JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
JULI 2014
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif, Perilaku Berkarakter dan Pengetahuan Dasar Siswa terhadap Hasil Belajar The Effects Of Cooperative Learning, Character Behavior and Students’ Basic Knowledge Toward Smp Mathematic Students’ Learning Achievement
Mira Sri Setyowaty1, Faad Maonde2, Asrul Sani2 (1&2 Staf pengajar matematika pada SMPN 9 Kendari, FKIP & FMIPA UHO email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]) Abstrak: Penelitian eksperimen desain 3x2 faktorial pretest posttest by subject dengan sampel sebanyak 180 siswa, bertujuan untuk mempelajari (i) deskripsi hasil belajar matematika setelah diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter, (ii) pengaruh linier kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika, dan (iii) faktor interaksi model pembelajaran kooperatif (TSTS, Jigsaw dan STAD) dan perilaku berkarakter dengan mengontrol kedua faktor utama secara simultan mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar matematika dengan memperhitungkan kovariat pengetahuan dasar siswa. Hasil analisis menggunakan Anacova menunjukkan bahwa (i) nilai rata-rata hasil belajar berfluktuasi pada masing-masing sel dalam mendukung hipotesis yang diajukan, (ii) kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika dengan kontribusi sebesar 0,798 satuan, dan dengan memperhitungkan kovariat pengetahuan dasar siswa, (iii) interaksi model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter secara simultan dengan mengontrol kedua faktor utama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, Jigsaw dan STAD, perilaku berkarakter kovariat pengetahuan dasar siswa. Abstract: This is an experiment study with a 3x2 factorial study pretest posttest by subject design with 180 students sampling. The main aim’s of this study are a mathematical description of the students’ learning achievement after giving treatment of behavioral models of cooperative learning and character, the effect of linear covariates on the students’ basic knowledge towards their mathematic learning achievement, the interaction factor of cooperative learning and character behavior model through a pair combination (i, j) that simultaneously had an effect on the students’ mathematic learning achievement considering the covariates of their basic knowledge. The result showed that the covariates of students’ basic knowledge had a significant positive effect on students’ mathematics learning achievements , the interaction factor of cooperative learning and character behavior model through pair combination (i, j) that simultaneously and separately had a significant influence on the students’ mathematic learning achievement considering the covariates of their basic knowledge, the model of cooperative learning - type TSTS and jigsaw were more effective than STAD. Keywords : cooperative learning model - type TSTS, jigsaw and STAD, character behavior, the covariates of students’ basic knowledge. PENDAHULUN Pendidikan bertujuan dan berguna untuk mencerdaskan masyarakat, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, dengan pendidikan pula
tercipta kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab dalam kemasyarakatan. Pendidikan di sekolah khususnya pendidikan di Sekolah Menengah
135
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
JULI 2014
Pertama (SMP) mempunyai tujuan untuk pelajaran secara pasif. Salah satu cara untuk mengubah siswa agar memiliki pengetahuan, meningkatkan prestasi belajar yang harus keterampilan dan sikap belajar sebagai bentuk dilakukan guru adalah menggunakan metode dari hasil atau prestasi belajar. Pendidikan di pembelajaran yang variatif dalam kegiatan sekolah tidak dapat dilepaskan dari proses belajar dan mengajar. Di antara pembelajaran pembelajaran dan interaksi antara guru dengan yang dapat dijadikan upaya meningkatkan siswa. Hasil belajar adalah pengetahuan, prestasi belajar adalah metode kooperatif. pemahaman dan atau keterampilan yang dimiliki Pembelajaran kooperatif merupakan metode atau diketahui oleh peserta didik setelah ia pembelajaran dengan siswa bekerja dalam mengalami proses belajar mengajar. Adapun kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Pembelajaran kooperatif merupakan adalah : (1) Faktor internal. Faktor yang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih dengan menggunakan kelompok kecil antara ditekankan pada faktor dari dalam individu yang empat sampai enam orang siswa dengan latar belajar. Faktor yang mempengaruhi kegiatan belakang kemampuan akademik, jenis kelamin tersebut adalah faktor psikologis antara lain dan ras atau suku yang berbeda. Model motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan, dan pembelajaran kooperatif merupakan model lain-lain. (2) Faktor eksternal. Pencapaian tujuan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja belajar perlu diciptakan adanya sistem sama, yakni kerja sama antar siswa dalam lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Faktor Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang mempengaruhi adalah mendapatkan dan diarahkan untuk mempelajari materi pengetahuan, penanaman konsep dan pelajaran yang telah ditentukan. Dalam hal ini, keterampilan serta pembentukan sikap . Banyak sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat faktor yang menyebabkan rendahnya hasil pada siswa. Tujuan dibentuk kelompok belajar siswa. Kenyataan menunjukkan bahwa kooperatif adalah untuk memberikan penggunaan model mengajar yang tidak sesuai kesempatan kepada siswa agar terlibat secara dengan materi yang diajarkan cenderung aktif dalam proses berpikir dalam proses belajar menyebabkan tidak optimalnya hasil belajar mengajar (PBM). model pembelajaran siswa, seperti yang dialami siswa SMP Negeri 9 kooperatif adalah suatu model alternatif yang Kendari. Penyebab lain rendahnya hasil belajar digunakan guru dalam rangka meningkatkan siswa adalah bahwa perencanaan dan hasil belajar siswa. Dalam hal ini, pembelajaran implementasi pembelajaran yang dilakukan oleh kooperatif bukan hanya menitikberatkan pada para guru matematika tampaknya masih proses kerja kelompoknya saja, melainkan pada dilandasi dengan metode transfer informasi. penstrukturannya. Menurut Widyantini (2006) Kondisi pembelajaran matematika seperti ini langkah-langkah dalam model pembelajaran akan menimbulkan kebosanan bagi siswa, kooperatif adalah sebagai berikut : sehingga menyebabkan siswa hanya menerima Tabel 1. Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif Langkah Langkah 1
Indikator Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4
Menyajikan informasi Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Membimbing kelompok belajar.
