Yeni Putri: Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil
Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil Yeni Putri, Taufik, Yusrizal Chan, Irvan Medison Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Rumah Sakit Umum Pusat M. Djamil, Padang
Abstrak
Latar belakang: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan inflamasi kronik dari saluran napas yang persisten dan bersifat progresif. Pasien PPOK stabil sering terdapat kolonisasi bakteri saluran napas bawah dan menjadi pemicu potensial terhadap inflamasi saluran napas. Kolonisasi bakteri tersebut dapat merangsang ekspresi IL-8 pada sel epitel dan meningkatkan kadar IL-8 pada sputum. Pemberian antibiotik dapat mengurangi tingkat IL-8 dahak secara signifikan sehingga mengurangi gejala sesak napas. Metode: Studi prospektif pre dan post pada pasien PPOK stabil yang memiliki bakteri potensial patogen dari sputum di poliklinik paru RS Dr. M. Djamil Padang dan Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Lubuk Alung, Padang Pariaman. Subjek diberikan antibiotik selama 7 hari sesuai dengan hasil kultur dan senstivitas sputum. Sampel sebanyak 22 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Kadar IL-8 sputum dan skala MMRC sebelum dan setelah perlakuan juga diperiksa. Hasil: Sampel berjumlah 22 orang dengan proporsi 100% laki-laki dan bekas perokok dengan penyakit komorbid sebanyak 18,18% (hipertensi). Derajat PPOK terbanyak adalah derajat 3 (50,00%) dengan skala sesak napas 3 sebanyak 14 (63, 64%). Kadar IL-8 rerata sebelum pemberian antibiotik adalah 766,64 ± 193,24 dan setelah pemberian antibiotik adalah 438,46 ± 135,38, hal ini signifikan secara statistik. Antibiotik yang banyak digunakan adalah siprofloksasin (81,81%) yang sesuai dengan hasil uji sensitivitas sputum. Tidak ada perbedaan dalam skala MMRC sebelum dan setelah pemberian antibiotik. Kesimpulan: Pemberian antibiotik menurunkan kadar IL-8 secara signifikan, tetapi tidak mempengaruhi skala MMRC. (J Respir Indo. 2014; 34: 211-7) Kata kunci: PPOK, Interleukin 8, sputum, skala MMRC.
Antibiotic Effects on Sputum Interleukin 8 (Il-8) Sputum and Dyspneu Scale in Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease Abstract
Backgrounds: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a chronic inflammation of the airway that is persistent and progressive. Patient with stable COPD frequently have bacterial colonization in lower respiratory tract and become potential trigger for airway inflammation. Bacterial colonization stimulates the expression of IL-8 in epithelial cells and increases the rate of IL- 8 in sputum. Antibiotics treatment can reduce the rate of IL-8 sputum significantly thereby reducing the symptoms of shortness of breath. Methods: Pre and post prospective study of patients with stable COPD that had potential bacterial pathogen in sputum from Pulmonary Clinic in M.Djamil Hospital, Center for Pulmonary Disease Treatment (BP4 Lubuk Alung). Subject was given antibiotics for 7 days based on sputum culture and sensitivity. Twenty two subjects fullfiled the criteria for inclusion. Sputum IL-8 level and MMRC scale before and after the administration of antibiotics were examined. Results: Twenty two sample was observed, 100% were male and ex-smokers with hypertension as comorbid disease (18,18%). COPD grade 3 is the most (50%) with 14 subjects has MMRC scale 3 (63,34%). IL- 8 before administration was 766.64 ± 193.24 and after administration was 438.46 ± 135.38. There is no difference in MMRC scale before and after antibiotic administration. Conclusion: Antibiotic reduce IL- 8 rate significantly, but not affect MMRC scale. (J Respir Indo. 2014; 34: 211-7) Keywords: COPD, Interleukin 8, sputum, MMRC scale.
