Media Gizi Pangan, Vol. XXI, Edisi 1, 2016
Tepung Daun Kelor, Protein, Mie Basah
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KELOR TERHADAP DAYA TERIMA DAN KADAR PROTEIN MIE BASAH 1
1
1
Zakaria , Nursalim , Abdullah Tamrin Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar
1
ABSTRACT Background: Moringa leaves are a source of vegetable foodstuffs containing nutrients and non nutrients is quite high, whereby the not all people consume. Mie is one food that attracted many people of Indonesia, so by adding Moringa leaves into the making of noodles, can increase the consumption of Moringa leaves on community. Moringa leaf powder protein known to contain 27.1 g / 100 g, so with the addition of Moringa leaf powder to enrich the protein content of the noodles. Objective: The aim of this study was to assess the acceptability of society and the protein content of wet noodles with the addition of moringa leaf powder. Methods: This research method is experimental randomized group design (RGD)) by treatment with the addition of 0, 2, 4, 6, 8% moringa leaf powder. Result: In general, the preferred wet noodles is with the addition of 2% of Moringa flour from the aspect of color (52%), aspects of taste (56%) and texture (52%), but from the aspect of scent less favored (56%). Received power without the addition of wet noodles (0%) by the panelists is still higher compared with all treatments. The protein content of wet noodles, without the addition of moringa powder (0%) of 13.80 g / 100 g, of the addition of 2% amounting to 14.84 g / 100 g and the addition of 4% 14.98 g / 100 g) respectively. Conclusion: wet noodle acceptance by the panelists generally the addition of Moringa leaf powder 2% from the aspect of color, flavor and texture, though the flavour is less preferred, the protein content of wet noodles increased with the addition of moringa leaf powder. The need to optimize the manufacture of wet noodles with the addition of either fresh or Moringa leaf powder Moringa leaves with mengkur various quality characteristics of a wet noodle. Keywords: Acceptance, wet noodles, Moringa leaves, protein content PENDAHULUAN Mie merupakan salah satu makanan yang banyak diminati khusunya masyarakat Indonesia. Mie yang bahan dasarnya terigu dari gandum digunakan sebagai bahan sumber makanan pokok sebagai mana halnya dengan nasi, oleh karena mengandung karbohidrat tinggi setara dengan nasi. Daun kelor merupakan hasil dari tanaman kelor yang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi termasuk protein asam amino esensia, namun masyarakat di Indonesia banyak yang tidak memanfaatkan sebgai sumber gizi. Saat ini, telah banyak dikembangkan mie basah dengan penambahan maupun substitusi dari berbagai jenis tepung selain tepung terigu
misalnya tepung tapioka, umbi-umbian, mocaf, dan lain-lain (Harahap. NA, 2007). Makanan dan minuman dengan penambahan maupun subtitusi daun kelor seperti cookies dan brownis, roti tawar dengan penambahan tepung daun kelor ternya cukup diteriama dan disukai. Atas dasar tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan membuat mi basah dengan penambahan tepung daun kelor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daya terima masyarakat dan kadar protein pada mi basah dengan penambahan tepung daun kelor.
73
Media Gizi Pangan, Vol. XXI, Edisi 1, 2016
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tepung daun kelor yang dibuat di Laboratorium Teknologi Pangan dari daun kelor yang diperoleh dari kebun kelor di pekarangan belakang kampus Jurusan Gizi Poltekkes Makassar. Tepung terigu merek “Cakra” diperoleh dari Toko Indomaret, telur dan garam diperoleh dari Toko sembako Pasar Daya, aquades diperoleh dari laboratorium teknologi pangan, sodium tripolipospat diperoleh dari Toko Intrako Makassar. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain CuSO45H2SO4, K2SO4, H2SO4, NaOH, H3BO3, HCL aquades, dan larutan indicator. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, timbangan, baskom, pisau, ayakan 100 mesh, blender, kaskom, gunting, panci pengukus, mesin pengaduk, mesin pencetak, pengepres, tampah, kompor, tabung dekstruksi, labu suling, erlemeyer 25 ml, oven dan desikator Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu factor yaitu Fo = tanpa penambahan tepung daun kelor, F1 = Penambahan tepung daun kelor 2 %, F2 = penambahan tepung daun kelor 4 %, F3 = penambahan tepung daun kelor 6 % dan F4 = Penambahan tepung daun kelor 8 %. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi proses pembuatan mie dengan berbagai macam proporsi. Penelitian lanjutan meliputi proses pembuatan tepung kelor, pembuatan mie dengan penambahan tepung daun kelor dan analisis pada mie. Pembuatan Tepung Daun Kelor Daun kelor (Moringa oleifera) yang digunakan adalah daun kelor yang masih berwarna hijau baik muda maupun tua.