Langkah 5
Evaluasi.
Langkah 6
Memberikan penghargaan
Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa. Guru menyajikan informasi kepada siswa. Guru menginformasikan pengelompokkan siswa. Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok belajar. Guru mengevaluasi hasil relajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok
136
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
Rogert dan David Johnson dalam Lie (2007:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu (a) saling ketergantungan positif ; (b) tanggung jawab perseorangan; (c) tatap muka; (d) komunikasi antar anggota dan (e) evaluasi proses kelompok. Sejumlah tipe model pembelajaran kooperatif yang telah diterapkan di kelas-kelas, dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika dengan menggunakan RPP berkarakter. Diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Teknik belajar dua tinggal dua tamu (two stay two stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan disemua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Struktur dua tinggal dua tamu memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Menurut Yusiriza (2010) langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini adalah (a) siswa bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa, (b) setelah selesai, dua orang masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masingmasing bertamu ke kelompok yang lain, (c) dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka, (d) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain dan (e) kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memiliki tujuan untuk bergotong royong dalam menguasai suatu konsep. Penggunaan TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
JULI 2014
dilakukan oleh La Singga tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan TSTS terhadap hasil belajar matematika menyimpulkan bahwa semua perlakuan memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan, salah satunya hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dibandingkan dengan pembelajaran konvensional mempunyai perbedaan yang signifikan. Jigsaw dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Arronson dan kawan-kawan di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 sampai 6 orang anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bahan tertentu, dari bahan yang diberikan itu. Anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas, topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Selanjutnya anggota dari tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengejarkan apa yang telah dipelajarinya dan berdiskusi di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga lebih meningkatkan kerja sama antar siswa. Siswa-siswa terbagi dalam beberapa kelompok belajar dan bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain, sehingga dengan model ini, siswa akan lebih mudah memecahkan masalah matematika dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiya dan Sufiana menyimpulkan bahwa secara empiris rerata hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi daripada kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional
137
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran,
JULI 2014
kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Menurut Trianto (2009 : 24 ) fase-fase pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Fase-fase Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Fase 1 2 3
Kegiatan Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Menyajikan informasi
5
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Membimbing kelompok belajar dalam belajar Evaluasi
6
Memberikan penghargaan
4
Tingkah laku guru Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang gelah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya. Guru mencari cara untuk menghargai hak upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah (1) dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, (2) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (3) dapat meningkatkan kreativitas siswa, (4) dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain, (5) dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan, (6) dapat mengidentifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain, (7) dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti. Selain mempunyai kelebihan, menurut hendyblog (2009:1) pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memiliki kekurangan antara lain: (1) setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada teman-temannya, sehingga siswa akan sedikit ramai, (2) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini harus lengkap, (3) pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memerlukan banyak waktu. Menurut Al-Qarni dalam Wiyani (2012 :5) pendidikan kita belum berubah dari paradigma lama yang bertumpu pada score atau nilai ujian
nasional sebagai patokan pendidikan. Pendidikan saat ini hanya semata-mata dipandang dari segi intelektualitasnya saja padahal pada esensinya pendidikan merupakan sebuah upaya dalam rangka membangun kecerdasan manusia baik kecerdasan kognitif, afektif maupun psikomotorik. Alhasil, kini dekadensi moral yang dialami oleh bangsa indonesia ditandai dengan maraknya aksi kekerasan, korupsi pembalakan liar, bahkan sampai pada praktikpraktik kebohongan dalam dunia pendidikan seperti menyontek pada saat ujian dan plagiatisme. Dari pernyataan diatas maka perlu adanya keseimbangan antara kecerdasan otak dan aspek moral.Pendidikan karakter (character learning education) merupakan bentuk solving problem dalam mengatasi paradigma berfikir kebanyakan orang bahwa pendidikan lebih mengacu pada ranah kognitif. RPP berkarakter merupakan salah satu solusi dalam memotivasi siswa untuk menekuni pembelajaran matematika karena didalamnya terdapat berbagai macam pendekatan yang berpusat pada siswa dengan berbagai macam penilaian yang di mulai : (1) penilaian kognitif didalamnya terdapat penilaian produk dan
138
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
