UJI STABILITAS FISIK GEL EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera L.)
Nur Ida dan Sitti Fauziah Noer Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Makassar Email :
[email protected] ABSTRACT Telah dilakukan penelitian berjudul Uji stabilitas fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera L). yang bertujuan untuk menentukan jenis basis gel yang menghasilkan kualitas sediaan yang efektif untuk ekstrak Lidah Buaya sebagai dasar pengembangan menjadi gel antiseptik luka bakar berdasarkan stabilitas fisik sediaan. Metode penelitian meliputi liofilisasi daging daun lidah buaya dengan Freeze drier ,Formulasi gel dengan dua jenis basis CMC dan Karbopol, dan uji kestabilan fisik pada penyimpanan dipercepat suhu 5oC dan 35oC secara bergantian setiap 48 jam (1 siklus) selama 10 siklus. . Hasil pengamatan dan analisis data statistik menunjukkan bahwa Ekstrak lidah buaya dapat di buat gel dengan basis CMC 1,5% dan Karbopol 0,5%, yang stabil secara fisik, serta basis yang paling efektif untuk ekstrak lidah buaya adalah Karbopol 0,5%. Kata kunci : uji stabilitas fisik, lidah buaya, gel
PENDAHULUAN
ukuran luka sebesar 51%. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Junaid (3) konsentrasi ekstrak lidah buaya dalam bentuk serbuk yang digunakan untuk luka bakar adalah 0,2 %. Berdasarkan hal tersebut lidah buaya sangat potensial untuk diformulasi menjadi sediaan topikal. Salah satu bentuk sediaan yang efektif untuk terapi topikal adalah gel. Gel lebih disukai karena pada pemakaian meninggalkan lapisan tembus pandang, elastis, pelepasan obatnya baik dan penampilan sediaan yang menarik. Senyawasenyawa pembentuk gel yaitu polimer alam (seperti alginat, tragakan, gom arab, pektin, karagenan, dan lain-lain), polimer akrilik (seperti karbomer 934 P dan karbopol 934 P), derivat selulosa, polietilen, padatan koloidal terdispersi, surfaktan dan bahan pen-gel lain seperti beeswax (4). Komponen aktif bahan alam seperti lidah buaya sangat kompleks dan belum diketahui dengan jelas sifat kimia fisikanya, oleh karenanya kemungkinan interaksi pada saat pengembangan formulasi mungkin terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan formulasi menggunakan beberapa jenis basis gel, dan pengujian stabilitas fisika setelah penyimpanan pada waktu tertentu.
Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman yang fungsional karena semua bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan. Lendir lidah buaya kaya akan nutrisi serta zat pelembab dan mengandung kurang lebih 96% air, aloektin B yang menstimulasi sistem imun dan memberikan lapisan perlindungan pada bagian kulit yang rusak serta mempercepat tingkat penyembuhan. Antrakuinon dan kuinonnya memiliki efek untuk menghilangkan rasa sakit (analgetik). Saponin lidah buaya berperan sebagai pembersih sekaligus antiseptik. Kandungan polisakarida (terutama glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino, enzim oksidase, enzim katalase, lipase, dan protease memecah jaringan kulit yang sakit akibat kerusakan dan membantu memecah bakteri, sehingga lendir bersifat antibiotik dan penggati sel yang rusak (1,2). Tanaman ini mendapat julukan medical plant (Tanaman obat) atau master healing plant (tanaman penyembuh utama) karena memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Salah satu khasiatnya adalah membantu penyembuhan luka. Khasiat ini didukung oleh berbagai penelitian yang dilakukan pada tahun 1990-an yang menunjukkan bahwa luka bakar yang sederhana hingga parah dapat disembuhkan selama enam hari dengan selalu mengoleskan lendir lidah buaya, berbeda dengan luka yang hanya dibalut dengan pembalut kasa. Publikasi American Pediatric Medical Association menunjukkan bahwa pengolesan krim yang mengandung 25% lendir lidah buaya pada permukaan luka selama 6 hari dapat mengurangi
METODE PENELITIAN Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan antara lain, alatalat gelas, lumpang dan stamfer, tangas air, timbangan analitik, viskometer (Brookfield), termometer, dan alat-alat lain yang lazim digunakan di laboratorium. 79