Korespondensi: Yeni Putri Email:
[email protected]; HP: 085263586336
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
211
Yeni Putri: Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil
PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) meru pakan suatu inflamasi kronik dari saluran napas yang persisten dan bersifat progresif.1 Penyakit ini dapat ditemukan dalam bentuk PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi akut.2 Penatalaksaan PPOK stabil ter gantung pada gejala individu masing-masing pasien dan faktor risiko untuk terjadinya eksaserbasi dari PPOK tersebut.3 Faktor risiko untuk terjadinya eksa serbasi antara lain adalah kolonisasi bakteri saluran napas.2 Kolonisasi bakteri saluran napas bawah sering terdapat pada pasien PPOK stabil dan menjadi pemicu yang potensial untuk terjadinya inflamasi saluran napas. Penelitian Zhang M dkk.2 mendapatkan kolonisasi bakteri saluran napas bawah pada PPOK stabil dapat menjadi faktor penting patogenesis inflamasi dan terjadinya eksaserbasi, sehingga kolonisasi kuman tersebut berhubungan dengan penurunan fungsi paru pada PPOK. Penelitian ini juga mendapatkan peningkatan interleukin 8 (IL-8), IL-6 dan TNF α (Tumor Necrosis Factor alpha) saluran napas dalam keadaan stabil dan selama follow up akan menyebabkan terjadinya peningkatan eksaserbasi dan menurunnya fungsi paru. Hal ini mengindikasikan bahwa kolonisasi bakteri menjadi stimulus penting inflamasi saluran napas dan eksaserbasi PPOK stabil.2 Interleukin 8 merupakan kemokin yang berfungsi untuk aktivitas kemotaktin pada sputum pasien PPOK. Kolonisasi bakteri pada saluran napas bawah dapat merangsang ekspresi IL-8 pada sel epitel dan meningkatkan kadar IL-8 yang ditemukan pada sputum pasien PPOK. Pemberian zat yang dapat menurunkan kadar IL-8 pada PPOK akan mengurangi gejala sesak napas.4 Penelitian Ordonez CL dkk.5 tentang marker inflamasi penyakit paru lainnya (cystic fibrosis). Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada penyakit paru dapat menurunkan kadar IL-8 sputum secara signifikan. Pada penelitian ini juga disimpulkan bahwa IL-8 dapat dijadikan salah satu marker noninvasif untuk menilai respons pengobatan terhadap pasien.5
212
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada pasien PPOK stabil yang mempunyai kolonisasi bakteri potensial patogen (BPP) atau potensially pathogenic microorganisms (PPM) di saluran napas bawah yang diberikan antibiotik sesuai kultur sensitivitas mikroorganisme sputum. Setelah pemberian antibiotik pasien dilakukan pemeriksaan kembali marker inflamasi sputum, yaitu IL-8, kemudian dinilai kembali skala sesak napas. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian antibiotik terhadap kadar IL-8 dan skala sesak napas pada PPOK stabil. METODE Penelitian ini merupakan studi prospektif pre dan post, dengan populasi penelitian adalah penderita PPOK stabil berdasarkan kriteria Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2012 yang berobat ke poliklinik paru RS Dr. M. Djamil Padang dan Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Lubuk Alung, Padang Pariaman. Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) inklusi pada bulan November 2012 sampai Juni 2013. Kriteria inklusi adalah pasien usia minimal 40 tahun, bekas perokok, PPOK sesuai kriteria gold 2013 dan stabil secara klinis, hasil kultur sputum ditemukan bakteri bakteri potensial patogen (BPP) dengan bacterial load ≥ 105 CFU/mL dan bersedia mengikuti seluruh program penelitian dengan menan datangani formulir persetujuan (informed consent) setelah diberikan penjelasan tentang penelitian. Kriteria eksklusi adalah pasien yang tidak datang setelah pemberian antibiotik atau tidak menyelesaikan penelitian, pasien dengan hasil uji sensitivitas semua bakteri resisten dengan semua antibiotik yang diperiksa dan pasien PPOK yang memiliki penyakit komorbid dengan gejala sesak napas, seperti gagal jantung. Subjek adalah 22 orang pasien yang meme nuhi kriteria inklusi dan serta telah mendapat persetujuan. Dilakukan pencatatan nama, nomor register, umur, jenis kelamin, jumlah rokok (batang perhari dan lama dalam tahun), penyakit komorbid dan wawancara mengenai derajat sesak napas J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
Yeni Putri: Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil
berdasarkan modified medical research council (MMRC) dan dilakukan pemeriksaan spirometri, kemudian dilakukan pengambilan sputum untuk
Tabel 1. Karakteristik dasar pasien PPOK stabil. Karakteristik
Rerata, frekuensi
Jenis kelamin
dilakukan pemeriksaan bacterial load, kultur dan
Laki-laki
22 (100%)
sensitivitas mikroorganisme sputum serta kadar IL-8.
