Prosiding Pendidikan Dokter
ISSN: 2460-657X
Pengaruh Pemberian Madu Randu terhadap Kapasitas Vital Paru pada Perokok Aktif (Studi Mengenai Kesehatan Kerja Petugas Kebersihan di UNISBA) 1)Muhammad Fadhil, 2)R. Rizky Suganda Prawiradilaga, 3)R. Anita Indriyanti 1,2,3)Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung, Jl. Hariangbangga No.20 Bandung 40116 1)
2)
e-mail:
[email protected],
[email protected], 3)
[email protected]
Abstract: Active smoker is person who smoked and direct cigarette smoking and can result in a hazard to health and there is a lot free radical substances inside the cigarettes itself which could be able to the decrease Lung Vital Capacity. Honey contains high antioxidants substances that could increase Lung Vital Capacity to smokers. This research has a purpose to find out the effect of honey against smoker’s Lung Vital Capacity on janitor in Unisba. This research is a quantitative research with experimental method through clinical trial. It is done by giving 20 ml honey to the subject which is 26 man of janitor and the interval of age between 18 to 38 years old. The data is obtained through asking some questions, filling questioner, and spyrometry examination. Paired T test is used to analyze the statistical issue. The data distribution of Lung Vital Capacity is obtained from the result of FVC and FEV1, Shapiro Wilk is the test used to analyze normality of data distribution and the result is normal. The statistical analysis result at the honey effects to Lung Vital Capacity is read from the results of FVC and FEV1 (FVC p=0,480 with decreasing mean, FEV1 p=0,379 with increasing mean). For the measurement results of 26 subjects, the FVC increased 12 people, decreased 13 people, stable 1 people and the FEV1 increased 12 people and decreased 14 people, this result shows that is no significant relationship from honey against increasing smokers Lung Vital Capacity. The conclusion is giving honey could not increase smokers Lung Vital Capacity. Key Words: Lung Vital Capacity, Randu Honey, Active Smoker Abstrak: Perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan dan di dalam asap rokok itu sendiri mengandung radikal bebas dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga dapat menurunkan Kapasitas Vital Paru. Madu randu mengandung zat-zat antioksidan yang tingi sehingga dapat meningkatkan Kapasitas Vital Paru pada perokok aktif. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian madu randu terhadap Kapasitas Vital Paru perokok aktif pada petugas kebersihan di Unisba. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimental melalui uji klinik. Penelitian ini dilakukan dengan cara pemberian madu sebanyak 20 ml pada subjek yang diperoleh dari Petugas Kebersihan di Unisba yang berjumlah 26 orang dengan rentang usia 18 sampai dengan3 8 tahun. Data diambil dengan wawancara dan pengisian kuesioner oleh peneliti dan pemeriksaan spirometri. Analisis statistik menggunakan uji T berpasangan. Sebaran data pada Kapasitas Vital Paru dilihat dari hasil FVC dan FEV1, didapatkan data yang terdistribusi normal menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk. Hasil analisis pengaruh pemberian madu terhadap Kapasitas Vital Paru dilihat dari hasil FVC dan FEV1 (FVC p= 0,480 dengan mean mengalami penurunan; FEV1 p= 0,379 dengan mean mengalami kenaikan). Untuk hasil pengukuran dari 26 subjek, pada FVC yang meningkat 12 orang, menurun 13 orang, tetap 1 orang dan pada FEV1 yang meningkat 12 orang dan menurun 14 orang, hal ini menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian madu randu terhadap peningkatan Kapasitas Vital Paru. Pada penelitian ini disimpulkan pemberian madu randu tidak dapat meningkatkan Kapasitas Vital Paru pada perokok aktif. Kata Kunci : Kapasitas Vital Paru, Madu Randu, Perokok Aktif
1077
1078 |
Muhammad Fadhil, et al.
A.