80
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 – Juli 2012, hlm. 79 – 84
Bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel lidah buaya (Aloe vera Linn.), gliserin, metil paraben, natrium karboksimetil selulosa (natrium CMC), karbopol, trietanolamin, propilenglikol dan air suling. Pengambilan dan Pengolahan Sampel Sampel lidah buaya diperoleh dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Daun Lidah buaya dicuci, dikupas kulitnya, dagingnya dikerok dan dihancurkan dengan menggunakan blender, lalu dikeringkan dengan menggunakan pengering beku (freeze drier), hingga dihasilkan ekstrak dalam bentuk serbuk. Optimasi Konsentrasi Basis Gel Optimasi konsentrasi basis gel dilakukan dengan membuat basis gel tanpa bahan aktif yang mengandung natrium CMC dengan variasi konsentrasi 1,5%, 2%, 3% dan 4%; dan karbopol 0,3%, 0,5%, 1% dan 1,5%. Pengamatan organoleptik dan viskositas dilakukan, kemudian dipilih satu konsentrasi dari masing-masing jenis basis berdasarkan sifat fisik yang paling mendekati basis kontrol (sediaan gel luka bakar yang telah beredar di pasaran), selanjutnya dibuat gel luka bakar. Pembuatan Gel Ekstrak Lidah Buaya Metil paraben (0,2%) dilarutkan dalam air suling dengan memanaskan hingga suhu 70oC, selanjutnya ditambahkan pembentuk gel (Natrium CMC atau karbopol) diaduk hingga mengembang membentuk gel, kemudian ditambahkan bahan lain seperti gliserin (10%), propilenglikol (10%) sebagai humektan, trietanolamin (5%) platisizer dan penetral pH trietanolamin. Ekstrak lidah buaya ditambahkan ke dalam basis gel yang telah terbentuk, diaduk hingga homogen. Pada penelitian ini di buat 4 formula, yaitu formula gel dengan basis natrium CMC (F1), formula dengan basis karbopol (F2), formula kontrol 1 dengan basis basis natrium CMC tanpa bahan aktif ekstrak (KF1) dan formula kontrol 2 dengan basis karbopol tanpa bahan aktif ektrak (KF2). Formula selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.
warna, bau dan kejernihan yang sama setelah penyimpanan dipercepat. Homogenitas Sediaan gel yang dihasilkan dioleskan pada sekeping kaca kemudian diamati apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang stabil harus menunjukkan susunan yang homogen baik sebelum maupun setelah penyimpanan dipercepat. Pengukuran viskositas Viskositas diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield, spindel no 6 dengan kecepatan 50 putaran per menit (rpm). Sineresis Uji sineresis dilakukan dengan mengamati apakah terbentuk lapisan cairan di permukaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Gel yang stabil tidak boleh menunjukkan sineresis. Tabel 1. Rancangan formula gel ekstrak lidah buaya Konsentrasi bahan dalam Formula (%) No. Bahan F2 F2 KF2 KF2
2
Ekstrak Lidah buaya Gliserin
3
Metil paraben
0,2
0,2
0,2
0,2
4
Na CMC
1,5
-
1,5
-
5
Karbopol
-
0,5
-
0,5
6
Trietanolamin
-
1
-
1
7
Propilenglikol
10
10
10
10
8
Air Suling hingga
100
100
100
100
1
0,2
0,2
-
-
10
10
10
10
Ket :F=formula, K=kontrol
Pengumpulan dan Pengolahan Data Data dari hasil evaluasi kestabilan gel dikumpulkan, ditabulasi, dan dianalisis statistik.
Evaluasi Kestabilan Gel Setiap jenis evaluasi dilakukan sebelum dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan pada suhu 5oC dan 35oC secara bergantian setiap 48 jam (1 siklus) selama 10 siklus Pemeriksaan organoleptis Pemeriksaan organoleptis meliputi pengamatan kejernihan, warna dan bau. Gel yang stabil harus menunjukkan karakter yang sama berupa
HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Gel Ekstrak Lidah Buaya Formulasi gel mengandung bahan alam seperti daun lidah buaya diawali dengan mengekstraksi senyawa aktif yang terkandung dalam daun lidah buaya tersebut. Ekstraksi ini dimaksudkan untuk mengurangi volume bahan alam itu sendiri, menghilangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan, juga dari sisi penyimpanan dan pengangkutan ekstrak lebih efisien karena tidak membutuhkan
Nur Ida dan Sitti Fauziah Noer, Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.)