74
Tepung Daun Kelor, Protein, Mie Basah
Selanjutnya daun kelor dicuci dengan menggunakan air yang mengalir kemudian dipisahkan dari gagan kelor (dirontokkan) kemudian ditebar di atas talang pengering. Daun kelor tersebut selanjutnya dikeringkan ± o 3 hari pada suhu 38-39 C. Setelah daun kelor kering, selanjutnya ditepungkan dengan menggunakan blender kemudian diayak menggunakan ayakan 100 mash untuk memisahkan batang-batang kecil yang tidak bisa hancur dengan Warring Blender. Pembuatan Mie Basah dengan Penambahan Tepung Daun Kelor Pembuatan mi basah yaitu pencampuran antara tepung terigu 1 kg, telur 2 butir (200 g), sodium tripoliphosfat 0,25%, garam 2%, air secukupnya dan penambahan tepung daun kelor masing-masing 0 %, 2%, 4%, 6%, dan 8%. Kemudian bahan-bahan tersebut dicampur hingga merata dan tidak melengket ditangan. Setelah itu, adonan dibentuk menjadi lembaran-lembaran kemudian dicetak dengan menggunakan mesin pencetak mie. Setelah adonan dibuat menjadi mie selanjutnya mi direbus selama ± 2 menit dan ditiriskan dan diolesi sedikit minyak pada mie tersebut. Prosedur Analisis Data Daya terima masyarakat mie kelor basah dikumpulkan dengan cara uji organoleptik yaitu dengan metode uji kesukaan (hedonic) (Rahayu, 1997) oleh panelis konsumen sebanyak 25 mahasiswa D3 Gizi semester 6 terhadap aspek warna, rasa, aroma dan tekstur dengan skala hedonik dari tidak suka, kurang suka dan suka. Selanjutnya mie kelor basah yang diterima dan disukai oleh panelis dilakukan analisis kadar protein dan air. Kadar protein dianalisis dengan metode Kjeldahl dari AOAC. Kadar air dianalisis dengan metode oven dari AOAC. Data yang sudah dikumpulkan ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Untuk melihat perbedaan daya terima antara kontrol (Penambahan 0%) dengan penambahan tepung kelor digunakan Uji T tidak berpasangan (T test independent).
Media Gizi Pangan, Vol. XXI, Edisi 1, 2016
Tepung Daun Kelor, Protein, Mie Basah
HASIL Daya Terima Tabel 1. Daya Terima Mie Basah dengan Penambahan Tepung Daun Kelor Berdasarkan Aspek Warna, Rasa, Aroma dan Tekstur (n=25 Panelis) Formu la
Warna
Suka n(%)
Rasa
Kurang Tidak suka n(%) Suka n(%)
Aroma
Tekstur
Suka n(%)
Kurang suka n(%)
Tidak Suka
Suka
Kurang suka
Tidak Suka
0%
16(64,0)
7(28,0)
2 (8,0)
15(60,0)
5(20,0)
5(20,0)
16(64,0)
9(36,0)
0(0)
2%
13(52,0)
9(36,0)
3 (12,0)
14(56,0)
4(16,0)
7(16,0)
9(36,0)
14(56,0)
2(8,0)
4% 6% 8%
7 (28,0) 8 (32,0) 7 (28,0)
11(44,0) 8 (32,0) 8 (32,0)
7 (28,0) 9 (36,0) 10 (40)
4(16,0) 3(12,0) 4(16,0)
7(28,0) 7(28,0) 8(32,0)
14(56,0) 15(60,0) 13(52,0)
8(32,0) 2(8,2) 6(24,0)
11(44,0) 6(24,0) 9(36,0) 14(56,0) 3(12,0) 16(64,0)
Daya terima panelis terhadap mie basah masih lebih banyak yang suka pada mie tanpa penambahan tepung daun kelor di banding dengan mie yang ditambahkan dengan tepung daun kelor dari berbagai konsentrasi. Panelis menyukai mie basah tanpa penambahan kelor sebanyak 16 panelis (64,0%) dari aspek warna, 15 panelis (60,%) aspek rasa, 16 panelis (64,0 %) aspek aroma dan 16 panelis (64,0) dari aspek tekstur (Tabel 1). Pada mie basah yang ditambahkan dengan tepung daun kelor dari ketiga konsentrasi, ternyata pada konsentrasi penambahan tepung daun kelor 2 % yang lebih diterima/disuka oleh panelis dari aspek warna, rasa dan tekstur kecuali aroma. Hasil Uji
Suka
Kurang suka
16(64,0) 7(28,0) 13(52,0) 9(36,0)
Tidak Suka 2(8,0) 3(12,0)
4(16,0) 8(32,0) 13(52,0) 6(24,0) 7(28,0) 12(48,0) 3(12,0) 12(48,0) 10(40,0)
perbedaan antara mie basah tanpa pemberian tepung daun kelor dengan mie basah dengan mie basah dengan penambahan 2 % tepung kelor tidak berbeda nyata pada aspek warna, rasa dan tekstur (p>0,0%), kecuali aspek aroma berbeda secara nyata (p<0,05). Tetapi berbeda nyata antara tepung daun kelor tanpa penambahan kelor dengan mie basah dengan penambahan tepung daun kelor pada konsentrasi 4, 6 dan 8 % (p<0,05). Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung daun kelor semakin tidak diterima/disuka oleh panelis pada produk mie basah yang dihasilkan.
