Perbandingan Nilai Hormon Testosteron dan Growth Hormone pada Berbagai Derajat Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil Muhammad Fachri*, Faisal Yunus*, Wiwien Heru Wiyono*, Aria Kekalih** *
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta
** Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak Latar belakang: Terdapat hubungan antara gangguan kelenjar endokrin dan kelemahan otot pada pasien PPOK. Dua hormon yang dianggap mempengaruhi yaitu growth hormone dan hormon testosteron. Metode: Secara case control observational, dikumpulkan data dengan metode konsekutif dari kelompok pasien PPOK stabil dan orang sehat. Data dikumpulkan sejak April 2009 sampai dengan Juli 2010 di Rumah Sakit Persahabatan. IGF-1 dan testosteron diperiksa dengan menggunakan uji ELISA. Hasil: Terdapat 28 pasien PPOK stabil sebagai kelompok kasus dan 28 subjek normal sebagai kontrol. Karakteristik umur, jenis kelamin dan indeks massa tubuh antara kedua kelompok telah setara. Median nilai hormon testosteron pada pasien PPOK stabil yaitu 575 (170-1600) ng/dL dan relatif lebih tinggi daripada kelompok kontrol: 520 (210-2010) ng/dL. Rerata nilai IGF-1 pasien PPOK stabil 98±27ng/mL dan relatif lebih rendah dibanding kelompok kontrol:109±37ng/mL. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik. Kesimpulan: Terdapat kecenderungan nilai growth hormone / IGF-1 lebih rendah dan nilai testosteron lebih tinggi pada pasien PPOK stabil dibanding orang sehat yang setara umur tetapi tidak berbeda secara statistik. Walaupun penelitian ini belum dapat membuktikan adanya perbedaan bermakna hormon testosteron dan growth hormone / IGF-1 namun hal tesebut masih diperdebatkan. (J Respir Indo. 2012; 32:208-17) Kata kunci: PPOK, growth hormone, IGF-1, testosteron.
Comparison of Serum Testosterone and Growth Hormone in Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease Patients Abstract Introduction: There is a correlation between the disturbance of endocrine glands and muscular weakness in COPD patients. Two hormones assumed to be affected are growth hormone and testosterone hormone. Methods: In observational case control study, we collected data consecutively from stable COPD patients group and healthy people group. Data was collected during June 2009-July 2010 in Persahabatan Hospital. We examined serum IGF-1 and testosterone using ELISA test. Results: There were 28 stable COPD patients as case group and 28 normal subjects as control. The characteristic of age, sex and body mass index between groups were comparable. Serum testosterone hormone level median in stable COPD patients was 575 (170-1600) ng/dL and relatively higher than in the control group: 520 (210-2010) ng/dL. IGF-1 level mean in stable COPD was 98±27 ng/mL and relatively lower than in control group: 109±37 ng/mL. However, the differences were not statistically significant. Conclusion: Previous studies have found a decreasing trend of growth hormone/IGF-1 and increasing testosterone level in male COPD patients compared to healthy person of the same age, though the differences were insignificant. This study supports the evidence that changes of growth hormone and testosterone in male COPD patients is not relevant, nevertheless the controversy remains. (J Respir Indo. 2012; 32:208-17) Keywords: COPD, growth hormone, IGF-1, testosterone.
PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) masih
katnya kebiasaan merokok, meningkatnya usia
menjadi masalah global di dunia. World Health
harapan hidup manusia dan dapat di atasinya penyakit
Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2020
degeneratif lainnya serta kemajuan industri yang tidak
PPOK menjadi urutan ke-3 di dunia penyebab angka
dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan.
kesakitan dan kematian baik di negara-negara maju
Prevalens PPOK pada populasi umum diperkirakan 1%
maupun di negara-negara berkembang akibat mening-
dan meningkat secara bertahap hingga lebih 40% pada
208
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
kelompok umur di atas 40 tahun.1 Yunus dkk.2
gambaran nilai growth hormone melalui perubahan nilai
melaporkan bahwa PPOK menduduki peringkat 5 dari
insulin-like growth factor-I (IGF-1) dan hormon testos-
jumlah pasien yang berobat serta menduduki peringkat
teron pada penderita PPOK stabil.
4 dari jumlah pasien yang dirawat di RS Persahabatan
Penelitian dilakukan di poliklinik asma / PPOK
dari tahun 1997 sampai tahun 1999. Diprediksi angka ini
RS Persahabatan Jakarta / Departemen Pulmonologi
akan terus meningkat karena paparan terus menerus
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Penelitian dimulai
dengan faktor risiko seperti merokok dan polusi serta
bulan April 2009 sampai dengan Juli 2010.
semakin meningkatnya jumlah orang berusia lanjut oleh
Populasi adalah penderita PPOK stabil yang
karena meningkatnya usia harapan hidup orang
berobat ke poliklinik asma / PPOK RS Persahabatan
Indonesia. Penyakit ini memberikan dampak yang
Jakarta. Sampel penelitian adalah penderita PPOK
besar terhadap kualitas hidup penderita dan keluarga-
stabil sebagai kasus dan orang sehat sebagai kontrol
nya.2
yang masing-masing sesuai kriteria penerimaan dan Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupa-
penolakannya. Semua subjek diambil secara konsekutif
kan penyakit yang ditandai dengan keterlibatan
artinya semua penderita yang memenuhi kriteria
beberapa sel inflamasi. Respons inflamasi melibatkan
penerimaan dan penolakan diambil sebagai sampel
sel-sel inflamasi (neutrofil, makrofag, limfosit T dan sel
penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi.
epitel) dan berbagai mediator inflamasi (leukotrien, prostaglandin, platelet activating factor, reactive oxygen
Kriteria inklusi:
species, kemokin, sitokin, growth factor, endotelin,
•
neuropeptidase dan protease).
