PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KREATIVITAS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA SANTO YOSEPH MEDAN Poltak Rianto Tampubolon Guru SMA Santo Yoseph Medan Serel:
[email protected] Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran dan kreativitas terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI IPS SMA Santo Yoseph Medan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Cluster Random Sampling, dan diperoleh masing-masing terdiri dari 39 untuk kelas eksperimen dan 37 orang untuk kelas kontrol. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan faktorial 2 x 2. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis varian dua jalur dengan taraf signifikansi α = 0,05, pengujian lanjut menggunakan Uji Scheffe. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe STAD, (2) Hasil hasil belajar matematika antara kelompok dengan kreativitas tinggi berbeda dengan kreatifitas rendah pada taraf signifikansi α = 0,05, (3) Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan kreativitas terhadap hasil belajar. Semakin tepat strategi pembelajaran yang digunakan, maka semakin tinggi hasil belajar matematika siswa. Semakin tinggi kreativitas siswa semakin tinggi pencapaian kompetensi yang diperoleh siswa, interaksi antara strategi pembelajaran dan kreativitas akan memberikan dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Kata kunci: Pembelajaran kooperatif, pembelajaran matematika, kreatifitas siswa Abstract. This study aims to determine the effect of learning strategies and creativity to mathematics learning outcomes. This research was conducted at SMA St. Joseph class XI IPS. The sampling technique used by cluster random sampling, and each study group consisted of 39 to experiment and 37 for the control group. The method used is quasi-experimental with 2 x 2 factorial analysis technique used is the analysis of varianc, a further test using Scheffe test. The results showed (1) the results of learning math students taught by cooperative learning strategies Jigsaw type was higher than students taught by cooperative learning strategies STAD, (2) the mathematics result learning difference between high and low creativity group, (3) the interaction of learning strategies and creativity. Thus the better the learning strategies used, then the higher the students' mathematics learning. The higher the creativity of students with learning strategies, the higher the achievement of competence obtained by the students. The interaction between the learning strategies and creativity will have a positive impact in improve students' mathematics learning outcomes. Keywords : cooperative learning, learning mathematic, student activity
Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
1
PENDAHULUAN Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Pada waktu Bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan, ada salah satu tokoh pendidikan nasional yang berjuang melalui pendidikan, yaitu Ki Hadjar Dewontoro yang mengatakan bahwa : “Seorang atau suatu komunitas atau bahkan suatu bangsa akan maju kalau memanfaatkan sekolah ada di mana-mana dan guru ada pada setiap orang”. Pada saat itu azas pendidikan yang dipakai adalah untuk menentang penjajahan kolonial Belanda. Dengan adanya sekolah dimanamana dan setiap guru ada pada setiap orang, maka rakyat Indonesia tidak mau diadu domba atau dijajah kembali. Pada zaman sekarang ini, pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan Pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini dapat dipertegas lagi dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan Pemerintah untuk mengusahakan dan meyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan delapan standar nasional pendidikan yang harus menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan nasional. Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
pembiayaan, dan standar penilaian. Mengingat pemenuhan SNP masih dirasakan sulit, maka dirancang sebagai tahapan awal Standar Pelayanan Minimal (SPM). Beberapa indikator pemenuhan SPM, yaitu : (1) tersedia satu orang guru setiap mata pelajaran, (2) memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-4 dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang khusus mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris, (3) setiap kepala sekolah berkualifikasi akademik S-1 atau D-4 dan telah memiliki sertifikat pendidik, dan (4) setiap SMP tersedia ruang laboratorium IPA. Namun dalam penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) masih jauh dari harapan karena masih banyak sekolah yang belum memenuhinya apalagi di daerah pelosok yang tidak dapat dijangkau. Pelajaran matematika merupakan suatu bahan kajian penelitian yang mempelajari konsep bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, serta pengolahan data. Selama ini, konsep-konsep matematika yang dibangun oleh guru kepada siswa tidak sesuai dengan yang dikemukakan Joyce and Weil, antara lain : (a) guru hanya melulu pada proses