Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENGARUH PEMBERIAN BIOAKTIF LIDAH BUAYA (Aloe vera) DAN ANTHRAKUINONE TERHADAP PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR (The Effect of Aloe vera Bioactive and Anthraquinone on Hen Performans) TIURMA PASARIBU, A.P. SINURAT, T. PURWADARIA, S. SITOMPUL, J. ROSIDA dan SUSANA I.W.R. Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT An experiment was designed to study the bioactivity of Aloe vera on laying hens. The Aloe vera was applied in the optimal uses of Aloe vera bioactives in dry gel (DG) and semi liquid gel (SLG). The Aloe vera was suplemented into diets with concentration of equal to 0.5 g DG/kg and 1.0 g DG/kg diets. Diets contain anthraquinone with doses equal to 0.5 g DG and 1.0 dg/kg were also prepared. Standard diets with and without antibiotic were also used for comparisons. There were 8 treatments with 8 replicate and 4 hens in each replicate. The treatments were applied for 29 weeks and egg production %hen day (%HD), egg weight, feed conversion ratio (FCR), feed consumption, and mortality were measured. The results showed that average egg production during 29 weeks of chicken treated by SLG and Anthraquinone 1.0 was not significant difference from control chickens; and egg weight of chicken given 1.0 anthraquinone was higher than the other treatment except DG 1.0 teratment; and for consumption chicken given SLG 1.0 was lower than the other treatment, and feed consumption ratio, chicken given anthraquinone was better than chicken given SLG but not significant (P>0.05) statistically, the mortality was 1.6%. As a whole treatment showed that SLG 1.0 gave the best result. Key words: Bioactives, productivity, layer ABSTRAK Penelitian telah dilakukan pada ayam petelur untuk mempelajari efektifitas bioaktif lidah buaya dalam bentuk kering (LBK) dan semilikuid (SLLB) terhadap produksi telur. Masing-masing LBK dan SLLB dicampurkan ke dalam ransum dengan konsentrasi setara dengan 0,5 g LBK/kg ransum dan 1,0 g LBK/kg ransum, K + anthrakinon dengan konsentrasi setara dengan 0,5 g LBK/kg ransum dan 1,0 g LBK/kg ransum, dan sebagai pembanding dibuat perlakuan ransum kontrol tanpa antibiotik dan K + antibiotik. Dengan demikian penelitian terdiri dari 8 perlakuan dan setiap perlakuan terdiri dari 8 ulangan dengan 4 ekor ayam petelur. Selama 29 minggu dilakukan pengamatan terhadap produksi telur (% HD), bobot telur, konversi pakan, konsumsi pakan, dan mortalitas. Hasil menunjukkan bahwa produksi telur pada perlakuan SLLB 1,0 dan anthrakinon 1,0 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol, ayam pada perlakuan anthrakuinon 1,0 nyata (P<0,05) mempunyai bobot telur lebih tinggi dari perlakuan lainnya kecuali perlakuan LBK 0,5 tidak berbeda nyata (P>0,05). Konsumsi pakan pada perlakuan SLLB 1,0 lebih rendah dari perlakuan lainnya, sementara itu konversi pakan pada perlakuan anthraquinon 1,0 lebih baik dari perlakuan SLLB 1,0 meskipun secara statistik tidak nyata (P>0,05). Mortalitas selama penelitian adalah 1,6%. Secara keseluruhan ayam pada perlakuan SLLB 1,0 menunjukkan kinerja terbaik. Kata kunci: Bioaktif, produktivitas, ayam petelur
PENDAHULUAN Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman herba berduri pada sisi daun dimana mengandung cairan tinggi sekitar 99% pada bagian dalam daun (daging daun) yang biasa
