PENGARUH NAUNGAN DAN JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN LIDAH BUAYA (Aloe vera var. Chinensis)
ENDRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis ini yang berjudul : Pengaruh Naungan dan Jenis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan Lidah Buaya (Aloe vera var. chinensis) merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan dari Komisi Pembimbing saya, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 9 Mei 2006
Endriani P03500012
ABSTRAK ENDRIANI. 2006. Pengaruh Naungan dan Jenis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan Lidah Buaya (Aloe vera var. chinensis). Dibimbing oleh SUDIRMAN YAHYA dan SUDRADJAT. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari adaptasi tanaman lidah buaya terhadap naungan, pemberian berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman lidah buaya, interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang adaptasi lidah buaya pada kondisi cahaya rendah dan jenis pupuk kandang yang baik bagi pertumbuhan tanaman lidah buaya. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang Darmaga Bogor pada bulan September 2004 – Juni 2005 dengan ketinggian tempat penelitian 240 m dpl. Percobaan menggunakan rancangan faktorial dua faktor disusun dalam rancangan petak terbagi (Split Plot Design). Faktor pertama sebagai petak utama adalah naungan terdiri dari tiga taraf yaitu : tanpa naungan (N 0), naungan 50 % (N 1), naungan 75 % (N2) dan faktor kedua sebagai anak petak adalah jenis pupuk kandang terdiri dari empat jenis yaitu : tanpa pupuk (P 0), pupuk kandang ayam (P 1), pupuk kandang domba (P 2), pupuk kascing (P 3 ) dengan dosis masingmasing 2 kg/polibag dengan tiga ulangan. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis varian (anova) dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5 %. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian naungan pada awal tanam berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya. Pada umur lebih lanjut naungan nyata menekan pertumbuhan lidah buaya. Pertumbuhan dan hasil lidah buaya dipengaruhi oleh pupuk kan dang. Pupuk kandang ayam menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang domba, pupuk kascing dan kontrol. Interaksi antara naungan dan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, panjang pelepah, tebal pelepah, bobot basah total dan bobot pelepah ke 1-6. Kombinasi perlakuan tanpa naungan dengan pupuk kandang menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakuan dengan naungan 50 % dengan pupuk kandang, maupun pada naungan 75 % dengan pupuk kandang dan tanpa naungan tanpa pupuk kandang. Kombinasi tanpa naungan dengan pupuk kandang ayam menghasilkan pertumbuhan yang terbaik dibandingkan dengan jenis pupuk lainnya.
Kata kunci: Aloe vera var. chinensis, naungan dan pupuk kandang
ABSTRACT ENDRIANI. 2006. The effect of shading and stable manure on growth of Aloe vera var chinensis. Supervised by Sudirman Yahya and Sudradjat. The aimed of this reseach was to study the effect of shading, stable manure and their interaction on growth of Aloe vera var. chinensis. This reseach hopely will give information on the adaptation aloe vera on low light and better stable manure for growth aloe vera. The experiment was conducted at Cikarawang Experimental Farm of IPB from September 2004 to June 2005. The experiment was arranged on Split Plot Design, the main plot was shading (0 %, 50 % and 75 %) and the sub plot was the kinds of stable manure (control, chicken, sheep and casting) with three replications. Each treatment consisted of 12 plants. The results indicated that at the early growth, shading significantly increased plant growth. There was no interaction between shade and stable manure on parameters of leaf number, chloro phyl a, chlorophyl b and total chlorophyl. The shading combined with stable manure application significantly increased plant height, leaf length, leaf size, leaf area at the early growth. At the end this research without shading treatment (0 %) gave better growth. Those were showed on plant height and leaf length 4.9 % and 13.4 %, leaves number 9.8 %, leaf size 8.7 % and 25.8 %, and leaf area 6.0 % and 23.0 % higher compared 50 % shade and 75 % shade. The non-shade and chicken manure treatment combination gave the best growth. Key words: Aloe vera var. chinensis, shade and stable manur e
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bagansiapiapi pada tanggal 23 Oktober 1971 sebagai anak keenam dari sebelas bersaudara pasangan Bapak H. Miswardi dan Ibu Hj. Raimah Syam. Pendidikan formal dimulai pada tahun 1979 penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SD Negeri 03 Bagansiapiapi Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir hingga tahun 1985. Tahun 1985 penulis memasuki jenjang pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 02 Bagansiapiapi hingga tahun 1988. Tahun 1988 penulis melanjutkan ke SMU Negeri 01 Bagansiapiapi hingga tamat tahun 1991. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Universitas di Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning hingga tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diangkat sebagai sekretaris di Pusat Penelitian Universitas Lancang Kuning. Pada tahun 2000 sampai sekarang penulis bertugas sebagai dosen tetap di Fakultas Pertanian. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap pertumbuhan lidah buaya (Aloe vera var. chinensis)” dan dinyatakan lulus dalam ujian sidang pascasarjana pada 9 Mei 2006.
PENGARUH NAUNGAN DAN JENIS PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN LIDAH BUAYA (Aloe vera var. Chinensis)
ENDRIANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
@ Hak cipta milik Endriani, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,fotocopi,microfilm, dan sebagainya
Judul Nama mahasiswa NRP Program studi
: Pengaruh Naungan dan Jenis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan Lidah Buaya (Aloe vera var. chinensis) : Endriani : P03500012 : Agronomi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Yahya, MSc Ketua
Dr Ir. H. Sudradjat, MS Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Agronomi
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS
Tanggal ujian : 9 Mei 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc
Tanggal lulus :
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ayahanda tercinta H. Miswardi (alm) yang telah memberikan semangat dan dorongan untuk penulis melanjutkan pendidikan dan ibunda tercinta Hj. Raimah Syam atas doa, cinta dan kasih, motivasi dan materi yang senantiasa dicurahkan buat penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc, dan Bapak Dr. Ir. Sudradjat, MS., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga selesai tesis ini. 3. Bapak Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan mas ukan bagi penulis. 4. Pemerintah Provinsi Riau dan Rektor Universitas Lancang Kuning yang telah memberikan beasiswa dan izin sekolah sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan. 5. Karyawan Kebun Percobaan Cikarawang atas bantuan selama penelitian. 6. Buat H. Erdian Rizmadi, SPd, Erdiana BA, Erfienny Miza BA, Erfienti SSi, Endri Misra, SPd, Efriansyah, SSi, Efrianita, Erri Ervansyah, Ermiza Novwan, SE dan Ermi Desriza, Amd.kom, serta Rian, Yuniza, Rizal, Tia, Rina, Andi, Nisa dan Abi, atas dukungan dan semangatnya. 7. Adek-adekku di Pondok Rizq i atas kebersamaan dan dukungannya. Akhirnya mudah-mudahan tesis ini dapat berguna dalam pengembangan tanaman lidah buaya khususnya dan ilmu pengetahuan umumnya.
Bogor, 9 Mei 2006 Endriani
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
PENDAHULUAN.............................................................................................. Latar Belakang ............................................................................................... Tujuan ........................................................................................................... Hipotesis .........................................................................................................
1 1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5 Tanaman Lidah Buaya ................................................................................... 5 Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan ................................................... 7 Adaptasi Tanaman terhadap Cahaya............................................................. 9 Pupuk Kandang dan Peranan bagi Tanaman ................................................ 10 BAHAN DAN METODE ............................................................................ Tempat dan Waktu ......................................................................................... Bahan dan Alat .............................................................................................. Metode Penelitian.......................................................................................... Rancangan Percobaan ............................................................................ Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... Analisis Data ..........................................................................................
12 12 12 12 12 13 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... Hasil Penelitian ............................................................................................. Kondisi Umum....................................................................................... Respon Pertumbuhan Tanaman.............................................................. Pembahasan ................................................................................................... Pertumbuhan tanaman ............................................................................ Hasil Pelepah .......................................................................................... Mutu Pelepah .........................................................................................
16 16 16 17 30 30 37 42
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 44 Kesimpulan ................................................................................................... 44 Saran.............................................................................................................. 45 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 46 LAMPIRAN....................................................................................................... 54
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis asam amino yang terkandung dalam tanaman lidah buaya..............
6
2. Data iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Mei 2005 .....................
16
3. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman lidah buaya................................................................................................
17
4. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman lidah buaya ...............................................................................................
18
5. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya ...............................................................................................
21
6. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya................................................................................................
22
7. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap jumlah pelepah lidah buaya ...............................................................................................
23
8. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tebal pelepah lidah buaya................................................................................................
24
9. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap lebar pelepah lidah buaya................................................................................................
25
10. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot basah total pelepah lidah buaya...........................................................................
27
11. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot basah tiap pelepah lidah buaya ke ............................................................................
28
12. Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pelepah lid ah buaya .......................................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Data curah hujan bulan September 2004 – Juni 2005...............................
54
2. Hasil analisis tanah awal..........................................................................
55
3. Hasil analisis pupuk kandang ....................................................................
56
4. Hasil analisis tanah akhir ..........................................................................
57
5. Prosedur analisis klorofil pelepah lid ah buaya..........................................
58
6. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap tinggi tanaman pada 3 – 37 MST .............................................................
59
7. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST ........................................
60
8. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap jumlah pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST..........................................
61
9. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap tebal pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST .............................................
62
10. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap lebar pelepah lidah buaya pada 3 – 37 MST ............................................
63
11. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap bobot basah total tanaman lidah buaya pada 3 - 37 MST .................................. 64 12. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap bobot pelepah ke 1 – 6 tanaman lidah buaya pada 37 MST......................
65
13. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pelepah lidah buaya pada 37 MST ............................................................................................
66
PENDAHULUAN
Latar Belakang Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman sukulen yang dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik, makanan dan minuman. Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke pengobatan alami menyebabkan pemanfaatan lidah buaya sebagai suplemen dan pengobatan semakin maju sehingga mengakibatkan semakin beragamnya produk olahan lidah buaya. Gel yang diekstrak dari daun lidah buaya digunakan sebagai obat tradisional untuk perawatan eksternal maupun internal pada manusia dan hewan. Gel lidah buay a mengandung berbagai macam mineral, vitamin dan enzim yang berpotensi sebagai obat. Taryono dan Agus (2001) mengemukakan bahwa lidah buaya mengandung lebih dari 75 macam zat yang sangat diperlukan oleh tubuh dan aman untuk dikonsumsi. Lendir lidah buaya mengandung berbagai macam zat mineral yang sangat berguna untuk pertumbuhan tulang, pembentukan dan pergantian jaringan, pengaturan metabolisme dalam tubuh dan pengaturan urat syaraf (Sudarto, 1997). Lidah buaya juga bermanfaat untuk menurunkan panas, mengatasi peradangan, mengurangi gatal-gatal, membunuh bakteri penyebab infeksi, melebarkan pembuluh kapiler dan mempercepat penyembuhan luka (Tarigans, 2001). Berbagai manfaat dari lidah buaya dapat dirasakan oleh masyarakat menyebabkan kebutuhannya terus meningkat. Komarudin (2001) melaporkan pada tahun 2000 terdapat 60 perusahaan lokal menggunakan tepung lidah buaya dengan kebutuhan rata-rata 40 kg tepung/bulan dan total kebutuhan industrinya 28.8 ton tepung/tahun. Hanya sekitar 5 - 10 ton tepung/tahun saja yang dapat dipenuhi oleh perusahaan tepung lokal dari total kebutuhan tersebut, sisanya masih harus diimpor. Permintaan ekspor untuk produk tepung lidah buaya sebesar 57.6 ton/tahun dan tepung kulitnya mencapai 144 ton/tahun. Peningkatan kebutuhan baik di dalam dan di luar negeri mendorong budidaya lidah buaya dilakukan secara intensif pada lahan -lahan di bawah tegakan
2
tanaman tahunan sebagai tanaman sela dengan kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda di antaranya dengan naungan. Lidah buaya membutuhkan tempat yang terbuka sehingga pada kondisi tertentu cahaya akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan.
Peranan cahaya bagi tanaman terlihat jelas dalam proses
fotosintesis, cahaya akan ditangkap oleh klorofil untuk menghasilkan fotosintat melalui serangkaian reaksi kimia dan digunakan bagi pertumbuhan tanaman. Hasil fotosintesis juga digunakan untuk membangun struktur tubuh tanaman (Gardner, Pearce dan Mitchell, 1991). Naungan akan mengurangi intensitas radiasi surya dan berpengaruh terhadap perubahan suhu maksimum, suhu tanah dan kelembaban nisbi. Cahaya dan suhu akan menentukan kegiatan fisiologi, translokasi dan akumulasi asimilat (Gardner, et al, 1991). Hasil penelitian Las (1983) pada tanaman padi gogo menunjukkan bahwa besarnya proporsi naungan akan berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan. Tinggi tanaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi naungan, demikian juga jumlah anakan dan bobot kering tanaman kecuali indek luas daun yang tidak dipengaruhi oleh naungan. Harris (1999) menyatakan peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap naungan untuk memperoleh cahaya yang lebih tinggi atau optimasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Peningkatan luas daun ini menurut Halle dan Occurt (1987) sebagai upaya pengurangan penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Suhardi (2000) menyatakan karakter morfologi yang diduga berkaitan erat dengan toleransi terhadap naungan adalah karakter daun seperti : luas daun, ketebalan daun, tegakan dan bentuk daun. Pengaruh naungan pada tanaman lidah buaya penting dipelajari, mengingat ukuran daun (pelepah) yakni tebal, lebar dan panjang daun merupakan kriteria pelepah yang dapat dipasarkan. Selain pengaruh intensitas cahaya, tempat tumbuh juga merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan lidah buaya. Perbaikan terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah melalui pemupukan sangat diperlukan untuk
3
memacu pertumbuhan tanaman. Menurut Sudarto (1997) penambahan pupuk sangat diperlukan untuk penanaman lidah buaya di tanah mineral sehingga pemberian pupuk organik seperti pupuk kandang akan meningkatkan bahan organik tanah. Penelitian Kurnianingsih (2004) mendapatkan lidah buaya tumbuh baik pada kondisi tanah yang kaya bahan organik (gambut). Pupuk kandang sebagai pupuk organik berperan dalam menambah ketersediaan unsur hara, memperbaiki struktur tanah dan mendorong aktivitas jasad renik tanah, selain itu pupuk kandang juga mengandung unsur-unsur mikro (tembaga, mangan dan boron) yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Penguraian yang terjadi dalam pupuk kandang dapat mempertinggi humus. Menurut Stevenson (1994), Asmara dan Rahayu (2001) humus berwarna hitam kelam, berukuran koloidal pada tanah gambut dapat menyerap air 20 kali lipat berat sendiri sedangkan pada tanah mineral dapat memperbaiki struktur tanah dan porositas tanah, sebagai bahan perekat karena mengandung gugus karboksil dan hidroksil, mampu berikatan dengan ion-ion logam, tidak larut dalam air, sebagai bahan penyangga dan sebagai sumber hara tanaman. Tisdale et al (1995) menambahkan bahwa pupuk kandang yang diberikan ke dalam tanah dapat mensuplai nitrogen, meningkatkan P dan unsur mikro. Pupuk kandang juga dapat meningkatkan daya mengikat air, kelembaban tanah dan kadar CO2. Menurut Suhardjo (1993) pupuk organik dapat menetralisir sifat racun dari Al dan Fe. Kurnianingsih (2004) dan Tatipata (2005) menyatakan bahwa peningkatan pH tanah, menurunkan kejenuhan basa dan menurunkan KTK tanah dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman pada lahan gambut. Pemberian bahan organik seperti pupuk kandang diharapkan dapat menciptakan kondisi tanah yang remah dan gembur sehingga mendukung pertumbuhan tanaman lidah buaya mengingat perakarannya yang dangkal dengan tipe serabut dan berada di permukaan tanah. Atas dasar pemikiran tersebut maka dilakukan penelitian mengenai adaptasi lidah buaya terhadap naungan dan pemberian beberapa jenis pupuk kandang.