penilaian proses. Penilaian produk berkaitan dengan penilaian hasil belajar pada pertemuan yang bersangkutan, sedangkan penilaian proses, menilai keaktifan siswa dalam kerja kelompok setelah guru memberikan lembar kerja siswa (LKS); (2) penilaian proses dalam kerja kelompok dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, sambil mengembangkan perilaku berkarakter yang meliputi: teliti, tekun, tanggung jawab, jujur, kerja sama, kesabaran, terbuka dan mendengarkan pendapat teman, penilaian afektif juga mengembangkan keterampilan sosial meliputi : bertanya, menyumbangkan ide atau pendapat, menjadi pendengar yang baik, berlatih berkomunikasi verbal dan tulisan, berpikir kreatif dan sistematis; dan (3) penilaian psikomotor berkaitan dengan keterampilan siswa di dalam memanipulasi media yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari baik yang telah tersedia di laboratorium maupun yang disiapkan oleh guru atau siswa sendiri. Menurut Maonde (2013 : 79-87) didalam RPP berkarakter terdapat lima lembar penilaian (LP1, LP2, LP3, LP4 dan LP5). Masing-masing lembar penilaian (LP) mempunyai fungsi dan tujuan yang berbeda-beda. (a) LP1 adalah lembar penilaian kognitif produk yang berfungsi mengevaluasi hasil pembelajaran dalam satu pertemuan yang dikerjakan secara individu (tanpa kerja kelompok) setelah siswa-siswa mengerjakan LKS dan dikerjakan secara kelompok dengan menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang diizinkan dan diprogramkan oleh guru yang bersangkutan. (b) LP2 adalah lembar penilaian proses yang dinilai guru saat siswa kerja kelompok dalam menyelesaikan LKS yang telah disiapkan oleh guru, disini merupakan penilaian kelompok atas kerjasama, bertanya pada guru, membantu teman dan kegiatan lainnya. (c) LP3 adalah lembar penilaian diri pada intinya berfungsi untuk mengetahui kejujuran siswa dalam mengerjakan soal-soal yang terdapat pada LKS. Pentingnya LP3 ini siswa dari awal diajak untuk melakukan kaidah-kaidah kebenaran dalam melaksanakan sesuatu khususnya dalam pelaksanaan pembelajaran. (d) LP4 adalah lembar penilaian keterampilan sosial pada intinya berfungsi
JULI 2014
mengajak siswa sedini mungkin menghargai guru, sopan santun serta peduli dengan lingkungan dimana siswa itu berada. (e) LP5 adalah merupakan penilaian keterampilan (psikomotor) untuk mendukung siswa dalam mengerjakan LKS Kovariat menurut Slameto (2003:55-59) adalah faktor-faktor internal siswa yang mempengaruhi hasil belajar seperti motivasi, perhatian, pengamatan, intelegensi,minat, bakat, dll. Pengetahuan dasar siswa dalam mata pelajaran Matematika di SMP merupakan akumulasi daya serap siswa terhadap matematika sejak siswa tersebut mendapat pelajaran matematika mulai dari sekolah dasar sampai sekarang yang sifatnya sangat mendasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, aplikasinya, perhitungan luas bangun datar, volume dan aplikasinya. Menurut Maonde (2011 : 51) Pengetahuan dasar siswa merupakan pengalaman belajar masa lalu, kalau dihitung dalam tahun, kurang lebih tujuh tahun lalu siswa belajar, katakanlah efektifnya lima tahun lalu setelah siswa mulai duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar. Bukan waktu yang singkat dan tidak sedikit pengetahuan siswa peroleh, tersimpan dan melekat di memori otak siswa tersebut. Siswa yang kuat ingatannya terhadap matematika yang telah dipelajari pada masa lalu atau pengalaman masa lalu akan berpeluang menjawab dengan benar semua pernyataan atau pertanyaan berkaitan dengan pengetahuan dasar siswa yang bersangkutan, demikian juga bagi siswa yang tidak memahami pengetahuan dasar masa lalunya akan cenderung menjawab asal-asalan saja. Berkaitan dengan pelajaran matematika misalnya operasi penjumlahan seratus tahun lalu tidak akan berbeda dengan operasi penjumlahan seratus tahun yang akan datang, artinya siswa yang memahami, menguasai, mendalami, menguasai operasi penjumlahan tujuh atau lima tahun yang lalu bagi siswa yang saat ini duduk dikelas II SMP Negeri terlalu naif jika mereka atau siswa-siswi tidak mengetahui akan pengetahuan yang pernah dipelajari dimasa lalunya.
139
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
Pengetahuan dasar matematika juga dikenal dengan pengetahuan awal meskipun memiliki perbedaan. Perbedaannya adalah pengetahuan dasar matematika (mathematical basic knowledge) lebih mengarah pada semua pengetahuan yang menjadi matematika dasar. Misalnya, pada matematika sekolah terbagi menjadi pengetahuan tentang desimal, pecahan, bilangan bulat, persentase, operasi, aljabar, geometri, pengukuran, koordinat geometri, analisis data, dan himpunan. Sedangkan pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan awal siswa terhadap materi matematika yang akan dipelajarinya atau yang sudah dipelajarinya untuk mendukung penguasaannya terhadap materi matematika selanjutnya. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Dochy, Moerkerke & Segers (1999) yang menyatakan bahwa pengetahuan awal dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang: (1) meliputi pengetahuan deklaratif dan prosedural; (2) disajikan sebelum implementasi dari suatu materi pembelajaran khusus; (3) diperoleh atau dapat disampaikan kembali (recalled) atau direkonstruksi (reconstructed); (4) diorganisaikan ke dalam skemata terstruktur (structured schemata); (5) derajat kepercayaan yang dapat ditransfer atau diaplikasi materi pembelajaran lainnya; atau (6) dinamika di alam (Hailikari, 2009). Menurut Kadir dan La masi (2014 :53-58) Pendapat tersebut menginsyaratkan pentingnya pengetahuan awal dan hubungannya dengan berbagai pengetahuan lainnya ketika siswa melakukan proses pembelajaran. Konstruktivisme berasal dari kata dasar konstruksi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan.Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Menurut Ruseffendi (1988:132) Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme
JULI 2014
adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan. Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran (Dahar,1988:159). Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988:133). Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Paul, 1997). Adapun bentuk-bentuk konstruksivisme adalah sebagai berikut : (i) Konstruktivisme Individu. Pandangan ini fokus pada kehidupan “inner psikologi” manusia, yakni mengartikan sesuatu dengan menggunakan pengetahuan dan keyakinannya secara individu. Pengetahuan disusun dengan mentransformasikan, mengorganisasi, dan mereorganisasikan pengetahuan yang sebelumnya. Pengetahuan bukan merupakan cermin dari luar, walaupun pengalaman mempengaruhi pemikiran, dan pemikiran mempengaruhi pengetahuan. Eksplorasi dan penemuan, jauh lebih penting
140
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
dari pengajaran. Piaget menekankan pada halhal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan yang tidak bias secara langsung dipelajari dari lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan menghubungkan kognisi atau pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan sosial sebagai sebuah faktor penting dalam pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini bahwa interaksi sosial merupakan mekanisme utama dalam mengubah pikiran. (2) Konstruktivisme Sosial. Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky meyakini, bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya adalah yang membentuk
JULI 2014
pengembangan dan pembelajaran individu. Atau dengan kata lain, pengetahuan disusun berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosial budayanya. Pengetahuan merefleksikan dunia luar yang disaring dan dipengaruhi oleh budaya, bahasa, keyakinan, interaksi antar sesama, dan lain-lain. Penemuan yang terencana, pengajaran, model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan, keyakinan dan pemikiran siswa, mempengaruhi pembelajaran. Vygotsky juga dianggap sebagai konstruktivis sosial, sekaligus individu. Yang pertama, disebabkan teorinya sangat bergantung kepada interaksi sosial dan konteks budaya dalam menjelaskan pembelajaran.
