PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGISI TERHADAP KUALITAS B U B U K M I N U M A N LIDAH BUAYA (Aloe vera, L ) Elly Hanna Novianna,11 Djohan Sofia,21 Shevica Magdalena31
ABSTRACT Aloe vera is one of Indonesian resources that have not yet been optimally used. It contains gel that is often used in cosmetic and health products. Fresh Aloe vera gel has high water content and is therefore vulnerable to microbial and enzyme activities which can lead to quality and characteristic changes. To extend the shelf life of Aloe vera gel, drum drying method has been applied. The purpose of this experiment is to choose suitable filler agents for making Aloe vera powder. The best filler had found in carragenan. Keywords: Aloe vera, drum drying, filler
PENDAHULUAN Lidah buaya (Aloe vera Linn.) telah dikenal lama dan umum digunakan sejak berabad-abad yang lampau. Kegunaan tanaman lidah buaya banyak berhubungan erat dengan kehidupan manusia, baik sebagai tanaman hias, tanaman obat, bahan baku kosmetik maupun bahan baku pembuat minuman. Sebagai tanaman obat, lidah buaya mengandung cairan yang berwarna kuning yang terdapat pada bagian dalam daunnya (Burkill, 1935). Lidah buaya juga digunakan sebagai bahan baku industri karena mengandung lignin, saponin, antrakuinon, zat organik, monosakarida, polisakarida dan asam-asam amino (Mariana, 1994). Gel lidah buaya memiliki sifat yang tidak stabil, peka terhadap mikroba dan cepat rusak jika tidak didinginkan. Gel lidah buaya juga peka terhadap udara, panas dan cahaya. Gel yang berupa getah lendir dan kental ini akan mencair, berubah warna menjadi gelap dan berbau tidak enak jika dibiarkan (Yunus,1991). Oleh karena itu untuk memperpanjang umur simpan lidah buaya dilakukan dengan pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis bahan pengisi terhadap kualitas bubuk lidah buaya yang dikeringkan dengan drum drier.
" Dosen tetap Jurusan Teknologi Pangan -' Dosen tidak tetap Jurusan Teknologi Pangan 31 Alumni Jurusan Teknologi Pangan
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 2, No. 1, April 2004
101
METODOLOGI Dalam penelitian ini dilakukan variasi jenis bahan pengisi karagenan, CMC, xanthan gum, guar gum. Formulasi campuran lidah buaya yang dikeringkan adalah sebagai berikut: lidah buaya, asam sitrat (0,1 %), asam askorbat (500 ppm), bahan pengisi (1%). Tanaman lidah buaya dikupas sampai 3 mm dibawah permukaan kulit, kemudian dicuci sampai lendirnya hilang dan diblansir pada suhu 70 - 80 °C selama 9 menit. Setelah gel diblender, ditambahkan 0.1 % asam sitrat, 500 ppm asam askorbat, 1 % bahan pengisi. Campuran gel ini dikeringkan dengan drum drier. HASIL dan PEMBAHASAN Uji Kecukupan Blansir Lidah buaya mengandung komponen fenolik yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan akibat dari aktivitas enzim polifenol oksidase (Morsy, 1991). Hal ini dapat dibuktikan dengan membiarkan gel lidah buaya yang telah dipotong dan dibiarkan di udara terbuka akan mengalami perubahan wama menjadi coklat seperti halnya kentang atau apel. Komponen fenolik dapat mengalami reaksi pencoklatan non enzimatis dengan ion logam. Menurut Haard dan Chism (1996), keberadaan ion logam, terutama Cu dan Fe dapat menyebabkan komponen fenol bereaksi membentuk kompleks metal - fenol yang berwarna coklat. Untuk menginaktifkan enzim - enzim yang dapat mengkatalisis perubahan warna, flavor dan tekstur seperti enzim polifenol oksidase di atas maka dilakukan proses blansir terhadap gel lidah buaya. Blansir dilakukan pada suhu sekitar 70 - 80°C pada waktu tertentu yang diuji dengan uji kecukupan waktu blansir. Pengujian kecukupan waktu blansir ini secara kualitatif digunakan uji peroksidase dengan menggunakan hidrogen peroksida untuk melihat keaktifan enzim peroksidase tersebut (Meyer, 1982). Waktu blansir dikatakan cukup jika tidak timbul lagi gelembung gas pada sampel yang telah diblansir. Gas yang timbul tersebut adalah oksigen, yang merupakan hasil pemecahan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen yang dikatalisis oleh enzim peroksidase. Pada pengujian kecukupan waktu blansir, dilakukan uji peroksidase karena enzim peroksidase merupakan enzim yang cukup stabil dan mampu bertahan pada suhu tinggi (Meyer, 1982). Dalam penelitian ini, waktu yang optimal untuk blansir yaitu selama 9 menit, dimana sudah tidak terdapat gelembung-gelembung gas pada sampel, yang berarti enzim peroksidase sudah tidah aktif lagi.