Umur, tahun (rerata ± SD)
67,91 ± 6,62
Lama berhenti merokok, tahun 6,82 ± 7,01 (rerata ± SD)
Pasien kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas mikroorganisme sputum
Penyakit komorbid Ada
4 (18,18%)
selama 7 hari. Setelah pemberian antibiotik pasien
Tidak ada
18 (81,82%)
diperiksa kembali IL-8 sputum dan skala MMRC.
Indeks Brinkman
Sampel sputum diperiksa di bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Data yang diperoleh dari studi ini akan dianalisis sehingga dapat diperoleh pengaruh pemberian anti biotik terhadap IL-8 sputum dan skala sesak napas pada PPPOK stabil. Untuk menilai data terdistribusi normal digunakan tes Kolmogorof-Smirnof. Pengaruh pemberian antibiotik terhadap kadar IL-8 digunakan uji t berpasangan. HASIL Karakteristik dasar subjek dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semua
Sedang
7 (31,82%)
Berat
15 (68,18%)
Spirometri (rerata ± SD) VEP1 ml
1113,27 ± 431,86
VEP1 %
44,18 ± 15,57
KVP ml
2137,36 ± 670,16
KVP %
62,91 ± 19, 01
VEP1/KVP
51, 45 ± 12,85
II
7 (31,82%)
III
11 (50,00%)
IV
4 (18,18%)
Derajat PPOK
MMRC 2
8 (36,36%)
3
14 (63,64%)
IL-8 (ng/dl)
766,64 ± 193,24
Jumlah kolonisasi BPP (CFU/ml)
229,41 x 108 ± 133,76 x 108
subjek adalah laki-laki. Umur berkisar antara 56 tahun sampai 83 tahun dengan reratanya 67,91 ±
Tabel 2. Kolonisasi BPP sputum pasien PPOK stabil.
6,62 tahun. Rerata lama berhenti merokok 6,82 ± 7,01
Pola kolonisasi
tahun dan indeks Brinkman berat merupakan derajat
Koloni tunggal
yang paling banyak, yaitu 15 orang (68,18%). Pada penelitian ini sebagian besar subjek tanpa penyakit komorbid, yaitu 18 orang (81,82%), sedangkan 4 orang subjek (18,18%) ditemukan hipertensi. Hasil pemeriksaan spirometri sebelum per lakuan didapatkan rerata VEP1 1.113,27 ± 431,86 ml. Rerata persentase VEP1 adalah 44,18 ± 15,57%. Rerata KVP didapatkan adalah 2.137,36 ± 670,16 mL. Hasil VEP1/KVP pada penelitian ini didapatkan rerata 51,45 ± 12,85%. Pada penelitian ini derajat PPOK yang terbanyak ditemukan sebelum perlakuan adalah derajat 3, yaitu 11 orang (50,00%). Skala sesak napas berdasarkan MMRC yang terbanyak adalah skala 3, yaitu 14 orang (63,64%). Rerata kadar IL-8 sebelum perlakuan didapatkan sebesar 766,64 ± 193,24 ng/dL. Sedangkan rerata kolonisasi BPP adalah 229,41 x 108 + 133,76 x 108
n
Persentase (%)
● P. Aeruginosa
10
45,45
● Strep. pneumonia
1
4,55
● Staph. Aureus
2
9,09
● K. Oxytoca
4
18,18
● P. Vulgaris
1
4,55
● P. aeruginosa, A. baumanni
2
9,09
● P. aeruginosa, P. vulgaris
2
9,09
Total
22
100
Koloni campuran
Dari hasil kultur bakteri potensial patogen yang ditemukan dari sputum didapatkan 18 orang dengan kolonisasi tunggal dan 4 orang dengan kolonisasi campuran. Kolonisasi tunggal yang terbanyak adalah P.aeruginosa sebanyak 10 orang (45,45%). Kolonisasi campuran terdiri dari P. aeruginosa dan A. baumanni sebanyak 2 orang (9,09%) serta P. aeruginosa dan P. vulgaris juga sebanyak 2 orang (9,09%), seperti yang terlihat pada Tabel 2.