METODE Penelitian eksperimen ini menggunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak enam kelas desain 32 faktorial dengan sampel berjumlah 180 yaitu empat kelas eksperimen (perlakuan) yang orang siswa yang dirinci masing-masing sel dikenai model pembelajaran kooperatif tipe berjumlah 30 orang siswa yang diperoleh TSTS dan Jigsaw, dan dua kelas kontrol yang melalui random individu, dari 10 kelas paralel dikenai model pembelajaran kooperatif tipe dari jumlah siswa sebanyak 489 orang siswa STAD. Gambaran sampel yang terambil tahun ajaran 2013/2014 di SMP Negeri 9 berdasarkan jumlah kelas dan jumlah siswa Kendari. Pengambilan sampel dilakukan dengan dalam setiap kelompok (sel) ditunjukkan dalam menggunakan dua teknik, yaitu cluster random Tabel 1 sebagai berikut : sampling dan simple random sampling. Sampel Tabel 3. Gambaran Pangambilan Jumlah Sampel pada Setiap Sel dalam Penelitian Eksperimen di SMP Negeri 9 Kendari Bj (Perilaku Berkarakter) B=1 (Atas) B=2 (Bawah) 30 30 30 30 30 30 90 30
Ai (MPK) A=1 (TSTS) A=2 (Jigsaw) A=3 (STAD) Jumlah
Keterangan : Ai adalah model pembelajaran kooperatif (MPK) dengan A=1 tipe Jigsaw, A=2 tipe TSTS dan A=3 tipe STAD; Bj adalah perilaku berkarakter dengan B=1 perilaku
Jumlah 60 60 60 180
berkarakter di atas rata-rata dan B=2 perilaku berkarakter di bawah rata-rata. Melalui desain sebagai berikut:
R
O1
E
T
R
O3
K
di mana: R adalah random pada kelompok eksperimen dan kelompok control; O1 & O3 adalah pelaksanaan pretes kovariat pengetahuan dasar pada kelompok eksperimen dan kelompok control; E adalah pelaksanaan eksperimen; T
141
O2
● O4 adalah tru eksperimen; O2 & O4 adalah pelaksanaan pengumpulan data hasil belajar matematika pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol; K adalah lambang kontrol dan tanda ● adalah simbol kontrol (Agung, 1992: 88).
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian instrumen penelitian berupa tes hasil belajar matematika setelah 14 kali pertemuan dengan rincian untuk materi relasi dan fungsi delapan pertemuan, persamaan garis lurus enam pertemuan. Bentuk tes yang digunakan yaitu tes memuat beberapa pertanyaan pilihan ganda, dimana tes ini diberikan pada ketiga kelas sampel baik pada kelas yang mendapat perlakuan maupun pada kelas kontrol. Data perilaku berkarakter diperoleh dari seperangkat instrumen perilaku berkarakter yang terdiri dari 60 butir pernyataan. Sebelum digunakan instrumen ini akan di uji coba pada sekolah diluar sekolah eksperimen. Data kovariat disposisi matematis siswa diperoleh dari seperangkat instrumen perilaku berkarakter yang terdiri dari 70 butir pernyataan. Uji Prasyarat Analisis, Sebelum melakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis yang telah diajukan terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis menyangkut uji kesamaan varians berdasarkan uji lavene’s melalui pengujian hipotesis sebagai berikut : 𝐻0 : 𝜎11 2 = 𝜎12 2 = 𝜎21 2 = 𝜎22 2 = 𝜎31 2 = 𝜎32 2 vs 𝐻1 : 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 𝐻0 dengan syarat, jika 𝐻0 di tolak, maka data tidak homogeny dan jika sebaliknya H0 diterima. Pengujian hipotesis menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut: (1) Kovarians yang didahului oleh analisis regresi linier sederhana dengan model: Yij = µ + Kov(X) + εij; di mana: 𝑌𝑖𝑗 menyatakan nilai/skor/ukuran pengamatan ke-j dalam sampel atau perlakuan atau kategori/tingkat ke-i dari sebuah faktor sel untuk i= 1,2,..I. 𝐾𝑜𝑣(𝑋) menyatakan X sebagai kovariat dengan prasyarat mempunyai pengaruh linier terhadap variabel Y yang tak tergantung pada 𝜇𝑖 menyatakan parameter rerata sel ke-i dari variabel respon Y setelah memperhitungkan atau mengurangi atau menghilangkan pengaruh linier X terhadap Y; 𝜀𝑖 : suku kesalahan random dari model yang diasumsikan mempunyai distribusi normal yang identik dan independen dengan nilai harapan atau ekspektasi 𝐸 𝜀𝑖𝑗 = 0 dan 𝑣𝑎𝑟 𝜀𝑖𝑗 = 𝜎 2 ,