4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Mempelajari adaptasi tanaman lidah buaya terhadap naungan. 2. Mempelajari pemberian berbagai jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman lidah buaya. 3. Mempelajari interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya.
Hipótesis Hipótesis yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Perlakuan naungan sampai taraf tertentu belum menekan produksi dan kualitas pelepah lidah buaya. 2. Pengaruh pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya berbeda di antara jenis pupuk kandang. 3. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya berbeda dengan berbedanya pupuk kandang.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Lidah Buaya Tanaman lidah buaya (Aloe vera ) berasal dari Afrika. Aloe vera berasal dari kata Alloeh dalam bahasa Arab berarti sangat pahit, Vera berasal dari kata verus yang berarti betul-betul. Menurut Wahyono dan Koesnandar (2002), di Indonesia dikenal sebagai lidah buaya, di Malaysia disebut jadam dan di Prancis, Jerman dan lain-lain disebut Aloe. Aguilar dan Brink (1999), menyatakan terdapat tiga jenis lidah buaya yang umum dibudidayakan, yaitu : Curacao aloe ( Aloe barbadensis Miller), Cape aloe ( Aloe ferox Miller) dan Socotrine aloe ( Aloe chinensis Baker). Lidah buaya Pontianak dikategorikan sebagai Aloe vera chinensis Baker karena dideskripsikan oleh Baker pada tahun 1877. Ciri-ciri tanaman ini adalah bunga berwarna orange, pelepah berwarna hijau muda, pelepah bagian atas agak cekung, ber totol putih saat masih muda, mempunyai duri lunak di bagian pinggir, batang pendek dan akar tipe serabut yang pendek berada di sekitar permukaan tanah (Wahid, 2000; Wahjono dan Koesnandar, 2002). Daun lidah buaya mengandung cairan kuning (aloin) yang berlendir mencapai 30% (Duryatmo dan Raharjo, 1999). Hagen (2001) menambahkan bahwa daun lidah buaya mempunyai kandungan gizi yang sama dengan kandungan sayuran hijau lainnya. Secara kimia, lidah buaya terdiri dari 90% air, 4% karbohidrat dan sisanya terdiri atas mineral dan 17 macam asam amino (Kurnianingsih, 2004). Jenis kandungan asam amino lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Sudarto (1997) lidah buaya dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dengan ketinggian 0 – 1500 m dpl, keasaman (pH) yang diinginkan 5.5 - 6.0, suhu optimum berkisar 16 - 33°C, curah hujan 1000 - 3000 mm/tahun. Pada jenis tanah latosol, podsolik, andosol atau regosol dengan drainase yang baik tanaman dapat berproduksi secara maksimal (Balittro, 1986).
6
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan gambut (Kurnianingsih, 2004; Tatipata, 2005; Wasonowati, 2005 dan Wentasari , 2005).
Tabel 1. Jenis asam amino yang terkandung dalam tanaman lidah buaya
Jenis asam amino Kandungan (ppm)
Jenis asam amino
Kandungan (ppm)
Histidin
48.61
Methionina
26.54
Asam glutamat
41.68
Lisina
26.38
Prolina
38.18
Sistina
23.80
Serina
36.54
Valina
21.57
Asam aspartat
36.23
Treonina
21.45
Phenil alanina
35.98
Isoleusina
15.79
Glisina
33.62
Arginina
10.28
Alanina
31.29
Leusina
5.21
Tirosina
26.63
Sumber : Kurnianingsih (2004)
Tanaman ini merupakan tanaman serofit tahunan yang efisien dalam penggunaan air untuk pertumbuhannya sehingga dapat tumbuh di daerah basah atau kering dengan daya adaptasi yang tinggi (Sudarto, 1997). Berdasarkan metabolisme CO2 tanaman lidah buaya digolongkan sebagai tanaman CAM (Crassulaceae Acid Metabolism). Salisbury dan Ross (1995), Loveless (1991) bahwa tanaman CAM dapat memfiksasi CO2 pada malam hari dan melakukan fotosíntesis pada siang hari dengan stomata tertutup. Gardner et al (1991) menyatakan bahwa tanaman lidah buaya efisiensi dalam penggunaan air dengan cara menurunkan transpirasi lebih rendah dari fotosíntesis.
7
Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Pemberian naungan dilakukan untuk mengurangi intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Naungan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Darjanto (1983), naungan bukanlah faktor yang berdiri sendiri tetapi pengaruhnya terdiri dari berbagai faktor seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban.
Cahaya Selain curah hujan, unsur cuaca dan iklim yang sangat penting dalam sistem produksi tanaman adalah cahaya dan suhu. Variasi lingkungan yang berhubungan dengan perubahan dari variabel diatas dapat mempengaruhi produktifitas tanaman. Radiasi surya merupakan sumber energi utama bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman berhubungan erat dengan jumlah total radiasi surya yang diterima oleh tanaman (Buhr dan Sinclair, 1998). Cahaya yang sampai ke tanaman mempengaruhi tanaman dalam tiga hal yaitu mempengaruhi : (a) laju pertumbuhan; (b) laju transpirasi; (c) pada titik kritis pertumbuahan cahaya yang tinggi dapat menyebabkan terbakar (Squire, 1993). Januwati dan Muhammad (1997) menambahkan pengaruh intensitas penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman lebih besar dibanding pengaruh dari perubahan dalam mutu penyinaran. Menurut Gardner et al. (1991), cahaya yang diserap selama siang hari oleh permukaan tanaman budidaya dibagi dalam beberapa kegiatan :75 % - 85 % digunakan untuk menguapkan air, 5 % - 10 % menjadi cadangan bahang dalam tanah, 5 % - 10 % lainnya menjadi bahan pertukaran bahan dengan atmosfir bumi melalui proses konveksi dan 1 % - 5 % berfungsi dalam proses fotosintesis. Pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pemberian naungan 50% merupakan intensitas cahaya terbaik untuk pertumbuhan dan hasil (Evita, 2000). Penambahan cahaya empat jam pada umur 30 hari setelah tanam memberikan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman mentha yang terbaik (Rosman et al., 2004). Pemberian naungan sebelum dan sesudah pembungaan
8
menghasilkan jumlah biji pertangkai dan berat biji gandum varietas lumai 22 lebih rendah dibandingkan varietas yannong 15 (Wang et al., 2003).
Suhu Faktor lingkungan lain yang penting
dapat mempengaruhi produksi
tanaman adalah suhu. Suhu ekstrim di lahan dapat membatasi tipe-tipe tanaman yang dapat tumbuh dan waktu tanam yang sesuai untuk tumbuh. Suhu yang lebih hangat dan meningkat hingga optimum menyebabkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Buhr dan Sinclair, 1998). Laju perkembangan tanaman berkorelasi tin ggi dengan suhu. Jumlah buku, tinggi tanaman, dan laju perkembangan lainnya berkorelasi positif dengan akumulasi panas daripada dengan fotosintesis (Boote dan Gardner, 1998). Tanaman Gloxinia yang tumbuh dalam stadia vegetatif dan generatif berada di lingkungan dataran rendah lebih cepat berbunga dibandingkan dengan tanaman Gloxinia yang stadia vegetatif dimodifikasi lingkungan dataran tinggi dan dan stadia generatifnya modifikasi lingkungan dataran rendah (Sanjaya, Prasetio, Sutater, 1992).
Kelembaban Chang (1968) mengemukakan bahwa kelembaban nisbi yang tinggi memberikan dua pengaruh terhadap tanaman : 1) uap air yang terdapat diudara dapat diserapnya, 2) meningkatkan laju fotosintesis sehingga laju pertumbuhan meningkat akibat pertumbuhan akar dan efisiensi penyerapan air lebih baik. Kelembaban udara yang rendah dapat meningkatkan kehilangan kandungan air tanaman akibat evaporasi melebihi kapasitas tanaman untuk menggantikannya dengan air yang ada, sehingga akan terjadi pelayuan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hasil pembibitan dipercepat pertumbuhannya
ketika dilakukan pada ruang yang dirancang spesifik dimana kelembaban relatif dipertahankan pada level 65% dan faktor-faktor lingkungan lainnya dikontrol pada level optimum (Esmay dan Dixon, 1986). Pertumbuhan Blue Blazer
9
ageratum, Pink Cascade petunia dan semaian. Double Eagle marigold dapat meningkat dua sampai lima kali lipat bila kelembaban relatif ditingkatkan dari 40% menjadi 65% pada suhu 18 oC di malam hari dan 24 oC pada siang hari. Namun demikian peningkatan kelembaban relatif sampai 90% tidak berpengaruh nyata pada kultivar -kultivar tersebut. Kelembaban nisbi = 70% memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan dan mutu planlet kelapa sawit di prapembibitan (Subronto, 1997).
Adaptasi Tanaman terhadap Cahaya Tanaman yang mendapat cekaman cahaya dapat menyebabkan energi cahaya yang diabsorbsi lebih besar dari pada energi yang digunakan dalam fotosintesis dan berpengaruh terhadap pigmen -pigmen klorofil. Hasil penelitian Adams et al. (1996) menyatakan bahwa rasio klorofil a/b tanaman Crassula argentea pada kondisi naungan menunjukkan angka lebih kecil dari pada tanpa naungan. Hasil penelitian Allard, Nelson dan Pallardi, (1991); Kephard, Buxton and Taylor, (1992), memperlihatkan bahwa rumput-rumputan merespon naungan dengan mengurangi bahan kering untuk mempertahankan luas daun, panjang batang dan pertumbuhan akar. Lukitariati et al. (2000) yang melakukan penelitian pada tanaman manggis mendapatkan pertumbuhan semai manggis yang lebih baik dengan naungan daripada tanpa naungan. Secara genetik tanaman yang tahan terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan (Mohr dan Schoofer, 1995). Berdasarkan hal di atas maka Smith (1983) mengelompokkan tanaman menjadi tiga bagian yaitu : tanaman suka cahaya (sun plant), tanaman suka naungan (shade plant) dan tanaman toleran naungan. Levitt, (1980) menambahkan ada dua mekanisme adaptasi tanaman terhadap
cekaman
lingkungan yakni mekanisme penghindaran (avoidance) dan mekanisme toleransi (tolerance).
10
Tanaman di bawah naungan biasanya menunjukkan perubahan morfologi anatomi dan fisiologi sebagai respon adaptasi terhadap penyinaran (Hidema et al, 1992). Karakter morfologi dan anatomi yang berkaitan dengan toleransi naungan adalah karakter daun seperti luas daun, ketebalan daun dan bentuk daun (Sahardi, 2000) dan tangkai bunga (Widiastoety, Prasetio dan Solvia, 2000).
Daun
cenderung menjadi lebih tipis dan lebih luas ( Fitter dan Hay, 1991), Taiz dan Zeiger, (1991) mengemukakan bahwa penipisan daun ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah dan ukuran sel palisade, di mana sel-selnya mengecil sehingga hanya berbeda sedikit ukurannya dengan sel bunga karang. Sebaliknya kondisi terang, sel-sel palisade lebih panjang dibandingkan sel-sel bunga karang. Selain itu daun-daun yang ternaungi memiliki sel-sel spongi (bunga karang) yang bentuknya tidak beraturan. Hal ini menyebabkan banyaknya rongga udara dan air yang terbentuk. Akibatnya pancaran cahaya menjadi baik dan mempertinggi jumlah cahaya yang bisa mencapai sel Karakter fisiologi tanaman yang dipengaruhi oleh naungan antara lain : kandungan karbohidrat pada fase pembungaan menurun, N terlarut pada buku padi dan N total pada daun dan batang meningkat (Chaturvedi, 1996; Supriyono, 1999; Soverda, 2002).
Pupuk Kandang dan Peranannya bagi Tanaman Pupuk dalam pertanian modern digunakan untuk menyediakan hara tanaman, agar diperoleh hara tanaman pada tingkat yang cukup, membantu tanaman bertahan pada kondisi cekaman, untuk mengelola kesuburan tanah yang optimum dan meningkatkan kualitas tanaman. Pupuk yang sering digunakan dalam pertanian ada dua macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari perubahan atau penguraian bagian tanaman atau hewan. Salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan adalah pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air seni, amparan dan sisa makanan ternak (Soepardi, 1983), komponen utama adalah kotoran padat dan air seni.
11
Menurut Abdulrachman et al (2001), pengaruh pupuk kandang terhadap sifat fisik tanah adalah menurunkan berat isi tanah, meningkatkan permeabilitas air tanah, dan peningkatan bahan organik tanah. Selanjutnya Simanjuntak (1997); Leomo (1998) menyatakan pupuk kandang dapat meningkatkan total pori tanah, air tersedia dan kemantapan agregat tanah. Pupuk kandang mempunyai susunan kimia yang berbeda- beda dari satu tempat ke tempat lain tergantung jenis ternak, umur dan keadaan ternak, sifat dan jumlah amparan, cara penanganan penyimpanan sebelum digunakan (Soepardi, 1983), jenis pakan (Tisdale dan Nelson, 1995). Penelitian Santoso (2003) pada tanaman lidah buaya menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun. Urnemi (2003) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P dan herbal dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, luas daun dan bobot basah tanaman jinten. Melati dan Andriyani (2005) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang ayam dosis 10t/ha meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi kedelai organik. Sudiarto et al (2002), aplikasi pupuk kandang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, bobot basah tanaman dan bobot basah daun katuk. media organik PHC (peanut husk charcoal) menghasilkan luas daun tanaman mentimun terbaik (Chulaka et al., 2004).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Cikarawang IPB
Darmaga,
Bogor terletak pada ketinggian 240 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah Latosol Darmaga.
Penelitian telah dilaksanakan mulai bulan
Oktober 2004
sampai Juni 2005.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit tanaman lidah buaya (Aloe vera var chinensis Baker) berasal dari pertanaman lidah buaya yang ada di Kebun Percobaan Cikarawang, dengan ukuran tinggi 20 – 25 cm dan telah berpelepah 5 – 6 buah. Sebagai wadah media tumbuh adalah polibag ukuran 40 cm x 40 cm. Naungan menggunakan paranet 50 % dan 75 %. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang ayam, pupuk kandang domba dan pupuk kascing. Pupuk dasar adalah N dari Urea,
P2O 5 dari SP-36, K2O dari KCl.