Kadar Protein dan Air Tabel 2. Kandungan kadar Protein dan air Mie Basah Tepung kelor Perlakuan 0% (Kontrol) 2% (tepung daun kelor) 4% (tepung daun kelor)
kadar protein (%) 13,80 14,84 14,98
Berdasarkan hasil uji daya terima panelis diperoleh mie basah yang sama atau lebih mendekati daya terima pada mie pada umumnya yang dibuat di industri mie adalah dengan penambahan tepung daun kelor konsentrasi 2 %. Selanjutnya dilakukan analisis kadar protein dan kadar air yang merupakan salah satu bagian dari karakteristik mutu mie basah (Tabel 2). Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein mie basah yang tanpa penambahan tepung daun kelor (0 %), penambahan tepung daun kelor 2 % dan penambahan tepung daun kelor 4 % berturut-
Kadar Air (%) 61,24 61,64 61,78
turut 13,80 %, 14,84 % dan 14,98 %. Kadar protein mie basah cenderung meningkat dengan penambahan tepung daun kelor. Selisih peningkatan kadar protein mie basah dengan penambahan tepung daun kelor 2 % sebesar 1,04 %. Kadar air mie basah berturut rata-rata 61,24 %, 61,64 % dan 61,78 %. Hal serupa dengan kadar protein, ada kecenderungan peningkatan kadar air mie basah dengan meningkatnyanya penambahan tepung daun kelor, meskipun tidak terlalu besar.
75
Media Gizi Pangan, Vol. XXI, Edisi 1, 2016
PEMBAHASAN Daya Terima Daya terima erat kaitannya dengan asupan makanan yang mencerminkan suatu interaksi antara fungsi fisiologis dan kondisi lingkungan (Februanti, 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi daya terima makan yang disajikan adalah faktor konsumen (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal) yaitu makanan yang disajikan (Suhardjo, 1989). Daya terima panelis terhadap produk mie basah dengan penambahan tepung daun kelor diukur dengan menggunakan karakteristik sensori panelis konsumen yaitu penilaian terhadap aspek warna, rasa, aroma dan tekstur. Aspek tersebut dinilai dengan metode skoring skala 1-3. Skala 1 menunjukkan daya terima tidak suka, 2 menunjukkan daya terima kurang suka dan 3 menunjukkan daya terima suka. Hasil uji sensosri menunjukkan bahwa panelis dapat menerima karakteristik sensori mie yang ditambahkan tepung daun kelor adalah pada produk mie basah konsentrasi penambahan 2 % yaitu diatas 50 % menyukainya yang mendekati proporsi panelis yang menyukai mie tanpa penambahan tepung daun kelor, hasil uji statitik menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05). Daya terima panelis terhadap mie basah dengan penambhan tepung daun kelor yang rendah dibanding kontrol, disebabkan karena adanya perubahan warna, rasa, aroma dan tekstur yang agak berbeda dengan mie yang biasanya dikonsumsi, sehingga panelis memilih lebih suka pada penambahan konsentrasi yang paling rendah. Warna daun kelor adalah hijau sehingga mie yang dihasilkan praktis dari warna putih kekuningan berubah menjadi warna hijau, sehingga tampak jelas semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung daun kelor maka warna hijau mie basah semakin pekat. Padahal selama ini mie dipersepsikan panelis berwarna putih hingga kekuningan. Rasa kelor agak pahi-pahit bergetir, sehingga panelis merasakan jelas perbedaan yang kurang enak pada produk mie yang ditambahkan dengan daun kelor. Aroma kelor agak menyengat sehingga atribut aroma produk mie basah yang ditambahkan dengan tepung daun kelor kurang atau tidak disukai oleh panelis. Hal serupa dengan tekstur, dengan penambahan tepung daun kelor, maka tekstur mie agak alot atau kurang elastik sehingga kekenyalan relatif lebih rendah dibanding dengan tanpa penambahan tepung daun kelor.