3,4
Kasus 1. Bersedia dengan sukarela mengikuti seluruh
Saat ini terapi PPOK
umumnya terkonsentrasi pada disfungsi organ primer
program penelitian dengan menandatangani
yaitu paru. Terdapat hubungan antara organ primer
formulir informed consent. 2. Penderita PPOK stabil dengan umur di atas 40
dengan organ lainnya. Keluhan terbanyak pasien PPOK
tahun.
adalah sesak dengan penurunan kemampuan latihan,
3. Penderita PPOK yang terakhir minum steroid oral
5,6
terkait dengan penurunan fungsi otot. Prevalens pada
atau inhalasi 3 minggu sebelum penelitian.
keadaan ini meningkat 20% dengan keadaan klinis
4. Penderita PPOK stabil baik laki-laki maupun
stabil sampai 35% pada pasien yang mendapatkan rehabilitasi paru. Kekurangan massa lemak bebas (fat
perempuan yang datang ke poli asma / PPOK RS
free mass / FFM) terdapat pada pasien PPOK yang
Persahabatan Jakarta
diduga disebabkan oleh gangguan energi atau
•
Kontrol adalah orang sehat dan tidak menderita PPOK dan memenuhi syarat seperti kriteria
metabolisme. Ini sebagai bukti keterkaitan antara bertambahnya inflamasi sistemik dengan habisnya
penerimaan untuk kasus yaitu bersedia dengan
FFM. Sehingga gangguan pada sistem anabolik
sukarela mengikuti seluruh program penelitian
hormon mungkin juga merusak respons anabolik yang
dengan menandatangani formulir informed consent,
dibutuhkan untuk kemampuan otot rangka. Jadi
umur di atas 40 tahun dan terakhir minum steroid
terdapat hubungan gangguan endokrin terhadap
oral atau inhalasi 3 minggu sebelum penelitian.
kelemahan dan kerusakan otot pada PPOK, misalnya gangguan growth hormone / IGF-1 dan hormon pada hipotalamic-pituitary-gonad (contoh: testosteron).
7,8
Kriteria eksklusi: •
Kasus 1. Penderita PPOK dengan penyakit paru lainnya
METODE
dan atau penyakit endokrin. 2. Penderita dengan ketergantungan steroid atau
Penelitian ini merupakan suatu penelitian dasar dengan desain penelitian kasus kontrol untuk melihat
membutuhkan steroid jangka panjang secara sistemik atau inhalasi.
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
209
3. Penderita PPOK dengan penyakit diabetes melitus tipe 2. •
Kontrol yaitu menderita PPOK, penyakit paru
Tabel 1. Karakteristik dasar subjek berdasarkan kelompok kontrol dan kasus Kelompok Karakteristik
lainnya, penyakit endokrin, diabetes melitus tipe 2 dan ketergantungan steroid atau membutuhkan steroid jangka panjang secara sistemik atau inhalasi. Pasien PPOK stabil dan orang sehat setelah dilakukan anamnesis, riwayat merokok, pemeriksaan fisis, indeks massa tubuh, spirometri, analisis gas darah diseleksi untuk mencari sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien PPOK stabil dan orang sehat kemudian diminta kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian dan diminta untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Kedua kelompok subjek penelitian tersebut menjalani pemeriksaan hormon testosteron dan IGF-1 dengan pengambilan darah vena perifer dan dianalisis dengan ELISA (enzime linked immunosorbent assay) test. Analisis data akan dilakukan secara univariant dan bivariant. Perhitungan analisis dengan menggunakan program SPSS 13.