CFU/mL. J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
213
Yeni Putri: Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil
Antibiotik
Siprofloksasin
4 (18,18%)
18 (81,81%)
Levofloksasin IL-8 Setelah IL-8 Sebelum
Gambar 1. Antibiotik yang digunakan berdasarkan uji sensitivitas (kiri) dan kadar IL-8 Tabel 3. Kadar IL-8 sebelum dan setelah perlakuan berdasarkan rata-rata. Kadar IL-8 (ng/dl) Rendah (<766,64) Tinggi (≥766,64) Jumlah
Sebelum 11 (50,00) 11 (50,00) 22 (100)
Setelah 22 (100) 0 (0) 22 (100)
nafas sebelum dan setelah pemberian antibiotik.
Nilai p <0,001
Hasil uji sensitivitas kuman banal sputum di dapatkan bahwa siprofloksasin dan levofloksasin merupakan antibiotik yang paling besar sensitivitasnya di antara antibiotik lain yang diuji. Siprofloksasin merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan, yaitu 18 orang (81,81%), seperti yang terlihat pada Gambar 1. Hasil IL-8 sebelum dan setelah perlakuan untuk setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 1. Pada grafik tersebut dapat terlihat perubahan IL-8 pada setiap sampel. Rerata kadar IL-8 sebelum pemberian antibiotik adalah 766,64 ± 193,24 ng/dL. Sedangkan kadar IL-8 setalah pemberian antibiotik turun menjadi 438,46 ± 135,38 ng/dL. Analisis statistik mendapatkan nilai p 0,021. Perbedaan hasil ini bermakna secara statistik karena nilai p <0,05. Kadar IL-8 sebelum dan setelah perlakuan berdasarkan rata-rata kadar IL-8 tersebut, dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu tinggi dan rendah, seperti terlihat pada Tabel 3 berikut ini. Pada penelitian ini skala sesak napas sebelum dan setelah perlakuan terlihat pada Tabel 4. Dari tabel 214
tersebut terlihat tidak ada perbedaan skala sesak
PEMBAHASAN Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 22 orang pasien PPOK stabil yang telah memenuhi kriteria inklusi. Subjek diambil dari pasien PPOK di poli Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang dan BP4 Lubuk Alung Padang Pariaman. Karakteristik dasar subjek terlihat pada tabel 3. Semua subjek pada penelitian ini adalah laki-laki (100%). Hasil ini sama dengan dengan penelitian Tri dkk.6 di RS Persahabatan Jakarta yang mendapatkan hasil 100% subjek adalah laki-laki. Penelitian Sethi dkk.7 mendapatkan hampir semua pasien PPOK berjenis kelamin lakilaki, yaitu 97,83%. Secara epidemiologi PPOK lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Umur rerata pada penelitian ini didapatkan adalah 67,91 tahun. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Tri dkk.6 yang mendapatkan umur rerata pasien adalah 68,27 tahun.6 Penelitian Garrido dkk.8 juga mendapatkan umur rerata yang hampir sama, yaitu 67,1 tahun.8 Penelitian Miravittles dkk.10 men dapatkan umur rerata 68,1 tahun. Sesuai dengan literatur menyebutkan bahwa prevalensi PPOK
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
Yeni Putri: Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil
karena PPOK juga berkontribusi untuk penyakit
IL-8
kardiovaskuler. Begitu juga dengan stres oksidatif berkontribusi untuk berkembangnya aterosklerosis.15 Pada penelitian ini didapatkan bahwa derajat PPOK terbanyak adalah derajat 3, yaitu 11 orang (50,00%), diikuti oleh derajat 2 dan 4. Hasil penelitian Tri dkk. menemukan derajat PPOK yang terbanyak adalah PPOK derajat 2 (38,8%), diikuti dengan PPOK derajat 3 (37,6%).6 Penelitian Ferrari dkk.
