yang baru itu yang melarang
Kegiatan dan kebijakan yang mendapat ijin dari pemerintah menjadi pemicu intensitas pengambilan sumberdaya hutan.
Kenyataan hasil panen dan sumberdaya hutan yang terus berkurang belum dipahami penyebabnya, beberapa aturan yang selaras dengan aturan adat juga dilanggar karena
89
FGD 1
membakar ladang itu,.. bagaimana sekarang? Ya,.. kita ikut pemerintah,.. masyarakat ga ada yang berani membakar,.. takut. Tapi beginilah akibatnya,.. ga tau kita mau makan apalagi nanti. (Bp. Dari) Kalau tadi bapak-bapak menjelaskan air sungainya cepat naik atau banjir kalau hujan dan sangat surut atau kering kalau musim kemarau, kemudian umo juga semakin sedikit hasilnya, ikan makin jarang dan demikian pula usaha gaharu,.. menurut bapak-bapak apa penyebabnya? Ga taulah apa pastinya penyebabnya,.. Kita kurang tahu itu (Bp. Truwot) Menurut bapak-bapak, apa yang akan terjadi 5 atau 10 tahun lagi, kalau emas sudah habis, gaharu juga habis, umo hasilnya berkurang,.. apa yang terjadi dengan kita nantinya? Jadi susah pak membayangkannya (Bp.Alfian) Gak tahu kita pak. (Bp. Aji)
kurangnya aparatpengawasan aparat maupun masyarakat sendiri.
Interpretasi Hasil FGD Dari 7 kali kegiatan focus group discussion yang dilakukan terlihat jelas bahwa masyarakat sangat bergantung kepada sumberdaya alam pada umumnya; mereka mencari emas sebagai mata pencaharian dan memanfaatkan hutan untuk kayu bakar, buah-bahan dan sebagainya. “Begini Pak,.. kalau untuk dihutan ya,… selain menggaru atau cari mas, kadang-kadang kami itu kan,.. masuk hutan untuk cari kayu bakar? Habis itu cari segala umbut rotan cari damar,…”(Bapak Tuweng, FGD1) “ … mungkin sama aja pak dengan yang lain, hanya itu kerjaan disini …“ (Bapak Ismaya, FGD1) Ambil rotan, umbut sayur dan obat. Kalau kita sakit, kehutan ambil akar dan daun diolah menjadi obat, sampai sekarang saya belum pernah makan obat dari hilir atau puskesmas (Bu. Tunjung, FGD4) Ambil kayu bakar dan damar untuk lampu di rumah (Bu. Gani, FGD4) Kalau musim panen rotan ya cari rotan, begitu juga kayu bakar, tapi yang paling sering itu berburu babi hutan dan kijang. (Bp. Raya, FGD5) Misalnya pas kita ngambil kayu atau garu,.. ada anggrek yang baik,.. biasanya kita ambil. (Bp. Borat, FGD5). Ambil madu dan akar-akaran untuk obat (Bp. Umau, FGD5) Meskipun demikian ada pula yang memiliki ladang (umo) di sektar kawasan hutan. Pola pembukaan lahan masih tradisional yaitu dengan pola membuka dan membakar (slash and burn). Kalau disini bukannya memang, harus pak, karena sudah tradisi istilahnya orang, semua orang disini pak. Ditebang, tunggu musim kemarau, bakar, mulai musim hujan ditanam pak …” (Bapak Rusalin, FGD1). Iya,… kalau tidak begitu bagaimana kita mau berladang,.. kan harus diberihkan dulu,… baru bisa ditanam,.. ya caranya pohonnya ditebang,..dibabat dan dibakar,. Dibiarkan dulu,..pas musim tanam baru kita tanam padi (Bapak Manan, FGD5) Ya,..pertama harus nebas,…pohon-pohon besar itu ditumbang, dan dibakar,…(Bapak Truwot, FGD4) Hal ini sudah menjadi tradisi sayangnya tidak dibarengi dengan pengetahuan mengenai teknik pengelolaan sumberdaya alam yang baik, misalnya membuka ladang di lahan miring akan atau dapat menyebabkan longsor.