HASIL Penelitian ini berhasil mengumpulkan 28 orang untuk tiap kelompok kasus dan kontrol. Kedua kelompok subjek penelitan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Umur pasien PPOK dengan rerata 65 tahun
Kasus Mean N
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 62 Umur 40-60 > 60 Pendidikan Tidak sekolah SD SLTP SLTA D3/PT 22,71 IMT Kurus Normal Gemuk Indeks Brikman Tidak merokok Ringan Sedang Berat Status merokok Perokok Bekas Tidak PCO2 < 35 35 - 45 > 45 PO2 < 80 80 - 100 > 100 Derajat PPOK Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat
28
Kesetaraan
Kontrol %
Mean N 28
100%
% 100%
65
0,380
12 42,9% 16 57,1%
8 28,6% 20 71,4%
0 0% 14 50,0% 5 17,9% 7 25,0% 2 7,1%
1 6 5 13 3
3,6% 21,4% 17,9% 46,4% 10,7%
21,14
0,084
1 3,6% 22 78,6% 5 17,9%
6 21,4% 18 64,3% 4 14,3%
2 7,1% 2 7,1% 11 39,3% 13 46,4%
0 0% 14 50,0% 13 46,4% 1 3,6%
15 53,6% 11 39,3% 2 7,1%
4 14,3% 24 85,7% 0 0%
6 21,4% 20 71,4% 2 7,1%
10 35,7% 15 53,6% 3 10,7%
3 10,7% 9 32,1% 16 57,1%
9 32,1% 16 57,1% 3 10,7%
28 0 0 0 0
0 0% 1 3,6% 16 57,1% 8 28,6 3 10,7%
0,004
0,001
0,384
0,001
100% 0% 0% 0% 0%
yang terdiri dari 20 orang berumur > 60 tahun dan 8 orang berumur 40 sampai dengan 60 tahun. Rerata umur kelompok kontrol adalah 62 tahun dengan 16 orang berumur > 60 tahun dan 12 orang berumur 40 sampai dengan 60 tahun. Pasien PPOK stabil subjek dan kontrol penelitian ini terbanyak dengan indeks massa tubuh (IMT) normal yaitu 22 orang untuk kontrol dan 18 orang pasien PPOK stabil. Secara statistik karakteristik umur dan IMT pada kedua kelompok subjek penelitian terlihat tidak bemakna dan karakteristik jenis kelamin pada kedua kelompok tersebut juga sama. Hal ini menunjukkan telah tercapai kesetaraan ketiga karakteristik pada kedua kelompok subjek tersebut. Pada subjek kontrol lebih banyak yang masih merokok dibanding bekas perokok yaitu 15 dan 11 orang. Indeks Brinkman pada subjek kontrol umumnya
210
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
sedang dan berat sedangkan pada pasien PPOK stabil terbanyak indeks Brinkman ringan dan sedang. Hal ini didukung secara statistik yang berbeda bermakna dengan p < 0,05. Nilai PCO2 pada kelompok kontrol umumnya sebanyak 20 orang berkisar antara 35 sampai dengan 40 mmHg. Kelompok pasien PPOK memiliki nilai PCO2 terbanyak berkisar antara 35 sampai dengan 40 mmHg yaitu berjumlah 15 orang. Perbandingan antara kedua kelompok subjek tersebut secara statistik tidak berbeda bermakna. Pada penelitian ini mendapatkan nilai PO2 kelompok kontrol umumnya sebanyak 16 orang yaitu di atas 100 mmHg dan kelompok kasus terbanyak yaitu 16 orang yaitu berkisar antara 80 sampai dengan 160
Tabel 2. Perbandingan hasil pemeriksaan spirometri dan analisis gas darah kelompok kontrol dan kasus. Kelompok Kasus
Karakteristik
Mean KV % KVP % VEP1 % VEP1/KVP PCO2 PO2 pH HCO3 BE SatO2
89 88 87 78 37,8 103 7,422 24,2 0,1 97,5
St. dev 16 15 18 4 4,4 18 0,086 3,9 4,8 1,2
Kontrol Mean 86 80 53 50 36,8 87 7,414 23,6 -0,9 97,7
p Karakteristik
St. dev 14 15 17 13 7,8 14 0,056 3,2 3,2 7,7
Tabel 3. Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 berdasarkan umur, IMT, indeks Brinkman, PCO2, PO2, dan derajat PPOK pada pasien PPOK stabil
0,457 0,067 <0,001 <0,001 0,563 <0,001 <0,001 0,547 0,382 0,876
mmHg. Uji statistik memperlihatkan hasil berbeda bemakna (p = 0,01) pada perbandingan nilai PO2 kedua kelompok tersebut. Pada tabel tersebut juga terlihat pasien PPOK stabil terbanyak berderajat sedang yaitu 16 orang (57,1%). Hasil pemeriksaan spirometri dan analisis gas darah mendapatkan bahwa pemeriksaan KV dan KVP setara antara kedua kelompok. Perbedaan karakteristik didapatkan pada hasil pemeriksaan VEP1 serta VEP1/KVP dan ini merupakan hal yang wajar pada perbandingan kelompok kontrol dan kasus PPOK. Analisis gas darah mendapatkan perbedaan antara PO2
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur 40-60 > 60 IMT Kurus Normal Gemuk Indeks Brikman Ringan Sedang Berat Status merokok Perokok Bekas Tidak PCO2 < 35 35 - 45 > 45 PO2 < 80 80 - 100 > 100 Derajat PPOK Ringan Sedang Berat Sangat berat
N
%
Testosteron ng/dL
p
IGF-1 ng/mL
Mean
Mean 98 0
28 0
100% 0%
575 0
8 20
28,6% 71,4%
614 559
6 18 4
21,4% 64,3% 14,3%
692 566 438
14 13 1
50,0% 46,4% 3,6%
613 542 470
4 24 0
14,3% 85,7% 0%
918 517
10 15 3
35,7% 53,6% 10,7%
431 699 428
9 16 3
32,1% 57,1% 10,7%
668 508 650
1 16 8 3
3,6% 57,1% 28,6% 10,7%
390 649 526 370
0,657
p
0,981 98 98
0,409
0,755 92 101 94
0,779
0,495 96 98 130
0,008
0,068 75 102
0,045
0,953 96 99 102
0,389
0,200 103 91 120
0,384
0,640 76 95 103 111
dan pH darah. Perbedaan nilai VEP1 dan VEP1/KVP serta PO2 dan pH darah tersebut didukung secara
meningkat pada PPOK derajat ringan, paling tinggi
statistik juga bermakna dengan p < 0,001.