penalaran deduktif (kegiatan inti) tanpa memperhatikan proses penalaran induktif (karakteristik peserta didik) pada awal pembelajaran dimulai; (b) guru tidak mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan dasar anak didiknya sehingga begitu masuk dalam kegiatan inti, siswa semakin dijejali hal-hal yang lebih rumit; (c) ketidakmampuan guru untuk mempelajari kemampuan siswa dan memperhatikan perkembangan strategi belajarnya; (d) guru selalu menerapkan strategi pembelajaran terkesan monoton karena tidak diperkaya dengan hal-hal yang ikut melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa cendrung hanya menerima dan menghafal pelajaran tanpa mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan yang diperoleh dengan aplikasi pada kehidupannya yang nyata dalam memecahkan masalah yang ada di sekitarnya. Maka muncullah anggapan 2
bahwa belajar matematika itu tetap sulit dan tidak menyenangkan. Sanjaya (2010: 93-95) mengemukakan beberapa faktor penyebab, yaitu : (a) guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal siswa; (b) guru tidak pernah mengajak siswa berpikir; (c) guru tidak berusaha memperoleh umpan balik; (d) guru merasa bahwa ia satu-satunya sumber belajar (learning resources) bukan sebagai pengelola pembelajaran (manager of instruction). Adapun strategi pembelajaran koperatif dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran tipe STAD (student teams achievement division) dan tipe Jigsaw. Secara garis besar bahwa strategi pembelajaran koperatif tipe STAD adalah strategi pembelajaran kelompok dengan pemberian bantuan dari siswa yang pandai atau guru kepada siswa yang kurang pandai secara individu atau kelompok. Sedangkan strategi pembelajaran koperatif tipe Jigsaw adalah strategi yang mendorong siswa aktif untuk saling membantu dalam menguasai pelajaran agar mencapai prestasi yang maksimal dengan menekankan pada aspek sosial, yaitu mengelompokkan siswa dalam kelompok kecil dengan karakteristik yang heterogen. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas maka banyak pertanyaan yang akan dijawab sehubungan dengan strategi pembelajaran matematika. Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti baik ruang lingkup lokasi penelitian, subjek penelitian, waktu penelitian, dan biaya penelitian. Maka penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup sebagai berikut : (1) variabel strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran koperatif tipe Jigsaw dan strategi pembelajaran koperatif tipe STAD (student teams achievement division) pada pelajaran matematika Kelas XI SMA sebagai variabel perlakuan; (2) variabel kreativitas yaitu kreativitas siswa yang tinggi dan kreativitas siswa yang rendah sebagai variabel perlakuan; dan (3) variabel hasil Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
belajar siswa yang mencakup pokok bahasan Statistika di Kelas XI SMA dengan mengukur kemampuan ranah kognitif dari Taksonomi Bloom pada ranah pengetahuan C1 ) , pemahaman C2 ) , penerapan C3 ) , dan analisis C 4 ) . Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah khasanah pengetahuan dan sumbangan pemikiran yang berkaitan dengan strategi pembelajaran koperatif dan hubungannya dengan tingkat kreativitas bagi kemajuan dunia pendidikan khususnya peningkatan prestasi belajar siswa. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak pengelola sekolah terutama kepada guru bidang studi tentang ada tidaknya pengaruh strategi pembelajaran koperatif pada tipe Jigsaw dan strategi pembelajaran koperatif pada tipe STAD (student teams avhievement division) serta tingkat kreativitas terhadap hasil belajar matematika siswa. Disamping itu juga, hasil penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya kreativitas pada dirinya yang selama ini belum dikembangkan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang tentang proses belajar, maka teori belajar dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : Pertama, teori belajar behaviorisme, yakni perubahan tingkah laku dimana seseorang dianggap telah belajar bila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku (hasil belajar) akibat yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus-respon (SR), dimana suatu proses pemberian respon tertentu kepada stimulus yang datang dari luar; Kedua, teori belajar kognitivisme, yakni belajar bukan hanya pembentukan tingkah laku melainkan lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri yang diperoleh karena pengulangan hubungan SR, penghargaan (reward), dan penguatan (reinforcement), tetapi merupakan fungsi pengalaman-pengalaman dan proses kognitif yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, dan sebagainya; Ketiga, teori 3