486
disebut gel. Gel ini sudah banyak dimanfaatkan baik sebagai kosmetik atau minuman sehat di daerah Kalimantan. Gel lidah buaya diketahui mengandung zat bioaktif seperti anthrakinon yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) seperti bakteri patogen Salmonella dan E. coli. Gel lidah buaya bisa
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
diekstrak dengan kloroform dan methanol untuk mendapatkan anthrakinonnya. Adanya kandungan zat bioaktif pada lidah buaya yang dicobakan pada ternak ayam broiler, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan hingga 15% (BINTANG et al., 2001), mengurangi jumlah bakteri aerob di dalam usus (SINURAT et al., 2003) dan meningkatkan produksi dan efisiensi pakan pada ayam petelur (SINURAT et al., 2003a). Lidah buaya mengandung beberapa zat aktif, diantaranya: glikoprotein (YAGI, 1997), senyawa-senyawa fenolik seperti aloe-emodin (AE), aloin, barbaloin, dan hydroxy-anthraquinone, saccharides (acetylated mannose) yang berfungsi sebagai antiviral, prostaglandins dan asam-asam lemak (misalnya gamma-linoleic acid) yang bersifat sebagai anti inflamasi, alergi, agregasi platelet dan penyembuh luka. Bahan ini juga mengandung enzim, asam amino, vitamin dan mineral (PECERE et al., 1998). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian bioaktif lidah buaya belum konsisten terhadap bobot badan dan konversi pakan (FCR), dan produksi telur pada ayam petelur (SINURAT et al., 2003). Hal ini terlihat dari perbaikan konversi pakan yang cukup baik (8,9%) akibat pemberian bioaktif lidah buaya, tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol. Dengan demikian diperlukan penelitian kembali baik pada ayam pedaging maupun ayam petelur. Penelitian lanjutan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas zat bioaktif lidah buaya terhadap produktivitas ayam petelur. Disamping itu, penelitian ini juga dirancang untuk membuktikan dugaan bahwa anthrakinon merupakan zat aktif dalam lidah buaya. MATERI DAN METODE Materi zat bioaktif lidah buaya (Aloe vera barbadensis) disiapkan dengan memisahkan gel dari kulit daun, kemudian dikeringkan seperti penelitian sebelumnya (BINTANG et al., 2001). Disamping itu dibuat juga gel lidah buaya yang semilikuid (SLLB) dengan cara memisahkan gel dari kulit lidah buaya kemudian diblender dan dilanjutkan dengan proses evaporasi dengan pengering vakum berputar hingga volume lidah buaya 50%.
Bahan dalam bentuk kering (LBK) maupun dalam bentuk semi likuid (SLLB) kemudian dicampurkan ke dalam ransum pada setiap pencampuran pakan. Konsentrasi bahan yang diuji adalah setara dengan 0,5 g dan 1,0 g gel lidah buaya kering (LBK)/kg ransum. Ransum kontrol (Tabel l) disusun untuk memenuhi kebutuhan ayam petelur yaitu dengan kandungan protein 15,75% dan energi metabolis 2700 kkal/kg, Ca 3,25%; P 0,75% dan abu 13,77%. Gel lidah buaya yang sudah dikeringkan (LBK) dan lidah buaya semilikuid (SLLB) dicampurkan atau ditambahkan kedalam ransum kontrol dengan perlakuan sebagai berikut: 1. Kontrol (K), 2. K + Antibiotik (50 ppm Zn bacitracin), 3. K + LBK 0,5 g/kg, 4. K + LBK 1,0 g/kg, 5. K + SLLB 0,5 g/kg, 6. K + SLLB 1,0 g/kg, 7. K + Anthrakinon 0,5 (1 ppm), dan 8. K + Anthrakinon 1,0 (2 ppm). Kandungan anthrakinon dalam ransum perlakuan LBK 0,5 = perlakuan SLLB 0,5 = anthrakinon 0,5. Sementara itu, kandungan anthrakinon dalam ransum perlakuan LBK 1,0 = SLLB 1,0 = anthrakinon 1,0. Tabel 1. Komposisi ransum ayam petelur selama penelitian Komposisi ransum