Pencegahan hama dan penyakit menggunakan fungisida Dithane M-45 dan Benlate. Bahan untuk analisis kimia adalah Aseton. Alat yang digunakan adalah jangka sorong, penggaris, pisau, timbangan analitik, pH meter dan spektrophotometer UV VIS.
Metode Penelitian Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial dua faktor yang disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan tiga ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah naungan (N) terdiri dari tiga taraf yaitu : tanpa naungan (N0 ), naungan 50 % (N 1), naungan 75 % (N 2) dan faktor kedua sebagai anak petak adalah jenis pupuk kandang (P) terdiri dari empat jenis yaitu : tanpa pupuk (P 0), pupuk kandang ayam (P 1), pupuk
13
kandang domba (P 2), pupuk kascing (P 3 ) dengan dosis masing - masing dua kg/polibag. Model linier aditif dari Rancangan Split Plot menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) sebagai berikut : Yijk Ket
:
= µ + Bi + Nj + γij + Pk + (NP)jk + ε ijk i = 1, 2, 3 (ulangan) j = 1, 2, 3, (naungan) k = 1, 2, 3, 4 (jenis pupuk kandang)
Yijk
= nilai pengamatan pengaruh naungan ke-j, jenis pupuk kandang ke-k, dan ulangan ke-i.
µ
= nilai tengah.
Bi
= pengaruh Blok ke-i.
Nj
= pengaruh naungan ke-j.
γij
= pengaruh galat yang muncul pada naungan ke-j, ulangan ke-i.
Pk
= pengaruh jenis pupuk kandang ke-k.
(NP)jk = pengaruh interaksi antara naungan ke-j dan jenis pupuk kandang ke-k. ε ijk
= pengaruh galat anak petak, nau ngan ke-j dan jenis pupuk kandang ke-k pada ulangan ke-i.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan. Terlebih dahulu diambil contoh tanah untuk dianalisis, meliputi : hara makro (N, P, K, Ca dan Mg), C-organik dan kemasaman tanah. Analisis dilakukan oleh Laboratorium Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Selanjutnya lahan dibersihkan dari vegetasi dan sampah yang ada di sekitarnya dan diratakan. Pembuatan naungan dan persiapan media. Naungan dibuat dengan sistem para-para dengan ukuran 7 m x 7 m dengan tinggi dua meter dan disusun sesuai dengan pengacakan perlakuan. Polibag diisi media tanah dan pupuk kandang sesuai dengan perlakuan sehingga bobot akhirnya menjadi 5 kg,
14
kemudian disusun dalam naungan dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm dan jarak antar ulangan satu meter dan dibiarkan selama seminggu. Penanaman. Lidah buaya ditanam sampai kedalaman 20 cm dalam polibag
yang
telah
diberi
perlakuan
dalam
naungan
dengan
cara
membenamkannya. Sebelum ditanam akar bibit lidah buaya direndam dulu dalam fungisida Benlate untuk menghindari serangan jamur. Bersamaan dengan itu dilakukan juga pemupukan NPK standar yaitu berupa pupuk Urea 20 gram, SP36 10 gram dan KCl 10 gram/tanaman. Pemeliharaan tanaman. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan areal di sekitar polibag dan didalam polibag dari gulma yang tumbuh yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman lidah buaya. Penyiangan dilakukan secara menual dengan cara mencabut gulma yang tumbuh dan dilakukan jika dibutuhkan. Bersamaan dengan itu dilakukan juga penyulaman untuk menggantikan tanaman yang mati atau pertumbuhan yang tidak baik dengan tanaman baru yang merupakan tanaman pinggir. Penyulaman dilakukan mulai 1 – 3 minggu setelah tanam. Penyiraman dilakukan dua hari sekali pada awal tanam selama sebulan dengan asumsi tidak turun hujan. Selanjutnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pengendalaian penyakit tanaman dengan menggunakan Dithane M-45 dan dilakukan bila diperlukan. Pemisahan anakan dilakukan bila anakan sudah mulai keluar, dilakukan dengan cara mencabut anakan dari induknya dan ditanam ke tempat lain untuk digunakan sebagai bibit baru. Pemisahan dilakukan agar anakan tidak mengganggu tanaman induk, sehingga induk dapat tumbuh tanpa tersaingi. Pengamatan. Pengamatan terdiri dari parameter pertumbuhan dan analisis kimia. Peubah pertumbuhan yang diamati meliputi : 1. Tinggi tanaman (cm)
: diukur dari pangkal batang hingga ujung
pelepah terpanjang. Pengamatan dilakukan mulai dari 3 – 32 MST dengan interval waktu dua minggu sekali pada tanaman contoh diambil secara acak tiap satuan percobaan.
15
2. Pertumbuhan pelepah : pengamatan dimulai dari 3 – 32 MST dengan interval waktu dua minggu sekali dilakukan pada tanaman sampel yang diambil secara acak sebanyak 6 sampel tiap satuan percobaan. Pengamatan meliputi : a. Jumlah pelepah (helai) : dilakukan dengan menghitung jumlah pelepah yang terbentuk. b. Panjang pelepah (cm) : pengukuran dimulai dari berkas pertautan pelepah sampai ujung pelepah terpanjang, diukur dengan menggunakan meteran. c. Lebar pelepah (cm) : pengukuran dilakukan pada bagian terlebar pelepah terpanjang dengan jarak 5 cm dari pertautan pelepah dengan menggunakan jangka sorong. d. Tebal pelepah (cm) : pengukuran dilakukan pada bagian terlebar pelepah terpanjang dengan jarak 5 cm dari pertautan pelepah dengan menggunakan jangka sorong. 3. Bobot basah pelepah (g) : dengan cara ditimbang pelepah pada saat panen yang diambil secara acak dari masing-masing sampel percobaan. Panen dilakukan pada 37 MST. Parameter kimia yang diamati adalah kandungan klorofil pelepah dimana tanaman sampel yang diambil adalah pelepah yang terpanjang.
Analisis data Data yang didapat dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam, apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Kondisi Umum Struktur tanah di lahan percobaan adalah lempung liat berpasir dengan derajat kemasaman 4.7, cukup sesuai dengan syarat tumbuh tanaman lidah buaya. Selama penelitian berlangsung suhu rata-rata 31.5 oC, kelembaban rata-rata 85.7 %, radiasi surya rata-rata 9.04 MJ/m2/hari dan curah hujan rata-rata 454 mm/bulan. Data iklim mikro di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Mei 2005 Unsur iklim 0
Suhu C
RH (%)
Intensitas (Lx)
Waktu 07.30 12.00 15.00 07.30 12.00 15.00 07.30 12.00 15.00
Naungan (%) 0 24 29 26 90 69 71 67.75 317 75.35
50 24 28 24 92 70 72 30 249 34
75 24 28 22 94 71 76 12.7 137 14
Data yang didapat dari hasil pengamatan terhadap iklim mikro ini tidak dianalisis secara statistik. Suhu udara, kelembaban nisbi dan intensitas cahaya di bawah naungan lebih rendah dibandingkan dengan intensitas cahaya di luar naungan. Adanya perbedaan suhu udara, kelembaban nisbi udara di bawah berbagai tingkat naungan disebabkan oleh perbedaan jumlah intensitas cahaya yang sampai di bawah naungan.
17
Respon Pertumbuhan Tanaman Tinggi tanaman. Hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 6) menunjukkan bahwa naungan dan jenis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman lidah buaya selama pengamatan sedangkan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman terjadi pada 5, 7, 29 MST. Hasil uji lanjut interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 3 dan pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Interaksi yang nyata menunjukkan bahwa pengaruh jenis pupuk kandang berbeda pada taraf naungan yang berbeda. Tabel 3. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman lidah buaya pada umur 5, 7 dan 29 MST (cm)
Pengamatan minggu ke 5 MST
7MST
29 MST
Naungan (%) Pupuk kandang
0
50
75
Kontrol
25.56cde
25.48cde
24.72e
Ayam
27.05ab
27.08ab
27.44a
Domba
26.52abc
26.80ab
26.44abc
Kascing
26.19bcd
26.25bcd
25.25de
Kontrol
25.92de
26.44de
25.38e
Ayam
29.47b
31.41a
29.41b
Domba
28.94bc
29.58b
27.05de
Kascing
26.97de
27.55cd
25.97de
Kontrol
44.28f
41.76fg
38.75h
Ayam
66.03a
61.52b
54.43c
Domba
60.38b
54.12c
52.18cd
Kascing
50.53de
48.63e
39.97gh
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom, baris dan minggu yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Tabel 4. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tinggi tanaman lidah buaya (cm)
Minggu Setelah Tanam (MST)
Perlakuan 3
9
11
13
15
40.17b
43.52a
17
19
21
23
25
27
31
33
35
37
53.66a
56.69a
57.38a
58.37a
59.41a
Naungan (%) 0
25.62a 29.53b 36.43a
45.77a 47.35a 48.53a 50.42a 52.06a
50
24.69 b 31.36a 37.60a 41.65a 43.72a 45.68a 46.31a 47.90a 48.82b 49.89b
50.81b 52.70b 53.52b 54.70b
56.33b
75
24.46c 29.16b 34.06b 37.47c 39.73b 40.96b 42.34b 43.33b 44.61c 44.95c
45.47c
49.69c
50.18c
47.32c
48.12c
Pupuk kandang Kontrol
24.04d 27.10c 31.28 d 33.80d 35.11d 36.29d 37.15d 38.09d 39.02d 39.72d
40.66d 41.95d 42.93d 44.20d
44.15d
Ayam
25.63a 32.45a 40.17a 45.05a 48.62a 51.45a 53.58a 55.65a 57.42a 58.68a
59.66a
65.34a
66.42a
Domba
25.37b 31.61a 38.20b 42.47b 45.38b 47.18b 48.27b 49.97b 51.45b 52.99b
53.92b 57.23b 58.18b 59.15b
61.25b
Kascing
24.66c 28.90b 34.47c 37.74c 40.18c 41.63c 42.34c 42.66c 43.91c 44.48c
45.68c
49.03d
62.83a
46.94c
63.58a
47.33c
48.31c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada jenis perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
18
19
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa pengaruh naungan berbeda dengan berbedanya jenis pupuk kandang. Pada 5 MST, tinggi tanaman lidah buaya yang terbaik diperoleh pada naungan 75 % yang diberi pupuk kandang ayam, pengamatan 7 MST terdapat pada naungan 50 % diberi pupuk kandang ayam dan pengamatan 29 MST, tanpa naungan yang diberi pupuk kandang ayam. Naungan dan jenis pupuk kandang masing-masing sangat nyata menurunkan tinggi tanaman lidah buaya. Dari Tabel 4 pada pengamatan 37 MST dapat diketahui bahwa tinggi tanaman lidah buaya tertinggi terdapat pada naungan 0 % (tanpa naungan) meningkat sebesar 13.5 % dibandingkan pada naungan 75 %. Dan pengaruh pupuk yang tertinggi pada pupuk ayam, sangat nyata meningkatkan tinggi tanaman lidah buaya sebesar 35.8 % dibandingkan dengan kontrol. Panjang pelepah. Hasil sidik ragam yang disajikan pada Tabel Lampiran 7 menunjukkan bahwa naungan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang pelepah lidah buaya selama pengamatan kecuali pada 5 MST tidak nyata. Jenis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap panjang pelepah lidah buaya selama pengamatan sedangkan interaksi keduanya berpengaruh
nyata terhadap panjang
pelepah lidah buaya pada 7, 13, 15, 17, 19, 23, 25, 27, 29 MST. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap panjang pelepah disajikan pada Tabel 5. Sedangkan pengaruh naungan dan pupuk kandang disajikan pada Tabel 6. Tabel 5 menunjukkan bahwa panjang pelepah lidah buaya memberi tanggap yang berbeda terhadap naungan dan jenis pupuk kandang mulai dari 7 MST – 29 MST. Pada 7 MST panjang pelepah yang tertinggi diperoleh pada naungan 50 % diberi pupuk kandang ayam dan naungan 0 % diberi pupuk kandang ayam pada pengamatan 29 MST. Pada kombinasi ini panjang pelepah lidah buaya meningkat sebesar 21 % (7 MST ) dan 34 % (29 MST) dibandingkan dengan kontrol. Pada pengamatan 37 MST naungan nyata menurunkan panjang pelepah, hal ini jelas terlihat pada penurunan panjang pelepah sebesar 4.9 % pada naungan 50 %
20
dan 13,4 % pada naungan 75 % dibandingkan dengan tanpa naungan. Pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan tinggi tanaman. Pemberian pupuk kandang ayam memberikan panjang pelepah tertinggi meningkat 35.8 % dibandingkan kontrol. Jumlah pelepah.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa naungan
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah pelepah selama pengamatan, sedangkan pada 7, 9, 11 MST berpengaruh tidak nyata dan jenis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah pelepah lidah buaya selama pengamatan. Interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata selama pengamatan (Tabel Lampiran 8). Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap jumlah pelepah lidah buaya selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah pelepah yang dihasilkan berbeda pada semua taraf naungan. Pada pengamatan 13 – 15 MST naungan nyata meningkatkan jumlah pelepah lidah buaya, dimana jumlah pelepah tertinggi diperoleh pada naungan 50 %.
Pada pengamatan selanjutnya naungan nyata menurunkan
jumlah pelepah, hal ini dapat dilihat pada penurunan jumlah pelepah sebesar 9.8 % pada perlakuan naungan 75 % dibandingkan tanpa naungan. Pengaruh jenis pupuk kandang berbeda diantara pupuk kandang lainnya. Pupuk kandang ayam memberikan hasil yang tertinggi, meningkat sebesar 35.4 % dan berturut-turut diikuti pupuk kandang domba 24.0 % dan pupuk kascing kandang.