JULI 2014
suatu konstanta tertentu (Agung, 2006: 188189). Persamaan di atas digunakan untuk
menguji pengaruh kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika. Kovariat pengetahuan dasar siswa (X) merupakan variabel konkomitan atau variabel iringan yang berfungsi untuk menghilangkan pengaruh faktor-faktor internal dalam diri siswa dalam pelaksanaan eksperimen. Sudjana (1982: 263) menyatakan bahwa untuk menganalisis mengenai variabel respon Y sebagai efek faktor atau efek faktor-faktor, maka perlulah terlebih dahulu “memurnikan” pengaruh variabel Y dari variabel konkomitan. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan “menyingkirkan” pengaruh X daripada Y baru kemudian melakukan analisis terhadap Y yang sudah dimurnikan untuk melihat efek faktor-faktor yang dipelajari. Analisis seperti ini dinamakan analisis kovariansi, (2) Analisis kovarian dengan memakai regresi dengan persamaan atau model umum sebagai berikut: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + X + XAi + XBj+ X(AB)ij + εijk ; di mana: 𝑌𝑖𝑗𝑘
Menyatakan variabel respon hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B; 𝜇𝑖 : rerata umum respon hasil belajar matematika; 𝐴𝑖 Menyatakan parameter pengaruh ke-i dari faktor A untuk i=1,2,3 dengan : A=1: Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS; A=2 Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw; A=3: Model pembelajaran kooperatif tipe STAD; 𝐵𝑗 Menyatakan parameter pengaruh ke-j dari faktor B untuk j=1, 2 dengan B = 1 Perilaku berkarakter di atas rata-rata, B=2 ; Perilaku berkarakter di bawah rata-rata; dengan syarat 𝑛 𝑛 𝑛 𝑖=1 𝐴𝑖 = 0; 𝑗 =1 𝐵𝑗 = 0 ; 𝑖=1 𝐴𝐵 𝑖𝑗 = 0; 𝑛𝑗=1 𝐴𝐵 𝑖𝑗 = 0; X= kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap matematika; 𝜀𝑖𝑗𝑘 adalaℎ suku kesalahan random dari model yang diasumsikan mempunyai distribusi
142
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
normal yang identik dan independen 𝑁𝐼𝐼(0, 𝜎 2 ) dengan nilai harapan atau ekspektasi 𝐸 𝜀𝑖𝑗 = 0
JULI 2014
dan 𝑣𝑎𝑟 𝜀𝑖𝑗 = 𝜎 2 . Agung (2014: 177).
HASIL Secara empiris rerata hasil belajar (Ai) dan perilaku berkarakter sebagai faktor (Bj) matematika setelah eksperimen mendukung mempunyai perbedaan sebagaimana ditunjukkan hipotesis yang diajukan yakni antar sel yang dalam Tabel 6 berikut: dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif Tabel 4. Hasil Analisis Deskriptif Model Pembelajaran Kooperatif Ai dan Bj
Ai
Bj
Mean
Std. Deviation
N
TSTS
Atas Bawah Total
67.4770 57.4773 62.4772
10.39537 10.83247 11.67111
30 30 60
Jigsaw
Atas Bawah Total
64.2363 57.5667 60.9015
8.91374 6.88652 8.58335
30 30 60
STAD
Atas Bawah Total
63.7823 56.8373 60.3098
7.36503 9.34963 9.04941
30 30 60
Total
Atas Bawah Total
65.1652 57.2938 61.2295
9.02848 9.07074 9.84961
90 90 180
Variabel terikat : Y
Rerata hasil belajar matematika yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada level kelompok atas (A1B1) lebih tinggi dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maupun tipe STAD, baik terhadap antar sel maupun terhadap total. Ini berarti bahwa pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat diterapkan untuk pembelajaran berikutnya pada materi matematika lainnya.
Hasil analisis kesamaan varian dengan menggunakan statistik Levene’s pada kesalahan 5% disimpulkan menerima hipotesis nol. Hasil perhitungan homogenitas sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4, diperoleh nilai F = 1,584; df1/df2=5/174 dengan nilai Sig – F (nilaip) = 0.167 α = 0,05, maka 𝐻0 diterima. Diterimanya H0 maka data menukung asumsi varian sama maka data yang dipakai dalam penelitian ini homogen.
Tabel 5. Hasil Analisis Uji Homogenitas F
df1
df2
Sig.