Jumlah ransum (%)
Dedak
14,14
Jagung
55,43
Bungkil kedelai
17,85
Tepung ikan
3,0
Tepung kapur
7,82
Garam
0,2
Premix
0,5
DL. Methionine
0,06
Tepung tulang Total
1,0 100,00
Kandungan gizi: Bahan kering (%)
89,03
Protein kasar (%)
15,75
Energi metabolis (kkal/kg)
2700
Ca(%)
(hasil perhitungan) 3,25
P (%)
0,75
Abu (%)
13,77
487
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Ransum percobaan diberikan pada ayam petelur secara ad libitum selama 29 minggu yang dipelihara di dalam sangkar kawat. Setiap ransum percobaan diberikan kepada 8 sangkar (ulangan) dan masing-masing sangkar diisi oleh 4 ekor ayam petelur yang terpisah satu sama lain. Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi pakan, produksi telur/hari (% HD), bobot telur, konversi pakan (FCR), dan mortalitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan nyata (P<0,05) mempengaruhi konsumsi pakan (Tabel 2). Konsumsi pakan ayam pada perlakuan kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan antibiotik, yang berarti penambahan antibiotik pada pakan tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Demikian juga perlakuan antibiotik dibandingkan dengan perlakuan anthrakinon 0,5 dan 1,0 tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan LBK 0,5 dan 1,0 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan anthrakinon 0,5dan 1,0 demikian juga antara perlakuan SLLB 0,5
dan 1,0 dengan anthrakinon 0,5 dan 1,0 tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan LBK 0,5, LBK 1,0 dan SLLB 0,5, SLLB 1,0 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol. Konsumsi pakan pada perlakuan SLLB 1,0 tidak nyata (P>0,05) berbeda (109,1 g) dibanding dengan perlakuan LBK 1,0 (110,3 g) (Tabel 2). SINURAT et al.(2003) menyatakan bahwa penggunaan pakan dengan penambahan zat bioaktif lidah buaya dapat memperbaiki konsumsi pakan pada ayam pedaging. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anthrakinon cenderung mempunyai efek menekan konsumsi ransum pada unggas (AVERY et al., 1997; DOLBEER et al., 1998). Tanaman berhasiat umumnya mengandung satu atau lebih senyawa bioaktif seperti alkaloid, “bitters”, flavonoids, glycosida, saponin dan tanin (GILL, 1999). Konversi pakan Nilai konversi pakan (FCR) nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh perlakuan (Tabel 2). Nilai konversi pakan terbaik terdapat pada perlakuan anthraquinone 1,0 (2,680) diikuti SLLB 1,0 (2,794). Sementara itu, nilai konversi terjelek terdapat pada perlakuan kontrol (3,42) diikuti
Tabel 2. Rata-rata konsumsi, konversi pakan, produksi telur, dan bobot telur selama 29 minggu pada ayam ras petelur yang diberi suplemen lidah buaya Perlakuan Kontrol (K) K + AB K + LBK 0,5 K + LBK 1,0 K + SLLB 0,5 K + SLLB1,0 K + Anthr 0,5 K + Anthr 1,0
Konsumi pakan (g/ekor/hari)
Konversi pakan (FCR)*
Produksi telur (%HD)
Bobot telur (g)
115,5a 114,4ab 113,5abc 110,3bc 111,2bc 109,1c 111,0bc 113,7ab
3,4 (100)a 3,1 (91,9)ab 3,0 (87,1)bc 3,2 (92,6)ab 2,9 (85,1)bc 2,8 (81,8)bc 2,8 (81,8)bc 2,7 (78,4)c
75,17a 74,18a 75,36a 76,05a 73,28a 75,85a 72,28a 77,35a
57,34ab 58,14ab 58,56a 56,62bc 56,92bc 56,42c 57,26abc 58,53a