10.8 % dibandingkan tanpa pupuk
Tabel 5. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya (cm)
Perlakuan
Minggu Setelah Tanam (MST) 7
Naungan (%) 0
50
75
13
15
17
19
23
25
27
29
Pupuk kandang Kontrol
25.92de
34.06d
35.10f
36.61e
37.01d
38.62e
39.33f
40.37e
40.58f
Ayam
28.60b
41.45b
45.40ab
47.68ab
50.51a
53.66a
54.78a
55.63a
56.08a
Domba
28.37b
41.17b
43.58bc
45.56bc
46.47b
50.30b
50.54b
51.37b
52.43b
Kascing
26.80
37.18c
39.82e
41.10d
41.73c
42.93d
44.47de
44.87d
45.31e
Kontrol
25.84de
32.91d
33.98fg
34.84ef
35.15de
35.56f
37.15fg
37.51f
38.33g
Ayam
31.30a
44.48a
47.07a
49.92a
50.94a
52.68ab
53.77a
54.14a
54.26ab
Domba
28.23bc
41.65b
43.73bc
44.53c
45.00b
46.27c
46.65cd
47.22c
47.77cd
Kascing
27.12bcd
38.99bc
40.15de
41.22d
41.61c
42.52d
42.93e
43.30d
43.66e
Kontrol
25.30e
29.65e
32.17g
32.48f
33.42e
34.30f
34.67h
35.18g
35.58h
Ayam
28.41b
40.98b
42.48cd
44.80c
45.86b
46.77c
47.26
47.78c
48.18c
Domba
26.47de
38.80bc
40.48de
41.33d
42.45c
44.00cd
44.57de
44.88d
45.61de
Kascing
25.86de
32.80d
33.72fg
35.00e
35.84de
36.73ef
36.90gh
37.30fg
37.68gh
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
21
Tabel 6. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya (cm)
Minggu Setelah Tanam (MST)
Perlakuan 3
5
9
11
21
31
33
35
37
Naungan (%) 0
25.62a
26.33
28.60b
35.15a
44.99a
50.96a
50.43a
51.05a
51.71a
50
24.72b
26.32
30.65a
36.14a
43.52a
46.78b
47.22b
48.20b
49.18b
75
24.46c
25.85
28.11b
32.98b
40.05b
42.32c
43.05c
44.13c
44.82c
Kontrol
24.04d
25.14d
26.59c
30.20c
35.39d
38.88d
39.64d
40.90d
41.23d
Ayam
25.63a
27.19a
31.36a
38.49a
50.35a
53.95a
54.54a
55.10a
56.00a
Domba
25.41b
26.45b
30.57a
37.09a
45.53b
59.32b
50.16b
50.95b
52.20b
Kascing
24.66c
25.89c
27.96 b
33.26 b
40.14c
44.58c
43.27c
44.22c
44.86c
Pupuk kandang
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada jenis perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
22
Tabel 7. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap jumlah pelepah lidah buaya (helai)
Perlakuan
Minggu Setelah Tanam (MST) 11
13
15
17
19
21
23
25
12.25a
27
29
31
33
35
37
Naungan (%) 0
8.97
10.22a
10.88a
11.52a 11.91a
11.84a
11.70a 12.33a
13.02a
13.65a
14.19a 14.38a
50
9.40
10.41a
11.01a
11.22a 11.34b 11.62b 11.80a
12.22b 12.37a
12.75a
13.29a
13.54b 13.95b 14.11b
75
9.16
9.62b
9.95b
10.30b 10.55c
10.65c
10.77b 11.01c 11.33b 11.58b 11.98b 12.36c 13.05c
14.75a
13.31c
Pupuk kandang Kontrol
8.50d
9.12d
9.77d
10.00d 10.05d 10.33d 10.50d 10. 70d 10.90d 11.09d 11.25d 11.50d 11.88d 12.03d
Ayam
9.75a
10.92a
11.53a
11.85a 12.18a
Domba
9.44b
10.46b 10.88b 11.37b 11.62b 11.88b 11.77b 12.01b 12.46b 13.00b 13.18b 14.22b 14.64b 14.92b
Kascing
9.01c
9.83c
10.27c
10.85c 11.22c
12.37a
11.44c
12.22a
11.41c
12.68a 13.05a
11.18c 11.62c
13.72a
12.00c
14.31a
12.51c
14.96a 15.59a
12.77c 13.07c
15.94a
13.33c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada jenis perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
23
24
Tebal pelepah. Hasil sidik ragam Tabel Lampiran 9 menunjukkan bahwa naungan dan jenis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tebal pelepah lidah buaya selama pengamatan sedangkan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata pada 9, 13,15 17, 19 MST. Interaksi naungan dengan jenis pupuk kandang terhadap tebal pelepah disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap tebal pelepah lidah buaya pada 9, 13, 15, 17 dan 19 MST (cm) Pengamatan minggu ke
Naungan (%) Pupuk kandang
0
50
75
9 MST
Kontrol Ayam Domba Kascing
1.08d 1.27b 1.16cd 1.13cd
1.10d 1.52a 1.31b 1.22bc
0.93e 1.27b 1.12cd 0.94e
13 MST
Kontrol Ayam Domba Kascing
1.21ef 1.48b 1.43bc 1.34cd
1.15f 1.58a 1.40bc 1.27de
0.94h 1.35cd 1.24ef 1.01g
15 MST
Kontrol Ayam Domba Kascing Kontrol Ayam Domba Kascing
1.26de 1.55a 1.45b 1.38bc 1.28 f 1.57 ab 1.49 bc 1.40 cde
1.17e 1.59a 1.42b 1.31cd 1.18 g 1.61 a 1.43 cd 1.34 def
0.96g 1.37bc 1.26de 1.07f 0.97 i 1.38 de 1.30 ef 1.08 h
Kontrol Ayam Domba Kascing
1.30e 1.57a 1.54ab 1.30cde
1.20f 1.62a 1.46bc 1.36
1.00g 1.42cd 1.33de 1.10f
17 MST
19 MST
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom, baris pada pengamatan minggu yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%
25
Tebal pelepah yang diukur pada umur 9,13, 15, 17 dan 19 MST tampak bahwa pada tiap jenis pupuk kandang terjadi perbedaan yang nyata antara tanaman di bawah naungan dengan tanaman tanpa naungan. Pemberian naungan pada berbagai jenis pupuk kandang jelas pengaruhnya pada tebal pelepah, dilihat dari tebal pelepah dari pertanaman pada kombinasi perlakuan naungan 50 % yang diberi pupuk kandang ayam mempunyai nilai tertinggi yaitu meningkat 5.0 % dibandingkan pada naungan 75 % diberi pupuk kascing pada umur 19 MST. Selanjutnya pengamatan pada umur 37 MST (akhir pengamatan) tebal pelepah tanaman tanpa naungan lebih baik pada semua jenis pupuk kandang. Tebal pelepah tanpa naungan meningkat sebesar 23.0 % dibandingkan pada naungan 75 %. Perlakuan pupuk kandang berbeda nyata dengan pupuk kandang lainnya, pupuk kandang ayam mempunyai nilai tertinggi meningkat 37.4 % diantara semua jenis pupuk kandang. Lebar Pelepah. Hasil sidik ragam Tabel Lampiran 10 menunjukkan bahwa naungan dan jenis pupuk kandang masing-masing berpengaruh sangat nyata terhadap lebar pelepah lidah buaya selama pengamatan. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap lebar pelepah lidah buaya disajikan pada Tabel 9. Hasil pengamatan pada
umur lebih lanjut (37 MST) lebar pelepah lidah
buaya tanpa naungan lebih baik pada semua jenis pupuk kandang. Lebar pelepah lidah buaya tanpa naungan meningkat 9,7 % dan 25.8 % dibandingkan pada naungan 50 % dan 75 %. Perlakuan pupuk kandang ayam mempunyai nilai tertinggi diantara semua jenis pupuk kandang meningkat sebesar 71.4 % dibandingkan kontrol.
Tabel 9. Pengaruh naungan dan jenis pupuk kandang terhadap lebar pelepah lidah buaya (cm)
Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
37
Naungan (%) 0
2.09b 2.58b
2.72b 2.97b
3.76b 4.09b 4.40a
4.82a
5.00a
5.31a
5.78a
6.17a
6.61a
7.60a
50
2.28a
2.91a
3.15a
3.68a
3.99a
4.24a
4.52a
4.75a
5.02a
5.25a
5.54a
5.79b
5.99b
6.87b
75
2.25a
2.51b
2.61b 2.95b
3.23c
3.38c
3.69b 3.90b
3.97b 4.21b 4.49b 4.67c
4.90c
5.64c
Pupuk kandang Kontrol
2.10c
2.44c
2.52d 2.81d
3.05d 3.12d 3.16d 3.31d
3.45d 3.59d 3.83d 4.10d
4.27d
4.98d
Ayam
2.31a
2.85a
3.13a
4.29a
6.18a
7.20a
7.53a
8.56a
Domba
2.23b 2.75ab 2.92b 3.41b
3.96b 4.30b 4.70b 4.98b
5.12b 5.51b 5.86b 6.14b
6.41b
7.49b
Kascing
2.18b 2.63b
3.36c
3.91c
5.13c
5.79c
2.74c
3.55a
3.01c
4.71a
3.49c
5.33a
3.62c
5.83a
3.84c
6.54a
4.06c
6.90a
4.48c
4.73c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada jenis perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
26
27
Bobot basah total tanaman. Hasil sidik ragam Tabel Lampiran 11 menunjukkan bahwa naungan, jenis pupuk kandang serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap bobot total tanaman lidah buaya. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot total tanaman lidah buaya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot basah total tanaman lidah buaya pada 37 MST (g) Naungan (%) Pupuk kandang
0
50
75
858.05ef
683.77ef
365.27f
Ayam
4561.16a
3649.83b
2239.94c
Domba
3760.22b
2507.83c
1610.16d
Kascing
1655.11d
1245.55de
599.44f
Kontrol
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.
Naungan berpengaruh nyata terhadap bobot basah total pada tanaman yang diberi pupuk kandang, terutama pupuk kandang ayam dan pupuk kandang domba. Tanpa pemberian pupuk kandang tanaman tidak memberikan tanggap terhadap perbedaan taraf naungan. Pemberian naungan nyata menurunkan pertumbuhan pada tanaman yang mendapatkan pupuk kandang terutama pupuk kandang ayam dan pupuk kandang domba. Bobot basah total tertinggi diperoleh pada tanaman dengan perlakuan pupuk kandang ayam, diikuti berturut-turut pada perlakuan pupuk kandang domba dan pupuk kascing.
28
Bobot basah pelepah. Hasil sidik ragam
pada Tabel Lampiran 11
menunjukkan bahwa naungan, jenis pupuk kandang dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah pelepah lidah buaya. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot basah pelepah lidah buaya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Interaksi naungan dan jenis pupuk kandang terhadap bobot basah tiap pelepah lidah buaya pada 37 MST (g) Bobot pelepah ke1
2
3
4
5
6
Naungan (%) Pupuk kandang Kontrol Ayam Domba Kascing
0 133.33ef 455.77a 390.22b 211.83d
50 101.05efg 357.94b 270.88c 154.55de
75 61.66g 273.88c 198.11d 80.83fg
Kontrol Ayam Domba Kascing Kontrol Ayam Domba Kascing Kontrol Ayam Domba Kascing Kontrol Ayam Domba Kascing
121.38gh 442.66a 376.33b 202.11de 113.88ef 424.44a 361.77b 187.77d 101.11fg 405.11a 343.27b 174.33de 93.33fg 390.11a 328.88b 158.50de
87.16hi 335.88b 263.11c 146.16fg 79.16fg 318.61b 249.27c 141.88de 75.05gh 302.66b 226.11c 134.83ef 70.50gh 292.77b 214.94c 122.88ef
51.66i 254.44cd 185.77ef 76.38hi 49.72g 239.44c 174.72d 72.50fg 45.83h 215.55cd 161.88e 68.88gh 39.44h 195.11cd 149.55de 61.38gh
Kontrol Ayam Domba Kascing
79.44fg 367.44a 310.44b 140.94de
65.05fgh 278.61b 198.22c 108.55ef
32.22h 178.33cd 136.55de 56.11gh
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris bobot pelepah yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
29
Bobot basah pelepah pada berbagai taraf naungan nyata pada semua jenis pupuk kandang. Pengaruh naungan terhadap bobot basah pelepah pertama nyata pada pupuk kandang ayam dan pupuk kandang domba tetapi tidak nyata pada bobot basah pelepah tanpa pupuk kandang. Naungan nyata menurunkan pertumbuhan tanaman yang diberi pupuk kandang ayam dan pupuk kandang domba sedangkan pada pupuk kascing dan kontrol tidak memberikan tanggap terhadap perbedaan taraf naungan. Bobot pelepah tertinggi pada tanaman yang mendapat pupuk kandang ayam disusul pupuk kandang domba dan pupuk kascing. Demikian pada bobot basah pelepah kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam bahwa naungan nyata menurunkan bobot basah pelepah terutama pada pupuk kandang ayam dan pupuk kandang domba (Tabel 11). Kadar klorofil. Hasil sidik ragam pada Tabel Lampiran 12 menunjukkan bahwa naungan dan interaksi naungan dan jenis pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pelepah lidah buaya. Sedangkan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil a, kadar klorofil b dan klorofil total pelepah lidah buaya. Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pelepah lidah buaya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Pengaruh jenis pupuk kandang terhadap kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pelepah lidah buaya pada 37 MST (mg/g)
Pupuk kandang
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil Total
Kontrol
0.0767b
0.0415b
0.1184b
Ayam
0.1194a
0.0663a
0.1857a
Domba
0.1130ab
0.0584a
0.1713a
Kascing
0.1010b
0.0590a
0.1701a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DNMRT 5 %.
30
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa kadar klorofil a tanaman yang mendapatkan pupuk kandang ayam nyata lebih tinggi dari pupuk kascing dan kontrol. Kadar klorofil a dan klorofil b pada perlakuan pupuk kandang domba tidak beda nyata dengan pupuk kandang ayam, pupuk kascing dan kontrol.