pada PPOK derajat sedang dan sedikit menurun pada
Tabel 3 menjelaskan perbandingan nilai hormon
PPOK derajat sedang. Hal ini berbeda dengan nilai IGF-
testosteron berdasarkan umur, IMT, indeks Brinkman,
1 pada setiap karakteristik subjeknya yang dapat dilihat
cenderung menurun sesuai dengan meningkatnya
dari tabel 3. Nilai IGF-1 cenderung meningkat
derajat dari setiap karakteristik subjek tersebut. Nilai
berdasarkan indeks Brinkman, PCO2, PO2 dan derajat
hormon testosteron pada subjek dengan PO2 dalam
PPOK stabil tetapi bila berdasarkan umur dan IMT relatif
rentang nilai normal yang cenderung lebih rendah
sama.
dibandingkan pada subjek tersebut dengan rentang
Tabel 4 menjelaskan tentang perbandingan nilai
nilai yang lebih tinggi dan lebih rendah adalah
hormon testosteron dan IGF-1 berdasarkan umur, IMT,
cenderung sama. Tabel tersebut juga menjelaskan nilai
indeks Brinkman, PCO2 dan PO2 pada kontrol. Nilai
hormon testosteron pada subjek dengan nilai PO2
hormon testosteron cenderung meningkat sesuai
dalam rentang nilai normal yang cenderung lebih tinggi
dengan peningkatan derajat umur, PO2, dan PCO2 tetapi
dibandingkan pada subjek tersebut dengan rentang
kesemuanya secara statistik tidak bermakna. Nilai IGF-
nilai yang lebih tinggi dan lebih rendah yang cenderung
1 berdasarkan derajat PO2 cenderung menurun tetapi
sama. Nilai hormon testosteron pada setiap derajat
cenderung meningkat sesuai derajat PCO2 dan
PPOK stabil cederung bervariasi, cenderung paling
perubahannya tidak sesuai dengan meningkatnya
rendah pada PPOK derajat sangat berat, sedikit
derajat karakteristik subjek lainnya.
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
211
Tabel 4. Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 berdasarkan umur, IMT, indeks Brinkman, PCO2 dan PO2 pada kontrol.
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur 40-60 > 60 IMT Kurus Normal Gemuk Indeks Brikman Ringan Sedang Berat Status merokok Perokok Bekas Tidak PCO2 < 35 35 - 45 > 45 PO2 < 80 80 - 100 > 100
N
%
p
IGF-1 ng/mL
Mean
Mean 109 0
28 0
100% 0%
520 0
12 16
42,9% 57,1%
508 530
0,784
3,6% 78,6% 17,9%
570 498 608
2 11 13
7,1% 39,3% 46,4%
710 447 572
15 11 2
53,6% 39,3% 7,1%
574 470 395
6 20 2
21,4% 71,4 7,1%
488 513 690
3 9 16
10,7% 32,1% 57,1%
453 461 566
p Testosteron ng/dL IGF-1 ng/mL
Kontrol
Kasus
Mean St. dev
Mean St. dev
520 109
209 37
575 98
291 27
p 0,561 0,225
0,320 117 103
0,571 1 22 5
Kelompok Hormon
200 0,722
116 106 121 0,214
0,961 113 108 111 0,116
0,321 122 93 96
0,117
0,493
IGF-1 ng/mL
Karakteristik
Testosteron ng/dL
Tabel 5. Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 pada kelompok kontrol dan kasus
100
117 111 57 0,742
0,421 96 103 113
0 N=
28 Kontrol
Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 Pada perbandingan testosteron antara kelompok kasus dan kontrol didapatkan bahwa testosteron
28 Kasus Kelompok
Gambar 1. Diagram Boxplot nilai IGF-1 pada kelompok kontrol dan kasus
pada kelompok kasus mengalami cenderung lebih 2000
tinggi dibandingkan kelompok kontrol namun peningkatan tersebut setelah diuji statistik mendapatkan hasil tidak berbeda bermakna (Uji t tidak berpasangan, p =
35
pada kelompok kasus mengalami penurunan dibandingkan dengan kontrol, meskipun uji statistik juga mendapatkan hasil tidak berbeda bermakna (Uji t tidak berpasangan, p = 0,225). Tabel 6 menjelaskan tentang perbandingan nilai
Testosteron ng/dL
0,561). Untuk pemeriksaan IGF-1 didapatkan bahwa
1000
27
hormon testosteron dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT kurus dengan kontrol. Jumlah kontrol pada tabel tersebut sebanyak 28 orang yang merupakan jumlah semua kontrol. Terlihat perbedaan yang tidak bermakna secara statistik kedua hormon tersebut pada perbandingan kasus dan kontrolnya tetapi nilai hormon testosteron cenderung lebih tinggi pada kasus dengan IMT kurus. Nilai IGF-1 terlihat lebih rendah pada kasus
212
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
0 N=
28 Kontrol
28 Kasus Kelompok
Gambar 2. Diagram Boxplot nilai testosteron pada kelompok kontrol dan kasus
dibandingkan kontrol.