76
Tepung Daun Kelor, Protein, Mie Basah
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Sasongko (2008) tentang daya terima konsumen terhadap mie tersubsitusi tepung pisang dan ubi jalar yang menunjukkan yang rendah. Hal ini disebabkan karena warna mie tersubsitusi tepung ubi jalar adalah putih keunguan. Responden belum dapat menerima karakteristik warna baru pada mie. Kadar Protein Hasil penelitian ini menunjukkan kadar protein mie basah yang ditambahkan dengan tepung daun kelor lebih tinggi 1,08 % dibanding dengan mie basah tanpa penambahan tepung daun kelor. Hal ini membuktikan bahwa tepung daun kelor mengandung protein yang dapat memperkaya kandungan protein mie basah. Menurut Fuglie (2001), tepung daun kelor mengandung 27, 1 g/100 g bahan, empat kali lipat dibanding dengan daun segar. Kelebihan lain dari tepung daun kelor yaitu mengandung 18 asam amino, 10 diantaranya adalah asam amino esensial. Bila dilihat kandungan gizi daun kelor segar maupun tepung daun kelor, dibandingkan dengan tabel angka kecukupan gizi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia maupun WHO/FAO, maka daun kelor sangat memungkinkan untuk dikonsumsi guna memenuhi berbagai kebutuhan gizi, terutama pada anak berusia 1 – 3 tahun serta pada ibu hamil maupun ibu menyusui. Satu sendok makan tepung daun kelor mengandung sekitar 14 % protein, 40 % calsium, 23 % zat besi dan mendekati seluruh kebutuhan balita akan vitamin A. Enam sendok makan penuh dapat memenuhi kebutuhan zat besi dan kalsium wanita hamil dan menyusui (Fahey, 2005). Β-caroten yang ditemukan dalam kelor merupakan prekursor retinol (vitamin A). Terdapat 25 jenis Β-caroten pada daun kelor, tergantung dari varitas (Price, 2007). Protein kasar (CP) daun kelor, ranting lunak, batang adalah sebesar 260, 70 dan 60 -1 g.kg . Sekitar 64,79 dan 67 % dari total protein kasar (CP) dalam daun, ranting dan batang dapat terdegradasi dalam rumen setelah 24 jam. Sekitar 87 % total CP adalah bentuk true protein dalam daun, 60 % ranting dan 53 % dalam batang. Asam amino esensial dalam daun lebih tinggi dibanding kedelai (Makkar and Becker, 1996) diacu dalam (Winarti, 2010). Kandungan gizi daun kelor, baik segar maupun dalam bentuk tepung memungkinkan sebagai tambahan gizi khususnya vitamin A, B
Media Gizi Pangan, Vol. XXI, Edisi 1, 2016
dan kalsium. Daun kelor adalah salah satu sumber alam yang potensial dari β-karoten atau provitamin A. β-karoten dan lutein dari daun kelor di India ditemukan sangat tersedia dalam bentuk in vitro (Kumar, 2010). Daun kelor kering yang tinggi kalsium tetapi juga mengandung sejumlah asam oksala, yang dapat mengganggu penyerapan kalsium. Tikus diberi pakan yang kaya kalsium men gandung : (a) 15 g tepung daun kelor kering, (b) 30 g susu bubuk, atau (c) 4 g tepung daun kilkeerai kering (Amaranthus tricolor) per 100 g dari diet basahl. Kandungan kalsium daun kelor dan susu disamakan (Ca 635 mg per 100 g diet), namun daun kelor mengandung 160 mg oksalat per 100 g diet. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa susu tidak memberikan penyerapan yang terbaik dan retensi kalsium, 73 % dari kalsium yang diberikan oleh kelor diserap dan 59 % dipertahankan, sehingga disimpulkan bahwa tepung daun kelor memberikan alternative yang baik atau sumber tambahan kalsium ketika susu tidak tersedia (Pankaja & Prakash, 2004) diacuh dalam (Winarti, 2010). Susanto dkk., (2010) membuktikan bahwa pemberian tepung daun kelor varietas NTT dapat meningkatkan status gizi tikus model kurang energi protein (KEP) dengan indikator kadar albumin darah. Dosis optimal tepung daun kelor varietas NTT yang bisa meningkatkan status gizi tikus KEP adalah 720 