Pembahasan Pertumbuhan Tanaman Perlakuan naungan memberikan respon positif terhadap pertumbuhan tanaman pada pengamatan awal (Tabel 4, 6, 7, 9, 10). Peningkatan tinggi tanaman berkisar 3.6 % (13 MST), panjang pelepah 7,1 % (9 MST), jumlah pelepah 4.7 % (11 MST), tebal pelepah 13.3 % (7 MST) dan lebar pelepah 23.9 % (9 MST) pada naungan 50 % dibandingkan tanpa naungan. Meningkatnya pertumbuhan tanaman diduga karena suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi di bawah naungan sangat cocok untuk pertumbuhan awal tanaman lidah buaya. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Tatipata (2005) mendapati bahwa populasi jagung 50 % meningkatkan lebar pelepah lidah buaya sebesar 3.7 % (6 MST), tebal pelepah sebesar 18.0 % dan 15.2 % pada 8 dan 10 MST, jumlah pelepah pada 4-10 MST masing-masing sebesar 4.5 % dan 4.0 % dan penaungan ini efektif sampai tanaman berumur 10 MST. Dari hasil analisis menunjukkan adanya interaksi antara naungan dan jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman (Tabel 3, 5, 8). Tinggi tanaman pada kombinasi perlakuan naungan 50 % diberi pupuk kandang ayam meningkat 18.7 % (7 MST), panjang pelepah pada kombinasi naungan 50 % diberi pupuk kandang ayam meningkat 21.1 % (7 MST) dan tebal pelepah pada kombinasi naungan 50 % diberi pupuk kandang ayam meningkat 31.8 % (9 MST) dibandingkan pada kombinasi tanpa naungan dan tanpa pupuk kandang. Hal ini diduga karena adanya pengaruh dari pupuk yang diberikan serta didukung oleh cahaya yang cukup sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun hubungan antara naungan dan hara yang ada di tanah, Murray dan Nichols (1966)
31
menyatakan bahwa kebutuhan naungan tergantung kesuburan tanah. Pada tanah yang miskin unsur hara tanaman membutuhkan naungan yang lebih berat. Selanjutnya Chang
(1968)
dan
Stiger
(1984)
mengemukakan
bahwa
naungan
dapat
mempertahankan unsur hara dan Tisdale et al. (1995) memperbaiki penyerapan hara. Hasil penelitian Tatipata (2005) menunjukkan interaksi sangat nyata antara tingkat populasi jagung 25 % dan perlakuan hara mikro lengkap meningkatkan panjang pelepah lidah buaya sebesar 19 %. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, panjang pelepah, jumlah pelepah, tebal pelepah dan lebar pelepah. Pemberian naungan yang berbeda mengakibatkan pertumbuhan tanaman lidah buaya yang berbeda. Penurunan tinggi tanaman dan panjang pelepah berkisar 4.9 % pada naungan 50 % dan 13.4 % pada naungan 75 %. Jumlah pelepah turun 9.8 % pada naungan 75 % dibandingkan tanpa naungan. Begitu juga dengan tebal pelepah, penurunan ketebalan pelepah sebesar 6.0 % pada naungan 50 % dan 23.0 % pada naungan 75 %. Demikian juga lebar pelepah, pada naungan 50 % turun sebesar 8.7 % dan 25.8 % pada naungan 75 % dibandingkan dengan perlakuan tanpa naungan pada akhir pengamatan (37 MST). Berpengaruhnya perlakuan naungan terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya menunjukkan bahwa tanaman lidah buaya peka terhadap pengurangan cahaya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian naungan ≥ 50 % nyata menurunkan pertumbuhan. Perlakuan tanpa naungan memberikan intensitas cahaya yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman. Perlakuan tanpa naungan menghasilkan tinggi tanaman tertinggi (59.4cm), panjang pelepah tertinggi (51.7cm), jumlah pelepah tertinggi (14.7 helai), lebar pelepah tertinggi (7.6cm) dan tebal pelepah tertinggi (1.8cm) pada umur 37 MST. Hal ini diduga bahwa pada intensitas cahaya tersebut tanaman telah mempergunakan cahaya seoptimal mungkin sehingga fotosintesis berlangsung dengan cepat dan dihasilkan fotosintat yang tinggi untuk pertumbuhan.
32
Pertumbuhan tinggi dan panjang pelepah
(Tabel 4 dan 6) menunjukkan
perbedaan yang nyata pada semua taraf naungan. Tanaman yang berada pada intensitas cahaya penuh (tanpa naungan) meningkatkan tinggi tanaman dan panjang pelepah dibandingkan naungan 75 %. Respon tanaman terhadap naungan berbeda tergantung jenis tanaman dan intensitas naungan. Demikian pula tanaman lidah buaya menunjukkan respon yang baik terhadap tinggi tanaman dan panjang pelepah bila ditumbuhkan pada intensitas cahaya penuh (tanpa naungan). Cahaya berpengaruh terhadap pemanjangan sel, pembesaran sel dan sifat fotomorfogenetik tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Ditambahkan oleh Bogaard et al. (1996) pada kondisi yang menguntungkan, tingginya luas daun, kecepatan asimilasi CO2 dan rendahnya alokasi biomasa untuk respirasi jaringan akan sangat menguntungkan untuk pertumbuhan. Selanjutnya pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa tanaman tanpa naungan menghasilkan jumlah pelepah 9.8 % lebih tinggi dibandingkan tanaman dibawah naungan 75 %. Hal ini menunjukkan bahwa naungan menghambat laju pertumbuhan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanaman tidak sesuai diusahakan secara tumpang sari dibawah naungan. Menurut Noggle dan Fritz (1991) bahwa cahaya yang cukup dapat mempercepat pertumbuhan tanaman yang dicirikan dengan pembentukan primordia daun, perkembangan daun dan pembelahan sel pada ruas yang lebih awal. Jumlah daun dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Posisi daun pada tanaman terutama dipengaruhi oleh genotipe, juga berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan, dimensi akhir dan kapasitas untuk merespon kondisi lingkungan yang lebih baik. Panjang, lebar dan luas daun umumnya meningkat berangsur-angsur menurut ontogeni sampai ke suatu titik kemudian pada spesies tertentu parameter tadi menurun secara perlahan-lahan sampai daun terbesar terletak dekat pusat tanaman (Gardner et al., 1991). Demikian pula dari data yang disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 10 dapat diketahui bahwa naungan nyata menekan lebar pelepah dan tebal pelepah. Lidah
33
buaya yang ditanam tanpa naungan menghasilkan lebar pelepah 25.8 % dan tebal pelepah 23.0 % lebih tinggi dibandingkan yang dinaungi 75 %. Secara mikroskopis daun tanaman ini sama dengan jaringan daun tanaman CAM. Anatomi ini dimaksudkan untuk adaptasi morfologi organ fotosintesis tanaman sukulen supaya efisiensi terhadap penggunaan air untuk menjaga keseimbangan CO 2 pada lingkungan kering. Daun dan batang yang sukulen serta kutikula yang tebal membuat lidah buaya dapat beradaptasi pada daerah kering (Anguilar dan Brink, 1999). Hasil yang didapat dari penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukan oleh Tatipata (2005) bahwa sampai akhir penelitian (14 MST) mendapatkan tanaman lidah buaya yang tumbuh dari populasi jagung 50 % menghasilkan pertumbuhan yang terbaik, hal ini karena perbedaan naungan yang digunakan. Pada penelitian Tatipata naungan berasal dari tanaman jagung sementara pada penelitian ini menggunakan naungan paranet. Penaungan dari tanaman jagung ini terjadi sampai 10 MST dimana tanaman jagung sudah siap untuk dipanen namun penaungan ini tetap berlanjut karena tanaman jagung tidak dibuang namun tanaman ini dibiarkan mati dengan sendirinya. Dengan demikian hal tersebut dapat menciptakan perubahan iklim mikro yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman lidah buaya seiring sampai tanaman jagung tersebut mati. Berbeda dengan hasil penelitian ini dimana naungan tidak dibuka sampai akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penaungan 50 % dan 75 % menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman, panjang pelepah, jumlah pelepah, lebar pelepah dan tebal pelepah. Hal ini karena rendahnya radiasi matahari dan energi yang diterima oleh tanaman sehingga membatasi pertumbuhan tanaman. Kondisi kekurangan cahaya menyebabkan terganggunya metabolisme dan sintesis karbohidrat sehingga menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Chowdury et al., 1994) sehingga mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman, panjang pelepah tanaman dan jumlah pelepah tanaman. Cahaya yang terbatas juga menyebabkan daun lebih tipis dan lebar berkurang dari pada daun yang tumbuh ditempat terbuka. Hal ini
34
karena sel-sel polisade dan mesofil berkurang ukurannya (Mohr dan Schopfer, 1995). Pada kondisi tertentu cahaya dapat menyebabkan perubahan lapisan palisade sehingga menyebabkan tanaman menjadi lebih efisien dalam menyimpan energi cahaya matahari untuk perkembangannya (Taiz dan Zeiger, 1995) dan agar lebih efisien menangkap cahaya dan pertukaran CO2 (Gadner et al., 1991). Perubahan struktur tersebut merupakan mekanisme adaptasi dalam upaya memperoleh cahaya bagi kloroplas. Naungan juga menyebabkan perubahan suhu disekitar pertanaman. Laporan Hajar (1992) bahwa suhu mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman kacang panjang, yang menyebabkan terhambatnya laju pertumbuhan relatif daun dan menurunya laju fotosintesis tanaman. Namun hasil pengamatan iklim mikro dilokasi penelitian menunjukkan bahwa suhu di bawah naungan dengan di tempat terbuka tidak beda nyata dan suhu masih dalam batas optimum untuk pertumbuhan tanaman lidah buaya. Menurut Ditjen Tanaman Pangan (1996) suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman lidah buaya adalah 16 – 33°C. Tanaman lidah buaya untuk pertumbuhan yang baik membutuhkan tempat yang kering. Selain itu naungan juga menyebabkan kelembaban menjadi tinggi dan media tanam lebih basah dibandingkan tanpa nungan. Dari data curah hujan selama penelitian juga menunjukkan curah hujan dan hari hujan yang tinggi (Lampiran 1). Keadaan lingkungan yang demikian diduga dapat mempengaruhi ketersediaan oksigen bagi tanaman karena oksigen dibutuhkan tanaman untuk proses oksidasi dan respirasi akar. Keadaan tersebut menyebabkan pertumbuhan akar terganggu. Dalam hubungan akar – pucuk menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Hasil penelitian Aminah (2004) di rumah kaca mendapatkan bahwa tanaman lidah buaya yang ditanam dalam pot plastik dengan frekuensi penyiraman tiga kali seminggu menyebabkan pertumbuhan akar terganggu. Dengan demikian dari segi karakter morfologi adaptasi tanaman lidah buaya terhadap naungan ditujukan pada pemanfaatan cahaya matahari. Dari data juga dapat diketahui bahwa selain pengaruh naungan, pupuk
35
kandang juga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sejak awal tanam sampai akhir penelitian. Pada 37 MST peningkatan tinggi tanaman sebesar 35.8 %, 26.6 % dan 8.8 %, jumlah pelepah 32.5 %, 24.0 % dan 10.8 %, panjang pelepah 35.8 %, 26.6 % dan 8.8 %, lebar pelepah 71.4 %, 50.4 % dan 16,2 % dan tebal pelepah 47.4 %, 29.4 % dan 9.3 %, berturut-turut pada pupuk ayam, domba dan kascing jika dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut diduga karena pupuk kandang sebagai pupuk organik mengandung unsur hara makro seperti N, P, K dan unsur hara mikro seperti Mg yang dibutuhkan tanaman. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa respon tanaman lidah buaya berbeda di antara jenis pupuk kandang. Perbedaan itu diduga berkaitan dengan kandungan unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang dan tanah dan tingkat kematangan pupuk kandang. Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa terdapat kandungan hara C, N, P, K, Ca dan Mg dalam pupuk kandang ayam masing-masing 13.51 %, 1.17 %, 4.93 mg/100g, 1.40 me/100g, 14.58 me/100g dan 0.81 me/100g lebih tinggi dari pupuk kandang kambing yaitu 12.76 %, 0.80 %, 0.63 me/100g, 1.06 mg/100g, 1.30 me/100g dan 0.47 me/100g dan kascing sebesar 12.17 %, 1.23 %, 0.96 mg/100g, 0.37 me/100g, 1.28 me/100g dan 0.30 me/100g serta masing-masing memiliki perbedaan tingkat dekomposisi yang menyebabkan perbedaan kecepatan dalam penyediaan hara bagi tanaman. Pupuk kandang ayam memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan pupuk kandang domba dan pupuk kascing terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya karena kandungan hara lebih tinggi dan laju dekomposisi pupuk kandang ayam lebih cepat dibandingkan pupuk lainnya. Menurut Hsieh dan Hsieh (1990) dekomposisi memungkinkan pembentukan agregat tanah yang selanjutnya akan memperbaiki permeabilitas dan peredaran udara tanah, akar tanaman menjadi kokoh dan lebih mampu menyerap hara lebih banyak. Hidayanto (1999) pemberian pupuk kandang ayam meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman melon. Hasil penelitian Supriyadi (2001) mengemukakan bahwa peningkatan dosis pupuk K dari
36
10.8 – 16.2 g K2O atau 18 – 27 g KCl meningkatkan tebal daun sebesar 6.0 %. Pratiwi (2003) pupuk kandang ayam meningkatkan panjang pelepah dan jumlah akar aktif tertinggi tanaman lidah buaya. Sejalan dengan hasil penelitian Kurnianingsih (2004) menunjukkan bahwa pemberian abu janjang kelapa sawit dengan dosis 100 g/tanaman/bulan meningkatkan tinggi tanaman, panjang pelepah, lebar pelepah dan jumlah pelepah dibandingkan tanpa pemberian abu janjang pada umur 28 MST. Tatipata (2005) menunjukkan bahwa pemberian abu bakaran dosis 100 g dan 200 g meningkatkan tinggi tanaman sebesar 2.3 % dan 1.8 % pada 4 dan 14 MST dan pada 4 MST meningkatkan panjang pelepah sebesar 2.7 % dibandingkan tanpa pemberian abu janjang. Penelitian Wentasari (2005) menunjukkan pada umur 42 MST terjadi peningkatan tinggi tanaman sebesar 7.0 % dengan perlakuan N, 4.2 % dengan perlakuan K, dan 4.0 % dengan perlakuan Mg. Panjang pelepah meningkat sebesar 4.3 5 dengan perlakuan N, dan 5.1 % dengan perlakuan K. Lebar pelepah meningkat sebesar 7.1 % dengan perlakuan N, 5.0 % dengan perlakuan K, dan 3.2 % dengan perlakuan Mg. Tebal pelepah meningkat sebesar 4.3 % dengan perlakuan K dan 1.4 % dengan perlakuan Mg. Rendahnya pertumbuhan tanaman yang diberi pupuk kandang domba karena pupuk kandang domba mempunyai kandungan hara yang rendah dan kemampuan dekomposisi hara yang lebih lambat dari pupuk kandang ayam. Pupuk kandang domba dekomposisi hara lambat menyebabkan lambatnya ketersediaan hara yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan terjadi pengikatan beberapa unsur hara tanaman oleh jasad renik tanah, selanjutnya jasad renik tanah akan mati dan terjadi pelepasan unsur hara. Hambatan ketersediaan hara diduga juga karena lapisan terluar kotoran kambing mengering sehingga menghambat penyediaan unsur hara. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan Santoso (2003) bahwa tanaman lidah buaya yang diberi pupuk kandang kambing dosis 1.0 kg/tanaman meningkatkan tinggi tanaman sebesar 30 % dan jumlah daun sebesar 25 %. Pupuk kascing merupakan pupuk yang telah terdekomposisi dengan sempurna
37
namun pertumbuhan vegetatif yang dihasilkan pupuk kascing lebih rendah dibandingkan pupuk kandang lainnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan hara yang dikandung pupuk kascing lebih rendah dari pupuk kandang ayam dan kambing. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Darwati et al. (2000) yaitu komposisi bahan organik yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman som jawa adalah tanah + kascing dengan perbandingan (3:1). Igbal dan Darjanto (1997) mengemukakan bahwa pemberian kasting rumah potong hewan + pupuk NPK meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai.