belajar humanistik, yakni proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri dimana tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia karena teori ini paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan; dan Keempat, teori belajar sibernetik, yakni teori yang relatif baru bila dibandingkan dengan ketiga teori sebelumnya karena teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Sedangkan menurut UNESCO, hasil belajar dapat dituangkan ke dalam empat pilar pembelajaran, yaitu : Pertama, belajar mengetahui (learning to know), yaitu belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan, dan pemanfaatan informasi; Kedua, belajar berkarya (learning to do), yaitu belajar untuk mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat; Ketiga, belajar hidup bersama (learning to live together), yaitu belajar agar bisa bekerja sama dan hidup rukun untuk membina kehidupan bersama; dan Keempat, belajar menjadi diri sendiri (learning to be), yaitu belajar untuk menjadi manusia yang utuh dan unggul (bermoral). Namun kenyataan di lapangan, masih banyak para guru yang menganut paradigma transfer of knowledge dalam pembelajaran, yaitu tidak menuntut aktivitas mental siswa. Bagian terbesar dari matematika yang dipelajari siswa tidak diperoleh melalui eksplorasi matematis, tetapi melalui pemberitahuan. Sehingga kemerosotan kemampuan siswa dalam matematika antara lain dikarenakan cara mengajar yang dilakukan guru masih menggunakan pembelajaran yang kurang tepat melalui metode konvensional, lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal (drill). Konsekuensinya adalah mengakibatkan siswa kurang aktif dan kurang memahami konsep maupun nilai-nilai matematis. Sehingga, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana nilai-nilai matematis tersebut dimiliki oleh setiap individu. Pertanyaan ini berkaitan dengan Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
bagaimana proses pembelajaran matematika itu dilakukan. Sedangkan pada subkomponen penutup terdiri atas dua langkah, yaitu : (a) tes formatif dan umpan balik; dan (b) tindak lanjut. Setelah selesai kegiatan inti/penyajian maka dilanjutkan dengan kegiatan penutup, yaitu untuk mengetahui sejauh mana tingkat daya serap dalam penyajian materi dengan melakukan tes formatif. Tes formatif merupakan satu set pertanyaan atau seperangkat tugas untuk mengukur tingkat kemajuan belajar siswanya setelah menyelesaikan suatu tahap pelajaran. Tes ini bisa secara lisan atau tertulis. Hasil dari tes formatif ini disampaikan guru kepada anak didiknya dan diikuti dengan penjelasan tentang hasil kemajuan dinamakan umpan balik. Siswa yang telah mencapai hasil baik dalam tes formatif dapat meneruskan ke bagian pelajaran selanjutnya. Jika ada siswa mendapatkan nilai yang kurang baik dalam tes formatif harus mengulang isi pelajaran tersebut. Kegiatan inilah yang dinamakan tindak lanjut, yaitu kegiatan yang dilakukan siswa setelah melakukan tes formatif dan mendapatkan umpan balik. Dari seluruh metode-metode instruksional di atas, masih banyak metode lain yang dapat pula dipergunakan. Namun kesemuanya itu, menyatakan bahwa tidak ada metode instruksional yang paling baik, artinya tergantung dari tujuan instruksional khusus (TIK) yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam pemilihan metode untuk setiap komponen pada metode insturksional diperlukan beberapa pertimbangan, yaitu jumlah peserta didik, jumlah tenaga pendidik, sarana dan prasarana yang tersedia, biaya pendidikan, dan waktu yang dibutuhkan secara efektif dan efisien. Jigsaw pertama kali diuji coba dan dikembangkan oleh Elliot Aronson dkk. dari Universitas Texas dan diadopsi oleh Slavin dkk. di Unversitas John Hopkins. Arti Jigsaw dalam Bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya potongan gambar. Pembelajaran koperatif Tipe Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja seperti 4
gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran tipe Jigsaw ini dikenal dengan koperatif tim ahli karena masing-masing utusan kelompok berperan sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal untuk disampaikan pada anggota kelompoknya. Pengertian kreativitas akan berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal-hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang ada. Ini sesuai dengan perumusan kreativitas secara tradisional. Maka secara tradisional, kreativitas bertujuan untuk mewujudkan sesuatu yang baru dalam kenyataan. Sesuatu yang baru itu mungkin berupa perbuatan atau tingkah laku, seperti gedung, hasil-hasil kesusasteraan, dan sebagainya. Seperti halnya dalam makna belajar yatu adanya perubahan tingkah laku dari yang tidak tahu menjadi tahu. Disamping itu juga, hakikat kreativitas didasarkan pada kepekaan seseorang terhadap pengertian-pengertian tertentu serta mampu mengaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Individu dengan potensial kreatif dapat dikenal melalui pengamatan cirri-ciri sebagai berikut : (a) hasrat keingintahuan yang cukup besar; (b) bersikap terbuka terhadap pengalaman baru; (c) akal pikirannya panjang; (d) keinginan untuk menemukan dan meneliti; (e) cendrung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit; (f) cendrung menemukan jawaban yang luas dan memuaskan; (g) memiliki gairah dedikasi serta aktif dalam menyelesaikan tugas; (h) berpikir fleksibel; (i) menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cendrung memberi jawaban yang lebih banyak; (j) kemampuan membuat analisa dan sintesis; (k) memiliki semangat bertanya serta meneliti; (l) memiliki daya abstraksi yang cukup tinggi;
Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
dan (m) memiliki latar belakang membaca buku yang cukup luas (kutu buku). METODOLOGI PENELITIAN Tempat penelitian ini akan dilakukan pada SMA Katolik Santo Yoseph Medan yang beralamat di Jalan Flamboyan Raya No. 139 Medan, Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Ajaran 2015/2016, yaitu pada Bulan Agustus s/d September 2015. Populasi penelitian ini dilakukan untuk seluruh siswa Kelas XI SMA Katolik Santo Yoseph Medan dengan empat kelas paralel, yaitu dua kelas paralel untuk program IPA dan dua kelas paralel untuk program IPS. Namun dari keempat kelas paralel tersebut dipilih dua kelas paralel untuk program IPS, yaitu : Kelas XI IPS 1 berjumlah 39 siswa, dan Kelas XI IPS 2 berjumlah 37 siswa. Maka total siswa Kelas XI program IPS adalah 76 siswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sampel kelompok secara acak (cluster random sampling), yaitu pengundian kelas. Setelah diundi maka didapat sampel penelitian, yaitu Kelas XI IPS 1 sebagai kelas perlakuan yang diajarkan dengan strategi pembelajaran koperatif Tipe Jigsaw dengan jumlah siswa 40 orang dan Kelas XI IPS 2 sebagai kelas kontrol yang diajarkan dengan strategi pembelajaran koperatif Tipe STAD dengan jumlah siswa 39 orang. Variabel yang dapat dikontrol secara cermat selama perlakuan adalah strategi pembelajaran koperatif Tipe Jigsaw dan Tipe STAD sebagai variabel bebas dan hasil belajar sebagai variabel terikat. Variabel bebas dikontrol melalui validitas internal dan variabel terikat dikontrol melalui validitas eksternal. Pengontrolan perlakuan bertujuan untuk memperoleh hasil penelitian yang benar-benar akibat dari perlakuan yang diberikan. Untuk mendapatkan suatu keyakinan bahwa rancangan yang dipilih cukup 5
digunakan dengan pengujian hipotesis penelitian sehingga hasil penelitian yang diperoleh dapat digeneralisasikan ke populasi yang ada dengan melakukan kontrol validitas internal dan validitas eksternal terhadap rancangan tersebut. HASIL PENELITIAN Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa skor hasil belajar Matematika siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsawdiperoleh skor terendah adalah 68 dan skor tertinggiadalah 100, rata-rata skor adalah 85,42, simpangan baku (Sd) adalah 9,01, median (Me) adalah 85,00, dan modus(Mo) adalah 83,00. Berdasarkan pengolahan data diperoleh bahwa hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe STAD, dimana skor rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini disebabkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw lebih baik dalam meningkatkan pemahaman siswa dibandingkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe STAD pada taraf signifikansi 5 %.Hasil ini menunjukkan bahwa untuk mengajarkan materi ajar matematika lebih baik menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw dibandingkan strategi pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Pembelajaran kooperatif didefenisikan sebagai suatu strategi pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompokkelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada suatu metode pengajaran yang Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
membutuhkan keaktifan guru dan siswa, dan terjadi interaksi dalam proses pembelajaran yang akhirnya siswa mendapat pengetahuan dari hasil proses tersebut. Selanjutnya proses pembelajaran kooperatif ini mampu merangsang dan mengunggah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar dalam kelompok-kelompok kecil siswa. peran guru dalam metode pengajaran itu bukanlah seorang yang mengukur kemampuan siswa dalam hal produk akhir tetapi dalam proses. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : Hasil belajar matematika siswa SMA Santo Yoseph Medan yang diajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Secara keseluruhan, siswa yang memiliki kreativitas tinggi hasil belajarnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan siswa yang memilki kreativitas rendah, Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran kooperatif dan kreativitas terhadap hasilbelajar matematika siswa SMA Santo Yoseph Medan. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, beberapa implikasi dari hasil penelitian ini, yaitu: Strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw lebih baik dari strategi pembelajaran kooperatif Tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini disebabkan karena mampumemotivasisiswa agar dapat membangun dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya dalam menyelesaikan persoalan belajarnya untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Materi pembelajaran disesuaikan dengan permasalahanpermasalahan yang berorientasi terhadap mata pelajaran matematika.