1.584
5
174
.167
Variabel terikat : Y
Hasil analisis inferensial untuk menguji dua hipotesis penelitian dijabarkan sebagai berikut: Hipotesis-1. kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistik yang diperlukan sebagai berikut: H0 : 𝛽1 ≤ vs H1 : 𝛽1 > 0. Untuk
menganalisis hipotesis di atas menggunakan model persamaan: [Yij – Kov(X)] = µ + ε. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 6, diperoleh nilai statistik uji-t = 17,711 dengan nilai-p/2 = 0.000 < α=0.05 sehingga H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa kovariat pengetahuan dasar siswa 143
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika., dengan kontribusi sebesar 0.796 satuan, artinya setiap kenaikan satu satuan kovariat pengetahuan dasar siswa akan menghilangkan pengaruh faktor internal siswa dalam pelaksanaan eksperimen sebesar 0.796 satuan. Walaupun kontribusi sangat kecil terhadap hasil belajar
JULI 2014
matematika, namun di sisi lain bahwa pemakaian analisis kovarian berfungsi dengan baik dalam menghilangkan faktor pengganggu dalam pelaksanaan eksperimen dengan menerapkan tiga model pembelajaran kooperatif TSTS, Jigsaw dan STAD pada siswa SMP Negeri 9 di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Tabel 6. Hasil Analisis Pengaruh Kovariat Pengetahuan Dasar Siswa Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) X
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
7.816 .798
3.048 .045
.799
2.564 17.711
.011 .000
a. Dependent Variable: Y
α=0.05, sehingga H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, Jigsaw, dan STAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis 4, Perilaku berkarakter siswa dalam pembelajaran matematika dengan mengontrol faktor utama Ai, minat siswa dan A*B mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistiknya adalah: H0: Bj = 0 vs H1: Bukan H0. Hasil analisis dalam Tabel 7 baris B diperoleh nilai statistik Uji-F=5.484, df=1/173 dengan nilai Sig. (nilai-p) = 0.020 < α=0.05, sehingga H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa Perilaku berkarakter siswa dalam pembelajaran matematika dengan mengontrol faktor utama Ai, minat siswa dan A*B mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis 5, Interaksi model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) dengan mengontrol faktor utama Ai dan Bj serta minat siswa (X) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Perilaku berkarakter siswa dalam pembelajaran matematika mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistiknya adalah: H0: Bj = 0 vs H1: Bukan H0. Hasil
Hipotesis-2, Pengaruh linier kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika untuk semua sel (i,j) yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan. Hipotesis statistik yang diperlukan adalah sebagai berikut: H0 : X = Ai = Bj = (AB)ij = 0 vs H1 : Bukan H0. (paling sidikit ada satu parameter dalam sel (i,j) yang tidak sama dengan nol). Hasil analisis dalam Tabel 7 pada baris Corrected Model diperoleh nilai statistik Uji-F = 64.544, df=6/173 dengan nilai-p =0.000 < α=0.05, yang berarti bahwa H0 ditolak. Ditolaknya H0 dapat disimpulkan bahwa pengaruh linier kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika untuk semua sel (i,j) yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan. Hipotesis 3, Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, Jigsaw, dan STAD dengan mengontrol faktor utama Bj, minat siswa (X) dan interaksi A*B mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Hipotesis statistiknya adalah : H0: Ai = 0, vs H1 : Bukan H0. Hasil analisis dalam Tabel 7 baris A diperoleh nilai statistik Uji-F=9.920, df=2/173 dengan nilai Sig. (nilai-p) = 0.000 <
144
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
analisis dalam Tabel 7 baris A*B diperoleh nilai statistik Uji-F=1.059, df=2/173 dengan nilai Sig. (nilai-p) = 0.349 > α=0.05, sehingga H0 diterima. Diterimanya H0 dapat disimpulkan bahwa interaksi model pembelajaran kooperatif
JULI 2014
(Ai) dan perilaku berkarakter (Bj) dengan mengontrol faktor utama Ai dan Bj serta minat siswa (X) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Tabel 7. Hasil Analisis Kovariansi Model Pembelajran Ai dan Bi dengan Mengontrol Kovariat Minat Siswa (X) Dependent Variable: Y Source Corrected Model
Type III Sum of Squares 12003.415(a)
6
Mean Square 2000.569
147.607
1
147.607
4.762
.030
X
8962.150
1
8962.150
289.143
.000
A
614.977
2
307.488
9.920
.000
B
Intercept
df
F 64.544
Sig. .000
169.981
1
169.981
5.484
.020
A*B
65.671
2
32.836
1.059
.349
Error
5362.238
173
30.996
Total
692194.954
180
Corrected Total
17365.653 179 a R Squared = .691 (Adjusted R Squared = .681)
PEMBAHASAN Secara empiris rerata hasil belajar matematika setelah diberi perlakuan model pembelajran kooperatif mempunyai perbedaan yang reltif kecil sebagimana diperlihatkan pada Tabel 4 di atas. Keadaan ini mengindikasikan bahwa ketiga model pembelajaran kooperatif sama-sama disenangi oleh peserta didik dalam memacu meningkatkan prestasi belajar mereka baik terhadap perilaku di atas rata-rata maupun dibawah rata-rata. Dengan sedikitnya perbedaan rerata hasil belajar matematika antar ketiga perlakuan diduga tidak terjadi faktor interaksi atas ketiganya secara inferensial. Analisis inferensial merupakan hasil estimasi kedepan dengan waktu yang tidak diketahui berapa lama akan terjadi antara keadaan saat ini dengan keadaan yang akan datang. Pengaruh kovariat pengetahuan dasar siswa (X) terhadap hasil belajar merupakan variabel konkomitan (variabel iringan) berfungsi untuk menghilangkan pengaruh faktor-faktor internal dari dalam diri siswa dalam pelaksanaan eksperimen, Variabel atau variabel-variabel X ini sering tidak mungkin dapat dikontrol selama kita melakukan eksperimen, akan tetapi masih dapat diukur bersama-sama dengan variabel Y. Hal ini masih dapat dilakukan dengan jalan
“menyingkirkan” pengaruh X daripada Y baru lalu kemudian melakukan analisis terhadap Y yang sudah dimurnikan untuk melihat efek faktor-faktor yang dipelajari. Analisis seperti ini dinamakan analisis kovariansi (Anakova) Sudjana (1982: 263). Kovariat pengetahuan dasar siswa (X) berdasarkan hasil analisis dengan memakai regresi sederhana sebagai dalam hipotesis-1 menunjukkan bahwa hipotesis nol di tolak pada kesalahan α=5%, yang berarti bahwa variabel X berfungsi menghilangkan efek faktor-faktor yang diperhatikan. Dengan signifikannya kovariat X terhadap Y melalui pernyataan “kovariat pengetahuan dasar siswa (X) mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika”. Atau dapat diperjelas bahwa berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kovariat pengetahuan dasar siswa sebagai variabel konkomitan berfungsi menghilangkan faktor-faktor internal dalam diri siswa dalam pelaksanaan eksperimen. Kontribusi dari variabel konkomitan ini sebesar 0.798 satuan yang berarti setiap perubahan satu satuan kovariat pengetahuan dasar siswa dapat menghilangkan pengaruh atau efek dari hasil