Hasil Pelepah Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman lidah buaya yang ditanam pada cahaya penuh mempunyai bobot basah total dan bobot pelepah per pelepah lebih tinggi dari pada tanaman yang berada pada naungan 50 % dan 75 %. Pada naungan 50 % dan 75 % terjadi penurunan bobot basah total dan bobot pelepah per pelepah. Bobot basah total pada kombinasi perlakuan naungan 50 % dengan pupuk kandang ayam, pupuk kandang domba dan pupuk kascing berturut-turut menurun sebesar 20 %, 33.3 % dan 24.7 %. Pada naungan 75 % dengan pupuk kandang ayam, pupuk kandang domba dan pupuk kascing berturut-turut menurun sebesar 50.8 %, 57,2% dan 63.7 %. Pada bobot pelepah pertama pada kombinasi perlakuan naungan 50 % dengan pupuk kandang ayam terjadi penurunan sebesar 21.4 %. Selanjutnya pada naungan 75 % dengan pupuk kandang ayam menurun sebesar 39.9 % dibandingkan tanpa naungan dengan pupuk kandang ayam. Hal ini diduga karena semakin tinggi intensitas cahaya akan semakin bertambah besar kecepatan fotosintesis sampai suatu faktor menjadi faktor pembatas. Cahaya merupakan sumber energi bagi fotosintesis karena itu cahaya merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap fotosintesis. Tanaman yang tumbuh pada intensitas cahaya tinggi umumnya mengabsorbsi ion lebih cepat daripada tanaman yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah (Salisbury
38
dan Ross, 1995) dan menyerap air lebih banyak sehingga menghasilkan bobot basah lebih tinggi. Bobot basah lidah buaya sangat dipengaruhi oleh air. Komponen terbesar penyusun gel lidah buaya sebagian besar terdiri dari air mencapai 99.5 % (Suyatno, 2001). Hal lain yang mendukung tingginya bobot basah diduga karena ciri lidah buaya yang mempunyai lapisan lilin yang tebal dan stomata yang tertutup di siang hari dapat menurunkan laju transpirasi sehingga dapat menahan pengeluaran air serta didukung oleh curah hujan yang tinggi selama penelitian sehingga terpenuhinya kebutuhan air lidah buaya. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Soedarto (2000), yang melaporkan tanaman garut yang mendapat cahaya penuh menghasilkan bobot basah rimpang tertinggi dibandingkan tanaman yang dinaungi 45 % dan 60 %. Sastra (2002) menunjukkan bahwa produksi umbi tanaman garut yang memerlukan naungan sebesar 405.6 g/rumpun lebih rendah dibandingkan dengan yang memerlukan cahaya sebesar 584.2 g/rumpun. Rendahnya hasil yang didapatkan pada naungan 50 % dan 75 % karena tidak efektifnya tanaman dalam melakukan fotosintesis. Pada umumnya kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan tergantung pada kemampuannya melakukan fotosíntesis secara normal pada kondisi kekurangan cahaya. Toleransi kekurangan cahaya dapat dicapai dengan menurunkan titik kompensasi cahaya. Dengan penurunan titik kompensasi cahaya yang lebih rendah, tanaman dapat mengakumulasi produk fotosíntesis pada level cahaya yang lebih rendah dibandingkan yang dicapai oleh tanaman ditempat terbuka (Levitt, 1980; Sopandie et al. 2003). Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa tanaman lidah buaya menghendaki cahaya penuh untuk pertumbuhan yang tertinggi. Menurut Sopandie et al. (2003), mekanisme adaptasi terhadap naungan pada padi menyangkut dua aspek yaitu proses fotosíntesis dan respirasi yang efisien. Spesies tanaman ternaungi memperlihatkan daun yang memiliki laju respirasi dan fotosíntesis yang lebih rendah dibandingkan tanaman cahaya penuh (Fitter dan Hay, 1991). Dikatakan bahwa laju respirasi pada spesies ternaungi merupakan sesuatu yang kritikal agar terjadi
39
keseimbangan karbón yang positif pada lingkungan yang ternaungi. Karakter fisiologi yang demikian sangat diperlukan bagi tanaman khususnya tanaman yang tergolong dalam kelompok CAM. Tumbuhan CAM menyerap CO 2 pada malam hari ketika suhu lebih sejuk dan kelembaban nisbi lebih tinggi dan berfotosintesis dengan stomata tertutup disiang hari (Loveless, 1995). CO2 ditambat oleh PEP karboksilase pada malam hari kemudian diubah menjadi malat dan pada siang hari asam malat didekarboksilasi untuk menghasilkan CO 2 (Salisbury dan Ross, 1995). Hal ini dimaksud supaya terjadi keseimbangan karbon dan meminimumkan tanaman kehilangan air pada daerah panas Secara umum fotosíntesis dipengaruhi oleh umur daun, genotipe tanaman, besarnya kebutuhan hasil asimilat oleh sink, dan pengaruh lingkungan seperti kandungan CO2, kelembaban, suhu dan cahaya. Dalam kondisi tanpa cekaman, intensitas radiasi merupakan faktor lingkungan yang terpenting yang menyebabkan perbedaan laju fotosíntesis (Sinclair dan Torie, 1989). Smith (1983) menyatakan respon tanaman terhadap naungan berbeda-beda yaitu (a) menghindari naungan dengan pertumbuhan melebar dari batang dan daun secara ekstrim, mengurangi percabangan, mengurangi luas daun dan (b) toleransi naungan dengan membatasi pertumbuhan melebarkan daun dan batang, menambah luas daun spesifik, menambah kandungan klorofil dan alat-alat fotosintetik. Tanaman lidah buaya termasuk dalam kategori yang pertama, secara visual tanaman pada naungan 50 % dan naungan 75 % luas daun lebih kecil dan lebih tipis mengakibatkan rendahnya bobot segar pelepah. Hasil penelitian pada tanaman gandum di bawah naungan 50 % terjadi pengurangan jumlah daun mengakibatkan turunnya bobot segar daun (Triboi dan Ntonga, 1993). Lambers et al (1998) naungan mengurangi radiasi sinar utama yang aktif pada fotosíntesis menyebabkan turunnya asimilasi netto, (Schaffer, 1996) sehigga fotosintat yang disimpan dalam umbi menurun. Vander Heuvel et al (2004), naungan menurunkan berat segar daun Chardonnay gravevines, umbi segar kentang (Chand et al., 2001), kedelai (Handayani ,2003; Jufri, 2006),
40
buncis (Ahmed et al., 2003), Pemberian pupuk kandang ayam memberikan hasil bobot basah tanaman dan bobot pelepah per pelepah yang tertinggi dibandingkan pupuk kandang domba dan pupuk kascing karena kemungkinan porositas tanah menjadi besar sehingga memudahkan akar menembus dan berkembang selanjutnya memperbesar penyerapan hara dan air oleh tanaman lidah buaya. Jo (1990) mengemukakan bahwa pupuk organik dapat mengubah permeabilitas, peredaran udara dalam tanah dan akar tanaman lebih dalam dan luas
menyerap unsur hara yang diperlukan untuk
meningkatkan hasil. Mandal dan Sinha (2004), pemberian pupuk organik meningkatkan hasil tanaman sawi (Brassica juncea). Selain itu pupuk kandang ayam memiliki N dan K lebih tinggi dari pupuk kandang domba
dan pupuk kascing.
Nitrogen merupakan penyusun senyawa untuk metabolisme sedangkan kalium berperan sebagai zat pengaktif dalam proses fotosintesis dan respirasi (Salisbury dan Ross, 1995; Lovelles, 1995) serta translokasi karbohidrat (Tisdale et al., 1995). Magnesium dan nitrogen merupakan unsur pembentuk klorofil sehingga terlibat dalam proses fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1995; Gadner et al., 1991). Hasil penelitian Supriyadi (2001) mengemukakan bahwa peningkatan dosis pupuk K dari 10.8 – 16.2 g K2O atau 18 – 27 g KCl meningkatkan bobot basah daun sebesar 38.0 %. Taraf N 15 g/tanaman menghasilkan bobot basah tanaman dan bobot daun tertinggi pada tanaman lidah buaya (Masitah, 2003). Ginting (2003) perlakuan kalium 1 g/tanaman meningkatkan produksi daun panen tanaman lidah buaya sebesar 25.7 %. Kurnianingsih (2004) mengemukakan bahwa pada umur 32 MST perlakuan abu janjang kelapa sawit dengan dosis 97.9 g/tanaman/bulan menghasilkan bobot basah sebesar 543 g. Wentasari (2005) menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk N pada berbagai dosis pupuk P yaitu pada dosis N sebesar 11.9 g N/tanaman/bulan dan dosis P sebesar 16.0 g P2O5/tanaman/bulan memberikan bobot basah sebesar 600 g dan perlakuan K secara tunggal dengan dosis K sebesar 21.5 g K2O/tanaman/bulan memberikan bobot basah sebesar 571g pada bobot basah ke-9 pada 44 MST.
41
Wasonowati (2005) mendapatkan dosis optimum pemupukan NPKMg sebesar 15.9 g N/tanaman/bulan, 12.7 g P2O5/tanaman/bulan, 23.8 g K2O/tanaman/bulan dan 7.9 g MgO/tanaman/bulan menghasilkan bobot basah pelepah sebesar 553 g/pelepah pada umur 44 MST. Rendahnya hasil dari perlakuan pupuk kandang domba karena tingkat dekomposisi yang lambat dan kandungan unsur hara yang rendah maka dekomposisi masih berlangsung menyebabkan pelepasan unsur hara dari pupuk kandang menjadi terhambat (Raihan,1991 dalam Raihan dan Nurtirtayani, 1991 ). Hasil penelitian (Tabel 13) menunjukkan juga bahwa pada naungan 50 % dan 75 % pemberian pupuk kandang ayam dan pupuk kandang domba menunjukkan penurunan bobot basah pelepah sementara pupuk kascing dan kontrol pada naungan 50 % belum menunjukkan penurunan yang nyata. Menurunnya hasil pada perlakuan pupuk kandang ayam dan pupuk kandang domba menurut Santoso (2003) terjadi karena efektivitas pemberian pupuk kandang pada tanaman lidah buaya adalah kurang dari 4 bulan, setelah 4 bulan perlu dilakukan pemberian ulang. Semakin bertambahnya umur dan organ tanaman, tanaman sema kin memerlukan nutrisi dalam jumlah banyak. Sementara itu pada pupuk kascing dan kontrol belum menunjukkan penurunan yang nyata. Hal ini diduga karena pemberian pupuk organik yang berasal dari berbagai mikroorganisme dapat menurunkan penggunaan pupuk anorganik. Hasil bobot basah total dan bobot pelepah per pelepah penelitian ini lebih rendah dari hasil yang diperoleh Kurnianingsih (2004), Wasonowati (2005) dan Wentasari (2005). Hal ini karena perbedaan jenis tanah lahan penelitian yang digunakan dimana penelitian mereka dilakukan pada tanah gambut sedangkan penelitian ini pada tanah mineral, keterbatasan media tumbuh yakni pada penelitian ini dilakukan di polibag sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan di lapangan selanjutnya perbedaan umur panen, penelitian Wasonowati (2005) dan Wentasari (2005) dilakukan sampai umur 44 MST sementara penelitian ini sampai umur 37 MST. Jika dibandingkan dengan bobot pelepah di Pontianak, hasil yang didapat dari
42
semua penelitian ini masih rendah.
Sebagai perbandingan kriteria pelepah lidah
buaya yang dihasilkan yaitu panen lidah buaya di Pontianak pada umur 12 bulan, bobot basah pelepah 800 – 1000 g, panjang pelepah lebih 40 cm, tebal pelepah 2 – 3 cm, lebar pelepah 10 cm dan pelepah berwarna hijau (Dinas Urusan Pangan Pontianak 2002).
Mutu Pelepah atau Kadar Klorofil Hasil analisis pada Tabel 12 menunjukkan bahwa hanya jenis pupuk kandang yang berpengaruh terhadap kadar klorofil kulit pelepah lidah buaya. Kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pelepah masing-masing sebesar 0.1194, 0.0663, dan 0.1857 mg/g pada pupuk kandang ayam, 0.1130, 0.0584 dan 0.1713 mg/g pada pupuk kandang domba dan 0.1010, 0.0590 dan 0.1701 mg/g pada pupuk kascing. Pengaruh pupuk kandang terhadap kadar klorofil diduga berhubungan dengan meningkatnya permeabilitas sel dan membran sehingga penyerapan dan ketersediaan hara utama oleh sistem perakaran meningkat terutama unsur N dan Mg yang merupakan unsur pembentuk klorofil.
Hasil penelitian Pratiwi (2003) pada tanaman lidah buaya
menunjukkan bahwa pupuk ayam memberikan kadar klorofil tertinggi. Penelitian Kurnianingsih (2004) menghasilkan klorofil total sebesar 0.724 mg/g pada perlakuan abu janjang kelapa sawit dosis 25.0 g. Wentasari (2005) menyatakan bahwa perlakuan dosis optimum pupuk P 9.7 g P2O5/tanaman/bulan menghasilkan klorofil total kulit sebesar 0.1727 mg/g dan dosis K 30.0 g K2O/tanaman/bulan menghasilkan kadar klorofil total 0.1073 mg/g pada kulit pelepah ke-9. Dari hasil pengamatan terakhir penelitian terlihat bahwa tanaman yang berada pada naungan 50 % dan 75 % memiliki warna daun yang lebih hijau dibandingkan pada lahan terbuka. Hale dan Orcutt (1987) mengemukakan perbedaan utama antara tanaman yang ternaungi dengan tanaman yang tidak ternaungi terletak pada kloroplasnya. Pada daun muda, tanaman ternaungi memiliki tumpukan grana yang besar, sekitar 100 thylakoid per granum yang terletak tidak teratur dalam kloroplas.
43
Terdapat proporsi lamella pembentuk grana yang lebih besar dan nisbah membran thylakoid terhadap stroma yang lebih tinggi sehingga menghasilkan kandungan klorofil per unit luas daun yang lebih tinggi dan nisbah kloroplas per unit luas daun yang lebih rendah pada tanaman ternaungi. Meskipun kandungan klorofil menurun pada perlakuan yang tidak dinaungi, selama perlakuan naungan, penurunan klorofil hanya sedikit pada daun-daun yang telah tua. Selain pengaruh suhu yang memperlambat penurunan klorofil, ternyata bahwa pada kondisi ternaungi, kehilangan klorofil tanaman ditahan oleh cyclohexamide (Okada et al, 1992).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Pada awal pengamatan naungan nyata meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman sampai 13 MST sebesar 3.6 %, panjang pelepah 7,1 % (9 MST), tebal pelepah 13.3 % (7 MST) dan lebar pelepah 23.9 % (9 MST). 2. Pada akhir pengamatan
(37
MST) naungan
nyata
menurunkan
pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 4.9 % pada naungan 50 %, panjang pelepah 13.4 % pada naungan 75 %, jumlah pelepah 9.8 % pada naungan 75 %, lebar pelepah pada naungan 50 % turun sebesar 8.7 % dan 25.8 % pada naungan 75 % dan tebal pelepah 6.0 % pada naungan 50 % dan 23.0 % pada naungan 75 %. 3. Perlakuan naungan 50 % masih dianggap baik karena hanya menurunkan bobot basah total 20 %, 33.3 % dan 24.7 % pada pupuk kandang ayam, pupuk kandang domba dan pupuk kascing. Dan bobot pelepah pertama menurun sebesar 21.4 %, 30.5 % dan 27.0 % pada perlakuan naungan 50 % dengan pupuk kandang ayam, pupuk kandang domba dan pupuk kascing berturut-turut. 4. Interaksi antara naungan dan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 5, 7 dan 29 MST, panjang pelepah 7 – 29 MST, tebal pelepah 9 – 17 MST, bobot basah total tanaman dan bobot pelepah per pelepah lidah buaya. Kombinasi naungan 50 % dengan pupuk kandang ayam merupakan kombinasi yang terbaik pada awal pertumbuhan. 5. Pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan tinggi tanaman 35.8 %, panjang pelepah 35.8 %, jumlah pelepah 32.5 %, lebar pelepah 71.4 %, tebal pelepah 47.4 %, bobot basah total 531.3 %, bobot pelepah 1-6 341.8 % dan kadar klorofil pelepah tanaman lidah buaya 163.6 % dibandingkan tanpa pemberian pupuk kandang pada 37 MST. Pupuk kotoran ayam memberikan hasil yang paling baik diantara pupuk kandang lainnya.