Tabel 8 menjelaskan tentang perbandingan nilai
Nilai hormon testosteron yang cenderung lebih
hormon testosteron dan IGF-1 pada pasein PPOK stabil
tinggi pada kasus dengan IMT normal dibanding semua
IMT normal dengan kelompok kontrol IMT normal.
kelompok kontrol, terlihat dalam tabel 7. Kasus PPOK
Dalam tabel tersebut terlihat kecenderungan nilai IGF-1
dengan IMT sedang yang dibandingkan dengan semua
yang cenderung lebih rendah dibandingkan pada
kelompok kontrol pada nilai IGF-1 dalam tabel 7 juga
kontrolnya. Sedangkan nilai hormon testosteron masih
memperlihatkan hasil yang sama dengan tabel 6 yaitu
cenderung meningkat bila dibanding dengan kontrol.
cenderung lebih rendah. Perbedaan nilai kedua hormon
Pada tabel 8 ini, kedua kelompok subjek penelitian telah
tersebut dalam tabel 7 masih tidak berbeda bermakna
disamakan berdasarkan karakteristik IMT yang normal.
secara statistik. Jadi dapat diketahui bahwa terdapat
Apabila perbandingan tersebut dilakukan perhitungan
kecenderungan hasil yang sama pada tabel 6 dan 7
secara statistik masih menunjukkan hasil yang tidak
walaupun jumlah kelompok kasus yang lebih sedikit
bermakna. Hal ini tampak lebih jelas ditunjukkan pada
dibandingkan dengan seluruh jumlah kelompok kontrol
kedua gambar diagram Bloxplot yaitu gambar 3 dan 4. Perbedaan nilai hormon testosteron pada gambar 3 dan
yang ada.
IGF-1 pada gambar 4 terlihat hanya sedikit berbeda dan Tabel 6. Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT kurus dengan kontrol. Hormon
Kelompok
N
Mean
Testosteron (ng/dL) IGF-1 (ng/mL)
Kontrol Kasus IMT kurus Kontrol Kasus IMT kurus
28 6 28 6
520,3571 691,6667 108,8107 92,03333
St. dev
sesuai dengan ketidakbermaknaan perbedaannya secara statistik. Tabel 9 menunjukan perbandingan nilai hormon
p
208,9033 0,075 194,1563 37,05103 0,296 21,99952
Tabel 7. Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT normal dengan kontrol. Hormon
Kelompok
N
Mean
St. dev
p
Testosteron (ng/dL) IGF-1 (ng/mL)
Kontrol IMT normal Kontrol IMT normal
28 18 28 18
520,3571 566,0000 108,8107 101,0778
208,9033 335,6544 37,05103 31,42426
0,572 0,486
testosteron dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT gemuk dengan kelompok kontrol IMT gemuk. Pada
Tabel 8. Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT normal dengan kontrol IMT normal Hormon
Kelompok
N
Mean
St. dev
Testosteron (ng/dL) IGF-1 (ng/mL)
Kontrol Kasus Kontrol Kasus
22 18 22 18
498,18 566,00 105,79 101,07
219,9705 335,6544 37,43743 31,42426
IMT : Normal
p 0,477 0,673
IMT : Normal 12 *
1500
Testosteron ng/dL
IGF-I ng/mL
150
100
1000
17
15
500
50 0
Kontrol
Kasus Kelompok
Gambar 3. Diagram boxplot perbandingan nilai IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT normal dengan kontrol IMT normal
Kontrol
Kasus Kelompok
Gambar 4. Diagram boxplot perbandingan nilai hormon testosteron pada pasien PPOK stabil IMT normal dengan kontrol IMT normal
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
213
tabel ini juga menunjukkan hasil yang sama dengan
adalah sesak dengan penurunan kemampuan latihan,
tabel 8 dan masih tidak berbeda bermakna secara
terkait dengan penurunan fungsi otot.5,6 Prevalens pada
statistik. Gambar 5 dan 6 yang masing-masing
keadaan ini meningkat 20% dengan keadaan klinis
memperlihatkan perbedaan nilai hormon testosteron
stabil sampai 35% pada pasien yang mendapatkan
dan IGF-1 pada kasus dan kontrol dengan IMT gemuk
rehabilitasi paru. Kekurangan massa lemak bebas (fat
terlihat sedikit berbeda. Jadi keempat tabel tersebut
free mass / FFM) terdapat pada pasien PPOK yang
yaitu tabel 6,7,8 dan 9 memperlihatkan pengaruh IMT
diduga disebabkan oleh gangguan energi atau
dengan kedua hormon tersebut tetapi pada penelitian
metabolisme. Ini sebagai bukti keterkaitan antara
ini tidak dapat menunjukkan perbedaan nilai kedua
bertambahnya inflamasi sistemik dengan habisnya
hormon tersebut pada kedua kelompok dengan IMT
FFM. Gangguan pada sistem anabolik hormon diduga
kurus. Hal ini disebabkan subjek kontrol dengan IMT
juga merusak respons anabolik yang dibutuhkan untuk
kurus hanya 1 orang dan tidak bisa dilakukan
kemampuan otot rangka. Faktor-faktor tersebut
perbandingan secara statistik.