145
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
belajar matematika dalam pelaksanaan eksperimen sebesar 0.798 satuan. Pengaruh faktor utama model pembelajaran kooperatif (Ai) dan perilaku berkarakter dalam pembelajran (Bj) terhadap hasil belajar matematika. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kedua faktor utama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. Faktor interaksi, faktor interaksi model pembelajaran kooperatif dan level perilaku berkarakter dengan memperhitungkan kovariat pengetahuan dasar siswa (X) merupakan ketergantungan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Berdasarkan hasil analisis hipotesis tersebut menolak 𝐻0 . Ditolaknya 𝐻0 berarti bahwa secara signifikan kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif terhadap hasil belajar matematika. Hal ini dapat dilihat dari korelasi antara pengetahuan dasar siswa sebagai kovariat memiliki korelasi yang signifikan dengan nilai hasil belajar siswa ( R=0,799, p=0,000<0,05) serta dengan nilai koefisien determinasi (R square) sebesar 63,8% dan kontribusi variabel kovariat pengetahuan dasar siswa terhadap hasil belajar matematika sebesar 0,798, artinya setiap perubahan satu satuan kovariat pengetahuan dasar siswa akan menghilangkan faktor internal dalam pembelajaran matematika. Adanya korelasi ini menunjukkan kita memiliki alasan yang kuat untuk memasukkan pengetahuan dasar siswa sebagai kovariat. Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa ternyata kovariat pengetahuan dasar mempunyai pengaruh terhadap nilai hasil belajar siswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maonde (2011) dalam bukunya yang berjudul “ Aplikasi Penelitian Eksperimen dalam Bidang Pendidikan dan Sosial”, yang menyatakan bahwa secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kovariat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Interaksi adalah kerjasama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi suatu variabel terikat. Lebih tepatnya, interaksi berarti bahwa pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya.
JULI 2014
perilaku berkarakter merupakan dua faktor yang saling bergantungan antara satu faktor dengan faktor lainnya terhadap hasil belajar matematika. Hal ini didukun dengan hasil analisis yang yang ditunjukkan pada Gambar 1 berikut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku berkarakter dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Siswa yang mempunyai perilaku berkarakter di atas rata-rata cenderung memiliki nilai matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai perilaku berkarakter di bawah ratarata. Pendidikan karakter secara esensial pada intinya merupakan karakter utama dan pertama yang harus dimiliki setiap individu. Karakter esensial dalam Islam mengacu pada sifat Nabi Muhammad SAW, meliputi siddik, amanah, fathanah dan tablig Perlu diperhatikan dengan seksama, bahwa interaksi tidak selalu merupakan akibat dari suatu interaksi “sejati” antara perlakuan‐ perlakuan eksperimental. Jika terdapat satu interaksi signifikan, ada tiga kemungkinan penyebabnya. Penyebab pertama adalah interaksi “sejati”, yaitu varian ditimbulkan oleh interaksi yang “sungguh sungguh terjadi”antara dua variabel dalam bersama sama mempengaruhi sebuah variabel ketiga. Kemungkinan kedua adalah galat (error). Dapat terjadi, suatu interaksi signifikan yang muncul karena kebetulan semata‐ mata. Kemungkinan ketiga adalah, interaksi terjadi karena adanya pengaruh atau efek yang bekerja pada satu tingkat eksperimen namun tidak bekerja pada tingkat eksperimen lain (Kerlinger, 2004). Kerlinger (2004) menyatakan interaksi merupakan kerja sama dua variabel bebas atau lebih dalam mempengaruhi satu variabel terikat. Interaksi berarti bahwa kerja atau pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya. Dengan kata lain, interaksi terjadi manakala suatu variabel bebas memiliki efek‐ efek berbeda terhadap suatu variabel terikat pada berbagai‐ bagai tingkat dari suatu variabel bebas lain. Definisi tentang interaksi yang merangkum dua variabel bebas
Interaksi model pembelajaran kooperatif dan 146
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
disebut sebagai interaksi orde pertama. Ada kemungkinan bahwa tiga variabel bebas berinteraksi dalam mempengaruhi satu variabel terikat, ini disebut sebagai interaksi orde atau tingkat kedua. Pemahaman terhadap interaksi dalam kajian analisis varian faktorial merupakan keterpaduan antara satu variabel penjelas dengan variabel penjelas lainnya dalam membentuk variasi yang terjadi pada variabel terikat (dependent). Dalam uraian interaksi antara variabel metode pembelajaran dan kemampuan awal siswa yaitu keterpaduan antara variabel metode pembelajaran dan kemampuan awal siswa dalam membentuk variasi prestasi belajar. Akibat adanya interaksi antara variabel penjelas yang satu dengan variabel penjelas lainnya maka efek yang terjadi juga terjadi perubahan sehingga dalam analisis varian disain faktor dikenal istilah efek utama (Main Effect) dan efek interaksi (Interaction Effect). Efek utama [Main Effect (ME)] merupakan efek yang secara langsung ditimbulkan oleh variabel B1
B1
B2
B2
JULI 2014
bebas atau independen tanpa memperhitungkan kehadiran variabel independen lain. Banyaknya ME akan sebanyak variabel bebas/independen yang dilibatkan dalam model penelitian. Apabila variabel bebas/independen yang dilibatkan dalam model penelitian ada dua maka akan terdapat dua ME. Efek interaksi [Interaction Effect (IE)] yaitu efek yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara satu variabel independen dengan variabel independen lainnya dalam suatu model analisis. Dengan demikian IE merupakan suatu efek yang diakibatkan oleh suatu variabel independen dengan memperhitungkan kehadiran variabel independen lain. Kerlinger (2004 :414) menjelaskan corakcorak faktor interaksi dalam penelitian eksperimen antar faktor utama. Jika digambarkan dalam salib sumbu saling berpotongan, dan jika sebaliknya tidak terdapat faktor interaksi sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut : B1
B1 B2
B2
A1
A2
Interaksi tidak signifikan (a)
A1
A2
Interaksi tidak signifikan (b)
A1
A2
Interaksi signifikan (disordinal) (c)
A1
A2
Interaksi signifikan (ordinal) (d)
Gambar 1. Corak-corak Faktor Interaksi dalam Penelitian Eksperimen KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Rerata hasil belajar matematika masingmasing sel yang dibentuk oleh model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter mempunyai perbedaan dalam mendukung hipotesis yang diajukan. 2. Kovariat pengetahuan dasar siswa mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika dengan kontribusi sebesar 0,798. Hal ini mempunyai pengertian bahwa (i) setiap perubahan satu satuan kovariat pengetahuan dasar siswa akan menghilangkan faktor internal dalam pembelajaran matematika sebesar 0.798 satuan.