6
Pembelajaran didasarkan pada karakteristik siswa, dimana guru perlu mengetahui kreativitas yang dimiliki siswa sebagai salah satu karakteristik yang turut mempengaruhi hasil belajar. Dengan demikian guru dapat menggunakan strategi pembelajaran yang tepat untuk mata pelajaran matematika. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi akan memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi jika diajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw bila dibandingkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Tipe STAD. Dalam upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan situasi yang kondusif dalam pembelajaran, guru hendaknya mengambil posisi sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Peran sebagai fasilitator dan mediator akan memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengemukakan gagasan dan argumentasi, sehingga siswa terhindar dari cara belajar menghafal. Hasil penelitian ini juga dapat memotivasi guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan mempublikasikannya ke media cetak dan jaringan internet. Dalam mengembangkan khasanah pengetahuan di bidang pendidikan dapat dikembangkan melalui MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) ataupun pelatihan-pelatihan bagi guru, workshop ataupun seminar yang memacu guru dalam menggunakan strategi pembelajaran yang menyenangkan dan disesuaikan dengan karakteristik siswa. Beradasarkan kesimpulan dan implikasi seperti yang telah dikemukakan, maka disarankan beberapa hal berikutini, yaitu: Para guru matematika disarankan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw untuk menghilangkan kebosanan siswa dalam pelajaran matematika. Guru SMA perlu memperhatikan kreativitas siswa yang merupakan aspek kognitif dalam memberikan pengaruh besar terhadap hasil belajar siswa. Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
Penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang sesuai dengan karakteristik siswa dan sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka guru perlu merancang dan mengembangkan strategi pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw yang berkaitan dengan matematika. Untuk kesempurnaan penelitiaan ini, disarankan kepada peneliti untuk mengadakan penelitian lanjutan dengan melibatkan variabel moderator lain seperti gaya belajar, kecerdasan emosional, motivasi, dan lainlain. Disamping itu perlu juga menambah populasi sampel yang lebih besar lagi, untuk mengecilkan tingkat kesalahan dan meningkatkan ketelitian hasil penelitian
Daftar Pustaka Amabile. 1989. Growing Up Creative. New York: Crown Publ. Aronson. 1978. The Jigsaw classroom. Beverly Hills; CA: Sage Publication Inc. Bell. 1981. Promting Thinking Through Physical Education, Learning and Teaching in Action, 1 : 35-40. Besemer and Treffinger. 1981. Analysis of Creative Products Review and Synthesis. Journal of Creative Behavior. Bloom. 1956. A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing. New York: Addison Wesly Longman, Inc. Carter. 2005. The Complete Book of Intelligence Tests : 500 Exercises to Improve, and Enhance Your Mind Strength. England: John Wiley and Sons Ltd. Copernicus and Galileo. 1645. Historians of science today to be the most important. New York: Daniel Adee Clark. 1986. Growing up Gifted. Columbus, OH: Charles E. Merill. Dacey. 1989. Fundamentals of Creative Thingking. New York: Lexington Books. 7
Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.
Joyce and Weil. 1996. Models of Teaching. New Jersey: Allyn and Bacon.
Davis. 1992. Creativity is Forever. USA: Kendall/Hunt Publ. Comp.