Pendahuluan Masalah yang ditimbulkan rokok belum bisa tertangani secara optimal hingga saat ini. Jumlah perokok di seluruh dunia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara dalam hal prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2011, sebanyak 67% laki laki dewasa dan 2,7% wanita dewasa atau sekitar 59,9 juta orang dewasa secara keseluruhan di Indonesia adalah perokok.1 Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13 – 15 tahun sebanyak 30,4% pernah merokok dan 20,3% dari seluruh pelajar di usia tersebut adalah perokok aktif. Pada rentang usia tersebut, terjadi peningkatan sebanyak 2 kali lipat antara rentang tahun 2006 hingga 2009.1 Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa tambahan lainnya.2 Tiap hisapan rokok mengandung jumlah oksidan yang besar meliputi aldehida, epoksida, peroksida, dan radikal bebas lain, selain mengandung oksidan, asap rokok dapat memicu aktivitas sel-sel antiinflamasi untuk membentuk radikal bebas secara tidak langsung dalam tubuh sehingga jumlah oksidan yang ada dalam tubuh bisa melebihi jumlah antioksidan yang tersedia.3 Salah satu penyakit akibat rokok yang tersering adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit ini merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.4 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit saluran pernafasan akibat terhambatnya aliran udara yang bersifat kronik dan irreversibel.5 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) saat ini angka prevalensi, morbiditas dan mortalistasnya meningkat dari tahun ke tahun.6 Saat ini PPOK menempati urutan keempat dalam hal penyebab kematian di seluruh dunia dan WHO memperkirakan pada tahun 2020 PPOK akan menempati peringkat ketiga penyakit dalam menyebabkan kematian.7 Untuk mendiagnosa PPOK terhadap suatu pasien, gold standard yang digunakan adalah spirometri. Pada pasien PPOK, terjadi hambatan aliran udara pada saat ekspirasi sehingga mempengaruhi hasil spirometri seperti Forced Expiratory Volume in one second (FEV1), Forced Vital Capacity (FVC), dan total volume paruparu, yang mana dari semua pengukuran tersebut akan mempengaruhi Kapasitas Vital Paru (KVP) karena pada spirometri untuk menentukan KVP dapat dilihat dari hasil FVC dan FEV1, namun perubahan hasil spirometri pada PPOK ini tergantung pada umur, jenis kelamin, suku, riwayat merokok, pekerjaan, riwayat penyakit pernafasaan lainnya, dan adanya penyakit komorbid seperti riwayat penyakit jantung, hipetensi, diabetes mellitus, dll. Dari hasil pemeriksaan spirometri ini, derajat PPOK juga dapat dinilai menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat menurut ratio FEV1/FVC.7 Perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Asap rokok yang dihisap perokok aktif inilah yang banyak mengandung karbon monoksida, tar dan nikotin. Pada lingkungan tinggi paparan asap rokok dibutuhkan antioksidan tambahan agar keseimbangan sistem pro-oksidan/antioksidan tidak terganggu.8 Petugas kebersihan merupakan pekerja yang lingkungan kerjanya banyak debu ditambah lagi dengan perilakunya yang kebanyakan perokok, ini mengakibatkan bahaya
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)
Pengaruh Pemberian Madu Randu Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Perokok Aktif…
| 1079