ruang yang luas. Ekstraksi yang dipilih tergantung sifat simplisia (batang, daun, akar), kandungan zat aktifnya mudah menguap atau tidak. Daun lidah buaya sebagian besar tersusun atas daging daun yang mengandung banyak air, sehingga untuk memperoleh ekstrak kering dibutuhkan metode penarikan air yang maksimal dari simplisia basahnya. Untuk menjaga zat-zat yang mungkin rusak oleh pemanasan maka dipilih metode penghilangan air tanpa pemanasan dengan metode Liofilisasi atau Freeze Drying (pengeringan beku). Pada proses awal penghancuran daging daun menggunakan penghancur elektrik (Blender) tampak bahwa campuran yang terbentuk menghasilkan buih. Hal ini disebabkan karena kandungan saponin dari daun lidah buaya yang membentuk buih pada proses pengadukan mekanik. Buih ini segera dapat dihilangkan ketika sampel ditempatkan dalam lemari pendingin. Viskositas atau kekentalan gel luka bakar sangat penting untuk diperhatikan karena daerah kulit yang mengalami luka bakar sangat sensitif terhadap iritasi dari luar atau bahan-bahan yang melekat padanya. Viskositas gel tergantung jenis basis dan konsentrasi yang digunakan, oleh karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan optimasi konsentrasi basis yang digunakan. Sebagai pembanding, digunakan gel luka bakar yang telah teruji dan beredar di pasaran. Optimasi basis natrium CMC dengan konsentrasi 1,5%, 2%, 3% dan 4% menunjukkan kekentalan yang sangat berbeda, dan yang paling mendekati karakter basis kontrol (viskositas 10,3 poise) adalah gel dengan konsentrasi natrium CMC 1,5% dengan kekentalan 6,8 poise, meskipun berdasarkan literatur konsentrasi natrium CMC untuk sediaan gel adalah 3 – 6 %. Konsentrasi basis karbopol untuk sediaan gel yang dianjurkan pada literatur adalah 0,1 – 4%, oleh karena itu dilakukan optimasi pada konsentrasi 0,3%, 0,5%, 1%, dan 1, 5%. Pengamatan dan pengukuran viskositas menunjukkan bahwa konsentrasi yang paling mendekati karakter basis kontrol adalah 0,5 % dengan kekentalan 7,3 poise. Hasil selengkapnya pada tabel 2 Tabel 2. Viskositas basis gel ekstrak daun lidah buaya untuk optimasi konsentrasi Viskositas Basis Kosentrasi (%) (poise) 1,5 6,8 2 15,8 Natrium CMC 3 32 4 84 0,3 3,33 0,5 7,3 Karbopol 1 39,5 1,5 53,5 Kontrol 10,3
Ekstrak kering lidah buaya hasil liofilisasi selanjutnya diformulasi menjadi sediaan gel dengan basis natrium CMC 1,5% (F1) dan karbopol
81
0,5% (F2). Sebagai pembanding untuk mengontrol pengaruh ekstrak terhadap kestabilan sediaan gel maka dibuat formula kontrol KF1 dan KF2 tanpa bahan aktif ekstrak untuk masing-masing jenis basis. Hasil pengembangan formula di atas menghasilkan gel yang stabil, baik yang mengandung ekstrak maupun kontrol dengan ciri-ciri organoleptik, homogenitas, viskositas dan pH seperti yang di uraikan pada tabel 3 sampai tabel 6. Tabel 3. Hasil Pengamatan Organoleptis Gel Ekstrak Daun Lidah Buaya Sebelum dan Sesudah penyimpanan Dipercepat Jenis Pemeriksaan Formula
Kondisi Warna
Bau
Hijau kekuningan Hijau kekuningan
Khas aromatis Khas aromatis
Formula 1 (Basis Natrium CMC)
Sebelum
Formula 2 (Basis Karbopol)
Sebelum
Hijau kekuningan
Khas aromatis
Sesudah
Hijau kekuningan
Sebelum
Putih jernih
Sesudah
Putih jernih
Sebelum
Putih jernih
Sesudah
Putih jernih
Khas aromatis Khas aromatis Khas aromatis Khas aromatis Khas aromatis
Kontrol Formula 1
Kontrol Formula 2
Sesudah
Tabel 4 . Hasil Pengamatan Homogenitas Gel Ekstrak Daun Lidah Buaya Sebelum dan Sesudah penyimpanan Dipercepat. Kondisi Formula Sebelum
Sesudah
Formula 1 (Basis Natrium CMC)
Homogen
Homogen
Formula 2 (Basis Karbopol)
Homogen
Homogen
Kontrol Formula 1
Homogen
Homogen
Kontrol Formula 2
Homogen
Homogen
Tabel 5. Hasil Pengukuran Rata-rata Viskositas (poise) Gel Ekstrak Daun Lidah Buaya Sebelum dan Sesudah penyimpanan Dipercepat. Viskositas Rata-rata Perubahan (poise) Formula viskositas (poise) Sebelum Sesudah Formula 1 (Basis Natrium CMC)
24,7
13,0
-11,7
Formula 2 (Basis Karbopol)
45,0
40,3
-4,7
Kontrol Formula 1
32,7
43,0
- 10,3
Kontrol Formula 2
53,0
56,3
+3,3
82