mg/hr. Hasil penelitian Idohon-Dossou et al., (2011) menyimpulkan bahwa setelah 3 bulan perlakuan pemberian tepung daun kelor ratarata konsentrasi hemoglobin meningkat secara signifikan. Mutiara (2011) menyimpulkan bahwa daun kelor merupakan bahan makanan yang dapat meningkatkan produksi ASI ibu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian tepung daun kelor dapat meningkatkan produksi air susu induk tikus secara signifikan. Pemberian dosis mulai 42 mg/kg BB secara signifikan dapat membuat sekresi air susu tikus putih meningkat dan berat badan anak tikus meningkat seiring dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Selanjutnya di buktikan oleh Zakaria (2015) pemberian tepung daun kelor dalam bentuk kapsul pada ibu menusui 3,2 g/hari dapat meningkakan produksi ASI sebesar 33,7 %. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut di atas maka dengan penambahan tepung daun kelor pada pembuatan mie basah dapat memperkaya kandungan gizi mie basah yang selanjutnya dapat meningkatkan
Tepung Daun Kelor, Protein, Mie Basah
konsumsi daun kelor pada masyarakat, khususnya bagi peminat konsumsi mie. KESIMPULAN Daya terima mie basah oleh panelis umumnya pada penambahan tepung daun kelor 2 % dari aspek warna, rasa dan tekstur, meskipun aspek aroma kurang disuka. Kadar protein mie basah dengan penambahan tepung daun kelor 2 % sebesar 14,84 %. SARAN Perlunya dilakukan optimalisasi pembuatan mie basah dengan penambahan daun kelor baik segar maupun tepung daun kelor dengan mengkur berbagai karakteristik mutu mie basah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). DAFTAR PUSTAKA Fuglie, L. J. (2001). The Moringa Tree : A local Solution to malnutrition.Unpublished manuscript. Harahap N.A. (2007). Pembuatan Mie Basah dengan Penambahan Wortel (Daucus carota L.).Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Idohou-Dossou, N., Diouf, A., Gueye, A., Guiro, A., & Wade, S. (2011). Impact of Daily Consumption of Moringa (Moringan oleifera) Dry Leaf Powder on Iron Status of Senegales Lactattion Women. AJFAND Volume 11 No. 4(4). Kumar, S.P, et.al. 2010. Medicinal Uses and Pharmacological Properties of Moringa oleifera, International Journal of Phytomedicine 2; 210-216 Kurniasih.(2014). Khasiat dan Manfaat Daun Kelor.Yogyakarta; Pustaka Baru Press. Mutiara T. 2011. Uji Efek Pelncar ASI Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera (lamk)) pada Tikus Putih Galur Wistar. Laporan Hasil Penelitian Disertasi Doktor. Universitas Brawijaya Price, M. L. (2007). The Moringa Tree. ECHO Technical Note Rahayu, W. 1997. Penuntun Uji Organoleptik. Fateta IPB Bogor. Sari R.A. (2011).Pembuatan Roti Tawar dengan Penambahan Tepung Daun Kelor sebagai Pewarna dan Meningkatkan Nilai Gizi.Skripsi.Jurusan Tata Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.
77
Media Gizi Pangan, Vol. XXI, Edisi 1, 2016
Sasongko LA. (2008). Daya Terima Konsumen pada Produk Olahan Pangan Tersubsitusi Tepung Berbasis Sumberdaya Lokal. Mediagro.Vol 4. No 1, Hal-70-80. Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. IPB. Bogor Susanto, H., Masilikah, S. I., & Hernowati (2011). Efek Nutritional Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) Viretas NTT Terhadap Kadar Albumin Tikus Wistar Kurang Energi Protein (Studi In Vivo
78
Tepung Daun Kelor, Protein, Mie Basah
Kelor sebagai Kandidat Terapi Suplemenasi pada Kasus Gizi Buruk. Publikasi Ilmiah SemNas MIPA, diakses 1 oktober 2011. Winarti, S. (2010). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zakaria. (2015). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) pada Ibu Menyusui terhadap Kuantitas dan Kualitas ASI serta Petumbuhan Bayi 06 Bulan