bagi kesehatan tubuh karena banyaknya radikal bebas yang masuk ke tubuh, karenanya dibutuhkanlah antioksidan tambahan untuk melawan radikal bebas tersebut. Madu merupakan makanan alami yang banyak digunakan sebagai obat tradisional sejak zaman dulu. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat dan kandungan dari madu, salah satu manfaat penting madu yang telah diketahui yaitu sebagai antioksidan, selain itu madu adalah cairan pemanis alami yang diproduksi oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau ekstra floral nektar atau ekskresi serangga.9,10 Madu tersusun atas beberapa molekul gula seperti glukosa dan fruktosa serta sejumlah mineral dan garam seperti magnesium, kalsium, kalium, natrium, khlor, potasium, sodium, klorin, sulfur, zat besi dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, C, D, E, K, beta karoten, flavonoid, asam fenolik, asam organik, asam urat, asam nikotinat, antibiotik, hormon dan enzim pencernaan.11, 12 Kandungan nutrisi dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas adalah vitamin A, C, E, flavonoid, asam organik, asam fenolik dan beta karoten.12 Salah satu jenis madu disini adalah madu randu, merupakan jenis madu yang diproduksi secara kontinyu di Indonesia. Madu ini termasuk dalam madu monofloral atau madu yang berasal dari satu jenis bunga yaitu bunga randu (Cheiba pentandra). Madu Randu diproduksi oleh industri peternakan lebah madu di perkebunan randu, yang telah diketahui mempunyai khasiat sangat baik bagi kesehatan.12 Menurut hasil penelitian Amrun dkk, pada tahun 2007 menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dapat mengurangi risiko terhadap penyakit kronis yang disebabkan oleh rokok, seperti kanker paru dan penyakit paru obstruksi kronis yang apabila dilakukan pengukuran kapasitas vital paru akan mengalami penurunan.13,14 Dapat diketahui dari risiko di atas bahwa seorang perokok walaupun belum menunjukkan tanda penyakit kronis, tapi kemungkinan besar sudah mengalami penurunan kapasitas vital paru. B.
Metode Penelitian ini bersifat uji eksperimental uji klinis. Data yang diperoleh adalah perubahan nilai Kapasitas Vital Paru perokok aktif sebelum dan sesudah diberikan madu randu. Penelitian ini dilakukan terhadap petugas kebersihan yang berkerja di Universitas Islam Bandung sebanyak 26 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Bahan yang digunakan adalah Madu Randu. Alat penelitian yang digunakan adalah timbangan spirometri dan gelas ukur. Variabel bebas pada penelitian adalah dosis madu. Variabel terikat adalah nilai Kapasitas Vital Paru. Penelitian dilakukan dengan cara memilih subjek dengan metode consecutive sampling, memberikan penjelasan mengenai penelitian kepada subjek, jika subjek menyetujui, subjek diminta untuk membubuhi tanda tangan pada lembar persetujuan, menjelaskan cara mengkonsumsi madu serta melakukan pengukuran awal Kapasitas Vital Paru. Subjek diingatkan setiap hari selama 28 hari untuk meminum 20 ml terhitung sejak menyetujui keikutsertaan. Pengukuran kembali Kapasitas Vital Paru subjek pada hari ke 28 dan menganalisis perolehan data sebelum dan sesudah pemberian madu. Pengukuran Kapasitas Vital Paru dilakukan berdasarkan ketentuan ATS. Analisis data yang digunakan adalah uji normalitas dan uji t berpasangan dengan α=0,05. Penelitian ini dilakukan di Universitas Islam Bandung.
Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
1080 |
Muhammad Fadhil, et al.
C.
Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lingkungan kampus Universitas Islam Bandung, beralamat di Jalan Tamansari No 1 kota Bandung, yang dilakukan dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni tahun 2015 dengan subjek penelitian adalah 26 orang petugas kebersihan yang dipekerjakan oleh Koperasi Syariah Karyawan dan Dosen Universitas Islam Bandung yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini melihat hasil Kapasitas Vital Paru yang dinilai dari hasil pengukuran FVC dan FEV1. Berdasarkan teori yang ada FVC dan FEV1 merupakan volume dinamis paru yang keduanya dapat mempengaruhi dari Kapasitas Vital Paru, oleh karena itu dalam menentukan Kapasitas Vital Paru pada pengukuran menggunakan spirometri dapat dilihat dari hasil pengukuran FVC dan FEV1. Gambaran karakteristik Kapasitas Vital Paru dari subjek penelitian berdasarkan hasil dari FVC dan FEV1 pada 26 orang petugas kebersihan yang dapat dijelaskan pada tabel 1 dan 2. Tabel 1. Gambaran Kapasitas Vital Paru Variabel FVC* FVC** FEV1* FEV1**
Mean 2.64 2.63 2.42 2.48
∆ -0.01 0.06
Keterangan: *: Sebelum pemberian madu randu **: Sesudah pemberian madu randu
Tabel 1 menjelaskan mengenai rata-rata hasil pengukuran FVC sebelum dan sesudah pemberian madu randu pada 26 orang subjek penelitian. Menurut hasil perhitungan, rata-rata pengukuran FVC sebelum diberikan madu randu adalah 2,64 L dan rata-rata pengukuran FVC sesudah diberikan madu randu adalah 2,63 L. Berdasarkan tabel 1 perbedaan rerata dari kedua pengukuran FVC adalah -0,01. Apabila dipersentasikan, tidak ada kenaikan FVC sebelum dan sesudah pemberian madu randu. Pada tabel 1 juga menjelaskan mengenai rata-rata hasil pengukuran FEV1 sebelum dan sesudah pemberian madu randu pada 26 orang subjek penelitian. Menurut hasil perhitungan, rata-rata pengukuran FEV1 sebelum diberikan madu randu adalah 2,42 L dan rata-rata pengukuran FEV1 sesudah diberikan madu randu adalah 2,48 L. Berdasarkan tabel 2 perbedaan rerata dari kedua pengukuran FEV1 adalah 0,06. Apabila dipersentasikan, kenaikan FEV1 sebelum dan sesudah pemberian madu randu adalah 2,25 persen. Pada tabel di atas dapat dilihat untuk FVC dari reratanya ada penurunan dari 2,64 L menjadi 2,63 L dan terdapat perbedaan rerata dari kedua pengukuran FVC sebesar -0,01. Untuk FEV1 dari reratanya terdapat peningkatan dari 2,42 L menjadi 2,48 L dan terdapat perbedaan rerata dari kedua pengukuran FEV1 sebesar 0,06, jika dipersentasikan FEV1 ini terdapat kenaikan sebesar 2,25 persen, jadi terdapat kecenderungan peningkatan FEV1.
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)
Pengaruh Pemberian Madu Randu Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Perokok Aktif…
| 1081
Tabel 2. Perbedaan Kapasitas Vital Paru Perokok Aktif sebelum dan sesudah pemberian madu randu hasil analisis Uji T Berpasangan Variabel Pasangan 1 FVC* FVC** Pasangan 2 FEV1* FEV1**
Mean
Sd
p-value
2.64 2.63
0.63 0.42
0.480
2.42 2.48
0.64 0.51
0.379
Keterangan: *: Sebelum pemberian madu randu **: Sesudah pemberian madu randu
Uji t berpasangan dapat dilakukan apabila data Kapasitas Vital Paru dilihat dari FVC dan FEV1 ini terdistribusi normal. Pada penelitian ini data FVC dan FEV1 menurut hasil perhitungan Shapiro-Wilk didapatkan nilai (p>0.05) yang artinya data terdistribusi normal. Pada analisis uji t berpasangan sesuai dengan tabel 2 menjelaskan mengenai rata-rata hasil pengukuran Kapasitas Vital Paru dilihat dari FVC dan FEV1 pada responden, sebelum dan sesudah pemberian madu randu. Menurut hasil perhitungan, rata-rata pengukuran FVC sebelum diberikan madu randu adalah 2.64 dan rata-rata pengukuran FVC sesudah diberikan madu randu adalah 2.63. Apabila dipersentasikan, tidak ada kenaikan FVC sebelum dan sesudah pemberian madu randu. Secara statistik tidak ditemukan perbedaan FVC yang bermakna (nilai p = 0.480) pada responden tersebut. Untuk FEV1, rata-rata pengukuran FEV1 sebelum diberikan madu randu adalah 2.42 dan rata-rata pengukuran FEV1 sesudah diberikan madu randu adalah 2.48. Apabila dipresentasikan, tidak ada kenaikan FEV1 sebelum dan sesudah pemberian madu randu. Secara statistik tidak ditemukan perbedaan FEV1 yang bermakna (nilai p = 0.379) pada responden tersebut. D.