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 – Juli 2012, hlm. 79 – 84
Berdasarkan data viskositas pada tabel 5, gel yang mengandung ekstrak umumnya memiliki viskositas lebih rendah daripada gel kontrol tanpa bahan aktif untuk semua jenis basis. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak lidah buaya cenderung menurunkan viskositas basis. Tabel 5. Hasil Pengukuran pH Gel Ekstrak Daun Lidah Buaya Sebelum dan Sesudah penyimpanan Dipercepat. Nilai pH Sebelum
Sesudah
Perubahan nilai pH
Formula 1 (Basis Natrium CMC)
6,68
6,65
- 0,03
Formula 2 (Basis Karbopol)
7,83
7,75
-0,08
Kontrol Formula 1
6,89
6,68
-0,21
Kontrol Formula 2
7,86
7,75
-0,11
Ekstrak Lidah Buaya
6,44
Formula
Berbeda halnya dengan viskositas, pada pengukuran pH tampak bahwa penambahan ekstrak justru menurunkan pH, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak kemungkinan bersifat asam yang memberi nilai keasaman pada sediaan jadi. Hasil uji sineresis menunjukkan bahwa semua formula, baik yang mengandung ekstrak maupun kontrol tidak menampakkan sineresis. Sineresis terjadi ketika cairan gel keluar dan berkumpul di permukaan sehingga pada pengamatan visual terbentuk lapisan cairan di permukaan gel, yang mengindikasikan tidak stabilnya sediaan gel akibat turunnya konsentrasi polimer (14). Uji Stabilitas Fisik Sediaan gel Setiap sediaan farmasi yang telah dikembangkan harus melewati tahap pengujian untuk melihat kestabilannya pada penggunaan ataupun penyimpanan jangka panjang, termasuk menentukan umur simpan. Pengujian kestabilan tersebut dapat berupa pengujian kestabilan secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Pada penelitian ini dilakukan uji kestabilan fisik sediaan dengan menyimpan sediaan pada perbedaan suhu dan kelembaban yang ekstrim pada rentang waktu tertentu secara bergantian selama 10 siklus. Proses ini diharapkan menjadi simulasi penyimpanan jangka panjang yang dikenal dengan istilah penyimpanan dipercepat. Pada penelitian ini pengujian kestabilan dari produk yang diformulasi dilakukan dengan cara penyimpanan dipercepat pada suhu antara 5°C dan 35°C secara bergantian, dengan tiap siklus selama 48 jam. Kestabilan fisika sediaan gel ditetapkan melalui pengamatan kembali terhadapa sifat organoleptis, homogenitas, viskositas, dan pH serta ada tidaknya sineresis yang merupakan pengujian spesifik pada sediaan gel setelah penyimpanan dipercepat. Jika terjadi perubahan bermakna secara
statistik atau melampaui batas persyaratan buku resmi maka sediaan ini dapat dikatakan tidak stabil secara fisik. Berdasarkan data uji kestabilan fisik, tampak bahwa indikator organoleptik dan homogenitas tidak mengalami perubahan atau stabil dari sisi tampilan. Indikator lain yang diamati yaitu pH. Penurunan pH terjadi pada semua formula termasuk kontrol, maka kemungkinan penyebabnya bukan karena pengaruh ekstrak, namun pengaruh lingkungan seperti gas-gas di udara yang bersifat asam yang masuk dalam sediaan gel. Secara visual perbedaan atau selisih penurunan bahkan lebih besar pada formula kontrol dibandingkan formula ekstrak, yang dapat mengindikasikan bahwa ekstrak kemungkinan memiliki kapasitas dapar. pH formula dengan basis karbopol berada pada kondisi di atas batas yang dipersyaratkan untuk kulit yakni antara 4,5 – 6,5. Besarnya nilai pH bukan karena pengaruh ekstrak (pH ekstrak 6,44) namun karena pengaruh basis ini sendiri. Karbopol pada penggunaannya sebagai basis gel harus ditambahkan trietanolamin. Penambahan inilah yang menyebabkan besarnya nilai pH dari basi gel. Oleh karena itu penyesuaian pH pada gel berbasis karbopol dapat dilakukan dengan mengontrol konsentrasi trietanolamin. Pengukuran viskositas menunjukkan bahwa terjadi penurunan hampir di setiap formula setelah perlakuan kondisi penyimpanan dipercepat kecuali formula kontrol basis karbopol tanpa ekstrak. Penurunan viskositas lebih besar terjadi pada basis natrium CMC dibandingkan basis karbopol, yang mengindikasikan bahwa basis karbopol lebih stabil dibanding basis natirum CMC. Hasil optimasi basis berdasarkan nilai viskositas menggunakan basis