102
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 2, No. 1, April 2004
Kadar air Kadar air bubuk minuman lidah buaya dengan berbagai macam bahan pengisi dan berbagai konsentrasi penambahan bubuk dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sementara itu, dari hasil analisis kadar air didapat kadar air gel lidah buaya segar yaitu 99,2435 %. Hal ini sesuai dengan Anonymous (1980), bahwa gel lidah buaya segar mengandung kadar air sebesar 98 - 99,5 %. Persentase kadar air dari bubuk minuman lidah buaya berkisar antara 1,6958 - 3,1963 %, berarti nilai kadar air pada bubuk minuman lidah buaya dengan berbagai macam bahan pengisi ini sudah memenuhi persyaratan produk bubuk lidah buaya menurut CTFA(1982) untuk bubuk bermutu tinggi, yaitu maksimal 5 %.
1
1
abc
abc
.
— s —~—~~ § abc
lil
I 00 0 50 0.00
-
1-1-1 II 1 1 1 l-l
• I ill CM
CO «-
<
« 01 «-
»• CD
< < CM
ab
|I
1 II -I-
CM
O
11'
1 -1 Jul —
I. -
! »I
CM
oo
co
m co
CM
CM
CO
<
<
CO
< <
ab
»
»
»
:
»
s i m p e l produk
Keterangan: Notasi hurufyang berbeda menyatakan adanya perbedaan nyata Gambar 1. Histogram Kadar Air Bubuk Minuman Lidah Buaya
Dari kecenderungan yang terdapat pada histogram tersebut dapat dilihat bahwa hampir tidak ada perbedaan yang terlalu besar antara sampel satu dengan yang lainnya, kecuali pada perlakuan A1B3 yang memiliki kandungan kadar air yang terbesar berbeda nyata dengan perlakuan A2B2 memiliki kandungan kadar air terkecil. PerlakuanA1B3 berbeda nyata dengan perlakuan A5B1, A5B2, A5B3 dimana A1B3 memiliki kadar air yang lebih tinggi. Bubuk lidah buaya tanpa bahan pengisi (A1) memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan bubuk minuman lainnya yang menggunakan bahan pengisi (Gambar 1). Menurut Anita (1993), reaksi browning tergantung dari tersedianya air dalam bahan, semakin tinggi kadar air bahan maka semakin mudah mengalami proses browning
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 2, No. 1, April 2004
103
non enzimatis. Oleh karena itu, bubuk minuman tanpa penambahan bahan pengisi itu mempunyai warna yang lebih coklat dibandingkan yang lainnya. Kelarutan Tabel 1 menunjukkan bubuk dengan bahan pengisi guar gum mempunyai tingkat kelarutan yang paling tinggi, sementara kelarutan yang lebih rendah yaitu bubuk dengan penambahan bahan pengisi xanthan gum. Tingkat kelarutan dari bubuk ini berhubungan dengan ukuran partikel bubuk. Semakin halus ukuran partikel bubuk, maka semakin tinggi tingkat kelarutannya. Hal demikian terjadi karena dengan semakin haiusnya ukuran partikel bubuk maka luas permukaan partikel juga semakin luas sehingga semakin mudah terdispersi dalam air. Tabel 1. Kecepatan Larut bubuk Lidah Buaya Jenis bahan pengisi
Kecepatan larut
Kontrol
5' 30,14"
CMC
6' 00,32"
Karagenan
6' 25,07"
Xanthan gum
6" 59,11"
Guar gum
5'01,25"
Analisis pH Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) pada bubuk gel lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai pH Bubuk gel lidah buaya
104
Jenis bahan pengisi
pH Awal
Kontrol
3,95
CMC
4,35
Karagenan
4,27
Xanthan gum
4,08