mengindikasikan terdapatnya hubungan gangguan endokrin terhadap kelemahan dan kerusakan otot pada
PEMBAHASAN
PPOK, misalnya gangguan growth hormone / IGF-1 dan
Saat ini terapi PPOK umumnya terkonsentrasi pada disfungsi organ primer yaitu paru. Akhir-akhir ini
hormon pada aksis hipotalamic-pituitary-gonad (contoh: testosteron).7,8 Penelitian ini yang membandingkan nilai hormon
berkembang polemik bahwa terdapat hubungan antara organ primer dengan organ lainnya serta terdapat efek
testosteron dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil
sistemik PPOK. Keluhan terbanyak pasien PPOK
berbagai derajat dengan orang sehat sebagai kelompok kontrol, berhasil mengumpulkan subjek penelitian sebanyak 28 orang untuk tiap kelompok. Kedua subjek
Tabel 9. Perbandingan nilai hormon testosteron dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT gemuk dengan kontrol IMT gemuk Hormon
Kelompok
N
Mean
St. dev
Testosteron (ng/dL) IGF-1 (ng/mL)
Kontrol Kasus Kontrol Kasus
5 4 5 4
608,00 437,50 120,66 94,025
166,1927 80,57088 40,85925 11,97285
p 0,104 0,253
penelitian ini telah setara pada karakteristik umur, jenis kelamin dan IMT. Perilaku merokok pasien PPOK yang diwakili dengan status merokok dan indeks Brinkman bila dibandingkan dengan kelompok kontrol didapatkan berbeda bermakna secara statistik dan berarti tidak terjadi kesetaraan status merokok dan indeks Brinkman
IMT : Gemuk
IMT : Gemuk
900
200 175
700
IGF-I ng/mL
Testosteron ng/dL
800
600 500
125
400
100
300
75
Kontrol
Kasus Kelompok
Gambar 5. Diagram boxplot perbandingan nilai hormon testosteron pada pasien PPOK stabil IMT gemuk dengan kontrol IMT gemuk
214
150
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
Kontrol
Kasus Kelompok
Gambar 6. Diagram boxplot perbandingan nilai dan IGF-1 pada pasien PPOK stabil IMT gemuk dengan kontrol IMT gemuk
antara kedua kelompok tersebut. Hal ini menjadi
perbandingan kelompok kontrol dan kasus PPOK.
keterbatasan pada penelitian ini karena ketidakseta-
Analisis gas darah mendapatkan adanya perbedaan
raan perilaku merokok yaitu status merokok dan indeks
antara PO2 dan pH darah.
Brinkman berpeluang mengubah hasil nilai hormon
Nilai normal hormon testosteron dan IGF-1 untuk
testosteron dan IGF-1 di kedua kelompok subjek
populasi orang Indonesia belum ada, yang ada adalah
penelitian. Pada penelitian ini, peneliti umumnya
nilai rujukan berdasarkan populasi penelitian di Amerika
mendapatkan subjek penelitian dengan IMT normal. Hal
Serikat. Penelitian ini menggunakan kontrol sebagai
ini tidak dapat melihat nilai IGF-1 dan hormon
pembanding. Kontrol pada penelitian ini tidak dapat
testosteron pada pasien PPOK stabil maupun kelompok
mencerminkan nilai normal hormon testosteron dan
kontrol dengan IMT kurang atau kaheksia.
IGF-1 karena besar sampel pada penelitian ini dihitung untuk penelitian case control dan bukan untuk mencari
Karakteristik subjek penelitian
nilai normal kedua hormon tersebut. Untuk
Rata-rata usia keseluruhan subjek penelitian ini
mendapatkan nilai normal maupun prevalens nilai
adalah 64 tahun. Keseluruhan subjek penelitian pada
hipogonadisme diperlukan penelitian tersendiri dan
kelompok kasus berjenis kelamin laki-laki karena pada
belum terdapat publikasi untuk populasi orang
proses pengumpulan sampel hanya ditemukan seluruh-
Indonesia. Laghi dkk.9 melakukan penelitian prevalens
nya berjenis kelamin laki-laki sedangkan kelompok
hipogonadime dan kualitas hidup pada pasien-pasien
kontrol dikumpulkan seluruhnya juga berjenis kelamin
PPOK. Penelitian tersebut mendapatkan bawah
laki-laki agar tercapai kesetaraan kelompok kasus dan
prevalens pada pasien PPOK stabil tidak berbeda
kontrol. Tingkat pendidikan yang terbanyak adalah SD
bermakna dengan populasi umum (setara umur pada
dan SLTA. Hanya 2 orang (3,6%) subjek yang tidak
kedua kelompok).9
merokok meskipun sebagian besar (62,5%) subjek mengaku telah berhenti merokok. Besar sampel ini
Nilai growth hormone melalui perubahan nilai IGF-1
sudah sesuai dengan perhitungan awal dan setara
pada penderita PPOK stabil sesuai derajat
dengan penelitian lain yang mempelajari hal yang
penyakitnya dibandingkan pada orang sehat
serupa pada pasien-pasien PPOK. Perilaku merokok di
Insulin-like growth factor-I diukur untuk
kelompok kontrol sebagian besar masih merokok dan di
menentukan nilai growth hormone sebagai penanda
kelompok kasus sebagian besar sudah berhenti
anabolik, karena penghitungan langsung growth
merokok. Kondisi status merokok serta indeks
hormone sangat tidak stabil karena sering berubah
Brinkman pada kedua kelompok didapatkan tidak
seiring dengan perubahan waktu yaitu pagi, siang, sore
setara antara kedua kelompok. Hal ini penting karena
dan malam. Penelitian tentang IGF-1 masih sangat
dapat menjadi dasar perbedaan kadar hormon
sedikit dan kecenderungan nilai IGF-1 pada pasien
berkaitan dengan dugaan pengaruh rokok terhadap
PPOK stabil cenderung menurun dan secara statistik
kadar hormon.