90
“Ga tau pak … bagaimana kami tahu?” (Bapak Utet dan dianggukkan oleh hampir seluruh peserta) Namun demikian, teknik berladang tradisional ini dapat diperbaiki dengan melakukan penanam tanaman tahunan seperti karet dan kayu lokal, anggapan masyarakat bahwa tanah yang sudah berulang-ulang ditanam padi akan kurus dan harus dibiarkan atau masa jeda dengan menanam tanaman perkebunan seperti karet, kopi. Berkebun Kopi, karet, rotan,…apa ajalah. (Ibu Gani, FGD4) Ya,.. kalau yang punya ladang pasti tanam di ladanglah,.. kalau kita buka hutan biasanya tanam padi dulu,.. kalau sudah kurang hasilnya baru tanam karet,.. (Bp. Manan, FGD5) Kerusakan hutan yang diakibatkan oleh pengambilan kayu dan pembukaan lahan hutan yang tidak terkendali mengangkibatkan salah satunya terganggungnya fungsi hidrologi. Walaupun pengetahuan yang lengkap mungkin belum ada tapi masyarakat sudah melihat keterkaitannya. “… air minum dulu itu tidak susah, itu disungai Barito itu bisa langsung diminum … dulu itu kan jernih sekarang keruh … kalau air banjir itu kesalahan kita pak karena bikin ladang dipinggir sungai…” (Bapak Ismaya, FGD1) “Iya pak hutannya rusak” (Bapak Tuweng, FGD1) Salah satu alasan yang paling mengemuka sebagai alasan utama meningkatnya pembukaan lahan untuk ladang dan berkurangnya sumber daya hutan yang didapat oleh masyarakat setempat seperti hasil buruan, rotan, madu, gaharu, emas dan dan ikan adalah meningkatnya demand atau permintaan dan pertambahan penduduk seiring perkembangan wilayah (pemekaran kabupaten dan kecamatan) dan terbukanya akses melalui pembangunan jalan perusahaan dan masuknya tenaga kerja luar diwilayah mereka. ………di lain pihak berdampak negatif untuk lingkungannya yang secara otomatis akan menumbuhkan permukiman di sepanjang pinggiran jalan, pemukiman ini akan membuka kawasan hutan di belakangnya untuk memenuhi kebutuhan dan kegiatan masyarakatnya jadi degradasi hutan akan semakin besar (Benny, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, FGD7). Mungkin karena banyak orang yang ngambilnya,…(Ibu Asline, FGD6). Bisa juga sudah tinggal sedikit karena diambil terus,..(Ibu Apri, FGD6). Ya,.. tergantung,.. kalau banyak dapat dia bawa banyak,.. kalau dapatnya sedikit yan sedikit,.. biasanya dia minta semuanya,.. (Bapak Diana, FGD5), Gak tahu,.. mungkin sudah makin sedikit,… mungkin juga tempatnya sudah makin jauh karena orang makin banyak,.. kalau dulu kan orangnya cuma sedikit,..! (Bp. Umau, FGD5) Ya,.. kalau disini biasanya berburu itu seminggu sekalilah,.. tapi kalau tetangga ada yang dapat hari ini misalnya,.. besoklah kita baru berangkat,… jarang itu kita sama-sama, soalnya nanti kebanyakan dagingnya,.. ya,.. begitu,.. tapi sekarang ini hampir tiap 2 hari ada yang datang dari Puruk Cahu mau beli babi hutan,..(Bapak Dinan FGD5) Karena adanya perusahaan yang mendorong tanah ke sungai sehingga airnya keruh, itu pernah saya lihat sendiri waktu mencari ikan, jadi ikannya tidak bisa dapat (Ibu Azizah, FGD2) Ada juga kenyataan menarik di masyarakat bahwa mereka memiliki suatu peraturan pengelolaan hutan akan tetapi peraturan ini tidak dapat berjalan efektif. Hal yang
91
terutama adalah karena peraturan yang berubah-ubah yang menyebabkan masyarakat juga ragu-ragu dalam mencegah terjadinya perusakan hutan. “…berani sih berani, tapi kalau sekarang ini kita susah (red. Tidak bisa), peraturannya lain lagi … sama aparatnya, sama pemerintahnya … kita susah melawan pemerintah, pemerintah yang berkuasa ... kita orang kampung,… kata mereka” (Bapak Utet, FGD1) Kalau kita masyarakat pak,.. apa kata pemerintah sajalah,.. kalau disuruh tanam kayu ya tanam kayu,.. kalau tidak ya,.. kita tanam karet saja,.. (Bp. Diana, FGD5) Hal menarik lainnya adanya kesadaran untuk tetap menjaga dan memelihara hutan yang masih baik dan melakukan reboisasi dengan mempertahankan jenis tanaman lokal dengan alasan sudah dikenal dan cocok dengan kondisi tanah setempat. Ya memelihara apa yang ada dan masih baik seperti ikan, hutan, air bersih dan lainnya (Ibu Azizah, FGD2) Hutannya di tanam kembali biar ada lagi, terus tanahnya bisa baik ikannya bisa hidup dan air kembali bersih,udara juga lebih dingin lagi (Bu. Mimi, FGD2) Tidak mau kalau tidak tahu resikonya seperti itu nanti bahaya nanti malah repot kalau tidak cocok dengan kondisi dan iklim di sini (Ibu Riko dan Ibu Hata, FGD2) Lembaga adat dan perangkatnya (Kepala Adat) masih ada dan berfungsi dan masyarakat sebenarnya melihat bahwa hal ini dapat menyelamatkan hutan mereka. “… kita bisa itu melakukan itu,.. hutan itu hutan adat, dan kita jaga …” (Bapak Nahar, FGD1) “… kalau hutan adat kan mereka ga bisa masuk, karena peraturan …” (Bapak Kadrio, FGD1) Ngakkk,… terpaksa dituntut adat,.. ha.. ha… (Bp. Truwot FGD3) Namun keberadaan dan penegakan hukum adat masih lemah dengan alasan kebutuhan ekonomi. Kalau orang kampung belum pernah pang,.. tapi kalau kayu ulin,.. ya terpaksa ikut digesek,.. soalnya ga ada usaha,.. (Bp. Truwot, FGD3) Tidak adanya pilihan peluang lain untuk mendapatkan hasil dalamkegiatan pengelolaan sumberdaya hutan, masyarakat tetap melakukan aktifitas sekalipun merugi secara ekonomi. Ya rugi terus sekarang ini, cuma mau bagaimana lagi (Ibu Hata, FGD1) Tetap saja menanam padi, mau bagaimana lagi meskipun itu merugi tetapi masih lebih baik daripada tidak ada yang dimakan, kalau beli beras uangnya tidak cukup, jadi lebih baik tetap menanam, siapa tahu tahun depan hasil panennya bagus, tidak banjir, tidak banyak hama, tidak terlalu panas, jadi ya setiap tahun menanam ulang lagi (Ibu Riko, FGD1) Ya,.. ga tentulah,.. kalau nasib kita baik, kita bisa dapat banyak,.. tapi sekarang ini sudah makin susah, bulan lalu kami naik 10 orang cuma dapat 2 kilo garu,.. ! Lumayan,.. tapi karena dipotong uang makan, rokok,.. ya cuma dapat Rp. 400.000,- per orangnya,..? (Bp. Robi, FGD3)