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata Kapasitas Vital Paru perokok aktif dilihat dari FVC dan FEV1 sebelum pemberian madu randu pada Petugas Kebersihan di Universitas Islam Bandung seperti terlihat pada tabel 1 dan tabel 2 adalah FVC 2,64 L dan FEV1 2,42 L, hal ini berada di bawah normal. Pada penelitian ini, diketahui terdapat penurunan pada fungsi paru berupa FEV1. Hal ini sejalan dengan penelitian Gold et.al pada tahun 2005 di Amerika yang membuktikan terdapat hubungan penuruan fungsi tersebut dengan merokok. Persamaan ini mungkin dikarenakan paparan asap rokok menyebabkan peningkatan jumlah mukus oleh sel goblet trakea, sehingga volume maksimal udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama ketika ekspirasi maksimal setelah melakukan inspirasi maksimal menurun.15 Pada FVC diketahui pada penelitian ini terdapat penurunan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Bajentri et.al pada tahun 2003 di India bahwa terjadi penurunan FVC pada perokok. Merokok selama dua sampai lima tahun memiliki pengaruh pasti dalam penyempitan saluran napas kecil maupun besar.16
Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
1082 |
Muhammad Fadhil, et al.
Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi sebagai kontrol terhadap pasien berupa jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan kondisi kesehatan saat pengukuran. Menurut penelitian Otrowski dkk, pada tahun 2006 di Polandia banyak faktor yang mempengaruhi penilaian fungsi paru.17 Faktor yang mempengaruhi fungsi paru meliputi faktor biologis meliputi umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, ras, genetik, kecepatan tumbuh kembang. Selanjutnya faktor lingkungan, merokok, alkohol, baju ketat, nutrisi, penyakit yang berkaitan dengan paru dan penyakit ekstra paru. Pada penelitian ini sangat sedikit sekali faktor yang dikendalikan oleh peneliti sehingga berpeluang terjadinya bias pada hasil akhir. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa asap rokok dapat merusak organ manusia, dilihat dari hasil tes fungsi paru pada perokok aktif yang menurun. Secara biomolekuler hal ini sesuai dengan penelitian Arief dkk. tahun 2002 di Surabaya bahwa asap rokok menyebabkan peningkatan radikal bebas yang mengandung komponen kimia toksik yang akhirnya menyebabkan berbagai penyakit dan kerusakan organ. Hal ini disebabkan karena asap rokok mengandung banyak bahan kimia diantaranya karbonmonoksida, tar dan nikotin serta senyawa radikal bebas lain.3 Asap rokok menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel melalui mekanisme yang dikaitkan terhadap stres oksidatif, selanjutnya stres oksidatif menyebabkan peroksidasi lipid yang akan menimbulkan kerusakan membran sel. Membran sel membantu pengaturan keluar masuk berbagai zat melalui proses transport pasif dan aktif, dan juga sebagai tempat melekatnya berbagai enzim. Hilangnya integritas membran sel menyebabkan penumpukan kelebihan cairan jaringan dalam sel yang disebut edema yang merupakan fase menuju kematian sel (nekrosis).3 Penggunaan madu dalam penelitian ini berperan untuk mencegah kerusakan pada organ karena madu diketahui mengandung zat-zat gizi mineral yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan enzim SOD yang merupakan senyawa antioksidan. Selain zat-zat gizi mineral, senyawa antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, flavonoid dan beta karoten juga terdapat dalam madu. Hal ini sesuai dengan penelitian Oka dkk. tahun 2010 di Bali yang menjelaskan senyawa antioksidan dalam madu seperti vitamin C, vitamin E, beta karoten dan flavonoid.12 Menurut penelitian Sumarno dkk. tahun 2007 di Malang, vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air. Senyawa ini merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Vitamin C mampu mereduksi radikal superoksida, hidroksil, dan oksigen