ada yang menyatakan bermakna juga ada yang
Pada kelompok kasus yaitu subjek yang
menyatakan tidak bermakna.7 Creutzberg, dkk.7
mengalami PPOK stabil didapatkan bahwa sebagian
mengemukakan bahwa data yang ada mengindikasikan
besar berderajat sedang (57,1%) dan terdapat 30%
terdapat nilai IGF-1 yang lebih rendah dibandingkan
subjek dengan PPOK derajat berat – sangat berat. Hasil
kontrol sesuai dengan kondisi penyakit kronik.
pemeriksaan spirometri dan analisis gas darah
Penurunan nilai IGF-1 dipengaruhi usia, hipoksia kronik
mendapatkan bahwa pemeriksaan KV dan KVP setara
dan kebiasaan merokok pada pasien PPOK stabil.
diantara kedua kelompok. Perbedaan karakteristik
Perbedaan tersebut akan lebih bermakna pada pasien
didapatkan pada hasil pemeriksaan VEP1 serta
dengan berat badan kurang dibandingkan dengan yang
VEP1/KVP dan ini merupakan hal yang wajar pada
memiliki berat badan normal.7,8
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
215
Nilai hormon testosteron pada penderita PPOK
lebih berat pada kelompok kontrol dibandingkan
stabil derajat penyakitnya dibandingkan pada orang
kelompok kasus, dinilai dengan indeks Brinkman.
sehat
Penelitian English dkk.13 mendapatkan bahwa kelomHasil testosteron pada penelitian ini tidak sejalan
pok perokok memiliki nilai testosteron yang lebih tinggi
dengan hasil penelitian dan teori hipogonadisme
dibandingkan bukan perokok. Walaupun demikian,
(penurunan hormon testosteron) pada pasien PPOK
didapatkan juga data bahwa bioavailabilitas testosteron
akibat hipoksia.
10,11,12
Diduga terdapat mekanisme lain
tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok dan
yang mendasari perbedaan hasil testosteron pada
dinyatakan bahwa inilah yang lebih bermakna secara
pasien PPOK stabil setiap derajat dengan yang
klinis dibandingkan kadar testosteron dalam darah. Nilai
membedakannya dengan orang Indonesia yang diteliti
hormon testosteron cenderung lebih rendah sesuai
ini dengan hasil penelitian di negara-negara maju. Hasil
dengan tingkat kebiasaan merokok yang diwakilkan
penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Itoh,
dengan indeks Brinkman. Penyebab terjadinya hal
dkk.8 yang juga mendapatkan kadar testosteron yang
tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut.
lebih tinggi pada pasien PPOK. Penjelasan lain yaitu
Nilai IGF-1 pada pasien PPOK stabil dalam
bahwa pada penderita PPOK stabil pada penelitian ini
penelitian ini cenderung lebih tinggi sesuai dengan
tidak memakai obat kortikostroid sistemik selama 3
semakin tingginya indeks Brinkman karena menurut
minggu sehingga diduga hal ini mengembalikan
literatur nilai IGF-1 sedikit dipengaruhi oleh kebiasaan
produksi hormon testosteron ke posisi yang mendekati
merokok tetapi lebih dipengaruhi oleh pemakaian
normal sehingga pasien PPOK stabil pada penelitian ini
kortikosteroid sistemik jangka panjang. Pada pasien
hasilnya cenderung lebih tinggi dari hasil nilai
PPOK stabil dalam penelitian ini didapatkan nilai
testosteron dibandingkan kontrol orang sehat. Hal ini
hormon testosteron yang cenderung lebih rendah
sesuai dengan hasil penelitian Kamichke, dkk.