Guar gum
3,99
Jurnal llmu dan Teknoiogi Pangan, Vol. 2, No. 1, April 2004
Sesuai dengan Simanjuntak (1996), hasil analisis menunjukkan bahwa niiai pH untuk gel segar adalah 5,09. Sementara nilai pH bahan sebelum dikeringkan (awal) mempunyai nilai pH yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada tahap itu telah terdapat perlakuan penambahan asam sitrat dan asam askorbat yang bersifat asam sehingga dapat menurunkan pH. Sebelum sampel dikeringkan (awal), terlihat nilai pH pada sampel kontrol merupakan nilai terendah yaitu 3,95. Perbedaan nilai pH yang lebih tinggi pada sampei dengan penambahan bahan pengisi ini dapat disebabkan oleh sifat bahan pengisi itu sendiri. Bahan pengisi rata - rata mempunyai sifat netral sehingga jika ditambahkan dalam sampel akan meningkatkan nilai pH baik sebelum dikeringkan maupun sesudah dikeringkan. 4.70 4.60
i •
4.50 4.40
•
4.30 4 4.20
I u
400 390
I
II
DQ
CD
GQ
<
<
<
o
—
8«t
8
o e»
< «t Sampel produk
•-
«
ede
Mt
I • •• ii •b
1 1
s s
8<
S
8<
Gambar 2. Histogram Nilai pH Minuman Lidah Buaya Pada histogram di atas, terlihat adanya penurunan nilai pH bagi bubuk minuman lidah buaya dengan berbagai penambahan bahan pengisi, seiring dengan peningkatan konsentrasi bubuk lidah buaya yang ditambahkan dalam pembuatan minuman lidah buaya. Hal ini dapat dikarenakan dengan meningkatnya konsentrasi bubuk lidah buaya yang ditambahkan berarti semakin meningkat juga konsentrasi asam sitrat dan asam askorbat yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat menyebabkan menurunnya nilai pH pada produk minuman. KESIMPULAN Bubuk lidah buaya dibuat dengan cara mengeringkan gel lidah buaya dalam pengering drum. Bubuk lidah buaya yang dihasilkan dari pengering drum berwarna kecoklatan.
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 2, No. 1, April 2004
105
Penambahan bahan pengisi memperbaiki wama yang dihasilkan hingga menjadi tidak terlalu coklat. Warna terbaik yang dihasilkan adalah berasal dan karagenan. Rata-rata ukuran partikel bubuk lidah buaya dari berbagai jenis pengisi adalah 125m. Bubuk dengan bahan pengisi guar gum memiliki rata-rata ukuran partikel terkecil. DAFTAR PUSTAKA Anita, F. 1993. Mempelajah Pembuatan Bubuk Lidah Buaya (Aloe Vera Linn.) dengan Alat Pengering SemprotSerta Karakteristik Mutunya. Fateta ITI., Serpong, Anonim. 1980. Technology of Processing the Aloe Vera Gell. Tery corp. Florida AOAC. 1993. Methods ofAnalysis for Nutrition Labeling. Association of Official Analtical Chemist. Washington Burkill. I. H, 1935. A Dictionary of the Economics Products on the Malay Peninsula, Oxford University Press, Oxford Mariana, Y. DanArief.A. 1994., Aloe vera dan Efek Stimulasi Biogenik. Warta PERHIBA. Tahun 2 No. 3. Perhimpunan ObatAlami, Jakarta Meyer, L.H.,1982. Food Chemistry. The AVI Publishing Company, Inc. Weatpot, Connecticut Susanto, E., C. W. Suryowidodo dan E. Sadikun. 1990. Pembuatan Aloe Powder Sebagai Bahan Baku Industri. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor
106
Jurnal llmu dan Teknologi Pangan, Vol. 2, No. 1, April 2004