reaktif lainnya. Merokok memboroskan vitamin C hingga 30%. Perokok mungkin tidak merasakan efek tersebut, tetapi jika tubuh kekurangan vitamin C maka terjadi kekurangan antioksidan.18 Vitamin E merupakan antioksidan yang sangat aktif dalam mencegah peroksidasi lipid dengan mentransfer atom hidrogen. Jadi, vitamin E menghilangkan radikal peroksil lebih cepat daripada reaksi radikal bebas tersebut dengan protein membran atau asam lemak tak jenuh ganda. Vitamin E melindungi asam lemak tidak jenuh pada membran fosfolipid. Selain dalam bentuk vitamin, antioksidan dalam madu dapat berupa zat non-gizi seperti beta karoten dan flavonoid.18 Beta karoten merupakan antioksidan tidak larut air yang berpotensi menjaga integritas membran sel terhadap serangan radikal bebas. Pada umumnya penggunaan betakaroten sebagai antioksidan berkombinasi dengan sumber antioksidan lain. Beta karoten merupakan zat yang di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A dan berfungsi sebagai antioksidan. Beta karoten diketahui berfungsi sebagai scavenger (pemungut) radikal bebas. Beta karoten melindungi membran lipid dari peroksidasi, dan
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)
Pengaruh Pemberian Madu Randu Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Perokok Aktif…
| 1083
sekaligus menghentikan reaksi rantai dari radikal bebas.18 Sedangkan flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan. Secara in vitro, senyawa flavonoid telah terbukti mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Sifat antioksidan flavonoid terutama berperan terhadap radikal hidroksil, anion superoksida dan radikal peroksil.19 Pengaruh pemberian madu randu terhadap Kapasitas Vital Paru perokok aktif menunjukkan hasil yang tidak bermakna. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Khasanah pada tahun 2008 di Malang yang menemukan adanya peningkatan diameter alveoli paru pada tikus yang dipapar asap rokok secara subakut dan diberikan madu selama 10 minggu.20 Perbedaan ini terjadi karena pada penelitian ini dilakukan hanya dalam waktu 4 minggu sehingga cukup jauh sekali perbedaan lama waktu pemberiannya yang mengakibatkan hasil akhir jauh dari hipotesis peneliti. Menurut penelitian Oka dkk, pada tahun 2010 di Bali bahwa madu randu memiliki kandungan antioksidan sebesar 69,37%, menunjukkan kandungan antioksidan yang tinggi.12 Pada penelitian ini hasilnya menunjukkan bahwa madu randu sebagai antioksidan tidak berpengaruh pada peningkatan Kapasitas Vital Paru perokok aktif. Sehingga pada penelitian ini dosisnya mungkin harus ditambah sebesar 80 ml lagi untuk dapat menjadi terapi yang optimum. Pada hasil perhitungan statistik dapat dinilai bahwa FVC dan FEV1 memiliki nilai p>0,05 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak, artinya pemberian madu randu tidak bermakna terhadap peningkatan Kapasitas Vital Paru dilihat dari FVC dan FEV1. Perlu diperhatikan nilai rerata pada tabel 4.4 yang merupakan hasil dari pengukuran FEV1 menunjukkan peningkatan, sehingga pemberian madu randu dapat mempengaruhi peningkatan FEV1, jadi pada penelitian ini terdapat kecenderungan peningkatan terhadap FEV1. E.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik yang telah dilakukan, simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kapasitas Vital Paru pada perokok aktif sebelum pemberian madu randu dilihat dari hasil FVC dan FEV1. Memiliki rata-rata FVC 2,64 L (N= 4 L) dan FEV1 2,42 L (N= 3,2 L), artinya sebelum perlakuan hasilnya berada di bawah normal. 2) Pemberian madu randu tidak dapat meningkatkan Kapasitas Vital Paru perokok aktif pada petugas kebersihan Unisba. 3) Hasil pengukuran FEV1, hasil dari rata-rata sesudah pemberian madu randu terdapat peningkatan dari 2,42 L menjadi 2,48 L, jadi pada penelitian ini terdapat kecenderungan peningkatan FEV1 sesudah pemberian madu randu.