tunggal diharapkan juga menghasilkan nilai viskositas yang sama dengan formula, namun tampak bahwa setelah penambahan bahan-bahan lain seperti propilenglikol dan gliserin yang konsistensinya cair, viskositas sediaan justru meningkat. Hal ini membuktikan bahwa kedua bahan tersebut mempunyai pengaruh dalam membentuk viskositas, sehingga dalam optimasi seharusnya tetap diperhitungkan sebagai basis tambahan. Secara statistik perubahan pada viskositas dan pH formula ini tidak signifikan perbedaannya baik karena pengaruh kondisi maupun pengaruh jenis basis dibuktikan pada tabel ANAVA dari F hitung < F tabel (α5% dan α1%). Oleh karena itu setiap formula dapat dikatakan stabil secara fisika. Pemilihan Basis Yang Paling Efektif Untuk Gel Ekstrak Lidah Buaya Basis yang efektif untuk suatu ekstrak adalah basis yang interaksinya paling minimal, yang dibuktikan pada evaluasi sediaan dengan perubahan yang paling minimal setelah kondisi penyimpanan dipercepat. Pada pengembangan formula dengan dua jenis basis di atas secara statistik tidak berbeda nyata, yang berarti bahwa kedua basis tersebut bisa digunakan untuk ekstrak Lidah
Nur Ida dan Sitti Fauziah Noer, Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera L.)
buaya, namun secara visual perbedaan minimal terjadi pada basis karbopol, oleh karena itu yang lebih efektif sebagai basis untuk ekstrak lidah buaya adalah basis karbopol 0,5% KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data secara statistik maka dapat disimpulkan bahwa 1. Ekstrak lidah buaya dapat diformulasi menjadi sediaan gel. 2. Berdasarkan uji stabilitas pada penyimpanan di percepat dan evaluasi data secara statisik gel ekstrak lidah buaya yang dihasilkan stabil secara fisik. 3. Basis gel yang menghasilkan sediaan dengan kualitas yang paling optimal untuk ekstrak lidah buaya adalah karbopol dengan konsentrasi 0,5%. DAFTAR PUSTAKA 1. Gage, D. dan Tara, E. 2008. Buku Pintar Terapi Aloe vera,Taramedia &Restu Agung, Jakarta,15 2. Furnawanthi, I. 2002, Khasiat dan manfaat Lidah Buaya si Tanaman Ajaib, PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. 9-14. 3. Junaid, I. 2005, Uji Kestabilan Fisis Krim Luka Bakar Dari Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L. Urba) dan Serbuk Lidah Buaya (Aloe vera L. Burm) Menggunakan Emulgator Anionik, Sripsi Farmasi, Universitas Hasanuddin 4. Lieberman, H.A., 1996, Pharmaceutical Dosage Forms, Vol.2, Marcel Dekker Inc, New York, 400.
83
5. Allen, V.L. 1998, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding. American Pharmaceutical Assosiation, Washington D.C. 6. Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 7. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C. (eds), 2006, Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. Electronic version. 8. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1979, Farmakope Indonesia, ed.3, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 9. Boyland, C.J. 1986, Handbook of Pharmaceutical Excipients, American Pharmaceutical Association, Washington DC USA. 10. Gennaro, A.R. 1990, Remington’s Pharmaceutical Science, 18th ed., McPublishing Co., Pennsylvania. 11. Howard, A.C. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed.4, UI Press, Jakarta 12. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, Farmakope Indonesia, ed.4, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 13. Lachman, L. 1994, Teori dan Praktek Industri Farmasi II, ed.3. UI-Press, Jakarta. 14. Astawan, M. 2004, Mari Kita Santap Lidah Buaya, www.DarfaHerba.net, diakses tanggal 19 November 2008. 15. Padmadisastra, Y. 2003. Formulasi Sediaan Cair Gel Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) Sebagai Minuman Kesehatan), Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran. Bandung. 16. Perdanakusuma , D.S., 2008, Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka, Departemen Ilmu Bedah Plastik, Surabaya.
84
Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 16, No.2 – Juli 2012, hlm. 79 – 84
Gambar 1. Sediaan gel ekstrak lidah buaya yang telah dibuat