Sebelum
mendapatkan subjek yang terbanyak berada pada
Sesudah p = 0,021
derajat 2 diikuti dengan derajat 4.16 Berdasarkan
Gambar 2. Perbandingan kadar IL-8 sebelum dan setelah perlakuan.
Tabel 4. Skala sesak napas penderita PPOK sebelum dan setelah perlakuan.
teori disebutkan bahwa pasien PPOK derajat 2 atau lebih akan mulai merasakan gejala, sehingga pasien akan memeriksakan kesehatannya.13
Kolonisasi BPP yang banyak ditemukan
adalah P.aeruginosa sebanyak 10 subjek (45,45%).
Skala sesak napas
Sebelum
Setelah
MMRC 2
8 (36,36)
8 (36,36)
Hasil ini berbeda dengan penelitian Stockley dkk. yang
MMRC 3
14 (63,64)
14 (63,64)
Total
22 (100)
22 (100)
menemukan H. influenzae bakteri yang terbanyak
lebih banyak terjadi pada umur lebih dari 65 tahun.11 Literatur lain juga menyebutkan bahwa PPOK lebih banyak terdiagnosis setelah umur lebih dari 60 tahun.9 Pada penelitian ini indeks Brinkman yang terbanyak adalah berat (68,18%), diikuti dengan indeks Brinkman6 sedang. Penelitian Tri dkk.6 yang mendapatkan Indeks Brinkman sedang dan berat merupakan frekuensi yang terbanyak ditemukan.6
diikuti dengan H. parainfluenzae.17 Penelitian Sethi dkk. juga menemukan kuman yang sama dengan Stockley dkk. yaitu H. influenzae merupakan bakteri yang terbanyak diikuti dengan H. parainfluenzae.18 Berdasarkan literatur didapatkan bahwa bakteri yang sering ditemukan adalah Haemophillus influenza, Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis, Pseudomonas aeroginosa, Enterobacteriaceae, Hae mophillus parainfluenzae.19 Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan pola kuman yang ada.