F. 1)
2)
Saran Untuk meningkatkan Kapasitas Vital Paru hendaknya diikuti dengan berhenti dalam merokok, peningkatan asupan makanan yang bergizi, dan menciptakan lingkungan yang bersih sehingga menunjang untuk peningkatan kesehatan paru, bukan hanya mengkonsumsi suplemen saja. Penelitian mengenai madu perlu penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama dan dosis ditingkatkan.
Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
1084 |
Muhammad Fadhil, et al.
Daftar Pustaka IAKMI, Tobacco Control Support Center. Masalah rokok di Indonesia. GATS; 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Arief S. Radikal bebas. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga RSU DR Soetomo. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia; 2003 McIvor A, Lowry J. Assesment of COPD. Eur Respir J. 2008;28:398-420. Schermer T, Jacobs JE, Chavannes NH, Hartman J, Folgering HT, Bottema BJ, et al. Validity of spyrometry testing in general practice population of patiena with chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Thorax. 2003;58:861-86. National Heart Lung and Blood Institute. Disease and condition index of COPD : What is COPD.2009 [diunduh januari 2015]. Tersedia dari : http/nhlbi.nih.gov/health/dci/Disease/Copd/Copd_WhatIs.html Bustan MN. Epidemiologi penyakit tidak menular. Cet. 2. Jakarta: Rineka Cipta. 2007. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan antioksidan. Jakarta (Indonesia): Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. No 38. 2013. Panitia Teknis 93S, Makanan dan minuman. madu. Jakarta (Indonesia): Badan Standardisasi Nasional. No 01-3545. 2004. Yahya, Harun. Keajaiban lebah madu [Internet]. [updated 2011 September 9; diunduh 1 Januari 2015]. Tersedia dari: http://araliatry.wordpress.com/2011/09/09/keajaiban-lebah-madu-dalam-alquran/. Parwata, Oka AIM, Ratnayani K, Listya, Ana. Aktivitas antiradikal bebas serta kadar beta karoten pada madu randu (Ceiba pentandra) dan madu kelengkeng (Nephelium longata L.). Jakarta: Jurnal Kimia. 2010; Vol 4 (1): 54-62. As’ari H. Efek pemberian madu terhadap kerusakan sel hepar mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2009. Rohmatussolihat. Antioksidan penyelamat sel – sel tubuh manusia. BioTrends. 2009; Vol 4(1). Gold, Diane R. Et al. Effects of Cigarette Smoking on lung Function in Adolescent Boys and Girls. Massachusetts Medical Society. Massachusetts;2005 Bajentri, AL. Et al. Effect of 2-5 Years of Tobacco Smoking on Ventilatory Tests. Department of Physiology, Karnatak Institute of Medical Sciences, Hubli, India; 2003. Ostrowski S, Barud W. Factors influencing lung function: are the predicted values for spirometry reliable enough? J Physiol Pharmacol J Pol Physiol Soc. 2006. Sumarno, Puspita T, Wahyuningsih R. Peran antioksidan pada ekstrak tepung daun kelor (Moringa oleifera) terhadap kadar MDA (Hepar) pada tikus Rattus novergicus strain wistar yang dipapari asap rokok akut. Malang: Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Malang. Ratnayani K, Adhi SD, Gitadewi. Penentuan kadar glukosa dan fruktosa madu randu dan madu kelengkeng. Journal of Chemistry. 2008 [diunduh 14 Desember
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)
Pengaruh Pemberian Madu Randu Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Perokok Aktif…
| 1085
2014]. Tersedia dari: http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/view/2714 Khasanah NU. Pengaruh pemberian madu sebagai antioksidan terhadap diameter alveoli paru tikus (Rattus novergicus) yang dipapar asap rokok secara sub akut. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah; 2008.
Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015