Joyce and Weil. 2009. Models of Teaching : Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas. DePorter and Henarcki. 2011. Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Dick and Carey. 1985. The Systematic Design of Instruction. Boston: Allyn and Bacon. Djaali. 2007. Guru Profesional, Guru Sejahtera. Jakarta: Majalah Educare. Driscoll. 2005. Psychology of Learning for Instruction. London: Allyn and Bacon Ernest.1991. Meaning of Mathematical Expressions. Bristhis Journal for the Philosophy of Science, in Press Freud. 1963. Introductory Lectures on Psyco-analysis, Part III General Theory of the Neurosis. London: Hogarth Press. Freudenthal. 1991. Revisiting Mathematics Education. Dordrecht: Reidel Publishing. Guilford. 1967. The Nature of Human Inteligence. New York: MacGraw-Hill. Guliford. 1981. Three Faces of Intellect. Dalam Barbe and Renzulli (Ed.) Pychology and Education of the Gifted.
Jung. 1960. The Structure and Dynamics of the Psyce. Princeton: Princeton University Press. Kriss. 1966. Psycoanalysis and the Study of Creative Imagination. Dalam H.M. Ruitenbeek (Ed.). The Creativity Imagination. Chicago: Quadrangle Books. Krathwohl. 1989. Taxonomy of Educational Objectives :The Classification of Educational Goals. New York: David Mckay Co. Maslow. 1959. Creativity in Self-Actualizing People. Dalam H.H. Anderson (Ed.). Creativity in its Cultivation. New York: Harper and Brothers. McGregor. 2007. Developing Thingking; Developing Learning. New York: Open University Press. Merill. 1994. Instructional Design Theory. New Jersey: Englewood Cliffs. Miarso. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Miarso. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Munandar.2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineke Cipta.
Hamid. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.
NCTM. 2000. Principles and standards for school mathematics. Reston: NCTM.
Hergenhahn and Olson. 2008. Theories of Learning. Jakarta: Prenada Media Group.
Nelissen. 2005. Thingking Skill in realistic mathematics. Jmc_nelissen: Journal PME. Vol 2 p 108-119.
Johnson. 2002. Contextual Teaching and Learning :Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.
NRC. 1989. National Academy of Sciences in…Comparison of New NEL Values with Values from 1989 Edition, 18.
Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
8
Osborn. 1963. Applied Immagination. New York: Scribners. Parke. 1989. Gifted Student in Reguler Classroom. Boston:Allyn and Bacon. Piirto. 1992. Those Who Create. Ohio: Ohio Psychology Press. PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Reigeluth. 1983. Instructional Design Theories and Models : An Overview of Their Current States. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. Renzulli. 1977. The Enrichment Triad Model. Mansfield Center, CN: Creative Learning Press. Rogers. 1982.Towards a Theory of Creativity. Dalam P.E. Vernon (Ed.), Creativity. Middlesex: Penguin Books. Romberg. 1995. Reform in School Mathematics and Authentic Assessment. USA: New York Press. Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rusman dkk. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sanjaya. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Slavin. 2005. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Suhardjono. 2002. Filsafat dan Sejarah Matematika. Jakarta: UT. Suparman. 2001. Desain Jakarta: PAU-PPAI-UT.
Instruksional.
Tall. 2007. The Cognitive Development of proof: Is mathematical proof for all or for some ?. Reston, VA: NCTM. Taylor. 1985. The Multiple Talent Approach. Instructor, 77 (27), 141-146. Taylor and Getzels. 1976. Perspectives in Creativity. Chicago: Aldine. Treffinger. 1986. Thinking Skills and Problem Solving. New York: Center for Creative Learning. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Vernon. 1982. The Nature-Nurture Problem in Creativity. Dalam Clover, Roning, and Reynold (Eds.), Handbook of Creativity. New York and London: Plenium Press.
Savage. 1987. Effective Teaching in Elementary Social Studies. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Sharon. 1999. The Handbook of Cooperative Learning : Inovasi Pengajaran dan Pembelajaran untuk Memacu Keberhasilan Siswa di Kelas. Yogyakarta: Familia. Slavin. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Pravtice. Massachusetts: Allyn and Bacon.
Pelangi Pendidikan, Vol. 23 No. 1. Juni 2016
9