Berdasarkan teori menyebutkan rokok merupakan
Penelitian Martinez-Solano dkk. mendapatkan bahwa
faktor risiko untuk PPOK yang terpenting.9,12
P. aeruginosa dapat menyebabkan infeksi kronis
Penyakit komorbid hanya ditemukan pada 4
pada pasien PPOK.20 Engler dkk. mendapatkan
orang subjek (18,18%), yaitu hipertensi. Berdasarkan
bahwa P. aeruginosa ditemukan pada semua derajat
penelitian Pobeha dkk. menemukan bahwa PPOK
PPOK dan semakin meningkat ditemukan dengan
dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardio
meningkatnya keparahan PPOK.21
vaskuler. Hal ini dibuktikan dengan penebalan tunika
Dari hasil uji sensitivitas kuman banal spu
intima karotis pada pemeriksaan USG karotis.13
tum didapatkan bahwa siprofloksasin merupakan
Penyakit kardiovaskuler lebih sering ditemukan
antibiotik dengan sensitivitas yang tinggi, sehingga
seiring dengan peningkatan keparahan PPOK.14 Mekanisme pasti yang mendasari hubungan PPOK dan penyakit kardiovaskuler ini belum jelas. Merokok dan usia merupakan faktor risiko untuk PPOK dan penyakit kardiovaskuler. Selain itu inflamasi sistemik
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
banyak digunakan untuk subjek pada penelitian ini. Siprofloksasin diberikan pada 18 orang subjek (81,81%). Sedangkan 4 orang subjek sisanya mendapatkan levofloksasin. Pada literatur didapatkan bahwa pasien PPOK yang memiliki faktor risiko seperti usia tua (>65 215
Yeni Putri: Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil
tahun), PPOK derajat berat, sering eksaserbasi dan
DAFTAR PUSTAKA
mempunyai penyakit kardiovaskuler lebih bermanfaat
1. Singh D, Edwards L, Tal-Singer R, Rennard S.
jika diberikan golongan fluorokuinolon.22
Kadar IL-8 setelah pemberian menunjukkan
penurunan untuk masing-masing subjek penelitian. Kadar IL-8 yang termasuk kriteria tinggi sebelum pemberian antibiotik adalah 11 orang dan kriteria rendah 11 orang. Sedangkan kadar IL-8 setelah pemberian antibiotik mendapatkan bahwa seluruh subjek berada pada kelompok kategori rendah dengan p nilai <0,001 dan ini bermakna secara statistik. Kadar IL-8 setelah pemberian antibiotik secara keseluruhan menunjukkan penurunan yang bermakna secara statistik (766,64 ± 193,24 ng/dL menjadi 438,46 ± 135,38 ng/dL) dengan p nilai <0,05, yaitu 0,021. Penulis belum menemukan penelitian tentang pengaruh pemberian antibiotik terhadap kadar IL-8 penderita PPOK stabil. Penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini dilakukan oleh Ordonez CL, dkk pada penderita fibrosis sistik. Pada penelitian ini ditemukan penurunan kadar IL-8 yang signifikan setelah pemberian antibiotik.5 Berdasarkan teori pemberian antibiotik pada PPOK stabil dengan kolonisasai bakteri patogen akan menghambat inflamasi saluran napas yang pada akhirnya akan terjadi penurunan produksi sitokin, seperti IL-8.4,23 Skala MMRC pasien PPOK stabil yang terbanyak ditemukan berada pada skala 3, yaitu 14 orang (63,64%). Penelitian Miravitles dkk. men dapatkan skala MMRC yang terbanyak adalah skala 2.10 Setelah pemberian antibiotik didapatkan skala MMRC subjek tidak berubah. Hal ini di sebabkan
karena
PPOK
merupakan
penyakit
paru yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel dan bersifat progresif, sehingga pemberian antibiotik tidak dapat memperbaiki derajat PPOK.
3,13
KESIMPULAN
Pada penelitian ini didapatkan pemberian anti
Sputum neutrophils as a biomarker in COPD: Findings from the ECLIPSE Study. Respiratory Research. 2010;11(77):1-12. 2. Zhang M, Li Q, Zhang XY, Ding X, Zhu D, Zhou X. Relevance of lower bacterial colonization, airway inflammation, and pulmonary function in the stable stage of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Eur J Clin Microbial Infect Dis. 2010;29:1487-93. 3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for the diagnosis, management
and
prevention
of
Chronic
Obstructive Pulmonary Disease, Revised 2012. 4. Chung KF. Cytokines. In: Asthma and COPD: Basic mechanisms clinical management, 2nd edition. USA: Elsevier. 2009;327-41. 5. Ordonez CL, Henlg NR, Hamblett NM, Accurso FJ, Burns JL, Chmiel JF, et al. Inflammatory and microbiologic markers in induced sputum after intravenous antibiotics in Cystic Fibrosis. Am J Respir Crit Care Med. 2003;168.1471-5. 6. Tri AY, Faisal Y, Budhi A. Korelasi penilaian kualitas hidup dan prognosis penderita penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan CAT, SGRQ dan BODE di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. J. Respir Indo. 2013; 33(1): 8-16. 7. Sethi S, Wrona C, Eschberger K, Lobbins P, Cai X, Murphy TF. Inflammatory profile of new bacterial strain exacerbations of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respir Crit Care Med. 2008;177:491-7. 8. Garrido PC, Diez JDM, Gutierrez JR, Centeno AM, Vazquez EG, Barrera VH, et al. Characteristics of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Spain from a gender perspective. BMC Pulmonary Medicine. 2009;9(2):1-8. 9. DeMeo DL, Weiss ST. Epidemiology. In: Asthma and COPD: Basic mechanisms clinical management, 2nd edition. USA: Elsevier. 2009; 9-21.