10
seiring dengan lebih rendahnya IMT. Hal ini diduga disebabkan oleh hipoksia kronik yang menyebabkan
Hubungan umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok
turunnnya produksi testosteron dan menurunkan
dan IMT dengan IGF-1 dan hormon testosteron pada
massa otot sehingga menurunkan IMT. Mekanisme
penderita PPOK stabil setiap derajat.
terjadinya kaheksia pada pasien PPOK diduga
Pada penelitian ini terdapat nilai hormon
merupakan akibat penurunan nilai testosteron dan IGF-
testosteron pada pasien PPOK stabil yang cenderung
1. Suplementasi testosteron dan IGF-1 diharapkan
lebih rendah sesuai dengan umur pasien, semakin tua
sebagai solusi untuk menghilangkan kaheksia pada
umur pasien makin cenderung makin rendah nilai
pasien PPOK.14 Penelitian ini merupakan yang pertama
hormon testosteron. Hal ini sesuai dengan proses
di Indonesia sehingga untuk sementara dapat
penuaan secara fisiologis manusia pada hipofisis
mewakilkan populasi Indonesia dan dapat digunakan
anterior sehingga akhirnya mengakibatkan produksi
sebagai rujukan data pada penelitian selanjutnya.
hormon tersebut akan bekurang.
12
Nilai IGF-1 pada
penelitian ini cenderung lebih rendah karena proses
KESIMPULAN
penuaan namun diperkirakan lebih rendah lagi pada
1. Pengukuran nilai hormon testosteron dan IGF-1
pasien PPOK.7,8 Selama penelitian ini hanya mendapatkan
pada pasien PPOK stabil dan subjek kontrol laki-laki dengan kesetaraan usia dan IMT.
subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki sehingga
2. Pada populasi penelitian didapatkan nilai IGF-1
tidak dapat dibandingkan dengan pasien PPOK
cenderung lebih rendah dari nilai IGF-1 pada subjek
perempuan. Pengaruh kebiasaan merokok terhadap kadar testosteron dan IGF-1 masih kontroversial. Pada penelitian ini didapatkan bahwa kebiasaan merokok
216
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
kontrol sedangkan nilai hormon testosteron cenderung lebih tinggi dari nilai hormon tersebut pada subjek kontrol.
3. Hasil pemeriksaan VEP1 dan VEP1/KVP spirometri
Am J Respir Crit Care Med. 1995;152:2021-31.
dan pemeriksaan pH dan PO2 analisis gas darah
7. Creutzberg EC, Casaburi R. Endocrinological
arteri menurun bermakna secara statistik pada
disturbances in chronic obstructive pulmonary
pasien PPOK stabil dibandingkan pada subjek kontrol. 4. Nilai hormon testosteron dan IGF-1 dipengaruhi
disease. Eur Respir J. 2003;22:76s-80s. 8. Itoh T, Nagaya N, Yoshikawa M, Fukuoka A, Takenaka H, Shimizu Y, et al. Elevated plasma
oleh umur kebiasaan merokok, indeks massa tubuh
ghrelin level in underweight patients with chronic
dan dipengaruhi juga oleh pemakaian kortikosteroid
obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit
jangka lama pada pasien PPOK stabil yang pada
Care Med. 2004;170:879-82.
penelitian ini telah dieksklusi.
9. Laghi F, Turcu AA, Collins E, Segal J, Tobin DE, Jubran A, et al. Hypogonadism in men with chronic
DAFTAR PUSTAKA 1. Fabbri LM, Luppi F, Beghge B, Rabe KF. Update in chronic obstructive pulmonary disease 2005. Am J Respir Crit Care Med. 2006;173:1056-65. 2. Yunus F. Gambaran penderita PPOK yang dirawat di bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo. 2000;20:64-8. 3. Global initiative for chronic obstructive pulmonary disease. Pathogenesis, pathology and pathophysiology. In: Global strategy for diagnosis management and prevention of chronic obstructive lung disease. Portland: NHLBI Publications; 2006.p. 2939. 4. Barners PJ. Chronic obstructive pulmonary disease. N Eng J Med. 2000;343:269-80. 5. Meek PM, Schwartzstein RM, Adam L. Dyspnea – mechanisms, assessment, and management: A consensus statement. Am J Respir Crit Care Med. 1999;159:321-40. 6. Hamilton AL, Killian KJ, Summers E, Jones NL. Muscle strength, symptom intensity, and exercise capacity in patients with cardiorespiratory disorders.
obstructive pulmonary disease prevalence and quality of life. Am J Respir Crit Care Med. 2005;171:728-33. 10. Kamischke A, Kemper DE, Castel MA. testosteron levels in men with chronic obstructive pulmonary disease with or without glucocorticoid therapy. Eur Respir J. 1998;11:41-5. 11. Karadag F, Ozcan H, Karul AB, Yilmaz M, Cildag O. Sex hormone alterations and systemic inflammation in chronic obstructive pulmonary disease. Int J Clin Pract. 2009;63(2):275–81. 12. Ponholzer A, Plas E, Schatzl G, Struhal G, Brossner C, Mock K, et al. Relationship between testosterone serum levels and lifestyle in aging men. The Aging Male. 2005;8:190–3. 13. English KM, Pugh PJ, Parry H, Nanette E. Scutt NE, Kevin S., et al. Effect of cigarette smoking on levels of bioavailable testosterone in healthy men. Clin Sci. 2001;100: 661–5. 14. VanEeden SF, Sin DD. Chronic obstructive pulmonary disease: A chronic systemic inflammatory disease. Respiration. 2008; 75:224–38.
J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012
217