Anthr 0,5 = anthrakinone 1 ppm setara dengan 0,5 g LBK/kg 1,0 = anthrakinone 2 ppm setara dengan 1,0 g LBK/kg SLLB 0,5 setara dengan 0,5 g lidah buaya kering (LBK)/kg ransum SLLB 1,0 setara dengan 1,0 g lidah buaya kering (LBK)/kg ransum AB = antibiotik LBK = lidah buaya kering SLLB = lidah buaya semi likuid Anthr = anthrakinon Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Angka dalam kurung menunjukkan persentase terhadap kontrol
488
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
perlakuan LBK 1,0 (3,16). Secara statistik perlakuan kontrol berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan SLLB 1,0, anthrakinon 1,0, dan LBK 0,5, tetapi diantara keempat perlakuan tersebut tidak nyata (P>0,05) berbeda. BINTANG et al., (2001) melaporkan bahwa pemberian gel lidah buaya kering (LBK) 0,5 g/kg ransum pada ayam menyebabkan perbaikan konversi pakan 6,10% dibandingkan dengan kontrol. Demikian juga SINURAT et al., (2003) melaporkan perbaikan konversi pakan sebesar 8,40% dengan pemberian gel lidah buaya kering (LBK) sebanyak 1,0 g/kg ransum ayam broiler. Pada penelitian ini, perbaikan konversi pakan akibat pemberian gel lidah buaya semi likuid (SLLB) 1,0 dan LBK 1,0 masing-masing sebesar 18,2 dan 7,4% (Tabel 2), ternyata perlakuan SLLB 1,0 menunjukkan nilai konversi lebih besar dibandingkan dengan LBK, yang berarti zat bioaktif lidah buaya dalam keadaan semi likuid lebih berdayaguna daripada lidah buaya yang sudah dikeringkan. Produksi telur Produksi telur tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh perlakuan. Produksi telur (%HD) pada perlakuan anthrakinon 1,0 lebih tinggi daripada perlakuan LBK 1,0 dan SLLB 1,0 yang masing-masing terdiri dari 77,35; 76,05 dan 75,85% namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) untuk semua perlakuan, yang berarti perlakuan SLLB dan LBK tidak banyak mempengaruhi produksi telur Bobot telur tertinggi terlihat pada perlakuan LBK 0,5 (58,56 g) dan terendah pada perlakuan SLLB 1,0. Analisis statistik perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan LBK 0,5 nyata (P<0,05) berbeda dengan perlakuan SLLB 1,0 namun tidak berbeda (P>0,05) antara kontrol dengan SLLB 1,0 dan SLLB 0,5 sehingga pemberian lidah buaya segar pada ayam petelur tidak mempengaruhi bobot telur. Hal ini kemungkinan bahwa lidah buaya berpengaruh langsung terhadap proses pencernaan bukan terhadap proses reproduksi. Peneliti Universitas Indonesia menyatakan bahwa pencekokan minumnan lidah buaya pada mencit jantan (Mus musculus L) galur Swiss tidak menurunkan motilitas, viabilitas,
jumlah spermatozoa, dan tidak meningkatkan abnormalitas spermatozoa. Bila dibandingkan dengan penelitian pada ayam petelur sebelumnya bahwa konversi pakan (FCR) lebih bagus (2,4) dibandingkan dengan pebelitian ini (3,4), hal ini dimungkinkan pada kondisi kandang kurang baik (kurang higenis) pemberian bioaktif lidah buaya lebih terlihat manfaatnya dibandingkan dengan kondisi kandang yang higenis (bersih). Jadi pemberian bioaktif lidah buaya lebih bermanfaat pada kondisi kandang yang kurang baik (kotor). Untuk mortalitas selama penelitian sekitar 1,6% dari seluruh jumlah ayam. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat bioaktif pada lidah buaya semi likuid (SLLB) mempunyai potensi lebih baik daripada pemberian lidah buaya kering (LBK) dan anthrakinon dengan konsumsi dan konversi ransum yang lebih rendah, walaupun bobot telur sedikit lebih tinggi pada pemberian LBK 0,5 dan anthrakinon 1,0, namun untuk bobot telur pada perlakuan SLLB 1,0 masih memenuhi standar ditingkat pemasaran. Secara keseluruhan bahwa lidah buaya semi likuid (SLLB) lebih baik dari anthrakinon. DAFTAR PUSTAKA AVERY, M.L., J.S. HUMPREY and D.G. DEKKER. 1997. Feeding deterrence of anthraquinone, anthrance, and anthrone to rice eating birds. Abst. J. Wildlife Management 61: 1359−1365. BINTANG I. A. K., A. P. SINURAT, T. PURWADARIA, M. H. TOGATOROP, J. ROSIDA, H. HAMID dan SAULINA. 2001. Pengaruh pemberian bioaktif dalam lidah buaya (Aloe vera) terhadap penampilan ayam broiler. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. DIREKBUSARAKOM,S., Y. YEJZURA, M. YOSHIMIZU and A. HERUNSALEE. 1998. Efficacy of Thai traditional herbs extracts against fish and shrimp pathogen bacteri. Fish Pathology 33: 437−441. DOLBEER, R.A., T.W. SEAMANS, B.F. BLACKWEL and J.L. BELANT. 1998. Anthraquinone formulation (Fligt controlTM). Shows promise as avian feeding repellent. Abst. J. Wildlife Management. 62: 1558−1564.
489
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
GILL, C. 1999. More science behind "botanicals": herbs and plant extract as growth enhancers. Feed International 20(4): 20−23. PECERE, T., GAZZOLA, M. V., MUCIGNAT, C. C PAROLIN, C., VECCHIA, F. D., CAVAGGIONI, A., BASSO, G., DIASPRO, A., SALVATO, B., CARLI, M. and PALU, G. 1998. Aloe-emodin is a new type of anticancer agent with selective activity against neuroectodermal tumors. Int. J. Tissue React. 20(4): 15−8. SINURAT, A.P., T. PURWADARIA, M.H. TOGATOROP, T. PASARIBU, I-A.K. BINTANG, S. SITOMPUL dan J. ROSIDA. 2002. Respon ayam pedaging terhadap penambahan bioaktif tanaman lidah buaya dalam ransum: Pengaruh berbagai bentuk dan dosis bioaktif lidah buaya terhadap performan ayam pedaging. JITV 7(2): 69−75.
SINURAT, A.P., T. PURWADARIA, M.H. TOGATOROP, dan T. PASARIBU. 2003a. Pemanfaatan bioaktif tanaman sebagai "feed additive" pada ternak unggas: Pengaruh pemberian gel lidah buaya atau ekstraknya dalam ransum terhadap penampilan ayam broiler. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. TAYLOR, R. S. L. and G. H. N. TOWERS. 1998. Antibacterial constituents of the nepalese herb. Centipeda minima. Phytochemistry. 47: 631−634. YAGI, A. 1997. Isolation and characterization of the glycoprotein fraction with aproliferationpromoting activity on human and hamster cells in vitro from Aloe vera gel. Planta Medica. 63(1): 18−21.
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Ada 2 jenis gel lidah buaya yaitu keringdan semi liqiuid, berapa kadar air dari kedua jenis gel tersebut?
2.
Perlakuannya tidak jelas, apakah bisa diprediksi perlakuan yang 0,5 dan 1,0?
3.
Bagaimana secara ekonomis?
Jawaban: 1.
Kadar airnya 99% dikeringkan dan dicampur dengan pollard tapi untuk semi likuid kadar airnya berubah tergantung hasil evaporasi.
2.
Di abstrak perlakuan tidak jelas bisa dilihat di poster (ada kontrol likuid dan semi likuid). Yang paling baik untuk pbb sehingga kontrol + antrakinon 1,0.
3.
Secara ekonomis memang mahal tapi dilihat dari segi kualitas yang tinggi terutama dari segi kesehatan (mengandung antibiotik) menguntungkan.
490