45
Saran 1. Berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian langsung di lapangan sebagai tanaman sela di lahan perkebunan. 2. Pada penanaman awal lidah buaya perlu dilakukan penaungan dan jika dilakukan pada naungan paranet dibuka berangsur setelah umur 13 MST. 3. Perlu dilakukan penelitian tentang dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman lid ah buaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman, A. Nugroho dan K. Dediwan. 2001. Prospek pengembangan tanaman obat untuk kebutuhan dalam negeri dan sebagai komoditas ekspor Indonesia. Makalah Seminar Nasional XIX Tumbuhan Obat Indonesia. Bogor. 11 hal Adams, W.W., B.D. Adams, D.H. Barker and S. Kiley. 1996. Carotenoid and photosystem II characteristic of upper and lower harves of leaves acclimated to high light. Aust. J. Plant Physiol. 23:669 -667 Aguilar, N.O. and M Brink. 1999. Aloe L. p. 100-105. In L.S. de Padua, N. Bunyapraphatsara, and R.M.J. Lemmens (Eds). Medicinal and Poisonous Plants. Prosea Found, Bogor. Ahmed, F., O. Hirota, Y. Yamada and Md.A. Rahman. 2003. Growth characteristics and yield of mungbean varieties cultivated under different shading conditions. Jpn. J. Trop. Agr. 47(1):1 -8 Allard, G., C.J. Nelson and S.G. Pallardy. 1991. Shade effects on growth of tall fescus : I. Leaf anatomy and dry matter partitioning. Crop. Sci. 31: 163-167. Aminah.2003. Pengaruh frekuensi penyiraman dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil lidah buaya (Aloe chinensis Baker). Skripsi. Jurusan Bududaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asmara, A.A. dan E. Rahayu. 2001. Peran bahan organik terhadap kesuburan tanah. Buletin Ilmiah Instiper. 8(1):69-78 Balittro. 1986. Kemungkinan pembudidayaan tanaman penghasil atsiri potensial, panili dan lidah buaya. Laporan Kerjasama Balittro - Unilever. hal 76 -77 Boogaard, R., E.J. Veneklaas and H. Lambers. 1996. The association of biomass allocation with growth and water use efficiency of two Triticum aestivum cultivars. Aust. J. Plant Physiol. 23:751 -761 Boote K.J. and F.P. Gardner. 1998. Temperature. p.135-154. In T.R. Sinclair and F.P. Gardner (Eds). Principles of Ecology in Plant Production. London : Cab Internasional. Buhr K.L. and T.R. Sinclair. 1998. Human population plant production and environment issues. p.135-154. In T.R. Sinclair and F.P. Gardner (Eds). Principles of Ecology in Plant Production. London : Cab Internasional. Chand, S.P., H.C. Lee, D.H. Scarisbrick and F.E. Tollervey. 2001. Potato (Solanum tuberosum) intercropped with Mize (Zea mays) in the Eastern Hills of Nepal. Jpn. J. Trop. Agr. 45(3):167-175
47
Chang, Je. Hu. 1968. Climate and Agriculture. An Ecological Survey. Aldine Publishing Company Chicago. 304 p Chaturvedi, G.S., P.C. Ram, A.K. Singh, P. Ram, K.T. Ingram, B.B. Singh, S.K. Singh, and V.K. Singh. 1996. Carbohydrate status of rainfed lowland rice in relation to submergen, drought and shade tolerance. In Proceeding : Physiology of Stress Tolerance in Rice. Los Banos. IRRI Philippines. p 104-122 Chowdury, P.K., M. Thangaraj, and Jayapragasam.1994. Biochemical change in low irradiance tolerant and succeptible rice cultivars. Biol. Plantarum.36(2):237-242 Chulaka, P., T. Maruo, M. Takagaki and Y. Shinohara. 2004. Organic substrates of tropical origin as alternative to growing media for chili and cucumbar transplant production. Jpn. J. Trop. Agr. 18(2);79-87 Darwati, I., M. Raharjo dan Rosita. 2000. Produktifitas som jawa (Talinum puniculatum Gaertn) pada beberapa komposisi bahan organik. J. Littri 6(1) Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak. 2002. Pengembangan lidah buaya. http://pemkot.pontianak.go.id/aloe/aloecentre.html Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1996. Petunjuk Teknis Identifikasi Pengembangan Sentra Agribisnis Tanaman Hias dan Obat : Budidaya Lidah buaya. Direktorat Bina Produksi Hortikultura Jakarta Duryatmo, S., dan A. Raharjo. 1999. Pemanfaatan lidah buaya diilhami kecantikan Cleopatra. Trubus No. 320. 2 hal Evita. 2000. Tanggap tanaman to mat (Lycopersicum esculentum Mill.) terhadap berbagai tingkatan intensitas cahaya. J. Agron. 4(1):19 -23 Esmay, M.L., and J.E. Dixon. 1986. Environmental Control for Agricultural Building. The Avi Publishing Company. Wesport, New York. Fitter, A.H. and R.K.M. Hay. 1991. Environmental Physiology of Plants. Academic Press. Inc. London. 421 p Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia, Jakarta. 428 hal Hagen, M. 2001. Aloe vera-The Miracle Plant. Univ. Hampshire. http://ceinfo.unh.edu/counties/hillborough/aloevera.htm Hale, M.G., and D.M. Orcutt. 1987. The Physiology of Plants Under Stress. John Willey & Son Inc. Singapore. 206 p
48
Handayani, T. 2003. pola pewarisan sifat toleran terhadap intensitas cahaya rendah pada kedelai (Glycine max (L) Merill) dengan penciri spesifik karakter agronomi, morfologi dan molekuler. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harris. 1999. Karakteristik iklim mikro dan respon tanaman padi gogo pada pola tanaman sela dengan tanaman karet. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanaian Bogor, Bogor. Hidayanto, M. 1999. Pengaruh pemberian pupuk kandang ayam dan pupuk SP-36 terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman melon (Cucumis melo L)Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2(1):15 -21. Hidema, J., A. Makino, T. Mae, Y. Kurita, and K. Ojima . 1992. Changes in level off chlorophyll and light-harvesting chlorophyll a/b protein of PS II in rice leaves aged under different irradiances from full expansion through senescence. Plant Cell Physiol. 33 : 1209 – 1214 Hsieh, S.C and C.I. Hsieh. 1990. The use of organic matter in crop production. Food and Fertilizer Technology Centre. Extention Buletin. 315 : 1 – 19 Iqbal, A. dan Darjanto. 1997. Pengaruh casting limbah rumah potong hewan dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai toleran tanah masam. Agrin 1(2). Irma Angela Ginting. 2003. Pengaruh pemberian starter solusion dan dosis kalium terhadap pertumbuhan dan hasil lidah buaya (Aloe Chinensis). Skripsi. Jurusan Bududaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 40 hal Januwati, M dan H. Muhammad. 1997. Peranan lingkungan fisik terhadap produksi jahe. hal 57-64. Dalam D. Sitepu, Sudiarto, Nurliani Bermawie, Supriadi, Decianto Sutopo, Rosita S.M.D., Hernani dan Emrizal. M Rivai (Eds). Monograf No.3. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Jo, L.S. 1990. Effect of organic fertilizer on soil physical properties and plant growth. Paper presented at Seminar on The use of organic fertilizers in crop production At Suweon. South Korea. 18 – 24 June. 1990. P.25 Jufri, A. 2006. Mekanisme adaptasi kedelai (Glicyne max (L) Merill) terhadap cekaman intensitas cahaya rendah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kephard, K.D., D.R. Buxton and S.E. Taylor. 1992. Growth of C3 and C 4 parennial grasses in reduced irradiances. Crop. Sci. 32 : 1033-1038
49
Komarudin. 2001. Kajian pendirian industri tepung lidah buaya (Aloe vera Linn) di Kabupaten Bogor. (Skripsi). Jurusan Tekno logi Industri Pertanian IPB, Bogor. Kurnianingsih, A. 2004. Tanggap tanaman lidah buaya (Aloe vera Chinensis) terhadap pemberian mikroba dan abu janjang kelapa sawit di lahan gambut. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 73 hal Lambers H., F.S. Chapin and T.L. Pons. 1998. Light Stress Provokes Plastic Modifications in Structure and Function of Photosystem II in Camellia Leaves. Plant Physiol 101:265 -277 Las, I. 1983. Efisiensi radiasi surya dan pengaruh naungan terhadap padi gogo. Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, Bogor. 1 (3) : 30 - 35 Leomo, S. 1998. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan mulsa terhadap beberapa sifat fisik dan kimia ultisol serta produksi kedelai. (Tesis). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 143 hal Levit, J. 1980. Responses of Plant to Environmental Stress. Academic Press. New York. 67 p Loveless, A.R. 1991. Prinsip -prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Terjemahan K. Kartawinata, S. Danimiharja dan U. Soetisna. Jilid 1. Gramedia Pustaka Tama, Jakarta. 408 hal Lukitasari, S., N.P.L. Indriyani, A. Susiloadi dan M. Jawal A.S. 1996. Pengaruh naungan dan asam indol butirat terhadap pertumbuhan bibit batang bawah manggis. J. Hort. 6 (3) : 220 – 226 Mandal, K.G., and A.C. Sinha. 2004. Nutrient management effects on light interseption, photosynthesis, growt, dry-matter production and yield of indian mustard (Brassica juncea ). J. Agron & Crop Science. 190 : 119-129 Masitah. 2003. Skripsi. Pengaruh teknik pengendalian gulma dan taraf nitrogen terhadap pertumbuhan lidah buaya (Aloe chinensis). Jurusan Bududaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 44 hal Melati, M. dan Andriyani. 2005. Pengaruh pupuk kandang ayam dan pupuk hijau Colopogonium mucunoides terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai panen muda yang dibudidayakan secara organik. Bul Agron. 33(2):8-15 Mohr H., and P. Schopfer. 1995. Plant Physiology. Translator Lawlor G and D.W. Lawlor. Springer-Verlag. New York. 629 p
50
Murray, D.B. and R. Nichols. 1966. Light shade and growth in some tropical plants. In R. Bainbridge, G.C. Evans and D. Rackhman (eds). Light as an Ecological Factor, p 249-363. Blackwell Noggle, G.R., and Fritz. 1991. Introductory Plant Physiology. Sec ond edition.Prentice Hall Inc. New York. Okada, K., Y. Inoue, K. Satoh and S. Satoh. 1992. Effect of light degradation chlorophyl and protein during senescence of detached rice leaveas. Plant Cell Physiol. 33(8):1384 -1387 Pratiwi, H. 2003. Pengaruh jenis pupuk kandang dan pemberian belerang terhadap pertumbuhan dan hasil lidah buaya (Aloe vera var. chinensis Baker). Skripsi. Jurusan Bududaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 52 hal Raihan. 1991. Dalam Raihan, H.S dan Nurtirtayani. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap N dan P tersedia tanah serta hasil beberapa varietas jagung di lahan pasang surut sulfat masam. Agrivita 23(1) Rosman, R., S.S. Hardjadi, S. Sudiatso, S. Yahya, B.S. Purwoko dan Chairul. 2004. Pengaruh periode pencahayaan terhadap pertumbuhan, hasil dan komponen minyak tanaman Mentha (Mentha piperika L). Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 10(10):12-20. Santoso, E. 2000. Pengaruh jenis pupuk organik dan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya (Aloe vera spp. Linn). Laporan Penelitian. Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salisbury, F.B., and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. ITB Press, Bandung. 241 hal Sastra D.R. 2002. Analisis keragaman genetik dan tanggap tanaman garut (Maranta arundinaceae L.) terhadap intensitas cahaya matahari. Disertasi. Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Schaffer A.A. 1996. Photoassimilate Distribution in Plant and Crops. New York. Marcel Dekker Inc. Pp:76-77 Simanjuntak, B.H. 1997. Pengaruh pemberian pupuk kandang, terracotem dan blue green algae terhadap sifat fisik dan biologi Ultisol serta produksi kedelai (Glycine max) varietas Willis. (Tesis). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 174 hal Sinclair, T.R.R., and T. Torie. 1989. Leaf Nitrogen, photosynthesis and crop radiation use efficiency. A. review. Crop Sci. 29:90-98
51