3. Kovariat pengetahuan dasar siswa dengan mengontrol kedua faktor utama meodel pembelajaran kooperatif dan level perilakua berkarakter termasuk interaksinya secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan. 4. Faktor utama model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter dengan mengontrol kovariat pengetahuan dasar siswa dan faktor interaksinya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika. 5. Faktor interaksi model pembelajaran kooperatif dan perilaku berkarakter dengan mengontrol kovariat pengetahuan dasar siswa
147
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 5 NMOR 2
dan kedua faktor utama mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap hasil belajar matematika.
JULI 2014
agar tercipta kompetisi dalam diskusi antar mereka di dalam kelas. 2. Guru diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa lebih termotivasi untuk belajar matematika lebih banyak lagi.
Saran 1. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, Jigsaw dan STAD dapat digunakan sebagai model pembelajaran yang berpusat pada siswa
DAFTAR RUJUKAN Agung, I.Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Maonde, Faad. 2013. Deskripsi Perilaku Siswa Sosial Pengertian dan Pemakaian dalam Pembelajaran Matematika SMP Praktis.Jakarta : PT. Gramedia Pustaka melalui RPP berkarakter. Jurnal Utama. Pendidikan Matematika Volume 4 No 1: 79-87. Agung, I.Gusti Ngurah. 2006. Statistika Penerapan Model Rerata-Sel Multivariat Ruseffendi, E.T.1988. Pengajaran Matematika dan Model Rerata Sel Multivariat dan Modern untuk Orang Tua Murid Model Ekonometri dengan SPSS. Jakarta : dan SPG. Bandung: Tarsito. Yayasan SAD Satria Bakti. Slameto. 1987. Belajar dan faktor-faktor yang Agung, I.Gusti Ngurah. 2014. Manajemen mempengaruhinya. Jakarta : Bina Aksara. Penyajian Analisis Data Sederhana U\ntuk Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Skripsi, Tesis dan Disertasi yang Bermutu. Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sudjana. 1982. DIsain dan Analisis Eksperimen, Dahar. 1988. Teori-Teori Belajar. Departemen bagi Para Peneliti bidang: Biologi, Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Farmasi, Fisika, Idnustri, Kimia, Jenderal Pendidikan Tinggi Pendidikan, Pertanian, Peternakan Pengembangan Lembaga Pendidikan Psikologi teknik dll. Bandung: TARSITO. Tenaga Kependidikan. Tiya, K dan Alkhatimah, 2011. Pengaruh Model Hendygoblog. 2009. Perbandingan Penerapan Pembelajaran Kooperatif, Jenis Kelamin, Pembelajaran Konvensional dan dan Kovariat Minat Terhadap Hasil Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan dalam pencapaian Tujuan Kognitif pada Matematika Volume 2 No.1, 21-32. Siswa. Diakses tanggal 21 Juli 2012 dari Technology13,Pengertian Hasil Belajar, diakses postingan http://hendygoblog. blogspot. dari internet http://technology13com/2009/07/perbandingan-penerapanwordpress.com. 2009/07/04, Pengertian pembelajaran.html Hasil Belajar. Kadir dan La Masi. 2014. Penggunaan Konteks Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu. dan Pengetahuan Awal Matematika dalam Jakarta: Prestasi Pustaka. Pembelajaran Keterampilan Berpikir Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Dengan Pendekatan Matematika Vol. 5 No. 1: 53-58. Kooperatif. PPPG Matematika. Kerlingger. Fred N. 2004. Asas-Asas Yogyakarta. Diakses tanggal 8 Juli 2012 Penelitian Berhavioral Cetakan 10. dari postingan http://www.p4 tk Yogyakarta: Gadjah Mada University matematika.org/downloads/ppp/PPP Press. Pembelajaran_Kooperatif.pdf . La Singga. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Wiyani, N. A. 2012. Manajemen Pendidikan Kooperatif Tipe Jigsaw Dan TSTS Karakter. Yogyakarta: Pedagogia. Terhadap Hasil Belajar Matematika. Yusiriza. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Jurnal Pendidikan Matematika Vol.2 No. Tipe Two Stay Two Stray (TSTS). http:// 1: 53-66. yusiriza.blogspot.com. Maonde, Faad. 2011. Aplikasi penelitian eksperimen dalambidang pendidikan dan sosial. Kendari : Unhalu Press.
148