biotik secara signifikan menurunkan kadar IL-8, tetapi
10. Miravittles M, Marin A, Monso E, Vila S, Roza
tidak terdapat perubahan skala sesak napas sebelum
CDL, Herves R, et al. Colour sputum is a marker
dan setelah pemberian antibiotik
for bacterial colonisation in Chronic Obstructive
216
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
Yeni Putri: Pengaruh Pemberian Antibiotik terhadap Kadar Interleukin 8 Sputum dan Skala Sesak Napas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil
Pulmonary Disease. Respiratory Reseach. 2010;
management of acute exacerbations of COPD.
11(58):1-9.
Chest. 2000; 117 (6): 1638-45.
11. Donohue JF, Sheth K. Asthma and COPD
18. Sethi S, Maloney J, Grove L, Berenson CS. Airway
managemet strategies for the Primary Care
inflammation and bronchial colonization in Chronic
provider. MCM. 2008;1:1-16.
Obstructive Pulmonary Disease. Am Respire Crit
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta: PDPI. 2011. 13. Pobeha P, Skyba P, Joppa P, Kluchova E, Szaboova E, Tkac I, et al. Carotid intima media thickness in patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Bratisl Lek Listy. 2011;112(1):24-8. 14. Molen TVD. Co-morbidities of COPD in Primary Care: Frequency, relation to COPD and treatment consequences.
Primary
Care
Respiratory
Journal. 2010; 19(4):326-34. 15. Gas WQ, Man SFP. Systemic effects and mortality in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. BC Medical Journal.2008; 50 (3): 148-51. 16. Ferrari A, Tanni SE, Faganello MM, Caram LMO, Lucheta PA, Godoy I. Three-year follow-up study of respiratory and systemic manifestations of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Brazilian Journal of Medical and Biological Research. 2011; 44:46-52. 17. Stockly RA, O’Brien C, Pye A, Hill SL. Relationship of sputum color to nature and outpatient
J Respir Indo Vol. 34 No. 4 Oktober 2014
Care Med. 2006;991-8. 19. Senthi S, Murphy TF. Infection in the pathogenesis and course of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. N Engl J Med. 2008;359:2355-65. 20. Martinez-Salano L, Macia MD, Fajardo A, Oliver A, Martinez JL. Chronic Pseudomonas aeruginosa infection in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Clinical Infection Disease. 2008; 47(15):1526-33. 21. Engler K, Mühlemann K, Garzoni C, Pfahler H, Geiser T, Garnier CV. Colonisation with Pseudo monas aeruginosa and antibiotic resistance patterns in COPD patients. Swiss Med Wkly. 2012;142:13509:1-9. 22. Patel A, Wilson R. Newer Fluoroquinolones in the treatment of acute exacerbations of COPD. International Journal of COPD. 2006;1(3): 243-50. 23. Maraffi T, Piffer F, Cosentini R. Prophylactic antibiotic therapy in Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Ther Adv Resp Dis. 2010;4(3):135-42.
217