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 519 hal Sopandie D., M.A. Chozin, S., Sastrosumarjo dan Sahardi. 2003. Keefektifan uji cepat ruang gelap untuk seleksi ketenggangan terhadap naungan pada padi gogo (Oriza sativa). Hayati. 10(3):91-95 Soverda, N. 2002. Karakteristik fisiologi fotosintetik dan pewarisan sifat toleran naungan padi gogo. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Smith, H.1983. Adaptation of shade. p 159-173. In C.B. Johnson (Ed). Physiological Proceses Limiting Plant Productivity. Departement of Botany. University of Reading. London. Stiger, C.J. 1984. Shading: a traditional methode of micro climate manipulation. Neth. J. Agric. 32:81-86 p Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry, Genesis, Composition Reaction. John Wiley & Son, Inc. New York. Subronto, G. Ginting dan Fatmawati. 1997. Pengaruh kelembaban nisbi dan media tumbuh terhadap pertumbuhan planlet kelapa sawit di prapembibitan. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 5(1):1-9. Sudarto, Y. 1997. Lidah Buaya. PT Kanisius, Jogjakarta. 34 hal Sudiarto, H. Muhammad, Hermanto dan J.T. Yuhono.1995. Studi pendahuluan serapan hara dan sosial ekonomi pola tanam obat (cabe jawa dan kumis kucing). Laporan Teknis Penelitian Penguasaan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu. Tahun 1994/1995. Buku IV. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hal 59-73 Sudiarto, N. Maslahah dan D. Sukmajaya. 2002. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi katuk (Sauropus androgynus (L) Merr). Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 8(3):77-82 Suhardi. 2000. Studi karakteristik anatomi dan morfologi serta pewarisan sifat toleransi padi gogo (Oriza sativa L) terhadap naungan. Disertasi S3. Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suhardjo, H., M. Sospartini, dan U. Kurnia. 1993. Bahan organik dalam Informasi Penelitian Tanah, Air, Pupuk dan Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
52
Supriyadi. 2001. Pengaruh pemberian pupuk Mg terhadap pertumbuhan lidah buaya (Aloe vera Linn) yang di tanam pada beberapa perimbangan dosis pupuk N dan K. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal. Supriyono, B. 1999. Perubahan bio kimia pada padi gogo yang toleran dan peka terhadap naungan. Perimbangan pati – sukrosa dan aktifitas enzim sukrosa fosfat sintetase (SPS). Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Suyatno. 2001. Profil Agribisnis Aloe vera di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak. Squire, G.R. 1993. Tropical Crop Production. Cab International. Wallingford. Nairobi. Kenya. Taiz L., and E Zeiger. 1995. Plant Physiology. The Benyamin / Cumming Publ. Co. Inc. California. 565 p Tarigans, D.D. 2001. Lidah Buaya si Tanaman Ajaib. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 23 (4) : 1-3 Taryono dan Agus. 2001. Budidaya tanaman lidah buaya (Aloe vera ). CIRCULAR No. 1. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 19 hal Tatipata, L. 2005. Pengaruh hara mikro, tumpang sari jagung ( Zea mays L) dan abu bakaran terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya (Aloe vera var Chinensis) di lahan gambut Indragiri Hilir Riau. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanaian Bogor, Bogor. Tisdale, S.L., W.L., Nelson, and J.D. Beaton. 1995 Soil Fertility and Fertilizer. MacMillan Publishing Company. New York. 754 p Triboi E., and J. Ntonga. 1993. Effect of nitrogen and light intensity on the development of leaves and spikes of winter wheat. Agronomie. 13(4): 253 265 Urnemi. 2003. Pengaruh pupuk fosfor dan pupuk herbal pada tiga taraf naungan terhadap pertumbuhan dan kadar metabolit sekunder tanaman daun jinten (Coleus amboinicus Lour). Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanaian Bogor, Bogor. Vanden Heuvel, J.E., J.T.A. Proctor, K.H. Fisher, and J.A. Sillivan. 2004. Shading effects morphologi, dry -matter partitioning, and photosyntetic response of greenhouse-grown ‘Chardonnay’ grapevines. Hort. Science. 39(1):65-70 Wahid, P. 2000. Peluang Pengembangan dan Pelestarian Lidah Buaya (Aloe vera ). Direktorat Jenderal Hortikultura dan Aneka Tanaman, Jakarta. 21 hal
53
Wahyono, E. dan Koesnandar. 2002. Mengebunkan Lidah Buaya secara Intensif. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. 60 hal Wang, Z., Y. Yin, M. He, Y. Zang, S. Lu, Q. Li and S. Shi. 2003. Allocation of photosynthates and grain growth of two wheat cultivars with different potential grain growth in response to pre- and post anthesis shading. J. Agronomy & Crop Science. 189, 280-285. Wasonowati, C. 2005. Pengaruh pupuk N, P, K, dan Mg terhadap pertumbuhan dan kualitas lidah buaya (Aloe vera chinensis) pada lahan gambut Indragiri Hilir Riau. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana Institut Pertan ian Bogor, Bogor. Wentasari, R. 2005. Studi penentuan dosis optimum N, P, K, dan Mg tanaman lidah buaya (Aloe vera chinensis) pada lahan gambut Indragiri Hilir Riau. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widiastoety, D., W. Prasetio dan N. Solvia. 2000. Pengaruh naungan terhadap produksi tiga kultivar bunga anggrek. Jurnal Hortikultura. 9 (4) : 302 – 306
Lampiran 6. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap tinggi tanaman lidah buaya
SK
Kuadrat Tengah 3
5
7
9
11
13
Kelompok
0.13
0.28
3.16
13.68
13.68
9.98
Naungan
4.47**
0.67**
9.63**
38.89**
38.89**
53.75**
Galat(a)
0.29
1.59
1.70
4.56
4.56
9.48
Pupuk
4.64**
6.35**
30.81**
140.60**
140.60**
224.89**
Interaksi
0.63**
0.39**
0.73**
6.97*
6.97*
5.12*
Galat(b)
0.04
0.07
0.41
2.09
2.09
1.84
KK
a. 2.16
a. 4.80
a. 4.69
a. 5.92
a. 5.92
b. 0.82
b. 1.06
b. 2.31
b. 4.01
b. 4.01
15
17
19
21
10.79
11.57
7.88
10.86
60.73**
90.90**
83.92**
1.45
3.31
316.83**
23
25
27
29
31
33
6.48
14.00
11.28
7.63
7.35
7.97
4.45
1.76
96.65**
108.09**
159.23**
207.36**
243.55**
265.33**
259.81**
227.93**
265.33**
1.48
3.04
1.84
2.96
4.12
3.40
6.78
7.09
7.17
5.85
391.84**
457.53**
544.10**
593.79**
393.52**
643.69**
671.88**
813.00**
816.85**
849.40**
944.29**
2.57*
5.42*
2.78tn
5.07*
4.46tn
648.68*
6.45*
10.79**
5.58tn
6.41*
6.56tn
6.47tn
2.49
1.87
1.98
1.81
1.90
6.74
2.16
1.80
2.36
2.27
3.18
6.79
a. 7.74
a. 2.84
a. 4.12
a. 2.68
a. 3.74
a. 2.82
a. 3.51
a. 4.06
a. 3.61
a. 4.98
a. 5.02
a. 4.93
a. 4.37
b. 3.41
a. 3.73
b. 3.10
b. 3.10
b. 2.88
b. 2.88
b. 2.62
b. 2.94
b. 2.63
b. 2.94
b. 3.28
b. 4.71
b.2.84
35
37
Keterangan : ** = uji F sangat nyata pada taraf nyata 1% * = uji F nyata pada taraf nyata 5% tn = uji F tidak nyata
53
Lampiran 7. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap panjang pelepah lidah buaya
SK
Kuadrat T engah 3
5
7
9
11
13
15
17
Kelompok
0.10
0.44
1.67
2.24
17.91
6.88
8.20
5.12
Naungan
4.39**
0.88t n
7.84**
21.80**
31.31**
50.29**
61.18**
Galat(a)
0.30
1.85
1.22
2.15
3.81
5.88
Pupuk
4.74**
6.74**
23.41**
44.47**
127.14**
Interaksi
0.66*
0.40tn
1.67*
1.36tn
Galat(b)
0.04
0.15
0.51
1.04
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
9.47
15.99
12.30
7.85
7.86
4.56
24.89
4.71
3.61
4.80
73.52**
70.83**
76.94**
108.25**
128.48**
140.72**
143.03**
223.83**
164.17**
145.32**
145.66**
0.51
3.50
2.36
2.65
2.12
1.90
1.37
2.21
1.66
4.47
6.51
5.88
183.67**
225.46**
279.73**
326.59**
379.14**
388.51**
383.43**
384.19**
384.57**
375.19**
404.51**
370.77**
407.72**
6.12tn
4.54*
3.75*
3.99*
2.98*
7.37tn
4.96*
4.45*
4.01*
3.99*
9.37tn
3.14tn
5.08tn
3.40tn
2.47
1.51
1.28
1.30
1.02
3.14
1.55
1.16
1.09
1.24
7.55
2.22
1.91
2.14
KK a
2.21
5.20
4.04
5.03
5.61
6.41
1.79
4.53
3.64
3.80
3.33
3.11
2.60
3.27
2.76
4.51
5.33
4.99
b
0.82
1.51
2.62
3.51
4.52
3.25
2.84
2.77
2.40
4.14
2.85
2.42
2.32
2.45
5.88
3.17
2.89
3.01
Keterangan : ** = uji F sangat nyata pada taraf nyata 1% * = uji F nyata pada taraf nyata 5% tn = uji F tidak nyata
54
Lampiran 8. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap jumlah pelepah lidah buaya
SK
Kuadrat T engah 3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
Kelompok
-
0.04
0.10
0.03
0.17
0.03
0.003
0.27
0.85
0.28
0.21
0.15
0.15
0.05
0.13
0.08
0.34
0.28
Naungan
-
0.64**
0.09t n
0.23t n
0.55t n
2.04**
3.99**
4.85**
5.60**
7.77**
4.40**
4.41**
4.17**
7.04**
9.22**
10.36**
5.55**
6.16**
Galat(a)
-
0.17
0.15
0.15
0.17
0.03
0.16
0.06
0.33
0.12
0.14
0.14
0.16
0.07
0.21
0.25
0.90
0.58
Pupuk
-
0.66**
1.13**
2.74**
2.68**
5.47**
5.21**
5.65**
7.33**
6.81**
4.81**
6.95**
7.97**
11.89**
16.95**
21.33**
24.33**
26.76**
Interaksi
-
0.02*
0.19tn
0.10tn
0.03tn
0.07 tn
0.07 tn
0.12 tn
0.24 tn
0.12 tn
0.07 tn
0.26 tn
0.03 tn
0.06 tn
0.06 tn
0.14 tn
0.14 tn
0.19 tn
Galat(b)
-
0.03
0.09
0.10
0.09
0.08
0.20
0.19
0.14
0.17
0.10
0.11
0.07
0.11
0.13
0.11
0.11
0.10
KK a
-
7.34
5.18
4.69
4.50
1.80
3.85
2.32
5.16
3.10
3.33
3.27
3.42
.2.26
3.59
3.80
6.89
5.44
b
-
3.05
4.10
3.91
3.38
2.83
4.21
4.05
3.38
3.66
2.85
2.85
2.33
2.67
2.80
2.57
2.47
2.30
Keterangan : ** = uji F sangat nyata pada taraf nyata 1% * = uji F nyata pada taraf nyata 5% tn = uji F tidak nyata
55
Lampiran 9. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap tebal pelepah lidah buaya
Kuadrat Tengah SK 3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
Kelompok
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.02
0.01
0.03
Naungan
0.03**
0.07**
0.10**
0.14**
0.17**
0.19**
0.20**
0.21**
0.19**
0.22**
0.18**
0.21**
0.22**
0.23**
0.25**
0.29**
0.37**
0.37**
Galat(a)
0.00
0.00
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.01
0.00
0.00
0.01
0.00
0.00
0.01
0.00
0.02
Pupuk
0.01**
0.05**
0.07**
0.17**
0.23**
0.24**
0.23**
0.23**
0.24**
0.25**
0.25**
0.28**
0.30**
0.31**
0.33**
0.45**
0.52**
0.77**
Interaksi
0.00tn
0.00*
0.00tn
0.01**
0.00tn
0.00**
0.00**
0.00**
0.00**
0.00*
0.00tn
0.00tn
0.00*
0.00tn
0.00tn
0.00tn
0.00tn
0.00tn
Galat(b)
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
KK a
7.78
7.14
5.20
9.23
6.20
6.35
6.77
6.91
7.37
7.74
6.73
6.50
7.40
6.36
5.58
6.59
3.59
8.41
b
2.82
3.74
3.86
3.45
4.05
3.41
2.59
2.76
2.46
2.58
3.21
3.67
3.28
3.57
4.24
4.31
3.86
7.53
Keterangan : ** = uji F sangat nyata pada taraf nyata 1% * = uji F nyata pada taraf nyata 5% tn = uji F tidak nyata
56
Lampiran 10. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap lebar pelepah lidah buaya
Kuadrat Tengah
SK 3
5
7
9
Kelompok
0.01
0.01
0.07
0.11
Naungan
0.12**
0.55**
0.99**
Galat(a)
0.01
0.06
Pupuk
0.07**
Interaksi Galat(b)
11
13
15
17
19
21
23
25
0.23
0.26
0.24
0.19
0.35
0.04
0.04
0.11
2.07**
1.83**
2.50**
2.40**
3.18**
4.33**
4.56**
5.62**
7.27**
0.09
0.05
0.08
0.15
0.23
0.20
0.16
0.09
0.26
0.43
0.28**
0.61**
1.07**
2.82**
4.78**
8.81**
11.57**
13.70**
16.46**
17.04**
17.45**
0.01*
0.01tn
0.04tn
0.13**
0.06tn
0.13**
0.16*
0.24*
0.28*
0.17tn
0.09tn
0.19tn
0.00
0.01
0.02
0.01
0.02
0.02
0.04
0.06
0.09
0.06
0.07
0.07
27
29
31
33
35
37
0.31
0.26
0.26
0.71
0.35
0.24
8.99**
12.18
10.53**
12.76**
12.90**
11.87**
0.50
0.48
0.39
0.35
0.53
0.46
18.43**
19.93**
22.80**
23.10**
21.40**
23.55**
0.21*
0.31**
0.16tn
0.20tn
0.13tn
0.12tn
0.07
0.05
0.06
0.14
0.08
0.08
KK a
4.84
9.49
11.08
7.24
7.76
9.96
11.52
10.18
8.69
6.24
9.82
11.92
12 11
11.60
9.96
9.31
11.06
10.18
b
2.97
4.74
4.99
4.39
4.66
4.19
4.84
5.53
7.62
5.27
5.35
4.86
4.53
3.87
4.11
5.91
4.50
4.37
Keterangan : ** = uji F sangat nyata pada taraf nyata 1% * = uji F nyata pada taraf nyata 5% tn = uji F tidak nyata
57
Lampiran 11. Tabel sid ik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap bobot basah total dan bobot basah pelepah 1 - 6 lidah buaya
Kuadrat Tengah SK Kelompok
BBT
BBP1
BBP2
BBP3
BBP4
BBP5
BBP6
175672.64
3846.11
3849.82
3656.18
2879.18
2674.32
2005.48
6811648.98**
62436.62**
61957.48**
57163.04**
53093.96**
51757.77**
45952.52**
219467.78
1434.07
1242.77
820.16
827.84
800.63
598.84
15440812.12**
133214.31**
126428.18**
115840.55**
102880.39**
96532.62**
89345.29**
Interaksi
609064.06**
2482.82*
2625.97**
2828.51**
3366.15**
3635.37**
3825.01**
Galat(b)
75701.07
670.10
627.61
656.26
523.99
497.18
459.46
Naungan Galat(a) Pupuk
KK a
23.68
16.89
16.63
14.24
15.31
16.03
15.04
B
13.91
11.54
11.82
12.73
12.18
12.63
13.17
Keterangan : ** = uji F sangat nyata pada taraf nyata 1% * = uji F nyata pada taraf nyata 5% tn = uji F tidak nyata
58
Lampiran 12. Tabel sidik ragam pengaruh naungan dan pupuk kandang terhadap kadar klorofil pelepah lidah buaya Kadar Klorofil SK
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil total
Kelompok
0.0021
0.0005
0.0035
Naungan
0.0004 tn
0.0003 tn
0.0006tn
Galat(a)
0.0002
0.0001
0.0010
Pupuk
0.0031 tn
0.0009 *
0.0078 *
Interaksi
0.0005 tn
0.0001 tn
0.0005tn
Galat(b)
0.0011
0.0002
0.0017
KK a
13.79
17.76
19.59
b
32.35
27.88
25.61
Keterangan : ** = uji F sangat nyata pada taraf nyata 1% * = uji F nyata pada taraf nyata 5% tn = uji F tidak nyata
59